• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tampilan Imunositokimia Her2/Neu Pada Biopsi Aspirasi Metastasis Karsinoma Nasofaring Kelenjar Limfe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tampilan Imunositokimia Her2/Neu Pada Biopsi Aspirasi Metastasis Karsinoma Nasofaring Kelenjar Limfe"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

TAMPILAN IMUNOSITOKIMIA HER2/NEU PADA BIOPSI

ASPIRASI METASTASIS KARSINOMA NASOFARING

KELENJAR LIMFE

T E S I S

Oleh :

Lidya Imelda Laksmi

No. Registrasi : 17.426

Diajukan untuk melengkapi persyaratan untuk mencapai keahlian dalam bidang Patologi Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul Tesis : Tampilan Imunositokimia HER2/neu pada Biopsi Aspirasi Jarum Halus Metastasis Karsinoma Nasofaring Kelenjar Limfe

Nama : Lidya Imelda Laksmi

No. Register : 17.426

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi

TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH :

PEMBIMBING

Prof. Dr. H. M. Nadjib Dahlan Lubis, SpPA(K) NIP. 130 318 033

Ketua Program Studi PPDS I Departemen Patologi Anatomi

Dr. H. Joko S. Lukito, SpPA NIP. 130 675 617

Kepala Departemen Patologi Anatomi FK USU

(3)

PERNYATAAN

TAMPILAN IMUNOSITOKIMIA HER2/NEU PADA BIOPSI ASPIRASI

JARUM HALUS METASTASIS KARSINOMA NASOFARING KELENJAR

LIMFE

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 19 Oktober 2009

Lidya Imelda Laksmi

(4)

LEMBAR PANITIA UJIAN

Judul Tesis : Tampilan Imunositokimia HER2/neu pada Biopsi Aspirasi Jarum Halus Metastasis Karsinoma Nasofaring Kelenjar Limfe

Telah diuji pada

Hari/ Tanggal : Jumat, 16 Oktober 2009

Pembimbing : Prof. Dr. H. M. Nadjib Dahlan Lubis, SpPA (K)

Penyanggah : Prof. Dr. Gani W. Tambunan, SpPA (K) Dr. H. Joko S. Lukito, SpPA

(5)

TAMPILAN IMUNOSITOKIMIA HER2/NEU PADA BIOPSI ASPIRASI METASTASIS

KARSINOMA NASOFARING KELENJAR LIMFE

Lidya Imelda Laksmi

Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstrak

Latar Belakang: HER2/neu (human epidermal growth factor receptor 2) adalah suatu

protein yang dijumpai pada lapisan permukaan sel. HER2/neu terlihat tampilannya pada

beberapa jenis tumor termasuk payudara, ovarium, kandung kemih, kelenjar air liur,

endometrium, pankreas dan paru-paru tipe small cell lung carcinoma. Tampilan HER2/neu dijumpai mulai dari awal dan progresi dari penyakit tersebut, disertai dengan

penilaian terhadap prognosa yang semakin jelek, dan dapat juga memprediksi respon

terhadap kemoterapi dan hormonal terapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

melihat bahwa dari sediaan sitologi dapat juga dilakukan pemeriksaan antibodi, yang

biasa dilakukan pada sediaan jaringan melalui pemeriksaan imunohistokimia, dan juga

untuk melihat perbedaan luas tampilan imunositokimia HER2/neu dari sediaan

metastasis KNF ke KGB leher, tipe squamous cell carcinoma dan undifferentiated carcinoma.

Bahan: Pada penelitian ini kami melakukan penilaian deskriptif analitik terhadap 25

slide sitologi yang sudah didiagnosa sebagai metastasis karsinoma nasofaring tipe

undifferentiated carcinoma atau squamous cell carcinoma, kemudian selanjutnya kami lakukan pemeriksaan imunositokimia HER2/neu pada sediaan tersebut.

Hasil: Penilaian terhadap luas tampilan imunositokimia HER2/neu pada diagnosa

(6)

kasus dengan persentase 28,6%, +1 sebanyak 4 kasus dengan persentase 57,1%, +2

sebanyak 1 kasus dengan persentase 14,3%, dan tidak dijumpai tampilan +3,

sementara tampilan imunositokimia HER2/neu pada diagnosa undifferentiated carcinoma dijumpai sebanyak 18 kasus, dengan tampilan 0 sebanyak 6 kasus dengan persentase 33,33%, +1 sebanyak 12 kasus dengan persentase 66,67%, dan tidak

dijumpai +2 (0%) dan +3 (0%).

Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara diagnosa squamous cell carcinoma ataupun

undifferentiated carcinoma dengan luas tampilan imunositokimia HER2/neu pada sediaan metastasis karsinoma nasofaring ke kelenjar getah bening leher.

Kata Kunci: Sitologi, metastasis karsinoma nasofaring, kelenjar getah bening leher,

(7)

OVEREXPRESSION OF IMMUNOCYTOCHEMISTRY HER2/NEU WITH FINE

NEEDLE ASPIRATION BIOPSY TO DIAGNOSE METASTASES NASOPHARYNX

CARCINOMA TO LYMPH NODE

Lidya Imelda Laksmi

Department Anatomic Pathology Medical Faculty University of Sumatera Utara

Abstrac

Background: HER2/neu (human epidermal growth factor receptor 2) is a protein found

on the cell membrane surface. HER2/neu is overexpressed in several tumor types

including breast, ovarian, bladder, salivary gland, endometrial, pancreatic and non small

cell lung cancer (NSCLC). Over expression HER2/neu can be found at the beginning of

the disease and later at its progression. Positive HER2/neu status reflects aggressive

tumors and poor prognosis and HER2/neu status may predict response to

chemotherapy and hormonal therapy. The aim of this study are to determine HER2/neu

expression of cytology specimen and its similarities to HER2/neu expression in tissue

immunohistochemistry, and to review HER2/neu expression at cervical lymph node in

squamous cell carcinoma and undifferentiated carcinoma of nasopharyngeal carcinoma

metastases.

Material and Methodes: We analyzed 25 cytology slides of cervical lymph node with

squamous cell carcinoma or undifferentiated carcinoma of nasopharyngeal carcinoma

metastases and immunocytochemistry staining was performed to these slides prior to

examination.

Results: HER2/neu over expression for squamous cell carcinoma found in 7 samples

(8)

HER2/neu over expression for undifferentiated carcinoma found in 18 cases, with rate

of expression 0 in 6 cases (33,33%), rate of expression +1 in 12 cases (66,67%), and

no sample with rate of expression +2 or +3.

Conclusion: There is no correlation of HER2/neu expression of cervical lymph node

with quamous cell carcinoma or undifferentiated carcinoma of nasopharyngeal

carcinoma metastases.

Keywords: cytology, metastases nasopharynx carcinoma, cervical lymph node,

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, puji syukur Kehadirat Allah SWT, karena

dengan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

tesis ini untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang

Patologi Anatomi. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun

demikian besar harapan penulis kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam

menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

TAMPILAN IMUNOSITOKIMIA HER2/NEU PADA BIOPSI ASPIRASI METASTASIS KARSINOMA NASOFARING KELENJAR LIMFE

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankan penulis menyampaikan rasa

terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti

Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan dan juga

atas bantuan materi dalam masa pendidikan dan penelitian ini.

Kepala Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara, Dr. H. Soekimin, SpPA dan Ketua Program Studi PPDS-I Departemen Patologi

Anatomi, Dr. H. Joko S.Lukito, SpPA, yang telah berkenan menerima, mendidik,

membimbing serta senantiasa mengayomi penulis setiap hari dengan penuh kesabaran

selama menjalani pendidikan. Sekretaris Departemen Patologi Anatomi, Dr. H. T. Ibnu

Alferraly, SpPA dan Sekretaris Program Studi Dr. H. Delyuzar, SpPA (K), Dr. Betty,

SpPA dan Dr. T. Kemala Intan, Mpd, yang telah banyak memberi masukan, motivasi

dan bimbingan kepada penulis.

