KARAKTERISTIK FISIOLOGI MANGGIS
(Garcinia Mangostana L.) DALAM PENYIMPANAN
ATMOSFER TERMODIFIKASI
(Skrpsi)
Oleh
ANDRE FRANSISKA
0814071002
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah sejenis pohon dari daerah tropika yang
diyakini berasal dari Kepulauan Nusantara. Tumbuh hingga mencapai 7 sampai
25 meter. Buahnya disebut juga manggis, berwarna merah keunguan ketika
matang, meskipun ada pula varian yang kulitnya berwarna merah. Buah manggis
dalam perdagangan dikenal sebagai "ratu buah". Buah ini mengandung xanthone
yang dapat digunakan sebagai pewarna alami dan juga sebagai obat (Soedibyo,
1998).
Manggis merupakan salah satu ciri khas buah Asia Tenggara, dan buah unggulan
Indonesia yang memiliki peluang ekspor yang cukup menjanjikan. Dari tahun ke
tahun permintaan manggis meningkat seiring dengan kebutuhan konsumen, baik
konsumen dalam negeri maupun luar negeri. Produksi buah manggis segar dalam
10 (sepuluh) tahun terakhir bervariasi, dengan kecenderungan meningkat. Pada
tahun 2000, produksi buah manggis sebesar 2.640,3 ton dan meningkat pada tahun
2010 menjadi 8.453,8 ton. Peningkatan rerata selama periode 2000-2010 adalah
2
Tabel 1. Produksi buah-buahan di Indonesia
Ta
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010.
Manggis sebagaimana hasil pertanian pada umumnya, mudah mengalami
kerusakan kimia maupun fisik. Hal ini disebabkan karena komoditas tersebut
masih melakukan proses kehidupan, meskipun sudah dipetik dari pohon induknya.
Buah manggis tersebut masih melakukan aktivitas pernapasan (respirasi) untuk
kelangsungan kehidupannya dengan mengandalkan sumber energi yang tersedia
di dalam buah itu sendiri dengan tidak ada lagi suplai dari luar seperti saat pada
pohon induknya. Adanya respirasi menyebabkan buah tersebut mengalami
perubahan seperti pelayuan, penyusutan dan pembusukan sehingga umur simpan
buah pun menjadi singkat. Respirasi merupakan perombakan bahan organik yang
3
bantuan oksigen. Aktivitas respirasi penting untuk mempertahankan sel hidup
pada produk. Produk dengan laju respirasi tinggi cenderung cepat mengalami
kerusakan. Pengurangan laju respirasi sampai batas tertentu dapat
memperpanjang daya simpan produk segar. Prinsip dasar ini digunakan sebagai
suatu metode penyimpanan yakni dengan mengatur laju respirasi produk di dalam
ruang penyimpanan.
Mutu buah manggis segar sangat ditentukan oleh penanganan pascapanennya,
mulai dari pemilihan tingkat ketuaan buah, pengemasan sampai penyimpanannya.
Buah manggis merupakan buah klimakterik sehingga buah dapat matang selama
masa penyimpanannya. Enam hari setelah dipanen warna kulit buah menjadi
ungu tua (Suyanti, 1999). Buah yang dipanen saat buah berwarna merah tua
menyebabkan daya simpannya lebih singkat dan tidak dapat memenuhi
persyaratan mutu manggis untuk ekspor. Buah yang muda berwarna hijau dan
mengandung banyak getah yang berwarna kuning. Semakin tua umur buah
dipanen menyebabkan semakin berkurang getahnya. Terdapatnya getah pada
buah manggismengakibatkanbuah kotor dan tidak menarik sedangkan terdapat
getah kuning pada daging buah membuat buah sulit dipisahkan dari kulit buah dan
dapat merusak daging buah (Syaifullah, 1999).
