• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Motivasi Berprestasi pada Karyawan PT Citra Tubindo Batam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Motivasi Berprestasi pada Karyawan PT Citra Tubindo Batam"

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KUALITAS KEHIDUPAN BEKERJA DENGAN

MOTIVASI BERPRESTASI PADA KARYAWAN PT CITRA

TUBINDO BATAM

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

YASRA HAYATI SIRAIT

061301019

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

LEMBARAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan

sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul:

Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan

Motivasi Berprestasi pada Karyawan PT Citra Tubindo Batam

Adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari

hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi

ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera

Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 26 Oktober 2010

Yasra Hayati Sirait

(3)

ABSTRAK

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Desember 2010

Yasra Hayati Sirait : 061301019

Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Motivasi Berprestasi pada Karyawan

xvii + 93 halaman + 21 tabel + 2 grafik + 4 lampiran Bilbiografi 49 (1967 - 2010)

Penelitian ini merupakan penelitian regresi linear berganda, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan motivasi berprestasi pada karyawan. Motivasi berprestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang, yang mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal dan menggungguli standard. Motivasi berprestasi ini dapat dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik seperti hubungan pimpinan dengan bawahan, hubungan antar rekan sekerja, sistem pembinaan dan pelatihan, sistem kesejahteraan, lingkungan fisik tempat kerja, administrasi dan kebijakan perusahaan. Hal ini dapat diberikan perusahaan dengan menciptakan kualitas kehidupan bekerja. Peningkatan kualitas kehidupan bekerja di perusahaan berkontribusi dalam mencari karyawan yang berkualitas, menciptakan lingkungan kerja yang mampu memotivasi karyawannya dalam bekerja, dan mempertahankan kompetitif perusahaan.

Penelitian ini melibatkan 200 orang karyawan/ staff PT Citra Tubindo Batam sebagai subjek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

purposive sampling. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan skala Likert. Alat ukur yang digunakan adalah skala motivasi berprestasi yang disusun berdasarkan lima ciri-ciri individu dengan motivasi berprestasi tinggi yang dikemukakan oleh McClelland (1987) dengan rxy= 0.892 dan skala kualitas

kehidupan bekerja yang disusun berdasarkan delapan aspek yang dikemukakan oleh Walton (dalam Kossen, 1986) dengan rxy= 0.935. Data yang diperoleh

dianalisis dengan uji asumsi klasik dan regresi linear berganda.

(4)

kualitas kehidupan bekerja merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan.

(5)

KATA PENGANTAR

Karya ini merupakan skripsi yang diajukan penulis untuk memperoleh

gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Karya ini

merupakan karya penelitian yang pertama kali dilakukan secara individual oleh

penulis, sehingga penulis mohon maaf bila terdapat kesalahan-kesalahan dalam

penulisan karya ini.

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah Yang Maha Esa yang telah

memberikan kekuatan baik fisik serta nonfisik kepada peneliti sehingga dapat

menyelesaikan skripsi Psikologi Industri Organisasi yang berjudul “Hubungan

Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Motivasi Berprestasi pada Karyawan PT

Citra Tubindo Batam”. Penulis juga bersyukur kepada Allah SWT berkat rahmat,

hidayah dan AnugerahNya kepada kedua orangtua penulis yang telah memberikan

dukungan moral, material, sosial dan dukungan-dukungan lainnya yang mampu

membangkitkan penulis untuk tetap semangat dan tersenyum untuk menghadapi

hari-hari penulis.

Perlu usaha yang keras, ketekunan, ketelitian dan kesabaran untuk

menyelesaikan karya ini. Bagi peneliti karya ini merupakan proses pembelajaran

yang luar biasa. Peneliti menyadari karya ini tidak akan selesai tanpa pihak-pihak

lain di sekitar peneliti yang telah mendukung dan membantu penyelesaian skripsi

ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. DR. Irmawati, M.Si, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi

(6)

2. Ibu Dra. Gustiarti Leila, M.Psi, Psikolog selaku ketua departemen Psikologi

Industri Organisasi dan selaku dosen pembimbing saya dalam penelitian ini.

Saya berterimakasih atas waktu, arahan, bimbingan, saran dan umpan balik

yang diberikan kepada saya dalam menyelesaikan skirpsi ini dengan penuh

kesabaran, senyuman dan ketelitian dalam membimbing saya. Terima kasih

juga telah meminjamkan buku kepada saya yang sangat bermanfaat dalam

penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Lili Garliah, M.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing akademik penulis.

Terima kasih atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada saya.

4. Bapak Eka Danta, Bapak Zulkarnaen, Ibu Etty Rahmawati. Terima kasih atas

bantuan bimbingan skripsinya, meskipun dalam jumlah waktu yang singkat

dalam berdiskusi masalah metode penelitian namun sangat berguna sebagai

umpan balik dalam perbaikan skripsi ini.

5. Seluruh dosen di departemen Industri Organisasi. Terima kasih atas

pengetahuan-pengetahuan yang telah diberikan baik dimasa proses

penyelesaian skripsi ini, di bangku kuliah ataupun pengetahuan tak terduga

sekalipun.

6. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih

atas pembekalan dan pendalaman ilmu Psikologi yang telah diberikan kepada

saya.

7. Bapak Iskandar dan Bapak Aswan dan seluruh pegawai Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara yang telah mengurus administrasi pendidikan

(7)

8. Bapak Ludi Dermawan selaku HRD Manager PT Citra Tubindo Batam yang

telah memberikan izin penelitian kepada penulis, yang telah bersedia

memberikan waktunya untuk bertukar pikiran dan memberikan masukan

kepada saya serta berbagai pengetahuan-pengetahuan yang bapak berikan

kepada saya. Hal itu akan bermanfaat bagi saya untuk saat ini dan

kedepannya. Terima kasih juga atas canda tawa, motivasi, semangat dan

doanya yang telah mendoakan saya supaya saya harus sukses.

9. Bapak M.Syafril di PT. Citra Tubindo yang memberikan semangat dan

motivasi kepada saya, dan memberikan pena sebagai kenangan kepada saya,

saat-saat terakhir ketika dipindahkan ke yard. Terima kasih atas canda tawanya yang membuat saya semangat di kota perantauan selama tiga bulan.

Terima kasih juga atas pengetahuan-pengetahuan kerja yang bapak berikan

kepada saya sehingga saya mampu melakukan hal yang belum pernah saya

lakukan sebelumnya.

10.Ibu Devi Nova Sari, Ibu Fitri, Ibu Ramlah, Kak Yanti, Mbak Rita, Pak Ayon,

Pak Ari dan Pak Budi, Pak Ivan, Pak Bentra, Pak Syarifudin, Pak Jhon Efendi

di PT Citra Tubindo yang telah memberikan masukan, motivasi, dan

dukungan-dukungan kepada saya untuk tetap semangat menyelesaikan

penelitian ini.

11.Bapak Budi Purnomo yang telah memberikan waktu dan kesempatan untuk

bertukar pikiran dan masukan kepada saya untuk proses penyelesaian

(8)

12.Ibu Riah br Surbakti dan Bapak Akler Sirait sebagai orangtua saya yang selalu

memberikan dukungan-dukungan kepada saya, semoga saya bisa

membahagiakan kalian dengan memberikan kesuksesan saya sebagai hadiah

utama.

13.Bapak Koster Sirait dan Ibu Rimawati Butar-Butar sebagai orangtua saya

juga. Terima kasih Uda, Inang Uda dan adik-adikku di Batam yang telah

berbaik hati kepada saya selama saya magang di Batam.

14.Abang Hendra Gunawan Sirait, Adik Anita Shendi Sirait, Adik Thomas

Matulesi Sirait dan adik kecilku si cantik Jersi Riani Sirait yang telah

membangun cerita kisah kehidupan bersama yang penuh warna, canda tawa

dan kebersamaan.

15.Abang Event Fearless Imanta Ginting, yang selalu memberikan semangat dan

motivasi kepada saya, dan menjadi pembimbing kedua saya dalam

menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga atas kebersamaan kita yang

memberikan warna hari-hari meskipun warna itu tidak bisa dilihat mata,

namun dapat dirasakan bersama.

16.Sahabat-sahabat penulis Eky Juliany F. Lubis, Indah Permata Sari Nasution,

dan Ayu Wardani di Fakultas Psikologi. Terima kasih atas kebersamaan kita

yang selalu penuh canda tawa, suka duka, motivasi dan semangat-semangat

kita bersama yang saling menginspiratif dan berbagi.

17.Dea, Inggrid, Ade Maya, Mutiara Grace, Kak Anggi Amelia, Kak Febri

(9)

telah berbagi bersama, berbagi jurnal, bertukar pikiran, dan berjuang

bersama-sama, semoga skripsinya lancar dan tetap semangat.

