PERCEPATAN PEMATAHAN DORMANSI SUBANG
GLADIOL (Gladiolus hybridus) DENGAN APLIKASI
ZAT PENGATUR TUMBUH
EVI DWI SULISTYA NUGROHO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Percepatan Pematahan Dormansi Subang Gladiol (Gladiolus hybridus) dengan Aplikasi Zat Pengatur
Tumbuh adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Pebruari 2013
Evi Dwi Sulistya Nugroho
ABSTRACT
EVI DWI SULISTYA NUGROHO. Acceleration Dormancy Breaking of Gladiolus Corms(Gladiolus hybridus)using Plant Growth Regulators. Supervised
by ENDAH RETNO PALUPI and ENY WIDAJATI.
The main constraint of gladiolus cut flower production is the limited planting material. The availability of ready to plant corms is hindered by the long period of dormancy. The objective of the research was to ivestigate the effect of plant growth regulators (PGR) in breaking the dormancy of gladiolus corms cv. Nabila. The first experiment was carried out in two steps. In the first step NAA was combined with BAP. The concentration of NAA were 0, 50, 100, 150 ppm whereas BAP were 0, 50 100, 150 ppm. In the second step GA3was combined
with BAP. The concentration of GA3 were 0, 50, 100, 150 ppm whereas BAP
were 0, 50 100, 150 ppm. The Randomized Complete Block Design with one factor was used in the first experiment with five replication. In the second experiment the best combination of PGR from the first experiment were selected and applied to corms with different storage periode (0, 2, 4, 6, 8 weeks). The Randomized Complete Block Design with two factor and five replication was used. The results of the first experiment showed that all treatment using NAA, GA3, BAP hastened the rooting and sprouting of the corms therefore breaking the dormancy. Considering the efficiency of dormancy breaking techniques, the treatment NAA 100 ppm and GA3 50 ppm were selected for the second experiment. The results of the second experiment showed that NAA 100 ppm and GA 50 ppm were similarly effective for breaking dormancy of the corms. The newly harvested and two weeks old corms rooted and sprouted earlier than the corms that had been longer in storage.
RINGKASAN
EVI DWI SULISTYA NUGROHO. Percepatan Pematahan Dormansi Subang Gladiol (Gladiolus hybridus) dengan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh. Dibimbing oleh
ENDAH RETNO PALUPI dan ENY WIDAJATI.
Subang gladiol mengalami masa dormansi. Masa dormansi yang lama merupakan salah satu kendala dalam penyediaan benih tanaman gladiol. Subang siap tanam yang tidak selalu tersedia dapat menyebabkan tidak terjaminnya ketersediaan bunga tepat waktu. Perlakuan pematahan dormansi subang gladiol yang efektif perlu dikembangkan agar penyediaan subang yang bermutu dapat terpenuhi secara kontinyu. Penelitian bertujuan: 1) mematahkan dormansi subang gladiol dengan perlakuan perendaman dalam berbagai kombinasi konsentrasi NAA, GA3dan BAP 2)
mempercepat pematahan dormansi subang gladiol dengan aplikasi ZPT terpilih pada berbagai umur simpan subang.
Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Cianjur dari bulan Maret 2012 sampai dengan November 2012. Penelitian terdiri atas dua tahap. Tahap pertama terdiri atas dua percobaan. Percobaan 1a. mempelajari pengaruh NAA dan BAP terhadap pematahan dormansi subang gladiol. Konsentrasi NAA yang digunakan adalah 0, 50, 100, 150 ppm sedangkan BAP adalah 0, 50, 100, 150 ppm. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) satu faktor dengan 16 taraf kombinasi NAA dan BAP dengan lima ulangan. Percobaan 1b. mempelajari pengaruh GA3 dan BAP terhadap pematahan dormansi subang gladiol. Konsentrasi
GA3 yang digunakan adalah 0, 50, 100, 150 ppm sedangkan BAP adalah 0, 50 100,
150 ppm. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok satu faktor dengan 16 taraf kombinasi GA3dan BAP dengan lima ulangan.
Tahap kedua adalah percepatan pematahan dormansi subang gladiol dengan aplikasi ZPT terpilih pada berbagai umur simpan subang. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dua faktor dengan lima ulangan. Faktor pertama adalah kombinasi ZPT yang terpilih masing-masing dari percobaan 1a yaitu NAA 100 ppm dan dari percobaan 1b yaitu GA3 50 ppm. Faktor kedua adalah periode
simpan subang 0, 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah panen dalam ruang simpan.
Hasil tahap pertama menunjukkan bahwa semua perlakuan NAA, GA3 dan
BAP mempercepat pembentukan akar dan pertumbuhan tunas sehingga subang lebih cepat patah dormansi. Perlakuan pematahan dormansi dengan ZPT tidak mempengaruhi kualitas bunga di lahan. Dengan mempertimbangkan efisiensi teknik pematahan dormansi, perlakuan NAA 100 ppm dan GA3 50 ppm dipilih untuk
penelitian tahap kedua.
Hasil penelitian tahap kedua menunjukkan bahwa perlakuan NAA 100 ppm dan GA3 50 ppm mempunyai efektivitas yang sama untuk pematahan dormansi
subang pada berbagai umur simpan. Perlakuan NAA 100 ppm atau GA350 ppm pada
subang yang baru dipanen dan dua minggu penyimpanan menyebabkan muncul primordia akar dan tunas lebih awal dibandingkan dengan subang yang disimpan lebih dari dua minggu.
Perlakuan ZPT tunggal NAA, GA3, BAP pada konsentrasi 50, 100 dan 150
ppm dan kombinasi NAA+BAP serta GA3+BAP mempercepat waktu muncul
primordia akar lebih dari 20 hari dan mempercepat waktu bertunas 0.5 cm lebih dari 16 hari dibanding kontrol.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
PERCEPATAN PEMATAHAN DORMANSI SUBANG
GLADIOL (Gladiolus hybridus) DENGAN APLIKASI
ZAT PENGATUR TUMBUH
EVI DWI SULISTYA NUGROHO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Percepatan Pematahan Dormansi Subang Gladiol (Gladiolus hybridus) dengan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh
Nama : Evi Dwi Sulistya Nugroho NIM : A251100081
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Sc. Dr. Ir. Eny Widajati, M.S.
Ketua Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S.
Tanggal Ujian: 08 Februari 2013
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul Percepatan Pematahan Dormansi Subang Gladiol (Gladiolus hybridus)
dengan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Eny Widajati, M.S. sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan tugas akhir, Dr. Dra. Tatiek Kartika Suharsi, M.S. sebagai penguji luar komisi, Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. sebagai Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih. Disamping itu terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah memberikan beasiswa pendidikan, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Kepala Balai Penelitian Tanaman Hias, Rektor IPB, Pimpinan Sekolah Pasacasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan di Pascasarjana IPB, Bapak dan Ibu Dosen pengajar yang telah memberikan ilmu dengan tulus mudah-mudahan bermanfaat untuk menambah bekal ilmu yang dapat kami terapkan di tempat kerja selanjutnya, serta karyawan IPB dan Balithi. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada orang tua, saudara, keluarga tercinta istriku Miftach Winarti, anak-anakku Shafa Acmerosa Nugroho dan Naysa Anindita Nugroho atas doa, nasehat, motivasi dan kasih sayangnya serta semua teman-teman yang memberi dukungan dan akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis, semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan yang berlipatganda.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Pebruari 2013
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bantul, Yogyakarta pada tanggal 18 September 1974 dari pasangan ayah Suwondo dan ibu Martini. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Produksi Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, lulus pada tahun 1998.