Oleh karena itu, buah manggis sangat memerlukan teknologi penanganan pasca
panen. Setelah pemanenan sedapat mungkin buah manggis dihindarkan dari
kerusakan fisik, baik dari kegiatan sebelum panen, pemanenan, penanganan,
grading, pengemasan, transportasi, penyimpanan dan akhirnya sampai ke tangan
4
Dari permasalahan di atas, maka perlu diupayakan suatu penanganan pascapanen
yang tepat agar umur simpan buah menjadi optimal. Untuk menjadi manggis
yang berdaya saing dan berdaya jual tinggi dibutuhkan suatu hasil produk yang
berkualitas dan tidak mudah rusak. Salah satu cara untuk menghambat proses
kerusakan buah adalah penyimpanan pada suhu rendah yang dikombinasikan
dengan teknik penyimpanan atmosfer termodifikasi. Teknik penyimpanan
atmosfer termodifikasi ini merupakan salah satu cara untuk menghambat kegiatan
respirasi dan dapat menunda pelunakan, penguningan, dan perubahan mutu
dengan memodifikasi atmosfer yang mengandung banyak CO2 dengan lebih
sedikit O2 dari udara biasa. Dalam teknik penyimpanan ini dilakukan manipulasi
komposisi (O2, N2) dan (CO2) yang dibuat berbeda dari atmosfer normal untuk
penyimpanan produk.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi gas-gas penyusun
atmosfer mikro penyimpanan atmosfer termodifikasi terhadap laju respirasi, total
padatan terlarut, total asam, tingkat kekerasan, dan lama simpan manggis yang
terjadi selama penyimpanan dalam suhu dingin (10oC) dan suhu ruang (29oC)
1.3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi ilmiah tentang
laju respirasi, perubahan total padatan terlarut, total asam, tingkat kekerasan, dan
lama simpan buah manggis dalam sistem penyimpanan atmosfer termodifikasi,
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Manggis
Manggis (Garcinia mangostana L.)merupakan tanaman buah berupa pohon yang
berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan
belantara Malaysia atau Indonesia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini menyebar ke
daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi,
Karibia, Hawai dan Australia Utara. Di Indonesia manggis disebut dengan
berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa Barat), manggus (Lampung),
manggusto (Sulawesi Utara), manggista (Sumatra Barat) (BAPENAS, 2000).
Tanaman manggis dalam tatanama tumbuhan atau sistematika (taksonomi)
tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Guttiferanales
Famili : Guttiferae
Genus : Garcinia
6
Tanaman manggis tergolong tanaman tahunan, umurnya dapat mencapai puluhan
tahun dan pohonya dapat tumbuh besar. Buah manggis merupakan produk utama
dari tanaman manggis. Buah manggis berbentuk bulat dan bercupat. Kulit buah
yang telah matang (tua) berwarna merah atau ungu kemerah-merahan (Gambar 1).
Cupat yang terdapat pada bagian ujung buah berbentuk seperti bintang.
Gambar 1. Manggis
Daging buah manggis bersegmen-segmen yang jumlahnya berkisar antara 5-8
segmen. Daging buah manggis berwarna putih dan bertekstur halus seperti buah
plum yang ranum. Setiap segmen daging buah mengandung biji yang berukuran
besar. Buah manggis memiliki kulit buah tebal, yakni sekitar 0,5 cm atau lebih.
Di dalam kulit buah terdapat zat pektin, tannin, katechin, rosin, zat warna, dan
getah berwarna kuning (Cahyono, 2011).
Sebagai buah segar, manggis merupakaan sumber mineral dan vitamin yang
sangat dibutuhkan oleh manusia dan bermanfaat untuk kesehatan. Selain
kandungan mineral dan vitamin, manggis mengandung komponen kimia bersifat
sebagai anti oksidan yang kuat yakni xanthone. Anti oksidan pada manggis
7
Tabel 2. Tingkat kematangan manggis berdasarkan indek/tahapan
Gambar Ciri-Ciri
Warna buah kuning kehijauan. Kulit buah masih banyak mengandung getah dan buah belum siap dipetik.
Warna kulit buah hijau kekuningan, buah belum tua dan getah masih banyak. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging. Buah belum siap dipanen.
Warna kulit buah kuning kemerahan dengan bercak merah hampir merata. Buah hampir tua dan getah mulai berkurang. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging.
Warna kulit buah merah kecoklatan. Kulit buah masih bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit. Buah disarankan dapat dipetik untuk tujuan ekspor.
Warna kulit buah merah keunguan. Kulit buah masih sedikit bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit dan buah dapat dikonsumsi. Buah dapat dipetik untuk tujuan ekspor.
Warna kulit buah ungu kemerahan. Buah mulai masak dan siap dikonsumsi. Getah telah hilang dan isi buah mudah dilepaskan. Buah lebih sesuai untuk pasar domestik.
Warna kulit buah ungu kehitaman. Buah sudah masak. Buah sesuai untuk pasar domestik dan siap saji.
Sumber : Departemen Pertanian (2004).
Pertumbuhan dan perkembangan karakter fisik dapat dijadikan variabel untuk
8
buah, meliputi bentuk, ukuran, volume, bobot dan warna. Komponen buah
berdaging seperti kulit daging dan biji dapat dijadikan sebagai parameter sifat
fisik buah. Pertumbuhan dan perkembangan karakter fisik diatur oleh dua faktor
yaitu internal dan eksternal. Salah satu faktor internal adalah perkembangan biji,
sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan dan budidaya (Hidayat, 2000).
Buah manggis merupakan buah yang eksotik karena memiliki warna yang
menarik dan kandungan gizi yang tinggi, karena itu buah manggis memiliki
prospek yang cukup baik untuk dikembangkan (Wijaya, 2004). Potensi manggis
tidak hanya terbatas pada buahnya saja, tetapi juga hampir seluruh bagian
tumbuhan manggis menyimpan potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan
manusia.
