• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kupu-Kupu (Lepidoptera: Papilionoidea) Di Gunung Sago, Sumatera Barat: Keanekaragaman Dan Preferensi Kunjungan Pada Bunga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kupu-Kupu (Lepidoptera: Papilionoidea) Di Gunung Sago, Sumatera Barat: Keanekaragaman Dan Preferensi Kunjungan Pada Bunga"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

KUPU-KUPU (LEPIDOPTERA: PAPILIONOIDEA) DI GUNUNG SAGO, SUMATERA BARAT: KEANEKARAGAMAN DAN PREFERENSI

KUNJUNGAN PADA BUNGA

RATIH RUSMAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kupu-kupu (Lepidoptera: Papilionoidea) di Gunung Sago, Sumatera Barat: Keanekaragaman dan Preferensi Kunjungan pada Bunga adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

RATIH RUSMAN. Kupu-kupu (Lepidoptera: Papilionoidea) di Gunung Sago, Sumatera Barat: Keanekaragaman dan Preferensi Kunjungan pada Bunga.

Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan DJUNIJANTI PEGGIE.

Gunung Sago merupakan salah satu hutan hujan tropis yang terdapat di Pulau Sumatera. Kawasan hutan di Gunung Sago telah mengalami gangguan sebagai akibat konversi hutan untuk perluasan lahan pertanian. Berbagai perubahan lingkungan yang terjadi dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem yang berdampak terhadap penurunan keanekaragaman hayati, termasuk kupu-kupu.

Kupu-kupu memiliki peran penting dalam ekosistem, antara lain sebagai herbivor, pollinator, inang dari berbagai parasitoid, dan mangsa dari berbagai predator. Keanekaragaman kupu-kupu terkait dengan ketersediaan tumbuhan sebagai sumber pakan larva ataupun imago.

Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai November 2013, di bagian timur dan utara Gunung Sago. Pengamatan kupu-kupu dilakukan dengan metode scan sampling di sepanjang jalur pengamatan di 4 tipe habitat, yaitu hutan sekunder, hutan pinus, hutan karet, dan lahan pertanian. Pada setiap lokasi dilakukan pengamatan selama 10 hari, pada pukul 08.00 sampai 16.00 WIB. Pengukuran faktor lingkungan dilakukan selama pengamatan kupu-kupu dengan interval waktu 1 jam. Setiap spesies kupu-kupu yang mengunjungi bunga diamati dan dicatat. Tumbuhan yang dikunjungi kupu-kupu diidentifikasi dan ditentukan habitus, warna dan tipe mahkota. Pengukuran panjang mahkota dan panjang probosis kupu-kupu dilakukan untuk mengetahui korelasinya pada 11 tumbuhan yang mempunyai mahkota berbentuk tube dan funnel. Pengukuran volume dan kandungan gula nektar dilakukan pada bunga asoka (Ixora javanica).

Kupu-kupu yang diamati di kawasan Suaka Alam Gunug Sago dan habitat sekitarnya yaitu 184 spesies mencakup 3 058 individu, dalam 5 famili. Hutan karet, hutan sekunder, dan lahan pertanian memiliki jumlah spesies yang tinggi, masing-masing 112 spesies, 95 spesies dan 94 spesies. Komposisi spesies kupu-kupu yang ditemukan selama pengamatan di 4 lokasi penelitian bervariasi. Famili Nymphalidae memiliki jumlah paling banyak (93 spesies, 1 564 individu), sedangkan famili Riodinidae memiliki jumlah paling sedikit (3 spesies, 3 individu). Spesies kupu-kupu yang paling dominan di hutan sekunder yaitu Faunis canens, di hutan pinus yaitu Papilio polytes, di hutan karet yaitu Junonia atlites, sedangkan di lahan pertanian yaitu Neptis hylas. Trogonoptera brookiana, Troides amphrysus, dan Troides cuneifera merupakan spesies yang termasuk Appendix II CITES. Dua diantaranya merupakan spesies yang dilindungi di Indonesia yaitu T. brookiana dan T. amphrysus.

Hutan sekunder di Gunung Sago memiliki keanekaragaman paling tinggi (H’= 4.095, E = 0.884) dibandingkan hutan pinus (H’= 3.418, E = 0.837), hutan karet (H’ = 4.007, E = 0.822), dan lahan pertanian (H’= 3.785, E = 0.822). Tingginya keanekaragaman kupu-kupu di hutan sekunder berhubungan dengan individu-individunya yang tersebar lebih merata.

(5)

famili Asteraceae dan Verbenaceae, seperti Eupatorium inulifolium, Clibadium surinamensis, Lantana camara, dan Stachytarpheta jamaicensis merupakan spesies tumbuhan yang paling sering dikunjungi. Kupu-kupu Papilionidae cenderung mengunjungi bunga tipe tube, kupu-kupu Nymphalidae cenderung mengunjungi bunga tipe head, dan kupu-kupu Lycaenidae cenderung mengunjungi bunga tipe flag. Selain ditemukan sedang mengisap nektar bunga, beberapa jenis kupu-kupu juga ditemukan mengisap kotoran hewan, lumpur, buah busuk dan juga mengisap keringat manusia. Berdasarkan analisis korelasi Pearson, panjang probosis kupu-kupu berkorelasi positif (r = 0.62, p = 6.755 x 10-5) dengan panjang mahkota bunga yang dikunjunginya. Volume nektar tumbuhan I. javanica berkisar antara 3.1 sampai 8.6 µl sedangkan kandungan nektar berkisar antara 8 sampai 22%.

Perlu disadari bahwa walaupun jumlah spesies kupu-kupu di Gunung Sago tinggi, sebanyak 48 spesies hanya ditemukan masing-masing satu individu saja. Keanekaragaman kupu-kupu yang tinggi di Gunung Sago harus dipertahankan dengan tetap menjaga kestabilan habitat.

(6)

SUMMARY

RATIH RUSMAN. Butterflies (Lepidoptera: Papilionoidea) in Mount Sago, West Sumatera: Diversity and Flower Preference. Supervised by TRI ATMOWIDI and DJUNIJANTI PEGGIE.

Mount Sago is one of the tropical rain forests in Sumatra Island. The forest area had been degraded to agricultural land. The forest disturbances have impact on the balance of ecosystems and declines in biodiversity, including butterflies.

Butterflies play important role in the forest ecosystems, i.e as herbivore, pollinator, host of parasitoids, and prey of predators. Diversity of butterfly depends on the availability of food plant for caterpillar and adult.

This research was conducted from September to November 2013, at the eastern and northern region of Mount Sago. The observation of butterflies were done by scan sampling method along the survey tracks in four types of habitats, i.e secondary forest, pine forest, rubber forest, and agricultural area. Each habitat was observed for 10 days, from 08.00 am to 04.00 pm. The environmental factors were recorded during the butterfly observation. Species of butterflies visited the flowers were observed and recorded. Nectar plants visited by the butterflies were identified and observed, i.e habits, colors, and flower types. Corolla depth of flowers and proboscis length were measured in 11 plant species with tube and funnel shaped corolla. Measurements of volume and nectar sugar concentration were conducted on Ixora javanica.

Butterflies were observed in Gunung Sago Nature Reserve and its adjacent habitats consist of 3 058 individuals belong to 184 species and 5 families. Secondary forests, rubber forest, and agricultural area showed high species richness of butterflies, they were 112, 95, and 94 species, respectively. Composition of butterflies at four study sites varied. Nymphalid butterflies showed the highest diversity (93 species, 1 564 individuals), while Riodinid butterflies showed the lowest number (3 species, 3 individuals). The most abundant species in secondary forest, pine forest, rubber forest, and agricultural area were Faunis canens, Papilio polytes, Junonia atlites and Neptis hylas, respectively. Trogonoptera brookiana, Troides amphrysus, and Troides cuneifera are listed in Appendix II of CITES. Two species of them are protected in Indonesia, i.e T. brookiana and T. amphrysus.

Diversity of butterfly in secondary forest was the highest (H’ = 4.095, E = 0.884), followed by rubber forest (H’ = 4.007, E = 0.822), pine forest (H’= 3.418, E = 0.837) and agricultural area (H’ = 3.785, E = 0.822). The high diversity of butterflies in secondary forest related to the highest evenness in this area.

