EFEKTIVITAS AMITRIPTILIN SEBAGAI TERAPI PREVENTIF
SERANGAN NYERI KEPALA MIGREN PADA REMAJA
TESIS
ASTRI NURHAYATI ZULKIFLI 067103002/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EFEKTIVITAS AMITRIPTILIN SEBAGAI TERAPI PREVENTIF SERANGAN NYERI KEPALA MIGREN PADA REMAJA
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik(Anak)
dalam Program Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi Kesehatan Anak-Spesialis pada
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ASTRI NURHAYATI ZULKIFLI 067103002
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : Efektivitas Amitriptilin Sebagai Terapi Preventif
Serangan Nyeri Kepala Migren Pada Remaja
Nama : Astri Nurhayati Zulkifli
Nomor Induk Mahasiswa : 067103002
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. Dr. Bistok Saing, SpA(K)
Anggota
Dr. Supriatmo, SpA(K)
Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS
Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)
PERNYATAAN
EFEKTIVITAS AMITRIPTILIN SEBAGAI TERAPI PREVENTIF SERANGAN NYERI KEPALA MIGREN PADA REMAJA
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, April 2010
Telah diuji pada
Tanggal: 17 April 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Bistok Saing, SpA(K) ...
Anggota : 1. Dr. Supriatmo, SpA(K) ...
2. Prof. Dr. H. Joesoef Simbolon, SpKJ(K-AR)...
3. Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) ...
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas
akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak di
FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua
pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama Prof. Dr. Bistok Saing, SpA(K), Dr. Supriatmo
SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran
yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian
tesis ini.
2. Dr. Yazid Dimyati, SpA dan Dr. Johannes H Saing, SpA yang telah
sangat banyak membimbing serta membantu saya dalam
3. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK- USU dan Dr. Hj. Melda Deliana,
SpA(K), sebagai sekretaris program yang telah banyak membantu
dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan periode 2003-2006 dan Dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K),
selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2006-2010, yang telah
memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.
5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU /
RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan
pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini
6. Prof.Dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara periode 2005-2010, dan Prof. Dr. H.
Syahril Pasaribu, DTM&H (CTM), SpA(K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara periode 2010-2015 dan Dekan FK-USU yang telah
memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter
Spesialis Anak di FK- USU
7. Para kepala sekolah dan guru Sekolah Menengah Pertama (SMP),
Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Kejuruan setingkat SMP
Ar-8. Sahabat saya Anna Triana, Yulia Lukita Dewanti, Fellycia Tobing,
Jeanida Mauliddina, Erlina Masniari Napitupulu, Armila Ramadhani,
dan Pranoto Trilaksono yang selama empat tahun bersama-sama
dalam suka dan duka serta teman sejawat PPDS Departemen Ilmu
Kesehatan Anak terutama Ade Rahmat, Muhammad Hatta, Wagito,
Darmadi, Pranoto Trilaksono dan semua pihak yang telah memberikan
bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.
Teristimewa untuk orangtua yang tercinta, H. Zulkifli Rifai (Alm), dan
Hj. Amay Lafsiah serta kakak-kakak dan adik yang selalu mendoakan,
memberikan dukungan, dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis
mengikuti pendidikan ini. Terima kasih atas doa, pengertian, dan dukungan
selama penulis menyelesaikan pendidikan ini, semoga budi baik yang telah
diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini
bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, April 2010
DAFTAR ISI
3.2. Tempat dan Waktu penelitian 22
3.3. Populasi dan sampel 22
3.4. Perkiraan Besar Sampel 23
3.5. Kriteria Penelitian 24
3.6. Persetujuan/Informed consent 25
3.7. Etika Penelitian 25
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 25
3.9. Identifikasi Variabel 27
3.10. Definisi Operasional 28
3.11. Pengolahan dan Analisis Data 29
BAB 4. HASIL PENELITIAN 30
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 41
6.2 Saran 41 Ringkasan 42 Daftar Pustaka 44 Lampiran 1. Surat Pernyataan Kesediaan 48
2. Lembar Penjelasan 49
3. Lembar Kuesioner 50
4. Pediatric Migraine Disability Assessment 51
5. Lembar Persetujuan Komite Etik 52
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 31
Tabel 4.2. Frekuensi dan beratnya migren 32
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Patofisiologi migren 11
Gambar 2.2. Rumus kimia siproheptadin 17
Gambar 2.3. Kerangka konseptual 21
Gambar 3.1. Alur Penelitian 27
DAFTAR SINGKATAN
AAN : American Academy of Neurology
bb : berat badan
cm : centi meter
CGRP : calcitonin gene-related peptide CI : confident interval
PedMIDAS : Pediatric Migraine Disability Assessment Scale
SD : Standard Deviasi
DAFTAR LAMBANG
: Kesalahan tipe I
: Kesalahan tipe II n : Jumlah subjek / sampel P : Proporsi
P1 : Proporsi sembuh untuk kelompok I P2 : Proporsi sembuh untuk kelompok II
Q : 1 – P
Q1 : 1 – P1 Q2 : 1 – P2
z : Deviat baku normal untuk z : Deviat baku normal untuk
P : Tingkat kemaknaan
ABSTRAK
Latar belakang: Migren merupakan penyebab tersering nyeri kepala berulang pada anak dan remaja. Efikasi amitriptilin sebagai terapi preventif nyeri kepala migren telah luas berkembang pada dewasa, sedangkan pemakaiannya pada anak dan remaja masih memiliki keterbatasan data.
Tujuan: Menilai efikasi amitriptilin sebagai terapi preventif serangan nyeri kepala migren pada remaja.
Metode: Suatu penelitian uji klinis acak tersamar tunggal dilakukan di Medan, Sumatera Utara antara bulan Juli hingga Oktober 2009. Penderita yang memenuhi kriteria migren sesuai dengan The International Headache Society (IHS) dimasukkan dalam penelitian. Partisipan dibagi atas dua grup yaitu grup amitriptilin yang mendapat 10 mg amitriptilin atau grup plasebo selama 3 bulan. Frekuensi nyeri kepala dinilai dalam hari per bulan, durasi dinilai dalam jam dan disabilitas fungsi dinilai dengan menggunakan Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS). Efikasi pengobatan dinilai sebelum, selama dan setelah pengobatan.
Hasil: Sebanyak 98 orang remaja mengikuti penelitian dengan rentang usia 12 hingga 19 tahun (rerata 14.69 tahun), dan dibagi atas dua kelompok. Dibandingkan sebelum pengobatan, terdapat perbedaan yang bermakna pada frekuensi nyeri kepala dan skor PedMIDAS pada kelompok amitriptilin (P=0.001, IK 95% (2.023;2.937) dan P=0.001, IK 95% (7.664;9.756), tetapi tidak pada kelompok plasebo. (P>0.05). Terdapat perbedaan yang bermakna pada frekuensi, durasi dan disabilitas fungsi pada kelompok amitriptilin dibandingkan plasebo setelah 3 bulan.( P< 0.05).
Kesimpulan: Amitriptilin efektif sebagai terapi preventif serangan nyeri kepala migren pada remaja setelah pengobatan selama 3 bulan.
ABSTRACT
Background: Migraine is a cause of recurrent headache in childhood. The efficacy of amitriptyline is well known as a prophylactic treatment in adults, whereas in children and adolescents do not have sufficient data.
Objective: To determine the efficacy of amitriptyline as the prophylactic treatment of migraine in adolescents.
Methods: We conduct a single-blind randomized controlled trial in Medan, North Sumatra, from July until October 2009. Participants eligible for migraine according to International Headache Society criteria were included in the study. They were divided into two groups, each group was given 10 mg of amitriptyline or placebo for 3 months. Headache frequency was measured in headache days per month, duration was measured in hours and functional disability was measured by Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS). The efficacy was measured before, during and after intervention.
Results: A total of 98 patients, ranging in age from 12 until19 years (mean age 14.69 years) were enrolled to the study, and divided into amitriptyline and placebo groups. Compared to baseline, there were significant difference on headache frequency and PedMIDAS score in amitriptyline group (P=0.001, 95%CI (2.023;2.937) and P=0.001, 95%CI (7.664;9.756), but not in placebo group (P>0.05). There were significant differences on frequency, duration, and functional disability in amitriptyline groups compared to placebo after 3 months of treatment (P< 0.05).
Conclusion: Amitriptyline appears to be effective in prophylactic treatment of migraine in adolescent after 3 months of intervention.
