• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di Indonesia"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KONVERGENSI PRODUKTIVITAS TENAGA

KERJA ANTARPROVINSI DI INDONESIA

TAZKIYA AZHARA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Tazkiya Azhara

(4)

ABSTRAK

TAZKIYA AZHARA. Analisis Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di Indonesia. Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI.

Tiap-tiap provinsi ingin melakukan proses pembangunan berkelanjutan sesuai dengan otonomi daerahnya masing-masing. Selama 13 tahun otonomi daerah berjalan, masih ada ketimpangan di Indonesia. Hal tersebut berdampak pada berbagai hal, terutama produktivitas tenaga kerja. Selama periode analisis, rata-rata produktivitas tenaga kerja tertinggi berada di DKI Jakarta sebesar 87,16 juta rupiah per orang dan terendah di NTT sebesar 5,72 juta rupiah per orang. Tujuan penelitian ini untuk memetakan provinsi di Indonesia jika dilihat dari laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja dan nilai produktivitas tenaga kerja, mengukur tingkat ketimpangan produktivitas tenaga kerja, dan menganalisis apakah pergerakan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia menunjukkan suatu proses yang konvergen atau divergen. Metode penelitian menggunakan data panel dinamis 33 provinsi periode 2005-2012. Hasil dari pemetaan menunjukkan bahwa terjadi perubahan posisi provinsi pada tahun 2005 dan 2012. Berdasarkan analisis ketimpangan didapat bahwa kesenjangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia dari tahun ke tahun berfluktuatif dan cenderung menurun. Berdasarkan pengolahan data menggunakan SYS-GMM didapat bahwa proses konvergensi produktivitas tenaga kerja terjadi di Indonesia.

Kata kunci: Konvergensi, Produktivitas Tenaga Kerja, Data Panel Dinamis

ABSTRACT

TAZKIYA AZHARA. Convergence Analysis of InterProvincial Labour Productivity in Indonesia. Supervised by WIWIEK RINDAYATI.

Each province wants to make the process of sustainable development with their regions autonomy. For 13 years running regional autonomy, there is still disparity in Indonesian. This has resulted in a variety of ways, especially labor productivity. During the analysis period, the average of labor productivity highest at Jakarta amounted to 87,16 million rupiah per person and the lowest at NTT amounted to 5,72 million rupiah per person. The purpose of this study is to map the provinces in Indonesia seen from the growth rate of labor productivity and labor productivity value, analyze the degree of disparity in labor productivity, and to analyze process of labor productivity among provinces in Indonesia shows a convergent or divergent process. The research uses dynamic panel data of 33 provinces from 2005 to 2012. Results from the mapping showed that the change of position of the province in 2005 and 2012. Based on analysis of regional disparity found that the labor productivity gap between provinces in Indonesia fluctuating from year to year and tends to decrease. Based on data processing using the SYS-GMM obtained that the process of convergence in labor productivity occurred in Indonesia.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS KONVERGENSI PRODUKTIVITAS TENAGA

KERJA ANTARPROVINSI DI INDONESIA

NAMA PENULIS

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di Indonesia

Nama : Tazkiya Azhara NIM : H14100047

Disetujui oleh

Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec. Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah konvergensi produktivitas tenaga kerja, dengan judul Analisis Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di Indonesia.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga penulis, yakni Papa Syafrizal, Mama Nurdjannah, dan Adik tercinta Azhar Zaki Al-Kinddy serta Vini Melinda atas segala do’a dan dukungan yang selalu diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan memberikan arahan, bimbingan, motivasi, serta saran dalam penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr selaku dosen penguji utama dan Laily Dwi Arsyianti, S.E, M.Sc selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas saran dan kritik yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.

3. Para dosen, staf, dan seluruh akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.

4. Keluarga KAREMATA FEM IPB, Erlinda Oktavia, Trisa Maulidya, Nia Verba, Noer Wasiti, Nurul Desty, Widi Purnama, Ardhi Harry, Ridho Fuadi, Ahmad Fadhli, Ryan Satria, Ari Ismail, Triana Kusuma, Garin Rizki, Dimas Prabowo, Dendi Wicaksono, dan Andi Lenny.

5. Teman-teman satu kontrakan, Fitha, Ganies, Ocha, Ita, Aris, Shafa, Ditta, Fathiya, Bayti, Meis, Okti, dan Tiara.

6. Teman-teman satu bimbingan, Mega Wahyu Wulandari, Hesty Ambar Sary, Gina Ratna Suminar, Ilza Putra Trunajaya yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan, kritik, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 7. Teman-teman sepermainan, Shinta, Yunita, Titis, Mega, dan Hesty yang telah

memberikan semangat tiada henti-hentinya.

8. Seluruh keluarga HIPOTESA periode 2011/2012 dan 2012/2013 terutama CER tercinta, Mellida, Farah, Widi, Amel, Nadiah, Pangrio, Alm. Adit, Penny, Rifky, Puspa, Dini, Wina, Fadhlan, Debrina, Haris, Meliana, dan Idham. 9. Seluruh keluarga IE 47 terima kasih atas doa dan dukungannya.

10.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Produktivitas Tenaga Kerja 5

Konvergensi 8

Ketimpangan 8

Penelitian Terdahulu 9

Kerangka Pemikiran 11

METODE 13

Jenis dan Sumber Data 13

Metode Analisis Data 13

Model Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja 16

Elastisitas Jangka Pendek dan Elastisitas Jangka Panjang 16

GAMBARAN UMUM 17

Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia 17

Kondisi Investasi AntarProvinsi di Indonesia 19

Kondisi Realisasi Anggaran Pendidikan AntarProvinsi di Indonesia 19 Kondisi Realisasi Anggaran Kesehatan AntarProvinsi di Indonesia 20 Kondisi Jumlah Pekerja yang Lulus SMA AntarProvinsi di Indonesia 21

Kondisi Upah AntarProvinsi di Indonesia 21

HASIL DAN PEMBAHASAN 23

Analisis Deskriptif dengan Pemetaan Berdasarkan Laju Pertumbuhan

(10)

Analisis Deskriptif dengan Indeks Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja 26 Hasil Estimasi Model Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja 27

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 32

LAMPIRAN 34

(11)

DAFTAR TABEL

1 Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di Indonesia Tahun

2005-2012 (Juta Rupiah per Orang) 2 2 Jumlah Investasi AntarProvinsi di Indonesia Tahun 2005-2012 3 3 Hasil Estimasi Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja Antar

Provinsi di Indonesia dengan Sys-GMM serta Perbandingan

Koefisien antara Sys-GMM, PLS, dan FEM 28

DAFTAR GAMBAR

1 Rata-Rata PDRB per Kapita 33 Provinsi di Indonesia (Rupiah) 1

2 Model Solow 7

3 Kerangka Pemikiran 12

4 Perbandingan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di

Indonesia Tahun 2005 dan 2012 (Juta Rupiah per Orang) 17 5 Perbandingan Jumlah PMA dan PMDN AntarProvinsi di

Indonesia Tahun 2005 dan 2012 (Juta Rupiah) 18 6 Perbandingan Realisasi Anggaran Pendidikan AntarProvinsi di

Indonesia Tahun 2005 dan 2012 (Juta Rupiah) 19 7 Perbandingan Realisasi Anggaran Kesehatan AntarProvinsi di

Indonesia Tahun 2005 dan 2012 (Juta Rupiah) 20 8 Perbandingan Jumlah Tenaga Kerja yang Lulus SMA Antar

Provinsi di Indonesia Tahun 2005 dan 2012 (Juta Rupiah) 21 9 Perbandingan UMP AntarProvinsi di Indonesia Tahun 2005

dan 2012 (Juta Rupiah) 22

10 Pemetaan Provinsi Berdasarkan Laju Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja (Persen) dan Nilai Produktivitas Tenaga Kerja

(Juta Rupiah per Orang) Tahun 2005 23

11 Pemetaan Provinsi Berdasarkan Laju Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja (Persen) dan Nilai Produktivitas Tenaga Kerja

(Juta Rupiah per Orang) Tahun 2012 23

12 Trend Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi

di Indonesia Tahun 2005-2012 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan Pemetaan Berdasarkan Laju Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja dan Nilai Produktivitas Tenaga Kerja 34 2 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi

(12)

3 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi

di Indonesia Tahun 2006 36

4 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi

di Indonesia Tahun 2007 37

5 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi

di Indonesia Tahun 2008 38

6 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi

di Indonesia Tahun 2009 39

7 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi

di Indonesia Tahun 2010 40

8 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi

di Indonesia Tahun 2011 41

9 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi

di Indonesia Tahun 2012 42

10 Estimasi Konvergensi dengan Sys-GMM 43

11 Estimasi Konvergensi dengan PLS 43

12 Estimasi Konvergensi dengan FEM 44

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Otonomi daerah merupakan hak pemerintah daerah yang diberikan pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus wilayahnya masing-masing sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Adanya Undang-Undang mengenai otonomi daerah tersebut memberikan kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih nyata, bertanggung jawab, luas, mandiri, dan sesuai dengan kepentingan masyarakat serta pelaksanaan pemerintah maupun pembangunan di wilayahnya masing-masing. Kewenangan dalam otonomi daerah menjadi sebuah cita-cita karena sistem pemerintahan yang sentralistik biasanya menempatkan daerah-daerah pinggiran sebagai pelaku pembangunan yang tidak dipentingkan.