Prof. Dr. H. M. Nadjib Dahlan Lubis, SpPA(K), selaku Guru Besar Departemen Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Pembimbing penelitian

(10)

berharga untuk membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga

selesai dengan baik.

Prof. Dr. Gani W. Tambunan, SpPA (K), Guru Besar di Departemen Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang membimbing, mendorong serta

memberi semangat kepada penulis selama menjalani masa pendidikan.

Dr. Antonius Harkingto Wibisono, SpPA, yang tetap semangat dan aktif dalam

membimbing, mengayomi dan mendidik penulis sejak awal hingga akhir pendidikan.

Kepala Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan, Dr. Sumondang M.

Pardede, SpPA dan seluruh staf : Dr. Jamaluddin Pane, SpPA, Dr. Lisdine, SpPA, Dr.

Stephen Udjung, SpPA yang telah memberikan kesempatan, sarana dan bimbingan

selama penulis mengikuti pendidikan.

Terima kasih kepada Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, selaku pembimbing statistik

yang telah dengan sabar memberikan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.

Kepala Departemen Ilmu Kedokteran Kehakiman beserta Staf, Kepala Departemen

Ilmu Penyakit Dalam beserta Staf khususnya Divisi Gastroenterologi, Kepala

Departemen Radiologi beserta Staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah

diberikan selama penulis stase di Departemen tersebut.

Teman sejawat PPDS dan para senior, para pegawai dan analis di lingkungan

Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta

para analis yang bertugas di Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan.

Terima kasih atas kerja sama dan saling pengertian yang diberikan sehingga penulis

dapat sampai pada akhir program pendidikan ini.

Terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya, yang

telah membesarkan, membimbing dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari

(11)

papa saya telah berpulang ke-Rahmatullah sebelum saya menyelesaikan studi saya

ini).

Terima kasih saya ucapkan kepada kakanda Alm. Ir. Ardiansyah Siregar dan M. Faisal

Siregar yang telah memberikan bantuan moril dan materiil selama pendidikan saya.

Kepada yang saya hormati dan kasihi, ibu mertua, Hj. Nurmina Nainggolan, yang telah

banyak membantu dan memberi dorongan semangat selama mengikuti pendidikan,

saya ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Buat suamiku tersayang Ir. M. Ikhsan Budi, yang tiada kenal lelah dan tiada hentinya

memberikan dorongan, semangat, nasehat, bimbingan dan cinta kasihnya agar saya

dapat menyelesaikan studi.

Dan terima kasih saya ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan

secara langsung maupun tidak langsung selama masa pendidikan yang tidak dapat

saya tuliskan namanya satu persatu.

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf kepada semua pihak atas semua

kesalahan dan kekurangan penulis selama mengikuti masa pendidikan ini. Semoga

segala bantuan, dorongan, bimbingan, dan doa yang telah diberikan kepada penulis

selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan dari Allah SWT dan semoga

Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Medan, Oktober 2009

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK i

ABSTRACT iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xi

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian ………. 1

1.2. Perumusan Masalah ...………... 2

1.3. Hipotesis ... 2

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.4.1. Tujuan Umum ... 3

1.4.2. Tujuan Khusus ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karsinoma Nasofaring ... 4

2.2. HER/neu ... 11

2.3. Kerangka Konsepsional ... 14

(13)

3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 15

3.1.1. Tempat Penelitian ... 15

3.1.2. Waktu Penelitian ... 15

3.2. Metode Rancangan ... 15

3.3. Kerangka Operasional ... 16

3.4. Populasi, Sampel Dan Besar Sampel Penelitian ... 16

3.4.1. Populasi ... 16

3.4.2. Sampel ... 17

3.4.3. Besar Sampel Penelitian ... 17

3.5. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi ... 18

3.5.1. Kriteria Inklusi ... 18

3.5.2. Kriteria Eksklusi ... 18

3.6. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional ... 18

3.6.1. Variabel Penelitian ... 18

3.6.2. Definisi Operasional ... 19

3.7. Prosedur Penelitian ... 21

3.7.1. Pengambilan Sampel Sitologi ... 21

3.7.2. Prosedur Pengambilan Sediaan Sitologi ... 21

3.7.3. Bahan Dan Prosedur Pewarnaan Diff-Quik ... 22

3.7.3.1. Bahan Pewarnaan Diff Quik ... 22

3.7.3.2. Prosedur Pewarnaan Diff Quik ... 23

(14)

3.8. Alat Dan Bahan Penelitian Imunositokimia ... 26

3.8.1. Alat-alat Penelitian ... 26

3.8.2. Bahan-Bahan Untuk Pemeriksaan Imunositokimia ... 27

3.9. Instrumen Penelitian ... 28

3.10. Teknik Analisa Data ... 29

BAB 4. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 4.1. Hasil Penelitian ... 30

4.2. Pembahasan ... 33

BAB 5. Kesimpulan ... 35

5.1. Kesimpulan ... 35

5.2. Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Manifestasi Klinik Dan Komplikasi Dari KNF ... 8

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Lokasi terbanyak metastasis kelenjar getah bening dan

tumor primernya ... 9

Tabel 3.1. Luas tampilan imunositokimia HER2/neu pada metastasis

KNF ke KGB ... 29

Tabel 4.1. Perincian gambaran klinik dari masing-masing sampel .. 30

Tabel 4.2. Persentase sampel yang memiliki keluhan metastasis

KNF ke kelenjar limfe ... 31

Tabel 4.3. Persentase diagnosa sitologi metastasis KNF, tipe

squamous cell carcinoma dan undifferentiated carcinoma 31 Tabel 4.4. Luas tampilan imunositokimia HER2/neu pada diagnosa

metastasis KNF tipe undifferentiated carcinoma ... 32 Tabel 4.5. Luas tampilan imunositokimia HER2/neu pada diagnosa

metastasis KNF tipe squamous cell carcinoma ... 32 Tabel 4.6. Jumlah luas tampilan imunositokimia HER2/neu pada

biopsi aspirasi metastasis karsinoma nasofaring kelenjar

limfe ... 33

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Karsinoma nasofaring dikenal sebagai tumor ganas yang berpotensi tinggi untuk

mengadakan metastasis regional maupun jauh. Hal ini menyebabkan

penatalaksanaan karsinoma nasofaring menjadi sulit dan belum memberi hasil

yang memuaskan.

Kendala yang dihadapi dalam penanganan KNF adalah bahwa sebagian besar

penderita datang pada stadium lanjut (stadium III dan IV), bahkan sebagian lagi

datang dengan keadaan umum yang jelek sehingga penanganan menjadi sulit

dan hasilnya tidak memuaskan.

Jika suatu keganasan disertai dengan pemeriksaan HER2/neu yang positif, itu

berarti perjalanan penyakit yang agresif. Untuk itu diperlukan penanganan

secepat mungkin untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan mencegah

terjadinya kekambuhan.8,10,11 Terapi yang dilakukan pada HER2/neu positif

adalah trastuzumab, akan membantu untuk menghentikan pertumbuhan dari

sel-sel malignan, termasuk; mengecilkan tumor sebelum tindakan pembedahan,

menghilangkan sel-sel malignan yang telah menyebar dari tumor primernya

(metastasis), dan mencegah terjadinya kekambuhan pada tumor ukuran ≥ 2

(17)

Kami tertarik melakukan penelitian ini, karena sejauh ini belum ada tulisan

ataupun penelitian yang dilakukan untuk melihat perbedaan luas tampilan

Her2/neu pada metastasis karsinoma nasofaring pada kelenjar getah bening

leher tipe squamous cell carcinoma dan undifferentiated carcinoma.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan kesulitan yang dihadapi dalam hal penanganan penderita KNF,

maka peneliti merasa perlu untuk mengetahui:

1. Apakah tampilan imunositokimia HER2/neu pada metastasis KNF jenis

undifferentiated carcinoma dan squamous cell carcinoma dapat membantu klinisi untuk pemberian terapi secara cepat dan tepat? Dan

diharapkan, selanjutnya dapat digunakan untuk meramalkan prognosa

dan keefektifan pemberian kemoterapi.