18.Teman-teman angkatan 2006, Ayu, Eky, Indah, Mutek, Imels, Monce, Helva,

Wira, Dinar, dan teman-teman lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu

persatu. Semoga tetap semangat kawan.

19.Seluruh senior dan junior di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Tanpa bantuan mereka semua mungkin skripsi ini tidak akan pernah selesai

dan semoga pengorbanan dan partisipasi yang diberikan kepada penulis mendapat

imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan

dalam penulisan skripsi ini, semua itu adalah kesalahan dan kekhilafan dari

penulis. Semoga, skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, Amin.

Medan, Desember 2010

(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR SAMPUL DEPAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Motivasi Berprestasi ... 13

1. Definisi Motivasi Berprestasi ... 13

2. Ciri Motivasi Berprestasi ... 14

3. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi ... 16

B. Kualitas Kehidupan Bekerja ... 19

(11)

2. Aspek-Aspek Kualitas Kehidupan Bekerja ... 20

3. Prinsip Kualitas Kehidupan Bekerja ... 22

4. Bentuk-Bentuk Kualitas Kehidupan Bekerja ... 23

5. Dampak Kualitas Kehidupan Bekerja ... 25

C. Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Motivasi Berprestasi ... 25

D. Hipotesa ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 39

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 40

1. Morivasi Berprestasi ... 40

2. Kualitas Kehidupan Bekerja... 41

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 41

1. Populasi dan Sampel ... 41

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 42

D. Metode Pengumpulan Data ... 43

1. Alat Ukur ... 43

a. Skala Motivasi Berprestasi ... 44

b. Skala Kualitas Kehidupan Bekerja ... 46

E. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 49

a. Uji Validitas ... 49

(12)

c. Uji Reliabilitas ... 50

F. Hasil Uji Coba Penelitian ... 51

1. Hasil Uji Coba Skala Motivasi Berprestasi ... 51

2. Hasil Uji Coba Skala Kualitas Kehidupan Bekerja ... 53

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 56

1. Tahap Persiapan ... 56

2. Tahap Pelaksanaan ... 58

3. Tahap Pengolahan Data ... 58

H. Metode Analisa Data ... 59

1. Uji Asumsi Klasik ... 59

Uji Normalitas ... 59

Uji Linieritas ... 60

Uji Multikolinearitas ... 60

Uji Autokorelasi ... 60

Uji Heterokedastisitas ... 61

2.Analisis Regresi Linear Berganda ... 61

BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisa Data ... 64

1.Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 64

a. Jenis Kelamin ... 64

b. Usia ... 65

(13)

d. Lama Bekerja ... 66

B. Hasil Penelitian ... 67

1. Uji Asumsi Klasik ... 67

a. Uji Normalitas ... 67

b. Uji Linieritas ... 68

c. Uji Multikolinearitas ... 69

d. Uji Autokorelasi ... 71

e. Uji Heterokedastisitas ... 71

2. Analisis Regresi Linear Berganda ... 72

3. Kategorisasi Skor Penelitian ... 78

1. Kategorisasi Skor Skala Motivasi Berprestasi ... 78

2. Kategorisasi Skor Skala Kualitas Kehidupan Bekerja ... 79

C. Pembahasan Penelitian ... 81

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Blue Print Skala Motivasi Berprestasi 45

Tabel 2 Blue Print Skala Kualitas Kehidupan Bekerja 48

Tabel 3 Distribusi aitem-aitem skala motivasi berprestasi 52

setelah uji coba

Tabel 4 Distribusi aitem-aitem skala motivasi berprestasi 53

setelah uji coba untuk penelitian

Tabel 5 Distribusi aitem-aitem skala kualitas kehidupan 54

bekerja setelah uji coba

Tabel 6 Distribusi aitem-aitem skala kualitas kehidupan 55

bekerja untuk penelitian

Table 7 Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin 64

Tabel 8 Penyebaran subjek berdasarkan usia 65

Tabel 9 Penyebaran subjek berdasarkan pendidikan terakhir 66

Tabel 10 Penyebaran subjek berdasarkan lama bekerja 66

Tabel 11 Hasil Uji Normalitas 68

Tabel 12 Hasil Uji Multikolinearitas 70

Tabel 13 Hasil Uji Autokorelasi 71

Tabel 14 Hasil Uji F 73

Tabel 15 Koefisien Determinasi Kualitas Kehidupan Bekerja 73

(15)

Tabel 17 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik 78

Tabel 18 Kategorisasi data pada variabel motivasi berprestasi 79

Tabel 19 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik 80

Tabel 20 Kategorisasi data pada variabel kualitas kehidupan 80

bekerja

Tabel 21 Matriks hubungan variabel motivasi berprestasi pada 81

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Normal P-P PlotLinearitas Hubungan Kualitas 69

Kehidupan Bekerja dengan Motivasi Berprestasi

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A

1. Reliabilitas dan Daya Beda Aitem Skala Motivasi Berprestasi

2. Reliabilitas dan Daya Beda Aitem Skala Kualitas Kehidupan Bekerja

Lampiran B

1. Data Mentah Subjek Penelitian pada Skala Motivasi Berprestasi

2. Data Mentah Subjek Penelitian pada Skala Kualitas Kehidupan Bekerja

3. Data Subjek Penelitian dan Kategorisasi Subjek Penelitian

Lampiran C

1. Uji Normalitas Sebaran

2. Uji Linearitas Hubungan

3. Uji Multikolinearitas

4. Uji Autokorelasi

5. Uji Heterokedastisitas

6. Uji Hipotesa Penelitian

Lampiran D

1. Contoh Aitem Skala Motivasi Berprestasi

2. Contoh Aitem Skala Persepsi Terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja

(18)

ABSTRAK

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Desember 2010

Yasra Hayati Sirait : 061301019

Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Motivasi Berprestasi pada Karyawan

xvii + 93 halaman + 21 tabel + 2 grafik + 4 lampiran Bilbiografi 49 (1967 - 2010)

Penelitian ini merupakan penelitian regresi linear berganda, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan motivasi berprestasi pada karyawan. Motivasi berprestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang, yang mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal dan menggungguli standard. Motivasi berprestasi ini dapat dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik seperti hubungan pimpinan dengan bawahan, hubungan antar rekan sekerja, sistem pembinaan dan pelatihan, sistem kesejahteraan, lingkungan fisik tempat kerja, administrasi dan kebijakan perusahaan. Hal ini dapat diberikan perusahaan dengan menciptakan kualitas kehidupan bekerja. Peningkatan kualitas kehidupan bekerja di perusahaan berkontribusi dalam mencari karyawan yang berkualitas, menciptakan lingkungan kerja yang mampu memotivasi karyawannya dalam bekerja, dan mempertahankan kompetitif perusahaan.

Penelitian ini melibatkan 200 orang karyawan/ staff PT Citra Tubindo Batam sebagai subjek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

purposive sampling. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan skala Likert. Alat ukur yang digunakan adalah skala motivasi berprestasi yang disusun berdasarkan lima ciri-ciri individu dengan motivasi berprestasi tinggi yang dikemukakan oleh McClelland (1987) dengan rxy= 0.892 dan skala kualitas

kehidupan bekerja yang disusun berdasarkan delapan aspek yang dikemukakan oleh Walton (dalam Kossen, 1986) dengan rxy= 0.935. Data yang diperoleh

dianalisis dengan uji asumsi klasik dan regresi linear berganda.

(19)

kualitas kehidupan bekerja merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

PT. Citra Tubindo Tbk merupakan salah satu perusahaan yang bergerak

dalam penyediaan fasilitas untuk industri minyak yang mencakup jasa penguliran

pipa dan pembuatan asesorisnya, serta pemrosesan pemanasan pipa baja tanpa

kampuh (seemless). Misi perusahaan adalah memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan dengan hasil produksi yang prima dan mampu bersaing dan visi

perusahaan adalah menjadikan perusahaan berkelas dunia, terdaftar di bursa

saham regional, dan mengekspor lebih dari 50% kapasitas produksinya keseluruh

dunia. Dengan demikian perusahaan harus bersaing dalam menghadapi persaingan

global untuk mencapai profitabilitas dan mampu berdaya saing dengan

perusahaan-perusahaan sejenis lainnya. Karyawan sebagai sumber daya manusia

di perusahaan memiliki peran penting sebagai roda penggerak perusahaan. Oleh

karena itu dibutuhkan karyawan yang memiliki prestasi kerja yang tinggi sehingga

dapat menunjang produktivitas perusahaan dan menuju persaingan global. Namun

untuk menghadapi persaingan global tersebut, perusahaan menghadapi berbagai

masalah dan tantangan dalam perjalanan usahanya.

