• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Analyses Impact of Circular Migration to Development Of Rural Economics Case Study at Informal Trade Households Sector in Two District in Lamongan Regency East Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Analyses Impact of Circular Migration to Development Of Rural Economics Case Study at Informal Trade Households Sector in Two District in Lamongan Regency East Java"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP

PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN

( Studi Kasus Pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur )

MAHFUDHOH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

MAHFUDHOH. Analisis Dampak Migrasi Sirkuler terhadap Pembangunan Ekonomi Perdesaan: Studi Kasus pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur. (SAID RUSLI sebagai Ketua dan BAMBANG JUANDA sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Penelitian ini menganalisis dampak migrasi sirkuler terhadap pembangunan ekonomi perdesaan di dua kecamatan Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Dengan menggunakan analisa deskriptif, Indeks Gini Ratio (IGR), Indeks Good Service Ratio (IGSR) dan data primer (survei lapangan selama 6 bulan pada tahun 2005), serta data skunder (data Susenas dan data Podes) ditemukan bahwa: (1)faktor utama yang mempengaruhi keputusan rumahtangga untuk melakukan migrasi sirkuler adalah faktor ekonomi (rendahnya upah dan pendapatan sektor pertanian), banyaknya tanggungan anggota rumahtangga, kecilnya kepemilikan lahan pertanian, mudahnya informasi tentang pekerjaan di daerah tujuan, makin berkembangnya sarana transportasi, dan orientasi pribadi, (2)karakteristik migran sektor informal adalah rumahtangga petani 100 %, sebagian besar laki-laki 75 % dengan penguasaan lahan pertanian kurang dari 1 ha., (3)tingkat dan distribusi pendapatan menjadi lebih baik setelah melakukan migrasi sirkuler, (4)namun, dibandingkan konsumsi nonpangan, konsumsi pangan menjadi lebih tinggi.

Penguatan pengembangan usaha-usaha non-farm yang dimodali oleh remitansi (remittances) perlu diarahkan untuk peningkatan pembangunan ekonomi perdesaan.

(3)

MAHFUDHOH. The Analyses Impact of Circular Migration to Development Of Rural Economics: Case Study at Informal Trade Households Sector in Two District in Lamongan Regency East Java. (under the direction of SAID RUSLI and BAMBANG JUANDA).

This Research analyses impact of circular migration to development of rural economics in two district in Lamongan Regency East Java. By using descriptive analysis, Index of Gini Ratio (IGR), Make An Index To Good Service Ratio (IGSR) and primary data (field survey during 6 months in the year 2005), and also data of Skunder (data of Susenas and data of Podes) please find that: (1)factor especial influencing decision of household to conduct migration of circular is economic factor (lower wages and earnings of agricultural sector), to the number of member responsibilities of household, the so small ownership of agriculture farm, easy to information him concerning work in area of target, and more expand transportation medium him, and personal orientation, (2)characteristic informal sector migrant is farmer household 100 %, most men’s 75 % with domination of agriculture farm less than 1 ha., (3)income and earning distribution become bitterly [of] migration having taken steps of circular, (4)compared to consumption of non food, food consumption become highly.

Reinforcement of development is efforts non-farm capitalised by remittances require to be instructed to the make-up of rural development economics.

(4)

Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur)

MAHFUDHOH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi

Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN

(Studi Kasus Pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur)

Nama : MAHFUDHOH

Nomor Pokok : A155030231

Program Studi : ILMU-ILMU PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PERDESAAN

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Ir. Said Rusli, MA Dr. Ir. Bambang Juanda, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu-ilmu 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Pembangunan Wilayah

dan Perdesaan

Institut Pertanian Bogor

Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc

(6)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam

tesis yang berjudul:

ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP

PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN

(Studi Kasus Pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur)

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas

dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2006

(7)

Penulis dilahirkan di Lamongan, tepatnya di Kelurahan Blimbing

Kecamatan Paciran pada tanggal 04 April 1978, sebagai putri ke tiga dari Ibunda

Musriaton dan Ayahanda Mukrim Wibowo. Masa kecil yang bercita-cita sebagai

Dokter dan Psykolog akhirnya kandas dan tidak tercapai karena keterpaksaan.

Walaupun demikian, menjadi wanita “cerdas” dalam kehidupannya tetap ada.

Doa dan dorongan semangat belajar yang lebih baik, tetap penulis dapatkan baik

dari keluarga maupun teman-teman dekat.

Pendidikan sekolah dasar ditempuh di SDN IV Blimbing-Paciran, Tamat

pada tahun 1989. Pendidikan sekolah menengah pertama selesai tahun 1992.

Pendidikan sekolah menengah atas tamat pada tahun 1995. Pendidikan sarjana

ditempuh di Jurusan Ekonomi Manejemen Muhammadiyah Lamongan tamat

tahun 2001. Semasa menjadi pelajar di SLTA maupun pendidikan sarjana,

penulis aktif mengikuti organisasi ekstra kampus, LSM dan doyan dalam

organisasi politik. Dengan beasiswa BPPS Dikti untuk 2 tahun, pada tahun 2003

berkesempatan melanjutkan studi program magister pada program studi

Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sejak tahun 2003 sampai sekarang penulis tercatat sebagai pengajar di

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah Paciran, Lamongan. Selama masa

studi Pascasarjana di IPB penulis juga aktif dibeberapa kegiatan penelitian

nasional bidang Ekonomi Sumberdaya yang di prakarsai oleh PT. Nature Link

(8)

Memahami dan menafsirkan manusia moderen dengan segala latar

belakang dan tujuannya merupakan tugas yang tidak mudah, dibutuhkan

evaluasi dan penafsiran yang obyektif dalam mengungkap latar belakang

migrasi. Suatu tanggung jawab ilmiah yang berat tentunya bagi penulis. Puji

syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya senantiasa kami

panjatkan sehingga terselesaikan tugas akhir (tesis) ini, yang merupakan salah

satu prasyarat dalam memperoleh gelar Magister Sains pada Program studi

Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) di Institut

Pertanian Bogor.

Tulisan yang berjudul Analisis Dampak Migrasi Sirkuler Terhadap

Pembangunan Ekonomi Perdesaan (Studi kasus pada rumahtangga sektor

informal perdagangan di dua kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur)

mencoba memberikan gambaran riil yang terjadi di lapangan. Melalui tulisan ini

diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi bertambahnya khasanah ilmu sosial

ekonomi, tetapi juga diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pemerintah

daerah agar secara tegas melalui kebijakan yang ditetapkan mampu menekan

fenomena migrasi internal di Kabupaten Lamongan sehingga tidak berdampak

pada fenomena Kue Donat .

Selesainya tugas ini tidak terlepas atas bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak. Ucapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan

kepada Bapak Ir. Said Rusli, MA. selaku ketua komisi pembimbing atas

kesabaran, pinjaman referensi dan transfer ilmu membimbing penulis, sehingga

penulis banyak mendapatkan pencerahan tentang etika menulis karya ilmiah,

Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, MS. selaku anggota komisi pembimbing atas

kesabaran dalam memberikan bimbingan, arahan, dorongan moral dan spiritual

sehingga terselesaikan tulisan ini. Tidak lupa Juga kami ucapkan terima kasih

kepada Bapak Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D selaku ketua program studi PWD

atas segala kearifan, pinjaman referensi dan saran-sarannya. Ucapan

terimakasih dan juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir. Arya Hadi

(9)

ilmu yang tak ternilai kepada penulis. Specially ucapkan terimakasih dan rinduku

selalu kepada Ibunda tercinta, Mas dan Keluarga, adik’s yang selalu memberikan

support, do’a dan segalanya ” you are my locomitive”. Ucapan terimakasih juga

penulis sampaikan kepada teman-teman genk: teh Rikrik, Ayah Dus, Nyak Irma,

Sijail Arro, kak Mimi, mas Iwan, Siwalet Hisyamdut, Bu Ijah dan keluarga, May,

Pak Indra dan keluarga, Pak Bahrin, teman-teman BBC, teman-teman program

Magister dan Doktoral PWD angkatan 2003, Pit2, Irwan, Elva yang sabar, serta

Ibu kepala Litbang Ketransmigrasian Depnakertrans dan para APU-nya yang

telah banyak memberi masukan tulisan saya, Ibu Hariyati, Ibu Diana, Bapak

Linton, terimakasih atas fasilitas dan segala dukungan mental-spiritual untuk

penyelesaian tugas ini, semoga memory yang terbangun diantara kita

merupakan bagian yang terindah dalam hidup. Tidak ketinggalan juga

teman-teman di STIEM Paciran-Lamongan, mahasiswa 2002/2003 terimakasih atas

bantuan pengambilan data. Akhirnya semoga tulisan ini membawa manfaat yang

berguna bagi semua fihak.

Kepada para pembaca, terimakasih dan sampai ketemu di kota

Lamongan. Siapa tau memberi inspirasi pengetahuan. Wassalam!

Dramaga – Bogor, Mei 2006

(10)

©

Hak cipta milik Mahfudhoh, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(11)

Halaman

DAFTAR TABEL………..

xiv

DAFTAR GAMBAR ………

xvi

DAFTAR LAMPIRAN ……….

xviii

I.

PENDAHULUAN

………..

1

1.1. Latar Belakang Permasalahan………

1

1.2. Perumusan Masalah ………

…..

………. 7

1.3. Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian ……….

.

