• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI ASAM-BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN PENCAPAIAN KOMPETENSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI ASAM-BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN PENCAPAIAN KOMPETENSI"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI ASAM-BASA DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN PENCAPAIAN KOMPETENSI

Oleh

Ria Afriyanti

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran

inkuiri terbimbing pada materi asam-basa dalam meningkatkan keterampilan

mengelompokkan dan pencapaian kompetensi. Penelitian ini menggunakan

metode Pre-experimental dengan one-group pretest-posttest design. Subjek

penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar

Lampung semester genap tahun Pelajaran 2012-2013. Efektivitas model

pem-belajaran inkuiri terbimbing ditunjukkan oleh peningkatan nilai pretest dan

posttest yang dilihat dari rata-rata nilai n-Gain dan ketuntasan hasil belajar. Hasil

penelitian menunjukkan rata-rata nilai n-Gain keterampilan mengelompokkan dan

pencapaian kompetensi adalah 0,61 dan 0,54, sedangkan persentase ketuntasan

(3)

disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbingpada materi asam-basa

efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan pencapaian

kompetensi dengan kriteria sedang.

(4)
(5)
(6)

iv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kontruktivisme ... 9

B. Model Pembalajaran Inkuiri Terbimbing ... 14

C. Keterampilanm Proses Sains ... 18

D. Kompetensi ... 22

E. Kerangka Pemikiran ... 23

F. Anggapan Dasar ... 25

G. Hipotesis ... 26

III. METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian ... 27

(7)

v

(8)
(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) disebut juga sains merupakan ilmu yang berkaitan

dengan cara mencari tahu dan memahami tentang alam. Sains pada hakekatnya

terdiri atas proses, produk dan sikap. Sains sebagai proses merupakan suatu

proses untuk mendapatkan pengetahuan, dengan cara melakukan kerja atau

se-suatu yang harus diteliti. Proses tersebut berupa se-suatu keterampilan yang

ber-sumber pada kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada

dalam diri siswa. Sains sebagai produk yang berarti bahwa di dalam sains

ter-dapat fakta-fakta, hukum-hukum, konsep, teori-teori dan prinsip-prinsip yang

telah di terima kebenaranya. Sains sebagai sikap mencakup rasa ingin tahu,

berusaha untuk membuktikan, menerima perbedaan, bersifat kooperatif dan

menerima kegagalan sebagai suatu hal yang positif sehingga dapat

mengem-bangkan sikap tekun, teliti, terbuka dan jujur dalam pembelajaran IPA.

Pembelajaran IPA disekolah mencakup semua materi yang terkait obyek alam

serta persoalanya. Ilmu kimia merupakan salah satu bidang ilmu sains yang

(10)

menyertai perubahan materi. Dengan demikian pembelajaran yang dilakukan

dalam kimia harus mencerminkan karakteristik dari pembelajaran sains yang

meliputi proses, produk dan sikap. Oleh karena itu, pembelajaran kimia tidak

boleh mengesampingkan proses ditemukanya konsep. Sehingga kimia sebagai

pembelajaran sains dapat dilakukan dengan memberikan pengalaman secara

langsung kepada siswa. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengkaitkan

kondisi atau masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada topik

asam basa, banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dihubungkan

dengan materi ini, misalnya pemanfaatan senyawa asam yang sering digunakan

dalam makanan seperti cuka (asam asetat), pemanfaatan senyawa basa dalam

produk sabun, deterjen dan lain sebagainya. Sehingga dalam proses

pembelajar-an kimia siswa tidak hpembelajar-anya sebatas memperoleh informasi, dpembelajar-an siswa mampu

memahami konsep-konsep serta proses pembelajarannya menjadi tidak monoton.

Namun faktanya, pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menghadirkan

konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori secara verbal tanpa memberikan

pengalaman bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan teori tersebut

sehingga tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa. (Depdiknas, 2003).

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi kimia di kelas XI IPA

SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012-2013. Peneliti

melihat bahwa pada saat pembelajaran berlangsung, khususnya pada materi

(11)

keterlibatan siswa untuk menentukkan dasar penggolongan terhadap suatu objek

atau fakta dan pemberian pengalaman secara langsung. Guru lebih aktif dalam

kegiatan pembelajaran sebagai pemberi pengetahuan bagi siswa, akibatnya siswa

hanya sebatas memperoleh informasi atau konsep saja tanpa dilatih untuk

menemukan pengetahuan dan konsep tersebut, sehingga pembelajaran menjadi

monoton, akibatnya persentase ketuntasan belajar yang didapat hanya mencapai

70%, dengan demikian belum mencapai belajar tuntas. Kriteria keefektifan

ketuntasan belajar, dapat dikatakan tuntas apabila sekurang-kurangnya 75% dari

jumlah siswa memperoleh ≥ 60 (Wicaksono, 2008).