i Perbanyakan tanaman gladiol ... 5
Budidaya gladiol... 7
Dormansi subang dan pematahannya... 8
METODOLOGI PENELITIAN... Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 11
Bahan dan alat... 11
Percobaan 1 Pematahan dormansi subang gladiol dengan zat pengatur tumbuh... 13
1.a. Pengaruh NAA dan BAP terhadap pematahan dormansi subang gladiol... 13
Metode... ... 13
Pelaksanaan penelitian... 14
1.b. Pengaruh GA3dan BAP terhadap pematahan dormansi subang gladiol... 15
Metode... ... 15
Pelaksanaan penelitian... 15
Pengamatan... 16
Percobaan 2 Percepatan pematahan dormansi subang gladiol dengan aplikasi ZPT terpilih pada berbagai umur simpan subang... 17
Metode... ... 17
Pelaksanaan penelitian... 18
Pengamatan... ... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN... Kondisi umum... 19
Percobaan 1 Pematahan dormansi subang gladiol dengan zat pengatur tumbuh... 21
Percobaan 2 Percepatan pematahan dormansi subang gladiol dengan aplikasi ZPT terpilih pada berbagai umur simpan subang... 34
SIMPULAN DAN SARAN... 39
DAFTAR PUSTAKA... 41
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Kelas subang gladiol yang dikembangkan oleh
North American Gladiolus Council... 7 2 Perlakuan kombinasi NAA dan BAP... 14 3 Perlakuan kombinasi GA3dan BAP... 15
4 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap waktu muncul primordia akar, waktu bertunas 0.5 cm, waktu bertunas 1.0 cm, jumlah mata tunas potensial dan jumlah
mata tunas yang tumbuh………... 21 5 Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap waktu muncul
primordia akar, waktu bertunas 0.5 cm, waktu bertunas 1.0 cm,
jumlah mata tunas potensial dan jumlah tunas yang tumbuh... 22 6 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh kombinasi GA3dan BAP
terhadap waktu muncul primordia akar, waktu bertunas 0.5 cm, waktu bertunas 1.0 cm, jumlah mata tunas potensial dan jumlah
mata tunas yang tumbuh……… 25 7 Pengaruh kombinasi GA3dan BAP terhadap waktu muncul
primordia akar, waktu bertunas 0.5 cm, waktu bertunas 1.0 cm,
jumlah mata tunas potensial dan jumlah tunas yang tumbuh... 26 8 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh kombinasi NAA dan BAP
terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah kuntum bunga
per tangkai dan diameter bunga... 30 9 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh kombinasi GA3dan BAP
terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah kuntum bunga
per tangkai dan diameter bunga... 30 10 Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun, jumlah kuntum bunga per tangkai dan diameter bunga... 31 11 Pengaruh kombinasi GA3dan BAP terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun, jumlah kuntum bunga per tangkai dan diameter bunga... 32 12 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh ZPT dan umur simpan
terhadap waktu muncul primordia akar, waktu bertunas 0.5 cm, waktu bertunas 1.0 cm, jumlah mata tunas potensial dan jumlah
mata tunas yang tumbuh... 34 13 Pengaruh ZPT dan umur simpan terhadap waktu muncul primordia
akar, waktu bertunas 0.5 cm, waktu bertunas 1.0 cm, jumlah mata
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Subang gladiol : a) subang baru; b) subang lama;
dan c) anak subang... 6
2 Perbanyakan bahan penelitian : a) tanaman gladiol varietas Nabila pada 30 HST; b) pada saat tanaman berbunga umur 85 HST... 11
3 Persiapan bahan penelitian : a) panen subang ketika tanaman sudah mulai menguning; b) subang dikering anginkan; c) subang dipilah berdasarkan ukuran; d) subang berukuran 2.5-4 cm dihitung untuk bahan penelitian... 12
4 Subang tidak normal, bentuk tidak beraturan... 13
5 Perlakuan perendaman subang dengan ZPT... 14
6 Mata tunas potensial pada subang... 16
7 Subang baru dan anak subang yang tumbuh diatas subang lama selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman... 19
8 Suhu udara pada ruang simpan... 19
9 Kelembaban udara ruang simpan... 20
10 Subang terserang hama kutu putih (Pseudococcussp.)... 20
11 Subang tanpa perlakuan ZPT belum muncul primordia akar (a) dan subang dengan perlakuan ZPT lebih dahulu muncul primordia akar melingkar di bagian bawah subang (b)... 23
12 Subang tanpa perlakuan ZPT belum muncul tunas (a) dan subang dengan perlakuan ZPT lebih dahulu muncul tunas (b)... 24
13 Hubungan antara waktu muncul primordia akar dan waktu bertunas 0.5 cm pada perlakuan kombinasi NAA+BAP (a) dan perlakuan kombinasi GA3+BAP (b)... 28
14 Pertumbuhan akar dan tunas satu minggu setelah tanam dari subang yang muncul primordia akar... 29
15 Curah hujan, kelembaban udara dan penyinaran matahari Tahun 2012 Sumber: Stasiun klimatologi Pacet, Cianjur, Jawa Barat... 32
16 Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dilahan dengan perlakuan Kontrol (P1), NAA, BAP dan kombinasi NAA + BAP (a), kontrol (Z1), GA3, BAP dan kombinasi GA3+ BAP (b)... 33
17 Pengaruh perlakuan NAA (100 ppm) dan GA3(50 ppm) pada berbagai umur simpan subang terhadap waktu yang dibutuhkan untuk muncul primordia akar... 35
18 Pengaruh perlakuan NAA (100 ppm) dan GA3(50 ppm) pada berbagai umur simpan subang terhadap waktu yang dibutuhkan untuk bertunas 0.5 cm... 36
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Deskripsi tanaman gladiol varietas Nabila... 45 2 Analisis ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap waktu muncul
primordia akar... 46 3 Analisis ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap waktu
bertunas 0.5 cm... 46 4 Analisis ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap waktu
bertunas 1.0 cm... 46 5 Analisis ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap jumlah
mata tunas potensial... 46 6 Analisis ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap jumlah
tunas yang tumbuh... 47 7 Analisis ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap tinggi
tanaman... 47 8 Analisis ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap jumlah
daun... 47 9 Analisis ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap jumlah
bunga... 47 10 Analisis ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap diameter
bunga. ... 48 11 Analisis ragam pengaruh GA3dan BAP terhadap waktu
muncul primordia akar... 48 12 Analisis ragam pengaruh GA3dan BAP terhadap waktu
bertunas 0.5 cm... 48 13 Analisis ragam pengaruh GA3dan BAP terhadap waktu
bertunas 1.0 cm... 48 14 Analisis ragam pengaruh GA3dan BAP terhadap jumlah
mata tunas potensial... 49 15 Analisis ragam pengaruh GA3dan BAP terhadap jumlah
tunas yang tumbuh... 49 16 Analisis ragam pengaruh GA3dan BAP terhadap tinggi
tanaman... 49 17 Analisis ragam pengaruh GA3dan BAP terhadap jumlah
daun... 49 18 Analisis ragam pengaruh GA3dan BAP terhadap jumlah
bunga... 50 19 Analisis ragam pengaruh GA3dan BAP terhadap diameter
bunga... 50 20 Analisis ragam pengaruh ZPT dan umur simpan subang
terhadap waktu muncul primordia akar (hari setelah panen)... 50 21 Analisis ragam pengaruh ZPT dan umur simpan subang
terhadap waktu bertunas 0.5 cm (hari setelah panen)... 51 22 Analisis ragam pengaruh ZPT dan umur simpan subang
terhadap waktu bertunas 1.0 cm (hari setelah panen)... 51 23 Analisis ragam pengaruh ZPT dan umur simpan subang
terhadap jumlah mata tunas potensial... 51 24 Analisis ragam pengaruh ZPT dan umur simpan subang
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bunga gladiol merupakan salah satu bunga potong yang sudah lama dikenal dalam industri florikultura. Gladiol mempunyai warna bunga yang beraneka ragam yang banyak digunakan dalam rangkaian dekorasi dengan lama kesegaran 3-4 hari. Produksi bunga gladiol Indonesia mengalami fluktuasi dari 9.7 juta tangkai pada tahun 2009 menjadi 10,0 juta tangkai pada tahun 2010. Pada tahun 2011 menurun 5.4 juta tangkai (BPS 2012).
Penurunan produksi bunga bunga potong gladiol kemungkinan disebabkan oleh ketersediaan benih yang kurang baik dalam jumlah maupun varietas yang adaptif. Salah satu masalah dalam pengembangan gladiol di Indonesia adalah terbatasnya kultivar yang digunakan oleh petani, antara lain hanya kultivar Queen Occer, Salem, White Friendship, Priscilla, Holand merah, Batik, Kupu-kupu dan Nova lux (Badriahet al.2000). Varietas tersebut kurang berkembang karena tidak
mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan tropis dan tidak tahan terhadap penyakit layu fusarium yang merupakan penyakit utama gladiol di Indonesia (Badriahet al.2007).
Gladiol termasuk bunga potong yang menempati urutan kelima setelah krisan, mawar, gerbera dan sedap malam. Sentra produksi bunga ini di Pulau Jawa tersebar di beberapa daerah, antara lain Parongpong (Bandung), Selabintana (Sukabumi), Cipanas (Cianjur), Bandungan (Semarang) dan Batu ( Malang) (Komar dan Effendie, 1995). Sentra produksi di Sumatera terletak di Brastagi dan di Sulawesi di daerah Tomohon. Petani gladiol pada umumnya memproduksi benih subang sendiri dari hasil pertanaman yang dibudidayakan (Badriah, 2007).
2
digunakan untuk rangkaian bunga pada perayaan kemerdekaan, acara resmi maupun upacara adat.
Tanaman gladiol dapat diperbanyak secara vegetatif dan generatif. Untuk produksi bunga pada umumnya gladiol diperbanyak dengan menggunakan umbi/subang dan anak subang, sedangkan cara lain dengan biji dilakukan untuk memperoleh varian baru (Zivet al.1970).
Subang gladiol mempunyai masa dormansi (Cohat 1993). Masa dormansi subang gladiol berkisar 2,5 – 3 bulan. Subang gladiol telah siap ditanam apabila sudah patah dormansinya, yang dicirikan oleh munculnya calon akar berupa tonjolan kecil berwarna putih melingkar di bagian bawah subang, dan munculnya tunas mencapai 1 cm (Herlina 1995). Kebutuhan subang yang siap tanam untuk produksi bunga sepanjang tahun cukup tinggi. Masa dormansi yang lama merupakan salah satu kendala dalam penyediaan subang gladiol siap tanam. Benih yang tidak selalu tersedia menyebabkan produksi bunga tidak mencukupi permintaan secara kontinyu.
Pada perbanyakan secara in vitro asam naftalene asetat (NAA) dapat
dipergunakan untuk menstimulir pembentukan akar Gladiolus grandiflorus.
Pemberian NAA 2 ppm menghasilkan jumlah akar rata-rata 20.8 per eksplan yang lebih banyak dibandingkan dengan NAA 1.0 ppm (15.6 per eksplan), 0.5 ppm (14.4 per eksplan) dan kontrol (12.2 per eksplan) (Giglou & Hajieghrari 2008).
Asam giberelat (GA3) mempunyai potensi untuk mempercepat pertunasan
subang gladiol. Hasil penelitian Kumar et al. (2009) menunjukkan bahwa
perlakuan perendaman subang gladiol kultivar American Beauty dan White Prosperity dengan GA3 125 ppm selama 10 jam sebelum tanam menghasilkan
subang bertunas 100%, lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (85.5%), dengan kecepatan bertunas di lahan lebih cepat sembilan hari dibanding kontrol. Rahman
et al.(2006) menyatakan bahwa perlakuan GA3juga dapat mematahkan dormansi
dan mempercepat pertumbuhan tunas bawang putih (Allium sativum L).
Perendaman selama 24 jam dengan GA3 125 ppm pada bawang putih lokal India
3
Pada umbi sedap malam (Polianthes tuberosa L.) penggunaan
benzylaminopurin (BAP) mempercepat pematahan dormansi yang ditunjukkan oleh munculnya tunas samping. BAP 100 ppm menghasilkan umbi bertunas 71.7%, dua kali lebih tinggi daripada tanpa perlakuan sebesar 33.3% pada 1 minggu setelah perlakuan (Sugiartini 2012). Perlakuan BAP 2 ppm + NAA 4 ppm menghasilkan jumlah tunas 28 buah, lebih tinggi dibandingkan dengan BAP 1 ppm+NAA 4 ppm (21 buah) dan BAP 0.5 ppm+NAA 4 ppm (17 buah) pada anak subang kultivar Golden Wave dalam media MS secara in vitro (Sinha & Roy
2002).
