• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Tinggi Paras Laut Dan Pola Arus Geostropik Dari Data Satelit Altimetri Di Perairan Selatan Jawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dinamika Tinggi Paras Laut Dan Pola Arus Geostropik Dari Data Satelit Altimetri Di Perairan Selatan Jawa"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

1N

DINAMIKA TINGGI PARAS LAUT DAN POLA ARUS

GEOSTROFIK DARI DATA SATELIT ALTIMETRI

DI PERAIRAN SELATAN JAWA

MARTHIN MATULESSY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul “Dinamika Tinggi Paras Laut dan Pola Arus Geostrofik dari Data Satelit Altimetri di Perairan Selatan Jawa” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Marthin Matulessy

(4)

RINGKASAN

MARTHIN MATULESSY. C552110071. Dinamika Tinggi Paras Laut dan Pola Arus Geostropik dari Data Satelit Altimetri di Perairan Selatan Jawa. Dibimbing oleh JONSON LUMBAN GAOL, IBNU SOFIAN dan I WAYAN NURJAYA.

Variabilitas TPL di Perairan Selatan Jawa ditandai dengan paras laut positif dan negatif yang terjadi secara bergantian dengan intensitas yang berbeda-beda selama tahun pengamatan. Tinggi Paras Laut negatif dan positif yang terjadi secara bergantian mengindikasikan bahwa di wilayah kajian terjadi intensitas penumpukan maupun penurunan massa air. rata-rata anomali TPL skala bulanan dengan nilai anomali berkisar antara -0.24 m sampai 0.32 m. Secara umum analisis secara spasial menunjukkan pada bulan Januari hingga Maret anomali TPL di wilayah pesisir lebih tinggi dibanding di laut lepas ke arah bagian selatan, begitupula yang terjadi pada bulan November sampai dengan Desember atau pada akhir Musim Peralihan II hingga berlangsungnya Musim Barat. Hal yang paling mempengaruhi perairan Selatan Jawa adalah keberadaan Samudera Hindia dimana terdapat beberapa sirkulasi arus yang bersifat global pada sekitar perairan tersebut adalah South Equatorial Current (SEC), arus ini arahnya cenderung selalu menuju ke barat. Suplai massa air SEC didominasi massa air dari perairan selatan yaitu Laut Timor dan perairan sebelah barat laut Australia. Rata-rata kecepatan arus selama tahun 2003 hingga 2012 berkisar antara 0.37 sampai 1.19 m/det. Pola arus geostropik secara umum bergerak dari Barat menuju perairan Barat Sumatera, Selatan Samudera Hindia hingga bagian Tenggara, hal tersebut diakibatkan adanya pengaruh gaya coriolis serta letak topografi daerah kajian.Faktor lain yang berperan dalam sirkulasi arus geostropik ialah aliran arus Indonesia Through Flow

(ITF) selama musim timur memiliki intensitas kecepatan yang besar. Nilai rata-rata bulanan SPL pada periode Januari 2003 sampai Desember 2012 di Selatan Jawa berkisar antara 27,2 ˚C sampai 28,5 ˚C. Secara umum nilai SPL tinggi umumnya ditemukan pada musim Timur dan nilai SPL minimum ditemukan pada musim Barat. Konsentrasi klorofil-a di perairan Selatan Jawa berfluktuatif dari musim kemusim, secara umum konsentrasi klorofil-a yang relatif tinggi di Selatan Jawa berdampak pada terpenuhinya kebutuhan esensial dari mata rantai ekosistem biota di daerah ini. Variabiltas konsentrasi klorofil-a di Perairan Selatan Jawa selama tahun 2003 hingga 2012 berkisar antara 0.01-0.3 mg/m3 dengan rata-rata 0.13 mg/m3. Penyebaran konsentrasi klorofil-a yang relatif tinggi sampai pada laut lepas pada Musim Timur ini diduga disebabkan oleh angin yang bergerak dari arah Tenggara menuju Barat Laut serta pengaruh pergerakan arus yang dipengaruhi gaya coriolis. Fenomena ENSO ini memiliki dua fenomena yang saling berlawanan fase. Fase panas disebut sebagai kondisi El Niňo dan fase dingin disebut sebagai kondisi La Niňa. El Nino memberikan keuntungan pada perairan Indonesia yang memiliki lautan yang sangat luas. El Nino menyebabkan terjadinya peningkatan upwelling di perairan Indonesia.

(5)

SUMMARY

MARTHIN MATULESSY. C552110071. Dynamics of Sea Surface Height and geostrophic velocity from Data Satellite altimetry in the Southern Waters of Java. Supervised by Jonson Lumban Gaol, Ibnu Sofian and I Wayan Nurjaya.

Variability in Aquatic Sea Level Anomaly South Java Sea is characterized by the looks of positive and negative alternately occur with varying intensity during the observation. Sea level anomaly negative and positive happens alternately indicates that in the case study area and the intensity of accumulation of water mass loss. average monthly anomaly sea level scale with anomalous values ranging from -0.24 m to 0.32 m. In general, spatial analysis shows in January to March in coastal areas TPL anomalies higher than in the open sea towards the south, nor which occurs in November to December or at the end of the season to the start of Season Transition II West. The most influence is the presence of Java's southern waters of the Indian Ocean where there are some that are global circulation currents in the waters around the South Equatorial Current is (SEC), this flow direction tends always toward the west. The SEC dominated the mass of water supply water masses of the southern waters of the Timor Sea and the waters northwest of Australia. Average flow velocity during 2003 to 2012 ranged from 0,37 to 1,19 m / sec. Geostrophic flow patterns generally move from west to waters of West Sumatra, South Indian Ocean to the East, it is due to the influence of the Coriolis force and the location of other kajian.Faktor topographical regions that play a role in current circulation is geostrophic current flow Indonesian Through Flow (ITF) east during the season have intensity greater speed. The average value of monthly SSTs in the period January 2003 to December 2012 in South Java ranged from 27.2 ° C to 28.5 ° C. In general, high sea surface temperature values are generally found on East monsoon and minimum SST values found in West season. The concentration of chlorophyll-a in South waters fluctuated from season kemusim Java, in general the concentration of chlorophyll-a is relatively high in the South Java impact on the fulfillment of the essential requirements of the chain of the ecosystem biota in this area. Variability of chlorophyll-a concentrations in the waters of the South Java during 2003 to 2012 ranged from 0.01-0.3 mg/m3 with an average of 0.13 mg/m3. The spread of chlorophyll-a concentrations were relatively high up on the high seas in the East this season thought to be caused by the wind moving from the southeast to the northwest and the effect of movement in the affected Coriolis force. The ENSO phenomenon has two opposing phenomena phases. Hot phase is referred to as El Nino conditions and the cold phase known as La Nina conditions. El Nino gave the advantage to the waters of Indonesia, which has a vast ocean. El Nino causes an increase in upwelling in Indonesian waters.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Teknologi Kelautan

DINAMIKA TINGGI PARAS LAUT DAN POLA ARUS

GEOSTROPIK DARI DATA SATELIT ALTIMETRI

DI PERAIRAN SELATAN JAWA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Nyoman M. N. Natih, M.Sc

(9)

Judul Tesis : Dinamika Tinggi Paras Laut dan Pola Arus Geostropik dari Data Satelit Altimetri di Perairan Selatan Jawa

Nama : Marthin Matulessy NIM : C552110071

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Jonson Lumban Gaol, M.Si Ketua

Dr Ibnu Sofian, M.Eng Anggota

Dr Ir I Wayan Nurjaya, M.Sc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Kelautan

Dr Ir Jonson Lumban Gaol, M.Si

Dekan Sekolah Pascasarjana

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Baik di dalam Yesus Kristus hanya atas kasih dan karunia yang diberikan-Nya kepada penulis yang kurang ini, sehingga penyusunan thesis dengan judul “Dinamika Tinggi Paras Laut dan Pola Arus Geostropik dari Data Satelit Altimetri di Perairan

Selatan Jawa” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi magister di Program Studi Teknologi Kelautan akhirnya dapat terselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ketua Komisi Pembimbing Bapak Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si dan Anggota Komisi Pembimbing Bapak Dr. Ibnu Sofian, M.Eng dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc yang dengan

kesabaran dan kebaikan hati membimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan akhir ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Parluhutan Manurung dari Badan Informasi Geospasial beserta staf yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Istri tercinta Maria Adriana Noya, anak Geoffey Aldora Gavriella Matulessy dan Gabriel Matulessy (Alm) serta seluruh keluarga, dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan atas segala bantuan yang diberikan baik moril, doa dan kasih sayangnya.

Adalah merupakan suatu harapan bahwa penelitian ini dapat menjadi salah satu inisiatif dalam rangka pengelolaan dinamika fisis perairan terlebih khusus pada bidang kelautan dan perikanan.