ABSTRAK
Latar belakang: Migren merupakan penyebab tersering nyeri kepala berulang pada anak dan remaja. Efikasi amitriptilin sebagai terapi preventif nyeri kepala migren telah luas berkembang pada dewasa, sedangkan pemakaiannya pada anak dan remaja masih memiliki keterbatasan data.
Tujuan: Menilai efikasi amitriptilin sebagai terapi preventif serangan nyeri kepala migren pada remaja.
Metode: Suatu penelitian uji klinis acak tersamar tunggal dilakukan di Medan, Sumatera Utara antara bulan Juli hingga Oktober 2009. Penderita yang memenuhi kriteria migren sesuai dengan The International Headache Society (IHS) dimasukkan dalam penelitian. Partisipan dibagi atas dua grup yaitu grup amitriptilin yang mendapat 10 mg amitriptilin atau grup plasebo selama 3 bulan. Frekuensi nyeri kepala dinilai dalam hari per bulan, durasi dinilai dalam jam dan disabilitas fungsi dinilai dengan menggunakan Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS). Efikasi pengobatan dinilai sebelum, selama dan setelah pengobatan.
Hasil: Sebanyak 98 orang remaja mengikuti penelitian dengan rentang usia 12 hingga 19 tahun (rerata 14.69 tahun), dan dibagi atas dua kelompok. Dibandingkan sebelum pengobatan, terdapat perbedaan yang bermakna pada frekuensi nyeri kepala dan skor PedMIDAS pada kelompok amitriptilin (P=0.001, IK 95% (2.023;2.937) dan P=0.001, IK 95% (7.664;9.756), tetapi tidak pada kelompok plasebo. (P>0.05). Terdapat perbedaan yang bermakna pada frekuensi, durasi dan disabilitas fungsi pada kelompok amitriptilin dibandingkan plasebo setelah 3 bulan.( P< 0.05).
Kesimpulan: Amitriptilin efektif sebagai terapi preventif serangan nyeri kepala migren pada remaja setelah pengobatan selama 3 bulan.
ABSTRACT
Background: Migraine is a cause of recurrent headache in childhood. The efficacy of amitriptyline is well known as a prophylactic treatment in adults, whereas in children and adolescents do not have sufficient data.
Objective: To determine the efficacy of amitriptyline as the prophylactic treatment of migraine in adolescents.
Methods: We conduct a single-blind randomized controlled trial in Medan, North Sumatra, from July until October 2009. Participants eligible for migraine according to International Headache Society criteria were included in the study. They were divided into two groups, each group was given 10 mg of amitriptyline or placebo for 3 months. Headache frequency was measured in headache days per month, duration was measured in hours and functional disability was measured by Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS). The efficacy was measured before, during and after intervention.
Results: A total of 98 patients, ranging in age from 12 until19 years (mean age 14.69 years) were enrolled to the study, and divided into amitriptyline and placebo groups. Compared to baseline, there were significant difference on headache frequency and PedMIDAS score in amitriptyline group (P=0.001, 95%CI (2.023;2.937) and P=0.001, 95%CI (7.664;9.756), but not in placebo group (P>0.05). There were significant differences on frequency, duration, and functional disability in amitriptyline groups compared to placebo after 3 months of treatment (P< 0.05).
Conclusion: Amitriptyline appears to be effective in prophylactic treatment of migraine in adolescent after 3 months of intervention.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Nyeri kepala khususnya migren merupakan masalah yang sering dijumpai
pada anak dan remaja. Diperkirakan migren terjadi 75% pada remaja dan
25% pada anak.1 Sekitar 90% manusia mengalami minimal satu kali nyeri
kepala berat yang mengganggu pelajaran ataupun produktivitas pekerjaan
dalam satu tahun.2,3 Migren merupakan penyebab umum ketidakhadiran di
sekolah pada anak dan remaja.1,4 Prevalensi migren pada anak bervariasi
sesuai usia, antara usia 5 sampai 15 tahun kira-kira 10.6 %, antara usia 15
sampai19 tahun kira-kira 28%.1
The World Federation of Neurology menyatakan migren sebagai suatu
kelainan bersifat familial, berupa serangan nyeri kepala berulang, bersifat
unilateral dengan intensitas, frekuensi dan lama yang bervariasi. Umumnya
berdenyut, disertai hilangnya nafsu makan, mual-muntah dan membaik
setelah tidur. Pada beberapa kasus disertai gangguan emosi, neurologis,
gangguan penglihatan atau disfungsi oromotor.2,3 Sebuah penelitian
melaporkan migren sebagai penyebab tersering nyeri kepala pada anak dan
remaja, dan secara bermakna menyebabkan penurunan angka kehadiran di
sekolah.5
Penatalaksanaan migren meliputi metode farmakologik dan
(abortif) dan preventif (profilaktik).6 Pengobatan akut bertujuan untuk
menghentikan serangan migren dengan segera, atau mengurangi nyeri
kepala yang telah mulai. Pengobatan preventif diberikan sewaktu tidak ada
nyeri kepala, bertujuan untuk mengurangi frekuensi, durasi dan beratnya
serangan migren sehingga meningkatkan kualitas hidup penderita dan dapat
meningkatkan respon pengobatan serangan akut migren.7-9 Pengobatan
profilaksis serangan migren pada anak masih sedikit diteliti.10,11
Amitriptilin merupakan obat anti depresi yang bekerja dengan
mempengaruhi aktivitas neurotransmiter monoamin, termasuk norepinefrin
dan serotonin. Obat ini menghambat reuptake neurotransmiter norepinefrin
dan serotonin dari celah sinaps, sehingga efektif sebagai terapi profilaktik
migren.12,13
Amitriptilin menurut U.S. Headache Consortium Recommendations,
American Academy of Neurology, American Academy of Family Physicians
(AAFP) dan American College of Physicians-American Society of Internal
Medicine (ACP-ASIM) bermanfaat untuk pencegahan migren pada dewasa,
sedangkan pada anak, walaupun penggunaannya telah luas, namun belum
mempunyai data yang memadai, dibandingkan pada dewasa.1,14-16
Penelitian mengenai pencegahan migren pada anak belum banyak
dilakukan di Indonesia, terutama dengan menggunakan amitriptilin.
Amitriptilin adalah obat yang relatif terjangkau masyarakat dan sering
untuk melihat manfaat amitriptilin pada remaja migren dengan menilai
frekuensi, durasi dan disabilitas akibat serangan migren.