(7)

javanica ranged between 3.1 to 8.6 µl, while nectar sugar concentration between 8 to 22%.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biosains Hewan

KUPU-KUPU (LEPIDOPTERA: PAPILIONOIDEA) DI GUNUNG SAGO, SUMATERA BARAT: KEANEKARAGAMAN DAN PREFERENSI

KUNJUNGAN PADA BUNGA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ialah Kupu-kupu (Lepidoptera: Papilionoidea) di Gunung Sago, Sumatera Barat: Keanekaragaman dan Preferensi Kunjungan pada Bunga

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Tri Atmowidi, MSi dan Ibu Djunijanti Peggie, MSc, PhD selaku Komisi Pembimbing yang telah mem-berikan saran dan arahannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat yang telah memberikan izin penelitian dan kepada Prof Dahelmi, MSc serta teknisi di Laboratorium Entomologi-LIPI yang telah banyak membantu. Ungkapan terimakasih kepada adek tercinta (Alm M Kamil) dan saudara Joni atas bantuannya selama dilapangan. Kepada ayah, ibu, suami serta seluruh keluarga, terimakasih atas segala do’a dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 METODE 3

Waktu dan Tempat 3

Alat dan Bahan 4

Metode Penelitian 4

Prosedur Analisis Data 6

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Hasil 6

Pembahasan 20

4 SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 33

(14)

DAFTAR TABEL

1 Spesies dan jumlah individu kupu-kupu di HS (hutan sekunder), HP (hutan pinus), HK (hutan karet) dan LP (lahan pertanian), Gunung Sago 7 2 Parameter lingkungan di lokasi penelitian meliputi intensitas cahaya

(Lux), suhu (0C), kelembaban udara relativ (%) dan kecepatan angin

(Knot) 15

3 Tumbuhan penghasil nektar yang dikunjungi kupu-kupu di kawasan

Gunung Sago 15

4 Panjang probosis kupu-kupu dan panjang mahkota bunga yang

dikunjunginya 19

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian di kawasan Gunung Sago, Sumatera Barat: A (hutan sekunder); B (hutan pinus); C (hutan karet); dan D (lahan

pertanian) 3

2 Gambaran lokasi pengamatan kupu-kupu: hutan sekunder (a), hutan pinus (b), hutan karet (c), dan lahan pertanian (d). 4 3 Spesies kupu-kupu masing-masing famili yang dikoleksi di 4 lokasi

penelitian: famili Lycaenidae (a), famili Nymphalidae (b), famili Papilionidae (c), famili Pieridae (d), dan famili Riodinidae (e) 11 4 Jumlah spesies kupu-kupu yang ditemukan di 4 lokasi penelitian, HS

(hutan sekunder), HP (hutan pinus), HK (hutan karet) dan LP (lahan

pertanian) 11

5 Spesies kupu-kupu dominan di masing-masing habitat (a) Papilio polytes, (b) Faunis canens, (c) Junonia atlites, dan (d) Neptis hylas 12 6 Jumlah spesies kupu-kupu berdasarkan waktu pengamatan di 4 lokasi

penelitian, HS (hutan sekunder), HP (hutan pinus), HK (hutan karet),

dan LP (lahan pertanian) 13

7 Jumlah individu kupu-kupu berdasarkan waktu pengamatan di 4 lokasi penelitian, HS (hutan sekunder), HP (hutan pinus), HK (hutan karet),

dan LP (lahan pertanian) 13

8 Jumlah individu masing-masing famili kupu-kupu di 4 lokasi penelitian

berdasarkan waktu pengamatan. 14

9 Kurva rarefaction pertambahan jumlah spesies kupu-kupu berdasarkan

jumlah sampel di 4 tipe habitat 14

10 Spesies tumbuhan yang banyak dikunjungi kupu-kupu: Eupatorium inulifolium (a), Clibadium surinamensis (b), Lantana camara (c), dan

Stachytarpheta jamaicensis (e) 18

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tumbuhan penghasil nektar yang dikunjungi kupu-kupu di 4 lokasi penelitian, A (hutan sekunder), B (hutan pinus), C (hutan karet), dan

D (lahan pertanian) 33

2 Panjang mahkota bunga 11 spesies tumbuhan yang dikunjungi

kupu-kupu 37

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gunung Sago merupakan salah satu hutan hujan tropis yang terdapat di Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. Secara umum, hutan di Gunung Sago merupakan hutan sekunder. Kawasan hutan mulai mengalami gangguan sejak tahun 1960-an (Hartini 2006), baik berupa penebangan ataupun konversi hutan untuk pemukiman dan perluasan lahan pertanian. Sejak tanggal 22 Agustus 1982, sebagian kawasan Gunung Sago ditetapkan sebagai kawasan Suaka Alam berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.623/Kpts/Um/8/82. Topografi kawasan terdiri dari punggung-punggung gunung yang terjal dengan ketinggian 800 sampai 2262 m dpl dan luas sekitar 5268 hektar (BKSDA Sumatera Barat 2009).

Monitoring keanekaragaman hayati disuatu kawasan penting dalam pengelolaan hutan dan konservasi. Penelitian keanekaragaman hayati di Gunung Sago yang telah dilakukan yaitu mengenai status konservasi Rafflesia arnoldi (Ekawaty 2001) dan keragaman tumbuhan paku (Hartini 2006). Sementara itu belum ada laporan mengenai keragaman serangga, termasuk kupu-kupu.

Kupu-kupu merupakan serangga yang termasuk ke dalam Ordo Lepidop-tera yang mempunyai sayap bersisik (Triplehorn dan Johnson 2005). Ordo Lepidoptera dibagi menjadi 47 Superfamili dan 124 Famili (Kristensen et al. 2007). Superfamili yang merupakan kupu-kupu, yaitu Papilionoidea dan Hespe-rioidea. Kupu-kupu superfamili Papilionoidea memiliki tubuh relatif ramping dengan antena kiri dan kanan berdekatan serta membesar di ujung. Superfamili Hesperioidea memiliki tubuh relatif lebih gemuk dengan antena kiri dan kanan berjauhan serta bersiku di ujung (Peggie dan Amir 2006). Kupu-kupu yang diteliti pada penelitian ini adalah kupu-kupu superfamili Papilionoidea, yang terdiri dari 5 Famili, yaitu Papilionidae, Pieridae, Riodinidae, Lycaenidae, dan Nymphalidae (Kristensen et al. 2007).

Kupu-kupu berperan penting dalam ekosistem hutan. Kupu-kupu merupa-kan bagian dari rantai mamerupa-kanan (Kassarov 2001) dan penyerbuk tumbuhan (Faegri dan Pijl 1980, Abrol 2012). Musuh alami kupu-kupu meliputi predator dan parasitoid. Predator kupu-kupu yaitu burung, katak, monyet, ular, tikus, kelelawar, laba-laba, dan kumbang (Miller dan Hammond 2007). Peran kupu-kupu yang lain yaitu sebagai bioindikator kualitas lingkungan (Widhiono 2004). Berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi akibat kegiatan manusia, seperti penebangan hutan (Hill 1999) dan perubahan fungsi lahan (Posha & Sodhi 2006, Koh 2007) akan berdampak terhadap keanekaragaman kupu-kupu.

(18)

2

TN Bukit Tiga Puluh, TN Bukit Duabelas, TN Berbak, TN Bukit Barisan Selatan, dan TN Way Kambas, sebanyak 217 spesies (Dahelmi et al. 2009), di Hutan Kota Muhammad Sabki Jambi sebanyak 43 spesies (Rahayu dan Basukriadi 2012), dan di Tanjung Balai Karimun sebanyak 42 spesies (Sutra et al. 2012).

Kupu-kupu membutuhkan 3 zat penting dalam dietnya yaitu karbohidrat (Boggs 1988), protein dan mineral (Beck et al. 1999). Kupu-kupu umumnya memanfaatkan nektar sebagai sumber pakan utama. Nektar adalah senyawa kompleks yang dihasilkan kelenjar tumbuhan dalam bentuk larutan gula. Komposisi utama nektar adalah glukosa, fruktosa dan sukrosa. Nektar juga mengandung asam amino (Galetto dan Bernardello 2004) dan lipid. Masing-masing tumbuhan mengsekresikan jumlah nektar yang bervariasi (Galetto dan Bernardello 2004, Vidal et al. 2006, Farkas et al. 2012, Tacuri et al. 2012). Konsentrasi gula nektar secara umum berkisar antara 15 sampai 75% (Faegri dan Pijl 1980, Abrol 2012). Selain mengisap nektar, beberapa jenis kupu-kupu juga memakan serbuk sari (pollen) (Gilbert 1972; Hikl dan Krenn 2011), mengisap cairan dan mineral pada lumpur, pasir, tanah yang lembab (Boggs dan Gilbert 1979; Sculley dan Boggs 1996), kotoran, bangkai, urin (Hall dan willmot 1999) dan juga mengisap buah yang membusuk (Veddeler et al. 2004).

Kupu-kupu memiliki alat mulut yang panjang (proboscis), mampu melihat spectrum warna dan memilki penciuman yang baik (Abrol 2012). Beberapa spesies kupu-kupu bersifat selektif dalam mengunjungi tumbuhan berbunga sebagai sumber nektar (Tudor et al. 2004, Hantson & Baz 2011). Karakter bunga, seperti bentuk, panjang mahkota, warna, aroma, nektar, pollen dan rewards lainnya mempengaruhi kupu-kupu dalam mengeksploitasi bunga (Fahem et al.. 2004). Kupu-kupu cenderung menyukai bunga yang memiliki warna mahkota biru, kuning dan merah, dengan tabung mahkota yang panjang, serta letak nektar tersembunyi (Faegri dan Pijl 1980). Selain karakter bunga, preferensi pakan juga berkaitan dengan morfologi kupu-kupu (Tiple et al. 2009), penglihatan dan penciuman (Sourakov et al. 2012). Panjang mahkota (corolla) bunga suatu tumbuhan umumnya membatasi eksploitasi nektar oleh kupu-kupu, menyangkut panjang probosis (Tiple et al. 2009).

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman kupu-kupu superfamili Papilionoidea di 4 tipe habitat di Gunung Sago, yaitu hutan sekunder, hutan pinus, hutan karet, dan lahan pertanian. Penelitian ini juga bertujuan untuk mempelajari interaksi kupu-kupu dengan tumbuhan berbunga, meliputi preferensi pakan, kaitan antara panjang probosis dan panjang mahkota bunga, serta volume dan kandungan gula nektar bunga.

