• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Pendekatan Croass Soetional untuk Meningkatkatkan Religiusitas Terhadap Perilaku Disiplin Remaja di MAN Sawit Boyolali”

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Pendekatan Croass Soetional untuk Meningkatkatkan Religiusitas Terhadap Perilaku Disiplin Remaja di MAN Sawit Boyolali”"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pdi)

Disusun Oleh: Siti Nurjanah NIM : 207011000431

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

NIM : 207011000431

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Angkatan : 2007

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul “PENGARUH TINGKAT

RELIGIUSITAS TERHADAP PERILAKU DISIPLIN REMAJA DI MAN

SAWIT BOYOLALI” adalah benar merupakan karya sendiri dibawah bimbingan:

Nama : Dr. Sururin, MA

NIP : 197103191998032001

Dosen Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Dengan demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan

saya siap menerima segala konsekuen siapa bila terbukti bahwa skripsi ini bukan

hasil karya sendiri.

Jakarta, 2 juli 2014

Yang menyatakan,

(6)

v

Boyolali”. Skripsi di bimbing oleh Dr. Sururin. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam.

Penelitian ini di latar belakangi oleh permasalahan pada masa remaja yaitu yang masih banyaknya paa remaja yang kurang mengindahkan agama dan perilaku dalam berdisiplin, salah satu penyebabnya yaitui dengan adanya masa transisi yang menjadikan emosi remaja kurang stabil. Masa ini sering disebut sebagai masa topan badai (“strum and drang)” yaitu masa yang penuh dengan gejolak akibat pertentangan nilai-nilai. Masa transisi inilah yang menimbulkan kecenderungan munculnya perilaku-perilaku yang tidak berdisiplin, terutama dalam hal moral atau. Secara psikologis, remaja merupakan masa yang labil dalam menjalankan sesuatu. Untuk itu dibutuhkan keyakinan dan pengamalanyang kuat terhadap ajaran-ajaran agama guna menumbuhkan perilaku-perilaku berdisiplin yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) pengaruh religusitas terhadap Perilaku Disiplin remaja; dan 2) seberapa besar sumbangan efektif religiusitas terhadap Perilaku Disiplin remaja.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Pada penelitian ini metode yang di gumnakan adalah metode deskriptif korelasional sebab akibat dengan pendekatan Croass soetional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Religiusitas Terhadap Perilaku Disiplin di MAN Saqit Boyolali. Dengan rumusan masalah bagaimana pengaruh religiusitas terhadap perilaku disiplin remaja kelas XI MAN Sawit Boyolali.

Penelitian ini di laksanakan di MAN SAwit Boyolali mulai tanggal 8 Maret s/d 27 Mei 2014 ini mengambil sampel 30 anak dari 125 siswa kelas XI dengan cara random sampling. Tingkat Religiusitas dengan nilai rata-rata 377 dengan kualifikasi nilai yang tinggi, yaitu dengan nilai tertinggi 377 dan terendah 317. Sedangkan perlaku disiplin mendapatkan nilai rata-rata 327,1 yaitu dengan akumulasi nilai yang tinggi dengan nilai tertinggi 377 dan nilai terendah 321. Pengaruh religiusitas perilaku disiplin remaja di MAN Sawit Boyolali , memiliki koefisien korelasi 0,777 yang berarti terdapat korelasi positif yang signifikan, korelasi ini tergolong korelasi yang kuat atau tinggi. Pengaruh tingkat religiusitas (X) terhadap perilaku disiplin Remaja (Y) mendapat angka determinasi sebanyak 64%, sedangkan sisanya 36% merupakan variabel lain yang tidak di masukkan dalam penelitian.

(7)

vi Assalamu’alaikum, Wr. Wb

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Religiusitas Terhadap Perilaku Disiplin Remaja”. Shalawat serta salam semoga Allah melimpahkan Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan

indahnya hidup di bawah naungan Islam. Penulis menyadari bahwa

terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan dari banyak pihak.

Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang

tak terhingga kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, PH.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama

Islam.

3. Ibu Dr.Sururin, MA. Selaku pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan

bimbingan, saran dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

4. Para dosen Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah yang dengan penuh

kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan ilmu kepada penulis.

5. Bapak Muh. Zain Harsana, sebagai Pemimpin Sekolah MAN Sawit Boyolali,

yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian.

6. Seluruh Siswa/i MAN Sawit yang bersedia menjadi sampel dalam penelitian

ini.

7. Kepada yang teristimewa untuk keluargaku khususnya suami, anak, kedua

orang tua, bapak, ibu, dan kakakku tercinta yang senantiasa memberikan

semangat, motivasi seta mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan

(8)

vii diberikan.

Jakarta, 2 Juli 2014

(9)

viii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 5

1. Identifikasi Masalah ... 5

2. Pembatasan Masalah ... 5

3. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian... 6

BAB II LANDASAN TEORI A. Religiusitas ... 7

1. Pengertian religiusitas ... 7

2. Dimensi-dimensi religiusitas ... 8

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas ... 9

4. Religiusitas Remaja ... 11

5. Dimensi Religiusitas Remaja ... 12

6. Perkembangan Psikologi Remaja ... 15

B. Perilaku Disiplin ... 19

1. Pengertian Perilaku Disiplin ... 19

2. Dimensi-dimensi Disiplin ... 20

3. Faktor-faktor Pendorong Perilaku Disiplin ... 21

(10)

ix

B. Variabel Penelitian ... 27

C. Populasi dan Sampel Penelitian... 27

1. Populasi penelitian ... 27

2. Sampel Penelitian ... 28

3. Teknik Pengumpulan Data ... 28

4. Observasi ... 31

D. Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 34

1. Sejarah Berdirinya Sekolah MAN Sawit Boyolali... 34

2. Visi dan Misi Sekolah MAN Sawit Boyolali ... 34

3. Strategi Sekolah MAN Sawit Boyolali ... 35

4. Kekuatan dan Kelemahan Sekolah MAN Sawit Boyolali ... 35

B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis .... 36

1. Ideologi ... 36

2. Ritual ... 42

3. Ekspariensial ... 45

4. Intelektual ... 47

5. Konsekuensial ... 48

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 65

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 73

B. Implikasi ... 73

C. Saran ... 73

(11)

x

Tabel 3 Ketentuan skor tingkat religiusitas dan perilaku disiplin remaja ... 30

Tabel 4 Nilai “r” Product moment ... 32

Tabel 5 Iman kepada Allah ... 36

Tabel 6 Iman kepada Malaikat ... 37

Tabel 7 Iman kepada Kitab ... 38

Tabel 8 Iman kepada Rasul ... 39

Tabel 9 Iman kepada hari kiamat ... 40

Tabel 10 Iman kepada qadha dan qadar ... 41

Tabel 11 Shalat ... 42

Tabel 12 Do’a dan dzikir ... 43

Tabel 13 Puasa ... 44

Tabel 14 Shadaqah ... 44

Tabel 15 Ihsan ... 46

Tabel 16 Intelektual ... 47

Tabel 17 Akhlak kepada Allah ... 48

Tabel 18 Akhlak terhadap diri sendiri ... 49

Tabel 19 Akhlak terhadap sesama manusia... 50

Tabel 20 Perbuatan buruk ... 51

Tabel 21 Perbuatan positif dalam berdisiplin ... 53

Tabel 22 Akibat dari perbuatan positif dalam berdisiplin ... 54

Tabel 23 Perbuatan negatif berprilaku disiplin ... 55

Tabel 24 Akibat dari perbuatan negatif berdisiplin ... 56

Tabel 25 Kesadaran Moral ... 57

Tabel 26 Kesadaran moral yang buruk ... 58

Tabel 27 Pengendalian diri yang positif ... 59

Tabel 28 Pengendalian diri yang negatif ... 60

(12)

xi

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Upaya peningkatan disiplin nasional dan program peningkatan kualitas

sumber daya manusia merupakan tema dan program pembangunan nasional

yang sampai saat ini sering dibicarakan. Multi krisis yang dialami oleh bangsa

Indonesia dalam masa reformasi ini pun selalu terkait dengan perilaku

disiplin. Pelanggaran terhadap hukum dan peraturan yang berlaku seakan

menjadi suatu hal yang lumrah atau biasa.