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
apakah pemberian amitriptilin bermanfaat sebagai pencegahan serangan
nyeri kepala migren pada remaja di bandingkan dengan plasebo
1.3.Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah amitriptilin bermanfaat sebagai pencegahan
serangan nyeri kepala migren pada remaja
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Amitriptilin bermanfaat
sebagai pencegahan serangan nyeri kepala migren pada remaja
1.5.Manfaat penelitian
- Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui manfaat amitriptilin
sebagai salah satu terapi pencegahan nyeri kepala migren pada
remaja dan pemantauan efek samping yang timbul sehingga dapat
mengurangi jumlah ketidakhadiran anak di sekolah karena menderita
- Diharapkan dapat memberikan alternatif obat pencegahan serangan
nyeri kepala migren yang dapat dimanfaatkan dan dijangkau
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Migren sebagai nyeri kepala primer
Nyeri kepala menurut The International Headache Society (IHS-2) 2004
dibagi atas 2 golongan besar yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala
sekunder. Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala dimana tidak dijumpai
kelainan patologis pada organ, dan nyeri kepala terjadi murni karena faktor
intrinsik sedangkan pada nyeri kepala sekunder dijumpai kelainan pada
organ. Pembagian nyeri kepala primer adalah migren, nyeri kepala kluster,
nyeri kepala tipe tension, serta nyeri kepala akibat sebab yang lain, seperti
setelah berolahraga, hypnic headache dan lain-lain. Nyeri kepala sekunder
dibagi berdasarkan penyebabnya, seperti nyeri kepala akibat trauma kepala,
penyakit vaskular, infeksi susunan saraf pusat, tumor dan gangguan
metabolik.16,17
Nyeri kepala pada migren sifatnya berdenyut dan berpulsasi,
mula-mula unilateral dan berlokalisasi di daerah frontotemporal dan okuler, lalu
bertambah dalam waktu 1 sampai 2 jam, menyebar ke posterior dan menjadi
difus, lamanya dari beberapa jam sampai sehari penuh dengan intensitas
nyeri sedang sampai berat, sehingga menyebabkan penderita berdiam diri,
karena nyeri akan bertambah pada aktivitas fisik.16,18 Serangan terjadi
pada 50% penderita, disertai anoreksia, intoleransi makanan, dan pada
beberapa, anak tampak pucat dengan fotofobia dan fonofobia. 16,19-21
2.2. Klasifikasi migren
Menurut IHS 2004, migren dapat dibagi atas migren tanpa aura, dengan aura,
childhood periodic syndrome, retinal migraine, probable migraine, migren
dengan komplikasi dan kejang yang dicetuskan oleh migren.17
Migren tanpa aura (common migraine) sering dijumpai pada anak dan
remaja (70%). Pada tipe ini nyeri kepala terjadi di daerah frontal bilateral atau
unilateral, berdenyut, dengan intensitas sedang atau berat, lama serangan
antara 1 sampai 72 jam, dan frekuensinya 6 sampai 8 kali per bulan. Klinis
seperti aura tidak spesifik dan bermanifestasi sebagai rasa lemah, pucat, dan
mudah tersinggung. Keadaan ini lebih sering disertai oleh mual dan nyeri
perut dibandingkan muntah. Muntah berulang sering merupakan manifestasi
pada anak pra-sekolah. 2,3,16
Migren dengan aura (classic migraine) merupakan suatu proses
bifasik. Pada fase inisial terjadi gelombang eksitasi yang diikuti oleh depresi
fungsi kortikal dan terjadi penurunan aliran darah setempat. Pada fase
berikutnya terjadi peningkatan aliran darah di arteri karotis interna dan
eksterna sehingga menimbulkan nyeri kepala, nausea dan muntah.2,3
Serangan nyeri kepala berulang sekurang-kurangnya dua kali, bersamaan
sampai 20 menit dan berlangsung kurang dari 60 menit.2,8,19,22-26 Migren
klasik lebih jarang ditemukan pada anak dan remaja.19
Muntah siklik sering dijumpai pada anak usia 4 sampai 8 tahun berupa
serangan mual dan muntah secara terus menerus, selama 1 jam sampai 5
hari. Serangan akan mereda sendiri dan diantara serangan pasien dalam
keadaan normal. Diagnosis ditegakkan bila tidak dijumpai kelainan
gastrointestinal yang berarti dan ada riwayat migren pada keluarga.2,8,16
Migren abdominal timbul berupa serangan nyeri di daerah tengah abdomen
secara episodik berulang, selama 1 sampai 72 jam diikuti mual dan muntah
dengan masa diantara serangan anak dalam keadaan normal. 2,8,27
2.3. Etiologi Migren
Penyebab nyeri kepala migren tidak diketahui. Faktor keturunan, stres,
olahraga, makanan tertentu seperti coklat berperan sebagai faktor
predisposisi migren.7,18 Perubahan hormonal, alergi makanan, paparan
terhadap cahaya silau dan suara yang bising berpengaruh terhadap migren.
Peningkatan kadar serotonin di sirkulasi dan substansi P serta polipeptida
vasodilator berperan langsung mempengaruhi pembuluh darah intrakranial
dan ekstrakranial.18,28,29
Faktor genetik yang mempengaruhi migren ditandai dengan adanya
suatu pola yang autosomal dominan yaitu suatu faktor intrinsik dari
migren yaitu FHM1 (kode gen pada lengan pendek kromosom) dan FHM2
(gen pada lengan panjang kromosom).8,30
Hormon sangat berpengaruh terhadap patofisiologi migren, terbukti
dengan ditemukannya wanita yang lebih banyak menderita migren pada usia
pubertas. Rangsang nyeri dari struktur kranial lain, terutama struktur miofasial
dapat terintegrasi dengan rangsang nyeri vaskuler dari pembuluh darah
kepala. Kedua rangsang nyeri ini berkumpul di inti spinal nervus trigeminus di
batang otak, selanjutnya disalurkan ke talamus. Inti batang otak ini mendapat
pengaruh fasilitasi dan inhibisi dari supraspinal yang umumnya bergantung
pada faktor emosi dan psikososial. 8,31,32
Pencetus migren berasal dari beberapa faktor seperti korteks serebri
sebagai respon terhadap emosi atau stres, talamus akibat stimulasi aferen
yang berlebihan misalnya cahaya yang menyilaukan, suara bising dan
makanan. Hipotalamus juga sebagai pencetus akibat perubahan hormonal
serta sirkulasi karotis interna dan karotis eksterna sebagai respon terhadap
vasodilator. Pencetus yang paling umum pada anak adalah stres, termasuk
konflik keluarga, depresi, ansietas, gangguan tidur, masalah di sekolah serta
gangguan emosional dan fisik. 22,32,33
2.4. Patofisiologi migren
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan patofisiologi migren. Awalnya
disebut teori neuronal. Kemudian pada tahun 1938, Graham dan Wolff
mengemukakan teori vaskular dari migren. Saat ini berkembang teori terbaru,
yaitu teori trigeminovaskular.19
Menurut teori trigeminovaskular, terjadinya migren klasik berhubungan
dengan terjadinya depolarisasi paroksismal dari neuron korteks. Depolarisasi
ini melibatkan batang otak sebagai generator migren. Selama fase inisial
serangan, terjadi cortical spreading depression yang berawal dari bagian
oksipital dari otak. Istilah cortical spreading depression digunakan untuk
menjelaskan terjadinya depresi aktivitas elektrik korteks otak yang tampak
dari gambaran EEG dengan adanya perangsangan nyeri. The cortical
spreading depression bergerak ke anterior saat serangan dengan kecepatan
2 mm per menit. Keadaan ini menyebabkan gangguan distribusi ion-ion intra
dan ekstraseluler, sehingga merangsang terjadinya aura dan penurunan
aliran darah sebanyak 20% sampai 35% di daerah posterior dari korteks
serebri.16,19
Penurunan aliran darah didaerah posterior korteks serebri ini
menyebabkan terjadinya perubahan aktivitas pada cabang nervus trigeminus
yang mempersyarafi arteri kranial (seperti pada duramater, basis kranii dan
kulit kepala), sehingga timbul rangsangan nyeri kepala. Perangsangan nervus
trigeminus ini menyebabkan pelepasan beberapa zat vasoaktif serta
perubahan konsentrasi beberapa neurotransmiter seperti serotonin (HT,
(VIP), nitric oxid, substansi P, neurokinin A dan calcitonin gene-related
peptide (CGRP), sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah kranial,
ekstravasasi plasma protein, aktivasi pletelet dan merangsang inflamasi
neurogenik. Vasodilatasi kranial menyebabkan peningkatan aliran darah otak
dan menimbulkan pulsasi pada setiap denyutan jantung, sehingga terjadi
nyeri kepala berdenyut dan pulsasi ini akan merangsang reseptor regang di
pembuluh darah sehingga meningkatkan perangsangan nervus trigeminus
yang berada di dinding pembuluh darah dan memprovokasi nyeri kepala dan
gejala lainnya. Cabang nervus trigeminus ini juga mempengaruhi hipotalamus
dan chemoreceptor trigger zone sehingga terjadi fotofobia, fonofobia, mual
dan muntah pada migren.16,19,25
Sebagai tambahan saat serangan migren, terjadi pelepasan serotonin
dari platelet, selama serangan terjadi penurunan turnover serotonin dan
diantara 2 serangan migren terjadi peningkatan turnover serotonin. Dari
beberapa reseptor serotonin, reseptor 5-HT1, 5-HT2 dan 5-HT3 yang
berperan dalam patofisiologi migren. Reseptor 5-HT1 sebagai inhibitor,
dimana reseptor 5-HT1B berada di pembuluh darah intrakranial, sedangkan
resptor 5-HT1D berada di ujung syaraf trigeminus.19
Hipereksitasi korteks serebri
Cortical spreading depression
Aktivasi sistem trigeminovaskular
Sterile neurogenic inflammation
Sensitisasi sentral dan perifer
Serangan migren
Nukleus batang otak
Gambar 2.1. Patofisiologi migren16
