• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tampilan imunositokimia HER2/neu pada biopsi aspirasi jarum halus penderita kanker payudara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tampilan imunositokimia HER2/neu pada biopsi aspirasi jarum halus penderita kanker payudara"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

TAMPILAN IMUNOSITOKIMIA HER2/neu PADA BIOPSI ASPIRASI

JARUM HALUS PENDERITA KANKER PAYUDARA

TESIS

 

Reno Keumalazia Kamarlis

No. Reg. : 17.929

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Untuk Mencapai

Keahlian Dalam Bidang Patologi Anatomi

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara  

     

 

   

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

Judul Tesis

: Tampilan imunositokimia HER2/neu pada biopsi

aspirasi jarum halus penderita kanker payudara

Nama

: Reno Keumalazia Kamarlis

No. Register

: 17.929

Program Studi

: Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi

Anatomi

TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH :

PEMBIMBING

Prof. dr. H. M. Nadjib Dahlan Lubis, SpPA (K)

NIP. 130 318 033

Ketua

Program

Studi

Kepala

Departemen

PPDS I Departemen Patologi Anatomi

Patologi Anatomi

dr. H. Joko S. Lukito, SpPA

dr. H. Soekimin,

SpPA

(3)

PERNYATAAN

TAMPILAN IMUNOSITOKIMIA HER2/neu PADA BIOPSI

ASPIRASI JARUM HALUS PENDERITA KANKER PAYUDARA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang

secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 31 Maret 2009

(4)

LEMBAR PANITIA UJIAN

Judul

: Tampilan imunositokimia HER2/neu pada

biopsi aspirasi jarum halus penderita kanker

payudara

Telah diuji pada tanggal : Jumat, 20 Maret 2009

Pembimbing

: Prof. dr. H. M. Nadjib Dahlan Lubis, SpPA (K)

Penguji

: Prof. dr. Gani W. Tambunan, SpPA (K)

dr. H. Soekimin, SpPA

dr. H. Delyuzar, SpPA (K)

Pembanding

: dr. Sumondang M. Pardede, SpPA

dr. H. T. Ibnu Alferraly, SpPA

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT penulis panjatkan, karena berkat atas

segala rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penulisan tesis ini yang merupakan salah satu persyaratan tugas akhir untuk

memperoleh keahlian dalam bidang Patologi Anatomi di Fakultas Kedokteran

Sumatera Utara Medan. Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan

kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis untuk

menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada :

Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang telah

diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter

Spesialis Patologi Anatomi di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

Kepala Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara, dr. H. Soekimin, SpPA yang telah bersedia menerima,

mendidik dan membimbing penulis setiap hari dengan penuh kesabaran.

Ketua Program Studi PPDS I Departemen Patologi Anatomi Fakultas

(6)

memberikan masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis dengan penuh

kesabaran selama penulis menjalani pendidikan.

Prof. dr. H. M. Nadjib Dahlan Lubis, SpPA (K); Guru Besar di Departemen

Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan

Pembimbing penulisan tesis, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan

penghargaan yang setinggi-tingginya yang dapat penulis sampaikan, yang

telah membimbing, mendidik, membuka wawasan penulis, senantiasa

memberikan dorongan dan motivasi yang tiada hentinya dengan penuh

bijaksana dan tulus ikhlas di sepanjang waktu sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini.

Sekretaris Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara, dr. H. T. Ibnu Alferraly, SpPA yang telah membimbing

penulis dan tiada henti memberikan semangat kepada penulis.

Sekretaris Program Studi PPDS I Departemen Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. H. Delyuzar, SpPA (K) yang

telah memberikan bimbingan, arahan, kritik membangun dan motivasi kepada

penulis.

Prof. dr. Gani W. Tambunan, SpPA (K), Guru Besar di Departemen Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah

(7)

Dr. Antonius Harkingto Wibisono, SpPA dan dr. Soegito Husodowijoyo, SpPA,

para guru penulis yang tetap aktif memberikan bimbingan dengan penuh

semangat.

Kepala Instalasi dan Wakil Kepala Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam

Malik/ Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. Sumondang M.

Pardede, SpPA dan dr. Jamaluddin Pane, serta dr. Lisdine, SpPA dan dr.

Stephen Udjung, SpPA yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk belajar serta memberikan bimbingan kepada penulis.

dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, yang telah membimbing, membantu dan

meluangkan waktu dalam membimbing statistik hasil penelitian tesis ini.

Teman sejawat PPDS dan para senior, para pegawai di lingkungan

Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara dan para analis yang bertugas di Instalasi Patologi Anatomi RSUP H.

Adam Malik.

Kedua orang tua penulis, ayahanda Prof. Ir. Kamarlis Karim, M.S. dan ibunda

Dra. Mismar Kadir, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan

setulus-tulusnya, yang telah membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil dengan

penuh kesabaran , kasih sayang dan perhatian, senantiasa dengan diiringi

doa dan dorongan yang tiada hentinya di sepanjang waktu.

Kakanda Ir. Defnaldi Kamarlis, almarhum yang semasa hidupnya terus

(8)

Lenida Kamarlis yang terus memberikan dorongan dan semangat dengan

penuh kasih sayang.

Kedua Bapak dan Ibu mertua penulis, Ponimin dan Seni, penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, juga kepada abang,

kakak dan adik-adik yang selalu memberikan dorongan.

Terima kasih khusus yang sedalam-dalamnya kepada suami tercinta, dr.

Suherman, SpS yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk

mengikuti pendidikan PPDS-I dan dorongan yang tiada henti kepada penulis

selama mengikuti pendidikan, senantiasa dengan sabar dan penuh

pengertian, mendampingi dengan penuh cinta serta kasih sayang dalam suka

dan duka, dengan iringan doa yang tulus ikhlas.

Kepada anak-anak kami, Muhammad Qisthi Lazuardi Herman dan Nisrinaa

Syafiyya Rifqa Herman, Mama mengucapkan terima kasih

sedalam-dalamnya atas pengorbanan yang telah diberikan kepada Mama, ananda

senantiasa memberikan semangat kepada Mama untuk menyelesaikan

(9)

Akhirnya hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan.

Semoga ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan spesialisasi ini dapat

memberikan manfaat bagi kita semua.

Terima kasih.

Medan, 31 Maret 2009

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN TESIS ……….. ……… i

LEMBAR PERNYATAAN ………….……….. ii

LEMBAR PANITIA PENGUJI ………….……….. iii

UCAPAN TERIMA KASIH ……….. iv

DAFTAR ISI ……… ……….. viii

DAFTAR TABEL ……… ……… xii

DAFTAR GAMBAR ……… ……… xiii

ABSTRAK ……… ……… xiv

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Payudara Normal ……….. 7

2.1.1. Embriologi ……… 7

2.1.2. Anatomi , Fisiologi dan Histologi ……… 7

2.2. Kanker Payudara ………. 9

2.2.1. Epidemiologi ……… 9

2.2.2 .Faktor Resiko ... 10

2.2.3. Etiologi dan Patogenesis ... 12

2.2.4. Lokasi ... 16

2.2.5. Gambaran Sitologi Kanker Payudara ………..…. 16

Karsinoma Non Invasif ... ... 16

(11)

3.1.1. Struktur HER2/neu ………. 30

3.1.2.Fosforilasi Tirosin... 31

3.1.3.Mekanisme Kerja ... 32

3.1.3. Fungsi HER2 pada Sel Normal ………...

33

3.1.4. Ekspresi HER2/neu ... 33

3.1.5.Waktu Pemeriksaan ... 34

3.1.6.Penggunaan Klinik ... 34

4.1.Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus ... 35

4.1.1. Interpretasi Sitologi ………. 37

2.4. Imunositokimia ... 39

2.5.Kerangka Konsepsional ... ... 42

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ………. 43

3.1.1. Tempat Penelitian ……….……….. … 43

3.1.2. Waktu Penelitian ... 43

3.2. Metode Rancangan ... 43

3.3. Kerangka Operasional………..

44

3.4. Populasi, Sampel dan Besar Sampel Penelitian ... 44

3.4.1. Populasi ………. 44

3.4.2. Sampel ……….. 44

3.4.3. Besar Sampel Penelitian ………

45

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 45

3.5.1.Kriteria Inklusi ... 45

3.5.2. Kriteria Eksklusi ... 46

3.6. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ……….…………46

3.6.1. Variabel Penelitian ……….. 46

3.6.2. Definisi Operasional ………. 46

3.7.Prosedur Penelitian ... 49

3.7.1. Pengambilan Sampel Sitologi ... 49

3.7.2. Prosedur Pewarnaan Sitologi dengan Diff-Quik Stain Set …... 50

3.7.2. Prosedur Kerja Imunositokimia HER2/neu pada Sediaan

Hapus ………..…

51

3.8. Alat-alat Penelitian dan Bahan Penelitian ……….………. 52

3.8.1. Alat-alat Penelitian ………. ……… 52

3.8.2. Bahan Penelitian ……… 52

3.9. Instrumen Penelitian ……… 54

(12)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian ………..……..….... 57

4.2. Pembahasan ……….… 62

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ……… 66

5.1.1. Umum ……… ……… 66

5.1.2. Khusus……… ………… 66

5.2. Saran ……….. 66

DAFTAR PUSTAKA ………..……… 68

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

2.1.

Kriteria Sitologi Malignansi ... 39

2.2.

