PENGARUH INTERVENSI DIET DAN AKTIFITAS FISIK TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PUASA ANAK OBES USIA 6 – 12 TAHUN DI
KOTAMADYA MEDAN
OLEH
NURZAHARA SIDDIK
TESIS
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Dokter Spesialis Anak
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH INTERVENSI DIET DAN AKTFITAS FISIK TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PUASA ANAK OBES USIA 6 – 12 TAHUN DI
KOTAMADYA MEDAN
Telah disetujui dan disyahkan
dr. Hj. Tiangsa br Sembiring, SpA Pembimbing I
dr. Yazid Dimyati, SpA Pembimbing II
Medan, 18 September 2007
Ketua Program Studi
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU
Dengan ini diterangkan :
NURZAHARA SIDDIK
Telah menyelesaikan Tesis sebagai persyaratan untuk mendapat gelar Dokter Spesialis Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tesis
ini dipertahankan di depan Tim Penguji pada hari Selasa, tanggal 18 September 2007 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.
Tim Penguji
Penguji I
Prof. dr. H. Iskandar Z.Lubis, SpA(K) ...
Penguji II
Prof. dr. Hj. Rafita Ramayati, SpA(K) ...
Penguji III
dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) ...
Medan, 18 September 2007
Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K)
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas
akhir pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam
Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua
pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan
dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing dr. Hj. Tiangsa Br. Sembiring, SpA, dr. Ani Ariani SpA dan dr.Yazid Dimyati SpA, yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta
saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan
penyelesain tesis ini.
2. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU dan dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K),
sebagai sekretaris program yang telah banyak membantu dalam
menyelesaikan tesis ini.
4. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan
pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
5. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang memberikan kesempatan
mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU.
6. Kepala Sekolah Dasar Harapan, Annizam dan Kartika Medan beserta guru yang telah memberikan izin dan fasilitas pada penelitian ini.
7. Sahabatku, dr. Oke Rina Ramayani, SpA, Fatimah DA dan Purnama Fitri yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
8. Kepada suami, dr. H. Syafrizal, SpP, kedua ananda tersayang M. Chairul Syah dan Nur Alifah Zalfa, terima kasih atas doa, pengertian dan
dukungan selama penulis menyelesaikan pendidikan.
9. Kepada orangtua, Drs. H. M. Ardi Siddik, dan Dra. Hj. Sadri Azuly serta mertua H. Ottman Arifin BA dan Hj. Sufni yang selalu mendoakan,
memberikan bantuan moril dan materil selama ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat
bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, 18 September 2007
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan Pembimbing... ii
Kata Pengantar ……….. iv
Daftar Isi ……….. vii
Daftar Tabel ……… x
Daftar Gambar ………... xi
Daftar Singkatan ……… xii
Daftar Lambang ………. xiv
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……… 1
1.2. Perumusan Masalah ……….. 4
1.3. Tujuan Penelitian ……… 4
1.4. Hipotesis ……….. 4
1.5. Manfaat Penelitian ………. 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas ... .……... 5
2.1.1 Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 5
2.1.2 Klasifikasi obesitas ……… 6
2.1.3. Etiologi dan patogenesis... 7
2.1.4. Komplikasi obesitas ... 9
2.1.6. Pencegahan... …………. 13
2.2. Diabetes tipe 2 pada anak ... 17
2.2.1. Epidemiologi ... 19
2.2.2. Patofisiologi diabetes tipe 2 pada anak dan remaja ... 20
2.2.3. Uji terhadap diabetes ... 21
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian……….……… 23
3.2. Tempat dan Waktu……….. 23
3.3. Kerangka konsep………. 23
3.4. Populasi dan Sampel Penelittian……….. 24
3.5. Perkiraan Besar Sampel………. 24
3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi……… 25
3.7. Bahan dan Cara Kerja……… 25
3.8. Definisi operasional ……… 27
3.9. Analisa Data ………..…. 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil penelitian ... 31
4.2. Pembahasan ... 36
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……… 42
5.2. Saran ……….. 42
LAMPIRAN
1. Surat persetujuan penelitian ……… 50
2. Formulir wawancara untuk anak ... 51
3. Formulir kuesioner untuk orangtua murid ... 53
4. Pemeriksaan fisis ... 54
5. IMT untuk anak laki-laki usia 2 – 20 tahun ... 56
6. IMT untuk anak perempuan usia 2 – 20 tahun ... 57
7. Catatan makanan dan minuman 3 hari ……….. 58
8. Ringkasan ……… 59
9. Summary ………. 60
10. Riwayat hidup……… 61
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. IMT menurut usia ... 6 Tabel 2.2. Komponen keberhasilan penurunan berat badan... 10 Tabel 2.3. Kebutuhan kalori untuk pelbagai aktifitas... 12 Tabel 2.4. Asupan makanan yang direkomendasikan oleh AAP
untuk anak ≥ 2 tahun... 14 Tabel 2.5. Klasifikasi etiologis diabetes mellitus ... 18 Tabel 2.6. Kriteria untuk diagnosis diabetes mellitus ... 18 Tabel 2.7. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai
patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) ... 19 Tabel 2.8. Uji terhadap diabetes tipe 2 pada anak ... 22 Tabel 4.1. Karakteristik dasar sampel penelitian ... 32 Table 4.2. Perbedaan kejadian DM pada kedua kelompok
sebelum intervensi ... 33 Table 4.3. Perbedaan kejadian DM pada kedua kelompok
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR SINGKATAN
ADA : American Diabetes Association
CDC : Center for Disease Control and Prevention
dkk : dan kawan-kawan
dl : desiliter
DM : Diabetes Mellitus
GPP : Glukosa Plasma Puasa
GPT : Glukosa Puasa Terganggu
H0 : Hari 0
H30 : Hari 30
HDL : High Density Lipoprotein
IMT : Indeks Massa Tubuh
kg : kilogram
kgd : kadar glukosa darah
kkal : kilokalori
1 lb : 1 pound = 0,4536 kg
mg : milligram
mph : mile per hour
NCHS : National Center for Health Statistics
NHANES :National Health and Nutrition Examination Survey
P : Persentil
PCOS : polycystic ovarian syndrome
SD : Sekolah Dasar
SD : Standar Deviasi
SPSS : Statistical Package for Social Science
TGT : Toleransi Glukosa Terganggu
WHO : World Health Organization
wib : waktu Indonesia bagian barat
DAFTAR LAMBANG
n = Besar sampel
Zα = Tingkat kepercayaan
Z β = Kekuatan uji
P1 = Proporsi efek standar
P2 = Proporsi efek yang diteliti
x2 = Kai-kuadrat
% = persen
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obesitas pada anak dan remaja mulai menjadi masalah di seluruh dunia,
termasuk di Indonesia. Faktor yang berperan terhadap peningkatan prevalensi
obesitas pada anak tidak seluruhnya diketahui, tetapi hal yang utama adalah
perubahan gaya hidup yang berhubungan dengan peningkatan masukan kalori
dan rendahnya penggunaan energi.1
Obesitas adalah suatu keadaan peningkatan berat badan akibat
penimbunan lemak tubuh yang berlebihan.2 Prevalensi obesitas pada anak usia
6-11 tahun menurut National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES II) tahun 1984 dan NHANES III tahun 1993, prevalensi obesitas
meningkat dari 6,5% menjadi 11,4% untuk anak laki-laki dan 5,5% menjadi
9,9% untuk anak perempuan. Diantara usia 12 sampai 17 tahun prevalensi
obesitas meningkat dari 4,7% menjadi 11,4% pada anak laki-laki dan dari 4,9%
menjadi 9,9% pada anak perempuan.3 Prevalensi obesitas pada anak usia 6 –
11 tahun di Amerika Serikat lebih dari dua dekade terakhir meningkat 15,3%
dan 15,5% pada anak 12 – 19 tahun.4 Prevalensi obesitas di Singapura
meningkat dari 9% menjadi 19%. Tahun 1998 Djer mendapatkan prevalensi
obesitas di SD Negeri di kawasan Jakarta Pusat sebesar 9,6% dan pada tahun
2002 penelitian yang dilakukan Meilany menunjukkan hasil sebesar 27,5%
pada anak SD swasta di kawasan Jakarta Timur.dikutip dari 5 Kamelia (1995)
SD Negeri di kota Medan.6 Data-data di atas menunjukkan insiden obesitas
pada anak meningkat setiap tahunnya.
