• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rasio molar asam fitat : Zn untuk menentukan suplementasi Zn serta penambahan enzim fitase dalam ransum berkadar asam fitat tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rasio molar asam fitat : Zn untuk menentukan suplementasi Zn serta penambahan enzim fitase dalam ransum berkadar asam fitat tinggi"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM RANSUM BERKADAR ASAM FITAT TINGGI

SUMIATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Rasio Molar Asam Fitat : Zn untuk Menentukan Suplementasi Zn serta penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Desember 2005

Sumiati

(3)

ABSTRAK

SUMIATI. Rasio Molar Asam Fitat : Zn Untuk Menentukan Suplementasi Zn serta Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi. Dibimbing oleh WIRANDA GENTINI PILIANG, MAGGY THENAWIDJAYA SUHARTONO dan SUSILOWATI HERMAN.

Asam fitat mengandung mineral P yang tinggi (28,2%) dan potensial sebagai pengikat (chelating) mineral bervalensi-2. Ikatan tersebut menyebabkan tidak tersedianya mineral- mineral tersebut untuk penyerapan di dalam usus halus ternak monogastrik maupun manusia. Zn merupakan mineral yang ketersediaannya paling dipengaruhi oleh fitat.

Dua penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah suplementasi ZnO dan enzim fitase ke dalam ransum berkadar asam fitat tinggi dapat memperbaiki status mineral maupun produktivitas ayam petelur ISA-Brown umur 18 – 33 minggu (penelitian 1) dan tikus Sprague Dawley umur 45 – 80 hari (penelitian 2). Pada penelitian 1, Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial 3 x 3 digunakan untuk mempelajari pengaruh 3 taraf suplementasi ZnO ( 0, 252, 567 mg ZnO/kg ransum) dengan rasio molar asam fitat : Zn dalam ransum berturut-turut 76, 15, 7.5 dan 3 taraf suplementasi enzim fitase (0, 300, 400 U/kg ransum). Pada penelitian 2, digunakan 6 ransum perlakuan yang terdiri atas 4 ransum yang disuplementasi ZnO (0, 13, 29, 61 mg ZnO/kg ransum) dengan rasio molar asam fitat : Zn dalam ransum berturut-turut 27, 20, 15, 10 dan 2 ransum yang disuplementasi dengan enzim fitase ( 750, 1000 U/kg ransum).

Suplementasi ZnO dan fitase dalam ransum ayam petelur ISA-Brown tidak nyata mempengaruhi produksi telur, konsumsi ransum, konversi ransum, berat telur dan retensi mineral P. Suplementasi ZnO sangat nyata menurunkan (P<0.01) retensi Zn pada ayam petelur, tapi tidak nyata mempengaruhi aktivitas alkalin fosfatase. Sebaliknya, suplementasi fitase sangat nyata meningkatkan ((P<0.01) aktivitas alkalin fosfatase, tetapi tidak nyata mempengaruhi retensi Zn pada ayam petelur. Secara deskriptif, suplementasi ZnO yang tinggi dalam ransum (567 mg ZnO/kg) hanya sedikit meningkatkan kandungan Zn dalam telur, tetapi menurunkan Mn, Fe, Cu, Ca dan P. Suplementasi ZnO dan enzim fitase meningkatkan Zn dalam kerabang telur dan meningkatkan kandungan vitamin A dalam telur.

Suplementasi ZnO dan fitase dalam ransum tikus tidak nyata mempengaruhi pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan efisiensi penggunaan ransum, tetapi sangat nyata meningkatkan (P<0.01) retensi Zn. Suplementasi fitase 1000 U/kg sangat nyata meningkatkan (P<0.01) efisiensi penggunaan ransum dan retensi Zn. Suplementasi ZnO dan fitase nyata (P<0.05) meningkatkan persentase bobot thimus, pankreas dan hati tikus, tapi tidak nyata mempengaruhi persentase ginjal.

(4)

ABSTRACT

SUMIATI. Molar Ratio of Phytic Acid : Zn to Determine the Zn Supplementation and Phytase Enzyme Addition in High Phytic Acid Diets. Under

the supervisions of WIRANDA GENTINI PILIANG, MAGGY

THENAWIDJAYA SUHARTONO, and SUSILOWATI HERMAN

Phytic acid molecule has a high Phosphorus (P) content (28.2%) and chelating potential to form a wide variety of insoluble salts with divalent cations. These binding potentially renders these minerals unavailability for intestinal absorption of the monogastric animals as well as human. Zinc (Zn) may be the trace element which bioavailability is most influenced by phytate.

Two experiments were conducted to determine whether, supplementations of zinc oxide (ZnO) and phytase enzyme into high phytic acid diets could improve the minerals status as well as the productivity of the ISA-Brown laying hens at 18 weeks up to 33 weeks of age (experiment 1) and Sprague Dawley rats at 45 days up to 80 days of age (experiment 2). In experiment 1, a 3 x 3 factorial design was used to study the effect of ZnO supplementations (0, 252, 567 mg ZnO/kg diet) with molar ratio of phytic acid : Zn were 76, 15, 7.5 respectively and 3 levels of phytase enzyme ( 0, 300 and 400 Unit(U) /kg diet). In experiment 2, 6 treatment diets consisted of 4 diets with ZnO supplementations (0, 13, 29, 61 mg ZnO/kg diet) with molar ratio of phytic acid : Zn were 27, 20, 15, 10 respectively, and 2 treatment diets with phytase enzyme supplementations (750, 1000 U/kg diet).

The supplementations of ZnO and phytase in the laying hen diets did not affect the egg production, feed consumption, feed conversion, egg weight and the retention of P in the body. However the ZnO supplementations highly significantly decreased (P<0.01) the Zn retention of the laying hens, but did not affect the alkaline phosphatase activity. On the contrary, the phytase supplementations highly significantly increased (P<0.01) the alkaline phosphatase activity, but did not affect the Zn retention of the laying hens. The ZnO supplementations increased the Zn content in the egg , but decreased the mangan (Mn), iron (Fe), copper (Cu), calcium (Ca) and phosphorus (P). The supplementations of ZnO and phytase increased Zn in the egg shell as well as the vitamin A content in the eggs.

(5)

RASIO MOLAR ASAM FITAT : Zn UNTUK MENENTUKAN

SUPLEMENTASI Zn SERTA PENAMBAHAN ENZIM FITASE

DALAM RANSUM BERKADAR ASAM FITAT TINGGI

SUMIATI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Disertasi : Rasio Molar Asam Fitat : Zn untuk Menentukan Suplementasi Zn serta Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi

Nama : Sumiati

NIM : 985035

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wiranda Gentini Piliang, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawidjaya Suhartono Dr. Susilowati Herman, M.Sc

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Ternak Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2003 ini ialah asam fitat dan ketersediaan mineral, dengan judul Rasio Molar Asam Fitat : Zn untuk Menentukan Suplementasi Zn serta Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi.

Keberhasilan ini tidak lepas dari bantuan serta kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Wiranda Gentini Piliang, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing, kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawidjaya Suhartono, Ibu Dr. Susilowati Herman, M.Sc sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Rimbawan (Dosen Departemen Gizi Masyarakat IPB), selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup (28 September 2005) dan Ujian Terbuka (30 Nopember 2005) penulis, atas semua masukan yang sangat berharga untuk perbaikan disertasi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Pius P. Ketaren, M.Agr. Sc (Ahli Peneliti Muda pada Balai Penelitian Ternak, Bogor), selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka, atas segala saran dan masukan yang sangat bermanfaat untuk membuka wawasan penulis di bidang penelitian enzim fitase. Penulis mengucapkan terimakasih kepada: Bapak Prof. Dr. Juju Wahju, M.Sc (alm), Ibu Prof. Dr. Lily Amalia Sofyan, M.Sc (alm) dan Bapak Dr. Ir. Suryahadi, DEA yang pernah membimbing penulis.

Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh staf dan karyawan Kelompok Biokimia dan Fisiologi Gizi, Bagian Hewan Coba, Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, DEPKES RI, Bogor (drh. Endi Ridwan, M.Sc, Ibu Yetty Yuniar, Ibu Dra Fitrah Ernawati, M.Sc, Bapak Supandi) yang telah banyak membantu kelancaran penelitian. Disamping itu, penulis menghaturkan terimakasih kepada seluruh staf dan teknisi di Bagian Nutrisi Unggas Fakultas Peternakan IPB ( Dr. Ir. Rita Meutia, M.Agr; Dr.Ir. Ibnu Katsir Amrullah, MS: Ir. Dwi Margi Suci, MS; Ir. Widya Hermana, MSi; Lanjarsih, Amd; Enday; Makmur; Karya) atas bantuan dan kerjasamanya yang baik selama penulis menempuh pendidikan S3 ini.

