SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pdi)
Disusun Oleh: Siti Nurjanah NIM : 207011000431
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
iv
NIM : 207011000431
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Angkatan : 2007
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul “PENGARUH TINGKAT
RELIGIUSITAS TERHADAP PERILAKU DISIPLIN REMAJA DI MAN
SAWIT BOYOLALI” adalah benar merupakan karya sendiri dibawah bimbingan:
Nama : Dr. Sururin, MA
NIP : 197103191998032001
Dosen Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Dengan demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan
saya siap menerima segala konsekuen siapa bila terbukti bahwa skripsi ini bukan
hasil karya sendiri.
Jakarta, 2 juli 2014
Yang menyatakan,
v
Boyolali”. Skripsi di bimbing oleh Dr. Sururin. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Penelitian ini di latar belakangi oleh permasalahan pada masa remaja yaitu yang masih banyaknya paa remaja yang kurang mengindahkan agama dan perilaku dalam berdisiplin, salah satu penyebabnya yaitui dengan adanya masa transisi yang menjadikan emosi remaja kurang stabil. Masa ini sering disebut sebagai masa topan badai (“strum and drang)” yaitu masa yang penuh dengan gejolak akibat pertentangan nilai-nilai. Masa transisi inilah yang menimbulkan kecenderungan munculnya perilaku-perilaku yang tidak berdisiplin, terutama dalam hal moral atau. Secara psikologis, remaja merupakan masa yang labil dalam menjalankan sesuatu. Untuk itu dibutuhkan keyakinan dan pengamalanyang kuat terhadap ajaran-ajaran agama guna menumbuhkan perilaku-perilaku berdisiplin yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) pengaruh religusitas terhadap Perilaku Disiplin remaja; dan 2) seberapa besar sumbangan efektif religiusitas terhadap Perilaku Disiplin remaja.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Pada penelitian ini metode yang di gumnakan adalah metode deskriptif korelasional sebab akibat dengan pendekatan Croass soetional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Religiusitas Terhadap Perilaku Disiplin di MAN Saqit Boyolali. Dengan rumusan masalah bagaimana pengaruh religiusitas terhadap perilaku disiplin remaja kelas XI MAN Sawit Boyolali.
Penelitian ini di laksanakan di MAN SAwit Boyolali mulai tanggal 8 Maret s/d 27 Mei 2014 ini mengambil sampel 30 anak dari 125 siswa kelas XI dengan cara random sampling. Tingkat Religiusitas dengan nilai rata-rata 377 dengan kualifikasi nilai yang tinggi, yaitu dengan nilai tertinggi 377 dan terendah 317. Sedangkan perlaku disiplin mendapatkan nilai rata-rata 327,1 yaitu dengan akumulasi nilai yang tinggi dengan nilai tertinggi 377 dan nilai terendah 321. Pengaruh religiusitas perilaku disiplin remaja di MAN Sawit Boyolali , memiliki koefisien korelasi 0,777 yang berarti terdapat korelasi positif yang signifikan, korelasi ini tergolong korelasi yang kuat atau tinggi. Pengaruh tingkat religiusitas (X) terhadap perilaku disiplin Remaja (Y) mendapat angka determinasi sebanyak 64%, sedangkan sisanya 36% merupakan variabel lain yang tidak di masukkan dalam penelitian.
vi Assalamu’alaikum, Wr. Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Religiusitas Terhadap Perilaku Disiplin Remaja”. Shalawat serta salam semoga Allah melimpahkan Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan
indahnya hidup di bawah naungan Islam. Penulis menyadari bahwa
terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan dari banyak pihak.
Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga kepada:
1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, PH.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam.
3. Ibu Dr.Sururin, MA. Selaku pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan
bimbingan, saran dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
4. Para dosen Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah yang dengan penuh
kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan ilmu kepada penulis.
5. Bapak Muh. Zain Harsana, sebagai Pemimpin Sekolah MAN Sawit Boyolali,
yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian.
6. Seluruh Siswa/i MAN Sawit yang bersedia menjadi sampel dalam penelitian
ini.
7. Kepada yang teristimewa untuk keluargaku khususnya suami, anak, kedua
orang tua, bapak, ibu, dan kakakku tercinta yang senantiasa memberikan
semangat, motivasi seta mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan
vii diberikan.
Jakarta, 2 Juli 2014
viii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 5
1. Identifikasi Masalah ... 5
2. Pembatasan Masalah ... 5
3. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian... 6
BAB II LANDASAN TEORI A. Religiusitas ... 7
1. Pengertian religiusitas ... 7
2. Dimensi-dimensi religiusitas ... 8
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas ... 9
4. Religiusitas Remaja ... 11
5. Dimensi Religiusitas Remaja ... 12
6. Perkembangan Psikologi Remaja ... 15
B. Perilaku Disiplin ... 19
1. Pengertian Perilaku Disiplin ... 19
2. Dimensi-dimensi Disiplin ... 20
3. Faktor-faktor Pendorong Perilaku Disiplin ... 21
ix
B. Variabel Penelitian ... 27
C. Populasi dan Sampel Penelitian... 27
1. Populasi penelitian ... 27
2. Sampel Penelitian ... 28
3. Teknik Pengumpulan Data ... 28
4. Observasi ... 31
D. Teknik Analisis Data ... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 34
1. Sejarah Berdirinya Sekolah MAN Sawit Boyolali... 34
2. Visi dan Misi Sekolah MAN Sawit Boyolali ... 34
3. Strategi Sekolah MAN Sawit Boyolali ... 35
4. Kekuatan dan Kelemahan Sekolah MAN Sawit Boyolali ... 35
B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis .... 36
1. Ideologi ... 36
2. Ritual ... 42
3. Ekspariensial ... 45
4. Intelektual ... 47
5. Konsekuensial ... 48
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 65
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 73
B. Implikasi ... 73
C. Saran ... 73
x
Tabel 3 Ketentuan skor tingkat religiusitas dan perilaku disiplin remaja ... 30
Tabel 4 Nilai “r” Product moment ... 32
Tabel 5 Iman kepada Allah ... 36
Tabel 6 Iman kepada Malaikat ... 37
Tabel 7 Iman kepada Kitab ... 38
Tabel 8 Iman kepada Rasul ... 39
Tabel 9 Iman kepada hari kiamat ... 40
Tabel 10 Iman kepada qadha dan qadar ... 41
Tabel 11 Shalat ... 42
Tabel 12 Do’a dan dzikir ... 43
Tabel 13 Puasa ... 44
Tabel 14 Shadaqah ... 44
Tabel 15 Ihsan ... 46
Tabel 16 Intelektual ... 47
Tabel 17 Akhlak kepada Allah ... 48
Tabel 18 Akhlak terhadap diri sendiri ... 49
Tabel 19 Akhlak terhadap sesama manusia... 50
Tabel 20 Perbuatan buruk ... 51
Tabel 21 Perbuatan positif dalam berdisiplin ... 53
Tabel 22 Akibat dari perbuatan positif dalam berdisiplin ... 54
Tabel 23 Perbuatan negatif berprilaku disiplin ... 55
Tabel 24 Akibat dari perbuatan negatif berdisiplin ... 56
Tabel 25 Kesadaran Moral ... 57
Tabel 26 Kesadaran moral yang buruk ... 58
Tabel 27 Pengendalian diri yang positif ... 59
Tabel 28 Pengendalian diri yang negatif ... 60
xi
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Upaya peningkatan disiplin nasional dan program peningkatan kualitas
sumber daya manusia merupakan tema dan program pembangunan nasional
yang sampai saat ini sering dibicarakan. Multi krisis yang dialami oleh bangsa
Indonesia dalam masa reformasi ini pun selalu terkait dengan perilaku
disiplin. Pelanggaran terhadap hukum dan peraturan yang berlaku seakan
menjadi suatu hal yang lumrah atau biasa.