Lebih dari 90% kasus obesitas disebabkan oleh faktor idiopatik (obesitas
primer atau nutrisional) dan hanya 10% yang disebabkan oleh faktor endogen
(kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik).7
Secara klinis obesitas dengan mudah dapat dikenali, walaupun demikian
pengukuran yang lebih obyektif tetap diperlukan selain untuk memastikan
diagnosis, penting untuk pemantauan hasil terapi. Pengukuran antara lain
dengan pengukuran antropometrik dan laboratorik.5
Obesitas pada anak mempunyai dampak berupa disfungsi psikososial,
gangguan jantung-paru, gastrointestinal, metabolik, pertumbuhan, dermatologis
dan ortopedi. Dampak obesitas juga bisa menetap hingga masa dewasa
seperti hiperlipidemia, hipertensi, diabetes mellitus (DM) tipe 2 dan
aterosklerosis.8 – 12
Obesitas dapat disertai keadaan resistensi insulin yang pada akhirnya
akan menyebabkan terjadinya DM.13 Diabetes pada anak umumnya adalah
diabetes tipe 1, namun di beberapa negara misalnya Amerika Serikat
meningkatnya angka kejadian obesitas ternyata diikuti makin meningkatnya
angka kejadian diabetes tipe 2 pada anak, sehingga akhir-akhir ini sebagian
besar kasus baru DM pada anak merupakan diabetes tipe 2.13-15
Diabetes tipe 2 umumnya mula – mula asimptomatik. Fase asimptomatik
terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama. Perjalanan penyakit pada individu
normal yang mempunyai faktor risiko sebelum manifes biasanya melalui fase
terjadinya diabetes tipe 2. Penelitian pada orang dewasa menemukan 8 – 15%
penderita TGT berubah menjadi DM tipe 2 tiap tahunnya.16-18 Bila TGT dapat
dideteksi dini maka akan dapat dilakukan langkah – langkah pencegahan agar
tidak berkembang menjadi suatu diabetes tipe 2 yang simptomatik.
American Diabetes Association (ADA) menganjurkan uji saring terhadap
diabetes tipe 2 pada anak dengan berat badan lebih disertai dua faktor risiko
(adanya riwayat diabetes tipe 2 pada keluarga, ras/etnis tertentu, adanya
tanda-tanda resistensi insulin), dimulai pada usia 10 tahun atau saat pubertas,
dilakukan tiap 2 tahun. ADA menganjurkan pemeriksaan glukosa plasma puasa
(GPP).2 Frekuensi riwayat diabetes tipe II yang dijumpai pada keluarga tingkat
pertama dan kedua berkisar antara 74 hingga 100%.14,19-20
Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta
meningkatkan keluaran energi. Caranya dengan pengaturan diet, peningkatan
aktifitas fisik, mengubah pola hidup (modifikasi perilaku) dan yang terpenting
adalah keterlibatan keluarga dalam proses terapi.5 Obesitas diketahui sebagai
faktor risiko penting untuk timbulnya diabetes tipe 2, mengontrol berat badan
merupakan pencegahan timbulnya diabetes tipe 2.21
Diabetes tipe 2 meningkat tajam pada anak, terutama dewasa muda di
Amerika Serikat, berhubungan dengan obesitas pada populasi anak. Riwayat
DM tipe 2 dalam keluarga sering terdapat pada penderita ini, prevalensinya
berkisar dari 48% sampai 99%.22 Semakin lama berlangsungnya obesitas,
semakin besar risiko terjadinya diabetes tipe 2, sehingga penting untuk
mengatasi dan mencegah obesitas pada individu muda.19 Intervensi diet dan
Arciero dkk dalam penelitiannya mendapatkan penurunan yang bermakna terhadap berat badan dan kadar glukosa darah (kgd) puasa pada laki – laki dewasa setelah pemberian diet rendah kalori atau berjalan kaki 50 – 60 menit/hari dalam periode 10 hari.24 Roberts dkk mendapatkan perbaikan yang bermakna dari berat badan, IMT, serum lipid dan kadar insulin puasa pada laki – laki dewasa setelah intervensi diit rendah lemak tinggi serat dan aktifitas fisik berjalan kaki selama 45 – 60 menit/hari selama 3 minggu, sementara nilai kgd puasa menurun tidak bermakna.25
Pada penelitian ini kami ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan kgd puasa pada anak obesitas setelah intervensi diet dan aktifitas fisik selama satu bulan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan apakah terdapat perbedaan kgd puasa pada anak obesitas setelah mendapat intervensi diet dan aktifitas fisik selama satu bulan.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kgd puasa pada anak obesitas setelah intervensi diet dan aktifitas fisik selama satu bulan.
1.4.Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah tidak ada perbedaan kgd puasa pada anak obesitas setelah mendapat intervensi diet dan aktifitas fisik selama satu bulan.
1.5.Manfaat penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. OBESITAS
Obesitas secara umum didefenisikan sebagai peningkatan berat badan yang
disebabkan oleh meningkatnya lemak tubuh secara berlebihan.2 Obesitas
dapat dikenali secara klinis, tapi dibutuhkan parameter obyektif untuk
memastikan diagnosis dan pemantauan hasil terapi.26
Penentuan obesitas berdasarkan antropometri:27
1. Indeks Massa Tubuh (BB/TB2)
2. Lingkar pinggang
3. Rasio pinggang – pinggul
4. Tebal lipatan kulit
2.1.1. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan cara yang mudah dan dapat
menggambarkan dengan tepat massa lemak tubuh pada anak dan
remaja.26,28,29 Indeks massa tubuh ≥ persentil ke-85 dan < persentil 95 merupakan berat badan lebih dan IMT ≥ persentil ke-95 merupakan obesitas pada anak dan remaja.27,30
Pada kurva persentil standar IMT yang dikeluarkan oleh CDC 2000
untuk anak dan remaja usia 2 hingga 20 tahun tampak bahwa IMT menurun
mulai usia 2 tahun hingga usia 4 tahun sampai 6 tahun dan kemudian
merupakan prediktor kuat terjadinya obesitas lanjutan. Resiko obesitas lanjutan
meningkat bila adiposity rebound terjadi sebelum usia 5,5 tahun. Karena itu
IMT dipakai sebagai prediktor obesitas jangka panjang pada anak dan untuk
memprediksi morbiditas dan mortalitas saat dewasa.31
Beberapa peneliti setuju bahwa IMT merupakan cara terbaik yang
mudah dilakukan untuk menentukan obesitas pada anak. Seseorang tampak
obes jika IMT melebihi cut off point untuk umurnya.11 WHO memberikan
panduan untuk menentukan obesitas (tabel 2.1).
Tabel 2.1. IMT menurut usia
Usia ( tahun ) IMT ( kg / m2 )
≤ 14 19 – 20
15 25
≥ 16 28
(Dikutip dari Childhood and adolescent obesity32)
2.1.2. Klasifikasi obesitas Menurut etiologinya:31
1. Obesitas primer
Disebabkan faktor nutrisi, yaitu masukan makanan berlebih dibanding dengan kebutuhan energi yang diperlukan tubuh.
