BAB III
PROSES PENCARIAN BUKTI YANG DILAKUKAN PENYIDIK PADA SAAT PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA
A. Jenis Tindak Pidana Yang Memerlukan Penanganan Tempat Kejadian Perkara
Setiap akan dilakukannya suatu penyidikan, langkah awal dari penyidikan
tersebut adalah penyidik harus mengecek apakah benar telah terjadi suatu
tindak pidana dan selanjutnya melakukan penanganan tempat kejadian perkara,
sehingga dapat dikatakan setiap tindak pidana dapat dilakukan penanganan
tempat kejadian perkara, namun ada juga tindak pidana yang tidak memerlukan
penanganan tempat kejadian perkara yakni dalam hal tindak pidana yang ringan
serta mudah pembuktiannya yang tidak harus meninjau ketempat kejadian
perkara tersebut berlangsung untuk mencari bukti misalnya penipuan,
penghinaan, penganiayaan ringan dan sebagainya.35
35
Wawancara dengan Kapolsek Percut Sei Tuan M. Simanjuntak, dan Kanit Serse Percut Sei Tuan Anthoni Simamora. Selasa , tanggal 02 November 2010, Pukul 14.30 WIB.
Adapun tindak pidana yang sering dan memang sangat memerlukan
penanganan tempat kejadian perkara adalah: kasus kebakaran yakni agar kita
dapat memastikan bahwa apakah kebakaran tersebut benar merupakan suatu
tindak pidana atau hanya kejadian yang tidak disengaja atau pun hanya karena
konsleting listrik pada kasus ini penyidik dibantu oleh ahli sehingga dari
bantuan ahli tersebut kita dapat menemukan nya suatu bukti dari kebakaran
pembunuhan maupun pembunuhan berencana juga dilakukan pengolahan
tempat kejadian perkara disebabkan korban telah meninggal sehingga penyidik
mengalami kesulitan jika tidak langsung melakukan pengolahan tempat
kejadian perkara guna mengetahui kejadian tersebut dengan sebenarnya.
Pencurian ataupun pencurian dengan pemberatan, penganiayaan
khususnya penganiayaan berat yang menghilangkan nyawa orang lain ,
pemerkosaan, penemuan mayat, laka lantas namun dalam laka lantas dilakukan
secara tersendiri oleh Polantas dan sebagainya.36
Setelah polisi mendapat informasi adanya suatu peristiwa yang diduga
tindak pidana yang berasal dari pengaduan ataupun laporan dari masyarakat
maka sebelum melakukan penanganan, harus ada terlebih dahulu tata cara
dalam penanganan tempat kejadian perkara agar tidak terjadi kesulitan yang
nantinya akan dialami penyidik dalam mencari bukti adanya suatu tindak
pidana pada saat penanganan tempat kejadian perkara karena telah dijalankan
dengan prosedur yang berlaku, adapun penanganan tempat kejadian perkara
secara garis besar nya terdiri dari dua bagian yakni tindakan pertama di tempat
kejadian perkara yakni : tindakan kepolisian yang dilakukan segera setelah
menerima laporan bahwa telah terjadi tindak pidana, dengan maksud untuk
melakukan pertolongan/perlindungan kepada korban dan pengamanan dan
B. Tata Cara Penanganan Tempat Kejadian Perkara
36
mempertahankan status quo guna persiapan serta kelancaran pelaksanaan
pengolahan tempat kejadian perkara.37
1. persiapan penanganan tempat kejadian perkara.
Dan pengolahan tempat kejadian perkara yakni tindakan
penyidik/penyidik pembantu untuk memasuki tempat kejadian perkara dalam
rangka melakukan pemeriksaan TKP mencari informasi tentang terjadinya
tindak pidana mengumpulkan/mengambil/membawa barang-barang bukti yang
diduga ada hubungannya dengan tindak pidana yang terjadi untuk diambil alih
penguasaannya atau menyimpan barang bukti tersebut guna kepentingan
pembuktian.
Setelah kita mengetahui pembagian secara besarnya proses penanganan
tempat kejadian perkara maka tata cara pengananan tempat kejadian perkara
meliputi:
2. tindakan pertama di tempat kejadian perkara.
3. pengolahan tempat kejadian perkara.
4. pengambilan dan pengumpulan barang bukti
5. pengakhiran penanganan tempat kejadian perkara.
1. persiapan penanganan TKP
Sebelum mendatangi tempat kejadian perkara perlu dipersiapkan personil
dan sarana/peralatan yang memadai/sesuai dengan situasi dan kondisi kasus yang
akan dihadapi meliputi:
37
1. persiapan personil, terdiri dari unsur-unsur SAMAPTA fungsi-fungsi
operasional polri, dan RESERSE bila diperlukan berikut unsur dukungan
tehnis seperti labkrim, identifikasi, dan dokfor bila ada.
2. penyiapan sarana angkutan dan alat komunikasi untuk kecepatan bertindak
dan memilihara kendali dan hubungan petugas dengan induk kesatuan.
3. peralatan yang diperlukan dalam penanganan TKP, terdiri dari antara lain:
a. police line (garis polisi)
b. test kit
c. kompas
d. sarung tangan
e. alat pengukur jarak (meteran)
f. alat pemotret
g. senjata api, borgol, pisau/ gunting
h. tali, kapur tulis, label dan lak
i. alat pembungkus barang bukti seperti:
1. kertas sampul warna cokelat
2. kantong plastik berbagai ukuran
3. tabung plastik berbagai ukuran
4. amplop
j. perlengkapan P3K
l. dan lain-lain yang dianggap perlu disesuaikan dengan situasi TKP
dan jenis kasus tindak pidana yang terjadi38
2. tindakan pertama di tempat kejadian perkara
Angota/petugas Polri yang datang pertama di tempat kejadian perkara
sebelum mengadakan pengolahan tempat kejadian perkara segera melakukan
tindakan sebagai berikut:
a. memberikan perlindungan dan pertolongan kepada korban.
b. Menutup dan mengamankan tempat kejadian perkara yakni
mempertahankan status quo dengan cara:
1. membuat batas/tanda garis polisi (police line) di tempat kejadian
perkara dengan tali khusus atau alat lain dimulai dari jalur yang
diperkirakan merupakan arah masuknya pelaku, melingkari sekitar
letak korban atau tempat yang dapat diperkirakan akan didapatkan
barang-barang bukti, kemudian yang diperkirakan merupakan arah
keluarnya pelaku meninggalkan tempat kejadian perkara dan
memberikan arah tanda keluar masuknya pelaku.
2. memerintahkan orang yang berada di tempat kejadian perkara pada
waktu terjadinya tindak pidana untuk tidak meninggalkan tempat
kejadian perkara dan mengumpulkannya diluar batas yang telah
dibuat.
38
3. melarang menangkap pelaku yang diperkirakan masih berada
disekitar tempat kejadian perkara.
4. meminta bantuan masyarakat setempat (RT, RW, kepala desa dll)
dalam melakukan pengamanan tempat kejadian perkara dan
membubarkan massa yang berkerumun.
5. berupaya mengamankan barang bukti dan jangan sekali-sekali
menambah/ mengurangi barang bukti yang ada di tempat kejadian
perkara.
6. berusaha untuk mencari barang bukti saksi dan keterangan lain
tentang peristiwa yang terjadi.
c. Segera menghubungi/ memberitahukan kepada satuan yang terdekat
dengan mempergunakan alat komunikasi yang ada.
Sehingga yang menjadi hal utama dalam tindakan pertama tempat kejadian
perkara menjaga agar tempat kejadian tetap terjaga seperti semula dan
melaporkan hasil yang ada di tempat kejadian perkara guna tindak lanjut
berikutnya.39
A. Melakukan pengamatan umum;
3. pengolahan tempat kejadian perkara
Adapun tata cara dalam melakukan pengolahan tempat kejadian perkara
dilakukan dengan tindakan-tindakan sebagai berikut:
B. Melakukan pemotretan dan pembuatan sketsa;
C. Melakukan penanganan korban, saksi dan pelaku;
39
D. Melakukan penanganan barang bukti.
A. Melakukan pengamatan umum.
Melakukan pengamatan umum yakni pengamatan yang diarahkan terhadap
hal-hal/obyek-obyek sebagai berikut:
1. jalan masuk/keluarnya sipelaku.
2.Adanya kejanggalan-kejangga yang didapati di tempat kejadian
perkara dan sekitarnya.
3. Keadaan cuaca waktu kejadian.
4. Alat-alat yang mungkin dipergunakan/ditinggalkan oleh si pelaku.
5. Tanda-tanda atau bekas perlawanan/kekerasan 40
B. Melakukan pemotretan dan pembuatan sketsa.
.