2.5. Gejala klinik migren
Secara umum gejala klinik migren berupa nyeri kepala berulang, umumnya
unilateral dengan interval bebas gejala dan disertai minimal tiga keluhan
seperti nyeri perut, mual atau muntah, nyeri kepala berdenyut, berhubungan
dengan aura (visual, sensorik ataupun motorik), membaik dengan tidur, dan
adanya riwayat keluarga migren.18
Pada migren tanpa aura, selain keluhan diatas, dapat juga dijumpai
keluhan pucat, fotofobia, fonofobia, osmofobia, dan parestesia. Sedang pada
migren dengan aura, sebelum terjadinya nyeri kepala, biasanya didahului
fotopsia, fortification spectra, dan distorsi ireguler terhadap objek. Pada
beberapa orang, terkadang disertai vertigo dan lightheadedness. Aura
sensorik muncul berupa parestesia perioral dan kebas atau mati rasa pada
tangan dan kaki.8,18
Migren dengan atau tanpa aura mempunyai patofisiologi yang sama,
tergantung intensitas iskemik pada serebral yang akan menimbulkan ada
atau tidak adanya aura.34
2.6. Diagnosis
Kriteria diagnostik migren pada anak ditegakkan berdasarkan kriteria The
International Headache Society (IHS).8,17,19,35 Diagnosis klinik IHS menjadi
standar baku emas migren, sebab lebih mudah dan mempunyai akurasi yang
baik.36 Diagnosis migren menurut IHS:17
Migren tanpa aura pada anak:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung 1 sampai 72 jam
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral, mungkin bilateral, frontotemporal (tanpa oksipital)
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Nausea dan atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain
Migren dengan aura pada anak:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi kriteria B
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini:
1. Gangguan visual yang reversibel termasuk: positif atau negatif (seperti
cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis)
2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (seperti diuji dengan
peniti dan jarum) atau negatif (hilang rasa/kebas)
3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim atau gejala sensoris unilateral
2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit atau aura
yang lainnya ≥ 5 menit
3. Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤ 60 menit
2.7. Terapi Preventif
Terapi preventif migren merupakan pemberian terapi secara terus menerus,
dalam keadaan tanpa nyeri kepala, untuk mengurangi frekuensi dan
intensitas nyeri kepala migren.37
Menurut The American Academy of Neurology, pemberian terapi
preventif pada anak dan remaja bertujuan untuk :14
1. Menurunkan frekuensi, keparahan, durasi dan ketidakmampuan akibat
sakit kepala
2. Menurunkan ketergantungan terhadap obat-obatan yang kurang atau
tidak efektif
3. Meningkatkan kualitas hidup
4. Mencegah penggunaan obat pada masa akut dengan dosis yang terus
meningkat
5. Edukasi pasien untuk dapat menangani penyakitnya sendiri
6. Mengurangi distress dan gejala psikologis akibat nyeri kepala
Terapi preventif diindikasikan pada beberapa keadaan berikut: 38,39
1. Terdapat 2 kali atau lebih serangan per bulan yang menyebabkan
disabilitas selama 3 hari atau lebih dalam 1 bulan
2. Kontraindikasi atau gagal dengan terapi akut migren
3. Penggunaan terapi akut (abortif) lebih dari 2 kali dalam 1 minggu
4. Mengalami migren yang tidak lazim seperti hemiplegic migraine, migren
Beberapa hal yang juga dipertimbangkan adalah efek samping dari
penggunaan terapi akut, penerimaan pasien terhadap obat dan biaya. Terapi
preventif migren yang adekuat secara umum tampak perbaikan dalam 1
hingga 2 bulan.6,14
Pemberian terapi preventif diupayakan dengan obat yang memiliki
level efektivitas tertinggi, efek samping yang terendah, dan dimulai dengan
dosis rendah kemudian dititrasi secara perlahan. Lamanya pengobatan
bervariasi antara 1 sampai 6 bulan. Setelah terapi berhasil selama 6 hingga
12 bulan, penghentian terapi preventif dapat dipertimbangkan.39
Beberapa grup utama obat-obatan yang berperan sebagai terapi
preventif serangan nyeri kepala migren antara lain:12,40
1. Obat-obat kardiovaskular seperti ȕ-Adrenergic Blocker, Calcium Channel
Blocker
2. Obat-obat antidepresi seperti Tricyclic Antidepressants (TCA), Selective
Serotonin/Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SSRI)
3. Obat antiepilepsi seperti topiramat, asam valproate
4. Antagonis serotonin seperti siproheptadin
5. Non Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAID) dan lainnya seperti
riboflavin, mineral
Umumnya mekanisme kerja dari obat yang digunakan sebagai terapi
preventif adalah dengan menghambat eksitasi korteks seperti kerja obat anti
nociceptive, yaitu sistem adrenergik dan serotonergik, seperti yang dilakukan
oleh TCA, SSRI dan ȕ-adrenergic blocker.41
Golongan ȕ-adrenergic blocker bekerja dengan menghambat agregasi
platelet sehingga terjadi penurunan produksi prostaglandin dan katekolamin.
Obat ini dapat melewati sawar darah otak, sehingga dapat mempengaruhi
sistem serotonin dengan penghambatan sistem noradrenergik, absorpsi baik
melalui sistem gastrointestinal, dan dimetabolisme di hati.12 Pada pasien
migren yang dicetuskan oleh stres, obat ini bermanfaat, dengan efek samping
mudah lelah, mual, muntah, depresi, mimpi buruk, hipoglikemia, bradikardi
dan hipotensi.4,15,42,43
Obat golongan calcium channel blocker bekerja dengan cara
menghambat masuknya kalsium ke dalam sel sehingga menghambat
pembentukan impuls (automaticity) dan conduction velocity. Kalsium
intraseluler juga berperan meregulasi beberapa hormon, enzim, dan
neurotransmiter. Pelepasan serotonin sendiri dipengaruhi oleh kalsium,
sehingga pemberian calcium channel blocker dapat menghambat pelepasan
serotonin, sehingga dapat menjadi preventif serangan migren.12
Obat golongan anti epilepsi antara lain topiramat dan asam valproat.
Asam valproat bekerja dengan menghambat ekstravasasi plasma, substansi
P, menghambat lecutan serotonergik di dorsal raphe nuclei dan bekerja pada
kanal kalsium dan sodium.37,42 Efek sampingnya adalah dizziness,
pencernaan.6,7,11 Topiramat bekerja dengan memperkuat aktivitas Ȗ-amino
butyric acid (GABA), tetapi kemungkinan mekanisme yang lain adalah
dengan memblok aktivitas kanal sodium, menurunkan aktifitas karbonik
anhidrase dan glutamat.40 Efek samping antara lain parestesia, fatique, mual
dan anoreksia.39
Obat golongan NSAID bekerja dengan menghambat sintesis
prostaglandin, leukotrien, dan mencegah inflamasi neurogenik dari sistem
trigeminovaskular. Naproxen diabsorpsi baik setelah pemberian secara oral
maupun rektal, dengan waktu paruh 12-15 jam.42 Obat ini bermanfaat pada
penderita migren yang mengalami artritis atau nyeri muskuloskletal.6 Efek
samping berupa mual, muntah, gastritis dan perdarahan lambung,38 karena
itu disarankan penggunaan obat ini tidak lebih dari 2 hingga 3 bulan.15
2.8. Amitriptilin sebagai terapi preventif migren
Amitriptilin merupakan obat golongan TCA dan derivat dari
dibenzocycloheptadiene dengan berat molekul 313.87, dan umum dipakai
sebagai anti depresi.44
Obat anti depresi bekerja dengan mempengaruhi aktivitas
neurotransmiter monoamin, termasuk norepinefrin dan serotonin. Amitriptilin
bekerja dengan cara menghambat reuptake neurotransmiter norepinefrin dan
serotonin dari celah sinaps. Kerja TCA lebih luas dibandingkan SSRI, karena
SSRI hanya mempengaruhi serotonin dan tidak norepinefrin. Amitriptilin juga
berefek menekan anti muskarinik. Pada migren kemungkinan terjadi
gangguan pelepasan serotonin, sehingga terjadi penurunan kadar serotonin
di celah sinaps. Obat golongan TCA dapat memblok reuptake serotonin di
sentral sehingga dapat mencegah serangan migren.12
Obat golongan TCA seperti amitriptilin, nortriptilin dan desipramin luas
dipakai pada anak.15 Amitriptilin merupakan terapi preventif yang efektif pada
migren, khususnya pada pasien dengan depresi atau tension headache.42
Obat ini diabsorbsi baik per oral, dengan kadar maksimum dalam serum
tercapai dalam 2 hingga 8 jam dengan waktu paruh rata-rata 20 jam. Tempat
biotransformasi utama di hati. Diekskresi ke dalam urin dalam bentuk
metabolit.44
Amitriptilin tidak boleh diberikan bersamaan dengan monoamine
oxidase inhibitors. Hiperpiretik, kejang dan kematian pernah dilaporkan
setelah pemberian kedua obat ini. Pemberian bersamaan cisapride
berpotensi terjadi pemanjangan interval QT dan risiko aritmia. Obat ini juga
terhadap alkohol, barbiturate dan obat anti depresi lainnya. Delirium pernah
dilaporkan setelah pemberian amitriptilin dan disulfiram.45
Efek samping amitriptilin berupa mengantuk, peningkatan berat badan,
gejala antikolinergik seperti mulut kering, mata kering, lightheadedness,
konstipasi, aritmia jantung.1,28,38 Dosis dimulai dengan 5-10 mg oral saat mau
tidur.15 Obat ini dikontraindikasikan pada pasien yang hipersensitif, aritmia
dan infark miokard.12
2.9. Parameter terapi preventif
Penilaian keberhasilan terapi preventif migren pada anak dan remaja adalah
dengan mengukur penurunan frekuensi dan lama serangan dengan catatan
harian nyeri kepala yang digunakan untuk menilai efek tersebut.