8

1.4. Manfaat Penelitian……….

9

1.5. Keterbatasan Penelitian……… 10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

………

11

2.1. Pengertian Migrasi dan Migrasi Sirkuler……… 11

2.2. Migrasi Sirkuler dan Rumahtangga Migran Sirkuler……… 14

2.3. Faktor-Faktor Migrasi Sirkuler.……… 15

2.4. Konsep Sektor Informal dan Sektor Formal………. 17

2.5. Kaitan Sektor Informal dan Materi balik………. 21

2.6. Ekonomi Rumahtangga Migran Sektor Informal……….. 22

2.7. Dampak Migrasi Sirkuler dan Pembangunan Daerah Asal……… 24

2.8. Pengertian Ekonomi Desa dan Pembangunan Ekonomi Desa.… 26 2.9. Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu……….………. 29

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

………..

35

3.1. Teori Migrasi………. ……… 35

3.2. Hipotesis Penelitian..……….… 41

(12)

IV. METODE PENELITIAN

………..….

44

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….………. 44

4.2. Teknik Pengumpulan Data……….….…… 45

4.3. Metode Analisis ………….……… 48

V.

DESKRIPSI DAERAH ASAL DAN DAERAH TUJUAN MIGRAN

SEKTOR INFORMAL

………..

53

5.1. Daerah Asal Kecamatan Pucuk………. 53 a. Desa Pucuk……….….. 55

b. Desa Kesambi……… 56

Kecamatan Sukodadi……… 57

a. Desa Siwalan Rejo…..……….…… 58

b. Desa Sumberagung………. 58

5.2. Daerah Tujuan Kecamatan Brondong……… 59

a. Kelurahan Brondong………. 61

b. Desa Sedayulawas……… 62

Kecamatan Paciran……….……….. 63

a. Desa Paciran……….…. 64

b. Kelurahan Blimbing………..……….……… 66

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

……….

67

6.1. Faktor-faktor Mempengaruhi Keputusan Untuk Migrasi Sirkuler.. 67

6.1.1. Faktor Pendorong Rumahtangga Migran Sektor Informal 67 6.1.2. Faktor Penarik Rumahtangga Migran Sektor Informal…… 70

6.1.3. Faktor Pelancar Migrasi Sirkuler ……….. 73

6.1.4. Faktor Pribadi Migran Sirkuler……….……….….. 77

6.2. Karakteristik Rumahtangga Migran Sirkuler………. 81

6.3. Tingkat Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan……….………... 86

6.3.1. Tingkat Pendapatan Sebelum Menjadi Migran Sirkuler………

(13)

6.3.2. Tingkat Pendapatan Sesudah Menjadi Migran Sirkuler… 90

6.3.3. Tingkat Kesejahteraan Migran Sirkuler………. 92

6.4. Dampak Terhadap Pembangunan Ekonomi Desa Asal…………. 95

6.4.1. Dampak Terhadap Penciptaan Faktor Produktif di Desa Asal………..……….. 95

6.4.2. Dampak Terhadap Keadaan Ekonomi Dan Kemakmuran Desa………..………. 98

6.5. Dampak Terhadap Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian.. ….…. 104

6.6. Dampak Terhadap Sumber Daya Manusia dan Pengetahuan Baru……….… 105

6.7. Peran Migran sirkuler dalam Perekonomian Perdesaan dan Pembangunan Wilayah……… 105

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

………..

111

7.1. Kesimpulan………. 111

7.2. Saran ………….………..……….. 112

DAFTAR PUSTAKA

……….……. 114
(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Series Penduduk Kabupaten Lamongan Menurut Jenis Kelamin Berdasarkan Hasil Registrasi Penduduk Sepuluh Tahun Terakhir

Dan Tingkat Pertumbuhannya ……….………... 5

2. Jumlah Penduduk Kabupaten Lamongan Perkecamatan Pada Tahun 2000 Sampai Dengan Tahun 2004, Luas Wilayah Tahun 2002 Dan Kepadatan Penduduk Tahun 2002………... 6

3. Banyaknya Desa Menurut Empat Kabupaten Dan Sumber

Penghasilan Sebagian Penduduk……… 7

4. Hubungan Antara Tujuan Penelitian, Metode Analisis, Hasil

Penelitian Dengan Sumber Data……….. 47

5. Muatan Boxplot dan Sumber Data………... 51

6. Luas Wilayah Jarak Ke-Kota Kabupaten Serta Kepadatan Penduduk Kecamatan Asal Tahun 2003….……….. 54

7. Jumlah Penduduk Dua Desa Sampel Di Kecamatan Asal Migran

Tahun 2000 Sampai Tahun 2004………. 57

8. Luas Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumahtangga Serta Kepadatan Pemduduk Kecamatan Brondong Tahun 2004….. 59

9. Luas Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumahtangga Serta Kepadatan Pemduduk Kecamatan Tujuan Tahun 2003……… 64

10. Distribusi Pekerjaan Penduduk Desa Paciran Tahun 2004…………. 65

11. Jumlah Tanggungan Anggota Rumahtangga di Desa Asal…………. 69

12. Banyaknya Tanggungan Anggota Keluarga Didesa Tujuan………… 69

13. Jenis Pekerjaan sebelumnya di Desa asal………. 70

14. Alasan utama memutuskan menjadi migran sirkuler……… 70

15. Lama pekerjaan yang sedang dijalani migran sirkuler.……… 71

(15)

17. Asal Informasi Pekerjaan Yang Sedang Dijalani…………..…………. 72

18. Keinginan Kedepan Mengenai Keputusan Menjadi Migran Sirkuler.. 73

19. Jarak Migran Dari Daerah Asal Ke Daerah Tujuan……….. 74

20. Alat Transportasi Yang Biasa Digunakan Migran Menuju Ke Pemondokan……… 74

21. Kondisi Transportasi Dari daerah Asal Ke daerah Tujuan…………... 75

22. Waktu Ketersediaan Transportsi Di Daerah asal……….. 75

23. Besarnya ongkos transportasi kedaerah tujuan……… 76

24. Faktor pelancar migrasi sirkuler yang lain……….……. 76

25. Alasan pribadi bersirkulasi……… 79

26. Tingkat kepuasan responden terhadap pola sirkulasi……….. 79

27. Alasan memilih pekerjaan di daerah tujuan……… 80

28. Responden menurut jenis kelamin……….. 81

29. Responden menurut umur di daerah tujuan……….. 82

30. Tingkat pendidikan migran sirkuler……….. 82

31. Jenis pekerjaan migran di daerah tujuan……… 83

32. Responden berdasarkan desa asal dan kecamatan asal……… 84

33. Pendapatan migran per hari sebelum memutuskan migrasi sirkuler 88 34. Frekuensi pendapatan sesudah dan sebelum memutuskan migrasi sirkuler……….. 91

35. Distribusi besaran remittances migran kedesa asal……….… 92

36. Kesejahteraan lahiriyah rumahtangga migran di desa asal sebelum dan sesudah memutuskan migrasi, respoden 159 orang……… 94

37. Banyaknya unit usaha non-formal/kerajinan tangan rumahtangga di kecamatan asal tahun 2003 dan 2004 ……….……….. 97

(16)

39. Jumlah migran per kecamatan dan total pendapatan tahun 2005 99

40. Bayaknya rupiah untuk pajak dan atau iuran desa dari uang hasil migrasi sirkuler tahun 2005………... 103

(17)

Nomor

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Faktor Daerah Asal Dan Daerah Tujuan Serta Penghalang

Antara Dalam Migrasi………. 15

2. Keputusan migrasi menurut Derek Berklee Dalam Todaro 2003 34 3. Kerangka pemikiran konseptual……… 39

4. Kerangka pendekatan operasional……….. 40

5. Kurva lorentzs untuk menggambarkan ketimpangan……….…... 50

6. Jumlah penduduk di kecamatan asal……….. 54

7. Penduduk kecamatan tujuan lima tahun terakhir……….. 60

8. Peta wilayah Kecamatan Brondong………. 62

9. Peta wilayah Kecamatan Paciran…..……….. 65

10. Pola migrasi penduduk desa sampel kecamatan asal………….. 85

11. Boxplot pendapatan migran berdasarkan pekerjaan di daerah tujuan……….… 100

12. Besar uang kiriman migran sirkuler berdasarkan kecamatan asal……… 101

13. Boxplot Kiriman Migran Berdasarkan Daerah Tujuan…………... 102

14. Aliran yang harmoni antara spasial dan kegiatan ekonomi yang dihasilkan oleh migran sirkuler perdesaan………. 108

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Karakteristik Responden ……….. 108

2. Perhitungan Gini Rasio Sesudah Migrasi……… 112

3. Perhitungan Gini Rasio Sebelum Migrasi……… 113

4. Perhitungan Good Service Ratio……….. 114

5. Jumlah Penduduk & Pendapatan Asli Desa Dua Kecamatan Sukodadi……….. 118

6. Jumlah Penduduk & Pendapatan Asli Desa Dua Kecamatan Pucuk ……….. 119

7. Processing Summary Boxplot……….. 130

8. Daftar Quesioner………. 131

(19)

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia terkenal dengan negara yang berbasis kuat dibidang pertanian

(Agraris). Sebagian besar penduduk Indonesia bertempat tinggal di pedesaan

dan bekerja disektor pertanian. Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) tahun 1971

penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan sebesar 82,6 persen, SP tahun

1990 sekitar 76,4 persen (Yudohusodo, 1998). Data Supas 1995 menunjukkan

bahwa terdapat 64,1 persen penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan.

