• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Amitriptilin Sebagai Terapi Preventif Serangan Nyeri Kepala Migren Pada Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Amitriptilin Sebagai Terapi Preventif Serangan Nyeri Kepala Migren Pada Remaja"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS AMITRIPTILIN SEBAGAI TERAPI PREVENTIF

SERANGAN NYERI KEPALA MIGREN PADA REMAJA

TESIS

ASTRI NURHAYATI ZULKIFLI 067103002/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

EFEKTIVITAS AMITRIPTILIN SEBAGAI TERAPI PREVENTIF SERANGAN NYERI KEPALA MIGREN PADA REMAJA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik(Anak)

dalam Program Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi Kesehatan Anak-Spesialis pada

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ASTRI NURHAYATI ZULKIFLI 067103002

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : Efektivitas Amitriptilin Sebagai Terapi Preventif

Serangan Nyeri Kepala Migren Pada Remaja

Nama : Astri Nurhayati Zulkifli

Nomor Induk Mahasiswa : 067103002

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Bistok Saing, SpA(K)

Anggota

Dr. Supriatmo, SpA(K)

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS

Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)

(4)

PERNYATAAN

EFEKTIVITAS AMITRIPTILIN SEBAGAI TERAPI PREVENTIF SERANGAN NYERI KEPALA MIGREN PADA REMAJA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, April 2010

(5)

Telah diuji pada

Tanggal: 17 April 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bistok Saing, SpA(K) ...

Anggota : 1. Dr. Supriatmo, SpA(K) ...

2. Prof. Dr. H. Joesoef Simbolon, SpKJ(K-AR)...

3. Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) ...

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas

akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak di

FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua

pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof. Dr. Bistok Saing, SpA(K), Dr. Supriatmo

SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran

yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian

tesis ini.

2. Dr. Yazid Dimyati, SpA dan Dr. Johannes H Saing, SpA yang telah

sangat banyak membimbing serta membantu saya dalam

(7)

3. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK- USU dan Dr. Hj. Melda Deliana,

SpA(K), sebagai sekretaris program yang telah banyak membantu

dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik

Medan periode 2003-2006 dan Dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K),

selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2006-2010, yang telah

memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU /

RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan

pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini

6. Prof.Dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara periode 2005-2010, dan Prof. Dr. H.

Syahril Pasaribu, DTM&H (CTM), SpA(K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara periode 2010-2015 dan Dekan FK-USU yang telah

memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter

Spesialis Anak di FK- USU

7. Para kepala sekolah dan guru Sekolah Menengah Pertama (SMP),

Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Kejuruan setingkat SMP

(8)

Ar-8. Sahabat saya Anna Triana, Yulia Lukita Dewanti, Fellycia Tobing,

Jeanida Mauliddina, Erlina Masniari Napitupulu, Armila Ramadhani,

dan Pranoto Trilaksono yang selama empat tahun bersama-sama

dalam suka dan duka serta teman sejawat PPDS Departemen Ilmu

Kesehatan Anak terutama Ade Rahmat, Muhammad Hatta, Wagito,

Darmadi, Pranoto Trilaksono dan semua pihak yang telah memberikan

bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Teristimewa untuk orangtua yang tercinta, H. Zulkifli Rifai (Alm), dan

Hj. Amay Lafsiah serta kakak-kakak dan adik yang selalu mendoakan,

memberikan dukungan, dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis

mengikuti pendidikan ini. Terima kasih atas doa, pengertian, dan dukungan

selama penulis menyelesaikan pendidikan ini, semoga budi baik yang telah

diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini

bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, April 2010

(9)

DAFTAR ISI

3.2. Tempat dan Waktu penelitian 22

3.3. Populasi dan sampel 22

3.4. Perkiraan Besar Sampel 23

3.5. Kriteria Penelitian 24

3.6. Persetujuan/Informed consent 25

3.7. Etika Penelitian 25

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 25

3.9. Identifikasi Variabel 27

3.10. Definisi Operasional 28

3.11. Pengolahan dan Analisis Data 29

BAB 4. HASIL PENELITIAN 30

(10)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 41

6.2 Saran 41 Ringkasan 42 Daftar Pustaka 44 Lampiran 1. Surat Pernyataan Kesediaan 48

2. Lembar Penjelasan 49

3. Lembar Kuesioner 50

4. Pediatric Migraine Disability Assessment 51

5. Lembar Persetujuan Komite Etik 52

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 31

Tabel 4.2. Frekuensi dan beratnya migren 32

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Patofisiologi migren 11

Gambar 2.2. Rumus kimia siproheptadin 17

Gambar 2.3. Kerangka konseptual 21

Gambar 3.1. Alur Penelitian 27

(13)

DAFTAR SINGKATAN

AAN : American Academy of Neurology

bb : berat badan

cm : centi meter

CGRP : calcitonin gene-related peptide CI : confident interval

PedMIDAS : Pediatric Migraine Disability Assessment Scale

SD : Standard Deviasi

(14)

DAFTAR LAMBANG

 : Kesalahan tipe I

 : Kesalahan tipe II n : Jumlah subjek / sampel P : Proporsi

P1 : Proporsi sembuh untuk kelompok I P2 : Proporsi sembuh untuk kelompok II

Q : 1 – P

Q1 : 1 – P1 Q2 : 1 – P2

z : Deviat baku normal untuk  z : Deviat baku normal untuk 

P : Tingkat kemaknaan

(15)

ABSTRAK

Latar belakang: Migren merupakan penyebab tersering nyeri kepala berulang pada anak dan remaja. Efikasi amitriptilin sebagai terapi preventif nyeri kepala migren telah luas berkembang pada dewasa, sedangkan pemakaiannya pada anak dan remaja masih memiliki keterbatasan data.

Tujuan: Menilai efikasi amitriptilin sebagai terapi preventif serangan nyeri kepala migren pada remaja.

Metode: Suatu penelitian uji klinis acak tersamar tunggal dilakukan di Medan, Sumatera Utara antara bulan Juli hingga Oktober 2009. Penderita yang memenuhi kriteria migren sesuai dengan The International Headache Society (IHS) dimasukkan dalam penelitian. Partisipan dibagi atas dua grup yaitu grup amitriptilin yang mendapat 10 mg amitriptilin atau grup plasebo selama 3 bulan. Frekuensi nyeri kepala dinilai dalam hari per bulan, durasi dinilai dalam jam dan disabilitas fungsi dinilai dengan menggunakan Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS). Efikasi pengobatan dinilai sebelum, selama dan setelah pengobatan.

Hasil: Sebanyak 98 orang remaja mengikuti penelitian dengan rentang usia 12 hingga 19 tahun (rerata 14.69 tahun), dan dibagi atas dua kelompok. Dibandingkan sebelum pengobatan, terdapat perbedaan yang bermakna pada frekuensi nyeri kepala dan skor PedMIDAS pada kelompok amitriptilin (P=0.001, IK 95% (2.023;2.937) dan P=0.001, IK 95% (7.664;9.756), tetapi tidak pada kelompok plasebo. (P>0.05). Terdapat perbedaan yang bermakna pada frekuensi, durasi dan disabilitas fungsi pada kelompok amitriptilin dibandingkan plasebo setelah 3 bulan.( P< 0.05).

Kesimpulan: Amitriptilin efektif sebagai terapi preventif serangan nyeri kepala migren pada remaja setelah pengobatan selama 3 bulan.

(16)

ABSTRACT

Background: Migraine is a cause of recurrent headache in childhood. The efficacy of amitriptyline is well known as a prophylactic treatment in adults, whereas in children and adolescents do not have sufficient data.

Objective: To determine the efficacy of amitriptyline as the prophylactic treatment of migraine in adolescents.

Methods: We conduct a single-blind randomized controlled trial in Medan, North Sumatra, from July until October 2009. Participants eligible for migraine according to International Headache Society criteria were included in the study. They were divided into two groups, each group was given 10 mg of amitriptyline or placebo for 3 months. Headache frequency was measured in headache days per month, duration was measured in hours and functional disability was measured by Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS). The efficacy was measured before, during and after intervention.

Results: A total of 98 patients, ranging in age from 12 until19 years (mean age 14.69 years) were enrolled to the study, and divided into amitriptyline and placebo groups. Compared to baseline, there were significant difference on headache frequency and PedMIDAS score in amitriptyline group (P=0.001, 95%CI (2.023;2.937) and P=0.001, 95%CI (7.664;9.756), but not in placebo group (P>0.05). There were significant differences on frequency, duration, and functional disability in amitriptyline groups compared to placebo after 3 months of treatment (P< 0.05).

Conclusion: Amitriptyline appears to be effective in prophylactic treatment of migraine in adolescent after 3 months of intervention.