Manfaat Penelitian

(19)

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai November 2013. Pengamatan dan koleksi kupu-kupu dilakukan di bagian timur dan utara Gunung Sago (Gambar 1). Penelitian mencakup 4 tipe habitat, yaitu hutan sekunder (kawasan Suaka Alam Gunung Sago), hutan pinus, hutan karet, dan lahan pertanian (Gambar 2). Lokasi penelitian terletak di Nagari Sikabu-kabu dan Nagari Sungai Kamuyang, Kecamatan Luak, serta di Nagari Tanjung gadang, Nagari Halaban dan Nagari Ampalu, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

Preservasi dan identifikasi spesimen dilakukan di Bagian Biosistematik dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, FMIPA, IPB, Bogor dan Laboratorium Entomologi, Bidang Zoologi, Puslit Biologi, LIPI, Cibinong.

Skala 1 : 75 000 Gambar 1 Peta lokasi penelitian di kawasan Gunung Sago, Sumatera Barat: A

(hutan sekunder); B (hutan pinus); C (hutan karet); dan D (lahan pertanian) (BKSDA Sumatera Barat 2012).

A B

(20)

4

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2 Gambaran lokasi pengamatan kupu-kupu: hutan sekunder (a), hutan pinus (b), hutan karet (c), dan lahan pertanian (d).

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah jaring serangga (insect net), jarum suntik, kertas papilot, kertas minyak, pinset, jarum serangga (insect pin), jarum pentul, kotak serangga, papan perentang, jangka sorong, thermohygrometer, luxmeter, anemometer, GPS (Global Position System), kamera, refractometer dan mikropipet. Bahan yang digunakan adalah etanol 70%, air suling, kapur barus, dan silica gel.

Metode Penelitian

Pengamatan dan Koleksi Kupu-kupu Superfamil Papilionoidea

Pengamatan dan koleksi kupu-kupu dilakukan dengan survei di sepanjang jalur yang sudah ada, dengan metode scan sampling (Martin dan Bateson 1993). Setiap individu yang diamati dicatat di lembar pengamatan. Pengamatan kupu-kupu mencakup spesies dan jumlah individu. Setiap lokasi dilakukan pengamatan selama 10 hari dari pukul 08.00 sampai 16.00 WIB. Sampel kupu-kupu dikoleksi dengan menggunakan jaring serangga untuk keperluan identifikasi.

Pengukuran Faktor Lingkungan

(21)

5 menggunakan luxmeter, kecepatan angin menggunakan anemometer, dan ketinggian lokasi dengan menggunakan GPS.

Pengamatan Tumbuhan Berbunga yang dikunjungi kupu-kupu

Masing-masing tumbuhan yang dikunjungi kupu-kupu diamati, didokumentasi dan ditentukan habitus, warna, tipe mahkota, dan jenis kupu-kupu yang berkunjung. Sampel tumbuhan dikoleksi dan disimpan di kertas koran untuk keperluan identifikasi dan verivikasi. Spesies tumbuhan diverifikasi oleh Dr. Nurainas, Kurator Herbarium Universitas Andalas, dan tipe bunga ditentukan berdasarkan Faegri dan Pijl (1980).

Pengukuran Panjang Probosis Kupu-kupu dan Panjang Mahkota Bunga

Sebanyak 11 spesies tumbuhan yang mempunyai mahkota berbentuk tube dan funnel, diukur panjang mahkota dan panjang probosis kupu-kupu yang mengunjunginya. Pengukuran panjang probosis dengan cara meletakkan kupu-kupu yang telah dikoleksi di atas sebuah kertas. Dengan bantuan jarum dan piset probosis kupu-kupu yang menggulung diluruskan. Bagian pangkal dan ujung probosis ditandai pada kertas. Panjang probosis kupu-kupu didapatkan dengan menghitung jarak antara pangkal dan ujung probosis yang telah ditandai pada kertas. Pengukuran panjang probosis dan panjang mahkota bunga dilakukan menggunakan jangka sorong digital.

Pengukuran Volume dan Kandungan Gula Nektar Bunga

Tumbuhan yang diukur volume dan kandungan gula nektarnya yaitu asoka (Ixora javanica). Volume nektar diukur dengan menggunakan mikropipet ukuran 5 µl, sedangkan konsentrasi gula nektar diukur dengan menggunakan refractometer (skala brix 0 sampai 33%). Pengukuran volume nektar dilakukan dengan memasukkan mikropipet ke dasar bunga. Pengukuran kandungan gula nektar dilakukan dengan meletakkan nektar di atas kaca refractometer dan diteropong ke arah cahaya (Corbet 2003). Jika bunga yang diukur memiliki jumlah nektar yang sedikit maka sampel bunga dapat ditambah (Tacuri et al. 2012). Setiap hasil pengukuran dan jenis kupu-kupu yang berkunjung dicatat di lembar pengamatan.

Preservasi dan Identifikasi Kupu-Kupu

Kupu-kupu yang telah ditangkap, dibunuh dengan cara ditekan bagian toraknya. Spesimen yang berukuran besar disuntik dengan ethanol 70% pada bagian ventral abdomen. Spesimen selanjutnya dimasukkan ke dalam kertas papilot dan dilabel.

(22)

6

atas papan perentang. Posisi sayap, kepala serta abdomen diatur sejajar dengan papan perentang dibantu kertas kalkir, kertas minyak dan jarum pentul.

Spesimen yang telah berada pada papan perentang, kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 38 sampai 420 C sekitar 2 minggu. Setelah kering, spesimen dimasukkan ke dalam kotak koleksi yang telah diberi kapur barus sebagai pengawet.

Spesimen yang telah dipreservasi selanjutnya didokumentasi dan diidentifikasi berdasarkan Yata (1981), Morishita (1981), Aoki et al. (1982), Tsukada dan Nishiyama (1982), Tsukada (1985, 1991) dan Seki et al. (1991). Sebanyak 3 spesimen kupu-kupu dari famili Lycaenidae diidentifikasi dan diverifikasi dengan melakukan korespondensi dengan Alan C Cassidy dan Prof. Dick Vane-Wright dari Natural History Museum. Spesimen kupu-kupu disimpan di Laboratorium Biosistematik dan Ekologi Hewan, FMIPA, IPB dan di Laboratorium Entomologi, Puslit Biologi, LIPI, Cibinong.

Prosedur Analisis Data

Data jumlah spesies dan individu kupu-kupu ditampilkan secara kuantitatif. Keanekaragaman spesies kupu-kupu dianalisis dengan indeks Shannon-Wiener (H’) dan Indeks kemerataan Piolou (E) (Magguran 1988). Rumus yang digunakan adalah:

H’ =

E = Keterangan : H’= Indeks Shannon-Wiener

= Proporsi tiap spesies E = Kemerataan (eveennes) S = Jumlah spesies

Kaitan antara panjang probosis kupu-kupu dan panjang mahkota bunga yang dikunjunginya dianalisis dengan korelasi Pearson dan nilai signifikansi (p), dengan R 2. 11. 0 (Everitt dan Hothorn 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Keanekaragaman Kupu-kupu

(23)
(24)
(25)
(26)
(27)

11 Lanjutan Tabel 1

Famili Spesies

Jumlah Individu Total

HS HP HK LP

Parantica agleoides 3 2 3 - 8

Parantica aspasia 2 1 13 1 17

Parantica pseudomelaneus 2 - - 1 3

Jumlah individu 452 584 1 040 982 3 058

Jumlah spesies 95 59 112 94 184

Indeks Shannon (H’) 4.095 3.418 4.007 3.785 4.312

Indeks kemerataan (E) 0.884 0.822 0.837 0.822 0.819

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 3 Spesies kupu-kupu masing-masing famili yang dikoleksi di 4 lokasi penelitian: famili Papilionidae (a), famili Pieridae (b), famili Riodinidae (c) famili Lycaenidae (d), dan famili Nymphalidae (e).

Distribusi spesies kupu-kupu pada masing-masing habitat bervariasi. Kupu-kupu yang dapat ditemukan di 4 tipe habitat yaitu sebanyak 24 spesies, 26 spesies kupu-kupu hanya ditemukan di hutan sekunder, 4 spesies hanya ditemukan di hutan pinus, 37 spesies hanya ditemukan di hutan karet, dan 18 spesies hanya ditemukan di lahan pertanian (Gambar 4).

(28)

12

Masing-masing habitat memiliki komposisi spesies yang berbeda-beda. Di hutan sekunder, spesies kupu-kupu yang mendominasi yaitu Faunis canens dan Udara dilecta, di hutan pinus yaitu Papilio polytes, Danaus melanippus, Everes lacturnus dan Jamides sp., di hutan karet yaitu Junonia atlites, Eurema sp., Jamides sp., Danaus melanippus dan Junonia iphita, sedangkan di lahan pertanian yaitu Neptis hylas, Appias olferna, Mycalesis sp., Eurema sp., dan Hypolimnas bolina (Gambar 5).

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 5 Spesies kupu-kupu dominan di masing-masing habitat (a) Papilio polytes, (b) Faunis canens, (c) Junonia atlites, dan (d) Neptis hylas.

Nilai indeks keanekeragaman Shannon Wiener kupu-kupu di hutan sekunder, hutan pinus, hutan karet dan lahan pertanian secara bertutut-turut yaitu 4.095, 3.418, 4.007, dan 3.785 (Tabel 1). Hutan sekunder merupakan habitat yang memiliki nilai keanekaragaman paling tinggi, meskipun jumlah spesies dan individunya lebih sedikit jika dibandingkan hutan karet. Tingginya nilai keanekaragaman kupu-kupu di hutan sekunder berhubungan dengan individu-individunya yang tersebar lebih merata jika dibandingkan habitat lainnya.