Untuk pemeriksaan disabilitas yang sensitif, dapat dipercaya dan sahih
pada anak dan remaja digunakan PedMIDAS, sebagai modifikasi MIDAS
yang dipakai pada dewasa.46 Waktu yang digunakan untuk menilai
PedMIDAS adalah setiap 3 bulan. Kategori penilaian PedMIDAS yang dipakai
adalah skor PedMIDAS dengan menghitung seluruh jumlah hari disabilitas
dan sistim derajat PedMIDAS yang mengklasifikasi PedMIDAS dengan
ringan, sedang dan beratnya serangan migren.46-48 Dikatakan tidak ada
disabilitas bila skor antara 0 sampai 10, disabilitas ringan bila skor 11 sampai
30, disabilitas sedang bila skor 31 sampai 50 dan disabilitas berat bila skor
Terdapat 6 pertanyaan pada PedMIDAS yang berhubungan dengan
dampak migren dengan aktivitas sekolah, kegiatan harian di rumah dan
sosialisasi serta olahraga. Pertanyaan pertama didasarkan pada hari
ketidakhadiran di sekolah sebab migren. Pertanyaan kedua adalah jumlah
hari anak hadir di sekolah tetapi sebab migren harus terlambat atau terpaksa
pulang lebih awal. Pertanyaan ketiga berhubungan dengan jumlah hari di
sekolah dimana anak kurang berfungsi kurang dari setengah kemampuannya
karena sakit kepala. Pertanyaan keempat berfokus pada kegiatan-kegiatan di
rumah, dengan mencatat jumlah hari anak tidak mampu melaksanakan
pekerjaan rumah karena sakit kepala. Dua pertanyaan terakhir berhubungan
dengan kegiatan di luar rumah seperti bermain dan olah raga. Pertanyaan
kelima jumlah hari anak tidak berpartisipasi dan keenam tentang kemampuan
2.10. Kerangka Konseptual
Pelepasan mediator dan neurotransmitter (serotonin, noradrenalin, asetilkolin, VIP, Substansia P, CGRP)
Penurunan aliran darah Gangguan distribusi ion intra
dan ekstraseluler
Terapi abortif/ akut
Frekuensi, durasi nyeri kepala
Disabilitas akibat nyeri kepala ↓
BAB 3. METODOLOGI
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar tunggal untuk mengetahui
respons pemberian terapi amitriptilin sebagai terapi pencegahan serangan
nyeri kepala migren pada remaja penderita migren dibandingkan dengan
plasebo
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di sekolah SMP Swasta Palapa, SMP Swasta
Pencawan, Tsanawiyah Ar-Rhaudhatul Hasanah, SMU Swasta Palapa, SMU
Swasta Pencawan, Aliyah Ar-Rhaudhatul Hasanah di Medan, Sumatera
Utara. Penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitu pada bulan Juli hingga
Oktober 2009.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah anak sekolah yang berusia 12 sampai 19 tahun
yang dikunjungi ke sekolah untuk dilakukan skrining. Bila ditemukan
penderita migren sesuai dengan kriteria inklusi dimasukkan sebagai sampel
3.4 Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus uji dua proporsi yaitu
sebagai berikut: 49
n1 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok I
n2 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok II
p1 = proporsi sembuh untuk kelompok I (kontrol)
p2 = proporsi sembuh untuk kelompok II (diuji)
P = Proporsi = ½ (P1+P2)
Q = 1-P
Pada penelitian ini ditetapkan yaitu :
= kesalahan tipe 1 = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) Z = 1,96
ȕ = kesalahan tipe 2 = 0,2 (power 80%) Z ȕ = 1,84
Perbedaan sembuh yang diharapkan adalah 0,35 maka :
P1 = 0,55.10,50 dan P2 = 0,90
P = ½ (0.55+0,90) = 0,725
Q = 1- 0,725 = 0,275
Koreksi besar sampel untuk antisipasi drop out yaitu : n = n / (1 – f) 48
n = besar sampel yang dihitung = 43
f = perkiraan proporsi drop out = 10% (0,1)
Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel minimal adalah 48 anak pada
setiap kelompok termasuk untuk antisipasi drop out dan metode pengambilan
sampel yaitu secara randomisasi sederhana dengan tabel angka random.
3.5. Kriteria Penelitian Kriteria Inklusi:
a. Remaja usia 12 sampai 19 tahun yang menderita migren dengan
salah satu keadaan berikut :
1. Dua atau lebih serangan migren per bulan yang menyebabkan
ketidak mampuan melaksanakan aktivitas harian selama 3 hari
atau lebih dalam satu bulan
2. Kontraindikasi atau kegagalan dengan terapi akut
3. Menggunakan terapi akut lebih dari dua kali per minggu
4. Mengalami keadaan migren yang tidak lazim, termasuk migren
hemiplegik atau migren dengan aura yang memanjang
b. Orang tua bersedia mengikuti penelitian yang dibuktikan dengan surat
Kriteria Eksklusi:
a. Nyeri kepala kronik setiap hari
b. Lebih dari satu tipe nyeri kepala termasuk cluster headaches
c. Terdapat gangguan medis, neurologi dan kelainan psikiatri
d. Sudah pernah mendapat tiga atau lebih terapi profilaksis migren
sebelumnya
e. Obesitas
3.6. Persetujuan / Informed Consent
Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah
dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang dialami,
pengobatan yang diberikan, dan efek samping pengobatan. Formulir surat
pernyataan kesediaan terlampir dalam tesis ini.
3.7. Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, seperti yang terlampir pada tesis ini.
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian Cara kerja
3.8.1. Pasien di survei dulu dengan cara mengisi kuisoner
dilakukan pemeriksaan fisik dan neurologis yang dilakukan oleh dokter
anak yang telah mendapat pendidikan tambahan neurologi anak dan
dimasukkan ke dalam penelitian dengan diberi penjelasan (informed
consent) sebelumnya dan persetujuan mengikuti penelitian
3.8.3. Pasien yang setuju mengikuti penelitian kemudian dijadikan sampel
dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mendapat
Amitriptilin dan kelompok plasebo dengan randomisasi sederhana
3.8.4. Masing – masing kelompok di lakukan pemeriksaan berupa
anamnesis terutama frekuensi, durasi serta penilaian disabilitas akibat
nyeri kepala migren dengan Pediatric Migren Disability Assesment
Scale (PedMIDAS).
3.8.5. Dicatat data antropometrik meliputi berat badan dan tinggi badan
3.8.6. Kelompok pertama (A) mendapat Amitriptilin 10mg sekali sehari saat
akan tidur malam hari, diberikan selama 3 bulan
3.8.7. Kelompok kedua (B) mendapat plasebo yang berisi saccarum lactis
sekali sehari saat akan tidur malam hari selama 3 bulan.
3.8.8. Obat Amitriptilin dan plasebo dimasukkan ke dalam kapsul dengan
warna dan bentuk yang sama dengan formulasi oleh Apotik Kimia
Farma. Pasien tidak mengetahui obat yang diberikan.
