• Tidak ada hasil yang ditemukan

Organ dalam ayam kampung umur 10 minggu yang diberi ransum mengandung bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) terfermentasi Rhizopus oligosporus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Organ dalam ayam kampung umur 10 minggu yang diberi ransum mengandung bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) terfermentasi Rhizopus oligosporus"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ORGAN DALAM AYAM KAMPUNG UMUR 10 MINGGU YANG

DIBERI RANSUM MENGANDUNG BUNGKIL BIJI JARAK

PAGAR (

Jatropha curcas L

) TERFERMENTASI

Rhizopus oligosporus

SKRIPSI

YASIR GUNAWAN

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Yasir Gunawan. D24070038. 2011. Organ Dalam Ayam Kampung Umur 10 Minggu yang Diberi Ransum Mengandung Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terfermentasi Rhizopus oligosporus. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc.

Bungkil biji jarak pagar (BBJP) merupakan produk samping dari ekstraksi minyak jarak yang digunakan sebagai bahan bakar biofuel. BBJP mengandung protein yang tinggi (56-68%), sehingga sangat potensial digunakan sebagai bahan pakan. BBJP mengandung antinutrisi dan racun seperti phorbolester, curcin, tanin, saponin dan asam fitat, sehingga diperlukan teknologi pengolahan untuk mendetoksifikasinya. Detoksifikasi BBJP dapat dilakukan dengan pemanasan suhu tinggi (autoclave), kimia (contohnya penambahan alkali) dan biologi (contohnya fermentasi). Teknologi pengolahan yang dilakukan pada penelitian ini adalah kombinasi pemanasan (dikukus) dan fermentasi dengan Rhizopus oligosporus. Pemberian pakan mengandung BBJP pada ternak dapat mempengaruhi kerja organ dalam dan saluran pencernaan. Suplementasi selulase untuk memecah serat kasar dan fitase untuk menghidrolisis asam fitat pada pakan diperlukan, terutama pada hewan monogastrik yang tidak dapat memproduksinya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian BBJP terfermentasi Rhizopus oligosporus dalam ransum terhadap persentase bobot dan panjang saluran pencernaan serta persentase bobot organ dalam ayam Kampung.

Penelitian ini menggunakan 270 Day Old Chicks (DOC) ayam Kampung. Ransum perlakuan yang diberikan adalah P0 = kontrol / ransum tanpa BBJP + selulase 400 ppm + fitase 200 ppm, P1 = ransum mengandung 7,5% BBJP tanpa diolah, P2 = ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi + selulase 400 ppm + fitase 200 ppm, P3 = ransum mengandung 10% BBJP fermentasi + selulase 400 ppm + fitase 200 ppm dan P4 = ransum mengandung 12,5% BBJP fermentasi + selulase 400 ppm + fitase 200 ppm. Peubah yang diamati adalah persentase bobot organ dalam (jantung, hati, limpa, kelenjar timus, bursa fabrisius, ginjal, rempela dan pankreas), persentase bobot dan panjang relatif saluran pencernaan (duodenum, jejenum, ileum, sekum dan kolon). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 6 ulangan. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan jika berbeda nyata diuji lanjut dengan uji jarak Duncan.

(3)

terfermentasi sampai taraf 12,5% tidak mempengaruhi persentase bobot hati, bursa fabrisius, ginjal, rempela, pankreas, sekum dan kolon. Pemberian selulase efektif membantu ayam dalam memecah serat kasar menjadi glukosa. Kesimpulan penelitian ini adalah penggunaan BBJP terfermentasi dengan Rhizopus oligosporus sampai taraf 12,5% aman terhadap organ dalam dan saluran pencernaan ayam Kampung.

(4)

ABSTRACT

The Effect of Feeding Jatropha curcas Meal Fermented with Rhizopus oligosporus on Giblets of Kampong Chicken

Gunawan, Y., Sumiati and Nahrowi

Jatropha curcas seed meal (JCSM) is by product of oil seed extraction. It contains high protein (56-68%), so it is potential as poultry feed if the revised toxins contained in the JCSM such as phorbolester could be detoxified. This toxic could be reduced through fermentation technology using Rhizopus oligosporus. The objective of this experiment was to evaluate the effects of feeding fermented JCSM using Rhizopus oligosporus on giblets and intestine of kampong chicken. This experiment used 270 day old chicken (DOC) of kampong chicken and distributed in 5 treatments and 6 replications. The treatments were : P0 = control diet / without JCSM + cellulase 400 ppm + phytase 200 ppm, P1 = diet contained 7.5% untreated JCSM, P2 = diet contained 7.5% fermented JCSM + cellulase 400 ppm + phytase 200 ppm, P3 = diet contained 10% fermented JCSM + cellulase 400 ppm + phytase 200 ppm and P4 = diet contained 12.5% fermented JCSM + cellulase 400 ppm + phytase 200 ppm. The data were analyzed using ANOVA (Analysis of Variance) and significant differences were further tested using Duncan multiple range test. The results showed that feeding 10% fermented JCSM highly increased (P<0.01) the weight percentage of heart and spleen compared to these of the control diet. Feeding 7.5% unfermented JCSM highly increased (P<0.01) the weight of duodenum and ileum, length percentage of duodenum, ileum and ceca, and increased (P<0.05) the length percentage of jejunum, ileum and colon of kampong chickens compared to those of control diet. The conclusion of this experiment was fermented JCSM could be used up to 12.5% in the diet without negative effect on giblets.

(5)

ORGAN DALAM AYAM KAMPUNG UMUR 10 MINGGU YANG

DIBERI RANSUM MENGANDUNG BUNGKIL BIJI JARAK

PAGAR (

Jatropha curcas L

) TERFERMENTASI

Rhizopus oligosporus

YASIR GUNAWAN

D24070038

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

Judul : Organ Dalam Ayam Kampung Umur 10 Minggu yang Diberi Ransum Mengandung Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terfermentasi Rhizopus oligosporus

Nama : Yasir Gunawan NIM : D24070038

Menyetujui, Pembimbing Utama,

( Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. ) NIP. 19611017 198603 2 001

Pembimbing Anggota,

( Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. ) NIP. 19620425 198603 1 002

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

( Dr.Ir.Idat Galih Permana, M.Sc.Agr. ) NIP. 19670506 199103 1 001

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Mei 1989 di Maja, Majalengka, Jawa

Barat. Penulis adalah anak kelima dari pasangan Bapak Aban Sya’ban dan Ibu Siti

Aisyah.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar Negeri 2 Maja Selatan dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan menengah pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Maja. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Maja pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan.

Skripsi ini berjudul “Organ Dalam Ayam Kampung Umur 10 Minggu yang Diberi Ransum Mengandung Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terfermentasi Rhizopus oligosporus”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2010 di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Ketahanan pakan dapat dicapai dengan adanya ketersediaan pakan sepanjang tahun. Kebijakan dalam menjaga ketersediaan pakan diantaranya dengan memanfaatkan limbah pertanian, perkebunan dan industri. Salah satu limbah potensial yang dapat digunakan sebagai bahan pakan adalah Bungkil Biji Jarak Pagar (BBJP).

BBJP mengandung protein kasar yang tinggi (56-68%). Dalam penggunaannya BBJP mempunyai kelemahan, yaitu mengandung antinutrisi dan racun yang berbahaya bagi ternak. Oleh karenanya dilakukan teknologi pengolahan dalam upaya menurunkan kadar antinutrisi dan racun BBJP, salah satunya dengan fermentasi. Pada penelitian ini BBJP diolah dengan fermentasi oleh jamur tempe (Rhizopus oligosporus). Ternak yang menjadi objek penelitian ini adalah ayam kampung.

Sumbangan pemikiran terhadap penulisan skripsi ini diharapkan dapat menyempurnakannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sumber informasi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan dalam penelitian sampai penyelesaian penulisan skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

(9)

DAFTAR ISI

Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L)……….. 3

Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas meal)………...………… 4

Cursin Jarak Pagar (Jatopha curcas L)………... 5

Phorbolester Jarak Pagar (Jatropha curcas L)………..….. 6

(10)

Ternak……….. 14

Kandang dan Peralatan……… 14

Ransum……… 14

Perlakuan……….... 15

Metode………. 17

Rancangan Percobaan dan Analisis Data………...…… 17

Peubah yang Diamati………... 17

Pengaruh Fermentasi BBJP terhadap Kandungan Phorbolester dan Antinutrisi ………...……… 19

Konsumsi Antinutrisi Ayam Kampung selama 7 Minggu Penelitian. 20 Persentase Bobot Organ Dalam Ayam Kampung……… 21

Persentase Bobot Jantung……… 21

Persentase Bobot dan Panjang Saluran Pencernaan……… 25

Persentase Bobot dan Panjang Duodenum……….. 25

Persentase Bobot dan Panjang Jejenum………... 27

Persentase Bobot dan Panjang Ileum………... 27

Persentase Bobot dan Panjang Sekum………. 28

Persentase Bobot dan Panjang Kolon……….. 28

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Nutrien dan Fraksi Serat BBJP tanpa Cangkang, BBJP

dengan Cangkang dan Cangkang BBJP …………..….…………... 4 2. Komposisi Asam Amino Esensial Bungkil Biji Jarak Varietas