Hasil dari pengamatan tersebut diatas dimaksudkan untuk dapat
memperkirakan modus operandi, motif, waktu kejadian dan menentukan
langkah-langka mana yang harus terlebih dahulu dilakukan.
1. Pemotretan
pemotretan dilakukan dengan maksud untuk:
a. Mengabadikan situasi TKP termasuk korban dan barang bukti
lain pada saat diketemukan.
b. Memberikan gambaran nyata tentang situasi dan kondisi tempat
kejadian perkara.
40
c. Membantu dan melengkapi kekurangan dalam pengolahan TKP
termasuk kekurangan-kekurangan dalam pencatatan dan
pembuatan sketsa.41 Objek pemotretan adalah:
a. Tempat kejadian perkara secara keseluruhan dan berbagai
sudut.
b. Detail/close-up terhadao setiap obyek dalam TKP yang
diperlukan untuk penyidikan (digunakan skala/penggaris, dapat
dilakukan bersama dengan penanganan barang bukti)
Setelah dilakukan pemotretan maka penyidik harus membuat catatan
sebagai penjelasan hasil pemotretan yang memuat:
a. Hari, tanggal, bulan, tahun dan jam pemotretan.
b. Merkdan type kamera, lensa dan film.
c. Speed kamera dan diagfragmanya.
d. Sumber cahaya.
e. Filter yang digunakan.
f. Jarak kamera terhadap objek ( dilengkapi sketsa kasar TKP
yang memuat letak kamera dan obyek yang dipotret).
g. Tinggi kamera.
h. Nama, pangkat, NRP petugas yang melakukan pemotretan.42 2. pembuatan sketsa
Pembuatan sketsa dimaksudkan untuk :
41
Ibid.,hal 95.
42
a. Menggambarkan tempat kejadian perkara seteliti mungkin.
b. Sebagai bahan untuk mengadakan rekonstruksi jika diperlukan.
Sketsa merupakan sebagai lampiran berita acara pemeriksaan di tempat
kejadian perkara maka pembuatan sketsa tersebut dilakukan sebagai berikut:
a. mempergunakan kertas berukuran (kertas milimeter).
b. Menentukan tanda/ arah utara kompas.
c. Dibuat dengan skala.
d. Untuk setiap obyek diberi tanda dengan huruf balok dan
dijelaskan pada keterangan gambar.
e. Mengukur jarak benda-benda bergerak dengan cara
menghubungkan dua titik pada benda-benda tidak bergerak
yang digunakan sebagai patokan.
f. Untuk otentikasi sketsa dituliskan/cantumkan:
1.Nama pembuat
2.Tanggal pembuatan
3.Peristiwa apa
4.Dimana terjadi.43
C. Penanganan korban, saksi dan pelaku.
1. penanganan korban (yang telah mati)
a. pemotretan mayat menurut letak dan posisinya dilakukan secara
umum ataupun close-up yang dilakukan dari berbagai arah sesuai
43
dengan pemotretan kriminil yang ditujukan pada bagian badan yang
ada tanda-tanda yang mencurigakan.
b. meneliti dan mengamankan bukti-bukti yang berhubungan dengan
mayat yang terdapat pada tubuh atau yang melekat pada pakaian
korban dengan memperhatikan tanda-tanda kematian seperti
pembunuhan, tenggelam, keracunan, terbakar, gantung diri/bunuh diri.
c. memanfaatkan bantuan teknis dokter yang didatangkan dengan
menanyakan:
1. Jangka waktu/lama kematian berdasarkan pengamatan
tanda kematian antara lain kaku mayat, lebab mayat dan
tanda-tanda pembusukan.
2. Cara kematian.
3. Sebab-sebab kematian korban.
4. Kemungkinan adanya perubahan posisi mayat pada waktu
diperiksa dibandingkan dengan posisi semula pada saat
terjadinya kematian.
d. memberikan tanda garis pada letak posisi mayat sebelum dikirimkan
kerumah sakit.
e. setelah diambil sidik jarinya segera di kirim kerumah sakit untuk
dimintakan Visum Et Repertum dengan terlebih dahulu diberi label
pada ibu jari kakinya atau bagian tubuh lain.44
44
b. penanganan saksi
pada penanganan saksi berfungsi untuk mengumpulkan keterangan saksi
dengan cara:
1. melakukan interview/ wawancara dengan mengajukan pertanyaan
kepada orang-orang/ pihak-pihak yang diperkirakan/ diduga
melihat, mendengar, dan mengetahui kejadian tersebut.
2. berdasarkan keterangan-keterangan yang didapat dari hasil
interview yang dilakukan dapat diperoleh beberapa orang yang
dapat digolongkan sebagai saksi dan atau orang-orang yang diduga
sebagai tersangka.
3. melakukan pemeriksaan singkat terhadap saksi dan orang-orang
yang diduga sebagai tersangka guna mendapatkan keterangan dan
petunjuk-petunjuk lebih lanjut.
4. melakukan pemeriksaan terhadap korban, keadaan korban, sikap
korban atau dibawa ke rumah sakit/dokter ahli untuk dimintakan
visum et repertum.45 c. penanganan pelaku.
1. melakukan penangkapan, penggeledahan badan, dan
pengamanannya.
2. meneliti dan mengamankan bukti-bukti yang terdapat pada pelaku
dan atau melekat pada pakaiannya.
45
3. melakukan pemeriksaan singkat untuk memperoleh keterangan
sementara mengenai hal-hal baik yang dilakukannya sendiri
maupun keterlibatan orang lain sehubungan dengan kejadian.46 D. Penanganan barang bukti.
a. hal-hal yang harus diperhatikan dalam penanganan barang bukti:
1. setiap terjadi kontak fisik antara dua obyek akan selalu terjadi
pemindahan material dari masing-masing obyek, walaupun
jumlahnya mungkin sangat kecil/sedikit. Karenanya pelaku pasti
meninggalkan jejak/bekas di tempat kejadian perkara dan atau pada
tubuh korban.
2. makin jarang dan tidak wajar suatu barang ditempat kejadian
perkara, makin tinggi nilainya sebagai barang bukti.
3. barang-barang yang umum terdapat akan mempunyai nilai tinggi
sebagai barang bukti bila terdapat karakteristik yang tidak umum
dari barang tersebut.
4. harus selalu beranggapan bahwa barang tidak berarti bagi kita
mungkin sangat berharga sebagai barang bukti bagi orang yang
ahli.
5. barang-barang yang dikumpulkan apabila diperoleh secara
bersama-sama dan sebanyak mungkin macamnya serta
46
dihubungkan satu sama lain dapat menghasilkan bukti yang
berharga.47
1. dilakukan di tempat kejadian perkara dan sekitarnya apabila perlu
dengan disertai penggeledahan badan yang dilakukan dengan
secara teliti, cermat dan tekun. b. pencarian barang bukti
2. terhadap barang bukti yang sulit diketemukan oleh petugas polri
dilapangan, maka sejak tahap pengolahan tempat kejadian perkara
sampai dengan pemeriksaan secara ilmiah sebaiknya dilakukan
oleh pemeriksaan ahli dari identifikasi, labfor, dan dokfor polri
sesuai dengan bidang tugasnya48
Pencarian barang bukti ditempat kejadian perkara dapat dilakukan dengan
beberapa metode yakni:
a. Metode Spiral
.
Dalam metode spiral, caranya adalah tiga orang petugas atau lebih
menjelajahi tempat kejadian secara beriring, masing-masing berderet
kebelakang (yang satu dibelakang yang lain) dengan jarak tertentu, mulai
pencarian pada bagian luar spiral kemudian bergerak melingkar mengikuti
bentuk spiral berputar kearah dalam49, metode ini baik untuk daerah yang lapang bersemak atau berhutan.50
47
Ibid.,hal 99.
48
Ibid.,hal 99.
49
Andi Hamzah, Pengusutan Perkara Kriminal Melalui Sarana Teknik dan Sarana Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hal.48.
50
Gambar metode spiral.51
caranya adalah luasnya tempat kejadian perkara di bagi menjadi empat
bagian dan dari tiap bagian dibagi-bagi menjadi empat bagian, jadi masing-masing
1/16 bagian dari luas tempat kejadian perkaraseluruhnya. Untuk tiap-tiap 1/16
bagian tersebut ditunjuk dua sampai empat orang petugas untuk menggeledahnya.