Mengingat ketidaksempurnaan yang ada disana sini, penulis juga akan sangat berterima kasih apabila pembaca dapat memberikan masukan dan saran kepada penulis demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kerjasama dan dukungan berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan

tesis ini dengan harapan agar kerjasama tersebut dapat dilanjutkan diwaktu mendatang. Semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(11)

DAFTAR ISI

(12)

DAFTAR TABEL

1 Pembagian Musim dalam satu Tahun 15

DAFTAR GAMBAR

1 Hubungan Geometrik Satelit Altimetri (Fu 2001) 3

2 Skematik gerakan eddy dan akibatnya terhadap pergerakan vertikal massa air di bumi belahan selatan 6

3 Lokasi Penelitian 8

4 Alur pemrosesan Data TPL dan Arus Geostropik 11

5 Alur pemrosesan Data SPL dan klorofil-a 12

6 Penentuan ζ dan r yang digunakan untuk menentukan tekanan tepat dibawah permukaan laut 14 7 Bidang muka laut terhadap geoid (Stewart 2008) 15 8 Skema hubungan arus geostropik, arus eddy dan tinggi paras laut 16 9 Rata-rata Anomali Tinggi Paras Laut 17

10 Pola TPL Musim Barat (Desember, Januari, Februari) 18

11 Pola TPL Musim Peralihan I (Maret, April, Mei) 19

12 Pola TPL Musim Timur (Juni , Juli, Agustus) 20

13 Pola TPL Musim Peralihan II (September, Oktober, November) 21 14 Distribusi Arus eddy Musim Barat (Desember, Januari, Februari) 24

15 Distribusi Arus eddy Musim Peralihan I (Maret, April, Mei) 26

16 Distribusi Arus eddy Musim Timur (Juni, Juli Agustus) 28

17 Distribusi Arus eddy Musim Peralihan II (September, Oktober, November) 29

24 Data sebaran klorofil-a dan jumlah hasil tangkapan (Duta 2012 dalam Lutfiati 2013) 36 25 Grafik hubungan jumlah tangkapan tuna dengan EKE (a)

dan jumlah tangkapan tuna dengan suhu rata-rata vertikal (b)

dari data klimatologis 112° BT (Lutfiati 2013) 37

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel Rata-rata Bulanan Anomali Tinggi Paras Laut (m) 42 2 Tabel Rata-rata Bulanan Kecepatan Arus Geostropik 42 3 Tabel Rata-rata Bulanan Sebaran Suhu Permukaan Laut 43 4 Tabel Rata-rata Bulanan Konsentrasi klorofil-a 43

5 Konsentrasi klorofil-a Musim Barat 44

6 Konsentrasi klorofil-a Musim Peralihan I 45

7 Konsentrasi klorofil-a Musim Timur 46

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

terdiri dari daerah perairan. Luas perairan Indonesia diperkirakan mencapai 5.8 juta km2 dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km dan memiliki

potensi keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi (Raditya 2013).

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang 70% wilayahnya adalah lautan yang berperan sangat penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, perairan Indonesia memiliki karakter yang spesifik dan sangat dinamis, baik dilihat secara

ruang maupun waktu. Keragaman tipe perairan Indonesia banyak disebabkan oleh proses fisis yang terjadi baik dalam skala regional maupun lokal (Hendiarti et

al. 2006).

Dinamika oseanografi merupakan salah satu pengetahuan mengenai mekanisme gerak air di laut, bukan hanya yang terjadi pada lapisan permukaan saja tetapi juga lapisan pertengahan, bahkan hingga ke dasar apabila ada proses pengadukan yang kuat (Pariwono 1989). Menurut Marpaung dan Prayogo (2014) sirkulasi atau dinamika pada air laut selalu terjadi secara kontinu, sirkulasi dapat terjadi dipermukaan maupun di kedalaman. Salah satu bentuk dari sirkulasi tersebut adalah arus laut. Arus laut adalah pergerakan massa air laut secara horizontal maupun vertikal dari satu lokasi ke lokasi lain untuk mencapai kesetimbangan dan terjadi secara kontinu.

Arus merupakan gerakan yang sangat luas yang terjadi pada seluruh lautan

di dunia. Arus permukaan dibangkitkan terutama oleh angin yang berhembus di permukaan laut, selain angin arus dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti

pasang surut, gradien tekanan, ataupun gaya coriolis. Besarnya kontribusi masing-masing faktor terhadap kekuatan dan arah arus yang ditimbulkannya tergantung

pada tipe perairan (pantai atau laut lepas) dan keadaan geografisnya (Heliani dan Anom, 2007). Pola pergerakan massa air mempengaruhi fluktuasi

variabel oseanografi permukaan seperti Suhu Permukaan Laut dan klorofil-a

(Hendiarti et al. 2006). Suhu Permukaan Laut (SPL) dan klorofil-a merupakan dua parameter oseanografi penting yang bermanfaat dalam meningkatkan sumberdaya perikanan. SPL dapat digunakan sebagai indikator pendugaan lokasi

upwelling, downwelling, front yang terkait dengan wilayah potensial ikan tuna sedangkan klorofil-a permukaan merupakan indikator tingkat kesuburan dan produktivitas perairan (Kunarso 2011).

(14)

Penelitian dengan pemanfaatan data altimetri telah dilakukan (Hwang et al. 2002), penelitian yang dilakukan untuk melihat tinggi rata-rata permukaan laut secara global dari data multi satelit yaitu ERS dan TOPEX/POSEIDON. Sementara Lagerloef dan Gunn (2001) melakukan pengukuran kecepatan arus geostrofik dari data TOPEX/POSEIDON. Untuk perairan Indonesia telah dilakukan beberapa penelitian dengan memanfaatkan misi data dari beberapa satelit altimeteri diantaranya Harini (2004) yang membuat model pola arus permukaan di Indonesia menggunakan data satelit altimetri Topex/Poseidon, metode yang digunakan untuk menghasilkan pola arus adalah menggunakan pendekatan keseimbangan geostropik, kemudian Handoko (2009) membuat model arus di perairan Indonesia menggunakan data satelit Jason-1. Metode yang digunakan adalah dengan membuat model arah pergerakan angin dan selanjutnya dilakukan analisa kesesuaian pergerakan angin dengan pola pergerakan arus menggunakan data satelit Jason-1 untuk pemodelan arus permukaan di wilayah perairan Indonesia.

Kelemahan penelitian di perairan Indonesia diatas adalah penggunaan 1 (satu) data satelit yang memiliki jarak lintasan yang cukup jauh, sehingga dalam

hal keakuratan data dan penggambaran fenomena yang terjadi di perairan Indonesia belum maksimal. Saat ini terdapat beberapa misi satelit altimetri yang digunakan dalam pemantauan dan observasi perairan laut diantaranya: Jason-2, Cryosat-2, Saral dan HY-2A (Hai Yang), juga beroperasi beberapa misi satelit altimetri sebelumnya yaitu Geosat, Topex/Poseidon, GFO (Geosat Follow On) dan Jason-1. Masing-masing satelit melakukan pengukuran dengan orbit dan referensi yang berbeda dan membentuk trak lintasan yang berbeda pula. Data-data satelit yang diperoleh dapat saling melengkapi untuk menghasilkan data dengan cakupan spasial dan temporal yang optimal.

Perumusan Masalah

(15)

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Menganalisa variasi anomali TPL dari data satelit Altimetri

2. Menganalisa pola arus permukaan dari data satelit Altimetri serta melihat indikasi terbentuknya messoscale eddy secara spasial dan temporal.

3. Menganalisa hubungan antara konsentrasi klorofil-a dan sebaran SPL untuk menduga terjadinya fenomena upwelling dan downwelling.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini akan memberikan informasi mengenai dinamika anomali TPL, pola arus permukaan serta arus eddy yang ditimbulkan di perairan Selatan Jawa baik secara spasial dan temporal yang bermanfaat untuk pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada daerah Selatan Pulau Jawa yang meliputi -7o -12 o LS dan 105 o – 115 o BT. Data yang digunakan adalah data Map of Sea

Level Anomaly (MSLA) dan komponen arus permukaan (resultan u dan v) dari pengukuran Satelit Altimetri Tahun 2003 sampai dengan 2012. Data pendukung berupa konsentrasi klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut diambil dari data citra aqua MODIS tahun 2003 hingga 2012.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Dasar Satelit Altimetri

(16)

Radiometer berfungi untuk mengukur kondisi atmosfer, sedangkan

positionong system berfungi untuk menentukan posisi satelit yang presisi pada bidang orbitnya. Dengan menggunakan kombinasi data ini, satelit altimetri mampu menghasilkan dengan ketelitian hingga beberapa centimeter (Mars et al.