Peningkatan disiplin dan peningkatan kualitas sumber daya manusia

menjadi sangat penting untuk diperhatikan mengingat peradaban modern

belum mampu mengontrol naluri manusia. Peradaban modern yang oleh

sebagian besar orang dijadikan pedoman hidup, sampai pada saat ini belum

mampu menghindarkan atau membendung berbagai perilaku negatif. Salah

satunya adalah adanya tindak pelanggaran perilaku disiplin. Sementara yang

terjadi bahwa peradaban modern belum mampu menciptakan kehidupan yang

saling menghormati hak asasi. Dengan demikian peningkatan disiplin manusia

khususnya di Indonesia akan semakin mendapat tantangan dengan semakin

besarnya pengaruh peradaban asing yang banyak bertentangan dengan budaya

dan kepribadian bangsa Indonesia.1.

Dengan begitu dapat dilihat dari berbagai kasus-kasus penyelewengan,

kredit macet, korupsi, suap, penipuan, meningkatnya perkara kriminal dan

amoral, pelanggaran lalu lintas dan tabrak lari yang terjadi pada masyarakat

merupakan bukti rendahnya perilaku disiplin bangsa Indonesia.

Pada kalangan siswa fenomena kenakalan dan kejahatan sudah

menggejala. Seperti halnya budaya bolos sekolah, menyontek, mencuri,

perkelahian antar pelajar, terjangkitnya narkoba, porno aksi dan pornografi

serta masih banyak lagi ragam kasus-kasus kenakalan dari yang sepele sampai

1

(14)

yang bersifat kriminal sering terjadi dan penulis saksikan pada berbagai media

masa. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga-lembaga penegak disiplin dan

semua peraturan yang ada dalam kehidupan masyarakat dan negara belum

berfungsi secara maksimal sebagaimana yang diharapkan. Jika hal ini

dikaitkan dengan agama, akan tampak bahwa agama belum teraktualisasi

sesuai ajaran-ajaran normatifnya.

Kalangan ahli psikologi agama dan para agamawan berpendapat

bahwa agama dapat berperan untuk membina dan mempersiapkan mental

manusia agar secara kreatif dan aktif melaksanakan tugas-tugasnya dan

diharapkan mampu memberikan kesetabilan dalam menghadapi berbagai

kemungkinan berupa goncangan/gejolak dan ketegangan psikis.2

Dalam Undang-undang sistem pendidikan Nasional no 20 tahun 2003

yang mengatur tentang Pendidikan Keagamaan dalam pasal 30 ayat 2 disebutkan bahwa “Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan

nilai-nilai ajaran agamanya dan menjadi ahli ilmu agama.

Namun realita yang terjadi bahwa anak-anak yang belajar agama Islam

memiliki perilaku yang jauh dari pengalaman beragama. Masih banyaknya

siswa yang melakukan pergaulan bebas, tawuran, minuman keras, bahkan

mengkonsumsi narkoba.

Pos Kota memberitakan bahwa pada hari selasa (18/10) lalu di Jalan

Margonda, Depok, samping Universitas BSI terjadi tindakan brutal siswa

kelas 3 SMK yang membacok dua siswa SMK yang berlainan sekolah.

Tindakan ini berawal ketika kedua korban tengah menanti angkutan umum

dipinggir jalan untuk menuju kerumahnya, tiba-tiba datang HS bersama

segerombolan teman SMK-nya yang langsung melakukan penyeranngan

terhadap kedua korban. Dan saat ditanya oleh petugas polsek Beji

yangmenangkapnya, mereka mengatakan bila tindakanya membacok korban

2

(15)

itu karena dendam, lantaran sekolah mereka adalah musuh kita, kata HS

(tersangka).3

Selain itu masih ada lagi bahwa pada hari kamis (15/12) di Pasar

Burung Grogol, Jakarta Barat, terjadi tawuran antar siswa SMP dengan siswa SMK, menurut Riyanto peristiwa ini terjadi pada hari kamis pukul 17:30

sepulang sekolah, bersama teman-temannya melewati pasar Burung Grogol.

Setiba di pasar tersebut, beberapa siswa SMP menyindir-nyindir Riyanto dan

teman-temannya, sehigga membuat Riyanto dan teman-temannya emosi dan

menclurit tiga siswa SMP tersebut.4

Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa ada faktor-faktor lain yang

mempengaruhi tingkat religiusitas dan perilaku disiplin remaja tidak sesuai

dengan norma-norma yang ada, dan penyebab terjadinya perilaku tersebut

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah orang tua yang kurang

berpartisipasi dalam mendidik anak mereka terutama dalam hal agama, selain

itu lingkungan masyarakat yang kurang mendukung sehingga anak dapat

terpengaruh dan melakukan hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama, dan

lingkungan sekolah yaitu guru yang kurang memperhatikan perilaku peserta didik baik yang positif maupun negative selama di lingkungan sekolah, dan

yang terakhir adalah tingkat usia anak (remaja).

Dengan latar belakang tersebut, upaya untuk mengkaji dan meneliti

faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pembentukan manusia Indonesia

yang berdisiplin tinggi akan bisa dilaksanakan dengan baik. Terlebih bila

dikaitkan dengan faktor religiusitas seseorang. Mengingat bangsa Indonesia

dikenal sebagai bangsa yang mayoritas muslim memiliki ciri kepribadian yang

sangat religius dan menjunjung tinggi ajaran agama, terutama religiusitas

muslim dengan perilaku disiplin menjadi penting untuk dikaji dan diketahui.

Dalam agama Islam banyak ditekankan agar manusia dalam hidupnya selalu

berusaha untuk hidup disiplin (taat) dengan menjalankan perintah Allah SWT,

3

Pos Kota, 19 Desember 2011, hal. 9 4

(16)

dan menjauhi larangan-Nya. Penyelewengan, penipuan dan membuang-buang

waktu merupakan tindakan yang sangat dikecam oleh ajaran Islam.

Demikian pula kewajiban-kewajiban agama ditetapkan dalam rangka

kebaikan dan kemaslahatan manusia. Dapat diumpamakan sholat, Al-Qur’an dan Hadist banyak menyeru kepada kaum muslim. Selain itu Shalat adalah

kewajiban yang menunjukkan kadar perbedaan seorang muslim dengan non

muslim. Selain itu shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan munkar.

Religiusitas seseorang mestinya berimplikasi dalam segala kehidupannya,

baik dalam belajar, bergaul, berusaha, dan bekerja.

                                         

Bacalah tentang apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar, dan sesungguhnya mengingat Allah

(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan

Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S. Al-ankabut (29): 45) .5

MAN Sawit Boyolali adalah salah satu lembaga pendidikan yang

menyiapkan anak didiknya untuk berkehidupan sesuai dengan ajaran agama

Islam. Karena dalam usaha dan pekerjaan apapun sangat dibutuhkan etos kerja

dan sikap patuh, jujur, ulet, tepat waktu yang kesemuanya terakumulasi dalam

sikap disiplin itu telah terbentuk sejak dibangku sekolah

Selama ini temuan secara empirik tentang seberapa jauh keagamaan

(religiusitas) siswa MAN Sawit Boyolali belum diketahui. Sebatas

pengetahuan penulis penelitian ini sangat diperlukan, maka penulis tertarik dan perlu meneliti keterkaitan antara religiusitas dengan perilaku disiplin pada

remaja.

5 Al-Qur’an dan terjemahan, yang diterjemahkan

(17)

Semua siswa MAN Sawit Boyolali berusia remaja dan beragama Islam.

