• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegiatan Belajar 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kegiatan Belajar 3"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Kegiatan Pembelajaran 3

Seni Rupa Tradisional, Modern dan Kontemporer

(2)

menghargai perbedaan budaya di lingkungan masyarakatnya maupun budaya-budaya yang hidup pada masyarakat lainnya.

A. Seni Rupa Tradisional

Istilah tradisional berasal dari kata “tradisi” yang menunjuk kepada suatu institusi, artefak, kebiasaan atau prilaku yang didasarkan pada tata aturan atau norma tertentu baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang diwariskan secara turun temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka secara singkat dapat dikatakan bahwa karya seni rupa tradisional adalah karya seni rupa yang bentuk dan cara pembuatannya nyaris tidak berubah diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bukan hanya itu, nilai dan landasan filosofis yang berada dibalik bentuk karya seni rupa tradisional tersebut pun umumnya relatif tidak berubah dari masa-ke masa. Bentuk-bentuk seni rupa tradisional ini dibuat dan diciptakan kembali mengikuti suatu aturan (pakem) yang ketat berdasarkan sistem keyakinan atau otoritas tertentu yang hidup dan terpelihara di masyarakatnya. Dalam konteks perkembangan seni rupa di Barat (Eropa), istilah seni rupa tradisional ini menunjukkan pada otoritas penguasa agama (gereja), raja dan para bangsawan. Para seniman tradisional menciptakan karya berdasarkan keinginan atau aturan yang telah ditetapkan sesuai ”selera” institusi-institusi tersebut dan berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, sepanjang kekuasaan institusi-institusi tersebut.

(3)

budaya masyarakat serta kemajuan teknologi berperan besar mempengaruhi perubahan fungsi benda-benda tersebut.

Pada perkembangan selanjutnya dalam konteks seni rupa dunia, istilah seni rupa tradisional kerap ditujukan kepada karya seni rupa non Barat. Sifatnya yang mentradisi dan tidak berubah ini menjadi pembeda utama dengan karya seni rupa Modern yang senantiasa menuntut inovasi dan kebaruan. Ciri lain dari karya-karya seni rupa tradisional ini adalah latar belakang penciptaan atau pembuatannya yang senantiasa terikat oleh fungsi atau konteks tertentu. Pada karya-karya komunal seperti itu, peran ekspresi individu senimannya nyaris tidak tampak. Hak penciptaan karya seni rupa bukan milik perorangan tetapi milik masyarakat pendukungnya. Dengan demikian hampir tidak ada karya seni rupa tradisional yang menggunakan inisial pembuatnya seperti yang umumnya terdapat pada karya-karya seni Modern.

(4)

Apresiasi yang tepat diharapkan dapat menghasilkan inovasi karya-karya seni rupa yang memiliki cirikhas Indonesia.

Wayang Golek merupakan salah satu karya seni rupa tradisional

(5)

B. Karya Seni Rupa Modern

Seni rupa Modern adalah istilah umum yang digunakan untuk kecenderungan karya seni yang diproduksi sejak akhir abad 19 hingga sekitar tahu 1970 an. Seni rupa modern menunjuk kepada suatu pendekatan baru dalam seni dimana tidak lagi mementingkan representasi subjek secara realistik—penemuan fotografi menyebabkan fungsi penggambaran di dalam seni menjadi absolut, para seniman modern berksperimen mengeksplorasi cara baru dalam melihat sesuatu, dengan ide segar tentang alam, material dan fungsi ini, seringkali bergerak melaju kearah abstraksi

Istilah Modernisme sendiri menunjukkan ideologi yang mempengaruhi gerakan budaya, politik dan seni yang menyertai perubahan masyarakat di Barat pada akhir abad 19 dan awal abad 20. Secara meluas, modernisme dideskripsikan sebagai satu seri pergerakan budaya progresif dalam seni rupa, arsitektur dan musik, literatur dan seni pakai yang muncul dalam dekade sebelum 1914. tercakup di dalam perubahan dan kehadirannya, modernisme menjadi arah karya seniman, pemikir, penulis dan perancang yang memberikan label baru tradisi akademi dan sejarah seni pada akhir abad 19 serta mengkonfrontasi aspek ekonomi, sosial dan politik baru yang dimunculkan dunia modern.