Perlakuan pematahan dormansi subang gladiol yang efektif dan efisien perlu dikembangkan agar penyediaan subang yang bermutu dapat terpenuhi secara kontinyu untuk mendukung peningkatan produksi bunga gladiol. Perlakuan ini diharapkan dapat digunakan juga untuk mematahkan dormansi subang pada berbagai umur simpan.
Tujuan Penelitian
1. Mematahkan dormansi subang gladiol dengan perlakuan perendaman dalam berbagai kombinasi konsentrasi NAA, GA3dan BAP.
2. Mempercepat pematahan dormansi subang gladiol dengan aplikasi ZPT terpilih pada berbagai umur simpan subang.
Hipotesis
1. Perlakuan perendaman subang dalam berbagai kombinasi konsentrasi NAA, GA3dan BAP dapat mematahkan dormansi subang gladiol.
TINJAUAN PUSTAKA
Gladiol merupakan tanaman tahunan, termasuk dalam famili Iridaceae. Gladiol dalam bahasa latin berarti pedang, karena mempunyai daun seperti pedang. Gladiol berasal dari Afrika Selatan menyebar ke Mediterania dan Asia (Cantor & Tolety 2011). Genus gladiol mencapai 180 spesies, sekitar 20 telah dimanfaatkan, dan lebih dari 10.000 kultivar sudah dikembangkan untuk komersial (Sinha & Roy 2002).
Tanaman gladiol berakar serabut, namun demikian tanaman gladiol membentuk pula akar kontraktil dengan diameter ± 0,7 cm berwarna putih yang berfungsi menyangga dan menempatkan subang baru pada lapisan tanah yang tepat (Pfeifer 1931). Selama fase pertumbuhan hingga fase pembungaan akan terjadi pembesaran pada ruas terbawah dari tanaman yang kemudian berkembang menjadi subang baru (Badriah 1995).
Subang adalah batang yang mengalami modifikasi menjadi bulat pipih dan mengandung buku, ruas dan mata tunas. Subang terjadi dari ruas tunas terbawah yang membengkak dan menghasilkan organ persediaan makanan yang mampu berfungsi sebagai bahan perbanyakan tanaman. Bagian yang membengkak tersebut dalam pembentukannya tertutup oleh bagian bawah dari daun yang mengering dan mengeras, serta bertindak sebagai penutup organ cadangan makanan. Selama fase vegetatif hingga fase generatif subang lama akan mengkerut, selanjutnya akan terjadi pembesaran pada ruas terbawah dari tanaman yang kemudian berkembang menjadi subang baru (Badriah 2007).
Tanaman gladiol memiliki tinggi batang antara 80-150 cm. Bunga gladiol tumbuh pada bagian tengah tangkai bunga, berbaris ke atas sampai ke ujung. Letak bunga ada yang rapat dan ada pula yang jarang. Setiap bunga memiliki kepala sari dan kepala putik, serta bakal buah duduk di bawahnya. Setiap bakal buah memiliki 50-100 bakal biji yang akan matang sekitar 30 hari setelah mengalami penyerbukan (Suardi 1999).
Perbanyakan Tanaman Gladiol
6
dengan menanam subang (corm) dan anak subang (cormel) (Rao et al. 1983).
Subang baru terbentuk diatas subang lama yang telah tua (Gambar 1). Diantara subang tua dan subang baru terdapat tunas-tunas yang disebut anak subang (Smith 1993).
Gambar 1 Subang gladiol : a) subang baru; b) subang lama; dan c) anak subang
Perbanyakan vegetatif menggunakan subang yang telah melewati masa dormansi, umumnya selama 2.5 – 3 bulan setelah panen. Selama masa dormansi subang disimpan dalam kondisi ruang yang beraerasi baik. Tanaman gladiol yang berasal dari subang tersebut berbunga 60-80 hari setelah tanam. Setelah panen bunga, tanaman tetap dibiarkan dilahan untuk menunggu pertumbuhan dan perkembangan subang baru dan anak subang. Panen subang baru dilakukan lebih kurang 80 hari setelah panen bunga, subang baru akan mengalami masa dormansi. Setelah patah dormansi subang siap ditanam kembali untuk menghasilkan bunga, subang dan anak subang. Tenggang waktu dari subang ditanam sampai menghasilkan subang baru yang siap untuk ditanam lebih kurang 8-9 bulan (Badriah 2007).
Perbanyakan dengan menggunakan anak subang yang berukuran kecil membutuhkan waktu yang lama. Anak subang yang dipanen harus ditanam dan dipanen beberapa kali periode penanaman untuk menghasilkan subang sedang atau subang besar sebagai bahan pertanaman untuk produksi bunga. Waktu untuk mengasilkan subang produksi bunga bisa mencapai 18 bulan (Suardi 1999).
Perbanyakan dengan biji biasa digunakan untuk mendapatkan kultivar baru, bukan untuk tujuan produksi bunga. Biji gladiol dapat langsung disemai,
a
b
7
tanpa mengalami masa dormansi. Biji akan berkecambah setelah 7-12 hari. Tanaman dari biji tumbuh sampai lebih kurang 5 bulan untuk menghasilkan subang yang berdiameter kurang dari 1 cm. Subang ini kemudian memasuki masa dormansi. Perbanyakan dengan menggunakan subang berdiameter sekitar 1 cm memerlukan dua kali penanaman untuk mencapai ukuran subang yang dapat digunakan untuk bahan tanam produksi bunga (Herlina dan Haryanto 1995).
Subang gladiol dikelompokkan dalam beberapa kelas menurut ukuran diameter yaitu subang besar, sedang dan kecil (Tabel 1). Subang gladiol untuk bahan tanam produksi bunga menggunakan subang berukuran besar dan sedang, sedangkan subang berukuran kecil digunakan sebagai bahan persediaan tanam. Subang kecil ditanam terlebih dahulu beberapa kali untuk pembesaran subang, sehingga menghasilkan subang dengan ukuran sedang atau besar yang siap ditanam untuk produksi bunga (Wilfret 1980).
Tabel 1 Kelas subang gladiol yang dikembangkan oleh North American Gladiolus Council (Wilfret 1980)
Budidaya Gladiol
Gladiol dapat tumbuh dengan baik di daerah pada ketinggian tempat antara 600 sampai 1400 m dpl, pH berkisar antara 5.8-6.5, suhu 10-25oC (Badriah 1995). Suhu rata-rata kurang dari 10 oC akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat. Tempat penanaman tidak boleh ternaungi (Badriah 2007).
Tanaman gladiol toleran pada berbagai struktur tanah (Herlina 1995). Tanaman gladiol akan tumbuh dengan baik pada tanah yang subur, gembur,
Deskripsi Diameter (cm)
Besar (Persediaan produksi bunga)
Jumbo > 5.08
No. 1 > 3.81 -≤5.08
Sedang (Persediaan produksi bunga)
No. 2 > 3.17 -≤3.81
No. 3 > 2.54 -≤3.17
Kecil (Persediaan penanaman)
No. 4 > 1.90 -≤2.54
No. 5 > 1.27 -≤1.90
8
mengandung banyak bahan organik, mempunyai aerasi dan drainase yang baik. (Suardi 1999). Tanah berdrainase buruk menyebabkan akar gladiol rusak (Wilfret 1980; Badriah 2007).
Gladiol dapat ditanam dengan guludan atau tanpa guludan. Jika pengairan dengan leb, maka penanaman sebaiknya dengan guludan agar air irigasi tidak merusak struktur tanah, akar tumbuh dengan baik . Tinggi guludan disesuaikan dengan kedalaman tanam subang gladiol, umumnya dibuat ≥ 15 cm. Jarak tanam untuk subang berdiameter ≥ 4 cm adalah 20 x 20 cm, sedangkan untuk subang yang berdiameter lebih kecil ditanam lebih rapat. Kedalaman tanam dianjurkan 10-15 cm untuk subang yang berdiameter≥2.5 cm (Herlina 1995).
Pemupukan diberikan bersamaan dengan penanaman subang yang terdiri atas pupuk fosfat (P2O5) 150 kg/ha, K2O 200 kg/ha dan tanpa pemberian pupuk
kandang. Pupuk nitrogen dengan dosis 100 kg/ha diberikan tiga kali. Pemupukan nitrogen pertama diberikan pada saat tanaman berdaun dua helai, kedua setelah tanaman berdaun enam helai atau pada saat terjadi inisiasi bunga. Pemupukan terakhir dilakukan setelah panen bunga. Penyiangan, pengendalian hama dan penyakit disesuaikan kondisi lahan dan tanaman (Herlina 1995).
Tanaman gladiol dapat ditanam sepanjang tahun. Hasil dari tanaman gladiol adalah bunga, sedangkan hasil panen lainnya adalah subang dan anak subang yang digunakan sebagai benih. Tanaman gladiol akan berbunga sekitar 60-80 hari setelah tanam (Herlina 1995). Bunga gladiol dipanen setelah 1 atau 2 kuntum bunga terbawah mekar dan warna kelihatan dengan jelas. Pemanenan dilakukan pada bagian pangkal batang dengan menyisakan 4 daun terbawah (Suardi 1999). Setelah dipanen bunganya tanaman gladiol dibiarkan di lahan, apabila sudah ada tanda-tanda daun mulai menguning subang dipanen (Herlina 1995).
Dormansi Subang dan Pematahannya
9
anak subang diduga disebabkan oleh akumulasi zat penghambat pertumbuhan, terutama asam absisik (ABA) (Ginzburg 1973; Kumar dan Raju 2007).