Penggunaan tumbuhan manggis diyakini dapat menyembuhkan penyakit,
beberapa diantaranya adalah peluruh kanker, anti oksidan, hipertensi, obat
sariawan, penurun panas, pengelat (adstringen), disentri dan lain-lain (Heyne,
1987). Kandungan kimia kulit manggis adalah xanton, mangostin, garsinon,
flavonoid dan tanin (Heyne, 1997; Soedibyo, 1998). Menurut hasil penelitian
kulit buah manggis memiliki aktivitas HIV tipe I, antibakteri, antioksidan dan anti
metastasis pada kanker usus (Tambunan, 1998).
2.2. Respirasi
Selama penyimpanan, hasil pertanian masih melakukan respirasi yakni proses
penguraian zat pati atau gula dengan mengambil oksigen dan menghasilkan
karbondioksida, air serta energi yang diekspresikan dengan persamaan reaksi
9
C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + 677 kkal………...……...(1)
Pengetahuan tentang laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk
mengetahui daya simpan buah sesudah panen. Laju respirasi yang tinggi biasanya
disertai umur simpan yang pendek. Adanya perbedaan laju respirasi setiap buah
dan sayur disebabkan oleh adanya perbedaan dalam fungsi botanis dari jaringan
buah tersebut. Laju respirasi tergantung pada konsentrasi CO2 dan O2 yang ada
dalam udara (Pantastico, 1986). Aktivitas respirasi dengan menggunakan oksigen
pada proses respirasi berbeda-beda, semakin banyak oksigen yang digunakan akan
semakin aktif.
Berdasarkan aktivitas respirasi tersebut, sifat hasil tanaman diklarifikasikan
menjadi yang bersifat klimaterik dan non klimaterik. Buah klimakterik adalah
buah yang mengalami lonjakan respirasi dan produksi etilen setelah dipanen.
Sedangkan buah non klimakterik adalah buah yang tidak mengalami lonjakan
respirasi maupun etilen setelah dipanen (Suhardiman,1997). Pada buah klimaterik
terjadi kenaikan respirasi dan kenaikan kadar etilen selama proses pematangan.
Sedangkan pada buah non klimaterik, proses pematangan tidak berkaitan dengan
kenaikan respirasi dan kenaikan kadar etilen. Perbedaan antara buah klimaterik
dan nonklimaterik yaitu adanya perlakuan etilen terhadap buah klimaterik yang
akan menstimulir baik pada proses respirasi maupun pembentukan etilen,
sedangkan pada buah nonklimaterik hanya terdapat perlakuan yang akan
menstimulir proses respirasi saja.
Aplikasi C2H2 (Ethylene) berpengaruh pada buah-buahan klimakterik, makin
10
Ethylene tersebut bekerja paling efektif pada waktu tahap klimakerik, sedangkan
penggunaan C2H2 pada tahap post klimakerik tidak merubah laju respirasi. Pada
buah-buahan non klimakterik respon terhadap penambahan ethylene baik pada
buah pra panen maupun pasca panen rendah, karena produksi ethylene pada buah
non klimakterik hanya sedikit. Menurut Winarno (2002) dikatakan bahwa
buah-buahan non klimakterik akan mengalami klimakterik setelah ditambahkan etilen
dalam jumlah yang besar. Dari penelitian Tongdee (1992), juga dapat diketahui
bahwa etilen merangsang pemasakan klimakerik.
Respirasi sangat mempengaruhi kegiatan metabolisme di dalam suatu jaringan
hidup, hal ini sejalan dengan pendapat Pantastico (1986) yang mengatakan bahwa
respirasi merupakan suatu ukuran laju jalanya metabolisme, sehingga laju
respirasi suatu produk setelah dipanen dapat menjadi suatu petunjuk seberpa lama
suatu produk hasil panen dapat bertahan setelah proses pemenanan. Penyimpanan
manggis yang dilakukan dengan cara mengatur suhu penyimpanan dan jumlah
O2-CO2 di dalam media penyimpanan terbukti dapat memperlambat tingkat laju
respirasi manggis. Laju respirasi setiap buah berbeda-beda, tergantung dari
seberapa besar buah dapat bereaksi dengan suhu lingkungannya dan besar
kecilnya jumlah etilen yang diproduksi buah setelah dipanen.
Iwata et al. dalam Pantastico (1986) mengungkapkan klasifikasi tiga tipe pola
respirasi yang mengenai hubungan antara pematangan dengan arus produksi CO2
oleh buah dan sayuran, yaitu :
a. Tipe “menurun dengan lambat” (gradually decrease type) dimana kecepatan
11
b. Tipe “meningkat sementara” (late peak type) dimana laju respirasinya
meningkat sementara saja dan kematangan penuh dicapai setelah puncak
respirasi.
c. Tipe “puncak kasip” (temporary rise type) dimana laju respirasi
maksimumnya terdapat setelah matang penuh hingga keranuman.
