• Tidak ada hasil yang ditemukan

Higashi Jawa De No Dalang No Fukumen No Geinou

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Higashi Jawa De No Dalang No Fukumen No Geinou"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Bouvier, Helene 2002. Lebur !, Seni Musik dan Pertunjukan dalam Masyarakat Madura (terjemahan), Jakarta: Forum Jakarta – Paris, Yayasan Asosiasi

Tradisi Lisan Yayasan Obor Indonesia, hal 121

Departemen pendidikan dan Kebudayaan. 1989/1990. Tari Gandrung Banyuwangi. Banyuwangi: Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Propinsi Jawa Timur Proyek Pembinaan Kesenian Jawa Timur.

Murgianto, Sal dan AM Munardi 1979/1980. Topeng Malang, Pertunjukan Drama Tradisional di Daerah Kabupaten Malang. Jakarta: Proyek Sasana

Budaya Dirjenbud, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Kebudayaan yang ada di Indonesia perlu dibina dan diarahkan demi pelestarian budaya bangsa ini dengan karakteristik yang khas di masing-masing daerah. Dalam usaha pembinaan ini, unsur-unsur budaya daerah menjadi salah satu hal yang penting dalam pembinaan kebudayaan Indonesia. Salah satu kebudayaan Indonesia Kesenian Topeng Dalang di Jawa Timur, yang dilakukan dalam bentuk kegiatan permainan Topeng yang diiringi Musik dan Lakon.

Kesenian Topeng Dalang yang ada di Jawa Timur ini memiliki Sejarah kehidupan yang sangat panjang yang berkembang dari abad ke-15 sampai sekarang, dan memiliki karakter yang berbeda di setiap wilayah karena pada saat penyebarannya para Dalang memodifikasi Topeng sesuai dengan karakter daerah Topeng itu tumbuh dan berkembang. Kesenian ini dapat bertahan hidup dari generasi ke generasi. Dengan demikian, berdasarkan hal inilah penulis merasa tertarik untuk membahas Kesenian Topeng Dalang yang ada di Jawa Timur ini.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan “Kesenian Topeng Dalang di Jawa Timur” sebagai judul kertas karya adalah sebagai berikut:

1. Untuk memberikan sekilas gambaran tentang Kesenian Topeng kepada Pembaca.

(3)

3. Untuk menambah pengetahuan baik bagi pembaca dan juga penulis tentang Topeng Dalang.

4. Melengkapi persyaratan kelulusan dari Program Studi D3 Bahasa Jepang Universitas Sumatera Utara.

1.3 Batasan Masalah

Dalam kertas karya ini penulis membahas tentang kesenian Topeng Dalang yang ada di Jawa Timur. Selain itu membahas masalah-masalah yang meliputi, Topeng dan sejarah perkembangannya, karakteristik topeng, fungsi dan peranan sosial permainan topeng, bentuk kesenian, persiapan, peralatan yang digunakan, dan pelaksanaan permainan topeng.

1.4 Metode Penulisan

(4)

BAB II

GAMBARAN UMUM KESENIAN TOPENG DALANG DI JAWA TIMUR

2.1 Topeng dan Sejarah Perkembangannya

Topeng dikatakan sebagai bentuk kesenian yang paling tua, karena topeng pada masa lalu dipergunakan oleh penganut animisme dan Hinduisme ketika mengalami sesuatu yang mengkhawatirkan, seperti bencana alam ataupun penyakit. Pada masa itu topeng digunakan sebagai media untuk berhubungan dengan alam ghaib, dengan para penguasa alam lain, dengan roh-roh nenek moyang. Pementasan Topeng pada jaman itu dimaksudkan agar mampu berdamai sekaligus mengusir roh-roh jahat yang mengganggu kehidupan mereka.

Menurut babad Madura yang ditulis pada abad 19, Topeng Dalang pertama kali dikembangkan pada abad ke-15 di desa Proppo, kerajaan Jambwaringin, Pamekasan pada masa pemerintahan Prabu Menak Senaya. Menurut cerita bahwa Prabu Menak Senaya inilah, yang pertama kali menumbuhkan topeng di wilayah Madura, karena bukti-bukti keberadaan topeng di daerah Proppo banyak diketemukan. Yang dijadikan model pembuatan topeng (tatopong – bahasa Madura) adalah tokoh-tokoh pewayangan.

Pada abad ke-18 Topeng Dalang yang semula merupakan teater rakyat, telah menjadi kesenian istana. Di dalam lingkungan istana, hiasan topeng yang sederhana dimodifikasi kembali. Bentuk dan kehalusan ukirannya diperindah, begitu pula dengan seni karawitannya, seni pedalangan sekaligus pementasannya.