Penulis mengucapkan terima kasih: kepada Prof. Emeritus Donald Oberleas, Department of Food and Nutrition, Texas Tech. University Lubbock USA dan Prof. Barbara Harland, University of Washington, Washington, DC, USA atas bantuan analisis asam fitat dalam beberapa bahan makanan; kepada Ir. Suaedi Sunanto, PT BASF Jakarta atas bantuan mineral ZnO dan enzim fitase serta pustaka-pustaka; kepada pengelola Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan kesempatan belajar dan biaya pendidikan ; kepada pengelola Projek Due-Like tahun anggaran 2003 yang telah membantu mendanai sebagian biaya penelitian penulis.

(8)

seluruh Staf Dosen dan Pegawai; Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan FAPET IPB beserta seluruh Staf Dosen dan Pegawai; Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta seluruh Staf dan Pegawai atas kelancaran administrasi; Ketua Program Studi Ilmu Ternak (PTK) beserta seluruh Pegawai; serta kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh keluarga besar Bapak E. Sukarya (alm) Sumedang dan keluarga besar Bapak M. Soetjipto (alm) Surabaya atas dorongan moril maupun materil kepada penulis. Ucapan terimakasih yang sangat khusus penulis haturkan kepada suami tercinta Ir. Sugeng Sudibjo, ASAI serta ananda Linea Alfa Arina dan Ba yu Beta Brahmantio atas segala kasih sayang, kesabaran, pengertian serta dorongan moril maupun materil.

Akhir kata semoga disertasi ini bermanfaat untuk banyak pihak dan dapat menyumbang hal positif bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta pembangunan Peternakan di Indonesia.

Bogor, Desember 2005

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 17 Oktober 1961 sebagai anak bungsu dari empat bersaudara dari pasangan Bapak E. Sukarya (alm) dan Ibu I. Sukarya (alm). Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan IPB, lulus tahun 1984. Pada tahun 1988, penulis mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan S2 di Universitas Uppsala, Swedia dengan beasiswa pendidikan dari Bank Dunia XVII (kerjasama antara Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB dengan Swedec AB, Swedia) dan lulus pada tahun 1989. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor di Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 1998. Beasiswa pendidikan program doktor diperoleh dari Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

Manfaat Hasil Penelitian ... 3

Kerangka Pemikiran ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Mineral Seng (Zn) ... 6

Hubungan Mineral Seng (Zn) dengan Vitamin A ... 9

Asam Fitat ... 10

Enzim Fitase ... 13

Suplementasi Zn dalam Ransum ... 17

Penggunaan Enzim 3-Fitase dalam Ransum ... 18

BAHAN DAN METODE PENELITIAN I Perlakuan pada Ayam Petelur ... 27

PENELITIAN II Perlakuan pada Tikus ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN I Perfoman Ayam Petelur ISA- Brown Umur 18 – 33 Minggu ... 40

Retensi Semu (Apparent Retention) Mineral Zn dan P dalam Tubuh Ayam Petelur ISA-Brown ... 49

Kandungan Mineral dalam Telur, Kerabang Telur, Daging dan Tulang Tibia Ayam Petelur ISA-Brown ... 54

Rangkuman Pengaruh Perlakuan terhadap Distribusi Mineral pada Ayam Petelur ... 61

Kandungan Vitamin A dalam Telur Ayam ISA-Brown ... 63

Aktivitas Alkalin Fosfatase dalam Serum Ayam Petelur ISA-Brown ... 65

Tebal Kerabang Telur Ayam ISA-Brown ... 68

(11)

DALAM RANSUM BERKADAR ASAM FITAT TINGGI

SUMIATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Rasio Molar Asam Fitat : Zn untuk Menentukan Suplementasi Zn serta penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Desember 2005

Sumiati

(13)

ABSTRAK

SUMIATI. Rasio Molar Asam Fitat : Zn Untuk Menentukan Suplementasi Zn serta Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi. Dibimbing oleh WIRANDA GENTINI PILIANG, MAGGY THENAWIDJAYA SUHARTONO dan SUSILOWATI HERMAN.

Asam fitat mengandung mineral P yang tinggi (28,2%) dan potensial sebagai pengikat (chelating) mineral bervalensi-2. Ikatan tersebut menyebabkan tidak tersedianya mineral- mineral tersebut untuk penyerapan di dalam usus halus ternak monogastrik maupun manusia. Zn merupakan mineral yang ketersediaannya paling dipengaruhi oleh fitat.

Dua penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah suplementasi ZnO dan enzim fitase ke dalam ransum berkadar asam fitat tinggi dapat memperbaiki status mineral maupun produktivitas ayam petelur ISA-Brown umur 18 – 33 minggu (penelitian 1) dan tikus Sprague Dawley umur 45 – 80 hari (penelitian 2). Pada penelitian 1, Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial 3 x 3 digunakan untuk mempelajari pengaruh 3 taraf suplementasi ZnO ( 0, 252, 567 mg ZnO/kg ransum) dengan rasio molar asam fitat : Zn dalam ransum berturut-turut 76, 15, 7.5 dan 3 taraf suplementasi enzim fitase (0, 300, 400 U/kg ransum). Pada penelitian 2, digunakan 6 ransum perlakuan yang terdiri atas 4 ransum yang disuplementasi ZnO (0, 13, 29, 61 mg ZnO/kg ransum) dengan rasio molar asam fitat : Zn dalam ransum berturut-turut 27, 20, 15, 10 dan 2 ransum yang disuplementasi dengan enzim fitase ( 750, 1000 U/kg ransum).

Suplementasi ZnO dan fitase dalam ransum ayam petelur ISA-Brown tidak nyata mempengaruhi produksi telur, konsumsi ransum, konversi ransum, berat telur dan retensi mineral P. Suplementasi ZnO sangat nyata menurunkan (P<0.01) retensi Zn pada ayam petelur, tapi tidak nyata mempengaruhi aktivitas alkalin fosfatase. Sebaliknya, suplementasi fitase sangat nyata meningkatkan ((P<0.01) aktivitas alkalin fosfatase, tetapi tidak nyata mempengaruhi retensi Zn pada ayam petelur. Secara deskriptif, suplementasi ZnO yang tinggi dalam ransum (567 mg ZnO/kg) hanya sedikit meningkatkan kandungan Zn dalam telur, tetapi menurunkan Mn, Fe, Cu, Ca dan P. Suplementasi ZnO dan enzim fitase meningkatkan Zn dalam kerabang telur dan meningkatkan kandungan vitamin A dalam telur.

Suplementasi ZnO dan fitase dalam ransum tikus tidak nyata mempengaruhi pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan efisiensi penggunaan ransum, tetapi sangat nyata meningkatkan (P<0.01) retensi Zn. Suplementasi fitase 1000 U/kg sangat nyata meningkatkan (P<0.01) efisiensi penggunaan ransum dan retensi Zn. Suplementasi ZnO dan fitase nyata (P<0.05) meningkatkan persentase bobot thimus, pankreas dan hati tikus, tapi tidak nyata mempengaruhi persentase ginjal.

(14)

ABSTRACT

SUMIATI. Molar Ratio of Phytic Acid : Zn to Determine the Zn Supplementation and Phytase Enzyme Addition in High Phytic Acid Diets. Under

the supervisions of WIRANDA GENTINI PILIANG, MAGGY

THENAWIDJAYA SUHARTONO, and SUSILOWATI HERMAN

Phytic acid molecule has a high Phosphorus (P) content (28.2%) and chelating potential to form a wide variety of insoluble salts with divalent cations. These binding potentially renders these minerals unavailability for intestinal absorption of the monogastric animals as well as human. Zinc (Zn) may be the trace element which bioavailability is most influenced by phytate.

Two experiments were conducted to determine whether, supplementations of zinc oxide (ZnO) and phytase enzyme into high phytic acid diets could improve the minerals status as well as the productivity of the ISA-Brown laying hens at 18 weeks up to 33 weeks of age (experiment 1) and Sprague Dawley rats at 45 days up to 80 days of age (experiment 2). In experiment 1, a 3 x 3 factorial design was used to study the effect of ZnO supplementations (0, 252, 567 mg ZnO/kg diet) with molar ratio of phytic acid : Zn were 76, 15, 7.5 respectively and 3 levels of phytase enzyme ( 0, 300 and 400 Unit(U) /kg diet). In experiment 2, 6 treatment diets consisted of 4 diets with ZnO supplementations (0, 13, 29, 61 mg ZnO/kg diet) with molar ratio of phytic acid : Zn were 27, 20, 15, 10 respectively, and 2 treatment diets with phytase enzyme supplementations (750, 1000 U/kg diet).

The supplementations of ZnO and phytase in the laying hen diets did not affect the egg production, feed consumption, feed conversion, egg weight and the retention of P in the body. However the ZnO supplementations highly significantly decreased (P<0.01) the Zn retention of the laying hens, but did not affect the alkaline phosphatase activity. On the contrary, the phytase supplementations highly significantly increased (P<0.01) the alkaline phosphatase activity, but did not affect the Zn retention of the laying hens. The ZnO supplementations increased the Zn content in the egg , but decreased the mangan (Mn), iron (Fe), copper (Cu), calcium (Ca) and phosphorus (P). The supplementations of ZnO and phytase increased Zn in the egg shell as well as the vitamin A content in the eggs.