2.3. Metode Penyimpanan
2.3.1. Modified Atmosphere Storage (MAS)
Penyimpanan dalam atmosfir termodifikasi (MA= Modified Atmosphere)
diperoleh dari udara dan CO2 adalah penyimpanan tingkat konsentrasi O2
dikurangi dan CO2 ditambah melalui pengaturan pengemasan yang menghasilkan
komposisi tertentu. Komposisi ini dapat dicapai melalui interaksi penyerapan dan
pernapasan produk yang disimpan atau perbedaan komposisi udara berakibat
kegiatan respirasi atau metabolisme bahan disimpan.
Menurut Kartasapoetra (1999), atmosfir termodifikasi merupakan cara
penyimpanan statis dimana tidak ada pemantauan gas selama penyimpanan. Jadi,
komposisi di dalam ruang penyimpanan ditentukan oleh komposisi gas yang
terbentuk di dalam kemasan. Dalam penggunaan atmosfer termodifikasi suhu
harus ditentukan terlebih dahulu seperti yang dikatakan Kader (1997), dimana
akan lebih efektif bila dilakukan bersamaan dengan penyimpanan dingin dengan
suhu yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Penyimpanan dalam udara termodifikasi terdapat pengaruh gabungan antara CO2,
12
salah satu faktor itu dikombinasikan dengan yang lain dapat menambah
keefektifan penyimpanan. Akan tetapi pemberian perlakuan yang melebihi batas
akan menyebabkan terjadinya kondisi anaerob, sehingga dihasilkan aroma yang
tidak dikehendaki yang disebabkan oleh penimbunan etanol dan etanal, yang
bersamaan dengan itu juga timbul warna yang tidak dikehendaki. Menurut
Salunke dalam Pantastico (1986), penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi
adalah penyimpanan dengan mengatur komposisi gas di dalam ruang penyimpan
dimana kandungan oksigennya dibuat rendah dan karbondioksidanya dibuat tinggi
dengan perbandingan tertentu sehingga berpengaruh terhadap interaksi
penyerapan dan pernafasan buah yang disimpan.
2.3.2. Controlled Atmosphere Storage (CAS)
Suhu udara dalam sistem pengendalian atmosfer dapat diatur dan dipertahankan
dengan berbagai cara. Salah satu cara sederhana yaitu dengan menempatkan
komoditi tersebut dalam ruangan yang kedap udara. Karena terjadi pernafasan
dari komoditi tersebut, maka konsentrasi CO2 meningkat dan konsentrasi O2
menurun. Kadar CO2 juga dapat diatur menurut dosis yang dikehendaki dengan
cara penggunaan senyawa penyerap CO2 pada sistem pengendalian atmosfer,
khususnya jika senyawa CO2 meningkat tinggi sekali. Cara lain adalah udara
yang konsentrasi gas-gasnya telah diatur khususnya CO2, N2 dan O2 dihembuskan
ke dalam ruangan penyimpanan (Wardhanu, 2009).
Penyimpanan dengan atmosfer terkendali maupun atmosfer terkontrol dikenal
efektif dalam memperpanjang masa simpan buah, yang membedakan keduanya
13
perubahan komposisi udaranya disebabkan oleh aktivitas respirasi dari produk
yang dikemas itu sendiri dikarenakan pemberian komposisi gasnya hanya sekali
saja pada saat pertama pengemasan. Sedangkan penyimpanan atmosfer terkontrol
ini dilakukan dengan pengendalian konsentrasi oksigen dan karbondioksida secara
dinamik selama penyimpanan sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan.
Pengendalian atmosfer adalah metode penyimpanan dengan pengendalian
konsentrasi oksigen dan karbondioksida secara dinamik sesuai dengan konsentrasi
yang diinginkan. Untuk mendapatkan jangka waktu kesegaran yang paling lama,
penyimpanan dengan pengendalian atmosfer adalah yang terbaik. Konsentrasi O2
dan CO2 dalam ruang penyimpanan buah terbukti dapat menghambat laju
pematangan. Semakin rendah konsentrasi O2 dan semakin tinggi CO2 dalam
ruang penyimpanan, maka semakin lambat terjadinya proses pematangan buah
(Hermiati, 1999).
2.4. Kandungan Gizi Manggis
Sebagai buah segar, manggis merupakaan sumber mineral dan vitamin yang
sangat dibutuhkan oleh manusia dan bermanfaat untuk kesehatan. Setiap 100 g
daging buah manggis mengandung 0,6 g protein, 0,6 g lemak, 15,6 g karbohidrat,
8 mg kalsium, 12 mg fosfor, 0,8 mg besi, 78 g air dan 62 kalori. Selain
kandungan mineral dan vitamin, manggis mengandung komponen kimia bersifat
sebagai anti oksidan yang kuat yakni xanthone. Anti oksidan pada
manggis memiliki aktivitas anti kanker, anti bakteri, dan anti inflamasi (Jung,
14
Tabel 3. Kandungan dan komposisi gizi manggis dalam tiap 100 gr bahan
Komposisi Gizi Kandungan Gizi Kalori 34 kal
Sumber : Aryanto, Forum Detik (2010).
