• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Representation Of Pesantren in The Land Of Five Towers Novel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Representation Of Pesantren in The Land Of Five Towers Novel"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PEMUSTAKA

TUNANETRA PADA PERPUSTAKAAN SEKOLAH LUAR

BIASA-A PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP)

oleh:

Donna Sitta Ariyanti NIM. 1111025100068

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PEMUSTAKA BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA PERPUSTAKAAN SEKOLAH LUAR BIASA-A PEMBINA

TINGKAT NASIONAL JAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP)

Oleh:

Donna Sitta Ariyanti NIM. 1111025100068

Dibawah Bimbingan:

Ida Farida, MLIS NIP. 19700407 200003 2 003

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

(3)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Mahasiswa : Donna Sitta Ariyanti

N I M : 1111025100068

Program Studi : Ilmu Perpustakaan

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang lain.

Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari menjadi tanggungjawab saya.

Jakarta, 18 Juni 2015

(4)
(5)

ii ABSTRAK

Donna Sitta Ariyanti (1111025100068). Perilaku Pencarian Informasi Pemustaka Tunanetra pada Perpustakaan Sekolah Luar Biasa-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Dibawah bimbingan Ida Farida MLIS. Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2015.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kebutuhan informasi, proses pencarian informasi, solusi yang untuk mengatasi kendala, dan peran pustakawan dalam membantu pencarian informasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan kebutuhan informasi pemustaka ialah buku pelajaran braille, buku cerita braille, atlas taktual dan Al-Qur’an braille.

Proses pencarian informasi yang dilakukan pada tiap pemustaka berbeda-beda. pada umumnya mereka melakukan tahapan initiation (pemustaka merasakan kurangnya ilmu pengetahuan), starting (pemustaka memulai pencarian), chaining (pemustaka menghubungkan sumber yang dicari dengan informasi yang dibutuhkan), browsing (mencari pada lebih dari satu sumber), differentiating (pemustaka membedakan informasi yang didapat), extracting (pemustaka mencatat informasi yang diangap penting), presentation (perasaan lega, puas yang dirasakan pemustaka dengan informasi yang didapat sehingga informasi tersebut dapat digunakan dan dipresentasikan) dan ending (pemustaka mengakhiri pencarian informasi). Keunikan tersendiri dalam proses pencarian informasi yang dilakukan pemustaka tunanetra ialah mereka selalu berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Kendala yang dihadapi pemustaka ialah fasilitas yang kurang memadai, berpindah-pindahnya buku, dan keterbatasan ruangan. Solusi yang mereka lakukan jika mengalami kendala tersebut ialah meminta bantuan kepada teman, dan pustakawan. Peran pustakawan dalam membantu pencarian informasi bagi pemustaka ialah sebagai motivator dan fasilitator. Sebagai motivator pustakawan menghimbau pemustaka agar tidak pesimis dalam mencari informasi. Sedangkan sebagai fasilitator pustakawan memberi tahu letak sumber informasi yang dicari pemustaka, membantu dan mengambilkan sumber informasi yang dicari pemustaka.

(6)

iii ABSTRACT

Donna Sitta Ariyanti (1111025100068).Information Seeking Behaviors Users Library with Visual Disability in Special Need School National Erector Jakarta. Supervised by Ida Farida MLIS. Departement of Library Science Faculty of Adab and Humanities Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta 2015.

This study aims to know information seeking behaviors by visual disability students, information needs, information seeking behaviors, problem solving solution, and the role of librarians in helping the users for searching their information. This study uses descriptive method with qualitative approach. The result of this study shows the users needs information are braille study books, braille story books, tactual atlas, and braille

Qor’an. Information seeking behaviors conducted by each user are different. Most of them through several steps, that steps are initiation (users feelings of uncertanty), starting (users starting to search), chaining (relating the sought sources with information needed by the users), browsing (searching for more than one sources), differentiating (distinguishing the collected information by the users), extracting (noting the important information), presentation (users feelings satisfaction causes the information that their found, so the information can be used and presented), and ending (seeking process is finish). Uniqueness among the users their always communicate each other. The users main problem in seeking information are inadequate facilities, unorganized books, and limited space. As the solution, they will ask for helps to their friends or the librarian. The role of the librarian in helping information seeking behaviors for the user as a motivator and facilitator. As a motivator the librarian suggest user to be not pessimistic to search information needed. While the role of the librarian as facilitator are to tell the location of information resources, help, and take information resources for users.

(7)

iv KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil’alamin. Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Shalawat dan salam senantiasa disanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang dijadikan panutan dan tauladan bagi seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Adapun judul skripsi ini adalah ”Perilaku Pencarian Informasi Pemustaka Tunanetra pada Perpustakaan Sekolah Luar Biasa-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.” Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Strata Satu (S1) pada Progam Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini berhasil diselesaikan oleh penulis berkat kerja keras doa serta dukungan dari berbagai pihak yang terkait. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, semangat serta masukan-masukan kepada penulis, ucapan terimakasih tersebut diberikan kepada:

1. Kedua Orangtua, Ibu Nartuti, S.Pd dan Bapak Margiyo, S.Pd yang penuh keikhlasan dan kesabaran dalam mendidik dan membimbing penulis, serta doa yang selalu disalurkan untuk penulis.

2. Kakak Cornelia Valeriyana Putri, S.Pd, kakak ipar Gunawan S.E dan ponakan Adelard Noval Gunawan yang telah memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Prof. Dr Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(8)

v 5. Mukmin Suprayogi, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Perpustakaan, Fakultas

Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Ibu Ida Farida, MLIS, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis

7. Ibu Siti Maryam, M.Hum, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran kepada penulis.

8. Bapak Tri Murjoko, M.Pd, selaku Kepala Sekolah SLB-A PTN yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di perpustakaan SLB-A PTN. 9. Bapak Dedi Supriadi, M.Pd, selaku kepala Perpustakaan SLB-A PTN yang telah

meluangkan waktu untuk dilakukannya penelitian ini.

10. Angga, Tiara, David Septiadi, Rian Faturahmadiah Subrik, Yogi, Ahmad Hilmi

‘Almusawah, Monica Febrianti, selaku siswa-siswi SLB-A PTN yang telah bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian ini.

11. Segenap dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memeberikan ilmu yang bermanfaat untuk penulis

12. Hasbi Fikri, Muthia Fariza, Anggraeny Pramesti, Annisa Nurulita, Imroatus Sholihah, Puti Asmarani, Jundiah dan Marini Badzlina, yang selalu memberikan semangat dan arahan untuk penulis.

13. Seluruh sahabat Ilmu Perpustakaan anggatan 2011, semoga kita tetap terjaga dalam tali silaturrahmi.

14. Reni Kusumawardhani, Tita Nurdiah, Nony Prasmiari, Fitri Kusumawati dan sahabat SMAN 48 lainnya, para perempuan perkasa yang selalu memberi dorongan untuk sesama perempuan.

(9)

vi 16. Untuk semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan

satu persatu, terimakasih untuk bantuan, semangat dan dukungannya.

Hanya kepada Allah SWT penulis serahkan segala-galanya, semoga jasa dan bantuan semua pihak dapat dibalas oleh Allah SWT. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, maka penulispun mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Jakarta, 11 Juni 2015

(10)

vii

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 4

1. Pembatasan Masalah... 4

2. Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 5

1. Tujuan Penelitian... 5

2. Manfaat Penelitian... 6

D. Definisi Istilah... 7

1. Pengertian Perpustakaan SLB-A... 7

2. Pengertian Perilaku Pencarian Informasi... 7

3. Pengertian Pemustaka Berkebutuhan Khusus... 8

E. Sistimatika Penulisan... 8

(11)

viii

1. Pengertian perilaku Pencarian Informasi... 38

2. Model Perilaku Pencarian Informasi... 40

F. Penelitian Terdahulu... 49

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian... 52

(12)

ix BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Perpustakaan SLB-A Pembina Tingkat Nasional... 61

1. Sejarah SLB-A Pembina Tingkat Nasional... 61

2. Tugas dan Fungsi SLB-A Pembina Tingkat Nasional... 66

3. Sejarah berdirinya Perpustakaan SLB-A Pembina Tingkat Nasional... 66

4. Visi dan Misi Perpustakaan SLB-A Pembina Tingkat Nasional... 70

5. Personalia... 70

6. Struktur Organisasi Perpustakaan SLB-A Pembina Tingkat Nasional... 71

7. Layanan Perpustakaan SLB-A Pembina Tingkat Nasional... 72

8. Fasilitas Perpustakaan SLB-A Pembina Tingkat Nasional... 73

B. Hasil Penelitian... 75

1. Kebutuhan Informasi Pemustaka... 77

2. Proses Pencarian Informasi... 83

3. Solusi yang Dilakuakn atas Kendala yang Dialami dalam Pencarian Informasi... 99

(13)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Presentase Kehilangan Ketajaman Penglihatan... 25 Tabel 2. Komposisi Tunanetra Menurut Derajat Ketunaannya... 26 Tabel 3. Proses Tahapan Perilaku Pencarian Informasi yang dikemukakan oleh

Wilson... 45

(14)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Perilaku Pencarian Informasi... 41 Gambar 2. Proses Tahapan Perilaku Pencarian Informasi Ellis dan Kuhltlau yang

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perpustakaan merupakan salah satu lembaga yang di dalamnya menyediakan beragam informasi. Keberadaaan perpustakaan di zaman yang sudah maju ini penting adanya, dengan adanya perpustakaan tiap orang dapat mencari dan memenuhi kebutuhan informasinya. Perpustakaan terbagi menjadi beberapa jenis, salah satunya ialah perpustakaan sekolah. Dilihat dari definisinya, perpustakaan sekolah adalah perpustakaan yang berada di lingkungan sekolah yang bertujuan untuk menyimpan, mengelola dan melayanakan informasi untuk siswa-siswi, guru-guru sekolah ataupun karyawan sekolah.