(6)

digoreskan 20.000 tahun yang lalu dan boleh jadi juga karya Picasso yang baru saja diselesaikan pagi ini.‟ Berdasarkan pendapat ini jelaslah bahwa ia menggunakan istilah modern tidak dalam hubungannya dengan kronologi melainkan dimaksudkan untuk menunjukkan sesuatu kelompok karya yang memifiki sifat-sifat tertentu. Maka sifat-sifat tertentu itulah yang dapat dipandang sebagal ciri khas seni modem sehingga dengan mudah akan dapat dikenali mana yang bisa digolongkan dalam seni modern dan mana yang tidak. Dengan ungkapan itu sesungguhnya artian modern tersebut diperluas tetapi sekaligus juga dipersempit. Diperluas, karena istilah itu menyangkut juga seni prasejarah dan dipersempit karena sebaliknya, belum tentu apa yang dilukiskan sekarang dapat masuk di dalamnya. Apabila kita ingin membenarkan kata-kata Newmeyer tersebut, dapatlah dikatakan bahwa setidaknya pada saat diciptakan, seni prasejarah ini memang memifiki sifat-sifat modern. Kalaupun secara kronologis kita akan membatasi daerah seni modern ini dan menyempitkan pada karya-karya yang diciptakan pada apa yang biasa kita sebut sebagai jaman modern, kita akan juga mengalami kesukaran, yaitu di mana menarik garis batasnya; kapan dan di manakah mulainya seni rupa modern itu. “Modern art begins nowhere because it begins everywhere. It is fed by a thousand roots, from cave paintings 30,000 years

old to the spectacular novelties in the last week’s exhibitions,” kata Canaday yang kurang lebih menunjang ungkapan Newmeyer di atas. Semua pencapaian dari masa ke masa di banyak tempat di dunia ini memberikan andilnya pada pembentukan seni modern, sehingga susahlah untuk menentukan kapan dan di mana periode seni rupa modern itu sebenarnya mulai. Maka untuk itu, sekali lagi, kita harus mempunyai pegangan, kualitas apakah yang paling berharga dalam seni modern tersebut dan dengan itu mencoba untuk mencari kapan kualitas tadi mulai ada atau berkembang biak dengan baik (Soedarso, 2000).

(7)

sesuatu yang dapat disejajarkan dengan kualitas modern tadi. Bahkan ada pula yang menganggap seni modern Eropa dimulai pada massa yang lebih akhir lagi.

Seperti telah diuraikan di atas, seni modern pada dasarnya tidak terbatas oleh hal-hal yang kasatmata seperti objek-objek lukisan tertentu ataupun corak dan gaya tertentu, melainkan ditentukan oleh sikap batin senimannya. Seni modern pun, berkat perkembangan komunikasi modern yang menyertai kemajuan teknologi, tidak kenal lagi akan batas-batas daerah dengan kekhasan tradisinya masing-masing. Seni modern menjadi universal sifatnya. Walaupun di sana-sini ada pula terdapat cap-cap daerah atau ada kalanya seni tradisi secara sadar atau tidak dimunculkan oleh seseorang pelukis modern ke dalam hasil karyanya, namun kenyataannya kita akan kesulitan untuk dapat menebak dari mana asal sesuatu lukisan yang dihadapkan kepada kita. “Today the boundaries are vague Horizons are infinite; the artist is tempted to explore in a hundred directions at

once.” Tulis Canaday pula. Mengenai yang terakhir ini, yaitu bahwa para seniman modern terangsang untuk menjelajah ke segala arah, kebenarannya tidak hanya sebatas arah di peta bumi saja, bahwa misalnya banyak seniman Eropa meninggalkan negerinya untuk mencari objek lukisan yang lain, tetapi juga karena daerah perhatian mereka itu meluas ke mana-mana. Bukan hanya pemandangan yang indah dan wanita cantik saja yang ingin dilukisnya, tetapi juga toilet bekas yang sudah tidak terpakai lagi atau kulit pokok kayu yang memiliki jenis permukaan atau texture yang unik, atau bahkan jaringan sel-sel yang hanya dapat diamati melalui mikroskop yang dulu sama sekali tidak terjamah oleh perhatian seniman, kini menjadi lahan yang subur bagi objek lukisan para seniman modern. Dengan ini jelaslah bahwa bagi mereka itu seni modern tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, bahkan di sana-sini juga tidak terikat oleh tatabahasa maupun kaidah-kaidah seni yang sudah mapan. Mereka sanggup menerima segala macam bentuk seni hampir dengan tiada bersyarat. Batasan-batasan yang dulu ada seperti ikatan tradisi (spirit of the race) atau ikatan zaman (spirit of the age), demikian juga ketentuan-ketentuan tentang isi ataupun tema telah disisihkan semuanya.

