Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
GERAKAN SERIKAT BURUH DI MEDAN 1971-1990
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
TONGAM PANGGABEAN
040706016
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Lembar Persetujuan Ujian Skripsi
GERAKAN SERIKAT BURUH DI MEDAN 1971-1990
Yang diajukan oleh : Nama : Tongam Panggabean
Nim : 040706016
Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh:
Pembimbing,
Dra. Nurhabsyah, M.Si Tanggal,………….
NIP. 13146052
Ketua Departemen Sejarah,
Dra. Fitriaty Harahap, S.U Tanggal,………… NIP. 131284309
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Lembar Pengesahan Skripsi Oleh Dekan dan Panitia Ujian
PENGESAHAN
Panitia ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Untuk melengkapi salah satu Syarat ujian sarjana sastra Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra Medan
Pada :
Tanggal :
Hari :
Fakultas Sastra USU
Dekan,
Drs. Syaifuddin, M.A. Phd Nip: 132098531
Panitia Ujian
1……….. (……….)
2……….. (……….)
3……….. (……….)
4……….. (……….)
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
ABSTRAK
Ungkapan Bung Karno untuk tidak melupakan sejarah bukanlah kiasan belaka. Bagi saya ini berarti bahwa setiap peristiwa apabila diresponi dengan berhikmat, pasti mempunyai nilai tersendiri yang patut untuk diingat dan dihargai. Terlepas dari besar atau kecilnya pelaku sejarah, lama atau singkatnya suatu peristiwa dan luas atau sempitnya daerah peristiwa itu.
Atas dasar tersebut, skripsi ini mencoba menjelaskan suatu babakan perburuhan yang suram dan luput dari perhatian yakni Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990. Periode ini merupakan masa dimana gerakan serikat buruh melemah bahkan bisa dikatakan vakum dari kekuatan politik, kekuatan ideologi yang berdampak kepada tidak berfungsinya serikat. Padahal idealnya, serikat buruh yang adalah wadah perjuangan buruh untuk mendapatkan hak-hak normatif (upah, libur, jaminan kerja dan hari tua dll) dan hak politiknya.
Dengan berkaca keberhasilan gerakan serikat buruh yang tumbuh subur dan berkekuatan di masa orde lama terutama SOBSI bahkan eksistensi dan pengaruhnya sampai ke Medan dan Sumatera Utara, maka gerakan serikat buruh Medan yang diperankan oleh SPSI Medan telah gagal memenuhi fungsinya malah terjebak dalam politik orde baru. Berkaitan dengan itu, akan dijelaskan beberapa kebijakan pemerintah yang mendorong vakumnya gerakan serikat buruh di Medan.
Dalam skripsi ini juga akan dijelaskan munculnya gerakan alternatif yang diperankan oleh beberapa LSM. Peranan LSM adalah melakukan apa yang tidak dilakukan oleh SPSI Medan dan pemerintah.
Memang harus diakui, gerakan yang dibangun oleh beberapa LSM di Medan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas. Gerakan yang pernah dilakukan tidak sebanding dengan gerakan seriat buruh masa orde lama di Medan terutama yang diperankan oleh SOBSI dan SARBUPRI. Namun, terlepas dari pencapaian yang tidak sebanding itu, ada satu fakta yang tidak dapat disangkal dan dapat dijadikan pelajaran adalah bahwa gerakan kritis membela hak-hak ekonomi-politik akan tetap ada serepresif apapun tindakan yang dilakukan untuk menghalanginya. Gerakan itu pada akhirnya akan mencari dan menemukan bentuk-bentuk sebagai alternatifnya.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada suatu dasar dan puncaknya, hidup merupakan rangkaian pelayanan demi
pelayanan. Kehidupan antara manusia dalam sebuah lingkungan atau bahkan dunia
ibarat sebuah mata rantai yang seharusnya tidak terutuskan. Masing-masing bagian
dari rantai itu sudah seharusnya saling mengait, saling menguatkan dan saling
menghidupkan. Kita masing-masing adalah bagian dari rantai itu.
Karenanya pada saat-saat tertentu yan diperlukan, di antara sesama bagian
rantai itu layak saling melayani. Ketika semua rantai itu hanya ingin dilayani maka
putuslah mata rantai. Secara keseluruhan, ketika semua mata rantai itu bersedia saling
melayani pada saat yang diperlukan maka mata rantai kehidupan akan kuat. Kesatuan
pelayanan itu secara baersamaan merupakan pelayanan umat manusia kepada Sang
Pencipta.
Skripsi ini merupakan suaatu pelayanan dan tanggung jawab saya sebagai bagian
dari mata rantai civitas akademika Universitas Sumatera Utara. Saya menyadari
pengerjaan skripsi ini tidak semata-mata atas kerja keras pribadi tetapi juga atas
pelayanan dari berbagai pihak. Banyak pihak yang dengan setia membantu penulis
dalam mengerrjakan skripsi ini, baik dengan memberikan bantuan dalam bentuk
materi maupun moral. Oleh karenanya, dalam kesempatan ini saya ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kepada Ayahanda Paris K. Panggabean yang selalu memberi semangat
kepada saya sebagai anaknya unruk terus belajar dan menggapai pendidikan
setinggi-tingginya.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
2. Kepada ibunda Paulina Simatupang tersayang, atas ketulusan dan kekuatan
hatinya dalam mendidik dan membimbing saya. Sungguh suatu nilai yan tiada
terukur bedarnya.
3. Kepada abang dan kakak-kakak saya sekeluarga: Bang Sabar, K’ Ratna, K’
Roganda, K’ Taruli, K’Risma, K’Marta, K’Sarmini dan adik saya Josep atas
segala dukungannya.
4. Drs. Syaifuddin, M.A. Phd selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara.
5. Dra. Nurhabsyah, Msi selaku dosen pembimbing saya
6. Drs J Fachruddin Daulay selaku dosen wali saya
7. Kepada Kelompok Diskusi dan aksi Sosial (KDAS). Tempat saya menemukan
kesadaran kritis dan visi hidup. Bung-bung dan srikandi-srikandi pembakar
semangat muda, simbol pemuda-pemuda yang saya kenal dekat gelisah dan
progressif bagi negara ini. Tetaplah kibarkan panji-panji keadilan dan
demokrasi kerakyatamu menuju Indonesia baru yang tanpa penindasan.
8. Kepada kawan-kawan seperjuangan pro demokrasi yang pernah tergabung
dalam perjuangan taktis dan strategis se kota Medan yang memjadikan saya
yakin bahwa idealisme dan progredifitas pemuda-mahasiswa masih kuat.
9. Kepada kelompok Rajawali (Era, Jhon, Randy dan Ganda) sahabat saya.
10.Kepada Sri Mawar Rejeki yang menempati ruang istimewa dalam hati saya.
Semangat dan pengertianmu menjadi sumber inspirasi, motivasi dan
keberanianku menatap masa depan. Tetaplah semangat, raihlah cita-cita mu.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
11.Kepada rekan-rekan sejawat dan sepermainan yang tidak dapat diseburkan
satu per satu, namun tanpa mengurangi rasa hormat saya. Terimakasih atas
peran dan sumbangsih yang pernah diberikan.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
DAFTAR ISI
Abstrak………. i
Ucapan Terimakasih………. ii
Daftar Isi……… v
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah………...1
1.2. Rumusan masalah………8
1.3. Tujuan dan manfaat penelitian……… 9
1.4. Tinjauan pustaka………. 10
1.5. Metode penelitian………11
BAB II GERAKAN SERIKAT BURUH SEBELUM TAHUN 1970 2.1. Gambaran Singkat Kondisi umum Perburuhan………...14
2.2. Kondisi Gerakan Serikat Buruh Medan……….. 22
BAB III MATINYA GERAKAN SERIKAT BURUH TAHUN 1970-AN……. 3.1. Latar Belakang Kebijakan Politik Nasional……….. 31
3.1.1. Kebijakan Politik Perburuhan tahun 1970-1990…... 33
3.1.2. Vakumnya Gerakan Serikat Buruh Medan ………. 39
3.1.3. Kebijakan Upah Minimum………... 45
BAB IV DARI GERAKAN SERIKAT BURUH KE GERAKAN ALTERNATIF 4.1. latar Belakang Munculnya Gerakan Alternatif………. 50
4.1.1. Lembaga Bantuan Hukum Medan (LBH Medan)…………. 53
4.1.2. Kelompok Studi Analisa Perkotaan (KSAP)………. 54
4.1.3. HAPSARI……….. 55
4.1.4. PONDOKAN……….56
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan………. 56 5.2. Saran………60 Daftar Pustaka
Daftar Informan Daftar Pertanyaan Lampiran
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perlakuan yang kasar serta perampasan hak-hak manusiawi (sosial, ekonomi
dan politik) seorang buruh1 secara umum selalu terjadi sepanjang sejarah perburuhan.
Bersamaan dengan itu, respon buruh terhadap ketidakadilan itu juga selalu muncul.
Kaum buruh pada dasarnya selalu menuntut hak-hak normatifnya, yaitu upah yang
layak. Selain itu untuk buruh perempuan hak untuk cuti haid dan hamil serta menolak
penggunaan pekerja anak-anak. Namun semua tuntutan ini tidak dapat terwujud
apabila hanya diperjuangkan sendiri saja. Dalam kondisi seperti inilah diperlukan
peran vital serikat buruh2
Dalam setiap kurun waktu, gerakan buruh selalu mempunyai persamaan
umum di setiap wilayah Indonesia yakni menuntut hak-hak normatif tersebut.