Peningkatan disiplin dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
menjadi sangat penting untuk diperhatikan mengingat peradaban modern
belum mampu mengontrol naluri manusia. Peradaban modern yang oleh
sebagian besar orang dijadikan pedoman hidup, sampai pada saat ini belum
mampu menghindarkan atau membendung berbagai perilaku negatif. Salah
satunya adalah adanya tindak pelanggaran perilaku disiplin. Sementara yang
terjadi bahwa peradaban modern belum mampu menciptakan kehidupan yang
saling menghormati hak asasi. Dengan demikian peningkatan disiplin manusia
khususnya di Indonesia akan semakin mendapat tantangan dengan semakin
besarnya pengaruh peradaban asing yang banyak bertentangan dengan budaya
dan kepribadian bangsa Indonesia.1.
Dengan begitu dapat dilihat dari berbagai kasus-kasus penyelewengan,
kredit macet, korupsi, suap, penipuan, meningkatnya perkara kriminal dan
amoral, pelanggaran lalu lintas dan tabrak lari yang terjadi pada masyarakat
merupakan bukti rendahnya perilaku disiplin bangsa Indonesia.
Pada kalangan siswa fenomena kenakalan dan kejahatan sudah
menggejala. Seperti halnya budaya bolos sekolah, menyontek, mencuri,
perkelahian antar pelajar, terjangkitnya narkoba, porno aksi dan pornografi
serta masih banyak lagi ragam kasus-kasus kenakalan dari yang sepele sampai
1
yang bersifat kriminal sering terjadi dan penulis saksikan pada berbagai media
masa. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga-lembaga penegak disiplin dan
semua peraturan yang ada dalam kehidupan masyarakat dan negara belum
berfungsi secara maksimal sebagaimana yang diharapkan. Jika hal ini
dikaitkan dengan agama, akan tampak bahwa agama belum teraktualisasi
sesuai ajaran-ajaran normatifnya.
Kalangan ahli psikologi agama dan para agamawan berpendapat
bahwa agama dapat berperan untuk membina dan mempersiapkan mental
manusia agar secara kreatif dan aktif melaksanakan tugas-tugasnya dan
diharapkan mampu memberikan kesetabilan dalam menghadapi berbagai
kemungkinan berupa goncangan/gejolak dan ketegangan psikis.2
Dalam Undang-undang sistem pendidikan Nasional no 20 tahun 2003
yang mengatur tentang Pendidikan Keagamaan dalam pasal 30 ayat 2 disebutkan bahwa “Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan
nilai-nilai ajaran agamanya dan menjadi ahli ilmu agama.
Namun realita yang terjadi bahwa anak-anak yang belajar agama Islam
memiliki perilaku yang jauh dari pengalaman beragama. Masih banyaknya
siswa yang melakukan pergaulan bebas, tawuran, minuman keras, bahkan
mengkonsumsi narkoba.
Pos Kota memberitakan bahwa pada hari selasa (18/10) lalu di Jalan
Margonda, Depok, samping Universitas BSI terjadi tindakan brutal siswa
kelas 3 SMK yang membacok dua siswa SMK yang berlainan sekolah.
Tindakan ini berawal ketika kedua korban tengah menanti angkutan umum
dipinggir jalan untuk menuju kerumahnya, tiba-tiba datang HS bersama
segerombolan teman SMK-nya yang langsung melakukan penyeranngan
terhadap kedua korban. Dan saat ditanya oleh petugas polsek Beji
yangmenangkapnya, mereka mengatakan bila tindakanya membacok korban
2
itu karena dendam, lantaran sekolah mereka adalah musuh kita, kata HS
(tersangka).3
Selain itu masih ada lagi bahwa pada hari kamis (15/12) di Pasar
Burung Grogol, Jakarta Barat, terjadi tawuran antar siswa SMP dengan siswa SMK, menurut Riyanto peristiwa ini terjadi pada hari kamis pukul 17:30
sepulang sekolah, bersama teman-temannya melewati pasar Burung Grogol.
Setiba di pasar tersebut, beberapa siswa SMP menyindir-nyindir Riyanto dan
teman-temannya, sehigga membuat Riyanto dan teman-temannya emosi dan
menclurit tiga siswa SMP tersebut.4
Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhi tingkat religiusitas dan perilaku disiplin remaja tidak sesuai
dengan norma-norma yang ada, dan penyebab terjadinya perilaku tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah orang tua yang kurang
berpartisipasi dalam mendidik anak mereka terutama dalam hal agama, selain
itu lingkungan masyarakat yang kurang mendukung sehingga anak dapat
terpengaruh dan melakukan hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama, dan
lingkungan sekolah yaitu guru yang kurang memperhatikan perilaku peserta didik baik yang positif maupun negative selama di lingkungan sekolah, dan
yang terakhir adalah tingkat usia anak (remaja).
Dengan latar belakang tersebut, upaya untuk mengkaji dan meneliti
faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pembentukan manusia Indonesia
yang berdisiplin tinggi akan bisa dilaksanakan dengan baik. Terlebih bila
dikaitkan dengan faktor religiusitas seseorang. Mengingat bangsa Indonesia
dikenal sebagai bangsa yang mayoritas muslim memiliki ciri kepribadian yang
sangat religius dan menjunjung tinggi ajaran agama, terutama religiusitas
muslim dengan perilaku disiplin menjadi penting untuk dikaji dan diketahui.
Dalam agama Islam banyak ditekankan agar manusia dalam hidupnya selalu
berusaha untuk hidup disiplin (taat) dengan menjalankan perintah Allah SWT,
3
Pos Kota, 19 Desember 2011, hal. 9 4
dan menjauhi larangan-Nya. Penyelewengan, penipuan dan membuang-buang
waktu merupakan tindakan yang sangat dikecam oleh ajaran Islam.
Demikian pula kewajiban-kewajiban agama ditetapkan dalam rangka
kebaikan dan kemaslahatan manusia. Dapat diumpamakan sholat, Al-Qur’an dan Hadist banyak menyeru kepada kaum muslim. Selain itu Shalat adalah
kewajiban yang menunjukkan kadar perbedaan seorang muslim dengan non
muslim. Selain itu shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan munkar.
Religiusitas seseorang mestinya berimplikasi dalam segala kehidupannya,
baik dalam belajar, bergaul, berusaha, dan bekerja.
Bacalah tentang apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar, dan sesungguhnya mengingat Allah
(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S. Al-ankabut (29): 45) .5
MAN Sawit Boyolali adalah salah satu lembaga pendidikan yang
menyiapkan anak didiknya untuk berkehidupan sesuai dengan ajaran agama
Islam. Karena dalam usaha dan pekerjaan apapun sangat dibutuhkan etos kerja
dan sikap patuh, jujur, ulet, tepat waktu yang kesemuanya terakumulasi dalam
sikap disiplin itu telah terbentuk sejak dibangku sekolah
Selama ini temuan secara empirik tentang seberapa jauh keagamaan
(religiusitas) siswa MAN Sawit Boyolali belum diketahui. Sebatas
pengetahuan penulis penelitian ini sangat diperlukan, maka penulis tertarik dan perlu meneliti keterkaitan antara religiusitas dengan perilaku disiplin pada
remaja.
5 Al-Qur’an dan terjemahan, yang diterjemahkan
Semua siswa MAN Sawit Boyolali berusia remaja dan beragama Islam.
