• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biaya-biaya migrasi

6.4. Dampak Terhadap Pembangunan Ekonomi Desa Asal

6.4.1. Dampak Terhadap Penciptaan Faktor Produktif di Desa Asal

Migrasi memang banyak menimbulkan dampak. Sifat dari dampak tersebut dapat positif maupun negatif. Bila ditinjau dari segi perwilyahan, migrasi bisa berdampak bagi daerah pengirim maupun bagi daerah yang dikirimi yaitu daerah tujuan migran. Bagi daerah pengirim atau daerah asal migran, dampak positif yang sering timbul adalah mengalirnya materi balik (remittances) yang dikirim oleh migran dari hasil bekerja di daerah tujuan.

Dalam beberapa setudi remittances yang dikirim oleh migran sirkuler digunakan oleh keluarga migran didesa asalnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pendidikan anak-anaknya dan sisanya untuk ditabung. Pembentukan faktor produksi didesa asal oleh sebagian keluarga migran merupakan bentuk tabungan yang diharapkan dapat diambil hasilnya dimasa yang akan datang, yaitu masa dimana dia sudah tidak menjadi migran. Definisi faktor produktif disini akan dibatasi dalam bentuk modal dan tanah. Modal yang dimaksud yaitu berupa uang, difungsikan sebagai penunjang bagi kehidupan rumahtangga di desa asal. Sebagaimana dalam definisi operasional faktor produktif adalah sesuatu baik berupa modal, tanah dan tenaga kerja yang dapat memberikan hasil atau kesejahteraan bagi rumahtangga di desa asal. Oleh

karena desa-desa tempat penelitian adalah merupakan desa yang berbasis pada sektor pertanian (padi dan sawah), sehingga pada umumnya faktor produksi yang sering menjadi prioritas untuk diadakan adalah yang dapat menunjang pendapatan di desa asal, seperti alat-alat pertanian: mesin pengering padi, bajak dan mesin penggiling padi.

Pembentukan jenis faktor produktif tersebut lazim berlaku pada masyarakat perdesaan di kabupaten Lamongan. Terdapat investasi yang paling menonjol di dua desa tempat penelitian di kecamatan Pucuk ( desa Pucuk dan desa Kesambi) adalah dibidang pendidikan. Hampir 100 persen responden yang berasal dari dua desa ini mengatakan bahwa remitance digunakan untuk biaya pendidikan anak. Masyarakat di dua desa ini mempunyai perhatian yang relatif tinggi pada bidang pendidikan, bila dibanding desa-desa di kecamatan lain. Terutama di desa Pucuk data bulan Agustus, tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 80 persen dari 3.095 orang penduduk di desa ini sudah mengenyam pendidikan, angka tersebut sudah termasuk pendidikan pesantren sebesar 47 Orang. Di desa Kesambi, sekitar 15 rumahtangga dari 378 rumahtangga yang mempunyai anggota masih bersekolah, walaupun biaya pendidikan relatif sebagian besar mengandalkan remittances yang dikirim.

Kecamatan Sukodadi, faktor produksi sebagai tabungan dari hasil migran (remittances) relatif lebih variatif di banding dua desa di kecamatan Pucuk. Dua desa di kecamatan Sukodadi lebih mengarahkan remittances nya pada penciptaan faktor produksi dibidang perdagangan seperti: Toko bahan makanan pokok, bibit pertaniaan sampai alat-alat elektronik. Data BPS kabupaten Lamongan mencatat bahwa pertumbuhan faktor produksi di dua kecamatan asal (Sukodadi dan Pucuk) khususnya industri non formal kerajinan rumahtangga pertumbuhannya terus meningkat, unit sektor usaha tersebut kebanyakan permodalannya dari remittances migran sirkuler. Kecamatan Sukodadi dan kecamatan Pucuk, jumlah unit usaha non formal/kerajinan rumahtangga pada tahun ke tahun mengalami pertambahan 25 persen, perkembangan terakhir tentang jumlah (faktor produksi) unit usaha industri non formal atau kerajinan rumahtangga yang tercatat tahun 2003 adalah sebesar 2.617 unit, sedangkan di kecamatan pucuk sebesar 357 unit. Angka tersebut adalah 12,7 persen dari jumlah total sektor kerajinan rumahtangga non formal di kabupaten Lamongan pada tahun 2003 (23.505 Unit). Tabel 39 menunjukkan banyaknya unit usaha