Keberadaan perpustakaan sekolah didukung kuat oleh pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sindiknas). Pada pasal 35 ayat 1 bahwa Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.1 Penjelasan lebih lanjut mengenai standar sarana dan prasarana pendidikan mencakup ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, dan sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.2 Dengan adanya

1

Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, h.11

2

(16)

perpustakaan sekolah ini dapat menyediakan informasi dan pengetahuan untuk menunjang kegiatan belajar dan mengajar. Maka keberadaan perpustakaan bagi suatu instansi di bidang pendidikan sangat penting adanya.

Berbicara mengenai sekolah, disebutkan bahwa hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan. Anak yang memiliki keterbatasan fisik ataupun mental pun mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal tersebut tertuang pada UU Sindiknas Pasal 5 ayat 2 bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.3 Berdasarkan undang-undang tersebut didirikanlah sekolah luar biasa untuk menangani anak-anak yang memiliki keterbatasan fisik ataupun mental. Berdasarkan kekurangan yang dimiliki, Sekolah Luar Biasa dibagi menjadi beberapa jenis, salah satunya ialah Sekolah Luar Biasa-A (SLB-A). Sekolah ini khusus bagi perserta didik yang memiliki kekurangan dibidang penglihatan, atau disebut dengan tunanetra. Maka pada tanggal 1981 berdirilah Sekolah Luar Biasa bagian A untuk Tunanetra yang dinamakan Sekolah Luar Biasa-A Pembina Tingkat Nasional (SLB-A PTN) Jakarta. Dalam SLB-A PTN ini terdapat jenjang pendidikan mulai dari TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB.

Dengan kekurangan dalam penglihatan sekolah memiliki sistem pengajaran khusus dalam kegiatan belajar dan mengajar bagi peserta didiknya. Dari sisi perpustakaan, dengan siswa-siswi yang memiliki keterbatasan di bidang penglihatan menjadikan perpustakaan SLB-A ini memiliki koleksi khusus untuk menunjang kebutuhan informasi pemustaka, yaitu koleksi buku braille, atlas braille, dan CD yang berisi cerita ataupun dongeng. Pelayanan perpustakaan

3

(17)

merupakan suatu unsur penting karena dibagian inilah proses penyebaran informasi, pemanfaatan jasa dan fasilitas yang ada di perpustakaan dapat disajikan. Pelayanan perpustakaan merupakan jembatan informasi antara pemustaka dan pustakawan, di pelayanan inilah informasi dapat disampaikan langsung dan pustakawan pun dapat membantu pemustaka dalam pencarian informasi. Pada pemustaka tunanetra, pelayanan pun sangat penting. Setiap harinya terdapat 2-5 pemustaka yang berkunjung ke perpustakaan. Selain itu perpustakaan pun sering digunakan sebagai sarana belajar bagi guru selain dilakukan dikelas. Perpustakaan memberikan jadwal untuk dilakukannya pembelajaran yang didampingi oleh guru, bahwa dalam tiga hari dalam seminggu diadakan untuk belajar di perpustakaan secara begantian pada tiap kelas.

(18)

Dengan meraba sekeliling ini dapat menjadi petunjuk keberadaan koleksi yang mereka cari. Mereka pun terkadang diselingi obrolan apabila koleksi yang mereka cari tidak ditemukan. Pencarian tersebut menjadi unik ketika pemustaka sudah ada di rak buku, lalu mereka pun mulai membaca huruf braille yang ada pada judul buku satu persatu, hingga akhirnya mereka menemukan koleksi yang dicari.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai perilaku pemustaka tunanetra, bagaimana tindakan atau langkah selanjutnya yang dilakukan pemustaka dalam mencari informasi. Adapun dari

penjelasan diatas dibuatlah skripsi ini yang berjudul “Perilaku Pencarian

Informasi Pemustaka Tunanetra pada Perpustakaan Sekolah Luar Biasa-A

Pembina Tingkat Nasional Jakarta.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

(19)

informasi di Perpustakaan SLB-A PTN. Pokok bahasan dalam penelitian ini akan membahas mengeanai:

a. Kebutuhan informasi pemustaka tunanetra

b. Proses dalam pencarian informasi pemustaka tunanetra

c. Solusi yang dilakukan pemustaka untuk mengatasi kendala dalam pencarian informasi

d. Peran Pustakawan dalam membantu penelusuran informasi

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan masalah penelitian ini ke dalam beberapa poin, yaitu:

a. Bagaimana kebutuhan informasi pemustaka pada Perpustakaan SLB-A PTN?

b. Bagimana proses yang dilakukan pemustaka tunanetra dalam pencarian informasi pada Perpustakaan SLB-A PTN?

c. Bagaimana solusi yang dilakukan pemustaka untuk mengatasi kendala dalam pencarian informasi pada Perpustakaan SLB-A PTN?

d. Bagaimana peran pustakawan dalam membantu penelusuran informasi pemustaka pada Perpustakaan SLB-A PTN?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

(20)

a. Untuk mengetahui bagaimana kebutuhan informasi pemustaka pada Perpustakaan SLB-A PTN.

b. Untuk mengetahui proses yang dilakukan pemustaka tunanetra dalam pencarian informasi pada Perpustakaan SLB-A PTN.

c. Untuk mengetahui solusi yang dilakukan pemustaka untuk mengatasi kendala dalam pencarian informasi pada Perpustakaan SLB-A PTN. d. Untuk mengetahui peran pustakawan dalam membantu penelusuran

informasi pemustaka pada Perpustakaan SLB-A PTN.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Bagi Peneliti

Dengan adanya penelitian ini maanfaat yang didapat bagi peneliti dapat yaitu dapat menambah pengetahuan perihal perilaku pemustaka tunanetra dalam mencari informasi.

b. Manfaat Bagi Lembaga Terkait

Dengan adanya penelitian ini tertuang gambaran mengenai perilaku pemustaka tunanetra dalam pencarian informasi serta dapat dijadikan evaluasi dalam meningkatkan pelayanan bagi perpustakaan.

c. Manfaat bagi Univeritas

Memberikan informasi dan pengetahuan mengenai perilaku pemustaka tunenetra dalam mencari informasi pada Perpustakaan SLB-A Pembina Tingkat Nasional dan dapat dijadikan sumber rujukan bagi peneliti lainnya. d. Manfaat bagi Masyarakat

(21)

D. Definisi Istilah

1. Pengertian Perpustakaan SLB-A

Perpustakaan adalah salah satu alat yang vital dalam setiap program pendidikan, pengajaran dan penelitian (research) bagi setiap lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan.4 Dalam penelitian ini membahas mengenai perpustakaan sekolah. Perpustakaan sekolah adalah kumpulan bahan pustaka, baik berupa buku-buku maupun bukan buku (non book material) yang diorganisasi secara sistematis dalam suatu ruangan sehingga dapat membantu murid-murid dan guru-guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.5SLB-A PTN adalah sekolah khusus yang ditujukan untuk anak-anak yang memiliki kekurangan baik secara fisik maupun mental. Maka dapat disimpulkan Perpustakaan SLB-A adalah suatu unit pengelolaan bahan pustaka yang berada dinaungan bidang pendidikan yang menangani siswa-siswi tunanetra khusus yang bertujuan untuk mengadakan, mengolah dan menyajikan informasi untuk siswa-siswi, guru-guru ataupun karyawan sekolah dalam menunjang proses belajar dan mengajar.

