ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI ASAM-BASA DALAM MENINGKATKAN
KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN PENCAPAIAN KOMPETENSI
Oleh
Ria Afriyanti
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran
inkuiri terbimbing pada materi asam-basa dalam meningkatkan keterampilan
mengelompokkan dan pencapaian kompetensi. Penelitian ini menggunakan
metode Pre-experimental dengan one-group pretest-posttest design. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar
Lampung semester genap tahun Pelajaran 2012-2013. Efektivitas model
pem-belajaran inkuiri terbimbing ditunjukkan oleh peningkatan nilai pretest dan
posttest yang dilihat dari rata-rata nilai n-Gain dan ketuntasan hasil belajar. Hasil
penelitian menunjukkan rata-rata nilai n-Gain keterampilan mengelompokkan dan
pencapaian kompetensi adalah 0,61 dan 0,54, sedangkan persentase ketuntasan
disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbingpada materi asam-basa
efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan pencapaian
kompetensi dengan kriteria sedang.
iv DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kontruktivisme ... 9
B. Model Pembalajaran Inkuiri Terbimbing ... 14
C. Keterampilanm Proses Sains ... 18
D. Kompetensi ... 22
E. Kerangka Pemikiran ... 23
F. Anggapan Dasar ... 25
G. Hipotesis ... 26
III. METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian ... 27
v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) disebut juga sains merupakan ilmu yang berkaitan
dengan cara mencari tahu dan memahami tentang alam. Sains pada hakekatnya
terdiri atas proses, produk dan sikap. Sains sebagai proses merupakan suatu
proses untuk mendapatkan pengetahuan, dengan cara melakukan kerja atau
se-suatu yang harus diteliti. Proses tersebut berupa se-suatu keterampilan yang
ber-sumber pada kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada
dalam diri siswa. Sains sebagai produk yang berarti bahwa di dalam sains
ter-dapat fakta-fakta, hukum-hukum, konsep, teori-teori dan prinsip-prinsip yang
telah di terima kebenaranya. Sains sebagai sikap mencakup rasa ingin tahu,
berusaha untuk membuktikan, menerima perbedaan, bersifat kooperatif dan
menerima kegagalan sebagai suatu hal yang positif sehingga dapat
mengem-bangkan sikap tekun, teliti, terbuka dan jujur dalam pembelajaran IPA.
Pembelajaran IPA disekolah mencakup semua materi yang terkait obyek alam
serta persoalanya. Ilmu kimia merupakan salah satu bidang ilmu sains yang
menyertai perubahan materi. Dengan demikian pembelajaran yang dilakukan
dalam kimia harus mencerminkan karakteristik dari pembelajaran sains yang
meliputi proses, produk dan sikap. Oleh karena itu, pembelajaran kimia tidak
boleh mengesampingkan proses ditemukanya konsep. Sehingga kimia sebagai
pembelajaran sains dapat dilakukan dengan memberikan pengalaman secara
langsung kepada siswa. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengkaitkan
kondisi atau masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada topik
asam basa, banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dihubungkan
dengan materi ini, misalnya pemanfaatan senyawa asam yang sering digunakan
dalam makanan seperti cuka (asam asetat), pemanfaatan senyawa basa dalam
produk sabun, deterjen dan lain sebagainya. Sehingga dalam proses
pembelajar-an kimia siswa tidak hpembelajar-anya sebatas memperoleh informasi, dpembelajar-an siswa mampu
memahami konsep-konsep serta proses pembelajarannya menjadi tidak monoton.
Namun faktanya, pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menghadirkan
konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori secara verbal tanpa memberikan
pengalaman bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan teori tersebut
sehingga tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa. (Depdiknas, 2003).
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi kimia di kelas XI IPA
SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012-2013. Peneliti
melihat bahwa pada saat pembelajaran berlangsung, khususnya pada materi
keterlibatan siswa untuk menentukkan dasar penggolongan terhadap suatu objek
atau fakta dan pemberian pengalaman secara langsung. Guru lebih aktif dalam
kegiatan pembelajaran sebagai pemberi pengetahuan bagi siswa, akibatnya siswa
hanya sebatas memperoleh informasi atau konsep saja tanpa dilatih untuk
menemukan pengetahuan dan konsep tersebut, sehingga pembelajaran menjadi
monoton, akibatnya persentase ketuntasan belajar yang didapat hanya mencapai
70%, dengan demikian belum mencapai belajar tuntas. Kriteria keefektifan
ketuntasan belajar, dapat dikatakan tuntas apabila sekurang-kurangnya 75% dari
jumlah siswa memperoleh ≥ 60 (Wicaksono, 2008).
Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu model
pem-belajaran yang dapat menarik minat siswa untuk turut berperan aktif dalam proses
penemuan konsep yaitu model pembelajaran inkuiri terbimbing.
Langkah-langkah pembelajaran inkuiri terbimbing menurut Gulo (Trianto, 2010) dapat
dimulai dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan atau masalah untuk
diselesai-kan oleh siswa. Setelah masalah diungkapdiselesai-kan, siswa mengembangdiselesai-kan
pendapat-nya dalam bentuk hipotesis yang akan diuji kebenaranpendapat-nya. Langkah selanjutpendapat-nya
siswa mengumpulkan data-data dengan melakukan percobaan dan telaah literatur.
Siswa kemudian menganalisis data dan menarik kesimpulan dari pembelajaran
yang telah dilakukan.
Pembelajaran inkuiri terbimbing dapat membentuk dan mengembangkan ”
Self-Concept” pada diri siswa sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan
situasi proses belajar yang baru, mendorong siswa untuk berpikir, bekerja atas
ini-siatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka, situasi proses belajar
menjadi lebih aktif, dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu,
memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri (Roestiyah, 1998).
Dalam usaha yang dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran agar siswa
lebih banyak terlibat dalam proses penemuan konsep, maka dalam proses
pem-belajarannya siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan berbagai
kemampu-an siswa, dikemampu-antarkemampu-anya kemampukemampu-an mengamati dkemampu-an menafsirkkemampu-an pengamatkemampu-an
terhadap fenomena alam, mencari, mengumpulkan, mengidentifikasi dan memilih
informasi yang tepat, meramalkan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep,
merencanakan penelitian, berkomunikasi, dan mengajukan pertanyaan.
Kemam-puan-kemampuan ini tidak lain merupakan indikator-indikator keterampilan
proses sains.
Keterampilan proses sains yang diamati dalam penelitian ini adalah keterampilan
mengelompokkan. Keterempilan ini menuntut siswa agar mampu mencatat setiap
hasil pengamatan, mencari perbedaan serta persamaan (membandingkan) data
hasil pengamatan, mengontraskan ciri-ciri dari data-data yang didapat, serta
mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan. Kemampuan-kemampuan ini
tidak lain merupakan indikator keterampilan mengelompokkan.
Beberapa kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa kelas XI semester genap
adalah mendeskripsikan teori-teori asam-basa dengan menentukan sifat larutan
belajar harus relevan yaitu apabila dalam pembelajaran siswa diajak untuk melihat
keeratan hubungan antara konsep yang dipelajari dengan fakta-fakta dalam
ke-hidupan sehari-hari maka diperlukan keterampilan proses sains, salah satunya
adalah untuk meningkatkan keterampilan mengelompokkan. Sehingga
pencapai-an kompetensi ypencapai-ang telah ditetapkpencapai-an dapat meningkat dengpencapai-an menggunakpencapai-an
model pembelajaran yang sesuai dengan karakterisik siswa dan materi yang akan
diajarkan.
Beberapa hasil penelitian yang mengkaji penerapan pembelajaran inkuiri
terbim-bing adalah Wulanda (2010) yang melakukan penelitian pada kelas XI IPA1 dan
XI IPA2 SMA Negeri 1 pringsewu, telah melaporkan bahwa penerapan
pem-belajaran inkuiri terbimbing pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selanjutnya Kurniasari (2011) yang
melakukkan penelitian kuasi eksperimen pada kelas XI IPA semester ganjil SMA
Negeri 1 Kauman Tulungagung pada materi pokok laju reaksi, melaporkan
bahwa: (1) keterlaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi pokok
laju reaksi telah berlangsung cukup baik, (2) Model inkuiri terbimbing lebih
efektif dibandingkan pembelajaran konvensional dalam meningkatkan hasil
belajar siswa, (3) Sikap ilmiah siswa yang dibelajarkan dengan inkuiri terbimbing
lebih tinggi dibandingkan siswa yang dibelajarkan dengan konvensional pada
materi laju reaksi dengan persentase siswa kelas eksperimen yang memiliki sikap
ilmiah sangat baik mencapai 32,6 % sedangkan kelas kontrol hanya mencapai
13,3%. Pembelajaran inkuiri terbimbing diyakini menjadi salah satu model
pembelajaran yang dapat memperbaiki proses pembelajaran dalam meningkatkan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dilakukan penelitian
y g berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi
Asam-Basa Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan Dan
Pencapaian Kompetensi” .