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu model

pem-belajaran yang dapat menarik minat siswa untuk turut berperan aktif dalam proses

penemuan konsep yaitu model pembelajaran inkuiri terbimbing.

Langkah-langkah pembelajaran inkuiri terbimbing menurut Gulo (Trianto, 2010) dapat

dimulai dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan atau masalah untuk

diselesai-kan oleh siswa. Setelah masalah diungkapdiselesai-kan, siswa mengembangdiselesai-kan

pendapat-nya dalam bentuk hipotesis yang akan diuji kebenaranpendapat-nya. Langkah selanjutpendapat-nya

siswa mengumpulkan data-data dengan melakukan percobaan dan telaah literatur.

Siswa kemudian menganalisis data dan menarik kesimpulan dari pembelajaran

yang telah dilakukan.

Pembelajaran inkuiri terbimbing dapat membentuk dan mengembangkan ”

Self-Concept” pada diri siswa sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan

(12)

situasi proses belajar yang baru, mendorong siswa untuk berpikir, bekerja atas

ini-siatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka, situasi proses belajar

menjadi lebih aktif, dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu,

memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri (Roestiyah, 1998).

Dalam usaha yang dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran agar siswa

lebih banyak terlibat dalam proses penemuan konsep, maka dalam proses

pem-belajarannya siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan berbagai

kemampu-an siswa, dikemampu-antarkemampu-anya kemampukemampu-an mengamati dkemampu-an menafsirkkemampu-an pengamatkemampu-an

terhadap fenomena alam, mencari, mengumpulkan, mengidentifikasi dan memilih

informasi yang tepat, meramalkan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep,

merencanakan penelitian, berkomunikasi, dan mengajukan pertanyaan.

Kemam-puan-kemampuan ini tidak lain merupakan indikator-indikator keterampilan

proses sains.

Keterampilan proses sains yang diamati dalam penelitian ini adalah keterampilan

mengelompokkan. Keterempilan ini menuntut siswa agar mampu mencatat setiap

hasil pengamatan, mencari perbedaan serta persamaan (membandingkan) data

hasil pengamatan, mengontraskan ciri-ciri dari data-data yang didapat, serta

mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan. Kemampuan-kemampuan ini

tidak lain merupakan indikator keterampilan mengelompokkan.

Beberapa kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa kelas XI semester genap

adalah mendeskripsikan teori-teori asam-basa dengan menentukan sifat larutan

(13)

belajar harus relevan yaitu apabila dalam pembelajaran siswa diajak untuk melihat

keeratan hubungan antara konsep yang dipelajari dengan fakta-fakta dalam

ke-hidupan sehari-hari maka diperlukan keterampilan proses sains, salah satunya

adalah untuk meningkatkan keterampilan mengelompokkan. Sehingga

pencapai-an kompetensi ypencapai-ang telah ditetapkpencapai-an dapat meningkat dengpencapai-an menggunakpencapai-an

model pembelajaran yang sesuai dengan karakterisik siswa dan materi yang akan

diajarkan.

Beberapa hasil penelitian yang mengkaji penerapan pembelajaran inkuiri

terbim-bing adalah Wulanda (2010) yang melakukan penelitian pada kelas XI IPA1 dan

XI IPA2 SMA Negeri 1 pringsewu, telah melaporkan bahwa penerapan

pem-belajaran inkuiri terbimbing pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan

dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selanjutnya Kurniasari (2011) yang

melakukkan penelitian kuasi eksperimen pada kelas XI IPA semester ganjil SMA

Negeri 1 Kauman Tulungagung pada materi pokok laju reaksi, melaporkan

bahwa: (1) keterlaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi pokok

laju reaksi telah berlangsung cukup baik, (2) Model inkuiri terbimbing lebih

efektif dibandingkan pembelajaran konvensional dalam meningkatkan hasil

belajar siswa, (3) Sikap ilmiah siswa yang dibelajarkan dengan inkuiri terbimbing

lebih tinggi dibandingkan siswa yang dibelajarkan dengan konvensional pada

materi laju reaksi dengan persentase siswa kelas eksperimen yang memiliki sikap

ilmiah sangat baik mencapai 32,6 % sedangkan kelas kontrol hanya mencapai

13,3%. Pembelajaran inkuiri terbimbing diyakini menjadi salah satu model

pembelajaran yang dapat memperbaiki proses pembelajaran dalam meningkatkan

(14)

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dilakukan penelitian

y g berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi

Asam-Basa Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan Dan

Pencapaian Kompetensi” .

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi

asam-basa dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan pada siswa kelas XI

IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar lampung ?

2. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi

asam-basa dalam meningkatkan pencapaian kompetensi pada siswa kelas XI IPA1

SMA Muhammadiyah 2 Bandar lampung ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan :

1. Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa

dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan pada siswa kelas XI

IPA1 SMA Muhammadiyah 2 bandar lampung.

2. Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa

dalam meningkatkan pencapaian kompetensi pada siswa kelas XI1 IPA SMA

(15)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Siswa

Pembelajaran inkuiri terbimbing mempermudah siswa untuk memahami dan

menghasilkan pengetahuan yang bermakna khususnya pada materi asam-basa.

2. Bagi Guru

Melalui penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing, sebagai salah satu bahan

pertimbangan dalam pemilihan dan penerapan model pembelajaran yang sesuai

dengan materi pembelajaran kimia, terutama pada materi asam-basa.

3. Bagi Sekolah

Menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu

pembelajaran kimia di sekolah.

4. Bagi Peneliti lain

Sebagai bahan referensi dan bahan informasi tentang penggunaan pembelajaran

inkuiri terbimbing untuk kepentingan penelitian selanjutnya.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran inkuiri terbimbing yang diterapkan adalah pembelajaran inkuiri

terbimbing menurut Gulo (Trianto, 2010).

2. Indikator keterampilan mengelompokkan dalam penelitian ini adalah:

menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, mem-

(16)

3. Pencapaian kompetensi dalam penelitian ini adalah persentase ketuntasan hasil

belajar mencapai 75% dari jumlah siswa yang memperolehi nilai ≥ 60

(Wicaksono, 2008).

4. Efektivitas pembelajaran ditunjukkan dengan rata-rata n-Gain yang diteliti

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang

menekan-kan bahwa pengetahuan kita merupamenekan-kan hasil konstruksi (bentumenekan-kan) kita sendiri.

Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah,

menemu-kan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan

infor-masi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner.

Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekar Winahyu (2001)

konstruktivisme menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah

hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer

penge-tahuan dari seseorang kepada yang lain. Agar siswa mampu mengkonstruksi

pengetahuan, maka diperlukan:

1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali

pengalaman, karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut.

2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan

(18)

3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Mel lu “suk d t d k suk ” l h muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya.

Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain:

(1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; (2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; (3) mengajar adalah membantu siswa belajar;

(4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; (5) kurikulum menekankan partisipasi siswa;

(6) guru adalah fasilitator.

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan di kelompokkan dalam teori

pembel-ajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini

menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan

informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan

merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. Teori ini berkembang dari

kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi

kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Nur dalam Trianto, 2010).

Menurut Piaget (Dahar 1989), dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia

ber-interaksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak

merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan

fisik-nya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial.

Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fisiknya.

Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam

mengem-bangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang

(19)

yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif. Aktivitas mental

anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental y g d sebut ”skem ”

atau pola tingkah laku. Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting

yang menjadi perhatian Piaget yaitu struktur, isi dan fungsi.

a. Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkem-bangan struktur-struktur.

b. Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang

dihadapinya.

c. Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan

intelektual.

Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu

orga-nisasi dan adaptasi. Orgaorga-nisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk

mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi

sistemsistem yang teratur dan berhubungan, sedangkan adaptasi, terhadap

lingku-ngan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

Lebih lanjut, Piaget (Dahar, 1989) mengemukakan bahwa asimilasi adalah proses

kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun

pengala-man baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi

dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan

mengklasifika-sikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses

asimi-lasi ini berjalan terus. Asimiasimi-lasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian

skemata melainkan perkembangan skemata. Dengan kata lain, asimilasi

merupa-kan salah satu proses individu dalam mengadaptasimerupa-kan dan mengorganisasimerupa-kan

(20)

Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat

me-ngasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.

Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang

telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi.

Akomo-dasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang

baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan

itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan

akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan

adap-tasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium).

Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif

yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru.

Pertum-buhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan

ketidak-seimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila

terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi

dari pada sebelumnya.

Ide-ide konstruktivisme modern banyak berlandaskan teori sosialkultur Vigotsky

(Nur, 2004) sehingga menjadi konsep mendasar dari konstruktivisme, seperti:

Scaffolding, Proses top down, Zone of Proximal Development (ZPD).

a. Scaffolding

Scafolding dapat diartikan sebagai pemberian sejumlah bantuan kepada siswa

selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan

tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih

(21)

merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan untuk

menemukan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan,

peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah, memberikan

contoh dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar

sendiri.

b. Proses Top Down

Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran lebih menekankan proses

pengajaran secara top down dari bottom up. Top Down berarti bahwa siswa

mulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan kemudian siswa

memecahkan atau menemukan (dengan bantuan guru) ketrampilan-ketrampilan

dasar yang diperlukan.

c. Zone of Proximal Development (ZPD)

Zone of Proximal Development dimaknai sebagai jarak antara tingkat

perkembangan sesungguhnya (yang didefinisikan sebagai kemampuan tingkat

pemecahan masalah mandiri) dengan tingkat perkembangan potensial (yang

didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan

orang dewasa atau melalui kerja sama dengan teman sejawat yang lebih

mampu).