2. Pengertian Perilaku Pencarian Informasi

Pada Kamus Besar Bahasa Indoesia pencarian ialah proses, cara, perbuatan, mencari. Perilaku pencarian informasi merupakan keseluhuran perilaku manusia berkaitan dengan sumber dan saluran informasi, termasuk perilaku pencarian dan penggunaan informasi baik secara aktif maupun pasif.6 Maka dapat dikatakan perilaku pencarian informasi merupakan suatu proses, cara,

4

Noerhayati.Pengelolaan Perpustakaan, (Bandung: Alumni, 1987), h.1

5

Ibrahim Bafadal,Pengelolaan Perpustakaan Sekolah,( Jakarta: Bumi Aksara, 2011) h.4

6

(22)

tindakan untuk mencari informasi, data atau berita mengenai kebutuhan informasi dimiliki seseorang.

3. Pengertian Pemustaka Tunanetra

Menurut UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 1 ayat 9 pemustaka adalah pengguna perpustakaan yaitu perseorangan, sekelompok orang, masyarakat atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan. Anak berkebutuhan khusus adalah seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.7

Maka dapat dikatakan pemustaka tunanetra ialah pengguna perpustakaan yang memanfaatkan layanan perpustakaan namun memiliki kekurangan pada panca indera, sehingga mereka memerlukan layanan khusus dan fasilitas khusus dalam perpustakaan. Dalam penelitian ini memfokuskan pada pemustaka tunanetra.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi atas 5 bab dan masing-masing bab berisi beberapa bagian seperti yang digambarkan dibawah ini.

BAB I : Pendahuluan

Pada Bab ini memuat latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi istilah, dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Literatur

7

(23)

Dalam bab ini dipaparkan mengenai pengertian, tugas dan fungsi perpustakaan sekolah, pengertian perpustakaan SLB-A, pengetian dan peran perpustakaan SLBA. Selanjutnya akan dijelaskan pemustaka tunanetra, dalam hal pengertian pemustaka, penyebab dan masalah ketunanetraan. Akan dibahas pula pengertian kebutuhan informasi, sumber perolehan informasi, jenis sumber informasi dan manfaat informasi. Terakhir akan dijelaskan pengertian dan model perilaku pencarian informasi. Pada bab inipun membahas mengenai penelitian terdahulu yang telah dilakukan dengan tema yamg sama.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini akan membahas metode apa yang dipakai dalam melakukan penelitian ini, perihal jenis dan pendekatan yang dipakai, sumber data, pemilihan informan, teknik pengolahan data, teknik analisis data dan jadwal penelitian.

BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

(24)

BAB V : Penutup

(25)

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

A. Perpustakaan Sekolah

1. Definisi Perpustakaan Sekolah

Keberadaan perpustakaan di zaman yang maju ini sangat penting adanya, perpustakaan sebagai lembaga pengelola informasi sangat dibutuhkan untuk menambah pengetahuan. Secara umum perpustakaan mempunyai arti sebagai suatu tempat yang di dalamnya terdapat kegiatan penghimpunan, pengolahan, dan penyebarluasan (pelayanan) segala macam informasi, baik yang tercetak maupun yang terekam dalam berbagai media seperti buku, majalah, surat kabar, film, kaset, tape recorder, video, komputer, dan lain-lain.8

Keberadaan perpustakaan di sekolah pun sangat penting, perpustakaan dapat menjadi sumber pengetahuan bagi siswa-siswi, guru ataupun karyawan sekolah lainnya. Definisi perpustakaan sekolah adalah perpustakaan yang berada di lingkungan sekolah yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan infromasi bagi masyarakat di lingkungan sekolah yang bersangkutan, khususnya para guru dan murid, berperan sebagai media dan sarana untuk menunjang kegiatan proses belajar mengajar di tingkat sekolah.9 Dengan adanya perpustakaan di lingkungan sekolah siswa dapat memperoleh informasi untuk membantu mengerjakan tugas atau untuk menambah pengatahuan. Guru

8

Muhammad Yususf Pawit dan Yaya Suhendar,Pedoman Peyelenggaraan Perpustakaan Sekolah, (Jakarta: Kencana, 2007) h.1

9

(26)

pun dapat menggunakan perpustakaan untuk memperoleh literatur bahan ajar, atau untuk mengembangkan pengetahuan dalam proses mengajar.

Perpustakaan sekolah pun harus memberikan bekal kepada siswa berupa keterampilan belajar sepanjang hidup, mengembangkan imajinasi mereka sehingga memungkinkan mereka hidup sebagai warga negara yang bertanggung jawab.10

2. Tujuan Perpustakaan Sekolah

Perpustakaan sekolah sebagai bagian integral dari sekolah, merupakan komponen utama pendidikan di sekolah, diharapkan dapat menunjang terhadap pencapaian tujuan dari perpustakaan sekolah , yaitu: 11

a. Mendorong dan mempercepat proses penguasaan teknik membaca para siswa

b. Membantu menulis kreatif bagi para siswa dengan bimbingan guru dan pustakawan

c. Menumbuhkembangkan minat dan kebiasaan membaca para siswa

d. Menyediakan berbagai macam sumber informasi untuk kepentingan pelaksanaan kurikulim

e. Mendorong, menggairahkan, memelihara, dan memberi semangat membaca dan semangat belajar bagi para siswa

f. Memperluas, memperdalam, dan memperkaya pengalaman belajar para siswa dengan membaca buku dan koleksi lain yang mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi, yang disediakan oleh perpustakaan

10

Rizal Saiful Haq, dkk, Perpustakaan dan Pendidikan: Pemeteaan Peranserta Perpustakaan dalam Proses Belajar Mengajar,(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, FAH,2005), h.33

11

(27)

g. Memberikan hiburan sehat untuk mengisi waktu senggang melalui kegiatan menbaca, khususnya buku-buku dan sumber bacaan lainnya yang bersifat kreatif dan ringan, seperti fiksi, cerpen, dan lainnya

Penyelenggaraan perpustakaan sekolah bukan hanya untuk mengumpulkan, menyimpan bahan-bahan pustaka, tetapi dengan adanya penyeleggaraan perpustakaan sekolah diharapkan dapat membantu murid-murid dan guru menyelesaikan tugas-tugas dalam proses belajar mengajar, maka manfaat lain dari perpustakaan sekolah yaitu:12

a. Perpustakaan sekolah dapat menimbulkan kecintaan murid-murid terhadap membaca.

b. Perpustakaan sekolah dapat memperkaya pengalaman belajar murid-murid.

c. Perpustakaan sekolah dapat menanamkan kebiasaan belajar mandiri yang akhirnya murid-murid mampu belajar mandiri.

d. Perpustakaan sekolah dapat memepercepat proses penguasaan teknik membaca.

e. Perpustakaan sekolah dapat membantu perkembangan kecakapan bahasa. f. Perpustakaan sekolah dapat melatih murid-murid kearah tanggung jawab. g. Perpustakaan sekolah dapat memperlancar murid-murid dalam

menyelesaikan tugas-tugas sekolah

h. Perpustakaan sekolah dapat membantu guru-guru menemukan sumber-sumber pengajaran

12

(28)

i. Perpustakaan sekolah dapat membantu murid-murid, guru-guru, dan anggota staf sekolah dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Fungsi Perpustakaan Sekolah

Perpustakaan sekolah merupakan lembaga pengelola informasi mulai dari pengadaan, pengolahan dan pelayanan yang diperuntukan untuk siswa, guru, ataupun karyawan sekolah. Sebagai lembaga pengelola informasi, terdapat lima fungsi pokok dalam perpustakaan sekolah, yaitu:13

a. Fungsi Edukatif

Di dalam perpustakaan sekolah tersedia buku-buku baik fiksi ataupun nonfiksi sehingga memungkinkan murid-murid untuk belajar mandiri tanpa bimbingan dari guru. Dengan adanya koleksi ini dapat meningkatkan ketertarikan dari segi membaca, sehingga teknik membaca pun dapat dikuasai murid-murid. Segala fasilitas dan sarana yang ada pada perpustakaan sekolah, terutama koleksi yang dikekolanya banyak membantu para siswa sekolah untuk belajar dan memperoleh kemampuan dasar dalam mentransfer konsep-konsep pengetahuan, sehingga dikemuadian hari para siswa memiliki kemapuan untuk mengembangkan dirinya lebih lanjut. Melalui pendidikan merupakan cara yang paling tepat untuk meningkatkan kualitas manusia seutuhnya. Dengan ini dapat menunjang penyelenggaraan pendidikan sekolah, menjadikannya perpustakaan bersifat sebagai sumber untuk belajar.