2. Obesitas sekunder
Berdasarkan fenotipnya:26,33
1. Tipe I : massa tubuh berlebihan atau persentase lemak meningkat
2. Tipe II : kelebihan lemak subkutis di daerah trunkal-abdominal (android)
3. Tipe III : penimbunan kelebihan lemak di daerah abdominal-viseral
4. Tipe IV : penimbunan di daerah gluteo-femoral (ginekoid)
2.1.3. Etiologi dan patogenesis
Obesitas terjadi bila masukan energi tinggi diikuti penggunaan energi
normal/rendah atau masukan energi normal diikuti penggunaan energi
rendah.26
Faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya obesitas:
1. Genetik: Bila seorang anak dalam satu keluarga diidentifikasi sebagai obes,
maka peluang anak kedua obes sekitar 40%. Bila kedua orangtua obes,
sekitar 80% anak mereka akan menjadi obes, bila salah satu orangtua obes
prevalensi menjadi 40% dan bila kedua orangtua tidak obes maka
prevalensi obesitas akan turun menjadi 10%.27
2. Menonton televisi: prevalensi obesitas pada anak usia 6 – 11 tahun
meningkat dari 15% menjadi hampir 20% pada yang menonton tv > 2 jam
sehari. Pada anak usia 12 – 17 tahun meningkat dari 10% menjadi 20 %
jam sehari dan paling tinggi diantara mereka yang menonton ≥ 4 jam sehari.34
3. Energy expenditure: terdiri dari 4 komponen yaitu metabolisme basal, efek
termis dari makanan, aktifitas fisik dan pertumbuhan.27
4. Susu formula bayi: prevalensi obesitas sebesar 4,5% pada anak yang tidak
pernah mendapat air susu ibu (ASI), dibandingkan dengan 2,8% pada anak
yang mendapat ASI.27
5. Masukan diet, termasuk lemak, karbohidrat dan pola makan: Orangtua
terlibat dalam pemilihan makanan dan kebiasaan makan pada anaknya.27
6. Single-gene defects dan sindrom obesitas: terdapat sejumlah kelainan
kongenital dimana obesitas merupakan gambaran utama.27
7. Etnis: etnis Eropa dan Timur tengah lebih cenderung menjadi berat badan
lebih dan obes dibandingkan Inggris dan Asia.27 Data NHANES dari tahun
1999 – 2002 obesitas pada anak usia 6 – 19 tahun, 28% ras kulit putih,
35% ras African American dan 40% ras Mexican American.35 Data tahun
2001 – 2003 untuk lebih dari 2400 anak usia 3 tahun yang tinggal di 20 kota
di Amerika Serikat didapatkan prevalensi obesitas lebih tingi bermakna
pada ras Hispanik daripada ras kulit putih atau hitam, tetapi tidak berbeda
bermakna antara kulit hitam dan putih.36
8. Adiposity rebound dini: adiposity rebound dini berhubungan dengan
9. Penyakit endokrin: observasi klinis menentukan hubungan antara obesitas
dan sejumlah gangguan endokrin, misalnya hipotiroid, sindroma Cushing
dan defisiensi hormon pertumbuhan.27
10. Obat – obatan: sejumlah obat – obatan dapat mengakibatkan obesitas,
misalnya golongan glukokortikoid.27
Periode kritis dalam masa tumbuh-kembang anak dalam kaitannya dengan
perkembangan jaringan lemak dan terjadinya obesitas:26
1. Periode pra-natal
2. Masa adiposity rebound (usia 6 – 7 tahun)
3. Masa adolesen
2.1.4. Komplikasi obesitas
Obesitas pada anak mempunyai dampak berupa disfungsi psikososial,
gangguan jantung-paru, gastrointestinal, metabolik, pertumbuhan, dermatologis
dan ortopedi. Dampak obesitas juga bisa menetap hingga masa dewasa
seperti hiperlipidemia, hipertensi, DM tipe 2 dan aterosklerosis.8-12,34,35,37
Anak obesitas lebih sering mengalami peningkatan trigliserida, resistensi
insulin, kolesterol LDL dan penurunan kolesterol HDL.38 Risiko mortalitas
maupun morbiditas akibat penyakit-penyakit ini meningkat pada obesitas.36,39,40
Pada anak usia 6 – 9 tahun sudah didapatkan adanya faktor risiko terjadinya
penyakit kardiovaskular.37 Risiko terjadinya DM tipe 2 meningkat bila obesitas
untuk berlanjut menjadi obesitas dewasa, terutama bila orangtuanya juga
obes.42
2.1.5 Terapi obesitas pada anak
Sebelum mempertimbangkan untuk melakukan intervensi, dibutuhkan
pemahaman orangtua dan anak obes bahwasanya obesitas adalah suatu
masalah. Faktor keluarga berperan penting dalam terapi obesitas. Perubahan
tidak akan terjadi tanpa persetujuan dan motivasi dalam keluarga.11Kombinasi
intervensi diet, aktifitas fisik dan modifikasi perilaku bermanfaat dalam
penurunan berat badan anak.43 Keberhasilan rencana penurunan berat badan
dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel.2.2. Komponen keberhasilan penurunan berat badan
Komponen Komentar
Menentukan target penurunan berat
badan yang mungkin dicapai
Mula-mula 5 sampai 10 lb*, atau dengan
kecepatan 1 – 4 lb perbulan
Pengaturan diet Nasehat diet yang mencantumkan jumlah
kalori perhari dan anjuran persentase kalori
dari lemak, protein dan karbohidrat
Aktifitas fisik Awalnya disesuaikan dengan tingkat
kebugaran anak dengan tujuan akhir 20 – 30
menit per hari (diluar aktifitas fisik di sekolah)
Modifikasi perilaku Pemantauan mandiri, pendidikan gizi,
mengendalikan rangsangan, memodifikasi
kebiasaan makan, aktifitas fisik, perubahan
perilaku, penghargaan dan hukuman
Keterlibatan keluarga Analisis ulang aktifitas keluarga, pola
menonton televisi; melibatkan orangtua dalam
konsultasi gizi
Dalam pengaturan kalori perlu diperhatikan tentang:5
• Target jumlah kalori yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan normal.
Pengurangan kalori berkisar 200 – 500 kalori sehari dengan target
penurunan berat badan 0,5 kg perminggu. Penurunan berat badan
ditargetkan sampai mencapai kira-kira 10% di atas berat badan ideal atau
cukup dipertahankan agar tidak bertambah, karena pertumbuhan linier masih
berlangsung.
• Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50 – 60%, lemak 20 – 30%,
dan protein cukup untuk tumbuh kembang normal (15 – 20%). Bentuk dan
jenis makanan harus dapat diterima anak, serta tidak dipaksa mengkonsumsi
makanan yang tidak disukai.
• Diet tinggi serat dapat membantu pengaturan berat badan melalui jalur
intrinsik, hormonal dan kolonik. Ketiga mekanisme tersebut selain
menurunkan asupan makanan akibat efek serat yang cepat mengenyangkan
(meskipun kandungan energinya rendah) serta mengurangi rasa lapar, juga
meningkatkan oksidasi lemak sehingga mengurangi jumlah lemak yang
disimpan.
Aktifitas fisik diperlukan untuk menjaga penurunan berat badan dan
untuk mendistribusikan lemak tubuh kedalam otot. Aktifitas fisik yang
dianjurkan harus ringan dan tingkatnya dinaikkan secara perlahan.7 Program
terapi yang menggunakan kombinasi intervensi diet dan aktifitas fisik lebih
berhasil dalam tatalaksana obesitas dibandingkan hanya intervensi diet
sendiri.44 Dianjurkan melakukan aktifitas fisik sedang selama 20 – 30 menit
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3 – 4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit) dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah.46 Latihan jasmani yang dimaksud adalah jalan, bersepeda
santai, jogging dan berenang. Batasi atau jangan terlalu lama kegiatan yang
kurang gerak seperti menonton televisi.47 Daftar kebutuhan kalori (energy
expenditure) untuk beberapa aktivitas dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Kebutuhan kalori untuk pelbagai aktifitas
Aktifitas Kalori / Jam Membakar 250 Kalori ( menit )
Jalan (4,5 mph) 400 37 menit
Tennis (sedang) 425 35 menit
Berenang (45 yd/min) 530 30 menit
Bola tangan (squash) 600 25 menit
Tennis (berat) 600 25 menit
Jogging (5,5 mph) 650 22 menit
Bersepeda (13 mph) 850 18 menit
(Dikutip dari Ilyas EL45)
Modifikasi perilaku pada anak obesitas sangat potensial untuk
mengurangi derajat obesitas. Perilaku santai misalnya menonton televisi,
bermain playstation dapat mencegah anak melakukan aktifitas fisik dan
merangsang anak untuk mengemil.48 Faith dkk dalam studinya mendapatkan
secara bermakna pengurangan lemak tubuh total pada anak obes yang
dikurangi menonton televisi hanya selama 1,6 jam per minggu.49 Epstein dkk
fisik pada anak dengan obesitas, pemantauan dilakukan selama 2 tahun
didapatkan penurunan dari lemak tubuh dan berat badan serta meningkatkan
kemampuan anak untuk berolahraga.50 Sekolah mempunyai peran yang
penting dalam usaha pencegahan dan terapi bagi anak obes yang menjadi
siswa di sekolah tersebut. Murid dianjurkan untuk selalu aktif dalam kegiatan
olahraga di sekolah. Jumlah jam pelajaran kegiatan olahraga di sekolah dasar
diperkirakan ± 150 menit/minggu dan 225 menit/minggu untuk murid – murid
sekolah lanjutan.44,48
2.1.6. Pencegahan
Makin lama obesitas berlangsung, makin besar kemungkinan terjadinya
diabetes tipe 2, karena itu penting untuk mencegah obesitas pada individu
muda.21,51,52 Untuk menurunkan risiko obesitas melalui intervensi dilakukan
terhadap berat badan lebih, aktifitas fisik yang rendah, asupan lemak diet yang
tinggi dan asupan serat yang rendah.46
Cara yang terbaik untuk menurunkan prevalensi obesitas adalah melalui
cara pencegahan.7 Terdapat dua strategi pendekatan yaitu strategi pendekatan
populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada semua anak dan
remaja beserta orangtuanya, serta strategi pendekatan pada kelompok berisiko
tinggi menjadi obesitas.4
A. Strategi pendekatan populasi
Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan pusat
kesehatan masyarakat. Di dalam keluarga, penting diketahui diet dan pola
menunda pemberian makanan pendamping ASI juga dapat membantu
menurunkan prevalensi obesitas. 7
Pengaturan diet yang direkomendasikan oleh American Academy of
Pediatric (AAP) untuk anak usia ≥ 2 tahun dapat dilihat pada tabel 2.4. Kurikulum di sekolah harus mengajarkan tentang pentingnya aktifitas fisik
untuk menjaga kesehatan dan memberikan peluang untuk melakukan olahraga
dan rekreasi.
Tabel 2.4. Asupan makanan yang direkomendasikan oleh AAP untuk anak ≥ 2 tahun
Komposisi makanan Asupan perhari yang direkomendasikan
Lemak total 20 – 30% energi
Asam lemak jenuh < 10% energi Polyunsaturated fatty acids ≤ 10% energi
Monounsaturated fatty acids Sisa dari kalori lemak total Kolesterol < 300 mg per hari
Karbohidrat Sekitar 55% energi total
Serat Minimal: usia + 5 gram/hari
Protein Sekitar 15 – 20% energi
Kalori Untuk mendukung tumbuh kembang
normal dan untuk menjaga berat badan yang diinginkan
(Dikutip dari Williams CL, Deckelbaum R53)
Aktifitas fisik yang direkomendasikan AAP menurut umur adalah sebagai
berikut:44
Usia 4 – 6 tahun dapat diberikan lebih banyak jenis olahraga, tetapi dengan pengawasan. Olahraga dapat berupa berlari, berenang, berguling – guling, melempar dan menangkap. Batasi menonton tv < 2 jam per hari.