2. Apakah pemeriksaan antibodi yang biasanya dilakukan pada sediaan

biopsi jaringan dapat dilakukan pada sediaan sitologi?

1.3. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah:

Ada perbedaan tampilan HER2/neu pada KNF jenis undifferentiated carcinoma

dan squamous cell carcinoma yang telah metastasis ke KGB leher.

1.4. Tujuan Penelitian

(18)

Mengetahui tampilan imunositokimia HER-2/neu dengan teknik biopsi

aspirasi jarum halus pada kasus-kasus metastasis KNF ke KGB leher.

1.4.1. Tujuan Khusus

Melihat perbedaan tampilan imunositokomia HER-2/neu pada metastasis

karsinoma nasofaring ke KGB jenis undifferentiated carcinoma dan

squamous cell carcinoma .

1.5. Manfaat Penelitian

1. Melihat tampilan HER2/neu secara imunositokimia pada kasus metastasis

KNF ke KGB leher tipe squamous cell carcinoma dan undifferentiated carcinoma, yang selama ini dilakukan secara imunohistokimia.

2. Diharapkan dari penelitian ini dapat memberi tambahan informasi kepada

klinisi untuk menentukan prognosa dan terapi suatu metastasis KNF ke KGB

leher tipe squamous cell carcinoma dan undifferentiated carcinoma secara cepat dan tepat.

3. Penelitian ini dapat di manfaatkan sebagai bahan acuan untuk penelitian

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karsinoma Nasofaring

Karsinoma nasofaring dapat menyerang semua usia, termasuk anak-anak, dan

dua sampai tiga kali lebih banyak pada pria. Penyebab dari KNF multifaktor dan

berhubungan dengan ras (terutama China), genetik, lingkungan, dan virus

Epstein-Barr (EBV).18,19,20,21,22,23,24

Insidens KNF di Amerika Utara adalah 0,25% dari keseluruhan karsinoma,

mengenai 18% orang Cina di Amerika. Orang Cina yang lahir di Amerika

memiliki insiden yang lebih rendah dibandingkan yang lahir di Cina. Proses

pembakaran dupa atau kayu (polycyclic hydrocarbon), konsumsi ikan asin

(nitrosamines) disertai dengan kurang konsumsi vitamin C (vitamin C dapat

menghambat proses nitrosifikasi dari amines sehingga memberikan efek

proteksi). KNF jarang dijumpai di India dan hanya 0,41% (0,66% pria dan 0,17%

wanita) dari keseluruhan karsinoma kecuali di daerah timur laut dimana

terbanyak penduduk asal Mongoloid. Penduduk di Cina Selatan, Taiwan dan

Indonesia lebih banyak dijumpai KNF.18

Di Indonesia karsinoma nasofaring cukup banyak ditemukan meskipun angka

kejadian yang pasti belum diketahui. Berdasarkan histopatologi pernah

(20)

tahun. Dari berbagai publikasi dilaporkan bahwa KNF merupakan tumor ganas

terbanyak di bidang THT-KL, rata-rata mencapai lebih setengah dari seluruh

keganasan.1

Etiologi

Penyebab pasti KNF belum diketahui. Faktor-faktor yang berpengaruh adalah:

(1). Genetik. Orang Cina memiliki genetik yang lebih tinggi untuk menderita KNF.

Walaupun mereka telah migrasi ke negara lain mereka tetap memilki insidens

lebih tinggi. (2). Virus. EBV berhubungan dengan terjadinya KNF. Pemeriksaan

spesifik terhadap marker virus sedang berkembang untuk dapat menskrining

daerah dengan resiko tinggi. Penyelidikan reaksi imunologi terhadap antigen

virus Epstein Barr ini telah berhasil mengidentifikasi beberapa antigen khusus

yang dijumpai pada KNF, yaitu; (a). Antibodi Ig G dan Ig A terhadap Viral Capsid

antigen (VCA). Sampai saat ini, pemeriksaan titer Ig A-VCA dianggap yang

paling spesifik dan sensitif untuk diagnosa dini KNF. Uji ini juga dianggap metode

pilihan untuk occolt primary yaitu keadaan ditemukannya kelainan berupa

pembesaran KGB leher atau destruksi dasar tengkorak atau kelumpuhan saraf

otak tanpa adanya tumor di nasifaring, (b). Ig G anti Farly Antigen (FA). Untuk

deteksi dini KNF, uji ini kurang sensitif jika dibandingkan dengan Ig A-VCA, (c).

Antibody Dependent Cellular Cytotoxicty (ADCC). Pemeriksaan ADCC dapat

menentukan perjalanan penyakit serta prognosis berdasarkan tinggi rendahnya

titer pada waktu diagnosis. Sebagai sarana diagnosis dini, uji Ig A-VCA

(21)

untuk melakukan kombinasi dengan Ig G supaya lebih spesifik dan sensitif.30 (3).

Lingkungan. Polusi udara, asap rokok dan opium, nitrosamin yang terdapat di

ikan asin, asap dari pembakaran dupa dan kayu, keseluruhannya dapat

meningkatkan resiko KNF.18

Gambaran Klinik

Diagnosis KNF harus dimulai dengan mengetahui riwayat penyakit secara

lengkap. Perkembangan gejala dari permulaan sampai yang terakhir sedapat

mungkin diketahui dengan jelas. Penting untuk mengetahui gejala dini KNF

dimana tumor masih terbatas di rongga nasofaring terutama pada orang dengan

resiko tinggi yakni laki-laki usia diatas 40 tahun.1,19,20,21,22

Kriteria klinik untuk suatu dugaan karsinoma nasofaring (formula Digby) adalah

sebagai berikut; 32

Nilai

1. Massa terlihat pada nasofaring ... 25

2. Limfadenopati di leher ... 25

3. Gangguan pada hidung yang khas ... 15

4. Gangguan pada telinga yang khas ... 5

5. Karakteristik terhadap gangguan satu atau lebih dari paralisa syaraf ... 5

6. Sakit kepala, unilateral/bilateral ... 5

(22)

Jumlah keseluruhan akan dikurangi 10 jika usia penderita dibawah 15 tahun.

Demikian juga jika usia penderita antara 15 tahun sampai 25 tahun dengan ’frog

face” jumlah keseluruhan akan dikurangi 10. Jika jumlah keseluruhan mencapai

≥ 50, maka diagnosa sementara karsinoma nasofaring dapat ditegakkan,

menunggu hasil pemeriksaan penunjang lainnya.32

Gejala dini KNF sulit dikenali oleh penderita maupun dokter umum karena mirip

dengan penyakit infeksi saluran atas. Gejala klinik pada stadium ini meliputi

gejala hidung dan gejala telinga. Ini terjadi karena tumor masih terbatas pada

mukosa nasofaring. Pada KNF lanjut gejala klinik lebih jelas sehingga pada

umumnya sudah dirasakan oleh penderita sebagai penyakit yang serius. Gejala

lanjut terjadi karena tumor primer KNF tumbuh meluas ke organ sekitar

nasofaring atau mengadakan metastase regional ke KGB leher. Pada stadium ini

gejala yang dapat timbul adalah gangguan pada saraf otak karena pertumbuhan

ke rongga tengkorak, dan pembesaran kelenjar leher (Gambar 2.1.). Metastasis

melalui aliran getah bening mengakibatkan timbulnya pembesaran KGB yang

tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping (limfadenopati servikal)

(23)

Gambar 2.1. Manifestasi klinik dan komplikasi dari KNF25

Metastasis melalui aliran getah bening mengakibatkan timbulnya pembesaran

KGB yang tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping (limfadenopati

servikal). Pemeriksaan untuk menentukan diagnosa ini adalah biopsi aspirasi

jarum halus. Karena teknik biopsi aspirasi jarum halus ini mudah, diagnosa dapat

dibuat dalam waktu singkat dengan akurasi yang cukup tinggi, maka dibanyak

sentra biopsi aspirasi sering digunakan sebagai pilihan pertama pada

(24)

 Tabel 2.1. Lokasi terbanyak metastasis kelenjar getah bening dan           tumor primernya2 

KGB servikal  KGB abdominal (retroperitoneal)  Rongga mulut 

Aspirasi dari KNF tampak sel-sel epitel berkelompok atau tersebar satu-satu,

dengan latar belakang sel-sel radang limfosit dengan jumlah yang bervariasi.