(15)

RASIO MOLAR ASAM FITAT : Zn UNTUK MENENTUKAN

SUPLEMENTASI Zn SERTA PENAMBAHAN ENZIM FITASE

DALAM RANSUM BERKADAR ASAM FITAT TINGGI

SUMIATI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

Judul Disertasi : Rasio Molar Asam Fitat : Zn untuk Menentukan Suplementasi Zn serta Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi

Nama : Sumiati

NIM : 985035

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wiranda Gentini Piliang, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawidjaya Suhartono Dr. Susilowati Herman, M.Sc

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Ternak Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc

(17)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2003 ini ialah asam fitat dan ketersediaan mineral, dengan judul Rasio Molar Asam Fitat : Zn untuk Menentukan Suplementasi Zn serta Penambahan Enzim Fitase dalam Ransum Berkadar Asam Fitat Tinggi.

Keberhasilan ini tidak lepas dari bantuan serta kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Wiranda Gentini Piliang, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing, kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawidjaya Suhartono, Ibu Dr. Susilowati Herman, M.Sc sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Rimbawan (Dosen Departemen Gizi Masyarakat IPB), selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup (28 September 2005) dan Ujian Terbuka (30 Nopember 2005) penulis, atas semua masukan yang sangat berharga untuk perbaikan disertasi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Pius P. Ketaren, M.Agr. Sc (Ahli Peneliti Muda pada Balai Penelitian Ternak, Bogor), selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka, atas segala saran dan masukan yang sangat bermanfaat untuk membuka wawasan penulis di bidang penelitian enzim fitase. Penulis mengucapkan terimakasih kepada: Bapak Prof. Dr. Juju Wahju, M.Sc (alm), Ibu Prof. Dr. Lily Amalia Sofyan, M.Sc (alm) dan Bapak Dr. Ir. Suryahadi, DEA yang pernah membimbing penulis.

Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh staf dan karyawan Kelompok Biokimia dan Fisiologi Gizi, Bagian Hewan Coba, Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, DEPKES RI, Bogor (drh. Endi Ridwan, M.Sc, Ibu Yetty Yuniar, Ibu Dra Fitrah Ernawati, M.Sc, Bapak Supandi) yang telah banyak membantu kelancaran penelitian. Disamping itu, penulis menghaturkan terimakasih kepada seluruh staf dan teknisi di Bagian Nutrisi Unggas Fakultas Peternakan IPB ( Dr. Ir. Rita Meutia, M.Agr; Dr.Ir. Ibnu Katsir Amrullah, MS: Ir. Dwi Margi Suci, MS; Ir. Widya Hermana, MSi; Lanjarsih, Amd; Enday; Makmur; Karya) atas bantuan dan kerjasamanya yang baik selama penulis menempuh pendidikan S3 ini.

Penulis mengucapkan terima kasih: kepada Prof. Emeritus Donald Oberleas, Department of Food and Nutrition, Texas Tech. University Lubbock USA dan Prof. Barbara Harland, University of Washington, Washington, DC, USA atas bantuan analisis asam fitat dalam beberapa bahan makanan; kepada Ir. Suaedi Sunanto, PT BASF Jakarta atas bantuan mineral ZnO dan enzim fitase serta pustaka-pustaka; kepada pengelola Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan kesempatan belajar dan biaya pendidikan ; kepada pengelola Projek Due-Like tahun anggaran 2003 yang telah membantu mendanai sebagian biaya penelitian penulis.

(18)

seluruh Staf Dosen dan Pegawai; Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan FAPET IPB beserta seluruh Staf Dosen dan Pegawai; Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta seluruh Staf dan Pegawai atas kelancaran administrasi; Ketua Program Studi Ilmu Ternak (PTK) beserta seluruh Pegawai; serta kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh keluarga besar Bapak E. Sukarya (alm) Sumedang dan keluarga besar Bapak M. Soetjipto (alm) Surabaya atas dorongan moril maupun materil kepada penulis. Ucapan terimakasih yang sangat khusus penulis haturkan kepada suami tercinta Ir. Sugeng Sudibjo, ASAI serta ananda Linea Alfa Arina dan Ba yu Beta Brahmantio atas segala kasih sayang, kesabaran, pengertian serta dorongan moril maupun materil.

Akhir kata semoga disertasi ini bermanfaat untuk banyak pihak dan dapat menyumbang hal positif bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta pembangunan Peternakan di Indonesia.

Bogor, Desember 2005

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 17 Oktober 1961 sebagai anak bungsu dari empat bersaudara dari pasangan Bapak E. Sukarya (alm) dan Ibu I. Sukarya (alm). Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan IPB, lulus tahun 1984. Pada tahun 1988, penulis mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan S2 di Universitas Uppsala, Swedia dengan beasiswa pendidikan dari Bank Dunia XVII (kerjasama antara Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB dengan Swedec AB, Swedia) dan lulus pada tahun 1989. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor di Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 1998. Beasiswa pendidikan program doktor diperoleh dari Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

Manfaat Hasil Penelitian ... 3

Kerangka Pemikiran ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Mineral Seng (Zn) ... 6

Hubungan Mineral Seng (Zn) dengan Vitamin A ... 9

Asam Fitat ... 10

Enzim Fitase ... 13

Suplementasi Zn dalam Ransum ... 17

Penggunaan Enzim 3-Fitase dalam Ransum ... 18

BAHAN DAN METODE PENELITIAN I Perlakuan pada Ayam Petelur ... 27

PENELITIAN II Perlakuan pada Tikus ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN I Perfoman Ayam Petelur ISA- Brown Umur 18 – 33 Minggu ... 40

Retensi Semu (Apparent Retention) Mineral Zn dan P dalam Tubuh Ayam Petelur ISA-Brown ... 49

Kandungan Mineral dalam Telur, Kerabang Telur, Daging dan Tulang Tibia Ayam Petelur ISA-Brown ... 54

Rangkuman Pengaruh Perlakuan terhadap Distribusi Mineral pada Ayam Petelur ... 61

Kandungan Vitamin A dalam Telur Ayam ISA-Brown ... 63

Aktivitas Alkalin Fosfatase dalam Serum Ayam Petelur ISA-Brown ... 65

Tebal Kerabang Telur Ayam ISA-Brown ... 68

(21)

PENELITIAN II

Performan Tikus Sprague Dawley Umur 45 – 80 Hari ... 71

Retensi Semu (Apparent Retention) Mineral Zn, Ca dan P pada Tikus Sprague Dawley Umur 45 – 80 Hari ... 74

Kandungan Mineral Zn, Ca dan Aktivitas alkalin Fosfatase dalam Serum Tikus ... 80

Persentase Bobot Testis dan Ovarium Tikus Umur 80 Hari .... 84

Persentase Bobot Thimus, Pankreas, Hati dan Ginjal Tikus Umur 80 Hari ... 85

Kesimpulan Hasil Penelitian pada Tikus ... 89

PEMBAHASAN UMUM ... 90

KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 108

(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kandungan asam fitat dari beberapa bahan makanan ... ... 13

2. Aktivitas enzim 6-fitase dari beberapa bahan makanan ... 14

3. Perkembangan penelitian suplementasi Zn dalam ransum ... 21

4. Perkembangan penelitian rasio molar asam fitat : Zn dalam ransum ... 23

5. Perkembangan penelitian suplementasi enzim fitase dalam ransum ... 24

6. Susunan ransum ayam petelur umur 18-33 minggu ... 30

7. Kandungan dan kebutuhan zat makanan ransum ayam petelur

umur 18-33 minggu ... 31

8. Susunan ransum tikus penelitian ... 35

9. Kandungan zat gizi ransum tikus penelitian ... 37

10.Kebutuhan zat gizi untuk tikus ... 38

11.Rataan konsumsi ransum, produksi telur hen day, produksi massa telur, konversi ransum dan berat telur ayam petelur ISA-Brown

umur 18-33 minggu ... 41

12.Rataan konsumsi protein dan energi metabolis ayam petelur

ISA-Brown umur 18-33 minggu ... 43

13.Rataan konsumsi metionina harian ayam petelur ISA-Brown umur 18 – 33 minggu ... 47

14.Rataan retensi semu mineral Zn dan P pada ayam petelur ISA-Brown ... 50

15.Kandungan mineral Zn, Mn, Fe, Cu, Ca, P dan Mg dalam

telur (putih + kuning telur) ayam ISA-Brown ... 55

16.Kandungan mineral dalam telur segar ... 56

17.Kandungan mineral Zn, Mn, Fe, Cu, Ca, P dan Mg dalam kerabang

telur ayam ISA-Brown ... 57

18.Kandungan mineral Zn, Mn, Fe, Cu, Ca, P dan Mg dalam

daging ayam ISA-Brown ... 58

19.Kandungan mineral Zn, Mn, Fe, Cu, Ca, P dan Mg dalam

tulang tibia ayam petelur ISA-Brown ... 60

20.Kandungan vitamin A dalam telur ayam ISA-Brown ... 63

21.Rataan aktivitas alkaline fosfatase pada ayam

petelur ISA-Brown ... 65

(23)