Toksik, Non-Toksik dan Referensi Asam Amino FAO untuk

Anak Umur 3-5 Tahun... 5 3. Kandungan Antinutrisi BBJP yang tidak Diolah dan Difermentasi

Menggunakan Rhizopus oligosporus... 8 4. Kandungan Zat Makanan Ransum Komersial (Umur 0-3

Minggu)……….... 15

5. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ransum Perlakuan

(umur 3 –10 minggu)………... 16 6. Kadar Aninutrisi BBJP Tanpa Diolah dan BBJP Fermentasi yang

Sebelumnya Dikukus selama 60 Menit….………... 19 7. Asupan Antinutrisi Ayam Kampung selama 7 Minggu Penelitian.. 20 8. Rataan Persentase Bobot Organ Dalam Ayam Kampung Umur 10

Minggu………. 21

9. Rataan Persentase Bobot dan Panjang Saluran Pencernaan Ayam

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam Persentase Bobot Jantung Ayam Kampung……... 39 2. Analisis Ragam Persentase Bobot Hati Ayam Kampung………… 39 3. Analisis Ragam Persentase Bobot Limpa Ayam Kampung………. 39 4. Analisis Ragam Persentase Bobot Kelenjar Timus Ayam

Kampung………... 40

5. Analisis Ragam Persentase Bobot Bursa Fabrisius Ayam

Kampung……….. 40

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketahanan pakan merupakan ketersediaan pakan yang cukup sepanjang tahun dan peternak mampu untuk mengaksesnya (membelinya) serta terbebas dari ketergantungan pakan dari pihak manapun. Hal ini berarti pakan yang tersedia merupakan pakan berkualitas, aman bagi ternak dan manusia yang mengkonsumsinya secara berkelanjutan dan berbasis pakan lokal.

Salah satu kebijakan untuk mencapai ketahanan pakan adalah pemanfaatan bahan baku lokal dengan memperluas penggunaan sumber pakan. Salah satunya adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan serta bahan pakan non konvensional sebagai sumber bahan pakan alternatif.

Bungkil biji jarak merupakan salah satu sumber pakan alternatif yang dapat digunakan. Bungkil biji jarak dihasilkan dari buah jarak yang telah diambil minyaknya sebagai sumber energi. Buah biji yang dipres untuk mengeluarkan minyaknya akan menyisakan 16% minyak dalam bungkil dan kadar protein yang terkandung mencapai 56-68%. Hal ini berarti bungkil biji jarak berpotensi dijadikan sebagai sumber protein, tetapi penggunaan bungkil biji jarak masih sangat terbatas dikarenakan kandungan racun dan antunutrisinya. Racun dalam pakan dapat mematikan ternak dan zat anti nutrisi dapat menghambat pertumbuhan ternak. Racun yang terkandung dalam bungkil biji jarak pagar adalah curcin dan phorbolester dan anti nutrisinya diantaranya adalah tanin, saponin, asam fitat dan anti tripsin. Oleh karena itu diperlukan teknologi pengolahan pakan yang dapat menghilangkan racun dan zat anti nutrisi tersebut.

(15)

Pakan mengandung bungkil biji jarak pagar disuplementasi dengan selulase dan fitase, terutama pada hewan monogastrik (ayam) yang tidak dapat mengasilkan enzim tersebut. Selulase ditambahkan untuk menghidrolisis serat kasar dan fitase ditambahkan untuk menghidrolisis asam fitat yang terkandung dalam bungkil biji jarak pagar.

Evaluasi penggunaan bungkil biji jarak pagar sebagai sumber bahan pakan dapat dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan organ dalam dan saluran pencernaan. Adanya antinutrisi dan racun yang terkandung dalam pakan dapat berpengruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan organ dalam dan saluran pencernaan.

Tujuan

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L)

Jarak pagar (Jatropha curcas L) merupakan tanaman yang berasal dari Mexico dan Amerika Tengah. Menurut Biotechcitylucknow (2007), tanaman ini diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha curcas L

Tanaman jarak pagar banyak dikembangkan sebagai sumber bahan bakar biodiesel. Minyak biodiesel ini diperoleh dari ekstraksi minyak dari biji jarak. Pengolahan ekstraksi biji jarak ini menghasilkan limbah berupa bungkil biji jarak. Menurut Brodjonegoro et al. (2005), satu ton biji kering menghasilkan 200-300 liter minyak jarak dengan limbah bungkil biji jarak 700-800 kg. Tanaman jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman Jarak Pagar dan Bijinya (Jatropha curcas L)

Sumber : www.malem-auder.orgspip.phparticle204

(17)

kasar (22-28%) dan minyak (54-58%) dibandingkan dengan kulit (4-6% protein kasar dan 0,8-1,4 % minyak) (Makkar et al., 1998)

Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas meal)

Bungkil biji jarak pagar (BBJP) merupakan hasil ikutan dari pembuatan minyak jarak. Menurut Francis et al. (2006), kandungan protein kasar bungkil biji jarak tanpa kulit varietas beracun (Cape Verde) adalah 56,4%, sedangkan pada varietas tidak beracun (Mexico) sebanyak 63,8%. Komposisi nutrien dan fraksi serat BBJP tanpa cangkang, BBJP dengan cangkang dan cangkang BBJP disajikan pada

Sumber : Tjakradidjaja et al. (2007)

Keterangan : BBJP = bungkil biji jarak pagar

(18)

komponen racun dan anti nutrisi seperti phorbolester, asam fitat, tripsin inhibitor, komponen phenolic, dan saponin dengan jumlah yang tinggi (Makkar et al., 2008). Konsentrasi phorbolester berkisar antara 2-3 mg/g dalam biji jarak dan 2-4 mg/g dalam minyak jarak tergantung varietas tanaman jarak pagarnya (Makkar et al., 1997a). BBJP mengandung phenols total 0,2-0,4% dan tannin 0,02-0,04%. BBJP dapat digunakan sebagai bahan pakan monogastrik dengan diolah terlebih dahulu dengan cara kombinasi perlakuan fisik dan biokimia untuk mengurangi racun tersebut diatas (Annongu et al., 2010). Kandungan asam amino esensial dalam bungkil biji jarak disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Asam Amino Esensial Bungkil Biji Jarak Varietas Toksik, Non-Toksik dan Referensi Asam Amino FAO untuk Anak Umur 3-5 Tahun

Asam Amino Varietas Toksik Varietas Non-toksik FAO ---(g / 16 g N)---

Metionin 1,91 1,76 -

Sistin 2,24 1,56 2,50

Valin 5,19 5,30 3,50

Isoleusin 4,53 4,85 2,80

Leusin 6,94 7,50 6,60

Fenilalanin 4,34 4,89 -

Tirosin 2,99 3,78 6,30

Histidin 3,30 3,08 1,90

Lisin 4,28 3,40 5,80

Arginin 11,80 12,90 -

Threonin 3,96 3,59 3,40

Triptopan 1,31 - 1,10

Sumber : Makkar et al., 1998

Curcin Jarak Pagar (Jatopha curcas L)

(19)

minyak (Heller, 1996). Curcin dapat mengikat glycoprotein (biomolekul gabungan karbohidrat dengan protein) pada permukaan sel (Lin et al., 2003).

Curcin (lektin) menyebabkan reaksi lokal pada saluran pencernaan yaitu 1) mempengaruhi pergantian dan kehilangan sel epithel usus. 2) menghambat pencernaan dan penyerapan 3) kerusakan pada epitel membran lumen dan 4) merubah status imunologi pada saluran pencernaan. Secara sistematis lektin mengganggu metabolisme lemak, karbohidrat, protein, dan meningkatkan atau mengecilkan ukuran dari saluran pencernaan serta merubah status hormonal dan imunologi (Vasconcelos dan Oliveira, 2004). Struktur kimia curcin disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Kimia Curcin

Sumber : www. Giftpflanzen.com/Jatropha curcas/html

Phorbolester Jarak Pagar (Jatropha Curcas L)

Menurut Aregheore et al. (1998), senyawa toksik lainnya yang terdapat pada bungkil biji jarak pagar adalah phorbolester sebagai racun utama yang tidak mudah rusak oleh pemanasan, sehingga diduga penggunaannya dalam pakan ternak dapat menyebabkan kematian. Pemanasan sampai 160˚C selama 30 menit tidak dapat merusak phorbolester karena phorbolester merupakan racun yang stabil, akan tetapi phorbolester dapat dihilangkan dengan pengolahan secara kimiawi (Makkar dan Becker, 1997 b). Phorbolester jarak pagar yang terdapat dalam biji (2-6 mg/g BK), daun (1,83-2,75 mg/g BK), tangkai (0,78-0,99 mg/g BK), bunga (1,39-1,83 mg/g BK), pucuk (1,18-2,10 mg/g BK), akar (0,55 mg/g BK), kulit kayu yang berwarna cokelat (0,39 mg/g BK), kulit kayu yang berwarna hijau (3,08 mg/g BK) dan kayu (0,09 mg/g BK), tetapi tidak terdapat dalam lateks (Makkar dan Becker, 2009).