Untuk mendiagnosa suatu tumor keratinizing jarang terjadi kesulitan; tetapi, pada

(25)

Tampak satu sampai dua nukleoli disentral. Sel-sel ini seringkali tanpa

mengandung sitoplasma, tapi jika ini dijumpai, tampil sebagai jumlah yang sedikit

dan berkelompok. Juga tampak sel-sel radang limfosit normal.2,3,5,6,7,26,31

Diagnosa banding dari metastase undifferentiated nasopharyngeal carcinoma

termasuk limfoma malignant dan metastase karsinoma dari tumor primer tempat

lain. Sel-sel malignan yang besar dapat menyerupai sel-sel Hodgkin dan sel

Reed-Sternberg pada limfoma Hodgkin atau sel-sel terlihat sebagai large cell lymphoma. Pewarnaan keratin positif dapat menyingkirkan diagnosa limfoma.2,3,5,6,7

KNF ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai karsinoma yang

berasal dari mukosa nasofaring dengan adanya diferensiasi dari epitel

skuamous.27 Di tahun 1978 WHO membuat pembagian KNF berdasarkan

gambaran histologi, yaitu: squamous cell carcinoma (WHO tipe 1),

nonkeratinizing carcinoma (WHO tipe 2), dan undifferentiated carcinoma (WHO tipe 3).2,27

Terapi

Pilihan terapi pada KNF adalah terapi radiasi, tapi sebagian ada yang melakukan

kombinasi dengan kemoterapi. Prognosa secara signifikan bergantung dengan

usia (lebih baik pada usia muda), stadium klinik, dan lokasi dari metastasis

(26)

metastasis terbatas pada daerah leher atas bertentangan dengan daerah bawah

servikal. Dari gambaran mikoskopik, prognosa lebih buruk pada keratinizing squamous cell carcinoma dibandingkan tipe yang lain.21 Keratinizing squamous cell carcinoma dapat terjadi primer atau setelah radiasi nonkeratinizing nasopharyngeal carcinoma. Dibandingkan dengan nonkeratinizing carcinoma,

keratinizing squamous cell carcinoma cenderung tumbuh cepat dan hebat secara lokal (76%: 55%), cenderung kurang untuk metastasis ke KGB (29%: 70%).

Beberapa peneliti menganggap bahwa keratinizing squamous cell carcinoma

memilki respon yang rendah terhadap radiasi dengan prognosa yang buruk

dibandingkan dengan nonkeratinizing carcinoma.20

2.2. HER2/neu

HER2/neu (dikenal juga sebagai ErbB-2, ERBB2) adalah suatu protein yang

menunjukkan tingkat agresivitas yang tinggi terhadap kanker payudara.11,12 Protein

ini dijumpai pada permukaan dari sel epitel dan dalam keadaan normal berfungsi

sebagai reseptor pertumbuhan sel.13 HER2/neu merupakan anggota dari ErbB

protein famili, lebih dikenal sebagai epidermal growth factor receptor family. HER2/neu dikenal juga sebagai CD340 (cluster of differentiation 340). HER2

adalah suatu proto-onkogen yang berlokasi pada lengan panjang kromosom

manusia 17(17q11.2-q12). Sekitar 25-35% karsinoma payudara mampu

melakukan amplifikasi pada gen HER2/neu atau over-ekspresi dari hasil

proteinnya. Over-ekspresi dari reseptor karsinoma payudara menunjukkan

(27)

Pasien dengan HER2/neu yang normal memberi hasil prognosis yang baik dan

memberi peningkatan survival.14

Selama ini penggunaan tampilan Her2/neu secara klinis adalah: (1) untuk melihat

respon pemberian kemoterapi doksorubisin dan (2) menentukan apakah pasien

tersebut memilki respon yang baik dengan pemberian terapi trastuzumab.

Penelitian yang dilakukan pada tahun 1998, membuktikan keefektifan pemberian

trastuzumab untuk menghambat pertumbuhan reseptor HER2, yaitu respon

terhadap pengurangan ukuran massa tumor jika dikombinasikan dengan

pemberian kemoterapi. Trastuzumab diindikasikan sebagai first-line adjuvant therapy. Vogel melaporkan hasil dari percobaan terapi tunggal trastuzumab sebagai first-line therapy pada kasus metastasis. Tampak memberikan respon

yang baik secara klinik sebanyak 35% dan 48%. Respons ini hanya terbatas pada

tumor-tumor yang overekspresi terhadap HER2/neu. Overekspresi ini juga

dijumpai pada karsinoma lainnya seperti payudara, gaster, ovarium dan KNF

(33%).15,16 Menurut Slamon dkk, dengan pemberian first-line kemoterapi dan

trastuzumab akan dapat meningkatkan 25% kelangsungan hidup pasien.

Variasi dari onkogen dan produksi dari tumor supresor gen dapat ditampilkan dari

sediaan sitologi.17 Berdasarkan uraian diatas dirasakan perlu melakukan penelitian

untuk melihat tampilan imunositokimia HER-2/neu secara biopsi aspirasi jarum

(28)

pemeriksaan Her2/neu dilakukan secara imunohistokimia yang memerlukan waktu

lebih lama jika dibandingkan dengan pemeriksaan imunositokimia. Dengan

melakukan pemeriksaan imunositokimia HER2/neu akan semakin cepat dan tepat

untuk mendiagnosa dan pemberian terapi pada pasien sehingga akan

meningkatkan kelangsungan hidup penderita.

2.3. Kerangka Konsepsional

Genetik

1. Undifferentiated carcinoma

2. Keratinizing squamous cell carcinoma

Tampilan Imunositokimia

HER2/neu

Lingkungan Respon

trastuzumab, doksorubisin

EBV

(29)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik Medan

dan laboratorium swasta spesialis Patologi Anatomi di Medan.

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2008 sampai September 2008

yang meliputi studi kepustakaan, pengumpulan data, pengumpulan

sampel, penelitian dan hasil penelitian.