3.8.9. Semua remaja diberi terapi dengan amitriptilin dan plasebo dengan
pengawasan guru dan orangtuanya setiap hari. Selanjutnya
kepala untuk mencatat frekuensi dan lamanya serangan nyeri kepala
migren per bulan selama 3 bulan
3.8.10.Pemeriksaan dilakukan tiap bulan meliputi penilaian frekuensi dan
lamanya serangan migren serta efek samping yang timbul.
3.8.11.Pada akhir bulan ketiga pengobatan kembali dilakukan penilaian
frekuensi, durasi nyeri kepala serta disabilitas akibat nyeri kepala
migren dengan menggunakan PedMIDAS.
3.8.12.Pasien dibolehkan meminum terapi abortif selama nyeri kepala
Alur penelitian
Gambar 3.1. Alur penelitian manfaat antara kedua kelompok intervensi
3.10. Definisi Operasional Migren menurut kriteria IHS:17
Migren tanpa aura pada anak:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5x serangan yang memenuhi kriteria B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung 1 sampai 72 jam
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral, mungkin bilateral, frontotemporal (tanpa oksipital)
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari
aktifitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga)
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Nausea dan atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain
Migren dengan aura pada anak:
A. Sekurang-kurangnya terjadi dua serangan yang memenuhi kriteria B
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini:
1. Gangguan visual yang reversibel termasuk : positif atau negatif
(seperti cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis)
2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (seperti diuji
3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim atau gejala sensoris unilateral
2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit atau
aura yang lainnya ≥ 5 menit
3. Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤ 60 menit
D. Tidak berkaitan dengan kelainan lain
3.11. Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah dengan SPSS versi 15. Uji kai kuadrat digunakan untuk
menganalisis data nominal seperti tingkatan PedMIDAS, sedangkan t-tes
digunakan untuk menganalisis data numerik yaitu frekuensi, durasi dan skor
PedMIDAS. Tingkat kemaknaan bila P<0.05 dengan Interval kepercayaan
BAB 4. HASIL
4.1 Hasil Penelitian
Dilakukan skrining untuk mencari penderita migren pada 6 sekolah, yaitu 3
SLTA serta 3 SLTP sederajat di Medan, Sumatera Utara. Dari 2050 remaja
yang diskrining, terdapat 1654 remaja dengan nyeri kepala berulang; 208
remaja yang menderita migren sesuai kriteria IHS, namun hanya 98 orang
yang bersedia mengikuti penelitian. Sebanyak 110 orang remaja tidak
dimasukkan ke dalam penelitan. Sampel setelah dirandomisasi sederhana
dibagi menjadi dua kelompok. Sebanyak 50 orang dalam kelompok
amitriptilin dan 48 orang kelompok plasebo. Seluruh sampel penelitian,
mengikuti penelitian hingga akhir.
208 orang sesuai kriteria IHS
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian
Karakteristik Amitriptilin (n=50) Plasebo (n=48)
Usia, mean (SD), tahun
Jenis kelamin, n (%)
Laki-laki
Perempuan
Berat badan, mean (SD), kg
Faktor makanan sebagai pencetus, n (%)
Tidak ada pencetus
Dari karakteristik sampel pada masing-masing kelompok sebelum
intervensi (tabel 4.1), tampak bahwa terdapat 69.4% remaja perempuan
mengalami migren, dibanding remaja laki-laki (30.6%). Sebanyak 76.5%
remaja migren tanpa aura dan 23.5% migren dengan aura. Faktor makanan
juga berpengaruh terhadap timbulnya migren, faktor pencetus makanan
monosodium glutamat sebanyak 70 remaja (71.4%) pada kedua kelompok.
Nilai rata-rata pedMIDAS antara 2 kelompok hampir sama yaitu 34.82 pada
kelompok amitriptilin dan 34.44 pada kelompok plasebo, dan dengan
tingkatan PedMIDAS yang berkisar antara 31 sampai 50, termasuk disabilitas
sedang.
Tabel 4.2. Frekuensi dan beratnya serangan migren sebelum dan setelah pengobatan 3 bulan
Pada tabel 4.2 tampak penurunan frekuensi migren yang signifikan
setelah pengobatan selama 3 bulan dari kelompok amitriptilin yaitu dari 5.8
(SD 3.01) menjadi 4.32 (SD 2.07) sedangkan pada kelompok plasebo tidak
terdapat perbedaan bermakna yaitu dari 4.9 (SD 2.96) menjadi 4.85 (SD
2.94). Dari skor PedMIDAS, juga tampak perbedaan yang signifikan sebelum
dan sesudah terapi amitriptilin yaitu dari 34.82 (SD 4.13) menjadi 26.12(SD
3.81) dibandingkan dengan kelompok plasebo dari 34.44 (SD 3.33) menjadi
Tabel 4.3. Perbandingan hasil penggunaan amitriptilin dan plasebo setelah 3 bulan Parameter Amitriptilin Plasebo IK 95% P
Frekuensi, Mean (SD)
PedMIDAS, Mean (SD) 26.12 (3.81) 34.35(3.38) (6.792;9.676) 0.001
Durasi, n (%)
Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan pada frekuensi nyeri kepala pada bulan 1, 2 dan 3 pengobatan
dengan amitriptilin dibanding plasebo dengan P=0.018 (IK 95%: 0.194;1.994).
Skor rerata PedMIDAS setelah 3 bulan pengobatan amitriptilin juga
95%: 6.792;9.676). Rerata durasi nyeri kepala pada bulan 1 tidak
menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok (P=0.163; IK
95%: 0.017;0.184), sedangkan pada bulan kedua dan ketiga pengobatan,
rerata durasi nyeri kepala menunjukkan perbedaan yang bermakna antara
kedua kelompok (P<0.05). Ketika dibandingkan derajat PedMIDAS antara
kedua kelompok setelah terapi menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan antara kedua kelompok (P=0.001; IK 95%: 0.001;0.03), dimana
setelah pemberian terapi amitriptilin, terjadi penurunan derajat disabilitas.
Efek samping amitriptilin terutama mengantuk sebanyak 14 orang (28%),
diikuti dengan berat badan meningkat sebanyak 8 orang (16%), sedangkan
pada plasebo ditemukan mengantuk sebanyak 5 orang (10.4%) dan berat
BAB. 5. PEMBAHASAN
Migren pada anak merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian
besar. Hanya sedikit informasi mengenai pemberian terapi abortif dan
profilaktik serangan migren pada anak dan remaja. Pengobatan yang
diberikan pada dewasa belum tentu sesuai untuk anak dan remaja.10 Langkah
pertama untuk mencari penderita migren adalah dengan melakukan skrining,
sebab hanya sekitar 50% penderita migren yang datang ke dokter untuk
berobat.48 Suatu skrining dari 2165 anak sekolah usia 5 sampai 15 tahun
terdapat prevalensi penderita migren 11% dengan 53% perempuan.5 Dalam
sebuah penelitian lain di Bangkok, Thailand menemukan prevalensi migren
sebanyak 13.8% pada remaja setingkat SMP.50 Pada penelitian ini
menunjukkan bahwa prevalensi migren pada remaja usia 12 sampai 19 tahun
masih cukup tinggi, yaitu sebesar 10.2%
Insidens migren pada anak usia sekolah usia 7 hingga 15 tahun
adalah sekitar 4%, dimana perempuan lebih sering mengalaminya menjelang
remaja, sedangkan pada laki-laki kebanyakan terjadi pada usia kurang dari
10 tahun.18 Prevalensi migren pada anak perempuan (55%) dibandingkan
anak laki-laki (45%).10 Pada penelitian ini didapati sebanyak 69.4% remaja
wanita mengalami migren dibandingkan dengan remaja laki-laki, yaitu
Penyebab migren secara umum tidak diketahui, dan hanya sedikit
diketahui faktor-faktor resiko timbulnya migren pada anak, namun faktor
genetik diduga cukup berperan. Beberapa faktor yang dapat melewati
ambang migren pada anak dan remaja penderita migren termasuk stres, saat
menstruasi pada wanita, dan faktor makanan seperti coklat, kopi dan
lain-lain.7,18 Pada penelitian lain ditemukan sebanyak 75.6% anak menderita
migren dengan faktor pencetus.51 Pada penelitian ini faktor pencetus
termasuk makanan seperti kopi, coklat, daging, mie instan dan makanan
yang mengandung monosodium glutamat sangat berpengaruh terhadap
timbulnya migren pada anak, pada penelitian ini ditemukan 71.4%.