Sedangkan SP tahun 2000 menghitung dari total jumlah penduduk 201.241.999

jiwa terdapat 115.861.372 (57,6 %) penduduk Indonesia yang tinggal di

perdesaan dan kemudian menurun, berdasarkan data sebaran penduduk

perdesaan dan perkotaan BPS tahun 2004 menunjukkan adanya penurunan

sebesar 0,7 persen yang kemudian menjadi sebesar 56,7 persen. Walaupun data

jumlah penduduk yang tinggal di perdesaan dalam kurun waktu tahun 1971an

sampai dengan tahun 2004 cenderung terjadi penurunan namun, penurunan

tersebut relatif kecil (6,2 % - 0,7 %) sehingga jumlah penduduk masih relatif lebih

besar yang tinggal di daerah perdesaan.

Rustiadi (2006), menyatakan jumlah penduduk yang tinggal diperdesaan

lebih terlihat ekstrim bila di bandingkan dengan wilayah Kawasan Timur

Indonesia (KTI) yang rata-rata sebesar 70 persen lebih. Sementara masih

tingginya jumlah penduduk yang tinggal di daerah perdesaan tersebut juga diikuti

dengan adanya masalah disparitas pembangunan. Terutama strategi

pembangunan yang masih memihak ke perkotaan (urban-bias).

Strategi pembangunan masa lalu yang terlalu menekankan kepada

efesiensi dan mengabaikan distribusi pemerataan ekonomi (distribution) telah

menimbulkan kesenjangan pembangunan yang semakin melebar, terutama

antara daerah perdesaan dan perkotaan (rural-urban). Kebijakan pembangunan

masa lalu kemudian menjadi sumber krisis yang satu kepada krisis yang lain,

berantai dan belum terputuskan sampai sekarang. Pendekatan pembangunan

cenderung hanya memperhatikan kepada pertumbuhan ekonomi makro yang

(20)

kesenjangan pembangunan antar wilayah yang cukup besar. Kesenjangan

pembangunan yang signifikan secara makro menurut Anwar (2005) misalnya

antara desa-kota. Ketidak seimbangan pembangunan menghasilkan struktur

hubungan antar wilayah yang membentuk suatu interaksi yang saling

memperlemah antar satu dengan yang lainnya. Wilayah hinterland perdesaan

menjadi melemah karena terjadi pengurasan sumber daya (backwash),

rendahnya pendapatan dan pengangguran besar yang menyebabkan terjadinya

aliran bersih (net-transfer).

Kondisi tersebut diikuti dengan adanya konversi lahan pertanian ke

nonpertanian di wilayah perdesaan, walaupun kondisi tersebut terjadi seiring

dengan meningkatnya jumlah penduduk di perdesaan. Banyak penduduk di

pedesaan yang kehilangan atau tidak mempunyai lahan pertanian lagi, terjadilah

mobilitas penduduk dan pada keadaan ini mendorong terjadinya migrasi

penduduk keluar baik dalam bentuk dan pola permanen maupun non-permanen,

bergerak dari desa ke kawasan perkotaan yang sedang maupun sudah tumbuh.

Maka, perhatian masyarakat perdesaan mulai tertuju pada daerah lain yang

mampu memberikan harapan akan pekerjaan baru dan upah yang lebih baik

untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga.

Fenomena migrasi desa-kota oleh beberapa peneliti dianggap penting

karena pada satu pihak dianggap sebagai komponen pertumbuhan daerah

perkotaan (urban growth), tetapi pada pihak lain merupakan indikasi adanya

masalah-masalah sosial ekonomi terutama di daerah perdesaan. Fenomena

migrasi dalam beberapa studi ditemukan dapat memperlemah perkembangan

kota-kota, banyak menimbulkan biaya-biaya sosial (social costs), seperti yang

terjadi pada perkembangan kota-kota besar di Indonesia yang mengalami “

over-urbanization”. Perkembangan mega-urban seperti Jabodetabek, Bandung dan

Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerta, Surabaya, Sidoarjo dan

Lamongan), kondisi tersebut dicirikan oleh berbagai bentuk ketidak efesienan

dan permasalahan, seperti banyaknya urbanit, meluasnya slum area, tingginya

tingkat pencemaran, merebaknya tingkat kriminalitas serta banyaknya pedagang

kakilima dadakan yang umum disebut dengan sektor informal.

Todaro (2003) berpendapat bahwa penyebab mengalirnya penduduk

perdesaan ke daerah lain salah satunya adalah faktor faktor ekonomi misalnya:

(21)

tingkat upah, meluasnya kemiskinan dan lambatnya pembangunan ekonomi di

perdesaan. Daerah lain yang menjadi sasaran urbanit pada awalnya adalah

daerah terdekat yang memberikan harapan terhadap pemecahan masalah yang

dihadapi masyarakat perdesaan.

Sampai saat ini, dalam beberapa studi migrasi di Indonesia menunjukkan

hasil bahwa faktor ekonomi merupakan alasan utama seseorang melakukan

migrasi. Naim (1979) dalam studinya terhadap pola migrasi suku Minangkabau

mengungkapkan, bahwa faktor ekonomi merupakan faktor yang asasi (built-in)

dalam sifat perantauan orang Minangkabau. Hasil Survai migrasi

pedesaan-perkotaan di Indonesia yang dilakukan LEKNAS-LIPI tahun 1973 (Suharso et

al.,1976) menemukan bahwa pria bermigrasi ke perkotaan adalah untuk

mendapatkan penghidupan ekonomi yang lebih baik (50,5 %) dan tidak adanya

pekerjaan di desa (21,7 %). Sekitar 90 sampai 100 persen dari para migran

sirkuler menyatakan bersirkulasi dari pedesaan karena tidak cukupnya

kesempatan kerja di desa asal (Hugo, 1978).

Sedangkan kondisi yang dapat menimbulkan mobilitas penduduk menurut

Mantra (1994), adalah dimana daerah asal dan daerah tujuan terdapat

perbedaan nilai kefaedahan wilayah (Place Utility), daerah tujuan harus

mempunyai nilai kefaedahan wilayah yang lebih tinggi dari daerah asal. Sejalan

dengan itu, konsep Resource Endowment (RE) dari suatu wilayah yang

mengatakan bahwa perkembangan ekonomi wilayah dalam pembangunan,

bergantung pada sumberdaya alam yang dimiliki dan permintaan terhadap

komuditas yang dihasilkan dari sumberdaya itu. Secara implisit konsep RE

menekankan pada pentingnya keterbukaan wilayah yang dapat meningkatkan

aliran modal dan teknologi yang dibutuhkan untuk pembangunan wilayah dan

peningkatan pendapatan masyarakat.

Pedesaan yang kurang mendapat RE membutuhkan keterbukaan

wilayah. Keterbukaan wilayah perdesaan akan menciptakan alternatif peluang

pekerjaan untuk mendapatkan tambahan pendapatan bagi penduduk pedesaan,

yang pada umumnya hanya mengandalkan sektor pertanian subsisten. Oleh

karena itu, arah pergerakan penduduk perdesaan akan cenderung ke perkotaan

yang memiliki kekuatan-kekuatan yang lebih besar. Fenomena diatas,

(22)

yang dikemukakan oleh Zelinsky, terdapat hubungan antara tingkat modernisasi

suatu daerah dengan perkembangan tipe mobilitas penduduk. Walaupun

demikian, tingkat arus gerak penduduk juga tidak terlepas dari karakteristik sosial

ekonomi dan budaya masing-masing daerah asal migran bertempat tinggal.

Karakeristik sosial ekonomi dan budaya masyarakat pedesaan di pulau

Jawa menjadi suatu pertimbangan tersendiri untuk menilai perkembangan tipe

mobilitas penduduk. Pertimbangan lain yang juga melekat di masyarakat

pedesaan pulau Jawa ialah norma sosial, seperti faktor kecintaannya terhadap

keluarga dan tanah leluhur di desa, pertimbangan tersebut dalam beberapa

penelitian mampu mempengaruhi keputusan seseorang untuk memilih bentuk

bermigrasi misalnya jenis migrasi sirkulasi atau pulang balik (sirkuler). Migrasi

sirkuler menurut Mantra (1994) adalah merupakan jenis mobilitas penduduk

nonpermanen, terjadi akibat adanya gaya sentripetal yang mengikat orang-orang

pedesaan kurang lebih sama kuat dengan gaya sentrifugal yang mendorong

orang-orang pedesaan untuk keluar dari desa mereka. Bentuk mobilitas tersebut

adalah merupakan kompromi dari adanya dua gaya yang hampir sama kuatnya

serta biasanya akan dipilih penghalang antara (jarak dan transportasi) yang

relatif mudah diatasi.

Kabupaten Lamongan mempunyai jumlah perdesaan terbesar di Jawa

Timur. Kabupaten ini mempunyai 472 desa, 12 kelurahan dan 27 kecamatan

dengan tingkat pertumbuhan penduduk 1,58 persen pada tahun 2004. Secara

geografis kabupaten ini terletak di pantai utara Jawa Timur dan merupakan

daerah berkembangnya kota raya “Gerbangkertasusila”, wilayah tersebut juga

identik dengan nuansa religi, kental dengan masyarakat yang relatif lebih maju

dan civilized (Anonim, 1964). Tingkat pertumbuhan penduduk yang cenderung

fluktuatif dan relatif rendah, dari sepuluh tahun terakhir rata-rata 0,62 persen,

Tabel 1 menunjukkan jumlah penduduk Kabupaten Lamongan menurut jenis

kelamin berdasarkan hasil registrasi penduduk sepuluh tahun terakhir dan tingkat

pertumbuhannya.