Kriteria subang yang sudah patah dormansi belum ditetapkan dengan pasti, apakah hanya ditandai dengan muncul primordia akar saja atau sampai muncul tunas. Herlina (1995) menyatakan bahwa gladiol siap tanam apabila sudah melewati masa dormansinya, dengan dicirikan munculnya calon akar berupa tonjolan kecil berwarna putih melingkar di bagian bawah subang, dan munculnya tunas sepanjang lebih kurang 1 cm.
Penelitian Hoesen dan Priyono (2000) menunjukkan bahwa perlakuan perendaman umbi amarilis yang dibelah menjadi empat bagian secara vertikal selama 24 jam sebelum ditanam dengan IAA, IBA dan NAA pada konsentrasi masing-masing 10, 20 dan 30 ppm menyebabkan umbi membentuk akar berkisar 40-50 buah, lebih banyak dibandingkan dengan kontrol hanya ber kisar 10-15 buah. Kumar et al. (2009) melaporkan bahwa perlakuan perendaman dengan
NAA 125 ppm selama 10 jam sebelum tanam pada subang gladiol American Beauty dan White Prosperity, mempercepat pertunasan 3-4 hari di lahan dibandingkan dengan kontrol.
Tanaman merespons terhadap pemberian GA dengan perpanjangan ruas yang disebabkan oleh bertambahnya jumlah dan ukuran sel-sel pada ruas-ruas tersebut. Dormansi dari beberapa biji dan mata tunas dapat dihilangkan dengan pemberian GA. Pada biji-biji tanaman tersebut dormansi disebabkan oleh rendahnya kadar GA endogen, sehingga dormansi dapat diatasi dengan pemberian GA eksogen (Wattimena 1988).
Hasil penelitian Piya et al. (2012) menunjukkan bahwa perlakuan
perendaman subang gladiol kultivar Jester umur 2 bulan setelah panen dalam GA3
100 ppm selama satu jam mengakibatkan 16.51% subang membentuk akar selama 16 hari setelah perlakuan. Subang yang disimpan dalam baki di atas rak yang gelap tersebut dikategorikan telah patah dormansi. Persentase subang yang sudah patah dormansi oleh perlakuan GA3100 ppm tersebut paling tinggi dibandingkan
dengan perlakuan perendaman dalam air, pengasapan dan tanpa perlakuan yang belum membentuk akar pada hari ke enam belas. Dharmasena et al. (2011)
melaporkan bahwa anak subang Gladiolus hybridus varietas Princess Lee yang
10
menghasilkan percepatan bertunas (13 hari) dibandingkan dengan tanpa perlakuan GA3(28 hari).
Hasil penelitian Kumar et al. (2009) menunjukkan bahwa perlakuan
perendaman subang gladiol kultivar American Beauty dan White Prosperity dengan GA3 125 ppm selama 10 jam sebelum tanam menghasilkan subang
bertunas 100%, lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (85.5%), dengan kecepatan bertunas di lahan lebih cepat sembilan hari dibanding kontrol. Padmalatha et al. (2013) menambahkan bahwa perlakuan perendaman subang
gladiol kultivar Darshan dan Dhiraj dengan GA3 150 ppm menghasilkan subang
bertunas di lahan rata-rata 86.5%, lebih tinggi dibanding kontrol 67.7%.
Aktivitas sitokinin yang terutama adalah mendorong pembelahan sel dan mempengaruhi berbagai proses fisiologi di dalam tanaman (Wattimena 1988). Hasil penelitian Raoet al.(1983) menunjukkan bahwa kandungan dan konsentrasi
sitokinin dalam subang yang tidak dorman lebih tinggi dibandingkan dengan subang yang dorman.
Benzylaminopurin (BAP) termasuk sitokinin sintetis dapat memacu pertumbuhan tunas. Hasil penelititia Priadi et al. (2000) menunjukkan perlakuan
perendaman stek rimpang tanaman garut (Maranta arundinaceaL.) dengan BAP
4 ppm selama 15 menit meningkatkan laju pemunculan tunas (4.6 tunas/minggu) dibandingkan dengan BAP 2 ppm (1 tunas/minggu). Sugiartini (2012) melaporkan bahwa penggunaan benzylaminopurin (BAP) mempercepat pematahan dormansi pada umbi sedap malam (Polianthes tuberosa L.) yang ditunjukkan oleh
munculnya tunas samping. BAP 100 ppm menghasilkan umbi bertunas 71.7%, dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa perlakuan sebesar 33.3% pada 1 minggu setelah perlakuan.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat PelaksanaanPenelitian dilaksanakan dari bulan Maret 2012 sampai dengan Nopember 2012 di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Cianjur. Lokasi penelitian mempunyai ketinggian tempat 1100 m dpl, dengan curah hujan 9.95 mm/tahun, kelembaban rata-rata 81.08% dan suhu berkisar 19-27 oC. Bulan kering terjadi pada bulan Juni sampai September dengan 2-10 hari hujan/bulan.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah subang gladiol varietas Nabila dengan diameter 2,5-4 cm. Benih sumber berasal dari Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) Balithi Cipanas Cianjur untuk diperbanyak dan hasil perbanyakannya digunakan sebagai bahan penelitian.
Subang gladiol untuk bahan penelitian pematahan dormansi diperoleh dari pertanaman di kebun percobaan Balithi Cipanas yang ditanam pada bulan Oktober 2011. Tanaman gladiol ditanam dengan sistem bedengan dengan jarak tanam 20x20 cm (Gambar 2a). Tanaman memproduksi bunga sekitar 85 hari setelah tanam (HST) (Gambar 2b).
Gambar 2 Perbanyakan bahan penelitian : a) tanaman gladiol varietas Nabila pada 30 HST; b) pada saat tanaman berbunga umur 85 HST
Panen subang dilaksanakan ketika daun tanaman sudah mengering (Gambar 3a) dan anak subang mudah terlepas dari tanaman. Panen subang gladiol Nabila dilakukan 20 minggu setelah tanam, kemudian subang dipisahkan dari daun dan anak subang, selanjutnya dikering anginkan (Gambar 3b).
12
Subang yang akan dipergunakan dibersihkan dari tanah dan kotoran lainnya. Selanjutnya subang dipilah berdasarkan diameter dan dipisahkan dari subang yang tidak normal (Gambar 3c). Subang dengan ukuran sedang (2.5-4 cm) kemudian dihitung untuk digunakan dalam penelitian (Gambar 3d).
Gambar 3 Persiapan bahan penelitian : a) panen subang ketika tanaman sudah mulai menguning; b) subang dikering anginkan; c) subang dipilah berdasarkan ukuran; d) subang berukuran 2.5-4 cm dihitung untuk bahan penelitian
Subang yang ditanam sebanyak 2090 buah, pada saat panen diperoleh 1830 subang. Setelah pemilahan berdasarkan diameter diperoleh 850 subang berukuran sedang untuk bahan penelitian, sehingga jumlah sampel dalam perlakuan disesuaikan dengan jumlah subang yang tersedia. Subang yang lain tidak bisa digunakan karena berukuran besar berjumlah 500 subang, subang ukuran kecil 337 subang dan subang busuk, bentuk tidak normal berjumlah 143 subang (Gambar 4).
b a
13
Gambar 4 Subang tidak normal, bentuk tidak beraturan
Zat pengatur tumbuh yang digunakan untuk perlakuan yaitu NAA (Asam naftalene asetat), GA3 (Asam giberelat) dan BAP (Benzilaminopurin). NaOH
digunakan untuk pelarut NAA dan BAP serta alkohol untuk pelarut GA3. Alat
yang digunakan adalah timbangan analitik, glass ware, plastik untuk perendaman subang,thermohygrometer, penggaris, label, rak umbi dan alat-alat pertanian.
Percobaan 1 Pematahan dormansi subang gladiol dengan zat pengatur tumbuh
1. a. Pengaruh NAA dan BAP terhadap pematahan dormansi subang gladiol
Metode
Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) satu faktor dengan lima ulangan yang terdiri atas 16 perlakuan kombinasi NAA dan BAP. Konsentrasi NAA adalah 0, 50, 100 dan 150 ppm, sedangkan BAP adalah 0, 50, 100 dan 150 ppm dan kombinasi keduanya (Tabel 2). Masing-masing satuan percobaan terdiri atas 5 subang, sehingga total benih yang digunakan adalah 400 subang. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan, data dianalisis ragam pada taraf kepercayaan 5 %. Apabila ada pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji lanjut denganDuncan Multiple Range Test(DMRT) pada taraf kepercayaan 5%.
Model linear aditif dari rancangan perlakuan ini adalah sebagai berikut :
Y
ij= µ +
τ
i+
β
j+
ε
ijKeterangan :
i = 1,2,3,...,16 j = 1,2,3,4,5
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, dan kelompok ke-j
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan ZPT
βj = Pengaruh kelompok ke-j
14
Tabel 2 Perlakuan kombinasi NAA dan BAP
Pelaksanaan Penelitian
Subang gladiol yang telah dipanen dibersihkan dan dikeringanginkan selama dua minggu. Perlakuan ZPT dilakukan dengan merendam subang dalam larutan NAA selama 24 jam, kemudian dianginkan selama 24 jam, selanjutnya direndam dalam larutan BAP selama 24 jam (Gambar 5). Perlakuan 0 ppm dilakukan dengan cara subang direndam dalam air selama 24 jam kemudian dianginkan selama 24 jam, selanjutnya direndam kembali dalam air selama 24 jam. Setelah perlakuan perendaman, kemudian subang dikering anginkan dan disimpan di atas rak dalam ruang penyimpanan dengan kondisi ruang. Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap munculnya primordia akar dan tunas. Subang yang sudah patah dormansi dengan primordia akar yang sudah terbentuk dan tinggi tunas 1.0 cm selanjutnya ditanam di lahan kebun percobaan Balithi dengan teknik budidaya sesuai rekomendasi.