Keuntungan dan Keterbatasan Imunohistokimia dengan Hibridisasi In

Situ untuk HER2/neu ……….. 41

3.1.

Tampilan Imunositokimia HER2/neu pada Sitologi Kanker

Payudara ……….. . 55

4.1.

Distribusi Diagnosa Sitologi Payudara dengan Pewarnaan

Diff-Quik ……… 57

4.2. Distribusi Kasus Menurut Umur ……….……….. 58

4.3.

Intensitas tampilan imunositokimia HER2/neu

……...………. 58

4.4. Hubungan

antara

Intensitas Tampilan Imunositokimia HER2/neu

dengan Diagnosa Sitologi Karsinoma Payudara. ………59

4.5.

Distribusi Intensitas Imunositokimia HER2/neu Positif pada Jenis-

Jenis Keganasan Payudara ……….. .. 60

4.6.

Distribusi Frekuensi Hasil Tampilan Imunositokimia HER2/neu

Berdasarkan Teknik Pembuatan Sediaan Apus ……… 60

4.7.

Distribusi Hasil Tampilan Imunositokimia HER2/neu Berdasarkan

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

2.1

Anatomi Payudara ……….. 8

2.5. Kerangka Konsepsional ……… ……….…………. 42

(15)

ABSTRAK

Latar belakang:

HER2/neu atau ERB B2

gene

, adalah anggota kedua

dari famili reseptor

Epithelial Growth Factor

yang teramplikasi pada

karsinoma payudara. Oleh karena perubahan-perubahan molekuler pada

HER2/neu spesifik untuk sel-sel kanker, maka obat-obat baru yang

mengandung antibodi monoklonal terhadap HER2/neu telah berkembang

dan digunakan secara klinik.

Ketidaksesuaian (diskordan) antara tampilan HER2/neu pada

pemeriksaan awal (pertama) pada tumor primer dengan pemeriksaan

berikutnya pada tumor metastasis di kelenjar limfe dewasa ini mulai diteliti,

yang dikaitkan dengan pemberian terapi adjuvan karsinoma payudara.

Tujuan penelitian untuk mengetahui :

1. Distribusi dan intensitas tampilan HER2/neu pada jenis-jenis

karsinoma sediaan-sediaan sitologi biopsi aspirasi payudara yang

pada gilirannya untuk mengetahui apakah biopsi aspirasi dapat

digunakan sebagai sarana untuk menetapkan tampilan HER2/neu

secara dini.

2. Mutu tampilan HER2/neu pada sediaan-sediaan sitologi biopsi

aspirasi payudara.

Bahan dan cara kerja

: untuk memperoleh bahan penelitian, dilakukan

biopsi aspirasi untuk kedua kalinya terhadap 47 penderita yang

sebelumnya telah didiagnosa sebagai karsinoma. Materi yang diperoleh

dievaluasi HER2/neu secara menggunakan antibodi monoklonal terhadap

HER-2-pY-1246 (

clone

PN2A, Dako) dengan

citrate buffer

.

Hasil:

Dari penelitian ini diperoleh kasus terbanyak adalah karsinoma

duktus invasiif, sebanyak 31 kasus (65,8%). Sebaran intensitas tampilan

HER2/neu pada ke-47 kasus ini adalah kuat, 2 kasus (4,3%); sedang 3

kasus (6,4%); lemah 4 kasus (8,5%) dan negatif 38 kasus (80,8%).

Tampilan

imunositokimia HER2/neu terbanyak adalah pada karsinoma

duktus invasif (55,6%).

(16)

ABSTRACT

Background:

HER2/neu (also called ERB B2), the second member of the

Epithelial Growth Factor receptor family, is amplified in breast cancer.

Because the molecular alteration in HER2/neu is specific for cancer cells,

new therapeutic agents have been developed and currently in use

clinically.

Discordance of marker status of HER2/neu in the primary and

its metastatic in lymphnodes, is in investigating, in relation to adjuvant

therapy of breast cancer.

Objective:

To know:

1. Distribution and intensity of HER2/neu expression in aspiration biopsy

specimens of any types of breast cancer, and in advance to know

whether aspiration biopsy could be employed as a tools of detection of

HER2/neu expression.

2. Quality of HER2/neu expression on the aspiration biopsy specimens of

breast cancer.

Material and Methods

: To have material, fine needle aspiration biopsy

was performed for second time to 47 patients having been diagnosed

cytologically as breast cancer. The material obtained was evaluated

immunocytochemistrically for HER2/neu expression, using monoclonal

antibody to HER-2-pY (clone PN2A, Dako) with citrate buffer.

Result:

Overall the most cases invasive ductal carcinoma 31 cases

(65,8%). Expression of HER2/neu with strong intensity seen in 2 cases

(4,3%); moderate in 3 cases (6,4%); weak in 4 cases (8,5%) and not

expressed in 38 cases (80,8%). The most HER2/neu expressed was in

invasive ductal carcinoma (55,6%).

Key word: breast cancer, fine needle aspiration biopsy,

immunocytochemistry,

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Kanker payudara merupakan keganasan yang menyerang hampir sepertiga dari

seluruh keganasan yang dijumpai pada wanita. Kanker payudara juga

merupakan penyebab kematian kedua setelah kanker paru pada wanita serta

menempati insiden tertinggi dari seluruh jenis keganasan.1 Setiap tahun, lebih

dari satu juta kasus baru kanker payudara didiagnosa di seluruh dunia dan

hampir 400.000 orang akan meninggal akibat penyakit tersebut.2

Sesuai dengan data yang didapatkan dari American Cancer Society , di Amerika

Serikat sepanjang tahun 2001, insiden kanker payudara mencapai 192.200

penderita dan 40.860 berakhir dengan kematian. Sekitar 75% penderita berusia

lebih dari 50 tahun dan hanya 5% yang berusia kurang dari 40 tahun. Awalnya

insiden 1% pertahun, tetapi mulai tahun 1980an terjadi peningkatan menjadi 3 -

4% pertahun atau dijumpai 111 kasus baru pada setiap 100.000 wanita.2,3,4,5

Penderita lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan dengan pria (200 :

1). Pada 2002 didapatkan 203.500 kasus baru dan 39.600 kasus berakhir

dengan kematian. Selama 50 tahun terakhir, terjadi peningkatan kasus kanker

payudara di Amerika Serikat.1 Di negara-negara Asia, insiden kanker payudara

mencapai 20 orang per 100.000 penduduk. Di Indonesia sendiri, kanker

(18)

kanker yang menyerang wanita Indonesia. 2,7,8 Di Medan, dalam kurun waktu 1

tahun, dari Januari sampai Desember 2006, tercatat sebanyak 27 kasus dengan

kanker payudara dari 107 kasus tumor payudara.9

Kanker payudara merupakan keadaan malignansi yang berasal dari sel-sel yang

terdapat pada payudara. Payudara wanita terdiri dari lobulus-lobulus,

duktus-duktus, lemak dan jaringan konektif, pembuluh darah dan limfe. Pada umumnya

kanker berasal dari sel-sel yang terdapat di duktus, beberapa diantaranya

berasal dari lobulus dan jaringan lainnya.10,11

Banyak sekali faktor resiko yang selanjutnya dapat menyebabkan

berkembangnya kanker payudara. Secara statistik resiko kanker payudara

meningkat pada wanita nullipara, menarche dini, menopause terlambat dan

pada wanita yang mengalami kehamilan anak pertama di atas usia 30 tahun.

Sebanyak kurang dari 1% kanker payudara tejadi pada usia kurang dari 25

tahun, setelah usia lebih dari 39 tahun insiden meningkat cepat. Insiden tertinggi

dijumpai pada usia 45 – 50 tahun.1

Hiperplasia lobular dan duktus atipik pada biopsi payudara meningkatkan resiko

kanker payudara sebesar empat sampai lima kali lipat. Riwayat keluarga yang

menderita kanker payudara meningkatkan resiko terserang kanker payudara

(19)

meningkatkan resiko kanker pada payudara yang lain sebesar enam kali

lipat.10,12,13

Keterlibatan faktor genetik ditunjukkan dengan kecenderungan familial yang

kuat. Suatu “kromosom penanda” (1q+) telah dilaporkan dan peningkatan

ekspresi onkogen (HER2/neu) telah dideteksi pada beberapa kasus. Adanya

onkogen HER2/neu yang mengalami amplikasi pada sel-sel kanker payudara

berhubungan dengan prognosis yang buruk.13,14,15,16,17

Sitologi biopsi aspirasi jarum halus dipergunakan secara luas dalam bidang

diagnostik berbagai tumor, baik sebagai diagnostik preoperatif maupun

konfirmatif. Martin dan Ellis (1926) pertama kali mempergunakan biopsi aspirasi

sebagai sarana diagnostik berbagai tumor di Memorial Hospital, New York. 18

Diagnostik secara sitologi dapat memberikan hasil memuaskan dan mendukung

suatu diagnosa serta memberikan diagnosa yang sama dengan hasil

pemeriksaan secara histopatologi. Sebagai sarana diagnostik, pemeriksaan

teknik biopsi aspirasi mempunyai beberapa nilai tambah yaitu lebih cepat,

sederhana dan lebih murah jika dibandingkan potong beku.4

Pada dasawarsa terakhir, dikembang teknik pemeriksaan sitologi dengan

menggunakan reaksi antigen yang terdapat pada jaringan atau atau sediaan

(20)

selanjutnya terjadi pengikatan antigen serta dapat diamati dengan mikroskop

cahaya.19

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas dirasakan perlu dilakukan suatu

penelitian untuk mendeteksi dan mengetahui secara dini tampilan HER2/neu

melalui pemeriksaan imunositokimia dengan prosedur . yang lebih mudah, dan

hal ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus.