Usia 6 – 9 tahun, anak melatih ketrampilan motoriknya, ketajaman penglihatan dan keseimbangannya. Aktifitasnya dapat berupa berjalan, menari dan lompat tali. Olahraga terorganisir juga sudah dapat diberikan seperti sepak bola, baseball, tetapi dengan aturan yang disesuaikan dan waktu yang singkat.
Usia 10 – 12 tahun, aktifitas dipusatkan pada kesenangan dengan anggota keluarga dan teman. Olahraga dipusatkan untuk meningkatkan ketrampilan dalam taktik dan strategi (sepak bola, bola basket).
Remaja, aktivitas fisik untuk kebugaran (menari, yoga, berlari), transportasi aktif (berjalan, bersepeda), pekerjaan rumah sehari-hari, olahraga kompetitif dan non kompetitif.
Pencegahan obesitas serta saran untuk orangtua berupa:7
Hargai selera makan anak
Hindari mengkonsumsi makanan siap saji atau makanan yang manis Batasi jumlah makanan berkalori tinggi yang disimpan di rumah Sajikan menu sehat dengan komposisi lemak < 30% kalori total Sajikan sejumlah serat dalam makanan anak
Susu skim dapat menggantikan susu sapi mulai usia 2 tahun Jangan menjanjikan makanan sebagai hadiah
Anak tidak dijanjikan permen bila menghabiskan makanannya Batasi waktu menonton televisi
Dorong agar anak aktif bermain
Jadwalkan kegiatan keluarga yang teratur seperti jalan – jalan, bermain
B. Strategi pendekatan pada kelompok beresiko tinggi
Obesitas yang terjadi pada anak usia 3 – 5 tahun mempunyai kecendrungan
yang kuat untuk terjadinya obesitas pada masa dewasa, begitu juga didapati
pada anak remaja. Sebaliknya obesitas pada usia 0 – 1 tahun mempunyai
kecendrungan yang lebih lemah untuk terjadinya obesitas pada masa dewasa.
Hal tersebut diatas memberi informasi tentang pentingnya pencegahan
obesitas sejak masa kanak-kanak.54
Whitaker dkk menyatakan bahwa obesitas yang terjadi < 3 tahun tanpa
orangtua obes mempunyai risiko yang rendah untuk menjadi obesitas di usia
dewasa, tetapi bila obesitas terjadi setelah usia diatas 3 tahun maka risiko
tinggi untuk obesitas di masa dewasa walaupun orangtua tidak obesitas.36
Strategi pencegahan yang efektif mengharuskan tenaga kesehatan
untuk dapat mengenali populasi dan individu dengan risiko obesitas.
American Academy of Pediatric (AAP) merekomendasikan untuk tenaga
kesehatan:4
a. Identifikasi dan jajaki pasien yang berisiko oleh karena adanya riwayat keluarga, berat badan lahir atau faktor sosio ekonomi, etnis, budaya dan lingkungan yang mendukung.
b. Hitung dan tentukan IMT tiap satu tahun pada semua anak dan dewasa muda.
c. Gunakan perubahan IMT untuk mengidentifikasi pertambahan berat badan yang berlebihan.
d. Dukung pemberian ASI.
e. Dukung orangtua dan pengasuh untuk berperan dalam mempromosikan pola makan yang sehat.
h. Tentukan dan pantau perubahan faktor-faktor resiko obesitas terhadap penyakit kronik dewasa, seperti hipertensi, dislipidemia, hiperinsulinemia, gangguan toleransi glukosa dan gejala obstructive sleep apnoe syndrome.
Pendekatan seperti di atas dapat mencegah dan mengidentifikasi secara dini
obesitas pada anak.
2.2. DIABETES TIPE 2 PADA ANAK
Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia
akibat defek sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.15 Hiperglikemia
mengakibatkan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan berbagai
organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Dasar
abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein pada diabetes
adalah berkurangnya kerja insulin pada jaringan target, akibat sekresi insulin
yang tidak adekuat dan/atau hilangnya respon jaringan terhadap insulin. Pada
diabetes tipe 2 telah terjadi perubahan – perubahan patologis dan fungsional
pada berbagai jaringan target untuk waktu yang lama tanpa terlihat
gejala-gejala klinis. Pada saat itu abnormalitas metabolisme karbohidrat dapat terlihat
dengan pengukuran glukosa plasma saat puasa atau setelah pembebanan
dengan glukosa oral.15
Klasifikasi dan kriteria ini juga dipakai oleh ADA untuk diabetes pada anak. 15 Kriteria untuk diagnosis DM dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.5. Klasifikasi etiologis diabetes mellitus I. Diabetes tipe 1
A. Diperantarai proses imun B. Idiopatik
II. Diabetes tipe 2 III. Tipe-tipe spesifik lain
A. defek genetis fungsi sel B. defek genetis kerja insulin C. penyakit eksokrin pankreas D. endokrinopati
E. induksi oleh obat atau bahan kimiawi F. infeksi
G. bentuk diabetes diperantarai proses imun yang tidak umum
H. sindrom-sindrom genetik lain yang kadang-kadang dihubungkan dengan diabetes
IV. Diabetes mellitus gestasional
(Dikutip dari konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 200247)
Tabel 2.6. Kriteria untuk diagnosis diabetes mellitus
1. Gejala diabetes ditambah kadar glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L). Sewaktu adalah waktu kapanpun tanpa memperhitungkan saat makan terakhir. Gejala klasik diabetes meliputi poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
Atau
2. Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L).
Puasa adalah tidak ada asupan kalori sekurang – kurangnya 8 jam. Atau
3. Glukosa plasma 2 jam ≥ 200 mg/dl pada tes toleransi glukosa oral. Tes harus dilakukan sesuai WHO, memakai glukosa yang ekuivalen dengan glukosa anhidrous 75 gram dilarutkan dalam air.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM dapat dilihat pada tabel 2.7.
Tabel 2.7. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
kgd sewaktu Plasma vena < 110 110 – 199 ≥ 200
Darah kapiler < 90 90 – 199 ≥ 200
kgd puasa Plasma vena < 110 110 – 125 ≥ 126
Darah kapiler < 90 90 – 109 ≥ 110
(Dikutip dari Konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 200247)
2.2.1. Epidemiologi
Diabetes mellitus pada anak hampir seluruhnya adalah diabetes tipe 1. Di
negara-negara Skandinavia lebih dari 30 kasus baru per 100.000 anak per
tahun, di Jepang, Cina, Korea kurang dari 1 per 100.000 anak per tahun, di
Amerika Serikat diperkirakan 15 dari 100.000 anak usia sekolah per tahun. Di
Muangthai 0,14 – 0,19 per 100.000 anak usia 0 – 15 tahun. Di Indonesia belum
didapatkan angka insiden DM pada anak.57
Diabetes tipe 2 meningkat tajam pada anak, terutama dewasa muda di
Amerika Serikat, berhubungan dengan obesitas pada populasi anak. Riwayat
DM tipe 2 dalam keluarga sering terdapat pada penderita ini, prevalensinya
berkisar dari 48% sampai 99%.58 Insiden DM tipe 2 pada anak meningkat dari
4% sebelum tahun 1992 menjadi 16% tahun 1994. Usia rata – rata adalah 13,8
tahun dan kebanyakan adalah dengan obesitas.59
Di Amerika Serikat 8 – 45% penderita baru diabetes anak merupakan
Aborigin Australia, Kanada. Hal ini seiring dengan meningkatnya obesitas dan
berkurangnya aktifitas fisik pada anak.15
Di Indonesia sekitar tahun 1980-an didapatkan prevalensi DM sebesar
1,5% – 2,3% pada penduduk usia diatas 15 tahun.47 Analisis dari tahun 1992
sampai 1996 memperlihatkan prevalensi DM tipe 2 di Amerika Serikat sekitar
22,3 per 1000 anak usia 10 – 14 tahun dan 50,9 per 1000 anak usia 15 – 19
tahun.15 Hingga 85% penderita diabetes tipe 2 anak adalah anak dengan berat
badan lebih atau obes, tidak ada poliuria dan polidipsia atau ada tapi ringan
dan sedikit. Biasanya terdapat riwayat keluarga diabetes tipe 2, berkisar dari 65
hingga 100% dan keturunan non – Eropa.15
2.2.2. Patofisiologi diabetes tipe 2 pada anak dan remaja
Homeostasis glukosa tergantung pada keseimbangan sekresi insulin oleh sel ß
pankreas, kerja insulin, produksi glukosa hati dan masukan glukosa sel.