1992). Hubungan geometrik satelit altimeteri dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan Geometrik Satelit Altimetri (Fu 2001)

Dijelaskan juga oleh Chelton et al. (2011) bahwa konsep dasar dari pengukuran satelit altimetri sebenarnya cukup sederhana, satelit altimetri mengirimkan pulsa microwave dengan frekuensi tertentu ke permukaan laut kemudian sinyalnya kembali ke satelit dengan waktu tempuh yang dihitung

dengan akurat di wahana oleh OSU (onboard ultra-stable oscillator). Selain dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar

yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit, informasi utama yang ingin ditentukan dengan satelit altimetri adalah topografi dari muka laut

(17)

Manfaat Satelit Altimetri

Satelit altimetri dengan berbagai jenisnya telah berkontribusi cukup banyak untuk informasi laut seperti penentuan tinggi muka laut global dan penentuan geoid. Namun selain itu masih banyak pemanfaatan satelit altimetri lainnya. Berikut adalah beberapa pemanfaatan satelit altimetri (Rosmurduc et al. 2011). a. MeanSea Surface Mapping kesehariannya dipengaruhi oleh pasang surut, sedangkan dalam skala waktu yang lebih lama dipengaruhi oleh sirkulasi lautan. Perubahan musiman dari pemanasan, pendinginan dan kekuatan angin permukaan akan menyebabkan sirkulasi dan mempengaruhi tinggi paras laut (Stewart 2008). Perkembangan satelit altimetri

sebagai suatu teknik penginderaan jauh selama kurun waktu beberapa tahun ini dapat memberikan informasi yang berharga dalam pengembangan penelitian

tentang fenomena fisik laut. Satelit altimetri dapat digunakan untuk pengamatan

mengenai perubahan arus permukaan secara global (Harini 2004). Nilai TPL yang rendah berasosiasi dengan daerah upwelling atau syclonic, sedangkan daerah dengan TPL tinggi umumnya berasosiasi dengan daerah downwelling atau

antysiclonic (Brown et al. 1989).

Arus Geostrofik

Arus Geostrofik digambarkan sebagai arus gradien atau slopecurrent yang merupakan arus laut yang disebabkan adanya kemiringan bidang isobar dengan bidang rata atau level surface (Pond dan Pickard 1983). Kemiringan tersebut terjadi akibat adanya penumpukan air pada daerah tertentu karena hembusan angin yang terus menerus. Penumpukan massa air menyebabkan adanya perbedaan tekanan pada permukaan laut, meskipun perbedaan tekanan yang terjadi nilainya kecil tapi karena sifat air yang selalu mencari keseimbangan, maka terjadilah pergerakan secara mendatar.

(18)

Di wilayah ekuator, gaya coriolis menghilang dan tidak ada keseimbangan geostropik. Walaupun demikian, arus berkaitan dengan kelerengan (slope) paras laut, tetapi hubungan ini tidak semudah dengan hubungan geostropik (Stewart 1985). Dalam interior laut di mana pengaruh antara gaya gesekan dapat diabaikan, terdapat kesetimbangan antara gaya gradien tekanan dan gaya coriolis.

Kesetimbangan gaya-gaya ini menimbulkan arus yang kecepatannya

konstan dan disebut arus geostrofik. Agen penggerak dari gaya ini adalah gaya gradien tekanan dimana gaya tekanan horizontal menggerakkan arus dalam

arah horizontal dan dalam gerakannya akan mengalami pengaruh gaya coriolis yang timbul akibat rotasi bumi (Borwn et al. 1989). Menurut (Stewart 2008)

untuk penentuan besaran gaya gradien tekanan persatuan massa menyatakan bisa

ditinjau dari kondisi suatu laut yang homogen dimana permukaannya tidak datar tetapi membentuk suatu slope tertentu, maka gradien tekanan antara A dan B adalah :

Δ

Δ = − .

Δ

Δ = − . tan ( 1)

Persamaan tersebut dapat ditulis lagi :

= − . tan ( 2)

Gaya gradien tekanan persatuan massa adalah : 1

= − . tan ( 3)

Gaya tekanan horizontal ini akan menggerakkan arus secara horizontal dari tempatjbertekanan tinggi ke tekanan rendah. Gerak horizontal dari arus ini terjadi karena komponen horizontal dari gaya gradient tekanan yang tidak diimbangi oleh gaya gravitasi. Gaya tekanan persatuan massa :

; = 1 ; = 1 ( 4)

Dengan n adalah arah normal, Maka komponen-komponen gayanya adalah : Komponen vertical : . cos i dan komponen horisontal : . sin i .Komponen vertical dari gaya tekanan diimbangi oleh gaya gravitasi yaitu :

(19)

Sementara komponen horizontalnya tidak diimbangi,oleh sebab itu komponen horizontal tersebut akan menggerakkan arus secara horizontal dari daerah B kedaerah A, dengan gerakan arus yang dipercepat. Untuk menghilangkan percepatan arus maka diperlukan gaya yang berlawanan arahnya dan besarnya adalah sama dengan gaya gradien tekanan horizontal tersebut. Gaya yang dapat mengimbangi gaya tekanan horizontal ini adalah gaya Coriolis. Komponen horizontalnya adalah dapat ditulis sebagai :

Sebelumnya telah diketahui bahwa : Maka komponen gaya tekanan horizontalnya menjadi g tan i. Gaya tekanan horizontal in harus sama dengan gaya Coriolis dimana gaya Coriolisnya adalah 2 Ω sin ΦV.

Dimana :

Ω : Kecepatan sudut rotasi bumi Φ : Lintang geografis lokasi

Jadi persamaan arus geostropik adalah gaya coriolis = gaya tekanan horizontal :

2 Ω sin ΦV = g tan i

Gaya coriolis ini bertambah besar dengan bertambahnya kecepatan arus, dimana :

Fc = 2 Ω sin ΦV , Fc≈V

Pada suatu saat tertentu magnitudo gaya coriolis dapat mengimbangi tekanan horizontal dan akibatnya terbentuklah arus geostrofik yang bergerak dengan kecepatan konstan (steady). (Stewart 2008) menyatakan bahwa sebelum menentukan keseimbangan geostropik, kita asumsikan lebih dahulu untuk laut dengan keadaan diam atau stasioner sehingga :

atau

Persamaan geostrofik diturunkan dari persamaan gerak dengan mengasumsikan bahwa kecepatan horizontal adalah jauh lebih besar daripada kecepatan vertikal, w << u, v dan gaya eksternalnya adalah gaya gravitasi dan

gesekannya sangat kecil. Dengan demikian maka persamaannya menjadi :

(8)

(9)

(20)

Dimana f = 2 Ω sin φ adalah parameter coriolis. Persamaan ini adalah persamaan geostropik. Persamaan ini dapat ditulis menjadi :

Dimana p0 tekanan atmosfer pada z = 0 dan ζ adalah tinggi dari permukaan laut. Dengan permukaan laut dapat berada diatas atau dibawah permukaan z = 0 dan gradien tekanan pada permukaan laut diimbangi oleh arus permukaan us. Subtitusi persamaan (11) ke persamaan (12) sehingga menghasilkan :

Dengan cara yang serupa dapat diturunkan untuk kecepatan v :

Jika laut dikatakan homogen, gravitasi dan densitas adalah konstan, suku pertama di sebelah kanan adalah nol dan gradien tekanan horizontal dalam interior laut adalah sama dengan gradient pada permukaan (Barotropik). Jika laut terdiri atas lapisan-lapisan maka gradient tekanan horizontal mempunyai dua komponen yang merupakan gradient dari permukaan laut dan tambahan oleh perbedaan densitas horizontal (Baroklinik). Maka perhitungan geostrofik dari distribusi densitas memerlukan kecepatan (u0,v0) pada permukaan laut atau pada kedalaman tertentu.

Gambar 6. Penentuan ζ dan r yang Digunakan Untuk Menentukan Tekanan Tepat Dibawah Permukaan Laut (Stewart 2008)

(11)

(12)

(13)

(21)

Tekanan pada level permukaan :

ρ dan g diasumsikan konstan di permukaan sampai kedalaman beberapa meter. Dengan memasukkan ke dalam persamaan diperoleh dua komponen arus geostrofik di permukaan us,vs.

Dimana g adalah percepatan gravitasi, f adalah parameter coriolis, dan

ζ adalah tinggi muka laut terhadap level permukaan.Topografi muka laut

ζ didefinisikan sebagai tinggi permukaan laut relatif terhadap level permukaan (geoid) dan geoid didefinisikan bidang equipotensial yang berhimpit dengan rata-rata permukaan laut bumi. Berdasarkan persamaan diatas komponen arus geostrofik permukaan berbanding lurus dengan gradien topografi yang nilainya

dapat ditentukan dari hasil pengukuran satelit altimetri jika bidang geoid telah diketahui.

Gambar 7. Bidang Muka Laut Terhadap Geoid (Stewart 2008)

Topografi membangkitkan proses gerakan di laut seperti pasang surut, arus, dan perubahan tekanan barometrik yang menghasilkan efek barometer.

Dikarenakan topografi laut dapat membangkitkan proses dinamika maka topografi laut juga dikenal dengan topografi dinamik.

