• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggap Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) dengan Pemberian Vermikompos dan Air pada Berbagai Kapasitas Lapang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tanggap Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) dengan Pemberian Vermikompos dan Air pada Berbagai Kapasitas Lapang"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGAP PERTUMBUHAN VEGETATIF BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) DENGAN PEMBERIAN VERMIKOMPOS DAN AIR PADA BERBAGAI

KAPASITAS LAPANG

SKRIPSI

OLEH:

ICHSAN DESTARI PURBA 080301099/AGRONOMI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

TANGGAP PERTUMBUHAN VEGETATIF BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) DENGAN PEMBERIAN VERMIKOMPOS DAN AIR PADA BERBAGAI

KAPASITAS LAPANG

SKRIPSI

OLEH:

ICHSAN DESTARI PURBA 080301099/AGRONOMI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Penelitian : Tanggap Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) dengan Pemberian Vermikompos dan Air pada Berbagai Kapasitas Lapang

Nama : Ichsan Destari Purba

Nim : 080301099

Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui Oleh :

Ir. Irsal, MP Ir. Jasmani Ginting, MP

Ketua Pembimbing Anggota Pembimbing

Mengetahui

(4)

ABSTRAK

ICHSAN DESTARI PURBA: Tanggap Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) dengan Pemberian Vermikompos dan Air pada Berbagasi Kapasitas Lapang. Dibimbing oleh IRSAL dan JASMANI GINTING.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian vermikompos dan pemberian air pada berbagai kapasitas lapang terhadap pertumbuhan vegetatif bibit kakao (Theobroma cacao L.) di pembibitan, dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian USU dengan ketinggian ±25 meter di atas permukaan laut pada November 2012 – Februari 2013 menggunakan rancangan acak kelompok faktorial 2 faktor yaitu vermikompos (0 %, 10%, 20% dan 30% dari media tanam) dan pemberian air pada berbagai kapasitas lapang (100 %, 75 %, 50%, dan 25%). Parameter yang diamati adalah tinggi bibit, diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, panjang akar, bobot kering akar dan efisiensi penggunaan air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian vermikompos berpengaruh nyata pada parameter tinggi bibit, diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar dan efisiensi penggunaan air. Pemberian air berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman, diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar dan efisiensi penggunaan air. Interaksi antara pemberian vermikompos dan air pada berbagai kapasitas lapang tidak berpengaruh nyata pada semua parameter yang diamati.

(5)

ABSTRACT

ICHSAN DESTARI PURBA: Response of cacao (Theobroma cacao L.) seedlings vegetative growth with the provision of vermicompost and water at various field capacity. Supervised by IRSAL and JASMANI GINTING.

Research aim to know the response of cacao seedlings vegetative growth with the provision of vermicompost and water at various field capacity. It was conducted at green house, Faculty of Agriculture USU’st about 25 m sea level on November 2012 to February 2013 by using a randomized block design factorial with two factor that is the first factor were vermicompost (0%, 10%, 20% and 30% of media plant) and the second factor were provision of water at various field capacity (100%, 75%, 50% and 25%). The parameters observed were seedling height, stem diameter, total of leaf area, seedling wet weight, seedling dry weight, root wet weight, root length, root dry weight and water use efficiency.

The result of research showed that vermicompost significant to seedling height, stem diameter, total of leaf area, seedling wet weight, seedling dry weight, root wet weight, root dry weight and water use efficiency. And provision of water significant to seedling height, stem diameter, total of leaf area, seedling wet weight, root wet weight and water use efficiency. The interaction of vermicompost and water had not signifficant

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 22 Desember 1990 dari ayah Ir. Mondan Purba dan ibu Hj. Erina M. Hasibuan. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Pematang Siantar dan pada tahun 2008 terdaftar sebagai mahasiswa program studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur MANDIRI.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tanggap Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) dengan Pemberian Vermikompos dan Air pada Berbagasi Kapasitas Lapang”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Bapak Ir. Irsal M.P. sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Jasmani Ginting M.P. sebagai anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai dari menetapkan judul, melakukan penelitian sampai pada ujian akhir.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan,Juli 2013

(8)

DAFTAR ISI

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Air dengan Tanaman ... 12

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Areal ... 18

Persiapan Naungan ... 18

Persiapan Media Tanam ... 18

Perkecambahan ... 18

Pemeliharaan Tanaman ... 19

Penyiraman ... 19

(9)

Pengamatan Parameter ... 19

Efisiensi Penggunaan Air (%) ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efisiensi Penggunaan Air (%) ... 40

Pembahasan ... 42

Pemberian Vermikompos terhadap Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kakao ... 42

Pemberian Air pada Berbagai Kapasitas Lapang terhadap Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kakao ... 45

Pengaruh Interaksi Vermikompos dan Pemberian Air pada Berbagai Kapasitas Lapang terhadap Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kakao ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 48

Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

1. Rataan tinggi tanaman (cm) pada perlakuan vermikompos dan pemberian air serta interaksi kedua perlakuan umur 4-14 MST ... 22 2. Rataan diameter batang (mm) pada perlakuan vermikompos dan

pemberian air serta interaksi kedua perlakuan umur 4-14 MST ... 26 3. Rataan total luas daun (cm2) pada perlakuan vermikompos dan

pemberian air serta interaksi kedua perlakuan ... 29 4. Rataan bobot basah tajuk (g) pada perlakuan vermikompos dan

pemberian air serta interaksi kedua perlakuan ... 32 5. Rataan bobot basah tajuk (g) pada perlakuan vermikompos dan

pemberian air serta interaksi kedua perlakuan ... 34 6. Rataan bobot basah akar (g) pada perlakuan vermikompos dan

pemberian air serta interaksi kedua perlakuan ... 36 7. Rataan bobot kering akar (g) pada perlakuan vermikompos dan

pemberian air serta interaksi kedua perlakuan ... 38 8. Rataan panjang akar (cm) pada perlakuan vermikompos dan

pemberian air serta interaksi kedua perlakuan ... 40 9. Rataan efisiensi penggunaan air (%) pada perlakuan vermikompos dan

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

1. Hubungan vermikompos dengan tinggi tanaman kakao

pada 14 MST ... 24 2. Hubungan air dengan tinggi tanaman kakao pada 14 MST ... 25 3. Hubungan vermikompos dengan diameter batang kakao

pada 14 MST ... 27 4. Hubungan air dengan diameter batang kakao pada 14 MST ... 28 5. Hubungan vermikompos dengan total luas daun kakao

pada 14 MST ... 30 6. Hubungan air dengan total luas daun kakao pada 14 MST ... 31 7. Hubungan vermikompos dengan bobot basah tajuk kakao

pada 14 MST ... 32 8. Hubungan air dengan bobot basah tajuk kakao pada 14 MST ... 32 9. Hubungan vermikompos dengan bobot kering tajuk kakao

pada 14 MST ... 35 10. Hubungan vermikompos dengan bobot basah akar kakao

pada 14 MST ... 36 11. Hubungan air dengan bobot basah akar kakao pada 14 MST ... 37 12. Hubungan vermikompos dengan bobot kering akar kakao

(12)
(13)

23. Sidik Ragam Diameter Batang 10 MST... 64

24. Diameter Batang 12 MST ... 65

25. Sidik Ragam Diameter Batang 12 MST... 65

26. Diameter Batang 14 MST ... 66

27. Sidik Ragam Diameter Batang 14 MST... 66

28. Total Luas Daun ... 67

29. Sidik Ragam Total Luas Daun ... 67

30. Bobot Basah Tajuk ... 68

31. Sidik Ragam Bobot Basah Tajuk ... 68

32. Bobot Kering Tajuk... 69

33. Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk ... 69

34. Bobot Basah Akar ... 70

35. Sidik Ragam Bobot Basah Akar ... 70

36. Bobot Kering Akar ... 71

37. Sidik Ragam Bobot Kering Akar ... 71

38. Panjang Akar ... 72

39. Sidik Ragam Panjang Akar ... 72

40. Efisiensi Penggunaan Air ... 73

41. Sidik Ragam Efisiensi Penggunaan Air ... 73

42. Foto Supervisi ... 74

43. Foto Tanaman Kakao Perlakuan Pemberian Vermikompos ... 75

44. Foto Tanaman Kakao Perlakuan Pemberian Air ... 76

(14)
(15)