industri besar/sedang dan kategori perusahaan menurut sumber BPS daerah tahun 2003. Kategori industri non formal kerajinan rumahtangga meliputi: kerajinan tangan olahan hasil pertanian dan anyaman dengan bahan dasar limbah pertanian.

Tabel 37 Banyaknya Unit Usaha nonformal/kerajinan tangan rumahtangga di kecamatan asal tahun 2003 dan 2004

Usaha Non-formal Kerajinan Rumahtangga Kecamatan

2003 2004

Pucuk 357 361

Sukodadi 2.617 2651

Total 2.974 3012

Sumber: BPS Kabupaten Lamongan, 2003 dan 2004

Perbedaan penciptaan faktor produksi sebagai investasi dari sebagian remittances yang dikirim oleh migran di desa-desa asal migran memang tergolong sangat ekstrim. Perbedaan tersebut tampak terkait dengan orientasi pribadi masyarakat yang sudah berkembang, penduduk perdesaan di kecamatan Pucuk lebih mengutamakan pada investasi sumberdaya manusia, sedangkan penduduk di desa-desa di kecamatan Sukodadi lebih berorientasi ke penciptaan lapangan kerja baru yang mandiri di desa sebagai aktifitas lanjutan pemenuhan “kebutuhan” keluarga dan penduduk lainnya. Orientasi tersebut juga secara tidak langsung dapat menciptakan lapangan kerja baru/tambahan di luar sektor pertanian. Lapangan kerja baru merupakan wujud investasi dari remittances yang berupa usaha non formal baik berupa kerajinan rumahtangga maupun usaha-usaha makanan olahan hasil pertanian terbukti mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak, sebesar 5.400 orang. Bila dibandingkan usaha formal, usaha formal katagori sedang dan kecil hanya mampu menyerap tenaga kerja sebayak 22,6 persen (sedang 930 orang dan usaha formal kecil 294 orang, jumlah keseluruhan dari usaha formal 1.224 orang) dari usaha non formal (BPS kabupaten Lamongan, 2003).

Tabel 38 Banyaknya tenaga kerja yang diserap oleh usaha non-formal dan formal tahun 2004 di dua kecamatan asal migran

Kecamatan Usaha Nonformal/Kerajinan Rumatangga (Orang) Usaha Formal (Orang) Pucuk 712 781 Sukodadi 4.688 5.843 Total 5.400 6.624

Sumber: BPS Kabupaten Lamongan, 2004

Akibat perbedaan orientasi pribadi anggota masyarakat di dua kecamatan tersebut mempengaruhi jumlah penciptaan faktor produksi. Desa-desa di kecamatan Pucuk lebih berorientasi pada investasi sumberdaya manusia, sedangkan desa-desa di kecamatan Sukodadi lebih menggandalkan investasi dibidang penciptaan lapangan kerja baru untuk mengembangkan remittances yang sudah didapat.

Lebih lanjut, ramainya aktifitas perekonomian desa di dua kecamatan asal jelas menggambarkan keberhasilan sebagian besar keluarga migran mengelola sekaligus menginvestasikan remittances didesa. Walaupun terjadi perbedaan yang jelas secara kuantitatif antara masyarakat dikecamatan Pucuk dan Sukodadi. Perbedaan tersebut disebabkan adanya orientasi yang berbeda dikalangan masyarakat dua kecamatan asal tersebut.