(8)

sifat yang merupakan gejala-gejalanya. Oleh karena itu untuk menghindarkan istilah „modern‟ yang bermuka banyak itu ada pula yang menamai seni modern tersebut dengan istilah “seni kreatif”. Seorang seniman modern akan melihat dunia atau bagian daripadanya yang sedang dihadapi sebagai objek dari lukisannya seolah-olah seperti baru saja objek itu diciptakan. Artinya, seakan-akan baru sekali itu saja ia menghayatinya dan baru kali itu pula mencoba untuk melukisnya, walaupun kenyataannya sudah berkalikali Ia melukiskan objek tersebut, dan entah telah berapa kali ia melihatnya. Kita tidak tahu sudah berapa kali pelukis kita yang terkenal, Affandi, melukis potret diriya. Namun setiap kali kita menatapnya, sekian kali pula kita menemukan sesuatu yang baru pada karya-karya itu, karena sang pelukis setiap kali selalu menghayati kembali dan mendapatkan pengalaman baru dalam objeknya, walaupun objek itu adalah dirinya sendiri. Seorang pelukis lain harus melupakan kuda atau gambar kuda yang telah seribu kali dilihatnya apabila ia akan melukis seekor kuda. Ia harus melihat kuda itu dengan mata kepalanya sendiri— atau mata hatinya—dan memperoleh impresi pertama dari pengalaman tersebut. Sebagaimana kita ketahui, hasil pengamatan itu amat dipengaruhi oleh pengalaman, pengetahuan serta kesan si pengamat atas objek pengalaman yang sudah dimiliki sebelumnya yang tentunya berbeda dari tiap pengamat yang lain, dan kiranya juga dipengaruhi oleh suasana hati Si pengamat itu sendiri ketika Ia sedang mengamatinya. Yang teràkhir inilah yang menuntut pengamatan itu harus selalu dilakukan setiap saat seseorang akan berkarya. Dalam hubungannya dengan keadaan tersebut, kira-kira 100 tahun yang lalu Gustave Courbet, Si pelopor realisme dari Perancis itu, pernah berharap agar museum-museum ditutup saja sekurang-kurangnya 20 tahun lamanya agar para seniman muda tidak sempat berdialog dengan karya-karya yang ada di dalamnya yang semuanya merupakan hasil pengamatan orang lain. Ia berkeinginan agar apa yang pernah diciptakan orang tidak mempengaruhi pengamatan pelukis berikutnya. Mungkinkah itu dan perlukah itu, adalah soal-soal lain yang harus dijawab lewat ilmu pendidikan seni rupa.

(9)

tradisional. Sikap batin yang tidak stereotip, yang selalu ingin akan yang baru dan yang lain dari pada yang lain. Kreativitas :sangat penting dalam seni modern, dan dalam kretivitas ini berkembanglah sifat-sifat orijinalitas, kepribadian, kesegaran, dan sebagainya. Dengan bayaran apapun (yang kadangkala sangat tinggi, dengan mengorbankan nilai-nilai yang sesungguhnya masih baik dan masih diperlukan oleh seni yang manapun juga), para seniman modern amat menghargai dan mengejar-ngejar nilai-nilai tersebut yang singkat kata dapat disebut sebagai nilai kebaruan atau novelty.

(10)

seperti yang ada di Mesir kuna itu, tetapi pada saat lain ia menggunakan ketajaman matanya yang kemudian ternyata menjadi pendorong diketemukannya perspektif di zaman Renesans. Namun keduanya jelas tidak berhasil dalam memberikan kepada kita “realitas” objeknya secara total; yang satu mengikuti ide atau pengertiannya tentang objek itu dan dengan demikian terjadilah karya yang