ABSTRAK

ICHSAN DESTARI PURBA: Tanggap Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) dengan Pemberian Vermikompos dan Air pada Berbagasi Kapasitas Lapang. Dibimbing oleh IRSAL dan JASMANI GINTING.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian vermikompos dan pemberian air pada berbagai kapasitas lapang terhadap pertumbuhan vegetatif bibit kakao (Theobroma cacao L.) di pembibitan, dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian USU dengan ketinggian ±25 meter di atas permukaan laut pada November 2012 – Februari 2013 menggunakan rancangan acak kelompok faktorial 2 faktor yaitu vermikompos (0 %, 10%, 20% dan 30% dari media tanam) dan pemberian air pada berbagai kapasitas lapang (100 %, 75 %, 50%, dan 25%). Parameter yang diamati adalah tinggi bibit, diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, panjang akar, bobot kering akar dan efisiensi penggunaan air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian vermikompos berpengaruh nyata pada parameter tinggi bibit, diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar dan efisiensi penggunaan air. Pemberian air berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman, diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar dan efisiensi penggunaan air. Interaksi antara pemberian vermikompos dan air pada berbagai kapasitas lapang tidak berpengaruh nyata pada semua parameter yang diamati.

(16)

ABSTRACT

ICHSAN DESTARI PURBA: Response of cacao (Theobroma cacao L.) seedlings vegetative growth with the provision of vermicompost and water at various field capacity. Supervised by IRSAL and JASMANI GINTING.

Research aim to know the response of cacao seedlings vegetative growth with the provision of vermicompost and water at various field capacity. It was conducted at green house, Faculty of Agriculture USU’st about 25 m sea level on November 2012 to February 2013 by using a randomized block design factorial with two factor that is the first factor were vermicompost (0%, 10%, 20% and 30% of media plant) and the second factor were provision of water at various field capacity (100%, 75%, 50% and 25%). The parameters observed were seedling height, stem diameter, total of leaf area, seedling wet weight, seedling dry weight, root wet weight, root length, root dry weight and water use efficiency.

The result of research showed that vermicompost significant to seedling height, stem diameter, total of leaf area, seedling wet weight, seedling dry weight, root wet weight, root dry weight and water use efficiency. And provision of water significant to seedling height, stem diameter, total of leaf area, seedling wet weight, root wet weight and water use efficiency. The interaction of vermicompost and water had not signifficant

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan tropis dan tumbuh terlindung pohon-pohon yang besar (Widya, 2008).

Saat ini luas areal tanaman kakao di Indonesia mencapai 1,44 juta hektar, dengan produksi sekitar 779.186 ton. Sementara ekspor kakao tahun 2007 mencapai 665.429 ton dengan nilai US$ 950 juta. Indonesia merupakan produsen kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading. Produksi kakao secara nasional pada tahun 2005 mencapai 748,8 ribu ton, kemudian tahun 2006 mencapai 769,4 ribu ton dan tahun 2007 mencapai 779,2 ribu ton. Di Sulawesi mencapai 913 ribu hektar, Sumatera mencapai 238,7 ribu hektar, Jawa mencapai 77,1 ribu hektar. Kawasan NTT, NTB dan Bali mencapai 58,2 hektar, Kalimantan mencapai 52,1 hektar dan Maluku dan Papua mencapai 103 ribu hektar (Rubiyantoro, 2009).

(18)

diproyeksikan mencapai 726,38 ribu ton, kemudian naik menjadi 746,50 ribu ton pada tahun 2011 dan diproyeksikan naik kembali pada tahun 2012 menjadi sebesar 733,63 ribu ton (Respati dkk, 2010).

Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara (2011), luas areal tanaman kakao pada tahun 2007 seluas 56.428,48 ha dengan produksi 35.313,82 ton/tahun, pada tahun 2008 seluas 60.221,22 ha dengan produksi 36.042,11 ton/tahun, tahun 2009 seluas 66.090,95 ha dengan produksi 38.249,11 ton/tahun dan pada tahun 2011 seluas 59.370,90 ha dengan produksi 36.289,78 ton/tahun.

Salah satu usaha yang dapat dikelola untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi kakao adalah dengan memperhatikan aspek dari budidaya tanaman kakao itu sendiri. Diantaranya adalah pengelolaan tanah, pemupukan, pemangkasan, pengendalian hama dan penyakit, serta pemberian zat pengatur tumbuh. Yang juga tidak kalah pentingnya dalam budidaya tanaman kakao adalah penyediaan bahan tanam dalam pembibitan, karena dari pembibitan inilah akan didapatkan bahan tanam yang layak untuk ditanam di lapangan yang nantinya akan menghasilkan bibit tanaman kakao yang mampu berproduksi secara maksimal (Triwanto, 2000).

(19)

fotosintesis sehingga menggangu produksi karbohidrat. Bila keadaan ini terus berlanjut akan menyebabkan tanaman mati. Dan umumnya pembibitan yang menggunakan polibag bila kekurangan air akan mempunyai respon yang lebih

besar dibanding tanaman yang ditanam di lapangan (Mildaerizanti dan Meilin, 2006).

Pada pembibitan kakao, media tanam juga berpengaruh terhadap hasil bibit nantinya sebab kedalaman akar tunggang menembus tanah dipengaruhi keadaan air tanah dan struktur tanah. Pada tanah yang dalam dan berdrainase baik, akar kakao dewasa mencapai kedalaman 1,0 – 1,5 m. Pertumbuhan akar kakao sangat peka pada hambatan, baik berupa batu, lapisan keras, maupun air tanah. Apabila selama pertumbuhan, akar menjumpai batu, akar tunggang akan membelah diri menjadi dua dan masing-masing tumbuh geosentris (mengarah ke dalam tanah). Apabila batu yang dijumpai terlalu besar, sebagian akar lateral mengambil alih fungsi akar tunggang dengan tumbuh ke bawah. Apabila permukaan air tanah yang dijumpai, akar tunggang tidak berkembang sama sekali. Oleh karena itu jika ketersediaan air berlebihan atau kekurangan, air akan menjadi masalah bagi tanaman sebab jumlah air yang optimum adalah jumlah air yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah kapasitas lapang (Taniwiryono, 2010).

(20)

vermikompos memiliki lubang pori yang cukup besar dalam menahan air tanah (Masnur, 2001).

Vermikompos merupakan pupuk organik yang dihasilkan dari tanah bekas pemeliharaan cacing. Vermikompos memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk organik lainnya. Vermikompos memiliki kemampuan untuk mengikat air dan unsur hara tanah lebih tinggi dibandingkan pupuk kompos lainnya, vermikompos mengandung enzim yang membantu dalam proses sintesis nutrisi dalam vermikompos, sehingga dapat lansung terserap oleh tanaman, mengandung mikroba tanah yang berguna meningkatkan kesehatan tanah dan tanaman, juga menjadi sumber nutrisi bagi mikroba tanah (Masnur, 2001).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai peranan vermikompos dan pemberian air pada berbagai kapasitas lapang pada pertumbuhan vegetatif bibit kakao (Theobroma cacao L.) di pembibitan.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian vermikompos dan pemberian air

pada berbagai kapasitas lapang terhadap pertumbuhan vegetatif bibit kakao (Theobroma cacao. L) di pembibitan.