Metode ini baik diterapkan untuk pekarangan, rumah atau tempat tertutup. b. Metode Zone
52
51
Effendi, Materi Perkuliahan Kriminalistik Pasca UTS. 22 Desember 2006.
http://effendi-kriminalistik.blogspot.com/ , di akses Rabu, tanggal 20 Oktober 2010 Pukul 09.00 WIB.
52
Gambar metode zone53
caranya adalah tiga orang petugas masing-masing berdampingan yang satu
dengan yang lain dalam jarak yang sama dan tertentu (sejajar) kemudian
bergerak serentak dari sisi lebar yang satu kesisi lain di tempat kejadian
perkara. Apa bila dalam gerakan tersebut sampai di ujung sisi lebar yang lain
maka masing-masing berputar kearah semula. Metode ini baik untuk daerah
yang berlereng. c. Metode Strip
54
Gambar metode strip55
Dalam hal ini, tempat atau ruangan dianggap sebagai suatu lingkaran,
caranya adalah beberapa petugas bergerak bersama-sama kearah luar dimulai
dari titik tengah tempat kejadian, dimana masing-masing petugas menuju d. Metode Roda
53
Effendi, Materi Perkuliahan Kriminalistik Pasca UTS. 22 Desember 2006.
http://effendi-kriminalistik.blogspot.com/ di akses Rabu, tanggal 20 Oktober 2010 Pukul 09.00 WIB.
54
Surat keputusan kapolri., Op, Cit, hal 101.
55
Effendi, Materi Perkuliahan Kriminalistik Pasca UTS. 22 Desember 2006.
kearah sasarannya sendiri-sendiri sehingga merupakan arah penjuru mata angin.
Metode ini baik untuk ruangan.56
Dalam mencari bukti-bukti tersebut, diperlukan ketelitian disamping
imajinasi para penyidik, kalau misalnya ruang yang diperiksa itu ialah ruang
tertutup, maka harus diperhatikan kotoran pada lantai, cat, kloset, pakaian, tirai,
gorden, dll57
[image:16.595.195.448.276.493.2]
Gambar metode roda58
caranya adalah dimulai dari titik tenga tempat kejadian perkara dalam
bentuk kotak sesuai kekuatan personil yang kemudian dapat dikembangkan atau
diperluas sesuai dengan kebutuhan sampai seluruh TKP dapat ditangani. e. Metode kotak yang di perluas
59
4. pengambilan dan pengumpulan barang bukti
56
Surat keputusan kapolri., Op, Cit, hal 101.
57
Andi Hamzah, Op,.Cit, hal 50.
58
Effendi, Materi Perkuliahan Kriminalistik Pasca UTS. 22 Desember 2006.
http://effendi-kriminalistik.blogspot.com/ di akses Rabu, tanggal 20 Oktober 2010 Pukul 09.00 WIB.
59
Didalam proses pengambilan dan pengumpulan barang bukti akan dibahas
secara rinci pada sub bab D pada bab III dari skripsi ini.
5. pengakhiran penanganan tempat kejadian perkara
1. konsolidasi.
Setelah pengolahan TKP selesai dilaksanakan maka dilakukan pengecekan
terhadap personel, perlengkapan dan segala hal yang diketahui ditemukan dan
dilakukan di TKP dan untuk mengetahui sejauh mana penanganan TKP sudah
dilakukan.
2. pembukaan/ pembebasan tempat kejadian perkara.
a. pembukaan/ pembebasan TKP dilakukan oleh Bamapta/Pamapta
setelah mendapat pemberitahuan dari penyidik bahwa pengolahan
TKP telah selesai.
b. dalam hal petugas pengolahan TKP baik dari reserse maupun dari
bantuan tehnis(identifikasi, labfor dan dokfor) masih memerlukan
waktu untuk pengolahan TKP, maka pembukaan/pembebasan TKP
selanjutnya dapat dilakukan oleh penyidik setelah mendapat
pemberitahuan dari penyidik atau bantuan tehnis dari identifikasi,
labor, dokfor bahwa pengolahan TKP telah selesai.
3.pembuatan berita acara pemeriksaan di tempat kejadian perkara.
a. Berita acara pemeriksaan di tempat kejadian perkara dibuat oleh
penyidik /penyidik pembantu yang melakukan pengolahan tempat
1. hasil yang ditemukan di tempat kejadian perkara baik di TKP itu
sendiri, korban, saksi-saksi, tersangka maupun barang bukti.
2. tindakan yang dilakukan oleh petugas ( tindakan pertama TKP
dan pengolahan TKP) terhadap hasil yang ditemukan di tempat
kejadian perkara.
3. sebagai bahan untuk pelaksanaan dan pengembangan penyidikan
selanjutnya.
4. bahan bagi penyidik selanjutnnya.
5. bahan evaluasi bagi atasan.
b. Disamping berita acara pemeriksaan di TKP,dibuat pula:
1. Berita Acara Penemuan dan Penyitaan barang bukti di TKP.
2. Berita Acara Penemuan dan Pengambilan jejak di TKP (sidik
jari, darah, sperma, dan lain-lain) bila ditemukan.
3. Berita Acara Memasuki rumah di TKP (jika di dalam rumah).
4. Berita Acara Pemotretan di TKP.
5. Berita Acara lain-lain sesuai tindakan yang dilakukan.
4. evakuasi kegiatan.
Hal ini dilakukan khusus terhadap tempat kejadian tertentu yang
memerlukan penanganan TKP lanjutan karena sifat dan kualitasnya dinilai tinggi
perlu melakukan evakuasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan.60
60
Ibid., hal 120.
C. Kewajiban-Kewajiban Yang Dilakukan Penyidik Pada Saat Proses Penanganan Tempat Kejadian Perkara
Kewajiban yang pertama sekali dilakukan penyidik atau pun satuan polisi
lainnya seperti sabara ataupun tugas luar adalah berusaha sedapat mungkin
untuk menjaga tempat kejadian perkara seperti keadaan semula sampai proses
penanganan tempat kejadian perkara selesai dilakukan adapaun cara untuk
mengamankan/ menjaga tempat kejadian perkara tersebut dengan cara
membatasi tempat kejadian dengan garis polisi (police line) sebagai bentuk
tindakan pertama dalam menangani tempat kejadian perkara.61
Setelah dilakukannya tindakan pertama seperti diatas kewajiban penyidik
selanjutnya adalah melakukan pengolahan tempat kejadian perkara dengan Jika terdapat korban yang masih hidup namun sudah tergeletak di tempat
kejadian maka harus dibawah segera kerumah sakit terdekat guna pertolongan
medis,sebelum diangkat harus terlebih dahulu di tandai posisi korban dengan
kapur. Jika korban telah meninggal misalnya pada kasus pembunuhan maka
mayat sikorban harus tetap berada pada posisi semula ditemukan.
Jika ada dugaan bahwa tersangka masih terdapat di sekitar tempat
kejadiam perkara maka wajib untuk dilakukan penangkapan guna memudahkan
penyidik dalam mengungkapkan/mencari bukti adanya tindak pidana yang
dilakukan tersangka.
Jika bekas kejadian perkara tersebut dianggap akan rusak maka menjadi
kewajiban untuk segera di amankan dan di foto objek tersebut.
61
mengikuti dan sesuai dengan instruksi peraturan yang ada sehingga akan
mengurangi kesalahan-kesalahan yang tidak perlu terjadi.
Penyidik harus mencatat segala tindakan apa yang dilakukan pada proses
penanganan tempat kejadian perkara dan membuat sket-sket kasar ataupun
gambaran tentang tempat kejadian perkara dengan segala isi didalamnya yang
kemudian dengan tindakan-tindakan yang telah dilakukan dan dicatat maka
kewajiban penyidik selanjutnya adalah membuat berita acara yang berhubungan
dengan apa saja yang dilakukan pada proses penanganan tempat kejadian
perkara misalnya berita acara pemeriksaan di tempat kejadian perkara, berita
acara penyitaan barang bukti dan sebagainya guna penyidikan selanjutnya.62
Berdasarkan pasal 7 ayat (1) huruf h KUHAP yakni penyidik karena
kewajibannya mempunyai wewenang “mendatangkan ahli yang diperlukan
D. Pihak-Pihak Yang Dapat Dimintakan Bantuan Oleh Penyidik Dalam Pengolahan Tempat Kejadian Perkara
Penyidik polri kadangkala dalam melakukan pengolahan tempat kejadian
perkara, ada hal-hal yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh penyidik dalam
mencari dan membuktikan adanya suatu tindak pidana di tempat kejadian
perkara yang disebabkan karena kekurang tahuan ataupun dalam mencari bukti
harus memerlukan keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh seorang polisi
sebagai penyidik sehingga memerlukan bantuan dari ahli yang khusus dibidang
tersebut.