Dengan muatan mata pelajaran agama Islam (PAI) yang lebih banyak

dibanding di sekolah umum, sehingga sangat memungkinkan para siswa MAN

Sawit Boyolali memiliki tingkat religiusitas yang lebih tinggi. Pemilihan

MAN Sawit Boyolali sebagai obyek penelitian ini karena madrasah tersebut

berada di daerah pedesaan dan di dalam lingkungan Asrama.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik

untuk meneliti apakah ada pengaruh yang signifikan antara tingkat

kereligiusitas terhadap perilaku disiplin pada Remaja yang dikemas dalam skripsi yang berjudul “PENGARUH TINGKAT RELIGIUSITAS TERHADAP PERILAKU DISIPLIN REMAJA DI MAN SAWIT BOYOLALI

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang tersebut dapat di identifikasikan:

A. Kurangnya partisipasi orang tua dalam mendidik anak terutama dalam

pendidikan agama

B. Lingkungan masyarakat yang kurang mendukung

C. Lingkungan sekolah yang kurang interaktif kepada peserta didik

D. Perkembangan tingkat usia anak (remaja).

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan berbagai macam masalah

yang telah diidentifikasi tersebut maka peneliti perlu membatasi

permasalahan dalam penelitian, diantaranya adalah:

1. Tingkat usia remaja dengan menggunakan Dimensi-dimensi tingkat

religiusitas, yaitu ideologi, ritual, eksperiental, intelektual, dan

konsektual. Dan dimensi kedisiplinan, yaitu pengetahuan, kesadaran

moral, pengendalian diri, kehendak dan kebebasan untuk memilih

(18)

2. Remaja yang di teliti adalah Siswa MAN Sawit Boyolali.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini diharapkan

dapat memberikan jawaban terhadap rumusan masalah sebagai berikut

1. Bagaimana tingkat religiusitas siswa di MAN Sawit Boyolali?

2. Bagaimana kedisiplinan siswa di MAN Sawit Boyolali?

3. Bagaimana pengaruh antara tingkat religiusitas terhadap perilaku

disiplin remaja di MAN Sawit Boyolali?

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Hasil Penelitian Tujuan penelitian ini diantaranya adalah :

1. Untuk mengetahui religiusitas siswa MAN Sawit Boyolali.

2. Untuk mengetahui kedisiplinan siswa MAN Sawit Boyolali.

3. Untuk mengetahui pengaruh antara tingkat religiusitas remaja terhadap

perilaku disiplin siswa MAN Sawit Boyolali.

Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat berguna untuk:

1. Memberikan sumbangan teoritik berupa kritik dan saran serta pendapat

tentang pengaruh religiusitas terhadap perilaku disiplin.

2. Dapat dijadikan bahan kajian dan masukan tentang peran agama sebagai

penyumbang faktor-faktor pembangunan dan peningkatan kualitas

sumber daya manusia.

3. Dijadikan salah satu dasar pengambilan kebijakan kepada pihak luar akan

peran religiusitas bagi remaja khusunya di MAN Sawit Boyolali. Dengan

demikian kualitas religiusitas remaja akan sangat mempengaruhi kualitas

(19)

7 A. Religiusitas

1. Pengertian Religiusitas

Religiusitas adalah keberagamaan, yaitu suatu keadaan yang ada

dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai

dengan kadar ketaatannya kepada agama.1

Zakiah Daradjat berpendapat bahwa religiusitas merupakan suatu

sistem yang kompleks dari kepercayaan keyakinan dan sikap-sikap dan

upacara-upacara yang menghubungkan individu dari satu keberadaan atau

kepada sesuatu yang bersifat keagamaan.2

Pruyser berpendapat bahwa religiusitas lebih personal dan

mengatas namakan agama. Agama mencakup ajaran-ajaran yang

berhubungan dengan Tuhan, sedangkan tingkat religiusitas adalah

perilaku manusia yang menunjukkan kesesuaian dengan ajaran agamanya.

Jadi berdasarkan agama yang dianut maka individu berlaku secara

religius.3

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia religi berarti

kepercayaan kepada Tuhan, yaitu percaya akan adanya kekuatan

adikodrati diatas manusia.4

Religius adalah suatu kesatuan unsur-unsur yang komprehensif,

yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang beragama (being

religious) dan bukan sekedar mengaku punya agama. Yang meliputi

pengetahuan agama, keyakinan agama, pengalaman ritual agama, perilaku

(moralitas agama), dan sikap sosial keagamaan. Dalam islam religiusitas

dari garis besarnya tercermin dalam pengalaman aqidah, syariah, dan

1

Jalaludin Rahmat, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 88 2

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993) 3

Op.cit, Jalaludin Rahmad, hal. 89 4

(20)

akhlak, atau dalam ungkapan lain: iman, islam, dan ihsan. Bila semua

unsur itu telah di miliki seseorang maka dia itulah insan beragama yang

sesungguhnya.5

Sebagaimana Firman Allah dam Surat At-Taubat :

                        

“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun

orang-orang musyrik tidak menyukai (QS. At-Taubah: 33).6”

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa religiusitas

adalah internalisasi nilai-nilai agama dalam diri seseorang. Internalisasi di

sini berkaitan dengan kepercayaan terhadap ajaran-ajaran agama baik di

dalam hati maupun dalam ucapan.

2. Dimensi-dimensi Religiusitas

Menurut R. Stark dan C.Y. Glock dalam bukunya yang berjudul “American Piety: The Nature of Religious” yang dikutip oleh Ancok dan Suroso dimensi religiusitas dibagi menjadi lima yaitu:

a. Religious Belief (The Ideological dimension), yaitu tingkat sejauh

mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatic dalam agamanya.

Misalnya kepercayaan adanya Tuhan, malaikat, surga, neraka dan

sebagainya.

b. Religious Practise (The ritualistic dimension), yaitu tingkat sejauh

mana seseorang melakukan kewajiban-kewajiban ritual dalam

agamanya. Misalnya shalat, puasa, zakat, haji, dan ibadah muamalah

lainnya.

5

Op.cit, Zakiah Daradjat, hal. 132

(21)

c. Religious Feeling (The experiental dimension), yaitu

perasaan-perasaan atau pengalaman keagamaan yang pernah dialami dan

dirasakan oleh seseorang. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan,

merasa takut berbuat dosa, atau merasa diselamatkan oleh Tuhan.

d. Religious Knowledge (The Intelektual dimension), yaitu seberapa jauh

mengetahui tentang ajaran agamanya terutama yang ada dalam kitab

suci maupun lainnya.

e. Religious Effect (The consecquental dimension), yaitu dimensi yang

menunjukkan sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran

agama di dalam kehidupan sosial. Yaitu meliputi perilaku suka

menolong, memaafkan, tidak mencuri, tidak berzina, menjaga amanah, dan lain sebagainya.7

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Religiusitas

Dalam perkembangan jiwa keagamaan seseorang dalam

kehidupan di pengaruhi oleh dua factor yaitu factor intern yang berupa

pengaruh dari dalam dan ekstern yang berupa pengaruh dari luar.8 a. Faktor Interen

1. Faktor heriditas

Maksudnya yaitu bahwa keagamaan secara langsung bukan

sebagai faktor bawaan yang di wariskan secara turun temurun

melainkan terbentuk dari unsur lainnya.

2. Tingkat usia

Dalam bukunya The Development of Religious on Children

Ernest Harm, yang dikutip Jalaludin mengungkapkan bahwa

perkembangan agama pada masa anak-anak di tentukan oleh

tingkat usia mereka, perkembangan tersebut dipengaruhi oleh

berbagai aspek kejiwaan termasuk agama, perkembangan berpikir,

7

D. Ancok dan K. Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi, (Jogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 80-81

8

(22)

ternyata anak yang menginjak usia berpikir kritis lebih kritis pula

dalam memahami ajarakan agama. Pada usia remaja saat mereka

menginjak kematangan seksual pengaruh itupun menyertai

perkembangan jiwa keagamaan mereka.

3. Kepribadian

Kepribadian menurut pandangan para psikologis terdiri dua

unsure yaitu heriditas dan lingkungan, dari kedua unsur tersebut

para psikolog cenderung berpendapat bahwa tipologi

menunjukkan bahwa memiliki kepribadian yang unik dan berbeda.

Sebaliknya karakter menunjukkan bahwa kepribadian manusia

terbentuk berdasarkan pengalaman dan lingkungannya.

4. Kondisi kejiwanan

Kondisi kejiwaan ini terkait denganbagai factor intern.

