• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Persepsi Terhadap Iklim Kelas dengan Kreativitas pada Siswa SMA Kalam Kudus Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Persepsi Terhadap Iklim Kelas dengan Kreativitas pada Siswa SMA Kalam Kudus Medan"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP IKLIM KELAS

DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA

SMA KALAM KUDUS MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Sarjana Psikologi

Oleh:

Corry Sagala

061301044

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

SKRIPSI

HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP IKLIM KELAS DENGAN

KREATIVTAS PADA SISWA SMA KALAM KUDUS MEDAN

Dipersiapkan dan disusun oleh

CORRY SAGALA

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 20 Maret 2010

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) NIP. 195005041977061001

Tim Penguji

1. Dian Ulfasari, M. Psi., psikolog Penguji I/Pembimbing

NIP. 198108242008122002 ____________

2. Filia Dina Anggaraeni, S. Sos Penguji II

NIP. 196910142000042001 ____________

3. Fasti Rola, M. Psi., psikolog Penguji III

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa

skripsi saya yang berjudul :

Hubungan Persepsi Terhadap Iklim Kelas dengan Kreativitas pada Siswa

SMA Kalam Kudus Medan

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil

karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya

bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Maret 2010

CORRY SAGALA

(4)

Hubungan Persepsi Terhadap Iklim Kelas Dengan Kreativitas pada Siswa SMA

Kalam Kudus Medan

Corry Sagala dan Dian Ulfasari

ABSTRAK

Pada abad ke-21 ini, kreativitas memegang peranan yang penting agar seseorang dapat bertahan hidup dan berkembang dengan baik. Dengan kreativitas individu akan mampu mengidentifikasi masalah secara tepat dan menyelesaikannya dengan kemungkinan-kemungkinan dan kesempatan-kesempatan yang ada yang mungkin tidak diperhatikan oleh orang lain. Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk menghasilkan suatu produk yang baru ataupun kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya, yang berguna, serta dapat dimengerti. Kreativitas itu sendiri dicerminkan melalui kelancaran, keluwesan, orisinalitas dalam berpikir serta mengelaborasi gagasan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kreativitas adalah lingkungan rumah, keluarga, dan masyarakat. Pada lingkungan sekolah, iklim kelas memiliki peranan penting dalam meningkatkan kreativitas. Persepsi siswa akan lingkungan kelas merupakan penilaian paling tepat untuk mengetahui iklim kelas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap iklim kelas dengan kreativitas pada siswa SMA Kalam Kudus Medan. Data penelitian diperoleh dari skala Persepsi Terhadap Iklim Kelas yang berjenis Likert dan Tes Kreativitas Figural. Persepsi terhadap iklim kelas memiliki reliabilitas alpha sebesar 0.909. Metode yang digunakan adalah metode korelasional kuantitatif dengan teknik pengambilan sampling berupa simple

random sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMA Kalam Kudus

Medan yang berjumlah 138 orang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara persepsi terhadap iklim kelas dengan kreativitas pada siswa SMA Kalam Kudus Medan. Dari hasil kategorisasi diketahui rata-rata siswa SMA Kalam Kudus Medan memiliki persepsi positif terhadap iklim kelas (31.89%), 29.71% memiliki persepsi negatif dan 38.4% tidak tergolongkan. Sedangkan pada hasil kategorisasi kreativitas diketahui bahwa rata-rata siswa SMA Kalam Kudus Medan memiliki kreativitas sedang (62.32%), 19.56% memiliki kreativitas rendah dan 18.12% memiliki kreativitas tinggi.

(5)

The Relationship Between Student’s Perception of Classroom Climate and

Creativity in students at Kalam Kudus Senior High School Medan

Corry Sagala and Dian Ulfasari

ABSTRACT

In the twenty first century, creativity has an important role for human to surviving and thriving. Creativity enables a person to identify appropriate problems and to solve them, to identifies possibilities and opportunities that may not have been noticed by others. Creativity is the capabilities to produce a new or combination from preexist that is useful and understable. Creativity can be seen by the fluency, flexibility, elaboration and originality of thinking. One of the factor that influence creativity are family, school, and society. In school, classroom climate has a significant role to promote creativity. How the students perceive his classroom can be an accurate assesment to determine classroom climate.

The purpose of this study is to determine the relationship between student’s perception of classroom climate and creativity in students at Kalam Kudus Senior High School Medan. Data of research collected through Scale of Perception of Classroom Climate and Creativity Figural Test. Relibility of alpha in scale of perception of classroom climate is 0.909. The study was using a correlational quantitative method and sampling technique was simple random sampling. The subjects were students at Kalam Kudus senior high school Medan. The number of subjects was 138.

The result of this study shows that was not a relationship between student’s perception of classroom climate and creativity in students at Kalam Kudus Senior High School Medan. The categorization shows that mostly students at Kalam Kudus Senior High School Medan has positive perception about classrooom climate (31.89%), 29.71% has negative perception, and 38.4% not categorized. However, from categorization of creativity shows that mostly students at Kalam Kudus Senior High School has middle creativity (62.32%), 19.56% has low creativity, and 18.56% has high creativity.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah

memberikan kasih dan penyertaanNya yang besar kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi ini. Adapun proposal skripsi ini

berjudul “Hubungan Persepsi Terhadap Iklim Kelas Dengan Kreativitas Pada

Siswa SMA Kalam Kudus Medan”.

Dalam menyelesaikan proposal skripsi ini, penulis mendapat banyak

bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi

USU, beserta Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Dian Ulfasari, M.Psi., selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi ini. Terima

kasih Kak untuk setiap bantuan yang kakak berikan baik itu waktu,

pikiran, saran, yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan

proposal skripsi ini.

3. Ibu Filia Dina Anggaraeni, M. Pd., dan Ibu Fasti Rola, M. Psi., psikolog,

selaku penguji seminar yang telah banyak memberikan saran bermanfaat

dan insight bagi penulis.

4. Ibu Desvi Yanti M, M.Si., selaku penguji praseminar, yang telah

(7)

5. Orangtua penulis, Drs. G. M. Sagala dan R. Simanihuruk serta kakak,

abang, adik dan ponakan-ponakanku tersayang atas dukungan, pengertian,

dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis sehingga proposal skripsi

ini dapat diselesaikan dengan baik.

6. Teman-teman di seminar pendidikan, Bang Toni, Bang Hario, Bang

Fahmi, Kak Ika, Pipin, Hearty, Omet, Aini, Natalia, Suri, Fitri, Nella, Vira,

teman-teman seperjuangan di pendidikan yang banyak memberikan

motivasi dan saran dalam pengerjaan proposal skripsi ini.

7. Teman-teman sepermainan dan securhatan bersama, K’Pipin, K’Ririe,

Dita, K’Hearty, K’Priska, Omet, Rina, Sondang, dan Febri. Terima kasih

buat segala dukungan, canda tawa, bantuan, doa, dan kebersamaannya.

Karena kebersamaan dengan teman-teman, penulis dapat selalu merasakan

suka dan keceriaan.

Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini masih jauh dari sempurna,

karena itu penulis terbuka untuk menerima masukan saran dan kritik demi

sempurnanya proposal skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap proposal skripsi ini

dapat dilaksanakan sebaik-baiknya dalam skripsi nantinya dan dapat memberikan

manfaat.