ideoplastik yang secara visual tampak tidak wajar, dan yang lain

menganakemaskan matanya membentuk suatu lukisan yang lebih “enak” dipandang mata (visioplastik) walaupun masih belum terhindar dart “kesalahan”. Dapat disaksikan misalnya, meja yang bujur sangkar menjadi tidak sama lagi panjang sisi-sisinya, sudut-sudutnya tidak 90° tetapi ada yang tumpul dan ada yang runcing, dan kakinya yang empat seningkali hanya kelihatan tiga. Dalam sebuah gambar pemandangan sering terlihat tiang-tiang listrik yang sama tingginya tergambar tidak sama tinggi; makin jauh jaraknya dan taferil ukurannya menjadi makin pendek. Akibat luasnya daerah seni modern itu maka variasi yang terdapat di dalamnya pun tak terhingga pula jumlahnya, sehingga tidak mungkin untuk memasukkannya ke dalam suatu difinisi yang formal.

”Guernica”, lukisan bergaya kubistis karya Pablo Picasso

(11)
(12)

Eksplorasi imajinasi dari alam mimpi, lukisan surealis karya Salvador Dali

Dari masa lampau kita mengenal adanya patronage (patron) dalam seni, yaitu perlindungan terhadap seni yang diberikan oleh tokoh-tokoh penguasa atau gereja demi kelangsungan perkembangannya. Pasang surutnya kemampuan pelindung atau penunjang seni ini dalam melakukan fungsinya besar sekali pengaruhnya dalam perkembangan seni modern. Misalnya, apabila pada masa kejayaannya patron-patron seni tersebut adalah diktator-diktator seni yang bisa memaksakan arah perkembangan seni karena merekalah yang membiayainya, maka kini sebaliknyalah yang terjadi; mereka itu yang harus tunduk pada kemauan para seniman. Pada zaman modern ini seniman tidak lagi menunggu uluran tangan mereka yang memiliki uang untuk menciptakan karyanya. Mereka mampu membiayai sendiri ciptaan-ciptaannya. Hal ini dimungkinkan pula antara lain oleh makmn populernya seni-seni kecil semacam lukisan ukuran esel (easel-painting) atau patung dada ukuran sebenarnya (life size), yang biayanya relatif

(13)

Sebagaimana diketahui di masa lampau, pada saat keemasan agama atau di waktu kejayaan kekaisaran yang absolut, yang berkembang sangat menonjol adalah jenis kesenian kolosal, lukisan dinding yang besar-besar, arsitektur istana dan gereja, maupun patung-patung besar yang disejajarkan dengan kebesaran para pendukungnya yang tidak mungkin di usahakan sendiri oleh senimannya. Dengan demikian si sponsor ini menjadi penentu kemana seniman atau karya seni akan di arahkan.

(14)

Karya Seni Rupa Modern,

Lukisan karya seniman Vincent Van Gogh

C. Karya Seni Rupa Kontemporer

Selain berdasarkan medianya, kesenian juga dapat digolongkan berdasarkan sifatnya, yakni dengan seni kontemporer dan klasik. Seni klasik yang dimaksud adalah kesenian yang diasosiasikan pada puncak penciptaan seni tertinggi pada suatu masyarakat. Sedangkan dalam seni kontemporer, sifat kesenian dihubungkan dengan penciptaan kekinian dan tengah mengalami proses perkembangan.

(15)

digunakan untuk menunjuk pada praktek seni rupa di Indonesia. Berbagai perdebatan ini muncul karena penggunaan artinya secara leksikal menerangkan kekinian sekaligus juga mewakili konsep seni rupa kontemporer yang dipengaruhi wacana dalam seni rupa Barat.

Di Barat, wacana kontemporer dimulai dengan menunjukkan pada berakhirnya era modernisme dalam seni rupa (modern art). Berakhirnya era ini memunculkan terminologi baru yang kemudian dipakai dalam praktek seni rupa di Barat yaitu kecenderungan postmodern (post modernisme). Penggunaan istilah posmodern ternyata menyimpan persoalan—karena kompleksitas dan keragaman pengertian yang dibawanya—sehingga lebih banyak digunakan istilah seni rupa kontemporer (contemporary art). Walaupun demikian, istilah ini masih mendatangkan masalah karena tidak mengarah pada pengertian seni rupa tertentu. Kerumitan ini ditambah dengan pengertian contemporary yang secara leksikal sama dengan pengertian modern yang berarti juga ”masa kini” (A. Irianto, 2000).