Fenomena migrasi sirkuler di Kabupaten Lamongan sudah lama terjadi.

Kondisi geografis yang menguntungkan dan transportasi yang semakin maju ikut

mendukung fenomena tersebut. Migrasi sirkuler terjadi bukan hanya dari desa

ke kota-kota besar di Indonesia (Jakarta, Bogor, Surabaya, dst.) tetapi juga

(23)

(migrasi lokal). Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong adalah dua

kecamatan yang secara geografis terletak di kawasan pesisir Pantai Utara. Dua

kecamatan tersebut umumnya menjadi daerah tujuan bagi migran lokal yang

mondok maupun yang pulang-balik (comutting). Kondisi tersebut menyebabkan

tingkat kepadatan penduduk yang relatif lebih tinggi dibanding dua puluh lima

kecamatan yang lain. Fluktuasi jumlah penduduk dari tahun 1995 sebesar 0,31

persen dan mengalami kenaikan yang tajam pada tahun 2001 sebesar 0,90.

Persen. Namun kemudian, turun kembali pada tahun 2002 dan tahun 2003

hingga sebesar 0, 53 dan 0,62 persen. Pertumbuhan penduduk terbesar terjadi

pada tahun 2004, sebesar 1,53 persen dari jumlah penduduk tahun sebelumnya

yaitu sebesar 1.224.812 juta jiwa, hal itu disebabkan semakin bertambahnya

pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.

Tabel 1 Jumlah penduduk Kabupaten Lamongan menurut jenis kelamin berdasarkan hasil registrasi penduduk sepuluh tahun terakhir dan tingkat pertumbuhannya

No. Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah

Tingkat Pertumbuhan

/Tahun

1. 1995 571.091 602.182 1.173.273 0,31

2. 1996 575.400 605.447 1.180.847 0,65

3. 1997 577.787 607.650 1.185.847 0,39

4. 1998 579.808 609.236 1.189.044 0,30

5. 1999 582.108 611.536 1.193.644 0,39

6. 2000 585.259 614.844 1.200.103 0,54

7. 2001 591.023 619.856 1.210.879 0,90

8. 2002 594.101 623.215 1.271.316 0,53

9. 2003 598.572 626.240 1.224.812 0,62

10. 2004 611.219 632.933 1.244.152 1,58

Sumber: BPS Kabupaten Lamongan Tahun 1995 sampai Tahun 2004

Walaupun luas wilayah relatif sama, jumlah penduduk dan tingkat

kepadatan di bagian wilayah pantai utara Kabupaten Lamongan (Kecamatan

Paciran dan Kecamatan Brondong) relatif lebih tinggi dibanding dibagian wilayah

selatan (kecamatan Pucuk dan Kecamatan Sukodadi). Data BPS Kabupaten

Lamongan mencatat bahwa kecamatan yang mempunyai kepadatan Penduduk

tertinggi adalah kecamatan Paciran (1549,6 orang/km) dan Kecamatan Brondong

713,9 orang/km2, dengan luas wilayah yang relatif sama dari 25 kecamatan

(24)

pembangunan desa asal. Rumahtangga migran sektor informal secara sengaja

datang ke daerah tujuan dengan motif, karakteristik dan budaya yang relatif

sama. Umumnya karena keterdesakan ekonomi rumahtangga yang terus

meningkat, datang dan kembali lagi yang secara administrasi sulit untuk di data.

Tabel 2 Jumlah Penduduk Kabupaten Lamongan per kecamatan pada tahun 2001 sampai tahun 2004, luas wilayah tahun 2002 dan kepadatan penduduk tahun 2002

Jumlah Penduduk Tahun No. Kecamatan

2001 2002 2003 2004

Luas Wilayah (2002) Kepadat an pddk orang /km2 (2002)

1. Sukorame 19.997 20.032 20.032 20.044 41,47 483,7

2. Bluluk 21.043 21.059 21.500 21.562 54,15 389

3. Ngimbang 41.962 42.085 42.106 42.069 114,33 368,1

4. Sambeng 48.968 49.095 49.299 49.325 195,44 251,2

5. Mantup 41.218 41.222 41.311 42.329 93,07 442,9

6. Kembangbahu 44.279 44.316 44.291 44.346 63,84 694,2

7. Sugio 54.893 54.892 54.886 60.702 91,29 601,3

8. Kedungpring 52.563 53.151 53.306 53.291 84,43 629,5

9. Modo 45.594 45.697 45.698 50.404 77,80 587,4

10 Babat 75.652 75.707 75.915 76.144 62,95 1202,7

11 Pucuk 47.631 47.666 47.559 47.535 44,84 1063

12 Sukodadi 48.397 48.336 48.802 49.803 52,32 923,9

13 Lamongan 60.598 61.072 61.266 61.802 40,38 1512,5

14 Tikung 61.641 38.360 38.672 38.716 52,99 724

15 Sarirejo - 23.715 23.702 23.654 47,39 500,4

16 Deket 43.371 43.324 43.121 43.174 50,05 865,6

17 Glagah 43.996 44.083 44.149 44.363 40,52 1088

18 Karangbinangun 39.756 41.662 43.711 43.919 52,88 788

19 Turi 49.706 49.766 50.431 51.061 58,69 848

20 Kalitengah 33.810 33.895 33.954 35.936 43,35 782

21 Karanggeneng 42.409 42.896 43.606 44.253 51,32 836

22 Sekaran 44.421 44.562 44.674 44.791 49,65 897,5

23 Maduran 34.669 35.239 34.989 35.172 30,15 1168,8

24 Laren 46.988 46.977 47.207 47.350 96,00 489,3

25 Solokuro 41.193 41.042 41.755 42.351 101,02 406,3

26 Paciran 73.857 74.212 75.082 76.098 47,89 1549,6

27 Brondong 52.312 53.247 53.788 53.908 74,59 714

T o t a l 1..210.879 1.217.316 1.224.812 1.244.152 1.812,80 671,5 Sumber: BPS Kabupaten Lamongan Tahun 2001 sampai Tahun 2004

Dalam beberapa studi dilaporkan bahwa sektor informal banyak

menampung migran dari daerah pedesaan (Suchamdi, 1999 dan Sukwika, 2003).

Pada umumnya para migran bergerak menuju ke pusat kota. Walaupun daerah

tujuan migran pada umumnya bukan daerah pusat kota tetapi daerah pantai

utara. Namun dua kecamatan tujuan migran tersebut adalah merupakan daerah

kota penyangga dari pusat kota kabupaten. Jarak dari daerah tujuan menuju ke

(25)

para migran bergerak secara langsung dari daerah asal menuju pusat kota

kabupaten (17 Km). Dengan demikian, gerak penduduk sirkuler (lokal)

rumahtangga sektor informal dari daerah perdesaan kabupaten Lamongan

merupakan hal yang menarik untuk diteliti.

1.2. Rumusan Masalah

Fenomena migrasi diperdesaan kabupaten Lamongan adalah merupakan

bentuk adanya keterbukaan interaksi penduduk setempat dengan desa-desa,

desa-kota dan kota-kota yang lain. Kondisi yang demikian, tentunya akan

memudahkan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh penduduk

desa, misalnya pendapatan rumahtangga. Dari 474 desa dan Kelurahan terdapat

458 desa dengan sumber penghasilan utama penduduk disektor pertanian

(Podes Propinsi Jawa Timur, 2003). Tentunya dengan tidak mengabaikan faktor

budaya dan norma-norma masyarakat perdesaan setempat, telah terjadi

pergeseran dalam strategi ekonomi masyarakat pedesaan yang semula hanya

mengandalkan pertanian subsisten bergeser secara pasti menjadi ekonomi pasar

yang selama ini dicirikan di perkotaan (sektor informal) melaui remittances

migran sirkuler. Jika dibandingkan dengan kabupaten tetangga Kabupaten

Lamongan memiliki jumlah desa terbanyak di Jawa Timur 96,6 % (458 desa)

dengan basis utama sektor pertanian, Tabel 3 menunjukkan banyaknya desa

menurut kabupaten dan lapangan usaha penduduk di tiga kabupaten sekitar

yaitu Kabupaten Gresik, Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bojonegoro yang

memiliki kondisi ekologi dan demografi relatif sama. Namun, tingkat pendapatan

masyarakat yang bekerja di sektor pertanian masih menjadi kendala bagi

pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Tabel 3 Banyaknya desa menurut kabupaten dan lapangan usaha penduduk

Kabupaten Pertanian Pertamban gan & Penggalian

Industri Perdagangan Besar/Eceran

Jasa Lain

nya

Jumlah

Lamongan 458 - 1 12 3 - 474

Tuban 309 - 1 13 1 4 328

Gresik 248 1 68 19 16 4 356

Bojonegoro 399 - 3 13 12 3 430

(26)

Rata-rata jumlah anggota keluarga di perdesaan kabupaten Lamongan

adalah 5 orang. Upah bekerja sektor pertanian rata-rata menurut survey

angkatan kerja nasional BPS tahun 2004 adalah Rp. 7500 – Rp. 8000 perhari

selama 4 sampai 6 jam. Bila dibandingkan dengan standart nasional kebutuhan

hidup minimum (KHM) perdesaan yang rata-rata antara Rp 300.000,- sampai

dengan Rp. 450.000,- per kepala rumahtangga perbulan, tentunya upah sektor

pertanin tidak akan mencukupi dalam memenuhi kebutuhan hidup rumahtangga

petani di desa. Sehingga, keputusan sebagian masyarakat desa di kabupaten

Lamongan untuk menjadi migran sirkuler adalah merupakan suatu yang menarik

dan penting untuk diteliti. Selain faktor ekonomi tentunya terdapat beberapa

faktor lain yang ikut berperan dalam fenomena migrasi internal pada

rumahtangga migran sirkuler sektor informal di perdesaan kabupaten Lamongan,

sehingga fokus masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan rumahtangga migran sektor

informal di Kabupaten Lamongan?