3.2. Metode Rancangan

(30)

3.3. Kerangka Operasional

Rancangan penelitian yang digunakan dapat digambarkan seperti gambar berikut

ini:

Metastasis karsinoma, tipe: squamous cell ca atau undifferentiated ca

Anamnese

Biopsi aspirasi jarum halus Pewarnaan Diff Quik

Gambar 3.1. Kerangka Operasional

3.4. Populasi, Sampel dan Besar Sampel Penelitian

3.4.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pembesaran KGB yang teraba dan

didiagnosa sebagai metastasis KNF ke KGB dengan cara biopsi aspirasi

(31)

3.4.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah hasil sediaan hapus dari biopsi aspirasi

jarum halus pembesaran KGB yang teraba dan didiagnosa sebagai

metastasis KNF ke KGB, jenis; undifferentiated carcinoma, dan squamous cell carcinoma

3.4.3. Besar Sampel Penelitian

Perkiraan besarnya sampel penelitian berdasarkan perhitungan dengan

menggunakan rumus:

n = jumlah populasi

z = tingkat kepercayaan (95% Z-score = 1,96)

p = proporsi (seluruh lesi), bila tidak ada dianggap 50% atau 0,5

d = ketepatan (0,2)

Maka besar sampel ditetapkan 25 sediaan sitologi metastasis KNF ke

(32)

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1. Kriteria Inklusi

Yang termasuk kriteria inklusi adalah semua sediaan sitologi biopsi aspirasi

jarum halus pada pembesaran KGB leher yang teraba pada saat palpasi

dan didiagnosa sebagai metastasis KNF ke KGB jenis; undifferentiated carcinoma dan squamous cell carcinoma.. Pewarnaan sediaan sitologi menggunakan pewarnaan Diff-Quik.

3.5.2. Kriteria Eksklusi

• Sediaan hapus sitologi dari pembesaran KGB leher dengan

pewarnaan Diff-Quik dan didiagnosa bukan sebagai metastasis KNF

ke KGB

• Sediaan sitologi pembesaran KGB yang rusak dan tidak dapat

diproses dengan pulasan imunositokimia HER2/neu.

3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.6.1. Variabel Penelitian

Variabel yang menjadi perhatian didalam penelitian ini yaitu:

• Variabel bebas adalah HER2/neu

• Variabel terikat adalah metastasis KNF ke KGB leher jenis

(33)

3.6.2. Definisi Operasional

• Imunositokimia (immunocytochemistry= ICC) adalah suatu

pemeriksaan laboratorium praktis yang menggunakan antibodi sebagai

target resepor antigen pada sel.

• HER2/neu (human eoidermal growth factor receptor 2, dikenal juga

sebagai ErbB-2, ERBB2) adalah protein yang memberikan tingkat

agresivitas yang tinggi pada karsinoma payudara. HER2/neu ditandai

juga sebagai CD 340 (cluster of differentiation 340).

• Hasil pulasan imunositokimia HER2/neu adalah tampilan pulasan

warna coklat pada membran sitoplasma sel epitel yang dinyatakan:

o Negatif, bila tidak berhasil menampilkan warna coklat, dimana pada

saat proses yang sama kontrol (+) menampilkan warna coklat

dengan pewarnaan kromogen DAB.

o Positif, bila terdapat tampilan pulasan warna coklat pada

sitoplasma sel dengan menggunakan mikroskop cahaya

pembesaran 400x pada 5 lokasi lapangan pandang dan pada saat

yang sama kontrol (+) juga menampilkan warna yang sama.

Perhitungan luas hasil pulasan imunositokimia HER2/neu adalah

sebagai berikut:

Skor 0 : negatif

Skor 1 (tampilan lemah) : < 10% sel yang terpulas

Fokal

(34)

terpulas fokal

Skor 3 (tampilan kuat) : ≥ 50% sel epitel yang

terpulas difus

o Biopsi aspirasi jarum halus adalah suatu teknik pengambilan sediaan

sitologi pada benjolan yang teraba pada saat melakukan palpasi, dengan

menggunakan alat pistolet dan spuit 10 cc.

o Karsinoma adalah suatu neoplasma ganas yang berasal dari sel epitel.

o Metastasis adalah suatu kemampuan dari tumor ganas untuk melakukan

implantasi sekunder yang terpisah dari tumor primer.

o Kelenjar getah bening adalah suatu jaringan yang berperan penting dalam

mengatur mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh

sepanjang jalur pembuluh limfatik.

3.7. Prosedur Penelitian

3.7.1. Pengambilan Sampel sitologi

Peralatan yang digunakan adalah pistolet Comeco Swedia, spuit disposible

10 ml, ukuran jarum 22-23 G, panjang 30-50 mm, kapas alkohol dan lokasi

pengambilan pada pembesaran KGB yang teraba pada saat palpasi.

3.7.2. Prosedur Pengambilan Sediaan Sitologi

• Kulit didesinfeksi, tanpa menggunakan anastesi, nodul atau tumor

(35)

• Apabila jarum sudah berada di dalam massa tumor, piston ditarik ke

arah proksimal dan tekanan di dalam tabung menjadi negatif

• Pada posisi piston di bagian proksimal, jarum digerakkan maju

mundur, sehingga ekstrak / aspirat yang mengandung sejumlah sel

tumor masuk ke dalam lumen jarum atau tabung suntik. Menurut

Thomson dengan gerakan mundur maju dari ujung jarum, terjadi

selective sampling yang merupakan mekanisme biopsi aspirasi untuk memperoleh sediaan aspirat yang representatif. Oertel berpendapat

bahwa gerakan mundur maju dari ujung jarum cukup pada satu garis

needle tract. Apabila aspirat sudah kelihatan pada muara jarum, pegangan piston dilepaskan. Tujuannya untuk mencegah aspirat

masuk ke dalam tabung suntik, sehingga sulit untuk dikeluarkan,

kecuali pada aspirat kista dimana cairan di evakuasi hingga kista

mengalami kolaps.

• Sebelum jarum dicabut, piston dalam tabung suntik dikembalikan pada

tempat semula dengan melepaskan pegangan piston, sehingga

tekanan di dalam tabung kembali seperti semula. Tujuannya untuk

mencegah masuknya ekstrak jaringan yang berada di sepanjang

needle tract di luar massa tumor pada waktu jarum dicabut, yang dapat

(36)

• Untuk mengeluarkan aspirat, jarum dibebaskan dari tabung suntik,

piston ditarik ke arah proksimal kemudian jarum disatukan kembali

dengan tabung. Tekanan di ruangan tabung menjadi positif. Lalu,

ujung jarum diletakkan di atas kaca objek, piston didorong pelan-pelan

dan aspirat diteteskan di atas kaca objek dan dibuat sediaan hapus.

Untuk mengosongkan jarum atau tabung, prosedur ini dilakukan

berulang-ulang.

3.7.3. Bahan dan Prosedur pewarnaan Diff-Quik

3.7.3.1. Bahan pewarnaan Diff Quik

• Larutan fiksatif :

Triarylmethane Dye, 100% PDC

Methyl alkohol, dalam konsentrasi 0,002 g/liter

• Larutan I :

Xanthene Dye, 100% PDC

Buffer

Sodium azide, dalam konsentrasi 1,25 g/liter

• Larutan II :

Thiazine Dye Mixture, 100% PDC

Buffer, dalam konsentrasi 1,25 g/liter

3.7.3.2. Prosedur pewarnaan Diff-Quik

(37)

detik ( 5 kali celup masing-masing satu detik). Kelebihannya

biarkan mengalir.

• Celupkan sediaan kedalam larutan I selama 5 detik

( 5 kali celup masing-masing satu detik).

Kelebihannya biarkan mengalir.

• Celupkan sediaan kedalam larutan II selama 5 detik

( 5 kali celup, masing-masing satu detik).

Kelebihannya biarkan mengalir.

• Cuci sediaan dengan air distilasi atau air diionisasi

• Keringkan, beri entelan dan siap dilihat dibawah

mikroskop.

Hasil :

Inti : berwarna biru

Sitoplasma : eosinofilik 20

3.7.4. Prosedur kerja imunositokimia HER2/neu pada sediaan sitologi

Setelah dibuat sediaan hapus dengan menggunakan kaca objek yang

telah di coating dengan poly-L-lysine atau menggunakan silanized slide

agar sediaan smear dapat melekat pada kaca objek selama proses

imunositokimia, kemudian difiksasi dengan methanol absolut selama 30

menit selanjutnya masukkan slide kedalam PBS.

(38)

• Bersihkan preparat dari sisa buffer pencuci dengan menggunakan

lap khusus.