Hipotesis Penelitian

(21)

Kegunaan Penelitian

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Kakao merupakan satu-satunya diantara 20 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae yang diusahakan secara komersial. Adapun sistematika tanaman kakao menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2010) adalah sebagai berikut; kingdom : plantae; divisio : spermatophyta; subdivisio : angiospermae; kelas: dycotyledoneae ; ordo : dialypetalae; famili : malvales; genus : theobroma; spesies : Theobroma cacaoL.

Akar kakao adalah akar tunggang (radix primaria). Pertumbuhan akar kakao bisa sampai 8 meter kearah samping dan 15 meter ke arah bawah. Perkembangan akar sangat dipengaruhi struktur tanah, air tanah, dan aerasi di dalam tanah. Pada tanah yang drainasenya buruk dan permukaan air tanahnya tinggi, akar tunggang tidak dapat tumbuh lebih dari 45 cm. Hal yang sama juga akan terjadi bila permukaan air tanah terlalu dalam (Siregar dkk, 2010).

Batang kakao bersifat dimorfisme, artinya memiliki dua macam tunas, yaitu tunas ortotrop (chupon) dan tunas plagiotrop (fan). Anatomi kedua macam tunas tersebut pada dasarnya adalah sama. Xilem primer batang terkumpul pada bagian tepi empulur dan berdampingan dengan xilem sekunder yang tumbuh setelahnya. Tanaman kakao yang berasal dari biji, setelah berumur sekitar 1 tahun dan memiliki tinggi 0,9-1,5 m, petumbuhan vertikalnya akan berhenti kemudian akan membentuk perempatan (jorket) (Wahyudi dkk, 2009).

Daun cokelat terdiri atas tangkai daun dan helai daun. Panjang daun

(23)

permukaannya sutera. Setelah dewasa, warna daun akan berubah menjadi hijau dan permukaannya kasar. Pada umumnya daun – daun yang terlindung lebih tua warnanya bila dibandingkan dengan daun yang langsung terkena sinar matahari (Siregar dkk, 2010).

Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga (cushion). Bunga kakao berwarna putih, ungu, atau kemerahan. Warna yang kuat terdapat pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap kultifar (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2010).

Permukaan kulit buah ada yang halus dan ada yang kasar, tetapi pada dasarnya kulit buah beralur 10 yang letaknya berselang-seling. Buah kakao akan masak setelah berumur 5-6 bulan, tergantung pada elevasi tempat penanaman. Pada saat buah masak, ukuran buah yang terbentuk cukup beragam dengan ukuran

berkisar 10-30 cm, diameter 7-15 cm, tetapi tergantung pada kultivar dan

faktor-faktor lingkungan selama proses perkembangan buah (Wahyudi dkk, 2009).

(24)

terkadang biji bisa berkecambah, yakni pada buah yang terlambat dipanen daging buahnya telah mengering (Wahyudi dkk, 2009).

Syarat Tumbuh

Iklim

Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan dan keberhasilan budidaya tanaman, termasuk budidaya kakao. Tanaman kakao dapat tumbuh pada garis lintang 10o LS-10o LU dan pada ketinggian 0-600 m dpl (Wahyudi dkk, 2009).

Areal penanaman cokelat yang ideal adalah daerah-daerah bercurah hujan 1.100-3.000 mm per tahun. Temperatur yang ideal bagi pertumbuhan cokelat adalah 30oC - 32oC (maksimum) dan 18oC-21oC (minimum) (Siregar dkk, 2010).

Tanaman kakao menghendaki lingkungan yang kelembapannya tinggi dan konstan, yakni diatas 80 %. Kelembapan tinggi dapat mengimbangi proses evapotranspirasi tanaman dan mengompensasi curah hujan yang rendah. Tanaman kakao tergolong jenis tanaman yang rentan terhadap dorongan angin kencang. Angin dapat merusak daun, terutama daun-daun yang muda (Wahyudi dkk, 2009).

(25)

Tanah

Tanaman cokelat tumbuh baik pada tanah yang mempunyai tingkat

keasaman 6-7.5. Kadar bahan organik yang tinggi akan meningkatkan

laju pertumbuhan pada masa tanaman sebelum menghasilkan (Suwarto dan Octavianty, 2010).

Tanah yang cocok untuk tanaman kakao adalah yang bertekstur geluh lempung (clay loam) yang merupakan perpaduan antara 50% pasir, 10-20% debu, dan 30-40% lempung berpasir. Tekstur tanah ini dianggap memiliki kemampuan

menahan air yang tinggi dan memiliki sirkulasi udara yang baik (Wahyudi dkk, 2009).

Tekstur tanah yang baik untuk tanman cokelat adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30 – 40% fraksi liat, 50% pasir dan 10 – 20% debu. Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah, Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan gerakan air dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar. Tanah tipe latosol yang memiliki fraksi liat yang tingginya ternyata sangat kurang menguntungkan tanman cokelat, sedangkan tanah regosol dengan tekstur lempung berliat walaupun mengandung kerikil masih baik bagi tanaman cokelat (Siregar dkk, 2010).

(26)

terhadap unsur – unsur hara cukup tinggi dan selanjutnya emlepaskannya untuk diserap akar tanaman (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

Vermikompos

Vermikompos merupakan pupuk organik dengan teknologi pola siklus kehidupan cacing tanah. Vermikompos mengandung nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Jumlah vermikompos pada media tanaman akan mempercepat pertumbuhan, meningkatkan tinggi dan berat tumbuhan. Jumlah optimal vermikompos yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil positif hanya 10-20% dari volume media tanam (Musnawar, 2006).

Vermikompos memiliki tekstur yang didominasi pasir (diameter butiran 0,05-2 mm), sehingga vermikompos bersifat remah. Vermikompos juga

mempunyai kemampuan menahan air yang besar, yakni sekitar 1,45 – 1,68 kali berat verminya. Dengan demikian vermikompos dapat meningkatkan penyimpanan air dalam tanah sehingga sangat penting untuk tanah berpasir agar tidak cepat mengalami kekeringan (Mulat, 2003).

Vermikompos mempunyai struktur remah, sehingga dapat mempertahankan kestabilan dan aerasi tanah. Vermikompos mengandung enzim protase, amylase, lipase dan selulose yang berfungsi dalam perombakan bahan organik. Disamping itu, vermikompos dapat memperbaiki kimia tanah seperti meningkatkan kemampuan untuk menyerap kation sebagai sumber hara makro dan mikro, meningkatkan pH pada tanah asam dan sebagainya (Nahampun, 2009).

(27)

Dengan kondisi seperti ini maka pupuk vermikompos sangat baik diaplikasikan pada tanaman pangan maupun perkebunan (Aribawa dan Kariada, 2002). Dimana fungsi nitrogen yang selengkapnya bagi tanaman adalah untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna yang lebih hijau, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman, meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan dan meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah (Sutedjo, 2002).

Vermikompos memiliki beberapa keunggulan, yaitu :

1. Vermikompos mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Al, Na, Cu, Zn, Bo, dan Mo tergantung pada bahan yang digunakan. Vermikompos merupakan sumber nutrisi bagi mikroba tanah. Dengan adanya nutrisi tersebut mikroba pengurai bahan organik akan terus berkembang dan menguraikan bahan organik dengan lebih cepat. Oleh karena itu selain dapat meningkatkan kesuburan tanah, vermikompos juga dapat membantu proses penghancuran limbah organik. 2. Vermikompos membantu menyediakan nutrisi bagi tanaman, memperbaiki

struktur tanah dan menetralkan pH tanah.

(28)

4. Tanaman hanya dapat mengkonsumsi nutrisi dalam bentuk terlarut. Cacing tanah berperan mengubah nutrisi yang tidak larut menjadi bentuk terlarut. Yaitu dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat dalam alat pencernaannya (Fransisca,2009).