2. Bagaimana karakteristik rumahtangga migran sirkuler sektor informal di

Kabupaten Lamongan?

3. Apakah keputusan rumahtangga migran sektor informal untuk bermigrasi

sirkuler mampu meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan

tingkat kesejahteraan keluarganya?

4. Bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat pergerakan penduduk (Migrasi

sirkuler) rumahtangga migran sirkuler sektor informal terhadap pembangunan

ekonomi perdesaan di Kabupaten Lamongan?

1.3. Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini ditujukan pada rumahtangga migran

sektor informal (pedagang kaki lima dan keliling), selama ini sebagai sektor yang

mampu menyerap tenaga kerja paling banyak dari pedesaan, dan

keberadaannya masih dianggap kurang memberikan kontribusi yang

menguntungkan serta mengganggu keindahan “kota”. Rumahtangga yang

dimaksud adalah rumahtangga yang berasal dari desa Wanar, desa Kesambi,

desa Siwalanrejo dan desa Sumberagung. Dua desa yang pertama terdapat di

(27)

asal tersebut secara visual merupakan komunitas rumahtangga sektor informal

yang berada di daerah tujuan (daerah penelitian) di Kelurahan Blimbing, Desa

Paciran, Kelurahan Brondong serta Desa Sedayulawas. Empat lokasi penelitian

tersebut ada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Paciran dan Kecamatan

Brondong. Adapun tujuan penelitian dalam hal ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi sirkuler

pada rumah tangga sektor informal di daerah Kabupaten Lamongan, Jawa

Timur.

2. Menguraikan karakteristik rumahtangga migran sirkuler sektor informal di

Kabupaten Lamongan.

3. Menganalisis dan mengukur tingkat kesejahteraan setelah dan sebelum

memutuskan untuk migrasi sirkuler pada rumahtangga sektor informal yang

berasal dari dua kecamatan asal (daerah pedesaan) Kabupaten Lamongan.

4. Menganalisis pengaruh atau dampak yang ditimbulkan oleh rumahtangga

migran sirkuler sektor informal terhadap pembangunan ekonomi perdesaan

di Kabupaten Lamongan.

1.4. Manfaat Penelitian

Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi

pemecahan masalah gerak penduduk lokal akibat adanya perbedaan dan ketidak

seimbangan pembangunan wilayah, perdesaan dan perkotaan (rural-urban), di

Kabupaten Lamongan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi

masukan informasi dan kontribusi terhadap pemerintah setempat tentang kondisi

ekonomi rumahtangga di wilayah perdesaan serta kebijakan yang

memungkinkan untuk dilkukan oleh pemerintah dalam mengatasi pengangguran

terselebung di wilayah perdesaan, tingkat kesejahteraan rumahtangga penduduk

desa, pembangunan ekonomi desa, yang akan berdampak pada penerimaan

keuangan desa. Pertimbangan itu penting untuk keberlanjutan pembangunan

perdesaan karena hampir 82 persen wilayah Kabupaten Lamongan adalah

perdesaan yang berbasis padi dan sawah (pertanian). Hasil penelitian ini juga

diharapkan dapat memberi kontribusi dan informasi terhadap pengembangan

pengetahuan, terutama ilmu perencanaan pembangunan wilayah dan perdesaan

(28)

1.5. Keterbatasan Penelitian

Fokus penilitian ini hanya terbatas pada rumah tangga sektor informal

yang begerak di sektor perdagangan kakilima dan keliling yang berasal dari dua

kecamatan asal yaitu Kecamatan Pucuk: Desa Wanar, Desa Kesambi.

Kecamatan Sukodadi yaitu Desa Siwalanrejo dan Desa Sumberagung. Dua

kecamatan secara sengaja dipilih untuk mewakili fenomena migrasi sirkuler yaitu

penduduk perdesaan yang berasal dari daerah selatan Kabupaten Lamongan.

Para migran tersebut secara visual banyak terdapat di dua kecamatan tujuan

yaitu Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong (wilayah utara/pesisir

Kabupaten Lamongan). Jenis migrasi yang menjadi sasaran penelitian ini hanya

terbatas pada migrasi sirkuler, yaitu rumahtangga migran yang nginap (mondok)

pada daerah tujuan selama lebih dari satu hari dan kurang dari 3 bulan di daerah

tujuan, kemudian kembali kedaerah asal atau desa asal. Daerah tujuan atau

tempat tujuan adalah Kelurahan Blimbing, Desa Paciran, Kelurahan Brondong

(29)

2.1. Pengertian Migrasi dan Migrasi Sirkuler

Terdapat tiga komponen yang dapat mengubah kuantitas penduduk,

yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi. Dari ketiga komponen tersebut, yang paling

sulit diukur dan dirumuskan adalah migrasi. Menurut Lee (1976), migrasi adalah

perubahan tempat tinggal secara permanen atau semi permanen dimana tidak

ada pembatasan dan sifat tindakan tersebut sukarela atau terpaksa. Migrasi

secara umum mengandung pengertian yaitu proses perpindahan individu atau

bisa juga kelompok dari suatu tempat atau pun daerah ke tempat atau daerah

lain dengan harapan mendapatkan sesuatu dari daerah yang dituju (Mantra,

1994). Suharso (1986) memberi pengertian migrasi sebagai suatu mobilitas

penduduk secara geometris dari suatu tempat atau lokasi geografis ke tempat

atau lokasi geografis lainnya melewati batas administrasi sesuatu daerah atau

wilayah dengan maksud untuk mempertahankan hidup dan atau memperbaiki

kehidupan, baik untuk keluarga maupun diri sendiri. Sedangkan Rusli (1986),

berpendapat bahwa migrasi adalah gerak penduduk dari satu tempat ke tempat

lain disertai dengan perpindahan tempat tinggal secara permanen. Arti permanen

mengandung pertimbangan tentang waktu dan untuk membedakan perpindahan

yang bersifat sementara (nonpermanen). Badan Pusat Statistik (BPS)

menetapkan definisi migrasi lebih didasarkan pada dimensi wilayah dan waktu,

yaitu perpindahan penduduk yang melmpaui batas propinnsi dengan jangka

waktu lima tahun lalu (migrasi risen/mutakhir).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, migrasi dapat disimpulkan

sebagai bentuk gerak penduduk, spasial ataupun teritorial antara unit-unit

geografis yang melibatkan perubahan teritorial atau tempat tinggal yaitu dari

tempat asal ke tempat tujuan. Tempat asal dalam hal ini bisa meliputi daerah

perdesaan atau pun perkotaan dan tempat tujuan meliputi daerah perkotaan atau

pun perdesaan. Selanjutnya secara teritorial biasa dikelompokkan kedalam

mobilitas desa-kota, desa-desa, kota-kota dan kota-desa. Menurut Mantra (1994)

mobilitas penduduk terbagi menjadi dua, yaitu mobilitas penduduk vertikal dan

(30)

perubahan setatus seseorang (aktivitas pekerjaannya) dari waktu ke waktu yang

lain atau pada waktu yang sama. Sedangkan yang dimaksud migrasi horizontal

adalah gerak penduduk dari satu wilayah menuju kewilayah yang lain dalam

jangka waktu tertentu.

Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam mobilitas horizontal yaitu

wilayah/ruang (space) dan waktu (time), hal tersebut sesuai dengan paradigma

geografi yang didasarkan atas konsep ruang dan waktu (space and time

concept). Namun sampai saat ini, para ahli belum ada kesepakatan tentang

konsep ruang dan waktu untuk mendefinisikan mobilitas penduduk. Biro Pusat

Statistik menggunakan propinsi sebagai batasan ruang dan enam bulan sebagai

batasan waktu untuk mengatakan seseorang sebagai migran. Peneliti lain:

Singanetra-Renald, Mukherji, Chapman (dalam Mantra,1994) menggunakan

batasan ruang dan waktu yang lebih sempit, sehingga pada akhirnya sepakat

bahwa makin sempit batasan ruang dan waktu yang digunakan makin banyak

terjadi gerak penduduk di antara wilayah tersebut.

Mobilitas penduduk horizontal terdiri dari mobilitas penduduk permanen

dan nonpermanen (mobilitas penduduk sirkuler). Mobilitas penduduk

nonpermanen terbagi menjadi dua yaitu sirkulasi dan komutasi. Mobilitas

penduduk jenis sirkulasi dalam penelitian ini disebut dengan migrasi sirkuler

adalah gerak penduduk melintasi batas-batas administratif suatu wilayah untuk

bekerja lebih dari satu hari, atau kurang dari satu tahun, serta tidak ada “niat”

menetap didaerah tujuan. Sedangkan gerak perpindahan penduduk melintasi

batas-batas administratif suatu wilayah untuk bekerja sedikitnya enam jam atau

sedikitnya kurang dari satu hari serta kembali pada hari itu juga, dan tidak ada

“niat” nginap di daerah tujuan disebut komutasi. Lebih jelas, Mantra berpendapat

bahwa mobilitas penduduk sirkuler adalah gerak penduduk dari satu wilayah

menuju wilayah lain dengan tidak ada “niatan” menetap untuk selamanya di

daerah tujuan.

