• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata Cara Pembayaran Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tata Cara Pembayaran Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

TENTANG

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA

MEDAN KOTA O

L E H

SANTA DEVI TARIGAN NIM : 072600011

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

s

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan berkat dan karunia- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

tugas akhir yang berjudul Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan Pajak Pertambahan

Nilai Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota, dengan baik dan tepat

waktunya.

Laporan Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna

menyelesaikan Program Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penulisan tugas akhir ini adalah

realisasi dari keinginan penulis untuk dapat lebih memahami masalah yang berkaitan

dengan Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

Penulisan tugas akhir ini, terlaksana sepenuhnya berkat dukungan dari

berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingi mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Humaizi, MA, Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, Msi, Ketua Program Diploma III

Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

(3)

4. Ibu Dra. Elita Dewi, Sekretaris Program Diploma III Administrasi

Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera

Utara.

5. Bapak Indra Efendi Rangkuti, S.Sos, Dosen Pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbimngan dan saran-saran sehingga tugas akhir ini dapat

selesai dengan baik.

6. Bapak Alfan Jamil, S.E. Kepala Sub Bagian Umum Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Medan Kota yang telah membantu penulis untuk dapat

mengadakan riset di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

7. Pegawai di Sub Bagian Umum yang bernama Rudi Mangunsong yang telah

membantu penulis dalam memperoleh data di Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Medan Kota.

8. Teman-teman penulis : Lentaria Sinaga, Madelisa Sembiring Meliala,

Raskel Oktavia, Erni Purba, Sinar Nababan, Elfrida M. Sianturi, Trismanto,

Isabrina Sebayang, dan semua teman stambuk 07 terutama anak A yang

telah banyak memberikan dukungan dan nasehat dalam penyelesaian tugas

akhir ini.

Teristimewa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sahnawari Fransiskus

Tarigan dan Ibu BagiKita Sembiring selaku orangtua penulis dan adik-adik penulis

(Yuni, Arwista, Anju) yang telah memberikan dukungan sehingga penulis dapat

(4)

Akhir kata penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari

kesempurnaan, Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifat

membangun demi kesempurnaan laporan ini.

Medan, Juli 2010

Penulis

Santa Devi Tarigan

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan dan Manfaat 6

C. Ruang Lingkup 7

D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri 7

E. Metode Pengumplan Data 9

F. Sistematika Penulisan Laporan 9

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM 11

1. Sejarah Umum Berdirinya KPP Pratama Medan Kota 11

2. Struktur Organisasi 18

a. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota 18

b. Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota 19

1. Sub Bagian Umum 20

2. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan 20

3. Seksi Pengolahan Data 20

4. Seksi Pelayanan 21

5. Seksi Pengawasan dan Konsultan (WASKON I, II, III, IV) 21

6. Seksi Pemeriksaan 21

(6)

8. Kelompok Jabatan Fungsional 22

BAB III GAMBARAN DATA 23

1. Pengertian PPN 23

2. Karakteristik 24

3. Fungsi Pajak 25

4. Objek PPN 27

5. Subjek Pajak 33

6. Pembayaran/Penyetoran 35

7. Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan PPN 40

8. Sarana Pembayaran/Penyetoran PPN 41

9. Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan PPN 42

10.Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan Bendaharawan 43

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI 45

1. Tata Cara Pembayaran PPN 45

2. Tata Cara Pelaporan PPN 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 52

1. Kesimpulan 52

2. Saran 53

(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat

kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi kegotong-royongan

nasional maupun dari laju pembangunan nasional yang telah dicapai. Di samping itu,

sistem perpajakan yang lama tersebut belum dapat menggerakkan peran dari semua

lapisan subjek pajak yang besar peranannya dalam menghasilkan penerimaan dalam

pembangunan nasional.

Oleh karena itu mahasiswa memiliki peranan penting sebagai generasi muda

khususnya mahasiswa di bidang perpajakan supaya dapat meneruskan pembangunan

bangsa ini.

Guna memenuhi tuntutan dunia kerja dibutuhkan produk-produk perguruan

tinggi yang terampil, mahasiswa tidak hanya dituntut untuk lulus dari program

pendidikan tetapi juga harus mampu mengembangkan dan menambah ilmu

pengetahuan yang telah diperoleh, untuk itu mahasiswa diwajibkan mengikuti Praktik

Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

Menurut Soemitro (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa

timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk

(8)

Pengenaan pajak di Indonesia dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

1. Pajak Negara (Pajak Pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya. Contoh :

PPh, PPNBM, PBB, serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB).

2. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh provinsi maupun kabupaten/kota

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing- masing.

Sejalan dengan perkembangan yang ada, serta dengan kemajuan sistem

pemerintahan disadari banyak masalah yang ternyata tidak sesuai lagi dengan kondisi

yang ada sehingga menuntut perlunya perubahan-perubahan termasuk perubahan

ketentuan dan peraturan perpajakan terutama perubahan ketentuan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Pertambahan Nilai dulunya dikenal dengan pajak

peredaran yang kemudian lebih dikenal dengan nama pajak penjualan yang diatur

dalam undang-undang pajak penjualan (PPn) tahun 1951.

Pada era reformasi pajak penjualan diganti menjadi pajak pertambahan nilai

(PPN) yang diatur dengan Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1983 dan baru berlaku 1

april 1985. Alasan penggantian ini karena pajak penjualan dirasa sudah tidak lagi

memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran

kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan negara,

(9)

Pada tahun 1994 undang - undang peraturan perpajakan pajak pertambahan nilai

(PPN) diubah menjadi Undang - Undang Nomor 11 Tahun 1994 yang berlaku mulai

1 januari 1995.

Adapun penggantian tersebut dapat disebutkan sabagai berikut:

a) Dalam pelaksanaan undang - undang pajak penjualan 1951 telah terjadi banyak

perubahan fundamental baik yang bersifat sebagai penyempurnaan maupun

tambahan sebagai akibatnya smenimbulkan kesulitan dalam pelaksanaannya.

b) Mekanisme pemungutan pajak penjualan berdasarkan undang - undang penjualan

1951, dalam pelaksanaannya menimbulkan dampak pengenaan pajak berganda.

Keadaan ini mendorong wajib pajak untuk berusaha menghindar dari pengenaan

pajak bahkan kalau perlu menyeludupkan pajak. Sebenarnya undang - undang

pajak penjualan 1951 sudah berusaha untuk menghindari pemungutan pajak

berganda hal ini dengan jelas terlihat dalam ketentuan pasal 31 ayat (1) undang -

undang pajak penjualan 1951.

c) Undang - undang pajak penjualan 1951 mengandung dualisme sistem

pemungutan pajak yaitu untuk pengusaha tertentu diterapkan self assessment

system, sedangkan untuk kelompok pengusaha lainnya digunakan official

assessment system keadaan ini sangat menyulitkan pengawasan pelaksanaannya.

d) Sebagai akibat dari pengenaan pajak berganda maka pajak penjualan menjadi

tidak netral baik terhadap perdagangan dalam negeri maupun perdagangan

(10)

pajak yang dipikul oleh konsumen dan beban pajak yang terkandung dalam harga

komiditi yang akan diekspor.

e) Variasi tarif yang cukup banyak, sampai mencapai sembilan macam tarif

menimbulkan kesulitan dan pelaksanaannya sehingga cukup besar pengaruhnya

terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak.