Teori Vigotsky ini, lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran.

Vigotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umunya muncul

dalam percakapan dan kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih

tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Penafsiran terkini terhadap ide-ide

Vigotsky adalah siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, dan

(22)

tugas-tugas itu. Hal ini bukan berarti bahwa diajar sedikit demi sedikit

komponen-komponen suatu tugas yang kompleks yang pada suatu hari diharapkan

akan terwujud menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks

tersebut (Nur & Wikandari,2000).

B. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Inkuiri dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban

terha-dap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu

proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan me-lakukan

obser-vasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah

ter-hadap pertanyaan atau rumusan masalah (Ibrahim, 2000).

Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses

bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan.

Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan

penyelidikan terhadap obyek pertanyaan. Dengan kata lain, inkuiri terbimbing

adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan

melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan

masalah dengan bertanya dan mencari tahu (Retno, 2010).

Menurut Gulo (Trianto, 2010) inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar

yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara

sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri

(23)

Pelaksanaan pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:

1. Mengajukan pertanyaan atau permasalahan

Kegiatan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan, kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis.

2. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasa-lahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru membimbing siswa menentukan hipotesis yang relevan dengan permasa-lahan yang diberikan.

3. Mengumpulkan data

Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Guru membimbing siswa untuk menentukan langkah-langkah pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel atau grafik.

4. Analisis data

Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Setelah memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

5. Membuat kesimpulan

Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri terbimbing adalah membuat kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh siswa.

Model inkuiri terbimbing merupakan salah satu model pembelajaran yang

menitikberatkan kepada aktivitas siswa dalam proses belajar. Tujuan umum dari

pembelajaran inkuiri terbimbing adalah untuk membantu siswa mengembangkan

keterampilan berpikir intelektual dan keterampilan lainnya seperti mengajukan

pertanyaan dan keterampilan menemukan jawaban yang berawal dari keingin

tahuan mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh Joyce, B, et. al dalam

C hyo o (2010): “ The general goal of inquiry training is to help students develop

the intellectual discip-line and skills necessary to raise questions and search out

(24)

Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan siswa secara maksimal terlibat

langsung dalam proses kegiatan belajar, sehingga dapat meningkatkan

kemam-puan siswa tersebut dan mengembangkan sikap percaya diri yang dimiliki oleh

siswa tersebut.

Inkuiri terbimbing adalah sebagai proses pembelajaran dimana guru menyediakan

unsur-unsur asas dalam satu pelajaran dan kemudian meminta pelajar membuat

generalisasi, menurut Sanjaya (2008) pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu

model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan

bim-bingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. Sebagian perencanaannya dibuat

oleh guru, siswa tidak merumuskan problem atau masalah. Dalam pembelajaran

inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang

dila-kukan oleh siswa. Guru harus memberikan pengarahan dan bimbingan kepada

siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berpikir lambat

atau siswa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti

kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan dan siswa mempunyai kemampuan berpikir

tinggi tidak memonopoli kegiatan oleh sebab itu guru harus memiiki kemampuan

mengelola kelas yang bagus.

Sikap ilmiah sangat dibutuhkan oleh siswa ketika mengikuti proses pembelajaran

dengan menggunakan inkuri terbimbing. Seperti dikutip dari Lestari (2010) sikap

ilmiah adalah sikap yang dimiliki seseorang yang sesuai dengan prinsip-prinsip

ilmiah seperti:

1. jujur terhadap data,

2. rasa ingin tahu yang tinggi,

3. terbuka atau menerima pendapat orang lain serta mau mengubah

(25)

4. ulet dan tidak cepat putus asa,

5. kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa adanya dukungan hasil observasi empiris, dan

6. dapat bekerja sama dengan orang lain. Sikap ilmiah merupakan faktor psikologis yang mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan siswa.