13

(29)

b. Fungsi Informatif

Fungsi ini berkaitan dalam mengupayakan penyediaan koleksi

perpustakaan yang bersifat “memberi tahu” akan hal-hal yang

berhubungan dengan kepentingan para siswa dan guru. Penyediaan koleksi yang ada di perpustakaan sekolah misalnya buku, majalah, bulletin, surat kabar, pamflet, kliping artikel, peta, atlas, koleksi CD, kaset, TV dan lain sebagainya. Dengan adanya hal tersebut dapat memberikan informasi atau keterangan yang diperlukan pemustaka. c. Fungsi Tanggungjawab Administratif

Fungsi ini tampak pada kegiatan sehari-hari di perpustakaan sekolah, dimana setiap peminjaman dan pengembalian buku dicatat oleh pustakawan. Manfaatnya dapat mendidik murid-murid kearah tanggung jawab, juga membiasakan murid-murid bersikap dan bertindak secara administratif.

d. Fungsi Rekreasi

Perpustakaan menyediakan koleksi yang bersifat ringan seperti surat kabar, majalah umum, buku-buku fiksi, dan sebagainya, yang diharapkan dapat menghibur pembacanya disaat yang memungkinkan.

e. Fungsi Riset

(30)

peneliti dapat melakukan riset mengenai literatur yang akan dipakai dalam penelitian melalui koleksi yang ada di perpustakaan.

B. Perpustakaan SLB-A 1. Pengertian SLB-A

Kepanjangan dari SLB adalah Sekolah Luar Biasa yang bertujuan untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak yang memiliki kertebatasan fisik, emosi ataupun mental yang biasa disebut dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pendidikan Luar Biasa merupakan bentuk pelayanan pendidikan khusus bagi anak yang memiliki kekurangan fisik ataupun kekurangan mental. Didirikannya SLB ini ditinjau dari beberapa aspek, aspek-aspek tersebut yaitu:14

a. Dasar Pedogogis

Dengan memberikan pelayanan pendidikan yang sistematis dan terarah, anak-anak berkelainan diharapkan menjadi warga masyarakat/warga Negara yang terampil dan dapat mandiri, serta bertanggung jawab terhadap kehidupan dan penghidupannya, serta tidak teralalu menggantungkan diri pada orang lain.

b. Dasar Psikologis

Dengan pendidikan yang baik pada mereka dapat dikembangkan kepercayaan diri sendiri dan harga dirinya. Dengan latihan serta pendidikannya yang baik dapat mengatasi kelainannya, serta kecacatannya tidak dirasakan sebagai beban.

14

(31)

c. Dasar Sosiologis

Meskipun cacat dia akan mampu berkomunikasi dengan lingkungannya bahkan dapat ikut serta secara akrif dalam masyarakat. Dengan demikian, usia memiliki status sebagai warga masyarakat.

Dalam pelaksanaanya, sekolah luar biasa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:15

a. Sekolah Luar Biasa Pembina, terdiri dari dua macam: 1) Sekolah Luar Biasa Pembina Tingkat Nasional

Adalah sekolah yang melaksanakan latihan dan penyegaran bagi tenaga kependidikan Sekolah Luar Biasa, pengolahan dan pemecahan permasalahan di bidang pembinaannya, serta melaksanakan pengembangan Sekolah Luar Biasa yang meliputu Tingkat persiapan, Tingkat Dasar, dan Tingkat Menengah/Lanjutan.

2) Fungsi SLB Pembina Tingkat Nasional:

a) Mengadakan pelatihan dan penyegaran bagi tenaga guru dan tenaga kependidikan lainnya serta penyelenggara pendidikan luar biasa

b) Melakukan pengkajian di bidang proses belajar mengajar dan menerapkannya pada Sekolah Luar Biasa

c) Memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi siswa, orang tua dan masyarakat

d) Mengadakan percontohan pendidikan tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat menengah/lanjutan

15

(32)

e) Mengadakan pemeriksaan psikologis, medis dan sosiologis siswa f) Membina hubungan kerja dan kerjasama dengan orang

tua/masyarakat

g) Melakukan/mengadakan publikasi yang menyangkut pendidikan luar biasa sesuai dengan kelainannya

h) Melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga sekolah b. Sekolah Luar Biasa Pembina Tingkat Provinsi

Merupakan sekolah yang melaksanakan penyegaran bagi tenaga kependidikan serta percontohan penyelenggaraan SLB. Tugas dan Fungsi SLB Pembina Tingkat Provinsi ialah melaksanakan latihan dan penyegaran bagi tenaga kependidikan Sekolah Luar Biasa, pengolahan dan pemecahan permasalahan di bidang pembinaannya, serta melaksanakan pengembangan Sekolah Luar Biasa yang meliputu Tingkat persiapan, Tingkat Dasar, dan Tingkat Menengah/Lanjutan.

Pengklasifikasian anak berkebutuhan jika dikaitkan dengan kepentingan pendidikannya -khususnya di Indonesia- maka untuk pendidikannya dibedakan menjadi seperti berikut:16

a. Bagian-A sebutan untuk kelompok anak tunanetra

Anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan dalam penglihatannya, akibat kurang berfungsi indera penglihatan baik sebagian (low vision) atau kehilangan seluruhan penglihatannya (buta).

16

(33)

b. Bagian-B sebutan untuk kelompok anak tunarungu

Anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian (kurang dengar) atau seluruhnya (tuli) yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran.

c. Bagian-C sebutan untuk kelompok anak tunagrahita

Anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata, mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan yang terganggu.

d. Bagian-D sebutan untuk kelompok anak tunadaksa

Tunadaksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam fungsinya yang normal sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi motorik. Kondisi ini ditandai memiliki kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti kaki, tangan, atau bentuk tubuh.

e. Bagian-E sebutan untuk kelompok anak tunalaras

Merupakan anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku sehingga memiliki perilaku penentangan yang terus-menerus kepada masyarakat, kehancuran suatu pribadi, serta kegagalan dalam belajar di sekolah. Dalam hal ini anak yang mengalami hambatan emosi dan tingkah laku sehingga kurang dapat atau mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya dan akan mengganggu situasi belajarnya.

(34)

g. Bagian-G sebutan untuk kelompok anak tunaganda. Seseorang yang memiliki kekurangan lebih dari satu dari yang telah disebutkan diatas.

Dalam penelitian ini memfokuskan pada SLB-A, Sekolah Luar Biasa yang menangani anak-anak tunanetra. SLB-A adalah suatu lembaga pendidikan yang memeberikan pelayanan pendidikan secara khusus bagi anak tunanetra, hal lebih lanjut mengenai pembahasan tunanetra akan dijelaskan pada point selanjutnya. Tujuan umum pendidikan di SLB A adalah agar para tamatan: memiliki sifat dasar sebagai warga Negara yang baik. Lalu memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk: melanjutkan pelajaran, bekerja di masyarakat, dapat menolong diri sendiri, dan mengembangkan dirinya sesuai dengan azas pendidikan seumur hidup17 Tujuan khusus pendidikan di SLB-A adalah agar para tamatan dapat berdiri sendiri, dan menjadi warga masyarakat yang berguna (produktif) bagi dirinya sendiri, bagi masyarakat, maupun bangsa, dan Negara.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru berkaitan dengan perkembangan komunikasi anak dengan kekurangan penglihatan, pembelajaran yang disusun guru untuk siswa tunanetra sebaiknya mengarah kepada:18

a. Kemampuan orientasi mobilitas mengarah pada kemampuan mengkoordinir keseluruhan gerak jasmani

b. Kemampuan gerak dengan menggunakan gerak halus c. Kemampuan mengkoordinir ketepatan rekreasi gerak

17

Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit., h.13

18

(35)

d. Kemampuan mengkoordinir daya kekuatan otot-otot gerak sesuai dengan kebutuhannya.

Dapat disimpulkan SLB-A ialah suatu sarana pendidikan yang diperuntukan untuk anak tunanetra, dengan adanya SLB-A ini diharapkan anak-anak dengan keterbatasan penglihatan dapat menerima haknya dalam memperoleh pendidikan dengan layak.

2. Pengertian Perpustakaan SLB-A

Keberadaan perpustakaan di SLB-A pun sangat penting adanya. Perpustakaan SLB-A adalah suatu unit pengelolaan bahan pustaka yang berada dinaungan bidang pendidikan yang menangani siswa-siswi berkebutuhan khusus yang bertujuan untuk mengadakan, mengolah dan menyajikan informasi untuk siswa-siswi ataupun guru-guru dalam menunjang proses belajar dan mengajar. Dilihat dari pemustakanya perpustakaan ini manangani pemustaka berkebutuhan khusus, tepatnya pemustaka yang memiliki kekurangan dalam penglihatan atau tunanetra. Dengan kekurangan penglihatan ini menjadikan pelayanan dan koleksi yang dimiliki pun berbeda dengan perpustakaan di lingkungan sekolah pada umunya.

(36)

SLB-A, bacaan untuk guru tersebut perihal bagaimanya pembelajaran yang baik untuk mengajar siswa dengan memiliki kekurangan dalam penglihatan.