Keanekaragaman kupu-kupu berdasarkan waktu pengamatan

(29)

13

Gambar 6 Jumlah spesies kupu-kupu berdasarkan waktu pengamatan di 4 lokasi penelitian, HS (hutan sekunder), HP (hutan pinus), HK (hutan karet), dan LP (lahan pertanian).

Gambar 7 Jumlah individu kupu-kupu berdasarkan waktu pengamatan di 4 lokasi penelitian, HS (hutan sekunder), HP (hutan pinus), HK (hutan karet), dan LP (lahan pertanian).

Famili Nymphalidae dan famili Pieridae merupakan kupu-kupu yang paling banyak ditemukan di pagi hari, sedangkan pada siang hari kupu-kupu yang paling banyak ditemukan yaitu dari famili Nymphalidae dan famili Papilionidae. Famili Riodinidae dapat ditemukan pada saat siang hari (11.00 sampai 13.00 WIB) dengan jumlah yang terbatas (Gambar 8).

(30)

14

Gambar 8 Jumlah individu masing-masing famili kupu-kupu di 4 lokasi penelitian berdasarkan waktu pengamatan.

Jumlah spesies kupu-kupu yang ditemukan di 4 lokasi penelitian masih terus bertambah sampai hari terakhir pengamatan. Kurva rarefaction menggam-barkan estimasi jumlah spesies dari jumlah sampel yang didapatkan selama 10 hari pengamatan di masing-masing habitat (Gambar 9). Kurva masih menujukkan terjadinya peningkatan. Jika dilakukan penambahan jumlah sampel yang diamati, kemungkinan masih terjadi penambahan jumlah spesies yang ditemukan pada masing-masing habitat.

Gambar 9 Kurva rarefaction pertambahan jumlah spesies kupu-kupu berdasarkan jumlah sampel di 4 tipe habitat.

Kondisi Lingkungan di Lokasi Penelitian

Pada saat pengamatan kupu-kupu, faktor lingkungan di 4 lokasi penelitian menunjukkan angka yang berbeda. Intensitas cahaya berkisar antara 140 sampai 39500 Lux, suhu udara berkisar antara 22 sampai 450C, kelembaban 51 sampai 98 %, dan kecepatan angin berkisar antara 0.2 sampai 6.6 knot (Tabel 2).

0 50 100 150 200 250 300 350

Juml

ah

indi

vidu

Waktu

Lycaenidae

Nymphalidae

Papilionidae

Pieridae

(31)

15 Tabel 2 Parameter lingkungan di lokasi penelitian meliputi intensitas cahaya

(Lux), suhu (0C), kelembaban udara (%) dan kecepatan angin (Knot).

Lokasi IC (Lux) Suhu (0C) rH (%) KA (Knot)

Keterangan: Data merupakan nilai rata-rata dan angka minimum-maksimum.

Tumbuhan Pakan Kupu-kupu Dewasa

Tumbuhan penghasil nektar yang teramati dikunjungi kupu-kupu yaitu sebanyak 55 spesies yang termasuk kedalam 25 Famili (Tabel 3, Lampiran 1). Pada pengamatan ini, kupu-kupu lebih cenderung mengunjungi perdu (semak) dibandingkan herba, pohon atau liana. Warna bunga yang dikunjungi kupu-kupu yaitu merah, merah muda, jingga, kuning, ungu, biru, dan putih. Sementara itu, tipe mahkota bunga yang dikunjungi kupu-kupu yaitu tube, head, funnel, brush, composite, dish, flag dan bentuk lainnya.

Tabel 3 Tumbuhan penghasil nektar yang dikunjungi kupu-kupu di kawasan

Asystasia gangetica Herba Putih Funnel Y. pandacus, J. hedonia,

E. blanda, E. hecabe

Rostellularia sundana Herba Ungu Z. otis

Amaryllidaceae

Zephyranthes carinata Herba Merah muda Funnel C. scylla

Apocynaceae

Catharantus roseus Perdu Merah muda Tube P. memnon, P. polytes

Asteraceae

Ageratum conyzoides Herba Ungu Head Jamides sp., E. mulciber,

P. demolion, P. polytes, M. peyeni, Eurema sp.

Bidens pilosa Herba Putih Composite H. bolina, J. atlites, A. olferna,

C. scylla, Eurema sp.

Blumea chinensis Herba Ungu Head E. sari

Chromolaena odorata Perdu Putih Head P. pollytes, J. orithya,

C. pomona, Eurema sp.

(32)

16

Elephantopus mollis Herba Putih Brush J. almana, P. agleoides

Emilia sonchifolia Herba Ungu Head D. melanippus, J. atlites

Eupatorium inulifolium Perdu Putih Head E. cnujus, D. bisaltide,

E. tulliolus, H. bolina, J. atlites, J. hedonia, J. iphita, P. aspasia, Y. baldus, G. agamemnon, G. sarpedon, Troides sp., C. pomona, Eurema sp.

Makania micrantha Liana Putih Brush J. atlites, J. iphita, J. hedonia,

Y. baldus, L. nina

Spilanthes Acmella Herba Jingga Head Y. philomela, C. scylla, E. sari,

L. nina

Synedrella nodiflora Herba Kuning Head E. blanda, L. nina

Zinnia elegans Herba Merah muda Composite H. bolina

Boraginaceae

Heliotropium indicum Perdu Putih Tube D. melanippus,

E. radamanthus, E. tulliolus

Caesalpiniaceae

Caesalpinia pulcherrima

Perdu Merah P. memnon

Cassia obtusifolia Herba Kuning C. scylla

Colchicaceae

Momordica charantia Liana Kuning Dish L. nina

Euphorbiaceae

Euphorbia heterophylla

Herba Putih Brush A. olferna

Lamiaceae

Callicarpa sp. Liana Putih Brush T. amphrysus

Clerodendrum

Persea americana Pohon Putih Dish H. bolina, J. hedonia

Malvaceae

Hibiscus sabdariffa Perdu Putih Dish P. polytes

Melochia umbellata Pohon Merah muda Dish G. agamemnon, G. sarpedon,

E. simulatrix

Sida rhombifolia Perdu Kuning Dish E. sari, E. blanda

Urena lobata Perdu Merah muda Dish J. atlites

Mimosaceae

Mimosa diplotricha Herba Merah muda Brush L. boeticus, A. hyperbius,

J. atlites

Mimosa pudica Herba Merah muda Brush J. almana, L. boeticus

Myrtaceae

Eugenia aquea Pohon Putih Brush H. bolina, P. demolion

(33)

17

Syzygium sp. Pohon Merah muda Brush D. bisaltide, H. bolina

Nyctaginaceae

Bougainvillea spectabilis

Perdu Jingga Tube P. memnon, P. polytes

Oleaceae

Jasminum sambac Perdu Putih Tube P. polytes

Orchidaceae

Spathoglottis plicata Herba Ungu P. memnon

Oxalidaceae

Oxalis barrelieri Herba Merah muda Tube P. polytes, Eurema sp.

Papilionaceae

Calliandra calothyrsus Perdu Merah Brush P. nora

Crotalaria mucronata Herba Kuning Flag Euchrysops sp., L. boeticus

Crotalaria retusa Liana Kuning Flag Jamides sp.

Desmodium heterocarpon

Herba Ungu Flag E. lacturnus

Hylodesmum repandum Herba Jingga Flag P. corvus

Polygalaceae

Polygala paniculata Herba Putih Z. otis

Rubiaceae

Creona corymbosa Pohon Putih Tube G. sarpedon, A. perius,

Ixora javanica Perdu Merah Tube P. demolion, P. helenus,

P. memnon, P. nephelus, P. polytes, T. amphrysus.

Solanaceae

Solanum torvum Perdu Putih Dish G. sarpedon

Tiliaceae

Muntingia calabura Pohon Putih Dish G. sarpedon

Verbenaceae

Tube Euploea sp., G. agamemnon,

G. antiphates, G. sarpedon, A. terpsicore, A. hyperbius, J. almana, J. atlites, J. hedonia, G. sarpedon, P. demolion, P. polytes, C. pomona, C. scylla, L. nina, E. sari, Eurema sp.

(34)

18

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 10 Spesies tumbuhan yang banyak dikunjungi kupu-kupu: Eupatorium inulifolium (a), Clibadium surinamensis (b), Lantana camara (c), dan Stachytarpheta jamaicensis (e).

Selain ditemukan sedang mengisap nektar bunga, beberapa jenis kupu-kupu ditemukan mengisap kotoran hewan, lumpur, tanah yang lembab, dan juga mengisap batu berpasir. Sebagian lain terlihat mengisap buah busuk dan juga mengisap keringat manusia. Kupu-kupu Megisba malaya, Udara dilecta, dan Una usta teramati sedang mengisap kotoran hewan (unggas), sedangkan kupu-kupu Graphium sarpedon, Graphium bathycles, Lamproptera curius, Trogonoptera brookiana, Hebomoia glaucippe, Saletara panda, Curetis santana, dan Argyreus hyperbius teramati sedang mengisap lumpur. Sementara itu, kupu-kupu Catopsilia pamona, Eurema sari, Prosotas nora, Acraea terpsicore, Doleschallia bisaltide, Euripus nyctelius dan Lethe chandica teramati sedang mengisap tanah lembab. Spesies kupu-kupu yang diamati sedang mengisap cairan di bebatuan berpasir di pinggir sungai, yaitu Eurema sp., Cepora iudith, Athyma nefte, Charaxes bernadus, Charaxes borneensis, Cyrestis maenalis, Dichorragia nesimachus, Euploea mulciber, Euploea radamanthus, Hestinalis nama, Moduza procris, Parantica agleoides, Charaxes (Polyura) athamas, Charaxes (Polyura) hebe, Rohana parisatis, Terinos terpander, Terinos clarissa, Vagrans egista, dan Vindula dejone. Kupu-kupu Acraea terpsicore dan Prosotas nora diamati sedang mengisap keringat manusia.