Hubungan Air dengan Tanaman

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat esensial bagi sistem produksi pertanian. Air bagi pertanian tidak hanya berkaitan dengan aspek produksi, melainkan juga sangat menentukan potensi perluasan areal tanam (ekstensifikasi), luas area tanam, intensitas pertanaman (IP), serta kualitas tanaman (Kurnia, 2004).

Berbagai fungi air bagi tanaman menunjukkan pentingnya air bagi tanaman, yakni :

1. Air merupakan bagian esensial bagi protoplasma dan membentuk 80-90% bobot segar jaringan tumbuh aktif.

2. Air adalah pelarut, di dalamnya terdapat gas-gas, garam-garam dan zat-zat terlarut lainnya, yang bergerak keluar masuk sel, yang berperan dalam proses transpirasi.

3. Air adalah pereaksi dalam fotosintesis dan pada berbagai proses hidrolisis. 4. Air adalah esensil untuk menjaga turgiditas diantaranya dalam pembesaran

sel, pembukaan stomata, dan menyangga bentuk (morfologi) daun, daun muda, atau struktur lainnya yang berlignin.

(Sumani, 2010).

(29)

pada tanah sampai terjadi kelebihan air, setelah itu kelebihan airnya dibuang. Jika pada keadaan ini semua rongga pori terisi air. Karena itu kandungan air volume maksimum menggambarkan porositas total tanah. Setelah pori terisi air (tercapai kapasitas penyimpanan air maksimum), pemberian air kita hentikan. Pada keadaan ini tanah dalam keadaan kapasitas lapang (Islami dan Utomo, 1995).

Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada kapasitas lapang dan titik layu permanen. Di atas kapasitas lapang air akan meresap ke bawah atau menggenang sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Di bawah titik layu permanen tanaman tidak mampu lagi menyerap air karena daya adhesi air dengan butir tanah terlalu kuat dibandingkan denggan daya serap tanaman. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996).

Kebutuhan air suatu tanaman dapat didefenisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi (ET- tanaman) tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang lahan yang luas dengan kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu (Haryati, 2003).

(30)

mengalami cekaman kekeringan (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan

absorbsi tidak cukup mengimbangi kehilangan air melalui transpirasi (Haryati, 2003).

Kapasitas menahan air yang tinggi pada tanah sangat diperlukan agar dapat menyimpan air yang tersedia dalam jumlah yang cukup guna mengimbangi evapotranspirasi pada musim kemarau (Mangoensoekarjo, 2007).

(31)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2012 sampai dengan Februari 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih kakao TSH 858, vermikompos, air, media tanam (sub soil), polibag ukuran 40 x 50cm, insektisida, paranet sebagai atap naungan.

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cangkul, gembor, meteran, kalkulator, timbangan, gelas ukur, jangka sorong, pacak sampel dan alat-alat lain yang mendukung pelaksanaan penelitian.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor perlakuan yaitu :

Faktor I yaitu Pemberian Pupuk Kascing (M) dengan 4 taraf : M0 = Tanpa pupuk organik kascing

M1 = 10 % dari media tanam M2 = 20 % dari media tanam M3 = 30 % dari media tanam

(32)

T2 = 50 % Kapasitas Lapang T3 = 25 % Kapasitas Lapang

Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 16 kombinasi, yaitu : M0T0 M1T0 M2T0 M3T0

M0T1 M1T1 M2T1 M3T1 M0T2 M1T2 M2T2 M3T2 M0T3 M1T3 M2T3 M3T3 Jumlah ulangan (Blok) : 3 ulangan

Jumlah plot : 48 plot

Ukuran plot : 100 x 100 cm

Jarak antar plot : 30 cm Jarak antar blok : 50 cm Jumlah sampel/plot : 3 tanaman Jumlah tanaman per plot : 4 tanaman Jumlah sampel seluruhnya : 144 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya : 192 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan model linear aditif sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

i = 1,2,3 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3,4

Dimana:

(33)

µ : Nilai tengah ρi : Efek dari blok ke-i

αj : Efek perlakuan pemberian vermikompos pada taraf ke-j βk : Efek jumlah pemberian air pada taraf ke-k

(αβ)jk : Interaksi antara pemberian vermikompos taraf ke-j dan jumlah pemberian air taraf ke-k

εijk : Galat dari blok ke-i, pemberian vermikompos ke-j dan jumlah pemberian air ke-k

(34)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Areal

Areal penelitian dibersihkan. Kemudian disusun rak dengan menggunakan papan sebagai dasar untuk menempatkan polibag dengan luas areal 22 m x 5 m.

Persiapan Naungan

Dibuat naungan dengan menggunakan kain paranet sebagai atap memanjang utara-selatan dengan ukuran panjang 22 m dan lebar 5 m.

Persiapan Media Tanam

Dicampur media tanam yakni dengan tanah subsoil ultisol Simalingkar dan vermikompos. Ukuran polibag yang digunakan adalah 40 x 50 cm. Sebelum media dimasukkan ke dalam polibag terlebih dahulu dibersihkan dari sampah atau kotoran lainnya, kemudian dicampurkan subsoil ultisol yang telah dikeringanginkan dengan vermikompos sesuai dengan perlakuan yang telah ditetapkan di atas.

Pengecambahan Benih

Media perkecambahan adalah pasir setebal ± 15cm, dibuat arah utara-selatan. Benih ditanam dengan mata embrio mengarah ke pusat bumi

dengan jarak tanam antar benih 2 cm x 3 cm pada bedengan perkecambahan.

Penanaman Kecambah

(35)

Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman

Penyiraman dilakukan sore hari. Dimana untuk menentukan jumlah volume air yang diberikan dilakukan dengan menyiramkan air secara perlahan ke tanaman sampel hingga air menetas keluar polibag. Pada saat menetes pertama kali itulah ditandai kondisi air tanah pada polibag dalam kapasitas lapang 100%. Dengan demikian air yang diberikan merupakan jumlah air untuk kondisi kapasitas lapang. Angka volume inilah sebagai patokan untuk menentukan jumlah air pada setiap dosis perlakuan.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut rumput yang tumbuh dalam polibag dan dilakukan pada umur 4 dan 8 MST.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan insektisida Matador 25 EC pada umur 12 MST.

Pengamatan Parameter

Tinggi Bibit (cm)

Tinggi bibit diukur mulai dari garis permukaan tanah pada patok standar hingga titik tumbuh bibit dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 4, 6, 8, 12, dan 14 MST.

Diameter Batang (mm)

(36)

Total Luas Daun (cm2)

Pengukuran total luas daun dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan alat Leaf Area Meter pada saat umur 14 MST.

Bobot Basah Tajuk (g)

Tajuk tanaman adalah bagian atas tanaman yang terdiri dari batang, serta daun-daun pada tanaman kakao. Bobot basah tajuk diukur pada 14 MST. Bahan dibersihkan dan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.

Bobot Kering Tajuk (g)

Bobot kering tajuk diukur pada 14 MST. Setelah dibersihkan bahan kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang telah dilubangi, kemudian dikeringkan pada suhu 75°C di dalam oven hingga bobot keringnya konstan saat penimbangan.

Bobot Basah Akar (g)

Bobot basah akar diukur pada 14 MST. Bahan dibersihkan dan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.

Panjang Akar (cm)

Panjang akar diamati pada 14 MST, bahan dibersihkan dan diukur panjang akar dengan meteran.