Gambar 5 Perlakuan perendaman subang dengan ZPT
No. Perlakuan Konsentrasi NAA (ppm) Konsentrasi BAP (ppm)
1. P1 0 0
2. P2 50 0
3. P3 100 0
4. P4 150 0
5. P5 0 50
6. P6 0 100
7. P7 0 150
8. P8 50 50
9. P9 50 100
10. P10 50 150
11. P11 100 50
12. P12 100 100
13. P13 100 150
14. P14 150 50
15. P15 150 100
15
1. b. Pengaruh GA3dan BAP terhadap pematahan dormansi subang gladiol
Metode
Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) satu faktor dengan lima ulangan terdiri atas 16 perlakuan kombinasi GA3 dan BAP.
Konsentrasi GA3 adalah 0, 50, 100 dan 150 ppm, sedangkan BAP adalah 0, 50,
100 dan 150 ppm dan kombinasi keduanya (Tabel 3). Masing-masing satuan percobaan menggunakan 5 subang. Model linear aditif dari rancangan dan analisis data sama dengan percobaan 1a.
Tabel 3 Perlakuan kombinasi GA3dan BAP
Pelaksanaan Penelitian
Subang gladiol dibersihkan dan dikering anginkan selama dua minggu. Perlakuan ZPT dilakukan dengan merendam subang dalam larutan GA3selama 24
jam, kemudian dianginkan selama 24 jam, selanjutnya direndam dalam larutan BAP selama 24 jam. Perlakuan 0 ppm dilakukan dengan cara subang direndam dalam air selama 24 jam kemudian dianginkan selama 24 jam, selanjutnya direndam kembali dalam air selama 24 jam. Setelah perlakuan perendaman, kemudian subang dikering anginkan dan disimpan di atas rak. Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap munculnya primordia akar dan tunas. Subang yang sudah patah dormansi dengan primordia akar yang sudah terbentuk dan tinggi
No. Perlakuan Konsentrasi GA3(ppm) Konsentrasi BAP (ppm)
16
tunas 1.0 cm selanjutnya ditanam di lahan kebun percobaan Balithi dengan teknik budidaya sesuai rekomendasi.
Pengamatan
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Jumlah mata tunas potensial pada subang, berupa titik tumbuh yang tersusun segaris pada bagian atas subang diamati sebelum perlakuan (Gambar 6).
Gambar 6 Mata tunas potensial pada subang
2. Waktu muncul primordia akar berupa tonjolan kecil berwarna putih di bagian bawah subang.
3. Waktu tunas mencapai 0.5 cm dan 1.0 cm pada subang. 4. Jumlah tunas yang tumbuh pada setiap subang.
5. Tinggi tanaman yang diukur dari permukaan tanah sampai dengan ujung kuncup bunga terakhir, diamati saat pertumbuhan generatif.
6. Jumlah daun per tanaman.
7. Jumlah bunga dalam satu tangkai diamati saat pertumbuhan generatif. 8. Diameter bunga diukur pada kuntum bunga terbawah saat mekar penuh. 9. Pengamatan secara kaulitatif terhadap peubah bentuk daun, bentuk bunga dan
warna bunga.
17
Percobaan 2 Percepatan pematahan dormansi subang gladiol dengan aplikasi ZPT terpilih pada berbagai umur simpan subang.
Metode
Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dua faktor dengan lima ulangan. Faktor pertama adalah kombinasi ZPT yang terpilih masing-masing pada percobaan 1a (NAA 100 ppm) dan 1b (GA3 50 ppm). Faktor kedua
adalah periode simpan subang 0, 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah panen (MSP). Masing-masing satuan percobaan terdiri atas 5 subang, sehingga total benih yang digunakan adalah 250 subang. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan, data dianalisis ragam pada taraf kepercayaan 5 %. Apabila terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada
taraf kepercayaan 5%.
Faktor I adalah satu perlakuan ZPT terpilih masing-masing pada percobaan 1a dan 1b, yaitu:
F1 = NAA 100 ppm F2 = GA350 ppm
Faktor II adalah umur simpan subang dari panen, yaitu: U1 = 0 MSP
U2 = 2 MSP U3 = 4 MSP U4 = 6 MSP U5 = 8 MSP
Subang disimpan pada kondisi ruang sejak panen
Model linear aditif dari rancangan perlakuan ini adalah sebagai berikut :
Y
ijk= µ +
α
i+
β
j+ (
αβ
)
ij+
ρ
k+
ε
ijkKeterangan : i = 1,2 j = 1,2,3,4,5
Yijk = Nilai pengamatan pada faktor I taraf ke-i faktor II taraf ke-j dan
kelompok ke-k µ = Rataan umum
αi = Pengaruh utama perlakuan ZPT ke-i
βj = Pengaruh utama umur subang ke-j
(αβ)ij = Komponen interaksi dari faktor I dan faktor II
ρk = Pengaruh aditif dari kelompok
18
Pelaksanaan Penelitian
Percobaan menggunakan subang gladiol yang sudah dipanen dan dibersihkan. Perlakuan zat pengatur tumbuh dilakukan dengan cara subang direndam dalam larutan ZPT yang dipilih dari percobaan 1a dan 1b terhadap subang berbagai umur simpan 0, 2, 4, 6 dan 8 MSP. Subang kemudian disimpan dalam rak dan diamati.
Pengamatan
Peubah yang diamati pada percobaan ini adalah :
1. Jumlah mata tunas potensial yang terdapat pada setiap subang. 2. Waktu muncul primordia akar.
0 5 10 15 20 25 30 35
April M ei Juni Juli
Jam 08.00 Jam 13.00 Jam 16.00
Waktu pengamatan
Anak subang Subang lama
Subang baru
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi UmumSubang baru gladiol terbentuk seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Subang baru tumbuh diatas subang lama, ketika subang lama mengering dan mengkerut. Pertumbuhan subang baru diikuti juga dengan terbentuknya anak-anak subang yang tumbuh mengelilingi subang baru (Gambar 7).
Gambar 7 Subang baru dan anak subang yang tumbuh diatas subang lama selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman
Percobaan pematahan dormansi dilakukan di ruang penyimpanan pada kondisi ruang simpan. Suhu udara pada pukul 08.00 pagi berkisar 19.2-22.3 oC, pukul 13.00 siang berkisar 25.1-30.7oC sedangkan pada pukul 16.00 sore berkisar 19.6-27.8 oC (Gambar 8). Suhu udara siang hari dalam ruang penyimpanan lebih tinggi dibanding suhu pada pagi dan sore hari. Suhu siang dan sore hari lebih berfluktuasi dibandingkan dengan suhu pagi hari.
Gambar 8 Suhu udara pada ruang simpan Suhu
20
RH (%)
Waktu pengamatan
Kelembaban udara pada siang hari lebih rendah daripada pagi dan sore hari (Gambar 9), berkisar 51.0-66.6 %, sedangkan kelembaban udara pagi hari berkisar 66.5-81.2 % dan sore hari berkisar 65.4-71.6 %. Fluktuasi kelembaban udara lebih tinggi pada siang hari dibandingkan dengan pagi dan sore hari.
Gambar 9 Kelembaban udara ruang simpan
Hama yang muncul selama dalam penyimpanan adalah kutu putih. Kutu putih biasanya berada disekitar calon mata tunas dan disekitar tempat primordia akar muncul (Gambar 10). Selama percobaan di ruang simpan, pengendalian kutu putih dilakukan secara mekanis dengan membuang kutu putih tersebut menggunakan sikat.
Gambar 10 Subang terserang hama kutu putih (Pseudococcussp.)
Hama kutu putih merusak subang di penyimpanan dan di lapang, dengan menusukkan alat penghisap/stilet yang halus, panjang dan tajam ke dalam jaringan
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
April M ei Juni Juli
21
subang dan menghisap cairan tanaman, mengakibatkan tunas atau akar terhambat pertumbuhannya.
Percobaan 1 Pematahan dormansi subang gladiol dengan zat pengatur
tumbuh
Hasil penelitian secara keseluruhan memperlihatkan bahwa perlakuan ZPT pada subang gladiol mempercepat pertumbuhan primordia akar dan tunas dibandingkan dengan tanpa perlakuan ZPT (kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan ZPT dapat mempercepat pematahan dormansi pada subang.
1. a. Pengaruh NAA dan BAP terhadap pematahan dormansi subang gladiol
Perlakuan kombinasi NAA dan BAP pada percobaan 1a mempengaruhi waktu muncul primordia akar, waktu bertunas 0.5 cm dan waktu bertunas 1.0 cm. Akan tetapi perlakuan tersebut tidak mempengaruhi jumlah mata tunas potensial dan jumlah tunas yang tumbuh (Tabel 4).
Tabel 4 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap waktu muncul primordia akar, waktu bertunas 0.5 cm, waktu bertunas 1.0 cm, jumlah mata tunas potensial dan jumlah mata tunas yang tumbuh
Keterangan: tn = tidak berpengaruh nyata, **= berpengaruh nyata, HSP= hari setelah perlakuan.
Waktu muncul primordia akar pada subang tanpa perlakuan ZPT adalah 79 hari setelah perlakuan (Tabel 5). Apabila dihitung sejak dari panen, maka waktu muncul primordia akar sekitar 93 hari karena perlakuan diberikan dua minggu setelah subang dipanen.
Perlakuan NAA 50 ppm menghasilkan primordia akar muncul lebih cepat sekitar 20 hari (59.6 HSP) dibandingkan dengan kontrol (79.1 HSP) (Tabel 5). Penelitian Herlina et al. (1995) menunjukkan hasil yang serupa bahwa
perendaman subang utuh gladiol kultivar Dr. Mansoer berukuran besar selama 24 Peubah Perlakuan kombinasi
NAA + BAP
KK (%)
Waktu muncul primordia akar (HSP) ** 5.4
Waktu bertunas 0.5 cm (HSP) ** 3.1
Waktu bertunas 1.0 cm (HSP) ** 2.6
Jumlah mata tunas potensial tn 7.0
22
jam dengan NAA 50 ppm, subang berakar 34.1 hari setelah perlakuan, lebih cepat dibandingkan dengan kontrol (74.6 hari). Dalam penelitian ini perlakuan yang sama menghasilkan pemunculan akar yang lebih lama. Hal ini diduga karena ukuran subang yang lebih kecil (sedang). Sanjaya (1995) menyatakan bahwa semakin besar ukuran subang semakin cepat patah dormansi.