Korelasi panjang probosis kupu-kupu dengan panjang tabung mahkota bunga

Panjang mahkota bunga 11 spesies tumbuhan yang dikunjungi kupu-kupu berkisar antara 3.62 sampai 33.1 mm (Lampiran 2). Kupu-kupu yang paling banyak teramati mengunjungi bunga yang memiliki mahkota tipe tube dan funnel yaitu famili Papilionidae sebanyak 8 spesies, sedangkan yang lainnya yaitu 2 spesies dari famili Pieridae dan 6 spesies dari famili Nymphalidae. Masing-masing spesies kupu-kupu memiliki panjang probosis yang berbeda-beda (Lampiran 3).

(35)

19 p = 6.755x10-5). Kupu-kupu Papilionidae mempunyai panjang probosis berkisar antara 12.73 sampai 36.71 mm, cenderung mengunjungi bunga yang memiliki panjang mahkota berkisar antara 3.62 sampai 33.1mm. Kupu-kupu Nymphalidae yang memiliki panjang probosis lebih pendek (10.26 sampai 14.48 mm), cenderung mengunjungi bunga dengan panjang mahkota yang berkisar antara 3.62 sampai 12.81mm (Tabel 4). Kupu-kupu Nymphalidae dan Pieridae tidak teramati mengunjungi bunga B. spectabilis, C. roseus, C. paniculatum, dan I. javanica yang memiliki mahkota berbentuk tabung yang panjangnya > 16 mm.

Tabel 4 Panjang probosis kupu-kupu dan panjang mahkota bunga yang dikunjunginya Famili kupu-kupu Panjang probosis (mm) Panjang mahkota (mm)

Papilionidae 23.46

Keterangan: Data merupakan nilai rata-rata dan angka minimum-maksimum.

Volume dan kandungan nektar

Berdasarkan pengkuran volume dan kandungan nektar tumbuhan I. javanica perwaktu pengamatan menunjukkan angka yang berbeda. Volume nektar tumbuhan I. javanica berkisar antara 3.1 sampai 8.6 µl (Gambar 11), sedangkan kandungan nektar berkisar antara 8 sampai 22 % (Gambar 12).

Gambar 11 Volume nektar 3 tumbuhan Asoka berdasarkan waktu pengamatan.

(36)

20

Gambar 12 Kandungan nektar 3 tumbuhan Asoka berdasarkan waktu pengamatan.

Kupu-kupu yang teramati mengisap nektar I. javanica pada saat pengkuran volume dan kandungan nektar yaitu Papilio memnon, Papilio polytes, Papilio helenus, Papilio demolion dan Papilio nephelus. Kupu-kupu tersebut mengisap nektar bunga dengan volume 3.1 sampai 7.3 µl dan kandungan nektar 8 sampai 18%.

Pembahasan

Keanekaragaman Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea

Jumlah spesies kupu-kupu superfamili Papilionoidea yang diamati dan dikoleksi di Kawasan Gunung Sago dan sekitarnya yaitu sebanyak 184 spesies. Jumlah spesies tersebut tergolong tinggi jika dibandingkan dengan tempat lain di Indonesia. Di Gunung Betung, Lampung ditemukan 25 Spesies kupu-kupu (Soekardi et al. 2001), 113 spesies di Miyambou, Cagar Alam Pergunungan Arfak (Panjaitan 2008), 57 spesies di Hutan koridor Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Efendi 2009), 113 spesies di Gunung Meja, Manokwari (Panjaitan 2011), 150 spesies di ujung kulon (Peggie 2012), 41 spesies di Hutan Kota Muhammad Sabki, Jambi (Rahayu dan Basukiriadi 2012), 29 spesies di Gunung Manado Tua, Taman Nasional Laut Bunaken (Koneril dan Saroyo 2012), 55 spesies di Tanjung Balai Karimun, Kep. Riau (Sutra et al. 2012), 62 Spesies di Dukuh Banyuwindu, Kendal (Rahayuningsih et al. 2012), 144 spesies di TN Bantimurung-Bulusaraung (Sumah 2012), 107 spesies kupu-kupu di Nusa Kambangan (Peggie 2014), dan 151 spesies di TNG. Halimun-Salak (Peggie dan Harmonis 2014). Perbedaan jumlah spesies yang ditemukan pada masing-masing kawasan kemungkinan berhubungan dengan perbedaan lokasi pengambilan sampel, sehingga vegetasi dan keadaan lingkungannya juga berbeda. Menurut Ramos (2000), beberapa faktor yang mempengaruhi keragaman kupu-kupu yaitu variabel fisik dan struktural seperti luas areal, topografi, suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan pola tanah, serta faktor biologis meliputi ketersediaan tumbuhan pakan dan tumbuhan inang, serta musuh alami.

(37)

21 Jika spesies kupu-kupu yang ditemukan dalam penelitian ini digabungkan dengan penelitian sebelumnya (Soekardi et al. 2001; Rizal 2007; Dahelmi et al. 2009; Sutra et al. 2012; Rahayu & Basukiriadi 2012), maka spesies kupu-kupu superfamili Papilionoidea yang diperoleh di Sumatera sebanyak 302 spesies. Sebanyak 59 spesies yang ditemukan dalam penelitian ini merupakan spesies yang belum dilaporkan dalam penelitian sebelumnya. Spesies kupu-kupu tersebut adalah 1 spesies dari famili Papilionidae, yaitu Lamproptera curius; 2 spesies dari famili Pieridae yaitu Cepora iudith dan Hebomoia glaucippe; 2 spesies dari famili Riodinidae yaitu Paralaxita damajanti dan Stiboges nymphidia; 32 spesies dari famili Lycaenidae yaitu Allotinus leogoron, Amblypodia narada, Ancema blanka, Arhopala brooksiana, Arhopala buddha, Arhopala eomolphus, Arhopala inornata, Arhopala kinabala, Arhopala lurida, Arhopala zylda, Celastrina lavendularis, Curetis santana, Drupadia rufotaenia, Euchrysops cnejus, Everes lacturnus, Ionolyce helicon, Jamides caeruleus, Jamides malaccana, Lampides boeticus, Megisba Malaya, Miletus bigasii, Miletus bolsduvali, Miletus gallus, Neopithecops zalmora, Pithecops corvus, Pithecops fulgens, Ramelana jangala, Rapala airbus, Rapala pheretima, Sinthusa malika, Una usta, dan Yosada pita; dan 22 spesies dari famili Nymphalidae, yaitu Amathusia binghami, Amnosia decora, Ariadne merione, Charaxes borneensis, Charaxes hebe, Dischopora necho, Dischorragia nesimachus, Euploea algea, Euploea eunice, Euploea radamanthus, Euthalia aconthea, Euthalia kanda, Laringa horsfieldi, Lethe chandica, Melanitis zitenius, Mycalesis mnasicles, Mycalesis oroatis, Neorina lowii, Neptis harita, Neptis vikasi, Parantica pseudomelaneus, Stibochiana coresia, dan Terinos clarissa.

Kupu-kupu raja Brooke (Trogonoptera brookiana), kupu-kupu raja amprysus (Troides amphrysus), dan kupu-kupu raja Cuneifera (Troides cuneifera) merupakan spesies kupu-kupu yang termasuk Appendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Dua diantaranya merupakan spesies yang dilindungi di Indonesia berdasarkan PP 7&8 tahun 1999 dan UU no.5 Tahun 1990, yaitu Trogonoptera brookiana dan Troides amphrysus (Peggie 2011).

Hutan sekunder dan hutan karet merupakan lokasi yang memiliki keanekaragaman yang tinggi dibandingkan lahan pertanian dan hutan pinus. Perbedaan keanekaragaman pada masing-masing habitat kemungkinan berhubungan dengan kondisi lingkungan yang juga berbeda. Kupu-kupu mempunyai kemampuan adaptasi yang berbeda menyangkut suhu, kelembaban, ketinggian dan juga ketersediaan pakan (Ramesh et al. 2010, Panjaitan 2008). Keanekaragaman yang rendah di hutan pinus dapat disebabkan karena vegetasi hutan pinus yang kurang bervariasi dan juga tidak ditunjang oleh habitat disekitarnya. Kawasan hutan pinus letaknya terpisah dari hutan heterogen, berbatasan dengan sawah dan kebun masarakat. Di Gunung Slamet, Jawa Tengah, dilaporkan keanekaragaman kupu-kupu tertinggi terdapat di hutan sekunder dan menurun sejalan dengan meningkatnya kerusakan hutan (Widhiono 2004).

(38)

22

dominansi dari beberapa spesies, seperti Neptis hylas, Hypolimnas bolina, dan Appias olferna.