Menurut sigmun freud menunjukkan gangguan kejiwaan

ditimbulkan oleh konflik yang tertekan di alam ketidak sadaran

manusia, konflik akan menjadi sumber gejala kejiwaan yang

abnormal.

b. Faktor Ekstern

1. faktor Keluarga

Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana

dalam kehidupan manusia, khususnya orang tua yang sangat

berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan anak,

karena jika orang tuanya berkelakuan baik maka cenderung anak

juga akan berkelakuan baik, begitu juga sebaliknya jika orang tua

berkelakuan buruk maka anak pun juga akan berkelakuan buruk

2. Lingkungan Institusional

Lingkungan ini ikut mempengaruhi perkembangan jiwa

(23)

3. Lingkungan Masyarakat

Lingkungan Masyarakat bukan merupakan lingkungan yang

mengandung unsur tanggung jawab, melainkan hanya merupakan

unsur pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai yang terkadang

lebih mengikat bahkan terkadang pengaruhnya lebih besar dalam

perkembangan jiwa keagamaan baik dalam bentuk positif maupun

negatif.

4. Relegiusitas Remaja

Masa remaja merupakan periode transisi yang penting dalam

perkembangan berpikir kritis dan dan dalam pengambilan keputusan.9

Masa Remaja adalah masa dilalui oleh seseorang dari

kanak-kanak menuju dewasa. Menurut Zakiah Daradjat para ahli mengambil

patokan usia remaja dimulai pada munculnya kegoncangan yang di tandai

dengan menstruasi (haidh) pertama bagi wanita dan mimpi basah bagi

pria. Secara umum sekitar umur 13-21 tahun.10

WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu

biologis, psikologis, dan social ekonomi, sehingga secara lengkap definisi

tersebut berbunyi sebagai berikut: Remaja adalah suatu masa dimana:11

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan

tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual

2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi

dari kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan social-ekonomi yang penuh

kepada keadaan yang relative lebih mandiri. Pada tahun-tahun

berikutnya, definisi ini makin berkembang kearah yang lebinh konkret

operasional.

9

John W. Santrock, Perkembangan Anak, Jakarta: Erlangga, 2007), hlm: 104 10

Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hal. 71-72 11

(24)

Selain itu WHO sebuah badan kesehatan dunia dibawah naungan

PBB menetapkan batas usia remaja antara 10-20, dan terbagi menjadi dua

kurun usia dalam dua bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja

akhir 15-20 tahun.

5. Dimensi Religiusitas Remaja

Kehidupan religiusitas pada remaja dipengaruhi oleh pengalaman

struktur kepribadian serta unsur kepribadian lainnya, pada masa remaja

perkembangan keagamaan ditandai dengan adanya keraguan-keraguan

terhadap ketentuan-ketentuan agama. Namun pada dasarnya remaja tetap

membutuhkan agama sebagai pegangan dalam kehidupan terutama pada

saat menghadapi kesulitan.

Dengan kecenderungan sikap remaja terhadap agama tersebut

dapat dilihat dari dimensi-dimensi beragama. Diantaranya:

1. Ideologi

Perkembangan agama pada remaja ditandai dengan tingkah

remaja yang berpendapat bahwa: a. Agama adalah omong kosong

b. Mengingkari pentingnya agama

c. Menolak kepercayaan-kepercayaan terdahulu.12

2. Ritual

Pandangan remaja tentang ritual diungkapkan sebagai berikut:

a. Mereka sembahyang karena mereka yakin Tuhan mendengar dan akan mengabulkan do’a mereka.

b. Sembahyang dapat menolong dan meredakan kesusahan yang

mereka derita.

c. Sembahyang menyebabkan mereka menjadi senang sesudah

menunaikannya.

d. Sembahyang dapat meningkatkan tanggung jawab dan tuntutan

sebagai anggota masyarakat

12

(25)

e. Sembahyang merupakan kebiasaan yang mengandung arti

penting.13

3. Eksperiensial

Kegelisahan kadang muncul karena adanya perbedaan dan

pertentangan antara nilai-nilai ajaran agama yang dipelajari dengan

sikap dan tindakan kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh orang

yang lebih dewasa. Bisa jugas kegelisahan muncul dari rasa berdosa

karena telah berbuat salah.

Kegoncangan-kegoncangan jiwa yang yang disebabkan oleh

faktor-faktor tersebut biasanya tidak tampak langsung dari luar.

Namun ia terlihat dari berbagai sikap yang muncul seperti pemalas,

acuh tak acuh, nakal, dan lain sebagainya. Namun bisa juga

sebaliknya muncul rasa bersalah yang membawa pada situasi tobat.

Dengan kecenderungan sikap remaja terhadap agama tersebut

memunculkan beragam kesadaran. Ciri-ciri kesadaran beragama

remaja yang menonjol diantaranya :

a. Pengalaman Ketuhanannya makin bersifat individual

b. Keimanannya makin menuju realitas yang sebenarnya,

c. Dalam melakukan peribadatan mulai disertai penghayatan yang

tulus.

Dari berbagai ciri di atas, secara umum beberapa sikap remaja

terhadap agama yang kemungkinan muncul adalah :

a. Percaya terus-menerus

b. Percaya dengan penuh kesadaran

c. Percaya dengan sedikit keraguan dan

d. Tidak percaya sama sekali.

4. Intelektual

Perkembangan intelek remaja akan mempunyai pengaruh

terhadap keyakinan agama mereka. Fungsi intelektual akan

memproses secara analisis terhadap apa yang dimiliki selama ini,

13

(26)

remaja sudah mulai melakukan kritik tentang masalah yang diterima

dalam kehidupan masyarakat, mereka mulai mengembangkan ide-ide

keagamaan walaupun hal tersebut muncul dari suatu perangkat

keilmuan yang matang, tetapi dari keadaan psikis mereka yang sedang

bergejolak dalam bidang-bidang tertentu yang dianggap cocok dan

relevan akan diterimanya, kemudian dengan kemauan keras

dijabarkan dalam kenyataan kehidupannya seolah-olah tidak ada

alternatif lagi yang harus dipikirkan.

Selain itu ide-ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima

remaja dari masa kanak-kanak sudah tidak begitu menarik bagi

mereka. Sikap kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain

masalah agama merekapun sudah tertarik pada masalah kebudayaan,

ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.

5. Konsekuensial

Pada masa remaja, konsep moral remaja yang terbentuk meskipun

masih akan berubah bila ada tekanan sosial yang kuat, remaja akan

menemukan bahwa kelompok sosial terlibat dalam berbagai tingkat

kesungguhan pada berbagai macam perbuatan. Pengetahuan ini

kemudian akan digabungkan dalam religiusitasnya. Apabila

perubahan terjadi remaja berpikir dengan cara-cara yang lebih

konvensional, artinya mereka melakukan dan mematuhi sesuatu

sesuai aturan-aturan, harapan-harapan dan konvensi masyarakat;

Perkembangan moral remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan

usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang terlihat pada remaja

mencakupi:

a. Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan

pertimbangan pribadi.

b. Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa melakukan kritik.

c. Submissive, merasakan keraguan terhadap ajaran moral dan agama.

d. Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan

(27)

e. Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral

masyarakat.14

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa menghadapi remaja

memang bukan pekerjaan yang mudah. Menurut Adam dan Gullotta,

ada lima aturan kalau kita mau membantu remaja dalam menghadapi

masalah mereka. Yang pertama adalah trustworthiness (kepercayaan),

yaitu kita harus saling percaya dengan para remaja yang kita hadapi.

Tanpa itu jangan harap ada komunikasi dengan mereka. Kedua

genuineness, yaitu maksud yang murni, tidak pura-pura. Ketiga

empathi, yaitu kemampuan untuk ikut merasakan perasaan-perasaan

remaja. Keempat yaitu honesty, yaitu kejujuran, kelima adalah adanya

pandangan dari pihak remaja bahwa kita memang memenuhi keempat

aturan tersebut

6. Perkembangan Psikologi Remaja 1. Konsep diri

Remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa. Namun apakah kedewasaan itu? Secara psikologis, kedewasaan tentu

bukan hanya tercapainya usia tertentu. Secara psikologis kedewasaan

adalah keadaan dimana sudah ada ciri-ciri psikologis tertentu pada

seseorang, yaitu:15

a. Pemekaran diri sendiri (extension of the self), yang ditandai

dengan kemampuan seseorang untuk menganggap orang atau hal

lain sebagai bagian dari dirinyasendiri juga.

b. Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara obyektif (self

obyectivication) yang ditandai dengan kemampuan untuk

mempunyai wawasan tentang diri sendiri (self insight) dan

14

Opcit, Jalaludin, h. 76 15

(28)

kemampuan untuk menangkap humor (sense of humor) termasuk

yang menjadikan dirinya sendiri sebagai sasaran.

c. Memiliki falsafah hidup tertentu (unifying philosophy oflife). Hal

ini dapat dilakukan tanpa merumuskannya dan mengucapkannya

dalam kata-kata.