23. Rataan pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, efisiensi penggunaan ransum, konsumsi protein dan rasio efisiensi protein

pada tikus Sprague Dawleyumur 45-80 hari ... 73

24. Rataan retensi semu mineral Zn, Ca dan P pada tikus Sprague Dawley

umur 45-80 hari ... 75

25. Rasio molar mineral Zn terhadap Ca dan P dalam ransum

tikus perlakuan ... 78

26. Rataan kandungan mineral Zn, Ca dan aktivitas alkaline fosfatase

dalam serum tikus umur 80 hari ... 81

27. Rataan persentase bobot testis dan ovarium tikus umur 80 hari ... 84

28. Persentase bobot thimus, pankreas, hati dan ginjal tikus umur 80 hari ... 85

(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema kerangka pemikiran penelitian ... 5

2. Pengaruh molar rasio asam fitat : Zn terhadap ketersediaan Zn dari makanan bayi (umur < 4 bulan) berbasis susu sapi

(? ) dan kacang kedelai (•) (Bosscher etal. 2001) ... 8 3. Pengaruh molar rasio asam fitat : Zn terhadap ketersediaan

Zn dari kacang buncis (green beans/Phaseolus vulgaris) untuk

makanan bayi berumur > 4 bulan (Bosscher etal. 2001) ... 8 4. Struktur asam fitat ( Coelho 1999) ... 12

5. Reaksi antara asam fitat dengan Zn (Scott et al. 1982) ... 12 6. Model kerja enzim 3- fitase dan 6- fitase (Nys et al. 1999) ... 15 7. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim 3-fitase dan 6-fitase

(Eeckhout dan De Paepe 1999) ... 16

8. Grafik produksi telur hen day ayam petelur ISA-Brown selama

penelitian (umur 18-33 minggu) ... 45

9. Grafik rataan konversi ransum ayam petelur ISA-Brown selama 16 minggu

penelitian (umur ayam 18 -33 minggu) ... 49

10.Grafik konsumsi, retensi dan ekskresi Zn ayam petelur ISA-Brown

umur 33 minggu ... 52

11.Grafik konsumsi, retensi dan ekskresi mineral P pada ayam

petelur ISA Brown umur 33 minggu ... 54

12.Hidrolisis fitat (InsP6) oleh enzim fitase mikroba (Sanberg 2002) ... 67

13.Grafik persentase peningkatan aktivitas alkalin fosfatase dalam

serum ayam petelur ISA-Brown ... 68

14.Grafik hubungan antara rasio molar asam fitat : Zn dalam

ransum tikus dengan retensi semu mineral Zn, Ca dan P ... 80

15.Mekanisme transpor mineral Zn pada suplementasi mineral Zn dan

enzim fitase pada ayam petelur ... 95

16.Mekanisme transpor mineral Cu pada suplementasi mineral Zn dan

enzim fitase pada ayam petelur ... 97

17.Mekanisme transpor mineral Mn pada suplementasi mineral Zn dan

enzim fitase pada ayam petelur ... 99

18.Mekanisme transpor mineral Ca pada suplementasi mineral Zn dan

enzim fitase pada ayam petelur ... 101

19.Mekanisme transpor mineral P pada suplementasi mineral Zn dan

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kandungan asam fitat dari bahan makanan penyusun ransum

ayam petelur dan tikus ... 116

2. Rataan suhu kandang selama 16 minggu penelitian ayam petelur ... 117

3. Metode analisis Zn (AOAC 1999) ... 118

4. Metode pengukuran aktivitas alkalin fosfatase (Stauffer 1989) ... 120

5. Metode pengukuran retensi semu mineral Zn dan fosfor pada ayam

petelur ISA-Brown ... 121

6. Metode pengukuran retensi semu mineral Zn, Ca dan P pada tikus ... 122

7. Analisis ragam untuk konsumsi ransum ayam petelur(g/ekor/hari) ... 123

8. Analisis ragam untuk produksi telur hen day (%) ... 123 9. Analisis ragam untuk produksi massa telur (g/ekor/hari) ... 123

10.Analisis ragam untuk konversi ransum ayam petelur ... 124

11.Analisis ragam untuk berat telur (g/butir) ... 124

12.Analisis ragam untuk aktivitas alkalin fosfatase dalam serum

ayam ... 124

13.Analisis ragam untuk pertambahan bobot badan tikus ... 125

14.Analisis ragam untuk konsumsi ransum tikus ... 125

15.Analisis ragam untuk efisiensi penggunaan ransum tikus ... 125

16.Analisis ragam untuk retensi mineral Zn pada tikus ... 126

17.Analisis ragam untuk retensi mineral Ca pada tikus ... 126

18.Analisis ragam untuk retensi mineral P pada tikus ... 126

19.Analisis ragam untuk kandungan mineral Zn dalam serum tikus ... 127

20.Analisis ragam untuk kandungan mineral Ca dalam serum tikus ... 127

21.Analisis ragam untuk aktivitas alkalin fosfatase dalam serum tikus ... 127

22.Analisis ragam untuk persentase testis tikus ... 128

23.Analisis ragam untuk persentase ovarium tikus ... 128

24.Analisis ragam untuk persentase thimus tikus ... 128

25.Analisis ragam untuk persentase pankreas tikus ... 129

26.Analisis ragam untuk persentase hati tikus ... 129

(26)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Defisiensi beberapa mineral bervalensi-2, terutama seng (Zn) merupakan

defisiensi nutrisi yang sering terjadi di seluruh dunia. Defisiensi Zn ini sangat erat

hubungannya dengan banyaknya konsumsi asam fitat yang terkandung dalam

bahan makanan manusia atau bahan pakan untuk ternak. Mineral Zn mempunyai

afinitas paling kuat untuk diikat oleh asam fitat. Makanan nabati merupakan

sumber asam fitat, terutama biji-bijian utuh (whole grain) dan leguminosa. Asam

fitat sudah menjadi bagian dari konsumsi penduduk dunia, termasuk Indonesia

(Oberleas 2001). Data BPS (2005) menunjukkan bahwa pada tahun 2004,

konsumsi energi penduduk Indonesia sebagian besar (62.1%) berasal dari

makanan nabati dengan perincian sebagai berikut : dari serealia sebanyak 1024.08

Kal/orang/hari (51.6%), leguminosa 62.24 Kal/orang/hari (3.1%), umbi-umbian

66.91 Kal/orang/hari (3.36%), sayur-sayuran 38.80 Kal/orang/hari (1.95%) dan

buah-buahan sebanyak 41.61 Kal/orang/hari (2.09%). Rata-rata konsumsi energi

penduduk Indonesia pada tahun 2004 adalah 1986.06 Kal/orang/hari. Menurut

Hotz dan Brown (2004), Indonesia termasuk kategori resiko tinggi terhadap

defisiensi Zn, yaitu sekitar 34.4% penduduk Indonesia mengkonsumsi Zn yang

kurang dari kebutuhan (10 mg Zn /orang/hari, kebutuhan rata-rata 15 mg

Zn/orang/hari). Disamping itu, konsumsi rata-rata fitat penduduk Indonesia

cukup tinggi, yaitu 2859 mg/orang /hari. Dengan adanya fakta tersebut,

kemungkinan defisiensi Zn dapat terjadi pada penduduk Indonesia.

Defisiensi Zn juga banyak terjadi pada ternak yang umumnya

mengkonsumsi biji-bijian dan serat kasar tinggi dalam jumlah banyak (kecuali

ternak ruminansia). Asam fitat yang terkandung dalam makanan nabati dapat

menurunkan ketersediaan beberapa mineral bervalensi-2 seperti Zn, zat besi (Fe),

mangan (Mn), kuprum (Cu) dan kalsium (Ca). Ternak (selain ruminansia) maupun

(27)

keadaan ini akan menurunkan produktivitas ternak dan terhambatnya

pertumbuhan pada ternak maupun manusia.

Selain adanya asam fitat yang tinggi yang terkandung dalam serealia dan

leguminosa, juga pada umumnya rendah akan kandungan mineral Zn. National

Research Council (NRC 1994) memaparkan bahwa kandungan Zn dalam jagung

kuning, dedak padi (rice bran) dan bungkil kedelai berturut-turut adalah 18, 30

dan 49 mg/kg, sementara itu, kandungan Zn dalam tepung ikan sebesar 147

mg/kg. Dalam keadaan ransum normal, artinya tidak ada penambahan Zn

inorganik atau tidak adanya suplementasi enzim fitase ke dalam ransum,

defisiensi Zn sudah pasti akan terjadi, mengingat ransum ternak monogastrik

sebagian besar (>80%) terdiri atas serealia.