Dengan muatan mata pelajaran agama Islam (PAI) yang lebih banyak
dibanding di sekolah umum, sehingga sangat memungkinkan para siswa MAN
Sawit Boyolali memiliki tingkat religiusitas yang lebih tinggi. Pemilihan
MAN Sawit Boyolali sebagai obyek penelitian ini karena madrasah tersebut
berada di daerah pedesaan dan di dalam lingkungan Asrama.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik
untuk meneliti apakah ada pengaruh yang signifikan antara tingkat
kereligiusitas terhadap perilaku disiplin pada Remaja yang dikemas dalam skripsi yang berjudul “PENGARUH TINGKAT RELIGIUSITAS TERHADAP PERILAKU DISIPLIN REMAJA DI MAN SAWIT BOYOLALI”
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat di identifikasikan:
A. Kurangnya partisipasi orang tua dalam mendidik anak terutama dalam
pendidikan agama
B. Lingkungan masyarakat yang kurang mendukung
C. Lingkungan sekolah yang kurang interaktif kepada peserta didik
D. Perkembangan tingkat usia anak (remaja).
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan berbagai macam masalah
yang telah diidentifikasi tersebut maka peneliti perlu membatasi
permasalahan dalam penelitian, diantaranya adalah:
1. Tingkat usia remaja dengan menggunakan Dimensi-dimensi tingkat
religiusitas, yaitu ideologi, ritual, eksperiental, intelektual, dan
konsektual. Dan dimensi kedisiplinan, yaitu pengetahuan, kesadaran
moral, pengendalian diri, kehendak dan kebebasan untuk memilih
2. Remaja yang di teliti adalah Siswa MAN Sawit Boyolali.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan jawaban terhadap rumusan masalah sebagai berikut
1. Bagaimana tingkat religiusitas siswa di MAN Sawit Boyolali?
2. Bagaimana kedisiplinan siswa di MAN Sawit Boyolali?
3. Bagaimana pengaruh antara tingkat religiusitas terhadap perilaku
disiplin remaja di MAN Sawit Boyolali?
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Hasil Penelitian Tujuan penelitian ini diantaranya adalah :
1. Untuk mengetahui religiusitas siswa MAN Sawit Boyolali.
2. Untuk mengetahui kedisiplinan siswa MAN Sawit Boyolali.
3. Untuk mengetahui pengaruh antara tingkat religiusitas remaja terhadap
perilaku disiplin siswa MAN Sawit Boyolali.
Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat berguna untuk:
1. Memberikan sumbangan teoritik berupa kritik dan saran serta pendapat
tentang pengaruh religiusitas terhadap perilaku disiplin.
2. Dapat dijadikan bahan kajian dan masukan tentang peran agama sebagai
penyumbang faktor-faktor pembangunan dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia.
3. Dijadikan salah satu dasar pengambilan kebijakan kepada pihak luar akan
peran religiusitas bagi remaja khusunya di MAN Sawit Boyolali. Dengan
demikian kualitas religiusitas remaja akan sangat mempengaruhi kualitas
7 A. Religiusitas
1. Pengertian Religiusitas
Religiusitas adalah keberagamaan, yaitu suatu keadaan yang ada
dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai
dengan kadar ketaatannya kepada agama.1
Zakiah Daradjat berpendapat bahwa religiusitas merupakan suatu
sistem yang kompleks dari kepercayaan keyakinan dan sikap-sikap dan
upacara-upacara yang menghubungkan individu dari satu keberadaan atau
kepada sesuatu yang bersifat keagamaan.2
Pruyser berpendapat bahwa religiusitas lebih personal dan
mengatas namakan agama. Agama mencakup ajaran-ajaran yang
berhubungan dengan Tuhan, sedangkan tingkat religiusitas adalah
perilaku manusia yang menunjukkan kesesuaian dengan ajaran agamanya.
Jadi berdasarkan agama yang dianut maka individu berlaku secara
religius.3
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia religi berarti
kepercayaan kepada Tuhan, yaitu percaya akan adanya kekuatan
adikodrati diatas manusia.4
Religius adalah suatu kesatuan unsur-unsur yang komprehensif,
yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang beragama (being
religious) dan bukan sekedar mengaku punya agama. Yang meliputi
pengetahuan agama, keyakinan agama, pengalaman ritual agama, perilaku
(moralitas agama), dan sikap sosial keagamaan. Dalam islam religiusitas
dari garis besarnya tercermin dalam pengalaman aqidah, syariah, dan
1
Jalaludin Rahmat, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 88 2
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993) 3
Op.cit, Jalaludin Rahmad, hal. 89 4
akhlak, atau dalam ungkapan lain: iman, islam, dan ihsan. Bila semua
unsur itu telah di miliki seseorang maka dia itulah insan beragama yang
sesungguhnya.5
Sebagaimana Firman Allah dam Surat At-Taubat :
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun
orang-orang musyrik tidak menyukai (QS. At-Taubah: 33).6”
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa religiusitas
adalah internalisasi nilai-nilai agama dalam diri seseorang. Internalisasi di
sini berkaitan dengan kepercayaan terhadap ajaran-ajaran agama baik di
dalam hati maupun dalam ucapan.
2. Dimensi-dimensi Religiusitas
Menurut R. Stark dan C.Y. Glock dalam bukunya yang berjudul “American Piety: The Nature of Religious” yang dikutip oleh Ancok dan Suroso dimensi religiusitas dibagi menjadi lima yaitu:
a. Religious Belief (The Ideological dimension), yaitu tingkat sejauh
mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatic dalam agamanya.
Misalnya kepercayaan adanya Tuhan, malaikat, surga, neraka dan
sebagainya.
b. Religious Practise (The ritualistic dimension), yaitu tingkat sejauh
mana seseorang melakukan kewajiban-kewajiban ritual dalam
agamanya. Misalnya shalat, puasa, zakat, haji, dan ibadah muamalah
lainnya.
5
Op.cit, Zakiah Daradjat, hal. 132
c. Religious Feeling (The experiental dimension), yaitu
perasaan-perasaan atau pengalaman keagamaan yang pernah dialami dan
dirasakan oleh seseorang. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan,
merasa takut berbuat dosa, atau merasa diselamatkan oleh Tuhan.
d. Religious Knowledge (The Intelektual dimension), yaitu seberapa jauh
mengetahui tentang ajaran agamanya terutama yang ada dalam kitab
suci maupun lainnya.
e. Religious Effect (The consecquental dimension), yaitu dimensi yang
menunjukkan sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran
agama di dalam kehidupan sosial. Yaitu meliputi perilaku suka
menolong, memaafkan, tidak mencuri, tidak berzina, menjaga amanah, dan lain sebagainya.7
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Religiusitas
Dalam perkembangan jiwa keagamaan seseorang dalam
kehidupan di pengaruhi oleh dua factor yaitu factor intern yang berupa
pengaruh dari dalam dan ekstern yang berupa pengaruh dari luar.8 a. Faktor Interen
1. Faktor heriditas
Maksudnya yaitu bahwa keagamaan secara langsung bukan
sebagai faktor bawaan yang di wariskan secara turun temurun
melainkan terbentuk dari unsur lainnya.
2. Tingkat usia
Dalam bukunya The Development of Religious on Children
Ernest Harm, yang dikutip Jalaludin mengungkapkan bahwa
perkembangan agama pada masa anak-anak di tentukan oleh
tingkat usia mereka, perkembangan tersebut dipengaruhi oleh
berbagai aspek kejiwaan termasuk agama, perkembangan berpikir,
7
D. Ancok dan K. Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi, (Jogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 80-81
8
ternyata anak yang menginjak usia berpikir kritis lebih kritis pula
dalam memahami ajarakan agama. Pada usia remaja saat mereka
menginjak kematangan seksual pengaruh itupun menyertai
perkembangan jiwa keagamaan mereka.
3. Kepribadian
Kepribadian menurut pandangan para psikologis terdiri dua
unsure yaitu heriditas dan lingkungan, dari kedua unsur tersebut
para psikolog cenderung berpendapat bahwa tipologi
menunjukkan bahwa memiliki kepribadian yang unik dan berbeda.