Medan, Februari 2009,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 10

C. Manfaat Penelitian ... 10

1. Manfaat teoritis ... 10

2. Manfaat praktis... 10

D. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI... 12

A.Kreativitas... 12

1. Definisi kreativitas... 11

2. Ciri-ciri kreativitas... 14

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas...15

4. Tahap-tahap perkembangan kreativitas... 19

5. Tes Kreativitas Figural (TKF)... 20

B.Persepsi Terhadap Iklim Kelas... 21

1. Persepsi... 21

a. Definisi persepsi... 21

(9)

2. Iklim kelas... 23

a. Definisi iklim kelas... 23 b. Dimensi iklim kelas ... 24

c. Menciptakan iklim kelas yang positif... 26 3. Persepsi terhadap iklim kelas... 27

C.Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) ... 27

D.Hubungan Antara Persepsi Terhadap Iklim Kelas Dengan Kreativitas... 28

E.Hipotesis... 30

BAB III METODE PENELITIAN... 31

A.Identifikasi Variable Penelitian...31

B. Definisi Operasional...32

C.Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel... 36

D.Alat Ukur yang Digunakan... 37

E.Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 44

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 47

G.Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 51

H.Metode Analisa Data... 53

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN... 54

A. Analisa Data... 54

(10)

a. Jenis kelamin... 54

b. Usia... 56

c. Ukuran keluarga ... 56

d. Urutan kelahiran...57

2. Hasil Penelitian... 58

a. Uji asumsi penelitian... 58

b. Hasil analisa data... 60

c. Kategorisasi... 62

d. Hasil tambahan... 65

B. Pembahasan... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 72

A. Kesimpulan... 72

B. Saran... 72

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Uji Coba Skala Persepsi Terhadap iklim kelas ... 45

Tabel 2 Penyebaran Aitem Skala Persepsi Terhadap iklim kelas Setelah Uji Coba ... 49

Tabel 3 Blue Print Skala Persepsi Terhadap iklim kelas ... 50

Tabel 4 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56

Tabel 5 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia... 57

Tabel 6 Normalitas Sebaran Variabel Persepsi Terhadap iklim kelas dengan Perilaku Bullying One-sample Kolmogorov-Smirnov Test... 59

Tabel 7 Linearitas Hubungan Variabel Persepsi Terhadap iklim kelas dengan kreativitas ... 59

Tabel 8 Korelasi Pearson ... 61

Tabel 9 Deskripsi Data Penelitian Persepsi Terhadap iklim kelas ... 62

Tabel 10 Kategorisasi Data Empirik Persepsi Terhadap iklim kelas ... 64

Tabel 11 Deskripsi Data Penelitian Kreativtas ... 65

Tabel 12 Kategorisasi Kreativitas Berdasarkan Mean Empirik ... 66

Tabel 13 Deskripsi Dimensi Persepsi Terhadap iklim kelas dengan kreativitas 67 Tabel 14 Deskripsi Variabel Kreativitas Berdasarkan Jenis Kelamin ... 69

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Linearitas Hubungan Antara Persepsi Terhadap iklim kelas

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Try Out... 99

(14)

Hubungan Persepsi Terhadap Iklim Kelas Dengan Kreativitas pada Siswa SMA

Kalam Kudus Medan

Corry Sagala dan Dian Ulfasari

ABSTRAK

Pada abad ke-21 ini, kreativitas memegang peranan yang penting agar seseorang dapat bertahan hidup dan berkembang dengan baik. Dengan kreativitas individu akan mampu mengidentifikasi masalah secara tepat dan menyelesaikannya dengan kemungkinan-kemungkinan dan kesempatan-kesempatan yang ada yang mungkin tidak diperhatikan oleh orang lain. Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk menghasilkan suatu produk yang baru ataupun kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya, yang berguna, serta dapat dimengerti. Kreativitas itu sendiri dicerminkan melalui kelancaran, keluwesan, orisinalitas dalam berpikir serta mengelaborasi gagasan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kreativitas adalah lingkungan rumah, keluarga, dan masyarakat. Pada lingkungan sekolah, iklim kelas memiliki peranan penting dalam meningkatkan kreativitas. Persepsi siswa akan lingkungan kelas merupakan penilaian paling tepat untuk mengetahui iklim kelas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap iklim kelas dengan kreativitas pada siswa SMA Kalam Kudus Medan. Data penelitian diperoleh dari skala Persepsi Terhadap Iklim Kelas yang berjenis Likert dan Tes Kreativitas Figural. Persepsi terhadap iklim kelas memiliki reliabilitas alpha sebesar 0.909. Metode yang digunakan adalah metode korelasional kuantitatif dengan teknik pengambilan sampling berupa simple

random sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMA Kalam Kudus

Medan yang berjumlah 138 orang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara persepsi terhadap iklim kelas dengan kreativitas pada siswa SMA Kalam Kudus Medan. Dari hasil kategorisasi diketahui rata-rata siswa SMA Kalam Kudus Medan memiliki persepsi positif terhadap iklim kelas (31.89%), 29.71% memiliki persepsi negatif dan 38.4% tidak tergolongkan. Sedangkan pada hasil kategorisasi kreativitas diketahui bahwa rata-rata siswa SMA Kalam Kudus Medan memiliki kreativitas sedang (62.32%), 19.56% memiliki kreativitas rendah dan 18.12% memiliki kreativitas tinggi.

(15)

The Relationship Between Student’s Perception of Classroom Climate and

Creativity in students at Kalam Kudus Senior High School Medan

Corry Sagala and Dian Ulfasari

ABSTRACT

In the twenty first century, creativity has an important role for human to surviving and thriving. Creativity enables a person to identify appropriate problems and to solve them, to identifies possibilities and opportunities that may not have been noticed by others. Creativity is the capabilities to produce a new or combination from preexist that is useful and understable. Creativity can be seen by the fluency, flexibility, elaboration and originality of thinking. One of the factor that influence creativity are family, school, and society. In school, classroom climate has a significant role to promote creativity. How the students perceive his classroom can be an accurate assesment to determine classroom climate.

The purpose of this study is to determine the relationship between student’s perception of classroom climate and creativity in students at Kalam Kudus Senior High School Medan. Data of research collected through Scale of Perception of Classroom Climate and Creativity Figural Test. Relibility of alpha in scale of perception of classroom climate is 0.909. The study was using a correlational quantitative method and sampling technique was simple random sampling. The subjects were students at Kalam Kudus senior high school Medan. The number of subjects was 138.

The result of this study shows that was not a relationship between student’s perception of classroom climate and creativity in students at Kalam Kudus Senior High School Medan. The categorization shows that mostly students at Kalam Kudus Senior High School Medan has positive perception about classrooom climate (31.89%), 29.71% has negative perception, and 38.4% not categorized. However, from categorization of creativity shows that mostly students at Kalam Kudus Senior High School has middle creativity (62.32%), 19.56% has low creativity, and 18.56% has high creativity.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menghadapi tantangan era globalisasi saat ini, sumber daya manusia

(SDM) yang berkualitas merupakan aset yang sangat diperlukan oleh setiap

negara agar dapat bersaing dengan negara lainnya (Surjana, 2002). Peningkatan

SDM menjadi suatu prioritas penting dan merupakan kewajiban bagi sebuah

negara (Munandar, dalam Syukri & Zulkarnain, 2005). Kualitas SDM yang

dibutuhkan adalah SDM yang mampu melaksanakan pembangunan nasional

secara inovatif, kreatif, produktif serta memiliki semangat kerja dan disiplin yang

tinggi (Rohanan, 2008).

Menurut United Nations Development Programme (UNDP) (dalam

Rohanan, 2008), indeks kualitas SDM (Human Development Index) negara

Indonesia pada tahun 2006 menduduki peringkat 69 dari 104 negara. Selain itu,

menurut World Economic Forum (dalam Nsrupidara, 2008), indeks daya saing

SDM (Growth Competitiveness Index) negara Indonesia pada tahun 2006 berada

pada posisi 74 dari 117. Untuk wilayah Asia, indeks kualitas SDM Taiwan dan

Singapura menduduki peringkat ke-5 dan 6, Jepang pada peringkat ke-12, China

dan India pada peringkat ke-49 dan 50, sementara Indonesia disejajarkan dengan

negara Gambia, dan masuk ke dalam kategori negara berpenghasilan rendah (low

income countries). Kondisi ini menunjukkan bahwa kualitas dan daya saing SDM

(17)

siap dalam menghadapi persaingan global. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas

SDM memerlukan penanganan yang serius demi pembangunan negara Indonesia

(Rohanan, 2008).

Usaha peningkatan SDM pada hakikatnya menuntut komitmen dalam dua

hal, yaitu: pertama, menemukan dan mengembangkan bakat-bakat unggul dalam

berbagai bidang. Kedua, pemupukan dan pengembangan kreativitas yang pada

dasarnya dimiliki setiap orang dan perlu dikenali dan dirangsang sedini mungkin

(Munandar dalam Syukri & Zulkarnain, 2005). Kreativitas yang dimiliki oleh

individu akan sangat bermanfaat dalam membantu memecahkan

persoalan-persoalan yang menghalangi proses pembangunan suatu negara (Diana, 1999).