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi
asam-basa dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan pada siswa kelas XI
IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar lampung ?
2. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi
asam-basa dalam meningkatkan pencapaian kompetensi pada siswa kelas XI IPA1
SMA Muhammadiyah 2 Bandar lampung ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan :
1. Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa
dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan pada siswa kelas XI
IPA1 SMA Muhammadiyah 2 bandar lampung.
2. Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa
dalam meningkatkan pencapaian kompetensi pada siswa kelas XI1 IPA SMA
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Siswa
Pembelajaran inkuiri terbimbing mempermudah siswa untuk memahami dan
menghasilkan pengetahuan yang bermakna khususnya pada materi asam-basa.
2. Bagi Guru
Melalui penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing, sebagai salah satu bahan
pertimbangan dalam pemilihan dan penerapan model pembelajaran yang sesuai
dengan materi pembelajaran kimia, terutama pada materi asam-basa.
3. Bagi Sekolah
Menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu
pembelajaran kimia di sekolah.
4. Bagi Peneliti lain
Sebagai bahan referensi dan bahan informasi tentang penggunaan pembelajaran
inkuiri terbimbing untuk kepentingan penelitian selanjutnya.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Pembelajaran inkuiri terbimbing yang diterapkan adalah pembelajaran inkuiri
terbimbing menurut Gulo (Trianto, 2010).
2. Indikator keterampilan mengelompokkan dalam penelitian ini adalah:
menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, mem-
3. Pencapaian kompetensi dalam penelitian ini adalah persentase ketuntasan hasil
belajar mencapai 75% dari jumlah siswa yang memperolehi nilai ≥ 60
(Wicaksono, 2008).
4. Efektivitas pembelajaran ditunjukkan dengan rata-rata n-Gain yang diteliti
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang
menekan-kan bahwa pengetahuan kita merupamenekan-kan hasil konstruksi (bentumenekan-kan) kita sendiri.
Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat
menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah,
menemu-kan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.
Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan
infor-masi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner.
Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekar Winahyu (2001)
konstruktivisme menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah
hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer
penge-tahuan dari seseorang kepada yang lain. Agar siswa mampu mengkonstruksi
pengetahuan, maka diperlukan:
1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali
pengalaman, karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut.
2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan
3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Mel lu “suk d t d k suk ” l h muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya.
Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain:
(1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; (2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; (3) mengajar adalah membantu siswa belajar;
(4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; (5) kurikulum menekankan partisipasi siswa;
(6) guru adalah fasilitator.
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan di kelompokkan dalam teori
pembel-ajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini
menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. Teori ini berkembang dari
kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi
kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Nur dalam Trianto, 2010).
Menurut Piaget (Dahar 1989), dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia
ber-interaksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak
merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan
fisik-nya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial.
Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fisiknya.
Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam
mengem-bangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang
yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif. Aktivitas mental
anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental y g d sebut ”skem ”
atau pola tingkah laku. Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting
yang menjadi perhatian Piaget yaitu struktur, isi dan fungsi.
a. Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkem-bangan struktur-struktur.
b. Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang
dihadapinya.
c. Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan
intelektual.
Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu
orga-nisasi dan adaptasi. Orgaorga-nisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk
mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi
sistemsistem yang teratur dan berhubungan, sedangkan adaptasi, terhadap
lingku-ngan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Lebih lanjut, Piaget (Dahar, 1989) mengemukakan bahwa asimilasi adalah proses
kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun
pengala-man baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi
dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifika-sikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses
asimi-lasi ini berjalan terus. Asimiasimi-lasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian
skemata melainkan perkembangan skemata. Dengan kata lain, asimilasi
merupa-kan salah satu proses individu dalam mengadaptasimerupa-kan dan mengorganisasimerupa-kan
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
me-ngasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.
Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang
telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi.
Akomo-dasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang
baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan
itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan
akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan
adap-tasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium).
Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif
yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru.
Pertum-buhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan
ketidak-seimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila
terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi
dari pada sebelumnya.