Sebaliknya karakter menunjukkan bahwa kepribadian manusia
terbentuk berdasarkan pengalaman dan lingkungannya.
4. Kondisi kejiwanan
Kondisi kejiwaan ini terkait denganbagai factor intern.
Menurut sigmun freud menunjukkan gangguan kejiwaan
ditimbulkan oleh konflik yang tertekan di alam ketidak sadaran
manusia, konflik akan menjadi sumber gejala kejiwaan yang
abnormal.
b. Faktor Ekstern
1. faktor Keluarga
Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana
dalam kehidupan manusia, khususnya orang tua yang sangat
berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan anak,
karena jika orang tuanya berkelakuan baik maka cenderung anak
juga akan berkelakuan baik, begitu juga sebaliknya jika orang tua
berkelakuan buruk maka anak pun juga akan berkelakuan buruk
2. Lingkungan Institusional
Lingkungan ini ikut mempengaruhi perkembangan jiwa
3. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan Masyarakat bukan merupakan lingkungan yang
mengandung unsur tanggung jawab, melainkan hanya merupakan
unsur pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai yang terkadang
lebih mengikat bahkan terkadang pengaruhnya lebih besar dalam
perkembangan jiwa keagamaan baik dalam bentuk positif maupun
negatif.
4. Relegiusitas Remaja
Masa remaja merupakan periode transisi yang penting dalam
perkembangan berpikir kritis dan dan dalam pengambilan keputusan.9
Masa Remaja adalah masa dilalui oleh seseorang dari
kanak-kanak menuju dewasa. Menurut Zakiah Daradjat para ahli mengambil
patokan usia remaja dimulai pada munculnya kegoncangan yang di tandai
dengan menstruasi (haidh) pertama bagi wanita dan mimpi basah bagi
pria. Secara umum sekitar umur 13-21 tahun.10
WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu
biologis, psikologis, dan social ekonomi, sehingga secara lengkap definisi
tersebut berbunyi sebagai berikut: Remaja adalah suatu masa dimana:11
1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan
tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual
2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan social-ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relative lebih mandiri. Pada tahun-tahun
berikutnya, definisi ini makin berkembang kearah yang lebinh konkret
operasional.
9
John W. Santrock, Perkembangan Anak, Jakarta: Erlangga, 2007), hlm: 104 10
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hal. 71-72 11
Selain itu WHO sebuah badan kesehatan dunia dibawah naungan
PBB menetapkan batas usia remaja antara 10-20, dan terbagi menjadi dua
kurun usia dalam dua bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja
akhir 15-20 tahun.
5. Dimensi Religiusitas Remaja
Kehidupan religiusitas pada remaja dipengaruhi oleh pengalaman
struktur kepribadian serta unsur kepribadian lainnya, pada masa remaja
perkembangan keagamaan ditandai dengan adanya keraguan-keraguan
terhadap ketentuan-ketentuan agama. Namun pada dasarnya remaja tetap
membutuhkan agama sebagai pegangan dalam kehidupan terutama pada
saat menghadapi kesulitan.
Dengan kecenderungan sikap remaja terhadap agama tersebut
dapat dilihat dari dimensi-dimensi beragama. Diantaranya:
1. Ideologi
Perkembangan agama pada remaja ditandai dengan tingkah
remaja yang berpendapat bahwa: a. Agama adalah omong kosong
b. Mengingkari pentingnya agama
c. Menolak kepercayaan-kepercayaan terdahulu.12
2. Ritual
Pandangan remaja tentang ritual diungkapkan sebagai berikut:
a. Mereka sembahyang karena mereka yakin Tuhan mendengar dan akan mengabulkan do’a mereka.
b. Sembahyang dapat menolong dan meredakan kesusahan yang
mereka derita.
c. Sembahyang menyebabkan mereka menjadi senang sesudah
menunaikannya.
d. Sembahyang dapat meningkatkan tanggung jawab dan tuntutan
sebagai anggota masyarakat
12
e. Sembahyang merupakan kebiasaan yang mengandung arti
penting.13
3. Eksperiensial
Kegelisahan kadang muncul karena adanya perbedaan dan
pertentangan antara nilai-nilai ajaran agama yang dipelajari dengan
sikap dan tindakan kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh orang
yang lebih dewasa. Bisa jugas kegelisahan muncul dari rasa berdosa
karena telah berbuat salah.
Kegoncangan-kegoncangan jiwa yang yang disebabkan oleh
faktor-faktor tersebut biasanya tidak tampak langsung dari luar.
Namun ia terlihat dari berbagai sikap yang muncul seperti pemalas,
acuh tak acuh, nakal, dan lain sebagainya. Namun bisa juga
sebaliknya muncul rasa bersalah yang membawa pada situasi tobat.
Dengan kecenderungan sikap remaja terhadap agama tersebut
memunculkan beragam kesadaran. Ciri-ciri kesadaran beragama
remaja yang menonjol diantaranya :
a. Pengalaman Ketuhanannya makin bersifat individual
b. Keimanannya makin menuju realitas yang sebenarnya,
c. Dalam melakukan peribadatan mulai disertai penghayatan yang
tulus.
Dari berbagai ciri di atas, secara umum beberapa sikap remaja
terhadap agama yang kemungkinan muncul adalah :
a. Percaya terus-menerus
b. Percaya dengan penuh kesadaran
c. Percaya dengan sedikit keraguan dan
d. Tidak percaya sama sekali.
4. Intelektual
Perkembangan intelek remaja akan mempunyai pengaruh
terhadap keyakinan agama mereka. Fungsi intelektual akan
memproses secara analisis terhadap apa yang dimiliki selama ini,
13
remaja sudah mulai melakukan kritik tentang masalah yang diterima
dalam kehidupan masyarakat, mereka mulai mengembangkan ide-ide
keagamaan walaupun hal tersebut muncul dari suatu perangkat
keilmuan yang matang, tetapi dari keadaan psikis mereka yang sedang
bergejolak dalam bidang-bidang tertentu yang dianggap cocok dan
relevan akan diterimanya, kemudian dengan kemauan keras
dijabarkan dalam kenyataan kehidupannya seolah-olah tidak ada
alternatif lagi yang harus dipikirkan.
Selain itu ide-ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima
remaja dari masa kanak-kanak sudah tidak begitu menarik bagi
mereka. Sikap kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain
masalah agama merekapun sudah tertarik pada masalah kebudayaan,
ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.
5. Konsekuensial
Pada masa remaja, konsep moral remaja yang terbentuk meskipun
masih akan berubah bila ada tekanan sosial yang kuat, remaja akan
menemukan bahwa kelompok sosial terlibat dalam berbagai tingkat
kesungguhan pada berbagai macam perbuatan. Pengetahuan ini
kemudian akan digabungkan dalam religiusitasnya. Apabila
perubahan terjadi remaja berpikir dengan cara-cara yang lebih
konvensional, artinya mereka melakukan dan mematuhi sesuatu
sesuai aturan-aturan, harapan-harapan dan konvensi masyarakat;
Perkembangan moral remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan
usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang terlihat pada remaja
mencakupi:
a. Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan
pertimbangan pribadi.
b. Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa melakukan kritik.
c. Submissive, merasakan keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
d. Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan
e. Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral
masyarakat.14
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa menghadapi remaja
memang bukan pekerjaan yang mudah. Menurut Adam dan Gullotta,
ada lima aturan kalau kita mau membantu remaja dalam menghadapi
masalah mereka. Yang pertama adalah trustworthiness (kepercayaan),
yaitu kita harus saling percaya dengan para remaja yang kita hadapi.