• Teteskan Dual endogenous enzyme block secukupnya untuk

menutupi seluruh specimen.

• Inkubasi selama 5 -10 menit.

• Bilas dengan air distilasi atau solusi buffer tanpa mengenai

specimen langsung.

• Letakkan preparat dalam bath buffer yang baru.

Langkah 2 : Reagen antibodi primer atau kontrol negatif

• Bersihkan preparat dari sisa cairan buffer pencuci dengan lap

khusus.

• Teteskan antibodi primer (yang sudah diencerkan) secukupnya

menutupi seluruh jaringan.

• Inkubasi selama 30 menit.

• Bilas dengan lembut pada cairan buffer dan tempatkan dalam bath

buffer yang baru.

Jika prosedur pewarnaan ingin di interupsi, slides dapat dibiarkan

didalam bath buffer selama 1 jam, pada suhu ruangan.

Langkah 3 : Labeled Polymer-HRP

(39)

• Teteskan labelled polymer secukupnya sampai menutupi sediaan

hapus

• Inkubasi selama 30 menit.

• Bilas dengan lembut pada larutan buffer dan tempatkan dalam bath

buffer selama 5 menit.

Langkah 4 : Substrat-kromogen

• Lap kering slide preparatnya seperti biasa.

• Teteskan substrat-kromogen secukupnya dan inkubasi selama 5-10

menit.

• Bilas lembut dengan air distilasi.

Langkah 5 : Counterstain hematoxylin

• Masukkan slide ke dalam cairan Meyer hematoksilin dan inkubasi

seperti biasa.

• Bilas dalam bath air distilasi.

• Celupkan slide 10 kali dalam larutan amonia 0,037 mol/L atau bluing

agent lainnya.

• Bilas slide dalam bath air distilasi atau deionisasi selama 2-5 menit.

• Tutup dengan entelan

• Lihat dibawah mikroskop tampilan imunositokimia HER-2/neu

(40)

3.8.1. Alat-alat Penelitian

Alat-alat yang diperlukan untuk penelitian ini adalah pistolet Comeco, spuit

disposible 10 ml ukuran jarum 22-23 G, panjang 30-50 mm, kapas

alkohol, inkubator, staining jar, rak kaca objek, rak inkubasi, pensil

diamond, pipet mikro, kertas saring, stop watch, gelas Erlenmeyer, gelas

beker, tabung sentrifuge 15 ml, microwave, spin master, thermolyte stirrer,

selenise slide, deck glass, entelan dan mikroskop cahaya.

3.7.5.2. Bahan-bahan untuk pemeriksaan imunositokimia

Penelitian ini menggunakan EnVision+ Dual Link system-HRP (DAB+) dari

DakoCytomation, terdiri dari:

• 1 x 15 mL : Dual Endogenous Enzyme Block

• 1 x 15 mL : Labelled Polymer-HRP

• 1 x 18 mL : DAB+ Substrate Buffer

• 1 x 1 mL : DAB+ Chromogen

Larutan substrat chromogen:

Protokol pembuatan 1 mL DAB + substrat chromogen cukup untuk 10

spesimen jaringan atau 5 sediaan smear.

Langkah 1: Bergantung berapa banyak jumlah slide yang akan

diwarnai, masukkan 1 ml substrat buffer ke

dalam ali quot.

Langkah 2: Untuk setiap 1 ml buffer, tambahkan setetes (20 L)

(41)

Larutan DAB+ substrat kromogen akan stabil kira-kira 5 hari

bila disimpan dalam suhu 2-8°C. Larutan ini hanya dicampur

sesaat sebelum akan digunakan.

Prosedur tetap pembuatan phosphate buffer formalin (PBS)

1. NaCl ditimbang 87,5 gram

2. KH2PO4 ditimbang 1,92 gram

3. Cara kerja : Na2HPO4 2H2O ditimbang 15,33 gram

Larutan nomor 1 ditambah larutan nomor 2 ditambah aquadest 800

ml dicampur sampai larut dengan pengaduk. Kemudian

ditambahkan larutan nomor 3 dicampur sampai larut, ditambahkan

aquadest sampai 1 liter.

3.9. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah hasil pulasan imunositokimia

HER2/neu terhadap sampel sediaan sitologi dari KGB. Penilaian terhadap

pulasan imunositokimia HER2/neu adalah sebagai berikut:

• Kontrol positif : slide sitologi karsinoma payudara

• Positif : warna coklat yang tertampil pada sitoplasma sel

Perhitungan luas hasil pulasan imunositokimia HER2/neu adalah sebagai berikut:

• 0 : negatif, tidak dijumpai sitoplasma sel yang terpulas atau

sangat tipis dan ≤ 10% sel-sel tumor

(42)

membran sitoplasma

• +2 : tampilan lemah atau moderate komplit pada membran

sitoplasma pada ≥ 10% sel-sel tumor

• +3 : tampilan kuat dan komplit pada membran sitoplasma ≥

10% sel-sel tumor

Tabel 3.1.  Luas tampilan imunositokimia HER2/neu pada metastase KNF          ke KGB 

Undifferentiated ca  Squamous cell ca 

 

Teknik analisa data dilakukan secara komparatif antara tampilan

imunositokimia HER2/neu pada metastasis KNF ke KGB servikal pada

(43)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan 25 sampel yang memenuhi kriteria inklusi untuk

dimasukkan sebagai sampel penelitian dengan keluhan pembesaran KGB leher

disertai dengan keluhan-keluhan yang menunjukkan kearah suatu keganasan yang

berasal dari nasofaring. Adapun perincian terhadap sampel-sampel yang digunakan

dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Perincian gambaran klinik dari masing masing sampel 

GEJALA KLINIK

A/3114/08 42 massa nasofaring +

A/3115/08 43 massa nasofaring +

A/3289/08 49 massa nasofaring +

A/3290/08 50 massa nasofaring +

Berdasarkan data dari tabel 4.1. dapat dibuat persentase dari penderita yang

(44)

sampel (100%), gangguan telinga 24 sampel (96%), kepala sakit

unilateral/bilateral 23 sampel (92%) dan eksoftalmus 9 sampel (36%). (Lihat

tabel 4.2.)

Tabel 4.2. Persentase sampel yang memiliki keluhan metastases KNF ke kelenjar limfe

Gejala Klinik Metastases KNF ke kelenjar limfe leher

Jumlah sampel yang memiliki keluhan

Persentase (100%)

Limfadenopati di leher 25 100

Gangguan hidung 25 100

Gangguan telinga 24 96

Kepala sakit uni/bilateral 23 92

Eksoftalmus 9 36

Pada pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus terhadap 25 sampel penelitian

diperoleh diagnosa: undifferentiated carcinoma 18 kasus (72%) dan 7 kasus

squamous cell carcinoma (28%). (Lihat tabel 4.3)

Tabel 4.3. Persentase diagnosa sitologi metastases KNF, tipe squamous cell carcinoma dan undifferentiated carcinoma Diagnosa sitologi

metastases KNF

Jumlah Persentase (%)

Undifferentiated ca 18 72

Squamous cell ca 7 28

Jumlah 25 100

Dilakukan pewarnaan imunositokimia HER2/neu untuk dapat menilai luas

tampilan masing-masing sampel. Penilaian diagnosa undifferentiated carcinoma

terhadap luas tampilan imunositokimia HER2/neu: 0 dijumpai 6 sampel (33,3%),

+1 dijumpai 12 sampel (66.7%) dan tidak dijumpai luas tampilan imunositokimia

(45)

Tabel 4.4. Luas tampilan imunositokimia HER2/neu pada diagnosa metastases KNF tipe undifferentiated carcinoma

Luas tampilan

imunositokimia HER2/neu

Frekuensi Persentase (%)

0 6 33,3

+1 12 66,7 +2 0 0 +3 0 0 Jumlah 18 100

Penilaian diagnosa squamous cell carcinoma terhadap luas tampilan imunositokimia HER2/neu: 0 dijumpai 2 sampel (28,6%), +1 dijumpai 4 sampel

(57,1%), +2 hanya dijumpai 1 sampel (14,3%) dan tidak dijumpai luas tampilan

imunositokimia HER/neu +3 (0%). (Lihat tabel 4.5.)