Jumlah individu di hutan karet dan lahan pertanian teramati lebih banyak dibandingkan hutan sekunder dan hutan pinus. Kelimpahan spesies kupu-kupu yang tinggi di hutan karet dan lahan pertanian diduga karena tutupan kanopi yang tidak serapat di hutan sekunder sehingga memudahkan pengamatan dan penangkapan. Konversi hutan menjadi hutan karet, lahan pertanian dan hutan pinus menyebabkan perubahan vegetasi dan faktor lingkungan. Kanopi yang rapat di hutan sekunder menyebabkan cahaya matahari tidak langsung masuk ke lantai hutan dan juga mengurangi jarak pandang pada saat pengamatan. Intensitas cahaya matahari di hutan sekunder (3976 Lux) lebih rendah dibandingkan hutan pinus (11081 Lux), hutan karet (10070 Lux) dan lahan pertanian (9539 Lux). Selain itu, di hutan karet dan lahan pertanian yang lebih terbuka, banyak terdapat perdu (semak) dan herba yang merupakan sumber nektar bagi kupu-kupu dewasa seperti tumbuhan dari famili Asteraceae dan Verbenaceae (lampiran 1). Koneril & Saroyo (2012) melaporkan bahwa habitat dengan vegetasi semak memiliki kekayaan dan kelimpahan spesies kupu-kupu yang tinggi.

Di hutan sekunder, kupu-kupu banyak ditemukan disekitar sungai, seperti genus Udara, Ragadia, Amnosia, Troides, Trogonoptera, Atrophaneura, dan Eurema. Hal ini dapat disebabkan kondisi lingkungan disekitar sungai mendukung untuk kehidupan kupu-kupu, seperti cahaya matahari yang cukup, suhu dan kelembaban yang sesuai, dan juga tumbuhan perdu yang lebih banyak berbunga disekitar tebing-tebing pinggir sungai. Selain itu, di sekitar sungai juga banyak substrat tempat kupu-kupu mendapatkan zat-zat yang dibutuhkannya. Udara dilecta banyak ditemukan hinggap di kotoran burung yang banyak terdapat di bebatuan sungai. Selain di sekitar sungai, beberapa spesies kupu-kupu juga sering ditemukan di bagian dalam kawasan hutan, berada di lantai hutan yang lembab dan terdapat banyak sarasah, yaitu kupu-kupu dari famili Nymphalidae, subfamili Satyrinae seperti Xanthotaenia busiris, Faunis canens, dan Melanitis zitenius. Di hutan sekunder, kupu-kupu dari famili Papilionidae, genus Graphium hanya dapat ditemukan disekitar pinggiran hutan, sering berkunjung di bunga lantana camara. Pada pengamatan di hutan sekunder, kupu-kupu yang paling banyak dijumpai yaitu Faunis canens. F. canens merupakan spesies yang mendominasi di hutan sekunder, karena didukung oleh kondisi lingkungan yang sesuai. Menurut Peggie dan Amir (2006), F. canens dapat dijumpai di hutan yang teduh dan lembab. Selama pengamatan tercatat hutan sekunder memiliki kelembaban yang paling tinggi (79.09%) dibandingkan hutan pinus (70.32%), hutan karet (70.21%), dan lahan pertanian (69.25%). Di hutan pinus, spesies yang banyak terdapat adalah Papilio polytes. Tumbuhan inang P. polytes yaitu tumbuhan dari Famili Rutaceae, seperti Clausena excavate, Citrus aurantifolia dan Citrus amblycarpa (Dahelmi 2000). C. excavate yang dikenal dengan nama lokal sicerek merupakan tumbuhan inang yang banyak terdapat di pinggir hutan pinus. Selain P. polytes, spesies yang ditemukan dominan di hutan pinus yaitu Everes lacturnus. Banyak ditemukan di sekitar tumbuhan Desmodium heterocarpon yang banyak terdapat dilantai hutan pinus. Tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan inang E. lacturnus (Peggie dan Amir 2006).

(39)

23 Papilio nephelus, Graphium evemon, Graphium antipates, Neptis clinia, Parantica pseudomelaneus, Euploea unice, Cyretis maenalis, Chersonesia risa, Laringa castelnaui, Rohana parisatis, Euripus nyctelius, Yosada pita, Udara dilecta dan Prosotas nora. Spesies kupu-kupu tersebut tidak dapat ditemukan di lahan pertanian yang berada jauh dari hutan. Menurur Atmowidi (2008), keanekaragaman spesies disuatu habitat berkaitan dengan habitat disekitarnya, keberadaan serangga yang terdapat di lahan pertanian di tepi hutan dipengaruhi juga oleh serangga di dalam hutan

Famili Nymphalidae merupakan kupu-kupu superfamili Papilionoidea yang paling banyak ditemukan di Kawasan Gunung Sago dan sekitarnya. Dominannya famili Nymphalidae di suatu kawasan telah dilaporkan sebelumnya (Tabadepu et. al 2008; Panjaitan 2008; Ramesh et al. 2010; Nimbalkar 2011; Peggie 2012; Rahayu dan Basukiriadi 2012; Koneril dan Saroyo 2012; Rahayuningsih et al. 2012; Sutra et al. 2012). Kupu-kupu Nymphalidae memang mempunyai jumlah yang cukup besar, dan mencakup kupu-kupu yang umum (Triplehorn dan Johnson 2005). Di Sumatera diperkirakan ada sekitar 252 spesies kupu-kupu dari famili Nymphalidae (Morishita 1981; Aoki et al. 1982; Tsukada 1985; Tsukada 1991). Jumlah spesies yang paling sedikit ditemukan yaitu anggota Famili Riodinidae, hanya ditemukan 3 kali dalam pengamatan. Kupu-kupu Riodinidae menyukai tempat yang disinari matahari, dan paling aktif selama siang dan sore. Dapat ditemukan di pinggir hutan, atau daerah yang lebih terbuka, seperti di sepanjang jalan setapak di dalam hutan (Miller dan Hammond 2007). Kupu-kupu dari Famili ini banyak ditemukan di Amerika bagian selatan. Di Indonesia jumlah spesies Riodinidae terbatas, yaitu sebanyak 40 spesies dan 16 spesies diantaranya terdapat di Sumatera (Peggie D 30 Januari 2015, komunikasi pribadi).

(40)

24

saat pengamatan terkadang cuaca pada pagi hingga siang hari cerah dan menjelang sore cenderung mendung dan hujan. Terutama pengamatan di hutan sekunder.

Interaksi Kupu-kupu dengan Tumbuhan Berbunga

Kupu-kupu aktif mengunjungi bunga terutama untuk memperoleh nektar. Nektar merupakan sumber pakan penting bagi serangga polinator, termasuk kupu-kupu. Pada saat mengisap nektar, serbuk sari akan menempel pada probosis atau tungkai kupu-kupu dan akan menempel pada kepala putik bunga berikut yang dikunjunginya (Peggie 2014).

Dari 55 spesies tumbuhan yang dikunjungi kupu-kupu selama pengamatan, sebagian dari tumbuhan tersebut merupakan tanaman budidaya seperti alpukat (Persea americana), kayu manis (Cinnamomum zeylanicum), pare (Momordica charantia), rosella (Hibiscus sabdariffa), jambu air (Eugenia aquea), dan jambu biji (Psidium guajava). Kupu-kupu dan ngengat memainkan peranan sekitar 4% sebagai polinator tumbuhan yang di budidayakan di dunia, sedangkan polinator lainnya yaitu lebah 73%, lalat 19%, Kelelawar 65%, Tawon 5%, kumbang 5%, dan burung 4% (Abrol 2012).

Satu jenis tumbuhan dapat dikunjungi oleh satu jenis kupu-kupu atau beberapa jenis dalam famili yang sama atau jenis-jenis dari famili yang berbeda. Kupu-kupu yang teramati mengunjungi bunga di 4 lokasi penelitian yaitu sebanyak 51 spesies (4 famili), dimana 12 diantaranya merupakan kupu-kupu famili Papilionidae. Di kawasan Cagar Alam Lembah Harau, Sumatera Barat, tercatat 16 famili Papilionidae yang mengunjungi bunga Hibiscus rosasinensis, Bougainvillea spectabilis, dan Lantana camara, dengan frekuensi kunjungan yang bervariasi pada masing-masing bunga (Dahelmi 2001). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi preferensi pakan kupu-kupu, yaitu habitus, bentuk bunga, panjang tabung mahkota, dan warna bunga (Tiple et al.), nektar, serbuk sari dan rewards lainnya (Fahem et al. 2004). Bunga yang disukai kupu-kupu adalah bunga yang mekar di siang hari, menghasilkan jumlah nektar yang cukup, memiliki corolla yang panjang dan tipis berbentuk tabung (tube), dan umumnya berwarna cerah (sering merah), meskipun kadang-kadang putih (Faegri dan Pijl 1980, Abrol 2012).

Warna tumbuhan yang paling banyak dikunjungi kupu-kupu selama pengamatan adalah warna putih dibandingkan warna merah, merah muda, jingga, kuning, ungu, dan biru. Faegri dan Pijl (1980), melaporkan bahwa kupu-kupu menyukai warna kuning, biru dan merah. Selanjutnya (Nimbalkar 2011), juga melaporkan bahwa bunga yang disukai kupu-kupu yaitu yang berwarna merah, kuning, biru dan ungu dibandingkan bunga putih dan merah muda. Perbedaan tersebut kemungkinan berkaitan dengan perbedaan vegetasi. Eupatorium inulifolium dan Clibadium surinamensis merupakan perdu berbunga putih dari famili Asteraceae yang teramati paling sering dikunjungi kupu-kupu dibandingkan 24 famili tumbuhan lainnya. Kedua tumbuhan ini merupakan spesies invasif yang cepat berkolonisasi di lahan yang baru dibuka, areal pertanian, areal yang tercemar dan di pinggir jalan (Tseng et al. 2008).