2.5. Fisiologi Pasca Panen
Buah yang telah dipanen memang dapat secara langsung dipasarkan. Namun,
tidak sedikit buah yang setelah dipanen akan mengalami proses penyimpanan
terlebih dahulu selama waktu tertentu. Untuk kebutuhan pasar biasanya buah
yang telah dipanen sebagian besar disimpan di dalam suhu kamar, sehingga buah
cenderung memiliki umur simpan yang singkat, karena buah akan cepat
mengalami kerusakan fisiologi seperti meningkatnya respirasi buah akibat
penyimpanan pada suhu kamar (Apandi, 1986).
Manggis yang telah dipanen tidak semuanya dalam kondisi yang baik. Kerusakan
fisik dan kerusakan mekanis sering terjadi setelah manggis dipanen. Kerusakan
fisik biasanya diakibatkan oleh pengelola dan penanganan pasca panen yang
15
terdapat manggis yang terjatuh langsung ke tanah sehingga manggis mengalami
benturan yang keras dan membuat teksturnya tergores ataupun retak. Kerusakan
mekanis sendiri sering terjadi ketika proses pengangkutan manggis ke pasar
ataupun ke tempat penyimpanan.
Seperti hasil hortikultura lainnya, manggis juga memiliki umur simpan yang
singkat. Kerusakan buah seperti tangkai buah yang tidak segar, mengerasnya
buah, getah kuning, dan jaringan buah yang susah dipisahkan dari kulitnya.
Kerusakan tersebut seing terjadi pada manggis setelah proses pengangkutan dan
penyimpanan (Syaifullah, 1999).
2.6. Perubahan Buah Selama Penyimpanan
Kerja enzim di dalam jaringan buah mengakibatkan perubahan kimia yang dapat
menyebabkan berubahnya penampilan, citarasa, dan kualitas buah selama proses
penyimpanan. Buah yang dipanen dalam kondisi yang belum terlalu tua
mengalami proses kerja enzim yang lebih lambat, sebab buah belum banyak
mengandung gula dan banyak mengandung zat tepung. Perubahan warna buah
selama penyimpanan disebabkan oleh enzim polifenolaksidase menjadi
melanoidin sehingga terbentuk warna coklat kehitaman. Kerja enzim juga dapat
dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, sebab semakin tinggi suhu penyimpanan
maka kerja enzim akan semakin cepat. Selain itu, suhu tinggi juga dapat
menimbulkan bercak pada buah (Azudin, 2004).
Hasil pertanian akan tetap melakukan proses kimiawi, fisika, biokimia, dan
16
pengemasan merupakan salah satu cara untuk memperlambat proses tersebut.
Dengan memberikan suhu penyimpanan yang rendah maka laju respirasi buah
yang disimpan dapat diperlambat sehingga buah dapat bertahan lebih lama. Sebab
proses respirasi dapat menyebakan kehilangan kadar air dan membuat buah
menjadi tidak segar (Shakty, 2008).
Ketika buah masih terdapat pada tanaman hidup, kehilangan karena transpirasi
dapat diganti oleh cairan tanaman yang mengandung air, mineral-mineral, dan
bahan-bahan hasil fotosintesis. Sesudah panen maka kehilangan substrat dan air
tidak dapat diganti dan mulailah proses kemunduran komposisi dan mutu buah.
Proses kemunduran ini terjadi karena berlanjutnya kegiatan metabolisme setelah
panen (Apandi, 1986).
2.7. Umur Simpan Manggis
Menurut Martin (1999), pada suhu kamar buah manggis dapat disimpan selama
8-10 hari penyimpanan, sedangkan pada suhu rendah (9-12oC) masih dalam kondisi
baik sampai 15 hari penyimpanan. Kesegaran buah dapat dipertahankan bila
dilakukan penyimpanan pada suhu dingin dengan kombinasi pengemasan atau
tanpa pengemasan. Penyimpanan buah pada suhu ruang diupayakan suhu tidak
boleh terlalu tinggi dan terlalu rendah. Suhu tinggi dapat mempercepat reaksi
biokimia sehingga pematangan dan proses senesen akan berjalan lebih cepat.
Sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan kerusakan buah akibat
suhu dingin (chilling injury). Penyimpanan pada suhu 10-14 oC mampu
memperpanjang daya simpan buah sampai 15-25 hari tanpa chilling injury.
17
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan Mei 2012 di
Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian,
Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik
Negeri Lampung.