(15)

(22)

Messoscale Eddies

Penelitian mengenai eddies pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian Stockman dari data time series hasil pengukuran langsung di Laut Kaspia. Kecepatan pusaran eddies yang dekat dengan arus utama cenderung sangat tinggi hingga mencapai 1 m/s, sedangkan kecepatan eddies yang jauh dari arus utama hanya 0,01 m/s. Terdapat dua tipe eddies, tipe pertama adalah yang terbentuk akibat interaksi aliran arus dengan topografi, dan yang kedua adalah akibat angin (Mann dan Lazier 2006).

Aktifitas messoscale eddies mempunyai peranan yang penting terhadap fisika laut, biologi laut maupun dinamika atmosfer (Robinson 1985). Dijelaskan juga oleh Lutfiati (2013) Aktifitas mesoscale eddies yang kuat berperan peran penting terhadap peningkatan unsur hara, karena pada daerah tersebut terjadi pengangkataan massa air dingin dari lapisan dalam ke permukaan sehingga lapisan termoklin juga terangkat ke permukaan. Aktifitas mesoscale eddies dapat terbentuk di lautan mana saja tetapi memiliki distribusi dan aktivitas yang heterogen dengan skala spasial berkisar antara puluhan sampai ratusan kilometer dan skala temporal berkisar antara mingguan sampai bulanan. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan (Bell et al. 2011) bahwa eddies merupakan gerakan arus melingkar akibat adanya arus yang kuat, berlangsung lebih dari satu minggu hingga beberapa bulan, keadaan tersebut terjadi karena satu rotasi eddies dapat terjadi selama 10-30 hari.

Gerakan eddies ada dua macam yaitu secara syclonic (searah jarum jam) maupun antisyclonic (berlawanan arah jarum jam), eddies yang bergerak searah

jarum jam di bumi bagian selatan memiliki inti dingin dan ketinggian air di pusatnya lebih rendah, sebaliknya eddies yang berlawanan arah jarum jam

memiliki inti hangat dan ketinggian permukaan air bagian pusat lebih tinggi daripada daerah sekitarnya, terlihat seperti pada Gambar 2.

(23)

Tingginya kandungan unsur hara menyebabkan terjadinya peningkatan

klorofil-a di sekitar daerah tersebut. Di Selatan Jawa mesoscale eddies

dibangkitkan oleh sirkulasi arus yang bergerak bolak balik ke timur-barat sesuai dengan monsun, Arus Lintas Indonesia (ARLINDO), dan Arus Equator Selatan (South Equatorial Current/SEC) sehingga terjadi ketidaksetimbangan baroklinik maupun barotropik dan juga disebabkan oleh perbedaan densitas massa air karena adanya perbedaan gradien tekanan akibat gaya Coriolis (Jia et al. 2010). Perbedaan gaya gradien tekanan menyebabkan terjadinya pergerakan massa air dari tekanan tinggi ke tekanan rendah sehingga terbentuk pusaran air.

Klorofil-a

Klorofil-a adalah salah satu tipe klorofil yang paling umum terdapat pada tumbuhan. Dalam invertarisasi dan pemetaan sumberdaya alam dan pesisir laut,

klorofil-a digunakan untuk mengetahui keberadaan fitoplankton dalam air.

fitoplankton adalah suatu pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang mempunyai peran penting di dalam berlangsungnya proses fotosintesis di perairan (Prezelin

1981). Fitoplakton berukuran sangat kecil dan hidupnya terapung atau melayang-layang dalam kolom perairan, sehingga pergerakannya dipengaruhi

oleh pergerakan air laut (Odum 1971). Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil sangat terkait dengan kondisi oseanografi suatu perairan (Mann dan Lazier 1991).

Selain sebagai salah satu parameter indikator tingkat kesuburan dari suatu perairan, sebaran klorofil-a di laut bervariasi menurut letak geografis maupun kedalaman perairan. Variasi ini disebabkan oleh perbedaan intensitas cahaya matahari dan konsentrasi nutrien yang terkandung di dalam perairan. Tinggi rendahnya kandungan klorofil-a di laut sangat dipengaruhi oleh faktor hidrologi perairan seperti suhu, salinitas, nitrat dan fosfat. Sebaran konsentrasi klorofil-a

lebih tinggi pada perairan pantai dan pesisir, serta konsentrasi klorofil-a rendah diperairan lepas pantai, namun pada daerah-daerah tertentu di perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofil-a dalam jumlah yang cukup tinggi.

Suhu Permukaan Laut (SPL)

Suhu permukaan laut (SPL) merupakan salah satu parameter oseanografi yang mencirikan massa air di lautan dan berhubungan dengan keadaan lapisan air laut yang terdapat di bawahnya, sehingga dapat digunakan dalam menganalisis fenomena-fenomena yang terjadi di lautan seperti fenomena arus, upwelling, front (pertemuan dua massa air yang berbeda), dan aktifitas biologi di laut (Robinson 1985).

(24)

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Daerah penelitian adalah perairan Selatan Pulau Jawa dengan daerah kajian berada diantara 7 o - 12 o LS dan 105 o - 115 o BT, lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Pelaksanaan penelitian dimulai pada Bulan Maret sampai dengan Juli 2013. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Sistim Informasi Geografis Kelautan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor serta Badan Informasi dan Geospasial Cibinong Bogor.

Gambar 3. Lokasi Penelitian

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data-data selama kurun waktu 10 tahun dari tahun 2003-2012, dapat dilihat pada Tabel 1.

No Data Sumber Data

1. 2.

Anomali TPL Arus Geostropik

Satelit Altimetri

http://avisoextract:extrgrid2010@opendap.aviso.oceanobs.com

Satelit Altimetri

http://avisoextract:extrgrid2010@opendap.aviso.oceanobs.com

3. Klorofil-a Satelit MODIS-Aqua

(http://las.pfeg.noaa.gov/oceanWatch/oceanwatch.php)

4. Suhu Permukaan

Laut

Satelit MODIS-Aqua

(http://las.pfeg.noaa.gov/oceanWatch/oceanwatch.php)

5.

6.

Indeks Nino 3.4

DMI

NOAA-Climate Prediction Center

(25)

Alat

Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan data antara lain komputer sistem Windows dan Linux yang dilengkapi dengan perangkat lunak Ferret 6.72 for linux, Integrated Data Viewer (IDV) versi 4.0, Ocean Data View (ODV) versi 4.5, ArcGis 10, nc Browse dan Microsoft Office 2010.

Proses Akuisisi Data Data Satelit Altimetri

Archiving, Validation and Interpretation of Satellite Oceanographic Data (AVISO) merupakan sistem pengumpulan data oseanografi dari beberapa tipe

rangkaian yang dapat dibagi kedalam tujuh tahap utama seperti akuisisi, homogenasi, kontrol kualitas data, kalibrasi silang dan generasi produk, semua proses ini dilakukan oleh AVISO. Setelah produk tersebut selesai dihasilkan, ditampilkan dalam format Network Common data Form (NetCDF) yang disajikan di : http//ftp.aviso.oceanobs.com yang dapat di download secara gratis setelah

melakukan registrasi online. Dalam penelitian ini data diunduh dari (http://atoll-motu.aviso.oceanobs.com/?action=listcatalog&service=AvisoDT dan

(http://avisoextract:extrgrid2010@opendap.aviso.oceanobs.com).

Data Satelit Aqua MODIS

Citra satelit Aqua MODIS dengan resolusi 4 km x 4 km yang merupakan

composite mingguan selama 10 tahun (2003-2012), dimana deskripsi dari data parameter Suhu Permukaan Laut (SPL) dan konsentrasi klorofil-a secara horisontal di permukaan laut. Data suhu dan klorofil-a permukaan laut citra MODIS merupakan data Level-3 dalam bentuk Hirarchical Data Format (HDF), data yang diambil telah terkoreksi geometrik dan radiometrik serta sudah memiliki nilai SPL dan klorofil-a.