3. Peran Perpustakaan SLB-A

Peran perpustakaan di lingkungan SLB-A pada umumnya tidak jauh berbeda dengan perpustakaan yang ada di sekolah biasa. Peran perpustakaan pada sekolah ialah mengembangkan kemampuan anak dalam mencari dan menggunakan informasi, melalui perpustakaan murid-murid dapat mencari dan memanfaatkan informasi yang tersedia di perpustakaan. Melalui perpustakaan pula dapat mengembangkan minat dan kebiasaan membaca yang baik pada murid. Dapat mendidik murid untuk bisa memelihara bahan bacaan, dan dapat mengasah kemandirian murid dalam mencari informasi di perpustakaan. Pada perpustakaan SLB-A peranan perpustakan yaitu untuk memberikan informasi kepada pemustaka, dan menitikberatkan kearah studi mandiri. Dengan adanya perpustakaan ini diharapkan kebutuhan informasi murid dan guru ataupun karyawan sekolah dapat terpenuhi. Perpustakaan ini merupakan wadah untuk mengelola sumber informasi yang bisa digunakan untuk mempermudah guru dalam proses belajar mengajar, ataupun dapat digunakan oleh murid untuk sebagai sarana rekreasi dengan membaca novel ataupun mendengarkan cerita.

C. Pemustaka Tunanetra 1. Pengertian Pemustaka

(37)

pemustaka adalah pengguna perpustakaan yaitu perseorangan, sekelompok orang, masyarakat atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan. Menurut Wiji Suwarno pemustaka ialah pengguna fasilitas yang disediakan perpustakaan baik koleksi maupun fasilitas lainnya.19 Telah disebutkan bahwa adanya perpustakaan ditujukan unutk memberikan informasi kepada pemustakanya, maka pemustaka pada tiap perpustakaan berbeda-beda tergantung pada jenis perpustakaannya. Misalnya, pada perpustakaan perguruan tinggi pemustakanya ialah mahasiswa, dosen dan civitas akademik perguruan tinggi, perpustakaan khusus pemustakanya pada umumnya ialah karyawan ataupun staf dari lembaga yang menaunginya, perpustakaan sekolah pemustakanya ialah siswa-siswi, guru ataupun karyawan sekolah.

Perbedaan pemustaka pada suatu perpustakaan ini disebabkan berbedanya jenis, letak dan koleksi yang ada pada suatu perpustakaan. Maka dapat diambil kesimpulan pemustaka ialah pengguna perpustakaan baik secara sekolompok atau perseorangan yang mempergunakan fasilitas perpustakaan baik dalam hal koleksi ataupun pelayanan lainnya yang ada di perpustakaan.

2. Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki karakteristik khusus, ataupun kelainan khusus baik pada fisik maupun mental. Berdasarkan kekurangan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus dibagi menjadi:20

a. Tunagrahita (mental retardation) atau disebut sebagai anak dengan hendayaperkembangan (child with development impairrment)

19

Wiji Suwarno,Psikologi Perpustakaan,(Jakarta: Sagung Seto, 2009) h.80

20

(38)

b. Kesulitan belajar (learning disabilities) atau anak yang berprestasi rendah (specific learning disability)

c. Hyperactive (attention deficit disorder with hyperactive) d. Tunalaras (emotional or behavioral disorder)

e. Tunawicara (communication disorder and deafness)

f. Tunanetra (partially seing and legally blind) atau disebut dengan anak yang memiliki hambatan dalam penglihatan

g. Anak autistic (autistic children) h. Tunadaksa (physical disability) i. Tunaganda (multiple handicapped)

j. Anak berbakat (giftedness and special talents)

Dalam penelitian ini dalam definisi anak berkebutuhan khusus ditujukan pada anak tunanetra, hal tersebut dikarenakan objek penelitian pada Perpustakaan SLB-A. SLB-A merupakan sarana pendidikan bagi anak yang miliki keterbatasan dalam penglihatan atau tunanetra. Menurut Sutjihati Soemantri anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas.21 Menurut beliau kategori anak tunanetra dibedakan menjadi dua, yaitu buta ialah jika anak sama sekali tidak mampu menerima rangsangan cahaya dari rumah dan low vision ialah jika anak masih mampu menerima rangsangan dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membaca headline pada surat kabar. Dengan adanya kekurangan pada penglihatan hal tersebut dapat berpengaruh

21

(39)

pada kehidupannya, misalnya akan berpengaruh pada gerak perpindahannya atupun akan berpengaruh terhadap pengenalan terhadap lingkungan sekitar.

Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dengan kondisi berikut:

a. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas

b. Terjadi kekeruhan pada lensa atau terdapat cairan tertentu c. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak

d. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan

Salah satu kriteria yang dapat digunakan sebagai dasar pengklasifikasian anak tunanetra di Indonesia berdasarkan hasil musyawarah ketunanetraan di Solo tahun 1969 menyatakan bahwa seseorang dikatakan tunanetra jika ia memiliki visus setralis 6/60 lebih kecil dari itu atau setelah dikoreksi secara maksimal penglihatannya tidak memungkinkan lagi menggunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan oleh anak normal/awas.22 Dapat dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 1. Presentase kehilangan ketajaman penglihatan

22

(40)

Dari tabel diatas, maka dapat dijelaskan jika seorang anak mempunyai ketajaman penglihatan 6/15 pada satuan meter atau 20/50 dalam satuan feet berarti ia memiliki kemampuan samadengan 76,5% dari penglihatan anak normal, jadi efisiensi penglihatan sebesar 76,5% dan kekurangan sebesar 23,5%. Penggunaan jarak 20 kaki untuk tes ketajaman penglihatan karena pada jarak tersebut berkas sinar akan sejajar mencapai mata, dan sedikit akomodasi yang diperlukan untuk memfokuskan cahaya pada retina sehingga mata dapat benar-benar rileks. Dari tabel tersebut maka dapat diklasifikasikan penglihatan seseorang, yaitu:

Tabel 2. Komposisi tunanetra menurut derajat ketunaannya

3. Penyebab Ketunanetraan

(41)

tentang objek yang dilihatnya.23 Sedangkan organ mata yang tidak normal menjalankan proses penglihatan sebagai berikut: bayangan benda yang ditangkap oleh mata tidak dapat diteruskan oleh kornea, lensa mata, retina, dan ke syaraf karena suatu sebab, misalnya kornea mata mengalami kerusakan kering, keriput, lensa mata menjadi keruh atau syaraf yang menghubungkan mata dengan otak mengalami gangguan. Jika mengalami hal seperti ini seseorang dapat dikatakan sebagai penderita kelainan penglihatan atau tunanetra.24

Secara etiologi, timbulnya ketunanetraan disebabkan oleh faktor endogen dan eksogen. Ketunanetraan karena faktor endogen seperti keturunan, atau karena faktor eksogen seperti penyakit (gula, rubella, taxoplasmosis, kerusakan syaraf), kecelakaan, obat-obatan dan lain-lainnya.

Kesalahan-kesalahan pembiasan pada mata dapat disebabkan oleh:25

a. Myopia adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan terjatuh dibelakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Peristiwa ini disebut rabun dekat;

b. Hyperopia adalah kebalikan dari myopia, bayangan juga tidak terfokus dan jatuh didepan retina. Penglihatan akan menjadi jelas apabila objek dijauhkan, peristiwa ini juga disebut rabun jauh;

c. Astigmatisme adalah penyimbangan atau penglihatan kabur disebabkan karena tidakberesan dalam kornea mata atau pada permukaan lain pada

23

Mohammad Effendi, op.cit., h.30

24

Mohammad Effendi, loc.cit

25

(42)

bola mata sehingga benda-benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina.

Menurut Muljono hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan mata yaitu:26 a. Katarak, adalah keadaan keruh pada lensa mata yang menghalangi

cahaya untuk dapat melihat jelas

b. Glucoma, adalah suatu penyakit umum yang ditandai dengan adanya tekanan yang tinggi di dalam bola mata hingga mengganggu atau menghambat sirkulasi cairan pada mata. Apabila tekanan merusak syaraf mata, bagian tengah atau tepi penglihatan hilang atau seluruhnya hilang.

c. Deiabetic retinopathy, adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena diabetes. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah yang dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.

d. Retinis Pigmentosa, adalah penyakit pada retina yang umumnya merupakan ketururnan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundurnya atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan peripheral, dan sedikit saja penglihatan pusat yang masih tertinggal. terkadang retinitis pigmentosa terdapat pula pada orang-orang tuli bawaan. Gabungan antara tuli bawaan dan berangsur-angsurnya

retinitis pigmentosa tersebut dikenal dengan usher’s synfrome, yaitu

26

(43)

suatu sebab yang nyata buta-tuli di antara anak-anak remaja dan orang dewasa.

e. Macular degeneration adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah dari retina (daerah macular) secara berangsur-angsur memburuk. Berlawanan dengan retinas pigmentosa, seorang anak dengan degenerasi biasanya masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan.

f. Retinopathy of prematury, biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya terlalu prematur dan sebenarnya ia pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Akan tetapi karena kelahirannya yang prematur ia secara rutin ditempatkan dalan incubator dan diberikan oksigen kadar tinggi. Apabila kemudian anak dikeluarkan dari incubator yang penuh dengan oksigen, perubahan kadar oksigen dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan buta total.