3.2. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol penyimpanan (toples
kaca), tabung gas CO2 dan O2, kompresor, selang, pompa vakum, pisau
stainless steel, lemari pendingin, semprit atau suntikan, tabung reaksi, pipet
ukur, buret, gelas ukur, venojack,wax, spektrofotometer (BOECO Germany
S-22 UV/Vls), refraktometer atago model IPR 201 dengan skala pengukuran
0-60 °Brix, Fruit Hardnesss Tester (5 kg KM Tokyo) labu takar, timbangan
analitik (OHAUS Adventurer AR 2140), thermometer (air raksa), dan karet
penghisap.
2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah manggis dengan
tingkat kematangan tahap 5 yang diperoleh dari petani di Desa Babatan
18
digunakan adalah air, aquades, benlate untuk menghindari tumbuhnya jamur,
indikator bromthymol blue yang berfungsi sebagai indikator untuk menunjukan
kandungan CO2 dalam suatu larutan, Natrium hidroksida (NaOH),
Phenolftalein (Indikator PP) dan Sodium bikarbonat (NaHCO3).
3.3. Prosedur Penelitian
1. Cara Penyimpanan dalam Atmosfer Termodifikasi
a. Buah manggis disortasi yang baik dengan tingkat kematangan dan ukuran
yang seragam serta tidak mengalami kerusakan. Kemudian dicuci dengan air
dan dikeringkan, lalu dicelupkan dalam larutan benlet (2 gram benlet dalam 1
liter air) untuk menghindari tumbuhnya jamur. Setelah larutan benlet kering,
kemudian buah manggis ditimbang bobotnya dan dihitung volumenya sebagai
data awal untuk mengetahui besarnya freespace kemasan kaca. Kemudian
buah disimpan dalam toples penyimpanan masing-masing berisi 12 buah.
Pada atas permukaan tutup botol yang terbuat dari plastik diberi lubang dan
dilapisi karet untuk memasukkan gas dan mengambil sampel gas.
b. Setelah itu, toples penyimpanan ditutup rapat dengan menambahkan wax
pada leher toples untuk mencegah kebocoran. Kemudian gas biasa dalam
toples dikeluarkan dengan cara dihisap melalui lubang pada permukaan tutup
toples menggunakan pompa vakum sampai keadaan hampa udara. Campuran
gas dimasukkan ke dalam toples yang berisi sampel secara bersamaan
langsung dari kompresor dan tabung CO2 selama 10 detik.
c. Toples penyimpanan yang telah berisi sampel buah manggis dengan
19
udara tertentu disimpan dalam suhu dingin (10 oC) dan suhu ruang.
d. Komposisi udara penyimpanan dikembalikan pada kondisi semula setiap dua
hari sekali dan sampel gas diambil dari toples penyimpanan untuk
menganalisis gas karbondioksida.
e. Komposisigas dan temperatur perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi gas dan temperatur dalam penyimpanan
No Komposisi Gas*)
*) Perbandingan dalam persen (%) volume
Kader (1997) menyatakan bahwa batas penggunaan maksimum jumlah gas CO2 di
dalam penyimpanan atmosfer termodifikasi tidak boleh lebih dari 10 %. Bila
melebihi batas tersebut akan terjadi toxic pada buah atau sayuran. Jumlah gas O2
-CO2 yang dialirkan ke dalam toples dapat dilihat pada Tabel 5. Perhitungan
untuk mendapatkan komposisi gas dan besarnya aliran gas dapat dilihat pada
20
Tabel 5. Aliran udara
O2 (skala) CO2 (skala)
5 1
10 1
5 2
10 2
Gambar 2. Diagram Alir Metode Penelitian
Pengukuran kandungan asam, total padatan terlarut, laju respirasi, dan tingkat kekerasan buah setiap 2 hari sekali
Disimpan dalam suhu : T1 = 29°C dan T2 = 10°C
Modified atmosfer (MA) buah manggis
Penguapan untuk menghilangkan air yang menempel di kulit manggis Pencucian dan pencelupan dalam
larutan benlet (2 gr/1 ltr air) Penimbangan Sortasi
21
2. Analisis Gas CO2 dan O2
a. Pembuatan larutan standar
Larutan standar dibuat dengan menggunakan bromthymol blue (BTB) dan
sodium bikarbonat yang dilarutkan dengan aquades dengan perbandingan
campuran yaitu 0,01 gram bromthymol blue dengan 0,2 gram sodium
bikarbonat dilarutkan dalam 1 liter air (aquades).
Larutan standar dimasukkan ke dalam 5 buah venojack masing-masing
sebanyak 4 ml dan ditutup dengan menggunakan karet penyumbat.