62
dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.” Maka penyidik dapat
mendatangkan ahli untuk meminta bantuan dalam proses pengolahan tempat
kejadian perkara sesuai dengan keahliannya.
Orang ahli yang dimaksud dalam hal ini adalah orang yang memiliki
keahlian forensik,yaitu medicine forensik(kedokteran forensik), balistik dan
metelurgi forensik, fisika forensik, kimia dan biologi forensik, dokumen dan
uang palsu forensik, psykologi forensik yang telah memberikan keterangan ahli
secara tertulis dengan lebih mengutamakan pembuktian secara ilmiah, sehingga
walaupun tersangka tidak memberikan keterangan, atau berdiam diri atau tidak
mengakui. Tetapi dengan forensik tersebut dapat menentukan siapa
tersangkanya dan memperkuat keyakinan hakim siapa tersangkanya dan
memang terjadi tindak pidana yang disangkakan dan didakwakan.63
63
H.R. Abdussalam. Op.cit. hal. 726.
Forensik adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu atau sains.
Dalam kelompok ilmu-ilmu forensik ini dikenal antara lain ilmu fisika forensik,
ilmu kimia forensik, ilmu psikologi forensik, ilmu kedokteran forensik, ilmu
toksikologi forensik, ilmu psikiatri forensik, komputer forensik, dan sebagainya
Adapun pengertian dan cabang ilmu yang dimiliki para ahli yang dapat
membantu penyidik dalam melakukan penanganan tempat kejadian perkara
1. Kedokteran forensik secara sederhana dapat didefinisikan sebagai
penerapan ilmu kedokteran dalam penegakan keadilan. Secara garis besar ilmu
ini dapat dibagi dalam tiga kelompok bidang ilmu, yaitu ilmu patologi forensik,
ilmu forensik klinik, dan ilmu laboratorium forensik.64
Tugas dokter sehari-hari di dalam rangka membantu aparat penegak
hukum, pekerjaan yang terbanyak harus dilakukan ialah memeriksa dan bila
perlu merawat orang yang telah mengalami kekerasan, disamping itu juga
memeriksa mayat dan melakukan otopsi.65
Visum Et Repertum merupakan alat bukti yang sah dalam pembuktian
didalam persidangan, yang mana artinya Visum Et Repertum adalah apa-apa
yang dilihat dan ditemukan pada korban, dalam pengertian bebas adalah
keterangan tertulis dari seorang dokter atas sumpah jabatannya dengan
permintaan tertulis dari pihak yang berwenang, mengenai apa yang dilihat dan/ Dalam melakukan pencarian bukti
yang melibatkan ahli dalam proses penyidikan bantuan yang dapat diberikan
yakni bisa secara langsung untuk mendatangi tempat kejadian perkara guna
pencarian bukti adanya tindak pidana ataupun mengirimkan hasil dari
pengolahan tempat kejadian perkara kepada ahli untuk diteliti dan diperiksa
secara ilmiah adapun hasil dari pemeriksaan tersebut ditungakan kedalam
Visum Et Repertum.
64
WIB.
65
atau ditemukan pada barang bukti baik orang hidup atau mati untuk kepentingan
peradilan.66
sidik jari adalah hasil reproduksi tapak-tapak jari, baik yang sengaja
diambil atau dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada
benda karena pernah terpegang atau tersentuh dengan kulit telapak tangan atau
kaki .
Terhadap barang bukti yang sulit diketemukan oleh petugas polri
dilapangan, maka sejak tahap pengolahan tempat kejadian perkara sampai
dengan pemeriksaan secara ilmiah sebaiknya dilakukan oleh pemeriksaan ahli
dari identifikasi, labfor, dan doktor polri sesuai dengan bidang tugasnya.
2. Biologi forensik yakni yang termasuk sebagai ahli identifikasi dalam hal
membantu penyidik yang pada tempat kejadian perkara dalam hal untuk
menangani seperti :
a. bekas jejak
bekas jejak misalnya Jejak kaki maupun jejak dari kendaraan mengandung ciri
umum maupun ciri khusus sehingga dapat dijadikan bahan identifikasi.
b. susunan gigi
susunan gigi dipergunakan sebagai salah satu identifikasi karena gigi
merupakan salah satu bagian dari tubuh yang memiliki kekuatan maksimal
selain tengkorak kepala.
c.Sidik jari.
66
JENIS SIDIK JARI
1. Visible impression (langsung terlihat)
2. Latent impression (tidak langsung terlihat, sidik jari di TKP)
3. Plastic impression (sidik jari pada benda lunak)67
1. Regular Powder Brush (kuas serbuk biasa): dipergunakan pada
permukaan yang kasar.
Setiap sidik jari yang diambil, direkam dalam kartu sidik jari AK-23, yang di
dalamnya memuat rumus sidik jari. AK-23 yang sudah dianalisis direkam dalam
kartu sidik jari AK-24. Pengambilan sidik jari dilakukan dengan menggunakan
ransel kit identifikasi yang berisi 24 alat diantaranya:
2. Aluminium Hanyele filterglass brush (kuas filter glass tangkai
aluminium).
3. Magnetic brush (kuas magnet): pada permukaan yang halus/ kain.
4. Meteran : mengukur benda.
5. Finger print into: tinta khusus.
6. Post morten (sendok mayat): mengambil sidik jari mayat.
7. Powder black (serbuk hitam): digunakan pada permukaan yang tidak
berpori/berwarna majemuk.
8. Powder grey (serbuk abu-abu): pemukaan tidak berpori berwarna gelap.
9. Powder magnetic black: benda tidak berpori berwarna terang/ kertas,
kaca.
67
10.Powder magnetic grey: benda tidak berpori bukan logam berwarna
gelap.
11.Rubber roller: meratakan tinta.
12.Pinset.
13.Gunting.
14.Nomor.
15.Sarung tangan/ masker.
16. Rubber filter whrite: untuk mengankat sidik jari pada permukaan yang
bulat.
17.Hinger filter whrite: untuk mengangkat sidik jari pada permukaan biasa.
18.Stamping kit (bantalan tinta).
19.Alat tulis.
20.Magnifier (kaca pembesar).
21.Hinger lifter transparant: mengangkat sidik jari.
22.Kantong barang bukti.
23.AK-23.
24.Polilight alat pendeteksi sidik jari. Berupa cahaya 300 watt lampu
xenon.68
3. Kimia forensik yakni yang termasuk sebagai ahli identifikasi dalam hal
membantu penyidik yang pada tempat kejadian perkara dalam hal untuk
menangani seperti : proses identifikasi golongan darah dan DNA. Proses
identifikasi dengan menggunakan golongan darah dan DNA memiliki tingkat
68
akurasi yang tinggi dalam menentukan identitas seseorang. Contohnya : Sample
darah direaksikan dengan larutan anti A menggumpal dan− direaksikan dengan
larutan anti B tidak menggumpal, maka golongan darah adalah A Begitu juga
sebaliknya untuk golongan darah B Sample darah direaksikan dengan larutan anti
A menggumpal dan direaksikan dengan anti B menggumpal, maka golongan
darah AB Kedua-duanya tidak menggumpal maka golongan darah O.
4. Fisika forensik salah satu cabang yang membantu penyidik dalam
melakukan identifikasi adalah balistik, balistik adalah ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan gerakan, perilaku dan efek proyektil, terutama peluru, atau
disebut juga sebagai ilmu pengetahuan atau seni merancang dan melontarkan
proyektil agar sesuai dengan capaian yang diharapkan.
Dalam bidang forensik, balistik forensik merupakan ilmu pengetahuan tentang
senjata api dan pemakaiannya dalam kejahatan. Balisitik forensik melibatkan
analisa dampak peluru dan peluru sehingga ahli identifikasi dapat menentukan
kaliber dan jenis dari senjata api menembak. Analisa balistik adalah analisa
terhadap dampak penggunaan senjata api yang dihubungkan dengan jenis senjata
api, peluru yang digunakan, dan jarak penembakan.69
Polisi yang datang ditempat kejadian perkara pada waktu menangani
tempat kejadian perkara mempunyai kewajiban yang penting adalah
D. Bukti Yang Dapat Diambil Pada Saat Proses Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara
69
menangkap atau menahan tersangka apabila masih ada di tempat kejadian
perkara serta mengumpulkan bukti-bukti agar dengan bukti-bukti demikian
tersangka dapat diketahui dan ditemukan apabila sudah melarikan diri dan
dengan bukti-bukti tersebut tersangka dapat dihukum.
