• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Nilai Kekerasan Enamel Gigi Pada Perendaman Dengan Susu Sapi Dan Saliva Buatan Setelah Demineralisasi Gigi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Nilai Kekerasan Enamel Gigi Pada Perendaman Dengan Susu Sapi Dan Saliva Buatan Setelah Demineralisasi Gigi"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Skema Alur Pikir

1. Minuman ringan merupakan minuman tanpa alkohol yang mengandung asam, bahan pemanis serta bahan perasa alami maupun buatan. Asam yang terkandung dalam minuman ringan pada umumnya memiliki pH di bawah 4 yang dapat menyebabkan demineralisasi enamel gigi. (Prasetyo, 2005; Lachowski dkk, 2014)

2. Demineralisasi merupakan suatu proses pelepasan atau pelarutan mineral hidroksiapatit dari enamel yang menyebabkan pembentukan pori-pori kecil pada permukaan enamel jika demineralisasi terjadi secara terus-menerus. (Miller, 2006)

3. Hidroksiapatit memiliki pH kritis 5,5 sedangkan fluorapatit memiliki pH kritis yang lebih rendah yaitu 4,5. (Prasetyo, 2005; Seow dkk, 2005; Yamamoto dkk, 2013)

4. Penelitian yang dilakukan oleh Seow WK dan Thong KM (2005) tentang efek erosi minuman diperoleh hasil bahwa minuman yang memiliki pH rendah mampu mengikis dan melunakkan permukaan enamel. (Seow dkk, 2005)

5. Hasil penelitian Owens BM et all (2014) menunjukkan bahwa minuman dengan pH asam seperti minuman olahraga, minuman energi dan jus jeruk menyebabkan enamel terlarut yang diketahui dengan mengukur persentasi kehilangan berat enamel gigi yang menjadi sampel. (Owens dkk, 2014)

(2)

pH saliva akan diikuti dengan proses remineralisasi. (Widyaningtyas dkk, 2014) 8. Remineralisasi adalah proses pengembalian ion-ion kalsium dan fosfat ke

permukaan enamel gigi yang secara normal terjadi jika suasana rongga mulut kembali ke pH netral dengan bantuan saliva. (Widyaningtyas dkk, 2014)

9. Susu sapi memiliki kemampuan untuk melindungi gigi dari erosi, terutama ketika diminum setelah mengonsumsi asam. Susu sapi telah terbukti mampu meningkatkan kemampuan remineralisasi enamel gigi karena mengandung kasein, kalsium dan fosfat. (Lachowski dkk, 2014; Amoras dkk, 2012; Rahardjo dkk, 2014 )

10. Penelitian yang dilakukan oleh Amoras DR et al (2012) tentang efek berbagai jenis minuman terhadap enamel gigi sapi untuk menahan proses demineralisasi berlanjut akibat asam hidroklirit. Diperoleh hasil bahwa susu sapi mampu meningkatkan kekerasan permukaan enamel gigi. (Amoras dkk, 2012)

11. Kekerasan gigi sangat dipengaruhi oleh banyaknya kalsium dan fosfat yang dikandung sehingga terlarutnya kalsium dan fosfat dari enamel gigi mengakibatkan kekerasan permukaan enamel menjadi berkurang. Sebaliknya, kembalinya mineral tersebut membuat kekerasan enamel meningkat. (Gutierrez-Salazar dkk, 2003)

Permasalahan

1. Apakah terdapat pengaruh perendaman gigi dalam susu sapi dan saliva buatan pada masing-masing waktu perendaman terhadap peningkatan kekerasan enamel gigi? 2. Apakah terdapat perbedaan nilai kekerasan enamel gigi setelah perendaman dalam saliva buatan pada hari pertama dengan hari ketiga?

3. Apakah terdapat perbedaan nilai kekerasan enamel gigi setelah perendaman dalam susu sapi pada hari pertama dengan hari ketiga?

(3)

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh perendaman gigi dalam susu sapi dan saliva buatan pada masing-masing waktu perendaman terhadap peningkatan kekerasan enamel gigi. 2. Untuk mengetahui perbedaan nilai kekerasan enamel gigi setelah perendaman dalam susu sapi pada hari pertama dengan hari ketiga.

3. Untuk mengetahui perbedaan nilai kekerasan enamel gigi setelah perendaman dalam saliva buatan pada hari pertama dengan hari ketiga.

4. Untuk mengetahui perbedaan nilai kekerasan enamel gigi setelah perendaman dalam susu sapi dan saliva buatan pada masing-masing waktu perendaman.

Hipotesis Penelitian

Hα: Terdapat perbedaan nilai kekerasan enamel gigi pada perendaman dengan susu sapi dan saliva buatan setelah demineralisasi gigi.

Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

1. Mengetahui pengaruh susu sapi dan saliva buatan terhadap remineralisasi enamel gigi yang terpapar oleh minuman asam.

2. Sebagai data untuk penelitian lanjutan tentang kekerasan permukaan enamel gigi. b. Manfaat Praktis

(4)

Lampiran 2. Alur Penelitian

I. Tahap Pemotongan dan Penanaman Gigi

Premolar pertama maksila

Potong mengikuti garis menggunakan

carborundum disc.

Bersihkan mahkota gigi menggunakan bur sikat dan pumice

Cuci dengan aquades

Penanaman bagian palatal sampai batas garis ke dalam resin akrilik

Sampel diberi nomor urut dan dibagi menjadi 2 kelompok secara acak Berikan tanda pada batas sementoenamel

Buat garis pada sisi mesial-distal yang membagi 2 bagian bukal-palatal

(5)

II. Tahap Pengukuran Kekerasan (VHN 1)

III. Tahap Perendaman dalam Larutan Asam dan Pengukuran Kekerasan (VHN 2)

Masing-masing sampel direndam dalam wadah berisi minuman rasa jeruk (5 menit)

Sampel dikeluarkan dan dikeringkan menggunakan pus-pus

Dilakukan pengukuran dan

Sampel diletakkan di meja sampel Micro Vickers Hardness Tester (bagian bukal

menghadap ke indentor)

Diberi beban sebesar 100 gram selama 15 detik

Pencatatan hasil pengukuran

Pengukuran pH larutan asam (minuman rasa jeruk)

VHN 1

(6)

IV A.Tahap Perendaman dalam Susu Sapi Pada Hari Pertama dan Pengukuran Kekerasan (VHN 3)

Pkl. 11.00 masing-masing sampel direndam dalam wadah berisi susu (5 menit)

Sampel dikeluarkan dan dikeringkan menggunakan pus-pus

Sampel disimpan dalam inkubator dengan suhu 370C

Pkl. 17.00 masing-masing sampel direndam dalam wadah berisi susu (5 menit) Pkl. 16.50 masing-masing sampel dikeluarkan dan dikeringkan menggunakan

Pengukuran pH susu sapi

Masing-masing sampel direndam dalam wadah berisi Aquabides

Pengukuran pH susu sapi

(7)

IV B. Perendaman dalam susu sapi pada hari kedua dilakukan proses perendaman seperti pada hari pertama.

IV C. Perendaman dalam susu sapi pada hari ketiga dilakukan proses perendaman seperti pada hari pertama.

IV D. Tahap pengukuran kekerasan pada hari keempat (VHN 4) Sampel disimpan dalam inkubator suhu 370C

Hari kedua pkl. 08.00 sampel dicuci dan dikeringkan menggunakan pus-pus

Hari keempat pkl. 08.00 Sampel dicuci dan dikeringkan menggunakan pus-pus

Dilakukan pengukuran dan pencatatan kekerasan permukaan

enamel (prosedur II)

Dilakukan pengukuran dan pencatatan kekerasan permukaan

Masing-masing sampel direndam dalam wadah berisi Aquabides

VHN 3

(8)

V A. Tahap Perendaman dalam Saliva Buatan pada Hari Pertama dan Pengukuran Kekerasan (VHN 3)

Pukul 11.30 Masing-masing sampel direndam dalam wadah berisi saliva buatan (5 menit)

Sampel disimpan dalam inkubator dengan suhu 370C

Sampel dikeluarkan dan dikeringkan menggunakan pus-pus

Masing-masing sampel direndam dalam wadah berisi Aquabides

Pengukuran pH saliva buatan

Pukul 17.30 Masing-masing sampel direndam dalam wadah berisi saliva buatan

(5 menit)

Sampel dikeluarkan dan dikeringkan menggunakan pus-pus

Masing-masing sampel direndam dalam wadah berisi Aquabides

(9)

V B. Perendaman dalam saliva buatan pada hari kedua dilakukan proses perendaman seperti pada hari pertama.

V C. Perendaman dalam saliva buatan pada hari ketiga dilakukan proses perendaman seperti pada hari pertama.

