PERANAN KEPOLISIAN DALAM MEMBERANTAS
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
YANG BERASAL DARI HASIL
PERJUDIAN
ONLINE
SKRIPSI
Oleh :
HARDY PRIMADI PAKPAHAN NIM : 090200108
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERANAN KEPOLISIAN DALAM MEMBERANTAS
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
YANG BERASAL DARI HASIL
PERJUDIAN
ONLINE
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum
Oleh :
HARDY PRIMADI PAKPAHAN NIM : 090200108
Disetujui oleh :
Ketua Departemen Hukum Pidana
NIP . 195703261986011001 Dr. M. Hamdan, SH, M. Hum
Pembimbing I Pembimbing II
Muhammad Nuh, SH, M.Hum
NIP . 1948080111980031003 NIP . 1974040120021001 Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus,
atas segala berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi dan
memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas
Sumatera Utara yang merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang akan
menyelesaikan perkuliahannya.
Adapun judul skripsi yang penulis kemukakan adalah : “ PERANAN
KEPOLISIAN DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN
UANG YANG BERASAL DARI HASIL PERJUDIAN ONLINE”, penulis telah
berusaha semaksimal mungkin dan bekerja keras dalam menyusun skripsi ini.
Namun, penulis menyadari masih banyak kekurangan dari segi isi maupun
penulisan dari skripsi ini.
Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, Bapak Syafruddin Hasibuan,
SH, MH, DFM, Bapak Muhammad Husni, SH, M. Hum, yang masing-masing
adalah selaku Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, Pembantu Dekan III
3. Bapak Dr. M. Hamdan, SH, M. Hum, selaku Ketua Departemen Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
bimbingan ataupun arahan kepada penulis.
4. Bapak Muhammad Nuh, SH, M. HUM, selaku Dosen Pembimbing I dalam
penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing,
mengarahkan dan memeriksa skripsi ini agar menjadi lebih baik.
5. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II
dalam penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing,
mengarahkan dan memeriksa skripsi ini agar menjadi lebih baik.
6. Bapak / Ibu Dosen dan Seluruh staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
7. Bapak tercinta Captain H. G. Pakpahan dan “The Greatest MOM” R. L. Nainggolan,
terima kasih buat kasih sayang, pengorbanan, perhatian, dukungan, dan
doanya selama ini, Tuhan Yesus selalu memberkati.
8. Buat UO “Comay” Ganteng, terima kasih buat dukungan, nasihat, perhatian,
bantuan dan doanya selama ini, Tuhan Yesus memberkati.
9. Buat saudari Kakak-kakakku tersayang, Dewi Enzie Melissa Pakpahan,
Machda Christine Pakpahan, Santrie Octavia Pakpahan, terima kasih buat
dukungan, nasihat, perhatian, bantuan, semangat dan doanya selama ini,
Tuhan Yesus memberkati.
10.Sahabat tersayang Robi Jonathan Ocejo Sianturi, terima kasih buat dukungan,
perhatian, bantuan, semangat, dan doanya selama ini, semoga persahabatan
11.Para compañera, Hermana, y mi amiga Jessica Grace Simanjuntak,
muchas gracias por el repaldo, el animo, la atencion y la oracion que me diste,
muchas gracias tambien por la oportunidad y los momentos que lo pasamos
juntos, Que Dios te bendiga, Hasta la vista.
12.Buat teman-teman seperjuangan Stambuk 2009, Julius Simanjuntak, Jan
Bosarmen Sinaga, Rony Fasha Pohan, Rudy Voiler Sembiring, Frans Sinarta
Ginting, Rio Montez Malau, Anggie Tumpak Sihotang, dan seluruh teman-teman
satu stambuk yang tidak disebutkan namanya satu persatu, tetap semangat dan
sukses terus, Tuhan Yesus memberkati.
13.Buat seluruh Rekan-rekan Keluarga besar Mapala Natural Justice Fakultas Hukum
Universitas Sumater Utara, Abangda-abangda Pendiri (Leonard Marpaung,
Zefri Zulfi, Barita Lumban Batu, Nanda Simangunsong, Adryan Dwi Pradipta,
Wira Yudha, Dedy Ronald Gultom), teman-teman Perintis yang mewakili
(Wisman Goklas Siagian dan Aubertus Siahaan) dan Angkatan I Cakrawala
(Daniel Pasaribu, Dessy Vitae, Elly Selvia, Elsa Manalu, Fifi Damanik, Bobby
Simangunsong, Sari, dan Tohap Tambunan, tetap semangat, terus berkarya,
dan salam LESTARI!!!
14.Buat Rekan-rekan dan Saudara-saudara seiman Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia (GMKI) Komisariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
Abangda dan Kakanda Stambuk 2006, 2007, 2008 dan teman-teman
stambuk 2009 (Jefry Sihotang, Jonathan Sinaga, Jesaya Syahkata,
Yosua Sigalingging, Hotman Aruan, Sumanggam Wahyu, Chrispo Simanjuntak,
Fredrick Rogate, Chrisyela Sinaga), angkatan 2010 (Ruth Sonya Siahaan,
Nurmawati Pakpahan, Rikky Aritonang, Togi Sirait), adinda-adinda
stambuk 2011 dan 2012 (Togar Nainggolan, Daud Siringo-ringo, Roland,
Roni, Eliejer, Naomi Sitinjak, Ari Pareme, Rolas Putri) dan adinda-adinda
stambuk 2012 (Meilinda Nainggolan, William Nainggolan, Fredrik Girsang,
Frans Wardana, Arjuna) dan yang tidak disebutkan satu persatu, terima kasih
buat dukungannya dan semoga darah kita tetap biru, Tuhan Yesus memberkati
kita, Ut Omnes Unum Sint, Syalom!
15.Buat Bang Andri Manurung, yang telah memberikan ide, masukan, saran
kepada penulis dalam penulisan skripsi ini, terima kasih sebesar-besarnya,
Tuhan Yesus memberkati.
16.Buat Reta Puji Ulina, Endha Ancilla Sembiring, Irryn Bukit, Restika,
terima kasih buat dukungan dan doanya, tetap semangat kuliahnya,
Tuhan Yesus memberkati.
17.Buat Teman-teman dan Sahabatku “BIG BROTHERS”, Juan Vincent,
Fendy Wiliam, Guruh Johannes Purba, Fhilips Kristianto, Andrew Kristanto,
Hendrik Prawira, Vincent Halim, Era Surya, Andy Wirawan Salim,
terima kasih buat dukungan dan doa nya, semoga persahabatan kita tetap awet,
Tuhan Yesus memberkati.
18.Buat Teman-teman dan Sahabat seperjuangan, Jacob Sibarani (Golpit),
Efendy Siagian (Ucok), Juni Siahaan (Donal), Wismarck Manurung (Bum-bum),
Hotman Siahaan (Ceker), dan Agry Purba (Doly), Octavirna Saragi, terima kasih
buat dukungan dan doa nya, semoga persahabatan kita tetap awet, Tuhan Yesus
Besar harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan
ilmu hukum, khususnya hukum pidana, bagi penulis sendiri dan bagi para
pembaca.
Medan, Juli 2013
Penulis
090200108
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... v
ABSTRAKSI ... vii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6
D. Keaslian Penulisan ... 7
E. Tinjauan Pustaka ... 8
1. Pengertian Tindak Pidana ... 8
2. Pengertian Pencucian Uang ... 9
3. Pengertian Tindak Perjudian ... 10
4. Pengertian Kepolisian ... 12
F. Metode Penelitian ... 12
G. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II : TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM KAITANNYA DENGAN PERJUDIAN ONLINE ... 16
A. Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 ... 16
1. Sejarah dan Pengertian Pencucian Uang ... 16
B. Pengaturan Tindak Pidana Perjudian Online dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik ... 39
1. Perjudian Online dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 ... 39
2. Jenis-jenis Perjudian Online... 35
C. Kaitan antara Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Perjudian Online ... 59
BAB III : PERANAN KEPOLISIAN DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG BERASAL DARI HASIL PERJUDIAN ONLINE ... 64
A. Peran Preventif ... 64
B. Peran Pre-emtif ... 87
C. Peran Represif ... 92
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ... 109
A. Kesimpulan ... 109
B. Saran ... 111
PERANAN KEPOLISIAN DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG BERASAL DARI
HASIL PERJUDIAN ONLINE
Muhammad Nuh, SH, M.Hum*) Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum**)
Hardy Primadi Pakpahan***)
Mahasiswa Fakultas Hukum USU
ABSTRAKSI
Kejahatan pencucian uang adalah kejahatan yang berdimensi internasional, sehingga penanggulangannya harus dilakukan secara kerja sama internasional juga. Prinsip dasar pencucian uang itu adalah dengan menyembunyikan sumber atau asal usul uang haram tersebut agar uang tersebut seolah-olah berasal dari aktivitas yang legal. Oleh karena itu untuk memberantas tindak pidana pidana pencucian pihak kepolisian menjalin kerja sama nasional dengan pihak-pihak lainnya seperti Bank Indonesia dan PPATK maupun kerja sama internasional.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang menggunakan bahan pustaka atau data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur dan peraturan perundang-undangan. Data sekunder yaitu, data dari bahan-bahan kepustakaan yang antara lain meliputi bahan kepustakaan seperti literatur, dokumen-dokumen resmi, buku-buku karya ilmiah pendapat para sarjana, jurnal dan sebagainya. Kemudian data diolah secara kualitatif.
Adapun rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai kaitan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana perjudian
online dan peranan kepolisian dalam memberantas tindak pidana pencucian uang yang berasal dari hasil perjudian online.
Pemahaman bahwa tindak pidana pencucian uang itu menganut azas kriminalitas ganda yaitu tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang itu sendiri. Kaitan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana perjudian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional
merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besarnya
dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap perekonomian suatu negara,
sehingga negara-negara di dunia dan organisasi internasional merasa tergugah
dan termotivasi untuk menaruh perhatian yang lebih serius terhadap pencegahan
dan pemberantasan kejahatan pencucian uang. Hal ini tidak lain karena kejahatan
pencucian uang (money laundering) tersebut baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat mempengaruhi sistem perekonomian, dan pengaruhnya tersebut
merupakan dampak negatif bagi perekonomian itu sendiri.1
Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan money laundering,
yang sudah tergolong pula sebagai kejahatan transnasional ini, maka pada tahun
1988 diadakan konvensi internasional, yaitu United Nation Convention Againts
Illict Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances atau yang lebih
dikenal dengan nama UN Drug Convention. Kemudian untuk menindaklanjuti
konvensi tersebut, pada bulan Juli 1989 di Paris telah dibentuk sebuah satuan
tugas yang khusus menangani money laundering yang disebut dengan The
Financial Action Task Force (FATF). Dalam hubungan ini dapat dikemukakan
1
Bismar Nasution, Rejim Anti-Money Laundering Di Indonesia, Books Terrace&Library,
bahwa pengaturan mengenai anti-money laundering di Indonesia sangat erat
kaitannya dengan adanya keputusan FATF pada tanggal 22 Juni 2001. Didala,
keputusan FATF ini Indonesia dimasukkan sebagai salah satu diantara 15 negara
yang dianggap tidak kooperatif (non-cooperative countries and teritories) dalam
pencegahan dan pemberantasan kejahatan money laundering.2
Sifat dasar dari tindak pidana pencucian uang itu sendiri secara umum
berupaya memperoleh keuntungan keuangan dari tindak pidana yang
dilakukannya. Sementara pelaku tindak pidana berupaya menjadi sosok yang baik
dan tidak ada seorangpun yang diharapkannya beranggapan bahwa dirinya telah
melakukan tindak pidana. Untuk itulah, pelaku tindak pidana akan selalu
melakukan berbagai upaya agar keuntungan ataupun dana yang diperoleh dari
hasil tindak pidana dapat dinyatakan dari berasal dari aktivitas yang legal. Dalam
hal ini, melakukan pembelian aset (property), menyimpannya dalam sistem
keuangan, melakukan pembelian instrumen keuangan atau bahkan mendirikan
usaha bisnis agar dapat memiliki landasan dalam menikmati keuntungan dari
aktivitas pidananya.
3
Dalam konteks sekarang, tindak pidana pencucian uang dapat dilakukan
dalam berbagai bentuk, tidak hanya melalui sistem keuangan, investasi langsung,
tetapi juga disembunyikan dalam bentuk harta benda seperti properti,kendaraan,
perhiasan dan lain sebagainya. Untuk itulah kemudian pandangan atas penegakan
hukum sedikit demi sedikit berubah, diawali dengan penegakan hukum atas tindak
2
Ibid, Hal. 2. 3
pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana, dimana pelaku akan menjadi
objek bagi penegakan hukum yang dilakukan. Saat ini penegakan hukum
dilakukan pula dengan melakukan kriminalisasi atas penggunaan maupun
pemanfaatan dana atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana.4
Dalam upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang tersebut
terdapat suatu inovasi yang menarik, yaitu dapat dibentuk suatu badan yang
bersifat independen yang disebut sebagai Financial Intelligent Unit (FIU) yang
dimana tugasnya adalah untuk membantu kepolisian dalam penanganan tindak
pidana pencucian uang,melalui pengumpulan informasi tentang transaksi
keuangan yang dicurigai kemungkinan adanya praktik pencucian uang. Di
Indonesia sendiri badan tersebut disebut dengan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK), yang tugasnya mengumpulkan dan memproses
informasi yang berkaitan dengan kecurigaan atau indikasi pencucian uang yang
dimana juga akan bermuara terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang itu, PPATK bertanggung jawab langsung kepada
Presiden.5
Uang yang didapat dari hasil tindak pidana pencucian uang tersebut pun
dapat diperoleh dari beragam jenis sumber antara lain berupa tindak pidana
korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja,
penyelundupan imigran, perbankan, perdagangan gelap narkotika dan
psikotoprika, perdagangan budak, wanita, dan anak, perdangan senjata gelap,
4
Ibid, Hal. 2. 5
penculikan, teroroisme, pencurian, peggelapan, penipuan dan berbagai kejahatan
dan beragam jenis perjudian, baik yang bersifat umum maupun yang
menggunakan media internet (online).
Pesatnya pertumbuhan teknologi informasi dan semakin berkembangnya
kesadaran akan pentingnyaa pembentukan rejim anti-money laundering membuat
pelaku kejahatan mengubah metode atau cara pencucian uang. Metode
konvensional yang biasa digunakan ternyata tidak lagi menjamin keamanan dan
kenyamanan pelaku pencucian uang sehingga mereka mulai mencari alternatif lain
dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.6
Salah satu bentuk kejahatan pada dunia maya yang sedang marak terjadi
pada saat sekarang ini adalah Perjudian melalui internet atau yang biasa disebut
dengan Perjudian Online. Jenis Perjudian online pun beragam, mulai dari judi
kartu, dadu, kasino, togel online, pacu kuda, judi bola, basket, balapan, golf dan
lain sebagainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa judi online adalah permainan judi Kemajuan teknologi internet tersebut banyak disalah gunakan oleh
berbagai pihak baik yang bersifat pribadi maupun kelompok untuk
menguntungkan diri mereka sendiri, yang dimana apabila tidak dapat disesuaikan
dengan penyesuaian diri maka akan berujung pada pelanggaran norma-norma
hukum yang berlaku, dengan kata lain semakin berkembangnya teknologi internet
tersebut maka akan semakin meningkat juga kejahatan atau tindak pidana pada
dunia maya baik jenis maupun bentuknya maka akan semakin kompleks,
kejahatan pada dunia maya ini disebut dengan Cyber Crime.
6
dengan media elektronik dengan akses internet sebagai perantaranya. Perjudian
online pun sudah sering terjadi di Indonesia sendiri dengan terdapatnya beberapa
kasus judi online yang terjadi di Indonesia. Norma hukum di Indonesia sendiri
sudah jelas mengatur mengenai larangan terhadap perjudian online tersebut seperti
pada Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik tentang larangan perjudian elektronik.
Perjudian online tersebut akan menghasilkan uang kepada pelaku atau
orang yang melakukan judi online tersebut baik dalam nominal kecil hingga
nominal terbesar. Uang yang dihasilkan tersebut biasanya akan disembuyikan
ataupun disamarkan keberadaanya agar tampak seolah-olah berasal dari kegiatan
yang sah atau legal, sehingga perjudian online juga dapat dijadikan sebagai tindak
pidana asal bagi pelaku tindak pidana pencucian uang. Disinilah peran daripada
pihak Kepolisian maupun pihak-pihak terkait lainnya seperti PPATK, Bank
Indonesia, dan pihak lainnya untuk membuktikan uang hasil transaksi daripada
perjudian online tersebut, serta memberantas pencucian uang dari modus
perjudian online di Indonesia.
Hal inilah yang mendorong penulis untuk membahas mengenai “Peranan
Kepolisian Dalam Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Berasal
Dari Hasil Perjudian Online” di Indonesia dengan ditinjau dari perspektif Hukum
Pidana Indonesia dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
B. Perumusan Masalah
Dari uraian tersebut diatas Penulis akan membahas permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimana Kaitan Antara Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Tindak
Pidana Perjudian Online.
2. Bagaimana Peranan Kepolisian dalam memberantas Tindak Pidana Pencucian
Uang yang Berasal dari Hasil Perjudian Online.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan
Bahwa setiap karya ilmiah memiliki tujuan yang akan diperoleh
berdasarkan suatu permasalahan yang ada. Adapun tujuan yang akan dicapai dari
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui mengenai keterkaitan tindak pidana pencucian uang dengan
tindak pidana perjudian online.
2. Untuk mengetahui peranan Kepolisian dalam memberantas tindak pidana
pencucian uang yang berasal dari hasil perjudian online.
2. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang hendak dicapai di dalam penulisan skripsi ini adalah
1. Manfaat Teoritis
Untuk memberikan informasi serta dapat menambah wawasan bagi para
mahasiswa dalam bidang hukum pidana pada umumnya dan tentang tindak pidana
pencucian uang pada khususnya, sehingga diharapkan skripsi ini dapat menjadi
bahan masukan serta dapat memperluas dan menambah wawasan dan
pengetahuan mahasiswa dalam bidang hukum pidana pada umumya dan mengenai
segala sesuatu yang berhubungan dengan tindak pidana pencucian uang dan.
2. Manfaat Praktis
1. Untuk memberikan masukan bagi masyarakat luas agar dapat meningkatkan
kesadarannya dalam membantu pihak aparat penegak hukum dalam
memberantas tindak pidana pencucian uang khususnya yang berasal dari
perjudian online di Indonesia.
2. Untuk memberikan masukan kepada aparat hukum yang berwajib serta
badan-badan yang terkait lainnya untuk saling berkerja sama serta dapat
meningkatkan profesioanalisme kerja dalam upaya penegakan hukum dalam
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dari hasil perjudian online.
D. Keaslian Penulisan
Skripsi dengan judul “Peranan Kepolisian Dalam Memberantas Tindak
Pidana Pencucian Uang Yang Berasal Dari Hasil Perjudian Online” belum pernah
ditulis oleh siapapun sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Pada prinsipnya dalam penulisan karya ilmiah ini penulis memperolehnya
maupun elektronik, ditambahkan pemikiran penulis. Oleh karena itu skripsi ini
adalah asli merupakan karya ilmiah penulis dan dapat dipertanggung jawabkan
secara moral maupun akademik.
E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana berasal dari bahasa Belanda yaitu strafbaarfeit, yaitu
istilah yang terdapat dalam KUHP Belanda demikian juga dalam KUHP
Indonesia, tetapi tidak ada penjelasan secara rinci mengenai pengertian
strafbaarfeit tersebut.
Dalam bahasa Belanda, strafbaarfeit itu terdiri dari tiga kata yaitu straf,
baar dan feit. Straf diartikan sebagai pidana atau hukum, baar diartikan sebagai
dapat atau boleh, dan feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan
perbuatan 7
Menurut Simons, strafbaarfeit adalah
. Jadi, secara harfiah, strafbaarfeit dapat diartikan sebagai suatu
perbuatan yang dapat dipidana.
8
Menurut Pompe, strafbaarfeit adalah
“Tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh
seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh
undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.”
9
7
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2005, hal.69.
8
Evi Hartani, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta 2005, hal.5. 9Ibid
“Suatu pelanggaran norm atau gangguan terhadap tertib hukum yang
dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku,
dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku itu adalah penting demi
terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.”
Tindak Pidana merupakan istilah resmi yang digunakan pada hampir seluruh
perundang-undangan pidana di Indonesia. Sebagian besar nama dan judul
perundang-undangan pidana di Indonesia menggunakan istilah “tindak pidana”
1. Pengertian Pencucian Uang
Jika dilihat dari pengertiannya money laundering atau pencucian uang
terdiri dari dua kata yang diartikan secara terpisah yaitu kata money dan
laundering. Sehingga kata money (noun) dalam Kamus Lengkap
Inggris-Indonesia :10
Secara umum pencucian uang dapat dirumuskan sebagaisuatu proses
dimana seseorang menyembunyikan penghasilannya yang berasal dari sumber
“Money” adalah Uang
Dan pengertian dari kata Laundering berasal dari kata Laundry (verb) berasal
dari dalam Kamus Lengkap Inggris-Indonesia :
“Laundry” adalah pencucian ; cucian”
Sehingga jika digabungkan kata money laundering akan menjadi suatu
istilah dan akan memperoleh pengertian sebagai kata kerja (verb) yaitu
“Pencucian Uang” yang diartikan lebih luas lagi adalah uang yang telah
dicuci,dibersihkan atau diputihkan.
10
S. Wijowasito-Tito Wasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia & Indonesia Inggris
yang illegal dan kemudian menyamarkan penghasilan tersebut agar tampak
legal (money laundering is the process by which once conceals the existence of
it’s illegals sources, or it illegal application of income and disquises that
income, to make it appear legimate). Dengan perkataan lainnperumusan
tersebut berarti suatu proses merubah uang haram (dirty money) atau uang yang
diperoleh dari aktivitas illegal menjadi halal (legimate money).11
Permainan dengan bertaruh memakai uang atau barang berharga sebagai
taruhan, seperti bermain dadu, main kartu dan sebagainya: berjudi berarti
perbuatan mempertaruhkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada
jumlah uang atau harta semula; menjudukan ialah memakai sesuatu untuk
bertaruh; perjudian yaitu proses, cara, perbuatan menjudikan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dalam Pasal 1 Angka (1) mencantumkan
pengertian dari pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi
unsure-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
c. Pengertian Perjudian
Perjudian secara tegas dinyatakan sebagai kejahatan di dalam KUHP
sehingga para pelakunya dapat dikenai pidana. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, yang dimaksud dengan ‘judi” adalah:
12
11
Suparapto, Money Laundering, (Warta BRI) ,hal 8. 12
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-4,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,2008, hal. 590. Lihat juga W. J. S. Poerwadaminta,
Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi ke-3, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal. 496.
Di dalam tindak pidana perjudian terdapat tiga unsur yang merupakan faktor yang
membedakan perilaku berjudi dengan perilaku lain yang juga mengandung
a. Perjudian adalah suatu kegiatan sosial yang melibatkan sejumlah uang
(atau sesuatu yang berharga) dimana pemenang memperoleh uang dari
yang kalah.
b. Resiko yang diambil bergantung pada kejadian-kejadian dimasa
mendatang, dengan hasil yang tidak diketahui dan banyak ditentukan oleh
hal-hal yang bersifat kebetulan/keberuntungan.
c. Resiko yang diambil bukanlah suatu yang harus dilakukan;
kekalahan/kehilangan dapat dihindari dengan tidak ambil bagian dalam
permainan judi
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang merupakan sumber hukum
pidana positif di Indonesia juga memberikan pengertian judi adalah sebagai
berikut:
Yang dikatakan main judi yaitu tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan buat menang pada umumnya bergantung kepada untung-untungan saja, dan juga kalau pengharapan itu menjadi bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan permainan. Yang juga terhitung masuk main judi ialah pertarungan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu, demikian juga segala pertaruhan yang lain-lain.13
13
Pasal 303 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sedangakan pengertian Judi online sendiri adalah permainan judi melalui
media elektronik dengan ekses internet sebagai perantara. Sehingga si pelaku judi
online hanya bisa melakukan perbuatan tersebut dengan memakai dan
d. Pengertian Kepolisian
Istilah polisi berasal dari bahasa Belanda politie yang mengambil dari
bahasa Latin politia berasal dari kata Yunani politeia yang berarti warga
kota atau pemerintahan kota. Kata ini pertama kali digunakan untuk
menyebut “orang yang menjadi warga Negara dari kota Athena”, kemudian
pengertian itu berkembang menjadi “kota” dan dipakai untuk menyebut
“semua usaha kota”. Oleh karena pada zaman itu kota merupakan Negara
yang berdiri sendiri, Yang disebut juga Polis, maka pilittea atau Polis
diartikan sebagai semua usaha dan kegiatan Negara, juga termasuk
kegiatan keagamaan.14
Dalam penulisan skripsi ini, dipergunakan metode penelitian hukum normatif
atau biasa yang disebut dengan studi kepustakaan. Metode penelitian hukum Polisi adalah suatu pranata umum sipil yang mengatur tata tertib (orde) dan
hukum. Namun kadangkala pranata ini bersifat militaristis, seperti di Indonesia
sebelum Polri dilepas dari ABRI. Polisi dalam lingkungan pengadilan bertugas
sebagai penyidik. Dalam tugasnya dia mencari barang bukti,
keterangan-keterangan dari berbagai sumber, baik keterangan-keterangan saksi-saksi maupun keterangan-keterangan
saksi ahli.
F. Metode Penelitian
Untuk mengumpulkan bahan-bahan di dalam penyusunan skripsi ini
dipergunakan suatu cara atau metode yaitu :
a. Jenis Penelitian
14
normatif tersebut mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta
norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat. Metode penelitian hukum norma-normatif
biasanya banyak dilakukan terhadap data sekunder yang didapati dengan
menggunakan penelitian deskriptif dan penelitian kasus.
b. Data dan Sumber data
Sebagaimana pada umumnya, penelitian normatif dilakukan dengan
penelitian pustaka, yaitu penelitian yang dengan mempelajari bahan-bahan
pustaka atau data sekunder. Data sekunder dipelajari dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.
a. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan
b. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku, artikel, koran dan majalah
c. Bahan hukum tertier, seperti kamus yang relevan dengan skripsi ini.
c. Metode Pengumpulan Data
Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (libary research),
yakni dengan melakukan penelitian menggunakan data dari berbagai sumber
bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal, artikel, dan
internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas oleh
penulis dalam skripsi ini.
d. Analisis Data
Data-data yang diperoleh dari sumber-sumber tersebut diatas dianalisis secara
kualitatif dan disajikan secara deskriptif. Analisa kualitatif ini ditujukan untuk
mengungkapkan secara mendalam tentang pandangan dan konsep yang
diperlukan dalam penulisan dan akan diurai secara komprehensif untuk
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, dan masing-masing
bab terdiri dari sub-sub bab. Adapun susunannya yaitu :
BAB I. Berisikan pendahuluan yang didalamnya memaparkan mengenai
latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penulisan skripsi, keaslian penulisan, tinjauan pustaka
yang mengemukakan berbagai defenisi, rumusan dan pengertian
dari istilah yang terdapat dalam judul untuk memberi batasan
dalam pemahaman mengenai istilah-istilah tersebut, metode
penulisan dan terakhir diuraikan di dalam sistematika penulisan
skripsi.
BAB II. Kaitan Antara Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Tindak
Pidana Perjudian Online. Dalam bab ini Penulis akan memberikan
uraian secara garis besar dituangkan ke dalam 3 (tiga) sub bab,
yaitu : Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia,
Pengaturan Tindak Pidana Perjudian Online menurut
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, dan Kaitan antara Tindak Pidana Pencucian Uang
BAB III Peranan Kepolisian Dalam Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang yang Berasal dari Hasil Perjudian Online. Dalam Bab ini
penulis mencoba menguraikan secara keseluruhan, dan secara garis
besarnya akan dituangkan ke dalam 3 (tiga) sub, yaitu Peranan
Preventif, Peranan Pre-emtif, dan Peranan Represif.
BAB II
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM KAITANNYA DENGAN PERJUDIAN ONLINE
A. Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
1. Sejarah dan Pengertian Pencucian Uang
Problematik pencucian uang yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan
nama “money laundering” sekarang mulai dibahas dalam buku-buku teks, apakah
itu buku teks hukum pidana atau kriminologi. Ternyata, problematik uang haram
ini sudah meminta perhatian dunia internasional karena dimensi dan implikasinya
yang melanggar batas-batas negara. Sebagai suatu fenomena kejahatan yang
menyangkut, terutama dunia kejahatan yang dinamakan “organized crime”,
ternyata ada pihak-pihak tertentu yang ikut menikmati keuntungan dari lalu lintas
pencucian uang tanpa menyadari akan dampak kerugian yang ditimbulkan. Erat
bertalian dengan hal terakhir ini adalah dunia perbankan, yang pada satu pihak
beroperasional atas dasar kepercayaan para konsumen, tetapi pada pihak lain,
apakah akan membiarkan kejahatan pencucian uang ini terus merajalela.15
Al Capone, penjahat terbesar di Amerika masa lalu, mencuci uanghitam
dari usaha kejahatannya dengan memakai si genius Meyer Lansky, orang
Polandia. Lansky, seorang akuntan, mencuci uang kejahatan Al Capone melalui
15
usaha binatu (laundry). Demikianlah asal muasal muncul nama “money
laundering”. 16
Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal sejak tahun
1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika mafia membeli perusahaan yang sah dan
resmi sebagai salah satu strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan
pencucian pakaian atau disebut laundromats yang ketika itu terkenal di Amerika
serikat. Usaha pencucian pakaian ini berkembang maju dan berbagai perolehan
uang hasil kejahatan seperti dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan
pencucian pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras ilegal, hasil perjudian,
dan hasil usaha pelacuran.17
Pada tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin berkembang seiring
dengan berkembangnya bisnis haram, seperti perdagangan narkotik dan obat
biusyang mencapai miliaran rupiah. Karenanya, kemudian muncul istilah “narco
dollar”, yang berasal dari uang haram hasil perdagangan narkotik.18
Jeffrey Robinson mengemukakan bahwa kasus Al-Capone seolah-olah
menggambarkan bahwa istilah pencucian uang muncul sejak kasus tersebut ada,
padahal itu hanya sebagai mitos belaka. Pencucian uang dikenal demikian karena
dengan jelas melibatkan tindakan penempatan uang haram atau tidak sah melalui
suatu rangkaian transaksi, atau dicuci, sehingga uang tersebut keluar menjadi
seolah-olah uang sah atau bersih. Artinya, sumber dana yang diperoleh secara
16
J.E. Sahetapy, “Bussines Uang Haram”, www.khn.go.id. 17
Op.cit., Adrian Sutedi, Hal. 1-2
18
tidak sah disamarkan atau disembunyikan melalui serangkaian transfer dan
transaksi agar uang tersebut pada akhirnya terlibat menjadi pendapatan yang sah.
Pendapat lain mengatakan bahwa money laundering sebagai sebutan
sebenarnya belum lama dipakai. Billy Steel mengemukakan, istilah money
laundering pertama kali digunakan pada surat kabar di Amerika Serikat
sehubungan dengan pemberitaan skandal Watergate pada tahun 1973 di Amerika
Serikat. Sedangkan penggunaanya dalam konteks pengadilan atau hukum muncul
pertama kali pada tahun 1982 dalam kasus US v $4.255.625,39 (1982) 551 F
Supp, 314. Sejak itulah istilah money laundering diterima dan digunakan secara
luas di seluruh dunia.19
“Money laundering is the process by which one counceals the existence,
illegal source, or illegal application of income, and than disguisesthat income to
Istilah pencucian uang berasal dari bahasa Inggris,yakni “money
laundering”, meman tidak ada defenisi yang universal karena, baik negara-negara
maju maupun negara-negara dari dunia ketiga masing-masing mempunyai
defenisi sendiri-sendiri berdasarkan prioritasdan persektif yang berbeda. Namun,
para ahli hukum di Indonesia telah sepakat mengartikan money laundering dengan
pencucian uang.
Pengertian pencucian uang (money laundering) telah banyak
dikemukakan oleh para ahli hukum. Menurut Welling, “money laundering”
adalah:
19
make it appear legitimate.” 20
Menurut Alford pengertian pencucian uang adalah
(Pencucian uang adalah proses dimana seseorang
menyembunyikan keberadaan dari suatu hal yang bersifat ilegal, atau aplikasi dari
penyamaran suatu pendapatan ilegal agar terlihat sah)
21
Fraser juga dalam bukunya Lawyer, Guns and Money mengemukakan
pengertian money laundering yaitu: “Money laundering is quite simple the
process through with ‘dirty’ money proceed of crime, is washed through ‘clean’
or legitimate sources and interprises so that the ‘bad guys’ may more safe enjoy
their ill gotten gains.” (Pencucian uang bila diartikan secara sederhana adalah
proses dimana uang ‘kotor/ilegal’ yang berasal dari tindakan yang tidak
memenuhi ketentuan hukum, dicuci melalui sumber atau proses yang sah sehingga
‘pelaku kejahatan’ dapat menjadi lebih aman dan menikmati keuntungan dari
yang diraihnya).
: proses yang
dilakukan untuk mengubabah hasil kejahatan dari korupsi, kejahatan narkotika,
perjudian, penyelundupan dan lain-lain dengan menggunakan sarana lembaga
keuangan sehingga uang hasil dari kegiatan yang sah karena asal-usulnya sudah
disamarkan atau disembunyikan.
22
Dalam buku yang sama yaitu Lawyer, Guns and Money Chaikin juga
memberikan defenisi tentang money laundering sebagai berikut: “The process by
20
Sarah N. Welling, “Smurfs, Money Laundering and the United States Criminal Federal Law”. Dalam Brent Fisse, David Fraser & Graeme Coss, The Mone Trail (Confiscation of Procees of Crime. Money Laundering and Cash Transaction Reporting), Sydney: The Law Book Company Limited, 1992, hal.201.
21
Alford, Money Laundering. N.C.J Int’l & Com (Reg. Vol 19 : 1994), Hal. 437. 22
David Fraser, Lawyer, Guns and Money, Economics and Ideology on the Money Trail,
which conceals or disguises that true nature, source, disposition, movement, or
ownership of money for whatever reason” (Proses dimana seseorang
menyembunyikan atau penyamaran asal, sumber, disposisi, pemindahan, atau
kepemilikan uang sebenarnya untuk alasan apapun. 23
Black’s Law Dictionary juga memberikan pengertian mengenai money
laundering yang dikemukakan dalam Black’s Law Dictionary diartikan sebagai
berikut : 24
UU RI No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
mengatakan sebagai berikut :
“Term used to describe investment or other transfer of money flowing
from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into legitimate
channels so that it’s original sources can not be traced” (penyetoran/penanaman
uang atau bentuk lain dari pemindahan/pengalihan uang yang berasal dari
pemerasan, transaksi narkotika, dan sumber-sumber lain yang ilegal melalui
saluran legal, sehingga sumber asal uang tersebut tidak dapat diketahui/dilacak.
Demikian juga dengan peraturan perundang-undangan yang ada di
Indonesia sendiri, juga turut memberikan pengertian money laundering, adalah
sebagai berikut :
25
“Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan
23
Op.cit, David Fraser, Hal.258. 24
H. Juni Sjafrien Jahja, Op cit, hal 5. 25
maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan
sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah”
Sedangkan menurut UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah sebagai berikut :26
Paling sedikit ada 10 (sepuluh) faktor yang menjadi penyebab maraknya
kegiatan pencucian uang di suatu negara :
(Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak
pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini). Dalam undang-undang
ini juga diatur segala ketentuan-ketentuan mengenai tindak pidana pencucian
uang.
Sehingga secara umum pencucian uang merupakan metode untuk
menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak
pidana, kegiatan organisasi kejahatan, kejahatan ekonomi, korupsi, perdagangan
narkotik, perjudian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas
kejahatan. Money laundering atau pencucian uang pada intinya melibatkan aset
(pendapatan/kekayaan) yang disamarkan sehingga dapat dipergunakan tanpa
terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang legal. Melalui money
laundering pendapatan atau kekayaan yang berasal dari perbuatan yang melawan
hukum tersebut diubah menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari
sumber yang sah atau legal.
2. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Pencucian Uang
27
26
Pasal 1, UU RI No.8 Tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
27
1. Faktor Globalisasi sistem keuangan
Globalisasi pada perputaran sistem keuangan internasional merupakan impian
para pelaku money laundering dan dari kegiatan kriminal ini arus uang yang
berjalan jutaan dollar per tahun berasal dari pertumbuhan ekonomi dimana
uang yang sehat pada setiap negara sebagai dasar pada daerah pasar global.
2. Faktor Kemajuan di bidang teknologi-informasi
Dengan kemajuan di bidang teknologi informasi tersebut, seperti kemunculan
internet di dunia maya (cyber space) padaera sekarang telah membuat batas-batas
negara menjadi tidak berarti lagi. Dunia menjadi satu kesatuan tanpa batas.
Akibatnya, kejahatan-kejahatan terorganisir (organized crime) yang
diselenggarakan organisasi-organisasi kejahatan (criminal organizations)
menjadi mudah dilakukan secara lintas batas negara, dan kejahatan-kejahatan
tersebut kemudian berkembang menjadi kejahatan-kejahatan transnasional.
3. Faktor Ketentuan rahasia bank yang sangat ketat
Ketatnya suatu peraturan bank dalam hal menjaga kerahasiaan atas
nasabah-nasabah dan data-data rekeningnya menyebabkan para pemilik dana gelap sulit
untuk dilacak dan disentuh.
4. Faktor penggunaan nama samaran atau anonim
Faktor ini terjadi karena belum diterapkannya azas “Know your customer”.
Perbankan dan penyedia Jasa Keuangan lainnya belum secara
sungguh-sungguh menerapkan sistem ini, sehingga seseorang dapat menyimpan dana
5. Faktor electronic banking28
Dengan diperkenalkan sistem ini dalam perbankan maka diperkenankannya
ATM (Automated Teller Machine) dan wire transfer. Electronic memberikan
peluang bagi pencucian uang model baru dengan menggunakan jaringan
internet yang disebut cyber laundering.
6. Faktor penggunaan electronic money (e-money)
Munculnya jenis uang baru yang disebut electronic money (e-money), yang
tidak terlepaskan dengan maraknya electronic commerce (e-commerce) melalui
internet. Praktik pencucian uang yang dilakukan dengan menggunakan jaringan
internet (Cyberspace) ini disebut dengan Cyberlaundering.
7. Faktor praktik pencucian uang secara layering
Dengan cara layering, pihak yang menyimpan dana di bank (nasabah
penyimpan dana atau deposan bank) bukanlah pemilik sesungguhnya dari dana
itu. Deposan tersebut hanyalah sekedar bertindak sebagai kuasa atau pelaksana
amanah dari pihak lain yang menguasainya untuk mendepositokan uang di
sebuah bank. Sering pula terjadi bahwa pihak lain tersebut juga bukan pemilik
yang sesungguhnya dari dana itu, tetapi hanya sekedar menerima amanah atau
kuasa dari seseorang atau pihak lain yang menerima kuasa dari pemilik
sesungguhnya. Dengan kata lain, terjadi estafet secara berlapis-lapis, biasanya
para penerima kuasa yanng bertindak berlapis-lapis secara estafet itu adalah
kantor-kantor pengacara.
28
8. Faktor kerahasiaan hubungan antar lawyer dan akuntan dengan kliennya
Dalam hal ini, dana disimpan di bank-bank sering diatasnamakan suatu kantor
pengacara. Menurut hukum di kebanyakan negara yang telah maju, kerahasiaan
hubungan antara klien dan lawyer dilindungi oleh undang-undang. Para lawyer
yang menyimpan dana simpanan di bank atas nama kliennya tidak dapat
dipaksa oleh otoritas yang berwenang untuk mengungkapkan identitas
kliennya.
9. Faktor pemerintah yang kurang bersungguh-sungguh
Adanya ketidaksungguhan dari pemerintah di suatu negara untuk memberantas
praktik pencucian uang yang dilakukan melalui sistem perbankan. Dengan kata
lain, peemerintah yang bersangkut memang dengan sengaja membiarkan
praktik pencucian uang berlangsung di negaranya guna memperoleh
keuntungan dengan penempatan uang-uang haram di industri perbankan guna
membiayai pembangunan.
10. Faktor tidak diskriminalisasinya perbuatan pencucian uang di suatu negara.
Dengan kata lain, negara tersebut tidak memiliki undang-undang tentang
pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang menentukan perbuatan
pencucian uang sebagai tindak pidana. Belum adanya undang-undang tentang
pemberantasan tindak pidana pencucian uang di negara tersebut untuk
bersungguh-sungguh ikut aktif memberantas praktik pencucian uang secara
internasional dan di negaranya sendiri.
Berdasarkan pernyataan di atas, faktor penyebab timbulnya money
1. Globalisasi sistem keuangan yang perputaran secara internasional
2. Kemajuan teknologi di bidang perbankan yang menciptakan electronic
banking dan e-money sehingga pelayanan bank dapat dilakukan sehingga
pelayanan bank dapat dilakukan dengan internet.
3. Kerahasiaan bank untuk setiap rekening para nasabahnya sehingga
memungkinkan para nasabahnya sehingga memungkinkan para nasabahnya
menggunakan nama samaran (anonim) dalam proses penyimpanan dananya,
serta dimungkinkan terjadinya layering (pelapisan), dimana sumber pertama
sebagai pemilik sesungguhnya tidak diketahui jelas, karena deposan yang
terakhir hanyalah sekedar ditugasi untuk mendepositkan di suatu bank.
4. Ketentuan hukum dimana hubungan lawyer dengan klien adalah hubungan
kerahasiaan yang tidak boleh diungkapkan.
5. Belum adanya peraturan money laundering di dalam suatu negara tertentu.
Faktor penyebab timbulnya money laundering begitu komplek. Berbagai
hal pendorong terjadinya praktik ini menimbulkan makin tumbuh dan
berkembangnya bagi pelaku money laundering untuk melakukan aktivitasnya baik
dalam negaranya sendiri maupun orang lain.
3. Tahap-tahap dan Modus Operasional Pencucian Uang
Tidak mudah untuk membuktikan adanya suatu money laundering,
karena kegiatannya sangat kompleks sekali, namun para pakar telah berhasil
1. Tahap Placement 29
Adalah upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke
dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang
giral (cek,wesel bank, sertifikat, dan deposito) kembali ke dalam sistem
keuangan. Bentuk kegiatan ini antara lain :
1. Menempatkan dana pada bank, menyetorkan uang kepada penyedia jasa
keuangan (PJK) sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan audit
trail.
2. Menyeludupkan uang tunai dari suatu negara ke negara lain, membiayai
suatu usaha yang seolah-olah sah atau terkait dengan usaha yang sah
berupa kredit/pembiayaan.
3. Sehingga mengubah kas menjadi kredit/pembiayaan.
4. Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan
pribadi, membelikan hadiah yang nilainya mahal sebagai
penghargaan/hadiah kepada pihak lain yang pembayarannya dilakukan
melalui PJK.
5. Mengubah bentuk dan menukarkan dengan mata uang, surat berharga, atau
perbuatan lain.
6. Tahap Transfer (Layering) 30
Tahap kedua ialah dengan cara pelapisan (layering). Berbagai cara dapat
dilakukan melalui tahap pelapisan ini yang tujuannya menghilangkan
29
H. Juni Sjafrien Jahja, Op cit, hal 9-10. 30
jejak, baik ciri-ciri aslinya atau asal-usul uang tersebut. Misalnya
melakukan transfer dana dari berbagai rekening ke lokasi lainnyaatau dari
suatu negara ke negara lain dan dapat dilakukan berkali-kali,
memecah-mecah jumlah dananya di bank dengan maksud mengaburkan
asal-usulnya, mentransfer dalam bentuk valuta asing, membeli saham,
melakukan transaksiderivatif dan lain-lain. Sering kali juga terjadi si
penyimpanan dana itu sudah merupakan lapis-lapis yang jauh, karena
sudah diupayakan berkali-kali simpan menyimpan sebelumnya. Cara lain
misalnya si pemilik uang kotor meminta kredit di bank dan dengan uang
kotornya dipakai untuk untuk membiayai suatu kegiatan usaha secara
legal. Dengan melakukan cara seperti ini, maka kelihatan bahwa kegiatan
usahanya secara legal tersebut tidak merupakan hasil dari uang kotor itu
melainkan dari perolehan kredit bank tadi.
7. Tahap Integration31
Upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang
telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau
transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean money),
untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan
kejahatan.
Secara operasional perkembangan tahapan-tahapan tersebut semakin
kompleks dan canggih. Begitu juga dengan metode-metode pencucian uang
31
yang semakin modern dan diakui oleh dunia internasional. Ada tiga
metode-metode pencucian uang yang diakui pada saat sekarang ini, yaitu : 32
1. Buy and Sell Conversions
Dilakukan melalui jual-beli barang dan jasa. Sebagai contoh, real estate
atau aset lainnya dapat dijual kepada co-conspirator yang menyetujui
untuk membeli atau menjual dengan harga yang lebih tinggi daripada
harga yang sebenarnya dengan tujuan untuk memperoleh fee atau
discount. Kelebihan harga dibayar dengan menggunakan uang ilegal dan
kemudian dicuci melalui transaksi bisnis. Dengan cara ini setiap aset,
barang, atau jasa seolah-olah menjadi hasil legal melalui rekening pribadi
atau perusahaan yang ada di suatu bank.
2. Offshore Conversions
Dana ilegal dialihkan ke wilayah yang merupakan tax haven money
laundering centers, kemudian disimpan di bank atau lembaga keuangan
yang ada di wilayah tersebut. Dana tersebut lalu digunakan, antara lain
untuk membeli aset dan investasi (fund investment). Di wilayah atau
negara yang merupakan tax haven terdapat kecenderungan hukum
perpajakan yang lebih longgar, ketentuan rahasia bank yang cukup ketat,
dan prosedur bisnis yang sangat mudah sehingga memungkinan adanya
perlindungan bagi kerahasiaan suatu transaksi bisnis, pembentukan, dan
kegiatan usana trust fund atau badan usaha lainnya. Kerahasiaan inilah
yang memberikan ruang gerak leluasa bagi pergerakan “dana kotor”
32
melalui berbagai pusat keuangan di dunia. Dalam hal ini, para pengacara,
akuntan, dan pengelola dana biasanya sangat berperan dalam metode
offshore conversations dengan memanfaatkan celah yang ditawarkan oleh
ketentuan rahasia bank dan perusahaan.
3. Legitimate Business Conversations
Dipraktikkan melalui bisnis atau kegiatan usaha yang sah sebagai sarana
untuk memindahkan dan memanfaatkan hasil kejahatan dikonversikan
melalui transfer, cek, atau instrumen pembayaran lainnya yang kemudian
disimpan ke rekening bank atau ditarik atau ditransfer kembali ke
rekening bank lainnya. Metode ini memungkinkan pelaku kejahatan
menjalankan usaha atau bekerja sama dengan mitra bisnisnya dan
menggunakan rekening perusahaan yang bersangkutan sebagai tempat
penampungan hasil kejahatan yang dilakukan.
Terdapat 13 modus operandi kejahatan pencucian uang, yaitu: 33
1. Modus secara loan back, yakni dengan cara meminjam uangnya sendiri.
Modus ini diperinci lagi dalam bentuk direct loan, yaitu dengan cara
meminjam uang dari perusahaan luar negeri, semacam perusahaan bayangan
(inmobile investment company) yang direksi dan pemegang sahamnya adalah
dia sendiri. Dalam bentuk back to loan, dimana si pelaku meminjam uang dari
cabang bank asing di negaranya. Pinjaman dengan jaminan bank asing secara
stand by letter of credit atau certificate of deposit bahwa uang didapat atas
dasar uang dari kejahatan. Pinjaman itu kemudian tidak dikembalikan,
33
sehingga jaminan bank dicairkan. Bentuk lain dari modus ini adalah parallel
loan, yakni pembiayaan internasional yang memperoleh aset di luar negeri.
Karena ada hambatan restriksi mata uang, maka dicari perusahaan lain di luar
negeri untuk sama-sama mengambil loan dan dana dari loan itu dipertukarkan
satu sama lain.
2. Modus transaksi dagang internasional
Modus ini menggunakan sarana dokumen L/C, karena yang menjadi fokus
adalah urusan bank, baik bank koresponden maupun opening bank, yaitu
dokumen bank itu sendiri dan tidak mengenai keadaan barang, hal ini sering
menjadi sasaran money laundering, berupa membuat invoice yang besar
terhadap barang yang kecil atau bahkan barang itu tidak ada.
3. Modus penyeludupan uang tunai atau sistembank paralel ke negara lain.
Modus ini adalah dengan cara menyeludupkan sejumlah fisik uang ke luar
negeri. Karena cara ini terdapat resiko seperti dirampok, hilang atau
tertangkap tangan dalam pemeriksaan, maka digunakan modus berupa
electronic transfer, yaitu mentransfer dari suatu negara ke negara lain tanpa
perpindahan fisik uang itu.
4. Modus Real Estate Carousel
Dengan menjual suatu properti beberapa kali kepada perusahaan di dalam
kelompok yang sama. Pelaku money laundering memiliki sejumlah
perusahaan (pemegang saham mayoritas) dalam bentuk real estate dalam
group usaha properti itu. Juga dengan pola harga penjualan yang makin
menjadi putih. Disamping itu pula, pemilik saham minoritas dapat ditarik
memodali dalam proses money laundering. Modus yang sama pula dilakukan
di dalam pasar modal, pembeli saham itu hanya perusahaan-perusahaan di
lingkungannya saja dnegan tawaran harga tinggi.
5. Modus Operasi C-Chase
Modus ini cukup rumit contoh kasus adalah BCCI, di mana kurir-kurir datang
ke bank di Florida untuk menyimpan dana sebesar US $ 10,000 supaya lolos
dari kewajiban lapor. Kemudian beberapa kali dilakukan transfer, yakni dari
New York ke Luxemburg, dari Luxemburg ke cabang bank di Inggris. Lalu
disana dikonversi dalam bentuk certificate of deposit untuk menjamin loan
dalam jumlah yang sama yang diambil oleh orang di Florida. Loan dibuat di
negara Karibia yang terkenal dengan tax haven-nya. Di sini loan itu tidak
pernah ditagih, namun hanya dnegan mencairkan sertifikat deposito itu saja.
Dari Florida uang tersebut ditransfer ke Uruguay melalui rekening drug
dealer, dan di sana uang itu didistribusikan menurut keperluan dan bisnis
yang serba gelap. Hasil investasi ini dapat tercuci dan aman.
6. Modus Investasi tertentu
Modus ini biasanya dalam bisnis transaksi barang lukisan atau antik. Misalnya
pelaku membeli barang lukisan dan kemudian menjualnya kepada seseorang,
yang sebenarnya adalah suruhan si pelaku itu sendiri dengan harga yang
mahal. Lukisan dengan harga yang tidak terukur, dapat ditetapkan dengan
harga yang setinggi-tingginya dan bersifat sah. Hasil penjualan yang tinggi ini
7. Modus Over invoices atau Dub invoices.
Modus ini dilakukan dengan mendirikan perusahaan ekspor impor di negara
sendiri. Lalu di luar negeri (yang bersistem tax haven) mendirikan pula
perusahaan bayangan (shell company). Perusahaan di negara tax haven ini
mengekspor barang ke Indonesia, dan perusahaan yang ada di luar negeri itu
membuat invoice pembelian dengan harga tinggi.Inilah yang disebut dengan
over invoices dan bila dibuat 2 invoice, maka disebut double invoices. Supaya
perusahaan di Indonesia terus bertahan, maka perusahaan yang di luar negeri
memberikan loan. Dengan loan ini, uang kotor dari perusahaan di luar negeri
itu menjadi resmi masuk ke Indonesia.
8. Modus Perdagangan saham
Modus ini terjadi di Belanda, kasus di Bursa Efek Amsterdam dengan
melibatkan perusahaan efek Nusse Brink, dimana beberapa nasabah
perusahaan efek ini, menjadi pelaku kejahatan pencucian uang. Artinya, dana
dari nasabahnya yang di investasi ini bersumber dari uang gelap. Nusse Brink
membuat 2 buah rekening bagi nasabah-nasabah tersebut, yang satu untuk
transaksi yang menderita kerugian, dan satunya lagi untuk transaksi yang
mempunyai keuntungan. Rekening itu diupayakan dibuka ditempat yang
sangat terjamin kerahasiannya, supaya sulit ditelusuri siapa beneficial owner
dari rekening tersebut.
9. Modus Pizza Connection
Modus ini dilakukan dengan menginvestasikan hasil perdagangan obat bius
untuk mendapatkan konsesi pizza. Sementara sisa lainnya diinvestasikan di
10. Modus LA Mina
Kasus yang dipandang sebagai modus dalam money laundering, terjadi di
Amerika Serikat pada tahun 1990. Dana yang diperoleh dari perdagangan obat
bius diserahkan kepada pedagang grosiran emas dan permata sebagai suatu
sindikat. Kemudian emas batangan diekspor dari Uruguay dengan maksud
impornya bersifat legal. Uang disimpan dalam desain kotak kemasan emas,
kemudian dikirim kepada pedagang perhiasan yang bersindikat mafia obat
bius. Penjualan dilakukan di Los Angeles. Hasil uang dibawa ke bank,
maksudnya supaya uang seakan-akan berasal dari penjualan emas dan permata
dan dikirim ke bank New York. Lalu dari kota ini dikirim ke bank di Eropa
melalui negara Panama. Uang tersebut akhirnya sampai di Kolombia guna
didistribusikan dalam membayar ongkos-ongkos, dan investasi perdagangan
obat bius. Tetapi sebagian besar untuk investasi jangka panjang.
11. Modus Deposit Talking
Mendirikan perusahaan keuangan seperti Deposit Talking Institutions (DTI)
di Kanada. DTI ini terkenal dengan sarana pencucian uangnya seperti
Chartered Banks, trust company dan credit union. Kasus money laundering
yang melibatkan DTI antara lain transfer melalui telex, surat berharga,
penukaran valuta asing, pembelian obligasi pemerintah dan treasury bills.
12. Modus identitas palsu
Yaitu memanfaatkan lembaga perbankan sebagai mesin pemutihan uang
dengan cara mendepositokan nama uang palsu, menggunakan safe deposit box
dengan mudah ditransfer ketempat yang dikehendaki, atau menggunakan
electronic fund transfer untuk melunasi kewajiban transaksi gelap,
menyimpan atau mendistribusikan hasil transaksi gelap itu.
13. Modus Akuisisi
Yang dimaksud adalah perusahaan sendiri. Contohnya, seorang pemilik
perusahaan di Indonesia, yang memiliki perusahaan di Indonesia, dan yang
memiliki perusahaan gelap pula di Cayman Island, negara tax haven. Hasil
usaha di Cayman didepositkan atas nama perusahaan yang ada di Indonesia.
Kemudian perusahaan yang ada di Cayman membeli saham-saham dari
perusahaan yang ada di Indonesia (secara akuisisi). Dengan cara ini pemilikm
perusahaan di Indonesia memiliki dana sah, karena telah dicucimelalui hasil
penjualan saham-sahamnya di perusahaan yang ada di Indonesia.
Dari modus operandi yang disebutkan, dapat diamati bahwa pencucian
uang bukan hanya merupakan kejahatan nasional, tetapi juga kejahatan yang
bersifat transnasional. Oleh karena itu, harus diberantas dengan cara kerja sama
regional atau internasional melalui forum bilateral atau multilateral.
4. Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 memberikan pengertian mengenai
pencucian uang, hal tersebut terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang menyatakan:
Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan
maupun oleh korporasi, baik dalam batas wilayah suatu negara maupun yang
dilakukan melintasi batas wilayah negara lain makin meningkat. Kejahatan
tersebut, antara lain, berupa tindak pidana korupsi; penyuapan (bribery);
penyeludupan barang, tenaga kerja, dan imigran; perbankan; perdagangan gelap
narkotika dan psikotropika; perdagangan budak, wanita, dan anak; perdagangan
senjata gelap; penculikan, terorisme; pencurian; penggelapan; penipuan; dan
berbagai kejahatan keran putih.34
1. Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: Sedangkan didalam Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia sendiri kejahatan-kejahatan mengenai tindak pidana
pencucian uang telah diatur didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahnun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
19.pemalsuan uang; 20.perjudian; 21.prostitusi;
22.di bidang perpajakan; 23.di bidang kehutanan;
24.di bidang lingkungan hidup;
25.di bidang kelautan dan perikanan; atau
26.tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
27. Harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.
Mengenai tindak pidana pencucian uang itu sendiri diatur dalam BAB II
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, yaitu :
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan:
“Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidanakarena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000, 00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan:
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan:
1. Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan:
1. Dalam hal tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Koorporasi dan/atau Personil Pengendalian Koorporasi.
2. Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana pencucian uang:
1. Dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi; 2. Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan
Korporasi;
3. Dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan
4. Dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan:
1. Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
2. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
1. Pengumuman putusan hakim;
2. Pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi; 3. Pencabutan izin usaha;
4. Pembubaran dan / atau pelarangan Korporasi; 5. Perampasan aset Korporasi untuk negara; dan / atau 6. Pengambilalihan Korporasi oleh negara.
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan:
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan:
1. Dalam hal Korporasi tidak mampu membayar denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), pidana denda tersebut diganti dengan perampasan Harta Kekayaan milik Korporasi atau Personil Pengendali Korporasi yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang dijatuhkan
2. Dalam hal penjualan Harta Kekayaan milik Korporasi yang dirampas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, pidana kurungan pengganti denda dijatuhkan terhadap Personil Pengendali Korporasi dengan memperhitungkan denda yang telah dibayar.
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan:
Setiap orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau Pemufakatan Jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5.
Dalam Undang-Undang ini pada Pasal 1 ayat (9) yang dimaksud dengan
setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
Yang dimaksud dengan Korporasi menurut Undang-Undang ini pada
Pasal 1 ayat (10) adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi,
baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Sedangkan yang dimaksud dengan Pihak Pelapor menurut
Undang ini pada Pasal 1 ayat (11) adalah setiap orang yang menurut
Undang-Undang ini wajib menyampaikan laporan kepada PPATK.
Begitu juga yang dimaksud dengan Harta Kekayaan menurut
Undang-Undang ini pada pasal 1 ayat (13) adalah semua benda bergerak atau tidak
bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Yang dimaksud dengan Personil Pengendali Korporasi menurut