Sampai saat ini sudah banyak penelitian mengenai suplementasi Zn dalam

ransum ayam, namun belum memperhitungkan rasio molar antara asam fitat : Zn

yang terkandung dalam ransum. Begitu juga mengenai suplementasi enzim fitase

dalam ransum ayam sudah banyak dilakukan, namun difokuskan untuk

meningkatkan ketersediaan mineral fosfor dalam ransum. Penelitian yang khusus

untuk melihat pengaruh suplementasi enzim fitase dalam ransum terhadap

ketersediaan mineral mikro, terutama Zn, Mn, Cu dan Fe masih perlu dilakukan.

Dengan melihat permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka dalam

penelitian ini dicoba 3 alternatif untuk mengatasi defisiensi Zn atau meningkatkan

utilisasi Zn pada ayam petelur, yaitu pertama, melalui suplementasi Zn inorganik ke dalam ransum dengan memperhitungkan rasio molar antara asam fitat : Zn.

Kedua, dengan cara penambahan enzim fitase ke dalam ransum untuk menghidrolisis asam fitat, sehingga ketersediaan Zn meningkat. Ketiga, dengan kombinasi suplementasi enzim fitase dan mineral Zn dalam ransum. Dengan

terlepasnya mineral Zn dari ikatan asam fitat, diharapkan meningkatkan

ketersediaan mineral bervalensi-2 lainnya dalam tubuh. Untuk mengatasi

defisiensi Zn pada tikus akibat adanya fitat dalam ransum, digunakan 2 alternatif,

(28)

Penelitian ini dilakukan pada dua jenis hewan coba, yaitu ayam petelur

periode produksi dan tikus masa remaja – dewasa. Penelitian pada ayam petelur

untuk mengetahui pengaruh asam fitat terhadap ketersediaan Zn yang dicerminkan

oleh produktivitasnya. Penelitian pada tikus untuk mempelajari ketersediaan Zn

dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan.

Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan taraf suplementasi Zn yang tepat dalam ransum berdasarkan

rasio molar antara asam fitat : Zn dalam ransum untuk meningkatkan

status mineral Zn serta mempelajari pengaruhnya terhadap produktivitas

hewan coba

2. Mencari taraf suplementasi enzim fitase yang tepat dalam ransum untuk

meningkatkan status mineral Zn, Fe, Mn, Cu, Ca, P, Mg, serta

mempelajari pengaruhnya terhadap produktivitas hewan coba

3. Mempelajari pengaruh kombinasi suplementasi mineral Zn dan enzim

fitase dalam ransum terhadap produktivitas ternak

Hipotesis

1. Suplementasi mineral Zn dalam ransum dengan memperhitungkan

rasio molar antara asam fitat : Zn akan meningkatkan status mineral

Zn, sehingga produktivitas hewan coba meningkat

2. Enzim fitase akan menghidrolisis ikatan antara asam fitat- Zn dan

mineral lainnya (Fe, Mn, Cu, Ca, P, Mg), sehingga mineral Zn dan

mineral lainnya akan dibebaskan dan tersedia bagi hewan coba,

dengan demikian produktivitas hewan coba meningkat

3. Kombinasi suplementasi mineral Zn dan enzim fitase dalam ransum

akan lebih efektif dalam meningkatkan ketersediaan Zn, Fe, Mn, Cu,

Ca, P dan Mg

Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi tentang taraf

(29)

adanya acua n tersebut diharapkan masalah defisiensi Zn pada ransum ayam

petelur bisa diatasi, sehingga produktivitas ternak meningkat.

Disamping implikasi ekonomis yang menguntungkan dengan adanya

peningkatan produktivitas ternak, status gizi manusia yang mengkonsumsi hasil

ternak tersebut ( telur, daging) juga diharapkan akan lebih baik, karena kandungan

Zn atau mineral lainnya dalam produk ternak tersebut meningkat.

Manfaat lain dari hasil penelitian ini (percobaan dengan tikus) adalah

memberi gambaran untuk manusia mengenai pengaruh negatif asam fitat dalam

makanan terhadap status mineral Zn dan cara mengatasi efek tersebut.

Hasil penelitian ini juga memberi masukan terhadap perkembangan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi dalam bidang mineral.

Kerangka Pemikiran

(30)
[image:30.596.125.505.82.696.2]

Gambar 1. Skema kerangka pemikiran penelitian MASALAH

UNGGAS Defisiensi Zn

•Pertumbuhan menurun •Produksi telur menurun •Efisiensi penggunaan ransum menurun MANUSIA Defisiensi Zn •Pertumbuhan terhambat •Reproduksi terganggu •Fungsi kekebalan menurun •Kulit kasar

RANSUM UNGGAS

•> 80% pakan nabati (dedak padi, bungkil kedelai, dll.) •Asam fitat(AF) tinggi •Kandungan Zn rendah •Rasio molar AF:Zn > 15

MAKANAN MANUSIA

•>80% serealia (beras, kacang kedelai, kacang hijau, dll.) •Asam fitat (AF) tinggi •Kandungan Zn rendah •Rasio Molar AF:Zn >15

PEMECAHAN MASALAH PENAMBAHAN Zn : •Meningkatkan ketersediaan Zn PENAMBAHAN FITASE : •Meningkatkan ketersediaan Zn dan mineral lainnya PENAMBAHAN Zn DAN FITASE :

•Meningkatkan ketersediaan Zn dan mineral lainnya AYAM PETELUR TIKUS

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Mineral Seng (Zn)

Mineral Zn dikukuhkan sebagai salah satu zat nutrisi esensial untuk ternak

sejak tahun 1934 (Pond et al. 1995) dan sejak awal tahun 1960-an untuk manusia (Berdanier 1998). Mineral Zn tersebar di dalam jaringan tubuh, tetapi konsentrasi

terbesar berada dalam hati, tulang, ginjal, otot, pankreas, mata, kelenjar prostat,

kulit, rambut dan wool (Pond etal. 1995). Menurut Kottferova (2001) hati adalah organ utama tempat akumulasi Zn. Pond et al. (1995) mengatakan bahwa konsentrasi Zn dalam darah dibagi menjadi dua, yaitu dalam sel dan plasma darah

dengan rasio 9 : 1. Selanjutnya dipaparkan bahwa Zn plasma terikat secara lemah

dengan albumin ( 1 : 3) dan terikat lebih kuat dengan globulin ( 2: 3) serta

responsif terhadap pemberian ransum. Sebagian besar Zn dalam sel darah merah

berada sebagai komponen enzim carbonic anhydrase.

Desmukh (2001) memaparkan bahwa Zn ditemukan dalam semua jaringan

yang fungsinya antara lain meliputi :1). meningkatkan sistem kekebalan, terutama

fungsi dari kelenjar thymus (thymus gland) ; 2). terlibat dalam siklus Krebs dan produksi energi ; 3). merupakan komponen insulin ; 4). konstituen dari lebih 2000

enzim yang terlibat dalam pencernaan dan metabolisme, terutama metabolisme

tulang, pencernaan protein dan metabolisme phosphor. Mineral Zn mempunyai

fungsi yang sangat penting di dalam tubuh. Zn merupakan kofaktor esensial

untuk lebih dari 70 enzim (Berdanier 1998). Zn merupakan konstituen dari

banyak metalloenzim, diantaranya adalah carbonic anhydrase, carboxypeptidase

A dan B, beberapa dehydrogenase, alkaline phosphatase, ribonuclease dan

polymerase DNA ( Pond et al. 1995). Selanjutnya dipaparkan oleh Pond et al. (1995) bahwa Zn diperlukan untuk sintesis dan metabolisme protein normal serta

sebagai komponen dari insulin, yang mana dalam hal ini berkaitan dengan

metabolisme karbohidrat.

Penyerapan mineral oleh ternak maupun manusia sangat rendah. Menurut

Underwood (1962) kemampuan hewan untuk menyerap Zn tergantung struktur

(32)

sulfat (ZnSO4.H2O) mempunyai ketersediaan yang sama untuk ayam, sedangkan Zn sulfida (ZnS) tidak dapat diserap. Menurut Pond etal. (1995) absorpsi Zn dari saluran pencernaan terjadi sepanjang usus halus dan hanya diserap sekitar 5-40%

dari yang dikonsumsi. Penyerapan Zn pada manusiapun sangat rendah, yaitu

sekitar 10-40% dari yang dikonsumsi (Berdanier 1998). Penyerapan Zn menurun

dengan adanya zat pengikat atau chelating agent. Zn terikat dengan ligand yang mengandung sulfur, nitrogen atau oksigen. Zn akan membentuk komplek dengan

grup fosfat (PO42-), klorida (Cl-) dan grup karbonat (HCO3-) serta dengan sistein dan histidin. Zn yang terikat dengan serat, fosfat dan asam fitat tidak akan diserap

dan akan diekskresikan melalui feses.