Seseorang dikatakan melakukan migrasi apabila melakukan pindah

tempat tinggal secara permanen (untuk jangka waktu minimal tertentu) dengan

menempuh jarak minimal tertentu atau pindah dari satu unit geografis lain. Unit

geografis sering juga disebut unit administratif pemerintahan baik berupa negara

maupun bagian dari negara-negara diatur menurut tata aturan administratif yang

(31)

Sedangkan orang yang melakukan migrasi disebut migran. Standing

(1991 dalam Sri Wahyuni, 2003) menyatakan bahwa, banyak sensus

menetapkan bahwa migran adalah mereka yang berpindah dalam masa

antarsensus dan dalam masa sensus kedua tinggal di wilayah yang tidak sama

dengan wilayah tempat tinggal pada waktu sensus pertama. Oleh karena itu

seseorang disebut sebagai migran ada kemungkinan telah melakukan migrasi

lebih dari satu kali (Rusli, 1984). Menurut Alatas dan Edi (1992) secara umum

menyebutkan beberapa jenis migran, migran kembali, migran semasa hidup (life

time migran), migran total dan migran risen. Migran semasa hidup ialah

orang-orang yang pada saat pencacahan tidak bertempat tinggal ditanah atau tempat

kelahirannya. Migran kembali adalah orang yang kembali ketempat kelahirannya

setelah sebelumnya pernah berpindah ketempat lain atau dengan kata lain bisa

disebut dengan migran sirkuler. Sedangkan migran total yaitu orang yang pernah

bertempat tinggal ditempat lain (selain tempat kelahirannya), sehingga migrasi

total meliputi migran semasa hidup dan migran kembali. Jumlah migran total

dikurangi migran kembali merupakan migran semasa hidup. Migran

risen/mutakhir adalah orang-orang yang akhir-akhir ini melakukan perpindahan,

akhir-akhir ini dapat diartikan dalam waktu satu tahun terakhir ini atau lima tahun

terakhir ini dan seterusnya. Dalam kemungkinan bila lima tahun terakhir, maka

migran risen/mutakhir adalah orang/mereka yang pada saat pencacahan propinsi

tempat tinggal sekarang berbeda dengan propinsi tempat tinggal lima tahun yang

lalu.

Lebih lanjut, terdapat migrasi yang dilakukan atas keinginan sendiri dan

atas keinginan diluar pribadi yang sering disebut transmigrasi. Sedangkan pada

umumnya jenis migrasi digolongkan menjadi dua yaitu migrasi internal dan

migrasi internasional. Seorang melakukan migrasi dikatakan sebagai migran

masuk bila dilihat dari daerah tujuan, dan dikatakan migran keluar bila dilihat dari

daerah asal. Apabila dalam suatu daerah pada suatu wilayah negara jumlah

migrasi masuk lebih banyak dari dari migrasi keluar berarti dalam daerah yang

bersangkutan terdapat migrasi masuk net. Dan sebaliknya bila migrasi keluar

neto bila di daerah tersebut jumlah migrasi keluar lebih banyak dari migrasi

(32)

2.2. Migrasi Sirkuler dan Rumahtangga Migran Sirkuler

Pengertian migrasi sirkuler sebagaimana yang dikatakan Alatas dan Edi

(1992), adalah jenis mobilitas penduduk yang dipilih seseorang atau kelompok

dengan maksud untuk tidak menetap di daerah tujuan dan pada waktu tertentu

tetap kembali ke daerah asal. Migrasi sirkuler menurut Mantra (1994) adalah

gerak penduduk dari sutu wilayah menuju ke wilayah lain dengan tidak ada

niatan menetap di daerah tujuan. Dari kedua pengertian tersebut terlihat tidak

ada batasan waktu dan jarak untuk keluar dari daerah asal, tetapi kedua

pengertian tersebut sepakat menekankan pada kata “niatan” yang membedakan

dari pengertian migrasi permanen. Dengan demikian dapat disimpulkan

pengertian migrasi sirkuler adalah gerak penduduk nonpermanen

seseorang/mereka dalam waktu lebih dalam sehari tetapi kurang dari enam

bulan.

Lebih lanjut, Mantra juga berpendapat bahwa seseorang cenderung

melakukan mobilitas apabila kebutuhannya di daerah asal kurang dapat

terpenuhi. Dengan demikian keputusan untuk memilih migrasi adalah merupakan

pertimbangan ekonomi yang rasional (Todaro, 2003).

Tujuan utama para migran pada umumnya adalah pemenuhan kebutuhan

rumahtangga di daerah asal, akan tetapi adanya ikatan kekerabatan antar

keluarga yang kuat di sebagian masyarakat seringkali mempengaruhi proses

keputusan mobilitas penduduk. Sehingga, migran dapat dengan arif memutuskan

pada jenis mana mereka memilih bentuk mobilitas, tentunya migran akan

mempertimbangkan bentuk mobilitas yang optimal yang dapat mencukupi

kebutuhan keluarganya. Mencukupi kebutuhan dalam hal ini meliputi kebutuhan

lahiriyah (makanan, pakaian dan tempat tinggal) dan kebutuhan batiniyah

(pendidikan, kasihsayang keluarga, dst.). Atas dasar dua pertimbangan tersebut

akan menentukan memilih jenis mobilitas, termasuk keputusan memilih jenis

mobilitas sirkuler.

Sebagian masyarakat terutama masyarakat perdesaan di Pulau Jawa

memilih jenis migrasi nonpermanen (sirkulasi) dianggap lebih efektif dalam

memenuhi dua kebutuhan yang manusiawi tersebut. Dengan demikian,

penyertaan keluarga ke daerah tujuan tentunya juga diputuskan dengan

(33)

sirkuler bertahap dalam prosesnya. Ketika tingkat pendapatan migran didaerah

tujuan sudah mencukupi, secara bertahap migran yang sendirian akan mengikut

sertakan keluarganya kedaerah tujuan, sebagai tanda di daerah tujuan

mengalami tingkat perbaikan dari kondisi awal. Dengan demikian, rumahtangga

migran sirkuler atau migran kembali adalah sanak saudara atau “kaum kerabat”

yang kembali ketempat kelahirannya (daerah asal) setelah sebelumnya pernah

berpindah ketempat lain (daerah tujuan).

2.3. Faktor-Faktor Migrasi Sirkuler

Menurut Lee (1991) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi orang dalam mengambil keputusan untuk bermigrasi dan

mempengaruhi proses migrasi adalah: (1) Faktor-faktor dari daerah asal (Faktor

daya dorong/push factors, faktor daya tarik /pull factors dan faktor netral/neutral

factors), (2) Faktor-faktor yang ada di daerah tujuan (Faktor daya dorong/push

factors, faktor daya tarik /pull factors dan faktor netral/neutral factors), (3)

Faktor-faktor rintangan dan (4) Faktor-Faktor-faktor pribadi. Faktor-Faktor-faktor tersebut diatas terlihat

dalam Gambar 1. Sebagai tanda + (positif), berarti menarik atau juga biasa

disebut faktor yang mengikat seseorang untuk menetap di daerah tujuan. Tanda

negatif (-) berarti mendorong seseorang untuk pindah dari daerah asal, dan

tanda 0 berarti netral, faktor yang bersifat netral secara relatif pada dasarnya

tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan untuk bermigrasi. Kendati

demikian terdapat faktor-faktor yang mempunyai pengaruh sama atau berbeda

terhadap seseorang. Kondisi tersebut disebabkan adanya perbedaan sikap dari

calon migran terhadap faktor-faktor tersebut. Namun demikian terlihat beberapa

faktor yang menimbulkan reaksi yang sama pada beberapa pribadi calon migran

terhadap faktor-faktor tersebut, baik kondisinya didaerah asal maupun didaerah

[image:33.596.157.464.634.707.2]

tujuan.

Gambar 1 Faktor daerah asal dan daerah tujuan serta penghalang antara dalam migrasi

+ – + 0

–+ 0– +

– 0 – +

0– +0 +

+ – 0 +

0– +0 +

+ 0 – +

0 – + 0–

Penghalang Antara

(34)

Simbol (+,

, 0) adalah merupakan simbol faktor penarik, pendorong dan

netral yang berasal di daerah asal dan daerah tujuan. Maksud pengertian ini

tergantung pada persepsi masing-masing individu terhadap faktor-faktor tersebut.

Selain faktor penarik, pendorong dan netral, masih ada faktor penghalang atau

perintang antara. Faktor penghalang antara dalam kondisi tertentu relatif mudah

diatasi, namun terkadang juga relatif sulit diatasi. Faktor-faktor pribadi antara lain;

persepsi seseorang tentang daerah asal dan tujuan, kepekaan pribadi atau

individu yang sangat mempengaruhi penilaian tentang keadaan daerah asal dan

tujuan. Demikian juga dengan informasi yang tersedia, membawa pengaruh

dalam pengambilan keputusan untuk melakukan migrasi.