(41)

25 mahkota yang panjang dan sempit. Menurut Nimbalkar (2011), kupu-kupu lebih cenderung mengunjungi bunga dengan mahkota berbentuk tabung dibandingkan bentuk lain. Selanjutnya Tiple et al. (2009), melaporkan bahwa kupu-kupu nymphalidae lebih menyukai bunga yang berbentu tubular, Lycaenidae non tubular, sedangkan Papilionidae dan Pieridae menyukai beberapa bentuk mahkota bunga.

Kupu-kupu Papilionidae teramati cenderung mengunjungi bunga dari tumbuhan famili Verbenaceae, seperti Lantana camara. Tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan yang berhabitus perdu, memiliki warna merah-jingga atau merah muda-kuning, dengan tipe mahkota tube. Semua tumbuhan dari famili Papilionaceae (Fabaceae) teramati dikunjungi oleh kupu-kupu dari Famili Lycaenidae. Tumbuhan dari Famili Papilionaceae yang paling sering dikunjungi yaitu C. mucronata. Spesies tumbuhan tersebut berhabitus Herba, dengan mahkota berwarna kuning dan bertipe flag. Kupu-kupu sub famili Danainae dan Nymphalinae merupakan kupu-kupu dari Nymphalidae yang teramati sering mengunjungi bunga. Tumbuhan yang paling sering dikunjungi Nymphalidae yaitu tumbuhan yang memiliki bunga majemuk seperti E. inulifolium dan C. surinamensis. Spesies ini merupakan tumbuhan dari famili Asteraceae, habitus perdu, warna mahkota putih, dengan tipe mahkota tabung yang sempit. Bakowski dan Baron (2005) melaporkan, kupu-kupu Lycaenidae cenderung mengunjungi herba yang memiliki bunga berwarna kuning dan ungu. Kunjungan kupu-kupu Lycaenidae relatif singkat dibandingkan Nymphalidae dan Pieridae. Hal ini disebabkan Nymphalidae dan Pieridae mengisap bunga tumbuhan yang memproduksi lebih sedikit nektar. Tumbuhan yang cenderung dikunjungi yaitu yang lebih tinggi dan kuat dengan bunga yang mengumpul (Bakowski dan Baron 2005).

Kupu-kupu tertentu mengisap nektar tumbuhan untuk mendapatkan senyawa kimia tertentu. Kupu-kupu Danainae mengumpulkan toxin yang ada pada nektar (Abrol 2012), terutama nektar bunga tumbuhan dari famili Fabaceae, Boraginaceae dan Asteraceae (Miller dan Hammond 2007). Selama pengamatan, kupu-kupu subfamili Danainae seperti Danaus genutia, Danaus melanippus, Euploea muklciber, Euploea radamanthus, Euploea tulliolus banyak terlihat mengunjungi bunga tumbuhan Heliotropium indicum (Boraginaceae) dan Clibadium surinamensis (Asteraceae). Tumbuhan ini merupakan sumber Pyrollizine alkaloid yang merupakan prekursor feromon Danaidae yang disebut pyrrolizidinone pheromone (Schneider et al. 1975). Kupu-kupu jantan Danainae terkadang tertarik dan makan bagian tumbuhan yang telah membusuk untuk mendapatkan zat tersebut (Miller dan Hammond 2007). Pyrollizine alkaloid selain berperan dalam sintesis feromon juga berfungsi untuk pertahanan. Pada saat kawin, kupu-kupu jantan akan mentransfer sperma dan juga zat toxin, serta nutrisi lainnya ke betina. Zat toxin ini membuat kupu-kupu betina tidak disukai oleh predator. Predator utama kupu-kupu yaitu burung, seperti Merops orientalis, Merops philippinus, Dicrurus macrocercus, Dicrurus leucophaeus, Dicrurus aeneus, Artamus fuscus, Lanius cristatus, Terpsiphone paradise, Coracias benghalensis dan Hirundo daurica (Ramesh et al. 2010).

(42)

26

probosisnya dan mengambil nutrisi dari serbuk sari tersebut (Hikl dan krenn 2011). Serbuksari mengandung 16 sampai 30% protein, 1 sampai 7% pati, 0 sampai 15% gula dan 3 sampai 10% lemak (Abrol 2012). Kupu-kupu memperoleh senyawa nitrogen yang terdapat pada serbuk sari untuk proses pembentukan telur (Gilbert 1972). Dalam penelitian ini tidak ditemukan kupu-kupu pemakan serbuk sari tumbuhan.

Selain mengisap nektar, kupu-kupu juga terlihat memakan buah busuk. Spesies kupu-kupu Nymphalidae dari subfamili Apaturinae, Charaxinae, Limenitinae, Morphinae, Nymphalinae, Satyrinae, dan Brassolinae merupakan kupu-kupu pemakan buah (Veddeler et al.; Ramos 2000). Selain itu, beberapa kupu-kupu juga teramati berkumpul mengisap pasir, lumpur dan tanah yang lembab, di sekitar sungai di hutan sekunder dan hutan karet. Sebagian lagi terlihat mengisap kotoran hewan dan keringat manusia. Prilaku kupu-kupu tersebut umumnya dilakukan oleh kupu-kupu jantan, meskipun kupu-kupu betina, Charaxes bernardus (Beck et al. 1999) Hypolimnas bolina, Hypolimnas missipus (Nimbalkar 2011) juga melakukannya. Prilaku kupu-kupu tersebut dikenal dengan istilah “puddling” (Nimbalkar 2011, Beck et al. 1999, Molleman et al. 2005). Kupu-kupu papilionidae dan pieridae melakukan pudlling terutama untuk mendapatkan zat mineral (Nacl), sedangkan kupu-kupu Nymphalidae dan Lycaenidae lebih untuk mendapatkan protein (nitrogen) (Beck et. al 1999). Pada saat kawin, kupu-kupu jantan akan mentransfer sodium dan nitrogen (Asam amino achid) tersebut dari spermathophor ke betina, yang akan menjadi tambahan nutrisi untuk telur-telurnya (Sculley dan Boggs 1996). Selain untuk meningkatkan keberhasilan reproduksi, garam mineral juga berfungsi untuk meningkatkan nutrisi yang diperlukan untuk proses metabolisme selama terbang (Hall dan willmot 1999). Selama pengamatan tidak diketahui sumber pakan dari famili Riodinidae. Paralaxita damajanti ditemukan hinggap diatas tumbuhan Zingebera-ceae sedangkan Zemeros flegyas ditemukan disekitar semak-semak di dekat rumpun bambu di pinggir hutan. Hall dan Willmot (1999) melaporkan, kupu-kupu famili Riodinidae mengisap nektar, mengisap lumpur dan pasir yang lembab, serta bangkai. Bangkai merupakan substrat yang paling disukai kupu-kupu Riodinidae.

Tumbuhan Ixora javanica merupakan tumbuhan yang hanya dikunjungi oleh kupu-kupu dari famili Papilionidae. Beberapa kupu-kupu dari famili Nymphalidae seperti Neptis hylas dan Dolischalia bisaltidae dan Piereida yaitu Catopscylla sylla teramati berada disekitar tumbuhan I. javanica tetapi tidak telihat mengisap nektar. Hal ini diduga karena perbedaan panjang probosis. Masing-masing kupu-kupu memiliki panjang probosis yang berbeda. Dimana kupu-kupu Papilionidae (23.46 mm) memiliki panjang probosis lebih panjang dari Pieridae (14.29 mm) dan Nymphalidae (11.90 mm), lebih mudah menjangkau nektar tumbuhan I. javanica yang memiliki tabung mahkota yang panjang..

(43)

27 Volume nektar tumbuhan I. javanica berkisar antara 3.1 sampai 8.6 µl sedangkan kandungan nektar berkisar antara 8 sampai 22 %. Penelitian mengenai volume dan konsentrasi gula nektar tumbuhan telah banyak dilakukan. Konsentrasi gula nektar beberapa tumbuhan Ipomoea berkisar antara 18 sampai 49% dan volume nektarnya 12 sampai 50 μL (Galetto & Bernardello 2004). Tumbuhan Cucurbita pepo memiliki Konsentrasi gula berkisar antar 35% sampai 50% dan volume nektar 18 sampai 79 μL ( Vidal et al. 2006). Konsentrasi gula nektar Allium ursinum berkisar 25 sampai 50% dan volume 0.1 sampai 3.8 μL per bunga (Farkas et al. 2012). Bunga Lantana camara memiliki konsentrasi gula 20 sampai 24% dan volume nektar 0.9 sampai 1.1 μL. Bunga yang memiliki volume tinggi tidak selalu memiliki konsentrasi nektar yang tinggi pula (Tacuri et al. 2012). Masing-masing jenis tumbuhan mengsekresikan kandungan nektar dengan jumlah dan konsentrasi berbeda. Jumlah nektar yang disekresikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi morfologi (struktur bunga) dan fisiologi bunga. Faktor eksternal yang mempengaruhi kualitas nektar adalah kondisi iklim mikro dan sifat tanah (Galetto & Bernardello 2004, Cantoa et .l 2011).