Tanpa itu jangan harap ada komunikasi dengan mereka. Kedua
genuineness, yaitu maksud yang murni, tidak pura-pura. Ketiga
empathi, yaitu kemampuan untuk ikut merasakan perasaan-perasaan
remaja. Keempat yaitu honesty, yaitu kejujuran, kelima adalah adanya
pandangan dari pihak remaja bahwa kita memang memenuhi keempat
aturan tersebut
6. Perkembangan Psikologi Remaja 1. Konsep diri
Remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa. Namun apakah kedewasaan itu? Secara psikologis, kedewasaan tentu
bukan hanya tercapainya usia tertentu. Secara psikologis kedewasaan
adalah keadaan dimana sudah ada ciri-ciri psikologis tertentu pada
seseorang, yaitu:15
a. Pemekaran diri sendiri (extension of the self), yang ditandai
dengan kemampuan seseorang untuk menganggap orang atau hal
lain sebagai bagian dari dirinyasendiri juga.
b. Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara obyektif (self
obyectivication) yang ditandai dengan kemampuan untuk
mempunyai wawasan tentang diri sendiri (self insight) dan
14
Opcit, Jalaludin, h. 76 15
kemampuan untuk menangkap humor (sense of humor) termasuk
yang menjadikan dirinya sendiri sebagai sasaran.
c. Memiliki falsafah hidup tertentu (unifying philosophy oflife). Hal
ini dapat dilakukan tanpa merumuskannya dan mengucapkannya
dalam kata-kata.
2. Intelegensi
Menurut Vernon intelegensi merumuskan sebagai kemampuan
untuk melihat hubungan yang relavan antara gagasan-gagasan serta
kemampuan untuk menerapkan hubungan-hubungan ini kedalam
situasi baru yang serupa.16
Integensi atau kecerdasan merupakan suatu kemampuan tertinggi
dan jiwa makhluk hidup yang hanya di miliki manusia, intelegensi ini
di peroleh manusia sejak lahirdan sejak itu pula intelligensi ini mulai
berfungsi mempengaruhi tempo dan kualitas perkembangan idividu,
dan manakala sudah berkembang maka fungsinya semakin berarti lagi
bagi manusia yaitu akan mempengaruhi kualitas penyesuaian dirinya
dengan lingkungannya.17
Ukuran intelegensi dinyatakan dalam IQ (Intelligence Quotient)
pada orang dewasa, (usia 16 tahun keatas) IQ dihitung dengan cara
memberikan seperangkat pertanyaan yang terdiri atas berbagai soal
dan menghitung seberapa banyak pertanyaan dengan sebuah daftar
(yang dibuat berdasarkan penelitian yang terpercaya, maka akan
didapat IQ orang yang bersangkutan).18
a. Peran Sosial
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan
dalam hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar
untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral,
16
Slameto, Belajar dan factor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010)hlm: 129
17
M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya 2006), cet. 4, hlm: 111
18
dan tradisi melebur diri menjadi suatu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan bekerja sama.
Selain itu perkembangan emosi sangat berpengaruh terhadap
perkembangan sosial, karena dengan pengendalian emosi secara
seimbang sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial
remaja. Namun gejolak emosi remaja dan masalah remaja lain pada
umumnya disebabkan oleh adanya konflik peran social. Disatu
pihak ia sudah ingin mandiri sebagai orang dewasa, dilain pihak ia
masih harus terus menerus mengikuti kemauan orang tua.
Rasa ketergantungan pada orang tua dikalangan anak-anak
Indonesia lebih besar lagi, karena memang dikehendaki demikian
oleh orang tua. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh
psikolog bangsa Turki bernama C. Kagitcibasi yang meneliti
sejumlah 20.403 orang tua dari seluruh dunia. Dalam penelitian itu
terbukti bahwa ibu-ibu dari suku Jawa dan Sunda mengharapkan
anak mereka agar menuruti orang tua (Jawa:80%, Sunda: 81%).
Demikian pula para ayah dari suku tersebut yang mengharapkan
sama (Jawa:85%, Sunda: 76%). Harapan itu berbeda dari bangsa
korea, singapura, dan Amerika Serikat. Mereka mengharap agar
anaknya bias mandiri(Ibu Korea: 62%, ibu Singapura: 60%, ibu
AS: 51%, Ayah Korea: 68%, ayah Singapura: 69%, ayah AS:
43%).19
Dari uraian diatas jelaslah bahwa konflik peran yang dapat
menimbulkan gejolak emosi dan kesulitan-kesulitan lain pada masa
remaja dapat dikurangi dengan memberi latihan-latihan agar anak
dapat mandiri sedini mungkin. Dengan kemandiriannya, anak dapat
memilih jalannya sendiri dan ia akan berkembang lebih mantap. Ia
tahu dengan tepat saat-saat yang berbahaya dimana ia harus
kembali berkonsultasi dengan orang tuanya atau dengan orang
dewasa yang lebih tahu dari dirinya sendiri.
19
b. Peran Gender
Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki
maupun perempuan yang di kontruksi secara social maupun
cultural.20
Sejarah perbedaan gender antara manusia jenis laki-laki dan
perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang, oleh karena
itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh
banyak hal, diantaranya dibentuk, di sosialisasikan, di perkuat,
bahkan di kontruksi secara social dan cultural melalui ajaran
keagamaan maupun Negara. Dan akhirnya gender dianggap
menjadi ketentuan Tuhan seolah-olah bersifat biologis dan tidak
bisa di ubah lagi, sehingga perbedaan-perbedaan gender di anggap
dan di pahami sebagai kodrat laki-laki dan perempuan.
Jadi berbeda dengan anggapan awam, peran gender ini tidak
hanya ditentukan oleh jenis kelamin orang yang bersangkutan,
tetapi juga oleh lingkungan dan factor-faktor lainnya. Dengan
demikian, secara otomatis seorang anak laki-laki harus pandai
bermain sepak bola sedangkan anak perempuan pandai menari.
Kenyataannya menunjukkan bahwa banyak laki-laki pandai menari
dan perempuan pandai bermain sepak bola dan mereka akhirnya
tetap menjadi pria atau wanita yang normal (tidak banci).21
c. Moral dan Religi
Tidak bisa disangkal bahwa agama mempunyai hubungan
erat dengan moral, karena setiap agama mengandung suatu ajaran
moral yang menjadi pegangan bagi perilaku yang menganutnya.22
Religi yaitu kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang
mengatur alam semesta ini adalah sebagian dari moral, sebab
dalam moral sebenarnya diatur segala perbuatan yang dinilai baik
20
Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm: 8
22
dan perlu dilakukan, serta perbuatan yang dinilai tidak baik
sehingga perlu dihindari. Agama mengatur juga tingkah laku baik
buruk, secara psikologis termasuk juga dalam moral. Hal lain yang
termasuk dalam moral adalah sopan santun, tata karma,
norma-norma masyarakat lain.
Maka dari itu moral dan religi merupakan bagian yang cukup
penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang yang berpendapat
bahwa moral dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang
beranjak dewasa ini sehingga ia tidak melakukan hal-hal yang
merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan
masyarakat. Disisi lain tiadanya moral dan religi ini sering kali
dituding sebagai factor penyebab meningkatnya kenakalan remaja
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam
menghadapi dan memahami remaja itu tidak hanya dari satu segi
saja, tetapi harus diperhatikan dari berbagai segi, yaitu dari segi
konsep dirinya, itelegensi, peran sosial, peran gender, moral dan
religinya, karena semua ini saling berkaitan baik dalam diri
individu maupun dalam masyarakat.