4. Masalah Ketunanetraan

(44)

kemampuan fisiknya yang lain seperti pengembangan fungsi psiskis dan penyesuaian sosial. Karena pada dasarnya mata memiliki fungsi sebagai transmisi visual yang mampu memeberikan sekitar 80-85%dalam perekam interaksi manusia selama terjaga.27 Namun jika penglihatan mengalami gangguan bukan berarti manusia tidak bisa menjalankan hidupnya ataupun tidak memperoleh pengalaman. Manusia dengan kekurangan penglihatan dapat menggunakan indra lain untuk mempermudah aktifitasnya.

Seseorang yang kehilangan penglihatan, biasanya indera pendengaran dan perabaan akan menjadi sarana alternatif yang digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap lingkungan sekitarnya. Melalui perabaan, anak-anak tunanetra dapat langsung melakukan kontak dengan objek yang ada di sekitarnya. Namun pemanfaaan indra peraba ini terkadang mengalami kesulitan jika bendanya telampau besar, mengalami kesulitan dalam jangkauan perabaan. Kelebihan indra pendengaran sebagai transmisi dalam berinteraksi dengan lingkungan bagi anak tunanetra dapat membantu memberikan petunjuk tentang jarak atau arah objek dengan mengenal suaranya, namun ia tidak dapat mengenal wujud konkret tentang objek yang dikenalnya.28

Adapun indera-indera lain seperti penciuman, pengecap dan perasa bagi anak tunanetra berfungsi melengkapi perolehan informasi atas indera pendengaran dan perabaan. Banyak sekali akibat-akibat lain yang muncul baik bersifat jasmani, mental dan perilaku jika seseorang mengidap tunanetra, antara lain:29

a. Sering menggosok-gosokan matanya, berkedip terus atau menutup salah satu matanya.

(45)

b. Kepalanya miring atau maju kedepan.

c. Matanya sering merasa sakit, pandangan kabur, atau penglihatannya merasa rangkap.

d. Sering mencari benda kecil dengan meraba sana-sini.

e. Perkembangan kognitif, motor halus dan motor kasarnya terlambat atau bahkan terbelakang.

f. Sering mengeluh sakit kepala, pusing, dan mual.

Aplikasi terhadap struktur komunikasi anak tunanetra yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengkomprarasikan dengan anak normal, antara lain sebagai berikut:30

a. Anak tunanetra menerima pengalaman nyata yang sama dengan anak normal, dari pengalaman tersebut kemudian diintergasikan ke dalam pengertiaannya sendiri.

b. Anak tunanetra cenderung menggunakan pendekatan konseptual yang abstrak menuju ke konkret, kemudian menuju fungsional serta terhadap konsekuensinya, sedangkan anak normal yang terjadi sebaliknya.

c. Anak tunanetra perbendaharaan kata-katanya terbatas pada definisi kata. d. Anak tunanetra tidak dapat membandingkan, terutama dalam hal

kecakapan numerik.

Perbedaan kemampuan bicara anak normal dan anak tunanetra diketahui sebagai berikut31

a. Anak tunanetra memiliki sedikit variasi vokal. b. Modulasi suara kurang bagus.

c. Anak tunanetra memiliki kecenderungan bicara keras. 30

Mohammad Effendi, op.cit., h.44

31

(46)

d. Anak tunanetra memiliki kecenderungan bicara lambat. e. Penggunaan gerankan tubuh dan mikik kurang efektif.

f. Anak tunanetra meggunakan sedikit gerakan bibir dalam mengartikulasikan suara

D. Kebutuhan Informasi

1. Pengertian Kebutuhan Informasi

Informasi dapat didefinisikan dalam berbagai arti dan dari berbagai pemahaman. Definisi pertama informasi adalah suatu rekaman fenomena yang diamati, atau bisa juga berupa putusan-putusan yang dibuat.32 Menurut Sutarno informasi dapat diartikan secara sempit dan luas, dalam pengertian sempit informasi dapat diartikan sebagai penerangan, keterangan, kabar berita, dan pesan. Sedangkan informasi dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan. Pada kajian ilmu perpustakaan data yang diolah akan menjadi informasi dan informasi yang telah diolah akan menjadi pengetahuan.33

Definisi lain jika dilihat dari tujuan penggunaanya, menurut Wahyudi informasi adalah benda abstrak yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan positif dan sebaliknya, informasi dapat mempercepat atau memperlambat pengambilan keputusan.34 Perbedaan ini muncul dikarenakan perbedaan pada pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan suatu informasi. Maka informasi merupakan suatu berita, pesan yang dibutuhkan seseorang yang dapat diperoleh baik dari media tercetak, elektronik atau

32

Pawit M. Yusuf dan Priyo Subekti, Teori dan praktik Penelusuran Informasi: Informasi Retrieval,(Jakarta: Kencana, 2000), h.1

33

Sutarno NS, Tanggung Jawab Perpustakaan: Dalam Mengembangkan Masyarakat Informasi, (Jakarta: Panta Rei, 2005), h.65

34

(47)

bahakan dari sorang ahli yang dapat menambah pengetahuan seseorang. Dengan adanya informasi maka dapat mengubah pengetahuan seseorang yang awalnya dari tidak tahu menjadi tahu. Dengan informasi yang diketahuinya tersebut dapat memudahkan untuk mengambil keputusan atau untuk tujuan tertentu lainnya.

Sedangkan kebutuhan informasi muncul akibat adanya kesenjangan pengetahuan yang ada dalam diri seseorang dengan kebutuhan informasi yang diperlukan. Kesenjangan seseorang dalam memahami sesuatu juga dijabarkan bahwa kebutuhan informasi didorong oleh keadaan yang disebut situasi problematic (problematic situation), yaitu situasi dimana seseorang merasakan kekurangan informasi sedangkan pengetahuan yang dimilikinya terbatas. Pengertian tersebut menunjukan suatu kondisi kesenjangan antara pengetahuan yang dimiliki seseorang dengan informasi yang dibutuhkan tidak memadai saat itu. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, seseorang akan berusaha mencari informasi, agar pengetahuan yang dibutuhkan segera terpenuhi untuk membuat suatu keputusan.35 Kebutuhan informasi merupakan kebutuhan yang disebabkan oleh desakan seperti tugas-tugas yang harus diselesaikan, ataupun karena faktor dari dalam yaitu mewujudkan kepuasan dirinya.

Kebutuhan informasi ini dapat dipengaruhi oleh aktivitas suatu pekerjaan, bidang yang digeluti, adanya fasilitas, kedudukan sosial, jangkauan informasi. Dengan adanya kebutuhan akan informasi ini yang menjadi dorongan bagi individu untuk melakukan pencarian informasi. Maka dapat disimpulkan kebutuhan informasi adalah adanya kesenjangan antara pengetahuan yang dimiliki dengan informasi yang diinginkannya dalam

35

(48)

rangka mencapai tujuan tertentu dalam hidupnya, baik untuk membuat keputusan, menyelesaikan tugas dan sebagainya.

2. Sumber Perolehan Informasi

Sumber informasi merupakan media penghubung antara pemakai informasi dengan informasi. Terdapat berbagai alasan dipilihnya suatu sumber informasi oleh pemustaka. Pertama dipengaruhi oleh pengetahuan pemustaka, faktor kemudahan dan kenyamanan dalam memperoleh dan menggunakan sumber informasi. Sumber informasi umunya dapat ditemukan di pusat informasi, perpustakaan, pusat dokumentasi, pusat arsip, dan lain-lain. Selanjutnya menurut Astuti sumber perolehan informasi merupakan medium tersimpannya informasi, adapun sumber-sumber perolehan informasi antara lain36:

a. Manusia seperti guru/dosen, teman, keluarga dan lain-lain.

Manusia merupakan makluk sosial. Ia akan tetap membutuhkan orang lain dalam kehidupannya sehari-hari. Ketika ia memutuhkan suatu bantuan, ia akan mendatangi sumber bantuan terdekat. Dalam hal ini, sumber tersebut adalah pihak lain. Begitu juga ketika ia membutuhkan suatu informasi. Ia akan bertanya pada orang yang menurutnya bisa memberikan informasi-informasi yang dibutuhkanya tersebut. Melalui proses komunikasi, informasi yang awalnya berada di satu orang bisa menyebar kepada diri penanya.