Pada abad ke-21 ini, kreativitas memegang peranan yang penting agar

seseorang dapat bertahan hidup dan berkembang dengan baik. Menurut Campbell

(dalam Manguhardjana, 1986), kreativitas merupakan suatu kegiatan yang

mendatangkan hasil yang sifatnya baru, berguna, dan dapat dimengerti. Selain itu,

Munandar (1985) menyatakan kreativitas tidak selalu menciptakan hasil yang

baru, tetapi juga dapat berupa gabungan dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.

Dengan kreativitas individu akan mampu mengidentifikasi masalah secara tepat

dan menyelesaikannya, serta mampu mengidentifikasi

kemungkinan-kemungkinan dan kesempatan-kesempatan yang ada yang mungkin tidak

diperhatikan oleh orang lain (Craft, 2005). Selain berguna bagi individu,

kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan negara juga bergantung pada

sumbangan kreatif berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru, dan teknologi

(18)

kualitas SDM yang rendah memerlukan tenaga-tenaga kreatif yang mampu

memberi sumbangan bermakna kepada ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian,

serta kepada kesejahteraan bangsa pada umumnya (Munandar, 2009).

Pendidikan memegang peranan yang penting dalam pengembangan

kreativitas (Craft, 2005). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Tilaar

(2004) bahwa kualitas kreativitas manusia merupakan hasil dari proses

pendidikan. Pendidikan pada setiap jenjangnya, mulai dari pendidikan pra sekolah

hingga ke perguruan tinggi dapat berperan dalam menumbuhkan dan

meningkatkan kreativitas individu (Munandar, 2009). Oleh karena itu, kreativitas

tidak lagi menjadi bagian terluar dari pendidikan atau hanya berasal dari aspek

seni, melainkan telah menjadi aspek inti dari pendidikan (Craft, 2005).

Pada kenyataanya, proses-proses pemikiran tinggi termasuk berpikir

kreatif pada pendidikan di Indonesia masih jarang dilatih (Munandar, 2009).

Pendapat senada juga dikemukakan Tilaar (2004) yang menyatakan sistem

pendidikan yang diterapkan saat ini di Indonesia merupakan suatu sistem yang

menghasilkan “robot-robot” tanpa berpikir kreatif. Selain itu menurut ASIAWEEK

(dalam Tilaar, 2004), ciri khas dari pendidikan di Asia lebih menonjolkan pada

penguasaan ilmu-ilmu eksakta dan kurang memberikan perhatian kepada

kemampuan berpikir kreatif, yang belum tentu dapat menjamin bahwa

bangsa-bangsa Asia akan mampu bersaing dengan negara-negara lainnya.

Nashori (dalam Diana, 1999) menyatakan penyebab rendahnya kreativitas

di Indonesia karena lingkungan yang terlalu membiasakan individu untuk berpikir

(19)

persoalan secara bebas. Pada hasil-hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia,

ditemukan banyak lembaga pendidikan maupun orangtua yang cenderung

mendidik siswa berpikir secara linier (searah) atau konvergen (terpusat). Cara

berpikir divergen, yang merupakan ciri dari kreativitas (Munandar, 2009), pada

siswa kurang didorong dan dikembangkan (Nashori dalam Diana, 1999). Selain

itu, menurut Munandar (2009), kurangnya pemahaman guru dan orangtua akan

arti dari kreativitas dan bagaimana mengembangkannya pada anak dalam tiga

lingkungan pendidikan yaitu di rumah, di sekolah, dan di dalam masyarakat, juga

turut mempengaruhi rendahnya kreativitas di Indonesia.

Pada dasarnya setiap orang memiliki potensi kreatif, namun dengan

tingkat atau derajat kreativitas yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat

disebabkan oleh adanya berbagai faktor yang mempengaruhi terbentuknya

kreativitas (Munandar, 2009). Rogers (dalam Munandar, 2009) menyatakan

kreativitas dapat terwujud oleh adanya dorongan dari dalam diri individu

(motivasi intrinsik) serta dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik). Setiap

individu memiliki kecenderungan atau dorongan dari dalam dirinya untuk

mengembangkan kreativitas, mewujudkan potensi, mengungkapkan dan

mengaktifkan semua kapasitas yang dimilikinya. Selain dorongan dari dalam diri

individu, lingkungan juga mempengaruhi kreativitas seseorang. Individu akan

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada. Karena itu,

baik perubahan di dalam diri individu maupun dari lingkungan dapat menunjang

(20)

Lingkungan yang dapat mengembangkan kreativitas adalah lingkungan

yang dapat memberikan keamanan dan kebebasan psikologis bagi individu untuk

mengungkapkan dan mewujudkan dirinya (Rogers, dalam Munandar 2009).

Munandar (2009) menyatakan kreativitas dapat dikembangkan dengan

memberikan kebebasan kepada individu untuk mengekspresikan dirinya secara

kreatif. Proses pengembangan kreativitas akan terjadi dengan sendirinya pada

lingkungan yang memiliki iklim menunjang, menerima dan menghargai individu.

Dengan kata lain, proses pengembangan kreativitas berkaitan dengan iklim yang

terdapat di dalam lingkungan.

Lingkungan yang mempengaruhi perkembangan kreativitas dapat berupa

lingkungan keluarga, masyarakat, dan juga sekolah (Munandar, 2009). Dalam

lingkungan sekolah, iklim kelas memiliki peranan yang penting dalam

meningkatkan kreativitas. Iklim kelas yang menghargai cara berpikir dan

berperilaku kreatif; memberi kebebasan dan keamanan untuk mengambil resiko;

mengembangkan penguasaan dalam pokok area tertentu; serta menyediakan

waktu bagi siswa untuk berkreasi, dapat meningkatkan dan mengembangkan

kreativitas siswa (Omrod, 2003).

Iklim kelas dapat diartikan sebagai kondisi, pengaruh, dan rangsangan dari

luar yang meliputi pengaruh fisik, sosial, dan intelektual yang mempengaruhi

peserta didik (Bloom, dalam Tarmidi & Wulandari, 2005). Iklim kelas merupakan

keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai

hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya.

(21)

penilaian paling tepat untuk mengetahui iklim kelas dikarenakan siswa telah

menghadapi lingkungan belajar yang beraneka ragam serta telah menghabiskan

banyak waktu di dalam kelas sehingga memiliki perasaan yang akurat terhadap

kelas (Nair, 2001).

Persepsi menurut Irwanto, Elia, Hadisoepandma, Priyani, Wisimanto, dan

Fernandes (1996) adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan

antar gejala maupun peristiwa) sampai rangsang itu disadari dan dimengerti.

Persepsi terhadap iklim kelas dapat diartikan sebagai proses pengenalan dan

pemahaman akan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di

dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa

dengan siswa lainnya. (Rawnsley & Fisher, 1998). Menurut Myers (dalam

Sampson, 2009), persepsi siswa akan iklim kelas didasarkan pada seberapa baik

guru menciptakan lingkungan dimana terdapat hubungan yang bernilai, saling

mendorong dan mendukung. Moos & Trickett (dalam Amar & Strugo, 2003)

menambahkan bahwa kegiatan harian dan rutin dapat membentuk persepsi siswa

akan iklim kelas.

Pada iklim kelas yang positif, guru dan siswa membentuk hubungan yang

positif serta saling menghargai satu dengan yang lainnya. Guru dan siswa juga

memiliki rasa antusias untuk belajar dan menghabiskan waktu bersama-sama di

dalam kelas (Pianta, 2005). Amar & Strugo (2003) menambahkan bahwa siswa

akan lebih merasa senang jika berada pada kelas dengan iklim positif, yang

mengikutsertakan keterlibatan mereka di dalam kelas, memiliki hubungan

(22)

memiliki aturan-aturan tingkah laku yang jelas. Sebaliknya pada iklim kelas yang

negatif, siswa tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan serta

kurang mendapat perhatian akan kebutuhan-kebutuhan yang dihadapinya. Hal ini

menyebabkan timbulnya rasa ketidakpuasan pada siswa (Adelman & Taylor,

dalam Lee, 2003).