Masing-masing venojack yang berisi larutan standar, diinjeksikan gas CO2 murni
dengan variasi volume 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 ml. Larutan tersebut
kemudian diukur nilai absorbansi CO2 dengan menggunakan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 615 nm. Hasil pembacaan dengan satuan
absorbansi dari CO2 diplotkan dalam bentuk grafik dan dihasilkan kurva
standar.
b. Penentuan konsentrasi CO2 selama penyimpanan
Gas yang dihasilkan selama penyimpanan diambil sebanyak 1,5 ml dengan
menggunakan suntikan kemudian diinjeksikan ke dalam venojack berisi 4 ml
larutan standar yang telah divakumkan dan ditutup rapat dengan karet
penyumbat. Absorbansi gas diukur dengan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 615 nm dan banyaknya gas CO2 diketahui berdasarkan nilai
absorbansi sampel gas setelah dikonversi dengan kurva standar. Pengambilan
22
3.4. Parameter
1. Laju Respirasi Manggis
Pengukuran produksi gas CO2 buah manggis yang disimpan dalam atmosfer
termodifikasi pada suhu ruang dan suhu rendah dilakukan dengan
menggunakan alat spektrofotometer (BOECO Germany S-22 UV/Vls) untuk
memperoleh kurva standar yang nantinya digunakan untuk menghitung laju
respirasi manggis.
2. Total Padatan Terlarut (TPT)
Pengukuran nilai kandungan total padatan terlarut (TPT) buah manggis
dilakukan dengan menggunakan refraktometer Atago PR 201 α. Buah manggis
diambil kemudian diambil sedikit daging buah dan diperas sarinya untuk
diteteskan pada alat refraktrometer. Hasil pengukuran nilai total padatan
terlarut (TPT) diperoleh dengan satuan obrix. Untuk menjaga keakuratan
pembacaan dari refraktometer ini maka kita harus mengenal tiap
bagian dari alat ini. Satuan obrix merupakan satuan yang digunakan untuk
menunjukan kadar gula yang terlarut dalam suatu larutan. Semakin tinggi
o
brixnya maka semakin manis larutan tersebut (Risvan, 2009).
3. Total asam (acidity)
Pengukuran tingkat keasaman manggis selama penyimpanan dilakukan dengan
metode titrasi. Langkah kerjanya sebagai berikut :
a) Bahan ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian diekstrak. Ekstrak dari
23
kemudian dihomogenkan.
b) Sampel diambil 50 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.
c) Sampel ditambahkan indikator Phenolftalein untuk uji total asam sebanyak
2 hingga 3 tetes.
d) Sampel kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N untuk uji total asam
hingga terjadi perubahan warna merah muda.
% = � � � %...(2)
dimana:
NaOH = NaOH yang terpakai (ml)
N NaOH = Normalitas NaOH (0,1 N)
Fp = faktor pengenceran
4. Tingkat Kekerasan
Tingkat kekerasan manggis dihitung dengan menggunakan Fruit Hardness
Tester (5 kg KM Tokyo). Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali pada
bagian yang berbeda untuk setiap buah (bawah, tengah, dan atas). Ketika
akan menggunakan alat ini terlebih dahulu kita harus memperhatikan bahwa
skala menunjukan posisi nol, kemudian letakan buah yang akan diukur
kekerasannya tepat menempel pada ujung jarum. Setelah buah berada pada
posisi yang tepat turunkan tuas tahan hingga beberapa detik kemudian
turunkan jarum skala ukur sampai menempel pada bagian paling atas jarum
yang menancap pada buah kemudian lihat besar nilai kekerasan pada skala
24
3.5. Analisis Data
1. Perhitungan laju respirasi manggis selama penyimpanan.
Hasil absorbansi CO2 murni kemudian dibuat kurva standar untuk memperoleh
persamaan kurva standar. Persamaan digunakan untuk menghitung produksi
CO2 manggis selama penyimpanan.
Diperoleh persamaan kurva standar : �= −2,3086�+ 0,6177
a. Volume produksi CO2 manggis = �= −2,3086�+ 0,6177
b. Nilai konsentrasi CO2 (% volume) =
�
,� x 100%...(3)
c. Laju produksi CO2 buah manggis mg/kg/jam =
% − % � � )
/ ...(4)
dimandimana :
m = massa bahan (kg)
bj CO2 = 1,975 (mg/ml)
t = waktu simpan (jam)
freespace = volume toples – volume buah manggis (ml)
x = nilai absorbansi dari spektrofotometer
Data-data hasil pengukuran parameter perubahan kandungan asam, laju respirasi
manggis, dan total padatan terlarut (TPT) serta tingkat kekerasan disajikan dalam
43
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Pengaturan suhu dan jumlah komposisi udara dan CO2 dapat memberikan
perubahan pada nilai laju respirasi manggis selama proses penyimpanan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kombinasi suhu dan modifikasi atmosfer
mampu menekan laju respirasi manggis. Pada suhu penyimpanan 10 oC
manggis memiliki umur simpan hingga 20 hari dan pada suhu penyimpanan
29 oC umur simpan manggis mencapai 16 hari.