B. Perilaku Disiplin
1. Pengertian Perilaku Disiplin
Perilaku adalah sebuah tindakan yang konkret yang ada pada diri
manusia berupa sebuah tanggapan dan reaksi dari manusia tersebut yang
terbentuk atau terwujud dari individu berupa suatu sikap dari anggota
badan ataupun berupa ucapan secara spontan tanpa direncanakan atau
dipikirkan dan tanpa paksaan.23
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesi Disiplin berarti:
a. Tata tertib (disekola, kemiliteran, dsb)
b. Ketaatan (kepatuhan kepada peraturan tatatertib)
23
c. Bidang studi yang memiliki obyek sistem dan metode tertentu.24
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian disiplin
adalah : Sikap perbuatan atau tingkah laku individu atau masyarakat yang
sesuai dengan ketentuan peraturan dan norma yang berlaku, baik tertulis
maupun tidak tertulis. Sikap dan tingkah laku tersebut berbentuk dalam
kesadaran dan keyakinan diri baik melalui proses latihan dan pendidikan
maupun dari pemahaman ajaran normatif di lingkungannya. Maka itu
diperlukan pengendali berupa ketentuan norma (aturan) sebagai kekuatan
dari luar.
2. Dimensi-dimensi Disiplin
Unsur yang ada dalam pembentukan perbuatan atau tingkah laku
disiplin diantaranya :25
a. pengetahuan, maksudnya sejauh mana seseorang mengetahui dan
memahami perbuatan yang seharusnya dilakukan sehingga dikatakan
berdisiplin dan mana yang perbuatan yang tidak berdisiplin. Dengan
demikian orang tersebut dapat mengetahui akibat dari perbuatannya:
akibat positif bagi yang berdisiplin dan negatif bagi yang sebaliknya.
Misalnya dengan menghormati guru maka akan disayangi guru,
melanggar perintah guru maka akan mendapat sanksi, Menghargai
hak orang lain maka tidak akan di kucilkan, namun apabila tidak
menghargai orang lain maka akan dikucilkan. Dll.
b. kesadaran moral (moral conciouness) Driyarkara menjelaskan sebagai
berikut:
“Moral adalah suatu keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk”.26
Misalnya, Tidak berbuat asusila, tidak
meminum-minuman keras, menghormati orang tua, menghormati
guru, dll.
24
WJS.Poerwadaminta, op.cit, hlm. 697. 25
N. Driyakarya, Percikan Filsafat, (Jakarta: PT. Pembangunan, 1962) 26
c. pengendalian diri (control). Hal ini berkaitan dengan sejauh mana
sikap seseorang terhadap berbagai alat kontrol seperti tata tertib, dan
atau peraturan. Misalnya tidak menyontek, menghargai teman,
mengutamakan kepentingan bersama, dll.
d. kehendak dan kebebasan untuk memilih perbuatan. Terdapat dua
macam kehendak yaitu positif dan negatif. kehendak positif adalah
kehendak seseorang yang bersedia berbuat dan mengerjakan sesuatu
sesuai dengan aturan atau norma yang ada. Sebaliknya kehendak
negatif adalah seseorang yang tidak mau mengerjakan sesuatu sasuai
dengan peraturan norma yang ada. Mislnya norma agama, norma
agama, norma kesopanan, dan norma kesusilaan.
Antara keempat unsur tersebut saling melengkapi. Munculnya
pengetahuan tentang peraturan dan akibat-akibatnya dilandasi oleh
kesadaran moral. Kesadaran moral berkaitan dengan pengendalian diri.
Kualitas pengendalian diri tersebut berpengaruh pada aspek pilihan
kehendak. Kalau diperhatikan keempat unsur diatas merupakan unsur
yang ada dalam diri individu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam menerapkan
disiplin hendaknya disesuaikan dengan perkembangan anak. Seorang
anak akan cocok pada suatu disiplin, tetapi mungkin anak yang lain tidak
sesuai. Pemberian disiplin tergantung pada di mana biasanya muncul
permasalahan. Oleh karena itu disiplin sebaiknya mulai diberikan dalam
hubungan dengan kegiatan rutin sehari-hari, seperti cara makan, tidur,
ataupun kebiasaan belajar.
3. Faktor-faktor Pendorong Perilaku Disiplin a. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan suatu satuan social terkecil dalam kehidupan
dalam masyarakat. Disitulah tahap awal proses sosialisasi dalam
perkembangan individu. 27
Sedangkan keluarga dalam Islam adalah suatu system kehidupan
masyarakat yang terkecil yang di batasi oleh adanya keturunan,
pengertian ini dapat di buktikan dengan kehidupan sehari-hari umat
Islam. Misalnya dalam hubungan waris terlihat bahwa hubungan
keluarga dalam pengertian keturunan tidak terbatas hanya ayah, ibu,
dan anak-anak saja.
Maka dari itu pendidikan agama dalam keluarga, adalah
pendidikan yang berjiwa agama, terutama bagi kanak-kanak yang
masih dalam fase pendidikan pasif, ketika pertumbuhan
kecerdasannya masih kurang sekali orang tua harus memberi contoh
dalam kehidupannya, misalnya biasa beribadah shalat dan berdo’a kepada Tuhan. Disamping mengajak anak untuk meneladani sikap
tersebut pergaulan dan perlakuan terhadap anak, harus tampak kasih
sayang, kejujuran, kebenaran dan keadilan dalam segala hal.Proses
peletakan dasar-dasar pendidikan (basic edicational) dilingkungan
keluarga, merupakan tonggak awal keberhasilan proses pendidikan
selanjutnya baik secara formal maupun non formal. Demikian pula
sebaliknya kegagalan pendidikan dirumah tangga, akan berdampak
cukup besar terhadap keberhasilan proses pendidikan anak
selanjutnya. Dalam hal ini Allah berfirman:
“Hai orang-orang ysng beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
27
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan”. (Q.S. al -Tahrim [66]: 6)28
Batasan diatas memberikan gambaran yang jelas, bahwa
hubungan dan tanggung jawab orang tua terhadap keberlangsungan pendidikan anak pada dasarnya tidak bisa dipikulkan kepada orang
atau pihak lain. Keberadaan pendidikan sebagai tenaga professional
dan keikut sertaan masyarakat dalam membantu proses pendidikan
kepada peserta didik, hanya merupakan keikut sertaan mereka dalam
membantu orang tua untuk mendidik dan membina peserta didik
kearah tercapainya suatu tujuan yang tertinggi secara optimal.
b. Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah atau guru merupakan pendidik professional,
karenanya secara implicit ia telah merelakan dirinya menerima dan
memikul tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang
tua. Mereka ini menyerahkan anaknya kesekolah sekaligus berarti
melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada
guru. Hal itupun menunjukkan pula bahwa orang tua tidak mungkin
menyerahkan anaknya kesembarang guru/sekolah karena tidak
sembarang orang menjabat jadi guru. Maka dari itu lingkungan
sekolah/guru dapat mempengaruhi factor perilaku anak.