(20)

perubahan aktivitas PKC pada proses-proses seperti fosfolipid, sintesis protein, aktivitas enzim, sintetis DNA, posporilasi protein, diferensiasi sel, dan ekspresi gen. Phorbolester juga mempunyai sifat karsinogen, pencahar, dan mengakibatkan iritasi kulit, mabuk, muntah serta diare yang dapat menyebabkan kematian pada tikus, ayam dan domba (Goel et al., 2007). Struktur kimia phorbolester dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Kimia Phorbolester

Keterangan : (A) 5-7-6-3 struktur umum phorbols. (B) 12-hydroxy-16-deoxylphorbol, struktur umum

phorbolesters dari J. curcas dan(C)Faktor C1 J.curcas, satu dari enam phorbolesters

teridentifikasi dalam biji J. curcas (Haas et al., 2002).

Detoksifikasi Bungkil Biji Jarak Pagar dengan Rhizopus oligosporus

Pengolahan bungkil biji jarak harus dilakukan sebelum diberikan pada ternak. Hal ini dikarenakan kandungan racun dan anti nutrisinya yang tinggi. Pemanasan dengan autoclave (suhu 121ºC) selama 30 menit dapat menghambat aktivitas antitripsin dan lectin sehingga meningkatkan kecernaan protein. Pengolahan secara fisik dengan pemanasan (121ºC, 30 menit) dan diikuti pencucian dengan metanol 92% sebanyak 4 kali dapat menurunkan kadar phorbolester bungkil biji jarak pagar sebesar 94,94% (Aregheore et al., 2003).

(21)

Tabel 3.

Table 3. Kandungan Antinutrisi BBJP yang Tidak Diolah dan Difermentasi Menggunakan Rhizopus oligosporus

Anti-nutrisi Kontrol R.Oligosporus Penurunan (%)

Anti Tripsin (%) 20,51 8,15 60,26

Lektin (%) 34,36 14,75 57,07

Saponin (%) 2,47 0,33 86,64

Fitat (%) 9,10 4,18 54,07

Phorbolester (%) 0,013 0,012 7,69

Sumber : Belewu dan Sam (2010)

Fermentasi merupakan proses perombakan makromolekul (karbohidrat dan protein) tanpa memerlukan oksigen, atau dapat pula disebut respirasi anaerob. Pengolahan biologis (fermentasi) dengan Rhizopus oligosporus terhadap bungkil biji jarak pohon (Ricinus communis L) menghasilkan bungkil biji jarak yang dapat dijadikan bahan baku pakan alternatif. Penggunaan bungkil biji jarak pohon sampai 12% dalam ransum ayam broiler tidak berpengaruh terhadap kecernaan protein ransum dan dapat mensubtitusi bungkil kedelai (Aisjah, 1998).

Rhizopus oligosporus merupakan kapang yang memegang peranan terbesar pada peningkatan nilai gizi protein kedelai pada pembuatan tempe. Hal ini karena selama proses fementasi, Rhizopus oligosporus mensintesa enzim protease lebih banyak (Anshori, 1989). Selain itu Rhizopus oligosporus juga mensintesa enzim lipase, poligalakturonase, endoselulase, xilanase, arabinase, fitase, dan rhizopus carboksil proteinase (Nout dan Rombouts, 1990)

Selulase

(22)

1. Enzim endo-ß-1,4 glukanase yang menghidrolisis ikatan glikosidik ß-1,4 secara acak dan bekerja terutama pada daerah amorf dari serat selulosa, seperti pada Carboxy Methyl Cellulose (CMC).

2. Enzim ß-1,4-D-Glukan yang menghidrolisis ujung rantai selulosa non pereduksi dan menghasilkan selobiosa.

3. Enzim ß-1,4-D-Glukan Glukohidrolase yang menghidrolisis ujung rantai selulosa non pereduksi dan menghasilkan D-glukosa.

4. Enzim ß-1,4-Glukosidase yang menghidrolisis selobiosa dan rantai pendek selo-oligosakarida dan menghasilkan D-glukosa.

Gambar 4. Pemecahan Selulosa dengan Selulase Menjadi Glukosa

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/File:Types_of_Cellulase2.png

Fitase

(23)

Gambar 5. Pemecahan Asam Fitat oleh Fitase Menjadi Fospat

Sumber : http://aem.asm.org/cgi/content/full/70/5/3041

Ayam Kampung

Ayam Kampung berasal dari domestikasi ayam hutan yang telah mengalami perkembangan pada kondisi lingkungan yang berbeda, maka terbentuklah berbagai jenis ayam Kampung. Ayam Kampung memiliki berbagai keunggulan dibandingkan ayam ras. Keunggulan tersebut seperti harga jual daging dan telur yang lebih tinggi, kemampuan adaptasinya terhadap beberapa penyakit dan lebih toleran terhadap ransum berkualitas rendah (He et al., 1991).

Produktivitas ayam Kampung yang dipelihara secara tradisional masih rendah, antara lain karena tingkat mortalitas tinggi, pertumbuhan lambat, produksi telur rendah, dan biaya pakan tinggi (Gunawan, 2002). Produksi telur ayam Kampung yang dipelihara secara tradisional berkisar antara 40−45 butir/ekor/tahun, karena adanya aktivitas mengeram dan mengasuh anak yang lama, yakni 107 hari (Sulandari et al., 2007). Menurut Iskandar (2004), produksi telur ayam Kampung yang dipelihara secara intensif adalah 135 butir/ekor/tahun.

Organ Dalam Unggas

Hati

(24)

1,70%-2,80% dari bobot hidup. Spector (1993) menyatakan bahwa kelainan hati biasanya ditandai dengan pembengkakan dan penebalan salah satu lobi pada hati, dan hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan bobot hati.yang dihasilkan.

Gizzard

Gizzard terdiri atas serabut otot yang kuat. Bagian depan berhubungan dengan perut kelenjar dan bagian yang lain dengan usus halus. Gizzard terletak antara proventrikulus dengan batas atas usus halus. Gizzard mempunyai dua pasang otot yang kuat dan sebuah mukosa (North danBell, 1990). Kontraksi otot gizzard akan terjadi apabila makanan masuk kedalamnya. Persentase bobot gizzard terhadap berat hidup akan menurun dengan bertambahnya umur pemotongan (Putnam, 1991). Pond et al. (1995) menyatakan bahwa fungsi gizzard pada unggas sama dengan fungsi gigi pada species mamalia, bekerja untuk memperkecil ukuran partikel makanan secara fisik. Bobot persentase gizzard ayam adalah 1,6%-2,3% dari bobot hidup (Putnam, 1991).

Limpa

Menurut Nickel et al. (1977), limpa adalah organ kecil berwarna merah coklat berbentuk agak bundar. Fu ngsi limpa menurut Ressang (1986), selain untuk menyimpan darah, bersama hati dan sumsum tulang belakang berperan dalam p e m b i n a s a a n e r i t r o s i t - e r i t r o s i t t u a , b e r p e r a n d a l a m m e t a b o l i s m e n i t r o g e n t e r u t a m a dalam pembentukan asam urat serta membentuk limfosit. Pada unggas kecuali pada sumsum tulang, sebagian kecil eritrosit juga dapat dibuat di dalam limpa. Kelainan pada limpa dapat ditandai dengan pembengkakan yang disebabkan oleh adanya racun atau antinutrisi yang masuk kedalam tubuh (Ressang, 1986). Bobot persentase limpa ayam adalah 0,18%-0,23% dari bobot hidup (Putnam, 1991).

Bursa Fabrisius

(25)

kekebalan unggas dapat bertindak cepat (Cheville, 1999). Kelenjar Timus

Kelenjar timus bekerja untuk menghasilkan imunitas sel bagi ternak (Cooper et al., 1966). Kelenjar timus sebagian besar berisi sel T dengan fungsi mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi bakteri atau virus, mengaktifkan makrofag dalam fagositosis dan membantu sel B dalam memproduksi antibodi (Abbas et al., 2000). Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berperan dalam mengeluarkan sisa metabolisme dan mempertahankan material yang dibutuhkan tubuh, termasuk di dalamnya protein dengan berat jenis rendah, air dan beberapa jenis elektrolit (Cunningham, 1997). Ginjal berfungsi ginjal dalam filtrasi, metabolisme dan ekskresi racun dan merupakan organ yang bertanggung jawab dalam proses homeostatis tubuh. Ginjal mempunyai daya saring dan daya serap kembali. Apabila terdapat banyak zat toksik yang masuk ke dalam tubuh, maka ginjal akan bekerja semakin berat untuk menetralisir zat toksik tersebut (Ressang, 1986).

Pankreas

Organ ini adalah sebuah kelenjar yang mensekresikan cairan yang kemudian masuk ke duodenum melewati saluran pankreas dimana lima enzimnya yaitu lipase, amilase, tripsin, nuklease, dan pept idase membantu pencernaan pati, lemak, dan protein. Cairan ini menetralisir kondisi asam asal lambung kelenjar (Amrullah, 2004). Fungsi utama pankreas yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin dalam metabolisme gula. Berdasarkan hasil penelitian Merryana (2003), persentase bobot pankreas ayam broiler umur enam minggu 0,19-0,27 % bobot hidup. Bobot persentase pankreas ayam berkisar antara 0,22%-0,24% (Putnam, 1991).

Usus Halus

(26)

sari makanan (Akoso, 1993). Panjang usus bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh, tipe makanan dan faktor-faktor lainnya. Enzim amilase dan lipase dihasilkan oleh dinding usus halus yang membantu pencernaan karbohidrat dan lemak (North dan Bell, 1990).

Usus Besar

Usus besar yaitu lanjutan dari usus halus yang mempunyai ukuran yang lebih pendek, tidak berliku-liku dan dindingnya lebih tebal dibandingkan dinding usus halus. Fungsi dari usus besar adalah untuk menyalurkan sisa makanan dari usus halus ke kloaka. Air asal urin diserap kembali di usus besar untuk ikut mengatur kandungan air sel-sel tubuh dan keseimbangan air. Panjang usus besar yang dimiliki ayam dewasa berkisar dari 8-10 cm. Diameter usus besar dua kali usus halus (Amrullah, 2004).

Sekum

(27)

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Agustus 2010. Lokasi penelitian ini bertempat di Laboratorium Lapang Blok C dan Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680.

Materi

Ternak

Penelitian ini menggunakan 270 ekor Day Old Chicks (DOC) ayam kampung yang dibeli dari PT. TRIAS FARM Bogor. Ayam dipelihara dengan dua fase pemberian ransum yaitu ransum starter (pada umur 0-3 minggu) dan ransum finisher (pada umur 3-10 minggu). Ayam dibagi kedalam 5 perlakuan dan 6 ulangan. Setiap ulangan terdiri atas 9 ekor ayam. Untuk mengukur organ dalam, ayam umur 10 minggu diambil 1 ekor dari setiap ulangan.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang sistem litter beralaskan sekam padi. Kandang yang digunakan berukuran 1 m x 1 m sebanyak 30 petak. Pada masing-masing petak dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum. Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan, tirai, sapu, tambang untuk menggantung tempat air minum, termometer, alat tulis, gunting digunakan untuk pemotongan sampel organ dalam dan pita ukur. Sanitasi dilakukan terhadap kandang, peralatan makan dan air minum.

Ransum

(28)

Tabel 4. Kandungan Zat Makanan Ransum Komersial (Umur 0-3 Minggu)

Zat makanan Kadar (%)

Kadar Air Max 12

Abu Max 8

Protein Kasar 20-22

Serat Kasar Max 4

Lemak Kasar 4-8

Kalsium 0,9-1,2

Posfor 0,7-1

Sumber : P.T Sinta Prima Feedmill (2010)

Ransum perlakuan (3-10 minggu) disusun dari campuran bahan pakan yang terdiri dari jagung kuning, dedak halus, bungkil kedelai, bungkil biji jarak tanpa fermentasi, bungkil biji jarak terfermentasi, MBM, CPO, garam, premiks, DL-methionine, L-lysin, selulase dan fitase dengan pakan berbentuk crumble. Komposisi ransum perlakuan dan kandungan zat makanan disajikan pada Tabel 5.

Perlakuan

Perlakuan ransum yang diberikan adalah sebagai berikut :

P0 : Ransum kontrol (tanpa bungkil biji jarak pagar) + selulase 400 ppm dan fitase 200 ppm

P1 : Ransum mengandung 7,5% bungkil biji jarak pagar tanpa fermentasi

P2 : Ransum mengandung 7,5% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400 ppm dan fitase 200 ppm

P3 : Ransum mengadung 10% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400 ppm dan fitase 200 ppm

(29)

Tabel 5. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ransum Perlakuan (Umur 3 – 10 Minggu)

Nama Bahan P0 P1 P2 P3 P4

---(%)---

Jagung Kuning 51,23 50 50 50 53,15

Dedak Halus 20,5 16,43 16,33 14,63 10

BBJP Tidak Diolah 0 7,5 0 0 0

BBJP Fermentasi 0 0 7,5 10 12,5

Bungkil Kedelai 17 13 13 11,5 10

MBM 7,5 8,3 8,4 9 10

CPO 3 3,9 3,9 4 3,5

Garam 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

Premiks 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

DL-methionine 0,17 0,19 0,19 0,19 0,19

L-lysine 0 0,08 0,08 0,08 0,06

Total 100 100 100 100 100

Selulase (ppm) 400 0 400 400 400

Fitase (ppm) 200 0 200 200 200

Kandungan Zat Makanan (% As fed)* :

Bahan Kering (%) 78,48 77,24 77,17 79,87 76,40

Abu (%) 5,63 6,20 6,41 6,07 6,07

Protein Kasar (%) 18,16 17,79 17,98 17,24 17,20 Serat Kasar (%) 4,10 4,92 4,50 4,68 4,99 Lemak Kasar (%) 5,46 3,27 4,91 3,76 3,41 Bahan Ekstrak Tanpa N (%) 49,23 49,98 47,87 52,80 49,72 Energi Bruto (kkal / kg) 4000 4065 3726 4113 3743

(30)

Metode

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan, 6 ulangan, dan masing-masing ulangan terdiri dari 9 ekor. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + τi + εij

Keterangan :

Yij = Nilai Y perlakuan pakan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum

τi = Efek perlakuan ke-i

εij = Galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance/ANOVA), dan jika berbeda nyata diuji lanjut dengan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1995). Perhitungan ANOVA dan uji jarak Duncan menggunakan SPSS 15.0.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah persentase berat organ dalam (jantung, hati, limpa, kelenjar thymus, bursa fabrisius, ginjal, empedu, proventikulus, rempela, dan pankreas,), persentase panjang dan berat saluran pencernaan (duodenum, jejenum, ileum, sekum, dan kolon).

1. Persentase berat organ dalam

Persentase berat organ dalam (%) =

2. Panjang relatif organ dalam

Panjang relatif organ dalam (cm/100 g) =

Prosedur

Pembuatan Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Fermentasi

(31)

(Rhizopus oligosporus) sebanyak 0,7% dan diratakan. Tutup dengan plastik yang sudah dilubangi jarum, kemudian kertas dan ditindih dengan keramik. Simpan pada suhu ruang dan diinkubasi selama 3-4 hari. Bungkil biji jarak pagar terfermentasi Rhizopus oligosporus dipanen dan dikeringkan dalan oven suhu 60oC selama 48 jam dan kemudian digiling hingga halus.

Persiapan Kandang

Persiapan kandang dilakukan dengan membuat petak kandang sebanyak 30 petak dan membersihkan seluruh petak dalam kandang dan alat- alat yang akan digunakan seperti tempat pakan dan air minum serta digunakan desinfektan. Setelah itu dilakukan pengapuran dan setelah kering dilakukan penyemprotan dengan desinfektan ke seluruh ruangan, kemudian kandang dibiarkan selama tiga hari dengan tujuan memutus siklus mikroba. Tahap akhir adalah pemberian litter dengan sekam padi diatas lantai kandang serta dilakukan juga penyemprotan desinfektan pada sekam tersebut.

Pemeliharaan

DOC yang baru datang, langsung diberi minum larutan gula 10% dan kemudian pada hari berikutnya diberi Vitachik serta dilakukan vaksinasi berupa vaksin Gumboro pada umur 3 hari dan vaksin ND pada umur 7 dan 21 hari. Ayam umur 0-2 minggu diberi indukan. Pemberian pakan dan air minum dilakukan ad libitum dan ditempatkan dengan cara digantung mulai umur 3 minggu. Pemeliharaan ayam dilakukan selama 10 minggu.

Pengukuran Organ Dalam

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Fermentasi BBJP Terhadap Kandungan Phorbolester dan Antinutrisi

Penelitian ini diawali dengan menguji metode fermentasi Bungkil Biji Jarak Pagar (BBJP) yang sebelumnya dilakukan pengukusan. Hasil yang didapat adalah pengukusan selama 60 menit sebelum fermentasi efektif menurunkan kadar antinutrisi. Kadar antinutrisi BBJP yang tanpa diolah (kontrol) dan BBJP fermentasi yang dikukus selama 60 menit disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kadar Antinutrisi BBJP Tanpa Diolah dan BBJP Fermentasi yang Sebelumnya Dikukus selama 60 Menit

Antinutrisi Perlakuan Penurunan (%)

Tanpa Diolah Fermentasi

Phorbolester (µg/g) 24,33 15,28 37,20

Tanin (%) 0,13 0,007 94,62

Saponin (%) 1,04 0,39 62,50

Asam fitat (%) 9,19 8,45 8,05

Antitripsin (%) 6,17 1,85 70,02

(33)

Konsumsi Antinutrisi Ayam Kampung selama 7 Minggu Penelitian

Jumlah antinutrisi yang masuk kedalam tubuh ayam kampung penelitian disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Asupan Antinutrisi Ayam Kampung selama 7 Minggu Penelitian

Peubah Perlakuan

P0 : Ransum kontrol (tanpa bungkil biji jarak pagar) + selulase 400 ppm dan fitase200 ppm

P1 : Ransum mengandung 7,5% bungkil biji jarak pagar tanpa fermentasi

P2 : Ransum mengandung 7,5% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400 ppm dan fitase200 ppm

P3 : Ransum mengadung 10% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400 ppm dan fitase200 ppm

P4 : Ransum mengandung 12,5% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400 ppm dan fitase200 ppm

(34)

menunjukkan bahwa asupan antinutrisi ayam kampung penelitian berada dalam jumlah yang aman, karena masih dibawah toleransi.

Persentase Bobot Organ Dalam Ayam Kampung

Rataan persentase bobot organ dalam ayam kampung umur 10 minggu disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Persentase Bobot Organ Dalam Ayam Kampung Umur 10 Minggu

Peubah Perlakuan

Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).

Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyat (P<0,05)

P0 : Ransum kontrol (tanpa bungkil biji jarak pagar) + selulase 400 ppm dan fitase200 ppm

P1 : Ransum mengandung 7,5% bungkil biji jarak pagar tanpa fermentasi

P2 : Ransum mengandung 7,5% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400 ppm dan fitase200 ppm

P3 : Ransum mengadung 10% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400 ppm dan fitase200 ppm

P4 : Ransum mengandung 12,5% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400 ppm dan fitase200 ppm

Persentase Bobot Jantung

(35)

dengan Ressang (1986) bahwa jika dalam darah mengandung racun dan antinutrisi maka akan memicu kontraksi yang berlebihan sehingga menimbulkan pembengkakan jantung.

Persentase bobot jantung perlakuan P3 tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan ransum mengandung 7,5% BBJP tanpa diolah (P1), ransum mengandung 7,5% (P2) dan 12,5% (P4) BBJP fermentasi (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa adanya antinutrisi yang berasal dari BBJP ransum perlakuan P1, P2, P3 dan P4 yang masuk kedalam tubuh mempengaruhi kerja organ jantung.

Persentase Bobot Hati

Rataan persentase bobot hati yang dihasilkan berkisar antara 2,08-2,72% dari bobot hidup. Kondisi ini sesuai dengan bobot hati yang dinyatakan Putnam (1991) yaitu berkisar antara 1,70-2,80% dari bobot hidup. Pemberian BBJP tanpa diolah 7,5% dan BBJP fermentasi sampai level 12,5% tidak memberikan pengaruh terhadap bobot hati (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian BBJP tanpa diolah 7,5% dan BBJP fermentasi sampai level 12,5% tidak memberikan efek negatif terhadap kerja organ hati.

Price dan Wilson (2006) mengemukakan bahwa hati memiliki fungsi detoksifikasi yang dilakukan oleh enzim-enzim hati, yaitu dengan mengubah zat-zat yang kemungkinan membahayakan, menjadi zat-zat yang secara fisiologis tidak aktif. Hati akan mengalami kerusakan apabila terdapat zat toksik yang berlebih dalam tubuh. Spector (1993) menyatakan bahwa kelainan hati biasanya ditandai dengan pembengkakan dan penebalan salah satu lobi pada hati, dan hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan bobot hati yang dihasilkan.

Persentase Bobot Limpa

(36)

racun yang masuk kedalam tubuh. Hal ini dibuktikan oleh konsumsi antinutrisi phorbolester, tanin, asam fitat, dan anti tripsin pada perlakuan P3 lebih banyak dibandingkan P2. Limpa yang berfungsi dalam membentuk zat limfosit dan berhubungan dengan pembentukan antibodi akan mengalami perubahan ukuran jika terdapat toksik, zat antinutrisi maupun penyakit (Ressang, 1986).

Persentase bobot organ limpa perlakuan P3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan ransum kontrol (P0) (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian BBJP fermentasi pada level 10% tidak berpengaruh negatif terhadap kerja organ limpa.

Persentase bobot organ limpa perlakuan P3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan ransum mengandung 7,5% BBJP tanpa diolah (P1) dan 12,5% BBJP fermentasi (P4) (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa organ limpa dapat berkembang walaupun adanya antinutrisi yang masuk kedalam tubuh.

Persentase Bobot Kelenjar Timus

Rataan persentase bobot kelenjar timus yang dihasilkan berkisar antara 0,51-0,73% dari bobot hidup. Pemberian 7,5% BBJP fermentasi (P2) nyata (P<0,05) meningkatkan bobot persentase kelenjar timus dibandingkan perlakuan pemberian ransum mengandung 7,5% BBJP tanpa diolah (P1) (Tabel 8). Peningkatan bobot kelenjar timus pada perlakuan P2 diduga karena perkembangan organ ini sebagai respon terhadap antinutrisi dan racun dengan konsentrasi rendah yang masuk kedalam tubuh. Peningkatan bobot kelenjar timus berhubungan dengan sistem imunitas sel ternak. Kelenjar timus pada perlakuan P1 tidak mengalami peningkatan bobot diduga karena antinutrisi phorbolester, tanin, saponin dan anti tripsin yang masuk kedalam tubuh lebih tinggi dibandingkan perlakuan P2, sehingga menghambat perkembangan organ kelenjar timus (Tabel 7).

Menurut Cooper et al. (1966) kelenjar timus bekerja untuk menghasilkan imunitas sel bagi ternak. Kelenjar timus sebagian besar berisi sel T dengan fungsi mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi bakteri atau virus, mengaktifkan makrofag dalam fagositosis dan membantu sel B dalam memproduksi antibodi (Abbas et al., 2000).

(37)

12,5% (P4) BBJP fermentasi (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian BBJP fermentasi pada level 7,5% tidak berpengaruh negatif terhadap kerja organ limpa. Adanya antinutrisi yang masuk kedalam tubuh dapat merangsang perkembangan organ kelenjar timus.

Persentase Bobot Bursa Fabrisius

Rataan persentase bobot bursa fabrisius yang dihasilkan berkisar antara 0,10-0,16% dari bobot hidup. Pemberian BBJP tanpa diolah 7,5% dan BBJP fermentasi sampai level 12,5% tidak memberikan pengaruh terhadap bobot bursa fabrisius (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian BBJP tanpa diolah 7,5% dan BBJP fermentasi sampai level 12,5% tidak memberikan pengaruh negatif terhadap kerja bursa fabrisius. Rataan bobot bursa fabrisius yang dihasilkan berkisar 0,10-0,16% dari bobot hidup. Bursa fabrisius berfungsi sebagai tempat dasar pembentukan limposit-B dewasa dan diferensiasinya dalam imunitas tubuh. Limposit-B akan menghasilkan antibodi dan sel pengingat (sel memori) (Glick, 1988).

Persentase Bobot Ginjal

Rataan persentase bobot ginjal yang dihasilkan berkisar antara 0,53-0,67% dari bobot hidup. Pemberian BBJP tanpa diolah 7,5% dan BBJP fermentasi sampai level 12,5% tidak memberikan pengaruh terhadap bobot ginjal (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian BBJP tanpa diolah 7,5% dan BBJP fermentasi sampai level 12,5% tidak memberikan pengaruh negatif terhadap kerja ginjal. Rataan bobot ginjal yang dihasilkan berkisar 0,53-0,67% dari bobot hidup. Ginjal merupakan organ tubuh yang mempunyai daya saring dan daya serap kembali (Ressang, 1986). Apabila terdapat banyak zat toksik yang masuk ke dalam tubuh, maka ginjal akan bekerja semakin berat untuk menetralisir zat toksik tersebut.

Persentase Bobot Rempela

(38)

ukuran, pengaturan jenis ransum, dan fase pemberian pakan. Apabila ransum yang diberikan memiliki kandungan serat kasar yang tinggi, maka kerja rempela akan semakin berat dan dapat memperbesar ukuran dan bobot rempela. Kandungan serat kasar ransum penelitian berkisar antara 4,10 – 4,99%.

Persentase Bobot Pankreas

Rataan persentase bobot pankreas yang dihasilkan berkisar antara 0,20-0,27% dari bobot hidup. Pemberian BBJP tanpa diolah 7,5% dan BBJP fermentasi sampai level 12,5% tidak memberikan pengaruh terhadap bobot pankreas (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian BBJP tanpa diolah 7,5% dan BBJP fermentasi sampai level 12,5% tidak memberikan pengaruh negatif terhadap kerja pankreas. Antitripsin adalah faktor antinutrisi yang berhubungan dengan proses fisiologi dari pankreas untuk mengasilkan enzim proteolitik dan dapat menghambat pertumbuhan (White et al., 1989). Antitripsin mempunyai sifat menghambat kerja enzim tripsin dalam menghidrolisa protein yang diperlukan untuk tumbuh (Andajani dan Susanto, 1986).

Persentase Bobot dan Panjang Saluran Pencernaan

Rataan persentase bobot dan panjang saluran pencernaan ayam kampung umur 10 minggu disajikan pada Tabel 9.

Persentase Bobot dan Panjang Duodenum

Rataan persentase bobot duodenum yang dihasilkan antara 0,43-0,59% dari bobot hidup dan panjang realtifnya antara 2,88-3,57 cm/100 g dari bobot hidup. Pemberian 7,5% BBJP tanpa diolah (P1) sangat nyata (P<0,05) meningkatkan bobot dan panjang duodenum dibandingkan ransum kontrol (P0) (Tabel 9). Peningkatan bobot dan panjang duodenum perlakuan P1 ini diduga oleh kandungan serat kasar yang dikonsumsi oleh ternak lebih tinggi dibandingkan P0. Hal ini didukung oleh Sumiati et al. (2010) yang menyatakan bahwa konsumsi serat kasar kasar ayam kampung selama penelitian yang diberi ransum kontrol (P0) adalah 103,71 g/ekor dan yang diberi 7,5% BBJP tanpa diolah (P1) adalah 131,18 g/ekor.

(39)

dalam ransum dapat meningkatkan bobot dan panjang relatif duodenum. Konsumsi serat kasar ayam kampung selama penelitian berturut turut adalah; P0 = 103,71 g/ekor; P1 = 131, 18 g/ekor; P2 = 106,22 g/ekor; P3 = 121,18 g/ekor dan P4 = 118,79 g/ekor (Sumiati et al., 2010).

Persentase bobot dan panjang relatif duodenum perlakuan P0 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2, P3 dan P4. Hal ini diduga karena adanya bantuan selulase pada perlakuan P2, P3 dan P4. Penambahan selulase dan hemiselulase dalam pakan unggas mampu meningkatkan berat badan, efisiensi penggunaan pakan, ketersediaan energi dan ketercernaan bahan kering (Campbell dan Bedford, 1992). Selulase merupakan suatu kompleks multi enzim yang bekerja bersama-sama menghidrolisis selulosa menjadi glukosa (Kim, 1995).

Tabel 9. Rataan Persentase Bobot dan Panjang Saluran Pencernaan Ayam Kampung Umur 10 Minggu Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan

berbeda sangat nyata (P<0,01).

Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyat (P<0,05)

P0 : Ransum kontrol (tanpa bungkil biji jarak pagar) + selulase 400 ppm dan fitase200 ppm

P1 : Ransum mengandung 7,5% bungkil biji jarak pagar tanpa fermentasi

P2 : Ransum mengandung 7,5% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400 ppm dan fitase200 ppm

P3 : Ransum mengadung 10% bungkil biji jarak pagar terfermentasi + selulase 400 ppm dan fitase200 ppm

(40)

Persentase Bobot dan Panjang Jejunum

Rataan persentase bobot jejunum yang dihasilkan antara 0,78-0,97% dari bobot hidup dan panjang realtifnya antara 6,07-7,36 cm/100 g dari bobot hidup. Pemberian 10% BBJP fermentasi (P3) nyata (P<0,05) meningkatkan persentase bobot jejenum dibandingkan perlakuan ransum kontrol (P0) dan ransum mengandung 12,5% BBJP fermentasi (P4) (Tabel 9). Hal ini diduga karena tingginya level karbohidrat (BETN) dalam ransum pada perlakuan P3. Kadar BETN perlakuan P3 lebih tinggi dibandingkan perlakuan P0 dan P4 (Tabel 5).

Pemberian 7,5% BBJP tanpa diolah (P1) dan 10% BBJP fermentasi (P3) nyata (P<0,05) meningkatkan panjang jejunum dibandingkan ransum kontrol (P0) dan perlakuan ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi (P2) (Tabel 9). Peningkatan panjang jejunum sejalan dengan peningkatan penyerapan zat makanan kedalam darah oleh usus. Menurut Alonso et al. (2000) dan Bardocz et al. (1995), peningkatan berat relatif jejunum dan kemampuan perenggangan usus dapat disebabkan oleh tingginya level karbohidrat kompleks termasuk pati yang resisten, oligosakarida, dan polisakarida non pati dan oleh persentase lektin dalam ransum. Kadar Beta-N dalam ransum perlakuan P1 yaitu 49,98 % dan P3 yaitu 52,80% lebih tinggi dibandingkan P0 yaitu 49,23% (Tabel 5).

Persentase Bobot dan Panjang Ileum

Rataan persentase bobot ileum yang dihasilkan antara 0,53-0,75% dari bobot hidup dan panjang realtifnya antara 5,67-7,26 cm/100 g dari bobot hidup. Pemberian 7,5% BBJP tanpa diolah (P1) sangat nyata (P<0,01) meningkatkan bobot persentase ileum dan nyata (P<0,05) meningkatkan panjang ileum dibandingkan perlakuan ransum kontrol (P0) (Tabel 9). Peningkatan bobot dan panjang ileum dipengaruhi oleh asupan serat kasar. Perlakuan P1 mengkonsumsi serat kasar lebih banyak dibandingkan perlakuan P0. Menurut Lundin et al. (1993) serat dapat meningkatkan densitas volume epitel dan vilus di daerah jejunum, ileum, dan usus halus.

(41)

dalam ransumnya mengandung serat kasar yang tinggi dapat membantu dalam pencernaan serat kasar.

Persentase Bobot dan Panjang Sekum

Rataan persentase bobot sekum yang dihasilkan antara 0,33-0,42% dari bobot hidup dan panjang realtifnya antara 1,40-1,92 cm/100 g dari bobot hidup. Pemberian 7,5% BBJP tanpa diolah (P1) sangat nyata (P<0,01) meningkatkan panjang sekum dibandingkan ransum kontrol (P0) (Tabel 9). Peningkatan panjang relatif sekum pada perlakuan P1 sangat berhubungan dengan serat kasar yang dikonsumsi dan pengaruh pemberian selulase pada ransum. Perlakuan P1 mengkonsumsi serat kasar 131,18 g/e, lebih tinggi dibandingkan perlakuan P0 yaitu sebanyak 103,71 g/ekor. Menurut Pond et al. (1995) sebagian serat dapat dicerna dalam sekum yang disebabkan adanya bakteri fermentasi tetapi jumlahnya sangat rendah dibandingkan pada sebagian spesies mamalia.

Panjang relatif sekum perlakuan ransum mengandung 7,5% (P2), 10% (P3), dan 12,5% (P4) BBJP fermentasi tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan P0 dan P1 (Tabel 9). Hal ini diduga karena adanya penambahan selulase pada perlakuan P2, P3 dan P4. Selulase merupakan enzim pemecah selulosa menjadi glukosa (Kim, 1995).

Persentase Bobot dan Panjang Kolon

(42)

Pembahasan Umum

Pemberian 7,5% BBJP tanpa diolah cenderung menghasilkan panjang usus halus, sekum, dan kolon yang lebih panjang dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa selulase yang ditambahkan pada perlakuan P0, P2, P3 dan P4 bekerja memecah serat kasar (selulosa) menjadi glukosa.

Asupan antinutrisi dengan konsentrasi rendah (perlakuan P2) dapat meningkatkan kerja organ kelenjar timus. Hal ini diharapkan daya imun ayam meningkat, karena sel T yang dihasilkan oleh kelenjar timus berfungsi untuk mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi bakteri atau virus, mengaktifkan makrofag dalam fagositosis dan membantu sel B dalam memproduksi antibodi.

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan bungkil biji jarak fermentasi dengan Rhizopus oligosporus sampai taraf 12,5% tidak menimbulkan efek negatif terhadap organ dalam dan saluran pencernaan ayam kampung.

Saran

(44)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji Syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, pertolongan dan hikmah serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih kepada Dr. Ir. Sumiati, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc atas segala kesabaran, perhatian, bimbingan dan dorongan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih kepada seluruh dosen IPB khususnya Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan yang sudah mendidik dan membimbing.

Terimakasih dan rasa hormat kepada Ibunda Siti Aisyah dan Ayahanda Aban

Sya’ban atas doa, perhatian, bimbingan, pengorbanan tenaga, waktu dan biaya serta

keikhlasan yang tak ternilai. Kepada A Jijib, Teh Ipah, Teh Iis, A yazid, Jamal dan Ita yang selalu mendoakan, mendukung dan menyemangati.

Terimakasih kepada Dr. Sri Suharti, SPt. MSi. sebagai penguji seminar dan Maria Ulfah, S.Pt. MSc.Agr. dan Ir. Anita S. Tjakaradidjaja, M.Rur.Sc sebagai dosen penguji skripsi yang telah membimbing dan menguji. Terimakasih kepada Ir. Widya Hermana MSi. sebagai panitia seminar dan ujian akhir sarjana yang telah membantu dan membimbing.

Terimakasih kepada Dewi Ratna Suminar yang setia mendukung, menyemangati dan membantu, kepada keluarga besar Bapak Sartono dan Ibu Tati atas dukungan dan doa’nya. Kepada Bu lanjar, Bu Yenni, Hendra, Ade Darmansah, Putri, Mba Siti Mawaddah, Ade Fuziawan, Wita, Iwan dan Mas Mul atas bantuannya. Terimakasih kepada Enggar F.J dan Ridwan Choerudin sebagai best friend atas dukungan dan semangat. Terimakasih kepada teman teman ANTRAK 44, keluarga besar HIMMAKA Bogor, Fapet, ISMAPETI, DPM Patriot dan FMITFB.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pihak pihak yang memerlukan.

Bogor, Juni 2011

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A. K., A. H. Lichtman, & J. S. Pober. 2000. Celluler and Molecular Immunologi. 4th ed. W. B. Saunders Company. Harcourt Health Science Company.

Aisjah, T. 1998. Pendekatan bioteknologi biji jarak melalui fermentasi dalam rangka meningkatkan kualitas bahan pakan ternak. Jurnal Bionatura 2 (3): 151-156.

Akoso, B. T. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Alonso, R., A. Aguirre, & F. Marzo. 2000. Effects of extrusion and traditional

processing methods on antinutrients and in vitro digestibility of protein and starch in faba and kidney beans. Food Chem. 68:159–165.

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Edisi ke-2. Satu Gunung Budi, Bogor. Andajani, S & S. Susanto. 1986. Pengaruh penggunaan bungkil kecipir sebagai

bahan penyusun ransum terhadap penampilan ayam pedaging. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Universitas Brawijaya, Malang.

Annongu, A. A., M. A. Belewu, & J. K. Joseph. 2010. Potential of jatropha seeds as substitute protein in nutrition of poultry. Res. J. Anim. Sci., 4 (1) : 1-4. Anshori, R. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas. Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Aregheore, E. M., K. Becker, & H. P. S. Makkar. 1998. Assesment of lectin activity in a toxic and a non-toxic variety of jatropha curcas using latex agglutination and haemagglutination methods and anactivation of lectin by heat treatment. J. Sc. Food agric. 77, 349-352.

Aregheore, E. M., K. Becker, & H. P. S. Makkar. 2003. Detoxification of a toxic variety of Jatropha curcas using heat and chemical treatments, and preliminary nutritional evaluation with rats. S. Pac. J. Nat. Sci. 21: 50-56. Arief, D. A. 2000. Evaluasi ransum yang menggunakan kombinasi pollard dan

duckweed terhadap persentase berat karkas, bulu, organ dalam, lemak abdominal, panjang usus dan sekum ayam kampung. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(46)

Belewu, M. A. & R. Sam. 2010. Solid state fermentation of Jatropha curcas kernel cake: Proximate composition and antinutritional components. J. Yeast. Fungal Res. 1(3) : 44-46.

Biotechcitylucknow. 2007. Jatropha curcas. http://www.biotechcitylucknow. [2 Desember 2010]

Brodjonegoro, T. P., I. K. Reksowardjojo, Tatang & H. Soerawidjaja. 2005. Jarak Pagar Sang Primadona. Departemen Teknik Kimia. Lab. Termofluida dan Sistem Utilitas. Kelompok Riset Biodiesel ITB. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/ 2005/1005/13/cakrawala/utama02.htm. [15 Juli 2010]. Campbell, L. & M. R. Bedford. 1992. Enzyme application for monogastric feeds: a

review. Can. J. Anim. Sc. 72:449-466.

Cheeke, R. P. 1989. Toxicant of Plant Origin. Volume II: Glucosides. CRC Press,

Cunningham, J. G. 1997. Textbook of Veterinary Physiology. 2nd ed. W. B. Saunders Company. Philadelphia

Deacon, J. W. 1997. Modern Micology. Blackwell Science. New York. Pp 303. Francis, G., H. P. S. Makkar, & K. Becker. 2006. Products from little researched

plants as aquaculture feed ingridient. http://www.fao.org/DOCREP/ARTICLE/AGIPPA/551_EN.HTM. [15 Juli 2010].

Glick, B. 1988. Bursa of fabricius : development, growth, modulation, and endocrine function. CRC Crit. Rev. Poult. Biol. 1:107–132.

Goel, G., H. P. S. Makkar, G. Francis, & K. Becker. 2007. Phorbolesters : structure, biological activity, and toxicity in animals. International Journal of Toxicology. 26: 279-288.

(47)

Gunawan. 2002. Evaluasi model pengembangan usaha ternak ayam buras dan upaya perbaikannya. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Haas, W., H. Sterk, & M. Mittelbach, 2002. Novel 12-Deoxy-16-hydroxyphorbol Diesters Isolated from the Seed Oil of Jatropha curcas. J. Natural Product. 65: 1334-1440.

He, S., V. E. H. S. Susilowati, E. E. Purwati, & R. Tiuria. 1991. Taksiran kerugian produksi daging akibat infeksi cacing infeksi alamiah cacing saluran pencernaan pada ayam buras di Bogor dan sekitarnya. Hemerozoa. 73(3):56-64.

Heller, J. 1996. Physic nut. Jatropha curcas linn, Promoting the conservation and use of underutilized and neglected crops I. Institut of Plant Genetics and Crop Plant research Institute, Rome.

Iskandar, S., & S. Siregar. 2004. Karakter dan manfaat ayam pelung. http://balitnak.litbang.deptan.go.id [24 Oktober 2010]

Judoamidjojo, R. M., A. A. Darwis, & E. G. Sa’id. 1992. Teknologi fermentasi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Bogor

Kim, C. 1995. Characterization and substrate specificity of an endo-b-1,4-d-glucanase I (avicelase II) from an extracellular multienzyme complex of Bacillus circulans. Appl Environ Microbiol. 61: 959-965.

Lin, J., F. Yan, L. Tang & F. Chen. 2003. Antitumor effects of curcin from seeds of Jatropha curcas. College of Life Science, Sichuan University, Chengdu, China. Acta Pharmacol Sin. 24 (3) : 241-246.

Lundin, E., J. X. Zhang, C. B. Huang, C. O. Reuterving, G. Hallmans, C. Nygren & R. Stenling. 1993. Oat bran, rye bran, and soybean hull increases goblet cell volume density in the small intestine of golden hamster. A Histochemical and Stereologic Light-Microspic Study. Scandinavia Journal of Gastroenterology. 28(1) : 15 – 22.

Makkar, H. P. S. & K. Becker. 1997a. Jatropha curcas toxicity: Identification of toxic principle (s). In : 5th International Symposium on poisonous plant. May 19-23, 1997 San Angelo Texas, USA.

(48)

Makkar, H. P. S., A. O. Aderibigbe, & K. Becker. 1998. Comparative evaluation of a non-toxic and toxic varieties of Jatropha curcas for chemical composition, digestibility, protein degradability and toxic factors. Food Chem. 62, 207– 215.

Makkar, H. P. S., M. Herrera, & K. Becker. 2008. Variations in seed number per fruit, seed physical parameters and contents of oil, protein and phorbol ester in toxic and non-toxic geno types of Jatropha curcas. J. Plant Sci. 3: 260-265.

Makkar, H. P. S. & K. Becker. 2009. Jatropha curcas an exciting crop for generation of biofuel and value-added products. Eur. J. Lipid Sci. Technol. 11 (8), 773–787.

McLelland, J. 1990. A Colour Atlas of Avian Anatomy. Wolfe Publishing Ltd., England.

Merryana, F. O. 2003. Pengaruh suplementasi kholin klorida dalam ransum terhadap bobot badan akhir, persentase organ dalam, usus halus, lemak abdominal, dan lemak hati pada ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nickel, R. A., A. Schummer, E. Seiferie, W. G Siller & R. A. I. Wight. 1977. Anatomy of the Domestic Birds. Verlog Paul Parey, Berlin.

North, M. O. & D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Manual. 4th ed. Champman and Hall. New York.

Nout, M. J. R. & F. M. Rombouts. 1990. Recent developments in tempe research. Journal of Applied Bacteriology. 69: 609-633.

Oberleas, D. 1973. Phytates. 2nd ed. National Academy of Science. Washington, D.C. Pond, W. G., D. C. Church & K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and

Feeding. 4th ed. John Wiley and Sons, New York.

Price, S. A & L. M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi Keenam. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Putnam, P. A. 1991. Handbook of Animal Science. Academic Press, San Diego. Quan, C. S., L. H. Zhang, Y. J. Wang & Y. Ohta. 2001. Production of phytase in a

low phosphate medium by a novel yeast Candida krusei. J. Biosci. Bioeng. 92 : 154-160.

(49)

Setijanto, H. 1998. Anatomi Unggas. Laboratorium Anatomi, Departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Spector, W.G. 1993. Pengantar Patologi Umum. Edisi Ke 3. Terjemahan : Soetjipto. Gadjah Mada University Prees. Yogyakarta.

Steel, R. G. D & J. H. Torrie, 1995. Principles and Procedures of Statistics. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi.

Sulandari, S., M. S. A. Zein, S. Priyanti, T. Sartika, M. Astuti, T. Widjastuti, E. Sujana, S. Darana, I. Setiawan, & G. Garnida. 2007. Sumber daya genetik

ayam lokal Indonesia. hlm. 45−104. Dalam Keanekaragaman Sumber Daya

Hayati Ayam Lokal lndonesia: Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga IImu Pengetahuan Indonesia, Bogor.

Sumiati & A. Sudarman. 2006. Toksisitas, prosesing dan nilai hayati energi dan protein bungkil biji jarak (Jatropha curcas L.). Laporan Akhir Hibah Penelitian Program Due-like 1PB, Bogor.

Sumiati, A. Sudarman, I. Nurhikmawati & Nurbaeti. 2008. Detoxification of Jathropha curcas meal as poultry feed. Proceeding of the 2nd International Symposium on Food Security, Agricultural Development and Enviromental Conversation in Southeast and East Asia. Bogor, 4 – 6 th September 2007. Faculty of Forestry, Bogor Agriculture University.

Sumiati, T. Toharmat, E. Wina, & Y. Yusriani. 2010. Pemanfaatan bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas) yang mengalami detoksifikasi sebagai sumber protein substitusi bungkil kedelai 45% pada ayam kampung. Laporan Hasil Penelitian Hibah Departemen Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutardi, T. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-Ilmu Nutrisi Ternak.

Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Fapet IPB, Bogor.

Tjakradidjaja, A. S., Suryahadi & Adriani. 2007. Fermentasi bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) dengan berbagai kapang sebagai upaya penurunan kadar serat kasar dan zat antinutrisi. Proceeding Konferensi Jarak Pagar Menuju Bisnis Jarak Pagar yang Fleksibel, Selasa, 19 Juni 2007. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Vasconcelos, I. M., & J. T. A Oliveira. 2004. Antinutritional properties of plant lectins. Toxicon. 44: 385–403.

Wahju, J. 1988. Ilmu Nutrisi Unggas. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. White, C. E., D. R. Campbell & G. E. Comb. 1989. Effect of moisture and

(50)
(51)
(52)

Lampiran 1. Analisis Ragam Persentase Bobot Jantung Ayam Kampung

db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.

Perlakuan 4 0,028 0,007 3,691 0,018

Galat 24 0,045 0,002

Total 28 0,073

Uji Jarak Duncan

PERLAKUAN n Subset α = 0,01

1 2 1

P0 6 -0,3717

P2 5 -0,3560 -0,3560

P4 6 -0,3200 -0,3200

P1 6 -0,3000 -0,3000

P3 6 -0,2933

Sig. 0,015 0,032

Lampiran 2. Analisis Ragam Persentase Bobot Hati Ayam Kampung

db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.

Perlakuan 4 0,052 0,013 1,533 0,223

Galat 25 0,214 0,009

Total 29 0,266

Lampiran 3. Analisis Ragam Persentase Bobot Limpa Ayam Kampung

db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.

Perlakuan 4 0,429 0,107 3,700 0,017

Galat 25 0,724 0,029

(53)

Uji Jarak Duncan

PERLAKUAN n Subset α = 0,01

1 2 1

P2 6 0,4183

P4 6 0,5667 0,5667

P1 6 0,6017 0,6017

P0 6 0,6033 0,6033

P3 6 0,7933

Sig. 0,096 0,043

Lampiran 4. Analisis Ragam Persentase Bobot Kelenjar Timus Ayam Kampung db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.

Perlakuan 4 0,084 0,021 1,678 0,187

Galat 25 0,314 0,013

Total 29 0,398

Uji Jarak Duncan

PERLAKUAN n Subset α = 0,05

1 2 1

P1 6 0,7117

P3 6 0,8083 0,8083

P0 6 0,8133 0,8133

P4 6 0,8467 0,8467

P2 6 0,8650

Sig. 0,066 0,433

Lampiran 5. Analisis Ragam Persentase Bobot Bursa Fabrisius Ayam Kampung db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.

Perlakuan 4 0,052 0,013 0,632 0,644

Galat 25 0,516 0,021

(54)

Lampiran 6. Analisis Ragam Persentase Bobot Ginjal Ayam Kampung

db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.

Perlakuan 4 0,103 0,026 1,349 0,280

Galat 25 0,476 0,019

Total 29 0,579

Lampiran 7. Analisis Ragam Persentase Bobot Rempela Ayam Kampung

db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.

Perlakuan 4 0,773 0,193 0,848 0,508

Galat 25 5,697 0,228

Total 29 6,470

Lampiran 8. Analisis Ragam Persentase Bobot Pankreas Ayam Kampung

db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.

Perlakuan 4 0,064 0,016 0,975 0,439

Galat 25 0,409 0,016

Total 29 0,472

Lampiran 9. Analisis Ragam Persentase Bobot Duodenum Ayam Kampung

db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.

Perlakuan 4 0,073 0,018 2,997 0,038

Galat 25 0,152 0,006

Total 29 0,225

Uji Jarak Duncan

PERLAKUAN n Subset α = 0,01

1 2 1

P0 6 -0,3750

P4 6 -0,3367 -0,3367

P2 6 -0,2783 -0,2783

P3 6 -0,2783 -0,2783

P1 6 -0,2350

(55)

Lampiran 10. Analisis Ragam Panjang Relatif Duodenum Ayam Kampung

db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.

Perlakuan 4 0,136 0,034 3,112 0,033

Galat 25 0,274 0,011

Total 29 0,410

Uji Jarak Duncan

PERLAKUAN n Subset α = 0,01

1 2 1

P0 6 1,6933

P4 6 1,7500 1,7500

P2 6 1,7550 1,7550

P3 6 1,8283 1,8283

P1 6 1,8867

Sig. 0,050 0,047

Lampiran 11. Analisis Ragam Persentase Bobot Jejunum Ayam Kampung

db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.

Perlakuan 4 0,050 0,013 2,484 0,070

Galat 25 0,127 0,005

Total 29 0,177

Uji Jarak Duncan

PERLAKUAN n Subset α = 0,05

1 2 1

P4 6 0,8817

P0 6 0,8867

P2 6 0,9367 0,9367

P1 6 0,9683 0,9683

P3 6 0,9817

(56)

Lampiran 12. Analisis Ragam Panjang Relatif Jejunum Ayam Kampung

db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.

Perlakuan 4 0,330 0,082 3,296 0,027

Galat 25 0,625 0,025

Total 29 0,955

Uji Jarak Duncan

PERLAKUAN n Subset α = 0,05

1 2 1

P0 6 2,4600

P2 6 2,4733

P4 6 2,5567 2,5567

P1 6 2,6883

P3 6 2,7100

Sig. 0,327 0,124

Lampiran 13. Analisis Ragam Persentase Bobot Ileum Ayam Kampung

db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.

Perlakuan 4 0,082 0,020 2,936 0,041

Galat 25 0,174 0,007

Total 29 0,256

Uji Jarak Duncan

PERLAKUAN n Subset α = 0,01

1 2 1

P0 6 -0,2817

P4 6 -0,2417 -0,2417

P3 6 -0,1883 -0,1883

P2 6 -0,1733 -0,1733

P1 6 -0,1333

(57)

Lampiran 14. Analisis Ragam Panjang Relatif Ileum Ayam Kampung

db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.

Perlakuan 4 0,365 0,091 2,685 0,055

Galat 25 0,850 0,034

Total 29 1,215

Uji Jarak Duncan

PERLAKUAN n Subset α = 0,05

1 2 1

P0 6 2,3767

P4 6 2,4950 2,4950

P2 6 2,5200 2,5200

P3 6 2,6367

P1 6 2,6900

Sig. ,215 ,105

Lampiran 15. Analisis Ragam Persentase Bobot Sekum Ayam Kampung

db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.

Perlakuan 4 0,036 0,009 1,469 0,241

Galat 25 0,155 0,006

Total 29 0,191

Lampiran 16. Analisis Ragam Panjang Relatif Sekum Ayam Kampung

db Jumlah Kuadrat Rataan Tengah F Sig.

Perlakuan 4 0,143 0,036 3,399 0,024

Galat 25 0,263 0,011

Gambar

Tabel 1.  Tabel 1. Komposisi Nutrien dan Fraksi Serat BBJP tanpa Cangkang, BBJP dengan
Tabel 2. Komposisi Asam Amino Esensial Bungkil Biji Jarak Varietas Toksik,
Gambar 4. Pemecahan Selulosa dengan Selulase Menjadi Glukosa
Tabel 4. Kandungan Zat Makanan Ransum Komersial (Umur 0-3 Minggu)
+7

Referensi

Dokumen terkait

mengalami peningkatan maka akan terjadi kenaikan pendapatan bunga lebih besar.. dibanding dengan kenaikan biaya

pada pasien penyakit jantung koroner di ruang rawat inap

Guru juga dapat bertanya secara langsung atau melakukan wawancara tentang sikap berkaitan dengan sesuatu hal. Misalnya, bagaimana tanggapan peserta didik tentang kebijakan

“Stabilisasi Tanah Dengan Semen Untuk Peningkatan Daya Dukung Tanah Terhadap Tebal Perkerasan Kaku Pada Ruas Jalan Bangkalan – Ketapang”. Tugas Akhir UPN Jawa

Adapun tujuan dalam penelitian ini yakni; 1) mengetahui dan memahami konsep gender dalam perspektif Pendidikan Islam, 2) menganalisis kesetaraan gender, netral gender,

Menjelaskan kembali definisi kedudukan titik, kedudukan titik terhadap garis, jarak titik terhadap titik dan jarak titik terhadap garis dengan menggunakan ilustrasi gambar atau

• Kesukaran dalam mem pertahankan perhatian pada tugas atau aktivitas bermain.. • Sering tidak meningkuti petunjuk dan gagal

Dampak keseriusan dalam menangani limbah yang berasal dari 3 (tiga) unit pabrik tersebut diputuskan untuk melakukan investasi dalam proyek pembangunan bangunan Incinerator