Seni rupa kontemporer dapat dikatakan sebagai sebuah wacana dalam praktek seni rupa di Barat yaitu praktek seni rupa yang menunjuk kepada kecenderungan posmodern. Kecenderungan ini menyiratkan wacana dalam praktek seni rupa yang “anti modern”. Hal ini disebabkan karena salah satu paradigma kemunculan posmodern adalah paradigma yang menolak modernisme. Sifat-sifat modern yang ditolak diantaranya adalah semangat universalisme, kolektivitas, membelakangi tradisi, mengedepankan teknologi, individualitas (I. M. Pirous, 2000) serta penolakan (pelecehan) non-Barat. Sifat-sifat modern ini pada perkembangannya seolah-olah mengesampingkan berbagai produksi kesenian non Barat yang dianggap lebih rendah dari seni modern karena bersifat tradisional. Sifat inilah yang ditentang oleh penganut seni rupa posmodern karena sifat-sifat modern tadi tidak mengakui karya seni rupa tradisonal yang dihasilkan oleh budaya komunal sebagai karya seni rupa yang sejajar dengan karya seni rupa modern.

(16)

ini. Dalam seni rupa kontemporer batasan medium dan pengkotak-kotakan seni seperti “seni lukis”, “seni patung” dan “seni grafis” nyaris diabaikan. Orientasi bebas dan medium yang tidak terbatas memunculkan karya-karya dengan media-media inkonvensional serta lebih berani menggunakan konteks sosial, ekonomi serta politik (Sumartono, 2000)..

Seni Grafis karya FX harsono, dengan tema peristiwa politik tahun 1998

Walaupun ada pemaknaan khusus dalam wacana seni rupa kontemporer seperti telah disebutkan di atas, tetapi arti leksikal yang menunjukkan konteks kekinian tidak dapat diabaikan begitu saja. Berdasarkan konteks kekinian, seni rupa kontemporer dapat dipandang sebagai karya seni yang ide dan pembahasannya dibentuk serta dipengaruhi sekaligus merefleksi kondisi yang mewarnai keadaan zaman ini tempat “budaya global” menyeruak, yang menebarkan banyak pengaruh yang menjadi penyebab berbagai perubahan dan perkembangan (Sumartono, 2000)

(17)

di mana budaya global banyak memberikan pengaruh terhadap perubahan dan perkembangan yang bersifat kultural.

Rangkuman

Istilah tradisional pada kata seni rupa tradisional berasal dari kata “tradisi” yang menunjuk kepada suatu institusi, artefak, kebiasaan atau prilaku yang didasarkan pada tata aturan atau norma tertentu baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang diwariskan secara turun temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka secara singkat dapat dikatakan bahwa karya seni rupa tradisional adalah karya seni rupa yang bentuk dan cara pembuatannya nyaris tidak berubah diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bukan hanya itu, nilai dan landasan filosofis yang berada dibalik bentuk karya seni rupa tradisional tersebut pun umumnya relatif tidak berubah dari masa-ke masa. Bentuk-bentuk seni rupa tradisional ini dibuat dan diciptakan kembali mengikuti suatu aturan (pakem) yang ketat berdasarkan sistem keyakinan atau otoritas tertentu yang hidup dan terpelihara di masyarakatnya.

Seni rupa modern adalah karya seni rupa yang diciptakan dengan berlandasakan pada azaz-azas modernime seperti selalu mengandungnilai kebaruan (novelty) yang membedakannya dengan karya seni rupa tradisional, individual (bukan karya komunal) dan dianggap bersifat universal. Memang seni modern tidak terbatas oleh hal-hal yang kasatmata seperti objek-objek lukisan tertentu ataupun corak dan gaya tertentu, melainkan ditentukan oleh sikap batin senimannya. Seni modern pun, berkat perkembangan komunikasi modern yang menyertai kemajuan teknologi, tidak kenal lagi akan batas-batas daerah dengan kekhasan tradisinya masing-masing. Seni modern menjadi universal sifatnya.