Manusia yang mengkonsumsi makanan yang mengandung asam fitat tinggi

(terutama produk serealia ) merupakan grup populasi yang beresiko tinggi

terhadap defisiensi Zn (Berdanier 1998). Oberleas (1993) dalam Berdanier (1998)

mengatakan bahwa makanan manusia yang mempunyai rasio molar asam fitat

(AF) : Zn > 10 akan memicu defisiensi Zn. Gharib dan Mohajer (2005)

menyatakan bahwa pada orang dewasa, rasio molar antara asam fitat : Zn = 10

cukup untuk memelihara homeostasis Zn.

Bosscher et al. (2001) melaporkan bahwa ketersediaan Zn dari kacang buncis (green beans/ Phaseolus vulgaris) nyata menurun (P< 0,05) pada rasio

molar AF : Zn > 7.9, yaitu dari 23.83% menjadi 15.12%. Food and Agricultural

Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO) (2002) menetapkan

kriteria untuk mengelompokkan makanan yang berkaitan dengan ketersediaan Zn

yang dikandungnya. Makanan tersebut dicirikan oleh ketersediaan Zn rendah,

sedang dan tinggi. Makanan yang tergolong pada ketersediaan Zn rendah

kemungkinan mengandung asam fitat tinggi atau merupakan produk kacang

kedelai (soyabean-protein produc t) atau mempunyai rasio molar AF: Zn > 15.

Secara umum, rasio AF : Zn > 1.5 akan menghambat ketersediaan Zn pada

makanan bayi muda ( berumur < 4 bulan), setelah berumur 4 bulan angka rasio

AF : Zn meningkat menjadi sekitar 8 (Bosscher et al. 2001). Pengaruh rasio molar asam fitat : Zn terhadap ketersediaan Zn dari makanan bayi (infant

(33)

pada Gambar 2 dan ketersediaan Zn dari kacang buncis (green beans/ Phaseolus vulgaris) untuk makanan bayi berumur > 4 bulan disajikan pada Gambar 3.

Rasio molar asam fitat : Zn

Gambar 2. Pengaruh molar rasio asam fitat : Zn terhadap ketersediaan Zn dari makanan bayi (Umur < 4 bulan) berbasis susu sapi (? ) dan kacang kedelai (•) (Bosscher etal. 2001)

Rasio molar asam fitat : Zn

Gambar 3. Pengaruh molar rasio asam fitat : Zn terhadap ketersediaan Zn dari kacang buncis (green beans/ Phaseolus vulgaris) untuk makanan bayi berumur > 4 bulan (Bosscher etal.

2001)

Pallauf dan Rimbach (1999) melaporkan bahwa Zn adalah unsur kelumit

(trace element) yang ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh asam fitat ransum.

Hal ini dibuktikan oleh penelitian in vivo bahwa rasio molar AF : Zn > 10-15 dalam ransum menyebabkan status Zn suboptimal pada tikus dan babi. Pallauf

dan Rimbach (1999) juga melaporkan bahwa tikus yang diberi ransum dengan

(34)

26) memperlihatkan tanda-tanda defisiensi Zn yang meliputi perubahan konsumsi

ransum dan anoreksia. Selanjutnya dilaporkan bahwa tikus albino jantan (bobot

badan 50 gram) yang diberi ransum (albumin telur 20%, pati jagung 48%) dengan

molar rasio AF: Zn = 25 dan 50 selama 21-28 hari memperlihatkan penurunan

pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan ransum.

Tanda defisiensi Zn yang paling jelas terjadi pada semua spesies ternak

adalah terhambatnya pertumbuhan, anoreksia, penurunan aktivitas alkaline

phosphatase dan konsentrasi Zn plasma (Pond et al. 1995). Menurut Berdanier (1998) tanda-tanda defisiensi Zn pada manusia diantaranya adalah terhambatnya

pertumbuhan, anemia, hypogonadism, pembesaran hati dan ginjal serta kulit kasar. Pada tikus, defisiensi Zn menyebabkan glucose intolerance, yang membuktikan adanya hubungan antara Zn dengan insulin. Piliang et al. (2000) melaporkan bahwa tanda-tanda yang terjadi akibat adanya defisiensi Zn

diantaranya adalah : kecepatan pertumbuhan terhambat baik pada anak-anak

maupun ternak, anoreksia, perkembangan karakteristik seks sekunder terhambat

dan pada ayam petelur daya tetas telur menurun. Leeson dan Summers (2001)

melaporkan bahwa defisiensi Zn pada anak ayam menyebabkan terhambatnya

pertumbuhan, menurunkan efisiensi penggunaan pakan, pemendekan dan

penebalan tulang kaki serta pertumbuhan bulu yang sangat jelek. Defisiensi Zn

pada ayam petelur menyebabkan produksi telur menurun.

Hubungan Mineral Seng (Zn) dengan Vitamin A

Groff dan Gropper (2000) menyatakan bahwa istilah vitamin A digunakan

untuk retinol (bentuk alkohol) dan retinal (bentuk aldehyde). Istilah provitamin A

digunakan untuk ß – karoten dan karotenoid lainnya yang mempunyai aktivitas

biologis seperti ß – karoten. Berdanier (1998) menyatakan bahwa di dalam

makanan asal hewan (hewani), vitamin A biasanya berada dalam bentuk alkohol

(retinol), tetapi bisa juga dalam bentuk aldehyde (retinal) atau dalam bentuk asam

(asam retinoat). Di dalam makanan asal tanaman (nabati), vitamin A berada

dalam bentuk prekursor vitamin A, yaitu berupa pigmen dari golongan karoten.

(35)

Groff dan Gropper (2000) menyatakan bahwa fungsi vitamin A adalah

untuk penglihatan dan fungsi sistem yang meliputi diferensiasi seluler,

pertumbuhan, reproduksi, perkembangan tulang dan sistem kekebalan. Vitamin A

sebagai retinol sangat penting untuk proses reproduksi pada jantan dan betina,

walaupun mekanismenya belum jelas. Berdanier (1998) menyatakan bahwa

peranan vitamin A dalam reproduksi berhubungan dengan fungsinya dalam

sintesis RNA dan protein. Vitamin A mempengaruhi pertumbuhan sel telur

(ovum) dan sintesis enzim yang diperlukan untuk memproduksi hormon steroid

yang mengatur proses reproduksi.

Terdapat hubungan antara metabolisme vitamin A dan mineral Zn di dalam

tubuh. Lonnerdal (1988) menyatakan bahwa defisiensi Zn menurunkan vitamin A

dalam plasma, retinol-binding protein (RBP) dalam plasma serta menurunkan sintesis RBP dalam hati. Mobilisasi vitamin A dari hati dihambat dengan adanya

defisiensi mineral Zn. Groff dan Gropper (2000) menyatakan bahwa defisiensi Zn

menurunkan mobilisasi retinol di hati dari bentuk simpannya (retinyl ester).

Aktivitas enzim retinyl ester hydrolase yang melepas vitamin A dari bentuk simpannya dihambat dengan kurangnya mineral Zn. Enzim alkohol

dehidrogenase yang mengkonversi retinol menjadi retinal juga sangat tergantung

mineral Zn.

Mineral Zn juga mempunyai fungsi mengkonversi ß- karoten menjadi

retinol. Penelitian Dijkhuizen dan Wieringa (2001) pada manusia di Indonesia

membuktikan bahwa suplementasi ß- karoten hanya efektif dalam meningkatkan

status vitamin A jika diberikan bersama-sama dengan Zn. Suplementasi ß-

karoten dikombinasikan dengan mineral Zn pada wanita Indonesia efektif

meningkatkan konsentrasi retinol pada plasma dan air susu ibu.

Asam Fitat

Asam fitat/phytic acid ( myo- inositol 1,2,3,4,5,6-hexakis dihydrogen phosphate) adalah sebuah molekul gula/sugar yang mengikat 6 buah grup fosfat

(36)

total fosfor. Molekul asam fitat mengandung mineral P yang tinggi, yaitu sekitar

28,8%. Karena ransum unggas sebagian besar terdiri atas bahan pakan nabati

(terutama serealia), maka asam fitat sangat penting ditinjau dari segi nutrisi.

Ravindran (1999) memaparkan bahwa di bawah kondisi ransum normal, P-asam

fitat tidak tersedia untuk unggas, karena unggas miskin dengan enzim fitase untuk

menghidrolisis asam fitat.