Adapun metode yang dilakukan adalah penderita secara pemeriksaan biopsi

aspirasi jarum halus sitologi didiagnosa dengan karsinoma mamma (C5),

dilanjutkan dengan melakukan biopsi aspirasi jarum halus kembali untuk

dilakukan pemeriksaaan secara imunositokimia. Diharapkan dengan demikian

secara dini dapat dideteksi ada atau tidaknya tampilan HER2/neu sehingga

peluang penderita untuk mendapatkan penanganan serta terapi yang tepat dan

cepat serta memberikan prognosis yang lebih baik.

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH

Seiring dengan meningkatnya insidensi kanker payudara yang pada awalnya

1% pertahun, kemungkinan meningkat menjadi menjadi 3 - 4% pertahun atau

dijumpai 111 kasus baru pada setiap 100.000 wanita, sehingga perlu

dikembangkan suatu prosedur pemeriksaan yang secara dini dapat mendeteksi

(21)

Pemeriksaan fisik payudara, gambaran klinis, pemeriksaan awal dengan biopsi

aspirasi jarum halus dan pemeriksaan lanjutan dengan teknik imunositokimia

pada wanita dengan faktor resiko tinggi diharapkan dapat dijadikan suatu

prosedur pemeriksaan sehingga diagnosa dapat dilakukan dengan cepat, tepat

dan meminimalisasi trauma pada penderita. Pemeriksaan HER2/neu secara

imunositokimia memberikan sensitifitas 84,0%, spesifisitas 87,9% dan akurasi

86,2% - 100%.

Berdasarkan dari rangkaian di atas teknik ini diharapkan dapat mendeteksi

adanya kanker payudara khususnya dengan tampilan HER2/neu positif.

1.3. TUJUAN PENELITIAN TUJUAN UMUM

Mengetahui gambaran sitologi kanker payudara melalui pemeriksaan biopsi

aspirasi jarum halus dengan pewarnaan Diff-Quik yang selanjutnya dilakukan

pemeriksaan dengan teknik imunositokimia untuk dapat mendeteksi secara awal

tampilan HER2/neu pada penderita kanker payudara.

TUJUAN KHUSUS

1. Distribusi dan intensitas tampilan HER2/neu pada jenis-jenis karsinoma

sediaan-sediaan sitologi biopsi aspirasi payudara yang pada gilirannya untuk

mengetahui apakah biopsi aspirasi dapat digunakan sebagai sarana untuk

(22)

2. Mutu tampilan HER2/neu pada sediaan-sediaan sitologi biopsi aspirasi

payudara.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Mendeteksi secara dini temuan kanker payudara dengan biopsi aspirasi jarum

halus.

Pada penderita kanker payudara dengan hasil pemeriksaan imunositokimia

HER2/neu positif diharapkan mendapat penanganan yang tepat dan cepat

sehingga dapat menurunkan angka morbiditas, mortalitas dan finansial

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PAYUDARA NORMAL 2.1.1. EMBRIOLOGI

Payudara merupakan kelenjar keringat yang mengalami modifikasi dan

berkembang lebih kompleks pada wanita dan rudimenter pada pria. Proses

perkembangan dimulai pada janin berumur 6 minggu dimana terjadi penebalan

lapisan epidermis pada bagian ventral, superfisial dari fasia pektoralis serta

otot-otot pektoralis mayor dan minor. Penebalan yang terjadi pada

venteromedial dari region aksila sampai ke regio inguinal menjadi milk lines

dan selanjutnya pada bagian superior berkembang menjadi puting susu dan

bagian lain menjadi atrofi.20,21

2.1.2. ANATOMI , FISIOLOGI DAN HISTOLOGI

Setiap payudara terdiri dari 12 sampai 20 lobulus kelenjar tubuloalveolar yang

masing-masing mempunyai saluran ke puting susu yang disebut duktus

laktiferus. Diantara kelenjar susu dan fasia pektoralis serta diantara kulit dan

kelenjar payudara terdapat jaringan lemak. Diantara lobulus terdapat

ligamentum Cooper yang memberi rangka untuk payudara. Setiap lobulus

terdiri dari sel-sel asini yang terdiri dari sel epitel kubus dan mioepitel yang

mengelilingi lumen. Sel epitel mengarah ke lumen, sedangkan sel mioepitel

(24)

Perdarahan payudara terutama berasal dari cabang a. perforantes anterior dari

a. mammaria interna. Persarafan kulit payudara diurus oleh cabang pleksus

servikalis dan n. interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri diurus oleh

saraf simpatik. Aliran limfe dari payudara sekitar 75% menuju ke aksila,

sisanya ke kelenjar parasternal dan interpektoralis.

Gambar 2.1. Anatomi payudara40

Secara fisiologis, payudara mengalami berbagai perubahan yang dipengaruhi

oleh hormonal. Pada saat pubertas, estrogen dan progesteron yang dihasilkan

oleh ovarium dan pengaruh hipofisa anterior menyebabkan berkembangnya

duktus dan asinus. Sesuai dengan siklus menstruasi, terjadi peningkatan

estrogen dan progesteron sehingga terjadi proliferasi sel dan retensi cairan.

Pada saat kehamilan, terjadi proliferasi sel akibat pengaruh estrogen,

progesteron, laktogen plasenta dan prolaktin. Pada saat menyusui terjadi

(25)

sedangkan pada saat menopause terjadi involusi payudara diikuti dengan

berkurangnya jumlah kelenjar.10,21,22

2.2. KANKER PAYUDARA

Kanker payudara merupakan keadaan malignansi yang berasal dari sel-sel yang

terdapat pada payudara. Payudara wanita terdiri dari lobulus-lobulus,

duktus-duktus, lemak dan jaringan konektif, pembuluh darah dan limfe. Pada umumnya

karsinoma berasal dari sel-sel yang terdapat di duktus, beberapa diantaranya

berasal dari lobulus dan jaringan lainnya.23

2.2.1. EPIDEMIOLOGI

Kanker payudara merupakan salah satu penyebab kematian pada wanita dan

lebih dari satu juta kasus ditemukan di berbagai belahan dunia. Di Amerika

Serikat setiap tahunnya ditemukan 100.000 kasus baru dan 30.000

diantaranya meningggal. Di Amerika Utara dan Eropa Utara lebih tinggi, yaitu

91,4 kasus baru dari 100.000 wanita per tahun, diikuti dengan Eropa Selatan

dan Amerika Latin dan paling rendah di Asia dan Afrika. Pada beberapa tempat

di dunia seperti Amerika Utara, Eropa dan Australia telah terjadi penurunan

angka mortalitas sehubungan dengan keberhasilan untuk mendiagnosis secara

dini dan terapi yang tepat. Berbeda dengan di Jepang, Costa Rica dan

Singapura angka mortalitas cenderung meningkat.10 Di Singapura, kanker

(26)

kasus per 100.000 wanita pertahun dan mengalami peningkatan 3,68% per

tahun.27

2.2.2. FAKTOR RESIKO Usia

Kanker payudara jarang terjadi pada usia sebelum 25 tahun, kecuali pada

beberapa kasus yang berhubungan dengan faktor familial. Secara keseluruhan

dapat terjadi pada semua usia, 77% terjadi pada wanita di atas usia 50 tahun

dan rata-rata diagnosis ditegakkan pada wanita usia 64 tahun.

Usia menarche

Pada 20% kasus, terjadi peningkatan insiden kanker payudara pada wanita

usia menarche kurang dari 11 tahun jika dibandingkan dengan usia yang

mendapat menarche pada usia 14 tahun. Menopause yang terlambat juga

merupakan faktor penyebab terjadinya resiko kanker payudara.

Usia kehamilan anak pertama

Pada wanita dengan usia kehamilan anak pertama kurang dari 20 tahun

memiliki faktor resiko separuhnya jika dibandingkan dengan wanita pada saat

usia kehamilan anak pertama lebih dari 35 tahun atau pada nullipara. Diduga,

pada saat kehamilan menyebabkan terjadinya diferensiasi terminal sel-sel

(27)

Hubungan familial pada garis pertama

Resiko terjadinya kanker payudara meningkat sehubungan dengan derajat

kekerabatan garis pertama familial dalam keluarga, misalnya ibu, saudara

peremuan dan anak perempuan. Secra mayoritas, kanker terjadi pada tanpa

adanya hubungan tersebut, sekitar 13% yang mempunyai hubungan

demikian.5,10,23

Ras

Walaupun secara keseluruhan insiden kanker payudara rendah pada wanita

Afrika dan Amerika, tetapi pada kelompok ini ditemukan pada stadium yang

lanjut sehngga angka mortalitas meningkat jika dibandingkan dengan wanita

kulit putih. Kanker payudara lebih banyak ditemukan pada wanita kulit hitam

jika dibandingkan dengan wanita kulit putih serta berusia lebih dari 40 tahun.

Pada wanita kulit hitam yang menderita kanker payudara umumnya dengan

nuclear high-grade, lebih sering tanpa reseptor hormonal dan terjadinya mutasi

sporadik p53. Penderita kanker payudara paling banyak ditemukan pada

wanita Kaukasia.