Gerakan buruh juga tidak terlepas dari pengaruh iklim perpolitikan nasional. Hal
inilah yang menyebabkan munculnya perbedaan metode serikat buruh (kooperatif dalam menyejahterakan kaum buruh.
1
Istilah buruh sendiri masih merupakan bahan perdebatan dari zaman ke zaman. Perdebatan tersebut terkait pada persoalan bahasa. Apakah akan mempergunakan istilah buruh atau istilah karyawan yang secara umum sama-sama berarti pekerja. Sistem-sistem seperti bahasa memang digunakan oleh kelompok-kelompok sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Namun dalam hal ini yang saya maksud dengan buruh adalah seseorang yang bekerja pada orang lain (lazimnya disebut majikan) dengan menerima upah dan sekaligus mengesampingkan persoalan antara pekerjaan bebas dan pekerjaan yang dilakukan, di bawah pimpinan oran lain dan menesampingkan pula persoalan antara pekerjaan dengan pekerja. Lihat Haliti Toha dan Hari Pramono (ed.), hubungan kerja antara majikan dan buruh, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hal., 3.
2
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
atau nonkooperatif), besar atau kecil dan berhasil atau gagalnya perjuangan serikat
buruh. 3
Kuatnya pengaruh politik untuk mempengaruhi metode dan orientasi gerakan
serikat buruh sudah terbukti secara historis. Ini terlihat dalam kebijakan pemerintah
orde lama yang banyak membubarkan partai politik.
Masa orde lama gerakan serikat buruh diwarnai dengan perjuangan politik
praktis, yakni tergabung atau menjadi underbow dari partai politik. Konsentrasi
Buruh Kerakyatan Indonesia (KBKI) dengan Partai Nasional Indonesia (PNI),
Sarekat Buruh Islam Indonesia (SBII) dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(Masyumi), Sarekat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) dengan Partai Nahdatul
Ulama (NU), Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dengan Partai
Komunis Indonesia (PKI), Kongres Buruh Seluruh Indonesia (KBSI) dengan Partai
Sosialis Indonesia (PSI), Gabungan Organisasi Buruh Sarekat Islam Indonesia
(GOBSII) dengan Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Serikat Buruh Kristen
Indonesia (SBKI) dengan Partai Kristen Indonesia (PARKINDO), Organisasi Buruh
Pancasila (OB. Pancasila) dengan Partai Katolik Indonesia dan Partai Rakyat
Nasional (PRN) Angkatan Darat juga mensponsori pembentukan SOKSI (Sentral
Organisasi Karyawan Seluruh Indonesia) di tahun 1961.
4
3
Soegiro DS dan Edy Cahyono, Gerakan Serikat Buruh: Zaman Kolonial, Hindia Belanda hingga Orde Baru, makalah, tanpa tahun dan penerbit, Jakarta, hal 20.
4
Beberapa partai politik yang dilarang adalah Masyumi dan PSI, ini terjadi pada bulan Agustus 1960. selain partai politik, beberapa tokoh yang dianggap berseberangan dengan Soekarno dijebloskan ke penjara. Di antaranya yaitu, Syarifuddin, Natsir, Simbolon, Burhanuddin, Syahrir dll. Lihat M.C Ricklefts, Darmono Hardjowidjono (pnj.), Sejarah Indonesia Modern, Yokyakarta: Gajah Mada University Press, 2005, hal.,406 dan 408.
SBII terkena dampak dari
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
dalam pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia- Piagam
Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI-Permesta).
Demikian juga halnya pada masa-masa awal orde baru hingga akhir
pemerintahannya. Peristiwa kelam yang terjadi di tahun 1965 yakni gerakan 30
September (G 30 S),5
Orde Baru bergerak cepat merekonstruksi perekonomian Indonesia sementara
para aktivis buruh progresif tengah meregang nyawa di tangan para pembunuh.
menjadi tonggak sejarah perubahan tatanan politik dan
kebijakan nasional secara drastis. Tuduhan yang dilontarkan angkatan darat bahwa
PKI mendalangi peristiwa penculikan jenderal-jenderal, dan pembantaian aktivis
gerakan rakyat yang terjadi sesudahnya, praktis menghancurkan struktur dan
sendi-sendi kekuatan gerakan serikat buruh progresif.
6
Memasuki periode 1970-an, gerakan serikat buruh benar-benar melemah dan
hanya beorientasi ekonomi. Dengan bantuan Frederich Ebert Stiftung (FES),
disusunlah konsep baru serikat buruh Indonesia yang akan didukung oleh Orde Baru
yaitu; gerakan serikat buruh harus sama sekali lepas dari kekuatan politik manapun,
keuangan organisasi tidak boleh tergantung dari pihak luar, kegiatan serikat buruh Orde
Baru membuka pintu lebar-lebar kepada perusahaan-perusahaan asing. Soeharto juga
membuka pintu bagi mengalirnya pinjaman luar negeri untuk berbagai proyek yang
kemudian dikelola oleh mitra-mitra dan kerabat dekatnya.
5
Sampai saat ini belum diketahui motif sesungguhnya pada peristiwa yang terjadi 1 Oktober 1965 itu. Ada beberapa pendapat yang muncul berkaitan dengan peristiwa tersebut. Di antaranya yaitu, pemberontakan PKI, “kudeta merangkak” Soeharto, Angkatan Darat (AD), konsfirasi kekuatan internasional (AS-CIA), bahkan ada yang menyebut Soekarno sendirilah pelakunya. Lihat Ita F Nadia dalam Suara perempuan korban tragedy 1965, Yokyakarta, Galang Press,2007,hal., 13.
6
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
dititikberatkan pada soal-soal sosial ekonomis yakni hubungan industrial, penataan
ulang serikat-serikat buruh yang mengarah pada penyatuan, perombakan pada
struktur keserikatburuhan, mengarah pada serikat sekerja untuk masing-masing
lapangan pekerjaan.7
Sejak awal, jelas bahwa serikat buruh ini ditujukan untuk membangun buruh
yang mendukung segala kebijakan pemerintah dan menutup diri dari dunia politik
bagi buruh. Ideologi yang dikenakan oleh FBSI adalah ideologi harmoni (pancasila), Setidaknya, itulah prinsip yang dicanangkan secara teoritik. Kenyataannya
pemerintah orde baru ingin rekonstruksi serikat buruh menjadi sebuah serikat yang
kooperatif dengan pemerintah. Hal ini diwujudnyatakan dalam bentuk FBSI
(Federasi Buruh Seluruh Indonesia) yang diketuai Agus Sudono, mantan ketua
Gasbindo, dan sekjennya adalah Suwarto, seorang mantan perwira Opsus (Operasi
Khusus, pendahulu Kopkamtib). Di bawah komando dua orang petinggi Golkar ini,
serikat buruh memang dilepaskan dari kekuatan politik manapun dan jatuh ke dalam
cengkeraman Golkar. Jajaran pengurus FBSI selalu diambil dari kader-kader Golkar.
8
7
Frederich Ebert Stiftung (FES) adalah sebuah yayasan milik Partai Sosial Demokrat Jerman yang pro pasar bebas,bekerja sama dengan Yayasan Tenaga kerja Indonesia (YTKTI) merekonstruksi gerakan buruh melalui sebuah seminar yang disponsori FES di tahun 1971.
8
Syaiful Jalil hasibuan, Sejarah Konstitusi ILO dan FBSI, Medan, Fakultas Hukum USU, 1985, hal.,59.
yakni antara buruh dan pengusaha harus ada ketenangan, tidak boleh ada konflik.
Para pengurus teras FBSI juga selalu merupakan tokoh-tokoh yang dekat atau
tergabung dalam Golkar. Dengan komposisi kepengurusan semacam ini, FBSI juga
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
“organisasi-organisasi profesi” lainnya seperti HKTI (Himpunan Kerukunan Tani
Indonesia) maupun HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia).
FBSI yang kemudian berganti nama menjadi SPSI. Keadaan justru menjadi
bertambah parah karena SPSI dijadikan sebuah wadah tunggal, sebuah penghalusan
istilah bagi dijalankannya sistem korporatisme negara oleh Orde Baru. Untuk
memperhalus kenyataan bahwa pemberangusan gerakan serikat buruh dilakukan
secara lebih sistematis, Soeharto menunjuk Cosmas Batubara menjadi menteri tenaga
kerja.9
Memasuki periode ini, dinamika pergerakan serikat buruh Medan juga
benar-benar ikut melemah. Jika tidak mau dikatakan mati total. Dalam rentang waktu 20
Apabila dilakukan perbandingan menyangkut nasib serikat buruh antara pada
masa orde lama dan orde baru, maka ditemukan beberapa persamaan. Kondisi buruh
secara umum sama-sama dalam ketertindasan yakni ditandai dengan belum
terpenuhinya hak-hak normatif buruh. Namun yang membedakan adalah tingkat
represifitas terhadap gerakan serikat buruh. Sehingga Jika masa orde lama meskipun
di bawah tekanan pemerintah namun gerakan seikat buruhnya tetap besar dan banyak
organisasi namun tidak ampai mematikan fluralitas ideologi setiap gerakan sedangkan
pada masa orde baru, represifitas pemerintah justru memvakumkan ideologi dan
orientasi gerakan serikat buruh.