Bobot Kering Akar (g)

(37)

Efisiensi Penggunaan Air (%)

Efisiensi penggunaan air dapat diketahui dengan menggunakan rumus : EPA = bobot kering tanaman x 100%

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tinggi tanaman (cm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam tinggi tanaman pada 4 – 14 MST dapat dilihat pada Lampiran 4 - 15. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa, perlakuan vermikompos berpengaruh nyata pada umur 10 MST - 14 MST, perlakuan pemberian air berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 4 – 14 MST. Interaksi perlakuan vermikompos dengan perlakuan pemberian air berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman.

Dari Tabel 1 dapat diketahui pada 14 MST rataan tinggi tanaman tertinggi dengan taraf perlakuan vermikompos yaitu M2 (38,26 cm) berbeda nyata terhadap M0 dan M3 serta berbeda tidak nyata terhadap M1. Tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian air dengan taraf T1 (38,39 cm) berbeda nyata terhadap T3 dan berbeda tidak nyata terhadap T0 dan T2.

(39)

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) pada perlakuan vermikompos dan pemberian air serta interaksi kedua perlakuan umur 4-14 MST

Vermikompos Pemberian Air Rataan Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada kolom dan

(40)

Hubungan perlakuan vermikompos dengan tinggi tanaman pada 14 MST dapat dilihat pada Gambar 1.

(41)

Hubungan perlakuan pemberian air dengan tinggi tanaman pada 14 MST dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan pemberian air dengan tinggi tanaman kakao pada 14 MST Gambar 2 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan pemberian air terhadap tinggi bibit kakao menunjukkan hubungan kuadratik positif, dimana tinggi tanaman semakin meningkat dengan meningkatnya dosis pemberian air dalam media hingga dosis optimum 192 ml air dengan tinggi tanaman maksimum 39,40 cm.

Diameter Batang (mm)

(42)

Rataan diameter batang dengan berbagai taraf perlakuan vermikompos dan pemberian air serta interaksi kedua perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan diameter batang (mm) pada perlakuan vermikompos dan pemberian air serta interaksi kedua perlakuan umur 4-14 MST.

Vermikompos Pemberian Air Rataan Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada kolom dan

(43)

Dari Tabel 2 dapat diketahui pada 14 MST rataan diameter batang tertinggi dengan taraf perlakuan vermikompos yaitu M2 (7,05 mm) berbeda nyata terhadap M0 dan berbeda tidak nyata terhadap M1 dan M3. Rataan diameter batang tertimggi pada perlakuan pemberian air T1 (6,93 mm) berbeda nyata terhadap T3 dan berbeda tidak nyata terhadap T0 dan T2.

Hubungan perlakuan vermikompos dengan diameter batang pada 14 MST dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan vermikompos dengan diameter batang pada 14 MST

(44)

Hubungan perlakuan pemberian air dengan diameter batang pada 14 MST dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan pemberian air dengan diameter batang kakao pada 14 MST Gambar 4 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan pemberian air terhadap diameter batang kakao menunjukkan hubungan kuadratik positif, dimana diameter batang semakin meningkat dengan meningkatnya dosis pemberian air dalam media hingga dosis optimum 196,4 ml air dengan diameter batang maksimum 7,04 mm.

Total Luas Daun (cm2)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam total luas daun dapat dilihat pada Lampiran 28 - 29. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa, perlakuan vermikompos dan pemberian air berpengaruh nyata terhadap total luas daun. Interaksi perlakuan vermikompos dengan perlakuan pemberian air berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun.

(45)

Tabel 3. Rataan total luas daun (cm2) pada perlakuan vermikompos dan pemberian air serta interaksi kedua perlakuan

Vermikompos Pemberian Air Rataan

T0 T1 T2 T3

M0 762,09 759,05 658,09 301,20 620,11c

M1 1469,75 1520,38 1452,07 704,92 1286,78b

M2 2031,69 1803,69 2247,85 1000,98 1771,05a

M3 1236,26 1293,75 1422,42 1057,54 1252,49b

Rataan 1374,95a 1344,22a 1445,11a 766,16b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada kolom dan baris yang sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak berganda duncan (DMRT)

Dari Tabel 3 dapat diketahui pada total luas daun tertinggi dengan taraf perlakuan vermikompos yaitu M2 (1771,05 cm2) berbeda nyata terhadap M0 dan berbeda tidak nyata terhadap M1 dan M3. Rataan total luas daun tertinggi pada perlakuan pemberian air T2 (1445,11 cm2) berbeda nyata terhadap T3 dan berbeda tidak nyata terhadap T0 dan T1.

Hubungan perlakuan vermikompos dengan total luas daun dapat dilihat pada Gambar 5.

(46)

Gambar 5 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan vermikompos terhadap total luas daun menunjukkan hubungan kuadratik positif, dimana total luas daun semakin meningkat dengan meningkatnya dosis vermikompos dalam media hingga dosis optimum 1,9 kg/polibag dengan total luas daun maksimum 3339,45 mm2.

Hubungan perlakuan pemberian air dengan total luas daun dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan pemberian air dengan total luas daun

Gambar 6 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan pemberian air terhadap total luas daun menunjukkan hubungan kuadratik positif, dimana total luas daun semakin meningkat dengan meningkatnya dosis pemberian air dalam media

hingga dosis optimum 196,7 ml air dengan total luas daun maksimum 1481,12 cm2.

Bobot Basah Tajuk (g)

(47)

perlakuan vermikompos dan pemberian air berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk. Interaksi perlakuan vermikompos dengan perlakuan pemberian air berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah tajuk.

Rataan bobot basah tajuk dengan berbagai taraf perlakuan vermikompos dan pemberian air serta interaksi kedua perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan bobot basah tajuk (g) pada perlakuan vermikompos dan pemberian

air serta interaksi kedua perlakuan

Vermikompos Pemberian Air Rataan

T0 T1 T2 T3

M0 11,86 11,28 10,94 3,91 9,50c

M1 21,46 22,92 24,54 6,61 18,88b

M2 26,27 32,11 31,31 14,94 26,16a

M3 19,09 22,98 25,87 13,79 20,43b

Rataan 19,67a 22,32a 23,17a 9,81b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada kolom dan baris yang sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak berganda duncan (DMRT)

(48)

Hubungan perlakuan vermikompos dengan bobot basah tajuk dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan vermikompos dengan bobot basah tajuk

(49)

Hubungan perlakuan pemberian air dengan bobot basah tajuk dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hubungan pemberian air dengan bobot basah tajuk

Gambar 8 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan pemberian air terhadap bobot basah tajuk menunjukkan hubungan kuadratik positif, dimana bobot basah tajuk semakin meningkat dengan meningkatnya dosis pemberian air dalam media hingga dosis optimum 214 ml air dengan bobot basah tajuk maksimum 24,26 g.

Bobot Kering Tajuk (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot kering tajuk dapat dilihat pada Lampiran 32 - 33. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa, perlakuan vermikompos berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk. Pemberian air dan interaksi perlakuan vermikompos dengan perlakuan pemberian air berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tajuk.

(50)

Tabel 5. Rataan bobot kering tajuk (g) pada perlakuan vermikompos dan pemberian air serta interaksi kedua perlakuan

Vermikompos Pemberian Air Rataan

T0 T1 T2 T3

M0 4,58 4,14 4,14 6,08 4,74b

M1 8,71 9,89 10,07 3,67 8,08a

M2 10,41 13,34 14,32 6,84 11,23a

M3 7,70 9,38 11,26 7,46 8,95a

Rataan 7,85 9,19 9,95 6,01

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada kolom dan baris yang sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak berganda duncan (DMRT)

Dari Tabel 5 dapat diketahui pada bobot kering tajuk tertinggi dengan taraf perlakuan vermikompos yaitu M2 (11,23 g) berbeda nyata terhadap M0 dan berbeda tidak nyata terhadap M1 dan M3. Rataan bobot kering tajuk tertinggi pada perlakuan pemberian air T2 (9,95 g) dan terendah terdapat pada perlakuan T3 (6,01 g).