Pengolahan dan Analisa Data

(26)

Gambar 4. Alur Pemrosesan Data anomali TPL dan Arus Geostropik

Mulai

Data Map Of Sea Level Anomaly (MSLA H)

Data Map Of Sea Level Anomaly u,v

Visualisasi Pola Arus per Bulan

Selesai

Analisa Spasial dan Temporal Arus Eddy Pemilihan waktu dan Penentuan Lokasi

Data Satelit Altimetri :

(http://atoll-motu.aviso.oceanobs.com/?action=listcatalog&service=AvisoDT dan (http:// avisoextract:extrgrid2010@opendap.aviso.oceanobs.com)

Visualisasi TPL per Bulan dan Plot TPL tahunan

Ekstrak Data TPL (height) Ekstrak Data u, v

Perhitungan Rata-rata TPL Perhitungan rata-rata Arus

(27)

Gambar 5. Alur Pemrosesan Data SPL dan Klorofil-a

Mulai

Pemilihan waktu dan Penentuan Lokasi

Unduh data MODIS (SPL & Klorofil) pada situs NASA

(www.oceancolor.gsfc.nasa.gov)

Pengolahan data Ferret 6.72

menggunakan Linux Ubuntu 14.01

Tampilan gambar sebaran spasial

(SPL dan klorofil-a)

Sortir data / kontrol data

menggunakan Microsoft Excel

Tampilan grafik Rata-rata time

series (SPL dan klorofil-a)

Selesai Rata-rata Bulanan

(28)

Distribusi Spasial dan Temporal Eddies

Hasil visualisasi model arus geostropik dan anomali TPL yang diperoleh, diidentifikasi keberadaan mesoscale eddies dengan melihat apakah terdapat pola melingkar pada vector plot. Jika terlihat adanya arus melingkar dengan syarat membentuk pola arus yang terpisah dari arus utamanya, maka dapat disimpulkan bahwa arus melingkar tersebut adalah eddies. Arah putaran dianalisis apakah searah jarum jam (syclonic) atau berlawanan arah jarum jam (antisyclonic). Distribusi temporal eddies dianalisis dengan melihat pada bulan apa saja terbentuk

mesoscale eddies dan dianalisis perbedaan per musim. Pembagian musim dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pembagian Musim dalam satu Tahun

No Musim Bulan

1. Musim Barat Desember – Januari – Februari 2. Musim Peralihan I Maret – April – Mei

3. Musim Timur Juni – Juli – Agustus

4. Musim Peralihan II September – Oktober - November

Hubungan MesoscaleEddies, Konsentrasi Klorofil-a, SPL dan anomali TPL

Analisis selanjutnya adalah untuk melihat hubungan eddies, Klorofil-a, SPL dan TPL sebagai indikator fenomena upwelling atau downwelling. Anomali TPL tiap bulan pada daerah terbentuknya eddies dibandingkan dengan daerah sekitarnya, kemudian pada saat terbentuknya eddies dan tidak terbentuk, dianalisis juga hubungan arah putaran dengan anomali TPL. Data pendukung dari SPL dan

klorofil-a dari Citra Satelit Aqua MODIS digunakan untuk memperjelas teori secara skematik dan memperkuat analisis data seperti ditunjukkan pada Gambar 8.

Tidak

Ya

Gambar 8. Skema Hubungan Arus Geostropik, Eddies dan anomali TPL

(29)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Variabilitas Tinggi Paras Laut di Perairan Selatan Jawa

Perairan Selatan Jawa merupakan perairan yang memiliki potensi perikanan yang tinggi serta menarik untuk dikaji. Selain itu perairan ini juga dipengaruhi oleh beberapa fenomena oseanografi seperti El Nino Southern Oscilation (ENSO), IOD (Indian Oscillation Dipole Mode), Sistem arus permukaan laut, Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) dan pola pergerakan angin muson. Rata-rata anomali TPL selama tahun 2003 hingga 2012 terlihat pada Gambar 9 dan Lampiran 1. Anomali TPL di Perairan Selatan Jawa ditandai dengan paras laut positif dan negatif yang terjadi secara bergantian dengan intensitas yang berbeda-beda selama tahun pengamatan. Terjadinya anomali TPL negatif dan positif secara bergantian mengindikasikan bahwa di wilayah kajian terjadi intensitas penaikan maupun penurunan massa air, dimana hal tersebut merupakan besarnya penyimpangan yang terjadi terhadap kondisi rata-rata tinggi muka laut. Rata-rata anomali TPL bulanan selama tahun pengamatan berkisar antara -0.24 m sampai 0.32 m

Waktu

Gambar 9. Rata-rata anomali Tinggi Paras Laut

(30)

Terjadinya kenaikan maupun penurunan anomali TPL secara signifikan

mengindikasikan bahwa anomali TPL dipengaruhi adanya fenomena ENSO yang berdampak juga di perairan Selatan Jawa. Fenomena ENSO memiliki dua

fenomena yang saling berlawanan fase. Fase panas disebut sebagai kondisi

El Nino dan fase dingin disebut sebagai kondisi La Nina. ENSO atau El Nino Southern Oscillation merupakan kondisi abnormal iklim dimana suhu permukaan Samudra Pasifik di pantai Barat Ekuador dan Peru lebih tinggi dari rata-rata normalnya. Hal ini juga diperkuat pernyataan Susanto dan Gordon (2005) yang menjelaskan bahwa ENSO yang terjadi di Pasifik Ekuator Bagian Tengah dan Timur akan mempengaruhi kondisi perairan Indonesia. Pengaruh tersebut ditandai dengan terjadinya peningkatan durasi dan intensitas upwelling serta menaikkan lapisan termoklin sehingga menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun normal.

Siklus tahunan anomali TPL pada Gambar 10 menunjukkan bahwa grafik anomali TPL mulai meningkat dari bulan Januari, Februari dan mencapai puncak maksimum pada bulan Mei. Kemudian mulai menurun dari bulan Juni-Agustus dengan titik terendah terjadi pada bulan September, selanjutnya mulai meningkat sampai pada bulan Desember. Sehingga dapat ketahui bahwa pada Musim Barat terjadi penumpukan massa air dan pada Musim Timur terjadi pengurangan massa air.

Gambar 10. Grafik Rata-rata Bulanan anomali TPL 2003-2012

(31)

Hasil penelitian tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Marpaung dan Harsanugraha (2014) dimana menunjukkan pada Bulan Januari, Februari, Maret, November dan Desember diperairan Selatan Anomali di wilayah pantai lebih tinggi dibanding di laut lepas ke arah Selatan. Pada bulan Juni sampai Oktober tampak anomali diwilayah pantai lebih rendah dibandingkan wilayah perairan yang jauh dari daratan. Pola anomali TPL selama tahun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12. Pada awal Musim Barat yaitu sekitar bulan Desember distribusi anomali TPL ditandai dominannya paras laut positif dimana penumpukan massa air terlihat sepanjang pesisir Selatan Jawa yang dimulai dari 7.5o LS hingga 9.5o LS. Memasuki bulan Januari hingga Februari atau saat berlangsungnya Musim Barat intensitas paras laut positif sudah mengarah lebih ke Selatan Samudera Hindia atau pada daerah lintang tinggi yang berkisar antara 9.5o LS hingga 12o LS. Hasil analisis diperkuat oleh hasil penelitian Naulita (1998), dimana selama bulan November hingga Maret (Musim Barat), arus ekuator di Samudra Hindia mengalir kuat dan menyumbangkan massa air ke Barat Daya Sumatera dan Selatan Jawa-Sumbawa yang merupakan wilayah aliran keluar Arus Lintas Indonesia (ARLINDO), sehingga meningkatkan tinggi permukaan air laut, sehingga menyebabkan gradien tekanan dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia menjadi lebih kecil dan aliran transport ARLINDO menjadi minimum.

(32)

Memasuki Musim Peralihan I yang dimulai pada bulan Maret hingga Mei menunjukan bahwa anomali TPL positif terjadi sepanjang pantai perairan Selatan Jawa selama bulan Maret pada 8.5°– 10.5° LS, anomali TPL positif yang terjadi diakibatkan masih adanya pengaruh dari peralihan Musim Barat ke Musim

Peralihan I. Memasuki bulan April hingga Mei, anomali TPL negatif terjadi di laut lepas pada 9°–12° LS dan pada daerah pantai mengalami anomali TPL

positif. Umumnya pada Musim Peralihan I anomali TPL terendah terjadi pada 11.5°–12° LS sedangkan anomali TPL tertinggi berada di 9.5°-10° LS.

Anomali TPLmemasuki Musim Timur, terendah berada di 11°–12° LS dan anomali TPL tertinggi berada di 11.5°-12° LS. Terlihat pula pada saat berlangsungnya Musim Timur, TPL negatif berada disekitar pesisir Selatan Jawa dan berada di lintang rendah yang menyebabkan terjadinya perbedaan gradien tekanan, daerah tekanan tinggi ditandai dengan tingginya topografi, sedangkan daerah bertekanan rendah ditandai dengan topografi rendah. Pola anomali TPL saat berlangsungnya Musim Timur (Juni-Agustus) dapat dilihat pada Gambar 12.

Selama Musim Timur pola perubahan anomali TPL di perairan Selatan Jawa dari positif ke negatif atau sebaliknya efektif terjadi di daerah lebih besar dari 108 o BT. Pada Musim Peralihan II (September-November) di sebelah Selatan Jawa Timur memiliki anomali TPL yang lebih rendah dengan daerah pada lintang rendah yang memiliki topografi lebih tinggi. Sepanjang berlangsungnya Musim Timur hingga memasuki Musim Peralihan II, anomali TPL negatif hampir mendominasi perairan Selatan Jawa yang berada sekitar 11°–12° LS.

Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dimana Tomczak dan Godfrey (1994) dalam Naulita (1998) menyebutkan bahwa selama bulan Mei hingga September (Musim Timur), arus di Samudra Hindia digantikan oleh arus ekuator Selatan yang menyebar ke arah Utara sehingga mendorong massa air menjauh dari Samudra Hindia bagian Timur. Rendahnya permukaan air laut di wilayah tersebut dibandingkan Samudra Pasifik menghasilkan aliran transpor ARLINDO yang maksimum. Tingginya aliran tersebut disebabkan pada Musim Timur gerakan angin pasat tenggara di Pasifik Selatan menyebabkan topografi Samudra Hindia lebih rendah dibanding Samudra Pasifik Barat. Perbedaan tekanan tersebut mengakibatkan aliran arus yang mengalir ke Samudra Hindia cukup besar (Gordon, 2005).

(33)

Gambar 12. Anomali TPL Rataan Bulanan Juli-Desember 2003 - 2012

Pola Arus Permukaan di Selatan Jawa

Hasil visualisasi arus geostropik dari data altimetri selama tahun 2003

hingga 2012 menunjukkan bahwa rata-rata kecepatan arus berkisar antara 0.37 sampai 1.19 m/det (Lampiran 2). Arus geostropik bergerak dari slope tinggi

(H) ke slope lebih rendah (L) dan dibelokkan ke kiri karena daerah kajian berada di Belahan Bumi Selatan, berlawanan jarum jam, sehingga secara umum arus

geostropik bergerak dari Timur menuju perairan Barat Sumatera, Selatan Jawa

hingga bagian Tenggara Samudera Hindia. Pola arus geostropik yang terjadi di Perairan Selatan Jawa diakibatkan adanya pengaruh gaya coriolis serta letak

(34)

Faktor lain yang berperan dalam sirkulasi arus geostropik menurut Gordon (2005) dan Susanto (2012) ialah aliran ARLINDO. ARLINDO memiliki keragaman yang tinggi baik secara musiman maupun tahunan. Keragaman musiman berkaitan dengan adanya pergantian arah angin di Indonesia. Pada bulan Desember– Februari atau berlangsungnya Musim Barat arah arus tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan setiap bulan. Sepanjang Musim Barat aliran cenderung mengalir ke arah Tenggara dan Selatan sebagaimana terlihat pada Gambar 13. Kecepatan rata-rata arus pada musim ini sebesar 0.71 m/s.

(35)

Selanjutnya pada bulan Juni – Agustus yang merupakan puncak Musim Timur kecepatan arus rata-rata sebesar 0.70 m/s. Menurut Gordon dan Susanto (2003), laju transpor tertinggi ditemukan pada saat Muson Tenggara, yaitu selama bulan Juni sampai Agustus. Pada musim ini ARLINDO memiliki intensitas kecepatan yang besar, aliran tersebut mengalir dari Selat Lombok menuju Samudra Hindia dan bergerak mengalir ke Barat Daya, secara bersamaan terdapat Arus Selatan Ekuator atau South Equatorial Current (SEC) dan Arus Selatan

Jawa (South Java Current atau SJC). SEC selalu bergerak ke Barat dan berada jauh di sebelah Selatan pulau Jawa-Nusa Tenggara sedangkan pola arus

SJC bergerak sepanjang Pantai Selatan Jawa. Memasuki Musim Peralihan II yaitu bulan September – November arah arus mulai bergerak cenderung ke arah Barat Laut dan Utara dengan kecepatan rata-rata sebesar 0.68 m/s.

(36)

Distribusi Spasial Mesoscale Eddies di Perairan Selatan Jawa

Hasil visualisasi dengan menggunakan program Integrated Data Viewer

(IDV) dari data arus geostropik selama tahun 2003 hingga 2012 dan TPL dalam skala bulanan, diketahui bahwa selama tahun pengamatan terbentuk mesoscale eddies di perairan Selatan Jawa. Eddies yang terbentuk di perairan tersebut dapat mencapai 3 kejadian per bulannya, dimana secara spasial terjadi di perairan Selatan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Rata-rata kejadian Eddies

di perairan Selatan Jawa dapat berlangsung selama satu hingga beberapa bulan selain itu Eddies yang terbentuk memiliki diameter yang tetap atau bertambah walaupun pergerakannya berpindah.

Eddies sendiri terbentuk karena ketidakseimbangan massa air laut akibat pengaruh adanya transport Ekman dan gaya coriolis sehingga terjadi perbedaan gaya gradien tekanan secara horisontal. Pada perairan Selatan Jawa gaya coriolis

menyebabkan putaran cyclonic eddies searah jarum jam disebut cold eddies dan

warm eddies berputar berlawanan arah jarum jam (anticyclonic eddies). Putaran

cyclonic memiliki inti dingin dan ketinggian permukaan air bagian pusat lebih rendah daripada sekitarnya sedangkan putaran antycyclonic memiliki inti hangat dan ketinggian permukaan air bagian pusat lebih tinggi daripada sekitarnya.

Hasil analisis menunjukkan selama tahun 2003 hingga 2012 terbentuk sebanyak 29 kejadian Eddies (Tabel 3) di perairan Selatan Jawa Barat baik yang

Tabel 3. Kejadian eddies di Perairan Selatan Jawa Barat

(37)

Tabel 4. Kejadian eddies di Perairan Selatan Jawa Tengah Terbentukya eddies di perairan ini berhubungan erat dengan adanya aliran ARLINDO yang juga terjadi sepanjang tahun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Mann dan Lazier (2006) bahwa kecepatan

pusaran eddies yang dekat dengan arus utama cenderung lebih tinggi, hal yang sama juga dijelaskan oleh Godfrey (2011), arus utama yang membentuk eddies di perairan Selatan Jawa Timur –Bali adalah AKS dan ARLINDO.

Tabel 5. Kejadian eddies di Perairan Selatan Jawa Timur

(38)

Hasil visualisasi arus geostropik dan TPL dalam skala bulanan, secara umum menunjukkan bahwa eddies yang terbentuk di perairan Selatan Jawa Timur berputar searah jarum jam. Arah eddies secara cyclonic (lingkaran biru) memiliki tinggi muka laut lebih rendah dibandingkan dengan ketinggian muka laut disekitar eddies tersebut. Sebaliknya pusat eddies yang bergerak berlawanan arah jarum jam atau antycyclonic (lingkaran merah) memiliki ketinggian muka laut lebih tinggi dari perairan sekitarnya.

Gambar 14. Arah cyclonic dan antycyclonic dari eddies

Distribusi Temporal Eddies di Perairan Selatan Jawa

Berdasarkan hasil visualisasi software IDV, secara temporal dapat diindikasikan bahwa satu eddies yang terbentuk di perairan Selatan Jawa dapat berlangsung selama satu hingga beberapa bulan. Dari pola arus geostropik menunjukan adanya eddies baik syclonic maupun antycyclonic yang sering

terbentuk di perairan Selatan Jawa Timur, beberapa kejadian juga ditemukan di perairan Selatan Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Musim Barat

(39)

Pola arus geostropik menunjukkan adanya pusaran cyclonic di Barat hingga Timur perairan Selatan Jawa terlihat pada lintang 8.5° – 12° LS, pusaran cyclonic

tersebut terjadi karena pertemuan arus dari Arus Ekuator Selatan atau South merupakan awal dari musim timur sehingga mengalami masa transisi pada sistem arus di selatan Jawa. Arus geostropik mulai mengalami penguatan karena adanya aliran arus yang disebabkan oleh SECmengalami peningkatan, dan arus musiman yang bergerak kearah timur masih terlihat. Aliran ITF yang terjadi pada musim Peralihan I juga mengalami penguatan, aliran arus yang mengalir dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui Selat Lombok cukup kuat.

Aliran SJC yang dipengaruhi musim dan masih terlihat kearah Barat selalu bergerak kearah garis pantai. Jika dilihat selama musim Peralihan I berlangsung pada perairan Selatan Jawa pusaran cyclonic terlihat cukup jelas sehingga mampu membangkitkan upwelling di pesisir pantai. Adanya pengaruh distribusi angin permukaan pada musim Peralihan I sudah mulai mengalami pembelokan yang bergerak dari arah Barat ke Timur. Pembelokan arah angin tersebut diperkuat teori Wrykti (1961), dimana dalam penjelasannya mengatakan bahwa pembelokan tersebut mempengaruhi aliran arus dan akibat pengaruh gaya coriolis yang bekerja terjadi pembelokan aliran massa air menuju laut lepas, sehingga menyebabkan terjadinya kekosongan massa air di pesisr pantai Selatan Jawa dan mengakibatkan terjadinya perbedaan topografi muka laut.

Musim Timur

Musim Timur merupakan puncak terbentuknya eddies di perairan Selatan Jawa. Eddies paling sering terentuk pada musim ini diduga terjadi akibat adanya kekuatan angin pada musim ini lebih kuat dari musim lainnya, hal ini juga sesuai dengan penelitian Martono (2013) dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa angin yang bertiup di atas perairan Selatan Jawa pada bulan Juli memiliki kecepatan yang sangat tinggi dan mengarah ke Barat Laut.