Faktor sosial yang berpengaruh seperti keterlambatan pemeriksaan ke pusat

kesehatan dan sedikitnya penggunaan mamografi juga memegang peranan

(28)

Paparan estrogen

Penggunaan hormon pengganti pada wanita postmenopausal menunjukkan

peningkatan faktor resiko terjadinya kanker payudara. Pemberian estrogen dan

progesteron secara bersamaan meningkatkan terjadinya insiden kanker

payudara jika dibandingkan dengan pemberian estrogen saja. Keadaan ini

terutama dijumpai pada karsinoma lobular invasif. Tidak adanya estrogen

endogen (oovorektomi) dapat menurunkan insiden kanker payudara mencapai

75%.

Faktor-faktor lain yang berpengaruh seperti geografik, diet, obesitas, olah raga

teratur, menyusui, toksin lingkungan dan merokok dikatakan mempunyai faktor

keterkaitan.5,10,23,31,32

2.2.3. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Berkembangnya suatu kanker payudara pada umumnya berhubungan dengan

faktor hormonal dan genetik (riwayat keluarga). Secara sporadik, kanker

payudara berhubungan dengan paparan hormonal dan secara herediter

berhubungan dengan mutasi germ-line.32

Herediter

Ditemukan 13% kanker payudara terjadi secara herediter pada garis pertama

keturunan, hanya sekitar 1% yang diakibatkan oleh multifaktor dan mutasi

(29)

seluruh kanker payudara) hal ini dikaitkan dengan BRCA1 dan BRCA2.

Probabilitas terjadinya kanker payudara yang berhubungan dengan mutasi gen

ini meningkat jika terjadi pada garis pertama keturunan, penderita terkena

sebelum menopause dan atau dengan kanker multipel, atau pada pria dengan

kanker payudara dan jika ada anggota keluarga menderita kanker ovarium.32

Secara herediter , penyebab terjadinya mutasi multifaktorial dan pada

umumnya antar faktor ini saling mempengaruhi. Perubahan terjadi pada salah

satu dari gen sekian banyak gen yang dapat mencetuskan suatu transformasi

maligna didukung oleh faktor lain.

Gen BRCA1 dan BRCA2

Pada kanker payudara ditemukan dua gen yang bertanggung jawab pada dua

pertiga kasus kanker payudara familial atau 5% secara keseluruhan, yaitu gen

BRCA1 yang berlokasi pada kromosom 17(17q21) dan gen BRCA2 yang

berlokasi pada kromosom 13q-12-13. Adanya mutasi dan delesi BRCA1 yang

bersifat herediter pada 85% menyebabkan terjadinya peningkatan resiko untuk

terkena kanker payudara, 10% secara nonherediter dan kanker ovarium.

Mutasi dari BRCA1 menunjukkan perubahan ke arah karsinoma tipe medular,

cenderung high grade, mitotik sangat aktif, pola pertumbuhan sinsitial dan

status reseptor estrogen negatif10 dan mempunyai prognosis yang buruk.32 Gen

BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q melibatkan 70% untuk terjadinya

kanker payudara secara herediter dan bukan merupakan mutasi sekunder dari

(30)

kanker ovarium dan pada pria dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker

payudara.11,14,16,25,30

Mutasi Germline

Faktor genetik ditunjukkan dengan kecenderungan familial yang kuat. Tidak

adanya pola pewarisan menunjukkan bahwa insiden familial dapat disebabkan

oleh kerja banyak gen atau oleh faktor lingkungan serupa yang bekerja pada

anggota keluarga yang sama. Pada penderita sindroma Li-Fraumeni terjadi

mutasi dari tumor supressor gen p53. Keadaan ini dapat menyebabkan

keganasan pada otak dan kelenjar adrenal pada anak-anak dan kanker

payudara pada orang dewasa. Ditemukan sekitar 1% mutasi p53 pada

penderita kanker payudara yang dideteksi pada usia sebelum 40 tahun.11,14,16

Mutasi sporadik

Secara mayoritas keadaan mutasi sporadik berhubungan dengan paparan

hormon, jenis kelamin, usia menarche dan menopause, usia reproduktif,

riwayat menyusui dan estrogen eksogen. Keadaan kanker seperti ini dijumpai

pada wanita postmenopause dan overekspresi estrogen reseptor. Estrogen

sendiri mempunyai dua kemampuan untuk berkembangnya kanker payudara.

Metabolit estrogen dapat menyebabkan mutasi atau menyebabkan perusakan

DNA-radikal bebas. Melalui aktivitas hormonal, estrogen dapat menyebabkan

proliferasi lesi premaligna menjadi suatu maligna.31 Sifat bergantung hormon ini

(31)

lain di inti sel payudara. Pada neoplasma yang memiliki reseptor ini terapi

hormon (antiestrogen) dapat memperlambat pertumbuhannya dan

menyebabkan regresi tumor.5,10,21,26

HER2/neu

HER2/neu (c-erbB-2) merupakan suatu onkogen yang meng-encode

glikoprotein transmembran melalui aktivitas tirosin kinase, yaitu p185.

Overekspresi HER2/neu dapat dideteksi melalui pemeriksaan imunohistokimia,

FISH (fluorecence in situ hybridization) dan CISH (chromogenic in situ

hybridization).10 Suatu “kromosom penanda” (1q+) telah dilaporkan dan

peningkatan ekspresi onkogen HER2/neu telah dideteksi pada beberapa kasus.

Adanya onkogen HER2/neu yang mengalami amplikasi pada sel-sel kanker

payudara berhubungan dengan prognosis yang buruk.11,14,16

Virus

Diduga menyebabkan kanker payudara. Faktor susu Bittner adalah suatu virus

yang menyebabkan kanker payudara pada tikus yang ditularkan melalui air

susu. Antigen yang serupa dengan yang terdapat pada virus tumor mammaria

tikus telah ditemukan pada beberapa kasus kanker payudara pada manusia

(32)

2.2.4. LOKASI

Sekitar 50% massa tumor terdapat pada kuadran lateral atas, 15% pada

kuadran medial atas, 10% pada kuadran lateral bawah dan 17% pada regio

sentral (1 cm dari areola mamma) dan 3% difus. Beberapa kasus menunjukkan

bahwa massa tumor lebih sering ditemukan pada payudara kiri dibandingkan

dengan payudara kanan.10,23

2.2.5 GAMBARAN SITOLOGI KANKER PAYUDARA

Non invasive carcinoma

Ductal Carcinoma In situ, Intraductal Carcinoma (Karsinoma duktus in

situ)

Karsinoma intraduktal adalah proliferasi neoplastik sel epitel duktus yang

terbatas di dalam membran basalis. DCIS murni tidak bermetastasis, namun

umumnya berhubungan dengan karsinoma duktus infiltratif. DCIS sering

multifokal dan bilateral pada 15-20% kasus.13 Insiden DCIS ditemukan pada

dekade kedua, 5% ditemukan sebelum dilakukan mamografi dan 15 – 30%

kasus dapat dilakukan setelah skrining mamografi dengan gambaran

kalsifikasi.32 Beberapa varian morfologik DCIS dalam bentuk papilar,

komedokarsinoma, solid, kribiformis, mikropapilar, clinging dan hipersekretori

(33)

Secara makroskopis, DCIS dapat menghasilkan suatu massa keras yang terdiri

atas struktur-struktur seperti tali dan massa nekrotik. Kalsifikasi adalah

gambaran yang lazim dijumpai.

Secara sitologi, diagnostik spesifik atau klasifikasi tidak dapat ditegakkan.

Gambaran high nuclear-grade secara sitologi jelas menunjukkan malignansi

dan dilaporkan sebagai high-grade tetapi tidak menutup kemungkinan suatu

keadaan invasif. Suatu lesi dengan low nuclear-grade sulit untuk dibedakan

dan dapat menimbulkan penafsiran overlapping dengan hiperplasia epitelial

dengan sel-sel atipik. Adanya gambaran kribiformis dan papiler disertai dengan

latar belakang nekrosis, kalsifikasi dan sel-sel makrofag mendukung suatu

pertumbuhan yang bersifat intraduktal atau intrakistik.

High nuclear-grade DCIS, pola pertumbuhan solid atau kribiformis

Pada sediaan hapus tampak populasi sel banyak, sel-sel neoplastik tersusun

dalam bentuk lembaran secara agregat atau tunggal. Tampak sel-sel maligna

berukuran besar, pleomorfik dengan latar belakang massa debris, nekrotik,

granular kalsium, limfosit dan makrofag. Sel-sel high nuclear-grade pada DCIS

(large cell, solid dan komedo) berukuran besar dan secara sitologi

menunjukkan malignansi. Sitoplasma banyak dan eosinofilik seperti pada

sel-sel oksifilik. Pada palpasi ditemukan lesi tidak berbatas tegas, gambaran

mamografi menunjukkan kalsifikasi tanpa diikuti dengan perubahan densitas

(34)

walau demikian diagnosa definitif hanya dapat ditegakkan berdasarkan

tindakan eksisi dan pemeriksaan histopatologi.

Low-grade DCIS, kribiformis, solid atau mikropapiler

Secara sitologi dapat dijumpai sel-sel epitel dengan kohesi antar sel yang kuat,

sering diikuti dengan holes atau fragmen papiler. Inti atipik, latar belakang

sediaan hapus terdiri dari massa debris, nekrotik, granular kasium dan

makrofag.