Sumber: BPS Pusat, 2013 (diolah)

Pemerataan antarwilayah juga merupakan salah satu tujuan dari adanya otonomi daerah karena Indonesia memiliki keberagaman SDA dan SDM. Kenyataan yang ada pemerataan belum menyebar secara merata di semua wilayah Indonesia sehingga menyebabkan terjadinya ketimpangan antarwilayah. Pada Gambar 1 menunjukkan rata-rata PDRB per kapita 33 provinsi di Indonesia. PDRB per kapita tertinggi berada di Provinsi DKI Jakarta sebesar 38.859.641 rupiah dan terendah berada di Provinsi NTT sebesar 2.567.552 rupiah. Perbedaan PDRB per kapita yang cukup signifikan akan diikuti dengan perbedaan produktivitas tenaga kerja. Provinsi-provinsi yang memiliki PDRB per kapita tinggi cenderung produktivitas tenaga kerjanya tinggi sedangkan provinsi-provinsi yang memiliki

(14)

2

PDRB per kapita rendah cenderung produktivitas tenaga kerjanya rendah. Produktivitas merupakan suatu hal yang penting dalam perekonomian karena berkaitan dengan efisiensi dan kesejahteraan tenaga kerja.

Tabel 1 Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di Indonesia Tahun 2005-2012 (Juta Rupiah per Orang)

Provinsi

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Aceh 24,9236 22,6887 22,9080 21,0222 18,5962 18,6364 18,7798 20,3498

Sumatera Utara 18,0897 19,2086 19,6333 19,1637 19,3489 19,3809 21,4116 23,3782

Sumatera Barat 16,9797 17,1158 17,4198 17,9807 18,3514 19,0364 19,9408 21,5504

Riau 35,6683 47,0152 45,1863 44,3050 45,3652 45,0345 42,3508 44,3138

Jambi 11,3372 12,1118 12,4470 12,4934 12,9106 11,9474 13,2153 14,3114

Sumatera Selatan 17,0107 17,2786 18,0741 18,1945 18,9099 18,6657 19,1404 20,4063

Bengkulu 8,5518 8,6814 9,1734 9,6569 9,9834 10,2238 10,1612 11,3988

Lampung 9,4810 10,0717 9,9639 10,3946 10,7039 10,2727 11,7333 12,6130

Kepulauan Bangka Belitung 20,1443 21,1875 19,9261 20,0832 20,2851 18,6025 19,6529 21,0100

Kepulauan Riau 59,7952 62,9238 64,7895 60,4162 61,1679 53,3811 56,0356 57,4908 DKI Jakarta 84,7063 82,0510 86,6448 84,3812 90,1976 84,3587 92,0223 92,9652 Jawa Barat 16,5848 17,1694 17,2943 17,6698 17,9514 19,0187 19,6571 19,8899 Jawa Tengah 9,1887 9,6794 9,7589 10,8664 11,1569 11,8279 12,4572 13,0695 DI.Yogyakarta 9,8872 10,0173 10,3097 10,1532 10,5842 11,8548 12,3052 12,4800 Jawa Timur 14,4966 15,3511 15,3804 16,1813 16,6206 18,3056 19,3757 20,6302 Banten 17,8373 18,9572 22,2688 21,7234 22,5260 19,3215 20,7978 21,7115 Bali 11,1154 11,8618 12,3352 12,7652 13,2666 13,2647 13,9500 14,4593 Kalimantan Barat 12,6626 12,6759 12,9774 13,4454 13,8174 14,4720 14,9718 16,1471 Kalimantan Tengah 15,4660 15,7307 16,3094 17,0292 17,6763 18,3907 18,1586 20,0148 Kalimantan Selatan 15,8290 16,4330 16,2116 16,5214 17,0303 17,5927 17,8380 18,8978 Kalimantan Timur 87,1334 84,2398 90,1280 81,9372 81,0311 74,8722 72,5806 74,1558 Sulawesi Utara 15,2671 16,2609 15,7886 17,4326 18,2413 19,6139 19,9199 22,2367 Sulawesi Tengah 11,4517 12,2330 12,8798 13,2959 14,0974 15,1380 15,2554 18,0352 Sulawesi Selatan 11,8669 14,1925 14,0611 14,2055 14,6872 15,6462 16,3232 17,8134 Sulawesi Tenggara 9,4064 10,3469 10,4315 10,8448 11,3253 11,6811 12,3696 14,3665 Gorontalo 6,2228 5,9751 6,4493 6,2228 6,4400 6,7379 7,0551 7,5921 Papua Barat 19,0801 19,7681 22,1321 20,2408 22,3693 29,5722 35,3429 40,3259 Papua 18,1069 21,5840 20,4017 18,4159 21,3839 15,3789 14,3664 40,6036

Sumber: BPS Pusat, 2013 (diolah)

(15)

3 Indonesia menunjukkan perbedaan dari tahun 2005 hingga 2012. Rata-rata produktivitas tenaga kerja tertinggi berada di DKI Jakarta sebesar 87,16 juta rupiah per orang dan terendah di NTT sebesar 5,72 juta rupiah per orang. Perbedaan tersebut dilihat dari besarnya PDRB dan tenaga kerja 33 provinsi di Indonesia.

Perumusan Masalah

Tiap-tiap provinsi ingin melakukan proses pembangunan yang berkelanjutan untuk menuju pertumbuhan ekonomi yang baik sesuai dengan otonomi daerahnya masing-masing. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai cita-cita yang diinginkan dan mengejar ketertinggalan dari wilayah-wilayah yang sudah maju, baik dari segi ekonomi, tenaga kerja, kesehatan, pendidikan, dan lainnya. Tabel 2 Jumlah Investasi AntarProvinsi di Indonesia Tahun 2005-2012

(Juta Rupiah)

Provinsi

Tahun

(16)

4

Masalah investasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri juga memengaruhi tingkat konvergensi produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia melalui adanya transfer teknologi. Investasi yang ditanamkan di Indonesia merupakan modal yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi. Namun, investasi yang ada belum menyebar secara merata di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 yang merupakan data investasi masing-masing provinsi di Indonesia. Tabel tersebut menunjukkan bahwa masing-masing provinsi di Indonesia memiliki jumlah investasi yang berfluktuatif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 beberapa provinsi memiliki jumlah investasi yang menurun karena adanya krisis ekonomi global pada tahun 2008 yang juga ikut memengaruhi kondisi ekonomi di Indonesia, namun sebagian provinsi lainnya juga ada yang mengalami peningkatan jumlah investasi pada tahun tersebut. Berbagai macam jumlah investasi di masing-masing provinsi dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah sebagai faktor penunjang dalam meningkatkan proses produksi. Menurut Solow, investasi merupakan salah satu kunci untuk mencapai konvergensi suatu wilayah. Jumlah investasi tertinggi dari tahun 2005 hingga tahun 2012 berada pada Provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 318.843.982 juta rupiah. Sedangkan jumlah investasi terendah berada pada Provinsi Maluku sebesar 209.941 juta rupiah. Perbedaan jumlah investasi yang cukup besar antara DKI Jakarta dan Maluku mencapai 1.518 kali lipat.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, masih ada ketimpangan antarprovinsi di Indonesia. Cita-cita masyarakat Indonesia yang menginginkan pemerataan di semua provinsi masih jauh dari harapan. Masih adanya provinsi-provinsi yang belum menggunakan atau memanfaatkan sumber daya yang ada dengan baik. Tetapi cita-cita untuk mengejar ketertinggalan dari provinsi-provinsi yang sudah maju masih ingin terus dicapai.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana posisi masing-masing provinsi di Indonesia jika dilihat dari laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja dan nilai produktivitas tenaga kerja?