Jenis migren yang paling sering dijumpai pada anak dan remaja
adalah migren tanpa aura (70%).2 Pada sebuah penelitian di Finlandia,
didapati bahwa terjadi peningkatan insiden migren dengan aura dari 5.2 per
1000 orang pada tahun 1974 menjadi 41.3 per 1000 orang pada tahun 2002.
Peningkatan insiden migren tanpa aura juga terjadi yaitu dari 14.5 menjadi
91.9 per 1000 orang dalam kurun waktu tersebut.52 Suatu penelitian tentang
nyeri kepala di Cincinatti mendapati bahwa sebanyak 60.6% merupakan
migren tanpa aura, sedangkan 7.9% adalah migren dengan aura dan sisanya
jenis nyeri kepala yang lain.53 Pada penelitian ini didapati sebanyak 76.5%
penderita migren tanpa aura, dan 23.5% migren dengan aura.
Durasi nyeri kepala migren pada anak adalah berkisar 2 hingga 4 jam
profilaktik ditujukan pada mereka yang mengalami serangan nyeri kepala
yang sering, dan menyebabkan disabilitas.1,7 Jika migren timbul satu sampai
dua kali perbulan, biasanya tidak membutuhkan terapi profilaktik, tiga sampai
empat kali harus dipertimbangkan, serta jika timbul migren lima kali atau lebih
terapi harus diberikan.54 Pada penelitian ini didapati bahwa rata-rata durasi
nyeri kepala migren pada remaja adalah 1 hingga 2 jam dan lebih dari 2 jam,
dengan frekuensi nyeri kepala lebih dari 4 kali dalam 1 bulan.
Pemakaian beberapa obat sebagai terapi profilaktik migren pada anak
telah luas digunakan, akan tetapi masih sedikit data yang mendukung
efikasinya. Obat-obat yang telah digunakan luas sebagai profilaktik migren
pada anak dan remaja antara lain topiramat, asam valproat dan amitriptilin,
tetapi hingga saat ini belum ada obat yang disetujui oleh Food and Drugs
Administration (FDA) sebagai terapi profilaktik migren, oleh karena kurangnya
data, meskipun kebanyakan penelitian dengan obat tersebut menunjukkan
adanya penurunan frekuensi dan durasi nyeri kepala migren.13,55 Beberapa
konsorsium neurologi hanya merekomendasi beberapa obat sebagai
profilaktik pada anak yang menderita migren yaitu topiramat, asam valproat,
amitriptilin, dan siproheptadin.6 Pada penelitian ini kami menggunakan
amitriptilin sebab obat ini terjangkau dan penelitian dengan obat ini masih
sedikit diteliti.
Amitriptilin adalah obat golongan antidepresan trisiklik, yang memiliki
anak dimulai dengan 5 hingga 10 mg oral saat mau tidur.Untuk remaja dosis
awalnya adalah 10 mg oral. Rentang dosis 10 hingga 75 mg per hari cukup
efektif dalam mengurangi frekuensi migren.55 Lamanya pengobatan profilaktik
migren bervariasi antara 1 hingga 6 bulan, dan secara umum tampak
perbaikan sedikitnya dalam 1 hingga 2 bulan.6,14,39 Pada penelitian ini
digunakan amitriptilin dengan dosis rendah yaitu 10 mg per hari oral yang
diminum saat mau tidur malam. Dosis rendah dipertimbangkan untuk
mengurangi risiko efek samping yang lebih besar, dan mengurangi risiko drop
out anak yang mendapat terapi. Lama pengobatan pada penelitian ini adalah
3 bulan untuk memantau efek pengobatan.
Suatu penelitian di Virginia, yang bertujuan untuk melihat bentuk
pengobatan preventif pada anak, menunjukkan bahwa sebanyak 55% anak
yang menderita migren mendapat terapi preventif harian, dan obat yang
paling banyak digunakan adalah amitriptilin dan siproheptadin. Secara
keseluruhan respon positif untuk amitriptilin adalah 89%, sedang
siproheptadin 83% selama 6 bulan pemantauan. Frekuensi nyeri kepala
berkurang dari 10.9 kali per bulan (rentang 4 sampai 15 kali per bulan)
sebelum terapi, menjadi 4.1 kali per bulan (rentang 1 sampai 12 kali per
bulan) sesudah terapi, dimana terjadi penurunan sebanyak 62.4% pada
amitriptilin. Sedangkan pada pemakaian siproheptadin terjadi penurunan
sebesar 55%.9 Pada penelitian ini didapati penurunan frekuensi migren
terapi frekuensi nyeri kepala sebesar 5.80 per bulan (SD 3.01), sedangkan
sesudah terapi terjadi penurunan menjadi 4.32 per bulan (SD 2.07)
Suatu penelitian menggunakan amitriptilin pada anak yang nyeri
kepala berulang dengan dosis 1 mg/kgBB/hari, menunjukkkan bahwa
terdapat penurunan frekuensi, durasi dan keparahan nyeri kepala pada
84.2% anak yang mengalami nyeri kepala yang sering.53 Penelitian lain yang
membandingkan amitriptilin dengan propranolol selama 3 bulan menunjukkan
bahwa amitriptilin secara signifikan menurunkan keparahan, frekuensi dan
nyeri kepala migren, sedangkan pada pemberian propranolol hanya terjadi
penurunan keparahan nyeri kepala.56 Pada penelitian ini terjadi penurunan
yang signifikan dari frekuensi, durasi dan disabilitas akibat migren setelah
pemberian amitriptilin selama 3 bulan, baik dibandingkan sebelum
pengobatan maupun dibandingkan dengan pemberian plasebo.
Dalam 3 penelitian amitriptilin pada dewasa yang dibandingkan
dengan plasebo, menunjukkan bahwa amitriptilin efektif sebagai preventif
serangan migren dan berkaitan dengan efek anti depresi amitriptilin.57-59 Dari
penelitian ini didapati bahwa efek samping amitriptilin adalah mengantuk dan
peningkatan berat badan. Selama pengobatan tidak dijumpai drop out.
Kuesioner PedMIDAS merupakan pemeriksaan yang sensitif, reliabel,
dan valid untuk menilai disabilitas akibat nyeri kepala pada anak dan remaja.
Penilaian dengan PedMIDAS berhubungan dengan fungsi di sekolah dan
melaporkan terjadinya terdapat penurunan rerata 22.3 point dari skor
PedMIDAS setelah terapi profilaktik dan hal ini menunjukkan bahwa telah
terjadi penurunan disabilitas dengan pemberian terapi tersebut.46,47 Pada
penelitian ini terjadi penurunan rerata nilai PedMIDAS sebesar 7.30 point
menjadi 26.12 setelah pemberian amitriptilin, dan termasuk ke dalam
disabilitas ringan, bila dibandingkan dengan plasebo.
Farmakoterapi migren pada anak harus tetap memperhatikan manfaat
dan keamanan obat, sehingga diperlukan penelitian dengan populasi yang
lebih besar.38 Amitriptilin terbukti bermanfaat dan aman sebagai pencegahan
serangan migren pada remaja, namun tetap mempertimbangkan efek
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Amitriptilin efektif menurunkan frekuensi, durasi dan disabilitas yang
signifikan dan bermakna setelah 3 bulan pengobatan dibanding plasebo. Efek
samping obat amitriptilin cukup tinggi (60%), terutama mengantuk dan
peningkatan berat badan makan. Amitriptilin bermanfaat sebagai alternatif
terapi pencegahan serangan nyeri kepala migren pada remaja, namun harus
tetap mempertimbangkan efek samping obat.