Peningkatan konsentrasi NAA sampai 100 ppm mempercepat waktu muncul primordia akar sampai 24 hari (55.2 HSP) dibandingkan dengan kontrol (79.1 HSP) dan lebih cepat 5 hari dibandingkan dengan NAA 50 ppm. Peningkatan konsentrasi NAA 150 ppm tidak mempercepat waktu muncul primordia akar dibandingkan dengan perlakuan NAA 100 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan NAA 100 ppm lebih efektif menginduksi munculnya primordia akar dibandingkan dengan NAA 50 dan 150 ppm.
Tabel 5 Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap waktu muncul primordia akar, waktu bertunas 0.5 cm, waktu bertunas 1.0 cm, jumlah mata tunas potensial dan jumlah tunas yang tumbuh
Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT (α=0.05), HSP= hari setelah perlakuan.
Perbanyakan secara in vitro hasil penelitian Budiarto (2009) menunjukkan bahwa tanpa BA peningkatan konsentrasi NAA sampai 2 mg/l dalam medium MS menginduksi perkembangan akar disertai pembentukan anak subang pada plantlet
23
gladiol varietas Nabila, Clara dan Kaifa, 45 hari setelah sub kultur. Hasil penelitian serupa yang dilakukan oleh Giglou & Hajieghrari (2008) dilaporkan bahwa NAA dapat dipergunakan untuk menstimulir pembentukan akarGladiolus grandiflorus pada saat perbanyakan secarain vitro. Perlakuan NAA 2 ppm tanpa
BAP menghasilkan jumlah akar rata-rata 20.8 per eksplan yang lebih banyak dibandingkan dengan NAA 1.0 ppm (15.6/eksplan), 0.5 ppm (14.4/eksplan) dan kontrol (12.2/eksplan).
Perlakuan ZPT pada subang gladiol mempercepat pertumbuhan primordia akar pada subang yang berupa bintik putih melingkar di bagian bawah subang (Gambar 11). Perlakuan BAP 50 ppm mempercepat waktu muncul primordia akar 57.4 HSP, lebih cepat 22 hari dibandingkan dengan kontrol (79.1 HSP). Peningkatan konsentrasi BAP 100 dan 150 ppm tidak mempercepat waktu muncul primordia akar dibandingkan dengan perlakuan BAP 50 ppm (Tabel 5).
Gambar 11 Subang tanpa perlakuan ZPT belum muncul primordia akar (a) dan subang dengan perlakuan ZPT lebih dahulu muncul primordia akar melingkar di bagian bawah subang (b)
Percepatan pembentukan primordia akar oleh NAA atau BAP pada konsentrasi yang sama tidak berbeda nyata. Pemberian NAA menstimulir pembesaran sel dan pembentukan akar, sedangkan BAP akan mendorong proses pembelahan sel, sehingga laju pertumbuhan pembentukan primordia akar dengan perlakuan NAA atau BAP tidak berbeda nyata.
Kombinasi NAA dan BAP pada berbagai konsentrasi mempercepat pembentukan primordia akar yang tidak berbeda nyata dengan NAA atau BAP tunggal. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi antara NAA dan BAP tidak terjadi efek sinergis yang memperbesar pengaruhnya dibandingkan dengan pemberian secara tunggal.
24
Perlakuan ZPT mempercepat waktu tumbuh tunas dibandingkan dengan kontrol (Gambar 12). Perlakuan NAA 50 ppm menghasilkan waktu bertunas 0.5 cm lebih cepat sekitar 19 hari (68.4 HSP) dibandingkan dengan kontrol (87.6 HSP) (Tabel 5). Peningkatan konsentrasi NAA 100 dan 150 ppm memperlihatkan waktu bertunas 0.5 cm lebih cepat 2-3 hari dibandingkan dengan NAA 50 ppm. Hasil penelitian Herlinaet al. (1995) menunjukkan bahwa perlakuan perendaman
NAA 50 ppm selama 24 jam pada subang utuh berukuran besar varietas Dr. Mansoer mempercepat waktu bertunas 43 hari dibanding kontrol.
Gambar 12 Subang tanpa perlakuan ZPT belum muncul tunas (a) dan subang dengan perlakuan ZPT lebih dahulu muncul tunas (b)
Perlakuan BAP 50 ppm menunjukkan percepatan waktu bertunas 0.5 cm lebih cepat 20 hari (67.3 HSP) dibandingkan dengan kontrol (87.6 HSP) (Tabel 5). Peningkatan konsentrasi BAP sampai 100 dan 150 ppm berpengaruh sama dengan BAP 50 ppm. Hasil pengamatan ini sejalan dengan penelitian Thohirah et al.
(2010) yang menggunakan BAP pada konsentrasi 100 dan 150 ppm untuk mematahkan dormansi tunas pada rimpang Curcuma alismatifolia. Rimpang
bertunas 2 hari lebih cepat daripada tanpa perlakuan.
Perlakuan NAA 50 ppm menghasilkan waktu bertunas 1.0 cm (84.0 HSP), lebih cepat sekitar 12 hari dibandingkan dengan kontrol (96.7 HSP) (Tabel 5). Peningkatan konsentrasi NAA sampai 100 ppm waktu bertunas 1.0 cm lebih cepat 16 hari dibandingkan dengan tanpa ZPT dan lebih cepat 4 hari dibandingkan dengan perlakuan NAA 50 ppm. Hasil penelitian Kumar et al. (2009)
menunjukkan bahwa perlakuan perendaman subang gladiol American Beauty selama 24 jam sebelum tanam dengan NAA 100 ppm, subang di lahan lebih cepat bertunas 1 hari dibandingkan dengan NAA 50 ppm.
25
Perlakuan BAP 50 ppm mempercepat waktu bertunas 1.0 cm (76.6 HSP), lebih cepat 20 hari dibandingkan dengan kontrol (96.7 HSP) (Tabel 5). Peningkatan konsentrasi BAP 100 dan 150 ppm tidak mempercepat waktu bertunas 1.0 cm dibandingkan dengan perlakuan BAP 50 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan BAP 50 lebih efektif mempercepat muncul tunas 1.0 cm pada subang gladiol.
Perlakuan kombinasi NAA dengan BAP mempercepat waktu muncul primordia akar (52.0-55.9 HSP), waktu bertunas 0.5 cm (64.4-68.2 HSP), dan waktu bertunas 1.0 cm (74.9-79.4 HSP) lebih cepat dibandingkan dengan kontrol, berturut-turut 79.1 HSP, 87.6 HSP dan 96.7 HSP (Tabel 5). Perlakuan kombinasi NAA dengan BAP tidak berbeda nyata dengan perlakuan NAA atau BAP tunggal. Perlakuan kombinasi NAA 50 ppm + BAP 50 ppm menunjukkan paling cepat waktu muncul primordia akar (52.4 HSP), waktu bertunas 0.5 cm (64.3 HSP) dan waktu bertunas 1.0 cm (74.9 HSP).
Jumlah mata tunas potensial rata-rata semua perlakuan tidak berbeda nyata berkisar 4.3-4.7 tunas/subang. Meskipun demikian tunas yang tumbuh dan berkembang memanjang hanya 1 tunas per subang untuk semua perlakuan, yang memberikan indikasi adanya dominansi apikal. Pada umumnya tunas yang tumbuh adalah tunas yang terletak di tengah subang.
1. b. Pengaruh GA3dan BAP terhadap pematahan dormansi subang gladiol
Perlakuan GA3 dan BAP mempengaruhi waktu muncul primordia akar,
waktu bertunas 0.5 cm dan waktu bertunas 1.0 cm. Akan tetapi jumlah mata tunas yang tumbuh pada subang tidak dipengaruhi perlakuan ZPT tersebut (Tabel 6). Tabel 6 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh kombinasi GA3 dan BAP terhadap
waktu muncul primordia akar, waktu bertunas 0.5 cm, waktu bertunas 1.0 cm, jumlah mata tunas potensial dan jumlah mata tunas yang tumbuh
Keterangan: tn = tidak berpengaruh nyata, **= berpengaruh nyata, HSP= hari setelah perlakuan.
Peubah Perlakuan kombinasi GA3+ BAP
KK (%) Waktu muncul primordia akar (HSP) ** 3.6
Waktu bertunas 0.5 cm (HSP) ** 3.7
Waktu bertunas 1.0 cm (HSP) ** 3.2
Jumlah mata tunas potensial tn 5.6
26
Perlakuan GA350 ppm (56.2 HSP) mempercepat waktu muncul primordia
akar 22 hari lebih cepat dibandingkan dengan kontrol (78.2 HSP). Perlakuan GA3
50 ppm lebih efektif dibandingkan dengan GA3100 ppm dan 150 ppm karena
peningkatan konsentrasi GA3 tidak mempercepat waktu muncul primordia akar
(Tabel 7).
Hasil penelitian Rahman et al. (2006) menunjukkan bahwa GA3
berpengaruh terhadap pertumbuhan akar pada pematahan dormansi bawang putih. Bawang putih yang tidak mendapat perlakuan GA3 (kontrol) tidak dapat
membentuk akar, sedangkan perlakuan perendaman 24 jam sebelum tanam dengan GA3125, 250 dan 500 ppm menstimulir pembentukan akar 4.0-6.0 buah.
Tabel 7 Pengaruh kombinasi GA3 dan BAP terhadap waktu muncul primordia
akar, waktu bertunas 0.5 cm dan waktu bertunas 1.0 cm, jumlah mata tunas potensial dan jumlah mata tunas yang tumbuh
Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT (α=0.05), HSP= hari setelah perlakuan.
Perlakuan BAP menunjukkan waktu muncul primordia akar lebih cepat dibandingkan dengan tanpa ZPT. Perlakuan BAP 50 ppm (57.6 HSP) mempercepat waktu muncul primordia akar lebih cepat 20 hari dibandingkan dengan kontrol (78.2 HSP). Perlakuan BAP 50 ppm lebih efektif mempercepat
27
waktu muncul primordia akar dibandingkan dengan BAP 100 dan 150 ppm (Tabel 7).