Salah satu sumber masalah yang dihadapi perusahaan berasal dari sumber

daya manusia di perusahaan tersebut yang kurang optimal dalam bekerja sehingga

menyebabkan produktivitas perusahaan menurun dan tidak mencapai target.

(21)

oleh perilaku kerja para pekerjanya yang kurang disiplin, yang ditunjukan oleh

perilaku karyawan yang sering bolos, tertidur saat jam kerja sedang aktif, atau

pulang lebih awal dari jam kerja. Perilaku malas pada karyawan ini muncul dari

ketidakpuasan karyawan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan.

Herzberg (1959) mengatakan bahwa ciri perilaku pekerja yang puas adalah

mereka mempunyai motivasi untuk berkerja yang tinggi dan lebih senang dalam

melakukan pekerjaannya, sedangkan ciri pekerja yang kurang puas adalah mereka

yang malas berangkat ke tempat bekerja, malas dengan pekerjaan dan tidak puas.

Sebuah survey yang dilakukan oleh Human Capital (2005) menemukan beberapa

faktor yang membuat karyawan merasa puas dengan pekerjaannya, yang

selanjutnya dapat mempengaruhi motivasi karyawan. Faktor tersebut adalah:

faktor peluang karir yang lebih baik (44%), paket kompensasi yang lebih baik

(40%), prospek sukses perusahaan yang lebih baik di masa depan (25%),

menyediakan peluang pelatihan dan pengembangan diri yang lebih baik (23%),

dan memberikan peluang lebih baik untuk menggunakan keahlian (23%).

Ketidakpuasan terhadap pemenuhan kebutuhan karyawan mempengaruhi

kualitas hidup karyawan, namun kebutuhan setiap orang berbeda sehingga

motivasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut juga berbeda-beda (Ronen, 1981).

Dalam dunia industri, hal ini dapat berpengaruh terhadap motivasi karyawan yang

selanjutnya akan berdampak pada performa kerja dan pencapaian target pekerjaan.

Salah satu kebutuhan karyawan yang berhubungan dengan pencapaian

target pekerjaan menurut McClelland adalah kebutuhan berprestasi, yang

(22)

tujuan, dan bersaing dengan orang lain dan mengungguli standar. Salah satu

faktor yang menentukan dalam peningkatan prestasi kerja dan produktivitas

karyawan adalah motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan suatu

kebutuhan untuk memberikan prestasi yang mengungguli standar. Pada dasarnya

motivasi berprestasi adalah suatu dorongan untuk bekerja lebih baik dalam

melaksanakan tujuan organisasi guna mencapai tujuan dan hasil yang optimal

(McClelland, 1987).

Individu yang dimotivasi dengan motif ini akan cenderung aktif, pekerja

keras, menetapkan tujuan yang tinggi, menyukai tugas yang menantang, merasa

senang bila berhasil mengerjakan tugas sulit dan melihat kepada kualitas. Individu

dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan mengerjakan sesuatu secara optimal

karena mengharapkan hasil yang lebih baik dari standard yang ada (Fortune, Lee,

& Cavagos, 2005). Adanya motivasi berprestasi membuat seseorang mengerahkan

seluruh kemampuannya untuk menjalankan semua kegiatan yang sudah menjadi

tugas dan tanggung jawabnya untuk mencapai target-target tertentu yang harus

dicapainya (McCelland, 1987).

Karyawan yang malas dan tidak disiplin ini menunjukkan motivasi yang

rendah sehingga menyebabkan ketidakpuasan karyawan, prestasi kerja menurun

dan produktivitas rendah pada organisasi. Rosa (2009) menemukan bahwa

karyawan yang memiliki disiplin waktu dan disiplin sikap yang rendah memiliki

prestasi yang rendah pula. Hal ini menunjukkan karyawan yang kurang

bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, memiliki ketahanan kerja yang rendah,

(23)

rencana dan tujuan yang realistis dan bersikap ragu-ragu dan tidak percaya diri

dalam mengambil keputusan. Karyawan seperti ini menunjukkan orang-orang

yang tidak memiliki motivasi berprestasi yang tinggi.

Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha untuk

melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien dibandingkan hasil

sebelumnya. McClelland (1987) mengatakan bahwa individu yang memiliki

motivasi berprestasi yang tinggi berbeda dalam keinginan yang kuat dalam

melakukan hal-hal yang lebih baik. McClelland menyebutkan bahwa ciri-ciri

individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi meliputi ketertarikan terhadap

tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang, bertanggung jawab secara personal

atas performa kerja, menyukai umpan balik, inovatif dan memiliki ketahanan

kerja yang lebih tinggi sehingga seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi

yang tinggi pada umumnya lebih berhasil dalam menjalankan tugas dibandingkan

dengan mereka yang memiliki motif berprestasi yang rendah. Sementara

karyawan merupakan roda penggerak perusahaan dalam mencapai kesuksesan

organisasi.

Kesuksesan organisasi dapat ditentukan oleh produktivitas dan prestasi

karyawan. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi yang tinggi,

maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan

kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan (Muttaqien, 2006). Penelitian

Iyer & Kamalanabhan (2006) terhadap ilmuan penelitian menemukan bahwa

kesuksesan ilmuan sebagian tergantung pada tingkat motivasi berprestasi.

(24)

yang tinggi terhadap pekerjaan dapat disertai oleh prestasi kerja yang tinggi dalam

organisasi. Artinya dalam organisasi, karyawan harus mempersepsikan bahwa

pekerjaan sebagai suatu kegiatan untuk mencapai prestasi kerja dengan

melakukan sesuatu dengan lebih baik. Motivasi berprestasi pada karyawan akan

berpengaruh terhadap perkembangan organisasi dan perusahaan. Motivasi

berprestasi yang rendah akan menjadi masalah bagi organisasi karena dapat

menghambat perkembangan organisasi dan perusahaan.

Masalah rendahnya motivasi berprestasi pada karyawan dapat disebabkan

oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik merupakan faktor dari dalam

individu yaitu persepsi individu tentang kemungkinan sukses yang dicapai,

keyakinan terhadap kemampuannya mencapai sukses, tingkat pentingnya tujuan

bagi individu, serta faktor lainnya seperti jenis kelamin, usia dan kepribadian dan

pengalaman kerja (McClelland, 1987). Perilaku rendahnya motivasi dapat

disebabkan oleh faktor intrinsik seperti adanya perasaan tidak sanggup dan tidak

penting terhadap tujuan, bosan dan jenuh terhadap pekerjaan karena tidak adanya

variasi pekerjaan, monoton, dan ketidaksesuaian pekerjaan yang diterima

(Kondalkar, 2009).

Selain faktor dari dalam diri individu, terdapat pula faktor yang berasal dari

luar individu yang mempengaruhi motivasi berprestasi yaitu faktor ekstrinsik.

Beberapa faktor ekstrinsik yang dapat menyebabkan rendahnya motivasi

berprestasi pada karyawan adalah beban kerja yang relatif berat, kondisi

lingkungan kerja yang kurang mendukung, sistem imbalan yang kurang memadai,

(25)

kesewenangan atasan dan kebijakan perusahaan yang tidak tepat (Kondalkar,

2009). Hal ini dapat mempengaruhi perilaku negatif pada karyawan seperti aksi

protes dan demo, mogok kerja dan pengundurun diri (Anton, 2009). Faktor

ekstrinsik merupakan hal-hal yang berasal dari organisasi dan perusahaan yang

dapat mempengaruhi motivasi berprestasi pada karyawan seperti status kerja,

administrasi dan kebijakan perusahaan, gaji, kondisi kerja, dan relasi interpersonal

(McClelland, 1987).

Karyawan akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik bila tersedia

motivasi ekstrinsik. Penelitian menemukan bahwa motivasi berprestasi tinggi

memiliki performa yang kurang baik ketika tidak ada insentif dari pekerjaan

sebagai motivasi ekstrinsik (dalam McClelland, 1987). Individu yang memiliki

motivasi berprestasi tinggi tidak selalu dapat melakukan sesuatu dengan lebih baik

bila tidak dihadirkan motivasi ekstrinsik. Oleh karena itu, perusahaan harus

memahami pentingnya motivasi ekstrinsik bagi karyawan dalam memenuhi

kebutuhan berprestasi karyawan. Motivasi ekstrinsik merupakan sesuatu yang

diberikan oleh perusahaan untuk meningkatkan kontribusi karyawan. Hal ini dapat

dilakukan dengan menciptakan kualitas kehidupan bekerja yang mendorong

karyawan memaksimalkan kontribusinya pada pencapaian prestasi yang optimal.

Kualitas kehidupan bekerja merupakan persepsi pekerja terhadap suasana

dan pengalaman karyawan di tempat kerja mereka (dalam Kossen, 1986).