2. Bagaimana ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia jika dilihat dari tahun ke tahun?

3. Apakah pergerakan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia menunjukkan suatu proses yang konvergen atau divergen dan faktor-faktor apa saja yang dapat mendorong proses konvergensi produktivitas tenaga kerja?

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Memetakan provinsi di Indonesia jika dilihat dari laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja dan nilai produktivitas tenaga kerja.

(17)

5 3. Menguji apakah pergerakan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia menunjukkan suatu proses yang konvergen atau divergen dan mengestimasi faktor-faktor yang dapat didorong untuk membantu meningkatkan produktivitas tenaga kerja terutama bagi daerah tertinggal agar dapat mengejar ketertinggalannya.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran pada periode analisis mengenai produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia apakah mengarah kepada suatu proses pergerakan yang konvergen atau divergen serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia. Hasil penelitian mengenai analisis konvergensi produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia ini dapat digunakan untuk menentukkan kebijakan yang tepat bagi masing-masing provinsi sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam keberlangsungan pembangunan di masing-masing provinsi. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi para peneliti, mahasiswa, dosen, atau umum yang berminat dengan penelitian tentang konvergensi produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah maka penelitian ini dibatasi pada analisis produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia hanya fokus untuk mengetahui proses pergerakan produktivitas tenaga kerja menuju kestabilan yang konvergen atau divergen antarprovinsi di Indonesia periode 2005-2012. Selain itu, dilakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang memengaruhi konvergensi produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia menggunakan data-data yang terdiri dari: PDRB 33 provinsi se-Indonesia, jumlah penduduk yang bekerja di setiap provinsi di Indonesia, jumlah PMA dan PMDN, realisasi anggaran pendidikan, realisasi anggaran kesehatan, jumlah tenaga kerja yang tamat SMA, dan upah minimum provinsi (UMP).

TINJAUAN PUSTAKA

Produktivitas Tenaga Kerja

(18)

6

Y = F (K, L) ……….. (2.1)

Model pertumbuhan Solow mengasumsikan adanya constant return to scale

dimana input dianalisis secara bersamaan. Namun, ketika input dianalisis secara terpisah maka asumsi yang digunakan adalah diminishing return to scale (Todaro dan Smith 2006). Pada mulanya peningkatan modal per tenaga kerja akan meningkatkan output per kapita, akan tetapi ketika penambahan modal terus dilakukan output meningkat lebih rendah (diminishing marginal product of capital).

Fungsi produksi tanpa memasukkan pengaruh kemajuan teknologi dilakukan untuk penyederhanaan sehingga pertumbuhan dalam jangka panjang tidak dapat dilihat pada perekonomian secara keseluruhan. Dalam teori ekonomi Neoklasik Solow, kemajuan teknologi merupakan variabel eksogen dimana persamaan fungsi produksi menjadi (Mankiw 2006):

Y = F (K, L x E) ……… (2.2)

E merupakan variabel yang mewakili efisiensi tenaga kerja yang dapat dilihat dari pengetahuan mengenai metode produksi. Selain itu, pendidikan atau keahlian serta kesehatan tenaga kerja juga dapat meningkatkan efisiensi tenaga kerja. Pengaruh kemajuan teknologi dapat meningkatkan efisiensi tenaga kerja, misalnya teknologi komputer yang dimanfaatkan pada proses produksi dalam bidang manufaktur untuk proses perakitan di akhir abad dua puluh (Mankiw 2006). Dari persamaan diatas, dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan output ditentukan oleh modal dan tenaga kerja yang efektif. Efisiensi tenaga kerja dalam proses produksi dimana bagian dari modal tidak dijelaskan dalam model dasar Solow. Efisiensi tenaga kerja merupakan suatu hal yang penting karena mampu memberikan peningkatan kemampuan untuk memproduksi output. Selain itu, pengetahuan dan keahlian yang didapat dari berbagai macam pelatihan dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

Teori Solow dalam Mankiw (2007) menunjukkan bahwa output nasional digunakan untuk 2 tujuan, yaitu tujuan investasi dan tujuan konsumsi. Tabungan merupakan sumber yang digunakan untuk tujuan berinvestasi. Sebagai proses akumulasi modal, satu unit investasi menghasilkan satu unit tambahan modal baru, sedangkan modal yang lama mengalami penyusutan. Tingkat perubahan modal per pekerja efektif merupakan selisih antara perubahan investasi dengan perubahan investasi pulang-pokok (� + + atau investasi yang diperlukan untuk mengimbangi pertumbuhan tenaga kerja dan ilmu pengetahuan serta menggantikan penyusutan modal yang lama, sehingga jumlah modal per pekerja efektif yang ada tetap terjaga. Modal per pekerja efektif akan berada pada posisi jalur pertumbuhan ekonomi yang berimbang ketika perubahan investasi

sama dengan perubahan investasi pulang-pokok (� + + .

(19)

7 per tenaga kerja efektif meningkat jumlahnya ke posisi stok modal per tenaga kerja efektif keseimbangan. Pergerakan ini menunjukkan laju pertumbuhan yang positif.

Berdasarkan teori Solow di atas dapat dikatakan bahwa perekonomian akan mencapai suatu titik pemerataan bagi setiap wilayah atau konvergen. Pergerakan akan terjadi menuju pertumbuhan yang seimbang dimana setiap variabel tumbuh pada tingkat yang konstan. Pada pertumbuhan yang seimbang, pertumbuhan output per tenaga kerja hanya ditentukan oleh tingkat kemajuan teknologi. Oleh karena itu, teknologi merupakan suatu yang penting dalam mencapai pertumbuhan.

Pendidikan merupakan salah satu faktor produksi yang tidak dapat dipisahkan dari tenaga kerja karena menentukan kualitas tenaga kerja. Modal dan sumber daya alam hanyalah merupakan faktor produksi pasif, sedangkan manusia merupakan faktor produksi yang aktif dimana dapat mengakumulasi modal, mengeksploitasi sumber daya alam serta membangun kehidupan sosial, ekonomi, dan politik serta membawa kemajuan bagi pembangunan nasional (Todaro dan Smith 2006). UNESCO (2008) juga menyatakan arti penting pendidikan, diantaranya:

1. Pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan seseorang sehingga menjadi lebih efektif dan produktif yang pada gilirannya dapat meningkatkan penghasilan secara memadai untuk mendorong peningkatan pendapatan.

2. Pendidikan berpengaruh terhadap peningkatan derajat kesehatan dan gizi. 3. Pendidikan akan meningkatkan mutu standar hidup.

Selain pendidikan, kesehatan juga menjadi bagian penting dari pembangunan nasional karena merupakan input penting untuk menghasilkan tenaga kerja yang sehat. Wilayah-wilayah yang mempunyai tingkat kesehatan dan pendidikan yang rendah dalam menghadapi tantangan akan terasa berat untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan dibandingkan dengan wilayah yang lebih baik tingkat kesehatan dan pendidikannya. Tenaga kerja yang berkualitas akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk lebih produktif, mempunyai kesempatan kerja yang lebih besar, memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, dan menghasilkan output ekonomi yang lebih besar. Pelayanan kesehatan diharapkan mampu meningkatkan

Sumber: Mankiw, 2007

(20)

8

mutu kesehatan yang menjangkau seluruh masyarakat untuk mewujudkan pembangunan kesehatan yang merata.

Konvergensi

Teori ekonomi Neoklasik menjelaskan bahwa perekonomian akan bergerak menuju kondisi yang mapan atau steady state (Todaro dan Smith 2006). Pergerakan tersebut ditentukan oleh tingkat teknologi, tingkat investasi, dan tingkat pertumbuhan penduduk, serta tingkat depresiasi modal manusia dan modal fisik. Pergerakan perekonomian menuju kondisi mapan terjadi saat tingkat teknologi dan investasi yang dimiliki suatu perekonomian tinggi. Perbedaan tingkat investasi, teknologi, pertumbuhan populasi, luas wilayah, dan perbedaan karakteristik lainnya antarwilayah menyebabkan setiap perekonomian tidak memiliki tingkat kondisi mapan yang sama.