Hubungan perlakuan vermikompos dengan bobot kering tajuk dapat dilihat pada Gambar 9.

(51)

Gambar 9 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan vermikompos terhadap bobot kering tajuk menunjukkan hubungan kuadratik positif, dimana bobot kering tajuk semakin meningkat dengan meningkatnya dosis vermikompos dalam media hingga dosis optimum 2,06 kg/polibag dengan bobot kering tajuk maksimum 10,45 g.

Bobot Basah Akar (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot basah akar dapat dilihat pada Lampiran 34 - 35. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa, perlakuan vermikompos dan pemberian air berpengaruh nyata terhadap bobot basah akar. Interaksi perlakuan vermikompos dengan perlakuan pemberian air berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah akar.

Rataan bobot basah akar dengan berbagai taraf perlakuan vermikompos dan pemberian air serta interaksi kedua perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan bobot basah akar (g) pada perlakuan vermikompos dan pemberian air serta interaksi kedua perlakuan

Vermikompos Pemberian Air Rataan

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada kolom dan baris yang sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak berganda duncan (DMRT)

(52)

perlakuan pemberian air T0 (3,51 g) berbeda nyata terhadap T3 dan berbeda tidak nyata terhadap T1 dan T2.

Hubungan perlakuan vermikompos dengan bobot basah akar dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Hubungan vermikompos dengan bobot basah akar

(53)

Hubungan perlakuan pemberian air dengan bobot basah akar dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan pemberian air dengan bobot basah akar

Gambar 11 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan pemberian air terhadap bobot basah akar menunjukkan hubungan kuadratik positif, dimana bobot basah akar semakin meningkat dengan meningkatnya dosis pemberian air dalam media hingga dosis optimum 189,5 ml air dengan bobot basah akar maksimum 3,75 g.

Bobot Kering Akar (g)

(54)

Rataan bobot kering akar dengan berbagai taraf perlakuan vermikompos dan pemberian air serta interaksi kedua perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan bobot kering akar (g) pada perlakuan vermikompos dan pemberian

air serta interaksi kedua perlakuan

Vermikompos Pemberian Air Rataan

T0 T1 T2 T3

M0 1,04 1,10 0,94 0,86 0,99b

M1 1,79 1,56 1,58 0,90 1,46a

M2 1,68 1,48 2,09 1,38 1,66a

M3 1,10 1,60 1,37 1,22 1,32a

Rataan 1,40 1,43 1,49 1,09

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada kolom dan baris yang sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak berganda duncan (DMRT)

Dari Tabel 7 dapat diketahui pada bobot kering akar tertinggi dengan taraf perlakuan vermikompos yaitu M2 (1,66 g) berbeda nyata terhadap M0 dan berbeda tidak nyata terhadap M1 dan M3. Rataan bobot kering akar tertinggi pada perlakuan pemberian air terdapat pada T2 (1,49 g) dan rataan terendah terdapat pada perlakuan T3.

(55)

Gambar 12 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan vermikompos terhadap bobot kering akar menunjukkan hubungan kuadratik positif, dimana bobot kering akar semakin meningkat dengan meningkatnya dosis vermikompos dalam media hingga dosis optimum 1,80 kg/polibag dengan bobot kering akar maksimum 1,62 g.

Panjang Akar (cm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam panjang akar dapat dilihat pada Lampiran 38 - 39. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa, perlakuan vermikompos, pemberian air serta interaksi perlakuan vermikompos dengan perlakuan pemberian air berpengaruh tidak nyata terhadap panjang akar.

Rataan panjang akar dengan berbagai taraf perlakuan vermikompos dan pemberian air serta interaksi kedua perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan panjang akar (cm) pada perlakuan vermikompos dan pemberian air serta interaksi kedua perlakuan

Vermikompos Pemberian Air Rataan

(56)

Efisiensi Penggunaan Air (%)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam efisiensi penggunaan air dapat dilihat pada Lampiran 40 - 41. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa, perlakuan vermikompos dan pemberian air berpengaruh nyata terhadap efisiensi penggunaan air sedangkan interaksi perlakuan vermikompos dengan perlakuan pemberian air berpengaruh tidak nyata terhadap efisiensi penggunaan air.

Rataan efisiensi penggunaan air dengan berbagai taraf perlakuan vermikompos dan pemberian air serta interaksi kedua perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan efisiensi penggunaan air pada perlakuan vermikompos dan pemberian air serta interaksi kedua perlakuan

Vermikompos Pemberian Air Rataan

T0 T1 T2 T3

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada kolom dan baris yang sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak berganda duncan (DMRT)

(57)

Hubungan perlakuan vermikompos dengan efisiensi penggunaan air dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Hubungan vermikompos dengan efisiensi penggunaan air Gambar 13 dapat dilihat bahwa adanya hubungan linier positif antara perlakuan vermikompos dengan efisiensi penggunaan air, dimana semakin banyak vermikompos yang diberikan, semakin tinggi efisiensi penggunaan air.

(58)

Gambar 14 dapat dilihat bahwa adanya hubungan linier positif antara perlakuan pemberian air dengan efisiensi penggunaan air, dimana semakin sedikit air yang diberikan, semakin tinggi efisiensi penggunaan air.

Pembahasan

Pemberian Vermikompos terhadap Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kakao (Theobroma cacao L.)

Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa pemberian vermikompos berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman umur 10 – 14 MST dengan rataan tertinggi terdapat pada pemberian 20% vermikompos dari media tanam sebesar 38,26 cm dan diameter batang umur 6 – 14 MST dengan rataan tertinggi terdapat pada pemberian 20% vermikompos dari media tanam sebesar 7,05 mm. Hal ini diduga karena unsur hara yang terkandung di vermikompos bersifat slow release atau lambat tersedia sehingga unsur hara yang dibutuhkan tanaman mulai tersedia dan terurai baik pada umur 10 MST pada parameter tinggi tanaman dan 6 MST pada parameter diameter batang. Hasil analisis vermikompos yang digunakan menunjukkan jumlah N sebesar 2,03 % dimana fungsi N penting dalam pertumbuhan vegetatif tanaman untuk meningkatkan tinggi tanaman dan diameter batang. Hal ini sesuai dengan Musnawar (2006) yang menyatakan bahwa vermikompos mengandung nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Jumlah vermikompos pada media tanam akan mempercepat pertumbuhan, meningkatkan tinggi dan berat tumbuhan.

(59)

1771,05 cm2. Hal ini diduga karena vermikompos pada media tanam mengandung unsur hara N (2,03%) yang mampu mencukupi ketersediaan N untuk membantu perkembangan organ vegetatif bibit kakao. Hal ini sesuai dengan Sutedjo (2002) dimana fungsi nitrogen yang selengkapnya bagi tanaman adalah untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna yang lebih hijau, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman dan meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan.

(60)

meningkatkan kemampuan untuk menyerap kation sebagai sumber hara makro dan mikro, meningkatkan pH pada tanah asam dan sebagainya.

Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa pemberian vermikompos berpengaruh nyata pada parameter bobot basah akar dengan rataan tertinggi terdapat pada pemberian vermikompos 20% dari media tanam sebesar 3,92 g dan juga pada parameter bobot kering akar dengan rataan tertinggi pada pemberian vermikompos 20% dari media tanam sebesar 1,66g. Hal ini diduga karena kandungan P pada vermikompos sebesar 0,97 % berfungsi dalam pembentukan akar serta mengandung zat tumbuh seperti auksin yang sangat berperan penting dalam merangsang pertumbuhan akar. Hal ini sesuai dengan Aribawa dan Kariada (2002) yang menyatakan adapun kandungan unsur hara pupuk vermikompos adalah N (1,99%), P (3,92%), K (0,69%), S (0,92%), Cu (0,045%) dan Fe (0,081%) serta mengandung zat tumbuh (auksin) yang mampu merangsang pertumbuhan akar dengan baik.