(40)

Eddies yang terbentuk di perairan Selatan Jawa hampir selalu terbentuk mulai Musim Timur dan puncaknya pada bulan Juli. Pada musim ini juga sering terbentuk eddies di perairan selatan Jawa Tengah sekitar bulan Juni hingga Agustus. Mann dan Lazier (2006) menyatakan bahwa eddies dapat terbentuk akibat interaksi aliran arus dengan topografi. Aliran arus permukaan tersebut kemudian bertemu dengan topografi Selatan Jawa Barat yang cenderung memiliki bentuk menyerupai cekungan sehingga dapat membentuk arus yang berputar di wilayah tersebut. Secara umum kejadian eddies di perairan Selatan Jawa Barat pada Musim Timur tidak pernah berada di bawah 9° LS. Ini diindikasikan terjadi karena pada musim ini Arus Pantai Jawa (APJ) cenderung tidak terbentuk, sehingga eddies terdorong oleh batas utara Arus Khatulistiwa Selatan menjadi lebih mendekati pesisir.

Musim Peralihan II

Arus permukaan selama Musim Peralihan II memberikan gambaran aktivitas eddies dari pusaran arus yang terjadi. Pola arus permukaan musim

perlaihan II masih sama dengan Musim Timur dimana SJC bergerak lebih kuat ke arah Barat, sedangkan ITF bergerak ke Barat Daya. Pertemuaan arus SJC dan ITF menyebabkan terjadinya sirkulasi cyclonic dan anticyclonic yang dipengaruhi oleh gaya coriolis.

Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL)

Berdasarkan data time series dapat dilihat variasi SPL sepanjang tahun pengamatan mengalami fluktuasi secara bergantian. Nilai rata-rata bulanan SPL pada periode Januari 2003 sampai Desember 2012 di Selatan Jawa berkisar antara 27,2 ˚C sampai 28,5 ˚C (Lampiran 4). Secara umum nilai SPL terendah umumnya ditemukan pada musim Timur dan nilai SPL maksimum ditemukan pada Musim Barat (Gambar 15). Nilai SPL dapat dipengaruhi oleh fenomena ENSO yang memiliki dua fase yang berbeda yaitu El Nino dan La Nina (Susanto et al. 2006). Selanjutnya dijelaskan bahwa kedua fase ini dapat diketahui terjadi melalui nilai

SOI (Southern Oscillation Index) dimana penentuan terjadinya El Nino dan

La Nina didasarkan pada fluktuasi nilai SOI. Meningkatnya intensitas kecepatan angin Muson Tenggara akan mengakibatkan meningkatnya intensitas upwelling.

(41)

Meningkatnya intensitas upwelling dari bulan Juni ke Agustus meningkatkan aliran air dingin dari lapisan bawah ke permukaan, suhu sebagai suatu parameter yang penting di perairan adalah besaran yang menyatakan banyaknya energi panas atau bahang (heat). Suhu perairan merupakan parameter yang penting bagi kehidupan berbagai organisme laut karena dapat mempengaruhi metabolisme maupun perkembangbiakan organisme tersebut, juga sebagai indikator fenomena perubahan iklim (Hutabarat dan Evans 1986). Suhu perairan juga berpengaruh besar terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di laut. Akibat pengaruh suhu perairan yang besar terhadap organisme dan terhadap fenomena-fenomena di laut.

(42)

Di perairan Selatan Jawa mempunyai nilai sebaran rata-rata SPL yang tinggi dimulai pada Musim Barat hingga memasuki Musim Peralihan I, memasuki Musim Timur terjadi penurunan SPL yang terjadi hingga awal Musim Peralihan II. Hal ini ditunjukkan dalam sebaran SPL rata-rata bulanan selama 10 tahun pengamatan (Gambar 16). Sebaran SPL pada bulan Juni sampai Agustus yang merupakan Musim Timur cenderung mengalami penurunan, diduga kuat dipengaruhi oleh angin Muson Tenggara yang intensitasnya semakin menguat serta pola pergerakan arus dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah.

(43)

Variasi SPL musiman di lokasi penelitian diperkirakan disebabkan oleh dua dalam perjalanannya ke arah Barat, melebar sampai ke perairan pesisir Selatan Pulau Jawa, sehingga menurunkan SPL di perairan Selatan Jawa Tengah hingga Selatan Jawa Timur. Dampak dari kedua proses yang saling menguatkan tersebut dirasakan pada akhir Musim Timur, sehingga SPL terendah terjadi pada waktu tersebut (bulan Agustus). Menjelang Musim Barat, Angin Muson Tenggara sudah mengendur dan Angin Muson Barat Laut mulai bertiup. Oleh karena perubahan

bulan Februari – April sedangkan Parabolik negative terjadi karena penurunan nilai SPL pada bulan Juni - Agustus yang kemudian meningkat kembali pada bulan Oktober hingga Desember.

Rata-rata anomali TPL bulanan selama tahun pengamatan menunjukkan bahwa anomali TPL berhubungan erat dengan nilai SPL. Saat terjadinya anomali

TPL negatif maka massa air dingin dari dasar perairan secara vertikal naik ke permukaan sehingga sebaran SPL pada perairan mengalami perubahan ke suhu

yang lebih dingin, hal tersebut berbanding terbalik saat terjadinya anomali TPL positif maka SPL pada perairan tersebut akan mengalami peningkatan. Penumpukan massa air dengan intensitas yang berbeda diduga akan berpengaruh terhadap SPL.

Variabilitas Konsentrasi klorofil-a

Konsentrasi klorofil-a di perairan Selatan Jawa berfluktuatif dari musim kemusim, secara umum konsentrasi klorofil-a yang relatif tinggi di Selatan Jawa berdampak pada terpenuhinya kebutuhan esensial dari mata rantai ekosistem biota di daerah ini. Tingkat kesuburan perairan biasanya dihubungkan dengan konsentrasi nutrien dalam badan perairan. Fitoplankton merupakan tumbuhan laut

mikroskopis yang keberadaannya sangat tergantung pada kandungan nutrien di suatu perairan. Konsentrasi klorofil-a selama tahun pengamatan dapat dilihat

(44)

Gambar 18. Grafik Konsentrasi klorofil-a

Kemampuan fotosintesis tidak lepas dari kandungan klorofil yang dimiliki oleh fitoplankton. Sebagaimana dijelaskan Nontji (1987) bahwa salah satu jenis

klorofil-a yang keberadaannya hampir terdapat di semua jenis fitoplankton adalah

klorofil-a.

(45)

Gambar 20. Konsentrasi klorofil-a Rataan Bulanan Juli-Desember 2003 - 2012

(46)

Gambar 21. Rata-rata konsentrasi bulanan klorofil-a

Pada Musim Barat (Desember hingga Februari), konsentrasi klorofil-a

relatif tinggi ditemui disekitar perairan pesisir sedangkan pada Musim Timur (Juni hingga Agustus) konsentrasi klorofil-a relatif tinggi ditemui didaerah pesisir sampai ke laut lepas. Penyebaran konsentrasi klorofil-a yang relatif tinggi sampai pada laut lepas pada Musim Timur ini diduga disebabkan oleh angin yang bergerak dari arah Tenggara menuju Barat Laut serta pengaruh pergerakan arus yang dipengaruhi gaya coriolis. Pada musim Peralihan I (Maret hingga Mei) dan Musim Peralihan II (September hingga November) terlihat bahwa konsentrasi

klorofil-a pada bulan Maret dan April tersebar sampai daerah off shore atau laut lepas. Sementara pada bulan September dan Oktober konsentrasi klorofil-a tinggi dan tertahan di daerah pesisir.

Siklus Antar Tahunan

Kondisi ENSO Berdasarkan Indeks Nino 3.4

Trenberth (1997) mengatakan bahwa anomali SPL pada wilayah Nino 3.4 dengan anomali suhu positif di atas 0.40C dan bertahan selama 6 bulan diindikasikan terjadinya El Nino dan jika anomali suhu negatif dibawah 0.40C dan bertahan selama 6 bulan diindikasikan terjadinya La Nina. Indeks Nino 3.4 memiliki variabilitas antar tahunan yang kuat. Selama tahun 2003-2012 telah terjadi 4

kali El Nino dan 5 kali La Nina (Tabel 6). Kejadian El Nino terdiri dari 3 kali

El Nino kuat dan 1 kali El Nino lemah sedangkan kejadian La Nina terdiri atas 2 kali La Nina kuat dan 3 kali La Nina lemah. La Nina terkuat terjadi pada 2 Juni 2010 – 11 Mei 2011 (12 bulan) dengan anomali suhu permukaan laut mencapai -1.9 oC. La Nina kedua terjadi pada 1 Agustus 2007-Mei 2008 (10 bulan) dengan

(47)

Tabel 6. Kejadian El Nino dan La Nina Berdasarkan Indeks Nino 3.4

No Kejadian Periode Puncak Anomali Suhu

1.