Menurut Barro (2004) konvergensi merupakan suatu fenomena yang menuju satu titik pertemuan. Proses konvergensi berkaitan dengan proses pembangunan suatu wilayah. Williamson memprediksi bahwa disparitas pendapatan suatu daerah akan memudar atau convergence setelah melalui fase tahap awal (initial stage)

hingga tahap kematangan (mature stage). Terdapat dua kosep konvergensi, yaitu konvergensi bruto atau sigma (σ) dan konvergensi beta (β). Konvergensi sigma

dilihat dari pengukuran standard deviasi logaritma pendapatan atau PDRB per kapita antardaerah. Konvergensi beta dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konvergensi absolut (absolut convergence) dan konvergensi kondisional (conditional convergence). Konvergensi absolut terjadi ketika pengukuran berdasarkan pada tingkat pendapatan saja. Sedangkan konvergensi kondisional menambahkan beberapa variabel kontrol. Variabel kontrol merupakan karakteristik yang menentukan tingkat kondisi mapan perekonomian masing-masing wilayah. Dengan demikian konvergensi kondisional menyatakan bahwa perekonomian akan konvergen pada kondisi mapan masing-masing wilayah yang dipengaruhi oleh berbagai variabel kontrol, misalnya tingkat investasi dan pertumbuhan populasi.

Menurut Mankiw (2006) dalam model Solow menjelaskan bahwa perekonomian suatu wilayah dengan wilayah lainnya akan bertemu pada satu titik atau konvergen tergantung pada perbedaan wilayah tersebut memulainya. Pergerakan konvergen ditunjukkan dengan perekonomian wilayah yang tertinggal mampu mengejar perekonomian wilayah yang sudah maju. Namun, jika tidak terdapat konvergensi, maka wilayah-wilayah yang pada awalnya miskin akan tetap selamanya miskin. Perekonomian pada dua wilayah dengan kondisi mapan yang sama jika dilihat dari tingkat investasi, pertumbuhan populasi, efisiensi tenaga kerja, maka konvergensi akan mungkin dicapai.

Ketimpangan

(21)

9 titik puncak. Setelah itu, jika proses pembangunan terus berlanjut, maka secara perlahan-lahan ketimpangan pembangunan tersebut akan menurun. Ketimpangan pada negara berkembang relatif lebih tinggi sedangkan pada negara maju ketimpangan tersebut relatif lebih rendah. Pada negara yang sudah maju dimana kondisi sarana dan prasarananya sudah mapan mampu memanfaatkannya secara lebih merata. Oleh sebab itu, proses pembangunan pada negara maju cenderung mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah. Sedangkan ketimpangan di negara berkembang relatif lebih tinggi karena pada awal proses pembangunan, kesempatan dan peluang pembangunan yang ada umumnya dimanfaatkan oleh daerah-daerah yang kondisi pembangunannya sudah lebih baik, sedangkan daerah yang masih terbelakang tidak mampu memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan sarana dan prasarana.

Menurut Sjafrizal (2008) menjelaskan bahwa ketimpangan pembangunan dipengaruhi berbagai macam faktor, diantaranya:

1. Perbedaan kandungan sumber daya alam yang akan memengaruhi kegiatan produksi di daerah tersebut. Daerah yang kaya sumber daya alam dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan harga yang lebih murah sehingga mempercepat pertumbuhan ekonominya.

2. Perbedaan kondisi demografis yang meliputi tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, tingkat pendidikan, dan kesehatan serta kondisi ketenagakerjaan.

3. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa yang menyebabkan kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat diperdagangkan atau dijual ke daerah lain yang membutuhkan sehingga daerah yang kurang maju atau tertinggal tersebut pertumbuhannya lebih lambat.

4. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah akan mendorong peningkatan penyediaan lapangan kerja dan juga tingkat pendapatan masyarakat. Alokasi dana pembangunan antarwilayah, seperti investasi yang ditanamkan.

Penelitian Terdahulu

(22)

10

penting. Hal ini mengindikasikan perbedaan yang besar dalam teknologi antarprovinsi.

Penelitian Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Jakarta (2007) dengan judul Peranan Teknologi dalam Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi AntarDaerah Pesisir di Kawasan Timur Indonesia mengindikasikan bahwa perbedaan tingkat teknologi antardaerah pesisir di Kawasan Timur Indonesia (KTI) membawa pada perbedaan Total Productivity Product (TPP) yang besar. Jika perbedaan dalam tingkat teknologi ini menghilang, pengejaran TPP akan terjadi dalam tingkat yang jauh lebih cepat. Pengejaran TPP ini pada gilirannya akan mendorong konvergensi dalam tingkat pendapatan daerah pesisir di KTI. Sedangkan dengan pendekatan transfer teknologi, penelitian ini membedakan antara konvergensi yang dihasilkan akumulasi faktor dan konvergensi yang dihasilkan transfer teknologi. Hasil analisis menunjukkan bahwa transfer teknologi memiliki peranan tidak kecil dalam konvergensi di daerah pesisir di KTI. Dengan perlakuan data panel yang mengizinkan setiap perekonomian memiliki fungsi produksi yang berbeda, sebagian besar konvergensi dihasilkan dari transfer teknologi. Perbedaan tingkat teknologi antardaerah pesisir di KTI adalah sangat lebar. Jika perbedaan ini menghilang maka berharap bahwa transfer teknologi akan berjalan jauh lebih cepat dan akan membawa pada konvergensi pendapatan yang jauh lebih cepat.

Firdaus (2009) dalam penelitiannya ingin menguji konvergensi pendapatan antarprovinsi di Indonesia dengan menggunakan panel dinamis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan data panel statis dan dinamis menghasilkan hasil yang berbeda dari pola konvergensi. Analisis menggunakan FD-GMM memberikan estimator yang tidak valid sedangkan menggunakan Sys-GMM memberikan penduga yang bias, konsisten, dan valid yang menunjukkan bahwa proses konvergensi berlaku diantara provinsi di Indonesia periode 1983-2003.

Purawan (2010) melakukan analisis konvergensi perekonomian regional di Indonesia dengan menggunakan ukuran outpur per tenaga kerja atau produktivitas tenaga kerja. Penelitian ini menggunakan data 26 provinsi di Indonesia periode 1992-2007 dengan pendekatan panel FEM. Hasilnya menunjukkan bahwa akumulasi modal fisik, akumulasi modal manusia, pertumbuhan populasi, dan pembangunan finansial berpengaruh negatif. FDI, ketimpangan, keterbukaan perdagangan, dan kontribusi migas hasilnya berpengaruh positif. Proses konvergensi terjadi lebih cepat pra desentralisasi dibandingkan pasca desentralisasi. Akumulasi stok modal manusia, pertumbuhan populasi, FDI, ketimpangan, keterbukaan perdagangan, dan kontribusi migas berpengaruh positif sedangkan akumulasi modal fisik dan pembangunan nasional berpengaruh negatif terhadap produktivitas tenaga kerja Indonesia pasca desentralisasi. Akumulasi stok modal fisik, FDI, keterbukaan perdagangan, dan kontribusi migas berpengaruh positif sedangkan akumulasi modal manusia, pertumbuhan populasi, pembangunan finansial, dan ketimpangan berpengaruh negatif terhadap produktivitas tenaga kerja Indonesia pra desentralisasi.

(23)

11 kapita lebih dari 1 yang menunjukkan bahwa konvergensi tidak terjadi dengan metode data panel dinamis FD-GMM. Fenomena ketimpangan di Pulau Jawa disebabkan adanya pusat-pusat industri di kota-kota besar yang menyebabkan perbedaan tingkat pembangunan yang semakin melebar. Untuk estimasi konvergensi kabupaten atau kota di provinsi-provinsi Pulau Jawa dengan menggunakan data pengeluaran rumah tangga semuanya konvergen dengan tingkat konvergensi tertinggi di Jawa Barat dan terendah di Jawa Timur. Tingkat konvergensi pengeluaran rumah tangga mencapai nilai yang sangat tinggi karena pendekatan ini hanya melihat konvergensi dari pelaku ekonomi rumah tangga, berbeda dengan konvergensi PDRB yang melibatkan semua pelaku ekonomi, baik rumah tangga, swasta maupun pemerintah. Aktivitas ekonomi yang dilakukan juga berbeda, tidak hanya konsumsi seperti pada pendekatan pengeluaran rumah tangga, namun juga investasi, baik yang dilakukan perusahaan swasta maupun pemerintah. Perbandingan tingkat konvergensi ini menunjukkan bahwa tingkat pembangunan wilayah yang sama akan dicapai dalam kurun waktu yang lebih lama dibandingkan dengan kesamaan daya beli masyarakat.

Jiang (2012) melakukan analisis tentang pengaruh keterbukaan dan konvergensi produktivitas tenaga kerja di wilayah-wilayah China. Periode analisis selama penelitian dari tahun 1984 hingga 2008 dengan menggunakan data panel. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa keterbukaan ekonomi regional menggunakan variabel total perdagangan internasional memengaruhi secara positif pertumbuhan regional produktivitas tenaga kerja selain variabel modal manusia, modal fisik, dan pertumbuhan penduduk. Hasil perhitungan pada keterbukaan ekonomi dan heterogenitas regional terjadi konvergensi bersyarat yang cepat dalam tingkat produktivitas tenaga kerja wilayah-wilayah di China.