V D. Tahap pengukuran kekerasan pada hari keempat (VHN 4) Hari kedua pkl. 09.00 sampel dicuci dan

dikeringkan menggunakan pus-pus

Dilakukan pengukuran dan pencatatan kekerasan permukaan

enamel (prosedur II)

Hari keempat pkl. 09.00 Sampel dicuci dan dikeringkan menggunakan pus-pus

Dilakukan pengukuran dan pencatatan kekerasan permukaan

enamel (prosedur II)

Masing-masing sampel disimpan dalam inkubator dengan suhu 370C

VHN 3

(10)

Lampiran 3

PERBEDAAN NILAI KEKERASAN ENAMEL GIGI PADA PERENDAMAN DENGAN SUSU SAPI DAN SALIVA BUATAN SETELAH

DEMINERALISASI GIGI

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

1. Apakah Anda pernah memakai kawat gigi/behel?

Ya Tidak

2. Apakah Anda pernah melakukan perawatan pemutihan gigi?

Ya Tidak

3. Apakah Anda pernah dilakukan perawatan saluran akar?

Ya Tidak

Elemen Gigi yang dicabut:

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 PEMERIKSAAN GIGI

Kriteria Inklusi

• Gigi Premolar satu maksila yang telah diektraksi dari pasien usia 17-30 tahun • Mahkota gigi utuh

• Ukuran, bentuk dan struktur gigi normal

(11)

• Gigi abrasi • Gigi atrisi • Gigi retak/crack

• Gigi yang memiliki tambalan • Gigi fraktur

• Gigi nekrosis

• Gigi yang anomali (amelogenesis imperfekta, dentinogenesis imperfekta)

• Gigi yang mengalami kelainan (hipolasia enamel, diskolorasi tetrasiklin, fluorosis)

(12)
(13)

Lampiran 4

LEMBAR PENJELASAN Kepada Yth:

Saudara/i

...

Bersama ini, saya Rizka Malisa Sinaga (umur 21 tahun), yang sedang menjalani program pendidikan sarjana pada Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, memohon kesediaan Saudara/i untuk berpartisipasi memberikan sampel untuk penelitian saya yang berjudul:

PERBEDAAN NILAI KEKERASAN ENAMEL GIGI PADA PERENDAMAN DENGAN SUSU SAPI DAN SALIVA BUATAN SETELAH DEMINERALISASI GIGI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman gigi dalam susu sapi terhadap nilai kekerasan enamel gigi setelah gigi tersebut direndam dengan minuman rasa jeruk.

Penelitian ini dilakukan pada 32 gigi premolar satu maksila yang telah dicabut. Gigi dibelah dua pada batas sementoenamel menjadi bagian akar dan mahkota. Kemudian 32 spesimen gigi diuji nilai kekerasan permukaan enamelnya menggunakan alat microvickers hardness tester.

Jika Saudara/i mengerti isi lembar penjelasan ini dan bersedia untuk memberikan gigi sebagai sampel penelitian saya, maka mohon kiranya Saudara/i untuk mengisi dan menandatangani surat persetujuan memberikan sampel penelitian yang terlampir pada lembar ini. Jika selama penelitian terdapat keluhan, silahkan diinformasikan kepada peneliti atau bisa menghubungi saya di 081263277225.

(14)

Medan, Februari 2016

(15)

Lampiran 5

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :

Umur : Jenis Kelamin : L / P Alamat : Instansi :

Menyatakan telah membaca lembar penjelasan dan sudah mengerti serta bersedia untuk turut serta memberikan gigi sebagai sampel dalam penelitian atas nama Rizka Malisa Sinaga yang berjudul “Perbedaan Nilai Kekerasan Enamel Gigi pada Perendaman dengan Susu Sapi dan Saliva Buatan Setelah Demineralisasi Gigi” dan menyatakan tidak keberatan maupun melakukan tuntutan di kemudian hari.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sehat, penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Medan, Februari 2016 Pembuat Pernyataan

(16)
(17)
(18)

Lampiran 9

(19)
(20)

Lampiran 9

(21)

Lampiran 10

Uji Normalitas Susu Sapi

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kekerasan 1 hari Susu .218 16 .040 .946 16 .423 Kekerasan 3 hari Susu .161 16 .200* .967 16 .782 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Uji T Berpasangan Susu Sapi

Paired Samples Test

Kekerasan 3 hari Susu

-30.41250 8.00799 2.0020 0

-34.67965 -26.14535 -15.191 15 .000

Uji Normalitas Saliva Buatan

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kekerasan 1 hari Saliva .126 16 .200* .952 16 .514 Kekerasan 3 hari Saliva .124 16 .200* .963 16 .724 a. Lilliefors Significance Correction

(22)

Uji T berpasangan Saliva Buatan

Kekerasan 3 hari Saliva

-13.91875 5.06376 1.2659 4

-16.61704 -11.22046 -10.995 15 .000

Uji Homogenitas Susu Sapi dan Saliva Buatan

Test of Homogeneity of Variances

Kekerasan enamel

Levene Statistic df1 df2 Sig. .366 3 60 .778

Uji one way ANOVA Susu Sapi dan Saliva Buatan

ANOVA

Kekerasan enamel

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 18453.027 3 6151.009 17.565 .000 Within Groups 21011.699 60 350.195

(23)

Uji LSD Susu Sapi dan Saliva Buatan

Multiple Comparisons

Kekerasan enamel LSD

(I) NO (J) NO

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 1 2 -30.4125* 6.6162 .000 -43.647 -17.178

(24)

DAFTAR PUSTAKA

1. Prasetyo EA. Keasaman minuman ringan menurunkan kekerasan permukaan gigi. Maj Ked Gigi 2005; 38: 60-2.

2. Lachowski KM, Ferreira D, de Oliveira TA, Sobral MAP. Effect of the mixture of coffee or chocolate to milk in the progression of des-remineralization of tooth enamel – an in vitro study. Braz Research in Pediatric Dent and Integrated Clinic 2014; 14: 183-9.

3. Seow WK, Thong KM. Erosive effect of common beverages on extracted premolar teeth. Aust Dent J 2005; 5: 173-6.

4. Ren YF. Dental erosion: etiology, diagnosis and prevention. http://www. rdhmag. com/etc/medialib/new-lib/rdh/site-images/volume-31/issue-8/1108RDH075085. pdf (21 September 2015).

5. Owens BM, Malette JD, Phebus JG. Effect of carbonated cola beverages, sports and energy drinks and orange juice on primary and permanent enamel dissolution. Austin J Dent 2014; 1: 1-2.

6. Bank Mandiri. Industri makanan dan minuman.

7. Miller KR. Remineralization strategies.

volume-26/issue-7/feature/remineralization-strategies.html (8 Oktober 2015). 8. Yamamoto ETC, Vanderlei A, Amaral R, Nicolo RD, da Rocha JC, de Araujo

MAM. Influence of three types of drinks on the surface of human dental enamel: in vitro study. Rev Gaucha Odontol 2013; 61(1): 42.

9. Widyaningtyas V, Rahayu YC, Barid I. Analisis peningkatan remineralisasi enamel gigi setelah direndam dalam susu kedelai murni (Glycine max (L.) merill) menggunakan scanning electron microscope (SEM). J Pustaka Kesehatan 2014; 2: 258-61.

(25)

11. Amoras DR, Corona ASM, Rodrigues Jr AL, Serra MC. Effect of beverages on bovine dental enamel subjected to erosive challenge with hydrochloric acid. Braz Dent J 2012; 23: 367-71.

12. Rahardjo A, Sahertian AD, Ramadhani SA, Maharani DA, Latief FDE. The effect of milk or its combination with tea and 0,2% NaF on dental enamel demineralization analyzed by micro computed tomography. J of Dent Indonesia 2014; 21: 54-7.

13. McCabe JF, Walls AWG. Bahan kedokteran gigi. Alih Bahasa. Sunarinstyas S, Mustaqimah DN. Jakarta: EGC, 2015: 19-20.

14. Gutierrez-Salazar MDP, Reyes-Gasga J. Microhardness and chemical composition of human tooth. Material Research 2003; 6: 367-8.

15. Nanci A. Ten cate’s oral histology: development, structure, and function. Missouri: Mosby Elsevier, 2008: 141-6, 179-86.

16. Avery JK, Chiego DJ. Essentialas of oral histology and embryologi: clinical approach. Missouri: Mosby Elsevier, 2006: 97-103.

17. Berkovitz BKB, Moxham BJ, Linden RWA, Sloan AJ. Master dentistry oral biology. London: Elsevier, 2011: 144-7, 277.

18. Bath-Balogh M, Fehrenbach MJ. Illustrated dental embryology, histology, and anatomy. Missouri: Mosby Elsevier, 2006: 183-5, 278-81.

19. Sturdevant. Art & science of operative dentistry. Amerika: Mosby, 2002:17. 20. Garg N, Garg A. Text book of operative dentistry 1st edition. New Delhi: Jaypee

brother medical publisher, 2010: 17-9.

21. Hemagaran G, Neelakantan P. Remineralization of the tooth structure – the future of dentistry. Int J of PharmTech Research 2014; 6(2): 487-91.

(26)

24. Jose P, Suresh M, Kavitha S, Mahalaxmi S. Mineral loss before and after bleaching and mineral uptake on application of remineralizing agent. Indian Journal of Multidisciplinary Dentistry 2010; 1(1): 48.

25. Koenigs PM, Faller RV. Fundamentals of dentifrice: oral health benefits in a tube. Januari 2016).

26. Fathilah AR, Rahim ZHA. The effect of beverageson the release of calcium from the enamel surface. Annal Dent Univ Malaya 2008; 15(1): 2.

27. Buzalaf MAR, Hannas AR, Magalhaes AC, Rios D, Honorio HM, Delbem ACB. pH-cycling models for in vitro evaluation of the efficacy of fluoridated dentifrices for caries control: strengths and limitations. J Appl Oral Sci 2010; 18(4): 318.

28. Pradeep K, Rao PK. Remineralizing agents in the non-invasive treatment of early carious lesions. Int J Dent Reports 2011; 1(2): 73-9.

29. Agtini MD, Sintawati, Tjahja I. Fluor dan kesehatan gigi. Media Litbang Kesehatan 2005; 15(2): 29.

30. Venkatesan K, Ranjan M. Remineralizing agents in dentistry: a review. J of Dental and Medical Sciences 2014; 13: 57-8.