2. Intelegensi

Menurut Vernon intelegensi merumuskan sebagai kemampuan

untuk melihat hubungan yang relavan antara gagasan-gagasan serta

kemampuan untuk menerapkan hubungan-hubungan ini kedalam

situasi baru yang serupa.16

Integensi atau kecerdasan merupakan suatu kemampuan tertinggi

dan jiwa makhluk hidup yang hanya di miliki manusia, intelegensi ini

di peroleh manusia sejak lahirdan sejak itu pula intelligensi ini mulai

berfungsi mempengaruhi tempo dan kualitas perkembangan idividu,

dan manakala sudah berkembang maka fungsinya semakin berarti lagi

bagi manusia yaitu akan mempengaruhi kualitas penyesuaian dirinya

dengan lingkungannya.17

Ukuran intelegensi dinyatakan dalam IQ (Intelligence Quotient)

pada orang dewasa, (usia 16 tahun keatas) IQ dihitung dengan cara

memberikan seperangkat pertanyaan yang terdiri atas berbagai soal

dan menghitung seberapa banyak pertanyaan dengan sebuah daftar

(yang dibuat berdasarkan penelitian yang terpercaya, maka akan

didapat IQ orang yang bersangkutan).18

a. Peran Sosial

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan

dalam hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar

untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral,

16

Slameto, Belajar dan factor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010)hlm: 129

17

M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya 2006), cet. 4, hlm: 111

18

(29)

dan tradisi melebur diri menjadi suatu kesatuan dan saling

berkomunikasi dan bekerja sama.

Selain itu perkembangan emosi sangat berpengaruh terhadap

perkembangan sosial, karena dengan pengendalian emosi secara

seimbang sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial

remaja. Namun gejolak emosi remaja dan masalah remaja lain pada

umumnya disebabkan oleh adanya konflik peran social. Disatu

pihak ia sudah ingin mandiri sebagai orang dewasa, dilain pihak ia

masih harus terus menerus mengikuti kemauan orang tua.

Rasa ketergantungan pada orang tua dikalangan anak-anak

Indonesia lebih besar lagi, karena memang dikehendaki demikian

oleh orang tua. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh

psikolog bangsa Turki bernama C. Kagitcibasi yang meneliti

sejumlah 20.403 orang tua dari seluruh dunia. Dalam penelitian itu

terbukti bahwa ibu-ibu dari suku Jawa dan Sunda mengharapkan

anak mereka agar menuruti orang tua (Jawa:80%, Sunda: 81%).

Demikian pula para ayah dari suku tersebut yang mengharapkan

sama (Jawa:85%, Sunda: 76%). Harapan itu berbeda dari bangsa

korea, singapura, dan Amerika Serikat. Mereka mengharap agar

anaknya bias mandiri(Ibu Korea: 62%, ibu Singapura: 60%, ibu

AS: 51%, Ayah Korea: 68%, ayah Singapura: 69%, ayah AS:

43%).19

Dari uraian diatas jelaslah bahwa konflik peran yang dapat

menimbulkan gejolak emosi dan kesulitan-kesulitan lain pada masa

remaja dapat dikurangi dengan memberi latihan-latihan agar anak

dapat mandiri sedini mungkin. Dengan kemandiriannya, anak dapat

memilih jalannya sendiri dan ia akan berkembang lebih mantap. Ia

tahu dengan tepat saat-saat yang berbahaya dimana ia harus

kembali berkonsultasi dengan orang tuanya atau dengan orang

dewasa yang lebih tahu dari dirinya sendiri.

19

(30)

b. Peran Gender

Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki

maupun perempuan yang di kontruksi secara social maupun

cultural.20

Sejarah perbedaan gender antara manusia jenis laki-laki dan

perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang, oleh karena

itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh

banyak hal, diantaranya dibentuk, di sosialisasikan, di perkuat,

bahkan di kontruksi secara social dan cultural melalui ajaran

keagamaan maupun Negara. Dan akhirnya gender dianggap

menjadi ketentuan Tuhan seolah-olah bersifat biologis dan tidak

bisa di ubah lagi, sehingga perbedaan-perbedaan gender di anggap

dan di pahami sebagai kodrat laki-laki dan perempuan.

Jadi berbeda dengan anggapan awam, peran gender ini tidak

hanya ditentukan oleh jenis kelamin orang yang bersangkutan,

tetapi juga oleh lingkungan dan factor-faktor lainnya. Dengan

demikian, secara otomatis seorang anak laki-laki harus pandai

bermain sepak bola sedangkan anak perempuan pandai menari.

Kenyataannya menunjukkan bahwa banyak laki-laki pandai menari

dan perempuan pandai bermain sepak bola dan mereka akhirnya

tetap menjadi pria atau wanita yang normal (tidak banci).21

c. Moral dan Religi

Tidak bisa disangkal bahwa agama mempunyai hubungan

erat dengan moral, karena setiap agama mengandung suatu ajaran

moral yang menjadi pegangan bagi perilaku yang menganutnya.22

Religi yaitu kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang

mengatur alam semesta ini adalah sebagian dari moral, sebab

dalam moral sebenarnya diatur segala perbuatan yang dinilai baik

20

Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm: 8

22

(31)

dan perlu dilakukan, serta perbuatan yang dinilai tidak baik

sehingga perlu dihindari. Agama mengatur juga tingkah laku baik

buruk, secara psikologis termasuk juga dalam moral. Hal lain yang

termasuk dalam moral adalah sopan santun, tata karma,

norma-norma masyarakat lain.

Maka dari itu moral dan religi merupakan bagian yang cukup

penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang yang berpendapat

bahwa moral dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang

beranjak dewasa ini sehingga ia tidak melakukan hal-hal yang

merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan

masyarakat. Disisi lain tiadanya moral dan religi ini sering kali

dituding sebagai factor penyebab meningkatnya kenakalan remaja

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam

menghadapi dan memahami remaja itu tidak hanya dari satu segi

saja, tetapi harus diperhatikan dari berbagai segi, yaitu dari segi

konsep dirinya, itelegensi, peran sosial, peran gender, moral dan

religinya, karena semua ini saling berkaitan baik dalam diri

individu maupun dalam masyarakat.

B. Perilaku Disiplin

1. Pengertian Perilaku Disiplin

Perilaku adalah sebuah tindakan yang konkret yang ada pada diri

manusia berupa sebuah tanggapan dan reaksi dari manusia tersebut yang

terbentuk atau terwujud dari individu berupa suatu sikap dari anggota

badan ataupun berupa ucapan secara spontan tanpa direncanakan atau

dipikirkan dan tanpa paksaan.23

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesi Disiplin berarti:

a. Tata tertib (disekola, kemiliteran, dsb)

b. Ketaatan (kepatuhan kepada peraturan tatatertib)

23

(32)

c. Bidang studi yang memiliki obyek sistem dan metode tertentu.24

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian disiplin

adalah : Sikap perbuatan atau tingkah laku individu atau masyarakat yang

sesuai dengan ketentuan peraturan dan norma yang berlaku, baik tertulis

maupun tidak tertulis. Sikap dan tingkah laku tersebut berbentuk dalam

kesadaran dan keyakinan diri baik melalui proses latihan dan pendidikan

maupun dari pemahaman ajaran normatif di lingkungannya. Maka itu

diperlukan pengendali berupa ketentuan norma (aturan) sebagai kekuatan

dari luar.