Reseptor insulin di hati, otot dan jaringan adiposa secara normal sangat sensitif
terhadap insulin. Sewaktu absorbsi (saat makan), insulin yang disekresikan
untuk merespon peningkatan konsentrasi glukosa darah akan menghambat
produksi glukosa oleh hati dan merangsang pembuangan glukosa di otot.
Selama keadaan post absorbsi (saat puasa), sekresi insulin menurun ke tingkat
basal, sehingga hati akan lebih banyak memproduksi glukosa untuk tetap
menjaga konsentrasi glukosa darah.60
Pada DM tipe 2 masih diperdebatkan apakah resistensi insulin atau
gangguan pada sel ß pankreas yang menjadi penyebab primer. Hipotesa
insulin sebagai kompensasi. Lama – kelamaan pankreas menjadi “lelah” dan
tidak adekuat lagi menghasilkan insulin. Hipotesa kedua menyatakan terjadinya
gangguan primer pada sel ß pankreas menyebabkan produksi insulin yang
berlebihan (hiperinsulinemia). Peningkatan insulin ini akan menyebabkan
umpan balik negatif terhadap jumlah reseptor insulin (down regulate). Hal ini
menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan “lelahnya” sel ß pankreas.
Hipotesa ke – 3 menyatakan terjadi penurunan sekresi awal insulin oleh sel ß
pankreas sehingga terjadi hiperglikemia. Selanjutnya terjadi hiperinsulinemia
kompensasi dan pada akhirnya timbul insulin resisten.61
Pada keadaan meningkatnya jaringan lemak dapat terjadi resistensi
insulin. Insulin resisten adalah menurunnya kemampuan dari insulin – sensitif
jaringan untuk memberikan respon normal terhadap insulin pada tingkat sel
disebabkan oleh faktor genetik, metabolik dan gangguan nutrisi. Lemak
visceral mendukung terjadinya insulin resisten menjadi suatu tingkat yang lebih
tinggi daripada lemak subkutan.60
Sensitifitas insulin dan sekresi insulin adalah berbanding terbalik,
sensitifitas insulin rendah maka lebih banyak insulin disekresi. Pada suatu saat
respon kompensasi sel ß gagal, mengakibatkan sekresi insulin menurun dan
merupakan transisi dari insulin resisten menjadi diabetes klinis.60
2.2.3. Uji terhadap diabetes
ADA merekomendasikan agar hanya anak yang berisiko terhadap timbulnya
diabetes tipe 2 yang diuji terhadap diabetes. Penemuan kasus pada populasi
cukup umum dan serius, mempunyai masa laten yang panjang tanpa gejala
yang abnormalitasnya sudah dapat dideteksi, tersedia uji yang sensitif dan
spesifik dan harus ada intervensi yang efektif pada fase laten. ADA
menganjurkan pemeriksaan glukosa plasma puasa (GPP) sebagai uji saring
terhadap diabetes tipe 2.15 Uji terhadap diabetes tipe 2 pada anak dapat dilihat
pada tabel 2.8.
Tabel 2.8. Uji terhadap diabetes tipe 2 pada anak
• Kriteria
Berat badan lebih (IMT > persentil 85 terhadap usia dan jenis kelamin, BB terhadap TB > persentil 85 > 120% ideal terhadap TB)
Ditambah
Dua dari faktor resiko berikut:
Riwayat keluarga diabetes tipe 2 pada keluarga tingkat pertama atau kedua
Ras/etnis (Indian Amerika, Afrika Amerika, Hispanik, Asia/kepulauan Pasifik)
Tanda-tanda resistensi insulin atau keadaan-keadaan yang berhubungan dengan resistensi insulin (akantosis nigrikans, hipertensi, dislipidemia, PCOS)
• Usia saat mulai: usia 10 tahun atau saat mulai pubertas bila pubertas mulai pada usia yang lebih muda
• Frekuensi: tiap 2 tahun • Uji: GPP lebih dipilih
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain penelitian
Desain penelitian dengan eksperimental untuk menunjukkan efek perlakuan
melalui perbedaan hasil observasi antar kedua kelompok.
3.2. Tempat dan waktu
Waktu keseluruhan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan sejak bulan Januari
hingga Maret 2005 dengan lama intervensi selama 1 bulan di 3 sekolah dasar
di kotamadya Medan yaitu SD Harapan 1 dan 2, Annizam dan Persit II Kartika.
3.3. Kerangka Konsep
Umur
Jenis Kelamin Tinggi Badan Berat Badan Masukan Energi Sosio Ekobomi Riwayat Keluarga
Kadar glukosa darah
puasa Obesitas
Randomisasi Intervensi (+) Diet + aktifitas fisik
Intervensi (-)
Variabel Bebas Variabel Tergantung
3.4 Populasi dan sampel penelitian
Populasi penelitian adalah anak sekolah dasar kota Medan yang sudah
dirandom dan menderita obesitas. Obesitas ditentukan dengan IMT.
3.5 Perkiraan besar sampel
Besar sampel ditentukan dengan rumus.
(
)
n1 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok kontrol
n2 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok intervensi
P1 = Proporsi efek standar = 86,6%
Dengan memakai rumus di atas maka diperoleh besar sampel : 38 anak untuk
3.6. Kriteria inklusi dan eksklusi 3.6.1. Kriteria inklusi
1. Anak obesitas usia 6 – 12 tahun
2. Mendapat persetujuan tertulis dari orang tua
3. Disetujui komite medik
3.6.2. Kriteria eksklusi
1. Anak dalam keadaan sakit akut pada saat pengambilan darah
2. Tidak mengikuti seluruh pemeriksaan yang dilakukan
3.7. Bahan dan Cara kerja
Dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan pada semua murid kelas
I–VI dari empat SD yang telah ditentukan, berat badan ditentukan dengan
menggunakan alat penimbang Camry yang telah ditera sebelumnya dengan
kapasitas sampai 125 kg. Pencatatan dilakukan dalam kg dengan desimal
(sensitif sampai 0.1 kg). Semua subyek penelitian ditimbang tanpa sepatu atau
alas kaki, hanya pakaian sekolah sehari – hari saja. Tinggi badan diukur
dengan menggunakan alat Microtoa 2 M terbuat dari metal, dengan ketepatan
0.5 cm. Tinggi badan di ukur pada posisi tegak lurus menghadap ke depan
tanpa alas kaki, tumit dan bokong menempel pada dinding. Untuk melihat
angka pada pengukuran tinggi, pembatas microtoa ditarik tegak lurus dan tepat
di atas kepala, selanjutnya dihitung nilai IMT ( berat badan / tinggi badan2 =
kg/m2 ). Seorang murid dikategorikan obesitas apabila IMT ≥ P95. Pengukuran dilakukan oleh tenaga medis. Formulir catatan masukan makanan dikirimkan
yaitu untuk subjek dan orangtua. Subjek dan orangtua mencatat masukan
makanan subjek selama 3 hari. Pada hari H orangtua subjek diundang untuk
wawancara dan konfirmasi catatan makanan, apabila orangtua tidak bisa hadir
maka dilakukan kunjungan rumah. Anak dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok I mendapat intervensi diet dan aktifitas fisik sedangkan kelompok II
tidak mendapat intervensi. Malam hari sebelum hari pengambilan sampel
darah, mulai pukul 23.00 wib subjek tidak boleh makan atau minum lagi kecuali
air putih. Pada hari pengambilan sampel setelah puasa 8 jam diambil darah
puasa dengan menggunakan alat “Blood glucose test meter” merk Gluco Dr.
Buatan Korea Selatan tahun 1999. Sampel darah yang diambil adalah darah
kapiler dengan cara menusuk jari dengan hemolet, diteteskan satu tetes (0,05
cc) pada glucose test kemudian ditunggu ± 10 detik untuk dibaca pada alat.
Pada penelitian ini dilakukan intervensi diet dengan pengurangan kalori 200 –
500 kkal/hari dengan target penurunan berat badan 0.5 kg/minggu. Dan
aktifitas fisik dengan berjalan kaki selama 20 – 30 menit perhari dilakukan
sebelum masuk kelas dan bekerjasama dengan guru olahraga di sekolah.
Penurunan berat badan ditargetkan sampai mencapai ± 10% diatas berat
badan ideal atau cukup dipertahankan agar tidak bertambah karena
pertumbuhan linier masih berlangsung. Intervensi ini dilakukan selama satu
3.8. Definisi Operasional 1. Subjek
Subyek pada penelitian ini adalah murid obesitas di SD kota Medan,
mulai kelas I sampai kelas VI dan memenuhi kriteria penelitian.
a. Umur
Umur anak diperoleh dari catatan tanggal lahir pada kuisioner dan
didukung data dari sekolah bersangkutan. Umur dinyatakan dalam tahun,
5 tahun adalah 5 tahun 11 bulan 29 hari; 6 tahun adalah 6 tahun 11 bulan
29 hari dan seterusnya.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik.