Kerangka Pemikiran

(24)

12

pendidikan, realisasi anggaran kesehatan, jumlah tenaga kerja yang tamat SMA, dan UMP.

Dengan mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian di bidang ini, maka hipotesis penelitian untuk konvergensi produktivitas tenaga kerja di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Kesenjangan produktivitas tenaga kerja dan trend ketimpangan antarprovinsi di Indonesia selama periode analisis cenderung menurun.

2. Diduga konvergensi produktivitas tenaga kerja terjadi di Indonesia.

3. Investasi, diduga berpengaruh positif dalam meningkatkan kecepatan konvergensi produktivitas tenaga kerja.

4. Realisasi anggaran pendidikan, diduga berpengaruh positif dalam meningkatkan kecepatan konvergensi produktivitas tenaga kerja.

5. Realisasi anggaran kesehatan, diduga berpengaruh positif dalam meningkatkan kecepatan konvergensi produktivitas tenaga kerja.

6. Jumlah pekerja yang tamat SMA, diduga berpengaruh positif dalam meningkatkan kecepatan konvergensi produktivitas tenaga kerja.

7. Upah, diduga berpengaruh positif dalam meningkatkan kecepatan konvergensi produktivitas tenaga kerja.

(25)

13

METODE

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi yang terkait, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah Kementerian Keuangan (DJPK Kemenkeu). Selain itu memanfaatkan literatur yang ada, seperti buku, jurnal, media massa, media elektronik, untuk menunjang kelengkapan bahan-bahan penulisan ini. Jenis data yang digunakan adalah data panel dimana merupakan gabungan data time series

tahunan periode 2005-2012 dan data cross section yang terdiri dari 33 provinsi di Indonesia. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data PDRB ADHK 2000, jumlah penduduk yang bekerja, jumlah PMA dan PMDN, realisasi anggaran pendidikan, realisasi anggaran kesehatan, jumlah tenaga kerja yang lulus SMA, dan UMP. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2013 dan Stata10.

Metode Analisis Data

Analisis Deskriptif menggunakan Pemetaan Tipologi Klassen

Untuk mengetahui posisi masing-masing provinsi di Indonesia maka digunakan pemetaan tipologi klassen yang mengklasifikasikan provinsi-provinsi berdasarkan laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja dan nilai produktivitas tenaga kerja ke dalam empat kuadran. Analisis ini diambil pada tahun awal dan akhir penelitian yaitu tahun 2005 dan tahun 2012. Kuadran I merupakan provinsi yang memiliki nilai produktivitas tenaga kerja dan laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang tinggi. Kuadran II merupakan provinsi yang memiliki nilai produktivitas tenaga kerja yang tinggi dan laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang rendah. Kuadran III merupakan provinsi yang memiliki nilai produktivitas tenaga kerja dan laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang rendah. Kuadran IV merupakan provinsi yang memiliki nilai produktivitas tenaga kerja yang rendah dan laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang tinggi.

Analisis Deskriptif menggunakan Indeks Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja

Untuk mengetahui ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia periode 2005-2012 dapat dianalisis menggunakan indeks variasi Williamson (Tambunan 2003) dengan rumus sebagai berikut:

= √∑ �−Ȳ .���

(26)

14 dimana:

CV : koefisien variasi Williamson antara 0 sampai 1 �� : produktivitas tenaga kerja tiap-tiap provinsi Ȳ : rata-rata produktivitas tenaga kerja antar provinsi

� : jumlah tenaga kerja tiap-tiap provinsi : rata-rata jumlah tenaga antar provinsi

Koefisien variasi Williamson yang diperoleh terletak antara nol sampai dengan satu (Gama 2009). Semakin mendekati nol dapat dikatakan disparitas produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia semakin rendah atau produktivitas tenaga kerja terjadi secara merata. Tetapi, jika koefisien variasi mendekati satu maka ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia semakin tinggi atau adanya produktivitas tenaga kerja yang tidak merata.

Analisis Data Panel Dinamis

Variabel-variabel ekonomi kenyataannya banyak yang bersifat dinamis (Indra 2009). Data panel dinamis bermanfaat untuk menganalisis penyesuaian dinamis (dynamic adjustment). Hubungan dinamis tersebut dapat dilihat dari adanya lag variabel dependen pada persamaan regresi. Hal tersebut dapat ditunjukkan pada persamaan dibawah ini:

� = � �− + � + �� dimana � = , … , ; = , … , ... (3.2)

Untuk δ merupakan skalar dan matriks berukuran dan β merupakan matriks berukuran . Asumsi pada one-way error component model, yaitu :

� = �� + � ... (3.3)

Dimana � merupakan efek individu yang diasumsikan � ~ , � dan merupakan error term yang diasumsikan ~ , � dan saling bebas satu dengan yang lainnya. Ketika suatu persamaan mengandung lag dari variabel terikat maka akan muncul masalah korelasi antara variabel dengan karena merupakan fungsi dari � dan juga merupakan fungsi dari dan �− juga fungsi dari � sehingga persamaan dengan panel data statis seperti OLS, FEM, dan REM menjadi bias dan inkonsisten (Verbeek 2004). Penggunaan Fixed Effect Method

(FEM) maupun Random Effect Method (REM) pada model panel statis bisa didapatkan sedangkan pada panel dinamis tidaklah sama karena �− tergantung kepada . Permasalahan inkonsistensi tersebut dapat diatasi dengan menggunakan pendekatan Generalized Method of Moment (GMM). Dua jenis prosedur estimasi GMM yang biasa digunakan, yaitu (Indra 2009) first difference GMM (FD-GMM) dan System GMM (SYS-GMM).

First-Difference General Method of Moment (FD-GMM)

(27)

15 (Baltagi 2005). Pada persamaan first difference, instrumen yang tepat untuk digunakan adalah variabel lag dari level. Estimasi δ yang konsisten dengan N→∞

dengan T tetap diperoleh dengan melakukan first-difference untuk menghilangkan pengaruh individual (�) pada persamaan di bawah ini:

� = � �− + �� ; |�| < ; = , … , ... (3.4)

dimana = � + dimana � ~ , � saling bebas satu sama lain sehingga:

� − �, − = � �, − − �, − + � − �, − ; = , … , ... (3.5)

Persamaan di atas akan menghasilkan penduga δ yang inkonsisten meskipun jika

T→∞, �, − dan �, − berkorelasi. Maka menurut Verbeek (2004) pendekatan instrumen ini dianjurkan untuk digunakan. Sebagai contoh �, − akan digunakan sebagai instrumen. �, − berkorelasi dengan �, −�, − tetapi tidak berkorelasi dengan �, − . Penduga variabel instrumen untuk δ adalah sebagai berikut: � =∑��= ∑��= ��,�− ���−��,�−

��−��,�− �

�= ��,�− �

�= ... (3.6)

Syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah:

N/ →∞ � �− ∑��= ∑��= � − �, − �, − = ... (3.7)

Sampel yang berukuran kecil, penduga FD-GMM dapat mengandung bias dan ketidaktepatan (Blundell dan Bond 1998). Selain itu, instrumen berupa lagged level pada persamaan first-difference merupakan instrumen yang lemah pada FD-GMM. Estimasi dengan PLS pada panel data dengan model AR(1) akan mengasilkan koefisien yang bias keatas dan pendugaan dengan FEM akan menghasilkan koefisien yang bias ke bawah. Penduga koefisien yang konsisten dapat diperoleh jika nilai koefisien terdapat diantara penduga PLS dan FEM (Firdaus 2011).