Pada tahun 1997 bangsa kita mengalami krisis moneter dan keadaan politik

yang tidak stabil dan sampai sekarang masih diliputi oleh keterpurukan ekonomi

maka pemerintah berusaha untuk mengatasi masalah tersebut dengan jalan

meningkatkan penerimaan pendapatan khususnya pajak.

Pada tahun 2000 terjadi reformasi perpajakan yang melahirkan Undang -

Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang bertujuan untuk menciptakan sistem

perpajakan yang sederhana dan mudah dipahami oleh masyarakat (Subjek Pajak).

Sebagaimana diketahui, sistem yang digunakan dalam pembayaran pajak menurut

Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2000 pasal 12 adalah Self Asessment yang berarti

wajib pajak diberi kepercayaan sepenuhnya untuk menghitung, membayar dan

melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang, sehingga dapat dikatakan wajib pajak

berperan besar dalam menentukan keberhasilan sistem perpajakan tersebut.

Sedangkan aparat melakukan tugasnya sebagai pembina, peneliti, pengawas dan

pemberian sangsi.

Namun yang terjadi di lapangan masih banyak wajib pajak yang belum

(11)

pemerintah dalam memenuhi kewajiban di bidang perpajakan. Sementara pihak

pemerintah (fiskus) hanya mengawasi pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut.

Oleh karena itu setiap wajib pajak harus mengetahui Tata Cara Pembayaran dan

Pelaporan Pajak khususnya pajak pertambahan nilai (PPN).

Dari dulu sampai sekarang masalah perpajakan merupakan masalah yang

rumit bagi masyarakat, hal ini terjadi antara lain karena kurangnya pengetahuan

masyarakat (Subjek Pajak) mengenai peratuaran perpajakan khususnya tata cara

pembayaran dan pelaporan pajak pertambahan nilai (PPN). Akan tetapi ada sebagian

masyarakat yang mengetahui tata cara pembayaran dan pelaporan pajak pertambahan

nilai (PPN), namun masyarakat merasa enggan untuk membayar dan melaporkan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berkenaan dengan hal tersebut, Penulis tertarik

untuk membuat karya tulis “TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA”

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1. Tujuan

Adapun tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah :

a) Untuk mengetahui tata cara pembayaran dan pelaporan Pajak Pertambahan

Nilai.

b) Untuk mengetahui yang menyebabkan subjek pajak merasa enggan untuk

(12)

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Bagi Mahasiswa

a) Menambah khasanah pengetahuan di bidang perpajakan khususnya

mengenai tata cara pembayaran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai.

b) Untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa/i.

Bagi Instansi/Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota (KPP Pratama Medan Kota)

a) Sebagai sarana untuk meningkatkan hubungan antara pegawai KPP Pratama Medan Kota dengan mahasiswa Program Studi Diploma III Administrasi

Perpajakan.

b) Membantu pegawai KPP Pratama medan kota dalam mensosialisasikan PPN.

Bagi Masyarakat

a) Agar masyarakat mengerti dan sadar dalam hal tata cara pembayaran dan

pelaporan pajak pertambahan nilai (PPN) sehingga penerimaan pendapatan

pajak meningkat

b) Untuk mendapatkan pengetahuan secara umum tentang tata cara

pembayaran dan pelaporan pajak pertambahan nilai (PPN)

C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dalam hal ini penulis melakukan praktik kerja lapangan mandiri di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota (KPP Pratama Medan Kota). Adapun

(13)

1. Tata cara pembayaran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai.

2. Batas waktu pembayaran dan pelaporan pajak pertambahan nilai serta

tempat pembayaran atau penyetoran pada KPP Pratama Medan Kota.

D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Metode yang dilakukan dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

(PKLM ) adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Tahap ini penulis melakukan persiapan mulai dari pengajuan judul,

penentuan judul proposal, penentuan tempat PKLM, mencari bahan untuk

pembuatan proposal serta konsultasi dengan pihak dosen.

2. Studi Literatur

Di dalam tahap ini penulis mencari berbagai bacaan seperti, Undang -

undang, peraturan daerah dan lain-lain maupun literatur yang berhubungan

dengan objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

3. Observasi Lapangan

Di dalam tahap ini penulis melakukan observasi lapangan selama satu bulan.

Mulai dari mencari key person, mengetahui waktu untuk memberikan surat

pengantar.

4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan 2 cara :

1. Data Primer : data dari pihak-pihak yang memahami dan menguasai

(14)

2. Data Sekunder : data dari referensi ilmiah, buku-buku yang mendukung

laporan PKLM.

5. Analisis Data dan Evaluasi

Setelah data yang diperlukan terkumpul secara lengkap, maka penulis

melakukan analisis dan evaluasi terhadap data atau keterangan mengenai

Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

E. Metode Pengumpulan Data

Adapun cara pengumpulan sumber-sumber data adalah sebagai berikut :

1. Daftar Observasi

Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung tentang objek

PKLM.

2. Daftar Wawancara (interview Guide)

Dalam metode ini penulis mengajukan pertanyaan langsung kepada para

pegawai yan berhubungan dengan masalah yang dibahas.

3. Daftar Dokumentasi

Pengumpulan data dengan melakukan studi dokumentasi yang berhubungan

dengan tata cara pembayaran dan pelaporan pajak pertambahan nilai.

F. Sistematika Penulisan Laporan

(15)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis mengemukakan latar belakang praktik kerja

lapangan mandiri (PKLM), Perumusan masalah, tujuan dan manfaat

PKLM, metode PKLM dan sistematika penulisan PKLM.

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRATIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Dalam bab ini penulis menguraikan sejarah singkat berdirinya kantor

pelayanan pajak pratama medan kota, struktur organisasi, fungsi-fungsi,

mekanisme kerja dan lokasi tempat penelitian dilakukan.

BAB III GAMBARAN DATA

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang tata cara pembayaran dan

pelaporan pajak pertambahan nilai (PPN) yang diperoleh, jenis data yang

digunakan.

BAB IV ANALISIS DATA DAN EVALUASI

Bab ini membahas tentang tata cara pembayaran dan pelaporan pajak

pertambahan nilai (PPN) dengan menyajikan data-data, kemudian

menganalisa data tersebut secara kualitatif.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisikan kesimpulan yang dibuat oleh penulis berdasarkan tulisan dan

saran-saran yang diberikan oleh penulis.