31. Powers JM, Wataha JC. Dental materials: properties and manipulation. Missouri: Mosby Elsevier, 2008: 32-3.

32. Gedeon M. Hardness testing.

Newsletters/Technical%20Tidbits/Issue%20No%2025%20%20Hardness%20Tes ting.pdf (24 Januari 2016).

33. Davari AR, Kazemi ARD, Ataei E, Vatanpour M, Abdollahi H. Effects of bleaching and remineralising agents on the surface hardness of enamel. J Dent Shiraz Univ Med Scien 2012; 13(4): 157-8.

34. World Health Organization. Milk fluoridation for the prevention of dental caries. 2009: 12-8.

(27)

36. Johansson I. Milk and dairy products: possible effects on dental health. Scandivian J of Nutrition 2002; 46(3): 119-21.

37. Seneviratne CJ, Zhang CF, Samaranayake LP. Dental plaque biofilm in oral health and disease. The Journal of Dent. Research 2011; 14(2): 88.

38. Preetha A, Banerjee R. Comparison saliva substitutes. Trends Biometer Artif Organs 2005; 18(2): 178-80.

39. Pusparini A, Rubiyanto A, Yudoyono G. Analisis spekel akustoopik pada biofilm saliva buatan dengan media akrilik.

40. Palti DG, Machado MAAM, Silva SMB, Abdo RCC, Lima JEO. Evaluation of superficial microhardness in dental enamel with different eruptive ages. Braz Oral Res, 2008; 22 (4): 313-4.

41. Collin FM. Treatment options for tooth discoloration and remineralization. Pennwell, 2008: 5

42. Liwang B, Irmawati, Budipramana E. Kekerasan mikro enamel gigi permanen muda setelah aplikasi bahan pemutih gigi dan pasta remineralisasi. Dental J 2014; 47(4): 208-9.

43. Walsh LJ. Contemporary technologies for remineralization therapies: a review. International Dentistry SA; 11(6): 6.

44. Zafar S, Harnekar SY, Siddiqi A. Early childhood caries: etiology, clinical considerations, consequences and management. International Dentistry SA; 11(4): 26.

45. Telgi RL, Yadav V, Telgi CR, Boppana N. In vivo dental plaque pH after consumption of dairy products. General Dentistry 2013. 56-7.

(28)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris dengan rancangan penelitian pre and post test design yaitu melakukan pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan untuk menilai perubahan kekerasan permukaan enamel gigi.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi USU, Laboratorium Teknik Mesin UNIMED dan Laboratorium Biologi FMIPA UNIMED Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Februari sampai April 2016 yaitu dimulai dari pengumpulan sampel, penelitian, pengumpulan data, pengolahan data dan hasil penelitian.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah gigi premolar satu maksila manusia yang telah diekstraksi.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah gigi premolar satu maksila manusia yang telah diekstraksi yang memenuhi kriteria inklusi.

3.3.3 Besar Sampel

(29)

(t-1)(r-1) ≥ 15

Keterangan: t = jumlah perlakuan

r = jumlah pengulangan (sampel) Perhitungan besar sampel: (2-1)(r-1) ≥ 15

1(r-1) ≥ 15

r ≥ 16

Berdasarkan hasil perhitungan, besar sampel setiap perlakuan adalah 16. Dalam penelitian terdapat 2 kelompok perlakuan yaitu perendaman dalam susu sapi dan saliva buatan sehingga total sampel yang dibutuhkan sebesar 32 sampel. Sementara teknik mengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling

yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi

• Premolar satu maksila yang telah diektraksi dari pasien usia 17-30 tahun • Mahkota gigi utuh

• Ukuran, bentuk dan stuktur gigi normal

3.4.2 Kriteria Eksklusi • Gigi karies

• Gigi yang mengalami erosi, abrasi, atrisi • Gigi yang memiliki tambalan

• Gigi yang pernah dilakukan perawatan saluran akar • Gigi retak/crack

(30)

3.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: • Susu sapi UHT

• Saliva buatan

3.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah nilai kekerasan enamel gigi.

3.5.3 Variabel Terkendali

Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah: • Jenis gigi yang digunakan (premolar satu maksila) • Larutan asam yang digunakan (minuman rasa jeruk)

• Larutan remineralisasi yang digunakan (susu sapi UHT dan saliva buatan) • pH larutan asam

• pH larutan remineralisasi

• Volume larutan asam untuk perendaman (5 ml/sampel)

• Volume larutan remineralisasi untuk perendaman (5 ml/sampel) • Lama perendaman dalam larutan asam (5 menit)

• Lama perendaman dalam larutan remineralisasi (2 kali sehari selama 5 menit)

• Keterampilan operator

• Alat ukur kekerasan (Microvickers Hardness Tester) • Alat pengatur suhu (Inkubator)

3.5.4 Variabel Tidak Terkendali

Variabel tidak terkendali dalam penelitian ini adalah: • Suhu ruangan

• Waktu pencabutan gigi sampel • Komposisi struktur enamel gigi

(31)

3.6 Definisi Operasional

Variabel terkendali

• Jenis gigi yang digunakan (premolar satu maksila)

• Larutan asam yang digunakan (minuman rasa jeruk)

• Larutan remineralisasi yang digunakan (susu sapi UHT dan saliva buatan)

• pH larutan asam dan larutan remineralisasi

• Volume larutan asam dan larutan remineralisasi untuk perendaman (5 ml/sampel) • Lama perendaman dalam larutan asam (5

menit)

• Lama perendaman dalam larutan remineralisasi (2 kali sehari selama 5 menit)

• Keterampilan operator

• Alat ukur kekerasan (Micro Vickers Hardness Tester)

• Alat pengatur suhu (Inkubator)

Variabel tidak terkendali • Suhu ruangan

• Waktu Pencabutan Gigi sampel

(32)

3.6 Definisi Operasional

1. Premolar satu maksila adalah gigi pada anatomi normal yang terletak pada urutan keempat dihitung dari garis tengah wajah pada rahang atas baik kiri maupun kanan yang diekstraksi untuk keperluan ortodonti.

2. Demineralisasi adalah proses lepasnya ion-ion mineral anorganik dari enamel gigi.

3. Remineralisasi adalah proses perbaikan alami yang mengembalikan ion-ion mineral ke struktur enamel gigi.

4. Larutan remineralisasi adalah susu sapi UHT (ultra high temperature) kemasan kotak dan saliva buatan dari laboratorium FMIPA Universitas Gadjah Mada.

5. Larutan asam adalah minuman rasa jeruk dalam kemasan botol.

6. pH minuman adalah derajat keasaman suatu minuman yang diambil pada temperatur ruangan dan diukur dengan menggunakan pH Meter.

7. Kekerasan enamel gigi adalah ketahanan enamel terhadap tekanan (indentansi) dalam satuan Vickers Hardness Number (VHN) yang diukur menggunakan Microvickers Hardness Tester.

8. Microvickers Hardness Testeradalah alat untuk mengukur kekerasan suatu objek dengan jenis Microhardness Tester FM-800 yang diproduksi oleh Future Tech, Jepang.

9. Inkubator adalah alat yang berfungsi sebagai pengatur suhu. Dalam penelitian ini sampel dikondisikan berada pada suhu 370C.

10. Karies adalah kavitasi berwarna coklat sampai coklat kehitaman pada gigi.

11. Erosi adalah hilangnya jaringan keras gigi akibat zat asam.

12. Abrasi adalah adanya lesi luas dan dangkal pada jaringan keras gigi yang biasanya terletak di daerah servikal gigi.

13. Atrisi adalah hilangnya struktur permukaan oklusal gigi akibat kontak yang terjadi antar gigi maupun antara gigi dengan tambalan karena gerakan pengunyahan.

(33)

15. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan gigi yang umumnya disebabkan oleh trauma.

16. Nekrosis adalah kematian pulpa gigi yang ditandai dengan tampilan gigi yang terlihat menghitam.

3.7 Alat dan Bahan Penelitian 3.7.1 Alat Penelitian

1. Mikromotor dan Handpiece (Sunburst, Korea) 2. Inkubator

3. Alat uji kekerasan (Micro Vickers Hardness Tester) 4. Stopwatch

5. pH Meter Hanna 6. Pinset

7. Baker Glass 8. Wadah Plastik 9. Carburundum disc 10. Kertas abrasif 11. Pot akrilik

12. Tabung spuit ukuran 5 mL 13. Bur brush

14. Pumice 15. Kalkulator 16. Masker

(34)

3. Larutan asam (Pulpy Orange produksi Cocacola Company) 4. Saliva Buatan

5. Aquabidest

6. Larutan Saline 0,9% 7. Resin Akrilik self-cured 8. Nail varnish

Gambar 9. a) Micro Vickers Hardness Tester, b) Inkubator, c) Saliva buatan, susu sapi, larutan asam, d) alat dan bahan penelitian lainnya

a b c

(35)

3.8 Prosedur Penelitian

Tahap-tahap pengambilan dan pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

I. Pemotongan dan penanaman gigi

a. Sampel gigi premolar satu maksila yang telah diekstraksi sebanyak 32 dibersihkan dari debris dan kalkulus menggunakan bur brush dan

pumice.

b. Berikan tanda pada batas sementoenamel kemudian dipotong mengikuti garis tersebut menggunakan mikromotor berkecepatan rendah dengan

carborundum disc.

c. Buat garis pada sisi mesial-distal yang membagi 2 bagian bukal-palatal. d. Pengolesan nail varnish pada bagian palatal.

e. Penanaman bagian palatal sampai batas garis ke dalam resin akrilik f. Setiap sampel diberi nomor urut untuk setiap kelompok.