Bila terjadi invasi, dijumpai struktur sel epitel maligna yang berbentuk tubular

atau angular yang melekat pada stroma jaringan ikat. Adanya gambaran

lumina intrasitoplasmik pada sel-sel maligna, proliferasi sel-sel fibroblas dan

fragmen jaringan elastoid dan sel-sel lemak mendukung suatu gambaran

invasif, dengan positive predictive value mencapai 96%. Adanya comedo-like

necrosis merupakan petunjuk yang sangat mendukung untuk DCIS.34,51

Lobular Carcinoma In situ (Karsinoma lobular in situ)

LCIS adalah proliferasi neoplastik sel epitel lobular yang melibatkan

setidaknya satu unit lobulus lengkap sehingga menyumbat lumen. Insiden

LCIS lebih banyak ditemukan pada wanita muda, 80 – 90% saat

premenopause. Dikatakan bahwa LCIS sebenarnya bukan merupakan

neoplasma tetapi merupakan petanda dari resiko terjadinya kanker payudara.32

Keadaan ini merupakan tahap yang paling awal dari kanker payudara dimana

(35)

basalis masih utuh dan tidak ada resiko penyebaran penyakit selama tumor

tetap in situ. LCIS cenderung bersifat multifokal dan bilateral. LCIS tidak

menghasilkan lesi yang dapat diraba dan tidak terlihat pada mammografi.

Kondisi ini biasanya merupakan temuan patologik insidental .10,11

Sel-sel pada DCIS dan LCIS kehilangan ekspresi e-cadherin, suatu protein

transmembran yang bertanggung jawab atas adhesi sel-sel epitelial. Pada

keadaan ini ditemukan loss of heterozygocity pada 16q posisi gen

e-cadherin.10,11,32,34

Secara sitologi, adanya lumina intrasitoplasmik sangat bermanfaat untuk

menunjukkan suatu lesi invasif dan noninvasif karsinoma lobular. Pendekatan

suatu LCIS dan karsinoma lobular sulit ditegakkan walaupun berdasarkan

gambaran klinik dan radiologi dihubungkan dengan sitologi. Pada sediaan

hapus menunjukkan kesamaan gambaran dengan karsinoma lobular invasif

tipe alveolar. Sediaan hapus menunjukkan kohesi antar sel yang rapuh,

sitoplasma, banyak dan pucat, inti bulat dan atipik.34

Invasive carcinoma

Invasive Ductal Carcinoma, No Special Type (NST) (Karsinoma duktus

invasif)

Merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dan mencapai 80% dari

kanker payudara.31,32 Kebanyakan tumor berkembang dari sel-sel epitel yang

(36)

Secara makroskopis tumor berupa massa infiltratif berwarna putih-keabuan

yang teraba keras seperti batu dan berpasir. Gurat kapur putih kekuningan

merupakan ciri khas karsinoma ini dan dapat terjadi akibat deposit jaringan

elastik (elastosis) di sekitar duktus di daerah yang terkena. Fibrosis dapat luas

(desmoplasia) dan menghasilkan suatu karsinoma tipe keras (scirrhous).10,23,31

Pada beberapa kanker, secara jelas mengekspresikan reseptor hormon dan

tidak overekspresi terhadap HER2/neu. Pada tumor yang lain dijumpai sel-sel

pleomorfik yang tersusun secara anastomosis, lebih sedikit mengekspresikan

reseptor hormon dan lebih banyak mengekspresikan HER2/neu.31

Secara sitologi, sediaan hapus terdiri dari sel-sel epitel yang tersebar dan

sebagian membentuk kelompokan-kelompokan dengan inti besar, poligonal ,

N/C rasio meningkat, tepi inti ireguler. Nukleoli mudah terlihat dan

kadang-kadang multipel. Pada sediaan lain, sediaan hapus dapat terdiri dari sel-sel

berukuran sedang, kohesi antar sel renggang dan monomorfik. Pada keadaan

ini sering sel-sel tersebar secara tunggal. tidak dijumpai sel-sel mioepitel dan

tidak dijumpai bare bipolar nuclei.

Pada tumor highgrade, sel-sel tersebar satu-satu, membesar, tepi ireguler.

Kadang-kadang dapat dijumpai musin interselular dan dapat mengandung

granul neuroendokrin.31 Hal ini merupakan suatu konfirmasi yang menunjukkan

malignansi. Populasi sel relatif sedikit, kadang-kadang tunggal, tidak dijumpai

(37)

membesar, pleomorfik, membran inti ireguler, kromatin kasar dan sitoplasma

intak. Dapat dijumpai sel-sel fibroblast dan fragmen kolagen (stromal

desmoplasia) disertai dengan sel-sel atipik. Pada beberapa kasus dapat

dijumpai lumina intrasitoplasmik dan gambaran nekrosis jarang dijumpai.

Gambaran pada sediaan hapus secara keseluruhan meliputi selularitas, ada

tidaknya populasi sel-sel bimodal, kohesi antar sel, ukuran dan bentuk sel-sel

yang membentuk agregasi serta komponen stromal sangat penting untuk

menunjukkan gambaran sitologi secara detail. Sediaan hapus yang minimal

tidak dapat menunjukkan gambaran tersebut diatas secara keseluruhan. Bila

keadaan ini dijumpai sebaiknya dilakukan tindakan biopsi aspirasi ulang atau

tindakan biopsi untuk menghilangkan keragu-raguan.

Kriteria standar sitologi untuk menunjukkan gambaran sel-sel maligna seperti

di atas sering dijumpai pada highgrade walau kadang-kadang dapat juga

dijumpai pada lowgrade. Ditemulkannya lumina intrasitoplasmik pada sel-sel

atipik kadang-kadang dengan “bull’s eye inclusion” penting untuk menegakkan

kriteria malignansi.

Pada poorly differentiated carcinoma, sel-sel mengalami disosiasi total,

sehingga kadang-kadang dapat menyerupai gambaran limfoma, tetapi sel-sel

lebih sering beragregasi, overlapping dan kecenderungan membentuk

(38)

kecenderungan untuk lesi maligna yang invasif. Sel-sel limfosit dan stromal

harus dapat dibedakan dengan inti bipolar atau dari naked nuclei dari tumor

jinak payudara.

Gambaran nekrosis secara kuat menunjukkan malignansi dan karakteristik dari

DCIS dan jarang dijumpai

pada

karsinoma invasif. Nekrosis tumor harus dapat

dibedakan dengan kista dan duktus ektasia.34

Invasive Lobular Carcinoma (Karsinoma lobular invasif)

Keganasan dimulai dari lobulus dan mencapai 10% dari seluruh kanker

payudara.5 Secara palpasi, massa dapat menyerupai karsinoma NST atau

secara mamografi menunjukkan densitasnya. Pada seperempat kasus

dijumpai gambaran difus invasi tanpa reaksi desmoplastik yang prominen,

kecuali hanya teraba sebagai penebalan pada payudara atau perubahan

arsitektur secara mamografi. Lesi sering bilateral. Insiden karsinoma lobular

lebih banyak dijumpai pada wanita postmenopause dan diduga sehubungan

dengan pemberian terapi pengganti hormonal postmenopause. Pada

kebanyakan kasus mengekspresikan reseptor hormonal dan sedikit

overekspresi terhadap HER2/neu. Pada kebanyakan kasus menunjukkan

delesi pada kromosom 16 (16q22) yang bertanggung jawab atas gen pengatur

adhesi sel, e-cadherin dan -katenin. Gen e-cadherin berlawanan dengan sifat

kromosom yaitu dengan menginaktivasi mutasi, metilasi promoter dan

menurunkan ekspresi faktor transkripsi. Perubahan ini juga dijumpai pada

(39)

Secara sitologi menunjukkan gambaran klasik dengan kecenderungan populasi

sel yang sedikit. Sel-sel tersebar tunggal atau membentuk kelompokan kecil

dengan karakteristik gambaran single files, sitoplasma sedikit, banyak dijumpai

naked cells, inti irregular, hiperkromatik dan ukuran inti uniform.34 Ukuran sel

sedikit lebih besar dari limfosit, inti bulat – oval, ukuran inti 11,8 m, tepi

ireguler, kadang tampak nukleoli dan indentasi pada tepi inti,

kadang-kadang inti eksentrik, sitoplasma banyak dan mengandung musin. Pada

karsinoma lobular secara umum dapat dijumpai dua jenis sel yaitu, sel-sel kecil

yang tersebar merata biasanya dijumpai pada wanita postmenopause dan

sel-sel yang tersusun dalam kelompokan pleomorfik, membentuk gambaran tiga

dimensi, ukuran sel lebih besar sedikit dari sel-sel darah merah.31

Kadang-kadang dapat dijumpai lumina intrasitoplasmik, vakuol musin atau signet ring

cell. Stroma banyak, terdiri dari jaringan ikat atau desmoplastik. Sel-sel

neoplastik tidak begitu erat melekat ke stroma dan pada sediaan hapus

menunjukkan populasi yang sedikit. Pada beberapa karsinoma lobular dijumpai

kondensasi droplet musin pada sentral (“bull’s eye inclusion”) tetapi keadaan

ini bukan suatu karakteristik.