(18)

ditolak diantaranya adalah semangat universalisme, kolektivitas, membelakangi tradisi, mengedepankan teknologi, individualitas serta penolakan (pelecehan) non-Barat. Ciri kontemporer dalam wacana seni rupa kemudian dikukuhkan dengan semangat pluralisme (keberagaman), berorientasi bebas serta menghilangkan batasan-batasan kaku yang dianggap baku (konvensional) dalam seni rupa selama ini. Dalam seni rupa kontemporer batasan medium dan pengkotak-kotakan seni seperti “seni lukis”, “seni patung” dan “seni grafis” nyaris diabaikan. Orientasi bebas dan medium yang tidak terbatas memunculkan karya-karya dengan media-media inkonvensional serta lebih berani menggunakan konteks sosial, ekonomi serta politik

Latihan

1. Kumpulkan berbagai gambar dan artikel yang berisi tentang ketiga konsep kesenian (tradisional, modern dan kontemporer). Diskusikan dengan rekan-rekan saudara dengan menganalisis dan membandingkan berbagai kecenderungan bentuk serta latar belakang konsep jenis karya seni rupa tersebut.

(19)

Test Formatif

Pilih satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang disediakan

1. Bentuk-bentuk kesenian yanghingga saat ini cara pembuatan, bentuk dan fungsinya relatif tidak berubah sejak pertama kali diciptakan dapat dikategorikan sebagai jenis kesenian….

a. Kuno b. Pasif

c. Tradisonal d. Masyarakat

2. Berdasarkan pengertian atau konsep seni rupa tradisional, maka batik tulis di Indonesia dapat digolongkan kedalam karya seni….

4. Salah satu ciri seni rupa modern adalah a. menuntut nilai kebaruan

b. diwariskan secara turun temurun

c. semuanya benar

d. tidak ada batasan antara seni murni dan seni pakai

5. Salah satu ciri dari seni rupa tradisioanal adalah a. bersifat uiversal

b. relatif tidak brubah

c. menuntut kreativitas tinggi d. tidak ada yang benar

6. Salah satu ciri seni rupa kontemporer adalah a. mediumnya tidak konvensional

b. menuntut nilai kebaruan

c. dibuat denngan aturan yang ketat d. benar semua

7. Gerakan seni rupa kontemporer lahir karena.... a. ingin kembali pada seni rupa

(20)

a. kontemporer b. modern

c. tradisonal d. primitif

10. Sifat-sifat modern yang di tolak kelompok pendukung seni rupa kontemporer diantaranya adalah: Dunia Tanpa Batas, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2001.

Barret, Terry, Criticizing Art: Understanding the Contemporary, Mayfield Publishing Company, Mountain View. California, London, Toronto, 1994.

“Bavf-Naf# 1” katalog The Bandung Video, and New Media Art Forum, 7-11 Agustus 2002, Jejaring Artnetworkers, Bandung, 2002

Danto, Arthur C., After The End of Art Contemporary Art and The Pole of History, Priceton University Press, William Street, Princeton, New Jersey, 1995.

Diah Latifah dan Harry Sulastianto, Penuntun Belajar Pendidikan Seni I, Ganeca Exact: Bandung, 1994.

”Eksotika Dotkom”, Katalog Pameran Agus Wage, Oktober 2000.

”Evaluasi Sembilan” Katalog Pameran Seni Rupa, Purna Budaya Yogyakarta, 9 -14 Juli 2002.

Fernie, Eric, Art Histoy and its Method, Phoidon, London, 1995.

Gandaprawira, N., (ed.), 2005, Seni Rupa dan Kerajinan, Buku Ajar mahasiswa PGSD/PGTK, Guru SD/TK, Bandung, Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Indonesia.

Hasan, Asikin, “ Menyimpang dari Tradisi Modernisasi”, dalam Forum Keadilan, no 23, Tahun V, 24 Februari 1997

Hauser, Arnold, The Sociology of Art, (terj.) Kenneth J. Northcott, The University of Chicago Press, Chicago and London, 1989.

Hertz, Richard, Theories of Contemporary Art, Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey, 1985.

Holt, Claire. 2000. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia Diterjemahkan Oleh R.M. Soedarsono. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia.

Kavolis, Vytautas, 1972, History On Art’s Side Social Dynamic In Efflorescences, Itacha, New York: Cornel University Press.

Latifah, Diah dan Sulastianto, Harry, 1994, Penuntun Belajar Pendidikan Seni I, Bandung: Ganeca Exact.

McCloud, Scott, Understanding Comics (Memahami Komik), Alih Bahasa S. Kinanti , Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta, Jakarta, 2001.

(21)

Kontemporer GNB, Contemporary Indonesian Art, 28 April-28 May 1995 TIM Jakarta, 1995.