Gambar 10. Sampel yang sudah ditanam dalam akrilik

II. Pengukuran kekerasan awal (VHN 1)

(36)

III. Perendaman dalam larutan asam dan pengukuran kekerasan (VHN 2) a. Pengukuran pH larutan asam menggunakan pH-meter Hanna

b. Sampel direndam dalam larutan asam selama 5 menit. Kemudian dikeluarkan dan dikeringkan menggunakan pus-pus.

c. Dilakukan pengukuran kekerasan.

IV A. Perendaman dalam susu sapi pada hari pertama dan pengukuran kekerasan (VHN 3)

a. Pengukuran pH susu menggunakan pH-meter Hanna sesaat sebelum perendaman

b. Masing-masing sampel direndam ke dalam susu sapi selama 5 menit. Kemudian dikeluarkan dan dikeringkan menggunakan pus-pus.

c. Sampel direndam dalam aquabides dan disimpan dalam inkubator dengan suhu 370C.

d. Pengukuran pH susu menggunakan pH-meter Hanna sesaat sebelum perendaman

e. Masing-masing sampel direndam dalam susu sapi selama 5 menit. Kemudian dikeluarkan dan dikeringkan menggunakan pus-pus.

f. Masing-masing sampel direndam dalam aquabides dan disimpan dalam inkubator dengan suhu 370C.

g. Pada hari kedua pukul 08.00 dilakukan pengukuran nilai kekerasan enamel.

(37)

IV B. Perendaman dalam susu sapi pada hari kedua dilakukan proses perendaman seperti pada hari pertama.

IV C. Perendaman dalam susu sapi pada hari ketiga dilakukan proses perendaman seperti pada hari pertama.

IV D. Tahap pengukuran kekerasan pada hari keempat (VHN 4)

V A. Tahap perendaman dalam saliva buatan hari pertama dan pengukuran kekerasan (VHN 3)

a. Pengukuran pH saliva buatan menggunakan pH-meter Hanna sesaat sebelum perendaman.

b. Masing-masing sampel direndam dalam saliva buatan selama 5 menit. Kemudian dikeluarkan dan dikeringkan menggunakan pus-pus.

c. Masing-masing sampel direndam dalam aquabides dan disimpan dalam inkubator dengan suhu 370C.

d. Pengukuran pH saliva buatan menggunakan pH-meter Hanna sesaat sebelum perendaman.

e. Masing-masing sampel direndam dalam saliva buatan selama 5 menit. Kemudian dikeluarkan dan dikeringkan menggunakan pus-pus.

f. Masing-masing sampel direndam dalam aquabides dan disimpan dalam inkubator dengan suhu 370C.

(38)

V B. Perendaman dalam saliva buatan pada hari kedua dilakukan proses perendaman seperti pada hari pertama.

V C. Perendaman dalam saliva buatan pada hari ketiga dilakukan proses perendaman seperti pada hari pertama.

V D. Tahap pengukuran kekerasan pada hari keempat (VHN 4)

3.9 Metode Pengolahan dan Analisi Data

1. Uji T berpasangan untuk melihat perubahan kekerasan enamel setelah perendaman pada hari pertama dan ketiga pada tiap kelompok.

(39)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Pengaruh Perendaman Gigi dalam Susu Sapi dan Saliva Buatan Terhadap Peningkatan Nilai Kekerasan Enamel Gigi

Sebanyak 32 gigi premolar satu maksila dibagi secara acak menjadi dua kelompok perlakuan. Kelompok I direndam dengan susu sapi dan kelompok II direndam dengan saliva buatan. Seluruh sampel direndam dalam larutan asam sebelum direndam dalam susu sapi dan saliva buatan. Setiap sampel dilakukan pengujian kekerasan enamel sebelum perlakuan, setelah direndam dalam larutan asam, dan setelah direndam dalam susu sapi dan saliva buatan pada hari pertama dan hari ketiga menggunakan alat Micro Vickers Hardness Tester. Hasil pengukuran rata-rata kekerasan enamel yang diperoleh pada kelompok susu sapi secara berturut-turut yaitu 376,23 VHN, 309,62 VHN, 324,39 VHN, dan 354,80 VHN. Pada Kelompok saliva buatan secara berturut-turut 373,22 VHN, 301,18 VHN, 308,06 VHN, dan 322,18 VHN (Tabel 2).

Tabel 2. Nilai rata-rata kekerasan enamel sebelum perlakuan, setelah direndam larutan asam, setelah perendaman agen remineralisasi hari pertama dan hari ketiga

Jenis Perlakuan Kelompok I (Susu Sapi)

Sebelum Perlakuan 376,23±16,94 16 373,22±15,08 16 Setelah Demineralisasi 309,62±18,44 16 301,18±15,44 16 Perendaman Agen

Remineralisasi Hari Pertama

(40)

Dari tabel 2, pada kedua kelompok terlihat penurunan nilai kekerasan enamel setelah perendaman dalam larutan asam bila dibandingkan dengan nilai kekerasan enamel sebelum perlakuan. Sebaliknya, terjadi peningkatan kekerasan enamel pada kedua kelompok yaitu kelompok susu sapi dan saliva buatan baik pada perendaman hari pertama dan hari ketiga bila dibandingkan dengan kekerasan enamel setelah perendaman dalam larutan asam.

4.2 Perbedaan Nilai Kekerasan Enamel pada Perendaman Hari Pertama dan Hari Ketiga pada Kelompok Susu Sapi

Perbedaan kekerasan enamel gigi setelah direndam dalam susu sapi pada hari pertama dan hari ketiga dapat dianalisis dengan uji T berpasangan. Sebelum dilakukan uji statistik maka dilakukan uji Shapiro-Wilk terlebih dahulu untuk mengetahui hasil uji normalitas. Hasil uji normalitas pada perendaman hari pertama menunjukkan nilai p=0,423 (p>0,05), pada perendaman hari ketiga menunjukkan nilai p=0,782 (p>0,05). Kedua nilai p tersebut menunjukkan bahwa data yang diperoleh merupakan data yang terdistribusi normal. Setelah diakukan uji normalitas, maka dilakukan uji T berpasangan. Hasil uji T berpasangan menunjukkan nilai p=0,000 (p<0,05). Nilai ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kekerasan enamel pada perendaman hari pertama dan hari ketiga pada kelompok susu sapi (Tabel 3).

Tabel 3. Uji T berpasangan untuk melihat perbedaan nilai kekerasan enamel pada perendaman hari pertama dan hari ketiga pada kelompok susu sapi

Waktu

perendaman N X ± SD (VHN) ΔX (VHN) Sig. (p) Hari pertama 16 324,39±20.35

30,41 0,000* Hari ketiga 16 354,80±21.09

(41)

4.3 Perbedaan Nilai Kekerasan Enamel pada Perendaman Hari Pertama dan Hari Ketiga pada Kelompok Saliva Buatan

Perbedaan kekerasan enamel gigi setelah direndam dalam saliva buatan pada hari pertama dan hari ketiga dapat dianalisis dengan uji T berpasangan. Sebelum dilakukan uji statistik maka dilakukan uji Shapiro-Wilk terlebih dahulu untuk mengetahui hasil uji normalitas. Hasil uji normalitas pada perendaman hari pertama menunjukkan nilai p=0,514 (p>0,05), pada perendaman hari ketiga menunjukkan nilai p=0,724 (p>0,05). Kedua nilai p tersebut menunjukkan bahwa data yang diperoleh merupakan data yang terdistribusi normal. Setelah diakuka n uji normalitas, maka dilakukan uji T berpasangan. Hasil uji T berpasangan menunjukkan nilai p=0,000 (p<0,05). Nilai ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kekerasan enamel pada perendaman hari pertama dan hari ketiga pada kelompok saliva buatan (Tabel 4).

Tabel 4. Uji T berpasangan untuk melihat perbedaan nilai kekerasan enamel pada perendaman hari pertama dan hari ketiga pada kelompok saliva buatan

Waktu

perendaman N X ± SD (VHN) ΔX (VHN) Sig. (p) Hari pertama 16 308,06±15,94

14,12 0,000* Hari ketiga 16 322,18±16.94

*terdapat perbedaan signifikan pada level p<0,05

(42)

ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan kekerasan enamel gigi setelah direndam dalam susu sapi pada hari pertama dan hari ketiga dengan saliva buatan pada hari pertama dan hari ketiga.

Setelah dilakukan uji one way Anova, selanjutnya diteruskan dengan melakukan uji LSD (Least Significant Different) untuk mengetahui pasangan kelompok waktu perlakuan mana pada kelompok perendaman gigi dalam susu sapi dan saliva buatan yang memiliki perbedaan signifikan. Hasil uji LSD pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kekerasan enamel antara perendaman dalam susu sapi hari pertama dengan perendaman dalam saliva buatan hari pertama dengan nilai p=0,018 (p<0.05). Pada kekerasan enamel antara perendaman dalam susu sapi hari pertama dengan perendaman dalam saliva buatan hari ketiga tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0,740 (p>0.05). Pada kekerasan enamel antara perendaman dalam susu sapi hari ketiga dengan perendaman dalam saliva buatan hari pertama terdapat perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0,000 (p<0.05). Pada kekerasan enamel antara perendaman dalam susu sapi hari ketiga dengan perendaman dalam saliva buatan hari ketiga terdapat perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0,000 (p<0.05) (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil uji LSD nilai kekerasan enamel setelah direndam dalam susu sapi dan saliva buatan pada masing-masing waktu perendaman

Susu Sapi Saliva Buatan

Hari pertama Hari ketiga ΔX (VHN) Sig. (p) ΔX (VHN) Sig. (p) Hari pertama 16,33 0.018* 2,21 0.740 Hari ketiga 46,74 0.000* 32,62 0.000* *terdapat perbedaan signifikan pada level p<0.05

(43)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan nilai kekerasan enamel gigi pada perendaman dengan susu sapi dan saliva buatan setelah demineralisasi gigi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris yang menggunakan 32 gigi premolar satu maksila yang diekstraksi untuk keperluan perawatan ortodonti dengan kriteria yang sudah ditentukan.