2. Dimensi-dimensi Disiplin

Unsur yang ada dalam pembentukan perbuatan atau tingkah laku

disiplin diantaranya :25

a. pengetahuan, maksudnya sejauh mana seseorang mengetahui dan

memahami perbuatan yang seharusnya dilakukan sehingga dikatakan

berdisiplin dan mana yang perbuatan yang tidak berdisiplin. Dengan

demikian orang tersebut dapat mengetahui akibat dari perbuatannya:

akibat positif bagi yang berdisiplin dan negatif bagi yang sebaliknya.

Misalnya dengan menghormati guru maka akan disayangi guru,

melanggar perintah guru maka akan mendapat sanksi, Menghargai

hak orang lain maka tidak akan di kucilkan, namun apabila tidak

menghargai orang lain maka akan dikucilkan. Dll.

b. kesadaran moral (moral conciouness) Driyarkara menjelaskan sebagai

berikut:

“Moral adalah suatu keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk”.26

Misalnya, Tidak berbuat asusila, tidak

meminum-minuman keras, menghormati orang tua, menghormati

guru, dll.

24

WJS.Poerwadaminta, op.cit, hlm. 697. 25

N. Driyakarya, Percikan Filsafat, (Jakarta: PT. Pembangunan, 1962) 26

(33)

c. pengendalian diri (control). Hal ini berkaitan dengan sejauh mana

sikap seseorang terhadap berbagai alat kontrol seperti tata tertib, dan

atau peraturan. Misalnya tidak menyontek, menghargai teman,

mengutamakan kepentingan bersama, dll.

d. kehendak dan kebebasan untuk memilih perbuatan. Terdapat dua

macam kehendak yaitu positif dan negatif. kehendak positif adalah

kehendak seseorang yang bersedia berbuat dan mengerjakan sesuatu

sesuai dengan aturan atau norma yang ada. Sebaliknya kehendak

negatif adalah seseorang yang tidak mau mengerjakan sesuatu sasuai

dengan peraturan norma yang ada. Mislnya norma agama, norma

agama, norma kesopanan, dan norma kesusilaan.

Antara keempat unsur tersebut saling melengkapi. Munculnya

pengetahuan tentang peraturan dan akibat-akibatnya dilandasi oleh

kesadaran moral. Kesadaran moral berkaitan dengan pengendalian diri.

Kualitas pengendalian diri tersebut berpengaruh pada aspek pilihan

kehendak. Kalau diperhatikan keempat unsur diatas merupakan unsur

yang ada dalam diri individu.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam menerapkan

disiplin hendaknya disesuaikan dengan perkembangan anak. Seorang

anak akan cocok pada suatu disiplin, tetapi mungkin anak yang lain tidak

sesuai. Pemberian disiplin tergantung pada di mana biasanya muncul

permasalahan. Oleh karena itu disiplin sebaiknya mulai diberikan dalam

hubungan dengan kegiatan rutin sehari-hari, seperti cara makan, tidur,

ataupun kebiasaan belajar.

3. Faktor-faktor Pendorong Perilaku Disiplin a. Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan suatu satuan social terkecil dalam kehidupan

(34)

dalam masyarakat. Disitulah tahap awal proses sosialisasi dalam

perkembangan individu. 27

Sedangkan keluarga dalam Islam adalah suatu system kehidupan

masyarakat yang terkecil yang di batasi oleh adanya keturunan,

pengertian ini dapat di buktikan dengan kehidupan sehari-hari umat

Islam. Misalnya dalam hubungan waris terlihat bahwa hubungan

keluarga dalam pengertian keturunan tidak terbatas hanya ayah, ibu,

dan anak-anak saja.

Maka dari itu pendidikan agama dalam keluarga, adalah

pendidikan yang berjiwa agama, terutama bagi kanak-kanak yang

masih dalam fase pendidikan pasif, ketika pertumbuhan

kecerdasannya masih kurang sekali orang tua harus memberi contoh

dalam kehidupannya, misalnya biasa beribadah shalat dan berdo’a kepada Tuhan. Disamping mengajak anak untuk meneladani sikap

tersebut pergaulan dan perlakuan terhadap anak, harus tampak kasih

sayang, kejujuran, kebenaran dan keadilan dalam segala hal.Proses

peletakan dasar-dasar pendidikan (basic edicational) dilingkungan

keluarga, merupakan tonggak awal keberhasilan proses pendidikan

selanjutnya baik secara formal maupun non formal. Demikian pula

sebaliknya kegagalan pendidikan dirumah tangga, akan berdampak

cukup besar terhadap keberhasilan proses pendidikan anak

selanjutnya. Dalam hal ini Allah berfirman:

                                  

“Hai orang-orang ysng beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;

penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak

27

(35)

mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan”. (Q.S. al -Tahrim [66]: 6)28

Batasan diatas memberikan gambaran yang jelas, bahwa

hubungan dan tanggung jawab orang tua terhadap keberlangsungan pendidikan anak pada dasarnya tidak bisa dipikulkan kepada orang

atau pihak lain. Keberadaan pendidikan sebagai tenaga professional

dan keikut sertaan masyarakat dalam membantu proses pendidikan

kepada peserta didik, hanya merupakan keikut sertaan mereka dalam

membantu orang tua untuk mendidik dan membina peserta didik

kearah tercapainya suatu tujuan yang tertinggi secara optimal.

b. Lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah atau guru merupakan pendidik professional,

karenanya secara implicit ia telah merelakan dirinya menerima dan

memikul tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang

tua. Mereka ini menyerahkan anaknya kesekolah sekaligus berarti

melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada

guru. Hal itupun menunjukkan pula bahwa orang tua tidak mungkin

menyerahkan anaknya kesembarang guru/sekolah karena tidak

sembarang orang menjabat jadi guru. Maka dari itu lingkungan

sekolah/guru dapat mempengaruhi factor perilaku anak.

c. Lingkungan masyarakat

Masyarakat merupakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku anak setelah anak mndapatkan pendidikan dalam keluarga dan

sekolah, pada awalnya seorang anak bermain sendiri, setelah itu

seorang anak berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.

Karena masyarakat merupakan faktor penting yang mempengaruhi

disiplin anak, terutama pada pergaulan dengan teman sebaya, maka

dari itu orang tua harus senntiasa mengawasi pergaulan anak-anaknya

agar tidak bergaul dengan orang yanng kurang baik.

(36)

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa nilai-nilai disiplin dalam

kehidupan sehari-hari dapat ditunjukkan dengan perilaku-perilaku,

kepatuhan dan ketaatan secara sadar terhadap nilai-nilai, norma atau

kaidah, peraturan yang berlaku baik peraturan yang tertulis maupun

yang tidak tertulis. Hal tersebut dapat tercapai melalui kesadaran diri

terhadap perilaku jujur, amanah, bertangungjawab, menjunjung tinggi

nilai kebenaran, tepat waktu, patuh serta taat pada peraturan atau

norma yang berlak

4. Kerangka Berpikir

Religiusitas Sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatic dalam agamanya Seberapa jauh remaja mengalami perasaan dan pengalaman religiusitas Sejauh mana seseorang melakukan kewajiban ritualnya. Sejauh mana pengetahuan dan pemahaman terhadap ajaran agama Sikap dan perilaku yang berdasarkan etika beragama Iman kepada Allah Malaikat Rasul Kitab

Qadha dan Qadar Shalat Puasa Shadaqah Do’a Dzikir Membaca Al-Qur’an Merasa pernah ditolong Allah Merasakan nikmat ketika beribadah Hatinya bergetar saat mendengar nama Allah Bersyukur atas nikmat Allah

Nilai raport pelajaran agama Aqidah akhlak Al-Qur’an Hadist SKI

Bahasa Arab

 Suka menolong  Pemaaf  Tidak mencuri  Menjaga amanah

(37)

Perilaku Disiplin

Pengetahuan Kesadaran moral Pengendalian diri Kebebasan memilih

Mengetahui dan memahami perbuatan disiplin dan bukan disiplin Kesadaran dalam menghadapi hal yang baik

dan buruk Menjalankan tata tertib dan peraturan Mentaati norma Melanggar norma  Mengetahui perbuatan yang baik sesuai norma yang ada  Mengetahui

perbuatan yang tidak sesuai dengan norma yang ada

 Mengetahui dampak dari perbuatan baik  Mengetahui

akibat dari perbuatan buruk

Berkata dan berbuat jujur Menghorma

ti orang tua

dan guru Membela kebenaran dan keadilan Menyantuni anak yatim Tidak merokok Masuk tepat

waktu Membuang sampah pada tempatnya Rajin beribadah sesuai ajaran agama

Mencegah perbuatan yang dilarang agama

Tidak berjudi, berkianat, menipu, berbohong, mencemooh, jujur,adil, menghormati orang lain Menerima sesuatu dengan tangan kanan Tidak berkata

kotor Tidak

(38)

5. Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan yang sifatnya sementara dan ditarik

berdasarkan fakta yang ada serta akan dibuktikan kebenarannya. Maka

dugaan sementara penelitian ini berdasarkan teori-teori yang telah

dikemukakan diatas, mengenai Pengaruh tingkat religiusitas terhadap

perilaku Remaja MAN Sawit Boyolali.

Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada pengaruh positif yang signifikan

antaratingkat kereligiusan terhadap perilaku

disiplin remaja.

Hipotesis Nihil (Ho) : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara

tingkat kereligiusan terhadap perilaku

(39)

27

Penelitian ini dilaksanakan di MAN Sawit Boyolali jawa tengah, yang

di laksanakan pada tanggal 8 Maret s/d 27 Mei 2014.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan obyek penelitian yang bervariasi.1

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang merupakan variabel bebas

(independent) dan variabel terikat (dependent.)

Variabel penelitian adalah perubahan perilaku yang bisa diukur.

Adapun yang dijadikan variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas atau variabel independent (variabel X) adalah variabel

yang sedang dianalisis hubungannya terhadap variabel terikat. Dalam hal

ini variabel bebasnya adalah Religiusitas Remaja.

2. Variabel Terikat atau variabel dependent (variabel Y) adalah variabel

yang sedang dianalisis tingkat pengaruhnya oleh variabel independent.

Dalam hal ini variabel dependentnya adalah Perilaku disiplin Remaja.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah sekelompok subyek yang akan dikenai generalisasi

hasil penelitian.2 Dan populasi dalam penelitian ini adalah Siswa atau

siswi kelas XI.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/i kelas XI yang berjumlah

152 orang.

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:Rineka Cipta, 2010), hlm. 159

2

(40)

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yaitu keseluruhan gejala atau

satuan yang ingin di teliti.3

Berdasarkan Suharsimi arikunto, untuk sekedar encer-encer maka

apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga

penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah

Subyeknya besar, dapat diambil antara 10 - 15% atau 20 - 25% atau

lebih.4 Dalam penelitian ini peneliti mengambil 25% dari jumlah siswa

yaitu dengan hitungan 25% X 152 = 38 orang

Adapun pengambilan sampelnya penulis menggunakan teknik

Random Sampling yaitu pengambilan sampel dari siswa kelas XI 1

sebanyak 13 orang, kelas XI 2 sebanyak 13 orang, dan kelas XI 3

sebanyak 12 orang

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam

kebenarannya adalah dengan menggunakan metode field research dan

library research sebagai tambahan informasi data, yaitu:

a. Angket

Angket adalah teknik pengumpulan data melalui penyebaran

Quesioner (daftar pertanyaan/isian) untuk diisi langsung oleh

responden seperti yang dilakukan dalam penelitian untuk menghimpun

pendapat umum.5

Dengan membuat beberapa pertanyaan kemudian disebarkan

angket kepada sampel yang telah di tentukan kemudian baru diolah.

1. Instrumen Penelitian

3

Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2012), hlm:119

4

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, ()Jakarta:Rineka Cipta, 2006), hlm. 134

5

(41)

Penelitian ini menggunakan dua instrumen yaitu instrumen

untuk mengukur religiusitas dan instrumen untuk mengukur

perilaku disiplin remaja. Dan untuk mengungkap seberapa besar

pengaruh religiusitas terhadap perilaku disiplin remaja digunakan

pengukuran dengan bentuk Skala Likert dengan 4 pilihan jawaban

[image:41.595.113.513.253.738.2]

yaitu: Selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah.

Tabel 1

Kisi-kisi Instrumen Angket Religiusitas (Variabel X)

Variabel Indikator No. Angket Jumlah

Angket

Religiusitas

 Ideologi

 Ritual

 Eksperiensial

 Intelektual

 Konsekuensial

 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 10, 11,

12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,

20, 21, 22, 23, 24, 25

 26. 27, 28, 29 ,30, 31, 32, 33,

34, 35

 36,37,38,39,40,41,42,43,44

 40, 41, 42, 43

 44, 45, 56, 57, 48, 49, 50, 51,

52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59,

60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67,

68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75,

76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83,

84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91,

92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99,

100

(42)

Tabel 2

Perilaku Disiplin Remaja (Variabel Y)

Variabel Indikator No. Angket Jumlah

Angket

Perilaku

Disiplin

Remaja

 Pengetahuan

 Kesadaran moral

 Pengendalian diri

 Kebebasan memilih

 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,10, 11,

12, 13, 14, 15, 16

 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24,

25, 26, 27, 28, 29

 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37,

38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45,

46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53,

54, 55, 56, 57

 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65,

66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73,

74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81,

82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89,

90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97,

98, 99, 100

100

Data yang diperoleh penulis merupakan data yang bersifat kuantitatif,

maka untuk menguraikan pertanyaan angket dari kisi-kisi diatas perlu diberi skor.

Untuk pernyataan positif diberi skor 4,3,2,1. Untuk pernyataan negatif diberi skor

[image:42.595.113.512.113.552.2]

1,2,3,4. Sebagaimana yang ada pada tabel berikut:

Tabel 3

Ketentuan skor Religiusitas dan Perilaku Disiplin Remaja

No Alternatif Jawaban Positif Negatif

1 Selalu 4 1

(43)

3 Kadang-kadang 2 3

4 Tidak pernah 1 4

4. Observasi

Opservasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematis

terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki. Observasi ini dilakukan

untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian dan

merupakan alat pengumpulan data dengan cara mendatangi langsung,

mengamati dan mencatat. Observasi ini dilakukan pada saat waktu

sekolah dan pada saat mata pelajaran berlangsung, peneliti memasuki

sekolah melihat dan mengamati bagaimana perilaku siswa.

D. Teknik Analisis Data 1. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang penulis gunakan untuk mencari dan

mengetahui presentase setiap data adalah:

a. Editting, yaitu memeriksa daftar pertanyaan yang telah diolah.

b. Coding, yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para

responden dalam kategori-kategori yang telah ditentukan.

c. Tabulating, yaitu jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori

jawaban, dimasukkan dalam tabel-tabel sesuai dengan item

pertanyaan yang diajukan.

Penggunaan teknik analisis data dalam penelitian ini disesuaikan

dengan tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan jenis data yang

dikumpulkan yaitu data kuantitatif, maka teknik yang digunakan adalah

analisis statistik, yaitu dengan menggunakan rumus statistik (prosentase)

dengan rumus:

P= f x 100%

Keterangan:

(44)

F: Frekuensi

N: Number of cases.6

Dalam penelitian ini juga digunakan rumus korelasi, sehubungan

dengan data ini membahas dua variabel yang saling berhubungan, maka

data tersebut diolah dengan menggunakan rumus korelasi product

moment dari Karl Pearson.

Rumus: Rumus: rxy2 =

Keterangan

r = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y

N = Jumlah Responden ∑ = Jumlah Skor x = Variabel Bebas

y = Variabel

Tabel 4

Nilai “r” Product Moment

Nilai “r” Interprestasi

0,00 – 0,20

Aantara variabel x dan variabel y memang terdapat

korelasi, akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau

sangat rendah sehingga korelasi itu diabaikan (dianggap

tidak ada korelasi antara variabel x dan variabel y).

0,20 – 0,40 Antara variabel x dan variabel y terdapat korelasi yang lemah atau rendah.

0,40 – 0,70 Antara variabel x dan variabel y terdapat korelasi yang sedang atau cukupan.