Menurut M karjadi, didalam bukunya tentang Tindakan dan Penyidikan
Pertama di Tempat Kejadian Perkara, didalam menangani tempat kejadian
perkara, bukti yang terdapat ditempat kejadian perkara dapat dibagi menjadi
dua:
1. bukti hidup,yakni saksi-saksi yang terdiri dari manusia yang kemudian
akan memberikan keterangan apa yang telah mereka lihat, dengar, rasa,
raba, bau atau yang mereka alami.
2. bukt i mati, yakni barang-barang bukti yang pekak tidak dapat berbicara
dan semua bekas-bekas kejadian tersebut.70
1. bukti hidup
Dalam mengumpulkan keterangan dari para saksi maka penyidik harus
diam yakni sedikit berbicara dan hanya yang perlu saja yang berupa
pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan kepada para saksi dimana penyidik tidak boleh
melakukan atau memikirkan dugaan, sangkaan, atau sesuatu dengan kira-kira.
Penyidik harus melihat, mendengar,dan apa yang ia ketahui dikumpulkan
baik-baik dan baru diolah untuk mendapatkan kesimpulan dari kejadian tersebut,
keterangan-keterangan saksi itu dicatat karena jika kemudian ada perbedaan
70
dengan keterangan para saksi dipengadilan maka penyidik dapat menerangkan
dengan sumpah disidang pengadilan.
Apabila seorang saksi yang sedang sekarat/akan mati maka penyidik harus
segera mendengar kesaksiannya sebab ada kemungkinan saksi itu dapat menyebut
satu dua patah kata yang penting dalam pengusutan/penyidikan. 71
bukti mati itu adalah semua apa saja yang terdapat di tempat kejadian
perkara, juga bekas-bekas seperti jejak-jejak kaki, sidik jari, bekas darah, sebuah
pistol, pisau yang merupakan bukti mati, malah jarak juga merupakan bukti mati,
misalnya dengan menentukan letak sebuah pistol dengan letak arah dan jarak
tangan sikorban, akan dapat disidik apa peristiwa itu kejahatan, kecelakaan,
ataupun bunuh diri.
2. bukti mati
72
Walaupun barang bukti/benda sitaan secara yuridis formal bukan berstatus
sebagai alat bukti yang sah, bahkan merupakan benda mati yang tidak dapat
berbicara. Akan tetapi dalam praktik penegakan hukum barang bukti tersebut
ternyata dapat dikembangkan dan dapat memberikan keterangan yang berfungsi/ Untuk pengambilan dan pengumpulan bukti mati pada saat pemeriksaan
tempat kejadian perkara dilakukan dengan cara, penyidik melakukan penyitaan
barang bukti dan pengambilan jejak (bila ditemukan seperti sidik jari/lutut,darah,
sperma dll) di tempat kejadian perkara dan setelah itu membuat berita acara
penyitaannya yang nantinya berguna pada saat dipersidangan.
71
Ibid.,hal.25
72
bernilai sebagai alat bukti yang sah dalam bentuk keterangan saksi, keterangan
ahli (visum et repertum(VER)) dan keterangan terdakwa.
Misalnya sebuah benda berupa senjata api atau senjata tajam setelah
diambil/disita dari tempat kejadian perkara menjadi barang bukti kemudian
ditunjukkan dan ditanyakan kepada saksi dan saksi tersebut memberikan
keterangan bahwa bukti tersebut oleh tersangka telah digunakan untuk melakukan
pembunuhan/ penganiayaan. Kemudian keterangan saksi diperkuat dengan
keterangan tersangka yang membenarkan keterangan saksi tersebut.
Demikian pula mayat korban pembunuhan setalah dilakukan pemeriksaan
ilmiah oleh ahli kedokteran kehakiman (laboratorium forensik) kemudian hasil
pemeriksaannya dituangkan kedalam visum et repertum yang isi nya bersesuaian
dan memperkuat keterangan saksi atau tersangka, maka barang bukti/benda
sitaan/benda mati yang berubah bentuk menjadi VER yang dengan sendirinya
mempunyai nilai dan kekuatan sebagai alat bukti yang sah dalam bentuk
keterangan ahli.
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa barang bukti/benda sitaan
meskipun bukan merupakan alat bukti yang sah tetapi dalam praktek penegakan
hukum ternyata dapat dikembangkan dan mempunyai manfaat/kegunaan dalam
upaya pembuktian atau setidak-tidaknya dapat berfungsi sebagai sarana untuk
mendukung dan memperkuat keyakinan hakim73
73
HMA. Kuffal, Tata Cara Penggeledahan dan Penyitaan , (Malang: UMM Press, 2005),hal.26-28.
sebagaimana yang terdapat pada
1 .hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti
dan menyatakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu dengan
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45
undang-undang ini.
2. jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada
saksi.
3. apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang
membacakan atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada
terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang
hal itu.
Disamping itu dengan diajukannya barang bukti didepan persidangan,
maka hakim melalui putusannya dapat secara sekaligus menetapkan status hukum
dari barang bukti yang diambil pada saat pemeriksaan tempat kejadian perkara
yakni dapat ditetapkan kepada pihak yang paling berhak atau dirampas untuk
kepentingan negara atau untuk dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat
dipergunakan lagi74
Sehingga dalam pengambilan dan pengumpulan barang bukti harus
dilakukan dengan cara yang benar disesuaikan dengan bentuk/macam barang
bukti yang akan diambil/dikumpulkan yang dapat berupa benda padat, cair dan
gas. Adapun yang dapat diambil dan dikumpulkan barang bukti oleh penyidik
dalam kasus-kasus yakni:
74
A. jika tindak pidana dengan/ disertai pembongkaran dan memasuki tempat
tertutup.
a. jalur masuk/ keluar pelaku adalah bekas ban kendaraan ataupun
bekas kaki/sepatu/sandal
b. Ceceran puntung/bungkus rokok, sandal, saputangan dan
lain-lain. Tetesan atau bekas tetesan darah.
c. Pada tempat masuk/keluar (jendela,pintu) adalah sidik jari, bekas
kaki, bekas alat pembongkar (obeng, linggis dan lain-lain),
rambut.
d. Didalam TKP (ditempat-tempat diperkirakan terjadi kontak
dengan pelaku) adalah sidik jari, bekas kaki, barang-barang yang
tertinggal dari pelaku puntung/bungkus rokok, saputangan,
sarung tangan, korek api, kancing pakaian, rambut, tanah dan
lain-lain. Bekas gigitan pada makanan/ buah-buahan, darah,
peluru senjata tajam/senjata api, tali, alat pemukul dan lain-lain.
e. Pada korban mati adalah darah, pakaian, bekas-bekas perlawanan
seperti rambut, hasil goresan kuku, serat pakaian,luka-luka atau
cedera atau korban, benda-benda asing bukan berasal dari tubuh,
pengambilan sidik jari pada kulit tangan, badan dan bekas
cekikan pada leher.
f. Pada pelaku/orang yang dicurigai (termasuk tempat
kediamannya) adalah darah, pakaian-pakaian, sepatu, sandal,
kuku,dan bekas gigitan, rambut dan bekas-bekas luka, kendaraan
tersangka, alat-alat senjata yang ada kaitannya dengan
pelaku/tersangka yang dicurigai.75
B. jika pada kasus pembakaran (kebakaran yang disengaja), kebakaran (kelalaian)
antara lain harus diambil dan dikumpulkan barang bukti sebagai berikut:
a. Di jalur mendekat/keluar adalah ceceran bahan bakar, minyak
tanah, bensin, thiner dan lain-lain. Ceceran alat pembakar seperti
korek api, kain, kayu. Ceceran tempat bahan bakar seperti
kaleng, botol kaca/plastik. Jejak kaki/sepatu/sandal, puntung
rokok.
b. Di tempat kejadian perkara adalah bekas/sisa bahan bakar seperti
minyak tanah, bensin, thiner, bahan peledak. Bekas atau sisa obat
pembara seperti korek api, detonator/fuse. Potongan kawat
listrikyang sambungannya tidak sempurna, sekering dan kotak
sekering.sambungan pipa gas/klep pengaman yang bocor. Gas,
sisa/hasil bakar. Sisa kompor/lampu/obat nyamuk.
c. Pada tersangka (termasuk tempat kediamannya) adalah bekas/sisa
dan bau bahan bakar. Sisa alat pembakar seperti rokok.76
C. jika pada tindak pidana narkotika/obat bius barang bukti yang dapat diambil
adalah sebagai berikut:
75
Surat Keputusan Kapolri,. Op.Cit, hal 104
76
a. Pada korban adalah bahan/obat-obatanyang diduga narkotika
baik jenis maupun wujudnya. Obat-obatan yang diduga
berbahaya. Alat-alat suntikan. Bekas-bekas suntikan.
b. Di tempat kejadian perkara adalah catatan-catatan tiker serta
hal-hal lainnya. Bahan obat-obatan yang diduga narkotika baik jenis
maupun wujudnya. Obat-obatan berbahaya, alat-alat suntikan,
bekas bungkus/sampul obat, alat isap (sedot).
c. Pada tersangka (termasuk tempat kediamannya) adalah
bahan/obat-obatan yang diduga narkotika baik jenis maupun
wujudnya. Obat-obatan bahan berbahaya, alat-alat suntikan,
bekas bungkusan/sampul obat.77
D. jika kasus yang ada hubungannya dengan racun maka bukti yang dapat diambil
adalah sebagai berikut:
a. Pada korban adalah muntahan, data kesehatan (medical history)
yang bisa didapat pada dokter/ RS dimana korban pernah
berobat. Obat-obatan/racun (pada badan atau pakaian).
b. Ditempat kejadian perkara adalah obat-obatan berbahaya. Sisa
makanan/minuman. Sisa racun termasuk racun
tikus/serangga/tumbuh-tumbuhan. Desinfektan (karbol,glysol).
c. Pada tersangka adalah obat obatan berbahaya serta sisa racun.