Pengambilan keputusan bermigrasi, salah satunya dipengaruhi oleh faktor

lemahnya kualitas sumberdaya manusia yang ada, disamping rasa keterikatan

dengan keluarga didesa asal dan kemauan keras dalam mencoba sesuatu yang

baru atau yang termasuk dalamm motivasi diri dalam mencoba hal baru. Dengan

demikian, ketika pengambilan keputusan bermigrasi sudah terlaksana di daerah

tujuan sebagian besar para migran mengenal dan mempunyai ikatan sosial yang

kuat antar sesama migran. Mulder (1978) mengatakan bahwa diantara sesama

migran sebenarnya terdapat ikatan sosial yang kuat didaerah tujuan.

Kadang-kadang migran membentuk kongsi-kongsi atau persatuan antar sesama migran

berdasarkan kesamaan daerah, asal daerah maupun idiologinya.

Ketika para migran mengambil keputusan untuk melakukan migrasi dalam

benak mereka sudah tersusun rencana bahwa nantinya didaerah tujuan akan

mendapat pekerjaan dan penghasilan sesuai yang diinginkan mereka.

Kebanyakan mereka tidak mengetahui bahwa lapangan pekerjaan dan jenis

pekerjaan di daerah tujuan (Kota) kebanyakan masuk ke sektor moderen.

Mobilitas tenaga kerja pedesaan ke daerah perkotaan antara lain adalah

karena kebijakan pembangunan yang berkembang cenderung urban-bias, tidak

berpihak atau bahkan mengabaikan daerah pedesaan, serta penerapan

mekanisasi pertanian sebelum waktunya dan menyempitnya lahan pertanian

akibat pertumbuhan penduduk dan konversi lahan pertanian. Todaro (2003),

berpendapat bahwa keputusan untuk melakukan migrasi merupakan suatu

keputusan yang telah dirumuskan secara rasional, para migran tetap saja pergi

(35)

tujuan, kerangka sistimatis dari pendapat ini dapat ditunjukkan dalam Gambar 2

yang menunjukkan skema analisis keputusan bermigrasi menurut Derek Byerlee

dalam Todaro (2003).

Keinginan mereka untuk pindah kekota adalah untuk mencari pekerjaan

dengan harapan besar bahwa tingkat upah atau penghasilan yang akan didapat

di perkotaan akan lebih besar. Walaupun potensi dan daya dukung perkotaan

sudah tidak mampu menghasilkan upah atau penghasilan yang seimbang

dengan kebutuhan migran, karena kapasitas dan daya dukung perkotaan yang

cenderung melemah akibat overpopulation. Namun migran yang datang tetap

saja tertarik, dengan segala daya dan upaya mereka menggunakan informasi

dan jaringan sosial dari kaum kerabat yang sudah terlebih dahulu bermigrasi.

Jaringan sosial yang digunakan migran dalam studi ilmu sosial sering disebut

modal sosial (social capital) dalam hal ini dapat diartikan sebagai modal yang

memperlancar keputusan untuk menjadi migran sirkuler.

Modal sosial merupakan jaringan antar orang-orang yang saling

berinteraksi dalam satu kepentingan yang didalamnya terdapat unsur

kepercayaan yang mampu megurangi biaya transaksi. Dalam kenyataannya

ikatan kekerabatan yang kuat akan mampu menciptakan ikatan sosial, ikatan

batin antar sesama migran maupun ikatan yang kuat terhadap daerah asal.

Begitu pula dengan keputusan bidang pekerjaan yang ditekuni oleh para migran

tidak akan terlepas dari unsur kekerabatan yang ada. Seorang migran yang

datang dari desa tidak akan begitu mudah untuk mendapatkan sebuah pekerjaan

ketika mereka tiba di daerah tujuan, sebagian besar tidak sendirian, kebanyakan

dari mereka diajak oleh ”kerabat” mereka yang telah berhasil di daerah tujuan

untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok dan menghasilkan pendapatan.

2.4. Konsep Sektor Informal dan Sektor Formal

Konsep sektor informal berasal dari makalah Hart tentang lapangan kerja

perkotaan di Ghana. Hart pertama kali memperkenalkan pembagian kegiatan

ekonomi kedalam sektor “informal” dan sektor “formal”. Istilah sektor informal

sendiri adalah merupakan satu bentuk pengembangan dari konsep tradisional,

sedangkan istilah sektor formal kurang lebih sama dengan istilah moderen

(36)

ciri-ciri padat karya, pengelolaan usaha bersifat kekeluargaan, tingkat pendidikan

formal yang rendah, mudah dimasuki pendatang baru, sifatnya yang selalu

berubah ubah dan tidak stabil (Tjiptoherijanto, 1989).

Dualisme informal dan formal ini semakin menarik peneliti studi

pembangunan dalam kaitan proses industrialisasi dan urbanisasi di

negara-negara berkembang, terutama seiring meluasnya kegiatan berusaha di

pasar-pasar yang tidak terorganisasi di daerah perkotaan, selanjutnya lebih dikenal

dengan sektor informal perkotaan. Namun, pada dasarnya sektor informal akan

lebih jelas dpat dibedakan dari sektor formal jika dilihat dari aspek legalitas.

Menurut ILO, pembedaan dua sektor (informal dan formal) tersebut dapat

didasarkan pada aktivitas, sifat alami pasar dan perusahaan. Berkaitan dengan

sektor informal, beberapa ciri yang di tulis oleh Soetjipto (1985) antara lain:

1. Pola kegiatan tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun

penerimaannya.

2. Tidak tersentuh oleh peraturan atau ketentuan yang ditetapkan

pemerintah.

3. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan

diusahakan atas dasar hitungan hari.

4. Umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah

dari tempat tinggalnya.

5. Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar.

6. Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang

berpendapatan rendah.

7. Tidak membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus, sehingga secara

luwes dapat menyerap bermacam-macam tingkat pendidikan tenaga

kerja.

8. Umumnya tiap-tiap satuan usaha memperkerjakan tenaga yang sedikit

dan dari lingkungan hubungan keluarga, kenalan atau berasal dari daerah

yang sama.

9. Tidak mengenal sistem administrasi bank, pembukuan, perkreditan dan

lainya.

Berbeda dengan sektor informal, pasaran tenaga kerja pada sektor formal

(37)

diorganisasi dengan resmi, dilindungi dan tercatat dalam statistik ekonomi.

Mereka yang bekerja disektor formal berada dibawah pengawasan Departemen

ketenagakerjaan yang ditunjuk pemerintah dan tunduk terhadap ketentuan

tentang upah, jam kerja, hak cuti, keamanan, pemutusan hubungan kerja (PHK),

asuransi dan masih banyak lagi perundang-undangan lainnya.

Dalam memahami karakteristik sektor informal, akan lebih jelas jika

difokuskan pada pengelolaan usaha dan hubungannya dengan pemerintah.

Pembedaan tersebut diantaranya adalah:

a. Sektor Formal

Sektor formal termasuk dalam aktivitas pemerintah, dan juga berusaha

disektor swasta yang secara resmi dikenli, dipelihara dan diatur oleh negara.

Sektor formal dicirikan secara jelas dengan skala operasi yang relatif besar,

teknik padat modal, tingkat upah dan gaji yang tinggi.

b. Sektor Informal

Dalam sektor informal, perusahaan dan individu beraktivitas diluar sistem

peraturan dan kepentingan pemerintah, sehingga tidak memiliki akses terhadap

institusi kridit formal dan kecukupan modal sumber daya untuk mentransfer

teknologi dari luar negeri. Sehingga, banyak ditemukan pelaku ekonomi sektor ini

beroperasi secara ilegal. Walaupun pengaruhnya terhadap aktivitas ekonomi

relatif sama, keilegalan tidak selau merupakan konsekwensi alamiah dari

keterbatasan sumber daya dan akses terhadap sektor formal.

Sampai saat ini dalam perkembangan penelitian tentang sektor informal

dan sektor formal yang umumnya berkembang di perkotan, para ahli masih

belum sepakat dalam mendefinisikan istilah sektor informal. Ketidak jelasan

batas formal-informal juga banyak disebabkan oleh banyaknya interaksi dan

keterkaitan antara kegiatan informal dan formal.

Konsep “ends-means” dari Hermando de Soto dalam Sarosa (2006)

mengatakan bahwa kegiatan informal pada dasarnya dicirikan pada tujuan (ends)

yang legitimate, karena untuk memenuhi kebutuhan pokok, tetapi dengan

cara-cara (means) yang tidak legitimate, karena tidak memenuhi tata-aturan formal.

Tetapi pada intinya terdapat kesamaan cara pandang yang perlu difahami

(38)

yang mempekerjakannya, bekerja sendiri dengan keluarga atau pekerja paruh

waktu, dan pekerja keluarga (SEMERU).

Terlepas dari ketidak samaan dan inti dari kesamaan dualisme

formal-informal yang umumnya bersifat akademik konseptual, permasalahan sangat

nyata dirasakan di kota-kota negara berkembang pada umumnya dan melanda

negara-negara maju pada kasus tertentu. Di Indonesia, sektor informal menjadi

tumpuan kehidupan sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. Data

Sakernas 1998 misalnya, menunjukkan terjadinya peningkatan pangsa pasar

informal dari 62 persen tahun1997 menjadi 65,4 persen pada tahun 1998. Pada

tahun sebelumnya 1985, sektor informal memberi kontribusi terhadap

kesempatan kerja 74 persen, pada tahun 1990 menjadi 71 persen. Walaupun

terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Namun, artinya sektor informal tetap

menjadi penampung angkatan kerja domian bila di banding sektor formal.