9
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
tahun kita tidak melihat adanya sebuah peristiwa atau momentum sebagai hasil dari
gerakan buruh. Vakumnya gerakan serikat buruh ini setidaknya disebabkan oleh;
Pertama, sebagai subordinasi dari buruh tunggal SPSI di pusat, pergerakan SPSI
Medan yang berkantor di jalan Gatot Subroto Nomor 181 Medan.
tidak mempunyai kemandirian dan inisiatif dalam menentukan orientasi kebijakann
karena segala sesuatunya ditentukan oleh pusat sehingga kehilangan akal (daya
kreatifitas) untuk menciptakan sebuah momentum.
Kedua, memang jiwa zaman pada periode ini berbeda dengan periode
sebelumnya. Ciri khas zaman pada periode ini adalah masa pembungkaman secara
sistematis baik melalui perundang-undangan melalui berbagai kebijakan pemerintah
sangat mempengaruhi keadaan ini. Terbitnya peraturan seperti Permen (Peraturan
Menteri) No. 342/1986 tentang intervensi militer sebagai perantara dalam
perselisihan perburuhan, Permen No. 1108/1986 tentang keharusan kalau terjadi
perselisihan perburuhan supaya diselesaikan terlebih dulu dengan atasan langsung,
sebelum lewat perantara atau penyelesaian Permasalahan Perburuhan Pusat (P4),
Permen No. 1109/1986 tentang pembentukan UK (Unit Kerja) di perusahaan harus
melibatkan pengusaha, Permen No. 04/1986 tentang pemberian ijin kepada majikan
untuk merumahkan buruh sewaktu-waktu tanpa menunggu P4 sangat melemahkan
orientasi gerakan serikat buruh. Masuknya militer dalam struktural serikat buruh juga
sangat melemahkan orientasi gerakan serikat buruh ini. Pembungkaman juga
dilakukan melalui pelegalan kekerasan (terutama militer) atas tuduhan suversif dan
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Ketiga, selain adanya campur tangan pemerintah yang sangat jauh,
melemahnya gerakan serikat buruh disebabkan belum terkonsolidasinya potensi yang
ada. Apalagi buruh tidak lagi mempunyai kesempatan berpolitik yang artinya tidak
memiliki kekuatan politik dalam perjuangannya. Sesuatu yang berbeda dengan
gerakan serikat buruh masa orde lama yang merupakan bagian dari setiap partai
politik yang ada. Kondisi ini berlaku secara nasional dan demikian pula halnya di
Medan.
Jika pada masa demokrasi liberal gerakan serikat buruh terkonsentrasi pada
kehidupan partai politik, pada periode ini gerakan serikat buruh lebih bersentuhan
dengan perusahaan. Maka fenomena yang muncul adalah semakin tidak adanya
kualitas dan kuantitas gerakan.
Berdirinya kelompok-kelompok di luar buruh namun berorientasi dalam
memperjuangkan nasib buruh dalam bentuk organisasi non-pemerintah (Ornop) atau
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Medan menjadi angin segar terhadap
buruh.10
10
Munculnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau biasa disebut juga Organisasi Non Pemerintah (Ornop) memiliki arti penting sebagai sarana penghubung, penyadar, sekaligus sebagai `alat kontrol' dalam proses pembangunan Ornop sendiri muncul karena kesadaran akan arti penting nilai-nilai kemanusiaan dan tanggung jawab pembangunan. Bila demikian halnya, keberadaan Ornop memungkinkan tumbuhnya kesadaran akan nilai asasi manusia yang didudukan sejajar dengan proses pembangunan. NGO di negara maju sendiri lahir akibat keprihatinan terhadap pembangunan kembali eropa pasca perang dunia II, serta bantuan internasional untuk dunia ketiga yang baru merdeka. Bantuan pembangunan kepada NGO pada tahun 1970-an ke atas lahir bersamaan dengan mengalirnya bantuan asing dan utang seiring dengan dekade modernisasi dan pertumbuhan ekonomi negara dunia ketiga. Lihat Setiawan Bonnie, Organisasi Non Pemerintah dan masyarakat sipil. Dalam Prisma 7 Juli 1996 hal. 35.
Meskipun kenyataanya harus diakui bahwa gerakan yang dibangun tidak
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
muncul di Medan antara lain Lembaga Bantuan Hukum Medan, Kelompok Studi
Analisa Perkotaan (KSAP), Hapsari dan Pondokan.
Benar setiap kali gerakan serikat buruh mengalami pasang, itu pasti karena
pengorganisiran yang militan di basis-basis, dan disertai dengan semangat berpolitik.
Dan setiap kali gerakan serikat buruh mengalami pukulan balik, hal ini disebabkan
oleh ketergesa-gesaan, oleh mengendurnya militansi di basis-basis atau oleh
keterlenaan akibat politik parlementarisme. Gejala ini tentunya sangat menarik untuk
dibahas.
I. 2. Rumusan Masalah
Dinamika yang terjadi di dalam sebuah masyarakat selalu jauh lebih kompleks
dan rumit daripada yang dapat diuraikan oleh satu atau beberapa orang penulis.
Dalam tulisan ini saya berkeinginan untuk memaparkan pembabakan yang telah
ditempuh oleh gerakan serikat buruh di Medan, situasi ekonomi-politik yang sedang
berkembang yang berpengaruh kepada serikat buruh dan metode-metode yang
dipakai serikat buruh dalam setiap babak.
Tentu saja, tidak semua orang akan sepakat dengan pembabakan yang dibuat di
sini. Pembabakan ini semata ditujukan untuk membedakan keterorganisiran,
unsur-unsur yang berfungsi sebagai tulang punggung gerakan dan manfaat yang dirasakan
kaum buruh ketika babak tertentu berlangsung. Skripsi yang berkudul “Gerakan
Serikat Buruh Di Medan (1970-1990)” ini diharapkan melahirkan pemahaman
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Oleh karena itu, permasalahan inti yang ingin penulis kaji adalah berkaitan
dengan :
1. Apa latar belakang kebangkitan gerakan serikat buruh di Medan sebelum
1970-an.
2. Mengapa tahun 1970-1990 gerakan serikat buruh di Medan mengalami
kevakuman.
3. Bagaimana bentuk alternatif gerakan yang muncul dengan vakumnya gerakan
serikat buruh di Medan.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, pembatasan periode 1971-1990
karena pada periode inilah gerakan serikat buruh di Medan benar-benar jauh dari
kekuatan politiknya. Oleh karena itu, kajian untuk melihat dinamika gerakan serikat
buruh pada masa ini sangat minim. Tetapi bukan berarti gerakan serikat buruh Medan
periode 1971-1990 tidak menarik sama sekali untuk dikaji.
I. 3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. 3.1 Tujuan
1. Menjelaskan latar belakang kebangkitan gerakan serikat buruh di Medan
sebelum tahun 1970-an.
2. Menjelaskan sebab-sebab vakumnya gerakan serikat buruh di Medan tahun
1971-1990.
3. Menjelaskan bentuk alternatif gerakan yang muncul dengan matinya gerakan
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
1. 3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini setidaknya dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk
mengetahui beberapa hal antara lain:.
1. Diharapkan tulisan ini dapat membantu untuk membangkitkan ilham tentang
bagaimana gerakan serikat buruh harus dibangun untuk menghadapi tantangan
dalam sebuah situasi tertentu yang berada di depan..
2. Untuk menambah literatur atau bahan bacaan yang berkaitan langsung dengan
gerakan serikat buruh di Medan.
I. 4. Tinjauan Pustaka
Dalam pemilihan topik, penulis menggunakan kedekatan emosional seperti
yang dikatakan Kuntowijoyo. Namun bukan berarti saya melepaskan begitu saja
faktor referensi untuk melakukan penelitian. Secara umum, buku-buku tentang
gerakan serikat buruh pada periode 1971-1990 ditulis secara nasional. Oleh
karenanya, saya tidak mendapatkan buku-buku yang penulisannya fokus untuk
gerakan serikat buruh di Medan.
Untuk menutupi kekurangan itu, penulis menggunakan referensi yang secara
tidak langsung menceritakan gerakan serikat buruh Medan. Buku pertama yang saya
gunakan yaitu “ Konflik Sosial: Kajian Sosiologis Hubungan Buruh,Perusahaan
dan Negara di Indonesia” karya Susetiawan. Hubungan dengan judul penelitian
saya adalah banyak hal mengenai gerakan buruh diterangkan di sini. Baik dalam hal
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
nasional mempunyai dampak langsung kepada daerah, maka saya menjadikan ini
sebagai bahan pemikiran sebagai gambaran singkat gerakan serikat buruh di Medan
periode 1971-1990.
Buku kedua yaitu “Sekilas Gerakan Buruh di Indonesia” yang ditulis oleh
Moestafa. Buku ini menceritakan tentang perjalanan kronologis gerakan buruh
Indonesia sejak prakemerdekaan sampai tahun 1960-an. Memang tidak dijelaskan
secara detail. Tetapi yang dapat saya simpulkan ada semacam fragmartisme dalam
buku tersebut di mana penulis buku tersebut lebih condong melihat dari perspektif
pemerintah terutama Orde Baru. Kaitannya dengan judul penelitian saya adalah
sebagai bahan perbandingan dan antitesis terutama apabila lebih dilihat dari sudut
pandang organisasi buruh itu sendiri atau buruh secara personal dan dalam ruang
lingkup yang lebih khusus yaitu daerah Medan.