Pada penelitian ini, subjek yang akan diteliti merupakan siswa SMA. Masa

SMA termasuk ke dalam usia remaja dan dimulai dari usia 15/16-17/18. Pada usia

tersebut, individu berada pada tahapan kreativitas post-conventional. Pada tahap

ini, individu menghasilkan karya-karya baru yang disesuaikan dengan

batasan-batasan eksternal dan nilai-nilai konvensional. Oleh karena itu, kreativitas

individu sudah mulai stabil karena telah mampu menyesuaikan kemampuan

kreatif yang dimilikinya dengan batasan-batasan yang terdapat di lingkungan

(Cropley, 1999).

Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa siswa SMA Kalam

Kudus sebelum melakukan penelitian yang sebenarnya. Siswa-siswa yang

diwawancarai menyatakan suasana kelas yang mereka rasakan nyaman dan

menyenangkan. Teman-teman sekelas siswa saling membantu dan mendukung di

dalam belajar. Selain itu, siswa-siswa juga menyatakan bahwa guru-guru yang

mengajar di dalam kelas memperlakukan semua siswa dengan adil dan

bersahabat. Sehingga interaksi antara siswa dengan guru berlangsung dengan

akrab.

Peneliti juga mewawancarai siswa yang merupakan pindahan dari SMA

(23)

lebih menyenangkan daripada di sekolahnya dahulu. Siswa lebih menyukai

keadaan kelasnya saat ini karena teman-teman yang sekelas dengannya lebih

menyenangkan serta mau berteman dan membantunya. Selain itu, siswa juga

merasa lebih akrab dengan guru-guru yang mengajar di kelasnya saat ini

dibandingkan dengan guru-gurunya dahulu. Berikut kutipan wawancara dengan

siswi XI IPS 1, yang berinisial YS:

“...suasana kelas di sekolah yang sekarang lebih enak kak daripada di sekolah yang dahulu. Teman-teman sekelas saya, orang-orangnya semua baik dan menyenangkan. Guru-gurunya juga lebih ramah daripada yang dulu jadinya rasanya le\kbih enak dan akrab. Meskipun saya baru 3 minggu sekolah di sini, tapi saya udah mengenal semua teman-teman sekelas saya, dan mereka juga mau bantu saya dalam belajar..”

(Komunikasi personal, 16 November 2009)

Peneliti juga telah mewawancarai beberapa guru yang mengajar di SMA

Kalam Kudus Medan. Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa

guru-guru telah mendorong siswa untuk mengembangkan kreativitas yang mereka

miliki di dalam kelas. Guru memberikan kesempatan dan kebebasan kepada siswa

untuk menujukkan kreativitas yang dimiliki. Guru-guru juga menghargai setiap

hasil karya dan ide-ide yang diberikan siswa. Akan tetapi kebanyakan siswa masih

kurang menunjukkan kemampuan kreativitas yang mereka miliki saat belajar di

dalam kelas. Berikut kutipan wawancara dengan X, guru agama yang mengajar di

SMA Kalam Kudus Medan:

“...beberapa murid ada yang kreatif, misalnya ketika saya kasih tugas agama menulis ayat-ayat penting, ada yang menambahkan dengan gambar-gambar yang berkaitan dengan nats alkitab, lagu-lagu rohani. Akan tetapi lebih banyak murid yang hanya mengerjakan begitu saja, bahkan tidak rapi dan menarik... Pada dasarnya guru menghargai setiap hasil karya siswa. Siswa boleh bereksplorasi dengan kemampuan yang dia miliki, dan guru-guru mengizinkan hal tersebut terjadi bahkan sangat dihargai...”

(24)

Hal serupa juga dinyatakan oleh Y, guru seni musik yang mengajar di

SMA Kalam Kudus Medan:

“...yah kita memang dari sekolah sudah menekankan pada pengembangan kreativitas dalam diri siswa. Kita menyediakan sarana yang diperlukan untuk siswa. Misalnya ketika jam belajar musik, disediakan mic, gitar, piano, drum untuk siswa manfaatkan. Beberapa siswa memanfaatkan sarana itu dan menunjukkan bakat kreativitasnya, tetapi lebih banyak siswa yang tidak mau menunjukkan kemampuan mereka, setidaknya belajar untuk memakai dan mengembangkan alat musik tersebut. Sehingga saya rasa, siswa masih kurang mau untuk mengembangkan dirinya...”

(Komunikasi personal, 20 November 2009)

Dari wawancara tersebut dapat diketahui bahwa guru menghargai

kemampuan kreativitas yang dimiliki siswa dan beberapa siswa menunjukkan

kreativitas yang dimiliki akan tetapi lebih banyak siswa yang mengerjakan tugas

seadanya dan tidak mengembangkan kreativitas yang dimiliki. Menurut Munandar

(2009) untuk dapat merangsang anak melibatkan diri dalam kegiatan kreatif, maka

sarana prasarana sangatlah diperlukan. Dalam hal ini, SMA Kalam Kudus Medan

telah menyiapkan sarana yang dibutuhkan siswa untuk mengembangkan

kreativitasnya, tetapi hanya beberapa siswa yang memakai sarana tersebut, dan

lebih banyak siswa yang tidak memanfaatkannya.

Dari data yang diperoleh, diduga bahwa siswa SMA Kalam Kudus

memiliki persepsi positif terhadap suasana kelas, akan tetapi siswa kurang mau

mengembangkan diri dan menunjukkan kemampuan kreativitas yang mereka

miliki di dalam kelas. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara teori

persepsi iklim kelas dengan kreativitas. Ormrod (2003) menyatakan iklim kelas

(25)

keamanan untuk mengambil resiko; mengembangkan penguasaan dalam pokok

area tertentu; serta menyediakan waktu bagi siswa untuk berkreasi, dapat

meningkatkan dan mengembangkan kreativitas siswa. Oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk melihat apakah ada hubungan antara persepsi terhadap iklim kelas

dengan kreativitas pada siswa SMA Kalam Kudus Medan.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

persepsi terhadap iklim kelas dengan kreativitas pada siswa SMA Kalam Kudus

Medan.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi

dan pemikiran untuk mengembangkan ilmu Psikologi Pendidikan, khususnya bagi

Psikologi Sekolah, berkaitan dengan persepsi terhadap iklim kelas dan kreativitas.

2. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi sekolah

untuk lebih meningkatkan kreativitas siswa yang sangat dibutuhkan demi

kesuksesan siswa dalam menghadapi tantangan zaman.

b. Memberi masukan bagi sekolah untuk lebih memperhatikan aspek-aspek

(26)

D. Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang

menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori tentang kreativitas,

iklim kelas, persepsi dan siswa SMA.

Bab III: Metode Penelitian

Berisikan mengenai metode-metode dalam penelitian yaitu identifikasi

variabel, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, lokasi

penelitian, instrumen dan alat ukur yang digunakan, metode pengambilan

sampel, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisis data.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian,

dan hasil tambahan penelitian.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kreativitas

Kreativitas merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu

kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri) dan merupakan kebutuhan

paling tinggi bagi manusia (Maslow, dalam Munandar, 2009). Pada dasarnya,

setiap orang dilahirkan di dunia dengan memiliki potensi kreatif. Kreativitas dapat

diidentifikasi (ditemukenali) dan dipupuk melalui pendidikan yang tepat

(Munandar, 2009).

1. Definisi kreativitas

Menurut NACCCE (National Advisory Committee on Creative and

Cultural Education) (dalam Craft, 2005), kreativitas adalah aktivitas imaginatif

yang menghasilkan hasil yang baru dan bernilai. Selanjutnya Feldman (dalam

Craft, 2005) mendefinisikan kreativitas adalah:

“the achievement of something remarkable and new, something which transforms and changes a field of endeavor in a significant way . . . the kinds of things that people do that change the world.”

Menurut Munandar (1985), kreativitas adalah kemampuan untuk membuat

kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Hasil

yang diciptakan tidak selalu hal-hal yang baru, tetapi juga dapat berupa gabungan

(kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Selain itu,

(28)

tindakan, ide, atau produk yang mengganti sesuatu yang lama menjadi sesuatu

yang baru.