Catatan tentang sektor informal dalam subsektor dalam perdagangan,

misalnya perdagangan kaki lima (PKL), Priyambadha dan Soegijoko menemukan

permasalahan dan potensi dari PKL di Yogyakarta yang dapat memberikan

gambaran secara nyata bahwa sikap yang banyak diambil oleh pemerintahan

kota dalam menghadapi fenomena sektor informal lebih menekankan pada

penegakan hukum yang tidak konsisten, kurang pembinaan dan tidk manusiawi.

Pada catatan studi ini ditemukan juga bahwa sistem sub-kontrak terkait sektor

informal dengan sektor formal, dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi

dua kebelah fihak dan dapat menimbulkan multiplier-effects yang positif bagi

pertumbuhan ekonomi lokal.

Panennungi (2004) sepakat bahwa tingginya pertumbuhan sektor informal terkait

erat dengan fenomena pengangguran di wilayah perdesaan sehingga

mempengaruhi ke arah ketimpangan pendapatan antarsektor (perkotaan yang

berbasis industri dan perdesaan yang berbasis pertanian) yang menimbulkan

fenomena migrasi internal sampai kearah migrasi internasional. Simanjuntak

(2006) berpendapat semakin meningginya persoalan migrasi, misalnya migrasi

internasional (pengiriman TKW ke Timur Tengah dan Malaysia) disebabkan

keterbatasan kesempatan kerja dalam negeri terutama sejak terjadinya krisis

moneter tahun 1997. Keterkaitan sektor informal, sektor formal dan keterbatasan

kesempatan kerja akan mempengaruhi perekonomian nasional, jika tidak

(39)

2.5. Kaitan Sektor Informal dan Materi Balik

Pada kenyataan yang terjadi, sebenarnya persoalan yang dihadapi

migran di daerah tujuan lebih ditekankan pada penentuan bidang pekerjaan atau

jenis usaha yang akan dijalani dan untuk mendapatkan bidang pekerjaan

tersebut tidak akan terlepas dari hubungan orang-orang yang berhasil di daerah

yang di tuju. Jenis dan bidang pekerjaan yang ditekuni migran lebih banyak

tertampung ke sektor-sektor informal.

Wirahadikusumah (1990) mengatakan bahwa kegagalan migran untuk

memasuki bidang pekerjaan di perusahaan swasta atau negeri (sektor

formal/modern) secara umum disebabkan oleh rendahnya kualitas migran yang

bersangkutan. Hal itu karena potensi sumberdaya manusia yang dimiliki migran

umumnya sangat lemah (pendidikan/ketrampilan). Squire (1991) mengemukakan

bahwa seiring dengan berkembangnya struktur perekonomian yang beragam dan

industrialisasi perkotaan, secara alamiah kondisi tersebut akan menyeleksi

dengan ketat “ hanya orang-orang yang berkualitas saja yang dapat memasuki

sektor-sektor modern/formal di perkotaan”. Sementara kenyataan yang terjadi,

jumlah migran yang menuju ke daerah perkotaan setiap tahunnya cenderung

meningkat.

Peningkatan jumlah pengangguran yang tidak mampu diserap oleh sektor

formal akan bergerak menuju sektor informal. Karena secara psikologis migran

akan “malu” apabila pulang ke daerah asal tanpa mendapatkan pekerjaan dan

tidak membawa hasil. Mereka akan memutuskan untuk bekerja pada

sektor-sektor informal yang banyak dijumpai dikota-kota besar seperti sektor-sektor

perdagangan kakilima dan pedagang keliling (Manning dan Effendi, 1989).

Keterlibatan migran terhadap keluarga (terutama orang Jawa) dapat

dipakai sebagai penguat hubungan yang melatarbelakangi timbulnya materi balik

(remittances). Salah satu peran materi balik bagi keluarga migran di desa asal

untuk menjaga keselarasan masyarakat dan menjamin kehidupan yang lebih baik

bagi individu melalui hubungan sosial dan tolong menolong. Tata sosial Jawa

adalah salah satu ciri utamanya, yaitu memiliki rasa setia yang kuat terhadap

tanah leluhur dan keluarganya (Mulder,1987).

Geertz (1973) mengemukakan bahwa masyarakat Jawa adalah

(40)

membagi-bagi rejeki (shared poverty) yang diperolehnya dengan keluarga atau kerabatnya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa adanya ikatan yang kuat antara migran

dengan keluarganya didaerah asalnya diwujudkan dalam bentuk “materi balik”

yang merupakan bentuk budaya pedesaan yang erat dan mengikat secara

struktural.

Terkait dengan materi balik, Caldwell (1982) menyatakan bahwa dilihat

dari segi ekonomi, aspek penting dengan adanya pergerakan keluar penduduk

(imigrasi) adalah timbulnya materi balik (remittances) berupa uang dan barang.

Secara tidak langsung pernyataan tersebut bermakna bahwa para migran

diperkotaan pada tahap-tahap awal yang dilakukan adalah adaptasi serta

mencari pekerjaan yang sesuai, selanjutnya sampai pada tingkat optimum yaitu

stabilitas ekonomi mulai mapan, maka migran tersebut akan mengirim hasil

selama bermigrasi berupa uang atau barang ke daerah asalnya.

Kondisi migran sebagaimana hasil studi terdahulu (Ponto, 987; Sukwika,

2004; Leuwol, 1988) tentang Kronologis tahapan migran sampai mendapat

pekerjaan di sektor informal terkait erat dengan materi balik yang dikirim

kedaerah asalnya. Keberhasilan migran dalam menyisihkan sebagian

penghasilan di sektor ini akan mempengaruhi seberapa banyak materi balik yang

dikirimnya. Walaupun sektor Informal identik dengan upah yang sangat murah,

dalam kondisi ini sangat jelas bahwa sektor informal terkait erat dengan materi

balik (remittances) yang dikirim oleh migran ke daerah asal.

2.6. Ekonomi Rumahtangga Migran Sektor Informal

Setiap Individu maupun rumahtangga pasti melakukan tindakan ekonomi,

baik berupa konsumsi, produksi maupun distribusi. Untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya (needs) rumahtangga tersebut pasti melakukan tindakan konsumsi.

Baik rumahtngga ataupun individu membagi bebannya menjadi dua, yaitu

konsumsi akan barang dan konsumsi akan waktu luang, dengan konsumsi

tersebut diharapkan akan mendapatkan kepuasan/utilitas. Atika (1999) meneliti

tentang rumahtangga sektor informal dan faktor-faktor yang mempengaruhi

curahan kerja serta pendapatannya, menyimpulkan bahwa peluang sektor

(41)

pendidikan kepala rumahtangga. Sedangkan tingginya keinginan untuk migrasi

dipengaruhi oleh faktor sosial-budaya asal migran.

Perilaku ekonomi rumahtangga migran sektor informal dalam memenuhi

kebutuhannya sangat bergantung pada tingkat pendapatannya. Model dasar

ekonomi rumahtangga yang dikemukakan oleh Sing, et al. (dalam Atika, 1999),

mempelajari prilaku rumahtangga petani, dimana dalam setiap siklus produksi

rumahtangga diasumsikan memaksimalkan fungsi kepuasan sebagai berikut :

U = U ( Xa, Xm, Xi ) ……….…….( 3.01)

Dimana : Xa = Barang-barang (pertanian) yang dikonsumsi/kebutuhan pokok Xm = Barang-barang pasar

Xi = Waktu senggang/leisure

Fungsi kepuasan rumahtangga diatas menghadapi kendala pendapatan

tunai yang ditunjukkan oleh persamaan berikut:

Pm. Xm = Pa . (Q – Xa) – W. (L – F) ……….(3.02)

Dimana : Pa = Harga barang pertanian kebutuhan pokok Pm = Harga barang-barang pasar

Q = Produksi rumahtangga untuk barang-barang kebutuhan pokok, sehingga Q – Xa merupakan surplus pasar.

W = Upah tenaga kerja yang merupakan upah pasar L = Total input tenaga kerja

F = Total input tenaga kerja keluarga

Dalam keteranggan lebih lanjut, bila ( L – F ) positif, rumahtangga akan menyewa tenaga kerja tambahan dan apabila bernilai negatif maka tenaga kerja

yang digunakan hanya berasal dari tenaga kerja keluarga.

Rumahtangga juga menghadapi kendala waktu, dimana mereka tidak

dapat mengalokasikan lebih banyak waktunya untuk nganggur atau bersantai,

kegiatan produksi usaha tani atau kegiatan diluar usaha tani melebihi total waktu

yang tersedia dalam rumahtangga:

T = Xi + F ……….………..(3.03)

(42)

F = Total input tenaga kerja keluarga Xi = Waktu senggang/leisure

Disamping menghadapi kendala diatas, rumahtangga tersebut juga

menghadapi kendala produksi yang menghubungkan antra input dan output

sebagai berikut:

Q = Q ( L, A ) ……….…….……..(3.04)

Dimana: A = Luas lahan yang diusahakan oleh petani

Dengan melihat model dasar ekonomi rumahtangga diatas, maka dapat

dipertimbangkan bahwa kepuasan (utility) untuk memenuhi kebutuhan konsumsi

rumahtangga

Gambar

Gambar 1  Faktor daerah asal dan daerah tujuan serta penghalang antara
Gambar 2 Skema analisis keputusan bermigrasi menurut Derek Byerlee
Gambar 4 Kerangka pendekatan operasional
Tabel 4 Hubungan antara tujuan penelitian, metode analisis, hasil penelitian dengan sumber data
+7

Referensi

Dokumen terkait