Pasca Modernisme: Populisme Budaya Massa dan Garda depan”, (terj.) Nug. Kartjasungkana, Prisma, edisi 1 Januari 1993., LP3ES, Jakarta, 1993.Pelfrey, Robert and Marry Pelfrey, Art and Mass Media, Harper & Row, London, 1986.

Pirous, Iwan Meulia, “Makna Modernitas bagi Seniman Seni Rupa Modern Indonesia”, dalam Antropologi Indonesia, Th. XXIV. No 62, Jurusan Antropologi FISIP UI dan Yayasan Obor, Jakarta, 2000.

Rasjoyo, Pendidikan Seni Rupa Untuk SMU kelas I, Erlangga, Jakarta, 1994. Riyanto, Didik, Proses Batik: Batik Tulis-Batik Cap Batik Printing,CV.Aneka,

Solo, 2002.

Rohidi, Tjetjep Rohendi. 2000. Ekspresi Seni Orang Miskin. Adaptasi Simbolik Terhadap Kemiskinan. Bandung : Nuansa.

Rohidi, Tjetjep Rohendi.. 2000. Kesenian Dalam Pendekatan Kebudayaan. Bandung: STISI Press.

Sahman, Humar, Mengenali Dunia Seni Rupa, Tentang Seni, Karya Seni, Aktivitas Kreatif, Apresiasi, Kritik dan Estetika, IKIP Semarang Press, Semarang, 1993

”Setengah Abad Seni Grafis Indonesia”, Katalog Pameran Seni Grafis,

Kepustakaan Populer Gramedia dan Bentara Budaya Jakarta, Jakarta, 2000.

Soedarso Sp., Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern, CV Studio Delapanpuluh Enterprise & BP ISI Yogyakarta, Yogyakarta, 2000

Sugiharto, I. Bambang, Postmodernisme, Tantangan Bagi Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 1996.

Sumartono, (et al.), Outlet,Yogya dalam Peta Seni Rupa Kontemporer Indonesia, Yayasan Seni Cemeti. Yogyakarta, 2000.

Sumartono, “Penelitian Sejarah Seni Rupa Setelah Krisis Modernisme” dalam Jurnal Seni, edisi I/01-Mei 1991, BP ISI Yogyakarta, Yogyakarta, 1991. Supangkat, Jim. “Seni Rupa dan Reformasi” dalam HU. KOMPAS, edisi Minggu,

13 September 1998

Supangkat, Jim. 1996. Multi Kulturalisme/Multimodernisme. Majalah Kalam Edisi 8. Jakarta.Suradi, A. Prayitno, Membuat Aneka Barang Kerajinan Cideramata, Humaniora Utama Press, Bandung, 1999.

Syafii, dkk., 2002. Materi Pembelajaran Kertakes SD. Jakarta : Universitas Terbuka.

Tangsi, 2000, “Memahami Estetika Seni Rupa Tradisional, dalam Jurnal Pinisi,Vol 6 No. 2 September 2000, Makasar, FPBS UNM.

Thomson, Jhon B., Ideology and Modern Culture, Polity Press, Cambridge UK, 1990.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Keterangan : Orang tersebut diatas adalah benar-benar penduduk Desa Ringinsari Kecamatan Kandat Kabupaten Kediri, orang tua dari anak yang bernama YASMIN FIQX NISA yang kuliah

This study aims to explain the appropriate communication strategy for U-Jek to develop student online taxibike (ojek) based on Islamic values in Semarang.. The aspects to be

[r]

Namun aspek terpenting sebagai cara untuk menemukan dan mengaitkan kembali pergulatan Indonesia hari ini ke akar

Petani dapat diartikan sebagai orang yang bidang pekerjaannya bercocok tanam atau dapat juga diartikan sebagai seseorang yang bergerak dibidang bisnis pertanian

Various data which have been stored in IRODCO, they being process and system will allow users to getting the information, such as conducting study that

lensos 'e1elsnd Jeuep uep rIeI uelelm und nele lnred uele;e3 tnleloul uelqernefbun0Ouepad e{es qe1el lut ue6uecueta6 uetodel uep ue0uecueu requreg undneu (rsdqg)

POKJA III ULP Pemerintah Kabupaten Bangka Tahun Anggaran 2014 akan melaksanakan Pemilihan Langsung dengan pascakualifikasi secara elektronik untuk paket pekerjaan