Asam fitat juga mempunyai kemampuan untuk mengikat kation multivalen,

termasuk Ca, Zn, Fe, Mg, Mn dan Cu. Kornegay etal. (1999) melaporkan bahwa asam fitat berpotensi untuk membentuk komplek dengan berbagai kation seperti

Ca, Mg, Zn dan Cu. Mineral Zn mempunyai afinitas paling kuat untuk diikat oleh

asam fitat (Reddy et al. 1982). Menurut Weaver dan Kannan (2002), Zn adalah mineral esensial yang paling dipengaruhi oleh fitat dan urutan stabilitas ikatan

antara fitat- mineral adalah sebagai berikut : Zn2+ > Cu2+ > Ni2+ > Co2+ > Mn2+ > Ca2+.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asam fitat menurunkan

ketersediaan Zn pada manusia, tikus, babi dan ayam (Bobilya etal. 1991). Pallauf dan Rimbach (1999) melaporkan bahwa asam fitat sebanyak 0.5% dalam ransum

tikus (rasio molar asam fitat : Zn = 25) menurunkan konsentrasi Zn dalam plasma

sebanyak 63.7% dibandingkan dengan ransum kontrol ( dari 1.35 µg/ml menjadi

0.49µg/ml) serta menurunkan absorpsi semu mineral Zn sebanyak 45.4% (dari

52.2% menjadi 28.5%). Menurut Pallauf dan Rimbach (1999), asam fitat

sebanyak 0.72% dalam ransum babi yang mengandung Zn 58 mg/kg ransum

menghasilkan absorpsi semu mineral Zn sebanyak 16.2%. Setelah ditambah

enzim fitase sebanyak 1160 unit/kg ransum ke dalam ransum babi tersebut,

absorpsi semu mineral Zn meningkat menjadi 30.6%. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan adanya pengaruh negatif asam fitat terhadap absorpsi Zn.

Cowieson et al. (2004) melaporkan bahwa pemberian asam fitat pada ayam broiler sebanyak 1.0 gram selama 48 jam menurunkan retensi semu mineral Zn

dari 88.0% menjadi 85.1%. Struktur asam fitat disajikan pada Gambar 4. Reaksi

(37)
[image:37.596.151.474.82.289.2]

Gambar 4. Struktur asam fitat ( Coelho 1999)

Asam fitat Zn-fitat yang tidak larut

(38)

Kandungan asam fitat dalam bahan makanan bervariasi. Hasil samping

serealia (cereal by products) seperti dedak gandum (wheat bran) dan dedak padi

(rice bran) mengandung asam fitat dalam jumlah besar. Serealia dan biji

leguminosa mengandung asam fitat sedang, sementara umbi dan akar

mengandung asam fitat rendah. Bagian daun mengandung asam fitat paling

sedikit atau bahkan tidak ada (Ravindran 1999). Kandungan asam fitat dari

beberapa bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Kandungan asam fitat dari beberapa bahan makanan

_________________________________________________________________

No. Bahan Makanan Ravindran Harland dan Oberleas

(1999) (1999)

... (%bk) ...

1. Jagung 0.74 0.89

2. Beras(unpolished) 0.96 0.89

3. Beras(polished) 0.32 0.21

4. Sorgum 0.78 -

5. Gandum 0.82 1.17-1.37

6. Singkong 0.14 -

7. Kacang kedelai - 1.40

8. Bungkil kedelai 1.38 -

9. Kelapa - 2.38

10. Bungkil kelapa 0.96 -

11. Dedak gandum(wheat bran) 3.51 4.46-5.56

12. Dedak padi(rice bran) 4.89 -

_________________________________________________________________ *%bk = % bahan kering

Enzim Fitase

Nys et al. (1999) memaparkan bahwa enzim fitase (myo- inositol hexaphosphate hydrolases) adalah phosphomonoesterase yang mampu menghidrolisa asam fitat (myo- inositol 1,2,3,4,5,6-hexakisphosphate) untuk

(39)

rendah (inositol pentaphosphate menjadi monophosphate) dan akhirnya menjadi

myo- inositol bebas. Enzim fitase terdistribusi secara luas dalam jaringan tanaman

dan hewan, serta ditemukan pula dalam mikroorganisme (fungi, ragi/yeast,

bakteri). Aktivitas 1 (satu) unit enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim yang

membebaskan 1 mikromol P- inorganik per menit dari 0.0051 mol/l sodium fitat

pada pH 5.5 dan suhu 37oC.

Terdapat 2 tipe utama enzim fitase yang sudah dikenal, yaitu enzim 3-fitase

(EC 3.1.3.8) dan enzim 6-fitase (EC 3.1.3.26). Enzim 3- fitase terutama

diproduksi oleh mikroorganisme, sedangkan enzim 6- fitase terdapat dalam

tanaman. Aktivitas enzim 6- fitase dari beberapa bahan makanan disajikan dalam

Tabel 3.

Tabel 2.Aktivitas enzim 6- fitase dari beberapa bahan makanan

No. Bahan Makanan Aktivitas Enzim Fitase

(unit/kg)

1. Gandum 700

2. Jagung 30

3. Sorgum 24

4. Beras 125

5. Bungkil kedelai 60

6. Dedak padi 122

7. Dedak gandum 1100

Sumber : Nys etal. (1999)

Model kerja kedua enzim tersebut berbeda. Enzim 3-fitase memulai

dephosphorilasi asam fitat pada posisi ke-3, sedangkan enzim 6- fitase mulai pada

posisi ke-6. Enzim 3- fitase (dari Aspergillus ficcum) mempunyai 2 (dua) pH optimum, yaitu pada pH 2.5 dan pH 5.5, sedangkan enzim 6- fitase (dari wheat

bran) hanya mempunyai 1(satu) pH optimum, yaitu 5.2 (Kies, 1999). Model kerja

(40)

Gambar 6. Model kerja enzim 3- fitase dan 6-fitase (Nys etal. 1999)

Nys et al.(1999) memaparkan bahwa pH optimum akitvitas enzim fitase yang terkandung dalam berbagai bahan makanan asal tanaman adalah sebagai

berikut : pH 5.1 (gandum), 5.0 (dedak gandum/wheat bran), 5.6 (jagung), 4.5

(dedak padi) dan 4.5 – 4.8 (kacang kedelai). pH optimum enzim fitase yang

berasal dari mikroba adalah : 2.5 dan 5.3 (Aspergillus ficcum), 4.5 (Aspergillus terreus) dan 4.6 ( saccharomyces). Aktivitas enzim fitase dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah suhu pada waktu pembuatan pellet : aktivitas

enzim fitase gandum menurun sebanyak 90% pada suhu 72oC, enzim fitase kacang kedelai menurun sebanyak 91% pada suhu 70oC, sedangkan aktivitas enzim fitase mikroba hanya turun 10% pada suhu 80oC. pH optimum aktivitas enzim 3- fitase ( fitase mikroba) dan enzim 6- fitase (fitase tanaman) diilustrasikan

(41)

pH

? Fitase mikroba ? Fitase gandum

Gambar 7. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim 3- fitase dan 6-fitase (Eeckhout dan De Paepe 1999)

Tempat utama aktivitas fitase dalam saluran pencernaan adalah tembolok

(crop) dan proventrikulus. Aktivitas enzim fitase dalam tembolok lebih besar

dibandingkan dengan aktivitas enzim fitase dalam proventrikulus. Tidak terdapat

aktivitas enzim fitase di dalam usus halus (Kornegay & Yi 1999). Hal ini

berkaitan dengan pH dalam saluran pencernaan, dimana pH tembolok dan

proventrikulus sekitar 3-4, sedangkan usus halus sampai colon > 5-6.5 (Spring

1997). Leeson dan Summers (2001) melaporkan bahwa pH tembolok adalah 4.5 ;

pH proventrikulus 2.5 ; pH duodenum 6.0 – 6.8 dan pH jejunum 5.8 – 6.8.

Kornegay dan Yi ( 1999) melaporkan bahwa pH pada digesta lambung babi (pH

3.4 – 4.8) cocok untuk aktivitas enzim fitase, sedangkan pH pada usus halus

terutama bagian bawah usus halus (pH 6.4 – 7.2) tidak cocok untuk aktivitas

(42)

Suplementasi Zn dalam Ransum

Piliang etal. (1982a) melakukan penelitian suplementasi tiga taraf kadar Zn dalam bentuk ZnCO3 ( 25, 125 dan 225 ppm) dalam ransum ayam petelur yang mengandung tiga taraf dedak padi (25, 50 dan 75%). Hasilnya adalah

suplementasi 125 ppm ZnCO3 dalam ransum yang mengandung dedak padi 25% meningkatkan produksi telur dibandingkan dengan produksi telur yang diberi

ransum 25% dedak padi + 25 ppm ZnCO3, yaitu dari 72.91% menjadi 77.67%. Suplementasi semua taraf ZnCO3 nyata meningkatkan kadar Zn dalam serum ayam petelur dibandingkan tanpa suplementasi.

Piliang et al.(2002) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa suplementasi ZnCO3 sebanyak 200 ppm dalam ransum ayam kampung petelur yang mengandung minyak ikan dapat secara nyata (P<0,05) meningkatkan produksi

telur. Hasil penelitian Roberts et al. (2002), yaitu suplementasi Zn dalam bentuk ZnSO4 sebanyak 10, 50 dan 150 ppm dalam ransum babi yang mengandung 30 ppm Zn tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan, konsumsi ransum,

efisiensi penggunaan pakan maupun respon kekebalan.