E. jika kasus yang terjadi merupakan kejahatan susila barang bukti yang dapat
diambil adalah sebagai berikut:
77
a. Pada korban adalah noda darah, sperma. Rambut, serat pakaian.
Pakaian termasuk pakaian dalam. Bekas-bekas perlawanan
seperti benda yang melekat dikuku/tangan.
b. Ditempat kejadian perkara adalah noda darah, sperma. Sidik jari,
bekas kaki. Rambut, tanah yang tercecer. Barang-barang yang
tertinggal dari pelaku seperti sapu tangan, kertas-kertas, puntung
rokok, korek api, botol minuman. Bekas-bekas perlawanan.
c. Pada tersangka (termasuk tempat kediamannya) adalah noda
darah, sperma, rambut. Pakaian yang dicurigai. Rokok dan korek
api. Bekas-bekas perlawanan korban, rumput, tanah yang melekat
pada pakaian/sepatu.serta sidik jari dan cetakan
kaki/sepatu/sandal.78
F. jika kasus yang terjadi merupakan tindak pidana pemalsuan surat barang
bukti yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
a. Alat tulis menulis. Bekas-bekas kertas korban. Klise-klise untuk
cetakan. Tinta-tinta, kanvas, dokumen atau surat berharga.
Contoh-contoh tanda tangan. Cap-cap palsu (stempel). Alat-alat
cetak.
G. jika kasus yang terjadi merupakan kecelakaan lalu lintas (sengaja atau tidak,
termasuk tabrak lari) bukti yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
a. Pada korban adalah (termasuk kendaraan miliknya) barang atau
benda yang terpindah dari kendaraan bermotor lawan seperti cat
78
mobil, minyak oli dan rem, pecahan kaca, bekas bau pada
pakaian korban serta pakaian korban.
b. Ditempat kejadian perkara adalah bekas rem dan jejak-jejak lain
dari kendaraan. Cat mobil, minyak oli, pecahan kaca.
Pecahan-pecahan kasar dari kendaraan bermotor. Pada kendaraan motor
yang dicirigai. Barang yang terpindah dari korban atau
kendaraannya seperti serat pakaian, darah kering, rambut,
daging/kulit korban. Bekas kerusakan yang baru terjadi contoh
cat mobil, minyak oli dan rem serta kaca.79
Jika pengambilan dan pembungkusan barang bukti yang memerlukan bantuan ahli
(seperti identifikasi, labfor dan dokter forensik) maka cara pengambilannya
adalah:
A. Jika kejahatan yang menggunakan pisau, pisau yang digunakan ada sidik
jarinya maka cara pengambilannya adalah:
1. Menggunakan tali yang diikatkan pada pangkal, pisau dapat
diangkat dengan mempergunakan ujung ibu jari dan telunjuk,
jangan sekali-sekali menggenggamnya.
2. Letakkan diatas sehelai karton tebal, ikat dengan kawat yang
halus atau benang yang kuat.
3. Masukkan pisau yang telah terikat pada karton tersebut kedalam
kotak yang sesuai sehingga tidak dapat bergeser.
79
4. Bungkus, segel dan beri label untuk kepentingan pemeriksaan
identifikasi.80
B. Jika senjata api yang diperkirakan terdapat sidik jari maka:
1. Pungutlah senjata api tersebut dengan mempergunakan ujung ibu
jari dan jari telunjuk pada bagian pelindung penarik, kemudian
angkat perlahan-lahan.
2. Letakkan senjata api tersebut pada sehelai karton yang tebal, ikat
dengan benang atau tali yang cukup kuat pada bagaian pemegang
dan pangkal larasnya.
3. Apa bila pada ujung laras senjata api didapat bekas-bekas
sobekan kain, rambut maka ini harus dijaga jangan sampai rusak
atau hilang.
4. Pada ujung laras hendaknya ditutup dengan kertas dan diikat agar
tidak kemasukan kotoran.
5. Masukkan senjata api tersebut pada sebuah kotak yang sesuai
ukurannya agar tidak dapat bergerak.
6. Kemudian tutup, bungkus, segel dan beri label.81 C. Jika anak peluru yang ditemukan di tempat kejadian perkara maka:
1. Ambil dengan hati-hati menggunakan ujung telunjuk dan ibu jari
pada kedua ujung anak peluru tersebut dan jangan sampai
menambah goresan.
80
Ibid.,hal 108.
81
2. Jika ditemukan lebih dari satu peluru pisahkan satu dengan yang
lain, bungkus satu persatu dengan terlebih dahulu dibalut kapas.
D. Jika terdapat selongsong peluru maka:
karena untuk kepentingan pembuktian selongsong ada pada bagian dasar, maka
cara mengambilnya dengan menggunakan alat (lidi, pensil dll) dimasukkan dalam
lubang selongsong dan dimasukkan kedalam kantong pelastik.
E. Jika serbuk/ mesiu maka:
1. Parafin/lilin yang telah dicairkan, balutkan atau tumpahkan pada
bagian yang terdapat mesiunya.
2. Setelah kering buka parafin tersebut dan masukkan pada kantong
plastik yang bersih bungkus, segel dan beri label.
F. Jika peluru yang belum terpakai maka:
1. Caranya sama dengan anak peluru dan selongsong.
2. Jika masih terdapat didalam selinder supay dibiarkan dan jangan
dikeluarkan.
3. Jika masih terdapat dalam magazen maka magazen tersebut harus
dikeluarkan dari senjatanya, dengan menggunakan alas sapu
tangan dan jangan merusak/mengjilangkan sidik jari yang
mungkin terdapat pada senjatanya, bungkus, segel dan beri
label.82
G. Jika pecahan logam, peluru/serpihan (bahan peledak, kaca dll)
82
1. Membungkus secara terpisah baik menurut jenisnya, waktu
maupun tempat diketemukannya.
2. Pengambilan dan pengumpulannya sama seperti pada anak
peluru, bungkus, segel dan beri label.
H. Pada pakaian sikorban maka:
1. Dibungkus tersendiri terutama bila ada lubang peluru, sobek
karena pisau, noda darah, sperma pada pakaian tersebut.
2. Bungkus segel dan beri label.
I. Jika dokumen atau surat maka:
Semua dokumen yang ada hubungannya dengan tindak pidana dan yang disita
harus dijaga keasliannya. jangan sampai terjadi kerusakan-kerusakan yang
ditimbulkan akibat kecerobohan cara mengambil, mengumpulkan dan
menyimpan.
1. Lipatlah sesuai dengan lipatan aslinya.
2. Jangan mengadaka coret-coretan pada dokumen tersebut.
3. Jika hendak memberi tanda pada sampul dimana dokumen
tersebut disimpan, simpan pada sampul/amplop.kemudian
bungkus, diikat, label dan segel.
J. Jika pada rambut maka:
1. Pungutlah rambut-rambut dengan menggunakan pinset.
2. Tempatkan rambut tersebut pada sehelai kertas putih kemudian
3. Masukkanlah lipatan kertas itu kedalam kotak/kantong tutup
rapat-rapat, bungkus, segel dan beri label.
K. Jika pada sperma maka cara pengambilannya adalah:
1. Jika masih basah usahakan untuk dapat dipindahkan kedalam
botol kaca dan tutup rapat.