2. Pengukuran dan intervensi
a. Berat badan
Dipakai alat penimbang Camry yang telah ditera sebelumnya dengan
kapasitas sampai 125 kg. Pencatatan dilakukan dalam kg dengan
desimal (sensitif sampai 0.1 kg). Semua subyek penelitian ditimbang
tanpa sepatu atau alas kaki, hanya pakaian sekolah sehari-hari saja.
b. Tinggi badan
Alat pengukur tinggi badan yang digunakan adalah Microtoa 2 M terbuat
dari metal, dengan ketepatan 0.5 cm. Tinggi badan di ukur pada posisi
tegak lurus menghadap ke depan tanpa alas kaki.
c. Lingkar lengan atas
Pengukuran lingkar lengan atas (LLA) dilakukan dengan alat pengukur
mm. Pengukuran dilakukan di lengan kiri atas pertengahan olekranon dan
akromion pada keadaan lengan anak tergantung. Hasil disajikan dalam
persentil menurut umur dan jenis kelamin.
d. Lingkaran pinggang dan pinggul
Pengukuran lingkaran pinggang dilakukan dengan cara subyek berdiri
tegak, kedua lengan disamping,perut relaksasi, lokasi pengukuran
setinggi pertengahan tulang iga paling bawah dengan puncak iliaka mid
axillary line. Pengukuran lingkaran pinggul adalah melingkar setinggi
bagian pantat yang paling menonjol. Perbandingan lingkar pinggang
dengan lingkar pinggul (waist to hip ratio) optimal adalah tidak lebih dari
0.8. Indeks tersebut dihubungkan dengan resiko morbiditas yaitu bila
didapatkan indeks ≥ 0.8. Dikatakan memiliki bentuk apple shape dan
resiko peningkatan tekanan darah, penyakit kardiovaskular, dan diabetes.
f. Tekanan darah
Pengukuran tekanan darah dilakukan diruangan yang tenang
menggunakan tensimeter air raksa. Digunakan sphygmomanometer air
raksa merek Nova mengukur maksimum 300 mm Hg dengan ketepatan 2
mm Hg dan stetoskop merek Litmann. Ukuran manset yang digunakan
disesuaikan dengan ukuran tubuh. Setelah anak istirahat, setidaknya 5
menit dalam posisi duduk, pengukuran tekanan darah sisitolik dan
diastolik dapat dilakukan. Pengukuran tekanan darah dilakukan dua kali
pada masing-masing anak, kemudian diambil rata-rata pengukuran
tersebut. Dilakukan pengukuran yang ketiga jika didapatkan perbedaan
dengan lengan lurus disamping badan,lokasi pengukuran pada lengan
atas kanan. Batasan tekanan darah sistolik untuk anak usia 1-13 tahun
adalah pertama terdengar bunyi korotkoff I, tekanan darah diastolik
adalah bunyi korotkoff IV mulai menghilang. Nilai normal tekanan darah
sistolik maupun diastolik adalah ≤ P95 menggunakan kurva persentil
tekanan darah untuk anak dan remaja.
g. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
Darah diambil di sekolah masing-masing setelah anak puasa 8 jam,
pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan “Blood glucose test
meter”. Merk Gluco Dr. Kadar glukosa darah puasa (darah kapiler)
dikatakan bukan DM bila kgd <90 mg/dl, belum pasti DM bila kgd 90 – 109
mg/dl dan DM bila kgd ≥ 110 mg/dl. 3. Wawancara dan kuisioner
Data-data tambahan yang diperlukan diperoleh dengan melakukan
wawancara kepada subyek dan kuisioner untuk orangtua subyek.
4. Masukan energi
Variabel yang dipakai adalah pola pemberian makanan dan perilaku
makan serta kesadaran akan obesitas. Data dikumpul dari catatan
makanan subyek, wawancara dan analisis diet. Pencatatan makanan
dilakukan selama 3 hari, perkiraan jumlah makanan yang dikonsumsi
menggunakan ukuran rumah tangga yang kemudian dikonversi ke dalam
5. Aktifitas fisik
Aktifitas sehari-hari (tidur, belajar, bermain, menonton tv, transportasi ke
sekolah) dinilai jenis dan lamanya serta disesuaikan jumlah kalori yang
digunakan, kemudian dibandingkan dengan standar. Pada penelitian ini
dilakukan aktifitas fisik berupa berjalan kaki selama 20-30 menit/hari.
6. Klasifikasi status gizi
Penentuan klasifikasi status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT).
Menurut rekomendasi WHO :
- Obes > P95
- Overweight > P85
- Normal P5 – 85
3. 9. Analisa Data
Pengolahan data dan analisa statistik menggunakan perangkat lunak SPSS for
window 10.0. Disain analitik dipakai untuk menganalisis variabel – variabel
yang diduga berperan. Uji statistik yang dipakai dalam penelitian ini adalah uji
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Sekolah yang menjadi responden pada penelitian ini adalah SD Harapan 1 dan
2, Annizam dan Persit II Kartika. Dari 1080 anak didapati 192 anak obes
(17,75 %). Diberi nomor pada setiap anak dan dilakukan random untuk
pemilihan sampel, didapati 76 anak yang ikut penelitian. Jumlah ini dibagi
secara random menjadi dua kelompok masing – masing 38 anak untuk setiap
kelompok. Setelah intervensi hanya 73 anak yang sampai pada akhir
penelitian. Seorang anak tidak ikut dalam pemeriksaan akhir dikarenakan
dalam keadaan sakit. (Gambar 4.1).
Jumlah seluruh anak obes (n = 192)
Masuk ke dalam penelitian (n = 76)
Intervensi (n = 38)
Menolak diambil darahnya n = 1
Kontrol (n = 38)
Menolak diambil darahnya n = 2
Dianalisis lengkap (n = 37) Dianalisis lengkap (n = 36)
Karakteristik dasar sampel penelitian ini diperlihatkan pada tabel 4.1. Kelompok
intervensi tidak berbeda pada distribusi data karakteristik sampel. Kelompok
intervensi terdiri atas 29 anak berusia ≥ 9 tahun dan 25 anak laki – laki, hal ini
tidak berbeda bermakna dengan kelompok kontrol yaitu 23 anak berusia ≥ 9
tahun dan 25 anak laki – laki. Indeks massa tubuh pada kedua kelompok juga
tidak berbeda bermakna. Riwayat diabetes dan obesitas keluarga pada kedua
kelompok juga terlihat hampir sama.
Tabel 4.1. Karakteristik dasar sampel penelitian
Kelompok Riwayat obes + DM keluarga
Dari 37 anak kelompok intervensi 8 anak (21,6%) diduga menderita DM tipe 2
pada awal penelitian dan 9 anak (24,3%) pada akhir penelitian. Lima anak
(13,9%) diduga menderita DM tipe 2 pada awal penelitian dan 5 anak pada
akhir penelitian pada kelompok kontrol. Sebagian besar subyek termasuk
dalam kelompok belum pasti DM, yaitu 21 anak pada sebelum intervensi dan
22 anak setelah intervensi. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.2 dan 4.3.
Table 4.2. Perbedaan kejadian DM pada kedua kelompok sebelum intervensi
Kelompok
Table 4.3 Perbedaan kejadian DM pada kedua kelompok sesudah intervensi
Kelompok
Tabel 4.4. menunjukkan hasil KGD puasa, berat badan dan nilai IMT sebelum
dan sesudah satu bulan. Tidak terdapat perubahan bermakna terhadap KGD
puasa dan berat badan anak obes setelah satu bulan pengamatan, sedangkan
Table 4.4. Hasil sebelum dan sesudah intervensi
Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
H0 H30 H0 H30
Gambar 4.2. Box plot nilai KGD sebelum dan sesudah intervensi
KGD sesudah
Gambar 4.2. menunjukkan bahwa nilai kgd sebelum dan sesudah intervensi
tidak dijumpai perbedaan bermakna pada kedua kelompok, begitu juga dengan
120
Gambar 4.4. menunjukkan bahwa nilai IMT sebelum dan sesudah intervensi
dijumpai perbedaan bermakna pada kelompok intervensi.
37
Gambar 4.3. Box plot berat badan sebelum dan sesudah intervensi
45 IMTsebelum
4.2. Pembahasan
Usia yang terbanyak pada penelitian ini adalah ≥ 9 tahun, hal ini dikarenakan
pada anak usia ini sudah mulai dapat mengerti tentang tindakan yang akan
dilakukan pada mereka, begitu juga dengan orangtua murid yang dimintai
persetujuannya. Hal ini sesuai dengan penelitian Weaver dan Piatek yang
menyatakan bahwa kelompok paling beresiko menjadi obesitas adalah sekitar
umur 10 tahun.54 Whitaker dkk menyatakan bahwa obesitas yang terjadi
setelah usia > 3 tahun maka risiko tinggi untuk obesitas di masa dewasa
walaupun orangtua tidak obesitas.36
Nemet dkk mendapatkan penurunan yang bermakna terhadap berat
badan dan IMT pada anak obes yang diberi intervensi diet dan aktifitas fisik
selama 3 bulan.1 ADA menemukan bahwa penurunan berat badan 5% dapat
meningkatkan kerja insulin, dan menyebabkan penurunan kgd puasa.62 Ren
dkk mendapatkan penurunan bermakna kgd puasa pada kelompok yang diberi
intervensi diet dan edukasi kesehatan selama 6 bulan pengamatan.63 Arciero
dkk mendapatkan penurunan bermakna terhadap berat badan dan kgd puasa
pada laki – laki dewasa setelah pemberian diet rendah kalori atau berjalan kaki
50 – 60 menit/hari dalam periode 10 hari.24 Pengaruh intervensi diet dan
aktifitas fisik terhadap kgd puasa anak obes masih belum banyak diteliti.