36

(49)

b. Media

Sumber perolehan informasi tak sebatas berasal dari manusia. Bentuk sumber informasi lainya adalah media. Media berkembang sejalan dengan perkembangan zaman, misalnya dengan adanya perkembagan internet yang menjadi salah satu bentuk sumber informasi utama atau alternatif. c. Lembaga Informasi, seperti perpustakaan atau pusat dokumentasi

Ada dua saluran informasi yaitu formal dan informal. Yang termasuk saluran informasi formal adalah perpustakaan dan unit informasi lainnya. Sedangkan yang termasuk saluran informasi informal adalah rekan sejawat dan institusi selain perpustakaan dan unit informasi yang tidak dirancang sebagaima sumber informasi formal.

3. Jenis Sumber Informasi

Sumber informasi merupakan media tersimpannya sekaligus media penyampaian suatu informasi. Untuk mencari informasi maka diperlukan sumber informasi sebagai alat penyimpanan suatu informasi.

Menurut Suwanto sumber informasi dapat berupa dokumen dan non dokumen, yang dimaksud sumber informasi dalam bentuk dokumen adalah buku, majalah, tesis, disertasi, laporan penelitian, jurnal abstrak atau yang lainnya dalam bentuk tercetak. Sedangkan informasi non dokumen adalah sumber yang didapatkan dari manusia langsung seperti kelurga, teman, dosen, pustakawan, para ahli, spesialis informasi. Menurut Sulistyo Basuki sumber-sumber informasi dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:37

37

(50)

a. Sumber Informasi Primer

Merupakan karangan asli yang ditulis secara lengkap. Sumber informasi primer ini karya asli ditulis langsung oleh pembuat/peneliti yang bersangkutan, sehingga bukan merupakan karya terjemahan ataupun karya saduran. Pengguna sumber informasi primer dapat mencari pada: majalah ilmiah, laporan penelitian, tesis, skripsi, buku teks, paten dan standar. b. Sumber Informasi Sekunder

Merupakan segala jenis ringkasan sumber primer dan merupakan alat bantu untuk menemukan sumber informasi primer. Padas sumber sekunder beragam informasi telah dikemas untuk mempermudah mencari sumber informasi primer. Contoh sumber informasi sekunder ialah ensiklopedia, kamus, bibliografi, indeks, abstrak, bibliografi, dan katalog perpustakaan c. Sumber Informasi Tersier

Adalah dokumen yang berisi informasi mengenai dokumen sekunder. Sumber informasi ini telah diolah menjadi suatu rangkuman yang bersumber dari sumber informasi sekunder dan primer. Contohnya ialah direktori, bibliografi dari bibliografi.

(51)

Mengingat fungsi perpustakaan sebagai tempat sekaligus pusat pengelolaan dan penyebarluasan informasi untuk kepentingan masyarakat. Sumber-sumber informasi semua diorganisasikan oleh perpustakaan di segala jenisnya dengan tujuan untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh segenap anggota masyarakat sesuai dengan tingkat dan jenis kebutuhan informasinya.38

4. Manfaat Informasi

Dalam lembaga pendidikan pada umumnya informasi yang bermanfaat yaitu yang banyak mendukung tugas-tugas lembaga ini, yaitu semua jenis informasi yang mempunyai aspek edukatif, riset dan rekreatif.39 Informasi dapat berfungsi sebagai data dan fakta yang sanggup membuktikan adanya suatu kebenaran, sebagai penjelas hal-hal yang sebelumnya masih meragukan, dapat pula sebagai prediksi untuk peristiwa-peristiwa yang mungkin akan terjadi di masa mendatang. Dalam dunia perpustakaan informasi menjadi garapan utama pengeloalaannya untuk kepentingan peningkatan kualitas manusia. Melalui pelayanan pada perpustakaan merupakan suatu media untuk menyebarluaskan informasi, hal ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat. Informasi sangat banyak manfaatnya tidak terbatas pada saru bidang aspek saja, akan tetapi menyeluruh, hanya bobot dan manfaatnya saja yang berbeda karena disesuaikan dengan kondisi yang membutuhkannya.40

38

Pawit M. Yusuf dan Priyo Subekti,Teori dan Praktik Penelusuran Informasi,(Jakarta: Kencana, 2010), h.13

39

Pawit M. Yusuf dan Priyo Subekti, Teori dan Praktik Penelusuran Informasi : Information Retrieval,(Jakarta: Kencana, 2000), h.10

40

(52)

E. Perilaku Pencarian Informasi

1. Pengertian Perilaku Pencarian Informasi

Pencarian informasi merupakan proses yang dilakukan seseorang mulai dari menentukan pokok-pokok pencarian, fasilitas pencarian, mengevaluasi pencarian hingga informasi yang dicari dapat terpenuhi. Menurut Jusni Djatin menjelaskan bahwa penelusuran informasi ialah mencari kembali informasi yang pernah ditulis orang mengenai suatu topik tertentu.41

Penelusuran informasi di zaman sekarang ini menjadi lebih rumit dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya. Hal ini dikarenakan 3 alasan penting, yaitu:42

a. Ledakan informasi yang terjadi disebabkan karena informasi yang diciptakan setiap hari sangat banyak jumlahnya, sehingga mengikuti atau memperoleh informasi tentang perkembangan sukar bagi seseorang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknilogi baru, bahkan informasi bidangnya sendiri.

b. Perlu penguasaan mengenai sumber-sumber informasi yang ada dan cara memilih informasi yang sesuai dari sumber informasi yang sangat banyak dan luas cakupannya.

c. Informasi sekarang ini banyak disimpan dalam berbagai bentuk media seperti: pangkalan data dalam komputer baik dalam bentuk pita magnetic maupun dalam bentuk CD-ROM, bentuk mikro seperti mikrofis atau mikrofilm, disamping dalam bentuk media tradisional kertas.

41

Jusni Djatin,Penelusuran Literatur, (Jakarta: Universitas terbuka, 1996), h.3

42

(53)

Pada perpustakaan banyak cara yang bisa dilakukan pemustaka dalam pencarian informasi. Fasilitas yang disediakan oleh perpustakaan dapat dimanfaatan untuk pencarian informasi. Pencarian tersebut bisa ditelusur melalui katalog, bibliografi, indeks, abstrak, kamus. ensiklopedia, melalui sistem jaringan, komputer, ataupun melalui media lain (brosur, almanak, peta, atlas, globe, pamflet, buku pedoman, direktori, buku tahunan dll.)

Menurut Wilson dalam Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi yang ditulis oleh Puli Luxman Pendit mengatakan bahwa perilaku pencarian informasi merupakan perilaku di tingkat mikro, berupa perilaku mencari yang ditunjukan seseorang ketika berinteraksi dengan sistem informasi. Perilaku ini terdiri dari berbagai bentuk interaksi dengan sistem, baik di tingkat interaksi dengan komputer (misalnya penggunaan mouse atau tindakan meng-klik sebuah link), maupun di tingkat intelektual dan mental (misalnya penggunaan strategi Boolean atau kepuasan memilih buku yang paling relevan di antara sederetan buku di rak perpustakaan.43 Pencarian dan penggunaan informasi terdiri dari suatu rangkaian aktivitas dan perilaku yang kompleks. Penggunaan suatu layanan atau informasi dari perpustakaan hanyalah sebuah fragmen dari keseluruhan proses kegiatan seseorang dalam suatu lingkungan pekerjaan tertentu.44

Untuk memilih cara penelusuran terbaik yang digunakan, perlu diketahui manfaat utama dari masing-masing cara. Segi manfaat ini dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu:45

a. Apakah informasi yang dibutuhkan segera diperoleh

43

Putu Laxman Pendit, Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi: Suatu Pengantar Diskusi Epistemologi dan Metodologi,(Jakarta: JIP-FSUI, 2013), h.29

44

Ibid., h.28

45

(54)

b. Informasi yang diinginkan merupakan informasi terbaru c. Cangkupan informasi yang dibutuhkan

d. Kegunaannya

e. Apakah sudah cukup melakukan penelusuran dengan salah satu cara saja atau menggunakan kegitga cara tersebut diatas

f. Berapakah biaya jasa yang disediakan

2. Model Perilaku Pencarian Informasi

Model perilaku pencarian informasi banyak macamnya dan beragam yang dilakukan oleh masyarakat, hal tersebut karena perlilaku pencarian informasi terdapat perbedaan pola antara masyarakat satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu ilmu informasi telah menghasilkan beberpaa model dari perilaku pencarian informasi yang telah diteliti oleh beberapa ilmuwan. Perilaku pencarian informasi menurut Wilson dalam Yusuf adalah sebagai berikut:46 a. Perilaku Informasi (informasi behavior) merupakan keseluhuran perilaku

manusia berkaitan dengan sumber dan saluran informasi, termasuk perilaku pencarian dan penggunaan informasi baik secara aktif maupun pasif.

b. Perilaku penemuan informasi (informasi seeking behavior) merupakan upaya menemukan dengan tujuan tertentu sebagai akibat dari adanya kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu. Dalam upaya ini, seseorang dapat saja berinteraksi dengan sistem informasi hastawi (misalnya, surat kabar, majalah, perpustakaan), atau berbasis komputer.