Tabel 4.5. Luas tampilan imunositokimia HER2/neu pada diagnosa metastases KNF tipe squamous cell carcinoma

Luas tampilan

imunositokimia HER2/neu

Frekuensi Persentase (%)

0 2 28,6

+1 4 57,1

+2 1 14,3

+3 0 0

Jumlah 7 100

Jumlah luas tampilan imunositokimia HER2/neu pada biopsi aspirasi metastasis

karsinoma nasofaring kelenjar limfe adalah; dengan luas tampilan 0 dijumpai 8

kasus (32%), +1 dijumpai 16 kasus (64%), +2 hanya 1 kasus (4%), dan tidak

(46)

      Tabel 4.6. Jumlah luas tampilan imunositokimia HER2/neu pada biopsi aspirasi metastasis karsinoma nasofaring kelenjar limfe Luas tampilan

imunositokimia HER2/neu

Frekuensi Persentase (%)

0 8 32

Diagnosa HER2/neu berdasarkan crosstabulation menggunakan uji chi square

dengan nilai p=0,262 diperoleh data untuk diagnosa squamous cell carcinoma

sebanyak 7 slide dari 25 slide yang dinilai dan sisanya merupakan slide yang

didiagnosa sebagai undifferentiated carcinoma, dengan perincian sebagai berikut, luas tampilan imunositokimia Her2/neu untuk diagnosa squamous cell carcinoma nilai 0 dijumpai 2 kasus (25%), +1 dijumpai 4 kasus (25%) dan +2 dijumpai hanya 1 kasus (100%), dan tidak dijumpai nilai +3 (0%). Penilaian luas

tampilan imunositokimia HER2/neu pada diagnosa undifferentiated carcinoma

nilai 0 dijumpai 6 kasus (75%), +1 dijumpai 12 kasus (75%), dan tidak dijumpai

+2 (0%) dan +3(0%). (Lihat tabel 4.7.)

Tabel 4.7. Diagnosa *HER2/neu crosstabulation 

Diagnosa      Luas tampilan imunositokimia HER2/neu       *p 

(47)

4.2. Pembahasan

Limfadenopati servikal merupakan gejala utama yang paling banyak membawa

penderita datang ke dokter. Metastases melalui aliran getah bening mengakibatkan

timbulnya pembesaran kelenjar getah bening leher yang tampak sebagai benjolan

pada leher samping (limfadenopati servikal). Benjolan ini tidak dirasakan nyeri

karenanya sering diabaikan oleh penderita. Pembesaran kelenjar getah bening

leher merupakan gejala klinik terbanyak pada penderita KNF baik di Indonesia

maupun di luar negeri.

Gejala dini KNF sulit dikenali oleh penderita maupun dokter umum karena mirip

dengan penyakit infeksi saluran napas atas. Pada KNF lanjut gejala klinik lebih jelas

sehingga pada umumnya sudah dirasakan oleh penderita sebagai penyakit yang

serius. Maka tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk dapat membantu klinisi

memberikan terapi yang cepat dan tepat sehingga dapat meningkatkan

kelangsungan hidup penderita. Pada penelitian ini kami juga mencoba teknik

pemeriksaan yang baru, dimana hasil pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus dari

sediaan limfadenopati di leher kami gunakan teknik imunositokimia, yang bertujuan

memberikan pemeriksaan yang lebih cepat dibandingkan dengan imunohistokimia

dan juga memberikan informasi baru bahwa dari sediaan sitologi juga dapat

dilakukan teknik pewarnaan imunositokimia.

Hasil dengan Chi square P value= 0,262 non signifikan tidak ada hubungan

(48)
(49)

BAB 5

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian ini, telah diperoleh tambahan informasi bahwa dari

sediaan sitologi dapat juga dilakukan pemeriksaan imunositokimia

HER2/neu, yang selama ini belum pernah dilakukan dari sediaan biopsi

aspirasi pembesaran kelenjar getah bening leher.

2. Hasil penelitian ini yang telah diuji dengan Chi square dengan p value= 0,262

tidak ada hubungan antara tampilan pemeriksaan imunositokimia Her2/neu

pada sediaan metastases KNF ke KGB leher pada diagnosa squamous cell carcinoma ataupun undifferentiated carcinoma.

5.2. Saran

Luas tampilan imunositokimia HER2/neu pada metastasis karsinoma nasofaring

ke kelenjar getah bening leher jenis squamous cell carcinoma dan undifferentiated carcinoma, tidak signifikan kemungkinan disebabkan jumlah sampel sediaan penelitian yang sedikit. Diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat

ketepatan hasil pemeriksan imunositokimia HER2/neu, sehingga pemberian terapi

(50)

DAFTAR PUSTAKA

1. Mulyarjo. Epidemiologi dan Gambaran Klinik Karsinoma Nasofaring. In: Kentjono

WA, LunardhiJH, editor. Simposium KankerNasofaring Dan Demo Biopsi Nasofaring

Dengan Teknik Aspirasi Jarum Halus. Surabaya. 2003;1-7

2. Caraway NP, Katz RL. Lymph Nodes. In: Koss Leopold G, editor. Koss’’ Diagnostic

Cytology And Its Histopatology Bases. Volume II. 5th edition. Philadelphia : Lippincott

Williams & Wilkins. 2006; 1186-225

3. Kocjan G. Fine Needle Aspiration Cytology. Diagnostic Principles and Dilemas. New

York : Springer. 2006; 216-7

4. AlAlwan NA. Fine Needle Aspiration Cytology Versus Histopathology in Diagnosing

Lymph node Lesion. Volume 2. 1996; 320-5

5. Miliauskas Jhon, Heerde Peter van. Lymph Nodes. In; Orell Svante R., Sterrett

Gregory F., Whitaker Darrel, editor. Fine Needle Aspiration Cytology, Ed 4th .

Elsevier. 2005; 83-100

6. Wakely Paul E. Aspiration and Touch Preparation of Lymph Nodes. In: Atkinson

Barbara F, editor. Atlas of Diagnostic Cytopathology. Ed 2nd. Philadelphia: Saunders.

2004; 412-58,748-64

7. Cibas ES, Wakely PE. Lymph nodes. In: Cibas, Edmund S., Ducatman, Barbara S,

editor. Cytology Diagnostic principles and clinical correlates. Ed 2nd. Saunders.