(17)

ABSTRAK

Latar belakang: Migren merupakan penyebab tersering nyeri kepala berulang pada anak dan remaja. Efikasi amitriptilin sebagai terapi preventif nyeri kepala migren telah luas berkembang pada dewasa, sedangkan pemakaiannya pada anak dan remaja masih memiliki keterbatasan data.

Tujuan: Menilai efikasi amitriptilin sebagai terapi preventif serangan nyeri kepala migren pada remaja.

Metode: Suatu penelitian uji klinis acak tersamar tunggal dilakukan di Medan, Sumatera Utara antara bulan Juli hingga Oktober 2009. Penderita yang memenuhi kriteria migren sesuai dengan The International Headache Society (IHS) dimasukkan dalam penelitian. Partisipan dibagi atas dua grup yaitu grup amitriptilin yang mendapat 10 mg amitriptilin atau grup plasebo selama 3 bulan. Frekuensi nyeri kepala dinilai dalam hari per bulan, durasi dinilai dalam jam dan disabilitas fungsi dinilai dengan menggunakan Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS). Efikasi pengobatan dinilai sebelum, selama dan setelah pengobatan.

Hasil: Sebanyak 98 orang remaja mengikuti penelitian dengan rentang usia 12 hingga 19 tahun (rerata 14.69 tahun), dan dibagi atas dua kelompok. Dibandingkan sebelum pengobatan, terdapat perbedaan yang bermakna pada frekuensi nyeri kepala dan skor PedMIDAS pada kelompok amitriptilin (P=0.001, IK 95% (2.023;2.937) dan P=0.001, IK 95% (7.664;9.756), tetapi tidak pada kelompok plasebo. (P>0.05). Terdapat perbedaan yang bermakna pada frekuensi, durasi dan disabilitas fungsi pada kelompok amitriptilin dibandingkan plasebo setelah 3 bulan.( P< 0.05).

Kesimpulan: Amitriptilin efektif sebagai terapi preventif serangan nyeri kepala migren pada remaja setelah pengobatan selama 3 bulan.

(18)

ABSTRACT

Background: Migraine is a cause of recurrent headache in childhood. The efficacy of amitriptyline is well known as a prophylactic treatment in adults, whereas in children and adolescents do not have sufficient data.

Objective: To determine the efficacy of amitriptyline as the prophylactic treatment of migraine in adolescents.

Methods: We conduct a single-blind randomized controlled trial in Medan, North Sumatra, from July until October 2009. Participants eligible for migraine according to International Headache Society criteria were included in the study. They were divided into two groups, each group was given 10 mg of amitriptyline or placebo for 3 months. Headache frequency was measured in headache days per month, duration was measured in hours and functional disability was measured by Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS). The efficacy was measured before, during and after intervention.

Results: A total of 98 patients, ranging in age from 12 until19 years (mean age 14.69 years) were enrolled to the study, and divided into amitriptyline and placebo groups. Compared to baseline, there were significant difference on headache frequency and PedMIDAS score in amitriptyline group (P=0.001, 95%CI (2.023;2.937) and P=0.001, 95%CI (7.664;9.756), but not in placebo group (P>0.05). There were significant differences on frequency, duration, and functional disability in amitriptyline groups compared to placebo after 3 months of treatment (P< 0.05).

Conclusion: Amitriptyline appears to be effective in prophylactic treatment of migraine in adolescent after 3 months of intervention.

(19)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Nyeri kepala khususnya migren merupakan masalah yang sering dijumpai

pada anak dan remaja. Diperkirakan migren terjadi 75% pada remaja dan

25% pada anak.1 Sekitar 90% manusia mengalami minimal satu kali nyeri

kepala berat yang mengganggu pelajaran ataupun produktivitas pekerjaan

dalam satu tahun.2,3 Migren merupakan penyebab umum ketidakhadiran di

sekolah pada anak dan remaja.1,4 Prevalensi migren pada anak bervariasi

sesuai usia, antara usia 5 sampai 15 tahun kira-kira 10.6 %, antara usia 15

sampai19 tahun kira-kira 28%.1

The World Federation of Neurology menyatakan migren sebagai suatu

kelainan bersifat familial, berupa serangan nyeri kepala berulang, bersifat

unilateral dengan intensitas, frekuensi dan lama yang bervariasi. Umumnya

berdenyut, disertai hilangnya nafsu makan, mual-muntah dan membaik

setelah tidur. Pada beberapa kasus disertai gangguan emosi, neurologis,

gangguan penglihatan atau disfungsi oromotor.2,3 Sebuah penelitian

melaporkan migren sebagai penyebab tersering nyeri kepala pada anak dan

remaja, dan secara bermakna menyebabkan penurunan angka kehadiran di

sekolah.5

Penatalaksanaan migren meliputi metode farmakologik dan

(20)

(abortif) dan preventif (profilaktik).6 Pengobatan akut bertujuan untuk

menghentikan serangan migren dengan segera, atau mengurangi nyeri

kepala yang telah mulai. Pengobatan preventif diberikan sewaktu tidak ada

nyeri kepala, bertujuan untuk mengurangi frekuensi, durasi dan beratnya

serangan migren sehingga meningkatkan kualitas hidup penderita dan dapat

meningkatkan respon pengobatan serangan akut migren.7-9 Pengobatan

profilaksis serangan migren pada anak masih sedikit diteliti.10,11

Amitriptilin merupakan obat anti depresi yang bekerja dengan

mempengaruhi aktivitas neurotransmiter monoamin, termasuk norepinefrin

dan serotonin. Obat ini menghambat reuptake neurotransmiter norepinefrin

dan serotonin dari celah sinaps, sehingga efektif sebagai terapi profilaktik

migren.12,13

Amitriptilin menurut U.S. Headache Consortium Recommendations,

American Academy of Neurology, American Academy of Family Physicians

(AAFP) dan American College of Physicians-American Society of Internal

Medicine (ACP-ASIM) bermanfaat untuk pencegahan migren pada dewasa,

sedangkan pada anak, walaupun penggunaannya telah luas, namun belum

mempunyai data yang memadai, dibandingkan pada dewasa.1,14-16

Penelitian mengenai pencegahan migren pada anak belum banyak

dilakukan di Indonesia, terutama dengan menggunakan amitriptilin.

Amitriptilin adalah obat yang relatif terjangkau masyarakat dan sering

(21)

untuk melihat manfaat amitriptilin pada remaja migren dengan menilai

frekuensi, durasi dan disabilitas akibat serangan migren.

1.2. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan

apakah pemberian amitriptilin bermanfaat sebagai pencegahan serangan

nyeri kepala migren pada remaja di bandingkan dengan plasebo

1.3.Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah amitriptilin bermanfaat sebagai pencegahan

serangan nyeri kepala migren pada remaja

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Amitriptilin bermanfaat

sebagai pencegahan serangan nyeri kepala migren pada remaja

1.5.Manfaat penelitian

- Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui manfaat amitriptilin

sebagai salah satu terapi pencegahan nyeri kepala migren pada

remaja dan pemantauan efek samping yang timbul sehingga dapat

mengurangi jumlah ketidakhadiran anak di sekolah karena menderita

(22)

- Diharapkan dapat memberikan alternatif obat pencegahan serangan

nyeri kepala migren yang dapat dimanfaatkan dan dijangkau

(23)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Migren sebagai nyeri kepala primer

Nyeri kepala menurut The International Headache Society (IHS-2) 2004

dibagi atas 2 golongan besar yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala

sekunder. Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala dimana tidak dijumpai

kelainan patologis pada organ, dan nyeri kepala terjadi murni karena faktor

intrinsik sedangkan pada nyeri kepala sekunder dijumpai kelainan pada

organ. Pembagian nyeri kepala primer adalah migren, nyeri kepala kluster,

nyeri kepala tipe tension, serta nyeri kepala akibat sebab yang lain, seperti

setelah berolahraga, hypnic headache dan lain-lain. Nyeri kepala sekunder

dibagi berdasarkan penyebabnya, seperti nyeri kepala akibat trauma kepala,

penyakit vaskular, infeksi susunan saraf pusat, tumor dan gangguan

metabolik.16,17

Nyeri kepala pada migren sifatnya berdenyut dan berpulsasi,

mula-mula unilateral dan berlokalisasi di daerah frontotemporal dan okuler, lalu

bertambah dalam waktu 1 sampai 2 jam, menyebar ke posterior dan menjadi

difus, lamanya dari beberapa jam sampai sehari penuh dengan intensitas

nyeri sedang sampai berat, sehingga menyebabkan penderita berdiam diri,

karena nyeri akan bertambah pada aktivitas fisik.16,18 Serangan terjadi

(24)