System General Method of Moment (Sys-GMM)

Metode Sys-GMM merupakan pengestimasian sistem persamaan baik pada level maupun first-difference. Instrumen yang digunakan pada level adalah lag first-difference. Maka Sys-GMM memiliki kombinasi instrumen berupa level pada persamaan first difference dan instrumen berupa first difference pada persamaan level. Estimator Sys-GMM dirancang untuk data panel dengan periode waktu yang pendek, satu variabel terikat, model yang melibatkan variabel tenggat terikat, linier, memiliki variabel endogenous dan predetermined, tidak menghilangkan

unobserved individual-specific effect, dan dapat diterapkan secara umum. Estimasi

(28)

16

Model Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja

Untuk menganalisis konvergensi produktivitas tenaga kerja digunakan ukuran konvergensi beta (β). Analisis konvergensi beta (β) menjelaskan bahwa konvergensi terjadi ketika perekonomian yang miskin mampu tumbuh lebih cepat dari perekonomian yang kaya (Barro dan Martin 2004). Untuk melihat hal tersebut, ada dua jenis konvergensi beta, yaitu konvergensi absolut dan kondisional. Konvergensi absolut dilihat dengan tanpa memasukkan variabel kontrol yang merupakan karakteristik dari masing-masing provinsi. Setiap provinsi dianggap mempunyai kondisi steady state yang sama tanpa memperhitungkan peran variabel lain yang berbeda antarprovinsi. Oleh karena itu, untuk melihat pengaruh jumlah investasi, upah minimum provinsi, dan variabel lainnya, akan dihitung konvergensi kondisional. Adapun persamaan untuk menghitung konvergensi kondisional pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

� = + � − + � + � � + � � + �� + � �

dimana:

� : produktivitas tenaga kerja di provinsi i pada tahun t

(juta rupiah per orang)

� − : produktivitas tenaga kerja di provinsi i pada tahun t sebelumnya

(juta rupiah per orang)

α : konstanta

: koefisien regresi

� : jumlah investasi di provinsi i pada tahun t (juta rupiah)

� � : realisasi anggaran pendidikan di provinsi i pada tahun t

(juta rupiah)

� � : realisasi anggaran kesehatan di provinsi i pada tahun t

(juta rupiah)

�� : jumlah tenaga keja yang lulus SMA di provinsi i pada

tahun t (orang)

� � : jumlah UMP di provinsi i pada tahun t (rupiah)

Analisis pada persamaan diatas akan memberikan gambaran proses konvergensi produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia. Konvergensi terjadi jika koefisien dari variabel � − kurang dari satu. Tingkat konvergensi dinyatakan –ln . Waktu yang diperlukan untuk menutup setengah dari kesenjangan awal atau half life of convergence dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Jan dan Chaudhary 2011):

= � �� � �� �� �ln ... (3.8)

Elastisitas Jangka Pendek dan Elastisitas Jangka Panjang

Pada model dinamis, dimana memasukkan variabel lag ( � − ), maka dapat menghitung elastisitas, baik elastisitas jangka pendek (ES) maupun elastisitas

(29)

17 respon suatu fungsi terhadap faktor-faktor yang memengaruhinya (Gujarati 1995) dengan rumus sebagai berikut:

ES = � �

� � ... (3.9)

EL = E

− ... (3.10)

dimana:

b : parameter dugaan peubah lag endogen Xt : rata-rata peubah eksogen

Yt : rata-rata peubah endogen

GAMBARAN UMUM

Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia

Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi baik dipengaruhi oleh akumulasi input berupa modal dan tenaga kerja maupun dengan peningkatan produktivitas yang berhubungan dengan proses bagaimana input yang ada ditransformasikan menjadi output termasuk input tenaga kerja (Yuniasih 2013). Menurut Williams et al (2003) mengatakan bahwa pertumbuhan produktivitas tenaga kerja merupakan sumber utama dalam pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan standar kehidupan masyarakat. Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja dapat meningkatkan jumlah output produksi untuk penggunaan sejumlah input tenaga kerja sehingga pendapatan nasional meningkat dan pendapatan per kapita juga meningkat, dimana merupakan indikator utama standar kehidupan masyarakat.

Sumber: BPS RI, 2013 (diolah)

(30)

18

Pada Gambar 4 terlihat bahwa perbandingan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia cenderung mengalami peningkatan pada tahun 2012. DKI Jakarta menempati posisi tertinggi produktivitas tenaga kerja dimana pada tahun 2005 produktivitas tenaga kerjanya sebesar 84,70 juta rupiah per orang dan meningkat menjadi 92,96 juta rupiah per orang pada tahun 2012. Produktivitas tenaga kerja terendah berada di Provinsi NTT dimana pada tahun 2005 sebesar 5,03 juta rupiah per orang dan mengalami peningkatan produktivitas tenaga kerja pada tahun 2012 sebesar 6,66 juta rupiah per orang. Untuk provinsi yang mengalami penurunan dari tahun 2005 ke tahun 2012, diantaranya Provinsi Aceh, Kepuluauan Riau, dan Kalimantan Timur. Meskipun provinsi-provinsi tersebut mengalami penurunan, akan tetapi jumlah produktivitas tenaga kerja provinsi-provinsi tersebut dinilai masih tergolong tinggi karena posisinya masih diatas rata-rata.

Kondisi Investasi AntarProvinsi di Indonesia

Kegiatan investasi merupakan suatu kegiatan yang penting karena akan mendorong kegiatan ekonomi suatu negara, peningkatan produktivitas tenaga kerja, peningkatan output yang dihasilkan, dan penghematan devisa atau penambahan devisa. Investasi merupakan langkah awal untuk mengorbankan konsumsi di masa yang akan datang. Alasan-alasan individu atau perusahaan melakukan investasi adalah produktivitas seseorang yang tidak menentu, kadang mengalami peningkatan atau sebaliknya mengalami penurunan. Kemudian tidak menentunya kondisi lingkungan perekonomian sehingga memungkinkan suatu saat penghasilan jauh lebih kecil dari pengeluaran serta kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan setiap hari cenderung mengalami peningkatan.

Sumber: BKPM dan BPS RI, 2013 (diolah)

Gambar 5 terlihat bahwa jumlah PMA dan PMDN antarprovinsi di Indonesia dari tahun 2005 cenderung mengalami peningkatan di tahun 2012. Provinsi Aceh, Lampung, Kepulauan Riau, Sulawesi Barat, dan NTT yang mengalami penurunan Gambar 5 Perbandingan Jumlah PMA dan PMDN AntarProvinsi di Indonesia

(31)

19 jumlah PMA di tahun 2012 atau lebih besar jumlahnya pada tahun 2005. Untuk PMDN yang jumlahnya lebih kecil pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2005 adalah Gorontalo dan Sulawesi Barat. Secara total keseluruhan, baik PMA dan PMDN, jumlah investasi tertinggi dan terendah pada tahun 2005 berada di Provinsi Riau dan NTB sebesar 10.491.612 juta rupiah dan 1.165 juta rupiah. Pada tahun 2012 jumlah investasi terendah dan tertinggi berada pada provinsi Maluku dan Jawa Barat sebesar 96.900 juta rupiah dan 57.701.700 juta rupiah. Perbedaan tersebut terjadi karena kondisi iklim investasi yang tidak menentu. Besarnya jumlah investasi akan mendorong kegiatan ekonomi karena akan berpengaruh terhadap output yang nanti dihasilkan serta input yang digunakan, salah satunya tenaga kerja.

Kondisi Realisasi Anggaran Pendidikan AntarProvinsi di Indonesia

Anggaran Perencanaan Belanja Negara (APBN) mempunyai peran strategis dalam melaksanakan tiga fungsi ekonomi pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. Melalui tiga fungsi tersebut diharapkan anggaran negara dapat mencapai tujuan pembangunan Indonesia termasuk salah satunya anggaran pendidikan. Pengalokasian untuk anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Dengan alokasi sebesar 20 persen diharapkan mampu memperbaiki sarana prasarana sekolah yang sudah rusak, menambah sarana pembelajaran, dan akses untuk mendapatkan pendididikan yang lebih baik menjadi semakin lebar.

Sumber: DJPK KEMENKEU, 2013 (diolah)

Pada Gambar 6 terlihat bahwa perbandingan realisasi anggaran pendidikan dari tahun 2005 hingga tahun 2012 selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dana tersebut sebagian besar diperuntukkan untuk pendidikan dasar dan pendidikan tinggi. Dapat dilihat bahwa realisasi anggaran pendidikan tertinggi pada tahun 2005 berada pada provinsi DKI Jakarta sebesar 1.182.178 juta rupiah dan terendah pada Provinsi Papua Barat sebesar 2.212 juta rupiah. Untuk tahun 2012 posisi tertinggi berada pada Provinsi Bali sebesar 2.451.593 juta rupiah dan

(32)

20

terendah pada Provinsi NTB sebesar 38.626 juta rupiah. Dengan jumlah anggaran pendidikan yang tinggi dari tahun ke tahun tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja karena semakin tinggi pendidikan semakin kaya akan ilmu pengetahuan yang dimiliki.