Ide-ide konstruktivisme modern banyak berlandaskan teori sosialkultur Vigotsky
(Nur, 2004) sehingga menjadi konsep mendasar dari konstruktivisme, seperti:
Scaffolding, Proses top down, Zone of Proximal Development (ZPD).
a. Scaffolding
Scafolding dapat diartikan sebagai pemberian sejumlah bantuan kepada siswa
selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan
tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih
merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan untuk
menemukan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan,
peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah, memberikan
contoh dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar
sendiri.
b. Proses Top Down
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran lebih menekankan proses
pengajaran secara top down dari bottom up. Top Down berarti bahwa siswa
mulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan kemudian siswa
memecahkan atau menemukan (dengan bantuan guru) ketrampilan-ketrampilan
dasar yang diperlukan.
c. Zone of Proximal Development (ZPD)
Zone of Proximal Development dimaknai sebagai jarak antara tingkat
perkembangan sesungguhnya (yang didefinisikan sebagai kemampuan tingkat
pemecahan masalah mandiri) dengan tingkat perkembangan potensial (yang
didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan
orang dewasa atau melalui kerja sama dengan teman sejawat yang lebih
mampu).
Teori Vigotsky ini, lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran.
Vigotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umunya muncul
dalam percakapan dan kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih
tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Penafsiran terkini terhadap ide-ide
Vigotsky adalah siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, dan
tugas-tugas itu. Hal ini bukan berarti bahwa diajar sedikit demi sedikit
komponen-komponen suatu tugas yang kompleks yang pada suatu hari diharapkan
akan terwujud menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks
tersebut (Nur & Wikandari,2000).
B. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Inkuiri dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban
terha-dap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu
proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan me-lakukan
obser-vasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah
ter-hadap pertanyaan atau rumusan masalah (Ibrahim, 2000).
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses
bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan.
Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan
penyelidikan terhadap obyek pertanyaan. Dengan kata lain, inkuiri terbimbing
adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan
melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan
masalah dengan bertanya dan mencari tahu (Retno, 2010).
Menurut Gulo (Trianto, 2010) inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar
yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
Pelaksanaan pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:
1. Mengajukan pertanyaan atau permasalahan
Kegiatan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan, kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis.
2. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasa-lahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru membimbing siswa menentukan hipotesis yang relevan dengan permasa-lahan yang diberikan.
3. Mengumpulkan data
Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Guru membimbing siswa untuk menentukan langkah-langkah pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel atau grafik.
4. Analisis data
Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Setelah memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
5. Membuat kesimpulan
Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri terbimbing adalah membuat kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh siswa.
Model inkuiri terbimbing merupakan salah satu model pembelajaran yang
menitikberatkan kepada aktivitas siswa dalam proses belajar. Tujuan umum dari
pembelajaran inkuiri terbimbing adalah untuk membantu siswa mengembangkan
keterampilan berpikir intelektual dan keterampilan lainnya seperti mengajukan
pertanyaan dan keterampilan menemukan jawaban yang berawal dari keingin
tahuan mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh Joyce, B, et. al dalam
C hyo o (2010): “ The general goal of inquiry training is to help students develop
the intellectual discip-line and skills necessary to raise questions and search out
Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan siswa secara maksimal terlibat
langsung dalam proses kegiatan belajar, sehingga dapat meningkatkan
kemam-puan siswa tersebut dan mengembangkan sikap percaya diri yang dimiliki oleh
siswa tersebut.
Inkuiri terbimbing adalah sebagai proses pembelajaran dimana guru menyediakan
unsur-unsur asas dalam satu pelajaran dan kemudian meminta pelajar membuat
generalisasi, menurut Sanjaya (2008) pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu
model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan
bim-bingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. Sebagian perencanaannya dibuat
oleh guru, siswa tidak merumuskan problem atau masalah. Dalam pembelajaran
inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang
dila-kukan oleh siswa. Guru harus memberikan pengarahan dan bimbingan kepada
siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berpikir lambat
atau siswa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti
kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan dan siswa mempunyai kemampuan berpikir
tinggi tidak memonopoli kegiatan oleh sebab itu guru harus memiiki kemampuan
mengelola kelas yang bagus.
Sikap ilmiah sangat dibutuhkan oleh siswa ketika mengikuti proses pembelajaran
dengan menggunakan inkuri terbimbing. Seperti dikutip dari Lestari (2010) sikap
ilmiah adalah sikap yang dimiliki seseorang yang sesuai dengan prinsip-prinsip
ilmiah seperti:
1. jujur terhadap data,
2. rasa ingin tahu yang tinggi,
3. terbuka atau menerima pendapat orang lain serta mau mengubah
4. ulet dan tidak cepat putus asa,
5. kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa adanya dukungan hasil observasi empiris, dan
6. dapat bekerja sama dengan orang lain. Sikap ilmiah merupakan faktor psikologis yang mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan siswa.