Guilford (dalam Munandar, 2009) menyatakan kreativitas merupakan

kemampuan berpikir divergen atau pemikiran menjajaki bermacam-macam

alternatif jawaban terhadap suatu persoalan, yang sama benarnya (Guilford, dalam

Munandar 2009). Sedangkan menurut Rogers (dalam Zulkarnain, 2002),

kreativitas merupakan kecenderungan-kecenderungan manusia untuk

mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Campbell (dalam Manguhardjana, 1986) mengemukakan kreativitas

sebagai suatu kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya :

a. Baru atau novel, yang diartikan sebagai inovatif, belum ada sebelumnya,

segar, menarik, aneh dan mengejutkan.

b. Berguna atau useful, yang diartikan sebagai lebih enak, lebih praktis,

mempermudah, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan

masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil

yang baik.

c. Dapat dimengerti atau understandable, yang diartikan hasil yang sama

dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu, atau sebaliknya

peristiwa-peristiwa yang terjadi begitu saja, tak dapat dimengerti, tak dapat

diramalkan dan tak dapat diulangi.

Oleh karena beragamnya pendapat para ahli akan pengertian kreativitas,

(29)

menghasilkan suatu produk yang baru ataupun kombinasi dari hal-hal yang sudah

ada sebelumnya, yang berguna, serta dapat dimengerti.

2. Ciri-ciri kreativitas

Guilford (dalam Munandar, 2009) mengemukakan ciri-ciri dari kreativitas

antara lain:

a. Kelancaran berpikir (fluency of thinking), yaitu kemampuan untuk

menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara

cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas, dan

bukan kualitas.

b. Keluwesan berpikir (flexibility), yaitu kemampuan untuk memproduksi

sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang

bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang

berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-berbeda-beda, serta mampu

menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang

yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan

mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya

dengan cara berpikir yang baru.

c. Elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan dalam mengembangkan

gagasan dan menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek,

gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.

d. Originalitas (originality), yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan

(30)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas

Menurut Rogers (dalam Munandar, 2009), faktor-faktor yang dapat

mendorong terwujudnya kreativitas individu diantaranya:

a. Dorongan dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik)

Menurut Roger (dalam Munandar, 2009) setiap individu memiliki

kecenderungan atau dorongan dari dalam dirinya untuk berkreativitas,

mewujudkan potensi, mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas

yang dimilikinya. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk

kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru dengan

lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya (Rogers dalam

Munandar, 2009). Hal ini juga didukung oleh pendapat Munandar (2009)

yang menyatakan individu harus memiliki motivasi intrinsik untuk

melakukan sesuatu atas keinginan dari dirinya sendiri, selain didukung

oleh perhatian, dorongan, dan pelatihan dari lingkungan.

Menurut Rogers (dalam Zulkarnain, 2002), kondisi internal (interal press)

yang dapat mendorong seseorang untuk berkreasi diantaranya:

1) Keterbukaan terhadap pengalaman

Keterbukaan terhadap pengalaman adalah kemampuan menerima

segala sumber informasi dari pengalaman hidupnya sendiri dengan

menerima apa adanya, tanpa ada usaha defense, tanpa kekakuan

terhadap pengalaman-pengalaman tersebut dan keterbukaan terhadap

(31)

demikian individu kreatif adalah individu yang mampu menerima

perbedaan.

2) Kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi

seseorang (internal locus of evaluation)

Pada dasarnya penilaian terhadap produk ciptaan seseorang terutama

ditentukan oleh diri sendiri, bukan karena kritik dan pujian dari orang

lain. Walaupun demikian individu tidak tertutup dari kemungkinan

masukan dan kritikan dari orang lain.

3) Kemampuan untuk bereksperimen atau “bermain” dengan

konsep-konsep.

Merupakan kemampuan untuk membentuk kombinasi dari hal-hal

yang sudah ada sebelumnya.

b. Dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik)

Munandar (2009) mengemukakan bahwa lingkungan yang dapat

mempengaruhi kreativitas individu dapat berupa lingkungan keluarga,

sekolah, dan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan kekuatan yang

penting dan merupakan sumber pertama dan utama dalam pengembangan

kreativitas individu. Pada lingkungan sekolah, pendidikan di setiap

jenjangnya mulai dari pra sekolah hingga ke perguruan tinggi dapat

berperan dalam menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas individu.

Pada lingkungan masyarakat, kebudayaan-kebudayaan yang berkembang

(32)

(dalam Munandar, 2009) menyatakan kondisi lingkungan yang dapat

mengembangkan kreativitas ditandai dengan adanya:

1) Keamanan psikologis

Keamanan psikologis dapat terbentuk melalui 3 proses yang saling

berhubungan, yaitu:

a) Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan

dan keterbatasannya.

b) Mengusahakan suasana yang didalamnya tidak terdapat evaluasi

eksternal (atau sekurang-kurangnya tidak bersifat atau

mempunyai efek mengancam.

c) Memberikan pengertian secara empatis, ikut menghayati

perasaan, pemikiran, tindakan individu, dan mampu melihat dari

sudut pandang mereka dan menerimanya.

2) Kebebasan psikologis

Lingkungan yang bebas secara psikologis, memberikan kesempatan

kepada individu untuk bebas mengekspresikan secara simbolis

pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya.

Munandar (dalam Zulkarnain, 2002) menyatakan faktor-faktor yang

mempengaruhi kreativitas dapat berupa kemampuan berpikir dan sifat kepribadian

yang berinteraksi dengan lingkungan tertentu. Faktor kemampuan berpikir terdiri

dari kecerdasan (inteligensi) dan pemerkayaan bahan berpikir berupa pengalaman

(33)

kepercayaan diri, sifat mandiri, berani mengambil resiko dan sifat asertif

(Kuwato, dalam Zulkarnain, 2002).

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, terdapat berbagai faktor

lainnya yang dapat menyebabkan munculnya variasi atau perbedaan kreativitas

yang dimiliki individu, yang menurut Hurlock (1993) yaitu:

a. Jenis kelamin

Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak

perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk

sebagian besar hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak

laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki diberi kesempatan untuk

mandiri, didesak oleh teman sebaya untuk lebih mengambil resiko dan

didorong oleh para orangtua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif

dan orisinalitas.

b. Status sosial ekonomi

Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih

kreatif daripada anak yang berasal dari sosial ekonomi kelompok yang

lebih rendah. Lingkungan anak kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi

memberi lebih banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan

pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas.

c. Urutan kelahiran

Anak dari berbagai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang

berbeda. Perbedaan ini lebih menekankan lingkungan daripada bawaan.

(34)

memiliki kreativitas yang tinggi dari pada anak pertama. Umumnya anak

yang lahir pertama lebih ditekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan

orangtua, tekanan ini lebih mendorong anak untuk menjadi anak yang

penurut daripada pencipta.

d. Ukuran keluarga

Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih

kreatif daripada anak dari keluarga besar. Dalam keluarga besar, cara

mendidik anak yang otoriter dan kondisi sosioekonomi kurang

menguntungkan mungkin lebih mempengaruhi dan menghalangi

perkembangan kreativitas.

e. Lingkungan kota vs lingkungan pedesaan

Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif daripada anak

lingkungan pedesaan.

f. Inteligensi

Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar

daripada anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak

gagasan baru untuk menangani suasana sosial dan mampu merumuskan

lebih banyak penyelesaian bagi konflik tersebut.

4. Tahap-tahap perkembangan kreativitas

Menurut Cropley (1999), terdapat 3 tahapan perkembangan kreativitas

diantaranya:

(35)

Tahap ini terjadi pada usia 6–8 tahun. Pada tahap ini, individu

menunjukkan spontanitas dan emosional dalam menghasilkan suatu karya,

yang kemudian mengarah kepada hasil yang aestetik dan menyenangkan.

Individu menghasilkan sesuatu yang baru tanpa memperhatikan aturan dan

batasan dari luar.

b. Tahap konvensional (Conventional phase)

Tahap ini berlangsung pada usia 9–12 tahun. Pada tahap ini kemampuan

berpikir seseorang dibatasi oleh aturan-aturan yang ada sehingga karya

yang dihasilkan menjadi kaku. Selain itu, pada tahap ini kemampuan kritis

dan evaluatif juga berkembang.

c. Tahap poskonvensional (Postconventional phase)

Tahap ini berlangsung pada usia 12 tahun hingga dewasa. Pada tahap ini,

individu sudah mampu menghasilkan karya-karya baru yang telah

disesuaikan dengan batasan-batasan eksternal dan nilai-nilai konvensional

yang ada di lingkungan.