6.2 Saran
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan membandingkan beberapa
jenis terapi preventif serangan nyeri kepala migren yang berbeda atau
dengan membandingkan terapi non farmakologi, serta skrining yang
berkelanjutan untuk mengurangi dampak ketidakhadiran anak di sekolah
DAFTAR PUSTAKA
1. Hershey AD, Winner PK. Pediatric migraine: recognition and treatment. JAOA. 2005; 105:S2-8
2. Lazuardi S. Nyeri kepala pada anak dan remaja. Dalam: Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku ajar neurologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai penerbit IDAI, 2000. h.78-86
3. Lazuardi S. Nyeri kepala pada anak dan remaja. Dalam: Pusponegoro HD, Passat J, Mangunatmadja I, Widodo DP, Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Neurologi anak dalam praktek sehari-hari (Naskah lengkap PKB IKA XXXIV). Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 1995. h.189-206
4. Shinar S, Souza BD. Migraine in children and adolescent. Pediatric in Rev. 1982; 3(8):257-62
5. Abu-Arefeh I, Russel G. Prevalence of headache and migraine in schoolchildren. BMJ. 1994; 309:756-9
6. Weiss HD. Headache and facial pain. Dalam: Johnson RT, Griffin JW, McArthur JC, penyunting. Current therapy in neurologic disease. Edisi ke-7. St.Louis: Mosby, 2002. h.81-6
7. Kundu NC, Ahmad C. Migraine management in children-review of strategies and recommendations. J Bangladesh Coll Phys Surg. 2007; 25:77-85
8. Lewis DW. Pediatric Migraine. Pediatric in Rev. 2007; 28:43-53 9. Lewis DW, Diamond S, Scott D, Jones V. Prophylactic treatment of
pediatric migraine. Headache. 2004; 44:230-7
10. Bland SE. Pediatric migraine recognition management. J Pharmacy Soc of Wisconsin. 2002; 2:41-4
11. Pakalnis A. New avenues in treatment of paediatric migraine: a review of the literature. Family Practice. 2001; 18:101-6
12. Graff-Radford SB. Migraine prophylaxis. Clinics in Family Practice. 2005; 7(3):445-62
13. Eiland LS, Jenkins LS, Durham SH. Pediatric migraine: pharmacologic agents for prophylaxis. Ann Pharmacother. 2007; 41:1181-90
14. Silberstein SD. Practice parameter: evidence-based guidelines for migraine headache (an evidence-based review). Report of the quality standards subcommittee of the American Academy of Neurology. AAN. 2000; 1:1-9
16. Lewis DW. Headaches in infants and children. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric neurology principles & practice. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby, 2006. h.1183-99
17. Olesen J. Headache classification subcommittee of the international headache society. The International Classification Of Headache Disorders. Cephalal. 2004; 24(Suppl 1):24-36
18. Haslam RH. Headache. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2004. h.2012-4
19. Rothner D, Menkes JH. Headaches and nonepileptic episodic disorders. Dalam: Menkes JH, penyunting. Child neurology. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006.h.943-64 20. Barnes NP, Jayawant S. Migraine. Arch Dis Child. 2005;90:53-7 21. Schor NF. Migraine in children and adolescent. Dalam: Maria BL,
penyunting. Current management in child neurology. New York: BC Decker, 2005.h.39-41
22. Widjaja D. The impact of migraine and the need of prophylactic treatment. Dalam: Sjahrir H, Rambe AS, penyunting. Nyeri kepala. Medan:USU Press, 2004.h.21-45
23. Chutarian AM. Headaches in children. Dalam: Burg FD, Ingelfinger JR, Polin RA, Gershon AA, penyunting. Gellis & Kagan’s current pediatric therapy. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2002. h.183-99
24. Murdoch L. Migraine. NZFP. 2004; 31:90-3
25. Villlalon C, Centurion D, Valdivia LF, de Vries P, Saxena PR. Migraine: pathophysiology, pharmacology, treatment and future trends. Cur Vas Pharm. 2003; 1:71-84
26. Gunner K, Smith H, Ferguson L. Practice guideline for diagnosis and management of migraine headaches in children and adolescent: part two. J Pediatr Health Care. 2008; 22(1):52-9
27. Worawattanakul, Mingmuang, Marc J. Abdominal migraine: Prophylactic treatment and follow-up. JPGN. 1999; 28:37-40
28. Ryan S. Pharmacy update: medicines for migraine. Arch Dis Child Educ Pract Ed. 2007; 92:ep50-55
29. Fenichel GM. Clinical pediatric neurology a signs and symptoms approach. Edisi ke-3. Philadelphia: Saunders; 2001
30. Gardner KL. Genetics of migraine: an update. Headache. 2006; 46:19-24
31. Gilroy MD. Headache. Dalam: Gilroy MD, penyunting. Basic Neurology. Edisi ke-3. Michigan: McGraw-Hill, 2000. h.943-64
33. Djoenaidi W. Pandangan baru mengenai nyeri kepala migren. Dalam: Harsono, penyunting. Kapita selekta neurology. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005. h.253-63.
34. Sjahrir H. Patofisiologi migren. Dalam: Sjahrir H, penyunting. Nyeri kepala & vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press, 2008. h.73-123
35. Boudreau G, Leroux E. The complications of migraine classified under the international classification of headache disorders: a review. Headache Care. 2006; 3:85-90
36. Senbil N, Gurer YKY, Aydin OF, Rezaki B, Inan L. Diagnostic criteria of pediatric migraine without aura. The Turk J of Pediatr. 2006; 48:31-7
37. Spasic M, Zivkovic M, Lukic S. Prophylactic treatment of migraine by valproate. Med and Biol. 2003; 10(3):106-10
38. Snow V, Weiss K, Wall EM, Mottur-Pilson C. Pharmacologic management of acute attacks of migraine and prevention of migraine headache. Ann Intern Med. 2002; 137:840-9
39. Modi S, Lowder DM. Medications for migraine prophylaxis. American family physician J. 2006; 73(1):72-8
40. Blumenfeld A. Clinical approaches to migraine prophylaxis. Am J Manag Care. 2005; 11:S55-61
41. Ramadan NM. Current trends in migraine prophylaxis. Headache. 2007; 47:S52-7
42. Deleu D, Hanssens Y. Guidelines for the prevention of migraine. Neurosciences. 2000; 5(1):7-12
43. Cromer J, Candidate PD. Migraine prophylaxis. PharmaNote. 2007; 22(4):1-7
44. Goodman. Drugs and the treatment of psychiatric disorders. Dalam: Goodman, Gilman, penyunting. The pharmacological basis of therapeutics. Edisi ke-8. New York: Mc Graw Hill, 2005. h.405-14 45. Nissen D. Mosby’s drug consult. Edisi ke-13. St Louis: Mosby; 2003 46. Hershey AD, Powers SW, Vockell B, LeCates S, Kabbouche MA,
Maynard MK. PedMIDAS development of a questionnaire to assess disability of migraines in children. Neurology. 2001; 57:2034-9
47. Hershey AD, Powers SW, Vockell A-LB, LeCates SL, Segers A, Kabbouche MA. Development of a patient-based grading scale for PedMIDAS. Cephalalgia. 2004; 24:844-9
48. Dowson AJ, Lipscombe S, Carter F, Bradford S, Bundy M, Rees T. Managing children and adolescents with migraine and other headaches: scientific and clinical aspects. Headache Care. 2005; 2:193-207
50. Visudtibhan A. Migraine in Thai children: Prevalence in junior high school students. J Child Neurol. 2007; 22 (9):117-20
51. Rossi LN, Cortinovis I, Menegazzo L, Brunelli G, Bossi A, Macchi M. Classification criteria and distinction between migraine and tension-type headache in children. Dev Med & Child Neurol. 2001; 43:45-51 52. Anttila P, Metsahonkala L, Sillanpaa M. Long-term trends in the
incidence of headache in finnish schoolchildren. Pediatrics. 2006; 117:1197-201
53. Hershey AD, Powers SW, Bentti AL, deGrauw TJ. Effectiveness of amitriptyline in prophylactic management of childhood headaches. Headache. 2000; 40:539-49
54. Goadsby PJ. Recent advances in the diagnosis and management of migraine. BMJ. 2006; 332:25-9
55. Wasiewski WW. Preventive therapy in pediatric migraine. J child neurol. 2001;16:71-8
56. Ziegler DK, Hurwitz A, Preskorn S, Hassanein R, Seim J. Propranolol and amitriptyline in prophylaxis of migraine pharmacokinetic and therapeutic effect. Arch Neurol. 1993; 50:825-30
57. Gomersall JD, Stuart A. Amitriptyline in migraine prophylaxis changes in pattern of attacks during a controlled clinical trial. J Neurology, Neurosurgery and Psychiatry. 1973; 36:684-90
58. Couch JR, Ziegler DK, Hassanein RS. Amitriptyline in the prophylaxis of migraine effectiveness and relationship of antimigraine and antidepressant effects. Neurology. 1976; 26:121-7 59. Couch JR, Hassanein RS. Amitriptyline in migraine prophylaxis.
Lampiran 1
SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :
Orang tua dari :
Telah menerima dan mengerti penjelasan dokter tentang penelitan “ Uji klinis
manfaat amitriptilin sebagai pencegahan serangan migren pada remaja “.
Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia menjadi peserta
penelitian tersebut.
Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.