2004; 307-41

8. Immunohistochemistry available at:

(51)

9. Sudiana IK. Teknologi Ilmu Jaringan dan Imunohistokimia. Jakarta : Sagung Seto.

2005; 35-50

10. Immunostaining Techniques Immunohistochemistry / immunocytochemistry

available at:

http://www.milipore.com/immunodetection/id3/immunostainingtechniques

11. HER2/neu available at: http://en.wikipedia.org/wiki/HER2/neu

12. Patterns of HER-2/neu Amplification and Overexpression in Primary and Metastatic

Breast Cancer available at: http://jnci.oxfordjournals.org/cgi/content/full/93/15/1141

13. Background available at:http://www.thedoctorsdoctor.com/labtests/Her_2.htm

14. Andrijono. Kanker Ovarium. Dalam: Sinopsis Kanker Ginekologi. Jakarta. 2004;109

15. Significance of her2 oncogen expression in primary nasopharyngeal carcinoma

available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11702662

16. Absence of evidence for HER2 amplification in nasopharynx available at:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11850071

17. Bales CE. Laboratory Techniques. In: Koss Leopold G, editor. Koss’’ Diagnostic

Cytology And Its Histopatology Bases. Volume II. 5th edition. Philadelphia : Lippincott

Williams & Wilkins. 2006; 1616-7, 1670

18. Dhingra PL. Tumours of Nasopharynx. In: Diseases of Ear, Nose and Throat. Ed 4th.

Elsevier: India. 2007; 230-5

19. Mills SE. The nose, paranasal sinuses, and nasopharynx. In: Mills SE, editor.

Sternberg’s Diagnostic Surgical Pathology. Vol 1. Ed 4th. Philadelphia : Lippincott

(52)

20. Chan JKC. Tumours of the Nasopharynx. In: Barnes Leon, Eveson John W, et al,

editor. Head and Neck Tumours. Lyon: France. 2005; 82-97

21. Rosai Juan. Respiratory tract. In: Ackerman’s Surgical Pathology. Vol 1. Ed: 8th.

New York: Mosby. 1996; 289-98

22. Wei WI. Nasopharyngeal Cancer. In: Bailey BJ, Johnson JT, editor. Head & Neck

Surgery-otolayngology. Vol 2. Ed 4th. Philadelphia: Lippinctt Williams &

Wilims.2006;1658-68

23. Balogh Karoly. The Head and Neck. In: Rubin Emanuel, Farber JL, editor.

Pathology. Vol II. Ed 3rd. Lippincott Williams & Willkins. 1301-33

24. Kumar Vinay, Cotran RS, Robbins SL. The Lung and the Upper Respiratory Tract.

In: Robbins Basic Pathology. Ed 7th. Elsevier: Philadelphia. 2oo3;507

25. Stevens Alan, Lowe James. Oral and ENT pathology. In: Pathology. Ed 2nd. Mosby:

New York. 2000; 236-7

26. Lubis M. Nadjib Dahlan. The Technical Procedure and The Value of Fine Needle

Aspiration Biopsy of the Nasopharynx. Dalam: Kentjono WA, Lunardhi JH.

Simposium Kanker Nasofaring dan Demo Biopsi Nasofaring dengan Teknik Aspirasi

Jarum Halus. Surabaya. 2003; 5365

27. Dabbs David. Immunohistology of Metastatic Carcinoma of Unknown Primary. In:

Dabbs David, editor. Diagnostic Immunohistochemistry, Ed 2nd. Elsevier. 2006;

180-4

28. Lymphoepithelioma available at: http://En.Wikipedia.Org/Wiki/Lymphoepithelioma

29. Notoatmodjo Soekidjo. Dalam: Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta:

(53)

30. Deteksi Dini Kanker “Nasofaring” available at:

www.balipost.co.id/balopostcetak/2004/6/20/ink1.html

31. Lymphoepithelioma available at : http://en.wikipedia.org/wiki/Lymphoepithelioma

(54)
(55)

Lampiran 2

Data Klinis Pasien Penelitian, Diagnosa Si-BAJAH, dan Luas Tampilan Imunositokimia HER2/neu

GEJALA KLINIK Si-BAJAH Tampilan imunositokimia HER2/neu

pada sediaan metastasis KNF tipe squamous cell carcinoma

Tampilan imunositokimia HER2/neu pada sediaan metastasis KNF tipe undifferentiated cell carcinoma

(56)

Lampiran 3

Data Klinis Pasien Penelitian, Diagnosa Si-BAJAH, dan Histopatologi

GEJALA KLINIK SI-BAJAH

No. Slide S

carcinoma Konfirmasi Histopatologi

08061428A 58 - - -

- Undifferentiated ca

08112592A 54 - CT scan

massa +

- Undifferentiated ca

08122655A 24 - - - -

nasofaring + - Non keratinizing squamous cell ca

A/3115/08 43 massa

nasofaring + - Non keratinizing squamous cell ca

A/3289/08 49 massa

nasofaring + - Undifferentiated ca

A/3290/08 50 massa

(57)

Lampiran IV

Gambar: Luas tampilan imunositokimia HER2/neu pada sediaan metastasis Karsinoma nasofaring ke KGB leher, tipe quamous cell carcinoma dan undifferentiated carcinoma

Gbr.1. Luas tampilan imunositokimia HER2/neu 0

Gbr.1. Luas tampilan imunositokimia HER2/neu +1

(58)

DATA, KUESIONER & PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

TAMPILAN IMUNOSITOKIMIA HER2/NEU PADA BIOPSI ASPIRASI METASTASIS

KARSINOMA NASOFARING KELENJAR LIMFE

NAMA : NO. PA. :

UMUR : HARI / TGL :

RAS/SUKU : PEKERJAAN : ALAMAT/TELP :

Keluhan Utama : Limfadenopati di leher

……….

Keluhan Tambahan :

1. Gejala khas di hidung : ………

2. Gejala khas pendengaran :………. 3. Kepala sakit unilateral atau bilateral :………. 4. Gangguan neurologik syaraf otak :……….

5. Eksoptalmus :……….

6. Masa terlihat pada nasofaring :……….

Pemeriksaan Penunjang : ………..

………..

Saya menyatakan bersedia untuk dilakukan biopsi aspirasi pada benjolan di leher untuk mengetahui diagnosa terhadap penyakit saya ini, dan selanjutnya di proses untuk melihat tampilan imunositokimia HER2/NEU , yang diteliti oleh:

Nama : dr. Lidya Imelda Laksmi (PPDS Patologi Anatomi FK-USU)

No.Reg. : 17426

Medan,……….2009

(59)

LEMBAR PERSETUJUAN PASIEN SETELAH PENJELASAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ……….

Umur : ……….

Kepada saya telah diberikan penjelasan mengenai prosedur penelitian:

“TAMPILAN IMUNOSITOKIMIA HER2/NEU PADA BIOPSI ASPIRASI METASTASIS

KARSINOMA NASOFARING KELENJAR LIMFE”,

dan saya telah memahaminya.

Maka dengan sadar saya menyatakan bersedia untuk mengikuti penelitian ini.

Medan, ………2009

Yang memberi persetujuan,

Gambar

Gambaran Klinik
Gambar 2.1. Manifestasi klinik dan komplikasi dari KNF25
Gambar 3.1. Kerangka Operasional
Tabel 3.1.  Luas tampilan imunositokimia HER2/neu pada metastase KNF  
+6

Referensi

Dokumen terkait

Keratinizing squamous cell carcinoma adalah jenis karsinoma nasofaring yang pada pemeriksaan mikroskopik menunjukkan adanya diferensiasi dari. sel skuamous dengan

Pada penelitian ini MVD tinggi banyak ditemukan pada ukuran tumor primer T3-T4 yaitu sebanyak 11 jaringan karsinoma nasofaring (61,10%), ukuran kelenjar getah bening N2-N3

perbedaan ekspresi antara CD80 dengan CD86 pada karsinoma nasofaring tipe Undifferentiated. Kata kunci : Karsinoma nasofaring tipe Undifferentiated, CD80, CD86,

Diseksi leher selektif dilakukan untuk mengangkat kelompok kelenjar getah bening yang berada pada level yang sesuai tempat metastasis tumor primer dengan mempertahankan

Overekspresi HER-2/neu Berhubungan Positif Dengan Derajat Diferensiasi, Kedalaman Invasi, dan Metastasis Kelenjar Getah Bening Regional Pada Adenokarsinoma Kolorektal Di

Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara ekspresi TIMP-2 pada percontoh karsinoma sel skuamosa laring yang bermetastasis leher dan

Peneltian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan grading kanker payudara dan Lymphovascular Invasion (LVI) terhadap metastasis pada kelenjar getah bening

KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pemeriksaan FNAB terhadap kelenjar getah bening inguinal yang teraba pada kasus karsinoma penis memberikan kemampuan