Karsinoma duktal invasif dengan penyakit Paget

Penyakit Paget pada puting susu merupakan kasus yang jarang dijumpai

bermanifestasi sebagai kanker payudara, insiden hanya 1 – 2% dengan

gambaran erupsi unilateral eritematous disertai dengan krusta sehingga sering

(40)

yang berada dalam sistem duktus mencapai sampai ke kulit bawah puting

susu tanpa menembus membran basal. Sel-sel keluar dari puting susu sebagai

cairan ekstraselular dan dapat ditemukan pada permukaan puting susu. Sel-sel

Paget dapat dideteksi dengan biopsi puting susu atau sitologi yang berasal dari

eksudat keluar dari puting susu. Pada 50 -60% kasus massa dapat diraba dan

hampir keseluruhannya dengan karsinoma invasif. Keganasan biasanya poorly

differentiated dan overekspresi dari HER2/neu. Keadaan ini akibat aktivitas

keratinosit dengan heregulin- dengan aktivasi reseptor HER2/neu yang

berperan sebagai patogenesis pada penyakit ini. Prognosis tergantung dari

karsinoma yang menyertai, keterlibatan DCIS, usia, ukuran tumor, grade,

status HER2/neu dan keterlibatan kelenjar getah bening.31

Secara sitologi, sel-sel maligna dan membentuk tunggal atau kelompokan kecil,

sitoplasma banyak dan pucat dengan batas tegas, dengan latar belakang

sediaan hapus terdiri dari sel-sel epitel tatah, massa keratin, sel-sel radang dan

debris.34 Kadang-kadang dapat dijumpai sel-sel dengan binukleasi.40 Untuk

mendapatkan sediaan yang terbaik dengan cara scraping pada permukaan

puting susu dan sebelumnya krusta yang melekat telah dibersihkan. Jika

secara palpasi dijumpai adanya masa, sebaiknya diikuti dengan tindakan

(41)

Mucinous carcinoma (Karsinoma musinus)

Karsinoma musinosum juga dikenal sebagai mukoid, koloid atau karsinoma

gelatinous, biasanya dijumpai pada wanita postmenopause.31,35 Karsinoma

musinus jarang dijumpai, insiden sekitar 1 – 6% dari seluruh kanker payudara.

Sering dijumpai pada wanita usia lanjut dan tumbuh perlahan sampai

bertahun-tahun. Secara mayoritas tumor ini mengekspresikan reseptor hormon dan

prognosis secara keseluruhan lebih baik jika dibandingkan dengan NST.

Insiden karsinoma musinus meningkat pada mutasi BRCA1. Seperti halnya

pada karsinoma medular, terjadi hipermetilasi promoter BRCA1 pada 55%

kasus dan tidak berhubungan dengan mutasi germ-line BRCA1.31,40 Secara

klinik dan mamografi kadang sulit dibedakan dengan lesi jinak seperti

fibroadenoma mamma dan suatu massa kistik.34 Karsinoma musin dapat

menghasilkan pulau-pulau gelatin dari materi mukoid, tempat sel-sel

tersuspensi.11,12,13

Secara makroskopis tumor berbatas tegas, pada palpasi teraba krepitasi dan

terbentuk dari massa “currant jelly-like” yang dibatasi oleh septa-septa. Fokus

perdarahan sering dijumpai. Sekitar seperempat atau mendekati setengah dari

kasus menunjukkan diferensiasi endokrin seperti argyrophilia, neuron spesific

enolase dan “dense-core secretory granules” dengan pemeriksaan

(42)

Secara sitologi sel-sel kanker dengan bentuk atipik, membentuk agregat kecil

yang solid dan ada juga yang tersebar membentuk files tunggal, inti

membesar, pleomorfik, moderate atipia, dengan sitoplasma yang banyak. Latar

belakang sediaan hapus didominasi oleh musin yang sangat menonjol dan

secara makroskopis dapat terlihat. Pada pewarnaan MGG, musin

memperlihatkan warna biru dan pada pewarnaan Hemaktosilin dan Eosin serta

Pap memberikan warna pucat. Pada beberapa kasus dapat dijumpai musin

intrasitoplasmik dan signet ring cell, seperti pada karsinoma lobular invasif.

Selain itu juga dapat dijumpai gambaran “chicken wire” yang berasal dari

pembuluh darah dan sangat prominen. Keadaan ini mendukung suatu

karsinoma musinus walaupun pada fibroadenoma mamma juga

kadang-kadang dapat dijumpai.34 Pada sediaan hapus tidak dijumpai massa nekrotik.40

Medullary carcinoma (Karsinoma medular)

Seperti halnya pada karsinoma musinus, secara mamografi karsinoma medular

memberikan gambaran bulat, berbatas tegas pada dan pada saat dilakukan

biopsi aspirasi jarum halus terasa sebagai massa yang lunak.34

Secara sitologi pada sediaan hapus dapat dijumpai populasi sel banyak, sel-sel

tersebar dalam bentuk kelompokan atau tunggal dengan kohesi antar sel yang

rapuh, 11,12,13,34 Sel-sel berukuran besar, berbentuk poligonal, inti membesar,

pleomorfik, nukleoli prominen dengan latar belakang sel-sel limfosit yang

(43)

fokal dan bukan kepastian sebagai suatu karsinoma meduler.34 Gambaran

sitologi tidak spesifik, tetapi menunjukkan suatu high-grade carcinoma.

Tubular carcinoma (Karsinoma tubular)

Karsinoma tubular terdiri dari kelenjar-kelenjar kecil, tidak beraturan yang

terinfiltrasi oleh sel-sel kanker. Pada mamografi, didapatkan terdeteksi sebagai

lesi yang kecil. Inti uniform, serta tampak sel-sel dengan inti bipolar pada

seperempat kasus sehingga menimbulkan kesulitan dalam menegakkan

malignansi. Pada setengah kasus yang telah didiagnosis sebagai malignansi

ternyata memberikan hasil negatif palsu.11,,12,13,34

Secara sitologi secara dominan tampak sel-sel dengan konfigurasi tubular dan

angular, sel-sel relatif uniform, dengan sel-sel bentuk moderate sampai atipik.

Pada beberapa tempat tampak sel-sel jinak bipolar dalam jumlah kecil, sel-sel

fibroblast berupa fragmen fibromiksoid dan stroma elastik. 11,13,14,34

Adenoid cystic carcinoma (Karsinoma sistik adenoid)

Karsinoma sistik adenoid merupakan tumor yang jarang terjadi dan

memberikan prognosis lebih baik bila dibandingkan dengan karsinoma invasif

lain. Gambaran sitologi identik dengan karsinoma sistik adenoid pada tempat

yang lain seperti pada kelenjar liur, paru dan lain-lain. Adanya stromal globul

hialin pada karsinoma sistik adenoid dapat disertai dengan benign epithelial

(44)

Secretory carcinoma (Karsinoma sekretori (juvenile))

Secara sitologi pada sediaan hapus tampak sel-sel bentuk bulat, sitoplasma

banyak, pucat, multivakuol dan fragil serta kohesi antar sel rapuh. Globul yang

berkondensasi dapat dijumpai.34

Apocrine carcinoma (Karsinoma apokrin)

Karsinoma invasif dengan sel-sel murni oksifil jarang dijumpai. DCIS dengan

metaplasia apokrin lebih sering dijumpai. Pada pewarnaan MGG tampak

sel-sel apokrin high-grade karsinoma mamma no special type yang menyerupai

sel-sel apokrin. Sel-sel oksifilik merupakan sel-sel dengan inti membesar,

pleomorfik, kromatin kasar , iregular dan nukleoli besar. Sebagai

perbandingan dengan karsinoma duktal, sel-sel apokrin memiliki sitoplasma

yang banyak, eosinofilik, granular dengan batas yang jelas. Sel-sel apokrin

oksifil dapat mengalami metaplasia pada kista, penyakit fibrokistik dan lesi

epitel hiperplasia termasuk fibroadenoma mamma. Pada adenosis sering

memberikan gambaran anisokariosis, nukleoli prominen, kadang-kadang inti

ireguler. Keadaan ini dapat memberikan diagnosis sitologi positif palsu.34

Metaplastic carcinoma (Karsinoma dengan metaplasia)

Karsinoma metaplasia sangat jarang terjadi. Insiden sekitar kurang dari 1%

dari seluruh kanker payudara. Beberapa kanker payudara menunjukkan

gambaran metaplasia dan diferensiasi yang bervariasi. Hal ini termasuk

(45)

dibedakan dengan sarkoma. Beberapa dari tumor mengekspresikan gen yang

terdapat pada sel-sel mioepitel dan diduga tumor ini berasal dari se-sel

mioepitel.40 Spindle cell atau karsinoma sarkomatoid menyerupai gambaran

soft tissue sarcoma. Diagnosis diferensial antara tumor filoides maligna dan

metaplastic spindle cell carcinoma sukar dibedakan secara sediaan hapus dan

core needle biopsy. Karsinoma metaplasia sarkomatoid dikonfirmasi dengan

pewarnaan sitokeratin pada sel-sel spindel.. Diferensiasi skuamous

kadang-kadang dapat dijumpai pada poorly differentiated karsinoma duktal. Low-grade

karsinoma adenoskuamous pernah dilaporkan. Karsinoma skuamous murni

pernah ditemukan secara biopsi aspirasi tergolong sebagai

well-differentiated.34

Inflammatory carcinoma (Karsinoma inflamatori)

Gambaran klinik karsinoma inflamatori ditandai dengan pembengkakan difus,

batas tidak jelas, kulit menebal dan eritema sesuai sengan aliran kelenjar limfe

yang menyebabkan stasis dan edema. Secara MRI dapat terdeteksi. Sel-sel

tumor terkumpul membentuk agregasi dan pleomofik malignan. Sel-sel radang

limfosit prominen.34

3.1. HER2/neu

Protein HER2/neu merupakan gen yang normal dan berfungsi untuk mengatur

(46)

sehingga menyebabkan kanker. Para ahli berpendapat bahwa onkogen ini

mempunyai relasi dengan faktor pertumbuhan.