5. Tes Kreativitas Figural (TKF)

Menurut Munandar, Achir, Winata, Lestari, Rosemini, Rifameutia dan

Hartana (1988), Tes Kreativitas Figural (TKF) merupakan adaptasi dari Circle

Test yang dibuat oleh Torrance. TKF pertama kali digunakan di Indonesia oleh

Utami Munandar pada tahun 1977. Dalam hasil penelitian tersebut diperoleh

norma-norma baku dari TKF untuk siswa kelas 4 SD hingga siswa kelas 3 SMA,

(36)

Kreativitas yang diukur dalam TKF memiliki pengertian sebagai

kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi baru dari unsur-unsur yang

diberikan yang tercermin dari kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam

memberi gagasan serta kemampuan untuk mengembangkan, merinci, dan

memperkaya (elaborasi) suatu gagasan. Adapun aspek-aspek yang mendasari TKF

sama dengan ciri-ciri kreativitas yang dikemukakan oleh Guilford, yaitu

kelancaran berpikir, keluwesan berpikir, elaborasi dan originalitas (dalam

Munandar dkk., 1988).

B. Persepsi Terhadap Iklim Kelas

Seperti halnya manusia, lingkungan juga memiliki kepribadian.

Lingkungan dapat memberikan kehangatan, semangat atau sebaliknya, kaku dan

menghambat. Persepsi siswa mengenai lingkungan belajar, termasuk ruang kelas,

yang merupakan tempat siswa menghabiskan sebagian besar waktunya,

memberikan arti penting yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa (Moos,

dalam Baek & Choi, 2002).

1. Persepsi

a. Definisi persepsi

Persepsi menurut Irwanto dkk. (1996) adalah proses diterimanya rangsang

(objek, kualitas, hubungan antar gejala maupun peristiwa) sampai rangsang itu

disadari dan dimengerti. Pengertian terhadap lingkungan dapat diperoleh melalui

(37)

menyatakan persepsi merupakan suatu proses di mana individu

mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera untuk memberi makna kepada

lingkungan. Persepsi merupakan upaya mengamati dunia, mencakup pemahaman

dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian (Chaplin,

1999).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

persepsi adalah suatu proses memahami pengalaman tentang objek, peristiwa,

atau hubungan-hubungan yang diperoleh dari kesan indera dimana terdapat proses

pengorganisasian dan penafsiran untuk memberikan makna.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Menurut Walgito (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

diantaranya :

1) Perhatian yang selektif

Individu memusatkan perhatiannya pada rangsang-rangsang tertentu saja.

Dengan demikian, objek-objek atau gejala lain tidak akan tampil ke muka

sebagai objek pengamat.

2) Ciri-ciri rangsang

Rangsang yang bergerak diantara rangsang yang diam akan lebih menarik

perhatian. Demikian juga rangsang yang paling besar diantara yang kecil;

yang kontras dengan latar belakangnya dan yang intensitas rangsangnya

paling kuat.

(38)

Seorang seniman mempunyai pola dan citra rasa yang berbeda dalam

pengamatannya dibanding dengan orang yang bukan seniman.

4) Pengalaman terdahulu

Pengalaman-pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana

seseorang mempersepsi dunianya.

2. Iklim kelas

a. Definisi iklim kelas

Di dalam menjelaskan iklim kelas (classroom climate), beberapa peneliti

memakai istilah lain seperti lingkungan belajar (learning environment), atmosfer,

ekologi, dan lingkungan pertemanan (milieu). Iklim kelas merupakan keadaan

psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil

interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya.

Keadaan psikologis dan sosial yang terbentuk di dalam kelas dinilai lebih penting

daripada lingkungan fisik (Rawnsley & Fisher, 1998). Menurut Bloom (dalam

Tarmidi & Wulandari, 2005), iklim kelas dapat diartikan sebagai kondisi,

pengaruh, dan rangsangan dari luar yang meliputi pengaruh fisik, sosial, dan

intelektual yang mempengaruhi peserta didik.

Wilson (dalam Khine & Chiew, 2001) menyatakan iklim kelas adalah

tempat dimana siswa dan guru berinteraksi satu sama lain dengan menggunakan

beberapa sumber informasi dalam usaha pencarian ilmu dalam aktifitas belajar.

Iklim kelas juga dapat diartikan sebagai tempat dimana tercipta komunitas di

(39)

berbagai aktivitas di dalam kelas; tempat yang memiliki atmosfir yang

menyenangkan dan tidak terancam; tempat untuk mengkomunikasikan

pesan-pesan mengenai permasalahan yang dihadapi siswa di kelas; serta tempat untuk

mengkomunikasikan penerimaan, penghargaan dan perhatian dari guru kepada

siswanya (Omroad, 2003).

Menurut Adelman dan Taylor (dalam Lee, 2005), iklim kelas merupakan

kualitas lingkungan yang dirasakan, yang muncul dari adanya interaksi dari

berbagai faktor seperti aspek fisik, materi, organisasi, operasional, dan sosial.

Iklim kelas memegang peranan penting dalam mempengaruhi keberlangsungan

kegiatan belajar dan perilaku di dalam kelas.

Oleh karena beragamnya pendapat para ahli akan definisi dari iklim kelas,

maka pengertian iklim kelas yang dipakai dalam penelitian ini adalah keadaan

psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil

interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya.

(Rawnsley & Fisher, 1998).

b. Dimensi iklim kelas

Menurut Fraser, Fisher dan McRobbie (dalam Chionh & Fraser, 2009),

dimensi dari iklim kelas dapat dibagi kedalam 7 bagian, diantaranya:

1) Kekompakan siswa (Student cohesiveness)

Dimensi ini mengukur sejauh mana siswa saling mengenal, membantu dan

supportif satu dengan yang lainnya.

(40)

Dimensi ini mengukur sejauh mana guru mau membantu siswa,

memperlakukan siswa sebagai teman, percaya kepada siswa serta menaruh

perhatian kepada siswa.

3) Keterlibatan dalam pembelajaran (Involvement)

Dimensi ini mengukur sejauh mana siswa menaruh perhatian lebih pada

proses belajar di kelas, berpartisipasi di dalam diskusi, mengerjakan tugas

tambahan, serta merasa nyaman berada di kelas.

4) Investigasi (Investigation)

Dimensi ini menekankan pada sejauh mana kemampuan siswa melakukan

investigasi dan proses mencari tahu (inquiry) digunakan dalam mengatasi

masalah serta dikembangkan di dalam kegiatan belajar di kelas.

5) Orientasi tugas (Task orientation)

Dimensi ini mengukur sejauh mana siswa merasa penting untuk

menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru serta tetap berfokus

kepada tugas.

6) Kerjasama (Cooperation)

Dimensi ini mengukur sejauh mana siswa saling bekerja sama dan tidak

saling bersaing di dalam belajar

7) Kesetaraan (Equity)

(41)

c. Menciptakan iklim kelas yang positif

Menurut Adelman & Taylor (dalam Lee, 2005), untuk mengembangkan

iklim kelas yang positif memerlukan perhatian yang seksama agar dapat

meningkatkan kualitas kehidupan kelas bagi siswa serta guru. Sekolah juga perlu

menciptakan kurikulum yang tidak hanya mendukung kemampuan akademik

siswa tetapi juga kemampuan sosial dan emosional; memberikan kesempatan bagi

guru untuk mengembangkan keefektivitasan dalam cara mengajar; serta

meningkatkan motivasi intrinsik bagi siswa maupun guru. Peneliti lainnya juga

menyarankan beberapa strategi untuk meningkatkan iklim kelas, diantaranya

(Adelman & Taylor, dalam Lee, 2005):

1) Menciptakan atmosfer yang ramah, terbuka dan memiliki harapan

2) Mempersiapkan aturan-aturan agar dapat mencapai tujuan bersama.