Perlakuan kombinasi GA3 dengan BAP mempercepat waktu muncul
primordia akar dibandingkan dengan kontrol (Tabel 7). Kombinasi GA3dan BAP
pada berbagai konsentrasi mempercepat pembentukan primordia akar yang tidak berbeda nyata dengan GA3atau BAP tunggal. Hal ini menunjukkan bahwa antara
GA3 dan BAP secara bersama tidak memperbesar pengaruhnya dibandingkan
dengan pemberian secara tunggal.
Perlakuan GA3 50 ppm mempercepat waktu bertunas 0.5 cm (64.4 HSP)
lebih cepat 22 hari dibandingkan dengan kontrol (86.1 HSP) dan mempercepat waktu bertunas 1.0 cm (76.2 HSP) lebih cepat 19 hari dibandingkan dengan kontrol (95.3 HSP) (Tabel 7). Peningkatan konsentrasi GA3 100 dan 150 ppm
tidak mempercepat waktu pertumbuhan tunas dibandingkan dengan GA350 ppm.
Hasil serupa diperoleh dari penelitian Kumar et al (2009) yang menunjukkan
bahwa perlakuan perendaman 10 jam sebelum tanam pada gladiol American Beauty dalam GA375, 100 dan 150 ppm menyebabkan masing-masing lebih cepat
bertunas 3, 8 dan 9 hari dibanding kontrol.
Perlakuan BAP 50 ppm menunjukkan percepatan waktu bertunas 0.5 cm dan waktu bertunas 1.0 cm lebih cepat 20 hari dibandingkan dengan kontrol (Tabel 7). Peningkatan konsentrasi BAP 100 dan 150 ppm berpengaruh sama dengan BAP 50 ppm terhadap pertumbuhan tunas. Hasil penelitian Kumar et al
(2009) menunjukkan bahwa perlakuan perendaman 10 jam sebelum tanam dengan sitokinin sintetik bensil adenine (BA) 25, 50 dan 100 ppm masing-masing mempercepat bertunas di lahan 4, 5 dan 6 hari pada varietas American Beauty dan 4, 5 dan 6 hari pada varietas White Prosperity dibandingkan dengan kontrol.
Perlakuan kombinasi GA3 dengan BAP mempercepat waktu muncul
primordia akar, waktu bertunas 0.5 cm dan waktu bertunas 1.0 cm dibandingkan dengan kontrol. Rossouw (2008) melaporkan bahwa kombinasi giberelin dan sitokinin dapat mengakhiri dormansi lebih awal 4-5 hari pada umbi kentang.
Ginzburg (1973) menyatakan bahwa dormansi subang gladiol disebabkan oleh ABA. Khan (1977) menyampaikan hipotesis bahwa benih dorman yang mengandung inhibitor akan dapat berkecambah jika tersedia giberelin dan
28
dan meniadakan dormansi, sedangkan sitokinin mempunyai peran sekunder memungkinkan terjadinya (permissive) perkecambahan.
Hasil analisis laboratorium pada sampel subang gladiol Nabila setelah dipanen mengandung 6.54 ppm abscisic acid (ABA). Jika diasumsikan bahwa dormansi subang gladiol disebabkan oleh adanya inhibitor, maka diperlukan GA3
dan sitokinin untuk mendorong perkecambahannya. Namun demikian, dalam penelitian ini perlakuan GA3 dan BAP secara tunggal sudah menyebabkan
dormansi subang terpatahkan. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam subang kemungkinan sudah terdapat hormon giberelin dan sitokinin. Dormansi subang gladiol terjadi karena ketidakseimbangan antara inhibitor, giberelin, dan sitokinin. Setelah subang mendapat perlakuan perendaman dalam GA3dan BAP maka akan
terjadi keseimbangan hormonal di dalam subang, sehingga subang lebih cepat patah dormansi yang ditunjukkan dengan subang membentuk primordia akar dan tunas lebih cepat dibandingkan dengan kontrol.
Hasil analisis korelasi antara waktu muncul primordia akar dengan waktu bertunas 0.5 cm baik pada perlakuan kombinasi NAA+BAP dan GA3+BAP
diperoleh nilai koefisien korelasi masing-masing 0.930 dan 0.901 dengan peluang nyata <0.0001. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara kedua peubah tersebut, yaitu semakin cepat waktu muncul primordia akar, semakin cepat waktu bertunas 0.5 cm (Gambar 13).
(a) (b)
29
Percobaan penanaman di lahan menggunakan subang yang sudah muncul primordia akar menunjukkan bahwa dalam waktu satu minggu akar sudah tumbuh memanjang disertai dengan pertumbuhan tunas (Gambar 14). Hal ini menunjukkan bahwa subang yang sudah membentuk primordia akar dapat segera tumbuh dan tunas memanjang. Dengan demikian patah dormansi pada subang dapat menggunakan kriteria munculnya primordia akar saja, tanpa menunggu tunas berkembang mencapai 1 cm. Kelebihan kriteria ini antara lain adalah lebih cepat dalam seleksi subang berkualitas; mempercepat waktu pindah tanam karena tidak menunggu sampai subang muncul tunas; memudahkan pengemasan dan mengurangi kerusakan pada saat pengiriman karena subang dalam keadaan belum bertunas.
Gambar 14 Pertumbuhan akar dan tunas satu minggu setelah tanam dari subang yang muncul primordia akar
Hasil percobaan 1a dan 1b menunjukkan bahwa perlakuan NAA, GA3dan
BAP tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah mata tunas yang tumbuh pada subang. Jumlah mata tunas potensial pada subang berkisar 4-5 buah, akan tetapi yang tumbuh hanya satu buah (Tabel 5 dan 7), diduga disebabkan karena adanya dominasi tunas utama, sehingga mata tunas samping tidak tumbuh. Sanjaya (1995) melaporkan bahwa perlakuan GA3 tidak mempengaruhi jumlah tunas per
subang. Subang yang diberi perlakuan perendaman selama 48 jam dengan GA350,
100 dan 150 ppm menghasilkan tunas tumbuh dengan jumlah yang sama dengan kontrol, dengan jumlah tunas yang tumbuh berkisar 1.3-1.4 buah per subang.
30
analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan ZPT tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman, produksi dan kualitas bunga. Perlakuan NAA, GA3, BAP dan kombinasi NAA+BAP serta GA3+BAP memberikan pengaruh
yang sama terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bunga per tangkai dan diameter bunga (Tabel 8 dan 9).
Tabel 8 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah kuntum bunga per tangkai dan diameter bunga
Keterangan: tn = tidak berpengaruh nyata, **= berpengaruh nyata.
Tabel 9 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh kombinasi GA3 dan BAP terhadap
tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah kuntum bunga per tangkai dan diameter bunga
Keterangan: tn = tidak berpengaruh nyata, **= berpengaruh nyata.
Perlakuan NAA, GA3, BAP, kombinasi NAA + BAP dan GA3 + BAP
tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman gladiol di lahan dibandingkan dengan kontrol. Tinggi tanaman gladiol rata-rata mencapai 86.3 cm pada umur 75-80 HST (Tabel 10 dan 11), diduga pengaruh ZPT pada subang sudah tidak ada lagi, karena subang mendapatkan perlakuan ZPT jauh hari di awal penyimpanan, yaitu sebelum subang patah dormansi.
Hasil penelitian Kumar & Gautam (2011) menunjukkan bahwa perlakuan ZPT berpengaruh nyata apabila diberikan sebelum penanaman. Hal ini ditunjukkan dengan perlakuan perendaman selama 24 jam pada umbi sedap malam Hyderabad double sebelum tanam, tanaman tertinggi dengan rata-rata
68.59 cm diperoleh dari perlakuan GA3 300 ppm (68.59 cm), lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol (63.22 cm).
Peubah Perlakuan kombinasi NAA + BAP
KK (%)
Tinggi tanaman tn 2.7
Jumlah daun tn 2.7
Jumlah kuntum bunga per tangkai tn 2.9
Diameter bunga tn 5.0
Peubah Perlakuan kombinasi GA3+ BAP
KK (%)
Tinggi tanaman tn 2.4
Jumlah daun tn 2.7
Jumlah kuntum bunga per tangkai tn 4.7
31
Tabel 10 Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah kuntum bunga per tangkai dan diameter bunga
Perlakuan NAA, GA3, BAP tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun
gladiol di lahan. Jumlah daun rata-rata 6.6 helai pada umur 75-80 HST (Tabel 10 dan 11), kemungkinan respon terhadap pemberian ZPT dipengaruhi oleh waktu perlakuan dan organ sasaran. Hasil penelitian Kumar & Gautam (2011) menunjukkan bahwa perlakuan perendaman ZPT selama 24 jam dilakukan sebelum tanam pada umbi sedap malam Hyderabaddoubledengan GA3100, 200
dan 300 ppm mempunyai jumlah daun berkisar 59.1-66.5 helai sedangkan dengan BAP 100, 200 dan 300 ppm mempunyai jumlah daun berkisar 62.6-73.0 helai, lebih banyak dibandingkan dengan kontrol yang mempunyai jumlah daun 55.1 helai.
Jumlah bunga gladiol per tangkai yang mendapat perlakuan perendaman NAA, GA3, BAP tidak berbeda nyata dengan kontrol. Jumlah bunga per tangkai
rata-rata 9.3 kuntum (Tabel 10 dan 11). Hasil penelitian ini menegaskan hasil yang diperoleh Herlina et al. (1995) yang menunjukkan bahwa perendaman
subang utuh gladiol Dr. Mansoer dengan GA325 ppm dan NAA 50 ppm selama
32
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan
Curah hujan (mm) RH (%)
Penyinaran Matahari (%)
Sumber: Stasiun klimatologi Pacet, Cianjur, Jawa barat.
berbeda nyata dengan kontrol, dengan rata-rata jumlah bunga 10.6 kuntum per tangkai.