(61)

(2003) yang menyatakan bahwa vermikompos mempunyai kemampuan menahan air yang besar.

Pemberian Air pada Berbagai Kapasitas Lapang terhadap Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kakao (Theobroma cacao L.)

Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa pemberian air pada berbagai kapasitas lapang berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman dengan rataan tertinggi terdapat pada pemberian air sebanyak 75 % kapasitas lapang sebesar 38,39 cm dan pada parameter diameter batang terdapat pada pemberian air sebanyak 75% kapasitas lapang sebesar 6,93 nm. Hal ini diduga karena dengan pemberian air sebanyak 75 % kapasitas lapang mampu mencukupi kebutuhan air bagi tanaman sehingga air tersebut diserap oleh akar bersama unsur hara lainnya untuk meningkatkan tinggi tanaman dan diameter batang karena air berfungsi sebagai pelarut zat-zat yang terkandung dalam tanah yang terkandung di dalamnya sehingga merangsang terjadinya proses pembesaran sel. Hal ini sesuai dengan Sumani (2010) yang menyatakan bahwa air adalah esensil untuk menjaga turgiditas diantaranya dalam pembesaran sel, pembukaan stomata, dan menyangga bentuk (morfologi) daun, daun muda, atau struktur lainnya yang berlignin.

(62)

besar juga transpirasi yang terjadi pada tanaman tersebut. Hal ini sesuai dengan Haryati ( 2003) kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut. Di lapangan, walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman kekeringan (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorbsi tidak cukup mengimbangi kehilangan air melalui transpirasi.

Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa pemberian air pada berbagai kapasitas lapang berpengaruh nyata pada parameter bobot basah tajuk dengan pemberian air sebanyak 50% kapasitas lapang sebesar 24,16 g dan berpengaruh nyata pada parameter bobot basah akar dengan pemberian air 100% kapasitas lapang sebesar 3,75 g. Hal ini diduga pemberian air pada bibit kakao mampu meningkatkan bobot segar tanaman karena air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel. Dengan tersedianya air pada protoplasma akan membantu pertumbuhan dan perkembangan sel serta membentuk jaringan yang aktif membela. Hal ini sesuai dengan Sumani (2010) yang menyatakan air merupakan bagian esensial bagi protoplasma dan membentuk 80-90% bobot segar jaringan tumbuh aktif.

(63)

sehingga dapat menyebabkan terjadinya kelebihan air yang akan terbuang. Hal ini sesuai dengan literatur Islami dan Utomo (1995) yang menyatakan bahwa kapasitas penyimpanan air (KPA) adalah jumlah air maksimum yang dapat disimpan oleh suatu tanah. Keadaan ini dapat dicapai jika kita memberi air pada tanah sampai terjadi kelebihan air, setelah itu kelebihan airnya dibuang. Jika pada keadaan ini semua rongga pori terisi air. Karena itu kandungan air volume maksimum menggambarkan porositas total tanah. Setelah pori terisi air (tercapai kapasitas penyimpanan air maksimum), pemberian air kita hentikan. Pada keadaan ini tanah dalam keadaan kapasitas lapang.

Pengaruh Interaksi Vermikompos dan Pemberian Air pada Berbagai Kapasitas Lapang Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kakao

Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa interaksi perlakuan media tanam (campuran subsoil ultisol dan vermikompos) dan pemberian air pada berbagai kapasitas lapang berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter yang diamati. Hal ini diduga media tanam yang dicampur dengan vermikompos tidak menunjukkan fungsinya dalam menahan air karena pemberian air dilakukan setiap hari sehingga interaksi antara pemberian vermikompos dengan air berpengaruh tidak nyata. Hal ini dikarenakan perlakuan vermikompos yang mempunyai kemampuan menahan air sebesar 40-60% tidak menunjukkan fungsi

yang nyata apabila diberikan air setiap hari. Hal ini sesuai dengan Fransisca (2009) yang menyatakan bahwa vermikompos mempunyai kemampuan

(64)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Media tanam dengan campuran vermikompos berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada 10-14 MST, diameter batang 6-14 MST, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar dan efisiensi penggunaan air.

2. Pemberian air berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman 4-14 MST, diameter batang 4-14 MST, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar dan efisiensi penggunaan air.

3. Interaksi antara media tanam dengan campuran vermikompos dan pemberian air berpengaruh tidak nyata untuk semua parameter yang diamati.

Saran

(65)

DAFTAR PUSTAKA

Aribawa, I. B. dan Kariada, I. K. 2002. Strategi Pengembangan Pertanian Lahan Kering yang Ramah Lingkungan melalui Integrasi Ternak Sapi dan Tanaman. BTP Bali. Bali.

Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010. Volume dan Nilai Ekspor, Impor Indonesia.http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/exporti mport/1- Kakao. Diakses pada tanggal 10 Januari 2012.

Fransisca, S. 2009. Respon Pertumbuhan dan Produksi Sawi (Brassica juncea L.) Terhadap Penggunaan Pupuk Kascing dan Pupuk Organik Cair. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Haryati. 2003. Pengaruh Cekaman Kekeringan Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman, Program Studi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian USU, Medan.

Hikmah, A. L., Kurniasari, N., Rustami, B., Hartati, C., Pradeksa, Y., Arta, S. B., 2010. Laporan resmi Praktikum Dasar agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah mada, Yogyakarta.

Islami, T. dan Wani, H. U., 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman, IKIP Semarang Press, Semarang.

Kartini, N. L., 2007. Cacing Tanah indikator Kesuburan Tanah.

http://salam.leisa.info/index.php?url=getblob.php&_id=211154&a-id=211&a_seq=0- (23 Mei 20110.

Khrisnawati, D., 2003. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Kascing Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Kentang (Solanum tuberosum). www.fmipa.its.ac.id/isi%20mipa/jurnal/jurnal/KAPA%20(2003)%20vol20 4,%20No.1,%209-12.doc (23 Mei 2011).

Kurnia, U., 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman Semusim Lahan Kering, Jurnal Litbang Pertanian.

Lakitan, B., 19960. Fisiologi pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman, Rajawali Press, Jakarta.

Mangoensoekarjo, S., 2007. Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya Perkebunan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(66)

Masnur. 2001. Vermikompos (Kompos Cacing Tanah), Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IPPTP), Mataram. http://kascing.com/article/masnur/vermikompos-kompos-cacing-tanah. (23 Mei 2011).

Mildaerizanti dan Meilin, A., 2006. Penggunaan Mulsa Organik Pada Pembibitan Kakao Dalam Polybag, Balai Pengkajian teknologi Pertanian Jambi

(BPTP) Jambi, Jambi. http://katalog.pustakadeptan.go.id/jambi/getfile2.php?src=2008/.pdf&form

at=application/pdf. (12 Juni 2012).

Mulat, T., 2003. Membuat dan Memanfaatkan Kascing Pupuk Organik Berkualitas, Agromedia Pustaka, Jakarta.

Nahampun, R. D. C. 2009. Pengaruh Pemberian Pupuk Kascing dan Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kakao (Theobroma cacao

L.) di Pre-Nursery. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Nick. 2008. Pupuk Kascing Mencegah Pencemaran.

http://keset.wordpress.com/2008/08/22/pupuk-kascing-mencegah-pencemaran (23 mei 2011).