Pada penelitian ini tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang digunakan

me-ngadaptasi dari tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikemukakan oleh

Gulo (Trianto, 2010). Tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing tersebut dapat

dijelaskan pada Tabel 1 sebagai berikut:

NO. Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1. Mengajukan membagi siswa dalam kelompok

Siswa mengidentifikasi masalah dan siswa duduk dalam kelompoknya masing-masing

2. Membuat

hipotesis

Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membuat hipotesis. Guru

membimbing siswa dalam menen-tukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan mem-prioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan. data melalui percobaan maupun telaah literature

Guru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk menyam-paikan hasil pengolahan data yang terkumpul

Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan

(26)

Model inkuiri terbimbing memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan

model-model pembelajaran lain. Keunggulan inkuiri terbimbing menurut

Roestiyah (1998) yaitu :

1. D p t membe tuk d me gemb gk ”Self-Co cept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik.

2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.

3. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka.

4. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

5. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.

6. Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.

7. Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka

dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran inkuiri terbimbing antara lain:

1. Guru harus tepat memilih masalah yang akan dikemukan untuk

mem-bantu siswa menemukan konsep.

2. Guru dituntut menyesuaikan diri terhadap gaya belajar siswa-siswanya. 3. Guru sebagai fasilitator diharapkan kreatif dalam mengembangkan

pertanyaan-pertanyaan.

C. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains (KPS) dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami

sains ( Hartono, 2007). Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni

IPA sebagai proses, produk, dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS.

Dalam pembelajaran IPA aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil

akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar.

Dengan kata lain bila seseorang telah memiliki KPS, IPA sebagai produk akan

mudah dipahami, bahkan mengaplikasikan dan mengembangkannya. KPS adalah

semua keterampilan yang terlibat pada saat proses berlangsungnya sains. KPS

(27)

pengetahuan/ informasi baru kepada siswa atau mengembangkan pengetahuan

atau informasi yang telah dimiliki siswa.

Menurut Semiawan (1992) keterampilan proses sains adalah

keterampilan-keterampilan fisik dan mental untuk menemukan dan mengembangkan sendiri

fakta dan konsep sains serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai

yang dituntut.

Menurut Indrawati (1999) dalam Nuh (2010) mengemukakan bahwa KPS

meru-pakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun

psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip

atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun

untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)".

Jadi KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam

me-mahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat

pen-ting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam

mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau

me-ngembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.

KPS bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa. tetapi

dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki

siswa. Menurut pendapat Tim action Research Buletin Pelangi Pendidikan (1999)

keterampilan proses dasar (Basic Science Proses Skill) meliputi observasi,

(28)

Tabel 2. Indikator keterampilan proses sains dasar

Keterampilan dasar Indikator

Observasi Mampu menggunakan semua indera (penglihatan,

pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.

Klasifikasi Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan

ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.

Pengukuran Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk

menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu mendemontrasikan perubahan suatu satuan pengukur-an ke satupengukur-an pengukurpengukur-an lain.

Berkomunikasi Memberikan/menggambarkan data empiris hasil

percobaan atau pengamatan dengan tabel, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, men-jelaskan hasil percobaan, membaca tabel, mendiskusi-kan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.

Inferensi Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu

benda atau fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan inormasi.

`

Menurut Mahmuddin (2010) keterampilan proses dasar diuraikan oleh sebagai

berikut :

1. Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu

informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.

2. Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek

3. Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah

yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran. 4. Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara

(29)

5. Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan. 6. Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.

Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika

ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan

sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial

maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama. Oleh karena itu, sangat penting

dimiliki dan dilatihkan bagi siswa.

Keterampilan proses sebagaimana disebutkan di atas merupakan KPS yang

di-aplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan keterampilan dalam

mem-peroleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran sains.

Oleh ka-rena itu, penilaian terhadap keterampilan proses siswa harus di-lakukan

terhadap semua keterampilan proses sains baik secara parsial maupun secara utuh.

Salah satu KPS adalah keterampilan klasifikasi (pengelompokan). Keterampilan

proses klasifikasi menurut Ndu (Ango, 2002) adalah suatu proses pemilihan,

pengelompokkan dan mengatur dasar persamaan dan perbedaan. Sedangkan

menurut Tim action Research Buletin Pelangi Pendidikan (1999), klasifikasi

adalah mampu menentukkan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari

kesamaan, membandingkan dan menentukkan dasar penggolongan terhadap suatu

(30)

D. Kompetensi

Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan nilai dan sikap

yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dalam hal ini

kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang

dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga dapat

melakukan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.

Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, ketrampilan, sikap dan

apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan

tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu. Dalam kurikulum

kompetensi sebagai tujuan pembelajaran dideskripsikan secara eksplisit, sehingga

dijadikan standart dalam pencapaian tujuan kurikulum. Baik guru maupun siswa

perlu memahami kompetensi yang harus dicapai dalam proses pembelajaran.

Pemahaman ini diperlukan dalam merencanakan strategi dan indikator

keberhasilan.