46

(55)

c. Perilaku pencarian informasi (Informasi searching behavior) merupakan perilaku di tingkat mikro, berupa perilaku pencarian yang ditunjukan seseorang ketika berinteraksi dengan sistem, baik di tingkat interaksi dengan komputer, maupun di tingkat intelektual dan mental.

d. Perilaku penggunaan informasi (information user behavior), yakni terdiri atas tindakan-tindakan fisik maupun mental yang dilakukan seseorang menggabungkan informasi yang ditemukan dengan pengetahun dasar yang telah dimilki sebelumnya.

Maka dapat disimpulkan perilaku pencarian informasi adalah suatu tahapan, tindakan-tindakan yang dilakukan seseorang dalam, mencari informasi memilih informasi, menyeleksi informasi, menetapkan informasi, hingga pada akhirnya informasi tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan informasinya. Selanjutnya Ellis, mengemukakan beberapa tahapan perilaku pencarian informasi dalam gambar berikut:

Gambar 1. Model Perilaku Pencarian Informasi47

Selanjutnya Ellis (dalam Yusuf 2007) menjelaskan model perilaku pencarian informasi sebagai berikut:48

a. Strating. Merupakan tahapan memulai dimana individu melakukan proses kegiatan pencarian informasi. Terdapat aktivitas yang memicu kegiatan

47

Wilson, T.D. (1999) "Models in information behaviour research" Journal of Documentation, 55(3) 249-270 http://informationr.net/tdw/publ/papers/1999JDoc.html, diakses tanggal 5 Maret 2015

48

(56)

awal pencarian informasi, seperti individu melakukan pencarian berdasarkan bidang yang diteliti, mencari literatur menggunakan katalog atau fasilitas pencarian lainnya.

b. Chaining. Merupakan tahapan penghubungan, dimana individu mulai menghubungkan informasi yang dicari dengan informasi yang didapatkan dari satu sumber pencarian.

c. Browsing. Kegiatan merambah yaitu suatu kegiatan mencari informasi dari satu sumber ke sumber lain sehingga secara tidak langsung ia mulai melakukan strukturisasi informasi yang digunakan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan mencari pada tema yang sama, mirip ataupun dapat dicari melalui daftar pustaka pada suatu bacaan.

d. Diferentiating. Merupakan kegiataan menyaring, memilih informasi yang telah didapatkan, sehingga individu dapat mengetahui perbedaan informasi dari berbagai macam berita/jurnal yang dicarinya dan memilihnya.

e. Monitoring. Merupakan kegiatan pengawasan, dimana individu menyiapkan diri untuk mencari perkembangan informasi yang terbaru, agar informasi yang dicarinya masih dalam informasi terkini.

f. Extracting. Merupakan kegiatan merangkum memeriksa kembali satu sumber yang terpilih untuk mengambil informasi yang dianggap penting, dalam tahapan ini kegiatan pencarian informasi dilakukan dengan lebih sistematis melalui pengelompokkan bahan-bahan yang dicari.

(57)

h. Ending. Tahap terakhir dari pencarian, dengan ini pencari informasi mendapatkan dan memperoleh informasi yang dicari.

Teori model perilaku pencarian informasi lainnya dikemukakan oleh Kuthlthlau, yang terbagi kedalam 6 tahap, yaitu:49

a. Initiation.Tahap permulaan merupakan tahapan dimana individu merasa kurang pengetahuan. Ditandai dengan perasaan tidak yakin atau tidak pasti, yang mengakibatkan dilakukannya upaya-upaya mengaitkan situasi yang dihadapi dengan simpanan pengalaman yang dimilikinya dari masa lampau yang berhubungan dengan informasi yang dicarinya. Maka dapat menimbulkan kesadaran akan kebutuhan informasi.

b. Selection. Tahapan dimana individu mengidentifikasi dan memilih topik yang akan diselidiki dan menetapkan fasilitas penelusuran sehingga pada tahap ini individu siap untuk melakukan pencarian informasi.

c. Eksploration. Merupakan tahap eksplorasi atau tahap penjelajahan. Tahap ini sering merupakan tahap yang paling sulit bagi pemakai dan perantara (intermediary) atau petugas lembaga informasi. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan pemakai untuk menyatakan dengan tepat mengenai informasi yang dibutuhkannya.

d. Formulation. Pada tahap ini individu lebih memfokuskan pada tema yang dicari sehingga pola pikir individu menjadi lebih jelas dan terpusat pada masalah yang ditekuninya.

49

Carol Collier Kulthau, Inside the Searching process: Information Seeking from the User’s

(58)

e. Collection. Merupakan tahapan mengumpulkan informasi yang terfokus pada masalah yang dihadapainya, memilih informasi yang relevan, membuat catatan terkait informasi yang didapat.

f. Presentation. Merupakan perasaan puas dan merasa jelas akan informasi yang didapatkan. Dapat pula menimbulkan perasaan kecewa terhadap hasil pencarian dan pemustaka dapat mengulang kembali proses pencarian informasi. Pada tahapan ini menandakan proses pencarian telah selesai. Individu dalam taham tahap ini telah berani dan merasa siap untuk menyajikan pendapatnya berdasarkan informasi yang dicari melalui karya tulis, diskusi atau yang lainnya.

Wilson menggabungkan kedua model perilaku pencarian informasi yang dikemukakan oleh Ellis (1989) dan Kuhlthlau (1991) yang masing-masing tahapannya terbagi dalam kegiatan mencari informasi.50 Tahapan pencarian informasi dimulai dari ketidakpastian hingga menuju pemahaman. Model tersebut dapat diuraikan pada gambar dibawah ini:

Gambar.2 Proses Tahapan Perilaku Pencarian Informasi Ellis dan Kuhltlau yang dikomparasikan oleh Wilson (1999)51

50

Putu Laxman Pendit, Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi : Suatu Pengantar Diskusi Epistemologi dan Metodologi,(Jakarta: JIP-FSUI, 2013), h.29

51

(59)

Pada gambar tersebut dapat dijelaskan pada table berikut:

Tabel 3. Proses Tahapan Perilaku Pencarian Informasi yang dikemukakan oleh Wilson

Model pencarian informasi yang dikemukakan oleh Wilson merupakan kombinasi antara model perilaku pencarian informasi Ellis dan proses pencarian informasi Kuhltlau. Proses perilaku pencarian informasi dimulai dari:

a. Initiation

Pada awalnya seseorang mengalami masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri hal itu karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki sehingga seseorang tidak dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pada tahapan ini muncul kesadaran seseorang akan adanya kebutuhan informasi.

Presentation

Ending

Collection

1. Extracting 2. Verifying

Formulation

Differentating

Selection / Eksploration

1. Chaining 2. Browsing 3. Monitoring

Initiation

Gambar

Tabel 4. Daftar Pustakawan Perpustakaan SLB-A PTN..........................................
Gambar 2. Proses Tahapan Perilaku Pencarian Informasi Ellis dan Kuhltlau yang
Tabel 1. Presentase kehilangan ketajaman penglihatan
Tabel 2. Komposisi tunanetra menurut derajat ketunaannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagi profesi akuntan publik, Kantor Akuntan Publik (KAP), Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam merumuskan standar

Hasil analisis menunjukkan sebaran sawit aktual yang berada di kubah gambut relatif lebih sedikit, tetapi lebih banyak di luar kubah gambut dan dari data perizinan

Kesalahan hitung terjadi karena siswa salah dalam melakukan operasi perhitungan, pindah ruas dan memasukkan angka ke dalam persamaan. Pada materi pokok Elastisitas dan Gerak

Kemiringan sudut matahari yang besar pada bulan Juli/Juni menyebabkan pemanasan terhadap penutupan lahan kurang begitu efektif dikarenakan nilai suhu permukaan lahan

Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2007 Seri D Nomor 8) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 11 Tahun

MENINGKATKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI BERPIKIR KREATIF SISWA MELALUI PENDEKATAN OPEN-ENDED.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

O parágrafo 31.4 do Regulamento da UNTAET 2000/18 (alterado) prevê que todas as pessoas (empregadores) que tenham retido impostos sobre salários pagos de acordo com o Parágrafo 30 do

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar terhadap