c. Lingkungan masyarakat
Masyarakat merupakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku anak setelah anak mndapatkan pendidikan dalam keluarga dan
sekolah, pada awalnya seorang anak bermain sendiri, setelah itu
seorang anak berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
Karena masyarakat merupakan faktor penting yang mempengaruhi
disiplin anak, terutama pada pergaulan dengan teman sebaya, maka
dari itu orang tua harus senntiasa mengawasi pergaulan anak-anaknya
agar tidak bergaul dengan orang yanng kurang baik.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa nilai-nilai disiplin dalam
kehidupan sehari-hari dapat ditunjukkan dengan perilaku-perilaku,
kepatuhan dan ketaatan secara sadar terhadap nilai-nilai, norma atau
kaidah, peraturan yang berlaku baik peraturan yang tertulis maupun
yang tidak tertulis. Hal tersebut dapat tercapai melalui kesadaran diri
terhadap perilaku jujur, amanah, bertangungjawab, menjunjung tinggi
nilai kebenaran, tepat waktu, patuh serta taat pada peraturan atau
norma yang berlak
4. Kerangka Berpikir
Religiusitas Sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatic dalam agamanya Seberapa jauh remaja mengalami perasaan dan pengalaman religiusitas Sejauh mana seseorang melakukan kewajiban ritualnya. Sejauh mana pengetahuan dan pemahaman terhadap ajaran agama Sikap dan perilaku yang berdasarkan etika beragama Iman kepada Allah Malaikat Rasul Kitab
Qadha dan Qadar Shalat Puasa Shadaqah Do’a Dzikir Membaca Al-Qur’an Merasa pernah ditolong Allah Merasakan nikmat ketika beribadah Hatinya bergetar saat mendengar nama Allah Bersyukur atas nikmat Allah
Nilai raport pelajaran agama Aqidah akhlak Al-Qur’an Hadist SKI
Bahasa Arab
Suka menolong Pemaaf Tidak mencuri Menjaga amanah
Perilaku Disiplin
Pengetahuan Kesadaran moral Pengendalian diri Kebebasan memilih
Mengetahui dan memahami perbuatan disiplin dan bukan disiplin Kesadaran dalam menghadapi hal yang baik
dan buruk Menjalankan tata tertib dan peraturan Mentaati norma Melanggar norma Mengetahui perbuatan yang baik sesuai norma yang ada Mengetahui
perbuatan yang tidak sesuai dengan norma yang ada
Mengetahui dampak dari perbuatan baik Mengetahui
akibat dari perbuatan buruk
Berkata dan berbuat jujur Menghorma
ti orang tua
dan guru Membela kebenaran dan keadilan Menyantuni anak yatim Tidak merokok Masuk tepat
waktu Membuang sampah pada tempatnya Rajin beribadah sesuai ajaran agama
Mencegah perbuatan yang dilarang agama
Tidak berjudi, berkianat, menipu, berbohong, mencemooh, jujur,adil, menghormati orang lain Menerima sesuatu dengan tangan kanan Tidak berkata
kotor Tidak
5. Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan yang sifatnya sementara dan ditarik
berdasarkan fakta yang ada serta akan dibuktikan kebenarannya. Maka
dugaan sementara penelitian ini berdasarkan teori-teori yang telah
dikemukakan diatas, mengenai Pengaruh tingkat religiusitas terhadap
perilaku Remaja MAN Sawit Boyolali.
Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada pengaruh positif yang signifikan
antaratingkat kereligiusan terhadap perilaku
disiplin remaja.
Hipotesis Nihil (Ho) : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara
tingkat kereligiusan terhadap perilaku
27
Penelitian ini dilaksanakan di MAN Sawit Boyolali jawa tengah, yang
di laksanakan pada tanggal 8 Maret s/d 27 Mei 2014.
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan obyek penelitian yang bervariasi.1
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang merupakan variabel bebas
(independent) dan variabel terikat (dependent.)
Variabel penelitian adalah perubahan perilaku yang bisa diukur.
Adapun yang dijadikan variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Bebas atau variabel independent (variabel X) adalah variabel
yang sedang dianalisis hubungannya terhadap variabel terikat. Dalam hal
ini variabel bebasnya adalah Religiusitas Remaja.
2. Variabel Terikat atau variabel dependent (variabel Y) adalah variabel
yang sedang dianalisis tingkat pengaruhnya oleh variabel independent.
Dalam hal ini variabel dependentnya adalah Perilaku disiplin Remaja.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian
Populasi adalah sekelompok subyek yang akan dikenai generalisasi
hasil penelitian.2 Dan populasi dalam penelitian ini adalah Siswa atau
siswi kelas XI.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/i kelas XI yang berjumlah
152 orang.
1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:Rineka Cipta, 2010), hlm. 159
2
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yaitu keseluruhan gejala atau
satuan yang ingin di teliti.3
Berdasarkan Suharsimi arikunto, untuk sekedar encer-encer maka
apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah
Subyeknya besar, dapat diambil antara 10 - 15% atau 20 - 25% atau
lebih.4 Dalam penelitian ini peneliti mengambil 25% dari jumlah siswa
yaitu dengan hitungan 25% X 152 = 38 orang
Adapun pengambilan sampelnya penulis menggunakan teknik
Random Sampling yaitu pengambilan sampel dari siswa kelas XI 1
sebanyak 13 orang, kelas XI 2 sebanyak 13 orang, dan kelas XI 3
sebanyak 12 orang
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam
kebenarannya adalah dengan menggunakan metode field research dan
library research sebagai tambahan informasi data, yaitu:
a. Angket
Angket adalah teknik pengumpulan data melalui penyebaran
Quesioner (daftar pertanyaan/isian) untuk diisi langsung oleh
responden seperti yang dilakukan dalam penelitian untuk menghimpun
pendapat umum.5
Dengan membuat beberapa pertanyaan kemudian disebarkan
angket kepada sampel yang telah di tentukan kemudian baru diolah.
1. Instrumen Penelitian
3
Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2012), hlm:119
4
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, ()Jakarta:Rineka Cipta, 2006), hlm. 134
5
Penelitian ini menggunakan dua instrumen yaitu instrumen
untuk mengukur religiusitas dan instrumen untuk mengukur
perilaku disiplin remaja. Dan untuk mengungkap seberapa besar
pengaruh religiusitas terhadap perilaku disiplin remaja digunakan
pengukuran dengan bentuk Skala Likert dengan 4 pilihan jawaban
[image:41.595.113.513.253.738.2]yaitu: Selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah.
Tabel 1
Kisi-kisi Instrumen Angket Religiusitas (Variabel X)
Variabel Indikator No. Angket Jumlah
Angket
Religiusitas
Ideologi
Ritual
Eksperiensial
Intelektual
Konsekuensial
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 10, 11,
12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,
20, 21, 22, 23, 24, 25
26. 27, 28, 29 ,30, 31, 32, 33,
34, 35
36,37,38,39,40,41,42,43,44
40, 41, 42, 43
44, 45, 56, 57, 48, 49, 50, 51,
52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59,
60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67,
68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75,
76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83,
84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91,
92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99,
100
Tabel 2
Perilaku Disiplin Remaja (Variabel Y)
Variabel Indikator No. Angket Jumlah
Angket
Perilaku
Disiplin
Remaja
Pengetahuan
Kesadaran moral
Pengendalian diri
Kebebasan memilih
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,10, 11,
12, 13, 14, 15, 16
17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24,
25, 26, 27, 28, 29
30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37,
38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45,
46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53,
54, 55, 56, 57
58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65,
66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73,
74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81,
82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89,
90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97,
98, 99, 100
100
Data yang diperoleh penulis merupakan data yang bersifat kuantitatif,
maka untuk menguraikan pertanyaan angket dari kisi-kisi diatas perlu diberi skor.
Untuk pernyataan positif diberi skor 4,3,2,1. Untuk pernyataan negatif diberi skor
[image:42.595.113.512.113.552.2]1,2,3,4. Sebagaimana yang ada pada tabel berikut:
Tabel 3
Ketentuan skor Religiusitas dan Perilaku Disiplin Remaja
No Alternatif Jawaban Positif Negatif
1 Selalu 4 1
3 Kadang-kadang 2 3
4 Tidak pernah 1 4
4. Observasi
Opservasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematis
terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki. Observasi ini dilakukan
untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian dan
merupakan alat pengumpulan data dengan cara mendatangi langsung,
mengamati dan mencatat. Observasi ini dilakukan pada saat waktu
sekolah dan pada saat mata pelajaran berlangsung, peneliti memasuki
sekolah melihat dan mengamati bagaimana perilaku siswa.
D. Teknik Analisis Data 1. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang penulis gunakan untuk mencari dan
mengetahui presentase setiap data adalah:
a. Editting, yaitu memeriksa daftar pertanyaan yang telah diolah.
b. Coding, yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para
responden dalam kategori-kategori yang telah ditentukan.
c. Tabulating, yaitu jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori
jawaban, dimasukkan dalam tabel-tabel sesuai dengan item
pertanyaan yang diajukan.