Tabel 11 Pengaruh kombinasi GA3dan BAP terhadap tinggi tanaman, jumlah
daun, jumlah kuntum bunga per tangkai dan diameter bunga
Jumlah bunga yang dihasilkan dalam penelitian rata-rata 9 kuntum per tangkai lebih rendah daripada deskripsinya (10-19 kuntum/tangkai). Hal ini disebabkan pada saat pertumbuhan vegetatif dan generatif (Juni-Oktober 2012), memasuki musim kemarau dengan curah hujan yang sangat rendah dan penyinaran matahari yang tinggi (Gambar 15).
33
Curah hujan paling rendah pada bulan Agustus 2012 tercatat 0.5 mm, dalam 31 hari hanya dua kali turun hujan. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman gladiol tidak optimal karena kebutuhan air tidak tercukupi dengan baik. Upaya dengan penyiraman telah dilakukan, akan tetapi karena keterbatasan air yang tersedia dari sumber air, maka penyiraman tidak dapat memenuhi kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman saat itu.
Diameter bunga gladiol yang mendapat perlakuan perendaman NAA, GA3,
BAP tidak berbeda nyata dengan kontrol. Diameter bunga rata-rata 9.4 cm sesuai dengan deskripsinya berkisar 9.0-11.7 cm. Pengamatan secara kualitatif menunjukkan bahwa bentuk daun, bentuk bunga dan warna bunga tidak menunjukkan adanya penyimpangan dari deskripsi gladiol Nabila.
Hasil pengamatan tanaman di lahan yang tidak berbeda nyata dengan kontrol menunjukkan bahwa perlakuan NAA, GA3 dan BAP pada subang tidak
menurunkan kualitas bunga. Perlakuan ZPT mempercepat pematahan dormansi subang, yang ditunjukkan dengan waktu muncul primordia akar dan waktu pertumbuhan tunas lebih cepat dibandingkan dengan kontrol, sehingga subang yang telah patah dormansi tersebut dapat lebih cepat untuk dipindahtanam ke lahan dan berproduksi (Gambar 16).
Gambar 16 Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dilahan dengan perlakuan kontrol (P1), NAA, BAP dan kombinasi NAA + BAP (a) dan kontrol (Z1), GA3, BAP dan kombinasi GA3+ BAP (b)
34
Berdasarkan hasil penelitian dari percobaan 1a dan 1b, dengan mempertimbangkan efektivitas teknik pematahan dormansi subang, maka perlakuan ZPT yang dipilih untuk penelitian kedua adalah NAA 100 ppm dan GA350 ppm. Perlakuan ZPT yang dipilih pada Percobaan 2 akan dikombinasikan
dengan faktor berbagai umur simpan subang.
Percobaan 2 Percepatan pematahan dormansi subang gladiol dengan
aplikasi ZPT terpilih pada berbagai umur simpan subang
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan ZPT dengan umur simpan subang. Perlakuan ZPT tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah yang diamati, sedangkan umur simpan subang berpengaruh nyata terhadap waktu muncul primordia akar, waktu bertunas 0.5 cm dan waktu bertunas 1.0 cm. Perlakuan ZPT pada berbagai umur simpan subang tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah mata tunas potensial dan jumlah tunas yang tumbuh (Tabel 12).
Tabel 12 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh ZPT dan umur simpan terhadap waktu muncul primordia akar, waktu bertunas 0.5 cm, waktu bertunas 1.0 cm, jumlah mata tunas potensial dan jumlah mata tunas yang tumbuh Waktu muncul calon akar (HSP) tn ** tn 2.5
Waktu bertunas 0.5 cm (HSP) tn ** tn 2.1
Waktu bertunas 1.0 cm (HSP) tn ** tn 2.5
Jumlah mata tunas potensial tn tn tn 6.7
Jumlah tunas yang tumbuh tn tn tn 6.8
Keterangan: tn = tidak berpengaruh nyata, **= berpengaruh nyata.
Perlakuan NAA 100 ppm mempunyai pengaruh yang sama dengan GA350
ppm terhadap rata-rata waktu muncul primordia akar. Waktu muncul primordia akar dengan NAA 100 ppm atau GA350 ppm tersebut rata-rata 70 hari setelah
35
Waktu muncul primordia akar (HSP)
68.9 b 72.2 a 72.0 a
68.5 b 70.0 b
Tabel 13 Pengaruh ZPT dan umur simpan terhadap waktu muncul primordia akar, waktu bertunas 0.5 cm, waktu bertunas 1.0 cm, jumlah mata tunas potensial dan jumlah mata tunas yang tumbuh
Perlakuan Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada DMRT (α=0.05). MSP= minggu setelah panen.
Efektifitas perlakuan ZPT dalam pematahan dormansi dipengaruhi oleh umur simpan subang. Subang yang baru dipanen sampai dengan 4 minggu setelah panen (MSP) lebih cepat menghasilkan primordia akar 68.5-70 hari setelah panen (HSP) (Gambar 17) daripada subang yang telah berumur 6-8 MSP. Perlakuan ZPT pada umur simpan subang 8 MSP masih dapat mempercepat waktu muncul primordia akar yang berkisar 72.2 hari, bila dibandingkan dengan percobaan pertama tanpa perlakuan ZPT waktu muncul primordia akar berkisar 93 hari.
Gambar 17 Pengaruh perlakuan NAA (100 ppm) dan GA3 (50 ppm) pada
berbagai umur simpan subang terhadap waktu yang dibutuhkan untuk muncul primordia akar
36
Waktu bertunas 0.5 cm(HSP)
83.3 a 83.2 a 82.7 a 78.9 b 78.6 b
Perlakuan ZPT untuk menstimulir primordia akar dapat dilakukan segera setelah subang dipanen. Semakin lama subang disimpan ada kemungkinan pengaruh pemberian ZPT dari luar semakin berkurang. Sanjaya (1995) melaporkan bahwa pada subang dengan perlakuan perendaman GA350 ppm pada
subang gladiol Queen Occer yang dipanen 4 minggu sebelumnya menunjukkan kecepatan waktu inisiasi akar tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Pemberian ZPT pada subang berumur 0 dan 2 MSP menyebabkan waktu bertunas 0.5 cm lebih cepat 4-5 hari dibandingkan dengan pemberian ZPT pada subang berumur 4, 6 dan 8 MSP (Gambar 18). Hasil analisis korelasi antara waktu muncul primordia akar dengan waktu bertunas 0.5 cm diperoleh nilai koefisien korelasi 0.905 dengan peluang nyata 0.0342. Hal ini menunjukkan adanya hubungan linear yang erat antara keduanya, yaitu semakin cepat waktu muncul primordia akar, semakin cepat waktu bertunas 0.5 cm. Perlakuan ZPT pada umur simpan subang 8 MSP masih dapat mempercepat waktu bertunas 0.5 cm yang berkisar 83.3 hari, bila dibandingkan dengan percobaan pertama tanpa perlakuan ZPT (percobaan 1a dan 1b) waktu bertunas 0.5 cm berkisar 100 hari.
Gambar 18 Pengaruh perlakuan NAA (100 ppm) dan GA3 (50 ppm) pada
berbagai umur simpan subang terhadap waktu yang dibutuhkan untuk bertunas 0.5 cm
Pemberian ZPT pada subang yang telah disimpan 0 dan 2 MSP menghasilkan waktu bertunas 1.0 cm lebih cepat 3-5 hari dibanding dengan pemberian ZPT pada subang telah disimpan 4, 6 dan 8 MSP (Gambar 19). Perlakuan ZPT pada umur simpan subang 8 MSP masih dapat mempercepat waktu bertunas 1.0 cm yang berkisar 96.3 hari, bila dibandingkan dengan percobaan pertama tanpa perlakuan ZPT (percobaan 1a dan 1b) waktu bertunas
Umur simpan subang Waktu yang
37
Waktu bertunas 1.0 cm(HSP)
1.0 cm berkisar 110 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan ZPT yang diaplikasikan segera setelah subang dipanen mempercepat patah dormansi subang. Hal ini bertentangan dengan prosedur selama ini, yaitu perlakuan ZPT untuk pematahan dormansi subang diaplikasikan 2 minggu setelah panen.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ZPT lebih efektif diberikan segera setelah subang dipanen. NAA akan segera menstimulir pembentukan akar, demikian juga GA3 akan segera meniadakan pengaruh inhibitor. Pemberian GA3
dari luar juga mempercepat proses perombakan cadangan makanan untuk menghasilkan energi yang cukup, sehingga pembentukan akar dan tunas pada subang menjadi lebih cepat, sebagaimana yang disampaikan Gardneret al. (2008)
bahwa giberelin berperan dalam pembebasan enzim α-amilase yang berperan dalam hidrolisis pati.
Gambar 19 Pengaruh perlakuan NAA (100 ppm) dan GA3 (50 ppm) pada
berbagai umur simpan subang terhadap waktu yang dibutuhkan untuk bertunas 1.0 cm
Subang yang disimpan 6-8 MSP menunjukkan pengaruh perlakuan ZPT dari luar yang lebih rendah dibandingkan dengan subang yang disimpan 2-4 MSP terhadap kecepatan pematahan dormansi. Hal ini kemungkinan subang yang lebih lama disimpan lebih rendah merespon pemberian ZPT dari luar, karena seiring dengan waktu penyimpanan kemungkinan sudah terjadi proses keseimbangan hormon endogen dalam subang itu sendiri. Weaver (1972) menyampaikan bahwa masing-masing jenis zat pengatur pertumbuhan tanaman mengontrol koordinasi
38
tumbuh dalam tanaman menurut lokasi atau fase tumbuh serta akan berada dalam keadaan seimbang agar pertumbuhan berjalan normal.
Dormansi subang gladiol yang disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal akan mengalami patah dormansi dengan sendirinya selama dalam penyimpanan. Penggunaan ZPT dapat digunakan untuk menggantikan proses pematahan dormansi subang secara alami tersebut, sebagaimana ditunjukkan oleh waktu muncul primordia akar dan tunas lebih cepat pada umur simpan subang 0 dan 2 minggu setelah mendapat perlakuan ZPT.