Kondisi Realisasi Anggaran Kesehatan AntarProvinsi di Indonesia

Melalui tiga fungsi peran strategis APBN, diharapkan anggaran negara dapat mencapai tujuan pembangunan Indonesia termasuk salah satunya anggaran kesehatan. Dengan adanya alokasi anggaran kesehatan diharapkan mampu membantu masyarakat dalam perbaikan sarana dan prasarana rumah sakit atau puskesmas serta pembiayaan jaminan kesehatan bagi yang tidak mampu. Banyak masyarakat yang ingin berobat tetapi karena keterbatasan biaya atau bahkan tidak ada yang menyebabkan mereka sulit untuk memeriksa kesehatannya. Hal tersebut juga berpengaruh kepada produktivitas para pekerja ketika kondisinya sedang tidak sehat. Hasil yang diinginkan dengan kondisi seperti itu bisa tidak maksimal atau belum mencapai target yang diinginkan.

Sumber: DJPK KEMENKEU, 2013 (diolah)

Berdasarkan Gambar 7 dibawah ini menunjukkan bahwa realisasi anggaran kesehatan dari tahun 2005 hingga tahun 2012 cenderung meningkat. Jumlah realisasi anggaran kesehatan terendah pada tahun 2005 sebesar 613 juta rupiah berada di provinsi Sulawesi Barat dan tertinggi sebesar 739.643 juta rupiah berada di provinsi DKI Jakarta. Jumlah realisasi anggaran pada tahun 2012 tertinggi berada di Provinsi DKI Jakarta sebesar 5.951.260 juta rupiah dan terendah berada di provinsi Gorontalo sebesar 40.229 juta rupiah. Diharapkan dengan meningkatnya jumlah anggaran kesehatan dari tahun ke tahun dapat memperbaiki atau membantu Gambar 7 Perbandingan Jumlah Realisasi Anggaran Kesehatan AntarProvinsi di

(33)

21 masyarakat dalam bidang kesehatan. Sehingga realisasi anggaran kesehatan dapat dikatakan sebagai salah satu kunci untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

Kondisi Jumlah Pekerja yang Lulus SMA AntarProvinsi di Indonesia

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting karena pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua masyarakat negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Semakin berkualitasnya seseorang maka kemampuan seseorang akan semakin meningkat dalam berproduktivitas, salah satunya dalam produktivitas tenaga kerja.

Berdasarkan Gambar 8 menunjukkan bahwa perbandingan jumlah tenaga kerja yang lulus SMA selalu mengalami peningkatan di tahun 2012. Jumlah tenaga kerja yang lulus SMA yang posisinya berada di posisi teratas ada di Pulau Jawa, diantaranya Jawa Barat menempati posisi nomor satu yang diikuti di posisi berikutnya Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta. Provinsi Jawa Barat pada tahun 2005 jumlah tenaga kerja yang lulus SMA mencapai 1.912.116 orang dan pada tahun 2012 mencapai 2.641.170 orang. Sedangkan di Jawa Timur pada tahun 2005 dan 2012 mencapai 1.770.619 orang dan 2.368.263 orang. Jawa Tengah mencapai 1.397.071 orang pada tahun 2005 dan 1.737.145 orang pada tahun 2012. Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2005 mencapai 881.337 orang dan pada tahun 2012 mencapai 1.204.338 orang.

Sumber: BPS RI, 2013 (diolah)

Kondisi Upah AntarProvinsi di Indonesia

(34)

22

pengusaha dan tenaga kerja dalam jangka panjang. Produktivitas tenaga kerja akan tergantung pada tingkat upah yang mereka terima karena tingkat upah adalah tujuan yang memotivasi tenaga kerja. Alasan perusahaan bersedia membayar tenaga kerjanya diatas tingkat upah keseimbangan pasar menurut Mankiw (2003), yaitu berkaitan dengan kerja keras pekerja dan perputaran kerja. Dalam banyak pekerjaan, pekerja bekerja secara bebas, akibatnya perusahaan harus memantau kinerja pekerja tersebut. Pemantauan pekerja merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan dana yang besar dan tidak efisien. Sebuah perusahaan dapat menanggulangi masalah tersebut dengan membayar upah diatas tingkat ekuilibrium. Upah yang lebih tinggi akan membuat pekerja lebih setia serta mencurahkan seluruh upaya mereka semaksimal mungkin. Perputaran kerja berkaitan dengan upah yang diterima. Semakin tinggi upah yang dibayar kepada tenaga kerja semakin rendah kemungkinan para pekerja akan berhenti dari pekerjaannya. Alasan kekhawatiran perputaran kerja tersebut adalah akan lebih mahal bagi perusahaan untuk merekrut dan melatih pekerja-pekerja yang baru serta berisiko kehilangan pekerja yang berkualitas.

Gambar 9 menunjukkan bahwa dari tahun 2005 besarnya UMP tenaga kerja mengalami peningkatan di tahun 2012. Posisi UMP teratas berada di Provinsi DKI Jakarta dimana pada tahun 2005 besarnya mencapai 711.800 rupiah per bulan dan meningkat menjadi 1.529.150 rupiah per bulan pada tahun 2012. Jawa Timur merupakan provinsi dengan UMP paling rendah, yaitu sebesar 340.000 rupiah per bulan pada tahun 2005 dan 745.000 rupiah per bulan pada tahun 2012. Provinsi DKI Jakarta memiliki UMP yang tinggi karena merupakan pusat Ibu Kota Indonesia dan tuntutan kebutuhan hidup yang tinggi. Penetapan besarnya UMP yang harus dibayar oleh perusahaan adalah sesuai dengan kebijakan pemerintahan yang ada di masing-masing provinsi. Hipotesis yang digunakan adalah UMP yang semakin tinggi pada suatu provinsi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja karena upah dianggap sebagai pendorong atau motivasi bagi si pekerja dalam mengerjakan tugasnya masing-masing yang sudah ditentukan.

Sumber: BPS RI, 2013 (diolah)

(35)

23

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Deskriptif dengan Pemetaan Tipologi Klassen Berdasarkan Laju Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja dan Nilai Produktivitas Tenaga

Kerja

Sumber: BPS RI, 2013 (diolah)

Keterangan:

Kuadran I : DKI Jakarta, Kepulauan Bangka Belitung. Kuadran II : Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Riau, Aceh

Kuadran III : Papua Barat, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat.

Kuadran IV : Jawa Barat, Sumatera Utara, Banten, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Maluku, Jambi, Lampung, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Papua.

(36)

24

Sumber: BPS RI, 2013 (diolah)

Keterangan:

Kuadran I : Papua, Papua Barat, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Sumatera Barat. Kuadran II : DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Banten.

Kuadran III : Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Jawa Tengah, Bali, D.I. Yogyakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat.

Kuadran IV : Gorontalo, Jambi, Kalimantan Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, Bengkulu, Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah.

(37)

25 Hasil perhitungan pada Gambar 10 dan Gambar 11 menunjukkan terdapat posisi provinsi pada periode awal dan akhir yang diteliti. Pada tahun 2005 diperoleh rata-rata laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja sebesar 0,05% dan nilai produktivitas tenaga kerja sebesar 19,53 juta rupiah per orang. Untuk tahun 2012 diperoleh bahwa rata-rata laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja sebesar 0,08% dan nilai produktivitas tenaga kerja sebesar 23,48 juta rupiah per orang. Hal ini menyebabkan terjadinya perpindahan kuadran bagi beberapa provinsi.

Terdapat beberapa provinsi yang berada diatas rata-rata laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja secara keseluruhan, baik pada tahun 2005 maupun pada tahun 2012, diantaranya Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, Papua, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Papua Barat. Sedangkan provinsi yang memiliki nilai produktivitas tenaga kerja diatas rata-rata secara keseluruhan, baik pada tahun 2005 maupun pada tahun 2012, diantaranya Aceh, Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Papua Barat, dan Papua.

Provinsi-provinsi yang berada pada kuadran I memiliki nilai produktivitas tenaga kerja dan laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang tinggi. Pada tahun 2005 provinsi yang berada di kuadran I adalah DKI Jakarta dan Kepulauan Bangka Belitung. Tahun 2012 terjadi perubahan, dimana provinsi yang berada di kuadran I adalah Papua, Papua Barat, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Provinsi-provinsi pada kuadran II memiliki laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja rendah dan nilai produktivitas tenaga kerja tinggi. Provinsi-provinsi pada kuadran II masih mungkin memiliki laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang lebih tinggi lagi dengan meningkatkan PDRB di provinsinya masing-masing sehingga laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerjanya meningkat. Tahun 2005 provinsi-provinsi yang berada pada kuadran II adalah Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Riau, dan Aceh. Sedangkan pada tahun 2012, provinsi-provinsi yang berada di kuadran II adalah DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Riau, dan Banten.