Puskur, Balitbang, Depdiknas (2002) memberikan rumusan bahwa kompetensi

merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai dasar yang direfleksikan dalam

kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara

konsisten dan terus-menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam

arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai dasar untuk melakukan

(31)

Menurut Hall dan Jones (1976), Kompetensi adalah pernyataan yang

meng-gambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan

perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur.

Hall dan Jones membedakan kompetensi menjadi lima jenis, yaitu:

1. Kompetensi kognitif, yang meliputi: pengetahuan, pemahaman, dan perhatian.

2. Kompetensi afektif, yang meliputi nilai, sikap, minat, dan apresiasi. 3. Kompetensi penampilan, yang meliputi demonstrasi keterampilan fisik atau psikomotorik.

4. Kompetensi produk, yang meliputi keterampilan melakukan perubahan.

5. Kompetensi eksploratif atau ekspresif, yang menyangkut pemberian pengalaman yang mempunyai nilai kegunaan dalam prospek

kehidupan.

Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (2006) mendefinisikan kompetensi

da-sar sebagai : sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam mata

pelajaran tertentu sebagai rujukan untuk menyusun indikator kompetensi.

Kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa pada penelitian ini adalah

mendes-kripsikan teori-teori asam-basa dengan menentukan sifat larutan dan menghitung

pH larutan.

E. Kerangka Pemikiran

Pembelajaraninkuiri terbimbing, adalah pembelajaran di mana siswa diberikan

kesempatan untuk menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri,

sedangkan topik, pertanyaan dan bahan penunjang ditentukan oleh guru.

(32)

mengajukan pertanyaan atau permasalahan. Pada tahap ini guru memberikan

permasalahan yang berkaitan dengan fenomena sehari-hari, contohnya tidak

semua asam dan basa ini dapat dengan mudah dengan hanya merasakan dan

mencicipinya. Lalu bagaimana cara mengidenfikasi sifat asam-basa tanpa harus

merasakanya? ion apakah yang menentukan sifat dari larutan tersebut?. Pada

tahap ini diharapkan siswa mampu menemukan sendiri arah dan

tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang telah

diberikan oleh guru. Tahap kedua yaitu tahap merumuskan hipotesis, pada tahap

ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan hipotesis

secara bebas dari permasalahan yang diberikan oleh guru berdasarkan

penge-tahuan awal mereka. Tahap ketiga yaitu tahap mengumpulkan data, pada tahap

ini guru membimbing siswa untuk mengumpulkan data yang dapat diperoleh

dengan melakukan percobaan, contohnya pada percobaan sifat asam basa dari

suatu larutan yang di uji. Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mengumpulkan

data semaksimal mungkin untuk mendukung jawaban hipotesis yang dituliskan.

Tahap keempat yaitu tahap menganalisis data, pada tahap ini guru membimbing

siswa menganalis data dari hasil percobaan yang telah dilakukan, siswa berdiskusi

dalam kelompoknya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada

LKS. Contohnya larutan apakah yang memberikan hasil pengamatan merubah

kertas lakmus merah menjadi biru dan lakmus biru menjadi merah. Pada tahap ini

bertujuan untuk mengembangkan kemampuan mengelompokkan dan pencapaian

kompetensi siswa. Kemampuan mengelompokkan dilakukan dengan cara

menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan,

(33)

yaitu tahap membuat kesimpulan, pada tahap ini guru membimbing siswa

mem-buat kesimpulan berdasarkan hasil percobaan dan analisis data yang telah

di-peroleh. Tahap ini diharapkan mampu membantu siswa dalam upaya untuk

mengembangkan kemampuan dalam menyelesai-kan masalah yang diberikan,

sampai pada akhirnya kemampuan mereka ber-kembang secara utuh.

Dalam proses pembelajaran inkuiri terbimbing, siswa diajak mencari tahu

jawab-an terhadap pertjawab-anyajawab-an ilmiah yjawab-ang diajukjawab-an. Sehingga guru dapat melatihkjawab-an

keterampilan mengelompokkan kepada siswa sebagai salah satu komponen dalam

keterampilan proses sains (KPS). KPS dimaksudkan untuk melatih dan

me-ngembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa, selain itu

juga mengembangkan sikasp-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk

menemu-kan dan mengembangmenemu-kan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan.

Pada akhirnya, berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas, diharapkan model

pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan

mengelompok-kan dan pencapaian kompetensi.

F. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Perbedaan n-Gain keterampilan mengelompokkan dan pencapaian

kompetensi semata-mata terjadi karena perubahan perlakuan dalam proses

(34)

2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan

mengelompokkan dan pencapaian kompetensi pada siswa kelas XI1 IPA

semester genap SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran

2012/2013 diabaikan.

G. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: pembelajaran inkuiri terbimbing pada

materi asam-basa efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompok-kan

dan pencapaian kompetensi pada siswa kelas XI1 IPA SMA Muhammadiyah 2

(35)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPAI SMA Muhammadiyah 2

Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013, dengan jumlah siswa sebanyak 29

orang. Pemilihan subjek berdasarkan nilai ulangan harian siswa yang menunjukkan

kelas tersebut homogen.

B.Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data

hasil tes sebelum pembelajaran diterapkan (pretest) dan hasil tes setelah

pembelajaran diterapkan (postest) kepada siswa. Sumber data dalam penelitian ini

adalah siswa kelas XI IPA1.

C.Desain dan Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Pre-Experimental dan desain yang

digunakan adalah one-grouppretest-posttest design yaitu ada pemberian tesawal

sebelum diberi perlakuan dan tes akhir setelah diberi perlakuan dalam satu kelompok

(36)

Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 3. Desain penelitian

O1 adalah pretest yang diberikan sebelum perlakuan, O2 adalah posttest yang

diberikan setelah perlakuan. X adalah perlakuan terhadap kelas subjek berupa

penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing.

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat.

Sebagai variabel bebas adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu model

pembelajaran inkuiri terbimbing. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan

mengelompokkan dan pencapaian kompetensi pada materi asam-basa siswa kelas XI

IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.

E. Instrumen dan Validitas Penelitian

1. Instrumen penelitian

Instrumen adalah alat yang berfungsi mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen

pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk

melaksanakan tugasnya mengumpulkan data menurut Arikunto (1997).

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah :

a. LKS materi asam basa dengan model inkuiri terbimbing. sebanyak 6 LKS.

b. Soal pretest dan posttest untuk membangun keterampilan mengelompokkan

dan pencapaian kompetensi siswa.

Kelas Pretes Perlakuan Postes

(37)

1. Pretest

Pretest dalam penelitian ini terdiri dari 15 soal pilihan jamak untuk

membangun pencapaian kompetensi dan 4 soal uraian keterampilan

mengelompokkan.

2. Posttest

Soal posttes terdiri dari 15 soal pilihan jamak dan 4 soal uraian keterampilan

mengelompokkan.

c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Silabus yang sesuai dengan

standar Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

2. Validitas Instrumen

Validitas pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah

ke-sesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur (Ali, 1992).

Adapun pengujian validitas isi pada penelitian ini dilakukan dengan cara judgment.

Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian

antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya.

Apabila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa

instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai

ke-pentingan penelitian yang bersangkutan. Karena dalam melakukan judgment

di-perlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk

me-lakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing untuk

(38)

F. Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian

1. Prosedur Pelaksanaan Prapenelitian

a) Membuat surat izin pendahuluan penelitian ke sekolah.

b) Meminta izin kepada wakil kepala kurikulum SMA Muhammadiyah 2 Bandar

Lampung dan menyampaikan surat izin penelitian yang telah dibuat.

c) Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian untuk

men-dapatkan informasi tentang keadaan siswa, jadwal dan tata tertib sekolah, serta

sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai pendukung

pelaksanaan penelitian.

d) Menentukan kelas yang akan dijadikan subjek penelitian yaitu kelas XI IPA1.

e) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi yang

akan diteliti, yaitu materi asam-basa.

f) Membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) yang disesuaikan dengan tahapan

pem-balajaran inkuiri terbimbingdengan keterampilan mengelompokkan yang

diharapkan akan dicapai siswa pada kelas subjek.

g) Membuat soal-soal Pretest dan posttest berbasis keterampilan mengelompokkan.

(39)

Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan di

bawah ini:

Gambar 1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

2. Tahap Penelitian

Tahap penelitian di kelas menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing.

Tahap pelaksanaannya sebagai berikut:

a. Melakukan pretest pada subjek penelitian.

b. Melaksanakan pembelajaran pada materi asam-basa sesuai dengan model

pembelajaran inkuiri terbimbing.

c. Melakukan posttest pada subjek penelitian. Penetapan Subjek Penelitian

Validasi instrumen

Pretest

Analisis Data

Kesimpulan

Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

posttest

(40)

G. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti

yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah,

tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

1. Menghitung nilai pretest dan posttest

Nilai pretest atau posttest dirumuskan sebagai berikut:

Data yang diperoleh kemudian dicari gain ternormalisasinya.

2. Menghitung nilai gain

Nilai gain dirumuskan sebagai berikut:

Gain = nilai posttest– nilai pretest

Data yang diperoleh kemudian dicari gain ternormalisasinya.