Penelitian yang dilakukan di Kanada terhadap anak usia 6 – 11 tahun
menunjukkan bahwa diet dan aktifitas fisik berhasil menurunkan risiko
terjadinya DM tipe 2, hanya saja setelah pengamatan selama 8 tahun,
keberhasilan ini tidak dapat terus dipertahankan.64 Chen dkk dalam
aktifitas fisik selama 2 minggu mendapatkan penurunan yang bermakna
terhadap berat badan, IMT, profil lemak dan kadar insulin puasa, sementara
kgd puasa tidak menurun.65
Pada penelitian ini, tidak dijumpai perubahan bermakna terhadap kgd
puasa dan berat badan anak obes setelah satu bulan pengamatan, sedangkan
nilai IMT pada kelompok intervensi terdapat penurunan yang bermakna dengan
p = 0,00*. Hal ini kemungkinan disebabkan anak tersebut belum sepenuhnya
melaksanakan anjuran diet yang diberikan dan masih sering mengkonsumsi
jajanan, orangtua memberi uang jajan untuk anak di sekolah dan apabila saat
hari libur makanan yang disantap adalah makanan siap saji dan minum
minuman ringan seperti coca cola. Mereka juga mempunyai perilaku hidup
santai serta masih kurang melakukan aktifitas fisik di luar jam sekolah. Ini bisa
dilihat dari lamanya mereka menonton tv rata – rata 2,43 (0,62) jam pada
kelompok intervensi dan 2,25 (0,48) jam pada kelompok kontrol. Tidak
terdapatnya perubahan berat badan yang bermakna ini juga disebabkan
intervensi diet yang diberikan kurang dapat dipantau ketat karena anak tidak
diasramakan dan kerjasama orangtua belum sepenuhnya dalam mengawasi
intervensi diet dan aktifitas fisik anak di rumah. Perubahan IMT disebabkan
anak masih tumbuh dan bertambah tinggi.
Faith dkk mendapatkan berkurangnya secara bermakna total lemak
tubuh pada anak obes yang menonton televisi hanya 1,6 jam per minggu.49
Epstein dkk meneliti tentang pengurangan perilaku hidup santai dan
peningkatan aktifitas fisik pada anak dengan obesitas, pemantauan dilakukan
tubuh dan berat badan serta meningkatkan kemampuan anak untuk
berolahraga.50 Taveras dkk mendapatkan peningkatan IMT pada anak yang
sering mengkonsumsi makanan jajanan dan fast food. Dari studi ini dikatakan
bahwa mengkonsumsi makanan jajanan dan fast food memberikan efek buruk
terhadap berat badan dan kualitas diet.66 Hal yang sama juga terjadi bila anak
mengkonsumsi minuman ringan (soft drink).67
Pada penelitian ini anak masih sering jajan dan makan makanan siap
saji, lamanya mereka menonton tv rata – rata 2,43 (0,62) jam pada kelompok
intervensi dan 2,25 (0,48) jam pada kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan
terdapatnya kebiasaan makan yang jelek dan perilaku hidup santai pada anak.
Diet rendah kalori yang berat akan menyebabkan terjadinya penurunan
berat badan namun bukan hanya lemak saja tetapi massa otot juga ikut
terbuang dan ini akan menyulitkan karena anak masih sedang bertumbuh.
Terlebih lagi bila terdapat ketidakseimbangan nutrien artinya terjadi keadaan
nutrien tertentu berlebihan sedangkan nutrien lain kurang. Oleh karena itu cara
yang dianggap paling tepat adalah dengan mengatur pemasukan energi diiringi
dengan mengatur pengeluaran energi dengan melakukan aktifitas fisik.40
Centers for Disease Control and Prevention merekomendasikan aktifitas fisik
20 menit/hari selama 3 kali/minggu.dikutip dari 68 Aktifitas fisik yang dilakukan
secara reguler dapat mengurangi resistensi insulin, memperbaiki intoleransi
glukosa dan mengurangi risiko diabetes tipe 2.37 Aktifitas fisik seperti berjalan
(4,5 mil per jam) dapat membakar 250 kalori selama 37 menit. Kegiatan
jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-4 kali seminggu selama
sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah.46 Penurunan IMT pada anak obes berhubungan dengan perbaikan yang
bermakna terhadap tekanan darah, total kolesterol, trigliserida dan konsentrasi
insulin puasa.69 Hu dkk dalam penelitiannya pada orang dewasa yang berjalan
kaki atau bersepeda ke tempat kerja selama kurang dari 30 menit/hari
mengalami penurunan 36% terhadap resiko DM tipe 2. dikutip dari 68
Pada penelitian ini diberikan intervensi diet dengan pengurangan kalori
200 – 500 kkal/hari yang diberikan secara bertahap dimana kalori yang
diberikan sesuai kebutuhan dan efek penurunan berat badan yang diharapkan
sebesar 0,5 kg/minggu. Pada penelitian ini intervensi aktifitas fisik yang
dilakukan adalah berupa jalan kaki selama 20-30 menit perhari selama 5 hari
dalam seminggu. Jalan pagi ini dilakukan di sekolah sebelum aktifitas belajar
dilakukan. Murid teratur melakukan jalan pagi ini karena langsung dibawah
pengawasan guru olah raga sekolah. Tingkat aktifitas fisik murid sebelum
dilakukan intervensi adalah sangat ringan, oleh karena dari hasil pencatatan
aktifitas selama 3 hari ternyata murid lebih banyak melakukan aktifitas yang
tidak banyak mengeluarkan energi seperti menonton tv dan bermain
playstation.
Sahota dkk dalam penelitiannya terhadap anak sekolah dasar dengan
menggunakan food recall 24 jam dan 3 hari, dimana food recall 24 jam
menunjukkan masukan diet tinggi sayuran dibandingkan food recall 3 hari yang
tinggi masukan makanan dan minuman tinggi gula. Hal ini menunjukkan bahwa
Monitor dari kepatuhan murid terhadap intervensi dilihat dari pencatatan
asupan makanan (food recall) 3 hari dan diselidiki kembali dalam wawancara
berikutnya. Adapun pencatatan asupan makanan ini masih mengalami kendala
dimana sebagian murid kadang kala tidak mencantumkan takaran yang
sebenarnya. Namun setelah wawancara murid baru memberikan informasi
asupan makanan yang sebenarnya dan ternyata jumlah ataupun jenis
makanannya lebih banyak. Dari hasil pencatatan makanannya ternyata
frekuensi untuk membeli jajanan diluar makanan sehari-hari di rumah adalah
sangat tinggi.
Obesitas dapat disertai keadaan resistensi insulin yang pada akhirnya
akan menyebabkan terjadinya DM tipe 2.4 Di beberapa negara misalnya
Amerika Serikat meningkatnya angka kejadian obesitas ternyata diikuti makin
meningkatnya angka kejadian DM tipe 2 pada anak, sehingga akhir-akhir ini
sebagian besar kasus baru DM pada anak merupakan diabetes tipe 2. 13-15
Studi di Jerman, Thomas Reinehr dkk. menunjukkan bahwa peningkatan
berat badan anak obes berhubungan dengan penurunan sensitivitas insulin.51
Penelitian di Amerika Serikat dari sampel 2867 remaja yang mewakili populasi
remaja usia 12-19 tahun didapatkan 4 anak dengan DM tipe 2 (0,14%) dan
prevalensi glukosa puasa terganggu (GPT) 1,76%.15 Pada penelitian ini
dijumpai prevalensi kejadian DM tipe 2 pada kelompok intervensi sekitar 21,6%
dan 13,9% pada kelompok kontrol, prevalensi glukosa puasa terganggu pada
kelompok intervensi sekitar 56,8% dan 58,3% pada kelompok kontrol.
ADA menganjurkan pemeriksaan glukosa plasma puasa (GPP) sebagai
obesitas dengan tanda-tanda resistensi insulin perlu dilakukan pemeriksaan
glukosa plasma puasa secara bertahap sebagai uji saring DM tipe 2.
Beberapa cara pengambilan data mungkin dapat menimbulkan bias.
Data – data yang diperoleh dengan alat ukur dapat menimbulkan bias,
demikian juga data – data yang diperoleh melalui anamnesis. Food recall yang
dilaksanakan kurang mencerminkan keadaan yang sebenarnya dan selama
dilakukan wawancara terhadap hasil food recall sebagian berbeda dengan
pencatatan yang dilakukan murid. Kesulitan memantau aktifitas fisik yang
dilakukan anak di rumah oleh peneliti. Peneliti lebih menitik beratkan pantauan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah nilai kgd puasa tidak
berbeda bermakna setelah intervensi diet dan aktifitas fisik pada anak obes.