Posisi kuadran III merupakan posisi yang memiliki nilai produktivitas tenaga kerja dan laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang rendah. Tahun 2005, provinsi-provinsi yang berada pada kuadran III adalah Papua Barat, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Barat. Pada tahun 2012, provinsi-provinsi yang berada pada kuadran III adalah Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Jawa Tengah, Bali, D.I. Yogyakarta, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Barat.

(38)

26

Selatan, Kalimantan Selatan, Maluku, Jambi, Lampung, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, dan Papua. Tahun 2012, provinsi-provinsi yang berada pada kuadran IV adalah Gorontalo, Jambi, Kalimantan Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, Bengkulu, Maluku, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.

Analisis Deskriptif dengan Indeks Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja

Pada bagian ini akan diuraikan hasil analisis mengenai ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia. Analisis ini dengan menghitung besarnya tingkat ketimpangan produktivitas tenaga kerja. Trend

ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia dapat diamati dari perkembangan nilai indeks ketimpangan produktivitas tenaga kerja yang diperoleh kemudian digambarkan dalam sebuah grafik pada Gambar 12.

Sumber: BPS RI, 2013 (diolah)

Berdasarkan Gambar 12 kesenjangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia dari tahun 2005 hingga 2012 terlihat mengalami perubahan yang fluktuatif dan ada kecenderungan menurun. Nilai indeks tertinggi diperoleh pada tahun 2005 sebesar 0,839 sedangkan nilai indeks terendah diperoleh pada tahun 2012 sebesar 0,759. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketimpangan terendah selama periode analisis terjadi pada tahun 2012 dan ketimpangan tertinggi terjadi pada tahun 2005.

Semakin besar nilai indeks ketimpangan produktivitas tenaga kerja yaitu mendekati 1 berarti semakin tinggi ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia. Sebaliknya, jika mendekati 0 berarti ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia semakin rendah.

(39)

27

Hasil Estimasi Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja

Bagian ini akan mengestimasi apakah konvergensi produktivitas tenaga kerja antarprovinsi terjadi di Indonesia selama periode analisis serta apakah faktor-faktor seperti investasi, realisasi anggaran pendidikan, realisasi anggaran kesehatan, investasi, dan UMP berpengaruh dalam proses pergerakan konvergensi produktivitas tenaga kerja.

Kriteria yang digunakan untuk pengujian model terbaik adalah uji konsistensi dan validitas. Uji konsistensi di dapat dari statistik Arellano-Bond dan . Jika menunjukkan nilai yang menolak dan menunjukkan nilai yang menerima , maka estimator konsisten. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan uji Sargan dimana adalah instrumen valid yang tidak bermasalah. Selain uji Arellano-Bond dan Sargan, estimator yang tidak bias dimana koefisien berada diantara Pooled Least Squared (PLS) dan Fixed Effect Model (FEM) (Firdaus 2011).

Hasil pada Tabel 3 menunjukkan bahwa proses konvergensi produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia terjadi. Hal tersebut dapat dilihat dari koefisien lag produktivitas tenaga kerja yang kurang dari satu, yaitu sebesar 0,8214 yang signifikan pada taraf nyata 1%. Variabel produktivitas tenaga kerja tahun sebelumnya, jumlah investasi, realisasi anggaran pendidikan, realisasi anggaran kesehatan, jumlah tenaga kerja yang tamat SMA, dan upah menunjukkan probabilitas sebesar 0,000 yang signifikan pada taraf nyata 1%.

(40)

28

Konsistensi penduga ditunjukkan oleh hasil uji Arellano-Bond (AB). Hasil yang diperlihatkan berasal dari signifikansi nilai statistik dan . Statistik sebesar -3,3020dengan p-value (0,010) yang signifikan pada taraf nyata 5%. Untuk statistik yang sebesar -0,8209 dengan p-value (0,4117) yang tidak signifikan baik pada taraf nyata 1%, 5%, ataupun 10%. Hal ini menunjukkan bahwa penduga dapat dikatakan konsisten.

Validitas atau tidaknya suatu instrumen bisa dilihat dari uji Sargan. Nilai statistik uji sargan adalah sebesar 30,7440 dengan probabilitas sebesar 0,2379. Probabilitas dengan angka tersebut tidak signifikan baik pada taraf nyata 1%, 5%, ataupun 10%. Hal ini bisa disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah terhadap validitas instrumen.

Analisis panel dinamis yang sempurna harus memenuhi kriteria tidak bias. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien estimasi parameter yang berada pada rentang Pooled Least Squared (PLS) dan Fixed Effect Model (FEM). Pada Tabel 3, koefisien lag variabel dependen dari hasil estimasi menggunakan Sys-GMM sebesar 0,8214 berada diantara koefisien lag dari estimasi dengan menggunakan PLS sebesar 0,8225 dan FEM sebesar 0,0480.

Konvergensi antarprovinsi di Indonesia memiliki tingkat konvergensi sebesar 16,16%. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan masing-masing provinsi untuk mencapai kondisi steady state adalah sebesar 16,16% per tahun, cateris paribus. Adapun waktu untuk menutup setengah kesenjangan awal atau half life of convergence adalah lebih dari 4 tahun.

Tingkat produktivitas tenaga kerja tahun sebelumnya menunjukkan probabilitas sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha 1%. Kemudian, berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja saat ini sebesar 0,8214 yang artinya setiap kenaikan 1% produktivitas tenaga kerja tahun sebelumnya akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja saat ini sebesar 0,8214%. Oleh karena itu, sejak diberlakukannya Otonomi Daerah sejak 13 tahun yang lalu diharapkan setiap provinsi mampu mengelola potensi yang dimilikinya secara tepat. Sehingga tujuan atau cita-cita yang diinginkan oleh masing-masing provinsi bisa tercapai dimana pembangunan dengan pemerataan yang baik serta kesenjangan yang semakin kecil, salah satunya kesenjangan dalam produktivitas tenaga kerja.

Variabel investasi memiliki probabilitas sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha 1%. Investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja dengan nilai elastisitas jangka pendek sebesar 0,0058 yang artinya setiap kenaikan 1% investasi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sebesar 0,0058%. Elastisitas jangka panjang sebesar 0,0071 yang artinya setiap kenaikan 1% investasi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sebesar 0,0071%. Oleh karena itu, investasi merupakan suatu kegiatan yang penting karena akan mendorong kegiatan ekonomi suatu negara, peningkatan produktivitas tenaga kerja, peningkatan output yang dihasilkan, dan penghematan devisa atau penambahan devisa. Selain itu, investasi juga merupakan langkah awal untuk mengorbankan konsumsi di masa yang akan datang dan adanya transfer teknologi. Dari pemaparan diatas dapat dikatakan bahwa investasi merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan mempercepat proses konvergensi.

Gambar

Gambar 1 Rata-Rata PDRB per Kapita 33 Provinsi di Indonesia (Rupiah)
Tabel 1 Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di Indonesia Tahun 2005-2012   (Juta Rupiah per Orang)
Tabel 2  Jumlah Investasi AntarProvinsi di Indonesia Tahun 2005-2012
Gambar 2 Model Solow
+7

Referensi

Dokumen terkait

ini adalah untuk menganalisis pengaruh kelemahan sistem pengendalian intern.. dan temuan kepatuhan secara parsial dan simultan terhadap opini audit atas. laporan

As an additional 10 farmers reached the e- cient frontier with increasing returns to scale, the mean eciency ratings for all farmers across the levels of farm size and soil

Pada tanggal 31 Desember 2015 dan 2014, aset tetap Perusahaan dan Entitas Anak tertentu yang terdiri dari PT Domas Agrointi Prima, PT Agrowiyana, PT Air Muring, PT

Selain itu, missile dan rocket yang di luncurkan dengan tidak sesuai dengan targetnya dapat menghancurkan pemukiman penduduk serta fasilitas atau

Berdasarkan hasil kajian dalam menentukan/memilih metode peramalan data deret waktu yang dianggap tepat untuk digunakan dalam peramalan volume penjualan PT Satriamandiri

dan petunjukNYA penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pola Sebaran Fitoplankton sebagai Bioindikator Kondisi Lingkungan Perairan di Pantai Cermin Kabupaten

Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum yang memiliki pengaruh paling besar dalam meningkatkan minat beli ulang produk Sakatonik Liver adalah

Selain itu juga menggunakan metode konten analisis yang dilakukan pada sumber literatur dan penelitian sebelumnya yang digunakan untuk mendapatkan data-data yang