3) Meningkatkan partisipasi yang bermanfaat bagi siswa, guru, dan karyawan

di dalam pengambilan keputusan

4) Mengubah kelas yang besar menjadi suatu unit yang kecil, yang dapat

memaksimalkan motivasi intrinsik dalam belajar, dan tidak didasarkan

pada pengelompokkan berdasarkan kemampuan memecahkan masalah

5) Memberikan instruksi dan respon terhadap masalah secara tepat

6) Menggunakan strategi yang bervariasi untuk mencegah dan

menggolongkan masalah sesegera mungkin, setelah masalah itu muncul.

7) Menciptakan lingkungan fisik yang sehat dan menarik, yang cocok serta

(42)

3. Persepsi terhadap iklim kelas

Persepsi menurut Irwanto dkk. (1996) adalah proses diterimanya rangsang

(objek, kualitas, hubungan antar gejala maupun peristiwa) sampai rangsang itu

disadari dan dimengerti. Sedangkan iklim kelas merupakan keadaan psikologis

dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara

siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya. (Rawnsley & Fisher,

1998).

Persepsi terhadap iklim kelas dapat diartikan sebagai proses pengenalan

dan pemahaman akan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di

dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa

dengan siswa lainnya. (Rawnsley & Fisher, 1998).

Persepsi positif terhadap iklim kelas ialah persepsi yang menggambarkan

suasana kelas sebagai lingkungan yang positif dan nyaman. Persepsi negatif dari

iklim kelas adalah persepsi yang menggambarkan suasana kelas sebagai

lingkungan yang negatif dan kurang nyaman.

C. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)

Masa Sekolah Menengah Atas (SMA), umumnya di Indonesia dimulai dari

usia 15/16 - 17/18. Pada usia tersebut, individu berada pada masa remaja. Masa

remaja menurut Hurlock (1980) terbagi atas 2 bagian yaitu:

1) Remaja awal, yang berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 atau 17

(43)

2) Remaja akhir, yang bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun,

yaitu usia matang secara hukum.

Menurut Piaget (dalam Papalia, Olds & Feldman, 1998), masa ini ditandai

dengan berkembangnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak dengan

menggunakan alasan ilmiah. Masa remaja dikarakteristikkan sebagai periode yang

penting, dimana pada tahap ini perkembangan mental yang cepat menimbulkan

perlunya remaja membentuk sikap, nilai dan minat yang baru. Selain itu, pada

masa ini remaja mempersiapkan dirinya dalam karier dan ekonomi (Hurlock,

1980). Hal ini juga diperkuat oleh Papalia, et.al. (1998) yang menyatakan

pendidikan pada masa remaja difokuskan kepada persiapan memasuki universitas

atau bekerja.

D. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Iklim Kelas Dengan Kreativitas

Pada dasarnya setiap orang memiliki potensi kreatif, namun dengan tingkat

atau derajat kreativitas yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat disebabkan

oleh adanya berbagai faktor yang mempengaruhi terbentuknya kreativitas dan

salah satunya adalah dorongan dari luar individu (lingkungan) (Munandar, 2009).

Dalam lingkungan sekolah, iklim kelas memiliki peranan yang penting

dalam meningkatkan kreativitas (Munandar, 2009). Menurut Ormrod (2003),

iklim kelas yang menghargai cara berpikir dan perilaku kreatif; memberi

kebebasan dan keamanan untuk mengambil resiko; mengembangkan penguasaan

dalam pokok area tertentu; serta menyediakan waktu bagi siswa untuk berkreasi

(44)

lingkungan kelas merupakan penilaian paling tepat untuk mengetahui iklim kelas

dikarenakan siswa telah menghadapi lingkungan belajar yang beraneka ragam

serta menghabiskan banyak waktu di dalam kelas sehingga memiliki perasaan

yang akurat terhadap kelas (Nair, 2001).

Menurut Myers (dalam Sampson, 2009), persepsi siswa akan iklim kelas

didasarkan pada seberapa baik guru menciptakan lingkungan yang didalamnya

terdapat hubungan yang bernilai, saling mendorong dan mendukung. Guru juga

memiliki pengaruh dalam mengembangkan atau menghambat kreativitas siswa

dengan menerima atau menolak hasil dari siswa yang tidak biasa dihasilkan oleh

siswa lainnya dan bersifat imajinatif (Woolfolk, 2004). Oleh karena itu dapat

dilihat bahwa guru memegang peranan penting dalam menentukan iklim di dalam

kelas serta kreativitas siswa.

Amar & Strugo (2003) menyatakan perasaan senang akan muncul apabila

siswa berada pada kelas yang mengikutsertakan keterlibatan mereka di dalam

kelas, memiliki hubungan personal antara guru dengan murid, memakai cara

belajar yang inovatif, serta memiliki aturan-aturan tingkah laku yang jelas. Hal ini

berkaitan dengan faktor pengembangan kreativitas melalui pemberian kesempatan

kepada individu untuk bebas mengekspresikan secara simbolis pikiran dan

perasaannya (Rogers, dalam Munandar, 2009).

Ormrod (2003) menyatakan siswa akan lebih mengembangkan

kreativitasnya apabila mereka merasa nyaman dalam melakukan aktivitas dan

memperoleh penghargaan dari kelas akan apa yang telah dilakukannya. Hal ini

(45)

yang menekankan pada perasaan nyaman yang dirasakan siswa di dalam kelas

(Fraser, et al., dalam Brok 2005).

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian

ini adalah ada hubungan positif antara persepsi terhadap iklim kelas dengan

kreativitas pada siswa SMA Kalam Kudus Medan. Makna dari adanya hubungan

positif ini adalah semakin positif persepsi siswa terhadap iklim kelas maka

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan salah satu elemen penting dalam suatu

penelitian sebab metode penelitian menyangkut cara yang benar dalam

pengumpulan data, analisis data dan pengambilan keputusan hasil penelitian.

(Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

korelasional kuantitatif, dimana penelitian korelasional menurut Azwar (2000)

bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel. Penelitian ini bertujuan

untuk melihat hubungan persepsi terhadap iklim kelas dengan kreativitas pada

siswa SMA Kalam Kudus Medan.

Dalam penelitian korelasional, data yang dikumpulkan hanya untuk

memverifikasi dan menggambarkan ada tidaknya hubungan antarvariabel yang

diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini tidak dapat menerangkan sebab-akibat dari

hubungan di antara variabel (Hadi, 2000).

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah “kreativitas”.

2. Variabel bebas

(47)

B. Definisi Operasional

1. Kreativitas

Kreativitas adalah kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi

baru dari unsur-unsur yang diberikan yang tercermin dari kelancaran, kelenturan,

dan orisinalitas dalam memberi gagasan serta kemampuan untuk

mengembangkan, memperinci, dan memperkaya (mengelaborasi) suatu gagasan.

Tes kreativitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tes Kreativitas

Figural (TKF), yang merupakan adaptasi dari Circle test yang dibuat oleh

Torrance (dalam Munandar dkk., 1988). Tes ini mengungkapkan ciri-ciri dari

kreativitas menurut Guilford (dalam Munandar, 2009), yang diantaranya:

e. Kelancaran berpikir

Merupakan kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari

pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang

ditekankan adalah kuantitas, dan bukan kualitas.

f. Keluwesan berpikir

Yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban

atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah

dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang

berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan

atau cara pemikiran.

(48)

Yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan

atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi

sehingga menjadi lebih menarik.

h. Originalitas

Yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau kemampuan

untuk mencetuskan gagasan asli. Orisinalitas juga dapat berupa

kemampuan melihat hubungan-hubungan baru atau membuat

kombinasi-kombinasi antara bermacam-macam unsur/bagian (Munandar dkk., 1988).

Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi kreativitas yang

dimiliki individu. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin

rendah kreativitas yang dimiliki individu.

2. Persepsi terhadap iklim kelas

Persepsi terhadap iklim kelas dapat diartikan sebagai proses pengenalan

dan pemahaman siswa akan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang

terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan

antara siswa dengan siswa lainnya (Rawnsley & Fisher, 1998).

Persepsi terhadap iklim kelas diukur dengan menggunakan skala persepsi

terhadap iklim kelas, yang dibuat berdasarkan dimensi-dimensi persepsi terhadap

iklim kelas yang dikemukakan oleh Fraser, Fisher, dan McRobbie (dalamChionh

& Fraser, 2009). Dimensi-dimensi persepsi terhadap iklim kelas diantaranya:

(49)

Dimensi ini menekankan pada hubungan antar siswa, sehingga mengukur

sejauh mana siswa mempunyai informasi tentang siswa lainnya serta

saling membantu dan supportif satu sama lain. Misalnya siswa membantu

siswa lain yang mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran.

9) Dukungan guru

Dimensi ini menekankan pada perlakuan guru yang positif. Mengukur

sejauh mana siswa menilai guru mau membantu, memperlakukan siswa

sebagai teman, percaya kepada siswa, serta memperhatikan siswa.

Misalnya guru mau berbagi cerita pengalamannya dengan siswa,

menjelaskan pelajaran dengan jelas hingga siswa dapat memahami

pelajaran.

10) Keterlibatan dalam pembelajaran

Dimensi ini menekankan pada keaktifan siswa dalam proses belajar

mengajar di kelas. Mengukur sejauh mana siswa menaruh perhatian lebih

pada pada proses belajar di kelas, berpartisipasi di dalam diskusi,

mengerjakan tugas tambahan, serta merasa nyaman di kelas. Misalnya,

siswa merasa bahwa kegiatan belajar di dalam kelas menyenangkan.

11) Investigasi

Dimensi ini menekankan pada sejauh mana kemampuan melakukan

investigasi dan proses mencari tahu (inquiry) yang digunakan dalam

mengatasi masalah, dikembangkan di dalam kegiatan belajar di kelas.

(50)

masalahnya. Misalnya ketika siswa tidak memahami pelajaran, siswa

menambah pemahamannya dengan mencari dari sumber belajar lainnya.

12) Orientasi tugas

Dimensi ini menekankan pada kemampuan siswa untuk tetap fokus dan

bertahan dalam menyelesaikan tugas hingga selesai. Mengukur sejauh

mana siswa memandang penting untuk menyelesaikan tugas-tugas yang

diberikan guru, dan tetap berfokus pada tugas. Misalnya siswa mampu

mempertahankan perhatiannya dalam mengerjakan tugas meskipun

teman-teman mengajaknya bercerita.

13) Kerjasama

Dimensi ini mengukur sejauh mana siswa mampu saling bekerja sama dan

tidak bersaing secara negatif di dalam kelas. Misalnya siswa aktif

mengerjakan tugas kelompok, memberitahu kesalahan teman di dalam

mengerjakan tugas.

14) Kesetaraan

Dimensi ini mengukur sejauh mana siswa diperlakukan sama oleh guru.

Misalnya pemberian pujian dan pertanyaan secara adil, memberikan

penilaian secara objektif kepada semua siswa.

Persepsi terhadap iklim kelas dapat dilihat dari skor nilai yang diperoleh

dari skala tersebut. Jika semakin tinggi nilai skala, maka semakin positif persepsi

siswa terhadap iklim kelas. Demikian pula sebaliknya, jika semakin rendah nilai

(51)

C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel

1. Populasi dan sampel

Menurut Hadi (2000), populasi adalah sejumlah penduduk atau individu

yang paling sedikit mempunyai sifat yang sama. Sementara sampel adalah

sebagian dari populasi yang digunakan untuk menentukan sifat-sifat serta ciri-ciri

yang dikendalikan dari populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA

Kalam Kudus Medan yang berjumlah 309 orang.

2. Metode pengambilan sampel

Pengambilan sampel atau sampling menurut Kerlinger (dalam Hasan,

2002) merupakan proses pengambilan suatu bagian dari populasi atau semesta.

Teknik sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari

populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai,

dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar benar-benar

mewakili populasi.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

probability. Dalam teknik probability setiap unsur (anggota) populasi diberikan

peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiarto dkk., 2003).

Teknik probability yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random

sampling, yaitu semua elemen populasi memiliki kesempatan yang sama untuk

dipilih sebagai sampel (Hasan, 2002).

Pemilihan subjek penelitian dilakukan secara random dengan teknik tabel

(52)

dimasukkan ke dalam suatu tabel dan diambil secara acak. Hal ini sesuai dengan

teori yang dikemukakan oleh Sevilla dkk., (1993) yang menyatakan bahwa teknik

tabel nomor acak merupakan teknik yang paling sistematis dalam perolehan

unit-unit sampel melalui acak.

3. Jumlah sampel penelitian

Menurut Azwar (2000), secara tradisional statistika menganggap bahwa

jumlah sampel yang lebih dari 60 subjek sudah cukup banyak. Hadi (2000)

menyatakan bahwa menetapkan jumlah sampel yang banyak lebih baik daripada

menetapkan jumlah sampel yang sedikit. Penelitian ini menggunakan sampel

sebanyak 138 orang. Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMA

Kalam Kudus Medan dan berusia antara 15 sampai 18 tahun.

D. Alat Ukur yang Digunakan

Alat ukur merupakan metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian

yang mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti

(Hadi, 2000). Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode skala dan tes psikologi.

Menurut Hadi (2000), skala psikologis merupakan suatu alat ukur dengan

menggunakan daftar pernyataan-pernyataan yang telah disiapkan dan disusun

sedemikian rupa sehingga responden hanya tinggal memilih salah satu dari pilihan

yang tersedia. Skala dapat digunakan dalam penelitian berdasarkan asumsi

(53)

1. Subyek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya

2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada penyelidik adalah benar

dan dapat dipercaya

3. Interpretasi subyek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan

kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksud oleh penyelidik.

Dalam penelitian ini, digunakan 1 buah skala, yaitu skala psikologi yang

mengukur persepsi terhadap iklim kelas, dan 1 buah tes psikologi, yaitu Tes

Kreativitas Figural (TKF).

1. Skala persepsi terhadap iklim kelas

Persepsi terhadap iklim kelas disusun berdasarkan dimensi-dimensi

persepsi terhadap iklim kelas, yang dibuat oleh Fraser, Fisher dan McRobbie

(dalam Chionh & Fraser, 2009) Dimensi-dimensi persepsi terhadap iklim kelas

antara lain: kekompakan siswa, dukungan guru, keterlibatan dalam pembelajaran,

investigasi, orientasi tugas, kerjasama, kesetaraan.

Model skala persepsi terhadap ikim kelas dibuat berdasarkan model skala

Likert. Setiap aitem terdiri dari pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu

Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).

Selain aitem-aitem tersebut, di dalam alat ukur juga tertera identitas diri yang

harus diisi oleh responden. Identitas diri tersebut meliputi nama, jenis kelamin,

kelas, usia, dan urutan kelahiran.

Skala disajikan dalam bentuk pernyataan yang mendukung (favorable) dan

tidak mendukung (unfavorable). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1 – 4. Bobot

Gambar

Tabel 2. Kategorisasi Norma Nilai Kreativitas
Tabel 3. Distribusi aitem skala persepsi terhadap iklim kelas setelah uji coba
Tabel 4. Distribusi aitem skala persepsi terhadap iklim kelas setelah uji coba dengan penomoran baru
Tabel 5. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut dilakukan karena kendaraan atau mesin ATV masih sangat asing ditelinga masyarakat luas, selain itu juga diharapkan dengan dilakukan kajian tersebut

Benih yang telah berumur 60 HST Kecambah kopi arabika dari serdadu

Alhamdulillah, kata syukur yang selalu penulis panjatkan kepada penguasa alam ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

The objectives of the study are to analyze the novel based on its structural elements and to analyze the novel based on the psychoanalytic analysis.. In analyzing Are You Afraid

The purpose of this final project is to describe the use of pictures in teaching vocabulary to the fifth grade of SD Negeri 3 Karangasem Surakarta, and to find

Standar kompetensi matematika mengungkapkan tujuan pembelajaran matematika secara umum pada materi pokok tertentu. Pada materi pokok pangkat dan logaritma dengan standar

Dokumen kualifikasi perusahaan asli yang diupload atau dokumen yang dilegalisir oleh pihak yang berwenang dan menyerahkan 1 (satu) rangkap rekaman (foto copy).

Mussels accumulation of lead from the sediment was assessed using bio- concentration factor (BCF) and the result shows Hiatulachinensis is an accumulator of