Pada awal tahun 1980 an, ahli protein asal Inggris dan Israel membuktikan

bahwa faktor pertumbuhan mempunyai kaitan dengan terjadinya kanker.

Mereka menemukan adanya mutasi pada onkogen dari Epidermal Growth

Factor (EGF) yang merupakan gen reseptor permukaan.16

3.1.1. Struktur HER2/neu

Secara struktur, HER2/neu merupakan glikoprotein dan 50% struktur HER2/neu

homolog dengan Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR-2) atau c-erb B2

atau neu yang merupakan bagian dari erb B famili kelas I dari reseptor tirosin

kinase (RTKs). Kelompok ini terdiri dari HER3 dan HER4 yang merupakan

protein dengan rantai tunggal, mempunyai sekuensi homolog antara satu

dengan yang lain. RTKs kelas I dapat dibedakan dengan paling sedikit delapan

dari jenis lain pada RTKs berdasarkan karakteristik sekuensi dan struktural.

Karakteristik struktural dari RTKs kelas I termasuk domain bidang yang

berikatan secara ekstraselular, kaya sistein dan posisi glikosilasi pada regio

trnsmembran amfipatik pada regio pendek jukstatransmembran, domain tirosin

kinase dan karboksil yang mengandung tirosin fosforilasi. Sekuensi homolog

yang tertinggi (mendekati identik asam amino 80%) antara HER2, EFGR dan

HER4 yang menunjukkan retensi domain HER2/neu pada T47D. Sel-sel kanker

payudara diekspresikan pada seluruh kelas I RTKs dan merupakan sinyal yang

(47)

dimana kedua reseptor dapat terkait pada ligand, kombinasi koekspresi dari

RTKs kelas I dan HER2 dapat menunjukkan spesifikasi dan amplifikasi

signaling pada sel-sel epitel yang mengandung reseptor tersebut.40,44,45,46

Reseptor HER2/neu terdapat pada permukaan membran, transmembran dan

sitoplasma sel55 yang berperan sebagai kontrol pada pembelahan sel.

HER2/neu tidak terdapat pada ligand spesifik tetapi merupakan koreseptor

sebagai faktor pertumbuhan multiple. Overekspresi HER2/neu ditemukan sekitar

20 30%31,34,46 (10 - 34%) pada kanker payudara.15,42 Adanya perubahan genetik

pada gen HER2 akan memproduksi reseptor faktor pertumbuhan pada

permukaan sel tumor.16

Lebih dari 90% kasus, overekspresi HER2/neu berhubungan dengan amplifikasi

pada gen 17q21 dan dapat dikenal dengan evaluasi protein melalui teknik

pemeriksaan imunohistokimia atau berdasarkan jumlah gen yang di-copy

dengan menggunakan FISH (fluorecence in situ hybridization) walaupun tidak

semua studi menunjukkan hal yang sama. Pada umumnya overekspresi

HER2/neu berhubungan dengan prognosis yang buruk. 40,44,45

3.1.2. Fosforilasi tirosin

Transduksi sinyal reseptor faktor pertumbuhan secara mutlak membutuhkan

aktivitas tirosin kinase dan tirosin autofosforilasi. Pada kanker payudara dan

(48)

tirosin basal ke level yang lebih tinggi. Derajat HER2/neu tirosin fosforilasi

secara umum berkorelasi dengan efek transformasi selular. Adanya

kemampuan antiHER2/neu monoklonal antibodi untuk menginduksi reseptor

tirosin fosforilase tidak memberikan efek terhadap proliferasi sel.44

3.1.3. Mekanisme kerja

Protein HER2/neu merupakan proto-onkogen yang berlokasi pada kromosom

17q dan meng-encode 185 kDa transmembran reseptor protein dengan aktivitas

tirosin kinase inhibitiror. Pada awalnya HER2/neu diidentifikasi sebagai onkogen

yang mengalami transformasi sebagai neuroglioblastoma pada tikus, dimana

terjadi single point mutation pada domain transmembran molekul yang

mengaktivasi onkogen. Mekanisme kerja overekspresi HER2/neu belum

diketahui tetapi diduga terlibat pada transduksi sinyal pada reseptor.40,44,45,46,48,55

Pada penderita dengan HER2/neu positif, secara mayoritas terjadinya

overekspresi akibat amplifikasi gen yang menyebabkan peningkatan transkripsi

pada mRNA dan translasi protein. Selain itu juga terjadi peningkatan transkripsi

pada gen yang berbatasan sehingga menyebabkan amplifikasi pada segmen

DNA. Keadaan overekspresi tidak dijumpai pada subtipe kanker yang

berhubungan dengan reseptor estrogen dan keratin basal, tetapi juga

overekspresi pada e-cadherin. 31

Reseptor Her2/neu pada permukaan sel akan mengirimkan pesan untuk

(49)

dalam keadaan istirahat terdiri dari dua copy gen HER2/neu, dimana pada salah

satunya pada kromoson 17. Pada keadaan kanker payudara dengan HER2/neu

positif terjadi amplifikasi gen sehingga menghasilkan copy dalam jumlah yang

berlebihan dan akan mengirimkan pesan untuk terjadinya pertumbuhan dan

permbelahan sel yang sangat cepat dan agresif.45,47

3.1.3. Fungsi HER2 pada sel normal

Setiap sel yang terdapat pada tubuh mempunyai kemampuan untuk

melangsungkan siklus sel untuk mempertahankan hidup dan fungsinya

dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berbeda. Gen HER2/neu bertanggung

jawab untuk membuat protein HER2/neu yang bekerja mengatur proses

pertumuhan dan pembelahan sel, terutama sel epitelial.16

3.1.4. Ekspresi HER2/neu

EGFR terbagi atas e-erb B1 yang overekspresi pada lebih dari 80% karsinoma

sel skuamous paru, 50% pada high-grade astrositoma (glioblastomo multiformis),

80 – 100% pada tumor kepala – leher dan sedikit pada kanker lambung serta

kandung kemih.10,43 Amplifikasi e-erb B2 (HER2/neu) dijumpai pada 20 – 30%

kanker payudara, kanker ovarium (20 -30%), adenokarsinoma paru (28%) ,

karsinoma sel skuamous paru (11%), adenokarsinoma lambung (11%),

(50)

3.1.5. Waktu pemeriksaan

Berdasarkan American Society of Clinical Oncology direkomendasikan untuk

melakukan pemeriksaan status HER2/neu pada setiap diagnosa awal pada

tumor primer kanker payudara atau pada saat terjadinya rekurensi kanker

payudara. Pernyataan ini juga didukung oleh The German Pathology Advisory

Board. Anjuran untuk mengetahui status HER2/neu positif pada saat awal

perkembangan berkaitan dengan status HER2/neu tumor primer dan

hubungannya dengan mikrometastasis.60,61

3.1.6. Penggunaan klinik

Secara klinik, kepentingan untuk menentukan status HER2/neu pada penderita

sehubungan dengan pemberian terapi trastuzumab dan prediksi untuk

pemberian kemoterapi doksorubisin. Menurut penelitian Muss, respons

kemoterapi yang dilakukan terhadap 1572 pada wanita dengan berdasarkan

overekspresi terhadap HER2/neu menyimpulkan bahwa pemberian kemoterapi

dosis tinggi dengan menggunakan doksorubisin, siklofosfamid dan fluourasil

pada penderita dengan HER2/neu positif menunjukkan respons yang lebih baik

jika dibandingkan dengan penderita dengan HER2/neu negatif.

Pada tahun 1998 dilakukan studi klinik untuk membuktikan efikasi trastuzumab

sebagai penanganan antimonoklinal yang efektif untuk memblokade reseptor

HER2/neu dengan menyebabkan terjadinya respons substansial dari tumor

(51)

overekspresi HER2/neu menunjukkan respons yang berbeda secara hormonal

atau dengan pemberian regimen kemoterapi antrasiklin. Evaluasi terhadap

HER2/neu sangat penting untuk menilai respons terhadap target terapi protein

ini.39

Trastuzumab merupakan antibodi monoklonal manusia untuk HER2/neu yang

berkembang spesifik pada sel target tumor dan tidak mempengaruhi sel normal.