(16)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM

1. Sejarah Umum Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

Sejarah umum dari Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan

belanda, kantor pelayanan pajak bernama Belasting, yang kemudian setelah

kemerdekaan berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah lagi

menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya Direktorat Jendral Pajak

Keuangan Replubik Indonesia. Di Sumatera Utara pada Tahun 1976 berdiri tiga

Kantor Inspeksi Pajak, Yaitu:

a. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan

b. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara

c. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar

Di tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua

yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Untuk

memudahkan pelayanan pembayaran pajak dari masyarakat, dan dengan

pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, maka didirikanlah kantor Inspeksi Pajak

Medan Timur (sekarang Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur dan Kantor Pelayanan

Pajak Medan Kota). Dan untuk semakin memantapkan pelayanannya kepada

masyarakat di dalam pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarkan pada

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 267/KMK.01/1989,

(17)

mencakup reorganisasi kantor inspeksi pajak yang diganti nama menjadi Kantor

Pelayan pajak, yang sekaligus dibentuknya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan

Bangunan.

Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur merupakan pecahan dari tiga kantor pelayanan

pajak, yaitu :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara

Dan terhitung mulai tanggal 1 April 1994, Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi 4

wilayah kerja, yaitu :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara

4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai

Dan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Replubik Indonesia Nomor

443/KMK.01/2001 tentang “Organisasi dan tata kerja kantor wilayah Direktorat

Jendral Pajak” dimana Kantor Pelayanan Pajak di Kota Medan menjadi enam wilayah

kerja, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur, dengan ruang lingkup meliputi wilayah :

1. Kecamatan Medan Timur

2. Kecamatan Medan Area

(18)

4. Kecamatan Medan Perjuangan

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, dengan ruang Lingkup meliputi wilayah :

1. Kecamatan Medan Barat

2. Kecamatan Medan Sunggal

3. Kecamatan Medan Petisah

4. Kecamatan Medan Helvetia

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan kota, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:

1. Kecamatan Medan Kota

2. Kecamatan Medan Denai

3. Kecamatan Medan Johor

4. Kecamatan Medan Amplas

4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia, dengan ruang lingkup meliputi wilayah :

1. Kecamatan Medan Polonia

2. Kecamatan Medan Maimun

3. Kecamatan Medan Baru

4. Kecamatan Medan Tuntungan

5. Kecamatan Medan Selayang

5. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan, dengan ruang lingkup meliputi wilayah :

1. Kecamatan Medan Belawan

2. Kecamatan Medan Marelan

3. Kecamatan Medan Labuhan

(19)

6. Kantor Pelayanan Pajak Binjai

Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota adalah sebagai institusi pemerintah

yang mempunyai tugas pokok dalam menyelenggarakan urusan perpajakan . Karena

pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang berhutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang - undang dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi

sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.

Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota berada di Gedung Keuangan Negara 1

lantai IV dan beralamat di jalan Diponegoro Nomor 30 A Medan . Adapun sejarah

singkat dari Kantor Pelayanan Medan Kota adalah sebagai berikut :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota merupakan pecahan dari Kantor

Pelayanan Pajak Medan Timur yang berdasarkan kepada :

a. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001

b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

58/KMK.01/2002 tanggal 26 Februari 2002

c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

58/KMK.01/2002 tanggal 26 Februari 2002

2. Yang terakhir mengepalai Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota adalah Ibu

Dra. Bunga Herawati Sinaga.

Berdasarkan penjelasan sejarah kantor pelayanan pajak (KPP) Medan

(20)

Pajak (KPP) Pratama Medan Kota pada tanggal 27 Mei 2008 yang saat ini dikepalai

oleh Bapak R. Benny Kisworo sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan

yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

54/PMK.01/2007 dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

132/PMK.01/2006 Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral

Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

67/PMK.01/2008.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006

tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak,

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diseluruh jajaran Direktorat Jendral Pajak terdiri

dari 3(tiga) jenis,yaitu :

1. KPP Wajib Pajak Besar yang terdiri dari KPP Wajib Pajak Besar Dua,

dan KPP Usaha Milik Negara

2. KPP Madya yang terdiri dari KPP Penanaman Modal Asing, KPP

Perusahaan Masuk Bursa, KPP Badan dan Orang Asing, KPP Madya

Madya Medan, KPP Madya Palembang, KPP Madya Pekan Baru, KPP

Madya Batam, KPP Madya Tangerang, KPP Madya Bekasi, KPP Madya

Jakarta Pusat, KPP Madya Jakarta Barat, KPP Madya Jakarta Selatan, KPP

Madya Jakarta Timur, KPP Madya Jakarta Utara, KPP Madya Bandung,

(21)

Madya malang, KPP Madya Balik Papan, KPP Madya Denpasar, KPP

Madya Makasar.

3. KPP Pratama

Beberapa karakteristik untuk setiap jenis KPP, Diantaranya dapat dijelaskan

dalam table berikut ini :

No RAIAN

KPP WP

BESAR KPP MADYA

KPP

PRATAMA

1 Skala Wajib Pajak BUMN & WP

Besar Nasional

WPBesar

Kanwil

(Regional)

WP Menengah

2 Jenis Wajib Pajak Badan

(Corporate)

(Corporate)

dan Ekspatriat

Badan dan OP

3 Jumlah WP 300 – 400 200 – 500 Ribuan

4 Jenis Pajak PPh, PPN dan

PTLL PPh,PPN dan PPTL PPh,PPN,PTLL, PBB dan BPHTB

5 PPN Sentralisasi Sentralisasi Desentralisasi

6 P2PPh Desentralisasi Desentralisasi Desentralisasi

(22)

8 Esktensifikasi Tidak Ada Tidak Ada Jumlah

9 Eselon IV 9 (Sembilan) 9 (Sembilan) 10(Sepuluh)

10 Wilayah Kerja Nasional Regional Lokal

Sumber : KPP Pratama Medan Kota

Pembentukan KPP Wajib Pajak Besar dan KPP Madya telah diselesaikan

pada akhir tahun 2006, sedangkan KPP Pratama yang ada saat ini baru berjumlah 15

KPP Pratama, yaitu KPP Pratama dilingkungan Kanwil Direktur Jenderal Pajak

Jakarta Pusat dan pembentukan KPP Pratama untuk seluruh Indonesia

direncanakan akan diselesaikan akhir tahun 2008.

Sebagaimana lazimnya KPP yang menerapkan sistem administrasi

perpajakan modern, KPP Pratama juga memiliki karakteristik-karakteristik :

Organisasi berdasarkan fungsi, Sistem Informasi yang terintegrasi, Sumber Daya

Manusia yang kompeten, sarana kantor yang memadai, tata kerja yang

transparan, Penggabungan KPP, KPPBB, Prinsip Utama Penggabungan KPP,

KPPBB dan Karikpa adalah tidak menghilangkan tugas dan fungsi yang

sebelumnya ada di masing-masing kantor tersebut tetapi membagi hasil seluruh

tugas yang ada ke masing-masing seksi pada KPP Pratama sesuai dengan

fungsinya . Seksi-seksi yang memiliki tugas dan fungsi yang sama digabung

(23)

Fungsi keberatan (terdapat pada Pasal 25 UU KUP dan Pasal 16 UU PBB),

Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi dan pembatalan ketetapan pajak

(Psl.36 UU KUP) dan penghapusan PBB (Psl. 19 UU PBB) yang sebelumnya ada

di KPP dan KPPBB, seluruhnya dialihkan ke Kanwil.