Buku ketiga yaitu “Kapitalisme dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan
Sumatera (1870-1979)” karangan Ann Laura Stoler. Hubungannya dengan penelitian
ini adalah muatan beberapa paparan bagaimana kondisi perburuhan di perkebunan.
Dalam buku ini dijelaskn bagaimana bentuk penindasan yang dilakukan terhadap
buruh kontrak sehingga muncul kesadaran buruh untuk bergerak melawan penindasan
tersebut dengan cara berorganisasi. Dijelaskan juga tentang progresifitas serikat
buruh Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dan SARBUPRI (Sarekat
Buruh perkebunan Republik Indonesia) yang sangat kuat di perkebunan. Juga
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
I. 5. Metode Penelitian
Untuk pemilihan topik, penulis mengikuti apa yang dikatakan Kuntowijoyo
mengenai pemilihan topik yaitu berdasarkan kedekatan emosional. Di mana adanya
kedekatan lokasi penelitian dengan tempat tinggal penulis.11
Dalam Penelitian sejarah mempunyai lima tahapan yang seyogianya
dilakukan oleh para sejarawan, yaitu pemilihan topik, pengumpulan data, verifikasi,
interpretasi dan historiografi.
Tentunya saya tetap
bersikap kritis dalam melakukan penelitian agar hasilnya tidak subyektif
12
Untuk kekurangan, saya lengkapi pada saat penelitian di lapangan. Dimana
telah dilakukan metode wawancara untuk melengkapi data yang telah diteliti. Saya cenderung untuk mengikuti kelima tahapan
tersebut. Dalam pemilihan topik, seperti yang telah diiuraikan di bagian latar
belakang, penulis menggunakan kedekatan emosional.
Pada tahapan pengumpulan sumber (heuristik) yang tediri dari pengumpulan
sumber berdasarkan urutan penyampaian (sumber primer dan sekunder) dan
pengumpulan sumber berdasarkan bahanya (dokumen dan artefak), saya berada
dalam posisi kedua. Maksudnya yaitu, sumber yang saya dapatkan masih
kebanyakan berasal dari sumber sekunder, yaitu buku-buku yang menceritakan
sejarah gerakan buruh. Pengumpulan buku-buku ini sebagai dasar dari penelitian
kepustakaan. Selain buku-buku, saya juga akan berusaha melengkapinya dengan
dokumen baik berupa arsip maupun klipping koran.
11
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yokyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2005, hal., 91-93 12
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Wawancara juga sangat memungkinkan mengingat periodesasi penelitian belum
terlalu jauh ditambah lagi sumber tulisan tentang gerakan serikat buruh di Medan
periode tersebut di atas masih sangat minim.
Selanjutnya tahap verifikasi atau kritik sumber yaitu yang terdiri dari kritik
internal (kredibilitas) dan kritik eksternal (autensitas dan original) dan interpretasi
akan saya lakukan setelah data yang diinginkan telah memadai. Setelah dilakukan
kritik maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menginterpretasi berdasarkan
data-data yang telah diperoleh kemudian menghasilkan suatu kesimpulan dari objek
yang diteliti baik secara analisis maupun sintesis. Hal ini dilakukan untuk
menghindari subjektifitas. Langkah terakhir yang dilakukan saya adalah historiografi
dimana penulis akan menjabarkan hasil penelitian sekaligus rangkaiannya dengan
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
BAB II
GERAKAN SERIKAT BURUH SEBELUM TAHUN 1970
2.1. Gambaran Singkat Kondisi Umum Perburuhan
Kolonialisme Hindia Belanda dimulai sejak abad ke-19. pengusaha-pengusaha
Eropa tampil sebagai penguasa yang pengelola industri perkebunan dan
pabrik-pabrik, sementara kaum bumi putra disiapkan menjadi buruh. Struktur masyarakat
kapitalistik juga secara tidak langsung terbentuk dengan lahirnya lembaga keuangan
NHM (Nederlanche Handels Maatschapij) serta JB (Javasche Bank). Buruh lahir
karena hubungan industrial kapitalistik (hubungan buruh dengan modal) untuk
memproduksi barang-barang dagangan secara massal.13
Maka muncullah konflik perburuhan. Misalnya pada keresidenan Pekalongan
di desa kaliepucan Kulon, Karang Anjur dan Wates Ageng. Buruh Planter (penanam
tebu) melakukan tuntutan terhadap kebijakan yang membebani mereka untuk
membayar pajak natura terbu. Bahkan mereka melakukan tuntutan balik untuk
kenaikan upah dari 14,22 gulden manjadi 25 gulden. Protes ini terjadi pada tanggal
Di pihak buruh, muncul kesadaran untuk mempertahankan kemerdekaan dan
menegakkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini
disebabkan terpinggirkannya nasib buruh. Para pengusaha selalu saja mengeksploitasi
kaum buruh dengan sewenang-wenang. Sementara pemerintah Hindia Belanda
menggunakan kekuasaan politiknya untuk menekan gerakan buruh.
13
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
24 Oktober 1842 dan diikuti oleh 600 pekerja dari 51 desa. Begitu juga pada tahun
1882 di Yokyakarta terjadi pemogokan besar-besaran. Isu yang diangkat adalah
kenaikan upah serta sistem kerja yang menindas kaum buruh. Namun seringkali
aktivitas buruh ini tidak menjadi perhatian yang serius akibat belum adanya
organisasi modern (serikat buruh, partai politik dan sebagainya) yang mampu
memayungi dan menyuarakan tuntutan mereka.
Dinamika gerakan buruh tampaknya semakin maju. Pertumbuhan gerakan
buruh yang besar di Belanda berbanding lurus dengan pertumbuhan gerakan buruh di
Hindia Belanda pada akhir abad ke-19. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya
serikat-serikat buruh yang awalnya dibangun orang-orang Eropa di Indonesia. Tahun 1897
muncul Nederlanche Indisch Onderwijzers Genootdcap (NIOG), pada tahun 1905
berdiri Staatspoor Bond (SS Bond) dan pada tahun 1908 berdiri lagi Vereeniging
voor Spoor-en Tramweg Personeel in Ned-Indie.
Kaum buruh bumiputra tidak mau ketinggalan. Mereka turut berperan aktif
dalam mendirikan serikat buruh. Pada tanggal 14 November 1908 di Semarang
berdiri Vereeniging Spoor-Traam Personen (VSTP). Dalam rapat umum VSTP pada
bulan Februari 1914 memutuskan dari 7 posisi anggota eksekutif, tiga diambil dari
kaum bumiputra14
14
Ibid., hal. 19.
. VSTP menjadi organisasi buruh yang begitu gigih melawan
penindasan kolonial Belanda. Mereka mampu membangun hinga 93 cabang
organisasi di Cirebon, Semarang, Yokyakarta, Surabaya, Madiun bahkan sampai ke
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
penting dalam membangun VSTP dan merebut kepemimpinan Serikat Islam (SI)
Semarang yang notabene memang sangat moderat dan tidak berpihak pada buruh dan
rakyat jelata.
Sementara itu, terjadi perubahan sistem kerja terutama di perkebunan.
Perkebunan yang pada awalnya dimonopoli oleh pemerintah kini boleh diusahakan
oleh modal-modal swasta. Sistem kerja paksa yang semula diterapkan juga ikut
berubah menjadi sistem upah kerja bebas15
Kondisi ini tentu saja direspon oleh aksi-aksi buruh yang massif dengan
tujuan menggulingkan kekuasaan mereka. Tokoh-tokoh buruh yang tergabung dalam
Partai Komunis Indonesia (PKI) seperti Semaun, Alimin, Darsono dan lain-lain
terlibat dalam pemberontakan tahun 1926. PKI yang dipimpin oleh Muso melakukan
pemberontakan bahkan hingga pengrusakan di berbagai daerah dan kota. Keadaan ini
dimaksudkan untuk menciptakan kondisi revolusioner yang mereka inginkan untuk
mengusir Belanda dari Indonesia. Namun rencana ini gagal, pemerintah Hindia
Belanda langsun mengambil tindakan tegas dengan menangkap gembong-gembong
PKI termasuk Darsono. Pada bulan November 1925, PKI mengorganisir pemogokan
buruh pelabuhan Belawan yang bertepatan dengan kedatangan gubernur jenderal . Sejak saat itu modal-modal asing mulai
mengalir ke Hindia Belanda dengan menggarap perkebunan dan pabrik-pabrik.
Pertumbuhan ini malah menjadi malapetaka bagi masyarakat pribumi karena
eksploitasi yang terjadi sangat besar sementara struktur masyarakat masih sangat
lemah sehingga dapat dipakai oleh kaum kapitalis untuk mencapai tujuan mereka.
15
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Hindia Belanda di daerah itu. Basis utama PKI adalah Proletariat kota yang
terorganisasi dan pengaruhnya dapat menyusup dikalangan buruh-buruh
perkebunan16
16
Imam Sujono, Yang Berlawan: Membongkar Tabir Pemalsuan Sejarah PKI, Yokyakarta: Resist Book, 2006, hal.154.
Pasca tragedi 1926 ada upaya untuk membangun kembali gerakan buruh.
Syahrir mencoba membangkitkan kembali semangat kaum buruh dengan
menerbitksan pamphlet-pamflet perlawanan dan menegaskan bahwa menurutnya di
dalam masa kemerdekaan belum tentu kaum buruh juga ikut merdeka. Selain itu Dr
Sutomo juga membangun Serikat Kaoem Boeroh Indonesia (SKBI) pada tahun 1928,
namun hanya bertahan selama satu tahun.
Semangat anti kolonial jelas mengaktifkan kembali gerakan serikat buruh
pribumi. Kondisi politik dan semangat nasionalisme menjadi faktor pemicu
terbentuknya perlawanan ini. Secara historis tampak bahwa gerakan buruh tidak
hanya sebuah semangat melawan ketidakadilan dalam hubungan industrial semata,
namun sosok gerakan serikat buruh yang bersifat ideologis dan anti kolonial terlihat
jelas lewat corak gerakan yang dilahirkan oleh kekuatan buruh sektor perkebunan dan
transportasi.
Tetapi sekitar tahun 1930-an hingga datangnya Jepang gerakan serikat buruh
dapat dikendalikan oleh pemerintah kolonial Hindia Benlanda maupun pemerintahan
Jepang. Tidak terkecuali, pada zaman pendudukan Jepang semua kegiatan organisasi
politik, sosial dan ekonomi dilarang. Sehingga otomastis menghambat kinerja
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Pasca kemerdekaan pola dan orientasi gerakan serikat buruh mulai bervariasi.
Barisan Buruh Indonesia (BBI) berdiri pada tanggal 15 September 1945. Serikat ini
menampung buruh secara keseluruhan sebagai bagian penting dari semangat revolusi
kemerdekaan. Perbedaan mendasar dalam melihat gerakan buruh tampaklah jelas.
Pada satu sisi lahir sebuah keinginan bahwa serikat buruh harus beorientasi ke dalam
gerakan peningkatan kesejahteraan ekonomi saja. Namun pada sisi lain ada cita-cita
agar serikat buruh memiliki orientasi yang jelas dalam perjuangan politik. Sebagai
sebuah manifestasi pemikiran akan keinginan tersebut, maka pada November 1945
dari hasil sebuah kongres didirikan Partai Buruh Indonesia (PBI) sebagai alat politik
kaum buruh. Dalam konsepsi itu juga disepakati untuk menuntaskan revolusinasional.
Pada tahun 1946, BBI dilebur menjadi Gabungan Serikat Buruh Indonesia
(GASBI). Sementara serikat buruh yang tidak sepakat dengan struktur yang ada
memilih keluar dari GASBI. Serikat buruh yang keluar ini membantu organisasi
Gabungan Serikat Buruh Vertikal (GASBV).
Di tahun yang sama, Alimin dan Harjono berinisiatif untuk menggabungkan
kedua organisasi buruh yang berselisih ini menjadi satu dalam wadah Sentral
Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) pada tanggal 29 November 1946.
dalam perjalanannya, SOBSI mampu mengkonsolidasikan 34 Serikat Buruh (SB).
Dengan kata lain, SOBSI sudah beranggotakan sekitar 85% dari 3 Juta lebih buruh
yang terorganisasi di Indonesia sekitar tahun 1952.17
17
Peter Edman, Komunisme Ala Aidit: Kisah PKI di Bawah Kepemimpinan D.N. Aidit 1950-1965, Jakarta: Center For Information Analysis, 2005,hal.83.
SOBSI lahir dan menyatakan
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
ini tidak pernah lepas dari gelombang politik. SOBSI juga memilih partai politik yang
sehaluan dalam memperjuangkan aspirasi politik buruhnya. Bentuk organisasi SOBSI
ini sendiri adalah demokrasi sentralisme dan setiap pengurus melakukan
kewajibannya serta bertanggungjawab kepada kongres.
Harjono ditunjuk sebagai ketua SOBSI yang pertama, organisasi ini
memonopoli kekuatan buruh yang terorganisir di Indonesia. Paham ideologi yang ada
di Indonesia bercampur baur ke dalam organisasi ini dan disatukan oleh perasaan
solidaritas yang tinggi terutama dalam mempertahankan kemerdekaan dari Belanda.
Dinamisnya pemikiran dalam organisasi ini tentu saja menunjukkan bahwa kesamaan
prinsip yang ada adalah bagaimana bersama-sama mengusir Belanda dan menaikkan
harkat dan martabat buruh sebagai kaum tertindas.
Meskipun pemberontakan PKI pada tahun 1948 di Madiun menghancurkan
kekuatan revolusioner yang dibangun. PKI semakin mendapat tindakan refresif
bahkan dianggap ilegal karena melakukan pemberontakan pada masa perjuangan
kemerdekaan. SOBSI tetap eksis karena belum diklaim sebagai underbow PKI.
Pasca peristiwa Madiun, beberapa anggota PKI menyusup dan membangun
SOBSI sekaligus mengembangkan paham komunisme yang mereka anut. Asraruddin
sebagai ketua SOBSI saat itu tidak sepakat dengan ajaran komunisme sehingga dia
mengundurkan diri dari keanggotaan. Dia beranggapan bahwa gerakan yang
dibangun dengan asas komunisme hanya akan menghancurkan organisasi tersebut
karena telah bersebrangan dengan semangat perjuangan bangsa Indonesia.
Sejak tahun 1946, organisasi buruh ini telah dikuasai komunis. Secara
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Beberapa anggota partai yang ditugaskan untuk menyatukan PKI dengan SOBSI
secara fragmatis berhasil dan mendapat tempat di beberapa kader SOBSI yang ada.18
Satu masa yang penting bagi gerakan serikat buruh adalah pada masa
berlakunya sistem pemerintahan liberal di Indonesia. Pada masa ini terlihat jelas
bagaimana orientasi gerakan buruh. Mereka tidak hanya bergerak dalam hal
hubungan industrial saja, namun sudah merambah ke ranah politik yakni untuk
mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan. Pola yang terjadi adalah semakin
dekatnya serikat buruh dan organisasi tani kepada partai politik tertentu. Mereka
menjadi underbow dan mesin penghasil suara pada pemilihan umum 1955.
Dari organisai yang ada, SOBSI adalah organisasi terbesar yang pernah ada di
Indonesia. Organisasi ini memayungi kurang lebih 62 serikat buruh yang tersebar di
seluruh nusantara. Kekuatan mereka pun diperhitungkan dalam setiap melakukan aksi
massa. Kepekaan kepada sosial–ekonomi buruh dan keberpihakannya kepada kaum
tertindas justru membuat keanggotaan SOBSI semakin lama semakin bertambah.
Selain itu sistem komando yang dijalankan tentunya membuat kesatuan gerak seluruh
anggota sangat solid.
18
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Tabel 1
Partai politik utama dan organisasi-organisasasi petani dan buruh yang bernaung di
bawahnya
No Partai Politik Organisasi Buruh Organisasi Petani
1 Partai Nasional
Indonesia (PNI)
Konsentrasi Buruh
Kerakyatan Indonesia
(KBKI)
Persatuan Petani Nasional
Indonesia (Petani)
2 Majelis Syuro
Muslimin Indonesia
(Masyumi)
Sarekat buruh Islam
Indonesia (SBII)
Sarekat Tani Islam
Indonesia (STII)
3 Nahdatul Ulama (NU) Sarekat Buruh Muslimin
Indonesia (Sarbumusi)
Persatuan Tani Nahdatul
Ulama (Petanu)
4 Partai Komunis
Indonesia (PKI)
Sentral Organisasi Buruh
Seluruh Indonesia (SOBSI)
- Barisan tani
Indonesia (BTI)
- Rukun Tani
Indonesia (RTI)
- Serikat Kaum
tani Indonesia
(Sakti)
5 Partai Sosialis
Indonesia (PSI)
Kongres Buruh Seluruh
Indonesia (KBSI)
Gerakan Tani Indonesia
(GTI)
6 Partai Sarekat Islam
Indonesia (PSII)
Gabungan Organisasi Buruh
Sarekat Islam Indonesia
(GOBSII)
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
7 Partai Kristen
Indonesia
(PARKINDO)
Serikat Buruh Kristen
Indonesia (SBKI)
-
8 Partai Katolik
Indonesia
Organisasi Buruh Pancasila
(OB. Pancasila)
-
9 Partai Rakyat Nasional
(PRN)
Organisasi Buruh Pancasila
(OB. Pancasila)
Badan Perjuangan Rakyat
Penunggu (BPRP)
Sumber: Peter Edman dalam Komunisme Ala Aidit: Kisah Partai Komunis Indonesia
di bawah Kepemimpinan D.N. Aidit 1950-1965, 2005
2.2. Gerakan Serikat Buruh di Medan
Munculnya keresahan di kalangan buruh tidak dapat dipisahkan dari
kenyataan bahwa buruh hanya dianggap sebagai pelengkap dan bukan bagian
terpentinng dalam proses produksi. Anggapan bahwa buruh tidak ada harganya dan
dapat diperlakukan semena-mena justru melahirkan serikat buruh yang radikal.
Berbagai aksi menolak kebijakan perusahaan terutama perkebunan
bermunculan. Bentuk aksi yang paling sering dilakukan untuk menekan perusahaan
lebih banyak dalam bentuk pemogokan kerja. Hal ini karena buruh menganggap
bahwa perundingan justru akan mengaburkan keadaran buruh kerena perjuangan
diplomasi tidak pernah menguntungkan massa buruh.
Penguasaan atas perkebunan yang sangat luas dan menyimpan persediaan
kekayaan materi serta tenaga kerja yang cukup banyak merupakan akibat yang paling
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
dalam proses perebutannya akan terjadi sebuah gebrakan politik terhadap bentuk
konsesi-konsesi politik yang ada sebelumnya.
Di antara sekian banyak kekutan yang melakukan perlawanan radikal, salah
satunya adalah PKI. Dengan pimpinan Xarim MS di Sumaeta Utara mengajak seluruh
rakyat Indonesia untuk menyarakan revolusi nasional dan sosialis. Walaupun
kebanyakan anggota-anggotanya berdomisii di pusat-pusat perkotaan, namun
landasan mereka adalah mendesak untuk melaksanakan dengan segera nasionalisasi
serta pembagian kembali tanah perkebunan. Hal ini tentu saja untuk meraih dukungan
dari kalangan buruh perkebunan. Dalam Front Perburuhan berbagaai upaya juga
dilakukan dalam rangka menyusun strategi untuk menyerang kaum elit asing dan
lokal yang berkuasa.
Faktanya, sosio-kultural perburuhan di Medan dengan daerah lainnya jelas
berbeda. Di Medan, masalah penguasaan buruh terhadap perkebunan belum pernah
dipersoalkan. Karena kekuatan sayap kiri telah mengambil alih jalannya revolusi di
Sumatera Timur, maka dalam proses pengorganisasian kepentingan ekonomi
perkebunan di jalankan sesuai dengan sistem yang diyakini. Perlindungan dan
penjualan hasil perkebunan merupakan bagian penting yang harus diselenggarakan
dalam proses produksi. Didirikannya ERRI (Ekonomi Republik Rakyat Indonesia)
merupakan salah satu cara memegang komando tunggal keseluruhan perekonoian
republik. Di bawah komando yang sangat radikal dan agresif serta panji kerakyatan
“sama rata sama rasa lantas sikuasai” hasil-hasil perkebunan dan komoditi pokok
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Mereka meminta kepada Gubernur Hasan agar ERRI diberi kuasa sebagai
badan pemerintah yang bertindak di bidang ekonomi, bertanggungjawab atas semua
perkebuanan dan perusahaan di Sumatera. Permintaan ini ditolak gubernur tetapi
mendapat dukungan dari kekuatan kiri.19
Kesepakatan untuk membentuk negara federal melahirkan negara Sumatera
Timur (NST) pada tahun 1947 memperlihatkan sosok sebagai hamba setia pemerintah
kolonial Belanda. Masyarakat Melayu menjadi elit di belakang layar dan pengusaha
Belanda dan Eropa sebagai penguasa perkebunan. Sedangkan buruh perkebunan
tetap menjadi buruh lepas yang dibayar dengan upah yang tidak memadai. Sistem Dalam perjalanannya, ERRI membentuk koperasi bagi pedagang-pedagang
kecil. Semua hasi-hasil perkebunan harus diserahkan kepada ERRI dan semua
perdagangan luar negeri ditangani oleh organisasi ini. Di samping itu juga ada
jaminan kesehatan bagi seluruh buruh di Sumatera Utara dengan cara mengerahkan
para dokter dan memenuhi persediaan obat-obatan.
Revolusi sosial di Sumatera Timur, Aceh dan Jawa ternyata mendapat reaksi
dari pengusaha republik sebagai bentuk radikalisme rakyat. Ini juga dipandang
sebagai ancaman dalam usaha mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh dunia
internasional. Namun dalam suasana yang demikian, kabinet Syahrir malah
menandatangani perjanjian Linggarjati sebgai salah satu upaya membangun
kesepakatan politik yang baru yakni pengakuan terhadap Negara Republik Indonesisa
yang meliputi Jawa dan Madura dan negara federal.
19
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
yang terjadi ini memaksa buruh dan petani miskin untuk membangun kesadaran
politiknya sendiri. Mereka kehilangan rumah karena tempat tersebut dijadikan
sebagai lahan perkebunan tembakau serta penanaman karet. Belanda merupakan
wujud nyata musuh mereka dan pertempuran sejatinya adalah merebut kembali tanah
dan rumah mereka.
Munculnya gerakan serikat buruh perkebunan yang terorganisir dari Medan
menjadi konsekuensi dari parahnya kondisi ini. Salah satu serikat buruh yaitu
SARBUPRI (Serikat Buruh Perkebunan Republik Indonesia) yang berhaluan kiri
telah mengklaim bahwa sebagian besar buruh di Perkebunan adalah anggota mereka,
namun kekuatan tersebut belum sepenuhnya diperhitungkan secara politik. Sehingga
seluruh aksi dan insiden yang terjadi jarang dikaitkan dengan motivasi politik, tetapi
hanya dianggap sebagai sebagai sebuah motif balas dendam pribadi aatau tindakan
pencurian semata. Hal ini mungkin saja terjadi karena banyaknya satuan tentara yang
diuntungkan dari hasil penjualan hasil perkebunan.
Baru pada tahun 1950-an bisa digolongkan sebagai kemenangan nyata kaum
buruh. Serangkaian aksi massa terhadap perusahaan kapitalis yang dilancarkan
SOBSI sekitar bulan agustus-september 1950 menghasilkan kenaikan upah buruh
sebesar 30%. Di sekitar pantai timur Sumatera SARBUPRI menuntut agar pekerja
diberikan tempat tinggal yang layak serta bekerja sesusi dengan waktu yang
ditentukan. Dalam internal menajemen perusahan, SARBUPRI juga mendesak agar
mengganti mandor-mandor yang kejam dan tidak disukai.
Keberhasilan SARBUPRI menghimpun anggota hingga 100.000 buruh
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
buruh yang sudah sangat keterlaluan. SOBSI sebagai organisasi induknya telah
berhasil menghimpun orang Indonesia dan mau menampung segala keluhan yang
dihadapi setiap anggotanya.
Dari segi tuntutan yan dilancarkan oleh serikat buruh, isunya beraneka ragam.
Mulai dari kasus pemecatan, pemindahan hingga pengangkatan kembali pekerja.
Banyak juga pemogokan yang bersifat lokal dan berlangsung singkat beberapa jam
atau hanya terjadi sehari saja. Sementara aksi-aksi yang dipersiapkan secara matang
dan rapi berlangsung hingga berminggu-minggu.
Dalam aksinya, SOBSI juga tidak henti-hentinya menuntut pembayaran upah
secara penuh atau setidaknya subsidi pangan tidak dihentikan ketika aksi mogok
berlangsung. Aksi yang dilakukan terkadang hanya dalam bentuk diam tanpa aktivitas
saja dengan mudah memaksa perusahaan memotong setiap uapah yang diberikan.
Namun taktik ini jarang dilakukan karena tidak efektif untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
Selain aksi massa, buruh juga melakuan metode aksi lain berupa aksi bekerja
lambat.20
20
Aan Laura Stoler, op cit,. Hal. 225.
Dalam pola ini buruh tetap bekerja sesuai waktu yang telah ditentukan,
namun memperlambat pekerjaan mereka sehingga hanya menghasilkan sepertiga atau
setengah hasil kerja normal mereka. Tetapi dengan kondisi ini buruh tetap menuntut
upah penuh. Dalam metode bekerja lambat, para buruh yang di posisi srategis ikut
terlibat. Misalnya, seorang operator mesin akan menolak menjalankan mesinnya
sehingga otomatis seluruh produksi perkebunan terpaksa berhenti. Dalam hal ini
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Dari segi keterorganisasian dan militansi buruhnya, buruh perkebunan di Deli
dianggap lebih baik. Peranan pemimpin-pemimpin buruh dalam berbagai pemogokan
menciptakan watak dan karakternya sendiri dalam setiap aksi protes yang
dilancarkan.
SOBSI dan SARBUPRI benar-benar meunjukkan eksistensinya dalam setiap
aksi buruh. Efektifitas kerja mereka dalam setiap pemogokan kerja untuk mendukung
kepentingan kaum buruh membuktikan bahwa organisasi ini sangat solid. Walau
bagaaimanapun taktik serikat buruh ini juga terbatas dalam menyesuaikan diri dengan
karakter masing-masing perkebunan.
Kerugian yang muncul memang tidak sedikit. Misalnya di perkebunan
tembakau, apabila buruh melaksanakan mogok hingga berminggu-minggu maka
hama yang menyerang daun tidak dapat dihindarkan. Kelapa sawit yang harus
dipanen tepat waktu sesuai kematangannya apabila tidak dilakukan akan terjadi
kemerosotan kualitas bahkan akan jatuh harga di bawah standar ekspor. Begitu juga
pada pohon karet yang sering disadap secara ilegal oleh orang-orang yang tidak
bertanggungjawab. Bila aksi pemogokan sering terjadi tentunya hasil perkebunan
tidak terjaga sehingga lambat laun baik tembakau, kelapa sawit dan karet akan
mengalami kerusakan jangka panjang. Jutaan dolar tentunya hilang begitu saja, belum
lagi kerusakan dan kerugian finansial yang seluruhnya harus ditanggung sendiri oleh
perusahaan perkebunan perkebunan.
Pada dasarnya prinsip gerakan serikat buruh yang diperankan oleh SOBSI
ialah memobilisasi seluruh masyarakat pekerja guna mengapai tujuan ideologi
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
revolusi telah diangap gagal, maka membangun masyarakat demokratis adalah
dipandang sebagai awal menuju masyarakat sosialis. Pada tahapan ini, tugas buruh
bukanlah menetang imperialisme dan kapitalisme tetapi tergabung dalam kaum tani
dan borjuasi untuk membangun demokarasi nasional.
Pada tahun 1957, kebijakan pengambilalihan serta nasionalisasi semua
perusahaan Belanda berlangsun di perkebunan Sumatera Utara. Lebih dari 2300
orang kebangsaan Belanda meninggalkan pantai Timur Sumatera dan sekitar 101 dari
217 perkebunan di Sumatera Utara dimasukkan ke dalam kepemilikan pemerintah.
Pada peristiwa ini serikat buruh SOBSI sangat berperan penting dngan mengambil
sikap tegas atas hasil persetujuan Konfrensi Meja Bundar (KMB) tahun 1956. Dalam
hal ini mereka menekankan harus adanya hak istimewa Indonesia untuk memperoleh
dan kelindungi hak milik Belanda secara penuh.
Dalam peran politik, serikat buruh ini juga mengambil peran yang kuat dan
strategis. Setidaknya ini dapat terihat dari peran SARBUPRI yang merupakan sayap
SOBSI. Di Medan SARBUPRI secara aktif melakukan penggalangan kekuatan buruh
perkebunan untuk mendukung memenangkan posisi PKI. Hal ini berdasarkan
pertimbangan bahwa PKI layak didukung karena sesuai dengan garis perjuangan
buruh.
Sebagai organisasi cabang daerah yang berkantor di Medan, organisasi ini
mempunyai anggota buruh yang terbesar dan tersebar di perkebunan Sumatera Utara,
posisi tawar SARBUPRI kepada pengusaha perkebunan begitu tinggi sehingga
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
momentum untuk menguji sejauh mana kesiapan rakyat Indonesia dalam mengusung
cita-cita revolusi.
Serikat buruh SOBSI juga memainkan peran yang sangat penting dalam
memobilisasi suara untuk PKI. Upaya yang dilakukan adalah mengorganisir untuk
menggalang massa hingga ke tingkatan organisasi dasar. Komite aksi pemilu serta
kader khusus bertugas untuk membantu dalam kampanye pemilu. Bahkan pada
tanggal 15 Juli 1955 sekretariat SOBSI telah mengeluarkan kebijakan kepada seluruh
anggota, semua komite wilayah dan cabang untuk mempersiapkan para buruh
mempersiapkan para buruh melakukan voting dengan menunjukkan kepada mereka
bagaimana melubangi kertas suara dengan simbol yang tepat dan pilihan diarahkan
kepada symbol PKI sebagai partai pemilu pilihan mereka. Hal inilah yang
menghantarkan PKI sebagai 5 besar partai pemenang pemilu 1955.
Protes buruh yang diorganisir oleh SARBUPRI Medan tidak hanya sebatas
lingkungan tempat kerjanya. Pada tahun 1956 dengan keluarnya keputusan
pemerintah tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4) yang dianggap
merugikan buruh, maka melalui sidang pleno III yang dilaksanakan di Medan pada
tanggal 1 sampai 2 Juli 1956 menolak keputusan tersebut.
Adapun alasan penolakan tersebut adalah karena ketentuan tersebut
menurunkan besar tunjangan hari raya sebesar Rp.16,50 dari tahun sebelumnya
1955. keputusan itu juga dinilai lebih membela pengusaha kerena mendukung
pencabutan beras, teh dan ikan bagi buruh. Semua protes tersebut disampaikan
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
kehakiman, menteri keuangan, panitia penyelesaian P4, presiden RI, Perdana Menteri
dan ketua parlemen yang semuanya ada di Jakarta.
Sidang ini juga menghasilkan resolusi kepada pusat untuk segera menganti
Undang-undang darurat nomor 14 tahun 1951 yang merugikan buruh dengan
memberikan keleluasaan kepada pengusaha diganti dengan undang-undang yang
sesuai dengan keinginan buruh. Resokusi lainnya yaitu pemerintah supaya mencabut
dan membaalkan undang-undang onslagrecht nomor 396 tahun 1941 yang mengatur
penutupan 8 perkebunan tembakau wilayah cabang Medan-Belawan yang berakibat
banyak buruh menganggur.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
BAB III
VAKUMNYA GERAKAN SERIKAT BURUH TAHUN 1970-AN
3.1. Latar Belakang Kebijakan Politik Perburuhan Nasional
Sebelum tragedi 30 September 1965 terjadi, kondisi politik Indonesia
memang sedang mengalami krisis. Makin meruncingnya konflik PKI yang didukung
oleh Soekarno dan Angkatan darat yang didukung oleh CIA sekaligus memecah
kondisi masyarakat Indonesia. Desas-desus adanya Dewan Jenderal yang memiliki
rencana menggulingkan pemerintahan pun santer beredar. Kritik PKI terhadap
Angkatan Darat semakin menajam dengan memberikan cap kepada mereka sebagai
Kapitalis Birokrat. Sementara kepemimpinan bangsa Indonesia semakin rapuh akibat
presiden Soekarno tiba-tiba jatuh sakit pada tanggal 4 Agustus 1965, diprediksi akan
terjadi kelumpuhan permanen bahkan kematian mengancam apabila penyakit ginjal
yang dideritanya meneyerang tiba-tiba.21
Di tengah krisis itu, tragedi 30 September terjadi. Kondisi politik
menyudutkan PKI dan dianggap sebagai dalang dalam peistiwa tersebut. Hanya
dalam waktu singkat pada waktu dini hari tanggal 1 Oktober 1965 sebuah kelompok
perwira mnengah dari divisi Diponegoro yang berbasis di Jawa Tengah mulai
menjalankan opersi mereka dengan melakukan penangkapan terhadap enam orang
jenderal.22
21
Victor M.fic, Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi tentang konspirasi, Jakarta: yayasan Obor Indonesia, 2005, Hl. 74-75.
22
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Polemik ini juga menyeret organisasi yang berafiliasi dengan PKI ke dalam
jurang kehancuran. Penangkapan, pembunuhan dan pengasingan diberikan kepada
seluruh anggota PKI dan organisasi massa yang seideologi (SOBSI, BTI, Gerwani,
Pemuda Rakyat dan lain-lain). Bahkan orang-orang yang dianggap berbahaya karena
memiliki pemahaman Marxisme sebagai sebuah ganjaran yang setimpal akibat sistem
politik yang pernah mereka terapkan.
Korban jiwa terjadi di pelosok Indonesia akibat pembunuhan massal yang
dilakukan oleh lawan-lawan politik PKI. Mereka yang matipun hingga kini belum
jelas berapa jumlahnya. Angka resmi yang pertama diumumkan pada akhir 1965
pasca pembantaian adalah 78.832. Perinciannya korban PKI di Bali sebesar 12.500
jiwa, Jawa Timur 54.000 jiwa, Jawa Tengah 10.000 jiwa, Sumatera Utara 2.000 jiwa.
Sementara oran yan dituduh sebagai PKI kemusian dibunuh berjumlah 328 jiwa. Ini
adalah hasi penelitian dari komisi pencarai fakata yang tersiri dari 9 orang bentukan
Soekarno. Dari wawancara dengan John Hughes tahun 1968 seorang anggota komisi
mengaku angka yang benar adalah 780.000 jiwa. Sementara menurut Oei Tjoe Tat
seorang menteri negara presidium yang juga anggota komisi itu adalah sejumlah
500.000 atau 600.000 korban jiwa.
Di Medan, SOBSI yang dipandang sebagai antek-anteknya PKI juga tidak
luput dari upaya pemusnahan. Pada saat anggota SOBSI melakukan rapat di
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
kantornya di Medan, tiba-tiba disiram bensin dan kemudian dibakar. Aktivis serikat
buruh tersebut lari berhamburan untuk menyelamatkan diri. Tetapi setelah sampai di
sepan pintu mereka segera disambut oleh peluru dan keroyokan massa yang banyak
diantaranya adalah aktivis PP (Pemuda Pancasila). Ada juga korban yang diseret dari
api, kemudian kepalanya dipenggal dan ditendang-tendang bagai bola mainan.23
Pesisir Timur Sumatera juga tidak luput dari pembunuhan massal. Di daerah
ini jumlahnya adalah yang terbanyak. Mereka adalah anggota SARBUPRI terdiri dari
buruh perkebunan berjumlah 56.000 jiwa sampai akhir tahun 1965. Dalam peristiwa
ini, ketua SARBUPRI Sumatera Utara yaitu Mustafa Margolang lolos dari dari
pembunuhan. Namun nasib naas justru dialami oleh Saibun Sinaga, ketua SOBSI
Sumatera Utara. Beliau ditangkap untuk diasingkan namun sebelum dibawa ke
tempat pengasingan deieksekusi mati karena dianggap berbahaya oleh pihak militer.
24
Pertimbangan sosial politik dan sosial ekonomi tidak dapat dilepaskan jika
berbicara tentang gerakan serikat buruh. Banyak penulis atau pengamat gerakan
buruh dalam politik Indonesia selalu mengaitkan gerakan serikat buruh dengan
kondisi sosial politik dan sosial ekonomi yang sedang berkembang. Kondisi sosial Mulai masa inilah seikat burh profressif yang diwakilkan SOBSI di Sumatera
Utara diberangus. Sementara korban yang selamat menjadi korban stigma buruk
masyarakat dan mengalami ketakutan untuk bangkit lagi.
3.1.1. Kebijakan Politik Perburuhan Tahun 1970-1990
23
Suara independent, Edisi September 1997. 24
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
politik dan sosial ekonomi yang dimaksud adalah pertimbangan lingkungan buruh
dalam berbangsa dan bernegara. Pada umumnya, munculnya kegiatan-kegiatan protes
buruh merupakan cerminan bahkan reaksi atas kepincangan/ketidakadilan yang
mereka alami.
Rezim orde baru yang dijalankan dengan mengutamakan terciptanya stabilitas
nasional yang kondusif untuk melaksanakan pembangunan mendorong munculnya
tindakan-tinakan represif dari negara. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada
orde baru untuk melakukan penjarahan politik besar-besaran terhadap hak-hak politik
rakyat Indonesia
Pemerintah orde baru yang menjadikan pembangunan sebagai panglima
menjadi alat yang digunakan untuk melegitimasi segala tindakan-tindakannya. Untuk
keberhasilan pembangunan dan kelancaran proses pembangunan, stabilitas politik
dipulihkan dan birokrasi diperketat. Meskipun itu harus mengabaikan hak-hak
politikndan ekonomi rakyat serta hak-asasi manusia.
Kebijakan pembangunan ekonomi ini yang diterapkan orde baru mengacu
pada pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak disertai dengan pemerataan ekonomi.
Kebijakan ini banyak melahirkan ketidakpuasan bagi masyarakat khususnya kelas
buruh. Masyarakat kelas bawah sering menjadi korban dari kebijakan pembangunan
rezim orde baru, seperti penggusuran-penggusuran, sistem kerja yang mengikat dan
memaksa dengan upah rendah sering dialami mereka.
Tidak adanya pemerataan pembangunan yang dilakukan pemerintah orde baru
menyebabkan keberhasilan pembangunan hanya dinikmati oleh segelintir orang
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
tingkat kesenjangan sosial dalam masyarakat. Pembangunan telah menjadi instrumen
strategis negara untuk menguasai masyarakat yang secara terus-menerus
dipropagandakan di sepanjang fase kekuasaannya. Pembangunan yang dicitrakan
sebagai sukses kuantifikasi ekonomi, simbol-simbol fisik yang didasari paradigma
pertumbuhan dengan trickle down effect-nya telah gagal menciptakan kesejahteraan
masyarakat.
Sebaliknya justru melahirkan pemusatan modal pada sekelompok elit. Sistem
ini berkembang secara terus-menberus karena didukung oleh bekerjanya mekanisme
Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) dengan semangat anti demokrasi. Tidak
mengherankan jikalau pembangunan juga berhasil menghadirkan ketidakadilan
sistem ekonomi dan politik. Isyarat ini tampak dengan munculnya ketimpangan sosial
dan politik. Angka kemiskinan yang terus meningkat secara tajam dari tahun ke
tahun.
Orde baru di masa Soeharto mengkombinasikan dua strategi yaitu
menciptakan stabilitas keamanan dan memacu pertumbuhan ekonomi. Upaya yang
dilakukan untuk mencapai ini dengan menempatkan militer sebagai aktor utama. Atas
nama pembangunan orde baru aktif mengkampanyekan stabilitas nasional sebagai
upaya pencegahan (prefentif) untuk mengamankan hasil-hasil pembangunan dan
kekuasaaan politiknya. Konsentrasi kekuasaaan semua lembaga penyelenggara
pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto. Sistem seperti ini mengakibatkan
terpusatnya keuasaan pada presiden Soeharto dengan sistem pemerintahan yang
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Kekuasaaan yang sentralistik dan terlalu besar di tangan eksekutif telah
mendorong terjadinya pengerasan (ossification) kekuasaaan dan penyumbatan bagi
penyaluran aspirasi yang wajar. Osifikasi kekuasaan pada ujungnya membuat elit
politik sama sekali tidak sensitif terhadap perubahan dan dinamika politik dalam
masyarakat, tetapi sebaliknya memunculkan tendensi dan pempribadian
(personalization) kekuasaan. Karena itu elit menjadi tidak refleksif terhadap kondisi
yang ada. Sehingga daya imajinasi dan kreatifitas dalam pengelolaan politik termasuk
menejemen konflik, intimidasi, serta ekslusif dalam menyelesaikan konflik lebih
disukai ketimbang dialog, persuasi ataupun tindakan-tindakan antisipatif dan
preventif.
Upaya-upaya sistematis dan konstitusional yang dipergunakan untuk
merampas peran serta rakyat dalam mengelola pemerintahan dengan sengaja
diciptakan. Pemasungan hak-hak berpolitik rakyat dapat dilihat dengan
diberlakukuannya paket 5 undang-undang politik pada tahun 1985 yang merampas
kedaulatan rakyat. Lembaga-lembaga penyelenggara pemerintahan semakin tidak
berfungsi dengan diterapkannya paket 5 undang-undang politik tersebut. Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) yang semestinya berfungsi sebagai lembaga kontrol
terhadap pemerintah (eksekutif) tidak dapat menjalankan fungsinya dan hanya
menjadi alat yang digunakan pemerintah Soeharto untuk melegitimasi seluruh
keinginannya.
Otoritarianisme negara, ketiadaan iklim demokrasi serta meningkatnya
kesenjangan sosial menjadi karakteristik politik Indonesia pada pemerintahan orde
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
gan kebijakan pemerintah berusaha untuk diredam, bahkan kalau tidak dihilangkan
sama sekali tidak ada tempat untuk oposisi. Kebebasan pers juga tidak akan dijumpai
pada masa rezim ini. Pers yang mencoba melakukan kritikan atau pemberitaan yang
dianggap menyudutkan pemerintah harus berhadapan dengan sikap represif
pemerintah dan tidak jarang terjadi pembredelan terhadap media massa.
Dalam pemerintahan orde baru, negara mengambil kebijakan pengkamplingan
politik (political segregation) terhadap kelompok-kelompok masyarakat baik pada
tataran simbolik maupun sebagai alat kontrol korporatisasi dan kooptasi pada tataran
kelembagaan. Pengkaplingan inilah yang kemudian menghasilkan wacana-wacana,
kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek politik diskriminatif terhadap warga negara
sehingga hak-hak asasi politik mereka terabaikan. Contoh-contoh pengkaplingan
yang paling kasat mata adalah pelarangan, pembatasan-pembatasan dan eksekusi
terhadap mereka yang telah dicap radikal atau membahayakan kepentingan nasional.
Hal ini dilakukan terhadap individu maupun kelompok seperti bekas tokoh partai
terlarang (PKI, Masyumi, PSI dan lain-lain).25
Kombinasi dari pemusatan kekuasaan yang berlebihan dan kegagalan
lembaga-lembaga politik untuk menunaikan fungsinya sebagai pelindung dan
pemenuhan kepentingan masyarakat luas mendorong buruh untuk bangkit melakukan
perlawanan. Kegagalan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengartikulasi Ketidakberdayaan rakyat sebagai
akibat operasi politik, hukum dan sistem ekonomi telah mendorong semakin akutnya
persoalan sosial.
25
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
ketidakpuasan sosial masyarakat merupakan penyebab munculnya gerakan buruh
pada era 1990an.
Dalam dunia buruh, sistem politik yang cenderung represif menyebabkan
buruh mencari format baru untuk mewadahi kegiatan mereka. Era ini mencatat
pembentukan kelompok buruh alternatif, lembaga swadaya masyarakat dan
komite-komite aksi. Berbeda dengan kemunculan organisasi buruh tunggal SPSI,
kelompok-kelompok ini muncul karena organisasi formal tidak dapat menarik minat buruh
untuk terlibat secara aktif, sedangkan wadah-wadah alternatif tersebut memberikan
kesempatan kepada buruh yang sadar politik untuk berpartisipasi.
Sementara itu penghancuran gerakan komunis oleh militer pada tahun
1965-1966 mendapatkan respon yang sangat positif dari negara-negara Barat. Tahun 1967
dalam pertemuan Paris Meeting beranggotakan yang beranggotan Jepang, Jerman
Barat, Australia, Amerika Serikat, Perancis, Italia, Belanda, Inggris, Swiss dan
Selandia Baru melakukan penjadwalan ulang hutang Indonesia sebesar US$ 2,4
Milyar dimana separuhnya adalah hutang ke negara-negara Barat sementara separuh
adalah hutang ke negara Eropa Timur dan Uni Soviet. Hutang tersebut sedianya harus
dibayarkan pada tahun 1968, namun keputusan pertemuan tersebut menunda
pembayaran hingga tahun 1979.
Pada 10 Januari 1967 pemerintah menetapkan berlakunya undang-undang
nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asi