(5)

kesuksesannya sampai tahun 1960. hal itu dapat dilihat dari banyaknya group kesenian, banyaknya dalang dan banyaknya pengrajin topeng di berbagai pelosok. Memasuki dekade 1960-an, Topeng Dalang mengalami masa surut. Hal ini disebabkan banyaknya tokoh-tokoh topeng yang meninggal dunia, sedangkan tokoh-tokoh muda belum muncul dan menguasai seni topeng dalang.

Pada tahun 1970-an Topeng Dalang kembali bangkit dan itu tidak terlepas dari jasa Dalang tua Sabidin (dari Sumenep). Sabidin tetap mempertahankan dan menggeluti Topeng Dalang sekaligus mendidik kader-kader muda yang berasal dari beberapa daerah di wilayah Sumenep. Pengkaderan diprioritaskan pada penguasaan materi pedalangan maupun mendidik penari-penari topeng. Kerja keras Dalang Sabidin membuahkan hasil, murid-murid hasil didikannya mampu menguasai dan melestarikan kembali seni Topeng Dalang.

2.2 Karakteristik Topeng

Penggambaran karakter pada Topeng Dalang selain tampak pada bentuk muka juga tampak pada pemilihan warna. Untuk tokoh yang berjiwa bersih dan suka berterus terang digunakan warna putih. Sedangkan warna merah, digunakan untuk tokoh-tokoh tenang dan penuh kasih sayang (tokoh Yudistira), hitam untuk tokoh yang arif bijaksana, bersih dari nafsu duniawi (tokoh wayang Krisna). Untuk penggambaran tokoh anggun dan berwibawa, digunakan warna kuning emas (tokoh wayang Subadra). Sedangkan penggambaran tokoh yang pemarah, licik dan sombong memakai warna kuning.

(6)

penari. Pemakaian gungseng (giring-giring) tersebut bukan hanya sebagai hiasan, tetapi bunyi giring-giring yang selalu terdengar setiap kaki penari bergerak menjadi alat bantu dan menjadi media komunikasi para penari, karena para penari sepatah pun tak boleh berdialog (dialog dilakukan sang Dalang, dan tokoh Semar). Di samping itu, gungseng dipergunakan sebagai kode perubahan gerakan dalam cerita, misalnya bunyi sreng (panjang) berarti aserek, dan bunyi kroncang-kroncang berarti para pemain sedang berjalan. Gungseng biasanya dikenakan oleh para pemain yang berperan sebagai tokoh antagonis.

2.3 Fungsi dan Peranan Sosial Permainan Topeng

Pada awal permainan Topeng mempunyai Fungsi dan peranan sebagai sarana upacara keagamaan, dan diwujudkan dalam bentuk pemujaan roh nenek moyang dengan harapan akan perlindungan dari segala pengaruh jahat.

Hal ini masih banyak terdapat di pelosok-pelosok daerah dan penduduknya masih dalam taraf kesederhanaan.

(7)

BAB III

KESENIAN TOPENG DALANG

3.1 Bentuk Kesenian

Topeng Dalang adalah kesenian teather tradisional, lahir, tumbuh, dan berkembang di bumi masyarakat dari generasi ke generasi, berlangsung berabad-abad lamanya, karena itu memiliki ciri-ciri yang klasik menurut ukuran setempat. Daerah Persebarannya luas, meliputi pulau Jawa, Madura, dan Bali. Pada umumnya setiap daerah memiliki corak dan karakter sendiri yang khas yang membedakannya dari daerah lain, namun ciri-ciri umum yang sama masih dapat kita kenali dengan mudah, karena kesenian tersebut mempunyai bentuk unik yang disebut kesenian Topeng Dalang.

Ciri-ciri umum itu adalah sebagai berikut:

1. Gaya pementasan yang menggunakan gaya wayang. 2. Seorang Dalang yang memimpin pertunjukan. 3. Pemain yang mengenakan topeng.

4. Tarian sebagai gerak laku para pemain kesenian Topeng. 5. Bunyi gamelan sebagai unsur situasi dan suasana. 6. Unsur panakawan yang selalu membawakan lelucon.

(8)

Untuk memperoleh gambaran yang utuh tentang kesenian Topeng Dalang akan diuraikan sebagai berikut.

1.) Pementasan

Pementasan menggunakan “wayang wong” karena sebenarnya unsur tersebut merupakan perkembangan dari Topeng Dalang.