Penggunaan teknik analisis data dalam penelitian ini disesuaikan
dengan tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan jenis data yang
dikumpulkan yaitu data kuantitatif, maka teknik yang digunakan adalah
analisis statistik, yaitu dengan menggunakan rumus statistik (prosentase)
dengan rumus:
P= f x 100%
Keterangan:
F: Frekuensi
N: Number of cases.6
Dalam penelitian ini juga digunakan rumus korelasi, sehubungan
dengan data ini membahas dua variabel yang saling berhubungan, maka
data tersebut diolah dengan menggunakan rumus korelasi product
moment dari Karl Pearson.
Rumus: Rumus: rxy2 =
Keterangan
r = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
N = Jumlah Responden ∑ = Jumlah Skor x = Variabel Bebas
y = Variabel
Tabel 4
Nilai “r” Product Moment
Nilai “r” Interprestasi
0,00 – 0,20
Aantara variabel x dan variabel y memang terdapat
korelasi, akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau
sangat rendah sehingga korelasi itu diabaikan (dianggap
tidak ada korelasi antara variabel x dan variabel y).
0,20 – 0,40 Antara variabel x dan variabel y terdapat korelasi yang lemah atau rendah.
0,40 – 0,70 Antara variabel x dan variabel y terdapat korelasi yang sedang atau cukupan.
0-70 – 0,90 Antara variabel x dan variabel y terdapat korelasi yang kuat atau tinggi.
6
0,90 – 1,00 Antara variabel x dan variabel y terdapat korelasi yang sangat kuat atau sangat tinggi.
Memberikan interprestasi terhadap angka indeks korelasi “r” product moment, dengan jalan berkonsultasi pada tabel nilai “r” product moment: Rumusannya: df = N-nr
Keterangan:
Df = Deggres Or Fredoom
N = Jumlah Responden
Nr = Banyaknya Variabel yang dikorelasi
Setelah itu hasilnya dicocokkan dengan tabel nilai koefisien korelasi
product moment, baik pada taraf signifikan 5% atau pada taraf signifikan
1%, dan dibuat kesimpulan apakah ada korelasi positif yang signifikan
atau tidak.
Dan untuk mengetahui berapa (%) variabel x memberikan kontribusi
terhadap variabel Y, maka dicari koefisien determinasi, dengan
menggunakan derajat hubungan antara variabel X dan Y dengan rumus:
KD = rxy2 x 100% Keterangan:
KD = Kontribusi variabel X terhadap variabel Y
34 A. Deskripsi Data
1. Sejarah berdirinya Sekolah MAN Sawit Boyolali
Sekolah MAN Sawit Boyolali yang berada di Jl. Gading, Jenengan,
Sawit, Boyolali propinsi Jawa Tengah 57374 dan No tlp (0276) 3295601,
adapun status sekolah ini terakreditas B dengan no statistik sekolah
20364957.
MAN Sawit Boyolali didirikan oleh Bapak Drs. Joko Waloyo pada
tahun 2004, beliau mendirikan sekolahan ini dengan tujuan agar di daerah
Sawit ini ada sekolah yang berbasis agama dan dilengkapi dengan asrama,
namun tidak diwajibkan bagi semua siswa untuk masuk asrama dan
mengikuti kegiatan asrama. Sekolah ini awalnya masih swasta yaitu
dengan nama MA terpadu sawit Boyolali dan diresmikan oleh menteri
agama Prof. Dr. H. Said Agil Husin Al-Munawar (23/3/2006), sehingga
sekolah itu berubah nama menjadi MAN Sawit Boyolali.
MAN Sawit Boyolali dipimpin oleh Drs. Muh Zain Harsana dari
awal berdirinya sekolah sampai sekarang, dengan jumlah guru 20 orang
yang mayoritas berpendidikan sarjana I dan karyawan 3 orang.
2. Visi dan Misi Sekolah MAN Sawit Boyolali a. Visi
Terwujudnya madrasah yang berkualitas unggul dalam iptek
b. Misi
1) Meningkatkan pemahaman, penghayatan, pengalaman Agama
Islam dan tata nilai yang berlaku
2) Mengembangkan potensi diri peserta didik secara optimal dan
professional dengan pengembangan sarana dan prasarana
3) Mewujudkan peserta didik yang religiusitas, sehat jasmani rohani.
Terampil dan berprestasi.
3. Srategi Sekolah Sekolah MAN Sawit Boyolali
Dalam rangka menghadapi persaingan global multi dimensi MAN
Sawit Boyolali selain mengintegrasikan exact dan ilmu agama juga
mampu menawarkan program kelas khusus bagi siswa yang berminat
dalam kedua bidang tersebut.
4. Kekuatan dan kelemahan Sekolah Sekolah MAN Sawit Boyolali a. Kekuatan
1) Dukungan seluruh dewan guru sekolah dalam merencanakan dan
melaksanakan program sekolah, selain itu tugas dan fungsinya
memadai.
2) Potensi Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga pengajar (Guru)
MAN Sawit Boyolali memiliki kualifikasi 90% berijazah Strata
Satu (SI) dan beberapa diantaranya sudah menempuh Strata Dua
(S2) selain itu 90% pendidik sudah mempunyai sertifikat
pendidikan.
3) Pembinaan akhlak terhadap peserta didik diantaranya, shalat
berrjamaah , dan mengadakan pesantren kilat satu minggu sekali.
b. Kelemahan
1) Jumlah guru tetap (PNS) masih belum mencukupi kebutuhan,
sehingga ada beberapa mata pelajaran yang diajarkan oleh guru
yang latar belakangnya berbeda
2) Penguasaan Bahasa Inggris aktif masih sangat lemah
B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis
Seperti yang dikemukan oleh bab sebelumnya, bahwa salah satu
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan angket, untuk memperoleh data tentang religiusitas dan
perilaku disiplin remaja.
Angket terdiri dari 100 pernyataan mengenai religiusitas dan 100
peryataan mengenai perilaku disiplin remaja. Dan pembahasan mengenai
variabel X dengan membuat tabulasi merupakan proses mengubah data dari
instrumen pengumpulan data (angket) menjadi tabel-tabel angket
(presentase).
Tabel variable X berikut meliputi Religiusitas menurut teori Golk dan
Strak yang dikutip oleh Ancok dan Suroso, diantaranya adalah:
1. Ideologi
Aqidah ini merupakan dimensi yang mengungkap hubungan
manusia dengan pokok-pokok keyakinan yang terumuskan dalam rukun
iman (iman kepada Allah, iman kepada malaikat, rasul, kitab, hari akhir
serta qadla dan qadar), doktrin kebenaran agama dan masalah-masalah
ghaib yang diajarkan agama. Dan pertanyaan mengenai hal tersebut dapat
dilihat dalam table berikut:
Tabel 5 N: 30
Iman Kepada Allah Pertanyaan
Alternatif jawaban% Selalu Sering Kadang
kadang
Tidak pernah Membiasakan berbicara jujur 56,7% 16,6% 26,6%%
Menyampaikan amanah
dengan benar 33,3% 46,6% 20%
Berbakti kepada orang tua 36,6% 40% 23,3%
[image:48.595.138.515.230.742.2]Ikhlas menjalankan sesuatu
karena Allah 76,7% 16,7% 6,7%
Menjalankan perintah Allah 80% 20%
Iman kepada Allah merupakan suatu keyakinan yang sangat
mendasar, tanpa iman kepada Allah SWT seseorang tidak akan beriman
kepada yang lain seperti iman kepada malaikat, Rasul, kitab, hari kiamat
maupun qadha dan qadarnya Allah SWT. Dengan semua ini dapat dilihat
dari tabel diatas bahwa keimanan para remaja di MAN Sawit Boyolali
begitu kuat karena para remaja rata-rata mengimani Allah SWT dan
menjalankan semua perbuat