Kupu-kupu Papilionidae mengisap nektar tumbuhan I. javanica dengan volume 3.1 sampai 7.3 µl dan kandungan nektar 8 sampai 18%. Penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa kupu-kupu Speyeria mormonia (Nymphalidae) mengkonsumsi nektar dengan konsentrasi sukrosa 30% sampai 40% (Boggs 1988), Thymelicus lineola (Hesperidae) sebesar ±40% (Pivnick & Neil 1985), sedangkan kupu-kupu Pieridae mengkonsumsi nektar dengan konsentrasi sukrosa 31 sampai 39% (Daniel 1989).

Satu kuntum bunga I. javanica memiliki volume berkisar antara 3.1 sampai 8.6 µl. Selama pengukuran diketahui bahwa masing-masing kuntum bunga memiliki volume yang berbeda meskipun pada jam yang sama. Menurut Bruner et al. (2008), secara umum letak bunga di dalam perbungaan (luar, tengah, atau bagian dalam) berpengaruh terhadap volume dan kandungan nektarnya. Konsentrasi sukrosa nektar pada bunga yang terletak paling dalam dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan bunga yang terletak bagian tengah atau luar perbungaan.

Selain sebagai sumber pakan, kupu-kupu juga memanfaatkan tumbuhan sebagai tempat untuk kawin dan meletakkan telur (ovoposisi). Di areal pertanian kupu-kupu Graphium agamemnon terlihat sering ditemukan berada disekitar pohon Annona muricata, sedangkan Graphium sarpedon sering terlihat di sekitar Cinnamomum zeylanicum. Beberapa kupu-kupu juga teramati meletakkan telur pada daun dan ranting tumbuhan. Papilio polytes dan Papilio memnon teramati meletakkan telur pada tumbuhan Citrus sp., kupu-kupu Pithecops corvus pada tumbuhan Hylodesmum repandum, dan Eurema sari padaCalliandra sp.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(44)

28

Neptis hylas (Nymphalidae). Trogonoptera brookiana dan Troides amphrysus merupakan kupu-kupu dilindungi di Indonesia. Kupu-kupu Papilionidae cenderung mengunjungi bunga tipe tube, kupu-kupu Nymphalidae cenderung mengunjungi bunga tipe head, dan kupu-kupu Lycaenidae cenderung mengunjungi bunga tipe flag. Terdapat korelasi antara panjang probosis kupu-kupu dan panjang mahkota bunga yang dikunjunginya. Volume nektar tumbuhan I. javanica berkisar antara 3.1 sampai 8.6 µl, sedangkan kandungan gula nektar berkisar antara 8 sampai 22%.

Saran

Saran dari penelitian ini yaitu perlu adanya perhatian dari pihak yang terkait dan masyarakat terhadap keberadaan kupu-kupu di alam. Keanekaragaman kupu-kupu yang tinggi harus dipertahankan dengan tetap menjaga kestabilan habitat.

Penelitian lanjutan mengenai volume dan kandungan nektar perlu dilakukan pada bunga dari tumbuhan pakan yang lainnya, sehingga diharapkan dapat menggambarkan hubungan volume dan kandungan nektar terhadap preferensi kunjungan kupu-kupu pada bunga.

DAFTAR PUSTAKA

Abrol DP. 2012. Pollination Biology: Biodiversity conservation and Agricultural Production. Jammu (IN): Springer. (Nympahlidae). J. Res. Lepid. 38: 79-84.

BKSDA Sumatera Barat. 2012. Buku Informasi Kawasan Konservasi Provinsi Sumatera Barat. Padang (ID): Departemen Kehutanan.

Beck J, Muhlenberg E, Fiedler K. 1999. Mudpudlling behavior in tropical butterflies: in search of proteins or mineral?. Oecologia. 119:140-148. Boggs CL. 1988. Rates of nectar feeding in butterflies: effects of sex, size, age

and nectar concentration. Funct Ecol. 2:289-295.

Boggs CL, Gilbert LE. 1979. Male contribution to egg production in Butterflies: Evidence for Transfer of Nutrients at mating. Science. 206:83-84.

Bruner LL, Eakes DJ , Keever GJ, Baier JW, Whitman CS, Knight PR, Altland JE, Silva EM. 2008. Butterfly feeding preferences of Lantana camara cultivars and Lantana montevidensis ‘Weeping Lavender’ in the landscape and nectar characteristics. J Environ Hort. 26:9–18.

(45)

29 phase, environmental conditions and pollinator exposure. Flora. 206:668– 675.

Corbet, SA. 2003. Nectar sugar content: estimating standing crop and secretion rate in the field. Apidologie. 34:1–10.

Dahelmi. 2000. Inventarisasi tumbuhan inang kupu-kupu Papilionidae di kawasan cagar alam lembah harau, Sumatera Barat. J Biol UA. 9(1):19-21.

Dahelmi. 2001. Spesies kupu-kupu papilionidae yang mengunjungi bermacam-macam bunga. Di dalam: Soenarjo E, Sosromarsono S, Wardojo S, Prasadja I, editor. Prosiding symposium keanekaragaman hayati Artropoda pada system produksi pertanian; 2000 Okt 16-18; Cipayung, Indonesia. Bogor (ID): PEI KEHATI. 95-97.

Dahelmi, Salmah S, dan Herwina H. 2009. Diversitas kupu-kupu (Butterflies) pada beberapa Taman Nasional di Sumatera [Lampiran 1 Laporan Akhir Penelitian Hibah Strategis Nasional]. Padang (ID): Universitas Andalas. Daniel T, Kingsolver J, Meyhofer E. 1989. Mechanical determinants of

nectar-feeding energetic in butterflies: muscle mechanics, nectar-feeding geometry, and fungtional equivalence. Oecologia. 79: 66-75

Efendi, M. A. 2009. Keragaman kupu-kupu (Lepidoptera: Ditrysia) di kawasan ”hutan koridor” Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat [Tesis]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Ekawaty R. 2001. Status konservasi Rafflesia arnoldi R. Br. di Gunung Sago Halaban Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Everitt BS, Hothorn T. 2006. A Handbook of Statistical Analyses Using R. France(FR): Chapman and Hall/CRC.

Faegri K, Pijl FL. 1980. The Principles of Pollination Ecology. New York (US): Pergamon Press.

Fahem M, Aslam M, Razaq M. 2004. Pollination ecology with special reference to insects - a review.J res Sci. 15:395-409.

Farkas A, Molna R, Morschhauser, Hahn I. 2012. Variation in nectar volume and sugar concentration of Allium ursinum L. ssp. ucrainicum in three habitats. Scient World J.

Galetto L, Bernardello. 2004. Floral nectaries, nectar production dynamics and chemical composition in six ipomoea species (Convolvulaceae) in relation to pollinators. Annals Botany. 94:269–280.

Gilbert LE. 1972. Pollen feeding and reproductive biology of Heliconius butterflies. Proc Nat Acad Sci. 69(6):1403-1407.

Hall JPW, Willmott KR. 1999. Patterns of feeding behaviour in adult male riodinid butterflies and their relationship to morphology and ecology. Biol J Linnean Soci. 69:1–23.

Hantson S, Baz A. 2011. Seasonal change in nectar preference for a Mediterranean butterfly community. J Lepid Socie. 67:134-142.

Hartini S. 2006. Tumbuhan Paku di Cagar Alam Sago Malintang, Sumatera Barat dan aklimatisasinya di Kebun Raya Bogor. Biodiversitas. 7:230-236. Hikl AL, Krenn HW. 2011. Pollen processing behavior of Heliconius butterflies:

A derived grooming behavior. J Insect Scienc. 11:1-13.

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di kawasan Gunung Sago, Sumatera Barat: A
Gambar 2  Gambaran lokasi pengamatan kupu-kupu: hutan  sekunder (a), hutan
Tabel 1  Spesies dan jumlah individu kupu-kupu di HS (hutan sekunder), HP (hutan pinus), HK (hutan karet) dan LP (lahan pertanian), Gunung Sago
Gambar 3 Spesies kupu-kupu masing-masing famili yang dikoleksi di 4 lokasi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Ditemukan sebanyak 67 jenis kupu-kupu di seluruh kawasan Gunung Galunggung terbagi menjadi 5 suku yaitu Hesperiidae, Papilionidae, Nymphalidae, dengan indeks keanekaragaman

Berdasarkan famili, kupu-kupu yang tertangkap tergolong kedalam 10 famili dimana famili Nymphalidae memiliki jumlah spesies yang terbanyak (69 spesies) atau sekitar

terdapat 9 jenis kupu-kupu yang terdiri dari 2 suku yaitu Pieridae dan Nymphalidae.. dengan jumlah keseluruhan 116 individu

Jumlah spesies kupu-kupu yang merupakan tumbuhan yang banyak diperoleh selama penelitian lebih sedikit dikunjungi oleh kupu-kupu pada habitat dibandingkan dengan

Kupu - kupu adalah serangga holometabola yang kelangsungan hidupnya tergantung pada ketersediaan tanaman pakan.Tujuan penelitian ini adalah mempelajari keanekaragaman

Kupu-kupu Papilionidae yang ditemukan di Kawasan Cagar Alam Lembah Harau Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat terdiri dari 2 genus dan memiliki 6 spesies

Hal ini mungkin karena kupu-kupu jenis tersebut merupakan jenis kupu-kupu pemakan buah sehingga jenis ini banyak ditemui mengunjungi bunga semangka, karena pada

Famili Pieridae merupakan kupu - kupu yang paling sedikit ditemukan di Bukit Gatan yaitu sebanyak 4 jenis kupu-kupu, hal ini diduga karena kupu - kupu famili Pieridae tersebar luas dan