2. Nilai TPT (total padatan terlarut), total asam serta tingkat kekerasan manggis
dapat dipengaruhi oleh suhu dan komposisi gas selama penyimpanan. TPT
manggis terendah pada suhu dingin (10 oC) adalah 16,6 obrix dan suhu ruang
(29 oC) 16,7 obrix. TPT meningkat pada waktu tertentu kemudian menurun
hingga akhir penyimpanan. Nilai total asam pada suhu dingin (10 oC) lebih
stabil dibandingkan dengan suhu ruang. Tingkat kekerasan manggis dalam
suhu dingin maupun suhu ruang terus mengalami peningkatan selama
penyimpanan dengan tingkat kekerasan tertinggi pada suhu dingin dan suhu
44
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk dilakukannya
penelitian lanjutan tentang penyimpanan buah dalam atmosfer termodifikasi
dengan komposisi gas yang lebih variatif dengan menggunakan media
45
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, H. 2005. Pengaruh Pektin Terhadap Jaringan Buah Lepas Panen. Armico Press. Bandung. 157 hlm.
Aminullah, M. 2009. Pasca Panen Jeruk. Transmedia. Jakarta. 85 hlm.
Apandi, M. 1986. Teknologi Buah dan Sayuran. Alumni. Bandung. 105 hlm.
Aryanto, A. 2010. Kandungan Gizi Pada 100 gram Buah Manggis. Publikasi : 14 November 2010. Akses : 23 Juni 2012. http://forum.detik.com /kandungan-gizi-pada-100-gram-buah-manggis-t.html.
Azudin, M.N. 2004. Storage of Mangosteen (Garcinia Mangostana L.). J. Asean Food. 2(2) : 70-80.
.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Produksi Buah-Buahan di Indonesia.
Publikasi : 14 November 2010. Akses : 23 Juni 2012. http//BPS.co.id. Bag. Hasil Panen Hortikultura.
BAPENAS. 2000. Manggis Indonesia. Publikasi : 3 Maret 2000. Akses : 23 Juni 2012. http//BAPENAS.co.id. Bag.Hortikultura.
Cahyono, F. 2011. Budidaya Manggis. Grafindo. Surabaya. 112 hlm.
Departemen Pertanian. 2004. Indek Kematangan Manggis. Publikasi :
15 Desember 2004. Akses : 23 Juni 2012. http//DEPTAN.co.id. Add. Produksi Manggis Indonesia.
Glasson, Mc. 1981. Effect of Temperature on the Respiration Rate. Department of Pomology. University of California. pp.279-283.
Hermiati, R. 1999. The Miraculous mangosteen. (Theses). Udayana University. Denpasar.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III, Penerjemah : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Yayasan Sarana Wahajaya, Jakarta, pp. 187-203.
46
Ihcwan, B. 2004. Indeks Kematangan Manggis Publikasi : 17 Desember 2004. Akses : 23 Juni 2012. http//Deptan.co.id.
Jung, H.A. 2006. Antioidantxanthones From Pericarp of Garcinia. J.Agric Food Chem. Mar 22:54(6):2277-82.
Kader, A.A. 1997. Physiologi and Biochemical Effects of Carbon Monoxide on Fruits and Vegetables. Department of Pomology University of
California. pp.279-283.
Kartasapoetra, A.G. 1999. Teknologi Penanganan Pasca Panen. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Martin,W. 1980. Durian and Mangosteen. In S.Nagi and P.E.Shaw (Eds) Tropical and Subtropical Fruit Composisitin Properties and Uses. pp 407-414.
Pantastico, ER.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan, Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University. Yogyakarta.
Qanytah. 2004. Kajian Perubahan Mutu Buah Manggis Dengan Perlakuan Precooling Dan Penggunaan Giberelin Selama Penyimpanan. (Skripsi). IPB. Bogor. 95 pp.
Risvan, M. 2009. Total Padatan Terlarut Biologi dan Kimia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Rubatzky,V.E. dan Yamaguchi, M. 1999. Sayuran Dunia 3: Prinsip, Produksi dan Gizi. ITB. Bandung.
Shakty, K. 2008. Pengaruh Suhu dan Jenis Kemasan Terhadap Umur Simpan Apel Malang. (Skripsi). Universitas Yogyakarta. Jogjakarta.
Soedibyo, M. 1998. Alam Sumber Kesehatan. Balai Pustaka. Jakarta. pp 257- 258.
Suhardiman. 1997. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suyanti, R. 1999. Pengaruh Tingkat Ketuaan Terhadap Mutu Pasca Panen Buah Manggis Selama Penyimpanan. Media Pustaka. Bogor. 112 hlm.
47
Tambunan, S. 1998. Manggis Untuk Kesehatan. Butara Mindo. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Tongdee, S.C. 1992. Postharvest Handling and Technology of Tropical Fruit. Media Arfindo. Bogor. Acta bul.321:713-717.
Wardhanu, M. 2009. Teknologi Penanganan Pasca Panen Buah dan Sayur. Institut Pertanian Bogor. IPB Press. Bogor.
Wijaya, H. 2004. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Impor. Penerbit Swadaya. Jakarta.