2. Jika sudah kering biarkan pada tempatnya semula, bungkus
bersama tempatnya, beri label dan segel.83 L. Jika pada darah maka cara pengambilannya adalah:
1. Darah basah yang ditemukan pada benda-benda lunak antara lain
pakaian, sprei, selimut, keset dll.
a. jumlah kecil
potong/guntinglah setengah dari pada tempat masukkan kedalam
botol kemudian cairkan saline (larutan garam dapur NaCl 0.9%)
dan tutup rapat, bungkus, beri label dan segel.
b. jumlah besar
pindahkan darah yang tergenag itu kedalam botol/bejana dengan
menggunakan pipet tambahkan cairan saline kedalamnya kira-kira
1/5 dari jumlah darahnya,
2. Darah basah yang ditemukan pada benda keras antara lain ubin,
besi dan batu.
a. jumlah kecil
83
usahakan memindahkan sebanyak mungkin darah tersebut didalam
botol yang bersih, berikan cairan saline1.5 dari arah yang ada tutup
yang rapat, bungkus beri label dan segel. Sisanya biarkan
mengering kemudian korek dengan pisau/silet secukupnya.
Masukkan dalam lipatan kertas putih, masukkan dalam amplop,
beri label dan segel.
b. jumlah besar
contoh darah yang diambil dalam jumlah yang lebih banyak,
caranya sama dengan pada darah jumlah yang kecil.
3. Darah kering yang diketemukan pada benda-benda lunak antara
lain pakaian, sprei, selimut, keset dll.
a. jumlah kecil
ambil dan bungkus barang/bagian barang dimana darah kering
melekat beri label dan segel
b. jumlah banyak
caranya sama dalam pegambilan darah yang basah.
4. Darah kering yang ditemukan pada benda keras antara lain ubin,
besi dan batu.
a. jumlah kecil
kerik seluruhnya masukkan kedalam bejana/botol tuangkan cairan
saline secukupnya an butol ditutup rapat bungkus dan beri label dan
segel.
kerik sebanyak mungkin dan seterusnya caranya sama seperti
pengambilan darah yang basah.
5. cairan yang lain cara pengambilannya dan pengawetan dapat
dilakukan sama dengan cara pengambilan darah dan sperma.
M. Jika sisa makanan/muntahan makanan.
Pindahkan kedalam botol/kantong plastik yang diangkat dengan cara
menggunakan sendok atau alat lain kemudian ditutup/diikat dan disegel.
N.Untuk jejak jari, jejak jari terbagi menjadi 3 jenis yakni :
1. Jejak jari yang nyata (langsung dapat dilihat, miaslnya jejak jari
berasal dari jari-jari yang kotor karena tanah, oli, darah dll)
2. Jejak jari plastik(akibat dari pada barang –barang lunak yang
terpegang misalnya: coklat, mentega, sabun. Sehinga menimbulkan
lekukan-lekukan yang menggambarkan jari dengan garis-garis
pilarnya)
3. Jejak jari laten( jejak jari yang perlu dikembangkan terlebih dahulu
sebelum dapat dilihat) jenis ini merupakan jejak jari terbanyk yang
dapat dijumpai di TKP, jejak jari ini sangat tinggi nilai buktinya
dalam suatu perkara tindak pidana karena:tidak ada orang memiliki
sidik jari yang sama, sidik jari tidak pernah berubah seumur hidup,
sidik jari dapat dirumus.84
cara pengambilan jejak jari yang ditemukan di TKP dilakukan sebagai berikut:
84
a. Potret jejak jari yang ditemukan (bila laten harus dikembangkan
terlebih dahulu dengan metode serbuk atau metode kimia).
b. Angkat (lifting), jejak jari yang ditemukan dengan lifter bagi jejak
jari latent yang telah dikembangkan dengan serbuk, kemudian
tempelkan pada kartu “pendapatan sidik jari dari TKP”.
c. Cetak jejak jari plastis yang ditemukan dengan silikon dan
turunkan hasil cetakannya dalam kotak yang sesuai dengan
ukurannya.
d. Bagi jejak jari nyata, usahakan untuk dikirim bersama
benda/barang, bila mana ia melekat. Bila benda/barang tersebut
terlalu besar untuk dibawah seluruhnya, lakukan pemotongan dan
potongan benda/barang tersebutlah yang harus dikirimkan.
O. Jejak alat/perkakas (Tool marks).
Alat-alat/perkakas yang digunakan dalam kejahatan, hampir selalu
meninggalkan bekas di tempat kejadian perkara. Pada umumnya berupa
goresan-goresan atau lekukan pada benda-benda tertentu yang menjadi sasaran tindak
kejahatan. jejak-jejak/alat perkakas ini membawa segala ciri atau tanda-tanda
istimewa yang ada pada alat/perkakas aslinya ( misalnya: obeng yang telah rusak
ujungnya, meninggalkan jejak bekas yang berbeda dengan obeng lain yang masih
baru atau yang kerusakannya berbeda). cara mengambil jejak alat perkakas ini
dengan cara menuang dan mencetaknya dengan silikon.
Diatas permukaan tanah yang lembek gembur, atau berpasir injakan kaki/sepatu
dan gilasan roda kendaraan meninggalkan bekas berupa cetakan dari pada bentuk
asalnya. jejak ini merupakan alat bukti yang dapat menunjang pengungkapan
suatu tindak pidana karena dapat dilakukan perbandingan antara jejak yang
ditemukan kemudian didalam penyidikan. cara pengambilan jejak ini adalah
dengan mencetak/menuangnya dengan gips.
Q. Pengambilan dan pengumpulan barang bukti gas.
Berhubung cara-cara pengambilan dan pengawetan sukar dilakukan, lebih-lebih
banyak jenis gas yng sangat membahayakan manusia dan makhluk hidup lainnya
maka dalam pemeriksaan harus didatangkan ahli, yang dapat dilakukan oleh
petugas lapangan dengan memperhatikan bahaya yang mungkin ada, yaitu dengan
mengumpulkan gas termasuk gas hasil kebakaran dengan cara mengumpulkan
dalam kantong plastik dari nilon dibeberapa tempat di tempat kejadian perkara.85
85
BAB IV
KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI OLEH PENYIDIK DALAM PENCARIAN BUKTI PADA SAAT PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN
PERKARA
Kendala-kendala yang dihadapi polisi sebagai penyidik dalam pencarian
bukti pada saat penanganan tempat kejadian tempat perkara yakni dimulai dari
adanya laporan ataupun pengaduan dari masyarakat, tindakan pertama serta
pengolahan tempat kejadian perkara secara besarnya terbagi atas 2 kendala, yakni
kendala dari luar kepolisian (kendala eksternal) dan kendala dari dalam kepolisian
sendiri (kendala internal).
A. kendala Dari Luar Kepolisian (Kendala Eksternal)
Kendala yang timbul dari luar kepolisian (eksternal) yakni:
1. kekurang tahuan masyarakat akan pentingnya penanganan TKP.
2. faktor waktu.
3. faktor cuaca.
1. Kekurang tahuan masyarakat akan pentingnya Penanganan TKP
Pada umumnya jika terjadi suatu tindak pidana dan telah diketahui oleh
masyarakat, maka masyarakat yang berada disekitar tempat kejadian perkara
dengan rasa keingintahuan yang sangat besar terhadap kejadian tersebut secara
spontan akan langsung mendatangi tempat kejadian perkara untuk melihat secara
langsung kejadian tersebut dan tidak jarang masyarakat memegang ataupun
melakukan tindakan-tindakan lain ditempat kejadian perkara, sehingga tanpa
disadari oleh masyarakat, dengan adanya keberadaan mereka didekat ataupun
pengolahan tempat kejadian perkara akan merusak jejak-jejak ataupun bukti-bukti
lain yang sebenarnya sangat menentukan/penting terhadap kejadian tersebut dan
akan terkontaminasi/bercampur.dengan jejak masyarakat itu sendiri.
Dengan tercampurnya jejak masyarakat dengan jejak pelaku tindak pidana
akan menyulitkan penyidik ataupun para ahli yang akan menangani tempat
kejadian perkara sehingga akan sulit mencari dan mendapatkan bukti yang
sebenarnya dan menjadi kendala yang sangat sering terjadi dalam penanganan
tempat kejadian perkara.86
2. Faktor waktu
semakin cepatnya suatu peristiwa/tindak pidana diketahui maka akan
semakin memudahkan penyidik dalam menemukan bukti-bukti yang ada pada
tempat kejadian perkara sebab kejadian tersebut masih baru terjadi sehingga
bukti-bukti yang ada pada tempat kejadian perkara masih utuh dan kemungkinan
untuk rusak ataupun menghilang dapat dihindari.