Pada penelitian ini tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang digunakan
me-ngadaptasi dari tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikemukakan oleh
Gulo (Trianto, 2010). Tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing tersebut dapat
dijelaskan pada Tabel 1 sebagai berikut:
NO. Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1. Mengajukan membagi siswa dalam kelompok
Siswa mengidentifikasi masalah dan siswa duduk dalam kelompoknya masing-masing
2. Membuat
hipotesis
Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membuat hipotesis. Guru
membimbing siswa dalam menen-tukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan mem-prioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan. data melalui percobaan maupun telaah literature
Guru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk menyam-paikan hasil pengolahan data yang terkumpul
Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan
Model inkuiri terbimbing memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan
model-model pembelajaran lain. Keunggulan inkuiri terbimbing menurut
Roestiyah (1998) yaitu :
1. D p t membe tuk d me gemb gk ”Self-Co cept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik.
2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.
3. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka.
4. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
5. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
6. Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
7. Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka
dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran inkuiri terbimbing antara lain:
1. Guru harus tepat memilih masalah yang akan dikemukan untuk
mem-bantu siswa menemukan konsep.
2. Guru dituntut menyesuaikan diri terhadap gaya belajar siswa-siswanya. 3. Guru sebagai fasilitator diharapkan kreatif dalam mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan.
C. Keterampilan Proses Sains
Keterampilan proses sains (KPS) dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami
sains ( Hartono, 2007). Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni
IPA sebagai proses, produk, dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS.
Dalam pembelajaran IPA aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil
akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar.
Dengan kata lain bila seseorang telah memiliki KPS, IPA sebagai produk akan
mudah dipahami, bahkan mengaplikasikan dan mengembangkannya. KPS adalah
semua keterampilan yang terlibat pada saat proses berlangsungnya sains. KPS
pengetahuan/ informasi baru kepada siswa atau mengembangkan pengetahuan
atau informasi yang telah dimiliki siswa.
Menurut Semiawan (1992) keterampilan proses sains adalah
keterampilan-keterampilan fisik dan mental untuk menemukan dan mengembangkan sendiri
fakta dan konsep sains serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai
yang dituntut.
Menurut Indrawati (1999) dalam Nuh (2010) mengemukakan bahwa KPS
meru-pakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun
psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip
atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun
untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)".
Jadi KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam
me-mahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat
pen-ting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam
mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau
me-ngembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.
KPS bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa. tetapi
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa. Menurut pendapat Tim action Research Buletin Pelangi Pendidikan (1999)
keterampilan proses dasar (Basic Science Proses Skill) meliputi observasi,
Tabel 2. Indikator keterampilan proses sains dasar
Keterampilan dasar Indikator
Observasi Mampu menggunakan semua indera (penglihatan,
pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.
Klasifikasi Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan
ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.
Pengukuran Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk
menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu mendemontrasikan perubahan suatu satuan pengukur-an ke satupengukur-an pengukurpengukur-an lain.
Berkomunikasi Memberikan/menggambarkan data empiris hasil
percobaan atau pengamatan dengan tabel, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, men-jelaskan hasil percobaan, membaca tabel, mendiskusi-kan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.
Inferensi Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu
benda atau fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan inormasi.
`
Menurut Mahmuddin (2010) keterampilan proses dasar diuraikan oleh sebagai
berikut :
1. Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu
informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.
2. Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek
3. Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah
yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran. 4. Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara
5. Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan. 6. Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.
Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika
ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan
sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial
maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama. Oleh karena itu, sangat penting
dimiliki dan dilatihkan bagi siswa.
Keterampilan proses sebagaimana disebutkan di atas merupakan KPS yang
di-aplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan keterampilan dalam
mem-peroleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran sains.
Oleh ka-rena itu, penilaian terhadap keterampilan proses siswa harus di-lakukan
terhadap semua keterampilan proses sains baik secara parsial maupun secara utuh.