Selanjutnya Stewart (1992 ) menambahkan bahwa kualitas kehidupan bekerja

menyangkut persepsi karyawan bahwa mereka ingin merasa aman, secara relatif

(26)

merupakan suatu cara untuk mempertahankan karyawan yang bertanggung jawab

dan dapat dipercaya serta mampu memberikan kontribusi yang optimal yang

merupakan sumber penting dalam organisasi dengan meningkatkan martabat dan

menghargai karyawan.

Walton (dalam Kossen, 1986) mengemukakan delapan kategori utama

kualitas kehidupan bekerja yang meliputi kompensasi yang memadai dan adil,

kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan menggunakan dan

mengembangkan kapasitas manusia, kesempatan untuk pertumbuhan dan jaminan

yang berkesinambungan, integrasi sosial dalam organisasi, hak-hak karyawan,

pekerjaan dan ruang kerja keseluruhan dan tanggung jawab sosial organisasi.

Iklim organisasi yang ditandai dengan kehangatan, keramahan dan hadiah yang

adil akan meningkatkan performa kerja, meningkatkan motivasi dan kepuasan

karyawan (Rose, Beh & Uli, 2006).

Sirgi, Efraty, Siegel dan Lee (2001) menemukan bahwa kepuasan karyawan

secara langsung berhubungan dengan persepsi karyawan terhadap aspek

lingkungan kerja, persyaratan kerja, perilaku supervisor dan program-progam

yang diberi perusahaan untuk mencapai kebutuhan karyawan. Martel & Dupuis

(2004) menemukan bahwa kualitas performa kerja karyawan dipengaruhi oleh

kualitas hidup karyawan dan kualitas kehidupan kerja yang diterima karyawan.

Penelitian Rose, et. al (2006) menemukan bahwa responden puas dengan prestasi mereka karena adanya progres karir. Chalofsky (2008) menemukan bahwa

kebijakan dan program-program perusahaan memotivasi karyawan untuk

(27)

perusahaan memperlakukan karyawan secara berbeda sesuai dengan yang dibuat

karyawan terhadap perusahaan maka karyawan akan melakukan sesuatu yang

berbeda pula terhadap perusahaan.

Efektifitas organisasi dalam meningkatkan kualitas kehidupan kerja dapat

meningkatkan motivasi individu. Motivasi berprestasi karyawan di suatu

perusahaan akan memberikan dampak positif, baik bagi diri individu maupun

pihak perusahaan. Sikap positif yang ditunjukkan karyawan terhadap perusahaan,

merupakan cerminan motivasi berprestasi pada diri karyawan tinggi. Prestasi kerja

yang tinggi dari setiap karyawan merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh

perusahaan. Semakin banyak karyawan yang berprestasi kerja yang tinggi, maka

kinerja atau produktivitas perusahaan secara keseluruhan akan meningkat dan

perusahaan dapat bertahan dalam persaingan bisnisnya. Oleh karena itu, pihak

manajemen harus memperhatikan aspek suasana kerja dan umpan balik yang

memungkinkan karyawan mampu meningkatkan kemampuan dalam mencapai

tujuan tugas yang memuaskan. Dengan demikian tujuan individu dan tujuan

organisasi dapat dicapai bersamaan. Dari uraian diatas, penulis ingin meneliti

tentang hubungan kualitas kehidupan kerja dengan motivasi berprestasi pada

karyawan.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah kualitas kehidupan bekerja merupakan prediktor positif terhadap

(28)

2. Apakah kompensasi yang adil dan memadai merupakan prediktor positif

terhadap motivasi berprestasi pada karyawan?

3. Apakah kondisi kerja yang aman dan sehat merupakan prediktor positif

terhadap motivasi berprestasi pada karyawan?

4. Apakah kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas

manusia merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada

karyawan?

5. Apakah peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan

berkesinambungan merupakan prediktor positif terhadap motivasi

berprestasi pada karyawan?

6. Apakah integrasi sosial dalam organisasi pekerjaan merupakan prediktor

positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan?

7. Apakah pemenuhan hak-hak karyawan merupakan prediktor positif terhadap

motivasi berprestasi pada karyawan?

8. Apakah pekerja dan ruang lingkup secara keseluruhan merupakan prediktor

positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan?

9. Apakah tanggung jawab sosial organisasi merupakan prediktor positif

terhadap motivasi berprestasi pada karyawan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kualitas kehidupan

bekerja dan aspek-aspek kualitas kehidupan bekerja merupakan prediktor positif

(29)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat:

a. Menjadi masukan untuk penelitian lainnya yang berhubungan dengan

kualitas kehidupan kerja dan motivasi berprestasi.

b. Menjadi bahan bacaan untuk menambah wawasan tentang kehidupan

karyawan di organisasi.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

a. Dengan mengembangkan kualitas kehidupan bekerja yang baik maka

mampu mempertahankan karyawan berkualitas yang memiliki motivasi

berprestasi yang tinggi serta mampu menarik karyawan dari luar yang

memiliki motivasi berprestasi tinggi.

b. Memberikan informasi kepada perusahaan tentang pentingnya kualitas

kehidupan bekerja pada karyawan dalam mempertahankan karyawan

yang bertanggung jawab terhadap tugas.

c. Membantu perusahaan untuk memahami pentingnya motivasi pada

karyawan dengan memberikan kualitas kehidupan bekerja sehingga

perusahaan dapat memiliki kualitas kerja dan kualitas pekerja yang baik

untuk menunjang profitabilitas organisasi di era kompetisi global.

E. Sistematika Penulisan

(30)

Bab I : Pendahuluan

Bab ini akan menyajikan uraian singkat mengenai latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

serta sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menyajikan tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam

pembahasan masalah. Adapun teori-teori yang dimuat adalah

definisi kualitas kehidupan bekerja, kriteria kualitas kehidupan

bekerja, aspek kualitas kehidupan bekerja, definisi komitmen

organisasi, dimensi komitmen organisasi, aspek komitmen

organisasi dan Hipotesis penelitian.

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini akan menjelaskan metode penelitian yang digunakan oleh

peneliti dalam hal ini adalah metode penelitian kuantitatif,

identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi,

sampel, metode pengambilan sampel.

Bab IV: Analisa Data dan Pembahasan

Dalam analisa data akan dipaparkan mengenai hasil deskripsi data

penelitian, uji hipotesa utama dan uji hipotesa tambahan dan

menginterpretasikan data-data masukan atau data-data tambahan

dari statistik, serta pembahasan mengenai hasil penelitian.

(31)

Dalam kesimpulan terdapat jawaban atas masalah yang diajukan.

Kesimpulan dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi data, dan

saran dibuat dengan mepertimbangkan hasil penelitian yang

(32)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Motivasi Berprestasi

1. Definisi Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat

bekerja seseorang, yang mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas

dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi

mencapai prestasi kerja yang maksimal (Mc Clelland, 1987). Motivasi berprestasi

merupakan suatu kebutuhan untuk memberikan prestasi yang mengungguli

standar.

Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan mengerjakan sesuatu

secara optimal karena mengharapkan hasil yang lebih baik dari standard yang ada.

Adanya motivasi berprestasi membuat seseorang mengerahkan seluruh

kemampuannya untuk menjalankan semua kegiatan yang sudah menjadi tugas dan

tanggung jawabnya untuk mencapai target-target tertentu yang harus dicapainya

pada setiap satuan waktu. Individu tersebut menyukai tugas-tugas yang

menantang tanggung jawab secara pribadi dan terbuka untuk umpan balik guna

memperbaiki prestasi inovatif-kreatifnya.

Schultz dan Sidney (1993) juga mendukung bahwa motivasi berprestasi

sebagai suatu dorongan atau kebutuhan dalam diri individu untuk meraih hasil

atau prestasi tertentu. Heckhausen (1967) menambahkan bahwa motivasi

(33)

mempertahankan kecakapan diri setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan

menggunakan standar keunggulan sebagai pembanding. Standar keunggulan yang

dimaksud adalah berupa prestasi orang lain atau prestasi sendiri yang pernah

diraih sebelumnya.

2. Ciri Motivasi Berprestasi

Ada beberapa karakteristik dari individu yang memiliki motivasi berprestasi

yang dijabarkan oleh McClelland (1987), yakni sebagai berikut:

a. Menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang

Rohwer (dalam Robbins, 2001) mengatakan bahwa seseorang yang

memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha mencoba setiap tugas yang

menantang tetapi mampu untuk diselesaikan, sedangkan orang yang tidak

memiliki motivasi berprestasi tinggi akan enggan melakukannya. Robbins (2001)

menambahkan bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi

menyukai tugas-tugas yang menantang serta berani mengambil resiko yang

diperhitungkan untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan. Oleh karena

itu, mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai tugas-tugas

dengan taraf kesulitan sedang yang dianggap realistis sesuai dengan

kemampuannya untuk melakukan tuntutan pekerjaan (McCelland, 1987).

b. Bertanggung jawab secara personal atas performa kerja

Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi memilih untuk

bertanggung jawab secara personal terhadap performanya. Mereka akan

memperoleh kepuasan setelah melakukan sesuatu yang lebih baik dengan

(34)

kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas, dan selalu ingat

akan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan.

c. Menyukai umpan balik

Umpan balik merupakan aspek penting dalam proses motivasi karena dapat

memberikan informasi kepada karyawan apakah hasil kerjanya telah berhasil

mencapai hasil seperti yang diharapkan. Mereka yang memiliki motivasi

berprestasi tinggi menganggap umpan balik sebagai hadiah karena mereka ingin

mengetahui seberapa baik mereka mengerjakan tugas tersebut. Individu yang

memiliki motivasi berprestasi yang tinggi mengharapkan umpan balik dan

membandingkan hasil kerjanya dengan hasil kerja orang lain dengan suatu ukuran

keunggulan yaitu perbandingan dengan prestasi orang lain atau standard tertentu.

Individu tersebut senang mendapatkan umpan balik yang tepat, cepat dan jelas

dari apa yang telah mereka kerjakan. Umpan balik menunjukkan seberapa baik

mereka telah bekerja. Mereka selalu mengontrol hasil kerja mereka karena tidak

suka mengambil risiko untuk gagal.

d. Inovatif

Mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi juga selalu berupaya

untuk lebih inovatif, menemukan cara baru yang lebih baik dan efisien untuk

menyelesaikan pekerjaan mereka. Mereka didorong oleh motif efisiensi, dimana

mereka memperhitungkan keefisienan ketika melakukan sesuatu dengan lebih

baik. Mereka senang mencari informasi untuk menemukan cara menyelesaikan

tugas dengan lebih baik dan menghindari cara kerja yang monoton dan rutin.

(35)

menantang mulai dari yang mampu mereka lakukan sampai pada sesuatu

kesempatan yang sedikit lebih menantang. Ketika orang yang memiliki kebutuhan

berprestasi meraih kesuksesan pada tugas dengan taraf kesulitan sedang, maka

mereka akan terus meningkatkan level aspirasi mereka dengan cara yang realistis,

sehingga dapat bergerak menuju tugas yang lebih sulit dan lebih menantang.

e. Ketahanan

Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki ketahanan kerja

yang lebih tinggi dalam mengerjakan tugas dibanding dengan orang dengan

motivasi berprestasi rendah. Individu tersebut umumnya mampu bertahan

terhadap tekanan sosial yang ada. Orang dengan motivasi berprestasi tinggi

percaya bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan baik

serta mampu mengerjakan pekerjaan yang serupa dengan hasil yang lebih baik di

masa yang akan datang.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi

McClelland (1987) mengatakan bahwa motivasi berprestasi dipengaruhi

oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

a. Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu.

Faktor-faktor intrinsik yang mempengaruhi motivasi berprestasi adalah:

1. Kemungkinan sukses yang dicapai, mengacu pada persepsi individu tentang

kemungkinan sukses yang akan dicapai ketika melakukan tugas. Semakin

tinggi persepsi individu tentang kemungkinan sukses yang dicapai maka

(36)

mengatakan bahwa persepsi individu terhadap kemungkinan sukses pada

semua tipe tugas memiliki pengaruh penting terhadap performa.

2. Self-efficacy, mengacu pada keyakinan individu pada dirinya untuk mampu mencapai sukses. Semakin tinggi tingkat keyakinan seseorang maka

individu akan semakin termotivasi untuk berprestasi. Individu yang

memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung termotivasi untuk berprestasi. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi berpikir bahwa diri

mereka mampu mengerjakan tugas. Hal ini menunjukkan bahwa individu

tersebut memiliki self-efficacy yang tinggi.

3. Value, mengacu pada pentingnya tujuan bagi individu. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan mengerjakan tugas dengan

kemungkinan sukses sedang, karena performa dalam beberapa situasi

memberikan umpan balik yang terbaik untuk melakukan perbaikan.

Sehingga dengan melakukan sesuatu lebih baik maka dapat memberikan

pengaruh penting terhadap diri mereka. Individu yang menilai bahwa tujuan

itu sangat penting maka individu tersebut akan semakin termotivasi untuk

mencapainya karena nilai dapat mengaktifkan usaha individu untuk

mencapai performa yang lebih baik.

4. Ketakutan terhadap kegagalan, mengacu pada perasaan individu tentang

kegagalan yang akan membuat individu untuk semakin termotivasi sebagai

upaya untuk mengatasi kegagalan.

5. Faktor lainnya yang mengacu pada perbedaan jenis kelamin, usia,

(37)

kelamin dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Laki-laki

memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi karena laki-laki lebih dilatih

untuk aktif, kompetitif, dan mandiri daripada perempuan karena perempuan

lebih pasif, selalu bergantung pada orang lain dan kurang percaya diri. Usia

juga dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Kualitas motivasi

berprestasi mengalami perubahan sesuai dengan usia individu. Motivasi

berprestasi individu tertinggi pada usia 20-30 tahun, dan mengalami

penurunan setelah usia pertengahan. Selanjutnya Gage dan Berliner (1984)

mengemukakan bahwa faktor kepribadian juga dapat mempengaruhi

motivasi berprestasi seseorang. Individu yang menganggap keberhasilan

adalah karena dirinya akan memiliki motivasi berprestasi yang berbeda pula

dengan individu yang menganggap keberhasilan hanya karena sesuatu diluar

dirinya atau karena keberuntungan saja. Individu yang mengalami

kecemasan akan semakin termotivasi karena adanya perasaan takut terhadap

kegagalan.

b. Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrinsik merupakan faktor yang mempengaruhi motivasi

berprestasi sesorang yang bersumber dari luar diri individu tersebut. Atkinson

mengatakan bahwa faktor ekstrinsik mengacu pada situasi dan adanya

kesempatan. Faktor ekstrinsik ini dapat berupa hubungan pimpinan dengan

bawahan, hubungan antar rekan sekerja, sistem pembinaan dan pelatihan, sistem

kesejahteraan, lingkungan fisik tempat kerja (Andreani dalam Kadir, 2009), status

(38)

Zainuddin (2004) menegaskan bahwa status kerja, upah, keamanan kerja,

kesempatan karir dan lain-lain akan memberikan andil terhadap munculnya

motivasi berprestasi.

B. Kualitas Kehidupan Bekerja

1. Definisi Kualitas Kehidupan Bekerja

Walton (dalam Kossen, 1986) mengatakan bahwa kualitas kehidupan

bekerja adalah persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di

tempat kerja mereka. Stewart (2007) menyatakan bahwa kualitas kehidupan

bekerja menyangkut persepsi karyawan bahwa mereka ingin merasa aman, secara

relatif merasa puas dan memperoleh kesempatan pertumbuhan. Kualitas

kehidupan bekerja merupakan filosofi manajemen yang bertujuan meningkatkan

martabat karyawan, memperkenalkan perubahan budaya, memberikan kesempatan

pertumbuhan dan pengembangan (Gibson, 2003). Menurut Lau dan May (1998)

kualitas kehidupan bekerja didefinisikan sebagai strategi tempat kerja yang

mendukung dan memelihara kepuasan karyawan dengan tujuan untuk

meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta keuntungan untuk

pemberi kerja.

Kualitas kehidupan bekerja merupakan pendekatan manajemen yang terus

menerus diarahkan pada peningkatan kualitas kerja. Kualitas yang dimaksud

adalah kemampuan menghasilkan barang dan jasa yang dipasarkan dan cara

memberikan pelayanan yang terus menerus disesuaikan dengan kebutuhan

(39)

berhasil merebut pasar. Program kualitas kehidupan bekerja pada dasarnya

mencari cara untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan menciptakan pekerjaan

yang lebih baik atau tercapainya kinerja yang tinggi (Gitosudarmo, 2000). Dengan

demikian peran penting kualitas kehidupan bekerja adalah mengubah iklim kerja

agar organisasi secara teknis dan manusiawi membawa kepada kualitas kerja yang

lebih baik.

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan tersebut, dapat ditarik kesimpulan

bahwa kualitas kehidupan kerja adalah persepsi pekerja mengenai kesejahteraan,

suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja, yang mengacu kepada

bagaimana efektifnya lingkungan pekerjaan memenuhi keperluan-keperluan

pribadi pekerja.

2. Aspek-Aspek Kualitas Kehidupan Bekerja

Walton (dalam Kossen, 1986) mengatakan bahwa kualitas kehidupan

bekerja adalah persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di

tempat kerja mereka. Suasana pekerjaan yang dimaksudkan adalah berdasarkan

kepada delapan kriteria, yaitu:

a. Kompensasi yang mencukupi dan adil

Gaji yang diterima oleh individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji

yang diterima umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan

mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang-orang lain

(40)

b. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat

Individu tidak ditempatkan kepada keadaan yang dapat membahayakan fisik

dan kesehatan mereka, waktu kerja mereka juga sesuai dengan jadwal yang telah

ditetapkan. Begitu juga umur adalah sesuai dengan tugas yang

dipertanggungjawabkan kepada mereka. Kondisi lingkungan kerja diupayakan

relatif bebas dari resiko yang dapat membahayakan karyawan dari hal-hal yang

menyebabkan cedera dan penyakit lainnya dimasa datang

c. Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia

Mengacu pada hubungan antara pekerjaan dengan harga diri karyawan,

dimana memungkinkan karyawan untuk menggunakan dan mengembangkan

keahlian dan pengetahuannya. Pekerja diberi autonomi, kerja yang mereka

lakukan memerlukan berbagai kemahiran, mereka juga diberi tujuan dan

perspektif yang diperlukan tentang tugas yang akan mereka lakukan. Pekerja juga

diberikan kebebasan bertindak dalam menjalankan tugas yang diberikan dan

diberikan kesempatan untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang terkait

dengan pekerjaannya dan lingkungan kerjanya.

d. Peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan

Suatu pekerjaan dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan

mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan kapasitas individu itu dapat

dikembangkan dan dipergunakan dengan sepenuhnya, selanjutnya peningkatan

peluang kenaikan pangkat dan promosi dapat diperhatikan serta mendapatkan

jaminan terhadap pendapatan.

(41)

Individu tidak dilayani dengan sikap curiga, mengutamakan konsep

egalitarianism, adanya mobilitas untuk bergerak ke atas, merasa bagian dari suatu tim, mendapat dukungan dari kelompok-kelompok primer dan terdapat rasa

hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan.

f. Hak-hak karyawan.

Hak pribadi seorang individu harus dihormati, memberi dukungan

kebebasan bersuara dan terwujudnya pelayanan yang adil.

g. Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan

Kerja juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap ruang

kehidupan seseorang. Selain berperan di lingkungan kerja, individu juga

mempunyai peranan di luar tempat kerja seperti sebagai seorang suami atau istri

dan bapak atau ibu yang perlu mempunyai waktu untuk bersama keluarga.

h. Tanggung jawab sosial organisasi

Organisasi mempunyai tanggung jawab sosial. Organisasi haruslah

mementingkan pengguna dan masyarakat secara keseluruhan semasa menjalankan

aktivitasnya. Organisasi yang mengabaikan peranan dan tanggung jawab

sosialnya akan menyebabkan pekerja tidak menghargai pekerjaan mereka.

3. Prinsip Kualitas Kehidupan Bekerja

Kualitas kehidupan bekerja dapat juga didefinisikan dengan beberapa

prinsip kualitas kehidupan bekerja yang penting dalam meningkatkan dan

mengoptimalkan kesejahteran dan martabat karyawan (Ronen, 1981). Prinsip

(42)

a. security: bebas ketakutan dan kecemasan yang disebabkan faktor pekerjaan yang berkaitan dengan kesehatan, keamanan, pendapatan dan masa depan

tenaga kerja,

b. equity: penerimaan kompensasi yang setaraf dengan kontribusi yang diberikan karyawan terhadap pekerjaannya,

c. individuation: kondisi yang mengizinkan karyawan dalam mengembangkan kemampuan unik karyawan, otonomi dan pembelajaran, dan

d. democracy: partisipasi karyawan dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan pekerjaannya dan lingkungan kerjanya.

4. Bentuk-Bentuk Kualitas Kehidupan Bekerja

Kualitas kehidupan bekerja mempengaruhi kualitas kehidupan karyawan.

Kualitas kehidupan bekerja merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh

managemen sumber daya manusia untuk memartabatkan karyawannya dalam

lingkungan kerja (Ronen, 1981). Beberapa aktivitas yang dilakukan oleh

perusahaan untuk memperbaiki kualitas kehidupan bekerja bagi karyawan adalah:

a. Participation

Partisipasi karyawan dalam proses membuat keputusan yang berkaitan

dengan pekerjaannya dan lingkungan kerjanya dapat memperbaiki kualitas

kehidupan bekerjanya. Partisipasi ini ada dua bentuk yaitu partisipasi horizontal

yaitu interaksi karyawan dengan teman sekerja dan tim; dan partisipasi vertical

yaitu keterlibatan dalam membuat keputusan dengan atasan. Kedua partisipasi ini

dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja karyawan. Tujuannya adalah

(43)

otonomi dalam membuat pilihan yang berkaitan dengan lingkungan kerjanya dan

menyesuaikan kepribadiannya dengan tuntutan kerja sebagaimana halnya dengan

menyesuaikan pekerjaannya dengan diluar pekerjaannya.

b. Job redesign

Efektivitas dan efisiensi dalam penyelesesaian tugas dan proses kerja

membutuhkan koordinasi yang tinggi dan kontrol yang kuat terhadap karyawan.

Penelitian sebelumnya menemukan dampaknya terhadap lingkungan kerja seperti

mempengaruhi motivasi karyawan, kepuasan kerja dan performa kerja yang

berimplikasi negatif terhadap organisasi dan menurunkan kualitas kehidupan

bekerja. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya menemukan bahwa mendesain

ulang kerja dalam batasan produksi dapat meningkatkan kualitas kehidupan

bekerja dan mempertahankan atau meningkatkan produktivitas. Tujuannya adalah

untuk menyesuaikan karakteristik pribadi karyawan dengan karakteristik

pekerjaan.

Salah satu bentuk job redesign adalah job enrichment, dimana dengan meningkatkan tanggung jawab karyawan baik dalam perencanaan, pelaksanaan

dan pengontrolan pekerjaan, dan dengan memberikan kesempatan untuk membuat

keputusan tentang metode dan prosedur yang akan dilaksanakan, atau dengan

memberikan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan klien atau

departemen lain, semuanya dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja.

Dimensi job enrichment mempengaruhi aspek psikologis individu yang kemudian menghasilkan konsekuensi pribadi dan pekerjaan seperti performa kepuasan,

(44)

c. Team building

Tim merupakan salah satu bentuk kelompok, dimana setiap anggota

menganut kepribadian kelompok yang ditandai dengan cohesiveness, beliefs, value and norm dan goal. Kerja tim dapat meningkatkan dan memaksimalkan kerjasama anggota tim dan meningkatkan pembelajaran karyawan untuk

mempelajari keahlian karyawan lain terutama cara efisien dalam meningkatkan

produksi.

5. Dampak Kualitas Kehidupan Bekerja

Rhonen (1981) mengatakan bahwa pengukuran kualitas kehidupan bekerja

akan berdampak pada:

a. meningkatkan sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya dan terhadap

perusahaan,

b. meningkatkan produktivitas dan motivasi intrinsik karyawan,

c. meningkatkan efektifitas perusahaan dan kompetitif perusahaan dalam

menghadapi bisnis global.

C. Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Motivasi Berprestasi

Motivasi merupakan dorongan untuk memacu karyawan agar lebih aktif

dalam melaksanakan pekerjaan guna mencapai tujuan dan hasil yang lebih baik.

Salah satu jenis motivasi yang bertujuan untuk melakukan sesuatu dengan lebih

baik menurut McClelland adalah motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi

merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja yang mendorong

(45)

kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang

maksimal (Mc Clelland, 1987).

McClelland (1987) mengatakan bahwa individu yang memiliki motivasi

berprestasi yang tinggi berbeda dalam keinginan yang kuat dalam melakukan

hal-hal yang lebih baik. Karyawan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan

mempunyai semangat, keinginan dan energi yang besar dalam diri individu untuk

bekerja seoptimal mungkin. Mereka berorientasi pada pekerjaan, dan performa

mereka dapat dinilai melalui prestasi kerja dan tujuan yang ditetapkan merupakan

tujuan yang tidak terlalu sulit dicapai dan juga tujuan yang tidak terlalu mudah

dicapai. Tujuan yang harus dicapai merupakan tujuan dengan derajat kesulitan

menengah yang realistis untuk dicapai (Gardner & Shah, 2008).

McClelland (1987) menyebutkan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki

motivasi berprestasi tinggi meliputi ketertarikan terhadap tugas yang memiliki

taraf kesulitan sedang, bertanggung jawab secara personal atas performa kerja,

menyukai umpan balik, inovatif dan memiliki ketahanan kerja yang lebih tinggi

sehingga seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi pada

umumnya lebih berhasil dalam menjalankan tugas dibandingkan dengan mereka

yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah.

Motivasi berprestasi dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.

Motivasi intrinsik bersumber dari dalam diri individu seperti persepsi individu

tentang kemungkinan sukses yang akan dicapai, self-efficacy, nilai pentingnya suatu tujuan, ketakutan akan kegagalan, dan beberapa faktor lainnya seperti jenis

(46)

Motivasi berprestasi akan timbul karena ada dorongan eksternal, yaitu

sumber motivasi yang berasal dari luar individu yang dapat menggerakkan

perilaku berprestasi yang disebut dengan motivasi ekstrinsik. Penelitian

menemukan bahwa motivasi berprestasi tinggi memiliki performa yang kurang

baik ketika tidak adanya insentif dari pekerjaan. Jadi individu yang memiliki

motivasi berprestasi tinggi tidak selalu menunjukkan performa yang lebih baik

dari pada individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Motivasi ekstrinsik

merupakan sesuatu yang diberikan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan

karyawan sehingga mampu meningkatkan kontribusi karyawan. Oleh karena itu,

perusahaan penting untuk memahaminya dengan memberikan kualitas kehidupan

bekerja yang baik bagi setiap karyawan sehingga dapat mendorong karyawan

memaksimalkan kontribusinya pada pencapaian prestasi yang optimal

(McClelland, 1987).

Kualitas kehidupan bekerja pada dasarnya merupakan praktik manajemen

yang bertujuan menciptakan budaya kerja yang mampu memotivasi setiap

karyawan untuk dapat mengembangkan diri dan memberikan kontribusi optimal

bagi pencapaian sasaran organisasi. Karyawan akan memberikan kontribusi yang

lebih besar apabila mereka merasa memiliki kebebasan dalam menyampaikan ide

dan merasa mampu menjalin hubungan timbal balik dengan perusahaan. Hal ini

sesuai dengan yang dikemukakan Robbins (dalam Lau & May, 1998) bahwa

kualitas kehidupan bekerja sebagai sebuah proses dimana organisasi merespon

(47)

mereka untuk berbagi dalam membuat keputusan dalam mendesain kehidupan

kerja mereka.

Wentling & Thomas (2007) menemukan bahwa partisipan yang memiliki

tingkat motivasi tinggi akan berusaha untuk mencapai sukses dan cenderung

membuat perusahaan tempat mereka bekerja mencapai kesuksesan juga. Mereka

merasa bahwa energi dan antusiasme yang mereka miliki berhubungan dengan

tingkat motivasi tinggi, dimana akan mengarahkan kepada kerja keras. Individu

dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih bersemangat dalam memperbaiki

performanya ketika ada kesempatan dan lebih terpacu untuk mendapatkan posisi

yang menuntut power dan tanggung jawab yang lebih besar (Iyer &

Kamalanabhan, 2006).

Kualitas kehidupan bekerja merupakan suatu cara untuk mempertahankan

karyawan yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya serta mampu memberikan

kontribusi yang optimal yang merupakan sumber penting dalam organisasi dengan

meningkatkan martabat dan menghargai karyawan. Menurut Cuningham (dalam

Rose, et. al 2006) hal-hal yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja individu adalah tugas, lingkungan fisik kerja, lingkungan sosial dalam organisasi,

sistem administrasi dan hubungan antara kehidupan di dalam dan di luar

pekerjaan.

Walton mengemukakan delapan kategori utama kualitas kehidupan bekerja

yang meliputi kompensasi yang memadai dan adil, kondisi kerja yang aman dan

sehat, kesempatan menggunakan dan mengembangkan kapasitas manusia,

(48)

sosial dalam organisasi, hak-hak karyawan, pekerjaan dan ruang kerja

keseluruhan dan tanggung jawab sosial organisasi (Kossen, 1986).

Kompensasi merupakan sistem imbalan yang diberikan organisasi yang

dapat mempengaruhi berbagai tingkah laku karyawan seperti dapat meningkatkan

prestasi kerja, mengurangi absensi dan mempertahankan karyawan yang ahli

bahkan mampu menarik sejumlah tenaga kerja yang ahli dari luar. Sistem

kompensasi ini harus mencerminkan keadilan dan memadai untuk memenuhi

kebutuhan pekerja sesuai standar pekerja yang bersangkutan. Kompensasi yang

adil adalah gaji yang diterima oleh individu dari kerjanya dapat memenuhi standar

gaji yang diterima umum, mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang

diterima orang-orang lain dalam posisi yang sama. Sedangkan kompensasi yang

layak adalah besarnya upah lebih banyak dikaitkan dengan standar hidup dan

peraturan-peraturan ketenagakerjaan, seperti kebutuhan fisik minimum dan upah

minimum regional.

Penelitian Hermawan terhadap pegawai Dinas Pendapatan Daerah tentang

kompensasi menemukan bahwa kompensasi berhubungan positif dengan motivasi.

Pemberian kompensasi seperti upah, benefit dan insentif memberikan beberapa

pengaruh terhadap semangat kerja, produktivitas kerja (Hermawan, 2008),

memperbaiki kualitas kehidupan bekerja, memperbaiki performa bisnis (Lau &

May, 1998) dan meningkatkan motivasi karyawan (Noe, 2000).

Kondisi lingkungan fisik pekerjaan dan tata ruang tempat kerja juga

mempengaruhi motivasi berprestasi pada karyawan. Kondisi lingkungan fisik

(49)

karyawan meskipun ketika melakukan suatu pergerakan fisik apapun. Peralatan

kerja dan literatur harus tersedia dan mestinya tidak harus sama pada setiap

karyawan.

Toynbee (dalam McClelland, 1987) mengatakan bahwa faktor-faktor

lingkungan mempengaruhi kesuksesan. Wentling dan Thomas (2007) dalam

penelitiannya menemukan bahwa partisipan yang menganggap perusahaan

mereka memberikan lingkungan kerja yang suportif dan kolaboratif, yaitu suasana

lingkungan kerja yang terbuka, komunikasi yang jujur, dan berbagi pengetahuan

dan informasi di semua direksi akan meningkatkan motivasi berprestasi pada

karyawan.

Organisasi adalah sebuah sistem sosial yang kompleks. Karyawan

menginginkan sebuah kebebasan untuk bertindak dan mengerjakan pekerjaannya

tanpa adanya tekanan psikologis. Komunikasi interpersonal harus dijaga dengan

baik untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan kualitas hubungan dengan

teman sejawat, dengan atasan dan dengan bawahan sehingga dapat tercipta suatu

integrasi sosial yang baik dalam organisasi (Kondalkar, 2009).

Wentling dan Thomas (2007) dalam penelitiannya menemukan bahwa

interaksi antar karyawan, yang didasarkan pada kejujuran, saling menghormati

dan integritas akan meningkatkan kualitas hubungan dan integritas sosial

organisasi. Salah satu faktor dalam mencapai organisasi yang efektif adalah

proses komunikasi sehingga terjadi pertukaran informasi, gagasan, dan

pengalaman. Komunikasi dapat memelihara motivasi dengan memberikan

(50)

mereka mengerjakannya dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

kinerja jika sedang berada di bawah standar sehingga dapat menjadi umpan balik

bagi karyawan (Kondalkar, 2009).

Beberapa penelitian juga menemukan bahwa struktur sosial merupakan

sumber motivasi berprestasi, paling tidak sebagai pelengkap yang mempengaruhi

perilaku usahawan individu. Struktur sosial yang kompetitif diasosiasikan dengan

tingkat motivasi berprestasi yang tinggi. Levine (dalam McClelland, 1987)

menemukan bahwa peningkatan motivasi berprestasi ini disebabkan oleh sistem

status mereka sebagai sebuah kelompok. Struktur sosial yang kompetitif dimana

didalamnya dapat meningkatkan kepercayaan diri dan melibatkan aturan-aturan

yang demokratis, akan meningkatkan dan mengarahkan kepada motivasi

berprestasi yang tinggi.

Indvidu dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan mengerahkan

kemampuan dan keahlian yang dimiliki dan mengembangkan inovasi dan

kreatifitas dalam bekerja (McClelland,1987). Kecakapan dan keahlian ini dapat

dikembangkan oleh perusahaan dengan memberikan program pengembangan

karyawan. Mathis (2001) mengatakan bahwa pengembangan karyawan adalah

kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan kecakapan guna pertumbuhan

berkesinambungan di dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang efektif.

Program pengembangan karyawan dapat dilakukan melalui pendidikan dan

latihan, promosi, dan mutasi atau transfer. Pendidikan dan latihan, mutasi, dan

promosi jabatan dapat menimbulkan kepuasan dan kebanggaan pribadi, status

(51)

memotivasi karyawan untuk bekerja dan berprestasi, berdisiplin tinggi dan

meningkatkan produktivitas kerjanya; memberikan kesempatan kepada karyawan

untuk mengembangkan kreativitas dan inovasinya yang lebih baik sehingga dapat

berpengaruh positif terhadap organisasi dan terhadap karyawan. Dengan semakin

tinggi pendidikan karyawan akan semakin meningkat ketrampilan dan

kecerdasaannya sehingga mereka lebih percaya diri dan semakin dapat

mengendalikan diri, yang pada akhirnya akan dapat menyadarkan karyawan arti

pentingnya melakukan suatu pekerjaan (Kondalkar, 2009).

Adanya kesempatan pertumbuhan dan pengembangan yang diberikan

perusahaan akan memotivasi karyawan untuk mengembangkan diri dan karir

mereka. Penelitian Unierzyski (2003) menemukan bahwa individu dengan tingkat

motivasi berprestasi yang tinggi akan mendorong dirinya untuk mengembangkan

olahraganya secara terus menerus. Pengembangan karir dan kemajuan karir

diyakini dipengaruhi oleh karakteristik personal, namun bukti menemukan bahwa

faktor lingkungan dan organisasi juga berperan penting terhadap proses

pengembangan karir (Fowler, 1982). Adanya kesempatan yang lebih banyak

untuk mengembangkan dan menggunakan pikiran dan keahlian-keahlian mereka

akan lebih dapat membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi mereka demi

meningkatkan harga diri dan martabat.

Kualitas kehidupan kerja memfokuskan pada dimensi manusiawi dalam

dunia kerja. Alasan pentingnya kualitas kehidupan kerja pada karyawan adalah

karena organisasi dapat memberikan sesuatu yang benar dengan menghargai

(52)

memberikan kenyamanan baik secara fisik maupun psikologis dan seharusnya

memberikan sebuah penghargaan dari sisi ekonomi dan emosional (Lehrer, 1982).

Organisasi seharusnya memastikan bahwa permintaan pekerjaan sesuai dengan

kehidupan personal karyawan dan tanggung jawab pekerjaan. Pekerjaaan

seharusnya tidak berbenturan dengan kehidupan pribadi karyawan. Transfer yang

terlalu sering, keterlambatan jam kerja, dan perjalanan yang terlalu sering tidak

direkomendasikan karena dapat melemahkan energi karyawan. Hal ini dapat

mengganggu pola hidup dan produktivitas organisasi sehingga dapat

menyebabkan stres kerja pada karyawan dan terjadi ketidakseimbangan

lingkungan kerja (Kondalkar, 2009).

Kualitas kehidupan kerja seharusnya memberikan suatu ingatan yang

menyenangkan tentang tempat kerjanya ketika karyawan pulang ke rumah

(Kondalkar, 2009). Setiap pekerjaan harusnya menarik, menantang dan membuat

perasaan bahagia pada karyawan. Pekerjaan mempengaruhi motivasi karyawan.

Pekerjaan harus memberikan nilai intrinsik pada karyawan dimana karyawan

harus bangga dengan komponen tertentu dari pekerjaannya yang dapat

mengarahkan pada kepuasan kerja. Kualitas kehidupan kerja fokus terhadap

derajat dimana karyawan mampu memuaskan kebutuhan personal yang penting

yang dapat dipenuhi oleh organisasi. Pemenuhan kebutuhan ini tergantung pada

tingkat kepuasan karyawan dan aspek kebutuhan yang berhubungan dengan

domain kerja dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja (Ronen, 1981).

Berbagai faktor kualitas kehidupan bekerja mempengaruhi semangat kerja

(53)

kesempatan pekerja mengembangkan keahliannya, sistem imbalan yang adil dan

mencukupi kebutuhan dan lingkungan yang aman dan nyaman bagi karyawan

mempengaruhi semangat kerja karyawan.

Havlovic, Straw & Heckscher, Scobel (dalam Lau & May, 1998)

mengatakan bahwa beberapa karakteristik seperti variasi daripada tugas-tugas

kerja, umpan balik daripada pekerjaan, adanya kesempatan untuk menggunakan

kemampuan dan keterampilan individu juga mepengaruhi kualitas kehidupan

bekerja. Penelitian tentang kualitas kehidupan bekerja sebelumnya menyatakan

bahwa bila managemen ingin mengembangkan kekohesifan dan loyalitas maka

organisasi harus mengembangkan kebijakan yang mendukung dan jelas.

Penelitian Delaney dan Huselid juga menemukan hubungan positif antara praktek

managemen sumber daya manusia yang progresif, seperti pelatihan dan

penyeleksian staf dengan performa organisasi dengan peningkatan kualitas

kehidupan kerja.

Peningkatan kualitas kehidupan bekerja berdampak positif terhadap

organisasi seperti pencapaian sasaran organisasi, memperbaiki kondisi kerja,

meningkatkan efektivitas organisasi, berkontribusi dalam mencari karyawan yang

berkualitas, menciptakan lingkungan kerja yang mampu memotivasi karyawannya

dalam bekerja, dan mempertahankan kompetitif perusahaan (Lau & May, 1998).

Selain itu juga berdampak positif terhadap karyawan dapat menimbulkan perasaan

lebih positif terhadap diri sendiri, terhadap pekerjaan yang dilaksanakan (Winardi,

2001) meningkatkan komitmen, efisiensi produktivitas pekerja, dan keterlibatan

(54)

rendahnya turnover dan meningkatnya tingkat kepuasan kerja dan menurunkan

tingkat perilaku negatif pekerja, dan meningkatkan prestasi karyawan (Havlovic,

Cohen, Chang & Ledford, King & Ehrhard, dalam Lau & May, 1998).

Kualitas kehidupan kerja dan proses pemberdayaan karyawan dalam

perusahaan sangat menentukan kesadaran dari individu karyawan untuk

mengubah cara berfikir yang destruktif terhadap perannya dalam perusahaan.

Sikap positif yang ditunjukkan karyawan terhadap perusahaan, merupakan

cerminan motivasi berprestasi pada diri karyawan tinggi. Karyawan berharap

bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu

keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya. Karena harapan

akan keadaan yang lebih memuaskan, maka pekerja akan melakukan usaha-usaha

untuk mencapai tujuannya tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa individu yang

memiliki motivasi berprestasi memiliki kebutuhan untuk melakukan pekerjaan

yang lebih baik dari sebelumnya, selalu berkeinginan mencapai prestasi yang

lebih tinggi. Motivasi berprestasi menjadi komponen yang sangat berperan dalam

mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas (McClelland, 1987).

Beberapa penelitian tentang kualitas kehidupan bekerja dan aspek-aspek

kualitas kehidupan bekerja menunjukkan hubungan yang positif terhadap

motivasi. Penelitian Usman (2009) di Pertamina menemukan bahwa adanya

kesempatan pekerja mengembangkan keahliannya, sistem imbalan yang adil dan

mencukupi kebutuhan dan lingkungan yang aman dan nyaman bagi karyawan

mempengaruhi semangat kerja karyawan. Havlovic, Straw & Heckscher, Scobel

(55)

variasi daripada tugas-tugas kerja, umpan balik daripada pekerjaan, adanya

kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilan individu juga

mepengaruhi kualitas keh

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

penelitian berada di atas rata-rata kualitas kehidupan bekerja pada umumnya. Berdasarkan kategorisasi, menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian termasuk kategori

Sementara itu persepsi PNS terhadap kualitas kehidupan bekerjanya diukur dengan menggunakan skala kualitas kehidupan bekerja yang dikonstrak dengan menggunakan teori Walton (dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) hubungan antara motivasi berprestasi dengan self regulated learning , 2) peran motivasi berprestasi pada self

Motivasi berprestasi karyawan tidak akan sama antara karyawan yang satu dengan. karyawan yang yang lain hal ini dikarenakan karyawan sebagai

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah: (1) Ada hubungan positif yang signifikan antara kepuasan kerja dengan motivasi berprestasi pada pegawai Balai PSDA (Pengelolaan Sumber

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Modul Achievement Motivation Training (AMT) dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi berprestasi dalam bekerja pada karyawan produksi

Hipotesis yang diajukan adalah: Ada hubungan positif antara persepsi terhadap dukungan sosial dengan motivasi berprestasi pada karyawan. Subjek dalam penelitian ini adalah

Penelitian ini memiliki hasil dimana kualitas kehidupan kerja dapat meningkatkan keterikatan kerja dalam diri karyawan dengan memanfaatkan beberapa strategi