Fungsi Pemeriksaan yang sebelumnya dilaksanakan oleh KPP, Karikpa

dan Kanwil, dilaksanakan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksaan, sedangkan fungsi

bukti permulaan dan penyidikan yang semula dilaksanakan oleh Karikpa dan

Kanwil.

2. Struktur Organisasi Dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota

a. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota

Struktur organisasi adalah suatu rangkaian yang mewujudkan pola tetap

dari hubungan hubungan diantara bidang kerja, namun orang mewujudkan

kedudukan, wewenang dan tanggung jawab dalam sistem kerja sama.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dikepalai oleh seorang

Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri atas Sub Bagian Umum

dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang kepala seksi.

Struktur Organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan

Kota adalah struktur organisasi lini dan staf, yang dipimpin oleh seseorang Kepala

Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara, dimana seluruh pegawai

adalah Pegawai Negeri Sipil dibawah naungan Departemen Keuangan Negara

(24)

b. Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota membawahi 1 (satu)

bagian dan 6 (enam) seksi, ditambah kelompok jabatan fungsional. Adapun

bidang-bidang yang ada di KPP Pratama Medan Kota antara lain adalah sebagai berikut :

1). Sub Bagian Umum

2). Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

3). Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

4). Seksi Pelayanan

5). Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON I, II, III,IV )

6). Seksi Pemeriksaan

7). Seksi Penagihan

8). Kelompok Jabatan Fungsional

1. Kepala Kantor

Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan

Karikpa maka kepala Kantor KPP Pratama mempunyai Tugas Mengkoordinasi

Pelaksanaan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak

Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan

Pajak Tidak Langsung Lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan

Hak atas Tanah Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan

(25)

2. Sub Bagian Umum

Membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan

tugas dan fungsi pelayanan kesekretarian terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata

usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.

3. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan

penatausahakan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak,

penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan,

pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakn,

urusan tata usaha angka penerimaan pajak, pengalokasian dan penatausahaan bagi

hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan,

pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan

penyiapan laporan kinerja.

5. Seksi Pelayanan

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan

penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas

perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya,

penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerja sama perpajakan

(26)

6. Seksi Pengawasan dan Konsultan (WASKON I, II, III, IV)

Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan

Wajib pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak lainnya), bimbinganatau himbauan

kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajb Pajak,

analis kinerja wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan

evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama

terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian

tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah (territorial tertentu).

7. Seksi Pemeriksaan

Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan

perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan

dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta administrasi pemeriksaan

perpajakan lainnya.

8. Seksi Penagihan

Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan

penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan

pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen

penagihan.

9. Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat

Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP

(27)

berkoordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi dengan Seksi Ekstensifikasi

Perpajakan. Selain itu, teknologi informatika dan sistem informasi dimanfaatkan

(28)

BAB III

GAMBARAN DATA

1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap

pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke

konsumens. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods

and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak

tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau

dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung

pajak yang ia tanggung.

Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak

pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak syang

disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah

pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika

PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika

PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.

Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 %.

Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah

Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1983 berikut revisinya, yaitu Undang - Undang

(29)

2. Karakteristik

Beberapa karakteristik Pajak Pertambahan Nilai :

a) Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak tidak langsung, maksudnya

pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kantor

pelayanan pajak adalah subjek yang berbeda.

Sebagai pajak tidak langsung, pengertian Pajak Pertambahan Nilai dapat

dirumuskan dalam sudut pandang :

- Sudut pandang ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak-pihak lain

yaitu pihak akan mengkomsumsi BKP atau JKP.

- Sudut pandang juridis, tangung jawab pembayaran pajak kepada kas Negara

tidak berada di tangan pihak yang memikul beban pajak. Sudut pandang

secara yuridis ini membawa konsekuensi filosofis bahwa dalam pajak tidak

langsung, apabila pembeli atau penerima jasa telah membayar pajak yang

terutang kepada penjual pada hakikatnya sama dengan membayar tersebut ke

kas Negara.

b) Multitahap (Multi Stage Tax), maksudnya pajak dikenakan di tiap mata rantai

c) Pajak objektif, maksudnya pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak.

d) Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri,

maksudnya PPN yang dikenakan atas konsumsi barang kena pajak (BKP)

(30)

e) Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Menggunakan Faktur

Pajak, maksudnya untuk menghitung PPN yang terutang maka pada setiap

penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP).

3. Fungsi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

a. Penerimaan Negara

Salah satu fungsi pemungutan pajak yang umum adalah untuk membiayai

pengeluaran pemerintah. Fungsi ini disebut juga sebagai Fungsi Budgeter. Fungsi

Budgeter, yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluarannya. Selain fungsi budgeter ada juga fungsi regulerend,

yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah

dalam bidang sosial dan ekonomi. Begitupula PPN, dipergunakan sebagai sumber

pembiayaan Negara. Sejak diterapkan usndang - undang PPN telah cukup berperan

sebagai sumber penerimaan negara.

b. Pemerataan Beban Pajak

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sering dikatakan sebagai tambahan atau

koreksi untuk Pajak Penghasilan (PPh). Karena PPh mengadakan pengecualian

Subjek Pajak, ada subjek pajak yang dibebaskan dari pengenaan pajak. Dengan

adanya PPN, subjek pajak yang terbebaskan pada PPh, secara tidak langsung menjadi

penanggung pajak melalui konsumsi yang dilakukannya. Penanggung pajak adalah

orang pribadi atau badan yang bertanggungjawab atas pembayaran pajak.Dengan

demikian, beban pajak akan terbebani pada setiap orang, tanpa pengecualian. PPN

(31)

c. Mengatur Pola Konsumsi

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sering juga disebut sebagai pajak atas

konsumsi. Yang menjadi pemikul beban adalah Konsumen. Oleh karena itu PPN

dapat juga dijadikan alat untuk membentuk pola konsumsi, dengan mengenakan

pajak atas barang-barang tertentu, dan tidak mengenakan pajak atas barang lainnnya

sesuai dengan yang diinginkan. Dengan demikian pola konsumsi masyarakat

diharapkan dapat diarahkan.

d. Mendorong Ekspor

Untuk mendorong dan meningkatkan daya saing barang ekspor di pasaran

luar negeri, tarif atas penyerahan ekspor ditetapkan sebesar 0 %.

e. Mendorong Investasi

Dalam sistem PPN, pajak yang dibayarkan atas perolehan atau impor barang

modal, dibebaskan/dapat diminta kembali. Pembebasan/pengembalian PPN barang

modal diharapkan akan mendorong Investasi.

f. Membantu Pengusaha Kecil

Dengan mengecualikan pengusaha kecil dari kewajiban memungut PPN,

(32)

4. Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Objek PPN diatur dalam pasal 4, pasal 16C dan pasal 16D Undang - Undang

Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 18

Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM.

PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas :

a) Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang

dilakukan oleh Pengusaha. Penyerahan BKP harus memenuhi syarat

sebagai berikut :

- barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak.

- barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak

tidak berwujud.

- penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan

- penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan.

Barang Kena Pajak

Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenakan pajak berdasarkan Undang

- Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang

Nomor 18 Tahun 2000.

Daerah Pabean

Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah

(33)

Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalam berlaku Undang – Undang Nomor 10

Tahun 1995 tentang kepabeanan.

b) Impor Barang Kena Pajak.

Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean

ke dalam Daerah Pabean.

c) Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

Pengusaha. Penyerahan JKP harus memenuhi syarat sebagai berikut :

- jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak.

- penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan

- penyerahan dilakukan kegiatan usaha atau pekerjaan.

d) Pemanfaatan Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean.

e) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean.

f) Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dan dalam daerah

pabean ke luar Daerah Pabean.

Barang Tidak Kena Pajak

1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi:

- Minyak mentah

(34)

- Panas bumi

- Pasir dan kerikil

- Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara.

- Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak,

dan bijih bauksit.

2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat,

meliputi:

a. Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras

ketan hitam, atau beras ketan putih dalam bentuk:

- Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih.

- Gilingan.

- Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan

maupun tidak.

- Beras pecah.

b. Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung

kuning kemerahan, atau berondong jagung, dalam bentuk:

- Jagung yang telah dikupas maupun belum.

- Jagung tongkol dan biji jagung atau jagung pipilan.

- Munir (groats) atau beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk

(35)

c. Sagu, dalam bentuk:

- Empulur sagu.

- Tepung, tepung kasar, dan bubuk sagu.

d. Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai kuning,

atau kedelai hitam, pecah maupun utuh.

e. Garam, baik yang beriodium maupun tidak beriodium, termasuk:

- Garam meja.

- Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 kilogram atau lebih,

dengan kadar NaCl 94,7%.

3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,

warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang

dikonsumsi di tempat maupun tidak; tidak termasuk makanan dan minuman

yang diserahkan oleh usaha katering atau usaha jasa boga.

4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

Jasa Tidak Kena Pajak

1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan, meliputi:

a. Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi.

b. Jasa dokter hewan.

c. Jasa ahli kesehatan, seperti akupunktur, fisioterapis, ahli gizi, dan ahli

gigi.

d. Jasa kebidanan dan dukun bayi.

(36)

f. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium

kesehatan, dan sanatorium.

2. Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:

a. Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo.

b. Jasa pemadam kebakaran, kecuali yang bersifat komersial.

c. Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan.

d. Jasa lembaga rehabilitasi, kecuali yang bersifat komersial.

e. Jasa pemakaman, termasuk krematorium.

f. Jasa di bidang olahraga, kecuali yang bersifat komersial.

g. Jasa pelayanan sosial lainnya, kecuali yang bersifat komersial.

3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT

Pos Indonesia (Persero).

4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi,

meliputi:

a. Jasa perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan

barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain

berdasarkan surat kontrak (perjanjian), serta anjak piutang.

b. Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi.

c. Jasa sewa guna usaha dengan hak opsi.

5. Jasa di bidang keagamaan, meliputi:

a. Jasa pelayanan rumah ibadah.

(37)

c. Jasa lainnya di bidang keagamaan.

6. Jasa di bidang pendidikan, meliputi:

a. Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan

pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa,

pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik,

dan pendidikan profesi.

b. Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus.

7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan

termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti

pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.

8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan seperti jasa penyiaran

radio atau televisi, baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun

swasta, yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang

bertujuan komersial.

9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan air, meliputi jasa angkutan

umum di darat, laut, danau maupun sungai yang dilakukan oleh pemerintah

maupun oleh swasta.

10. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:

a. Jasa tenaga kerja.

b. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga

kerja tidak bertanggungjawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut.

(38)

.11. Jasa di bidang perhotelan, meliputi:

a. Jasa persewaan kamar termasuk tambahan di hotel, rumah penginapan,

motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan

perhotelan untuk tamu yang menginap.

b. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel,

rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.

12. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan

pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh

instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB),

Izin Usaha Perdagangan (IUP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan

pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

5. Subjek Pajak

Dari ketentuan yang mengatur tentang objek pajak pertambahan nilai (PPN)

dalam Pasal 4, 16C, dan 16D undang - undang PPN 1984 dapat diketahui bahwa

subjek PPN dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang dalam kegiatan usaha

atau pekerjaanya melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan dan

atau ekspor BKP yang dikenakan pajak berdasarkan Undang - undang

PPN yang wajb melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP,

(39)

Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil memilih untuk

dikukuhkan sebagai PKP.

b. Pengusaha Kecil

Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku

melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran

bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600,000,000,00.

Pelaporan Usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha yang melakukan :

- Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak

(JKP) di dalam Daerah Pabean

- Melakukan ekspor BKP

- Pengusaha Kecil yang memilih dikukuhkan sebagai PKP, wajib melaporkan

usahanya pada KPP Pratama Medan Kota untuk dikukuhkan sebagai PKP,

dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai.

Yang wajib disetor oleh PKP dan pemungut PPN :

1. Oleh PKP adalah :

a. PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan

Pajak Keluaran.Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak

Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran.

b. PPn yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang

(40)

c. PPN yang ditetapkan oleh DJP dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang

Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

(SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).

2. Oleh Pemungut PPN adalah PPN yang dipungut oleh Pemungut PPN.

6. Pembayaran/Penyetoran

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut oleh orang pribadi atau badan

yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP)

harus disetor kepada kas negara sesuai dengan tanggal yang telah ditetapkan.

Penyetoran dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak (SSP) atas

nama wajib pajak yang menyerahkan BKP dan atau JKP.

Tempat Pembayaran/Penyetoran Pajak

Dalam rangka mengamankan pajak dan mempermudah wajib pajak dalam

melaksanakan kewajiban perpajakan maka dapat membayar pajak dimana saja yang

telah ditetapkan seperti :

a) Kantor Pos dan Giro

b) Bank pemerintah, kecuali BTN

c) Bank Pembangunan Daerah

d) Bank Devisa

e) Bank-bank lain penerima setoran pajak

f) Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, khusus untuk impor tanpa laba

(41)

Yang Wajib Membayar/Menyetor dan Melapor PPN :

1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

2. Pemungut PPN, adalah :

- Kantor Perbendaharaan dan kas negara dan

- Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah

- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

1.

Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia

dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan

menandatangani serta menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat

Wajib Pajak dikukuhkan.

2. Bagi Wajib Pajak yang menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah

dalam penyelenggaraan Pembukuan, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan

dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain rupiah yang diizinkan.

3. Mengambil sendiri SPT Masa PPN beserta petunjuk pengisiannya di Kantor

Pelayanan Pajak.

4. Pengisian SPT Masa PPN harus dilakukan dengan lengkap, benar dan

ditandatangani oleh :

(42)

Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan pemungut, PPN dipungut dan disetor

tersebut harus dilaporkan dalam surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai

(SPT Masa PPN) untuk masa pajak terjadinya penyetoran.