Salah satu KPS adalah keterampilan klasifikasi (pengelompokan). Keterampilan
proses klasifikasi menurut Ndu (Ango, 2002) adalah suatu proses pemilihan,
pengelompokkan dan mengatur dasar persamaan dan perbedaan. Sedangkan
menurut Tim action Research Buletin Pelangi Pendidikan (1999), klasifikasi
adalah mampu menentukkan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari
kesamaan, membandingkan dan menentukkan dasar penggolongan terhadap suatu
D. Kompetensi
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan nilai dan sikap
yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dalam hal ini
kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang
dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga dapat
melakukan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, ketrampilan, sikap dan
apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan
tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu. Dalam kurikulum
kompetensi sebagai tujuan pembelajaran dideskripsikan secara eksplisit, sehingga
dijadikan standart dalam pencapaian tujuan kurikulum. Baik guru maupun siswa
perlu memahami kompetensi yang harus dicapai dalam proses pembelajaran.
Pemahaman ini diperlukan dalam merencanakan strategi dan indikator
keberhasilan.
Puskur, Balitbang, Depdiknas (2002) memberikan rumusan bahwa kompetensi
merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara
konsisten dan terus-menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam
arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai dasar untuk melakukan
Menurut Hall dan Jones (1976), Kompetensi adalah pernyataan yang
meng-gambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan
perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur.
Hall dan Jones membedakan kompetensi menjadi lima jenis, yaitu:
1. Kompetensi kognitif, yang meliputi: pengetahuan, pemahaman, dan perhatian.
2. Kompetensi afektif, yang meliputi nilai, sikap, minat, dan apresiasi. 3. Kompetensi penampilan, yang meliputi demonstrasi keterampilan fisik atau psikomotorik.
4. Kompetensi produk, yang meliputi keterampilan melakukan perubahan.
5. Kompetensi eksploratif atau ekspresif, yang menyangkut pemberian pengalaman yang mempunyai nilai kegunaan dalam prospek
kehidupan.
Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (2006) mendefinisikan kompetensi
da-sar sebagai : sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam mata
pelajaran tertentu sebagai rujukan untuk menyusun indikator kompetensi.
Kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa pada penelitian ini adalah
mendes-kripsikan teori-teori asam-basa dengan menentukan sifat larutan dan menghitung
pH larutan.
E. Kerangka Pemikiran
Pembelajaraninkuiri terbimbing, adalah pembelajaran di mana siswa diberikan
kesempatan untuk menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri,
sedangkan topik, pertanyaan dan bahan penunjang ditentukan oleh guru.
mengajukan pertanyaan atau permasalahan. Pada tahap ini guru memberikan
permasalahan yang berkaitan dengan fenomena sehari-hari, contohnya tidak
semua asam dan basa ini dapat dengan mudah dengan hanya merasakan dan
mencicipinya. Lalu bagaimana cara mengidenfikasi sifat asam-basa tanpa harus
merasakanya? ion apakah yang menentukan sifat dari larutan tersebut?. Pada
tahap ini diharapkan siswa mampu menemukan sendiri arah dan
tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang telah
diberikan oleh guru. Tahap kedua yaitu tahap merumuskan hipotesis, pada tahap
ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan hipotesis
secara bebas dari permasalahan yang diberikan oleh guru berdasarkan
penge-tahuan awal mereka. Tahap ketiga yaitu tahap mengumpulkan data, pada tahap
ini guru membimbing siswa untuk mengumpulkan data yang dapat diperoleh
dengan melakukan percobaan, contohnya pada percobaan sifat asam basa dari
suatu larutan yang di uji. Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mengumpulkan
data semaksimal mungkin untuk mendukung jawaban hipotesis yang dituliskan.
Tahap keempat yaitu tahap menganalisis data, pada tahap ini guru membimbing
siswa menganalis data dari hasil percobaan yang telah dilakukan, siswa berdiskusi
dalam kelompoknya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada
LKS. Contohnya larutan apakah yang memberikan hasil pengamatan merubah
kertas lakmus merah menjadi biru dan lakmus biru menjadi merah. Pada tahap ini
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan mengelompokkan dan pencapaian
kompetensi siswa. Kemampuan mengelompokkan dilakukan dengan cara
menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan,
yaitu tahap membuat kesimpulan, pada tahap ini guru membimbing siswa
mem-buat kesimpulan berdasarkan hasil percobaan dan analisis data yang telah
di-peroleh. Tahap ini diharapkan mampu membantu siswa dalam upaya untuk
mengembangkan kemampuan dalam menyelesai-kan masalah yang diberikan,
sampai pada akhirnya kemampuan mereka ber-kembang secara utuh.