2.) Dalang

Dalang adalah unsur yang diperlukan pada pementasan. Karena Dalang adalah tokoh utama yang berperan sebagai pengatur laku, pengantar cerita, dan pembawa dialog dalam pertunjukan Topeng Dalang.

3.) Topeng

Topeng merupakan unsur yang menunjukkan sebagai pelakunya, artinya: orang-orang yang mengenakan topeng.

4.) Tari

Tari merupakan unsur yang dilakukan para pelakunya dengan gerak yang diiringi dengan gamelan.

5.) Gamelan

Gamelan merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan oleh unsur tari, karena gamelan berfungsi sebagai pengiring tari.

6.) Panakawan

Panakawan adalah tokoh-tokoh yang dihadirkan untuk menyemarakkan pertunjukan.

7.) Lakon Panji dan Pandhawa ( Mahabarata )

(9)

8.) Waktu pertunjukan

Tidak ada ketentuan tentang waktu pertunjukan Topeng Dalang, bisa antara tiga sampai empat jam, atau bahkan bisa sampai semalam suntuk.

3.2 Persiapan

Pertunjukan Kesenian Topeng Dalang memiliki persiapan yang benar-benar matang sebelum melaksanakan petunjukannya. Karena bila persiapan yang dilakukan tidak matang atau ada yang kurang, pertunjukan Kesenian Topeng Dalang tidak akan bisa dilaksanakan, karena saling berkaitan satu sama lain.

Sebelum melakukan pertunjukan Kesenian Topeng Dalang, ada beberapa hal penting yang harus dipersiapkan dengan baik, seperti :

1. Mempersiapkan pentas tempat bermain, karena jika tidak ada Pentas pertunjukan tidak bisa dilaksanakan.

2. Lakon yang akan disajikan, karena bila tidak ada Lakon, pertunjukan Topeng Dalang akan terasa sangat membosankan.

3. Pemain, karena bila tidak ada Pemain, tidak akan ada pertunjukan.

4. Seperangkat gamelan lengkap dengan wiyaganya, karena bila tidak ada gamelan dengan wiyaganya, para pemain yang melakukan gerakan tari juga bisa menjadi tidak semangat.

5. Dalang, karena bila tidak ada Dalang, tidak akan ada yang bisa memimpin jalannya pertunjukan

(10)

3.3 Peralatan yang Digunakan Dalam Kesenian

Dalam pertunjukan Kesenian Topeng Dalang, ada beberapa peralatan yang biasanya digunakan untuk menyajikan pertunjukan kesenian topeng. Peralatan ini digunakan dengan tujuan agar kesenian tersebut terlihat lebih menarik. Peralatan yang biasanya digunakan untuk mengadakan pertunjukan Topeng Dalang tersebut adalah :

1. Dalang berperan sebagai pemimpin orkestra gamelan, menyajikan suluk, narasi dan mengucapkan dialog.

2. Pemain yang hanya melakukan gerakan dengan Tarian sambil mengikuti dialog yang dikisahkan sang Dalang.

3. Topeng dan Busana yang dipakai para pemainnya. 4. Gamelan yang biasanya mengiringi tarian.

5. Wiyaga yang memainkan gamelan

6. Lakon yang biasanya diambil dari kisah Panji atau Mahabarata.

3.4 Pelaksanaan Pertunjukan

Sesudah segala sesuatunya dipersiapkan dengan sempurna, maka tibalah saatnya pertunjukan dilakukan. Semua kru menduduki tempatnya masing-masing. Para wiyaga (penabuh gamelan) telah mulai menabuh gendhing-gendhing pengantar menjelang pertunjukan sambil menunggu datangnya penonton memenuhi ruangan yang sudah disiapkan.

(11)

Ki Dalang duduk di tengah-tengah pentas menghadap ke arah penonton. Topeng yang akan ditampilakan diletakkan berjajar di depannya. Para pelaku duduk mengitari Dalang. Sementara itu gamelan terus berbunyi menghabiskan gendhing pengantar. Setelah menanti beberapa saat, gamelan pun berhenti. Lalu dhalang memukulkan dhodhogan sebagai isyarat dimulainya pertunjukan.

Berikut adalah kronologi permainan topeng dari “sangkan” (adegan pembuka) sampai dengan “Tanceb Kayon” (tamat).

1. “Jebol Kayon”

Maksudnya adalah bahwa sang Dalang akan menggelar lakon. 2. Adegan “Pambuka”

Seorang Raja mengungkapkan masalah yang dihadapinya ke sidang kerajaan yang dihadiri oleh pembesar dan pejabat tinggi. Pada akhir sidang, Raja memerintahkan angkatan perangnya untuk mengatasi masalah tersebut.