Seluruh sampel direndam terlebih dahulu ke dalam larutan asam selama 5 menit kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang direndam dalam susu sapi dan kelompok yang direndam dalam saliva buatan sebagai kontrol. Nilai kekerasan enamel diukur sebelum dan setelah sampel diberikan perlakuan.

5.1 Pengaruh Perendaman Gigi dalam Susu Sapi dan Saliva Buatan Terhadap Peningkatan Nilai Kekerasan Enamel Gigi

(44)

Setelah dilakukan pengukuran kekerasan awal, selanjutnya sampel direndam dalam larutan asam selama 5 menit. Nilai kekerasan enamel menunjukkan terjadinya penurunan kekerasan enamel gigi setelah direndam dalam larutan asam. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa larutan asam ini dapat menyebabkan kekerasan enamel gigi menurun. Hal ini disebabkan oleh nilai pH larutan lebih rendah daripada pH kritis hidroksiapatit (5,5), dimana pH larutan asam yang digunakan adalah 3,6. Jika hidroksiapatit berkontak dengan larutan yang mempunyai pH di bawah 5,5 maka dapat menyebabkan larutnya mineral enamel gigi yang disebut demineralisai sehingga memengaruhi kekerasan enamel gigi.14 Kecepatan melarutnya mineral enamel dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu derajat keasaman (pH), konsentrasi, komposisi ion mineral dan aliran saliva, aksi buffer saliva, diet (jumlah dan frekuensi mengonsumsi karbohidrat), dan struktur gigi.1,41

Kemudian dilakukan perendaman sampel dalam susu sapi pada kelompok I dan saliva buatan pada kelompok II. Hasil yang diperoleh bahwa terjadi peningkatan kekerasan enamel baik pada hari pertama maupun hari ketiga. Peningkatan kekerasan enamel yang terjadi merupakan pengaruh dari proses remineralisasi. Remineralisasi adalah proses pengembalian mineral, dalam bentuk ion mineral ke struktur hidroksiapatit.42 Faktor yang dapat memengaruhi terjadinya remineralisasi antara lain aliran saliva yang baik, adanya kalsium, fosfat dan fluorida serta pH rongga mulut dalam kondisi normal.41,43 Apabila proses remineralisasi alami tidak lagi adekuat untuk mempertahankan kekuatan enamel, terutama dengan adanya makanan olahan dan diet yang banyak mengandung gula, proses remineralisasi perlu ditingkatkan.7 Hal yang dapat dilakukan untuk membantu proses remineralisasi adalah dengan pemberian agen-agen remineralisasi yang memenuhi syarat yaitu mampu melepaskan kalsium dan fosfat ke permukaan enamel, tidak menyebabkan pembentukan kalkulus, dapat bekerja saat rongga mulut pH asam, mendorong fungsi remineralisasi saliva dan dapat bekerja pada penderita xerostomia.21,28

(45)

Hasil uji T berpasangan pada kelompok susu sapi (tabel 3) menunjukkan terdapat perbedaan nilai kekerasan enamel gigi yang bermakna (p<0,05) setelah direndam hari pertama dan hari ketiga. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa susu sapi dapat menyebabkan kekerasan enamel gigi meningkat pada perendaman hari pertama dan semakin meningkat pada perendaman hari ketiga. Meningkatnya kekerasan enamel gigi setelah direndam dalam susu sapi disebabkan oleh terdapatnya mineral kalsium dan fosfor yang merupakan mineral penting dalam proses remineralisasi. Hasil ini sejalan dengan penelitian Davari, dkk (2012) dimana kekerasan enamel gigi meningkat secara signifikan setelah sampel direndam dalam susu sapi yang sebelumnya sampel tersebut dilakukan bleaching dengan karbamid peroksida 10%.33 Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Amoras, dkk (2012) dimana terjadi peningkatan kekerasan enamel setelah sampel direndam dalam susu sapi yang sebelumnya sampel tersebut direndam dalam HCL namun peningkatan yang diperoleh tidak signifikan.11 Hal ini mungkin karena waktu perendaman yang relatif singkat dimana perendaman sampel dilakukan selama 1 menit sebanyak empat kali pengulangan. Selain itu mungkin disebabkan oleh perbedaan kandungan mineral yang terdapat pada susu sapi yang digunakan.

Kekerasan enamel gigi yang direndam dalam susu sapi setelah hari ketiga memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kekerasan enamel gigi yang direndam dalam susu sapi setelah hari pertama yaitu terjadi peningkatan sebesar 30,41 VHN. Hal ini kemungkinan karena semakin lama dan sering enamel terpapar minuman yang mengandung mineral kalsium dan fosfor maka semakin banyak mineral yang diserap oleh enamel yang terpapar sehingga meningkatkan kekerasan enamel tersebut.

(46)

merupakan sumber alami kalsium.11 Susu memiliki kemampuan melindungi gigi dari erosi, terutama bila dikonsumsi setelah gigi terpapar asam. Susu dapat bertindak sebagai agen remineralisasi, dapat juga meningkatkan deposit mineral dan material organik di permukaan enamel, serta mampu membentuk sebuah film protektif. Film ini berhubungan dengan adsorpsi kasein di permukaan enamel, dengan cara demikian menurunkan tingkat pelarutan kristal hidroksiapatit dan menjaga stabilisasinya dengan menghambat keluarnya ion-ion.2

Karbohidrat yang terdapat pada susu sapi terdiri dari 80% laktosa.34 Laktosa bisa difermentasi oleh bakteri rongga mulut menjadi asam laktat yang dapat menurunkan pH menjadi sekitar 6,0 sehingga pada kondisi normal kandungan karbohidrat yang ada pada susu memiliki potensi kariogenik yang rendah.44 Namun, pada keadaan tertentu susu dapat menyebabkan karies sebagaimana yang terjadi pada anak dengan kebiasaan mengonsumsi susu menggunakan botol sepanjang malam. Hal ini berhubungan dengan penurunan aliran saliva saat malam sehingga menurunkan kapasitas netralisasi saliva, dimana pada saat anak tertidur maka minuman akan menggenangi gigi sehingga waktu fermentasi karbohidrat akan lebih lama. Asam yang dihasilkan akan menyebabkan demineralisasi enamel sehingga terjadi karies.45 Kebiasaan meminum susu dengan botol saat malam tetap dapat dilakukan dengan syarat harus menyikat gigi sebelum tidur. Mengonsumsi susu sehari-hari dapat menurunan pH plak setelah 10 menit (6,79) diakibatkan oleh fermentasi laktosa yang ada pada susu tersebut. Namun, pH meningkat setelah 20 menit karena adanya peptida dan asam amino yang dihasilkan dari hidrolisis kasein yang dapat meningkatkan pH plak dan mencegah demineralisasi.44 Fermentasi laktosa di rongga mulut mungkin dapat dicegah dengan cara berkumur menggunakan air putih 5 menit setelah meminum susu.

(47)

Hasil uji T berpasangan pada kelompok saliva buatan (tabel 4) menunjukkan terdapat perbedaan nilai kekerasan enamel gigi yang bermakna (p<0,05) pada perendaman hari pertama dan hari ketiga. Nilai kekerasan pada hari ketiga lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kekerasan pada hari pertama yaitu terjadi peningkatan sebesar 14,12 VHN . Hal ini disebabkan oleh kandungan mineral yang terdapat dalam saliva buatan dimana saliva buatan yang digunakan mengandung kalium hidrogen posfat, kalsium posfat, kalium tiosanat, natrium klorida, kalium klorida, dan urea.

Beberapa mekanisme yang dapat meningkatkan fungsi perlindungan saliva terhadap erosi yaitu pertama, saliva secara langsung bertindak terhadap agen erosi dengan cara mencairkan, membersihkan, menertalisir, dan buffering saliva. Kedua, komponen organik saliva dapat membentuk pelikel tipis pada permukaan enamel, dimana pelikel ini bertindak sebagai penyebaran pertahanan untuk mencegah kontak langsung antara asam dengan permukaan gigi, dengan demikian memengaruhi tingkat pelarutan jaringan keras gigi. Ketiga, dengan adanya kandungan ion kalsium dan fosfat, saliva bertindak sebagai sumber alami pembentukan kristal baru.46 Dengan adanya ketiga fungsi saliva tersebut maka saliva dapat menyebabkan peningkatan nilai kekerasan enamel gigi sebagai efek dari proses remineralisasi.

(48)

rata-rata perbedaan kekerasan antara kelompok susu sapi hari ketiga dan saliva buatan hari ketiga adalah 32,62 VHN.

Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa susu sapi memiliki kemampuan untuk meningkatkan kekerasan enamel lebih besar dibandingkan dengan saliva buatan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kandungan mineral kalsium dan fosfor dalam bahan tersebut sehingga menyebabkan proses remineralisasi antara kedua kelompok tersebut memiliki perbedaan yang dapat diketahui dari peningkatan nilai kekerasan enamel masing-masing kelompok. Selain itu, susu mengandung kasein yang tidak dimiliki oleh saliva dimana kasein dengan cepat diserap ke permukaan enamel dan meningkatkan ketahanan enamel terhadap asam.47

Pengukuran pH masing-masing larutan yang dilakukan, diperoleh bahwa susu sapi memiliki pH 6,5 dan saliva buatan memiliki pH 6,8 dimana dari nilai ini diketahui bahwa pH susu sapi lebih rendah daripada saliva buatan. Namun, nilai pH ini tidak menjadikan pengaruh susu sapi terhadap remineralisasi enamel lebih rendah daripada saliva buatan. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya proses remineralisasi adalah jumlah mineral yang dikandung oleh suatu bahan terutama kalsium dan fosfat yang digunakan sebagai agen remineralisasi, meskipun juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti aliran saliva yang baik dan pH rongga mulut dalam kondisi normal.43

Saliva sendiri sudah memiliki kemampuan untuk memicu proses remineralisasi enamel dengan adanya sifat buffering, mampu membentuk pelikel tipis yang bertindak sebagai penyebaran pertahanan untuk mencegah kontak langsung antara asam dengan permukaan gigi dan memiliki ion kalsium dan fosfat.46 Namun apabila proses ini tidak lagi adekuat maka proses remineralisasi perlu ditingkatkan dengan mengonsumsi susu sapi.

(49)
(50)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Susu sapi dan saliva buatan dapat meningkatkan nilai kekerasan enamel gigi setelah demineralisasi gigi.

2. Terdapat perbedaan signifikan antara nilai kekerasan enamel gigi setelah perendaman dalam susu sapi pada hari pertama dan ketiga (p<0,05) dimana terjadi peningkatan pada hari ketiga senilai 30,41 VHN.

3. Terdapat perbedaan nilai signifikan antara kekerasan enamel gigi setelah perendaman dalam saliva buatan pada hari pertama dan ketiga (p<0,05) dimana terjadi peningkatan pada hari ketiga senilai 14,12 VHN.

4. Terdapat perbedaan signifikan antara nilai kekerasan enamel gigi pada perendaman dengan susu sapi dan saliva buatan pada masing-masing waktu perendaman (p<0,05) dimana pada hari pertama terdapat perbedaan senilai 16,33 VHN dan pada hari ketiga terdapat perbedaan senilai 32,62 VHN.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui jumlah ion kalsium yang diserap oleh enamel dari susu sapi dan saliva buatan.

2. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui pengaruh susu sapi terhadap bakteri plak gigi.

(51)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Enamel

Enamel merupakan lapisan pelindung terluar dari mahkota gigi.15,16 Pembentukan enamel dimulai dari tahap presecretory, secretory, transition,

(52)

Tahap transition, ameloblas memendek dan sebagian besar mengalami apoptosis, serta terjadi penghentian sekresi matriks.17 Tahap maturation, ameloblas secara aktif menghasilkan ion kalsium dan fosfat ke dalam matriks dan mengambil material organik pada waktu yang bersamaan. 17,18 Komposisi enamel pada tahap ini terdiri dari 96% mineral, 3% air, dan 1% matriks organik. Tahap postmaturation, gigi sudah erupsi, mineralisasi permukaan meningkat, hilangnya organ enamel dan terbentuknya integumen enamel. 17

Enamel memiliki ketebalan yang berbeda pada setiap daerah. Ketebalan enamel pada gigi anterior (insisal edge) adalah 2 mm, pada gigi premolar (cusp) sebesar 2,3-2,5 mm, dan pada gigi molar (cusp) sebesar 2,5-3 mm.19 Enamel lebih tebal pada bagian cusp gigi dan ketebalannya menurun dari cusp sampai batas sementoenamel di servikal gigi.19,20 (Gambar 2)

Gambar 2. Ketebalan enamel menurun dari cusp

sampai servikal.20

2.1.1 Komposisi Enamel

(53)

fluor. Kandungan mineral yang tinggi mengakibatkan enamel menjadi sangat keras sehingga enamel mampu menahan gaya mekanis selama gigi berfungsi.15

2.1.2 Struktur Enamel

Enamel dibentuk dari pita seperti kristal karbonatoapatit yang memiliki lebar 60-70 nm dan ketebalan 25-30 nm. Satu unit kalsium fosfat memiliki bentuk heksagonal yang simetris dan berkumpul membentuk outline heksagonal pada kristal tersebut. Tetapi Kristal enamel yang telah matang sepenuhnya tidak lagi berbentuk heksagonal yang sempurna melainkan bentuk tidak teratus karena Kristal-kristal tersebut saling menekan selama masa pertumbuhan. Gabungan kristal-kristal ini disebut sebagai prisma enamel.15

a. Prisma enamel

Prisma cenderung berkumpul dalam satu kelompok dan tersusun mengelilingi dan mengikuti arah aksis gigi. Prisma mengarah secara tegak lurus ke permukaan dentin, dengan adanya sedikit inklinasi ke arah cusp. Pada bagian di dekat puncak

cusp, prisma tersusun lebih vertikal dan pada bagian servikal tersusun horizontal.15 (Gambar 3)

(54)

Garis retzius adalah garis yang terbentuk dari hasil deposisi yang berulang pada enamel. Seperti mineralisasi matriks enamel, garis retzius mengikuti bentuk deposisi matriks dan mempercepat pertumbuhan garis enamel.15 (Gambar 4)

c. Garis Hunter-Schreger

Garis Hunter-Schreger merupakan fenomena optis yang dihasilkan dari perubahan arah antarkelompok prisma. Garis ini terlihat jelas pada potongan longitudinal yang dilihat dari cahaya yang direfleksikan dan ditemukan di dalam dua pertiga enamel. Garis-garis ini memiliki tampilan gelap dan terang yang dapat dibalikkan dengan mengubah arah pencahayaan.15

d. Lamela enamel

Lamela adalah celah yang terdapat di antara prisma pada permukaan enamel yang dapat dilihat oleh mata telanjang. Lamela berada di sepanjang permukaan enamel hingga ke batas dentinoenamel. Ruang antara kelompok batang adalah contoh lain dari lamela yang mungkin disebabkan oleh tekanan yang terjadi karena adanya benturan atau perubahan temperatur. Lamela merupakan struktur yang rentan karies.15 (Gambar 5)

(55)

e. Lempeng Enamel

Lempeng enamel merupakan kerusakan pada enamel yang diisi dengan bahan-bahan organik. Lempengan ini terletak pada batas dentinoenamel yang dapat memanjang dari seperlima hingga sepersepuluh dari jarak batas dentinoenamel ke permukaan terluar gigi. Lempengan ini terbentuk di antara kelompok prisma enamel di batas dentinoenamel. Ruang-ruang tersebut berkembang di antara kelompok prisma yang terisi dengan material organik yang disebut dengan enamelin. Lempengan tersebut sering berada pada puncak antar permukaan dentin dan enamel yang berbentuk lekukan.15

f. Benang Enamel

Benang-benang enamel merupakan perpanjangan dari tubulus dentin yang melewati batas dentinoenamel hingga ke enamel. Tubulus dapat ditemukan tunggal atau dalam suatu kelompok dan ukurannya lebih pendek daripada lempengan enamel, dimana panjang tubulus hanya beberapa milimeter.15

2.2 Premolar Satu Maksila

Gigi premolar satu maksila mulai erupsi sejak usia 10 dan 11 tahun yang menggantikan gigi molar satu maksila desidui. Mahkota premolar satu maksila

(56)

Tampilan bukal memperlihatkan bahwa mahkota premolar satu maksila adalah yang paling lebar mesiodistalnya dari semua premolar. Cusp bukalnya tinggi, tajam dan sedikit ke distal dari panjang aksis gigi karena kedua lereng cusp tidak sama panjang dimana lereng mesial lebih panjang daripada lereng distal, hal ini membantu membedakan premolar satu maksila kiri dan kanan.Tampilan palatal memperlihatkan permukaan membulat namun lebih kecil dari permukaan bukal. Kedua lereng cusp tidak sama panjang dimana lereng distal lebih panjang daripada lereng mesial.Tampilan proksimal memperlihatkan permukaan mesial mahkota memiliki mesial developmental depression yang berada dari area kontak melewati batas sementoenamel hingga sepanjang akar. Permukaan distal hampir sama dengan mesial namun tidak memiliki depression.Tampilan oklusal memperlihatkan bentuk seperti heksagonal atau persegi enam dengan permukaan bukopalatal lebih luas daripada permukaan mesiodistal. Ridge cusp bukal menonjol pada margin bukal, dan margin palatal seperti bentuk setengah lingkaran. Margin mesial dan distal lurus seperti bertemu ke arah palatal. Bagian palatal gigi lebih sempit daripada bagian bukal.18

2.3 Demineralisasi dan Remineralisasi

Pada lapisan enamel gigi selalu terjadi perubahan siklus yang dinamis antara demineralisasi dan remineralisasi. Perbandingan antara demineralisasi dan remineralisasi memengaruhi kekerasan dan kekuatan struktur gigi.21

(57)

Berdasarkan gambar 6 (panah ke kanan), kristal hidroksiapatit memiliki pH kritis 5,5 dan kristal fluorapatit memiliki pH kritis 4,5. Apabila konsentrasi asam pada lingkungan rongga mulut mempunyai pH di bawah 5,5 maka kristal hidroksiapatit akan mengalami demineralisasi dan jika terus berlanjut dapat mengakibatkan kerusakan gigi yaitu karies dan erosi. Hal ini tergantung pada asam yang menyebabkan demineralisasi tersebut.1 Karies gigi berasal dari asam hasil fermentasi karbohidrat oleh bakteri sementara erosi diakibatkan oleh proses kimia yang tidak berhubungan dengan bakteri.1,23 Jika erosi terjadi maka kristal enamel akan larut sehingga terjadi kehilangan volume yang permanen dan lapisan yang melunak pada jaringan enamel yang tersisa.23