pada 50% penderita, disertai anoreksia, intoleransi makanan, dan pada

beberapa, anak tampak pucat dengan fotofobia dan fonofobia. 16,19-21

2.2. Klasifikasi migren

Menurut IHS 2004, migren dapat dibagi atas migren tanpa aura, dengan aura,

childhood periodic syndrome, retinal migraine, probable migraine, migren

dengan komplikasi dan kejang yang dicetuskan oleh migren.17

Migren tanpa aura (common migraine) sering dijumpai pada anak dan

remaja (70%). Pada tipe ini nyeri kepala terjadi di daerah frontal bilateral atau

unilateral, berdenyut, dengan intensitas sedang atau berat, lama serangan

antara 1 sampai 72 jam, dan frekuensinya 6 sampai 8 kali per bulan. Klinis

seperti aura tidak spesifik dan bermanifestasi sebagai rasa lemah, pucat, dan

mudah tersinggung. Keadaan ini lebih sering disertai oleh mual dan nyeri

perut dibandingkan muntah. Muntah berulang sering merupakan manifestasi

pada anak pra-sekolah. 2,3,16

Migren dengan aura (classic migraine) merupakan suatu proses

bifasik. Pada fase inisial terjadi gelombang eksitasi yang diikuti oleh depresi

fungsi kortikal dan terjadi penurunan aliran darah setempat. Pada fase

berikutnya terjadi peningkatan aliran darah di arteri karotis interna dan

eksterna sehingga menimbulkan nyeri kepala, nausea dan muntah.2,3

Serangan nyeri kepala berulang sekurang-kurangnya dua kali, bersamaan

(25)

sampai 20 menit dan berlangsung kurang dari 60 menit.2,8,19,22-26 Migren

klasik lebih jarang ditemukan pada anak dan remaja.19

Muntah siklik sering dijumpai pada anak usia 4 sampai 8 tahun berupa

serangan mual dan muntah secara terus menerus, selama 1 jam sampai 5

hari. Serangan akan mereda sendiri dan diantara serangan pasien dalam

keadaan normal. Diagnosis ditegakkan bila tidak dijumpai kelainan

gastrointestinal yang berarti dan ada riwayat migren pada keluarga.2,8,16

Migren abdominal timbul berupa serangan nyeri di daerah tengah abdomen

secara episodik berulang, selama 1 sampai 72 jam diikuti mual dan muntah

dengan masa diantara serangan anak dalam keadaan normal. 2,8,27

2.3. Etiologi Migren

Penyebab nyeri kepala migren tidak diketahui. Faktor keturunan, stres,

olahraga, makanan tertentu seperti coklat berperan sebagai faktor

predisposisi migren.7,18 Perubahan hormonal, alergi makanan, paparan

terhadap cahaya silau dan suara yang bising berpengaruh terhadap migren.

Peningkatan kadar serotonin di sirkulasi dan substansi P serta polipeptida

vasodilator berperan langsung mempengaruhi pembuluh darah intrakranial

dan ekstrakranial.18,28,29

Faktor genetik yang mempengaruhi migren ditandai dengan adanya

suatu pola yang autosomal dominan yaitu suatu faktor intrinsik dari

(26)

migren yaitu FHM1 (kode gen pada lengan pendek kromosom) dan FHM2

(gen pada lengan panjang kromosom).8,30

Hormon sangat berpengaruh terhadap patofisiologi migren, terbukti

dengan ditemukannya wanita yang lebih banyak menderita migren pada usia

pubertas. Rangsang nyeri dari struktur kranial lain, terutama struktur miofasial

dapat terintegrasi dengan rangsang nyeri vaskuler dari pembuluh darah

kepala. Kedua rangsang nyeri ini berkumpul di inti spinal nervus trigeminus di

batang otak, selanjutnya disalurkan ke talamus. Inti batang otak ini mendapat

pengaruh fasilitasi dan inhibisi dari supraspinal yang umumnya bergantung

pada faktor emosi dan psikososial. 8,31,32

Pencetus migren berasal dari beberapa faktor seperti korteks serebri

sebagai respon terhadap emosi atau stres, talamus akibat stimulasi aferen

yang berlebihan misalnya cahaya yang menyilaukan, suara bising dan

makanan. Hipotalamus juga sebagai pencetus akibat perubahan hormonal

serta sirkulasi karotis interna dan karotis eksterna sebagai respon terhadap

vasodilator. Pencetus yang paling umum pada anak adalah stres, termasuk

konflik keluarga, depresi, ansietas, gangguan tidur, masalah di sekolah serta

gangguan emosional dan fisik. 22,32,33

2.4. Patofisiologi migren

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan patofisiologi migren. Awalnya

(27)

disebut teori neuronal. Kemudian pada tahun 1938, Graham dan Wolff

mengemukakan teori vaskular dari migren. Saat ini berkembang teori terbaru,

yaitu teori trigeminovaskular.19

Menurut teori trigeminovaskular, terjadinya migren klasik berhubungan

dengan terjadinya depolarisasi paroksismal dari neuron korteks. Depolarisasi

ini melibatkan batang otak sebagai generator migren. Selama fase inisial

serangan, terjadi cortical spreading depression yang berawal dari bagian

oksipital dari otak. Istilah cortical spreading depression digunakan untuk

menjelaskan terjadinya depresi aktivitas elektrik korteks otak yang tampak

dari gambaran EEG dengan adanya perangsangan nyeri. The cortical

spreading depression bergerak ke anterior saat serangan dengan kecepatan

2 mm per menit. Keadaan ini menyebabkan gangguan distribusi ion-ion intra

dan ekstraseluler, sehingga merangsang terjadinya aura dan penurunan

aliran darah sebanyak 20% sampai 35% di daerah posterior dari korteks

serebri.16,19

Penurunan aliran darah didaerah posterior korteks serebri ini

menyebabkan terjadinya perubahan aktivitas pada cabang nervus trigeminus

yang mempersyarafi arteri kranial (seperti pada duramater, basis kranii dan

kulit kepala), sehingga timbul rangsangan nyeri kepala. Perangsangan nervus

trigeminus ini menyebabkan pelepasan beberapa zat vasoaktif serta

perubahan konsentrasi beberapa neurotransmiter seperti serotonin (HT,

(28)

(VIP), nitric oxid, substansi P, neurokinin A dan calcitonin gene-related

peptide (CGRP), sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah kranial,

ekstravasasi plasma protein, aktivasi pletelet dan merangsang inflamasi

neurogenik. Vasodilatasi kranial menyebabkan peningkatan aliran darah otak

dan menimbulkan pulsasi pada setiap denyutan jantung, sehingga terjadi

nyeri kepala berdenyut dan pulsasi ini akan merangsang reseptor regang di

pembuluh darah sehingga meningkatkan perangsangan nervus trigeminus

yang berada di dinding pembuluh darah dan memprovokasi nyeri kepala dan

gejala lainnya. Cabang nervus trigeminus ini juga mempengaruhi hipotalamus

dan chemoreceptor trigger zone sehingga terjadi fotofobia, fonofobia, mual

dan muntah pada migren.16,19,25

Sebagai tambahan saat serangan migren, terjadi pelepasan serotonin

dari platelet, selama serangan terjadi penurunan turnover serotonin dan

diantara 2 serangan migren terjadi peningkatan turnover serotonin. Dari

beberapa reseptor serotonin, reseptor 5-HT1, 5-HT2 dan 5-HT3 yang

berperan dalam patofisiologi migren. Reseptor 5-HT1 sebagai inhibitor,

dimana reseptor 5-HT1B berada di pembuluh darah intrakranial, sedangkan

resptor 5-HT1D berada di ujung syaraf trigeminus.19

(29)

Hipereksitasi korteks serebri

Cortical spreading depression

Aktivasi sistem trigeminovaskular

Sterile neurogenic inflammation

Sensitisasi sentral dan perifer

Serangan migren

Nukleus batang otak

Gambar 2.1. Patofisiologi migren16

2.5. Gejala klinik migren

Secara umum gejala klinik migren berupa nyeri kepala berulang, umumnya

unilateral dengan interval bebas gejala dan disertai minimal tiga keluhan

seperti nyeri perut, mual atau muntah, nyeri kepala berdenyut, berhubungan

dengan aura (visual, sensorik ataupun motorik), membaik dengan tidur, dan

adanya riwayat keluarga migren.18

Pada migren tanpa aura, selain keluhan diatas, dapat juga dijumpai

keluhan pucat, fotofobia, fonofobia, osmofobia, dan parestesia. Sedang pada

migren dengan aura, sebelum terjadinya nyeri kepala, biasanya didahului

(30)

fotopsia, fortification spectra, dan distorsi ireguler terhadap objek. Pada

beberapa orang, terkadang disertai vertigo dan lightheadedness. Aura

sensorik muncul berupa parestesia perioral dan kebas atau mati rasa pada

tangan dan kaki.8,18

Migren dengan atau tanpa aura mempunyai patofisiologi yang sama,

tergantung intensitas iskemik pada serebral yang akan menimbulkan ada

atau tidak adanya aura.34

2.6. Diagnosis

Kriteria diagnostik migren pada anak ditegakkan berdasarkan kriteria The

International Headache Society (IHS).8,17,19,35 Diagnosis klinik IHS menjadi

standar baku emas migren, sebab lebih mudah dan mempunyai akurasi yang

baik.36 Diagnosis migren menurut IHS:17

Migren tanpa aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D

B. Serangan nyeri kepala berlangsung 1 sampai 72 jam

C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:

1. Lokasi unilateral, mungkin bilateral, frontotemporal (tanpa oksipital)

2. Kualitas berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang atau berat

4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari

(31)

D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :

1. Nausea dan atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain

Migren dengan aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi kriteria B

B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini:

1. Gangguan visual yang reversibel termasuk: positif atau negatif (seperti

cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis)

2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (seperti diuji dengan

peniti dan jarum) atau negatif (hilang rasa/kebas)

3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna

C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:

1. Gejala visual homonim atau gejala sensoris unilateral

2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit atau aura

yang lainnya ≥ 5 menit

3. Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤ 60 menit

(32)

2.7. Terapi Preventif

Terapi preventif migren merupakan pemberian terapi secara terus menerus,

dalam keadaan tanpa nyeri kepala, untuk mengurangi frekuensi dan

intensitas nyeri kepala migren.37

Menurut The American Academy of Neurology, pemberian terapi

preventif pada anak dan remaja bertujuan untuk :14

1. Menurunkan frekuensi, keparahan, durasi dan ketidakmampuan akibat

sakit kepala

2. Menurunkan ketergantungan terhadap obat-obatan yang kurang atau

tidak efektif

3. Meningkatkan kualitas hidup

4. Mencegah penggunaan obat pada masa akut dengan dosis yang terus

meningkat

5. Edukasi pasien untuk dapat menangani penyakitnya sendiri

6. Mengurangi distress dan gejala psikologis akibat nyeri kepala

Terapi preventif diindikasikan pada beberapa keadaan berikut: 38,39

1. Terdapat 2 kali atau lebih serangan per bulan yang menyebabkan

disabilitas selama 3 hari atau lebih dalam 1 bulan

2. Kontraindikasi atau gagal dengan terapi akut migren

3. Penggunaan terapi akut (abortif) lebih dari 2 kali dalam 1 minggu

4. Mengalami migren yang tidak lazim seperti hemiplegic migraine, migren

(33)

Beberapa hal yang juga dipertimbangkan adalah efek samping dari

penggunaan terapi akut, penerimaan pasien terhadap obat dan biaya. Terapi

preventif migren yang adekuat secara umum tampak perbaikan dalam 1

hingga 2 bulan.6,14

Pemberian terapi preventif diupayakan dengan obat yang memiliki

level efektivitas tertinggi, efek samping yang terendah, dan dimulai dengan

dosis rendah kemudian dititrasi secara perlahan. Lamanya pengobatan

bervariasi antara 1 sampai 6 bulan. Setelah terapi berhasil selama 6 hingga

12 bulan, penghentian terapi preventif dapat dipertimbangkan.39

Beberapa grup utama obat-obatan yang berperan sebagai terapi

preventif serangan nyeri kepala migren antara lain:12,40

1. Obat-obat kardiovaskular seperti ȕ-Adrenergic Blocker, Calcium Channel

Blocker

2. Obat-obat antidepresi seperti Tricyclic Antidepressants (TCA), Selective

Serotonin/Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SSRI)

3. Obat antiepilepsi seperti topiramat, asam valproate

4. Antagonis serotonin seperti siproheptadin

5. Non Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAID) dan lainnya seperti

riboflavin, mineral

Umumnya mekanisme kerja dari obat yang digunakan sebagai terapi

preventif adalah dengan menghambat eksitasi korteks seperti kerja obat anti

(34)

nociceptive, yaitu sistem adrenergik dan serotonergik, seperti yang dilakukan

oleh TCA, SSRI dan ȕ-adrenergic blocker.41

Golongan ȕ-adrenergic blocker bekerja dengan menghambat agregasi

platelet sehingga terjadi penurunan produksi prostaglandin dan katekolamin.

Obat ini dapat melewati sawar darah otak, sehingga dapat mempengaruhi

sistem serotonin dengan penghambatan sistem noradrenergik, absorpsi baik

melalui sistem gastrointestinal, dan dimetabolisme di hati.12 Pada pasien

migren yang dicetuskan oleh stres, obat ini bermanfaat, dengan efek samping

mudah lelah, mual, muntah, depresi, mimpi buruk, hipoglikemia, bradikardi

dan hipotensi.4,15,42,43

Obat golongan calcium channel blocker bekerja dengan cara

menghambat masuknya kalsium ke dalam sel sehingga menghambat

pembentukan impuls (automaticity) dan conduction velocity. Kalsium

intraseluler juga berperan meregulasi beberapa hormon, enzim, dan

neurotransmiter. Pelepasan serotonin sendiri dipengaruhi oleh kalsium,

sehingga pemberian calcium channel blocker dapat menghambat pelepasan

serotonin, sehingga dapat menjadi preventif serangan migren.12

Obat golongan anti epilepsi antara lain topiramat dan asam valproat.

Asam valproat bekerja dengan menghambat ekstravasasi plasma, substansi

P, menghambat lecutan serotonergik di dorsal raphe nuclei dan bekerja pada

kanal kalsium dan sodium.37,42 Efek sampingnya adalah dizziness,

(35)

pencernaan.6,7,11 Topiramat bekerja dengan memperkuat aktivitas Ȗ-amino

butyric acid (GABA), tetapi kemungkinan mekanisme yang lain adalah

dengan memblok aktivitas kanal sodium, menurunkan aktifitas karbonik

anhidrase dan glutamat.40 Efek samping antara lain parestesia, fatique, mual

dan anoreksia.39

Obat golongan NSAID bekerja dengan menghambat sintesis

prostaglandin, leukotrien, dan mencegah inflamasi neurogenik dari sistem

trigeminovaskular. Naproxen diabsorpsi baik setelah pemberian secara oral

maupun rektal, dengan waktu paruh 12-15 jam.42 Obat ini bermanfaat pada

penderita migren yang mengalami artritis atau nyeri muskuloskletal.6 Efek

samping berupa mual, muntah, gastritis dan perdarahan lambung,38 karena

itu disarankan penggunaan obat ini tidak lebih dari 2 hingga 3 bulan.15

2.8. Amitriptilin sebagai terapi preventif migren

Amitriptilin merupakan obat golongan TCA dan derivat dari

dibenzocycloheptadiene dengan berat molekul 313.87, dan umum dipakai

sebagai anti depresi.44

(36)

Obat anti depresi bekerja dengan mempengaruhi aktivitas

neurotransmiter monoamin, termasuk norepinefrin dan serotonin. Amitriptilin

bekerja dengan cara menghambat reuptake neurotransmiter norepinefrin dan

serotonin dari celah sinaps. Kerja TCA lebih luas dibandingkan SSRI, karena

SSRI hanya mempengaruhi serotonin dan tidak norepinefrin. Amitriptilin juga

berefek menekan anti muskarinik. Pada migren kemungkinan terjadi

gangguan pelepasan serotonin, sehingga terjadi penurunan kadar serotonin

di celah sinaps. Obat golongan TCA dapat memblok reuptake serotonin di

sentral sehingga dapat mencegah serangan migren.12

Obat golongan TCA seperti amitriptilin, nortriptilin dan desipramin luas

dipakai pada anak.15 Amitriptilin merupakan terapi preventif yang efektif pada

migren, khususnya pada pasien dengan depresi atau tension headache.42

Obat ini diabsorbsi baik per oral, dengan kadar maksimum dalam serum

tercapai dalam 2 hingga 8 jam dengan waktu paruh rata-rata 20 jam. Tempat

biotransformasi utama di hati. Diekskresi ke dalam urin dalam bentuk

metabolit.44

Amitriptilin tidak boleh diberikan bersamaan dengan monoamine

oxidase inhibitors. Hiperpiretik, kejang dan kematian pernah dilaporkan

setelah pemberian kedua obat ini. Pemberian bersamaan cisapride

berpotensi terjadi pemanjangan interval QT dan risiko aritmia. Obat ini juga

(37)

terhadap alkohol, barbiturate dan obat anti depresi lainnya. Delirium pernah

dilaporkan setelah pemberian amitriptilin dan disulfiram.45

Efek samping amitriptilin berupa mengantuk, peningkatan berat badan,

gejala antikolinergik seperti mulut kering, mata kering, lightheadedness,

konstipasi, aritmia jantung.1,28,38 Dosis dimulai dengan 5-10 mg oral saat mau

tidur.15 Obat ini dikontraindikasikan pada pasien yang hipersensitif, aritmia

dan infark miokard.12

2.9. Parameter terapi preventif

Penilaian keberhasilan terapi preventif migren pada anak dan remaja adalah

dengan mengukur penurunan frekuensi dan lama serangan dengan catatan

harian nyeri kepala yang digunakan untuk menilai efek tersebut.

Untuk pemeriksaan disabilitas yang sensitif, dapat dipercaya dan sahih

pada anak dan remaja digunakan PedMIDAS, sebagai modifikasi MIDAS

yang dipakai pada dewasa.46 Waktu yang digunakan untuk menilai

PedMIDAS adalah setiap 3 bulan. Kategori penilaian PedMIDAS yang dipakai

adalah skor PedMIDAS dengan menghitung seluruh jumlah hari disabilitas

dan sistim derajat PedMIDAS yang mengklasifikasi PedMIDAS dengan

ringan, sedang dan beratnya serangan migren.46-48 Dikatakan tidak ada

disabilitas bila skor antara 0 sampai 10, disabilitas ringan bila skor 11 sampai

30, disabilitas sedang bila skor 31 sampai 50 dan disabilitas berat bila skor

(38)

Terdapat 6 pertanyaan pada PedMIDAS yang berhubungan dengan

dampak migren dengan aktivitas sekolah, kegiatan harian di rumah dan

sosialisasi serta olahraga. Pertanyaan pertama didasarkan pada hari

ketidakhadiran di sekolah sebab migren. Pertanyaan kedua adalah jumlah

hari anak hadir di sekolah tetapi sebab migren harus terlambat atau terpaksa

pulang lebih awal. Pertanyaan ketiga berhubungan dengan jumlah hari di

sekolah dimana anak kurang berfungsi kurang dari setengah kemampuannya

karena sakit kepala. Pertanyaan keempat berfokus pada kegiatan-kegiatan di

rumah, dengan mencatat jumlah hari anak tidak mampu melaksanakan

pekerjaan rumah karena sakit kepala. Dua pertanyaan terakhir berhubungan

dengan kegiatan di luar rumah seperti bermain dan olah raga. Pertanyaan

kelima jumlah hari anak tidak berpartisipasi dan keenam tentang kemampuan

(39)

2.10. Kerangka Konseptual

Pelepasan mediator dan neurotransmitter (serotonin, noradrenalin, asetilkolin, VIP, Substansia P, CGRP)

Penurunan aliran darah Gangguan distribusi ion intra

dan ekstraseluler

Terapi abortif/ akut

 Frekuensi, durasi nyeri kepala

 Disabilitas akibat nyeri kepala ↓

(40)

BAB 3. METODOLOGI

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar tunggal untuk mengetahui

respons pemberian terapi amitriptilin sebagai terapi pencegahan serangan

nyeri kepala migren pada remaja penderita migren dibandingkan dengan

plasebo

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di sekolah SMP Swasta Palapa, SMP Swasta

Pencawan, Tsanawiyah Ar-Rhaudhatul Hasanah, SMU Swasta Palapa, SMU

Swasta Pencawan, Aliyah Ar-Rhaudhatul Hasanah di Medan, Sumatera

Utara. Penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitu pada bulan Juli hingga

Oktober 2009.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah anak sekolah yang berusia 12 sampai 19 tahun

yang dikunjungi ke sekolah untuk dilakukan skrining. Bila ditemukan

penderita migren sesuai dengan kriteria inklusi dimasukkan sebagai sampel

(41)

3.4 Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus uji dua proporsi yaitu

sebagai berikut: 49

n1 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok I

n2 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok II

p1 = proporsi sembuh untuk kelompok I (kontrol)

p2 = proporsi sembuh untuk kelompok II (diuji)

P = Proporsi = ½ (P1+P2)

Q = 1-P

Pada penelitian ini ditetapkan yaitu :

 = kesalahan tipe 1 = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%)  Z  = 1,96

ȕ = kesalahan tipe 2 = 0,2 (power 80%)  Z ȕ = 1,84

Perbedaan sembuh yang diharapkan adalah 0,35 maka :

P1 = 0,55.10,50 dan P2 = 0,90

P = ½ (0.55+0,90) = 0,725

Q = 1- 0,725 = 0,275

(42)

Koreksi besar sampel untuk antisipasi drop out yaitu : n = n / (1 – f)  48

n = besar sampel yang dihitung = 43

f = perkiraan proporsi drop out = 10% (0,1)

Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel minimal adalah 48 anak pada

setiap kelompok termasuk untuk antisipasi drop out dan metode pengambilan

sampel yaitu secara randomisasi sederhana dengan tabel angka random.

3.5. Kriteria Penelitian Kriteria Inklusi:

a. Remaja usia 12 sampai 19 tahun yang menderita migren dengan

salah satu keadaan berikut :

1. Dua atau lebih serangan migren per bulan yang menyebabkan

ketidak mampuan melaksanakan aktivitas harian selama 3 hari

atau lebih dalam satu bulan

2. Kontraindikasi atau kegagalan dengan terapi akut

3. Menggunakan terapi akut lebih dari dua kali per minggu

4. Mengalami keadaan migren yang tidak lazim, termasuk migren

hemiplegik atau migren dengan aura yang memanjang

b. Orang tua bersedia mengikuti penelitian yang dibuktikan dengan surat

(43)

Kriteria Eksklusi:

a. Nyeri kepala kronik setiap hari

b. Lebih dari satu tipe nyeri kepala termasuk cluster headaches

c. Terdapat gangguan medis, neurologi dan kelainan psikiatri

d. Sudah pernah mendapat tiga atau lebih terapi profilaksis migren

sebelumnya

e. Obesitas

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah

dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang dialami,

pengobatan yang diberikan, dan efek samping pengobatan. Formulir surat

pernyataan kesediaan terlampir dalam tesis ini.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, seperti yang terlampir pada tesis ini.

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian Cara kerja

3.8.1. Pasien di survei dulu dengan cara mengisi kuisoner

(44)

dilakukan pemeriksaan fisik dan neurologis yang dilakukan oleh dokter

anak yang telah mendapat pendidikan tambahan neurologi anak dan

dimasukkan ke dalam penelitian dengan diberi penjelasan (informed

consent) sebelumnya dan persetujuan mengikuti penelitian

3.8.3. Pasien yang setuju mengikuti penelitian kemudian dijadikan sampel

dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mendapat

Amitriptilin dan kelompok plasebo dengan randomisasi sederhana

3.8.4. Masing – masing kelompok di lakukan pemeriksaan berupa

anamnesis terutama frekuensi, durasi serta penilaian disabilitas akibat

nyeri kepala migren dengan Pediatric Migren Disability Assesment

Scale (PedMIDAS).

3.8.5. Dicatat data antropometrik meliputi berat badan dan tinggi badan

3.8.6. Kelompok pertama (A) mendapat Amitriptilin 10mg sekali sehari saat

akan tidur malam hari, diberikan selama 3 bulan

3.8.7. Kelompok kedua (B) mendapat plasebo yang berisi saccarum lactis

sekali sehari saat akan tidur malam hari selama 3 bulan.

3.8.8. Obat Amitriptilin dan plasebo dimasukkan ke dalam kapsul dengan

warna dan bentuk yang sama dengan formulasi oleh Apotik Kimia

Farma. Pasien tidak mengetahui obat yang diberikan.

3.8.9. Semua remaja diberi terapi dengan amitriptilin dan plasebo dengan

pengawasan guru dan orangtuanya setiap hari. Selanjutnya

(45)

kepala untuk mencatat frekuensi dan lamanya serangan nyeri kepala

migren per bulan selama 3 bulan

3.8.10.Pemeriksaan dilakukan tiap bulan meliputi penilaian frekuensi dan

lamanya serangan migren serta efek samping yang timbul.

3.8.11.Pada akhir bulan ketiga pengobatan kembali dilakukan penilaian

frekuensi, durasi nyeri kepala serta disabilitas akibat nyeri kepala

migren dengan menggunakan PedMIDAS.

3.8.12.Pasien dibolehkan meminum terapi abortif selama nyeri kepala

Alur penelitian

Gambar 3.1. Alur penelitian manfaat antara kedua kelompok intervensi

(46)

3.10. Definisi Operasional Migren menurut kriteria IHS:17

Migren tanpa aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi 5x serangan yang memenuhi kriteria B-D

B. Serangan nyeri kepala berlangsung 1 sampai 72 jam

C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:

1. Lokasi unilateral, mungkin bilateral, frontotemporal (tanpa oksipital)

2. Kualitas berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang atau berat

4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari

aktifitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga)

D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :

1. Nausea dan atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain

Migren dengan aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi dua serangan yang memenuhi kriteria B

B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini:

1. Gangguan visual yang reversibel termasuk : positif atau negatif

(seperti cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis)

2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (seperti diuji

(47)

3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna

C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:

1. Gejala visual homonim atau gejala sensoris unilateral

2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit atau

aura yang lainnya ≥ 5 menit

3. Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤ 60 menit

D. Tidak berkaitan dengan kelainan lain

3.11. Pengolahan dan Analisis Data

Data diolah dengan SPSS versi 15. Uji kai kuadrat digunakan untuk

menganalisis data nominal seperti tingkatan PedMIDAS, sedangkan t-tes

digunakan untuk menganalisis data numerik yaitu frekuensi, durasi dan skor

PedMIDAS. Tingkat kemaknaan bila P<0.05 dengan Interval kepercayaan

(48)

BAB 4. HASIL

4.1 Hasil Penelitian

Dilakukan skrining untuk mencari penderita migren pada 6 sekolah, yaitu 3

SLTA serta 3 SLTP sederajat di Medan, Sumatera Utara. Dari 2050 remaja

yang diskrining, terdapat 1654 remaja dengan nyeri kepala berulang; 208

remaja yang menderita migren sesuai kriteria IHS, namun hanya 98 orang

yang bersedia mengikuti penelitian. Sebanyak 110 orang remaja tidak

dimasukkan ke dalam penelitan. Sampel setelah dirandomisasi sederhana

dibagi menjadi dua kelompok. Sebanyak 50 orang dalam kelompok

amitriptilin dan 48 orang kelompok plasebo. Seluruh sampel penelitian,

mengikuti penelitian hingga akhir.

208 orang sesuai kriteria IHS

(49)

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian

Karakteristik Amitriptilin (n=50) Plasebo (n=48)

Usia, mean (SD), tahun

Jenis kelamin, n (%)

Laki-laki

Perempuan

Berat badan, mean (SD), kg

Faktor makanan sebagai pencetus, n (%)

Tidak ada pencetus

Dari karakteristik sampel pada masing-masing kelompok sebelum

intervensi (tabel 4.1), tampak bahwa terdapat 69.4% remaja perempuan

mengalami migren, dibanding remaja laki-laki (30.6%). Sebanyak 76.5%

remaja migren tanpa aura dan 23.5% migren dengan aura. Faktor makanan

juga berpengaruh terhadap timbulnya migren, faktor pencetus makanan

(50)

monosodium glutamat sebanyak 70 remaja (71.4%) pada kedua kelompok.

Nilai rata-rata pedMIDAS antara 2 kelompok hampir sama yaitu 34.82 pada

kelompok amitriptilin dan 34.44 pada kelompok plasebo, dan dengan

tingkatan PedMIDAS yang berkisar antara 31 sampai 50, termasuk disabilitas

sedang.

Tabel 4.2. Frekuensi dan beratnya serangan migren sebelum dan setelah pengobatan 3 bulan

Pada tabel 4.2 tampak penurunan frekuensi migren yang signifikan

setelah pengobatan selama 3 bulan dari kelompok amitriptilin yaitu dari 5.8

(SD 3.01) menjadi 4.32 (SD 2.07) sedangkan pada kelompok plasebo tidak

terdapat perbedaan bermakna yaitu dari 4.9 (SD 2.96) menjadi 4.85 (SD

2.94). Dari skor PedMIDAS, juga tampak perbedaan yang signifikan sebelum

dan sesudah terapi amitriptilin yaitu dari 34.82 (SD 4.13) menjadi 26.12(SD

3.81) dibandingkan dengan kelompok plasebo dari 34.44 (SD 3.33) menjadi

(51)

Tabel 4.3. Perbandingan hasil penggunaan amitriptilin dan plasebo setelah 3 bulan Parameter Amitriptilin Plasebo IK 95% P

Frekuensi, Mean (SD)

PedMIDAS, Mean (SD) 26.12 (3.81) 34.35(3.38) (6.792;9.676) 0.001

Durasi, n (%)

Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan pada frekuensi nyeri kepala pada bulan 1, 2 dan 3 pengobatan

dengan amitriptilin dibanding plasebo dengan P=0.018 (IK 95%: 0.194;1.994).

Skor rerata PedMIDAS setelah 3 bulan pengobatan amitriptilin juga

(52)

95%: 6.792;9.676). Rerata durasi nyeri kepala pada bulan 1 tidak

menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok (P=0.163; IK

95%: 0.017;0.184), sedangkan pada bulan kedua dan ketiga pengobatan,

rerata durasi nyeri kepala menunjukkan perbedaan yang bermakna antara

kedua kelompok (P<0.05). Ketika dibandingkan derajat PedMIDAS antara

kedua kelompok setelah terapi menunjukkan adanya perbedaan yang

signifikan antara kedua kelompok (P=0.001; IK 95%: 0.001;0.03), dimana

setelah pemberian terapi amitriptilin, terjadi penurunan derajat disabilitas.

Efek samping amitriptilin terutama mengantuk sebanyak 14 orang (28%),

diikuti dengan berat badan meningkat sebanyak 8 orang (16%), sedangkan

pada plasebo ditemukan mengantuk sebanyak 5 orang (10.4%) dan berat

(53)

BAB. 5. PEMBAHASAN

Migren pada anak merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian

besar. Hanya sedikit informasi mengenai pemberian terapi abortif dan

profilaktik serangan migren pada anak dan remaja. Pengobatan yang

diberikan pada dewasa belum tentu sesuai untuk anak dan remaja.10 Langkah

pertama untuk mencari penderita migren adalah dengan melakukan skrining,

sebab hanya sekitar 50% penderita migren yang datang ke dokter untuk

berobat.48 Suatu skrining dari 2165 anak sekolah usia 5 sampai 15 tahun

terdapat prevalensi penderita migren 11% dengan 53% perempuan.5 Dalam

sebuah penelitian lain di Bangkok, Thailand menemukan prevalensi migren

sebanyak 13.8% pada remaja setingkat SMP.50 Pada penelitian ini

menunjukkan bahwa prevalensi migren pada remaja usia 12 sampai 19 tahun

masih cukup tinggi, yaitu sebesar 10.2%

Insidens migren pada anak usia sekolah usia 7 hingga 15 tahun

adalah sekitar 4%, dimana perempuan lebih sering mengalaminya menjelang

remaja, sedangkan pada laki-laki kebanyakan terjadi pada usia kurang dari

10 tahun.18 Prevalensi migren pada anak perempuan (55%) dibandingkan

anak laki-laki (45%).10 Pada penelitian ini didapati sebanyak 69.4% remaja

wanita mengalami migren dibandingkan dengan remaja laki-laki, yaitu

(54)

Penyebab migren secara umum tidak diketahui, dan hanya sedikit

diketahui faktor-faktor resiko timbulnya migren pada anak, namun faktor

genetik diduga cukup berperan. Beberapa faktor yang dapat melewati

ambang migren pada anak dan remaja penderita migren termasuk stres, saat

menstruasi pada wanita, dan faktor makanan seperti coklat, kopi dan

lain-lain.7,18 Pada penelitian lain ditemukan sebanyak 75.6% anak menderita

migren dengan faktor pencetus.51 Pada penelitian ini faktor pencetus

termasuk makanan seperti kopi, coklat, daging, mie instan dan makanan

yang mengandung monosodium glutamat sangat berpengaruh terhadap

timbulnya migren pada anak, pada penelitian ini ditemukan 71.4%.

Jenis migren yang paling sering dijumpai pada anak dan remaja

adalah migren tanpa aura (70%).2 Pada sebuah penelitian di Finlandia,

didapati bahwa terjadi peningkatan insiden migren dengan aura dari 5.2 per

1000 orang pada tahun 1974 menjadi 41.3 per 1000 orang pada tahun 2002.

Peningkatan insiden migren tanpa aura juga terjadi yaitu dari 14.5 menjadi

91.9 per 1000 orang dalam kurun waktu tersebut.52 Suatu penelitian tentang

nyeri kepala di Cincinatti mendapati bahwa sebanyak 60.6% merupakan

migren tanpa aura, sedangkan 7.9% adalah migren dengan aura dan sisanya

jenis nyeri kepala yang lain.53 Pada penelitian ini didapati sebanyak 76.5%

penderita migren tanpa aura, dan 23.5% migren dengan aura.

Durasi nyeri kepala migren pada anak adalah berkisar 2 hingga 4 jam

(55)

profilaktik ditujukan pada mereka yang mengalami serangan nyeri kepala

yang sering, dan menyebabkan disabilitas.1,7 Jika migren timbul satu sampai

dua kali perbulan, biasanya tidak membutuhkan terapi profilaktik, tiga sampai

empat kali harus dipertimbangkan, serta jika timbul migren lima kali atau lebih

terapi harus diberikan.54 Pada penelitian ini didapati bahwa rata-rata durasi

nyeri kepala migren pada remaja adalah 1 hingga 2 jam dan lebih dari 2 jam,

dengan frekuensi nyeri kepala lebih dari 4 kali dalam 1 bulan.

Pemakaian beberapa obat sebagai terapi profilaktik migren pada anak

telah luas digunakan, akan tetapi masih sedikit data yang mendukung

efikasinya. Obat-obat yang telah digunakan luas sebagai profilaktik migren

pada anak dan remaja antara lain topiramat, asam valproat dan amitriptilin,

tetapi hingga saat ini belum ada obat yang disetujui oleh Food and Drugs

Administration (FDA) sebagai terapi profilaktik migren, oleh karena kurangnya

data, meskipun kebanyakan penelitian dengan obat tersebut menunjukkan

adanya penurunan frekuensi dan durasi nyeri kepala migren.13,55 Beberapa

konsorsium neurologi hanya merekomendasi beberapa obat sebagai

profilaktik pada anak yang menderita migren yaitu topiramat, asam valproat,

amitriptilin, dan siproheptadin.6 Pada penelitian ini kami menggunakan

amitriptilin sebab obat ini terjangkau dan penelitian dengan obat ini masih

sedikit diteliti.

Amitriptilin adalah obat golongan antidepresan trisiklik, yang memiliki

(56)

anak dimulai dengan 5 hingga 10 mg oral saat mau tidur.Untuk remaja dosis

awalnya adalah 10 mg oral. Rentang dosis 10 hingga 75 mg per hari cukup

efektif dalam mengurangi frekuensi migren.55 Lamanya pengobatan profilaktik

migren bervariasi antara 1 hingga 6 bulan, dan secara umum tampak

perbaikan sedikitnya dalam 1 hingga 2 bulan.6,14,39 Pada penelitian ini

digunakan amitriptilin dengan dosis rendah yaitu 10 mg per hari oral yang

diminum saat mau tidur malam. Dosis rendah dipertimbangkan untuk

mengurangi risiko efek samping yang lebih besar, dan mengurangi risiko drop

out anak yang mendapat terapi. Lama pengobatan pada penelitian ini adalah

3 bulan untuk memantau efek pengobatan.

Suatu penelitian di Virginia, yang bertujuan untuk melihat bentuk

pengobatan preventif pada anak, menunjukkan bahwa sebanyak 55% anak

yang menderita migren mendapat terapi preventif harian, dan obat yang

paling banyak digunakan adalah amitriptilin dan siproheptadin. Secara

keseluruhan respon positif untuk amitriptilin adalah 89%, sedang

siproheptadin 83% selama 6 bulan pemantauan. Frekuensi nyeri kepala

berkurang dari 10.9 kali per bulan (rentang 4 sampai 15 kali per bulan)

sebelum terapi, menjadi 4.1 kali per bulan (rentang 1 sampai 12 kali per

bulan) sesudah terapi, dimana terjadi penurunan sebanyak 62.4% pada

amitriptilin. Sedangkan pada pemakaian siproheptadin terjadi penurunan

sebesar 55%.9 Pada penelitian ini didapati penurunan frekuensi migren

(57)

terapi frekuensi nyeri kepala sebesar 5.80 per bulan (SD 3.01), sedangkan

sesudah terapi terjadi penurunan menjadi 4.32 per bulan (SD 2.07)

Suatu penelitian menggunakan amitriptilin pada anak yang nyeri

kepala berulang dengan dosis 1 mg/kgBB/hari, menunjukkkan bahwa

terdapat penurunan frekuensi, durasi dan keparahan nyeri kepala pada

84.2% anak yang mengalami nyeri kepala yang sering.53 Penelitian lain yang

membandingkan amitriptilin dengan propranolol selama 3 bulan menunjukkan

bahwa amitriptilin secara signifikan menurunkan keparahan, frekuensi dan

nyeri kepala migren, sedangkan pada pemberian propranolol hanya terjadi

penurunan keparahan nyeri kepala.56 Pada penelitian ini terjadi penurunan

yang signifikan dari frekuensi, durasi dan disabilitas akibat migren setelah

pemberian amitriptilin selama 3 bulan, baik dibandingkan sebelum

pengobatan maupun dibandingkan dengan pemberian plasebo.

Dalam 3 penelitian amitriptilin pada dewasa yang dibandingkan

dengan plasebo, menunjukkan bahwa amitriptilin efektif sebagai preventif

serangan migren dan berkaitan dengan efek anti depresi amitriptilin.57-59 Dari

penelitian ini didapati bahwa efek samping amitriptilin adalah mengantuk dan

peningkatan berat badan. Selama pengobatan tidak dijumpai drop out.

Kuesioner PedMIDAS merupakan pemeriksaan yang sensitif, reliabel,

dan valid untuk menilai disabilitas akibat nyeri kepala pada anak dan remaja.

Penilaian dengan PedMIDAS berhubungan dengan fungsi di sekolah dan

(58)

melaporkan terjadinya terdapat penurunan rerata 22.3 point dari skor

PedMIDAS setelah terapi profilaktik dan hal ini menunjukkan bahwa telah

terjadi penurunan disabilitas dengan pemberian terapi tersebut.46,47 Pada

penelitian ini terjadi penurunan rerata nilai PedMIDAS sebesar 7.30 point

menjadi 26.12 setelah pemberian amitriptilin, dan termasuk ke dalam

disabilitas ringan, bila dibandingkan dengan plasebo.

Farmakoterapi migren pada anak harus tetap memperhatikan manfaat

dan keamanan obat, sehingga diperlukan penelitian dengan populasi yang

lebih besar.38 Amitriptilin terbukti bermanfaat dan aman sebagai pencegahan

serangan migren pada remaja, namun tetap mempertimbangkan efek

(59)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Amitriptilin efektif menurunkan frekuensi, durasi dan disabilitas yang

signifikan dan bermakna setelah 3 bulan pengobatan dibanding plasebo. Efek

samping obat amitriptilin cukup tinggi (60%), terutama mengantuk dan

peningkatan berat badan makan. Amitriptilin bermanfaat sebagai alternatif

terapi pencegahan serangan nyeri kepala migren pada remaja, namun harus

tetap mempertimbangkan efek samping obat.

6.2 Saran

Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan membandingkan beberapa

jenis terapi preventif serangan nyeri kepala migren yang berbeda atau

dengan membandingkan terapi non farmakologi, serta skrining yang

berkelanjutan untuk mengurangi dampak ketidakhadiran anak di sekolah

(60)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hershey AD, Winner PK. Pediatric migraine: recognition and treatment. JAOA. 2005; 105:S2-8

2. Lazuardi S. Nyeri kepala pada anak dan remaja. Dalam: Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku ajar neurologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai penerbit IDAI, 2000. h.78-86

3. Lazuardi S. Nyeri kepala pada anak dan remaja. Dalam: Pusponegoro HD, Passat J, Mangunatmadja I, Widodo DP, Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Neurologi anak dalam praktek sehari-hari (Naskah lengkap PKB IKA XXXIV). Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 1995. h.189-206

4. Shinar S, Souza BD. Migraine in children and adolescent. Pediatric in Rev. 1982; 3(8):257-62

5. Abu-Arefeh I, Russel G. Prevalence of headache and migraine in schoolchildren. BMJ. 1994; 309:756-9

6. Weiss HD. Headache and facial pain. Dalam: Johnson RT, Griffin JW, McArthur JC, penyunting. Current therapy in neurologic disease. Edisi ke-7. St.Louis: Mosby, 2002. h.81-6

7. Kundu NC, Ahmad C. Migraine management in children-review of strategies and recommendations. J Bangladesh Coll Phys Surg. 2007; 25:77-85

8. Lewis DW. Pediatric Migraine. Pediatric in Rev. 2007; 28:43-53 9. Lewis DW, Diamond S, Scott D, Jones V. Prophylactic treatment of

pediatric migraine. Headache. 2004; 44:230-7

10. Bland SE. Pediatric migraine recognition management. J Pharmacy Soc of Wisconsin. 2002; 2:41-4

11. Pakalnis A. New avenues in treatment of paediatric migraine: a review of the literature. Family Practice. 2001; 18:101-6

12. Graff-Radford SB. Migraine prophylaxis. Clinics in Family Practice. 2005; 7(3):445-62

13. Eiland LS, Jenkins LS, Durham SH. Pediatric migraine: pharmacologic agents for prophylaxis. Ann Pharmacother. 2007; 41:1181-90

14. Silberstein SD. Practice parameter: evidence-based guidelines for migraine headache (an evidence-based review). Report of the quality standards subcommittee of the American Academy of Neurology. AAN. 2000; 1:1-9

(61)

16. Lewis DW. Headaches in infants and children. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric neurology principles & practice. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby, 2006. h.1183-99

17. Olesen J. Headache classification subcommittee of the international headache society. The International Classification Of Headache Disorders. Cephalal. 2004; 24(Suppl 1):24-36

18. Haslam RH. Headache. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2004. h.2012-4

19. Rothner D, Menkes JH. Headaches and nonepileptic episodic disorders. Dalam: Menkes JH, penyunting. Child neurology. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006.h.943-64 20. Barnes NP, Jayawant S. Migraine. Arch Dis Child. 2005;90:53-7 21. Schor NF. Migraine in children and adolescent. Dalam: Maria BL,

penyunting. Current management in child neurology. New York: BC Decker, 2005.h.39-41

22. Widjaja D. The impact of migraine and the need of prophylactic treatment. Dalam: Sjahrir H, Rambe AS, penyunting. Nyeri kepala. Medan:USU Press, 2004.h.21-45

23. Chutarian AM. Headaches in children. Dalam: Burg FD, Ingelfinger JR, Polin RA, Gershon AA, penyunting. Gellis & Kagan’s current pediatric therapy. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2002. h.183-99

24. Murdoch L. Migraine. NZFP. 2004; 31:90-3

25. Villlalon C, Centurion D, Valdivia LF, de Vries P, Saxena PR. Migraine: pathophysiology, pharmacology, treatment and future trends. Cur Vas Pharm. 2003; 1:71-84

26. Gunner K, Smith H, Ferguson L. Practice guideline for diagnosis and management of migraine headaches in children and adolescent: part two. J Pediatr Health Care. 2008; 22(1):52-9

27. Worawattanakul, Mingmuang, Marc J. Abdominal migraine: Prophylactic treatment and follow-up. JPGN. 1999; 28:37-40

28. Ryan S. Pharmacy update: medicines for migraine. Arch Dis Child Educ Pract Ed. 2007; 92:ep50-55

29. Fenichel GM. Clinical pediatric neurology a signs and symptoms approach. Edisi ke-3. Philadelphia: Saunders; 2001

30. Gardner KL. Genetics of migraine: an update. Headache. 2006; 46:19-24

31. Gilroy MD. Headache. Dalam: Gilroy MD, penyunting. Basic Neurology. Edisi ke-3. Michigan: McGraw-Hill, 2000. h.943-64

(62)

33. Djoenaidi W. Pandangan baru mengenai nyeri kepala migren. Dalam: Harsono, penyunting. Kapita selekta neurology. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005. h.253-63.

34. Sjahrir H. Patofisiologi migren. Dalam: Sjahrir H, penyunting. Nyeri kepala & vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press, 2008. h.73-123

35. Boudreau G, Leroux E. The complications of migraine classified under the international classification of headache disorders: a review. Headache Care. 2006; 3:85-90

36. Senbil N, Gurer YKY, Aydin OF, Rezaki B, Inan L. Diagnostic criteria of pediatric migraine without aura. The Turk J of Pediatr. 2006; 48:31-7

37. Spasic M, Zivkovic M, Lukic S. Prophylactic treatment of migraine by valproate. Med and Biol. 2003; 10(3):106-10

38. Snow V, Weiss K, Wall EM, Mottur-Pilson C. Pharmacologic management of acute attacks of migraine and prevention of migraine headache. Ann Intern Med. 2002; 137:840-9

39. Modi S, Lowder DM. Medications for migraine prophylaxis. American family physician J. 2006; 73(1):72-8

40. Blumenfeld A. Clinical approaches to migraine prophylaxis. Am J Manag Care. 2005; 11:S55-61

41. Ramadan NM. Current trends in migraine prophylaxis. Headache. 2007; 47:S52-7

42. Deleu D, Hanssens Y. Guidelines for the prevention of migraine. Neurosciences. 2000; 5(1):7-12

43. Cromer J, Candidate PD. Migraine prophylaxis. PharmaNote. 2007; 22(4):1-7

44. Goodman. Drugs and the treatment of psychiatric disorders. Dalam: Goodman, Gilman, penyunting. The pharmacological basis of therapeutics. Edisi ke-8. New York: Mc Graw Hill, 2005. h.405-14 45. Nissen D. Mosby’s drug consult. Edisi ke-13. St Louis: Mosby; 2003 46. Hershey AD, Powers SW, Vockell B, LeCates S, Kabbouche MA,

Maynard MK. PedMIDAS development of a questionnaire to assess disability of migraines in children. Neurology. 2001; 57:2034-9

47. Hershey AD, Powers SW, Vockell A-LB, LeCates SL, Segers A, Kabbouche MA. Development of a patient-based grading scale for PedMIDAS. Cephalalgia. 2004; 24:844-9

48. Dowson AJ, Lipscombe S, Carter F, Bradford S, Bundy M, Rees T. Managing children and adolescents with migraine and other headaches: scientific and clinical aspects. Headache Care. 2005; 2:193-207

(63)

50. Visudtibhan A. Migraine in Thai children: Prevalence in junior high school students. J Child Neurol. 2007; 22 (9):117-20

51. Rossi LN, Cortinovis I, Menegazzo L, Brunelli G, Bossi A, Macchi M. Classification criteria and distinction between migraine and tension-type headache in children. Dev Med & Child Neurol. 2001; 43:45-51 52. Anttila P, Metsahonkala L, Sillanpaa M. Long-term trends in the

incidence of headache in finnish schoolchildren. Pediatrics. 2006; 117:1197-201

53. Hershey AD, Powers SW, Bentti AL, deGrauw TJ. Effectiveness of amitriptyline in prophylactic management of childhood headaches. Headache. 2000; 40:539-49

54. Goadsby PJ. Recent advances in the diagnosis and management of migraine. BMJ. 2006; 332:25-9

55. Wasiewski WW. Preventive therapy in pediatric migraine. J child neurol. 2001;16:71-8

56. Ziegler DK, Hurwitz A, Preskorn S, Hassanein R, Seim J. Propranolol and amitriptyline in prophylaxis of migraine pharmacokinetic and therapeutic effect. Arch Neurol. 1993; 50:825-30

57. Gomersall JD, Stuart A. Amitriptyline in migraine prophylaxis changes in pattern of attacks during a controlled clinical trial. J Neurology, Neurosurgery and Psychiatry. 1973; 36:684-90

58. Couch JR, Ziegler DK, Hassanein RS. Amitriptyline in the prophylaxis of migraine effectiveness and relationship of antimigraine and antidepressant effects. Neurology. 1976; 26:121-7 59. Couch JR, Hassanein RS. Amitriptyline in migraine prophylaxis.

(64)

Lampiran 1

SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Orang tua dari :

Telah menerima dan mengerti penjelasan dokter tentang penelitan “ Uji klinis

manfaat amitriptilin sebagai pencegahan serangan migren pada remaja “.

Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia menjadi peserta

penelitian tersebut.

Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

Gambar

Gambar 2.1. Patofisiologi migren16
Gambar 2.2. Rumus bangun Amitriptilin
Gambar 2.3. Kerangka konseptual
Gambar 3.1. Alur penelitian manfaat antara kedua kelompok intervensi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kinerja pertumbuhan usaha dan fokus untuk tetap mengembangkan lini bisnis batubara termasuk rencana right issue yang mana dana hasil dari aksi korporasi tersebut sekitar 90%

Pokja Pengadaan Jaket Almamater Mahasiswa Baru ULP Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Tahun 2016 akan melaksanakan Lelang Sederhana

Melakukan koordinasi gerak pukulan kaki – tarikan lengan dan pernapasan Menerapkan etika yang baik di kolam renang Tes -Praktek - Tes tulis Tes -Ketrampilan - Tugas -Pengamatan

Berdasarkan hal itu maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PENGARUH LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG JUMLAH PENDUDUK, PENDAPATAN PERKAPITA TERHADAP

Suatu Proses penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak lain untuk mendapatkan3.

Pembelajaran konsep sistem pernapasan manusia dengan menggunakan media video animasi dapat memudahkan siswa untuk memahami berbagai proses yang terjadi selama berlangsungnya

Pokja PAKET-012 pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Sumbawa Barat akan melaksanakan Prakualifikasi untuk paket pekerjaan jasa konsultansi secara elektronik sebagai berikut

Simbol Aljabar p pada contoh-1, U pada contoh-2, dan a pada contoh-3 di atas adalah contoh variabel karena p mewakili banyak pohon yang mungkin dimiliki Pak Amir, U