0-70 – 0,90 Antara variabel x dan variabel y terdapat korelasi yang kuat atau tinggi.

6

(45)

0,90 – 1,00 Antara variabel x dan variabel y terdapat korelasi yang sangat kuat atau sangat tinggi.

Memberikan interprestasi terhadap angka indeks korelasi “r” product moment, dengan jalan berkonsultasi pada tabel nilai “r” product moment: Rumusannya: df = N-nr

Keterangan:

Df = Deggres Or Fredoom

N = Jumlah Responden

Nr = Banyaknya Variabel yang dikorelasi

Setelah itu hasilnya dicocokkan dengan tabel nilai koefisien korelasi

product moment, baik pada taraf signifikan 5% atau pada taraf signifikan

1%, dan dibuat kesimpulan apakah ada korelasi positif yang signifikan

atau tidak.

Dan untuk mengetahui berapa (%) variabel x memberikan kontribusi

terhadap variabel Y, maka dicari koefisien determinasi, dengan

menggunakan derajat hubungan antara variabel X dan Y dengan rumus:

KD = rxy2 x 100% Keterangan:

KD = Kontribusi variabel X terhadap variabel Y

(46)

34 A. Deskripsi Data

1. Sejarah berdirinya Sekolah MAN Sawit Boyolali

Sekolah MAN Sawit Boyolali yang berada di Jl. Gading, Jenengan,

Sawit, Boyolali propinsi Jawa Tengah 57374 dan No tlp (0276) 3295601,

adapun status sekolah ini terakreditas B dengan no statistik sekolah

20364957.

MAN Sawit Boyolali didirikan oleh Bapak Drs. Joko Waloyo pada

tahun 2004, beliau mendirikan sekolahan ini dengan tujuan agar di daerah

Sawit ini ada sekolah yang berbasis agama dan dilengkapi dengan asrama,

namun tidak diwajibkan bagi semua siswa untuk masuk asrama dan

mengikuti kegiatan asrama. Sekolah ini awalnya masih swasta yaitu

dengan nama MA terpadu sawit Boyolali dan diresmikan oleh menteri

agama Prof. Dr. H. Said Agil Husin Al-Munawar (23/3/2006), sehingga

sekolah itu berubah nama menjadi MAN Sawit Boyolali.

MAN Sawit Boyolali dipimpin oleh Drs. Muh Zain Harsana dari

awal berdirinya sekolah sampai sekarang, dengan jumlah guru 20 orang

yang mayoritas berpendidikan sarjana I dan karyawan 3 orang.

2. Visi dan Misi Sekolah MAN Sawit Boyolali a. Visi

Terwujudnya madrasah yang berkualitas unggul dalam iptek

b. Misi

1) Meningkatkan pemahaman, penghayatan, pengalaman Agama

Islam dan tata nilai yang berlaku

2) Mengembangkan potensi diri peserta didik secara optimal dan

professional dengan pengembangan sarana dan prasarana

(47)

3) Mewujudkan peserta didik yang religiusitas, sehat jasmani rohani.

Terampil dan berprestasi.

3. Srategi Sekolah Sekolah MAN Sawit Boyolali

Dalam rangka menghadapi persaingan global multi dimensi MAN

Sawit Boyolali selain mengintegrasikan exact dan ilmu agama juga

mampu menawarkan program kelas khusus bagi siswa yang berminat

dalam kedua bidang tersebut.

4. Kekuatan dan kelemahan Sekolah Sekolah MAN Sawit Boyolali a. Kekuatan

1) Dukungan seluruh dewan guru sekolah dalam merencanakan dan

melaksanakan program sekolah, selain itu tugas dan fungsinya

memadai.

2) Potensi Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga pengajar (Guru)

MAN Sawit Boyolali memiliki kualifikasi 90% berijazah Strata

Satu (SI) dan beberapa diantaranya sudah menempuh Strata Dua

(S2) selain itu 90% pendidik sudah mempunyai sertifikat

pendidikan.

3) Pembinaan akhlak terhadap peserta didik diantaranya, shalat

berrjamaah , dan mengadakan pesantren kilat satu minggu sekali.

b. Kelemahan

1) Jumlah guru tetap (PNS) masih belum mencukupi kebutuhan,

sehingga ada beberapa mata pelajaran yang diajarkan oleh guru

yang latar belakangnya berbeda

2) Penguasaan Bahasa Inggris aktif masih sangat lemah

(48)

B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis

Seperti yang dikemukan oleh bab sebelumnya, bahwa salah satu

teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan angket, untuk memperoleh data tentang religiusitas dan

perilaku disiplin remaja.

Angket terdiri dari 100 pernyataan mengenai religiusitas dan 100

peryataan mengenai perilaku disiplin remaja. Dan pembahasan mengenai

variabel X dengan membuat tabulasi merupakan proses mengubah data dari

instrumen pengumpulan data (angket) menjadi tabel-tabel angket

(presentase).

Tabel variable X berikut meliputi Religiusitas menurut teori Golk dan

Strak yang dikutip oleh Ancok dan Suroso, diantaranya adalah:

1. Ideologi

Aqidah ini merupakan dimensi yang mengungkap hubungan

manusia dengan pokok-pokok keyakinan yang terumuskan dalam rukun

iman (iman kepada Allah, iman kepada malaikat, rasul, kitab, hari akhir

serta qadla dan qadar), doktrin kebenaran agama dan masalah-masalah

ghaib yang diajarkan agama. Dan pertanyaan mengenai hal tersebut dapat

dilihat dalam table berikut:

Tabel 5 N: 30

Iman Kepada Allah Pertanyaan

Alternatif jawaban% Selalu Sering Kadang

kadang

Tidak pernah Membiasakan berbicara jujur 56,7% 16,6% 26,6%%

Menyampaikan amanah

dengan benar 33,3% 46,6% 20%

Berbakti kepada orang tua 36,6% 40% 23,3%

[image:48.595.138.515.230.742.2]
(49)

Ikhlas menjalankan sesuatu

karena Allah 76,7% 16,7% 6,7%

Menjalankan perintah Allah 80% 20%

Iman kepada Allah merupakan suatu keyakinan yang sangat

mendasar, tanpa iman kepada Allah SWT seseorang tidak akan beriman

kepada yang lain seperti iman kepada malaikat, Rasul, kitab, hari kiamat

maupun qadha dan qadarnya Allah SWT. Dengan semua ini dapat dilihat

dari tabel diatas bahwa keimanan para remaja di MAN Sawit Boyolali

begitu kuat karena para remaja rata-rata mengimani Allah SWT dan

menjalankan semua perbuat

Gambar

Tabel 1 Kisi-kisi Instrumen Angket
Tabel 3 Ketentuan skor Religiusitas dan Perilaku Disiplin Remaja
tabel-tabel
Tabel 6 N:30
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data yang diambil secara langsung (aktual) di lapangan berupa data jarak atau spasi antara cable bolt dan ring beserta jumlah material secondary support (cable bolt)

Laporan Penelitian: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.. “Yoga and Yantra: Their Interelation and Their

Kini, surat menyurat melalui E-mail tidak hanya dapat dilakukan melalui kompoter meja atau desktop dan komputer junjing (laptop) melainkan juga telepon genggam (seluler)

Kepada petani yang sudah melakukan sistem agroforestri karet agar menambahkan jenis tanaman sela untuk meningkatkan pendapatan seperti jahe merah, sedangkan untuk

39 penggunaan prinsip yang tidak digunakan, yaitu (2) memberikan alasan pada langkah-langkah penggunaan prinsip, karena hal tersebut masih asing dan jarang dilakukan

produktivitas tanaman jagung di wilayah daratan Kabupaten Sumenep. Bentuk kegiatan berupa penentuan anjuran pemupukan spesifik lokasi pada tanaman jagung di masing-masing

Kesadaran beliau untuk selalu berbuat baik kepada siapa saja tanpa pandang bulu yang didapatkanya dari ajaran sapta darmo membuatnya menjadi orang yang lebih baik dan

Sumber data yang didapat dalam penelitian ini, dapat dibedakan menjadi sumber data primer dan sumber data sekunder.Sumber data sekunder primer adalah sumber data