Berdasarkan gambar 6 (panah ke kiri), demineralisasi akan berhenti jika pH rongga mulut kembali normal yaitu pada pH 6,0 dan terdapat konsentrasi ion kalsium dan ion fosfat yang tinggi dalam saliva sehingga dapat terjadi proses remineralisasi.21

(58)

remineralisasi. Kalsium dan fosfat yang diketahui sebagai alkalin yang memiliki lingkungan netral adalah prasyarat untuk terjadinya remineralisasi.23

Proses demineralisasi dapat dituliskan dengan reaksi berikut:24

Ca10(PO4)6(OH)2 + 8H+ 10Ca2+ + 6HPO42- + 2H2O

Berdasarkan reaksi di atas, saat pH rongga mulut menjadi asam, ion fosfat akan bergabung dengan ion hidrogen menjadi HPO42-, apabila kontak dengan asam lebih lama maka akan berubah menjadi H2PO4-,25,26 dalam kondisi tersebut akan terjadi pelarutan hidroksiapatit. Jika pH kembali normal maka kalsium dan fosfat dapat mengkristal kembali ke dalam hidroksiapatit sebagaimana terjadi pada proses remineralisasi berikut ini:27

10Ca2+ + 6PO42- + 2HO- Ca10(PO4)6(OH)2

Remineralisasi adalah proses perbaikan alami yang mengembalikan ion-ion mineral ke struktur gigi. Ion-ion mineral yang hilang harus digantikan dengan ion-ion dengan bentuk, ukuran dan muatan listrik yang sama. Remineralisasi melibatkan karbon dioksida dari nafas dan air dari saliva untuk menciptakan asam karbonat ringan tidak stabil yang merupakan inti dari proses remineralisasi alami.7,21 Asam karbonat dapat melarutkan mineral dalam saliva, saat hal ini terjadi, ion-ion mineral yang terlarut keluar menjadi ion mineral padat kembali, namun tidak seperti molekul mineral asli. Jika ion mineral dekat dengan kristal hidroksiapait yang terdemineralisasi menerima ion tersebut maka ion tersebut akan menyatu dengan enamel.21 Apabila proses remineralisasi alami tidak lagi adekuat untuk mempertahankan kekuatan enamel, terutama dengan adanya makanan olahan dan diet yang banyak mengandung gula, proses remineralisasi perlu ditingkatkan.7

Perkembangan ilmu dan teknologi semakin banyak ditemukan metode dan agen-agen remineralisasi yang dapat digunakan. Adapun persyaratan bahan remineralisasi yang ideal adalah sebagai berikut:21,28

• Menyebarkan atau melepaskan kalsium dan fosfat ke permukaan enamel • Tidak melepaskan kalsium secara berlebihan

(59)

• Mendorong fungsi remineralisasi saliva • Dapat bekerja pada penderita xerostomia

Terdapat beberapa agen remineralisasi yang telah digunakan oleh dokter gigi, diantaranya:

a. Fluorida

Ion fluorida meningkatkan pembentukan kristal fluorapatit yang lebih resisten terhadap pelarutan asam daripada kristal hidroksiapatit, dengan cara demikian menghasilkan permukaan yang lebih baik.21,29 Kristal apatit yang lebih luas pada enamel yang telah mengalami remineralisasi lebih resisten terhadap kerusakan akibat serangan asam organik.21

b. Casein Phospho Peptide – Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP) CPP-ACP adalah produk turunan susu yang menguatkan dan meremineralisasi gigi dan membantu mencegah karies. CPP mampu mengikat dan menstabilkan ion kalsium dan ion fosfat dalam larutan, serta mengikatnya dalam enamel gigi. Ion kalsium dan ion fosfat bebas berbentuk struktur kristal pada pH netral. Namun, CPP menjaga ion kalsium dan ion fosfat dalam keadaan amorf (tidak berbentuk). Dalam keadaan amorf, ion kalsium dan ion fosfat dapat memasuki enamel gigi dengan cara berdifusi. Ion kalsium dan ion fosfat dari ACP tersebut kemudian akan berdifusi ke dalam enamel dan lingkungan sekitarnya sehingga proses remineralisasi akan terjadi.21 CPP-ACP tersedia dalam bentuk larutan, permen karet, tablet dan pasta. Pasta CPP-ACP mampu melawan demineralisasi dengan bantuan aliran saliva, mendorong penyerapan fluor dan memberi dampak antihipersensitif serta dapat mengembalikan mineral yang memperkuat enamel gigi, mengurangi sensitivitas akibat prosedur pasca memutihkan gigi, menurunkan kondisi asam rongga mulut akibat minuman ringan, dan sebagai buffer plak dan asam bakteri.21,30

(60)

perlindungan terhadap lesi awal dan lesi yang berlanjut, mencegah hilangnya mineral, menurunkan sensitivitas dan menyokong tersedianya fluorida.21

2.4 Kekerasan Gigi

2.4.1 Kekerasan Enamel gigi

Kekerasan (hardness) suatu material memberikan pernyataan tentang daya tahan material terhadap penetrasi atau penyusupan. Kekerasan sering digunakan untuk menyatakan kemampuan suatu material untuk menahan goresan.13 Sebuah material diangggap keras apabila dapat menahan kekuatan indentasi dari bahan yang keras seperti berlian. Kekerasan enamel dan bahan keramik merupakan bahan yang paling keras.31

Gigi manusia mendapatkan tekanan yang berbeda-beda pada setiap bagian saat mastikasi sehingga analisis kekerasan gigi sangat penting untuk memahami bagaimana tegangan mastikasi didistribusikan di seluruh permukaan gigi. Selain itu, nilai kekerasan juga berhubungan dengan sifat mekanis enamel lainnya seperti modulus Young dan yield stess.14

Penelitian yang dilakukan oleh Gutiérrez-Salazara dan Reyes-Gasga (2003) mengukur kekerasan enamel gigi premolar diperoleh hasil bahwa kekerasan enamel gigi adalah 270 sampai 360 VHN. Nilai kekerasan, kandungan mineral dan kepadatan enamel secara berangsur-angsur menurun dari permukaan luar sampai ke batas dentinoenamel.14

2.4.2 Micro Vicker Hardness Tester

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur kekerasan diantaranya metode Vickers, Knoop, Brinell, dan Rockwell. Metode Vickers adalah metode yang menggunakan indentor dari berlian yang berbentuk piramida. Untuk melihat hasil indentasi digunakan mikroskop karena lekukan yang dihasilkan sangat kecil sehingga sulit dilihat dengan kasat mata.13,14

(61)

digunakan pada permukaan yang datar. Adanya lekukan pada permukaan akan berpengaruh pada bentuk dan ukuran indentasi, sehingga sulit membaca hasil indentasi yang dilakukan.32 Pengukuran kekerasan tidak menimbulkan efek destruktif, namun dapat menyebabkan perubahan bentuk permanen pada permukaan yang diukur. Oleh sebab itu, area permukaan yang akan diukur sebaiknya berbeda pada setiap pengukuran. Direkomendasikan agar pengukuran dilakukan pada regio dimana perbedaan kekerasannya paling sedikit pada seluruh permukaan yaitu area pertengahan pada permukaan bukal.33

2.5 Susu Sapi

Susu adalah makanan pokok dalam awal mula kehidupan kita. Susu sapi merupakan susu yang paling umum dikonsumsi saat ini dan merupakan minuman yang bernutrisi tinggi. Beberapa waktu terakhir banyak penelitian yang berkenaan dengan susu dan kesehatan gigi yang pertama kali diangkat oleh Sprawson tahun 1932 yang menyimpulkan bahwa susu dapat meningkatkan kesehatan rongga mulut.34 Pada tahun 2010, total produksi susu sapi mencapai 83% dari total produksi susu secara global. Susu sapi mengandung lebih banyak protein dan mineral, khususnya kalsium dan fosfor, dibandingkan dengan ASI (air susu ibu). Protein pada susu sapi merupakan protein berkualitas baik karena mengandung asam amino esensial.35

2.5.1 Komposisi Susu Sapi

(62)

kandungan mineralnya yang tinggi tersebut. Namun, susu dapat juga memicu terjadinya karies karena terdapat kandungan laktosa.34

Memisahkan kasein, lemak atau laktosa dari susu terbukti tidak memengaruhi kapasitas perlindungannya terhadap demineralisasi, sedangkan susu bebas kalsium dan fosfat memiliki beberapa efek dan walaupun semua komponen tersebut dipisahkan, susu masih mengandung faktor pelindung yang kuat terhadap demineralisasi yang diidentifikasi sebagaiproteose-pepton.35,36

Kandungan Zat Gizi Jumlah rata-rata Range

Energi (kka l) 62 59-66

FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations) dan WHO (World Health Organization) pada tahun 2009 mengelompokkan beberapa proses pemanasan susu yaitu termisasi, pasteurisasi, UHT dan sterilisasi komersial.34 UHT (Ultra-High Temperature) pada susu dan produk cairan susu lainnya merupakan aplikasi panas yang menggunakan temperatur tinggi dalam beberapa waktu yang menghasilkan suatu produk yang steril pada pemrosesan. Saat proses UHT dikombinasikan dengan pengemasan aseptik menghasilkan produk steril yang siap dipasarkan.Biasanya waktu pemanasan proses UHT adalah 2-10 detik pada suhu 135-150oC. Hal yang terpenting dalam proses UHT adalah validasi aliran susu dan waktu yang dibutuhkan untuk pemrosesan tersebut.35

(63)