Namun jika kejadian tersebut baru diketahui setelah cukup lama terjadi
maka akan besar kemungkinan bukti-bukti yang ada pada tempat kejadian perkara
sudah menghilang ataupun rusak, misalnya dalam hal kasus penemuan mayat
yang diduga meninggal karena suatu tindak pidana tetapi baru diketahui setelah
mayat telah membusuk serta pada waktu yang cukup lama tersebut terjadi hujan
yang deras sehingga merusak dan menghilangkan jejak ataupun sidik jari dari
sipelaku tindak pidana.
3. Faktor cuaca
86
faktor cuaca akan menjadi kendala yang sangat besar terutama jika tindak
pidana tersebut terjadi diluar ruangan yang tertutup sehingga secara langsung
benda-benda, jejak-jejak ataupun bukti-bukti lain akan berhadapan dengan cuaca.
Misalnya dalam melakukan pengolahan tempat kejadian perkara untuk mencari
bukti tidak pidana pembunuhan pada tempat kejadian perkara yang berada diluar
ruangan/ tempat yang terbuka dan pada saat pengolahannya terjadi hujan yang
lebat sehingga akan merusak bahkan akan menghilangkan jejak-jejak ataupun
bekas-bekas terjadinya suatu tindak pidana misalnya jika korban yang sudah
meninggal mengeluarkan darah, darah tersebut telah tercampur dengan air
ataupun darah tersebut tersapu oleh derasnya air hujan sehingga tidak ada lagi
bekas darah yang tertinggal ditempat kejadian perkara. Ataupun bekas jejak kaki
pelaku tersapu oleh derasnya hujan sehingga juga tidak lagi meninggalkan bekas
jejak kaki.87
1. Kurang teliti atau lengah terhadap suatu objek B. Kendala Dari Dalam Kepolisian (Kendala Internal)
Adapun kendala yang timbul dari dalam kepolisian sendiri (internal) adalah:
1. kurang teliti atau lengah terhadap suatu objek.
2. minimnya sarana dan prasarana.
Penyidik yang sedang melakukan proses pengolahan pada tempat kejadian
terkadang dalam mencari bukti-bukti yang terdapat pada tempat kejadian perkara
bisa saja kurang teliti, mengabaikan ataupun menghiraukan sesuatu tanda-tanda,
87
benda-benda, jejak-jejak dan sebagainya, yang sebenarnya jika dilakukan dengan
teliti dan menganggap penting terhadap apa saja atau seluruh yang ada di tempat
kejadian perkara akan membuat jelas dan terang tentang telah terjadinya suatu
tindak pidana.
Hal demikian dapat terjadi karena disebabkan kekurangtahuan ataupun
kurang pengalaman serta kurangnya pendidikan yang didapat penyidik sehingga
pada akhirnya akan menyulitkan penyidik sendiri dalam mengungkap suatu tindak
pidana. padahal walaupun pengolahan tempat kejadian perkara dapat diulang
kembali apabila diperlukan namun sebenarnya untuk dapat menentukan dan
mencari bukti hanya bisa sekali saja sebab dalam penanganan yang pertamalah
benda-benda ataupun bukti-bukti lain masih tetap dalam keadaan asli belum
tercampur dengan yang lain. Jika dilakukan kembali penanganan tempat kejadian
perkara walaupun sedikit perubahannya tetapi tetatp saja benda-benda sekitar
tempat kejadian perkara telah tercampur dengan jejak ataupun hal-hal yang lain. 88
2. Minimnya Sarana dan Prasarana
Harus diakui, guna mendukung proses pengolahan tempat kejadian perkara
harus didukung dengan sarana dan prasarana yang lengkap, sehingga akan
mempermudah penyidik dalam melakukan penanganan dan pencarian bukti yang
ada ditempat kejadia perkara.
Namun dalam kenyataannya banyak terjadi kendala dalam hal sarana dan
prasarana, misalnya dalam hal sarana agar sampai ketempat kejadian perkara
dibutuhkan kendaraan, di Polsek Percut Sei memang ada disediakan mobil patroli
88
namun sudah dalam keadaan rusak sehingga tidak bisa dipakai. Sehingga
terkadang harus menggunakan kendaraan pribadi jika ada, sehingga tidak efisien
dalam hal waktu, sehingga dengan telah diketahuinya kejadian tindak pidana oleh
masyarakat luas maka akan kemungkinan jejak-jejak yang ada pada tempat
kejadian tersebut telah terkontaminasi dengan jejak masyarakat sebelum
dilakukannya penutupan lokasi tersebut dengan garis polisi yang disebabkan
keterlambatan polisi yang datang hanya karena ketiadaannya sarana transportasi.
Dan hal ini mungkin saja terjadi.
Dalam hal prasarana yakni alat-alat yang mendukung dilakukannya proses
penanganan tempat kejadian perkara dalam hal pencarian bukti adanya tindak
pidana, peralatan yang dimiliki sangat minim diluar dari standar yang ada,
sehingga jika akan melakukan penanganan dan pencarian bukti harus
menggunakan peralatan yang apa adanya saja, sehingga hasilnya dalam
melakukan penanganan tempat kejadian perkara kurang efektif.89
89
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Tempat kejadian perkara merupakan tempat terjadinya suatu tindak pidana,
sehingga untuk menentukan apakah peristiwa tersebut merupakan suatu tindak
pidana, penyidik dalam penyelidikanya harus mencari dan menemukan bukti
sehingga membuat terang kejadian tersebut apakah merupakan tindak pidana
atau bukan. penanganan tempat kejadian perkara merupakan tahap awal dari
penyidikan dan berfungsi untuk mencari bukti guna penyidikan selanjutnya,
dalam melakukan tugas dan peranannya tersebut penyidik melakukan
penyidikan pada proses penanganan tempat kejadian perkara berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pada umumnya setiap tindak pidana dapat dilakukan penanganan tempat
kejadian perkara dan dalam melakukan penanganan tempat kejadian perkara
memiliki tata cara sehingga memudahkan penyidik dalam mencari bukti-bukti
secara terarah dan sistematis, dalam penanganan tempat kejadian perkara
penyidik jika tidak dapat melakukan pengolahan tempat kejadian perkara
sendiri, karena kewenangannya tersebut dapat meminta bantuan dari ahli yang
mempunyai keahlian khusus dibidang tersebut. Guna penyidikan selanjutnya
penyidik dapat melakukan pengambilan bukti-bukti pada proses penanganan
3. Adapun kendala yang dihadapi penyidik dalam melakukan penanganan
terbagi menjadi dua bagian besar yakni kendala dari luar kepolisian dan
kendala dari dalam kepolisian sendiri. Kendala dari luar kepolisian dapat
berupa kekurang tahuan masyarakat akan pentingnya penanganan TKP, faktor
waktu, faktor cuaca dan kendala dari dalam kepolisian sendiri yakni berupa
kurang teliti atau lengah terhadap suatu objek serta minimnya sarana dan
prasarana.
B. Saran
1. Dalam melakukan penanganan tempat kejadian perkara guna mencari dan
menemukan suatu tindak pidana penyidik harus berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sehingga perbuatan penyidik tersebut dapat
dipertanggung jawabkan dan tidak bertentangan dengan hak asasi manusia.
2. Untuk mendapatkan bukti-bukti pada proses penanganan tempat kejadian
perkara, penyidik sebaiknya harus mengikuti tata cara yang telah ditentukan
oleh peraturan yang berlaku agar tidak menyulitkan dalam pencarian bukti,
sebab jika tidak sesuai dengan tata cara dan melakukannya dengan tidak
beraturan akan menyebabkan rusaknya tempat kejadian perkara sehingga bukti
yang didapat tidak cukup untuk membuat terang tentang terjadinya suatu tindak
pidana sehinga dalam mencari bukti pada proses penanganan tempat kejadian
perkara diperlukan ketelitian dan kecermatan dan jika telah rusak keaslian
tempat kejadian perkara tidak akan bisa kembali seperti semula walau dengan
3. Untuk menimbulkan kesadaran masyarakat akan pentingnya penanganan
tempat kejadian perkara sebaiknya pihak kepolisian memberikan penyuluhan
dan pemberitahuan kepada masyarakat agar tidak membuat sesuatu hal yang
dapat menyulitkan penyidik dan dapat mengetahui apa yang seharusnya
masyarakat lakukan yang berkaiatan dengan tempat kejadian perkara sehingga
akan memudahkan penyidik dalam mencari bukti pada proses penanganan
tempat kejadian perkara, serta bagi pihak kepolisan sendiri hendaknya diberikan
pendidikan bagi penyidik dalam melakukan penanganan tempat kejadian