3. Menghitung n-Gain

Untuk mengetahui peningkatan keterampilan mengelompokkan dan pencapaian

kompetensi, maka dilakukan analisis skor gain ternormalisasi (n-Gain). Rumus

n-Gain menurut Meltzer adalah sebagai berikut:

(41)

Kriteria interpretasi n-Gain yang dikemukakan oleh Hake, yaitu :

n-Gain > 0,7 (n-Gain tinggi)

0,3 ≤ n-Gain≤ 0,7 (n-Gain sedang)

n-Gain < 0,3 (n-Gain rendah)

Efektivitas juga dilihat dari ketuntasan belajar, pembelajaran dapat dikatakan tuntas

apabila sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai ≥ 60

(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data, dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Persentase ketuntasan belajar (KKM) yang ditetapkan menujukkan bahwa

model pembelajaran inkuiri terbimbing efektif dalam meningkatkan pencapaian

kompetensi siswa kelas XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.

2. Rata-rata nilai n-Gain keterampilan mengelompokkan dan pencapaian

kompetensi siswa kelas XI IPA 1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung

dengan model pembelajaran inkuiri terbimbingefektif dengan kriteria sedang.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian agar lebih

mem-perhatikan atau menambahkan waktu dalam proses pembelajaran sehingga

pembelajaran lebih maksimal serta memperhatikan pengelolaan kelas yang

(43)

2. LKS dengan menggunakan model pembelajaran inkuirir terbimbingini,

sebagai media pembelajaran perlu upaya pengembangan yang lebih baik agar

lebih efektif dan menarik sehingga dapat menunjang proses pembelajaran.

3. Model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat dipakai sebagai alternatif model

pembelajaran bagi guru dalam membelajarkan materi asam-basa dan materi

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2004. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Cahyono, A. 2010. Model Pembelajaran Berbasis Inkuiri Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMA Pada Konsep Listrik Dinamis. Jurnal Inspirasi Pendidikan. Volume 1. Diakses 2 Desember 2011 dari http://risecahyono.blogspot.com/2011/02 /model-pembelajaran-berbasis-inkuiri.html

Dahar, R.W. 1988. Teori-teori belajar. Erlangga. Jakarta

Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kimia. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

Hamalik, O. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.

Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung.

Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Inkuiri. Diakses 10 Desember 2011 dari http://herfis.blogspot.com/2009/07/ pembelajaran-inkuiri.html

Lestari, T. 2010. Pembelajaran Kimia Dengan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode Eksperimen Dan Demonstrasi Ditinjau Dari Kemampuan Awal. Skripsi. Diakses 19 Januari 2012 dari http://trilestarisman1kbm.

blogspot.com/2010/02/

Nuh, U. 2010. Fisika SMA Online: Keterampilan Proses Sains. Artikel Pendidikan. Diakses 03 Februari 2012 dari http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/03/keterampilan-proses-sains.html.

Panen. P, D. Mustafa, dan M. Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.

(45)

Purba, M. 2006. KIMIA SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Roestiyah. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Semiawan, C. 1992. Pendidikan Ketrampilan Proses. Jakarta. Gramedia.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.

Suyanti, R. Dwi . 2010. Strategi Pembelajaran Kimia. Graha Ilmu. Medan.

Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Rineka Cipata. Jakarta.

Sudjana, N. 2002. Metode Statistika. PT. Tarsito. Bandung.

Tim action Research Buletin Pelangi pendidikan. 1999. Proses Belajar Mengajar. Universitas Lampung.

Trianto. 2010. Model-ModelPembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta

Gambar

Tabel 2.  Indikator keterampilan proses sains dasar
Tabel 3.  Desain penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Siswa Sma Melalui Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Alkana.. Universitas Pendidikan Indonesia |

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI LABORATORIUM TERBIMBING, PENGUASAAN KONSEP, KETERAMPILAN GENERIK SAINS, MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.... Model Pembelajaran

Keterampilan berpikir kritis siswa setelah diberikan model pembelajaran inkuiri terbimbing mengalami peningkatan, dikarenakan siswa dilatih untuk menganalisis argumen

Keterampilan berpikir kritis siswa setelah diberikan model pembelajaran inkuiri terbimbing mengalami peningkatan, dikarenakan siswa dilatih untuk menganalisis argumen

Peningkatan keterampilan kerja ilmiah pada indikator merumuskan masalah setelah diberikan model pembelajaran inkuiri terbimbing dikarenakan pada fase merumuskan masalah

belajar fisika siswa pada konsep listrik dinamis. Kesamaan penelitian relevan ini dengan penelitian yang akan dilakukan.. adalah sama-sama menggunakan pembelajaran

Keterampilan berpikir kritis siswa setelah diberikan model pembelajaran inkuiri terbimbing mengalami peningkatan, dikarenakan siswa dilatih untuk menganalisis argumen

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan