ANALISIS KELEMBAGAAN
PANGLIMA LAÔT LHÔK
DALAM PENGELOLAAN KEGIATAN PERIKANAN
PURSE
SEINE
DI KECAMATAN MUARA BATU,
KABUPATEN ACEH UTARA
VERA NANDA
SKRIPSI
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
VERA NANDA, C44070017. Analisis Kelembagaan Panglima Laôt Lhôk dalam Pengelolaan Kegiatan Perikanan Purse Seine di Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara. Dibimbing oleh AKHMAD SOLIHIN dan MOCH. PRIHATNA SOBARI.
Alat tangkap purse seine berpengaruh besar terhadap kelestarian sumberdaya ikan di Perairan Kecamatan Muara Batu. Hal ini dikarenakan purse
seine memiliki produktivitas hasil tangkapan yang tinggi, yang mendorong
nelayan melakukan penangkapan sebanyaknya guna memperoleh keuntungan yang lebih besar. Oleh karena itu, pengelolaan kegiatan perikanan purse seine
perlu dilakukan oleh Panglima Laôt Lhôk di Kecamatan Muara Batu. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2011 sampai dengan Maret 2011 bertujuan untuk mengetahui sistem kelembagaan Panglima Laôt Lhôk, mengetahui persepsi nelayan purse seine terhadap keberadaan Panglima Laôt Lhôk dan mengetahui unit penangkapan purse seine di Perairan Kecamatan Muara Batu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan studi kasus. Analisis data yang dilakukan berupa analisis hukum, kelembagaan, persepsi nelayan, teknis, pasar dan finansial. Berdasarkan analisis hukum, hukum adat laut telah mendapatkan pengakuan dari hukum positif. Berdasarkan analisis kelembagaan, sistem kelembagaan yang dimiliki Panglima Laôt Lhôk menjadikan lembaga adat tesebut dapat berdiri kokoh di Kecamatan Muara Batu. Panglima Laôt Lhôk
memiliki aturan khusus bagi nelayan purse seine mengenai batas wilayah penangkapan ikan. Berdasarkan analisis persepsi, nelayan purse seine masih memiliki tingkat persepsi sedang terhadap keberadaan Panglima Laôt Lhôk. Berdasarkan analisis teknis, purse seine di Kecamatan Muara Batu memiliki keragaman dalam hal konstruksi alat tangkap dengan tujuan hasil tangkapan berbeda pula. Berdasarkan analisis pasar, penjualan hasil tangkapan purse seine
memberikan keuntungan berbeda pada tiap pelaku pasar. Berdasarkan analisis finansial, usaha perikanan purse seine layak dijalankan karena nilai karena
TR>TC, R/C>0, NPV>0, Net B/C>1 dan IRR lebih tinggi dari tingkat suku bunga. Berdasarkan analisis sensitivitas, usaha perikanan purse seine sensitif terhadap kenaikan harga BBM.
ABSTRACT
VERA NANDA, C44070017. Institutional Analysis Panglima Laôt Lhôk in Purse Seine Fishery Management Activities in Sub-District Muara Batu, North Aceh Regency. Guided by AKHMAD SOLIHIN and MOCH. PRIHATNA SOBARI.
Purse seine fishing gears significantly affect the sustainability of fish resources in the waters of Muara Batu sub-district. This is because the purse seine have high productivity results, which encourages fishermen to capture as much to gain greater profits. Therefore, the purse seine fishery management activities need to be done by the Panglima Laôt Lhôk in Muara Batu sub-district. The study was conducted in February 2011 to March 2011 aims to determine the institutional system of Panglima Laôt Lhôk, to determine the perception of purse seine fishermen towards the existence of Panglima Laôt Lhôk and to identify the unit of purse seine fishing in the waters of Muara Batu sub-district. The method used is descriptive with case studies. Data analysis was conducted in the form of legal analysis, institutional, perception of fishermen, technical, and financial markets. Based on the analysis of law, customary law of the sea has gained positive recognition from the law. Based on institutional analysis, institutional system owned by Panglima Laôt Lhôk can make traditional institutions stood firm in the sub-district of Muara Batu. Panglima Laôt Lhôk has special rules for fishermen on purse seine fishing area boundary. Based on the analysis of perception, purse seine fishermen still have medium level of perception towards the existence of Panglima Laôt Lhôk. Based on technical analysis, purse seine in Muara Batu sub-district has diversity in terms of construction gear to catch different purposes. Based on market analysis, sales of purse seine provide different profits in each market. Based on financial analysis, business purse seine fishery viable because of the value of TR> TC, R / C> 0, NPV> 0, Net B / C> 1 and the IRR is higher than interest rates. Based on sensitivity analysis, purse seine fisheries are sensitive to fuel price hike.
ANALISIS KELEMBAGAAN
PANGLIMA LAÔT LHÔK
DALAM PENGELOLAAN KEGIATAN PERIKANAN
PURSE
SEINE
DI KECAMATAN MUARA BATU,
KABUPATEN ACEH UTARA
VERA NANDA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Analisis Kelembagaan
Panglima Laôt Lhôk dalam Pengelolaan Perikanan Purse Seine di Kecamatan
Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara” adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal dan dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan sebelumnya maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tubuh tulisan dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2011
© Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:
(a) Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
(b) Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Judul Penelitian : Analisis Kelembagaan Panglima Laôt Lhôk dalam Pengelolaan Kegiatan Perikanan Purse Seine di Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara
Nama Mahasiswa : Vera Nanda
NRP : C44070017
Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Akhmad Solihin, S.Pi, MH Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. NIP. 19790403 200701 1 001 NIP. 19610316 198601 1 001
Diketahui:
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Dr.Ir Budy Wiryawan, M.Sc NIP. 19621223 198703 1 001
KATA PENGANTAR
Panglima Laôt Lhôk merupakan sebuah lembaga hukum adat laut yang
berperan dalam pengelolaan kegiatan perikanan tangkap di Kecamatan Muara Batu, salah satunya pengelolaan kegiatan perikanan purse seine. Untuk mengetahui tentang keberadaan Panglima Laôt Lhôk di Kecamatan Muara Batu, perlu dilihat dari aspek hukum, aspek kelembagaan dan persepsi nelayan purse
seine. Kegiatan penangkapan purse seine di Kecamatan Muara Batu belum
didokumentasikan, sehingga perlu dilakukan penilaian terhadap aspek teknis, aspek pasar dan aspek finansial. Hasil penilaian tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi Panglima Laôt Lhôk dan pemerintah dalam membuat kebijakan untuk memberikan solusi dalam pengelolaan perikanan purse seine.
Pembuatan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Saran dan kritik sangat diharapkan untuk kesempurnaan hasil yang diperoleh. Penulis berharap agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, September 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Paloh Lada pada tanggal 21 Maret 1989 dari pasangan Zulkifli AR dan Rosmala. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Pada Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Yapena dan pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi pengurus Departemen Pengembangan Minat dan Bakat Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (Himafarin) periode 2007-2008 dan pengurus Departemen Penelitian Pengembangan Profesi Himafarin periode 2008-2009. Penulis juga aktif di organisasi mahasiswa daerah, diantaranya menjadi pengurus Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) periode 2008-2009, Bendahara umum IMTR periode 2009-2010. Dewan Pengawas IMTR periode 2010-2011.
Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Analisis Kelembagaan Panglima Laot Lhôk dalam Pengelolaan Kegiatan Perikanan Purse
Seine di Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara”. Penulis dinyatakan
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1) Akhmad Solihin, S.Pi, MH., dan Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S., selaku pembimbing pertama dan kedua yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini;
2) Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si., yang mewakili Komisi Pendidikan dan Retno Muninggar, S.Pi, ME., sebagai dosen penguji pada sidang skripsi yang telah memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi;
3) Dahlan Yusuf, selaku Panglima Laôt Lhôk di Kecamatan Muara Batu yang telah memberikan informasi dan membantu di lapangan selama penelitian. 4) Zulkifli AR dan Rosmala, selaku orang tua penulis atas kasih sayang, bantuan,
nasehat, doanya selama ini;
5) Zora Nanda, Muhammad Zakiy dan Raudha Maulinda, selaku kakak dan adik penulis yang senantiasa berdoa dan memberikan dukungan kepada penulis; 6) Baskoro Sokoco yang telah memberikan bantuan, perhatian dan semangat
serta telah banyak mengajarkan penulis arti hidup, sabar dan ikhlas.
7) Noviya, Tiffanny, Eneng dan Keristina selaku sahabat terbaik atas dukungan, doa dan persahabatan indah yang diberikan untuk penulis;
8) Nado, Dudi, Zamil, Roisul, Melisa, Wulan, Reza, Kris atas bantuan yang diberikan untuk penulis;
9) Sahabat seperjuangan PSP 44 atas doa dan dukungan serta persahabatan yang tulus dan yang selama ini kita jalani semoga akan selalu tersimpan dalam kenangan kita;
10)Bang Rizal, Bang Ayi, Kak Ami, Kak Milka, Bang Hendri, Bang Dahlul dan Kak Mala atas bantuan dan doanya;
11)Pak Gigih dan Mba Vina selaku staf tata usaha Departemen PSP atas bantuan yang diberikan kepada penulis.
Halaman
5.3.1 Perkembangan produksi dan nilai produksi ikan ... 39
5.3.2 Perkembangan alat tangkap ikan ... 42
6.2.1 Pengakuan hukum positif terhadap hukum adat laut dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) ... 49
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Variabel dan indikator tingkat persepsi nelayan terhadap keberadaan
Panglima Laôt ... 28 2 Perkembangan penduduk di Kecamatan Muara Batu tahun 2004-
2009 ... 39 3 Jumlah produksi dan nilai produksi ikan di Kecamatan Muara Batu
tahun 2011 ... 40 4 Jumlah alat tangkap yang beroperasi di Kecamatan Muara Batu
tahun 2004-2009 ... 42 5 Jumlah kapal penangkapan ikan di Kecamatan Muara Batu
tahun 2004-2009 ... 44 6 Jumlah nelayan di Kecamatan Muara Batu tahun 2004-2009 ... 45 7 Struktur kelembagaan Panglima Laôt Provinsi, Panglima Laôt
Kabupaten/Kota dan Panglima Laôt Lhôk ... 56 8 Kelompok umur nelayan pukat layang, pukat teri dan
pukat udang ... 64 9 Tingkat pendidikan nelayan pukat layang, pukat teri dan
pukat udang ... 64 10 Tingkat pendapatan nelayan pukat layang, pukat teri dan
pukat udang ... 65 11 Jumlah tanggungan nelayan pukat layang, pukat teri dan
pukat udang ... 66 12 Nilai rataan skor untuk tingkat pengetahuan nelayan purse seine
Terhadap lembaga adat Panglima Laôt Lhôk di Kecamatan Muara Batu tahun 2011 ... 67 13 Nilai rataan skor untuk tingkat kepatuhan nelayan purse seine
Terhadap hukum adat laut di Kecamatan Muara Batu
tahun 2011 ... 68 14 Nilai rataan skor untuk tingkat kepuasan nelayan purse seine
Terhadap kinerja Panglima Laôt Lhôk di Kecamatan Muara Batu
tahun 2011 ... 69 15 Total skor untuk tingkat persepsi nelayan purse seine
terhadap keberadaan Panglima Laôt Lhôk di Kecamatan Muara Batu
tahun 2011 ... 70 16 Produktivitas unit penangkapan pukat layang, pukat teri dan pukat
Halaman 17 Margin pemasaran, biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran
hasil tangkapan ikan layang pada saluran I dan II ... 88 18 Margin pemasaran, biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran
hasil tangkapan ikan teri pada Saluran I dan II ... 89 19 Margin pemasaran, biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran
hasil tangkapan udang pada saluran I dan II ... 90 20 Biaya investasi usaha penangkapan pukat layang, pukat teri dan
pukat udang di Kecamatan Muara Batu tahun 2011 (Rp) ... 92 21 Biaya tetap usaha penangkapan pukat layang, pukat teri dan
pukat udang di Kecamatan Muara Batu tahun 2011 (Rp) ... 93 22 Biaya variabel usaha penangkapan pukat layang, pukat teri dan
pukat udang di Kecamatan Muara Batu tahun 2011 (Rp) ... 94 23 Penerimaan usaha penangkapan pukat layang, pukat teri dan
pukat udang di Kecamatan Muara Batu tahun 2011 ... 95 24 Hasil perhitungan analisis usaha penangkapan pukat layang,
pukat teri dan pukat udang di Kecamatan Muara Batu
tahun 2011 ... 95 25 Hasil perhitungan analisis kriteria investasi usaha penangkapan
pukat layang, pukat teri dan pukat udang di Kecamatan Muara Batu
tahun 2011 ... 98 26 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan BBM
sebesar 40,41% pada perikanan pukat layang ... 100 27 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan BBM
Sebesar 32,44% pada perikanan pukat teri ... 100 28 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan BBM
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Konstruksi purse seine ... 14
2 Kerangka pendekatan studi ... 22
3 Perkembangan produksi ikan di Kecamatan Muara Batu tahun 2004-2009 ... 41
4 Perkembangan nilai produksi ikan di Kecamatan Muara Batu tahun 2004-2009 ... 41
5 Komposisi alat tangkap di Kecamatan Muara Batu pada tahun 2009 ... 43
6 Perkembangan jumlah alat tangkap di Kecamatan Muara Batu pada tahun 2009 ... 43
7 Struktur bagi hasil unit penangkapan purse seine di Kecamatan Muara Batu ... 46
8 Desain dan konstruksi pukat layang ... 74
9 Desain dan konstruksi pukat teri ... 75
10 Desain dan konstruksi pukat udang ... 76
11 Perahu pukat layang di Kecamatan Muara Batu ... 77
12 Perahu pukat teri di Kecamatan Muara Batu ... 78
13 Perahu pukat udang di Kecamatan Muara Batu ... 78
14 Skema saluran pemasaran hasil tangkapan ikan layang dan udang di Kecamatan Muara Batu ... 85
Halaman
1 Peta lokasi penelitian ... ... 108
2 Karakteristik nelayan pukat layang, pukat teri dan pukat udang ... 109
3 Persepsi nelayan pukat layang, pukat teri dan pukat udang terhadap keberadaan Panglima LaotPanglima Laôt Lhôk ... 110
4 Perhitungan produktivitas pukat layang, pukat teri dan pukat udang ... 112
5 Perhitungan biaya penanganan/pemasaran ikan layang, ikan teri dan udang ... 118
6 Perhitungan analisis usaha unit penangkapan pukat layang ... 120
7 Perhitungan analisis usaha unit penangkapan pukat teri ... 122
8 Perhitungan analisis usaha unit penangkapan pukat udang ... 124
9 Perhitungan cash flow unit penangkapan pukat layang ... 126
10 Perhitungan cash flow unit penangkapan pukat teri ... 127
11 Perhitungan cash flow unit penangkapan pukat udang ... 128
12 Perhitungan cash flow unit penangkapan pukat layang apabila terjadi kenaikan harga BBM 40,41% ... 129
13 Perhitungan cash flow unit penangkapan pukat teri apabila terjadi kenaikan harga BBM 32,44% ... 130
1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Muara Batu merupakan salah satu kecamatan yang terletak di wilayah
pesisir Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Perairan
Kecamatan Muara Batu adalah daerah pesisir yang memiliki sumberdaya ikan
yang masih dapat dimanfaatkan bagi masyarakat setempat maupun luar daerah.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Aceh Utara (2008), potensi sumberdaya ikan
yang tersedia di Perairan Kecamatan Muara Batu, khususnya perikanan laut
adalah sebesar 2.961,50 ton per tahun. Ketersediaan sumberdaya ikan yang cukup
besar ini menunjukkan bahwa Perairan Kecamatan Muara Batu merupakan
wilayah yang cukup potensial untuk dijadikan sebagai basis perikanan tangkap.
Kegiatan perikanan tangkap merupakan kegiatan utama yang menopang
perekonomian masyarakat di Kecamatan Muara Batu. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Aceh Utara (2008), masyarakat yang
bermata pencaharian sebagai nelayan berjumlah 876 orang. Beberapa jenis alat
penangkapan ikan yang dioperasikan oleh nelayan di Perairan Kecamatan Muara
Batu, yaitu purse seine, jaring insang (jaring klitik, jaring insang hanyut dan
jaring insang lingkar), pukat kantong (payang dan pukat pantai), pancing (rawai
tetap, pancing tonda dan pancing ulur), perangkap (bubu) dan jala tebar. Alat-alat
tangkap tersebut dioperasikan dengan menggunakan tipe kapal yang berbeda.
Perbedaan tipe kapal tersebut tergantung dari jenis alat tangkap yang
dioperasikan. Tipe-tipe kapal yang terdapat di wilayah ini terdiri atas 68 unit
perahu tanpa motor, 9 unit motor tempel dan 331 unit kapal motor.
Purse seine merupakan salah satu alat penangkap ikan modern yang
dioperasikan oleh nelayan di Perairan Kecamatan Muara Batu. Menurut Subani
dan Barus (1989), purse seine dikenal sebagai salah satu alat tangkap yang
produktivitas hasil tangkapannya tinggi untuk penangkapan ikan pelagis, dengan
daerah pengoperasian lebih ke lepas pantai.
Unit penangkapan purse seine yang dioperasikan di Perairan Kecamatan
Muara Batu memiliki keragaman, yaitu dalam hal konstruksi alat tangkap, spesies
Berdasarkan keragaman tersebut, ada tiga jenis alat tangkap yang termasuk ke
dalam unit penangkapan purse seine di wilayah ini, yaitu pukat layang, pukat teri
dan pukat udang. Setiap jenis purse seine ini memiliki konstruksi alat tangkap
berbeda dibandingkan dengan daerah lainnya.
Alat tangkap purse seine bukan merupakan alat tangkap dominan, namun
berpengaruh besar terhadap kelestarian sumberdaya ikan di wilayah Perairan
Kecamatan Muara Batu. Hal ini dikarenakan, unit penangkapan purse seine
memiliki produktivitas yang cukup tinggi di wilayah tersebut, sehingga nelayan
berusaha menangkap ikan sebanyaknya demi memperoleh keuntungan yang besar.
Berdasarkan hal tersebut, pengelolaan kegiatan perikanan purse seine perlu
dilakukan di wilayah ini. Pengelolaan tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan
pemanfaatan potensi sumberdaya ikan guna meningkatkan pendapatan nelayan
purse seine serta menjaga kelestarian sumberdaya ikan di wilayah tersebut.
Pengelolaan kegiatan perikanan purse seine ini sangat erat kaitannya
dengan peran kelembagaan lokal Panglima Laôt Lhôk di wilayah tersebut.
Panglima Laôt Lhôk merupakan lembaga pemimpin adat nelayan atau pesisir
yang memiliki kekuasaan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan
kegiatan penangkapan ikan seperti mengatur wilayah penangkapan ikan, alat
tangkap yang digunakan, waktu penangkapan ikan, menyelesaikan permasalahan
antar nelayan (konflik), dan masalah lainnya yang terkait dalam kegiatan
perikanan tangkap di daerah tersebut. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik
melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Kelembagaan Panglima Laôt Lhôk
dalam Pengelolaan Kegiatan Perikanan Purse Seine di Kecamatan Muara Batu,
Kabupaten Aceh Utara”.
1.2Perumusan Masalah
Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian adalah:
1) Bagaimana sistem kelembagaan Panglima Laôt Lhôk dalam mengelola
kegiatan perikanan purse seine?
2) Bagaimana persepsi nelayan purse seine terhadap keberadaan Panglima Laôt
Lhôk?
3) Bagaimana kondisi kegiatan usaha perikanan purse seine di Kecamatan Muara
3
1.3Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1) Mengkaji sistem kelembagaan Panglima Laôt Lhôk dalam mengelola kegiatan
perikanan purse seine.
2) Mengetahui persepsi nelayan terhadap keberadaan Panglima Laôt Lhôk.
3) Mengkaji kegiatan usaha perikanan purse seine di Perairan Kecamatan Muara
Batu.
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah
1) Bagi penulis, hasil penelitian ini digunakan untuk menulis skripsi sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dalam rangka memperoleh gelar
Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
2) Bagi masyarakat Aceh, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
mengenai kelembagaan Panglima Laôt Lhôk dan meningkatkan kesadaran
mengenai keberadaan lembaga tersebut di Aceh.
3) Bagi Panglima Laôt Lhôk, hasil penelitian ini dapat digunakan dalam
mengoptimalkan pengaturan kegiatan yang terkait dengan perikanan purse
seine di daerah setempat.
4) Bagi nelayan, hasil penelitian ini semoga dapat memberikan infomasi
mengenai kegiatan usaha perikanan purse seine dilihat dari aspek teknis, pasar
dan finansial dan memberikan informasi tentang sistem aturan yang
diberlakukan oleh Panglima Laôt Lhôk bagi nelayan purse seine di daerah
setempat.
5) Bagi Pemerintah Daerah, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh
Utara dan pihak-pihak yang terkait, hasil penelitian ini sebagai masukan untuk
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelolaan Perikanan Tangkap
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan juncto
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 6 ayat (1)
disebutkan bahwa pengelolaan perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan
Republik Indonesia dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan
berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Lebih lanjut pada
Pasal 6 ayat (2) disebutkan bahwa pengelolaan perikanan untuk kepentingan
penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum
adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat.
Murdiyanto (2004) mengemukakan bahwa pengelolaan perikanan menyangkut
tugas yang kompleks bertujuan untuk menjamin adanya hasil dari sumberdaya
alam yang optimal bagi masyarakat setempat, daerah dan negara, yang diperoleh
dari memanfaatkan sumberdaya ikan secara berkelanjutan.
Diniah (2008) mengemukakan bahwa perikanan tangkap merupakan suatu
kegiatan ekonomi dalam memanfaatkan sumberdaya alam, khususnya kegiatan
penangkapan dan pengumpulan berbagai jenis biota yang ada di lingkungan
perairan. Monintja (1989) menjelaskan bahwa komponen utama dari perikanan
tangkap adalah unit penangkapan, yang terdiri atas : (1) perahu atau kapal; (2) alat
tangkap; dan (3) tenaga kerja atau nelayan. Pelaksanaan kegiatan di bidang
penangkapan ini dihadapkan pada beberapa karakteristik khusus yang tidak
dimiliki oleh sistem pengelolaan sumberdaya pertanian lainnya. Beberapa
karakteristik khusus tersebut adalah:
1) Sumberdaya pada umumnya tidak terlihat (invisible);
2) Sumberdaya merupakan milik umum (common property);
3) Eksploitasi sumberdaya melibatkan resiko yang besar (high risk);
4) Produk sangat mudah rusak (highly perishable).
Karakteristik-karakteristik itulah yang menyebabkan lebih sulitnya proses
pengelolaan sumber daya ikan dibandingkan dengan sumber daya lainnya. Oleh
5
memungkinkan pemanfaatan sumberdaya ini, yang meliputi aspek-aspek biologi,
teknologi sosial, dan ekonomi (Monintja 1989).
2.2 Hukum dan Analisis Hukum
Menurut Sulaiman (2009), hukum diartikan sebagai peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah, undang-undang, peraturan untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat. Leviathan (1651) diacu dalam Putra (2009) berpendapat bahwa hukum adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya kepada orang lain. Kusumaatmadja (1976) diacu dalam Putra (2009) mengemukakan pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.
Menurut Peter (2005), penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Analisis hukum yang digunakan adalah:
1) Analisis Yuridis Formal
Pendekatan analisis yuridis formal adalah pendekatan hukum dengan bentuk tertentu yang merupakan dasar berlakunya hukum secara formal. Hukum formal merupakan dasar kekuatan mengikatnya peraturan-peraturan agar ditaati oleh masyarakat maupun oleh penegak hukum, sehingga setiap pelanggaran akan dikenakan sanksi sesuai dengan seberapa besarnya pelanggaran yang dilakukan.
2) Analisis Yuridis Komparatif
perundang-undangan dengan aturan adat yang sudah berlaku secara turun temurun, kemudian akan digunakan sebagai rekomendasi bagi perbaikan aturan dalam rangka menciptakan harmonisasi hukum.
3) Analisis Yuridis Historis
Pendekatan analisis yuridis historis dilakukan dalam rangka pelacakan sejarah lembaga hukum dari waktu ke waktu. Analisis ini sangat membantu penulis untuk memahami filosofis dari aturan hukum dari waktu ke waktu. Selain itu, melalui pendekatam historis peneliti juga dapat memahami perubahan dan perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum tersebut.
2.3 Hukum Adat Laut
Menurut Wignjodipoero (1967) adat adalah pencerminan dari pada kepribadian suatu bangsa, merupakan salah satu penjelmaan dari pada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad dan adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat, yaitu bahwa kaidah-kaidah adat itu berupa kaidah-kaidah kesusilaan yang kebenarannya telah mendapatkan pengakuan umum dalam masyarakat itu. Hukum adat memiliki dua unsur yaitu: (1) unsur kenyataan, bahwa adat itu dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh rakyat; dan (2) unsur psikologis, bahwa terdapat adanya keyakinan pada rakyat, artinya adat mempunyai kekuatan hukum. Kedua unsur inilah yang menimbulkan adanya kewajiban hukum
(opinioyuris necessitatis). Selanjutnya Wignjodipoero (1967) menjelaskan bahwa
didalam kehidupan masyarakat hukum adat, umumnya terdapat tiga bentuk hukum adat, yaitu:
1) Hukum yang tidak tertulis (jus non scriptum); merupakan bagian yang terbesar. 2) Hukum yang tertulis (jus scriptum); hanya sebagian kecil saja, misalnya
peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh raja-raja atau sultan-sultan.
3) Uraian-uraian hukum secara tertulis, lazimya uraian-uraian ini adalah suatu hasil penelitian (research) yang dibukukan.
7
keperdataan. Adli et al. (2006) mengemukakan bahwa hukum adat laut di Aceh merupakan hukum yang berlaku dalam masyarakat nelayan di wilayah adat
masing-masing. Nelayan atu pengusaha perikanan laut di daerah melakukan usaha
penangkapan ikan pada wilayah hukum adat tersebut harus tunduk pada hukum
adat yang berlaku di daerah itu (hak ulayat laut). Pelaksanaan adat laut mencakup
tiga hal, yaitu:
1) Masalah pengaturan alat tangkap
Hal ini sangat penting artinya, karena banyak alat tangkap yang merusak
lingkungan. Pembatasan wilayah dimaksudkan karena kehidupan habitat
masing-masing pada jarak-jarak tertentu.
2) Pelaksanaan sosial
Pelaksanaan sosial yang dimaksudkan sebagai usaha manusia yang di
samping membina hubungan vertikal dengan Allah juga membina hubungan
dengan sesama manusia dan lingkungan.
3) Masalah aturan dan pelanggaran yang disertai sanksi
Pada pelaksanaan adat laut di Aceh sangat dilarang menggunakan alat
tangkap yang tidak ramah lingkungan dan membuang sampah ke laut,
khususnya alat-alat yang merupakan bekas alat perbaikan perahu, baik oli
bekas, maupun sisa-sisa sampah dari perbaikan tersebut.
Adli et al. (2006) menjelaskan bahwa ada sejumlah aturan penangkapan
ikan dan bagi hasil ikan di perairan laut Aceh. Aturan tersebut tetap merupakan
hukum adat bagi nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di daerah
itu. Pada wilayah Aceh juga dikenal beberapa hari pantang melaut, yakni sebagai
berikut:
1) Kenduri adat laut
2) Hari Jumat
3) Hari raya Idul Fitri
4) Hari raya Idul Adha
5) Hari Kemerdekaan Indonesia yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus
Selain hari pantang laut juga diketahui ada 4 aspek adat laut yang berlaku di
Aceh, yaitu:
1) Adat sosial
(1) Pada saat terjadi kerusakan kapal/perahu atau alat tangkap lainnya di laut
mereka memberikan suatu tanda, yaitu menaikkan bendera tanda meminta
bantuan (SOS), bagi perahu yang melihat aba-aba tersebut langsung
datang mendekati dan memberi bantuan.
(2) Jika terjadi musibah nelayan tenggelam di laut, seluruh perahu mencari
mayat tersebut minimal satu hari penuh dan jika ada perahu yang
menemukan mayat di laut, perahu tersebut berkewajiban mengambil dan
membawa mayat tersebut ke daratan.
2) Adat pemeliharaan lingkungan, mencakup:
(1) Dilarang melakukan pemboman, peracunan, pembiusan, penglistrikan,
pengambilan terumbu karang dan bahan lain yang dapat merusak
lingkungan hidup ikan dan biota lainnya.
(2) Dilarang menebang/merusak pohon-pohon kayu di pesisir pantai laut yang
hidup di pantai.
3) Adat kenduri laut
Adat kenduri laut di masing-masing lhôk dan kabupaten/kota dalam Provinsi
Aceh mempunyai ciri tersendiri dan bervariasi satu dengan lainnya, menurut
keadaan masing-masing daerah dan tetap mempertahankan nilai-nilai Islami.
4) Adat barang hanyut
Setiap barang (perahu) yang hanyut di laut dan ditemukan oleh seorang
nelayan, harus diserahkan pada Panglima Laôt setempat untuk pengurusan
selanjutnya.
Untuk keberlangsungan adat tersebut juga ada sanksi hukumnya. Bagi
nelayan yang melanggar ketentuan akan dikenakan tindakan hukum, berupa: (a)
seluruh hasil tangkapan disita; (b) dilarang melaut minimum selama 3 hari dan
selama-lamanya 7 hari. Jika terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap tindakan
hukum yang telah ditetapkan, maka Lembaga Hukum Adat Laut akan mengambil
tindakan administratif melalui pejabat yang berwenang setelah terlebih dahulu
9
2.4 Kelembagaan dan Analisis Kelembagaan
Menurut Huntington (1965) diacu dalam Widodo (2008), lembaga merupakan pola perilaku yang selalu berulang bersifat kokoh dan dihargai oleh masyarakat. Selanjutnya Uphoff (1986) diacu dalam Widodo (2008) berpendapat bahwa lembaga merupakan sekumpulan norma dan perilaku telah berlangsung dalam waktu yang lama dan digunakan untuk mencapai tujuan bersama.
Syahyuti (2003) diacu dalam Widodo (2008) mengemukakan beberapa
pandangan mengenai definisi ‘lembaga’ sebagai organisasi dan lembaga sebagai
institusi serta definisi ‘kelembagaan’ (institusi) yang dikemukakan oleh para
ahli. Syahyuti sendiri menyatakan bahwa terdapat 4 (empat) cara untuk membedakannya, yaitu:
1) Kelembagaan cenderung tradisional, sedangkan organisasi cenderung modern. 2) Kelembagaan berasal dari masyarakat itu sendiri, sedangkan organisasi datang
dari atas.
3) Kelembagaan dan organisasi berada dalam satu kontinuum dimana organisasi adalah kelembagaan yang belum melembaga.
4) Organisasi merupakan bagian dari kelembagaan.
Sementara itu, kelembagaan memberi tekanan pada 5 (lima) hal, yaitu: 1) Berkenaan dengan aspek sosial;
2) Berkaitan dengan hal-hal yang abstrak yang menentukan perilaku individu dalam sistem sosial;
3) Berkaitan dengan perilaku atau seperangkat tata kelakuan atau cara bertindak yang mantap dan sudah berjalan lama dalam kehidupan masyarakat;
4) Ditekankan pada pola perilaku yang disetujui dan memiliki sanksi dalam kehidupan masyarakat; dan
5) Pelaksanaan kelembagaan diarahkan pada cara-cara yang baku untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam sistem sosial tertentu.
dipilih atas pertimbangan kebutuhan dan masa kepengurusannya jelas, struktur bersifat formal dan mudah dipengaruh oleh pihak luar. Ciri lembaga yang bersifat non formal adalah terbentuk atas kehendak masyarakat yang bersangkutan, manajemennya lemah, dinamika aktivitas tidak teratur, terbentuk atas norma dan nilai yang dikembangkan atas dasar trust, pengurus dipilih lembaga bersifat monoton, dan menolak campur tangan pihak luar.
Sugiyanto (2002) mengemukakan bahwa ada tiga metode pendekatan yang dapat dimanfaatkan untuk mempelajari atau mengkaji dalam menelusuri keberadaan lembaga-lembaga sosial yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Ketiga pendekatan tersebut adalah:
1) Pendekatan Historis
Mengkaji keberadaan lembaga ditelusuri melalui sejarah lahirnya lembaga sosial dan perkembangan suatu lembaga sosial.
2) Pendekatan Komparatif
Pendekatan ini dilakukan dengan cara melakukan analisa komparatif yang bertujuan untuk menelaah suatu lembaga tertentu dalam masyarakat yang berlainan tempatnya dan dalam berbagai lapisan sosial.
3) Pendekatan Hubungan
Pendekatan ini lebih menekankan pada hubungan fungsional artinya suatu lembaga tidak mungkin hidup sendiri tanpa ada hubungan/kait-mengkait lembaga satu dengan dengan lembaga lainnya, sehingga dalam analisa ini tidak menutup kemungkinan memadukan analisa komperatif dan analisa historis.
2.5 Persepsi
Simamora (2005) mengemukakan bahwa persepsi sebagai suatu proses
seseorang menyeleksi dan menginterpretasikan stimuli untuk membentuk
deskripsi menyeluruh. Sifat abstrak dari persepsi menyebabkan deskripsi yang
digambarkan oleh seorang pemersepsi tidak objektif tetapi subyektif. Walaupun
persepsi sulit diukur, untuk memperoleh gambaran persepsi seseorang tentang
11
Menurut Hopper (1979) diacu dalam Mulyana (2004), persepsi manusia
secara umum terbagi atas dua kelompok.
1)Persepsi terhadap objek (lingkungan fisik)
2)Persepsi terhadap manusia (sosial).
Perbedaan antara persepsi manusia terhadap lingkungan fisik dan sosial,
yaitu (Hopper 1979 diacu dalam Mulyana 2004):
1)Persepsi terhadap objek melalui simbol-simbol fisik, sedangkan persepsi
terhadap sosial melalui lambang-lambang verbal dan non verbal. Manusia
(sosial) berkecenderungan lebih aktif dan lebih sulit diramalkan daripada
objek;
2)Persepsi terhadap lingkungan fisik menanggapi sifat-sifat luar, sedangkan
persepsi terhadap sosial menanggapi sifat-sifat luar dan dalam (perasaan, motif,
harapan, dan sebagainya). Umumnya objek tidak mempersepsi seseorang yang
mempersepsi objek itu, tetapi orang mempersepsi orang lain yang sedang
dipersepsinya. Hal ini berarti persepsi terhadap manusia bersifat interaktif;
3)Objek bersifat statis sedangkan manusia bersifat dinamis, dapat berubah dari
waktu ke waktu lebih cepat daripada persepsi terhadap objek.
Robbins (1996) mendefinisikan persepsi merupakan proses kognitif yang
dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya, melalui indra dan tiap-tiap individu dapat memberikan arti yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh : 1) tingkat pengetahuan, 2) faktor pemersepsi/pelaku persepsi, 3) faktor obyek/target yang dipersepsikan, dan 4) faktor situasi dimana persepsi itu dilakukan. Sementara faktor pelaku persepsi dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti: sikap, motivasi, kepentingan, minat, pengalaman dan pengharapan. Variabel lain yang ikut menentukan persepsi adalah umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup individu.
2.6 Unit Penangkapan Purse seine
Unit penangkapan purse seine terdiri atas alat tangkap, perahu, dan nelayan.
kelompok surrounding net. Berikut merupakan uraian lebih rinci tentang unit
penangkapan purse seine.
2.6.1 Definisi dan klasifikasi
Menurut Subani dan Barus (1989), purse seine (pukat cincin) adalah alat tangkap yang dilengkapi dengan cincin pada pinggir jaring tempat tali kerut (purse line) dimasukkan ke dalamnya. Fungsi cincin dan tali kerut ini penting, terutama pada waktu pengoperasian jaring. Adanya tali kerut tersebut menyebabkan jaring yang semula tidak berkantong akan membentuk kantong pada akhir operasi penangkapan.
Purse seine biasa disebut jaring kantong, karena bentuk jaring tersebut
sewaktu dioperasikan menyerupai kantong. Purse seine juga sering disebut jaring
kolor, karena pada bagian bawah jaring dilengkapi dengan tali kolor yang berguna
untuk menyatukan bagian bawah jaring sewaktu dioperasikan dengan cara
menarik tali kolor tersebut (Sadhori 1985).
Menurut Sadhori (1985), purse seine dibedakan berdasarkan empat bagian
besar, yaitu:
1) Berdasarkan bentuk jaring utama
(1) Persegi (segi empat);
(2) Trapesium (potongan);
(3) Lekuk.
2) Berdasarkan jumlah kapal yang digunakan pada saat pengoperasian
(1) Tipe satu kapal (one boat system);
(2) Tipe dua kapal (two boat system).
3) Berdasarkan spesies ikan yang menjadi tujuan penangkapan
(1) Purse seine sardine;
(2) Purse seine tuna;
(3) Purse seine layang;
(4) Purse seine kembung dan sebagainya.
4) Berdasarkan waktu operasi yang dilakukan
(1) Purse seine siang hari;
13
von Brandt (2005) menggelompokkan purse seine ke dalam surrounding
net. Purse seine yang dikenal dengan pukat cincin yang berbentuk persegi panjang
dengan dinding jaring yang sangat panjang. Alat tangkap ini terdiri atas badan jaring, selvedge (jaring pada pinggir badan jaring), kantong (bunt), tali ris atas (floatline), tali ris bawah (leadline), pemberat dan pelampung serta cincin yang menggantung pada bagian bawah jaring yang tersusun pada tali kolor (purse line). Alat tangkap ini didesain untuk mengelilingi kawanan ikan pada bagian bawah maupun dari sisi samping dengan tujuan untuk mencegah ikan meloloskan diri ke perairan yang lebih dalam dengan ciri tali ris atas lebih pendek dari tali ris bawahnya.
2.6.2 Alat tangkap
Purse seine adalah alat penangkap ikan pelagis. Menurut Sadhori (1985),
secara umum berbagai macam bahan yang digunakan untuk pembuatan purse
seine dapat diperinci sebagai berikut:
1) Jaring utama, terbuat dari nilon atau vinilon;
2) Selvedge (srampatan), terbuat dari bahan Poly etylene dan berfungsi untuk
melindungi bagian bagian tepi/pinggiran jaring utama yang diikatkan pada tali ris agar bagian pinggir jaring utama tidak cepat rusak atau sobek;
3) Tali pelampung, terbuat dari bahan kuralon (PVA) atau Poly ethylene; 4) Tali ris atas biasanya terbuat dari bahan kuralon (PVA) atau Poly ethylene; 5) Tali ris bawah terbuat dari bahan kuralon (PVA) atau Poly ethylene;
6) Tali pemberat dan tali pelampung terbuat dari kuralon (PVA) atau Poly ethylene;
7) Tali ring terbuat dari kuralon (PVA) atau Poly ethylene;
8) Tali kolor terbuat dari bahan Poly ethylene atau kuralon (PVA) ;
9) Pelampung, terbuat dari bahan busa plasti yang sangat keras atau synthetic rubber (SR);
10) Pemberat, terbuat dari bahan timah hitam;
11) Cincin, terbuat dari kunigan atau tembaga atau kadang- bahan besi.
Kantong merupakan bagian jaring tempat berkumpulnya ikan hasil
tangkapan pada proses pengambilan. Tali pelampung merupakan tempat
pemberat. Pelampung dan pemberat digunakan agar kantong dapat terbuka. Tubuh
jaring adalah bagian keseluruhan jaring purse seine. Tali kolor merupakan tali
yang bergerak bebas melalui cincin. Cincin tersebut diikatkan pada bridle ring
(Sadhori 1985). Konstruksi purse seine dapat dilihat pada Gambar 1.
Keterangan :
a. Pelampung e. Tali ring b. Tali ris atas f. Tali cincin c. Pemberat timah g. Cincin d. Pelampung
Sumber : Sadhori (1985)
Gambar 1 Konstruksi purse seine.
2.6.3 Kapal
Menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan juncto
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, kapal perikanan adalah kapal,
perahu atau alat apung yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan,
mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan,
pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan. Subani
dan Barus (1989) menjelaskan bahwa pada umumnya perahu atau kapal yang
digunakan dalam operasi penangkapan purse seine adalah perahu motor
berkekuatan 40-60 PK. Panjang perahu 14-18 m, lebar 2,75-3 m, dalam 1,5-1,75
15
2.6.4 Nelayan
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan juncto
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan adalah orang yang
mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Berdasarkan waktu yang
digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan, nelayan diklasifikasikan
sebagai berikut:
1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk
melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau
tanaman air.
2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya
digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan atau
binatang air lainnya atau tanaman air. Disamping melakukan pekerjaan
penangkapan, nelayan kategori ini dapat mempunyai pekerjaan lain.
3) Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktunya
digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan.
Subani dan Barus (1989) mengemukakan bahwa jumlah nelayan tiap kapal
purse seine tidaklah sama, bergantung pada skala usahanya. Jika skala kecil
jumlah ABK sekitar 15-20 orang, sedangkan skala besar jumlah ABK bisa
mencapai 40 atau lebih.
2.7 Metode Pengoperasian Purse Seine
Menurut Sainsbury (1986), tahapan dalam kegiatan penangkapan ikan menggunakan alat tangkap purse seine terbagi ke dalam dua tahap, yaitu:
1) Tahap penebaran jaring (setting)
Ketika gerombolan ikan telah diketahui, kapal bergerak memutari gerombolan tersebut. Pada saat penurunan purse seine, posisi kapal terhadap arus dan angin perlu diperhatikan agar kapal dapat menebar jaring dengan baik dan gerombolan ikan terkurung sempurna. Penebaran jaring dimulai dari bagian kantong ditautkan pada kapal kecil untuk perlengkapan penebaran jaring (seine skiff) yang diluncurkan ke air. Pada waktu menarik jaring, skiff
ini membantu menarik jaring, atau dapat juga menautkan ujung kantong dengan pelampung besar (bouy) yang dilemparkan ke laut. Kapal kemudian bergerak mengelilingi gerombolan ikan sambil menurunkan jaring. Biasanya penurunan jaring dilakukan di bagian kanan kapal, akan tetapi dapat juga dilakukan di sisi kiri kapal. Bila seluruh jaring telah ditebarkan, maka sebelum kapal penuh mengitari gerombolan ikan, bagian sayap jaring ditarik dengan tali penarik yang ditautkan pada kapal agar jaring terentang sempurna (Sainsbury 1986)
2) Tahap penarikan jaring (hauling)
Apabila kedua ujung jaring telah bertemu, maka kedua ujung jaring tersebut dinaikkan ke atas kapal dan penarikan tali kolor dengan bantuan power block
dimulai hingga semua cincin naik ke atas permukaan laut. Setelah cincin naik ke sisi lambung kapal, maka badan jaring segera ditarik sedikit demi sedikit hingga ke bagian bunt. Lalu ikan dipindahkan ke dalam palkah dengan bantuan alat scoop net ataupun fish pump (Rasdani et al. 2006)
2.8 Hasil Tangkapan
17
kembung (Rastrellinger sp.), tongkol (Auxis sp.), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomerus commersoni), dan sardine (Sardinella sp.).
2.9 Daerah Penangkapan Ikan
Beberapa persyaratan daerah penangkapan ikan yang dianggap baik untuk alat penangkapan purse seine (Sadhori 1985), yaitu:
1) Pada perairan tersebut terdapat ikan hidup yang bergerombol (schooling); 2) Jenis ikan-ikan tersebut dapat dikumpulkan dengan alat pengumpul seperti
lampu dan rumpon;
3) Kedalaman perairan lebih tinggi daripada alat tangkap yang digunakan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 5 Tahun 2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, pada Pasal 1 angka 25 disebutkan bahwa daerah penangkapan ikan adalah bagian dari wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia yang ditetapkan sebagai daerah penangkapan ikan sebagaimana tercantum dalam Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI).
2.10 Aspek Pasar
Menurut para ahli, pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli, atau saling bertemunya antara kekuatan permintaan dan penawaran untuk membentuk suatu harga. Tiga faktor utama yang menunjang terjadinya pasar, yaitu orang dengan segala keinginannya, daya belinya dan tingkah laku dalam pembelian (Umar 2007).
Analisis pemasaran dilakukan untuk melihat pasar dan peluang pemasaran dari hasil tangkapan yang didaratkan. Untuk mencapai tujuan tersebut analisis pemasaran difokuskan ada jalur pemasaran komoditas, margin pemasaran serta perkembangan harga produk (Hanafiah 1986).
2.11 Aspek Finansial
badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya atau yang berkepentingan langsung pada suatu kegiatan. Analisis ini perting artinya dalam memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang turut serta dalam menyukseskan pelaksanaan proyek. Analisis finansial dapat dilakukan melalui analisis usaha dan analisis kriteria investasi.
Komponen-komponen yang digunakan dalam analisis usaha adalah penerimaan usaha, pengeluaran usaha dan pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha. Pendapatan (keuntungan) adalah penerimaan total (Total Revenue = TR) dikurangi biaya total (Total Cost = TC). Penerimaan adalah total produksi dikalikan dengan harga per satuan jumlah output tertentu. Biaya total adalah seluruh biaya yang diperlukan untuk menghasilkan keluaran atau produk di dalam interval tertentu (Sugiarto et al. 2002).
Biaya operasi terdiri atas dua bagian, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap, tidak dipengaruhi oleh perubahan tingkat kegiatan dalam menghasilkan keluaran atau produk di dalam interval tertentu. Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan tingkat produksi (Umar 2007).
Analisis R/C adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh setiap rupiah biaya yang digunakan dengan memberikan nilai penerimaan sebagai manfaat (Sugiarto et al. 2002). Payback periode adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash
investment) dengan menggunakan aliran kas. Dengan kata lain payback period
merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu (Umar 2007). Menurut Rangkuti (2006), ROI
(Return on Investment) adalah rasio yang membandingkan hasil usaha yang
diperoleh dari operasi perusahaan (net operating income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan tersebut. Dengan demikian ROI berhubungan dengan penjualan dan investasi.
19
Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR). Net Present
Value (NPV) adalah selisih antara Present Value dari benefit dan Present Value
dari biaya. Jika NPV lebih kecil dari nol, maka usaha tidak layak dan apabila NPV lebih besar dari nol, maka usaha layak. Internal Rate of Return (IRR) adalah nilai
discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. Apabila IRR
lebih besar daripada/sama dengan social discount rate yang berlaku, maka usaha layak untuk dilakukan sedangkan jika IRR lebih kecil dari social discount rate, maka usaha tidak layak diakukan. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan sedemikian rupa, sehingga pembilangnya terdiri atas Present Value
dari benefit bersih dalam tahun-tahun dimana benefit bersih itu bersifat positif, sedangkan penyebutnya terdiri atas Present Value total dari biaya bersih dalam tahun-tahun dimana Bt– Ct bersifat negatif, yaitu biaya kotor lebih besar daripada
benefit kotor (Kadariah et al. 1999).
2.12 Analisis Sensitivitas
Menurut Kadariah et al. (1999), analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisa proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit. Dalam analisis sensitivitas setiap kemungkinan itu harus dicoba, yang berarti bahwa tiap kali harus diadakan analisis kembali. Ini perlu sekali, karena analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam analisis sensitivitas yaitu:
1) Terdapatnya cost overrun, umpamanya kenaikan dalam biaya konstruksi. Biasanya pada proyek yang memerlukan biaya konstruksi yang besar sekali; 2) Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum,
Panglima Laôt Lhôk di Kecamatan Muara Batu merupakan suatu lembaga
pemimpin adat nelayan atau pesisir yang memiliki kekuasaan mengatur segala
sesuatu yang berkaitan dengan usaha penangkapan ikan. Salah satu kekuasaannya
adalah mengatur mengenai alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan pada
Perairan Kecamatan Muara Batu. Untuk mengetahui seberapa kuatnya
kelembagaan Panglima LaôtLhôk dalam mengatur masyarakat nelayan di wilayah
ini maka diperlukan pengkajian terhadap aspek hukum dan aspek kelembagaan,
serta persepsi nelayan terhadap kelembagaan Panglima Laôt Lhôk.
Aspek hukum digunakan untuk mengetahui aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum yang menjadi dasar hukum dalam kelembagaan Panglima Laôt Lhôk di wilayah tersebut. Adapun pendekatan-pendekatan yang digunakan adalah pendekatan-pendekatan formal dan pendekatan-pendekatan historis. Aspek kelembagaan dimanfaatkan untuk mempelajari atau mengkaji dalam menelusuri keberadaan lembaga Panglima Laôt Lhôk yang berkembang di masyarakat, khususnya di Kecamatan Muara Batu. Aspek ini menggunakan pendekatan historis dan pendekatan hubungan. Tabulasi data dan skala Likert
digunakan untuk menganalisis persepsi masyarakat nelayan terhadap keberadaan
Panglima Laôt Lhôk, sedangkan regresi linear berganda dilakukan untuk melihat
hubungan karakteristik nelayan terhadap persepsinya.
Pukat cincin merupakan alat tangkap dengan produktivitas tinggi yang di operasikan di Perairan Kecamatan Muara Batu. Ada tiga jenis purse seine yang digunakan oleh nelayan, yaitu pukat layang, pukat teri dan pukat udang. Ketiga jenis purse seine tersebut belum diketahui informasi tentang desain dan konstruksi alat tangkapnya, jumlah hasil tangkapan, tingkat keuntungan dan tingkat kelayakan alat-alat tangkap itu pada perairan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini dilakukan penilaian dengan menggunakan aspek teknis, aspek pasar dan aspek finansial.
Ketiga jenis alat tangkap purse seine yang disebutkan di atas sangat erat
kaitannya dengan peran kelembagaan Panglima Laôt Lhôk di wilayah tersebut.
21
yang memliki kekuasaan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha
penangkapan ikan seperti mengatur wilayah penangkapan ikan, alat tangkap yang
digunakan, waktu penangkapan ikan, menyelesaikan permasalahan antar nelayan
(konflik), dan masalah lainnya yang terkait dalam kegiatan perikanan tangkap di
daerah tersebut
Aspek teknis digunakan untuk mengetahui apakah secara teknis alat tangkap pukat layang, pukat teri dan pukat udang efektif atau tidak dioperasikan. Unsur-unsur yang dilihat dalam aspek ini antara lain deskripsi unit penangkapan, desain dan konstruksi alat penangkapan ikan, metode pengoperasian dan produktivitas alat tangkap yang digunakan. Selanjutnya, aspek pasar pasar digunakan untuk mengetahui apakah produk yang akan dihasilkan dapat dipasarkan, berapa harganya, bagaimana pemasarannya dan saluran pemasaran yang dihasilkan. Adapun unsur yang dilihat antara lain margin pasar, keuntungan pemasaran dan biaya pemasaran.
Aspek finansial digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha perikanan
purse seine di perairan Kecamatan Muara Batu. Aspek ini menggunakan
pendekatan analisis usaha dan kriteria investasi. Analisis usaha dilakukan menggunakan analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dana biaya (Revenue-Cost Ratio), Payback period (PP) dan Return on Investment
(ROI). Dalam analisis kriteria investasi yang digunakan adalah Net Present Value
Gambar 2 Kerangka pendekatan studi.
4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian dan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Kegiatan ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
4.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus. Sebagai satuan kasusnya adalah Panglima Laôt dan kegiatan perikanan purse seine di Perairan Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara.
Menurut Nazir (1988), studi kasus adalah penelitian tentang suatu objek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spefisik atau khusus dari keseluruhan personalitas. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter dari suatu keadaan yang ada pada waktu penelitian dilakukan.
4.3 Metode Pengambilan Responden
Responden yang diwawancara merupakan seluruh nelayan pemilik atau
pawang laôt yang berkaitan dengan usaha perikanan purse seine dan telah
menjalankan usahanya lebih dari satu tahun dengan total 17 orang, yang terdiri atas 8 orang nelayan pukat layang, 5 orang nelayan pukat teri dan 4 orang nelayan pukat udang (sensus). Hasil wawancara nelayan tersebut digunakan untuk menganalisis aspek persepsi nelayan, aspek teknik dan aspek finansial kegiatan usaha purse seine.
penelitiaan saat wawancara. Hasil wawancara pedagang tersebut digunakan untuk menganalisis aspek pasar hasil tangkapan purse seine.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil wawancara dengan responden, yaitu nelayan (nelayan pemilik atau yang mengoperasikan unit penangkapan pukat layang, pukat teri dan pukat udang) dan pedagang (pengumpul, pengecer dan pengolah) melalui kuesioner yang telah disusun. Data sekunder diperlukan untuk menunjang data primer yang telah didapat. Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait dengan kegiatan perikanan tangkap seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara dan lembaga lainnya.
Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: (1) Aspek Hukum
1)Dasar hukum kelembagaan Panglima Laôt; dan
2)Aturan atau ketentuan Panglima Laôt dalam mengelola perikanan. (2) Aspek Kelembagaan
Aspek kelembagaan yang diteliti:
1)Sejarah lahirnya kelembagaan Panglima Laôt; dan 2)Susunan kelembagaan Panglima Laôt.
(3) Aspek Teknis
Aspek teknis berhubungan dengan desain dan konstruksi serta metode pengoperasian dari unit penangkapan pukat layang, pukat teri dan pukat udang yang mempengaruhi produksi, meliputi:
1) Ukuran dan jumlah unit penangkapan; 2)Ukuran dan jumlah kapal atau perahu;
3)Konstruksi dan metode pengoperasian alat tangkap; 4)Hasil tangkapan per trip alat tangkap;
5)Jenis ikan yang di tangkap alat tangkap; 6)Daerah pengoperasian unit penangkapan; 7)Musim penangkapan alat tangkap;
25
9)Jumlah trip melaut per bulan, per tahun; dan 10) Lamanya trip.
(4) Aspek Pasar
Aspek pasar berhubungan dengan jalur pemasaran dan harga yang meliputi:
1) Harga beli dan harga jual hasil tangkapan; 2) Biaya pemasaran;
3) Jalur distribusi hasil tangkapan; 4) Daerah pemasaran hasil tangkapan. (5) Aspek finansial
Aspek finansial yang diteliti :
1) Harga jual hasil tangkapan per kilogram oleh pukat layang, pukat teri dan pukat udang.
2)Banyaknya hasil tangkapan yang diperoleh unit penangkapan pukat layang, pukat teri dan pukat udang;
3)Biaya operasional dan investasi nelayan terhadap alat tangkap pukat layang, pukat teri dan pukat udang;
4)Biaya perbekalan;
5)Pendapatan nelayan per hari, per minggu, per bulan dan per tahun.
Adapun data sekunder yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi:
1)Sejarah terbentuknya kelembagaan Panglima Laôt, sruktur organisasi
Panglima Laôt di Kecamatan Muara Batu dan peran dan tugas Panglima Laôt.
2)Jumlah unit penangkapan purse seine yang beroperasi di Perairan Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara selama 5 tahun terakhir;
3)Produksi unit penangkapan pukat layang, pukat teri dan pukat udang di Perairan Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara;
5)Keadaan umum daerah penelitian berupa letak geografis, astronomis, kependudukan dan keadaan perikanan secara umum di Perairan Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara.
4.5 Analisis Data
Analisis data dimaksudkan untuk menyerdehanakan data ke dalam bentuk yang mudah diinterpretasikan. Data dan informasi yang diperoleh, kemudian dianalisis meggunakan analisis berikut.
4.5.1 Analisis hukum
Menurut Peter (2005), penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Analisis hukum yang digunakan adalah:
1) Analisis yuridis formal, yaitu pendekatan hukum dengan bentuk tertentu yang merupakan dasar berlakunya hukum adat laut di Provinsi NAD secara formal. 2) Analisis yuridis historis, yaitu pendekatan yang dilakukan dalam rangka
pelacakan sejarah lembaga hukum adat laut di Provinsi NAD dari waktu ke waktu.
4.5.2 Analisis kelembagaan
Berdasarkan Sugiyanto (2002), ada dua metode pendekatan yang dapat dimanfaatkan untuk mempelajari atau mengkaji dalam menelusuri keberadaan lembaga-lembaga sosial yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Kedua pendekatan tersebut adalah:
1) Pendekatan Historis
Mengkaji keberadaan lembaga ditelusuri melalui sejarah lahirnya lembaga adat Panglima Laôt dan perkembangannya.
2) Pendekatan Hubungan
27
4.5.3 Analisis persepsi nelayan
Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis persepsi masyarakat nelayan adalah tabulasi data. Menurut Arikunto (2006), kegiatan yang termasuk ke dalam kegiatan tabulasi data ini antara lain:
1) Memberikan skor (scoring) terhadap item-item yang perlu diberi skor. 2) Memberikan kode terhadap item-item yang tidak diberi skor.
3) Mengubah jenis data, disesuaikan atau dimodifikasikan dengan teknik analisis yang akan digunakan.
4) Memberikan kode (coding) dalam hubungan pengolahan data jika akan menggunakan komputer.
Tabulasi data digunakan untuk menggolongkan, mengurutkan, dan menyerdehanakan data, sehingga data lebih mudah dibaca. Dalam kegiatan penelitian ini, tabulasi data digunakan untuk mengidentifikasi persepsi nelayan terhadap keberadaan Panglima Laôt,yang dijawab responden melalui kuesioner.
Persepsi responden (nelayan purse seine) akan diperoleh dengan menggunakan skala Likert (summated rate scale). Para responden akan diberikan pertanyaan dengan pilihan jawaban berjenjang. Pilihan jawaban diurutkan dari jenjang terendah sampai tertinggi, setiap tingkatan jawaban diberi skor secara konsisten dari 1 sampai 5. Berdasarkan hasil skor dibuat pengelompokkan dan penjelasan lebih dalam. Tabulasi data kuantitatif dan kualitatif akan disajikan dalam bentuk tabel. Hal ini akan dijadikan dasar dalam analisis data untuk penarikan kesimpulan.
Variabel-variabel persepsi yang digunakan yaitu: 1) Pengetahuan nelayan tentang Lembaga adat Panglima Laôt Lhôk; 2) Kepatuhan nelayan terhadap aturan hukum adat laut, dan 3) Kepuasan nelayan terhadap kinerja Panglima Laôt Lhôk.
Tabel 1 Variabel dan indikator tingkat persepsi nelayan terhadap keberadaan
Panglima LaôtLhôk
Sumber : Robbins (1996) dimodifikasi
Tingkat persepsi dibagi menjadi tiga klasifikasi tingkatan, yaitu: tinggi, sedang dan rendah. Masing-masing klasifikasi ditentukan dengan cara mengurangkan jumlah total skor tertinggi dengan jumlah total skor terendah dari ketiga variabel persepsi yang telah ditentukan. Adapun total skor tertinggi dari ketiga variabel sebesar 45, sedangkan total skor terendah ketiga variabel sebesar 9. Hasil pengurangan yang diproleh dibagi dengan jumlah klasifikasi tingkat persepsinya. Adapun perhitungannya adalah:
Berdasarkan perhitungan di atas di peroleh rentang skor sebesar 12, sehingga bila diturunkan berdasarkan klasifikasi tingkat persepsi sebagai berikut:
1) Skor 37 – 47 = Tingkat Persepsi Tinggi 2) Skor 22 – 34 = Tingkat Persepsi Sedang 3) Skor 9 – 21 = Tingkat Persepsi Rendah
No. Variabel dan Indikator Persepsi Skor
1. Pengetahuan nelayan tentang Lembaga adat
Panglima Laôt Lhôk 20 - 4
a) Struktur Kelembagaan Panglima Laôt
Lhôk
b) Mekanisme pemilihan Panglima Laôt Lhôk
2. Kepatuhan nelayan terhadap aturan hukum
adat laut 10 - 2
a) Mematuhi aturan hukum adat laut
29
4.5.4 Analisis teknis
Analisis teknis dilakukan untuk melihat hubungan teknik yang mempengaruhi produksi, yaitu desain dan konstruksi, cara pengoperasian, daerah penangkapan ikan, musim ikan, hasil tangkapan serta produktivitas alat tangkap, yaitu:
1) Unit penangkapan ikan, desain dan konstruksi dan metode pengoperasian pukat layang, pukat teri dan pukat udang
Desain dan konstruksi, metode pengoperasian, daerah penangkapan ikan, musim ikan dan hasil tangkapan pukat layang, pukat teri dan pukat udang dianalisis secara deskriptif dan dilengkapi dengan studi pustaka untuk mendapat informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.
4.5.5 Analisis pasar
Analisis pemasaran dilakukan untuk melihat pasar dan peluang pemasaran dari hasil tangkapan yang didaratkan. Analisis pemasaran dapat dijelaskan secara deskriptif dengan mengamati dan melakukan wawancara terhadap pelaku pasar. Untuk mencapai tujuan tersebut analisis pemasaran difokuskan pada jalur pemasaran komoditas, margin pemasaran serta perkembangan harga hasil tangkapan (Sobari dan Febrianto 2010).
Perhitungan margin pemasaran diperoleh melalui persamaan berikut (Hanafiah 1986):
Keterangan:
Mi : Margin pada pedagang perantara ke-I hasil tangkapan (Rp per kg)
Hi : Harga penjualan pedagang perantara ke-I hasil tangkapan (Rp per kg)
Hi-1 : Harga pembelian pedagang perantara ke-I hasil tangkapan (Rp per kg)
Besarnya keuntungan (K) pada masing-masing lembaga pemasaran dikalkulasi dengan menggunakan persamaan (Hanafiah 1986):
Keterangan:
K : Keuntungan (Rp per kg)
M : Margin (Rp per kg)
B : Biaya (Rp per kg)
Fishermen share dihitung dengan menggunakan persamaan:
Keterangan:
Fishermen share : Bagian yang diperoleh nelayan (%)
Hj N : Harga jual nelayan (Rp)