(48)

Variabilitas antar tahunan dari indeks Nino 3.4 dan anomali TPL cenderung bersifat antifase dimana saat terjadi El Nino maka beberapa waktu kemudian atau sekitar 16,1 bulan, 28.7 bulan dan 39.7 bulan akan diikuti dengan naiknya TPL dan jika terjadi La Nina maka beberapa waktu kemudian akan diikuti dengan rendahnya TPL dimana terjadi pada bulan Desember 2005-Mei 2007. Siklus tahunan bersifat antifase dan sefase sedangkan siklus setengah tahunan cenderung bersifat sefase. Pada siklus tahunan cenderung terjadi bersifat antifase pada bulan Juli 2003-Juni 2009, saat terjadi El Nino maka sekitar 11.43 bulan diikuti dengan naiknya anomali TPL dan saat terjadi La Nina maka diikuti dengan rendahnya anomali TPL. Kemudian siklus tahunan bersifat sefase dimana jika anomali TPL naik maka 11.43 bulan akan diikuti oleh meningkatnya La Nina dan sebaliknya.

Indeks Nino 3.4 dan SPL

Varibilitas tahunan yang terkuat pada periode 31-61 (12.5 bulan), terjadi pada bulan April 2003-Oktober 2011. Selanjutnya variabilitas setengah tahunan pada periode 17-27 (5.9 bulan) terjadi pada bulan April 2007-Januari 2008, periode 19-24 (5.6 bulan) terjadi pada bulan September 2010-Maret 2011 dan periode 20-26 (6.4 bulan) terjadi pada bulan November 2005-Desember 2006.

Variabilitas setengah tahunan dan tahunan dari ENSO dan SPL cenderung yang terjadi bersifat sefase dan antifase. Indeks Nino 3.4 dan SPL saling

Ditemukan adanya variabilitas setengah tahunan, tahunan dan antar-tahunan dimana variabilitas tahunan yang sangat kuat dan terjadi sepanjang tahun. Variabilitas tahunan yang sangat kuat dan terjadi sepanjang tahun dengan periode antara 35-60 (12.5 bulan) terjadi pada bulan Agustus 2003-September 2010,

selanjutnya varibilitas setengah tahunan sangat rendah dengan periode antara 22-28 yang terjadi pada bulan November 2005-November 2007. Variabilitas

setengah tahunan dan tahunan cenderung bersifat antifase dimana saat terjadi

El Nino maka sekitar 12.5 bulan diikuti dengan naiknya klorofil-a dan jika terjadi

La Nina maka diikuti dengan rendahnya klorofil-a.

Jika indeks Nino 3.4 naik maka diikuti dengan turunnya klorofil-a atau jika indeks Nino 3.4 turun maka diikuti oleh naiknya klorofil-a. Pada skala interannual pola SPL dapat didefinisikan menjadi dua bagian yaitu La Nina dan El Nino atau IOD. Pola La Nina dicirikan dengan SPL tinggi sementara pola El Nino dicirikan SPL rendah. Variabilitas tahunan dibagi dalam beberapa tahap dimana saat terjadinya antifase yaitu pada bulan Agustus 2003-September 2010 kemudian tahap dimana terjadi La Nina maka selang beberapa waktu kemudian akan diikuti dengan turunnya klorofil-a yang terjadi pada bulan Juni 2006-Agustus 2007, selanjutnya jika terjadi El Nino/La Nina maka diikuti oleh naik/turunnya klorofil-a

(49)

Kondisi IOD Berdasarkan DMI

Gambar 23 menunjukkan variabilitas setengah tahunan, tahunan dan antar-tahunan. Terlihat bahwa ketiga variabilitas ini ditemukan sangat kuat, dimana variabilitas tahunan terjadi pada 2006-2008. Menurut Saji et al. (1999) IOD positif terjadi jika nilai DMI positif lebih besar dari nilai standar deviasi 1 dan IOD negatif terjadi jika nilai DMI negatif lebih kecil dari 1 setidaknya selama 3 bulan berturut-turut. Gambar 23 menunjukkan bahwa selama tahun 2002-2012 telah terjadi kejadian IOD positif sebanyak satu kali. Kejadian IOD positif ini bersamaan dengan adanya kejadian El Nino.

Gambar 23. Kondisi IOD berdasarkan nilai DMI selama Tahun 2003-2012

Indeks IOD dan TPL

Variabilitas yang kuat terjadi pada siklus antar tahunan pada bulan Juni 2007 - Januari 2010 dengan periode antara 112-145 (30.3 bulan) kemudian bulan

Agustus 2010-Agustus 2011 dengan periode antara 71-92 (20.5 bulan). Siklus tahunan terjadi pada bulan Mei 2006-September 2009 dengan periode

antara 32-64 (13,3 bulan) dan siklus setengah tahunan yang terjadi pada bulan September 2005-September 2008 dengan periode antara 24-32 (6.5 bulan).

(50)

Indeks IOD dan SPL

Variabilitas yang terjadi adalah variabilitas setengah tahunan, tahunan dan antar-tahunan, dimana variabilitas tahunan yang terkuat terjadi pada periode 31-58 (11 bulan) pada bulan Mei 2005-Mei 2010 dan periode 29-48 (12.8 bulan) yang terjadi pada bulan Agustus 2004-Februari 2005. Variabilitas setengah tahunan terjadi pada periode 21-25 (6.1 bulan) pada bulan Desember 2002-April 2003 terjadi pada periode 21-28 (6.7 bulan) pada bulan Maret 2005-Januari 2008. Variabilitas setengah tahunan cenderung bersifat sefase dan antifase dimana sifat sefase terjadi pada bulan Mei 2005-Mei 2006 dimana jika SPL naik maka selang

waktu 6.1 bulan dan 6.7 bulan diikuti oleh naiknya IOD atau terjadinya IOD positif.

Pada bulan Mei 2006-Oktober 2006 SPL akan naik dan diikuti oleh IOD kemudian pada bulan November 2006-Februari 2007 SPL akan naik atau turun mendahului IOD. Pada bulan Maret 2007-Januari 2008 kondisi akan berubah dimana variabilitas setengah tahunan bersifat antifase. Dapat dikatakan bahwa jika SPL naik maka selang waktu 6.7 bulan diikuti dengan turunnya IOD atau sebaliknya jika SPL turun maka selang waktu 6.7 bulan kemudian akan diikuti naiknya IOD.

Indeks IOD dan Klorofil-a

Variabilitas setengah tahunan terjadi pada periode 17-26 (6.4 bulan) yang terjadi pada bulan Agustus 2005-Februari 2008 dan bersifat antifase selanjutnya periode 21-25 (6.1 bulan) terjadi pada bulan Februari 2003-Juni 2003. Variabilitas tahunan terjadi pada periode 35-45 (10.7 bulan) pada bulan September 2004-Mei 2005, kemudian periode 33-57 (14 bulan) pada bulan September 2005-Maret 2010. Siklus tahunan sangat kuat bersifat antifase dan sefase dimana yang bersifat antifase terjadi pada bulan September 2004-Mei 2005 dimana jika IOD naik atau IOD positif maka selang waktu 10.7 bulan diikuti dengan turunnya klorofil-a atau sebaliknya jika IOD turun atau IOD negatif maka sekitar 10.7 bulan diikuti dengan naiknya klorofil-a. Siklus tahunan yang bersifat sefase terjadi pada bulan

September 2005-Maret 2010 dimana jika klorofil-a meningkat maka sekitar 14 bulan akan diikuti meningkatnya IOD atau terjadinya IOD.

Gambar

Gambar 1. Hubungan Geometrik Satelit Altimetri (Fu 2001)
Gambar 6. Penentuan ζ dan r yang Digunakan Untuk Menentukan Tekanan Tepat Dibawah Permukaan Laut (Stewart 2008)
Gambar 7. Bidang Muka Laut Terhadap Geoid (Stewart 2008)
Gambar 2. Skematik Gerakan  Eddies dan Akibatnya Terhadap Pergerakan Vertikal Massa Air Di Bumi Bagian Selatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Misalnya, keyakinan para peserta ritual samman tentang ajaran Islam di bidang tauhid harus diverifikasi dengan kriteria obyektif dalam salah satu prosesi samman,

Dosis iradiasi efektif yang memberikan kergaman genetik yang besar pada karakter tinggi tanaman, jumlah cabang primer, umur berbunga, umur panen, viabilitas polen

Menurut Soemitro dalam Tommy dan Maria (2013) menyatakan bahwa tax planning adalah suatu perencanaan pajak yang dilakukan oleh seorang tax planner untuk wajib pajak

Almamater Universitas Muhammadiyah Surakarta terima kasih atas segala ilmu akademik dan ilmu agama yang telah diberikan..

Dalam melaksanakan penilaian sehari-hari guru menilai kemampuan peserta didik sesuai dengan kegiatan yang diprogramkan dalam rencana kegiatan harian (RKH).. Menurut

Strategi pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif

JAYA GIRI KONTRAKTOR/H... JAYA

Tulisan ini mengupas bagaimana pemerintah pada era Orde Baru yang menggunakan pola top down melakukan hegemoni dalam bentuk intervensi persuasif terhadap kurikulum