Nuryati, S., 2004. Memanfaatkan Cacing Tanah Untuk Hasilkan Pupuk Organik. http://www.beritabumi-or.id/berita3.php?idberita=29 (12 Juni 2011). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan Lengkap Budidaya

Kakao. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010. Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka. Jakarta

Respati, E., Sabarella., A.A Susanti., Noviati., P.Nantoro., Ekanantari., dan Megawati. 2010. Outlook Komoditas Pertanian Perkebunan. Pusat Data Dan Informasi Pertanian Kementrian Pertanian. Diakses dari http://www.deptan.go.id. Pada tanggal 10 Februari 2012.

Rubiyantoro, Y. 2009. 70.000 Lahan Kakao di Sulawesi Bakal Direvitalisasi. Kontan Online. Senin, 24 November Siregar, T. H. S., Slamet R., dan Laeli N., 2010. Budidaya Cokelat. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Sumarni, A. D. P., 2010. Hubungan air dan Tanaman, program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.

(67)

Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik, kanisius, Yogyakarta. Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.

Suwarto dan Y. Octavianty, 2010. Budidaya Tanaman Perkebunan Unggulan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Taniwiryono, D., 2010. Perkembangan Teknologi Pupuk Organik dan Pupuk Hayati Untuk Antisipasi Tehadap Perubahan Iklim Perkebunan, Balai

Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia.

http://www.sridd.com/doc/38130174/C-N/ratio-seberapa-pentingkah-kompos/dan-mulsa. (23 Mei 2011).

Triwanto, J., 2000. Pengaruh Konsentrasi Larutan Zat Pengatur Tumbuh Plant Stimuland Dan Interval Pemberian Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobrema cacao L.). http://diglib.sith.itb.ac.id/go.php?id=jiptumm-gdl-res-2000-joko-forestry (12 Juni 2012).

Wahyudi T., T. R. Panggabean, dan Pujiyanto, 2009. Kakao. Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.

(68)

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kakao TSH 858

No Uraian Keterangan

1 Nama TSH 858

2 Hasil Persilangan F1 x Upper Amazone Hybrida

3 Berat Buah 634 g

11 Rata-rata Biji Basah perbutir 2,71 g 12 Rata-rata Biji Kering perbutir 1,11 g

13 Kadar Lemak 42,1 g

(69)

Lampiran 2. Bagan Penelitian

Blok I Blok II Blok III M3T1 M1T2 M2T0 30 cm 50

M1T3 M0T0 M3T2 M1T0 M2T1 M1T0

M1T1 M3T1 MOT3

M2T1 MOT2 M3T3 M0T0 M2T2 M2T1 M3T0 M1T3 M1T2 M3T2 MOT1 M1T3

MOT3 M2T3 MOT2

M2T0 M1T1 M3T0 M2T2 M2T0 M0T0

MOT1 M3T3 M3T1

M2T3 MOT3 M2T2

MOT2 M1T0 M1T1

M3T3 M3T2 M2T3

M1T2 M3T0 MOT1

U

S

Keterangan

(70)

Lampiran 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Penyiraman Setiap Hari

Penyiangan Disesuaikan Dengan Kondisi lapanagan Pengendalian

(71)

Lampiran 4. Tinggi Bibit (cm) 4 MST

Lampiran 5. Sidik Ragam Tinggi Bibit 4 MST

(72)

Lampiran 6. Tinggi Bibit (cm) 6 MST

Lampiran 7. Sidik Ragam Bibit Tanaman 6 MST

(73)

Lampiran 8. Tinggi Bibit (cm) 8 MST

Lampiran 9. Sidik Ragam Bibit Tanaman 8 MST

(74)

Lampiran 10. Tinggi Bibit (cm) 10 MST

Lampiran 11. Sidik Ragam Bibit Tanaman 10 MST

(75)

Lampiran 12. Tinggi Bibit (cm) 12 MST

Lampiran 13. Sidik Ragam Bibit Tanaman 12 MST

(76)

Lampiran 14. Tinggi Bibit (cm) 14 MST

Lampiran 15. Sidik Ragam Bibit Tanaman 14 MST

(77)

Lampiran 16. Diameter Batang (mm) 4 MST

Lampiran 17. Sidik Ragam Diameter Batang 4 MST

(78)

Lampiran 18. Diameter Batang (mm) 6 MST

Lampiran 19. Sidik Ragam Diameter Batang 6 MST

(79)

Lampiran 20. Diameter Batang (mm) 8 MST

Lampiran 21. Sidik Ragam Diameter Batang 8 MST

(80)

Lampiran 22. Diameter Batang (mm) 10 MST

Lampiran 23. Sidik Ragam Diameter Batang 10 MST

(81)

Lampiran 24. Diameter Batang (mm) 12 MST

Lampiran 25. Sidik Ragam Diameter Batang 12 MST

(82)

Lampiran 26. Diameter Batang (mm) 14 MST

Lampiran 27. Sidik Ragam Diameter Batang 14 MST

(83)

Lampiran 28. Total Luas Daun (cm2)

Lampiran 29. Sidik Ragam Total Luas Daun

(84)

Lampiran 30. Bobot Basah Tajuk (g)

Lampiran 31. Sidik Ragam Bobot Basah Tajuk

(85)

Lampiran 32. Bobot Kering Tajuk (g)

Lampiran 33. Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk

(86)

Lampiran 34. Bobot Basah Akar (g)

Lampiran 35. Sidik Ragam Bobot Basah Akar

(87)

Lampiran 36. Bobot Kering Akar (g)

Lampiran 37. Sidik Ragam Bobot Kering Akar

(88)

Lampiran 38. Panjang Akar (cm)

Lampiran 39. Sidik Ragam Panjang Akar

(89)

Lampiran 40. Efisiensi Penggunaan Air (%)

Lampiran 41. Sidik Ragam Efisiensi Penggunaan Air

(90)

Lampiran 43. Foto Tanaman Kakao Perlakuan Pemberian Pupuk Kascing Pada 14 MST

c d

a b

c d

Keterangan:

a. Foto bibit kakao dengan perlakuan tanpa pupuk organik kascing

(91)

Lampiran 43. Foto Tanaman Kakao Perlakuan Pemberian Air Pada 14 MST

a b

c d

Keterangan:

(92)

Lampiran 44. Foto Akar Kakao Pada Perlakuan Pemeberian Pupuk Kascing

a b

c d

Keterangan:

(93)

Lampiran 45. Foto Akar Bibit Kakao pada Perlakuan Pemberian Air

a b

c d

Keterangan:

Gambar

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) pada perlakuan vermikompos dan       pemberian air serta interaksi kedua perlakuan umur 4-14 MST
Gambar 1. Hubungan vermikompos dengan tinggi tanaman kakao pada 14 MST
Gambar 2. Hubungan pemberian air dengan tinggi tanaman kakao pada 14 MST
Tabel 2. Rataan diameter batang (mm) pada perlakuan vermikompos dan       pemberian air serta interaksi kedua perlakuan umur 4-14 MST
+7

Referensi

Dokumen terkait

elalui Aplikasi SPSE Kementerian Keuangan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi Perencanaan Renovasi Parkir Balai Diklat Keuangan Balikpapan Tahun Anggaran. enang

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada guru PAI untuk memilih strategi yang baik dalam meningkatkan disiplin shalat fardhu siswa SMPN

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah: (1) mendiskripsikan potensi Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unila dalam

Model ini menggunakan siklus 1 dan siklus 2.Kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah penggunaaan model CTL dapat meningkatkan kemampuan berhitung

Nilai filosofis yang terkandung di dalamnya adalah bahwa hakikat negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.Hakikat rakyat

pollution  caused  by  industrial  waste,  always  suffered  the  environment  and  peoples  who  also  burden  the  pollution  pays.  Whereas  ethically  in  fact 

Skripsi ANALISIS PENCATATAN SELISIH KURS DALAM ..... ADLN - Perpustakaan

This study unites previous and new observations that chromosome loss in somatic cells of juveniles of the Pacific oyster Crassostrea gigas is associated with reduced growth rate.