SPT Masa PPN merupakan laporan bulan yang harus disampaikan oleh

PKP/pemungut PPN meskipun nihil. Bentuk dan isi SPT Masa PPN serta keterangan

dan dokumen harus dilampirkan sesuai yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak.

Apabila SPT Masa PPN tidak atau, tidak sepenuhnya dilampirkan dengan keterangan

dan dokumen yang ditetapkan maka SPT Masa PPN dianggap tidak sah.

Pelaporan SPT Masa PPN

Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib

menghitung dan melaporkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang.

Fungsi dan Tujuan Pelaporan SPT Masa PPN :

b. Wajib Pajak yang namanya tercantum dalam kartu NPWP dan SK PKP

bagi Wajib Pajak orang Pribadi.

5. SPT Masa PPN harus disampaikan dengan lengkap, disertai lampiran yang telah

ditetapkan, SPT yang tidak lengkap dianggap tidak pernah disampaikan.

6. Bagi PKP Badan-badan tertentu yang ditunjuk sebagai Badan Pemungut, selain

menyampaikan SPT Masa PPN sebagaimana di atas, juga wajib menyampaikan

SPT Masa Pemungut PPN.

(43)

Sebagai sarana bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk melaporkan dan

mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

yang sebenarnya terutang.

Kewajiban Pengusaha Kena Pajak dalam pengisian SPT Masa PPN :

a. Tempat pengambilan SPT Masa PPN :

1. Kantor Pelayanan Pajak.

2. Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan.

3. Tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

b. Tempat penyampaian SPT Masa PPN

1. Kantor Pelayanan Pajak ditempat Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, atau

2. Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan setempat.

c. Cara penyampaian SPT Masa PPN

1. Disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak ditempat Pengusaha dikukuhkan

sebagai PKP/Kantor Penyuluhan Pajak setempat, PKP akan menerima catatan tanda

terima pada lembar kedua SPT Masa PPN.

2. Disampaikan melalui Kantor Pos secara tercatat dan tanggal Cap Pos dari Kantor Pos

penerima SPT berfungsi sebagai ta nggal penerimaan SPT Masa PPN.

Saat Pelaporan PPN

1. PPN yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan

disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat 20 hari setelah

(44)

2. PPN yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera

dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.

3. PPN yang pemungutnya dilakukan oleh:

a. Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan paling lambat 14 (empat belas) hari

setelah Masa Pajak berakhir.

b. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan

paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

c. Direktorat Jendral Bea dan Cukai atas impor, harus dilaporkan secara mingguan

selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.

4. Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dihitung sendiri oleh PKP,

harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lambat

20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

7. Batas Waktu Pembayaran dan Pelapran Pajak Pertambahan Nilai

Undang - undang (UU) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang baru akan segera

diberlakukan per tanggal 01 April 2010. Seperti diketahui bahwa undang - undang

perpajakan terbagi dua dalam pengaturan. Undang - undang yang mengatur ketentuan

formal dimasukkan semuanya dalam Undang - Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (KUP). Sedangkan menyangkut masalah material diatur dalam undang-undang

yang terperinci sesuai dengan jenis pajaknya.

Contoh pengaturan masalah formal ketentuan perpajakan adalah dalam hal ketentuan

yang mengatur tentang kewajiban melaporkan penghitungan pajak dengan menggunakan

(45)

Undang - undang PPN yang lama Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1983 pada Pasal

15 mengatur masalah formal. Kemudian dalam Undang - Undang PPN Nomor 11 tahun

1994 Pasal 15 ini dihapus dan dipindahkan ke dalam undang - undang KUP yang baru pada

saat itu. Begitu pula dengan Pasal 16 mengatur tentang jangka waktu pengembalian

kelebihan pembayaran pajak.

Undang - Undang PPN yang paling baru yakni Undang - Undang Nomor 42 Tahun 2009

Menyebutkan :

1. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya

setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Pertambahan Nilai disampaikan.

2. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir

bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Dalam Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 s.t.d.t.d Undang - Undang Nomor 16

Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan :

Pasal 3

“Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan paling lama 20 (dua puluh) hari

setelah akhir Masa Pajak.”

Pasal 9

Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak

yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling

(46)

8. Sarana Pembayaran/Penyetoran PPN

a) Untuk membayar/menyetor PPN digunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP)

yang tersedia di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Penyuluhan dan

Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) di seluruh Indonesia. Surat Setoran Pajak

(SSP) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran

atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau

bank Badan Usaha Milik Negara atau bank Badan Milik Daerah atau tempat

pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

b) Surat Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN yang

disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam Daftar Nominatif Wajib

Pajak (DNWP) yang dibuat oleh: Bank penerima pembayaran, Kantor Pos dan Giro,

atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.

c) Fungsi SSP

- Sebagai sarana untuk membayar pajak.

-Sebagai bukti dan laporan pembayaran pajak.

9. Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan Pajak pertambahan Nilai (PPN)

Setiap orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaan

menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha

perdagangan, memanfaatkan barang yang tidak berwujud dari luar daerah pabean,

melakukan usaha jasa, atau memanfaaatkan jasa dari luar daerah pabean wajib

(47)

badan itu bertempat tinggal atau berkedudukan dengan cara mengisi formuilr

pendaftaran. Formulir pendaftaran harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta

dilengkapi dengan syarat-syarat yang telah ditentukan untuk dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dengan dikukuhkannya pengusaha sebagai PKP, maka

atas penyerahan BKP atau JKP, wajib diterbitkan Faktur Pajak (FP).

PPN yang disetor tergantung dari penghasilan PKP dan atau pemungut PPN

kemudian harus disetorkan ke kas negara sesuai tanggal yang telah ditetapkan dan

wajib pajak dapat menyetorkan ke kantor pos dan giro, bank pemerintah kecuali BTN,

bank pembangunan daerah, bank devisa, bank-bank lain penerimaan setoran pajak,

Kantor Direkorat Jenderal Bea dan Cukai khususnya untuk impor tanpa laba kena

pajak (LKP).

Kemudian melaporkan SPT Masa PPN untuk masa pajak, terjadi penyetoran SPT

Masa tersebut diberlakukan sebagai pemungutan PPN atas pemanfaatan barang kena

pajakatau jasa kena pajakbaik yang berwujud maupun tidak berwujud.

10. Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan Bendaharawanan

1. Tata Cara Pembayaran

a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut bendaharawan selaku

pemungut pajak wajib disetorkan ke bank persepsi atau kantor pos dan giro

paling lambat 7 (tujuh) hari setelah bulan terjadinya pembayaran tagihan. Bila

pada hari ke 7 bertepatan dengan hari libur maka penyetoran harus dilakukan

(48)

b. Pembayaran PPN dilakukan dengan Surat Setoran Pajak (SSP) dibuat dengan

rangkap 5 atas rekanan pemerintah dan ditandatangani oleh Bendaharawan.

-Lembar 1: Untuk arsip Wajib Pajak.