Dalam proses pembelajaran inkuiri terbimbing, siswa diajak mencari tahu
jawab-an terhadap pertjawab-anyajawab-an ilmiah yjawab-ang diajukjawab-an. Sehingga guru dapat melatihkjawab-an
keterampilan mengelompokkan kepada siswa sebagai salah satu komponen dalam
keterampilan proses sains (KPS). KPS dimaksudkan untuk melatih dan
me-ngembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa, selain itu
juga mengembangkan sikasp-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk
menemu-kan dan mengembangmenemu-kan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan.
Pada akhirnya, berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas, diharapkan model
pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan
mengelompok-kan dan pencapaian kompetensi.
F. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Perbedaan n-Gain keterampilan mengelompokkan dan pencapaian
kompetensi semata-mata terjadi karena perubahan perlakuan dalam proses
2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan
mengelompokkan dan pencapaian kompetensi pada siswa kelas XI1 IPA
semester genap SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran
2012/2013 diabaikan.
G. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: pembelajaran inkuiri terbimbing pada
materi asam-basa efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompok-kan
dan pencapaian kompetensi pada siswa kelas XI1 IPA SMA Muhammadiyah 2
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPAI SMA Muhammadiyah 2
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013, dengan jumlah siswa sebanyak 29
orang. Pemilihan subjek berdasarkan nilai ulangan harian siswa yang menunjukkan
kelas tersebut homogen.
B.Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data
hasil tes sebelum pembelajaran diterapkan (pretest) dan hasil tes setelah
pembelajaran diterapkan (postest) kepada siswa. Sumber data dalam penelitian ini
adalah siswa kelas XI IPA1.
C.Desain dan Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Pre-Experimental dan desain yang
digunakan adalah one-grouppretest-posttest design yaitu ada pemberian tesawal
sebelum diberi perlakuan dan tes akhir setelah diberi perlakuan dalam satu kelompok
Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 3. Desain penelitian
O1 adalah pretest yang diberikan sebelum perlakuan, O2 adalah posttest yang
diberikan setelah perlakuan. X adalah perlakuan terhadap kelas subjek berupa
penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing.
D. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat.
Sebagai variabel bebas adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu model
pembelajaran inkuiri terbimbing. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan
mengelompokkan dan pencapaian kompetensi pada materi asam-basa siswa kelas XI
IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.
E. Instrumen dan Validitas Penelitian
1. Instrumen penelitian
Instrumen adalah alat yang berfungsi mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen
pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk
melaksanakan tugasnya mengumpulkan data menurut Arikunto (1997).
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah :
a. LKS materi asam basa dengan model inkuiri terbimbing. sebanyak 6 LKS.
b. Soal pretest dan posttest untuk membangun keterampilan mengelompokkan
dan pencapaian kompetensi siswa.
Kelas Pretes Perlakuan Postes
1. Pretest
Pretest dalam penelitian ini terdiri dari 15 soal pilihan jamak untuk
membangun pencapaian kompetensi dan 4 soal uraian keterampilan
mengelompokkan.
2. Posttest
Soal posttes terdiri dari 15 soal pilihan jamak dan 4 soal uraian keterampilan
mengelompokkan.
c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Silabus yang sesuai dengan
standar Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
2. Validitas Instrumen
Validitas pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah
ke-sesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur (Ali, 1992).
Adapun pengujian validitas isi pada penelitian ini dilakukan dengan cara judgment.
Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian
antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya.
Apabila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa
instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai
ke-pentingan penelitian yang bersangkutan. Karena dalam melakukan judgment
di-perlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk
me-lakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing untuk
F. Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian
1. Prosedur Pelaksanaan Prapenelitian
a) Membuat surat izin pendahuluan penelitian ke sekolah.
b) Meminta izin kepada wakil kepala kurikulum SMA Muhammadiyah 2 Bandar
Lampung dan menyampaikan surat izin penelitian yang telah dibuat.
c) Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian untuk
men-dapatkan informasi tentang keadaan siswa, jadwal dan tata tertib sekolah, serta
sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai pendukung
pelaksanaan penelitian.
d) Menentukan kelas yang akan dijadikan subjek penelitian yaitu kelas XI IPA1.
e) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi yang
akan diteliti, yaitu materi asam-basa.
f) Membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) yang disesuaikan dengan tahapan
pem-balajaran inkuiri terbimbingdengan keterampilan mengelompokkan yang
diharapkan akan dicapai siswa pada kelas subjek.
g) Membuat soal-soal Pretest dan posttest berbasis keterampilan mengelompokkan.
Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan di
bawah ini:
Gambar 1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
2. Tahap Penelitian
Tahap penelitian di kelas menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing.
Tahap pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Melakukan pretest pada subjek penelitian.
b. Melaksanakan pembelajaran pada materi asam-basa sesuai dengan model
pembelajaran inkuiri terbimbing.
c. Melakukan posttest pada subjek penelitian. Penetapan Subjek Penelitian
Validasi instrumen
Pretest
Analisis Data
Kesimpulan
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
posttest
G. Teknik Analisis Data
Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti
yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah,
tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
1. Menghitung nilai pretest dan posttest
Nilai pretest atau posttest dirumuskan sebagai berikut:
∑
Data yang diperoleh kemudian dicari gain ternormalisasinya.
2. Menghitung nilai gain
Nilai gain dirumuskan sebagai berikut:
Gain = nilai posttest– nilai pretest
Data yang diperoleh kemudian dicari gain ternormalisasinya.
3. Menghitung n-Gain
Untuk mengetahui peningkatan keterampilan mengelompokkan dan pencapaian
kompetensi, maka dilakukan analisis skor gain ternormalisasi (n-Gain). Rumus
n-Gain menurut Meltzer adalah sebagai berikut:
Kriteria interpretasi n-Gain yang dikemukakan oleh Hake, yaitu :
n-Gain > 0,7 (n-Gain tinggi)
0,3 ≤ n-Gain≤ 0,7 (n-Gain sedang)
n-Gain < 0,3 (n-Gain rendah)
Efektivitas juga dilihat dari ketuntasan belajar, pembelajaran dapat dikatakan tuntas
apabila sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai ≥ 60
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Persentase ketuntasan belajar (KKM) yang ditetapkan menujukkan bahwa
model pembelajaran inkuiri terbimbing efektif dalam meningkatkan pencapaian
kompetensi siswa kelas XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.
2. Rata-rata nilai n-Gain keterampilan mengelompokkan dan pencapaian
kompetensi siswa kelas XI IPA 1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung
dengan model pembelajaran inkuiri terbimbingefektif dengan kriteria sedang.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:
1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian agar lebih
mem-perhatikan atau menambahkan waktu dalam proses pembelajaran sehingga
pembelajaran lebih maksimal serta memperhatikan pengelolaan kelas yang
2. LKS dengan menggunakan model pembelajaran inkuirir terbimbingini,
sebagai media pembelajaran perlu upaya pengembangan yang lebih baik agar
lebih efektif dan menarik sehingga dapat menunjang proses pembelajaran.
3. Model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat dipakai sebagai alternatif model
pembelajaran bagi guru dalam membelajarkan materi asam-basa dan materi
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2004. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Cahyono, A. 2010. Model Pembelajaran Berbasis Inkuiri Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMA Pada Konsep Listrik Dinamis. Jurnal Inspirasi Pendidikan. Volume 1. Diakses 2 Desember 2011 dari http://risecahyono.blogspot.com/2011/02 /model-pembelajaran-berbasis-inkuiri.html
Dahar, R.W. 1988. Teori-teori belajar. Erlangga. Jakarta
Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kimia. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Hamalik, O. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.
Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program
Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung.
Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Inkuiri. Diakses 10 Desember 2011 dari http://herfis.blogspot.com/2009/07/ pembelajaran-inkuiri.html
Lestari, T. 2010. Pembelajaran Kimia Dengan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode Eksperimen Dan Demonstrasi Ditinjau Dari Kemampuan Awal. Skripsi. Diakses 19 Januari 2012 dari http://trilestarisman1kbm.
blogspot.com/2010/02/
Nuh, U. 2010. Fisika SMA Online: Keterampilan Proses Sains. Artikel Pendidikan. Diakses 03 Februari 2012 dari http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/03/keterampilan-proses-sains.html.
Panen. P, D. Mustafa, dan M. Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.
Purba, M. 2006. KIMIA SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.
Roestiyah. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Semiawan, C. 1992. Pendidikan Ketrampilan Proses. Jakarta. Gramedia.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.
Suyanti, R. Dwi . 2010. Strategi Pembelajaran Kimia. Graha Ilmu. Medan.
Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Rineka Cipata. Jakarta.
Sudjana, N. 2002. Metode Statistika. PT. Tarsito. Bandung.
Tim action Research Buletin Pelangi pendidikan. 1999. Proses Belajar Mengajar. Universitas Lampung.
Trianto. 2010. Model-ModelPembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta