Pemberitaan Perseteruan KPK dan Polri
(Studi Analisis Wacana Tentang Perseteruan antara KPK dan Polri Pada Harian Kompas)
Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Disusun Oleh: Pertiwi Palentina Ginting
060904043
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Lembar Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :
Nama : Pertiwi Palentina Ginting
NIM : 060904043
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul : Pemberitaan Perseteruan KPK dan Polri (Studi Analisis Wacana
tentang Perseteruan antara KPK dan Polri pada Harian Kompas)
Medan, 20 Maret 2010
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Emilia Ramadhani, S.Sos
NIP.197310212006042001 NIP.195102191987011001 Drs. Amir Purba, M.A
Dekan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul Pemberitaan Perseteruan KPK dan Polri. Penulis mengucapkan terima
kasih buat orangtua penulis yang tercinta, Bapak (B. Ginting) dan Mamak (S br
Tarigan) karena dukungan yang selalu ada buat penulis
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, M.A selaku Dekan Dakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Amir Purba, M.A, selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi
FISIP USU.
3. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si selaku sekretaris Departemen Ilmu
Komunikasi FISIP USU.
4. Ibu Fatma Wardy Lubis, M.A selaku dosen wali penulis.
5. Kak Emilia Ramadhani,S.Sos selaku dosen pembimbing yang sangat banyak
membantu penulis dalam pengerjaan skrispi ini.
6. Kak ros, kak cut dan kak maya yang sangat banyak membantu dalam urusan
perlengkapan administrasi.
7. Kepada saudara saudari penulis, bang Doman, Kak Arta dan Bang Iyot
terimakasih buat semua dukungan yang senantiasa menguatkan penulis dalam
8. Teman-teman di Deaprtemen Ilmu Komunikasi FISIP USU khususnya
angkatan 2006, terkhusus buat Efron yang selalu bersedia berbagi informasi.
9. Saudara saudari di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) FISIP
USU.
10.Kepada kelompok kecil Euodia Benaya: k’Ibeth, k’Cisna, Fna, Gusti, Ncy,
Ayu, Hanna dan Jojo, terimakasih karena selalu mengingatkan penulis untuk
menyelesaikan skrispi ini.
11.Buat seorang Dear Marison Sinaga yang tak pernah lelah menyediakan waktu,
tenaga dan memberikan semangat kepada penulis.
12.serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga kiranya skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya penulis ucapkan banyak
terimakasih.
Medan, 18 Maret 2010
ABSTRAKSI
KPK dan Polri adalah lembaga yang punya nama besar di Indonesia, yang pertama adalah baru dari segi usia namun merupakan momok yang menakutkan bagi koruptor. Sedangkan Polri adalah institusi penegak hukum yang telah berusia tua. Dua lembaga ini merupakan institusi yang memiliki otoritas untuk menangani/memeriksa para pelaku kejahatan termasuk tindak korupsi. Namun, belakangan kedua lembaga ini mengalami perseteruan yang menyedot perhatian bangsa Indonesia. Perseteruan ini banyak diberitakan oleh media massa baik media elektronik maupun media cetak. Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis berita tentang perseteruan KPK dan Polri di harian Kompas yang terbit selama bulan September 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi wacana yang digunakan untuk menampilkan aktor dalam pemberitaan dan untuk mengetahui ideologi di balik pemberitaan pemanggilan pejabat KPK dan Polri sampai penetapan tersangka dua pimpinan KPK.
Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis wacana kritis dari Theo van Leeuwen. Analisis Theo van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor (bisa seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan. Ada dua pusat perhatian. Pertama, proses pengeluaran (exclusion). Apakah dalam suatu teks berita, ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dipakai untuk itu. Kedua, proses pemasukan (inclusion). Inclusion berhubungan dengan pertanyaan bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan dalam pemberitaan.
Dari tujuh judul berita yang terbit dalam harian Kompas, proses eksklusi banyak terjadi kepada polisi. Polisi dikeluarkan dari pemberitaan dilakukan agar perhatian khalayak lebih ditujukan kepada aktor lainnya (korban) yaitu KPK.
Proses inklusi banyak terjadi pada pimpinan KPK. Dalam pemberitaannya KPK sering direpresentasikan sebagai pihak yang tidak bersalah. Upaya-upaya yang dilakukan kepada KPK diduga sebagai pelemahan KPK karena lembaga ini sangat ditakuti oleh para koruptor.
Secara umum, dalam berita di harian Kompas, polisi dicitrakan buruk dan tindakan polisi kepada KPK sangat tidak tepat. Penggunaan kata ‘publik’ pada berita berjudul “Jangan Lindungi Koruptor” juga menggeneralisasikan bahwa banyak orang (publik) yang mempertanyakan penangkapan yang dilakukan kepada KPK. Padahal kenyataannya belum tentu demikian. Pendapat segelintir orang di generalisasikan sebagai pendapat publik.
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ……….i
ABSTRAKSI ………...iii
DAFTAR ISI………iv
DAFTAR TABEL ………..vi
DAFTAR LAMPIRAN ...vii
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ………1
I.2 Perumusan Masalah ………6
I.3 Pembatasan Masalah ………...6
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ………...6
I.5 Kerangka Teori ………...7
I.6 Kerangka Konsep ………..13
I.7 Model Teoritis ………...14
I.8 Variabel Operasional ……….15
I.9 Defenisi Operasional ……….…15
II.4 Ideologi ………27
II.5 Analisis Wacana Kritis ………28
II.6 Analisis Wacana Theo van Leeuwen ………...31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ………34
III.2 Metode Penelitian ………...40
III.3 Fokus Penelitian ………...40
III.4 Subjek Penelitian ………....40
III.5 Teknik Pengumpulan Data ……….41
III.6 Unit Dan Tingkat Analisis Data ……….41
III.7 Metode Analisis Data ……….41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis Data ………..43
IV.2 Pembahasan ………65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ………..76
V.2 Saran ………77
DAFTAR PUSTAKA ………..78
Daftar Tabel
Tabel 1. Variabel Operasional
Tabel 2. Proses Eksklusi dan Inklusi
Tabel 3. Judu l berita di Harian Kompas
Daftar Lampiran
ABSTRAKSI
KPK dan Polri adalah lembaga yang punya nama besar di Indonesia, yang pertama adalah baru dari segi usia namun merupakan momok yang menakutkan bagi koruptor. Sedangkan Polri adalah institusi penegak hukum yang telah berusia tua. Dua lembaga ini merupakan institusi yang memiliki otoritas untuk menangani/memeriksa para pelaku kejahatan termasuk tindak korupsi. Namun, belakangan kedua lembaga ini mengalami perseteruan yang menyedot perhatian bangsa Indonesia. Perseteruan ini banyak diberitakan oleh media massa baik media elektronik maupun media cetak. Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis berita tentang perseteruan KPK dan Polri di harian Kompas yang terbit selama bulan September 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi wacana yang digunakan untuk menampilkan aktor dalam pemberitaan dan untuk mengetahui ideologi di balik pemberitaan pemanggilan pejabat KPK dan Polri sampai penetapan tersangka dua pimpinan KPK.
Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis wacana kritis dari Theo van Leeuwen. Analisis Theo van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor (bisa seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan. Ada dua pusat perhatian. Pertama, proses pengeluaran (exclusion). Apakah dalam suatu teks berita, ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dipakai untuk itu. Kedua, proses pemasukan (inclusion). Inclusion berhubungan dengan pertanyaan bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan dalam pemberitaan.
Dari tujuh judul berita yang terbit dalam harian Kompas, proses eksklusi banyak terjadi kepada polisi. Polisi dikeluarkan dari pemberitaan dilakukan agar perhatian khalayak lebih ditujukan kepada aktor lainnya (korban) yaitu KPK.
Proses inklusi banyak terjadi pada pimpinan KPK. Dalam pemberitaannya KPK sering direpresentasikan sebagai pihak yang tidak bersalah. Upaya-upaya yang dilakukan kepada KPK diduga sebagai pelemahan KPK karena lembaga ini sangat ditakuti oleh para koruptor.
Secara umum, dalam berita di harian Kompas, polisi dicitrakan buruk dan tindakan polisi kepada KPK sangat tidak tepat. Penggunaan kata ‘publik’ pada berita berjudul “Jangan Lindungi Koruptor” juga menggeneralisasikan bahwa banyak orang (publik) yang mempertanyakan penangkapan yang dilakukan kepada KPK. Padahal kenyataannya belum tentu demikian. Pendapat segelintir orang di generalisasikan sebagai pendapat publik.
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah negara besar dengan penduduk yang besar,
sumber daya alam yang melimpah dan budaya yang beraneka ragam. Namun di
balik semua itu, Indonesia juga merupakan negara yang mempunyai masalah yang
besar seperti masalah kependudukan, pengangguran, kemiskinan, kriminalitas dan
juga masalah yang menyangkut pemerintahan seperti hukum dan korupsi.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut maka pemerintah Indonesia
mengambil langkah-langkah seperti mengundang investor untuk mengurangi
pengangguran, mengeluarkan program program sosial untuk mengatasi
kemiskinan dan lain-lain. Terkait masalah hukum dan korupsi, pemerintah
Indonesia juga mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya. Strategi yang
diambil pemerintah Indonesia adalah dengan memberi tugas kepada Polri dan
Kejaksaan untuk mengurusi bidang hukum dan korupsi. Namun untuk
mengakselerasi pemberantasan korupsi, pemerintah Indonesia membentuk
lembaga khusus pemberantasan korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK).
Bagi masyarakat awam, lembaga ini merupakan jawaban atas keinginan
masyarakat untuk memberantas korupsi dan juga jawaban atas ketidakpercayaan
masyarakat terhadap lembaga penegak hukum sebelumnya yaitu Polri dan
Indonesia karena lembaga inilah yang ditunggu-tunggu bangsa Indonesia selama
ini.
Masalah korupsi adalah masalah pidana atau kriminalitas yang jelas
melawan hukum. Masalah pidana maupun kriminalitas di negara ini telah
memiliki lembaga penegak hukum yaitu Polri dan kejaksaan. Ketika KPK
dilahirkan, maka secara implisit memang ada sebuah ketidakpercayaan lagi
terhadap lembaga negara tersebut untuk melenyapkan korupsi di negeri ini.
Walaupun begitu, ketiga lembaga tersebut sudah sewajarnya berjalan
beriringan dan saling bekerja sama untuk memberantas korupsi. Kerjasama
harusnya dapat tercipta karena ketiga lembaga tersebut mempunyai tugas dan
fungsi yang sama. Sayangnya ketiga lembaga tersebut dilengkapi dengan
perangkat yang sama. Contoh perangkat yang sama tersebut adalah KPK, Polri
dan kejaksaaan sama-sama mempunyai penyidik yang tugasnya sama-sama
menyidik kasus.
Selain kesamaan perangkat, juga ada kesamaan fungsi yaitu dapat
menegakkan hukum korupsi. Rakyat dapat melaporkan kasus korupsi ke Polri,
kejaksaan juga KPK. Hal inilah yang membuat rakyat bingung jika melaporkan
kasus korupsi. Ketiga lembaga tersebut siap menerima laporan dan siap mengusut
kasus tersebut. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan gesekan sehingga
menimbulkan kondisi kurang harmonis.
Ketidakharmonisan ini sudah terlihat dengan munculnya konflik antara
KPK dan Polri. Konflik ini merupakan buntut dari kasus pembunuhan Nasruddin
pengembangan penyidikan atas kasus pembunuhan Nasruddin inilah Polri
akhirnya mencium aroma tidak sedap pada sejumlah oknum pimpinan KPK.
Ceritanya kemudian merambat kemana-mana, dari kasus pengadaan sistem
komunikasi di Departemen Kehutanan dengan tokoh utamanya Anggoro Widjojo,
skandal alih fungsi di Tanjung Api-api hingga mega skandal Bank Century.
Konflik antara Polri dan KPK dipicu oleh testimoni Antasari yang berisi
pengakuan bahwa sejumlah pimpinan KPK juga menerima suap dari Anggoro
agar status cekal Anggoro dicabut. Berpijak pada testimoni Antasari ini, Polri
memanggil empat pimpinan KPK dan empat pejabat KPK. Polisi memanggil
petinggi KPK dengan jeratan pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor
20 Tahun 2001 atas dugaan telah menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 421 KUHP.
Atas pemanggilan itu, mereka yang memenuhinya pada Kamis (10/9)
hanya Direktur Penyelidikan KPK Iswan Elmi, Kabiro Hukum KPK Chaidir
Ramli, dan Stagas Penyelidik KPK Arry Widiatmoko. Sebelumnya Rabu (9/9)
penyidik KPK Rony Samtana juga telah diperiksa polisi terlebih dahulu.
Di sisi lain, KPK juga ‘mengancam’ akan memanggil Kabareskrim Susno
Duadji dalam kasus dugaan korupsi di Bank Century. Diinformasikan, Susno
Duadji disebut-sebut terlibat dengan dugaan dua surat Susno yang memuluskan
upaya pencairan dana US$ 18 juta milik Boedi Sampoerna di Bank Century.
Meski untuk hal ini, bekas Kapolda Jawa Barat ini membantahnya.
Perseteruan antara KPK dan Polri ini tidak bisa lepas dari peran media
massa sebagai penyaji informasi tentang situasi dan kondisi yang menyangkut
menampilkan fakta dari peristiwa yang terjadi. Berbagai pandangan mengenai
perseteruan ini dikemukakan dan dimuat di dalam media. Bukan hanya KPK dan
Polri yang memberikan pandangan mengenai masalah ini, tetapi para praktisi dan
berbagai elemen juga berperan.
Melalui media massa, pihak yang terkait yakni KPK dan Polri saling
menyajikan perspektif masing-masing untuk memberi pemaknaan terhadapa
masalah tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengunggulkan satu kelompok dan
merendahkan kelompok yang menjadi lawannya. Media massa lah yang dijadikan
arena perang kelompok tersebut.
Walaupun begitu, media bukanlah saluran yang bebas, tempat semua
kekuatan sosial saling berinteraksi dan berhubungan. Sebaliknya, media hanya
dimiliki oleh kelompok dominan, sehingga mereka lebih mempunyai kesempatan
dan akses untuk mempengaruhi dan memaknai peristiwa berdasarkan pandangan
mereka. Media bahkan menjadi sarana dimana kelompok dominan bukan hanya
memantapkan posisi mereka, tetapi juga memarjinalkan dan meminggirkan posisi
kelompok yang tidak dominan (Eriyanto,2001:53). Media dipandang sebagai agen
konstruksi sosial yang mendefenisikan realitas sesuai dengan kepentingannya.
Media juga dipandang sebagai instrumen ideologi, melalui mana suatu kelompok
menyebarkan pengaruh diminasinya kepada kelompok lain.
Adanya kekuatan ideologi yang dianut media tersebut akan memaksa
media memaknai, memahami, memposisikan dirinya atas realitas yang ada di
sekelilingnya. Berita yang disajikan media, untuk lebih lanjutnya tidak hanya
masing pihak memiliki pandangan yang berbeda-beda. Namun dalam pemberitaan
di media, ditentukan oleh ideologi media tersebut dalam hal ini peneliti
menggunakan harian Kompas.
Kompas mulai terbit pada tanggal 28 juni 1965 berkantor di Jakarta Pusat
dengan tiras 4.800 eksemplar. Sejak tahun 1969, Kompas merajai penjualan surat
kabar secara nasional. Pada tahun 2004, tiras hariannya mencapai 530.000
eksemplar, khusus untuk edisi minggunya mencapai 610.000 eksemplar. Pembaca
koran ini mencapai 2,25 juta orang di seluruh Indonesia
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kompas_(surat _kabar))
Perangkat analisis yang digunakan peneliti adalah analisis wacana Theo
van Leeuwen. Analisis wacana yang diperkenalkan Theo van Leeuwen ini
meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya
dalam suatu wacana. Bagaimana suatu kelompok dominan lebih memegang
kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa dan pemaknaannya, sementara
kelompok yang lain yang posisinya rendah, cenderung untuk terus menerus
sebagai objek pemaknaan, dan digambarkan secara buruk (Eriyanto,2001:171). . Peneliti memilih harian
Kompas karena surat kabar ini merupakan surat kabar berskala nasional yang
tentunya banyak memberitakan masalah yang juga berskala nasional, seperti
perseteruan KPK dan Polri ini. Kompas juga memiliki kemapanan secara
ekonomis dan jangkauan sirkulasi yang luas sehingga memungkinkan khalayak
pembaca yang didaerah dapat mengetahui berita yang nasional juga.
Berdasarkan uraian di atas, penulis sangat tertarik untuk meneliti wacana
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka
permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Bagaimana berita perseteruan Polri dan KPK ditampilkan dalam pemberitaan
surat kabar harian KOMPAS?”
I.3 Pembatasan Masalah
Adapun yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini bersifat deskriptif.
2. Penelitian ini menggunakan analisis wacana Theo van Leeuwen.
3. Penelitian ini terfokus pada berita-berita tentang pemanggilan pejabat
KPK oleh Polri sampai penetapan tersangka 2 pimpinan KPK.
4. Penelitian ini hanya dilakukan pada surat kabar harian Kompas.
5. Penelitian ini dilakukan pada berita halaman depan terbitan 1
September-30 September 2009.
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui strategi wacana yang digunakan untuk menampilkan
aktor (KPK dan Polri) dalam pemberitaan.
2. Untuk mengetahui ideologi yang bermain di balik pemberitaan
Manfaat Penelitian
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi khususnya mengenai analisis
wacana.
2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tempat bagi
penulis untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa kuliah dan
memperluas cakrawala pengetahuan.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan.kontribusi bagi pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan
yang berhubungan dengan tema penelitian ini.
I.5 Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir
dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka
teori yang memuat pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah
penelitian akan disoroti (Nawawi,2001:39).
Menurut Kerlinger (Rakhmat,2004:6), teori merupakan suatu himpunan
konstruk (konsep) yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala
dengan menjabarkan relasi di antara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan
Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah:
1. Berita
Berita adalah informasi baru atau informasi mengenai sesuatu yang sedang
terjadi, disajikan lewat bentuk cetak, siaran
kepada orang ketiga atau orang banyak (http://id.wikipedia.org/wiki/Berita
Secara sosiologis, berita adalah semua hal yang terjadi di dunia. Dalam
gambaran yang sederhana, berita adalah apa yang ditulis surat kabar, apa yang
disiarkan radio dan apa yang ditayangkan televisi. Berita menampilkan fakta,
tetapi tidak setiap fakta merupakan berita. Berita biasanya menyangkut
orang-orang, tetapi tidak setiap orang bisa dijadikan berita. Berita merupakan
sejumlah peristiwa yang terjadi di dunia, tetapi hanya sebagian kecil saja yang
dilaporkan (Sumadiria,2005:63).
).
Williard C.Bleyer dalam Newspaper Writing and Editing menulis berita
adalah sesuatu yang termasa yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam
surat kabar, karena dia menarik minat atau mempunyai makna bagi pembaca
surat kabar, atau karena dia dapat menarik para pembaca untuk membaca
berita tersebut (Sumadiria,2005:64).
Berita dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori : berita berat (hard
news) dan berita ringan (soft news). Selain itu berita juga dapat dibedakan
menurut lokasi peristiwanya, di tempat terbuka atau di tempat tertutup.
Sedangkan berdasarkan sifatnya, berita bisa dipilah menjadi berita diduga dan
berita tak diduga. Selebihnya, berita juga bisa dilihat menurut materi isinya
2. Pers, Jurnalistik dan Surat kabar
Pers mengandung dua arti, arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit,
pers hanya menunjuk kepada media cetak berkala: surat kabar, tabloid dan
majalah. Sedangkan dalam arti luas, pers bukan hanaya menunjuk pada media
cetak berkala melainkan juga mencakup media elektronik duditif dan media
elektronik audiovisual berkala yakni radio, televisi, film dan media online
internet. Pers dalam arti luas disebut media massa (Sumadiria,2005:31).
Dalam peranannya sebagai media massa, pers dalam menjalankan
paradigmanya berperan sebagai institusi pencerahan masyarakat, yaitu
peranannya sebagai media edukasi. Selain itu, media massa juga menjadi
media informasi, yaitu yang setiap saat menyampaikan informasi kepada
masyarakat. Terakhir media massa sebagai media hiburan
(Bungin,2006:85-86).
Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa
Perancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik
diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau
pelaporan setiap hari. Secara teknis, jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan,
mencari, mengumpulkan, menolah, menyajikan dan menyebarkan berita
melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan
secepat-cepatnya (Sumadiria,2005:3).
Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian
jurnalistik. Effendy (2000:95) secara sederhana mendefinisikan jurnalistik
sebagai teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan sampai kepada
apakah itu fakta peristiwa atau pendapat yang diucapkan seseorang. Jika
diperkirakan akan menarik perhatian khalayak akan merupakan bahan dasar
bagi jurnalistik untuk dapat disebarluaskan kepada masyarakat.
Sedangkan jurnalistik menurut Dja’far H.Assegar (Trimansyah,2002:2)
merupakan kegiatan untuk menyampaikan pesan/berita kepada khalayak ramai
(massa), melalui saluran media, baik media cetak maupun media elektronik.
Surat kabar boleh dikatakan sebagai media massa tertua sebelum
ditemukan film, radio dan televisi. Surat kabar memiliki keterbatasan karena
hanya bisa dinikmati oleh mereka yang melek huruf serta lebih banyak
disenangi oleh orangtua daripada kaum remaja dan anak-anak
(Cangara,1998:139)
Pesan-pesan yang disampaikan melalui surat kabar bersifat permanen,
mudah disimpan serta diambil kembali dan pengaruhnya dapat dikontrol
pembaca. Isi pesannya dapat dibaca dimana dan kapan saja, yang berati tidak
terikat pada waktu. Di samping itu pada media massa tercetak bahasa yang
digunakan adalah bahasa tulisan, tidak seperti media massa radio dan televisi,
bahasa yang digunakan adalah bahasa tuturan yang sangat dipengaruhi pula
oleh cara penyajiannya, maka pada media massa tercetak penggunaan kalimat
pnajang atau majemuk tidak menjadi permasalahan dan penulisan bilangan
3. Ideologi
Secara etimologis, ideologi berasal dari bahasa Greek, terdiri dari kata
idea dan logia. Idea berasal dari kata idein yang berarti melihat. Idea dalam
Webster’s News Colligiate Dictionary berarti sesuatu yang ada di dalam
pikiran sebagai hasil perumusan sesuatu pemikiran atau rencana. Sedangkan
logis berasal dari kata logos yang berarti world. Kata ini berasal dari kata
legein yang berarti to speak (berbicara). Selanjutnya kata logia berarti sciense
(pengetahuan) atau teori (Sobur,2004:64).
Ideologi dapat diartikan sebagai kerangka berpikir atau kerangka referensi
tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana
mereka menghadapinya. Ideologi ini abstrak dan berhubungan dengan
konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas (Sudibyo,2001:12).
Dalam pengertian yang paling umum ideologi adalah pikiran yang
terorganisir yakni nilai orientasi dan kecenderungan yang salin melengkapi
sehingga membentuk perspektif-perspektif ide yang diungkapkan melalui
komunikasi dengan media teknologi dan komunikasi antar pribadi. Ideologi
dipengaruhi oleh asal-usulnya, asosiasi kelembagaannya dan tujuannya,
meskipun sejarah dan hubungan-hubungan ini tidak pernah jelas seluruhnya
(Lull,1998:1).
Raymond William mengklasifikasikan penggunaan ideologi tersebut
dalam tiga ranah. Pertama, sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh
kelompok atau kelas tertentu. Kedua, sistem kepercayaan yang dibuat yang
makna dan ide. Ideologi disini adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan produksi makna (Eriyanto,2001:87-92).
4. Analisis Wacana Kritis
Analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi. Lewat analisis
wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga
bagaimana pesan itu disampaikan. Lewat kata, frasa, kalimat, metafora macam
apa suatu berita disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur
kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang
tersembunyi dari suatu teks (Eriyanto,2001:xv).
Tarigan (Sobur, 2004:48) mengatakan analisis wacana adalah studi tentang
struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi, analisis wacana adalah
telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Kita menggunakan bahasa
dalam kesinambungan atau untaian wacana. Tanpa konteks, tanpa
hubungan-hubungan wacana yang bersifat antar kalimat dan suprakalimat maka kita
sukar berkomunikasi dengan tepat satu sama lain.
Dalam pandangan Littlejohn (Sobur, 2004:48), meski menulis dan bahkan
bentuk-bentuk nonverbal dapat dianggap sebagai wacana, kebanyakan analisis
wacana berkonsentrasi pada percakapan yang muncul secara wajar.
Menurutnya terdapat beberapa untai analisis wacana, bersama-sama
5. Analisis Wacana Theo van Leeuwen
Theo van Leeuwen memperkenalkan model analisis wacana untuk
mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang
dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Di sini ada kaitan antara wacana
dan kekuasaan. Theo van Leeuwen membuat suatu model analisis yang bisa
kita pakai untuk melihat bagaimana peristiwa dan aktor-aktor sosial tersebut
ditampilkan dalam media, dan bagaimana suatu kelompok yang tidak punya
akses menjadi pihak yang secara terus menerus dimarjinalkan
(Eriyanto,2001:171-172)
Analisis Theo van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana
pihak-pihak dan aktor (bisa seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam
pemberitaan. Ada dua pusat perhatian. Pertama, proses pengeluaran
(exclusion). Apakah dalam suatu teks berita, ada kelompok atau aktor yang
dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dipakai untuk
itu. Proses pengeluaran ini, secara tidak langsung bisa mengubah pemahaman
khalayak akan suatu isu dan melegitimasi posisi pemahaman tersebut. Kedua,
proses pemasukan (inclusion). Inclusion berhubungan dengan pertanyaan
bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan dalam
pemberitaan (Eriyanto,2001:172).
Baik proses eksklusion maupun inklusion tersebut menggunakan apa yang
disebut sebagai strategi wacana. Dengan memakai kata, kalimat, informasi
atau susunan bentuk kalimat tertentu, cara bercerita tertentu, masing-masing
I.6 Kerangka Konsep
Kerangka sebagai hasil dari pemikiran yang rasional merupakan uraian
yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang
dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumus hipotesis
(Nawawi,2001:40).
Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti
yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak
kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu
sosial (Singarimbun,1995:57).
Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam
menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah
yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka
harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini menggunakan metode
analisis Theo van Leeuwen. Dalam analisinya van Leeuwen memusatkan
perhatian pada dua hal yaitu eksklusi dan inklusi. Eksklusi meneliti apakah dalam
suatu teks berita ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan,
dan strategi wacana apa yang dipakai dalam melakukan hal tersebut. Tingkat
inklusi melihat bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan
I.7 Model Teoritis
[image:25.595.106.514.280.582.2]1.8 Variabel Operasional
Tabel 1
Variabel Teoritis Variabel Operasional
Eksklusi a. Pasivasi
b. Nominalisasi
c. Penggantian Anak Kalimat
Inklusi a. Diferensiasi-Indiferensiasi
b. Objektivitas-Abstraksi
c. Nominasi-Kategorisasi
d. Nominasi-Identifikasi
e. Determinasi-Indeterminasi
f. Asimilasi-Individualitas
g. Asosiasi-Disosiasi Tingkat
Eksklusi
I.9 Defenisi Operasional
Operasional variabel berguna untuk memudahkan kerangka konsep dan
operasional. Maka defenisi operasional yang dimaksud yaitu :
1. Eksklusi, apakah dalam suatu teks berita ada kelompok atau aktor yang
dikeluarkan dalam pemberitaan dan strategi wacana apa yang dipakai
untuk itu.
a. Pasivasi, yaitu suatu cara menghilangkan aktor atau pelaku dengan
menggunakan kalimat pasif. Aktor tidak dilibatkan dalam suatu
pembicaraan atau wacana.
b. Nominalisasi, yaitu proses membentuk kata, frasa atau kalimat menjadi
satuan berkelas nominal. Hal ini dilakukan dengan cara mengubah kata
kerja (verbal) menjadi kata benda (nominal) dengan memberikan
imbuhan “pe-an”.
c. Penggantian anak kalimat, yaitu penggantian subjek dengan
menggunakan anak kalimat yang sekaligus berfungsi sebagai
pengganti aktor, sehingga secara tidak langsung aktor disembunyikan
dari teks.
2. Inklusi, bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan
lewat pemberitaan.
a. Diferensiasi-Indeferensiasi
Diferensiasi adalah proses membedakan, indeferensiasi berarti proses
mengabaikan. Jadi dalam hal ini, aktor sosial bisa ditampilkan dalam
bisa juga dibuat kontras dengan menampilkan peristiwa atau aktor lain
dalam teks yang dipandang lebih dominan atau lebih baik.
b. Objektivasi-Abstraksi
Objektivasi adalah sesuai kenyataan, eksistensinya tidak dipengaruhi
oleh hal lain sementara abstraksi adalah proses berpikir secara abstrak
tanpa bantuan hal-hal nyata dengan mengambil instruksi suatu
masalah.
c. Nominasi-Kategorisasi
Nominasi merupakan penampilan apa adanya sedangkan kategorisasi
adalah penggolongan berdasarkan kategori.
d. Nominasi-Identifikasi
Nominasi merupakan penampilan apa adanya sedangkan identifikasi
adalah pendefinisian subyek dengan menggunakan anak kalimat.
e. Determinasi-Indeterminasi
Determinasi merupakan penyebutan aktor atau suatu peristiwa dengan
tidak jelas (anonim) sedangkan indeterminasi adalah penyebutan aktor
atau peristiwa secara jelas.
f. Asimilasi-Individualisasi
Asimilasi merupakan penyebutan aktor tidak dengan spesifik tapi
menggunakan komunitas atau kelompok sosial dimana seseorang itu
berada sedangkan Individualisasi adalah penyebutan aktor secara jelas.
g. Asosiasi-Disosiasi
Asosiasi merupakan penyebutan aktor sosial dihubungkan dengan
berada sedangkan disosiasi adalah penampilan aktor sosial sendiri
BAB II
URAIAN TEORITIS
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir
dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka
teori yang memuat pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah
penelitian akan disoroti (Nawawi,2001:39).
Berikut beberapa teori yang relevan dengan penelitian ini :
II.1 Komunikasi Massa
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari
kata Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio dan
communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Komunikasi
menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna atau suatu pesan dianut secara
sama (Mulyana, 2005:41).
Menurut Carl Hovland (Effendy, 2005:10), komunikasi adalah proses
mengubah perilaku orang lain. Sedangkan menurut Lasswell komunikasi
adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan
melalui media yang menimbulkan efek tertentu.
Salah satu bentuk komunikasi adalah komunikasi massa. Komunikasi massa
merupakan salah satu bentuk kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan
media massa (mass media of communication). Komunikasi massa adalah
komunikasi dengan massa (audiens atau khalayak sasaran). Massa disini
heterogen satu sama lain. Pada umumnya media massa tidak menghasilkan
feedback yang langsung, tetapi tertunda dengan rentang waktu yang relatif.
Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick (2001),
terdiri atas surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage
(keterkaitan), transmission values (penyebaran nilai) dan entertainment
(hiburan). Karlinah mengemukakan fungsi komunikasi secara umum adalah
fungsi informasi, pendidikan, mempengaruhi, prose pengembangan mental,
adaptasi lingkungan dan memanipulasi lingkungan (Ardianto, 2004:15).
Menurut bentuknya, komunikasi massa dapat dikelompokkan atas :
1. Media cetak (printed media), yakni surat kabar, majalah, buku,
pamflet, brosur dan sebagainya.
2. Media elektronik yaitu radio, televisi, film, slide, video dan lain-lain.
Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk
memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat
dan kelompok secara kolektif. Media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian
normatif yang diaburkan dengan berita dan hiburan (McQuail, 1996:1).
Menurut Steven M. Chafee (Ardianto, 2004:15) efek media massa dapat
dilihat dari pendekatan dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri
khalayak komunikasi massa yang berupa :
1. Perubahan sikap (kognitif), pada apa yang diketahui, dipahami dan
dipersepsi khalayak, berkaitan dengan transmisi pengetahuan,
ketrampila, kepercayaan atau informasi.
3. Perubahan perilaku (behavioral, merujuk pada perilaku nyata yang
dapat diamati meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan
perilaku.
II.2 Pers, Jurnalistik dan Surat kabar
Pers mengandung dua arti, arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit,
pers hanya menunjuk kepada media cetak berkala: surat kabar, tabloid dan
majalah. Sedangkan dalam arti luas, pers bukan hanaya menunjuk pada media
cetak berkala melainkan juga mencakup media elektronik duditif dan media
elektronik audiovisual berkala yakni radio, televisi, film dan media online
internet. Pers dalam arti luas disebut media massa (Sumadiria,2005:31).
Dalam peranannya sebagai media massa, pers dalam menjalankan
paradigmanya berperan sebagai institusi pencerahan masyarakat, yaitu
peranannya sebagai media edukasi. Selain itu, media massa juga menjadi
media informasi, yaitu yang setiap saat menyampaikan informasi kepada
masyarakat. Terakhir media massa sebagai media hiburan
(Bungin,2006:85-86).
Menurut Onong Uchjana (2004:65), ada beberapa fungsi pers yakni :
1. Fungsi Menyiarkan Informasi
Menyiarkan informasi adalah fungsi pers yang pertama dan utama.
2. Fungsi Mendidik
Fungsi kedua dari pers adalah mendidik. Sebagai sarana pendidikan
massa, pers memuat tulisan-tulisan yang berfungsi sebagai sarana
mendidik.
3. Fungsi Menghibur
Maksud pemuatan isi yang mengandung hiburan itu semata-mata untuk
melemaskan pikiran setelah pembaca dihidangi berita dan artikel yang
berat.
4. Fungsi Mempengaruhi
Fungsi ini menyebabkan pers memegang peranan penting dalam
kehidupan masyarakat. Fungsi mempengaruhi dari pers secara implisist
terdapat pada berita, sedangkan secara eksplisit terdapat pada tajuk
rencana dan artikel.
Jurnalistik atau journalism berasal dari perkataan journal, artinya catatan
harian atau catatan mengenai kejadian sehari-hari atau bisa juga berarti surat
kabar. Dari perkataan itulah lahir istilah jurnalis, yaitu orang yang melakukan
pekerjaan jurnalistik. Mac Dougall menyebutkan bahwa journalisme adalah
kegiatan menghimpun berita, mencari fakta dan melaporkan peristiwa.
Jurnalistik sangat penting dimanapun dan kapanpun. Pers adalah sarana yang
menyiarkan produk jurnalistik.
Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian
jurnalistik. Effendy (2000:95) secara sederhana mendefinisikan jurnalistik
apakah itu fakta peristiwa atau pendapat yang diucapkan seseorang. Jika
diperkirakan akan menarik perhatian khalayak akan merupakan bahan dasar
bagi jurnalistik untuk dapat disebarluaskan kepada masyarakat.
Sedangkan jurnalistik menurut Dja’far H.Assegar (Trimansyah,2002:2)
merupakan kegiatan untuk menyampaikan pesan/berita kepada khalayak ramai
(massa), melalui saluran media, baik media cetak maupun media elektronik.
Dilihat dari segi bentuk dan pengelolaannya, jurnalistik dibagi ke dalam
tiga bagian besar: jurnalistik media cetak (newspapers and magazine
journalism), jurnalistik media elektronik auditif (radio broadcast journalism),
jurnalistik media audiovisual (television journalism). Jurnalistik media cetak
meliputi jurnalistik surat kabar harian, jurnalistik surat kabar mingguan,
jurnalistik tabloid harian, jurnalistik tabloid mingguan dan jurnalistik majalah.
Jurnalistik media elektronik auditif adalah jurnalistik radio siaran. Jurnalistik
media elektronik audiovisual adalah jurnalistik televisi siaran dan jurnalistik
media on line (internet).
Surat kabar sebagai salah satu produk jurnalistik boleh dikatakan sebagai
media massa tertua sebelum ditemukan film, radio dan televisi. Surat kabar
memiliki keterbatasan karena hanya bisa dinikmati oleh mereka yang melek
huruf serta lebih banyak disenangi oleh orangtua daripada kaum remaja dan
anak-anak (Cangara,1998:139)
Surat kabar memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
• Publisitas
Pengertian publisitas ialah surat kabar diperuntukkan umum artinya surat
• Universalitas
Universalitas sebagai ciri lain surat kabar menunjukkan surat kabar harus
memuat aneka berita mengenai kejadian di seluruh dunia dan segala aspek
kehidupan manusia.
• Aktualitas
Aktualitas di sini maksudnya adalah kecepatan mengumpulkan laporan
mengenai kejadian di masyarakat kepada khalayak. Saat ini aktualitas
surat kabar harus dapat mengimbangi aktualitas berita media elektronik.
• Periodisitas
Periodisitas artinya keteraturan terbitnya surat kabar pada waktu yang
telah ditentukan baik harian maupun mingguan.
Surat kabar memiliki kelebihan khusus bila dibandingkan dengan media
cetak lainnya yaitu pesan-pesan yang disampaikan melalui surat kabar bersifat
permanen, mudah disimpan serta diambil kembali dan pengaruhnya dapat
dikontrol pembaca. Isi pesannya dapat dibaca dimana dan kapan saja, yang
berarti tidak terikat pada waktu. Di samping itu pada media massa tercetak
bahasa yang digunakan adalah bahasa tulisan, tidak seperti media massa radio
dan televisi, bahasa yang digunakan adalah bahasa tuturan yang sangat
dipengaruhi pula oleh cara penyajiannya, maka pada media massa tercetak
penggunaan kalimat pnajang atau majemuk tidak menjadi permasalahan dan
penulisan bilangan sampai yang sekecil-kecilnya tidak akan menimbulkan
II.3 Berita
Berita adalah informasi baru atau informasi mengenai sesuatu yang sedang
terjadi, disajikan lewat bentuk cetak, siaran,
kepada orang ketiga atau orang banyak (http://id.wikipedia.org/wiki/Berita
Secara sosiologis, berita adalah semua hal yang terjadi di dunia. Dalam
gambaran yang sederhana, berita adalah apa yang ditulis surat kabar, apa yang
disiarkan radio dan apa yang ditayangkan televisi. Berita menampilkan fakta,
tetapi tidak setiap fakta merupakan berita. Berita biasanya menyangkut
orang-orang, tetapi tidak setiap orang bisa dijadikan berita. Berita merupakan
sejumlah peristiwa yang terjadi di dunia, tetapi hanya sebagian kecil saja yang
dilaporkan (Sumadiria,2005:63).
).
Williard C.Bleyer dalam Newspaper Writing and Editing menulis berita
adalah sesuatu yang termasa yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam
surat kabar, karena dia menarik minat atau mempunyai makna bagi pembaca
surat kabar, atau karena dia dapat menarik para pembaca untuk membaca
berita tersebut (Sumadiria,2005:64).
Sedangkan William S. Maulsby dalam buku Getting in News menulis
berita dapat didefinisikan sebagai suatu penuturan scara benar dan tidak
memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang
menarik perhatian para pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut
(Mondry,2008:133).
Ada kriteria umum nilai berita yang dijadikan acuan oleh para jurnalis
untuk memutuskan fakta yang pantas dijadikan berita dan memilih mana yang
1. Keluarbiasaan (unusualness)
2. Kebaruan (newness)
3. Akibat (impact)
4. Aktual (timeliness)
5. Kedekatan (proximity)
6. Informasi (information)
7. Konflik (conflict)
8. Orang Penting (prominence)
9. Ketertarikan manusiawi (human interest)
10.Kejutan (surprising)
11.Seks (sex)
Jenis-jenis berita antara lain :
1. Straight news report adalah laporan langsung mengenai suatu peristiwa
yang memiliki nilai penyajian objektif tentang fakta-fakta yang dapat
dibuktikan. Berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari
what, who, when, where, why dan how atau yang dikenal dengan 5W+1.
2. Depth news report, merupakan laporan yang sedikit berbeda dengan
straight news report. Wartawan menghimpun informasi dengan fakta-fakta
mengenai peristiwa itu sendiri sebagai informasi tambahan untuk peristiwa
tersebut. Jenis laporan ini memerlukan pengalihan informasi , bukan opini
reporter. Fakta-fakta yang nyata masih tetap besar.
3. Comprehensive news, merupakan laporan tentang fakta yang bersifat
merupakan jawaban terhadap kritik sekaligus kelemahan yang terdapat
dalam berita langsung (stright news).
4. Interpretative report, berita ini memfokuskan sebuah isu, masalah, atau
peristiwa kontroversial. Namun demikian, fokus laporan beritanya masih
berbicara mengenai fakta yang terbukti bukan opini. Sumber informasi
bisa diperoleh dari narasumber yang mungkin hanya memberikan
informasi yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Berita ini
biasanya bersifat bertanya, apa makna sebenarnya dari peristiwa tersebut.
5. Feature story, berita yang mencari fakta untuk menarik perhatian
pembaca. Penulis menyajikan suatu pengalaman pembaca (reading
experiences) yang lebih bergantung pada gaya (style) penulisan dan humor
daripada pentingnya informasi yang disajikan.
6. Depth reprting ialah pelaporan jurnalistik yang bersifat mendalam, tajam,
lengkap, dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal dan aktual. Laporan
ini biasanya ditulis oleh tim dan disiapkan dengan matang,memerlukan
waktu lebih dan peliputan cukup besar.
7. Investigative reprting, berita yang biasanya memusatkan pada sejumlah
masalah dan kontroversi, reporter melakukan investigasi atau penyelidikan
untuk memperoleh fakta yang tersembunyi demi tujuan. Pelaksanaannya
sering ilegal atau tidak etis
8. Editorial writing adalah pikiran sebuah institusi yang diuji didepan sidang
pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta dan opini yang
II.4 Ideologi
Secara etimologis, ideologi berasal dari bahasa Greek, terdiri dari kata
idea dan logia. Idea berasal dari kata idein yang berarti melihat. Idea dalam
Webster’s News Colligiate Dictionary berarti sesuatu yang ada di dalam
pikiran sebagai hasil perumusan sesuatu pemikiran atau rencana. Sedangkan
logis berasal dari kata logos yang berarti world. Kata ini berasal dari kata
legein yang berarti to speak (berbicara). Selanjutnya kata logia berarti science
(pengetahuan) atau teori (Sobur,2004:64).
Ideologi dapat diartikan sebagai kerangka berpikir atau kerangka referensi
tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana
mereka menghadapinya. Ideologi ini abstrak dan berhubungan dengan
konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas (Sudibyo,2001:12).
Dalam pengertian yang paling umum ideologi adalah pikiran yang
terorganisir yakni nilai orientasi dan kecenderungan yang salin melengkapi
sehingga membentuk perspektif-perspektif ide yang diungkapkan melalui
komunikasi dengan media teknologi dan komunikasi antar pribadi. Ideologi
dipengaruhi oleh asal-usulnya, asosiasi kelembagaannya dan tujuannya,
meskipun sejarah dan hubungan-hubungan ini tidak pernah jelas seluruhnya
(Lull,1998:1).
Microsoft Encarta Encyclopedia (2003) menawarkan defenisi ideologi
yang komprehensif yakni suatu sistem kepercayaan yang memuat nilai-nilai
dan ide-ide yang diorganisasi secara rapi sebagai basis filsafat, sains, program
Dalam buku An Introductory Guide to Cultural Theory and Popular
Culture (1993) dalam edisi bahasa Indonesia berjudul Teori Budaya dan
Budaya Pop: Memetakan Landskap Konseptual Cultural Studies, John Storey
mengulas 5 konsep ideologi: pertama, ideologi mengacu pada suatu
pelembagaan gagasan secara sistematis yang diartikulasikan oleh sekelompok
masyarakat tertentu. Kedua, ideologi sebagai upaya penopengan dan
penyembunyian realitas tertentu. Ketiga, defenisi ideologi yang terkait dengan
defenisi kedua yakni ideologi yang mengejawantah dalam bentuk-bentuk
ideologis. Keempat, ideologi bukan hanya sebagai pelembagaan ide
sebagaimana defenisi pertama, tetapi juga sekaligus praktik material. Kelima,
ideologi yang difungsikan pada level konotasi (tersirat), makna sekunder,
makna yang seringkali tidak disadari yang terdapat pada teks dan praktik
kehidupan (Adams,2004:x-xiii).
Raymond William mengklasifikasikan penggunaan ideologi tersebut
dalam tiga ranah. Pertama, sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh
kelompok atau kelas tertentu. Kedua, sistem kepercayaan yang dibuat yang
bisa dilawankan dengan pengetahuan ilmiah. Ketiga proses umum produksi
makna dan ide. Ideologi disini adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan produksi makna (Eriyanto,2001:87-92).
II.5Analisis Wacana Kritis
Analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi. Lewat analisis
wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga
apa suatu berita disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur
kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang
tersembunyi dari suatu teks (Eriyanto,2001:xv).
Tarigan (Sobur, 2004:48) mengatakan analisis wacana adalah studi tentang
struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi, analisis wacana adalah
telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Kita menggunakan bahasa
dalam kesinambungan atau untaian wacana. Tanpa konteks, tanpa
hubungan-hubungan wacana yang bersifat antar kalimat dan suprakalimat maka kita
sukar berkomunikasi dengan tepat satu sama lain.
Ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana. Pandangan
pertama diwakili oleh kaum positivisme-empiris. Dalam paradigma ini, bahasa
dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Salah
satu ciri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas.
Dalam kaitannya dengan analisis wacana, konsekuensi logis dari pemahaman
ini adalah orang tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai
yang mendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah kaidah sintaksis
dan semantik.
Pandangan kedua disebut dengan konstruktivisme. Bahasa dalam
paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang
bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan
makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri dari
sang pembicara.
Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan
dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, masupun
strategi-strategi di dalamnya.
Dalam analisis wacana kritis, bahasa dianalisis bukan dengan
menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan
dengan konteks. Konteks di sini berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan dan
praktik tertentu. Ada beberapa karakteristik penting dari analisis wacana kritis,
yaitu:
1. Tindakan
Di sini wacana diasosiasikan sebagai bentuk interaksi. Orang berbicara
atau menulis bukan ditafsirkan bahwa ia menulis atau berbicara untuk
dirinya sendiri tetapi seseorang menulis dan berbicara untuk berinteraksi
dan berhubungan dngan orang lain.
2. Konteks
Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana seperti
latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana disini dipandang diproduksi,
dimengerti dan dianalisis pada suatu konteks tertentu.
3. Historis
Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan
menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu. Tentang
bagaimana situasi sosial politik, suasana pada saat itu.
4. Kekuasaan
Analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen kekuasaan dalam
alamiah, wajar dan netral tetapi juga merupakan bentuk pertarungan
kekuasaan. Kekuasaan dalam hubungannya dengan wacana erat kaitannya
dengan kontrol. Seseorang yang mempunyai lebih besar kekuasaan bukan
hanya menentukan bagian mana yang perlu ditampilkan dan mana yang
tidak tetapi juga bagaimana ia harus ditampilkan.
5. Ideologi
Ideologi juga merupakan konsep yang sentral dalam analisis wacana kritis.
Ini karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi
atau pencerminan dari ideologi tertentu.
II.6 Analisis Wacana Theo van Leeuwen
Menurut van Leeuwen, istilah wacana yang sering digunakan sebagai
bidang yang merupakan perluasan dari tuturan atau tulisan yang berhubungan
yaitu sebuah teks. Ia juga menegaskan bahwa wacana adalah pengetahuan
yang dibangun oleh masyarakat dari berbagai aspek realitas. Selanjutnya
analisis wacana berati analisis atau teks yang diperluas atau jenis dari teks.
Theo van Leeuwen memperkenalkan model analisis wacana untuk
mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang
dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Di sini ada kaitan antara wacana
dan kekuasaan. Theo van Leeuwen membuat suatu model analisis yang bisa
kita pakai untuk melihat bagaimana peristiwa dan aktor-aktor sosial tersebut
ditampilkan dalam media, dan bagaimana suatu kelompok yang tidak punya
Lewat pemberitaan yang terus menerus disebarkan, media secara tidak
langsung membentuk pemahaman dan kesadaran di kepala khalayak mengenai
sesuatu. Wacana yang dibuat oleh media itu bisa jadi melegitimasi suatu hal
atau kelompok dan mendelegitimasi dan memarjinalkan kelompok lain.
Analisis Theo van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana
pihak-pihak dan aktor (bisa seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam
pemberitaan. Ada dua pusat perhatian. Pertama, proses pengeluaran
(exclusion). Apakah dalam suatu teks berita, ada kelompok atau aktor yang
dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dipakai untuk
itu. Proses pengeluaran ini, secara tidak langsung bisa mengubah pemahaman
khalayak akan suatu isu dan melegitimasi posisi pemahaman tersebut. Kedua,
proses pemasukan (inclusion). Inklusion berhubungan dengan pertanyaan
bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan dalam
pemberitaan (Eriyanto,2001:172).
Baik proses eksklusion maupun inklusion tersebut menggunakan apa yang
disebut sebagai strategi wacana. Dengan memakai kata, kalimat, informasi
atau susunan bentuk kalimat tertentu, cara bercerita tertentu, masing-masing
Tabel 2
TINGKAT YANG INGIN DILIHAT
Eksklusi Apakah ada aktor (seseorang / kelompok sosial) yang
dihilangkan atau disembunyikan dalam pemberitaan.
Bagaimana strategi yang dilakukan untuk menyembunyikan
atau menghilangkan aktor sosial tersebut?
Inklusi Dari aktor sosial yang disebut dalam berita, bagaimana mereka
ditampilkan? Dan dengan strategi apa permarjinalan atau
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Harian umum Kompas merupakan surat kabar nasional yang tidak bisa
dilupakan perannya dalam sjarah pers nasional di Indonesia. Hal ini karena harian
Kompas termasuk harian yang memberi masukan dalam sejarah jurnalistik,
khususnya jurnalistik surat kabar. Hal lain yang perlu diingat dari harian ini
adalah manajemen yang diterapkan dalam organisasi harian merupakan
sumbangsih terbesar yang pernah diberikan oleh harian Kompas kepada
jurnalistik di Indonesia.
Sejumlah uraian di atas merupakan hasil kerja keras dari kedua tokoh
pendiri harian Kompas yang sekaligus merupakan tokoh pers juga, yaitu Petrus
Kanisius (PK) Ojong dan Jakob Oetama.
Pada tahun 1965, merupakan masa-masa dimana ide untuk mendirikan
Kompas tersbut tercetus. Pada masa itu dimana PKI merajalela, hubungan PKI
dan militer memburuk terutama Angkatan Darat, sampai akhirnya Letjen Ahmad
Yani sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat (1962-1965) melemparkan ide
agar Frans Seda – Menteri Perkebunan (1964-1966) menerbitkan koran. Ide itu
sejalan pula dengan terbitnya koran-koran yang bernaung di bawah partai atau
corong partai. Frans Seda selaku ketua umum Partai Katolik menanggapi ide
tersebut. Ia dan Jakob Oetama serta PK Ojong menggarap ide mendirikan koran.
Ditetapkan nama Bentara Rakyat yang secara harafiah berarti pegawai rakyat
Suatu saat ketika Bentara Rakyat hampir terbit, Frans Seda datang ke
Presiden Soekarno untuk urusan dinas selaku Menteri Perkebunan. Bung Karno
mendsak Partai Katolik untuk mnerbitkan sebuah Koran. Bung Karno sudah
mendengar bahwa Frans Seda dengan rekan-rekannya dari Partai Katolik akan
mendirikan Koran. Ketika disebut nama Bentara Rakyat, Bung Karno
menyarankan nama “KOMPAS” agar jelas sebagai penunjuk arah. Jadilah dipilih
KOMPAS sebagai nama sedangkan Bentara Rakyat dipilih sebagai nama yayasan
yang menerbitkan Kompas. PKI berekasi keras dengan terbitnya Kompas, dengan
menghasut rakyat dengan ledekan kepanjangan Kompas adalah Komando Pastor.
Plesetan kata “Komando Pastor” lebih gencar ditiupkan oleh kaum komunis pada
saat itu, dengan maksud menjatuhkan nama Kompas. Kemudian ada pula yang
ingin menggantikan nama “KOMPAS” menjadi “Komt Pas Morgen” artinya
“KOMPAS” yang akan datang pada keesokan harinya karena memang sering telat
terbit.
Para pendiri yayasan Bentara Rakyat adalah pemimpin dari
organisasi-organisasi Katolik, seperti Partai Katolik, Pemuda Katolik, Wanita Katolik,
PMKRI. Pengasuh sehari-hari dipegang oleh dua serangkai Jakoeb Oetama dan
PK Ojong dengan otonomi profesional yang penuh.
Karena pada saat itu PKI menguasai aparatur khususnya aparatur perizinan
di pusat dan daerah, proses minta izin usaha dan izin terbit menemui kesulitan.
PKI agaknya tidak mentolerir saingan dari sebuah harian yang menurut mereka
pasti merupakan saingan berat. Namun, tahap demi tahap dengan penuh
Daerah Militer V Jaya. Pada tanggal 28 juni 1965 di Kramat Jaya Jakarta,
tepatnya di percetakan PN Eka Grafika. PK Ojong dan Jakoeb Oetama memulai
aktivitas mereka untuk menghasilkan edisi pertama harian Kompas.
Penampilan pertama Kompas memang berantakan. Tatanan wajahnya
tidak karuan, memiliki gambar kurang terang dan sama sekali belum memiliki
tambahan pernak pernik untuk mempercantik diri. Justru, di balik segala
keterbatsana serta kekurangan itu, para pengelolanya seperti dipacu untuk terus
menerus memperbaiki diri.
Dalam kondisi serba kekurangan itu, kemudian diletakkan dalam dasar
profesional, sehingga ketika meletusnya Gerakan 30 September PKI, tiga bulan
kemudian timbulnya Orde Baru, Kompas sudah siap menampung dan dengan
pesat berkembang menjadi suatu harian yang dapat diandalkan dan berpengaruh,
baik sebagai sumber pemberitaan maupun sebagai sumber opini. Seperti pada
umumnya terjadi dalam pertumbuhan media pers di Indonesia, Kompas selama
awal perkembangannya, dicetak di percetakan orang lain, sebelum membangun
percetakan sendiri. Untuk pertama kalinya dicetak, di atas mesin cetak duplex,
yang sederhana, sebelum kemudian pindah, ke mesin cetak rotasi. Lalu pada tahun
1972, Kompas mulai mencetak sendiri, yaitu di percetakan GRAMEDIA. Semula
Kompas hanya terdiri, dari empat halaman sama seperti harian lainnya. Kemudian
menjadi enam belas halaman, yakni batas maksimum surat kabar yang
diperbolehkan pemerintah. Kantor redaksi Kompas pertama masih menumpang di
kantor redaksi majalah intisari, yang mnempati salah satu ruang di kantor
percetakan PT Kinta, Jakarta Kota. Oleh karena alasan percetakan jauh, maka
Kramat. Sejak Juli 1986, sesuai dengan ketentuan pemerintah, dua kali dalam
sminggu, Kompas dapat menambah halamannya menjadi dua puluh halaman.
Kompas semula yang hanya diarmadai oleh lima belas wartawan, namun kini ada
skitar 300 wartawan dan 8 koresponden di luar negeri.
Sejak tahun 1969, Kompas merajai penjualan surat kabar secara nasional.
Pada tahun 2004, tiras hariannya mencapai 530.000 eksemplar, khusus untuk edisi
Minggunya malah mencapai 610.000 eksemplar. Pembaca koran ini mencapai
2,25 juta orang di seluruh Indonesia.
Sepanjang sejarahnya, Kompas pernah dua kali dilarang terbit oleh
pemerintah, dan kedua peristiwa itu merupakan larangan massal. Setelah terjadi
peristiwa Gerakan 30 September 1965, Kompas bersama kebanyakan harian
lainnya dilarang terbit mulai edisi 2 Oktober 1965 dan baru diizinkan beredar
kembali tanggal 6 Oktober 1965. larangan ini dikeluarkan ole Penghuasa
pelaksana Perang Daerah (Pepelrada) Jakarta Raya. Pada saat itu hanya harian
”Angkatan Bersenjata” dan ”Berita Yudha” -dimana keduanya didukung tentara-
yang boleh terbit.
Larangan terbit kedua kali di alami setelah terjadinya demonstrasi
mahasiswa pada akhir tahun 1977 dan awal 1978. Kompas termasuk dianatar
tujuh harian yang dilarang terbit antara tanggal 21 Januari 1978 dan 5 Februari
1978. enam harian lainnya adalah ”Sinar Harapan”, ”Merdeka”, ”Pelita”, ”The
Indonesian Time”, ”Sinar Pagi”, dan ”Pas Sore” (sekarang Harian Terbit). Pada
waktu yang sama pula dilarang terbit sedikitnya tujuh penerbitan pers mahasiswa
Struktur Organisasi
Penerbit : PT Kompas Media Nusantara
SIUPP : SK Menpen No. 013/SK?Menpen/SIUPP/A.7/1985
tanggal 19 November 1985
Percetakan : PT. Gramedia
Pemimpin Perusahaan : Lukas Widjaja
Manajer Iklan : Lukas Widjaja
Manajer Sirkulasi : Sugeng Hari Santoso
Kepala Litbang : Daniel Dhakidae
Wakil : Bestian Nainggolan
Manajer Diklat : Agnes Ariastiani
Alamat : Jl.Palmerah Selatan 26-28 Jakarta 10270
Visi, Misi dan Motto Harian Kompas Visi Harian Kompas
Kompas memiliki visi yang merupakan hal yang ingin dicapai oleh
Kompas dalam kedudukannya sebagai media. Adapun visi Kompas yaitu
”Menjadi institusi yang memberikan pencerahan bagi perkembangan masyarakat
Indonesia yang demokratis dan bermartabat, serta menjunjung tinggi asas dan
nilai kemanusiaan.”
Misi Harian Kompas
Misi merupakan langkah yang ditempuh suatu institusi atau badan dalam
merespon dinamika masyarakat secara profesional, sekaligus memberi arah
perubahan (Trend Setter) dengan menyediakan dan menyebarluaskan informasi
yang terpercaya.”
Motto Harian Kompas
Harian Kompas mengemban motto ”Amanat Hati Nurani Rakyat”. Motto
ini merupakan hasil pilihan dan perenungan yang matang, timbul dari
keprihatinan, penghayatan dari nasib hati nurani rakyat yang pada saat itu
tersumbat akibat dimanipulasi oleh PKI.
Nilai-nilai Dasar Harian Kompas
Harian Kompas menganut falsafah bahwa seluruh kegiatan dan keputusan
yang akan diambil harus berdasarkan pada nilai-nilai dasarnya. Dan dengan
mengikuti nilai-nilai dasar tersebut berfungsi untuk memuaskan pelanggan.
Adapun nilai-nilai dasar harian kompas adalah :
• Menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat dan
martabatnya
• Mengutamakan watak baik
• Profesionalisme
• Semangat kerja tim
• Berorientasi pada kepuasan konsumen (pembaca, pengiklan, mitra kerja,
penerima proses selanjutnya)
III.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan dipakai dalam penelitian ini menggunakan
model analisis wacana yang dibuat oleh Theo van Leeuwen. Analisis van
Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor (bisa
seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan. Ada dua pusat
perhatian. Pertama, proses pengeluaran (exclusion). Apakah dalam suatu teks
berita, ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi
wacana apa yang dipakai untuk itu. Kedua, proses pemasukan (inclusion).
Inclusion berhubungan dengan pertanyaan bagaimana masing-masing pihak atau
kelompok itu ditampilkan dalam pemberitaan.
III.3 Fokus Penelitian
Adapun yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah berita tentang
perseteruan Polri dan KPK terkait pemanggilan pejabat KPK oleh Polri sampai
penetapan tersangka dua pimpinan KPK di surat kabar Kompas yang terbit pada
tanggal 1 September hingga 30 September 2009.
III.4 Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah surat kabar Kompas yang memuat
berita tentang perseteruan Polri dan KPK terkait pemanggilan pejabat KPK oleh
Polri sampai penetapan tersangka dua pimpinan KPK yang terbit pada tanggal 1
III.5 Teknik Pengumpulan Data
Data-data yang berhubungan dengan penelitian dikumpulkan melalui:
a. Studi dokumenter, yaitu data-data unit analisis dikumpulkan dengan cara
mengumpulkan data dari bahan-bahan tertulis pada harian Kompas yang
memuat berita perseteruan Polri dan KPK.
b. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian dilakukan
dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur dan
sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian. Dalam hal ini
penelitian kepustakaan dilakukan dengan membaca buku-buku, literatur
serta tulisan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
III.6 Unit dan Tingkat Analisis Data
Unit analisis adalah data yang dapat diamati langsung. Unit analisis dalam
penelitian ini adalah seluruh isi berita pada surat kabar harian Kompas yang
memuat pemberitaan mengenai pemanggilan pejabat KPK oleh Polri sampai
penetapan tersangka dua pimpinan KPK. Sedangkan tingkat analisisnya adalah
wacana yang dipakai dalam mengkonstruksi berita mengenai perseteruan Polri
dan KPK terkait pemanggilan pejabat KPK oleh Polri sampai penetapan tersangka
dua pimpinan KPK.
III.7 Metode Analisis Data
Unit-unit sampel isi berita dipaparkan secara keseluruhan mengingat
Setiap teks berita akan dianalisis dengan menggunakan kerangka analisis
wacana Theo Van Leeuwen. Teks tersebut akan dianalisis, baik pemilihan kata
yang digunakan hingga pembentukan kalimat yang dimuat dalam pemberitaan,
mulai dari judul hingga isi berita tersebut.
Tahapan eksklusi : Bagaimana penggunaan kata dan kalimat dalam teks
berita untuk melakukan eksklusi atau pengeluaran terhadap
seseorang/pihak tertentu, sehingga orang/pihak tersebut ‘hilang’ dari
pemberitaan.
Tahapan inklusi : bagaimana kata dan kalimat digunakan untuk melakukan
inklusi atau pemasukan seseorang atau pihak tertentu ke dalam
pemberitaan.
Penarikan kesimpulan atau generalisasi fakta, yaitu melihat temuan/hasil
secara keseluruhan dari penelitian dan ditarik kesimpulan mengenai subjek
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembahasan ini akan menelaah analisis wacana dalam mencitrakan posisi
KPK dan Polri terkait perseteruan KPK dan Polri di dalam surat kabar Kompas.
Setelah dilakukan pengumpulan data, diperoleh 8 berita yang memuat tentang
perseteruan KPK dan Polri.
4.1 Analisa Data
Dalam studi analisis teks berita, paradigma kritis teruatam berpandangan
bahwa berita bukanlah sesuatu yang netral dan menjadi ruang publik dari
pandangan yang berseberangan dalam masyarakat.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis wacana kritis dengan
metode analisis Theo van Leeuwen. Model ini secara umum melihat bagaimana
aktor dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana serta menggambarkan
bagaimana aktor ditampilkan dalam pemberitaan. Analisis van Leeuwen secara
umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor (bisa seseorang atau
kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan. Ada dua pusat perhatian. Pertama,
proses pengeluaran (exclusion). Apakah dalam suatu teks berita, ada kelompok
atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang
dipakai untuk itu. Kedua, proses pemasukan (inclusion). Inclusion berhubungan
Tabel 3 Judul Pemberitaan di Harian Kompas
No Tanggal Judul Pemberitaan
1 14 September 2009 Hentikan Pemanggilan Para Pejabat KPK
2 16 September 2009 Presiden Perlu Segera Turun Tangan
3 17 September 2009 Jangan Lindungi Koruptor
4 26 September 2009 Jadi Tersangka, Kepala Polri : Tak ada Dendam
kepada KPK
5 27 September 2009 Kepala Polri Dibantah
6 28 September 2009 Dugaan Penyuapan
7 29 September 2009 Status Pimpinan KPK, Wapres Desak Polri Lekas
Tuntaskan
Analisis Wacana Berita Perseteruan KPK dan Polri di harian Kompas
Senin, 14 September 2009
Hentikan Pemanggilan Para Pejabat KPK Citra Polisi Bisa Rusak bila Diteruskan
Pemanggilan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dimintai keterangan terkait dengan dugaan kasus penyalahgunaan wewenang di komisi itu sebaiknya segera dihentikan. Sebab, analisis polisi dalam kasus itu terlihat belum matang.
“Citra polisi dapat rusak jika pemanggilan diteruskan karena kasusnya masih samar-samar. Apalagi jika nanti tidak ditemukan cukup bukti, bagaimana penilaian masyarakat terhadap polisi, terutama Badan Reserse dan Kriminal Polri?” tanya pengajar Program Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, Minggu (13/9) di Jakarta.
Menurut Haryono, dia dan tiga temannya diperiksa terkait dengan pelaksanaan tugas KPK, terutama pencekalan Direktur PT Masa