-Lembar 2: Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor Pelayanan

Perbendaharaan Negara (KPKN).

-Lembar 3: Untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP.

-Lembar 4: Untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran.

-Lembar 5: Untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan peraturan

Perundang - undangan yang berlaku.

c. Pada setiap lembar faktur pajak wajib dibubuhi cap disetor tanggal dan

ditandatangani oleh bendaharawan.

d. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran.

2. Tata Cara Pelaporan

a. Pemungutan PPN yang dilakukan oleh bendaharawan pemerintah harus

dilaporkan di kantor pelayanan pajak (KPP) tempat bendahasrawan terdaftar

paling lambat 14 (empat belas) hari setelah bulan dilakukan pembayaran atas

tagihan.

b. Pelaporan dilakukan dengan menggunakan formulir SPT bagi pemungut PPN

khusus untuk :

-Lembar ke-1: dilampiri faktur pajak lembar ke 3 untuk Kepala Kantor

(49)

-Lembar ke-2: untuk KPKN

-Lembar ke-3: untuk arsip Bendaharawan.

c. Bila bank pemerintah atau bank pembangunan daerah bertindak sebagai kasir

dari bendaharawan pemerintah maka faktur pajak dan SSP ditentukan ke bank

yang bersangkutan melalui Bendaharawan. Yang diwajibkan untuk memungut

dan melapor adalah bank yang bersangkutan.

d. Faktur Pajak yang pajak pertambahan nilainya tidak dipungut misalnya

disebabkan harga jualnya tidak lebih dari Rp 1,000,000 atau PPN ditanggung

pemerintah dilaporkan dengan mengisi catatan pada bagian yang kosong

formulir laporan pemungutan PPN.

(50)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN EVALUASI

1. Tata Cara Pembayaran PPN

Berdasarkan pasal 3 A ayat (1) Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang

pajak pertambahan nilai , Pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan

atau penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean dan atau melakukan ekspor barang

kena pajak diwajibkan :

a. melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1

angka 13 yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor

barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak

berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar

daerah pabean wajib mendaftarkan diri pada kantor pelayanan pajak (KPP) dimana wajib

pajak bertempat tinggal atau tempat kedudukan atau kegiatan usaha dengan cara mengisi

formulir pendaftaran. Formulir pendaftaran harus diisi dengan benar dan lengkap serta

dilengkapi dengan syarat-syarat sebagai berikut :

1. wajib pajak perseorangan non-usahawan, persyaratannya adalah :

a) mengisi formulir KP.PDIP 4.1 dan KP.PDIP 4.2

b) fotokopi kartu tanda penduduk (KTP), surat izin mengemudi (SIM), kartu

(51)

c) fotokopi surat izin usaha atau keterangan tempat usaha.

2. wajib pajak badan, persyaratannya adalah :

a) mengisi formulir KP.PDIP 4.2

b) melampirkan fotokopi akta pendirian badan usaha

c) melampirkan fotokopi salah seorang pengurus beserta kartu keluarga

d) melampirkan fotokopi kartu nomor pokok wajib pajak (NPWP)

e) melampirkan fotokopi surat izin usaha atau surat izin tempat usaha

f) surat kuasa berlaku bagi wajib pajak yang diwakili kuasa usahanya karena

sesuatu hal.

3. wajib pajak sebagai pemungut PPN atau bendaharawan, persyaratannya

adalah :

a) mengisi formulir KP.PDIP 4.3

b) melampirkan fotokopi surat penunjukkan sebagai bendaharawan

c) melampirkan fotokopi tanda bukti dari bendaharawan

d) surat kuasa bagi wajib pajak yang diwakili usahanya

b. memungut pajak yang terutang

Sebelum barang kena pajak atau jasa kena pajak dikonsumsi pada tingkat

konsumen barang kena pajak dan atau jasa kena pajak telah dipungut pada setiap jalur,

baik jalur produksi maupun jalur distribusi. Pemungutan pada setiap jalur tidak

menimbulkan efek ganda (cassacade effect) karena adanya metode perolehan kembalian

(52)

besarnya tetap sama tidak dipengaruhi oleh panjang atau pendek jalur produksi maupun

jalur distribusi. Pengenaan PPN atas nilai tambah barang kena pajak dan atau jasa kena

pajak yang diserahkan oleh PKP, nilai tambah adalah selisih harga jual dan harga pokok

barang tersebut. Selanjutnya berapa besar pajak terutang atas nilai tambah, hal tersebut

dikenal tiga metode :

1. Addtion Method

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dihitung dari penjumlahan seluruh unsur nilai tambah

dengan dikalikan tarif PPN yang berlaku. Pada meotode ini pengusaha kena pajak

harus memiliki pembukuan yang lengkap dan rincian atas biaya yang dibebaskan dari

PPN dan laba yang diharapkan dari masing-masing barang produksi atau barang

dagang.

2. Subtraction Method

Berdasarkan metode ini PPN dihitung dari selisih antara harga penjualan dengan harga

pembelian dilakukan dengan tarif yang berlaku.

3. Credit Method

Metode ini hampir sama dengan Subtraction Method hanya bedanya dalam credit

method yangdicari bukan sekedar selisih antara pajak yang dibayar pada saat pembelian

dengan pajak yang dipungut pada saat pembayaran. Oleh karena itu berdasarkan

metode ini, PPN yang terutang merupakan hasil pengurangan antara PPN yang

dipungut oleh pengusaha saat melakukan penjualan dengan PPN yang dibayar pada saat

(53)

c. menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut oleh orang pribadi atau badan yang

memanfaatkan barang kena pajak (BKP) dan atau jasa kena pajak (JKP) baik dari dalam

maupun dari luar daerah pabean harus disetor ke kas negara.

Untuk pembayaran PPN wajib pajak tersebut megambil sendiri surat storan pajak

(SSP) dan dapat diwakili dengan memakai surat kuasa pada kantor pelayanan pajak dimana

wajib pajak tersebut terdaftar untuk setiap bulannya.

Surat Setoran Pajak (SSP) terdiri dari lima lembar :

1. lembar 1 untuk wajib pajak pengusaha kena pajak sebagai bukti pembayaran.

lembar 2 untuk kantor pelayanan pajak melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan

Negara (KPKN).

3. lembar 3 untuk kantor pelayanan pajak.

4. lembar 4 untuk penerimaan pembayaran (Bank Persepsi/Kantor Pos).

5. lembar 5 untuk wajib pajak pemungut PPN.

Selanjutnya wajib pajak tersebut mengisi SSP dengan benar, jelas dan

ditandatangani kemudian dibayarkan ke kantor pos dan giro, bank pemerintah kecuali

BTN, bank pembangunan daerah, bank devisa, bank-bank lain penerimaan setoran pajak.

Oleh karena itu pembayaran SSP lembar ke-2 dan SSP lembar ke-4 diambil di kantor

pelayanan pajak sedangkan SSP lembar ke-1 dan lembar ke-3 dikembalikan kepada wajib

pajak. Pembayaran PPN harus dilakukan sesuai dengan jenis pajak yang telah ditetapkan.

(54)

Dalam sistem self assessment, PKP diberi kepercayaan untuk menghitung,

memperhitungkan, melaporkan, dan menyetor jumlah pajak yang terhutang. Oleh karena

itu PKP harus melaporkan PPN yang terutang dalam bentuk SPT Masa PPN ke kantor

pelayanan pajak dimana PKP terdaftar untuk melaksanakan sendiri kewajiban

perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Tata Cara Pelaporan PPN

Bagi pengusaha kena pajak (PKP), PPN yang telah dipungut dan disetor tersebut

harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN) untuk masa

terjadinya penyetoran. Dalam hal pembayaran PPN tersebut berkaitan dengan kegiatan

usaha yang terutang PPN. SPT Masa PPN tersebut diberlakukan sebagai laporan

pemungutan PPN atas pemanfaatan barang kena pajak (BKP) dan atau jasa kena pajak

(JKP) baik dari dalam maupun dari luar daerah pabean. PPN merupakan pajak masukan

yang dapat dikreditkan.

SPT harus disampaikan dengan lengkap artinya disertai dengan lampiran yang

telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. SPT yang disampaikan tidak lengkap

dianggap SPT tersebut tidak pernah disampaikan. Lampiran yang wajib diserahkan pada

SPT Masa PPN ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

PER-147/PJ/2006 tanggal 29 September 2006. beserta lampirannya :

Bentuk SPT Masa PPN :

1. Formukir kertasn(hard copy) atau

(55)

- dalam bentuk media elektronik, atau

- melalui e-filling

Lampiran SPT Masa PPN:

1. Formulir 1107 Induk SPT Masa PPN

2. Formulir 1107 A Daftar Pajak Keluaran

3. Formulir 1107 B Daftar Pajak Masukan

Penerimaan PPN KPP Pratama Medan Kota :

1. Tahun 2007, penerimaan PPN bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2007

sebesar Rp 186,161,677,677

2. Tahun 2008, penerimaan PPN bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2008

sebesar Rp 157,432,208,382

3. Tahun 2009, penerimaan PPN bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2009

sebesar Rp 148,433,074,008.

Kendala-kendala dalam pembayaran dan pelaporan PPN :

Dari analisa diatas dan didukung dengan data yang diperoleh dari kantor pelayanan

pajak (KPP) Pratama Medan Kota, masih terdapat faktor-faktor hambatan wajib pajak

dalam melaksanakan pembayaran dan pelaporan PPN :

a. Sebagian masyarakat tidak merasakan langsung manfaat dari pembayaran pajak

sehingga masih banyak penerimaan SPT yang msih kurang dibayar dari jumlah pajak

terhutang.

(56)

Wajib Pajak (WP).

Adapun usaha yang dilakukan KPP Pratama Medan Kota dalam menghadapi

kendala-kendala tersebut adalah :

a) Pemberian peyukuhan perpajakan kepada masyarakat agar mereka tahu tata cara

pembayaran dan pelaporan PPN, sehingga dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan

kesalahan ataupun kekeliruan dapat diminimalkan.

b) Adanya informasi atau pemberitahuan dari KPP Pratama Medan Kota baik melalui

spanduk brosur, internet tentang batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT,

sehingga masyarakat atau wajib pajak tidak lupa akan kewajibannya untuk

melaporkan PPN yang terutang.

c) Diberikan kemudahan dalam penyanmpaian SPT melalui internet.

d) Diberikan buku petunjuk pembayaran dan pelaporan PPN kepada wajib pajak (WP)

sehinnga WP tersebut bisa memahami pengisian dan penyampaian SPT.

(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang ditulis pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat

mengambil kesimpulan sebagai berikut :

a) Tata cara pembayaran dan pelaporan pajak pertambahan nilai (PPN) meliputi

kegiatan ; mendaftarkan diri untuk mendapatkan nomor pokok wajib pajak

(NPWP) setelah memperoleh NPWP maka wajib pajak tersebut melaporkan

usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dengan memperoleh nomor pokok

pengusaha kena pajak (NPPKP), memungut, membayar atau menyetorkan dan

melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota yang telah sesuai

dengan administrasi dan tata usaha perpajakan.

b) Dari tata cara tersebut masih ada wajib pajak yang kurang mengerti tentang SPT

Masa PPN.

c) Data mempunyai peranan yang sangat penting yaitu sebagai dasar dalam :

- Tata cara pembayaran

- Tata cara pelaporan

- Bentuk SPT Masa PPN dan surat setoran pajak (SSP)

- Faktor-faktor penghambat bagi wajib pajak melaksanakan pembayaran dan

(58)

2. SARAN

a) Diharapkan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota meningkatkan

pelayanan terhadap Wajib Pajak.

b) Diharapkan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dapat memberikan

informasi yang jelas tentang tata cara pembayaran dan pelaporan PPN dan

perubahan peraturan perundang-undang yang berlaku.

c) Perlunya penyempurnaan sisetem informasi perpajakan yang ada agar data dan

informasi dapat tersaji dengan kengkap dan akurat.

d) Direktorat Jenderal Perpajakan harus lebih tegas untuk menerapkan sanksi

administrasi dan sanksi pidana bagi wajib pajak yang tidak melaksanakan

kewajiban perpajakan, khususnya tidak membayar dan melaporkan PPN.

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, 2006, Perpajakan (Edisi Revisi), Andi Offset, Yogyakarta.

Resmi, Siti, 2007, Perpajakan Teori dan Kasus, Salemba Empat.

Rusli, Muhammad, 2004, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang

Mewah, PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.

Sukardji, Untung, 2003, Pokok-pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia dan Pajak

Pertambahan Nilai, PT.Raja Grafindo, Jakarta.

UNDANG-UNDANG

Undang-Undang No.18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah.

Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN (MENKEU)

Referensi

Dokumen terkait

KONSEP EKSISTENSI MANUSIA, PLURALISME HARMONI, GOTONG ROYONG, KERAKYATAN,

Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan GNP-PWB/PBA dilakukan oleh lembaga yang lebih tinggi terhadap lembaga yang lebih rendah (TKN - TKP - TKK - TKC - TKD) sampai pada

Nilai rata-rata efisiensi teknis tersebut masih dibawah 1, artinya bahwa usahatani yang padi organik oleh petani sampel masih belum efesien, masih terdapat peluang

RENDRA SEPTYO SANTOSO Bahasa

Sedangkan pengertian dari keseimbangan lini adalah penyeimbangan penugasan elemenâelemen tugas dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya work station

diberi kesempatan untuk mengirimkan kelengkapan berkas verifikasi sampai dengarr hari Kamis, 17 Oktober 2013 Jarn 10.00 WIB, dengan membawa Surat Pengantar dari

Untuk dapat menentukan model peramalan atau hasil ramalan yang dapat memberikan keakurasian data untuk metode 12 bulan mendatang model-model peramalan trend Line Analysis

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan sebagai calon reviewer penelitian Universitas Andalas Tahun 2017. Diketahui oleh