3. Adegan “Kadhatonan”

Sang Raja masuk ke Puri bertemu dengan Permaisuri. Dalam adegan ini sang Raja melakukan semedi, memanjatkan permohonan kepada Dewata Agung agar tercapai yang diharapkan.

4. Adegan “Paseban Luar”

Titah Raja dilaksanakan, Prajurit dipersiapkan dan bergerak keluar mengemban tugas yang berat dan penuh dengan resiko.

5. Adegan “Kapalan” atau “ Prampogan”

(12)

6. Adegan “Sabrangan”

Menampilkan seorang Raja dari kerajaan lain, dan Yaksa (Raksasa) yang mempunyai Prajurit Yaksa. Dalam lakon, Raja Yaksa ini menjadi pihak yang antagonis.

7. Adegan “Perang Gagal”

Perang antara bala prajurit kerajaan pertama dan bala prajurit sabrangan karena berebut jalan, tetapi Belum menimbulkan korban.

8. Adegan “Gara-gara”

Terjadi kemelut yang melanda kehidupan dunia yang timbul karena ancaman musuh angkara. Dan hanya seorang ksatria yang berani menghadapinya. 9. Adegan “Perang Kembang”

Perang antara ksatria dengan bala raksasa. Perang berakhir dengan kematian bala raksasa.

10. Adegan “Perang Brubuhan”

Peperangan terakhir menentukan hidup-matinya pihak-pihak yang saling bermusuhan. Kemenangan terakhir dicapai oleh pihak ksatria sedangkan musuhnya mengalami kekalahan atau mati.

11. “Tanceb Kayon”

(13)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Topeng Dalang merupakan kesenian yang unik dan paling populer di kalangan masyarakat Jawa Timur dan keseniaan yang paling tua yang masih dimainkan sampai sekarang.

2. Topeng Dalang memiliki sejarah kehidupan yang sangat panjang, Memiliki karakter yang berbeda, Mencerminkan kehidupan Sosial Budaya masyarakat dan kesenian teater tradisional yang lahir, tumbuh, dan berkembang di masyarakat Jawa Timur.

3. Pertunjukan kesenian ini memiliki persiapan sebelum pertunjukannya dimulai, seperti mempersiapkan pentas, lakon yang akan disajikan, seperangkat gamelan dengan wiyaganya, Dalang serta pemain, dan properti-properti lainnya.

(14)

4.2 Saran

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Bouvier, Helene 2002. Lebur !, Seni Musik dan Pertunjukan dalam Masyarakat Madura (terjemahan), Jakarta: Forum Jakarta – Paris, Yayasan Asosiasi

Tradisi Lisan Yayasan Obor Indonesia, hal 121

Departemen pendidikan dan Kebudayaan. 1989/1990. Tari Gandrung Banyuwangi. Banyuwangi: Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Propinsi Jawa Timur Proyek Pembinaan Kesenian Jawa Timur.

Murgianto, Sal dan AM Munardi 1979/1980. Topeng Malang, Pertunjukan Drama Tradisional di Daerah Kabupaten Malang. Jakarta: Proyek Sasana

Budaya Dirjenbud, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan media grafis dengan pengintegrasian nilai-nilai imtaq lebih baik jika dibandingkan dengan hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen untuk pre-tes yang

q JD dapat diperoleh sebagai hasil pengukuran arus lalu lintas eksisting (untuk melakukan evaluasi kinerja), atau sebagai hasil prediksi (untuk menetapkan Tipe

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis ucapkan karena skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Penerapan Total Quality Management (TQM) Terhadap Kinerja Perusahaan dengan

Semen seng fosfat sebagai basis digunakan dalam kekentalan yang tinggi dan bentuk lapisan yang relatif tebal untuk menggantikan dentin yang sudah rusak dan untuk

Fungsi interogativa yang beradaptasi terhadap pronomina persona ketiga dalam bahasa melayu Riau dialek Kampar adalah untuk menanyakan suatu hal atau keadaan yaitu

: bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 58 ayat {3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2OOT tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan

Kita sebagai muslim perlu terus bersabar tanpa tewas kepada nafsu. Jika kita tewas kepada nafsu, adakah kita seorang yang benar-benar bersabar?. Maqam kedua lebih

sendi, perubahan warna, perubahan bentuk, dan perubahan posisi struktur ekstremitas (dislokasi atau sublukasi). Disabilitas dan handicap, disabilitas terjadi apabila