2.5.2 Efek Susu Sapi Terhadap Gigi

Kerusakan gigi meningkat di negara berkembang seiring dengan perubahan diet yang lebih manis dan makanan olahan. Sejak akhir 1950-an, susu dipercaya memiliki efek perlindungan terhadap enamel gigi. Susu diketahui memberi efek perlawanan terhadap gula saat dikonsumsi bersamaan antara susu dan makanan yang mengandung gula. Penelitian terhadap hewan menunjukkan penurunan karies ketika kalsium dan fosfat ditambahkan pada makanannya. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa anak-anak dan dewasa yang pada plak dentalnya mengandung kalsium dan fosfat dalam konsentrasi tinggi memiliki insiden karies yang rendah. Saat kaseinfosfopeptida dari susu bereaksi dengan kalsium dan fosfat pada permukaan gigi maka akan menghasilkan koloidal amorphous kasium fosfat kompleks yang memicu proses remineralisasi enamel.34 Secara khusus susu memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Mencegah penurunan pH biofilm

Susu mengandung 4-5% laktosa yang dapat difermentasi oleh bakteri biofilm di rongga mulut. Laktosa membuat pH biofilm sekitar 6,0 sedangkan sukrosa membuat pH biofilm di bawah 5,0. Seperti yang diketahui bahwa pH kurang dari 5,5 berbahaya bagi enamel gigi. Dengan meminum susu atau mengunyah keju dapat menetralkan pengasaman yang disebabkan oleh sukrosa dalam biofilm gigi. Secara teori, susu dapat menurunkan periode asidifikasi (pengasaman) dan demineralisasi sehingga susu mampu menjaga kelestarian gigi.36

b. Mencegah perlekatan bakteri Streptococcus mutans ke permukaan gigi Pembentukan biofilm pada gigi melibatkan empat fase yang berbeda.Pertama, adhesi mikroorganisme ke permukaan gigi. Kedua, mikroorganisme tersebut membentuk koloni. Ketiga, sekresi EPS (extracellular polymeric substance) dan pematangan struktur. Keempat, penyebaran sel-sel biofilm.37 Hal ini tergantung pada

(64)

statherin

APRP

Peptides relesed from casein or saliva proteins

Β-casein

kasein yang luas mengelilingi hidroksiapatit. Peptida yang berasal dari β- dan κ- kasein, seperti casein glykomacropeptide (CGMP) dan caseinphosphopeptide (CPP), masing-masing tergabung ke dalam pelikel saliva dengan menggantikan albumin,

memberi kemampuan untuk menghambat adhesi bakteri. Susu dan κ- kasein secara

signifikan mengurangi penyerapan glucosyltransferase (GTF) yaitu penghasil enzim polisakarida, misalnya Streptococcus mutans.37

c. Susu dapat memicu terjadinya remineralisasi

Proses terjadinya remineralisasi enamel gigi dapat dibantu oleh adanya mineral kalsium dan fosfat sebagaimana yang ada dalam kandungan susu sapi. Pada awalnya mineral kalsium dan fosfat yang terdapat pada susu akan terdeposit pada lapisan permukaan mikroporositas kemudian akan berdifusi ke dalam mikroporositas enamel tersebut. Mineral dapat berdifusi ke segala arah di antara kristal-kristal enamel kemudian diserap oleh hypomineralized enamel, yaitu enamel yang sebelumnya telah mengalami demineralisasi, dengan demikian maka akan terjadi

rebuilding atau pembangunan kembali enamel yang telah larut.9 Mineralisasi yang Gambar 7. α-, β-, κ- Kasein mencegah

(65)

terjadi memengaruhi nilai kekerasan enamel dimana persentasi mineral yang tinggi menyebabkan nilai kekerasan yang juga tinggi.14

2.6 Saliva

Saliva manusia adalah cairan oral kompleks yang disekresi oleh kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor.23,38,39 Saliva disekresi sekitar 1,5 liter per hari dan memiliki pH 7,4.38 Saliva mengandung komponen organik (glikoprotein, lipase, amilase, laktoferrin, lisozim, peroksidase dan IgA) dan komponen anorganik (ion kalsium, fosfat, kalium, natrium, magnesium, klor, dan bikarbonat).9,23,38

Keberadaan saliva merupakan faktor penting dalam proses remineralisasi alami. Beberapa sifat biologis saliva yang berperan dalam proses remineralisasi adalah salivary clearance yang mengeliminasi asam melalui proses penelanan, saliva memiliki kapasitas buffer yang menetralkan pH rongga mulut akibat makanan asam, aliran saliva yang dapat mencairkan asam, saliva mengandung mineral yang dibutuhkan dalam proses remineralisasi.23 (Gambar 8)

(66)

mengandung natrium klorida (NaCl), kalsium klorida (CaCl2), kalium klorida (KCl), natrium bikarbonat (NaHCO3), dan kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4), dengan adanya mineral tersebut dalam saliva buatan diharapkan mampu menyerupai fungsi yang dimiliki oleh saliva asli.38,39

2.7 Landasan Teori

Enamel merupakan jaringan keras gigi yang menyelimuti seluruh permukaan mahkota gigi dan tersusun dari 96% mineral (material anorganik) dan 4% material organik dan air.15,16 Mineralisasi enamel tetap berlanjut setelah gigi erupsi ke rongga mulut. Hal ini disebut maturasi pasca erupsi (posteruptive maturation) dimana terjadi deposisi mineral seperti kalsium, fosfor dan fluor dari saliva ke area hypomineralized

enamel.17,18

Kandungan mineral yang tinggi dalam enamel mengakibatkan enamel menjadi sangat keras sehingga enamel mampu menahan gaya mekanis selama gigi berfungsi. Mineral yang ada pada enamel tersebut dapat larut oleh karena terpapar asam. Asam ini dapat berasal dari hasil fermentasi bakteri ataupun berasal dari asam makanan dan hal lain yang menyebabkan pH rongga mulut menjadi asam. Proses terlarutnya mineral ini disebut demineralisasi.7

Demineralisasi dapat dihentikan dengan meningkatkan pH rongga mulut dan menyediakan mineral-mineral yang dibutuhkan seperti kalsium, fosfat dan fluor untuk menggantikan mineral yang telah larut pada enamel tersebut. Proses pengembalian mineral ini disebut sebagai remineralisasi. Secara alami proses remineralisasi dapat terjadi karena adanya fungsi buffer saliva untuk menetralkan kembali pH saliva yang rendah. Meningkatnya pH saliva akan diikuti dengan proses remineralisasi.9 Proses demineralisasi dan remineralisasi yang berhubungan dengan muatan mineral yang ada dalam enamel yang secara tidak langsung memengaruhi kekerasan gigi itu sendiri.21 Kalsium dan fosfat banyak terdapat pada susu sapi dan produk olahannya seperti yogurt dan keju, serta terdapat pada susu kedelai, ikan salmon dan brokoli. Sementara fluor banyak terkandung dalam air, seafood, yogurt

(67)
(68)

2.8 Kerangka Teori Material anorganik terbanyak: Ca, P dan F

Kekerasan Permukaan Enamel fraktur, Yield strength,

(69)

2.9 Kerangka Konsep

Micro Vickers Harness tester

Micro Vickers Harness tester

Micro Vickers Harness tester

Micro Vickers Harness tester Premolar 1 Maksila

Direndam dalam Larutan Asam

Ca10(PO4)6(OH)2 10 Ca2+ + 6 (PO4)3- + 2 (OH) -Padat Larut

Direndam dalam Larutan Remineralisasi 10Ca2+ + 6PO42- + 2HO-  Ca10(PO4)6(OH)2

Kelompok Susu Sapi Kelompok Saliva Buatan (Kontrol)

Hari 1: Rendam dalam susu sapi 2 kali sehari

Pengukuran kekerasan enamel

Pengukuran kekerasan enamel

Perlakukan seperti hari 1 diulangi setiap hari sampai hari 3

Pengukuran kekerasan enamel

Gambar

Gambar 10. Sampel yang sudah ditanam dalam akrilik
Gambar 11. Perendaman sampel dalam susu sapi
Gambar 12. Perendaman sampel dalam saliva buatan
Tabel 2. Nilai rata-rata kekerasan enamel sebelum perlakuan, setelah direndam larutan asam, setelah perendaman agen remineralisasi hari pertama dan  hari ketiga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan hibrid hidrogel dari campuran N-suksinil kitosan (NSK) dan pati dialdehid (PDA), dimana terjadi ikatan Basa Schiff yang dapat dilihat pada uji FT-IR yang menunjukkan

200, Pengolahan Ikan Secara Tradisional : Prospek dan Peluang Pengembangan, Jurnal Litbang Pertanian Volume 21 Nomor 3, IPB, Bogor.. Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011,

Dominasi gempa mikro yang terjadi pasca Letusan 2003, Gunung Lokon bukan dise- babkan oleh tekanan luida, tetapi karena adanya proses gerakan tanah (amblesan) pada dinding

Seluruh variasi perpanjangan data yang dilakukan yaitu pada tabel 2, menunjukkan kecenderungan (trend) persentase perbedaan antara curah hujan rancangan seri data maximum

Materi yang dilombakan pada bidang I T Network Systems Administration tahun 2015 meliputi kemampuan installasi serta konfigurasi Server dan Router menggunakan

Lampiran Perhitungan Derajat Oksidasi (DO) Pati Dialdehid.. Pembuatan larutan baku : Asam

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model yang paling sesuai dan cocok untuk data runtun waktu throughput container adalah model ARIMA-Box

packaging yang baik, memprosesnya dengan barista-barista yang baik, dan menjualnya tidak lewat seperti yang lalu-lalu, bisa online store , saya kira ini akan lebih gampang