5.2 Saran
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan sampel dikumpulkan dalam satu
DAFTAR PUSTAKA
1. Nemet D, Barkan S, Epstein Y, Friedland O, Kowen G. Short and long – term beneficial effects of a combined dietary – behavioral – physical activity intervention for the treatment of childhood obesity. Pediatrics 2005; 115: 443 – 9.
2. Roberts SB, Hoffman DJ. Energy and substrate regulation in obesity. Dalam: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics. Basic science and clinical applications. Edisi ke – 3. London: BC Decker Inc; 2003. h. 414 – 28.
3. Styne MD, Warden NS. Obesity. Dalam: Rudolph CD, Rudolph AM, penyunting. Rudolph’s Pediatrics. Edisi ke – 21. New York: McGraw – Hill; 2002. h. 2136 – 42.
4. American academy of pediatrics, Committee on nutrition. Prevention of pediatric overweight and obesity. Pediatrics 2003;112:424 – 30.
5. Sjarif DR. Obesitas pada anak dan permasalahannya. Dalam: Trihono PP, Pudjiarto SP, Sjarif DR, penyunting. Hot topics in pediatrics II. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLV. 18 – 19 Februari 2002; Jakarta, Balai Penerbit FKUI 2002; h.219 – 32.
6. Kamelia E. Kejadian obesitas pada anak usia 10 – 13 tahun di tiga sekolah dasar negeri dan tiga sekolah dasar swasta kotamadya Medan. Tesis. Medan: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUSU;1999.
7. Moran R. Evaluation and treatment of childhood obesity. Am Fam Physician 1999; 59:859 – 73.
8. Lenders CM, Hoppin AG. Evaluation and management of obesity. Dalam: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics. Basic science and clinical applications. Edisi ke – 3. London: BC Decker Inc; 2003. h. 917 – 33.
9. Dietz WH, Bellizzi MC. Introduction: the use of body mass index to asses obesity in children. Am J Clin Nutr 1999;70:123 – 5.
10. Donohoue PA. Obesity. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of pediatrics. Edisi ke – 17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 173 – 7.
12. Dietz WH. Childhood and adolescent obesity. Dalam: Walker WA, Watkins JB, penyunting. Nutrition in pediatrics basic science and clinical application. Boston: Little Brown;1985. h. 769 – 78.
13. Goran MI, Ball GDC, Cruz ML. Cardiovascular Endocrinology 2. Obesity and risk of type 2 diabetes and cardiovascular disease in children and adolescents. J Clin Endocrinol Metab 2003; 88 (4):1417 – 27.
14. Vanhala M, Vanhala P, Kumpusalo E, Halonen P, Takala J. Relation between obesity from childhood to adulthood and the metabolic syndrome: population based study. BMJ 1998;317 – 9.
15. American Diabetes Association. Type 2 diabetes in children and adolescents. Diabetes Care 2000;23(3):381 – 9.
16. Heine RJ, Nijpels G, Mooy JM. Up to 14% of IGT patients convert to diabetes each year; the Hoorn Study. Diabet Med 1996;13:S12 – 4.
17. Chou P, Li CL, Wu GS, Tsai ST. Progression to type 2 diabetes among high – risk groups in Kin-Chen, Kinmen; exploring the natural history of type 2 diabetes. Diabetes Care 1998;21(7):1183 – 7.
18. Motala AA, Omar MAK, Gouws E. 50% of IGT patients convert to diabetes: a study in South Africa. Diabetes 1993;42:556 – 63.
19. Shaw JE, Zimmet PZ, de Courten M, Dowse GK, Chitson P, Gareeboo H, dkk. Impaired fasting glucose or impaired glucose tolerance; what best predicts future diabetes in Mauritius? Diabetes Care 1999;22(3):399 – 402. 20. Ko GTC, Li JKY, Cheung AYK, Yeung VTF, Chow CC, Tsang LWW, et al.
Two – hour post – glucose loading plasma glucose is the main determinant for the progression from impaired glucose tolerance to diabetes in Hongkong Chinese. Letter. Diabetes Care 1999;22:2096 – 7.
21. Wannamethee SG, Shaper AG. Weight change and duration of overweight and obesity in the incidence of type 2 diabetes. Diabetes Care 1999;22(8):1266 – 72.
22. Hale DE, Weinzimer SA. Type 2 diabetes mellitus in children and adolescents. Dalam: Moshang T, penyunting. Pediatric endocrinology. The requisites in pediatrics, edisi ke – 1. Missouri: Mosby;2005. h. 19 – 35. 23. Pan XR, Li GW, Hu YH, Wang JX, Yang WY, An ZX, et al. Effects of diet
24. Arciero PJ, Vukovich MD, Holloszy JO, Racette SB, Kohrt WM. Comparison of short – term diet and exercise on insulin action in individuals with abnormal glucose tolerance. J Appl Physiol 1999; 1734: 1930 – 5.
25. Roberts CK, Vaziri ND, Barnard J. Effect of diet and exercise intervention on blood pressure, insulin, oxidative stress and nitric oxide availability. Circulation 2002; 106: 2530 – 2.
26. Nasar SS. Obesitas pada anak: aspek klinis dan pencegahan. Dalam: Samsudin, Nasar SS, Sharif DR, penyunting. Masalah gizi ganda dan tumbuh kembang anak. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXXV; 11 – 12 Agustus 1995; Jakarta. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 1995.
27. National Health & Medical Council. Clinical practice guidelines for the management of overweight and obesity in children and adolescents. Commonwealth of Australia 2003;1 – 83.
28. Dietz WH, Bellitzi MC. Introduction: the use of body mass index to assess obesity in children. Am J Clin Nutr 1999;70(suppl):123S – 5S
29. Maynard LM, Wisemandle W, Roche AF, Chumlea WC, Guo SS, Siervogel RM. Childhood body composition in relation to body mass index. Pediatrics 2001;107:344 – 50.
30. NCHS. CDC growth charts: United States. Advance Data 2000;314:1 – 28. 31. Hammer LD, Kraemer HC, Wilson DM, Ritter PL, Dornbusch SM.
Standardized percentile curves of body – mass index for children and adolescents. AJDC 1991;145:259 – 63.
32. Childhood and adolescent obesity. Diunduh dari URL: http://www.Healthyeatingclub.com/info/articles/infantchild/childhood_obesity
.htm 27 Maret 2001.
33. Bouchard C. Current understanding of the etiology of obesity: genetic and non-genetic factors. Am J Clin Nutr 1991;53:156S – 5S.
34. Crespo CJ, Smit E, Troiano RP, Bartlett SJ, Macera CA, Andersen RE. Television watching,energy intake, and obesity in US children. Results from the third national health and nutrition examination survey, 1988 – 1994. Arch Pediatr Adolesc Med 2001;155:360 – 5.
36. Whitaker RC, Orzol SM. Obesity among US urban preschool children. Relationships to race, ethnicity, and socioeconomic status. Arch Pediatr Adolesc Med 2006;160:578 – 84.
37. Mossberg HO. 40 – year follow – up of overweight children. The Lancet 1989;i:491 – 3.
38. Garces C, Guisado JG, Benavente M, Cano B, Viturro E, Ortega H, Oya M. Obesity in Spanish schoolchildren: relationship with lipid profile and insulin resistance. Obesity research 2005;13:959 – 63.
39. International Diabetes Institute. The Asia – Pacific perspective: redefining obesity and its treatment. Melbourne: International Diabetes Institute, 2000. 40. Barlow SE, Dietz WH. Obesity evaluation and treatment: expert committee
recommendations. Pediatrics 1998; 102(3): 1 – 11.
41. Gutin B, Islam S, Manos T, Cucuzzo N, Smith C, Stachura ME. Relation of percentage of body fat and maximal aerobic capacity to risk factors for atherosclerosis and diabetes in black and white seven – to eleven – year – old children. J Pediatr 1994;125:847 – 52.
42. Whitaker RC, Wright JA, Pepe MS, Siedel KD, Dietz WH. Predicting obesity in young adulthood from childhood and parental obesity. N Engl J Med 1997;337:869 – 73.
43. Collins CE, Warren J, Neve M, McCoy P, Stokes BJ. Measuring effectiveness of dietetic interventions in child obesity. A systematic review of randomized trials. Arch pediatr adolesc med 2006;160:906 – 22.
44. Council on Sports Medicine and Fitness and Council on School Health. Active healthy living: prevention of childhood obesity through increased physical activity. Pediatrics 2006;117:1834 – 42.
45. Ilyas EI. Aspek kebugaran pada obesitas anak. Dalam: Samsudin, Nasar SS, Sjarif DR, penyunting. Masalah gizi ganda dan tumbuh kembang anak. Naskah lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XXXV. 11 – 12 Agustus 1995; Jakarta, Balai Penerbit FKUI 1995; h.89 – 102.
46. Hensrud DD. Dietary treatment and long-term weight loss and maintenance in type 2 diabetes. Obes Res. 2001;9:348S – 53S.