Pada uji coba klinik, kombinasi trastuzumab dengan kemoterapi lain

memberikan respons yang baik pada penderita kanker payudara dengan

overekspresi HER2/neu. Sebagai target terapi gen pertama, trastuzumab

memberikan efek yang menjanjikan.38,42,43

4.1. SITOLOGI BIOPSI ASPIRASI JARUM HALUS

Teknik biopsi aspirasi jarum halus, pertama sekali dilakukan di Memorial

Sloan-Kettering Cancer Center sekitar tahun 1930 an. Pada biopsi aspirasi jarum halus

nilai sensitifitas mencapai 87%, spesifisitas 100% dan predictive value untuk

ketepatan diagnostik mendekati 100% dan predictive value diagnostik negatif

sekitar 60%. Material yang didapatkan dari hasil biopsi aspirasi jarum halus,

selain untuk menegakkan diagnostik sitologi juga dapat digunakan untuk melihat

determinasi reseptor hormonal, studi kinetik dan tampilan onkoprotein.34,35,36,37,38

Biopsi aspirasi jarum halus telah lama dikenal sebagai teknik yang berguna

(52)

bahwa teknik ini dapat dilakukan dalam waktu yang cepat, akurat dan nilai

ekonomis yang rendah. Biopsi aspirasi jarum halus merupakan suatu tindakan

cepat, noninvasif dan berguna pada lesi yang dapat diteraba. Tindakan

pemeriksaan fisik, mamografi dan biopsi aspirasi jarum halus (Triple test)

memberikan hasil diagnosis dengan nilai akurasi yang tinggi pada lesi yang

dicurigai sebagai malignansi.49,51,52 Ada dua metode yang dapat digunakan untuk

mendapatkan material sitologi dari lesi payudara, cairan dari puting susu dan

tindakan biopsi aspirasi jarum halus pada lesi dengan menggunakan jarum.10,34,38

Diagnosa dari sediaan hapus hasil biopsi aspirasi jarum halus dapat ditegakkan

dengan segera oleh ahli patologi untuk mengevaluasi materi sediaan dan dapat

dilakukan aspirasi ulang jika dibutuhkan material yang lebih banyak atau pada

sediaan hapus yang tidak representatif. Jika dibandingkan antara biopsi aspirasi

jarum halus stereotaktik dengan stereotactic core biopsy pada pemeriksaan

kelompokan mikrokalsifikasi pada payudara, biopsi aspirasi jarum halus lebih

unggul jika dibandingkan dengan konfirmasi core biopsy (99% versus 94%) dan

identifikasi kanker yang berhubungan dengan mikrokalsifikasi , negatif palsu 4%

versus 8%.

Secara statistik, Cheung et al. menunjukkan bahwa tidak perbedaan yang

signifikan antara biopsi aspirasi jarum halus dan core biopsy. Mason et al.

menunjukkan bahwa dalam menegakkan suatu diagnosa lesi papilar pada

(53)

yang sama dan merekomendasikan untuk dilakukannya biopsi eksisi jika

diagnosis kedua teknik meragukan. Tindakan biopsi aspirasi pada seorang ahli

sitologi yang berpengalaman dapat memberikan hasil akurasi yang tinggi, cepat

dan nilai ekonomis yang jauh lebih rendah dan menguntungkan bagi penderita.

Stereotactic core biopsy lebih akurat dari pada steorotaktik biopsi aspirasi jarum

halus untuk menegakkan lesi yang non palpasi. Florentine et al menyarankan

untuk dilakukan core biopsy untuk membuktikan diagnosa definitif pada

karsinoma invasif yang secara biopsi aspirasi harum halus masih merupakan

suatu dugaan.10,34,40

Aspirasi biopsi jarum halus yang dilakukan pada puting susu memiliki

keterbatasan kecuali bila pada pemeriksaan klinik dan mamografi lesi dapat

dideteksi. Beberapa lesi kadang-kadang menimbulkan keragu-raguan dan dapat

memberikan hasil negatif palsu. Keadaan ini dapat menyebabkan misdiagnostik

sehingga terjadi keterlambatan dalam mengenal suatu lesi karsinoma.

4.1.1. Interpretasi sitologi

Berdasarkan UK National Breast Screening Programme and the European

Breast Screening Network dan European Commissions Guidelines, interpretasi

sediaan hapus sitologi sebagai berikut :

C1 : Unsatisfactory, menunjukkan spesimen sangat sedikit atau aseluler.

(54)

juga disertai dengan artefak dan sel-sel darah merah yang menutupi sel-sel

epitel.

C2 : Benign, menunjukkan sampel adekuat dan tidak dijumpai gambaran sel-sel

ganas, sediaan representatif. Spesimen terdiri dari lebih dari lima buah sel-sel

yang menunjukkan gambaran karakteristik jinak. Kondisi spesifik dapat

disebutkan, misalnya suatu fibroadenoma mamma, fat necrosis, inflamasi

kelenjar limfe dan lain-lain.

C3 : Atypia, menunjukkan kemungkinan jinak. Secara karakteristik sel-sel

menunjukkan kondisi jinak, tetapi juga dijumpai kondisi atipikal seperti inti

pleomorfik dan kohesi antar sel yang hilang. Aspirat yang menunjukkan

perubahan inti dan sitoplasma yang diakibatkan pengaruh hormonal atau akibat

pengaruh pengobatan dapat dimasukkan dalam kategori ini.

C4 : Suspect malignancy, pada kelompok ini dijumpai hampir semua terdiri dari

sel-sel ganas dan secara umum menunjukkan sel-sel abnormal. Ahli patologi

tidak dapat membuktikan bahwa dikategorikan sebagai malignansi jika

spesimen terlalu sedikit atau preparasi yang buruk, adanya sel-sel ganas tetapi

masih ragu-ragu dan secara keseluruhan sel-sel epitel dan mioepitel

menunjukkan jinak, tetapi satu atau dua kelompok sel tampak menunjukkan

(55)

C5 : Malignant, secara karakteristik menunjukkan malignan berupa karsimoma

atau tumor ganas lain. Keadaan maligna tidak dibuat berdasarkan satu kriteria

tetapi kombinasi dari berbagai gambaran yang sangat penting menunjukkan

[image:55.612.140.489.227.460.2]

suatu malignansi.40

Tabel 2.1. Kriteria sitologi malignansi40

Jelas terlihat

Ukuran besar

Batas inti ireguler

Nukleoli besar

Kohesi antar sel hilang

Sel-sel pleomorfik

Kurang nyata

Intranuklear vakuol

Monomorfik

Mitosis

Sel-sel tunggal dengan sitoplasma banyak

Tidak dijumpai gambaran jinak

2.4. IMUNOSITOKIMIA

Imunositokimia merupakan suatu teknik pemeriksaan untuk mengidentifikasi

selular atau jaringan yang mengandung antigen dengan melihat interaksi

antigen-antibodi , pengikatan antibodi yang diidentifikasi dengan pemberian

antibodi secara langsung dengan atau tanpa menggunakan antibodi sekunder.

Digunakan istilah imunositokimia untuk pemeriksaan sediaan sitologi dan

imunohistokimia untuk jaringan.56

Seiring dengan meningkatnya kemajuan di bidang antisera monoklonal dengan

(56)

sel-sel produk dapat dilihat dengan teknik imunositokimia (imunoperoksidase,

imunoalkalin fosfatase) yang secara objektif dapat

mengenal dan mengidentifikasi jenis dan asal sel.34,36 Prinsip pewarnaan

antibodi epitop sangat menarik dan efektif. Sediaan sitologi dapat diwarnai

dengan teknik yang sama dengan histopatologi. Kesulitan yang dihadapi berupa

kandungan sel pada object glass dan fiksasi dengan cara preparasi yang

konvensional. Penggunaan object glass yang telah dilapisi (coated glass)

sangat berguna untuk mencegah agar sel-sel tidak terlepas pada saat proses

pencucian. Pilihan untuk menggunakan pemeriksaan imunositokimia

bermacam-macam, yaitu dengan penggunaan peroksidase dan alkalin fosfatase

memberikan hasil yang memuaskan. Selain itu antibodi yang sering digunakan

seperti petanda dari komponen epitelial dan stroma, proliferasi limfoma, petanda

viral spesifik dan komponen petanda tumor.49 Pada situasi tertentu, dengan

ketersediaan material yang minimal, pewarnaan imunositokimia dapat

memberikan diagnosis yang sp

Gambar

Tabel
Gambar                                                                                                         Halaman
Gambar 2.1. Anatomi payudara40
Tabel 2.1.  Kriteria sitologi malignansi40
+7

Referensi

Dokumen terkait

IAIN Syekh Nurjati Cirebon menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan tujuan agar lulusan memiliki kompetensi yang menjadi tujuan dan sasaran jurusan/ prodi.. Mata

Permasalahan pada penulisan ini adalah bagaimanakah pertimbangan hakim konstitusi berkaitan dengan kepastian hukum dalam sistem peradilan pidana serta bagaimanakah implikasi

2 Hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Muzammil selaku Kepala Sekolah di Madrasah Aliyah Model Zainul Hasan Genggong,.. Guru bukanlah penentu belajar tetapi guru sebagai fasilitas

“ Pengaruh Pengadopsian ISA, Ukuran Klien Audit, Kompleksitas Audit, Risiko Litigasi, Profitabilitas Klien, dan Jenis KAP terhadap Audit Fee.” Skripsi, Universitas Sumatera

Jika menilik secara pelan-pelan paparan capaian Kompetensi sebagaimana dimuat dalam Standar Isi (Permendikbud No 64 Tahun 2013), dan kompetensi dasar (KD) sebagai

Pembangunan jalan alternatif kota Idi bertujuan untuk menghindari masalah kemacetan di sekitar kota idi, pembangunan jalan tersebut telah dimulai sejak tahun 2010 dengan

Kemudian, ketika ditambahkan dengan Na2CO3 juga tidak terdapat perubahan warna serta tidak terjadi perubahan pada air tersebut.. Hal ini membuktikan bahwa air tersebut

Fokus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan metode preceptorship dan mentorship selama belajar di lapangan berkaitan dengan