Kornegay et al.(1999) melakukan penambahan Zn dalam bentuk ZnSO4.7H2O sebanyak tiga taraf ( 5, 10 dan 20 mg/kg) dan enzim fitase Natuphos sebanyak empat taraf (150, 300, 450 dan 600 U/kg ransum) dalam ransum ayam

broiler jantan yang mengandung 20 mg Zn/kg (ransum jagung-bungkil kedelai).

Ransum tersebut diberikan pada ayam umur 0-21 hari. Hasil penelitian tersebut

adalah : 1). Penambahan Zn dalam ransum rendah Zn dapat meningkatkan

pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum secara linier (P < 0,01), tetapi

tidak mempengaruhi konversi ransum ; 2). Penambahan enzim fitase

meningkatkan pertambahan bobot badan secara linier, tetapi menurunkan efisiensi

penggunaan pakan secara linier pula. Penurunan tersebut disebabkan oleh

rendahnya Zn dalam ransum, bahkan setelah penambahan enzim fitase, Zn dalam

ransum masih belum mencukupi kebutuhan ayam ; 3). Jumlah Zn yang diretensi

(mg/ekor) serta konsentrasi Zn dalam hati meningkat dengan adanya suplementasi

(43)

enzim fitase (dalam kisaran 150-600 unit/kg) dapat melepas 0.9 mg Zn dalam

ransum.

Adeola (1999) melakukan penelitian suplementasi Zn ( 0 dan 100 mg/kg)

dan enzim fitase (0 dan 1500 U/kg) dalam ransum babi berbasis jagung-bungkil

kedelai. Ransum ini diberikan pada babi (bobot badan 10 kg) selama 21 hari.

Hasil penelitiannya adalah : 1). Suplementasi 100 mg Zn/kg tanpa enzim fitase

meningkatkan bobot badan sebesar 76 gram/hari, suplementasi enzim fitase

sebanyak 1500 U/kg dalam ransum tanpa suplementasi Zn meningkatkan bobot

badan lebih besar lagi, yaitu 155 gram/hari ; 2). Suplementasi Zn sebanyak 100

mg/kg meningkatkan retensi Zn dan lebih meningkat lagi dengan adanya

suplementasi enzim fitase 1500 U/kg, yaitu dari 29.3% (ransum tanpa enzim

fitase) menjadi 43% ( suplementasi enzim fitase 1500 U/kg + 0 mg/kg Zn) dan

menjadi 48.2% (suplementasi enzim fitase 1500 + 100 mg/kg Zn). Akan tetapi,

supleme ntasi Zn sebanyak 100 mg/ kg ransum babi ini menurunkan retensi

mineral Mg sebanyak 31.08% (dari 341 mg/ekor/hari menjadi 235 mg/ekor/hari),

mineral Mn sebanyak 40.9% (dari 22 mg/ekor/hari menjadi 13 mg/ekor/hari) dan

mineral Cu sebanyak 43.73% (dari 2.95 mg/ekor/hari menjadi 1.66 mg/ekor/hari)..

Adeola (1999) juga menyatakan bahwa meningkatnya Zn dalam plasma

babi dengan adanya suplementasi enzim fitase menunjukan adanya kemampuan

enzim tersebut untuk membebaskan Zn dari ikatan Zn-asam fitat, sehingga

ketersediaan Zn meningkat. Selanjutnya dilaporkan bahwa hidrolisis asam fitat

dengan adanya penambahan 1500 U/kg enzim fitase dalam ransum berbasis

jagung-bungkil kedelai dapat meningkatkan ketersediaan zat- zat nutrisi, sehingga

dapat meningkatkan pertambahan bobot badan.

Penggunaan Enzim 3-Fitase dalam Ransum

Enzim fitase mikrobial telah menarik perusahaan yang memproduksi enzim

sebagai feed supplement untuk menghidrolisa asam fitat dalam ransum, terutama untuk ternak monogastrik. Beberapa sumber mikroba telah dipurifikasi,

dikarakterisasi dan dipelajari untuk diproduksi dan saat ini telah tersedia secara

(44)

diproduksi oleh fungus Aspergillus ficcum NRRL 3135 mempunyai aktivitas enzim fitase tertinggi, sehingga sangat cocok digunakan sebagai feed additive

(Nys etal. 1999).

Dari hasil- hasil penelitian diketahui bahwa enzim fitase dapat mengatasi

efek negatif dari asam fitat terhadap performan ternak. Ravindran et al.(1999) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan konversi

ransum ayam broiler menurun dengan tingginya asam fitat dalam ransum, akan

tetapi performan tersebut dapat diperbaiki dengan penambahan enzim fitase

mikroba (3- fitase). Adeola etal. (1995)melaporkan bahwa suplementasi enzim 3-fitase dapat meningkatkan ketersediaan dan absorpsi serta retensi Zn pada babi

muda. Kornegay et al. (1999) menyatakan bahwa pemberian enzim 3- fitase pada unggas, tidak hanya meningkatkan penggunaan P, tetapi juga meningkatkan

ketersediaan Zn dan Mn.

Um et al. (1999) melakukan penelitian terhadap ayam petelur dan hasilnya adalah suplementasi natuphos 500 U/kg dalam ransum berbasis jagung-bungkil

kedelai (corn-soybean meal diet) nyata (P<0.05) meningkatkan kandungan

mineral Ca, P, Mn dan Zn tulang tibia. Natuphos adalah enzim 3- fitase yang

berasal dari Aspergillus ficcum yang diproduksi oleh perusahaan BASF.

Jacob et al. (2000a) menyimpulkan hasil penelitiannya, yaitu suplementasi enzim 3- fitase 0.01% dalam ransum ayam broiler yang berbasis gandum-bungkil

kedelai (wheat-soybean meal diet) dapat menurunkan viskositas isi saluran usus

halus dan nyata (P<0.05) meningkatkan abu tulang tibia pada ayam broiler umur

42 hari. Jacob etal. (2000b) mendapatkan hasil penelitiannya, yaitu suplementasi ransum petelur yang berbasis gandum-bungkil kedelai (mengandung 17% protein)

dengan enzim 3- fitase 0.04% menyebabkan penurunan ekskresi mineral P secara

nyata, tanpa menurunkan produksi telur dan efisiensi penggunaan ransum.

Suplementasi enzim 3- fitase 0.04% dalam ransum ayam petelur berbasis

gandum-bungkil kedelai (mengandung protein 13.5%) menurunkan performan ayam

petelur. Paik (2000) menyatakan bahwa gandum (wheat) mengandung fitase

alami sebanyak 1120 U/kg, sementara jagung tidak. Dengan demikian

keuntungan suplementasi enzim fitase pada ransum berbasis gandum-bungkil

(45)

Punna dan Roland (1999) telah melakukan suplementasi enzim fitase dari

natuphos sebanyak 300 U/kg dalam ransum ayam petelur yang mengandung

berbagai taraf P-tersedia (available phosphorus) (0.1; 0.2; 0.3 dan 0.4%), energi

metabolis 2809 kkal/kg, protein 16.67% dan Ca 4%. Hasilnya adalah enzim fitase

meningkatkan produksi telur (P<0.01) dari 46.1% menjadi 82.9% pada ayam yang

mengkonsumsi ransum dengan 0.1% P-tersedia, tetapi tidak berpengaruh pada

ayam yang diberi ransum dengan P-tersedia 0.2, 0.3 maupun 0.4%. Puncak

produksi telur pada ayam yang mengkonsumsi P-tersedia 0.1% dicapai pada umur

26 minggu dengan produksi telur 79%, setelah itu menurun terus sampai hanya

33% pada umur 36 minggu. Pemberian enzim fitase mampu memperbaiki

penurunan tersebut dan produksi telur tetap terpelihara tinggi, yaitu 94% sampai

umur 36 minggu. Suplementasi enzim fitase juga dapat menurunkan mortalitas

dari 55% menjadi 5% pada ayam yang mengkonsumsi ransum P-tersedia 0.1%.

Lim et al.(2003) mendapatkan hasil penelitiannya bahwa suplementasi enzim fitase 300 U/kg pada ransum ayam petelur ISA-brown umur 21-41 minggu

mampu memperbaiki produksi telur, menurunkan produksi telur yang pecah dan

lembek serta menurunkan ekskresi mineral P. Penelitian Ceylan et al.(2003) menyimpulkan bahwa suplementasi enzim fitase 300 U/kg pada ransum petelur

yang mengandung 0.2% P-tersedia dapat meningkatkan retensi mineral P, Ca, Zn,

Cu dan Mn.

Viveros et al.(2002) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa suplementasi enzim fitase Natuphos sebanyak 500 U/kg pada ransum ayam broiler yang

mengandung P-tersedia rendah (0.22% untuk umur 1 hari- 3 minggu dan 0.14%

untuk ayam umur 3-6 minggu), mampu memperbaiki performan dan

meningkatkan penggunaan P, Ca, Mg dan Zn.

Penggunaan enzim fitase pada makanan manusia ditunjukkan oleh laporan

Australian New Zealand Food Authority (ANZFA) (2000), bahwa lembaga ini

telah merekomendasikan kepada Australian New Zealand Food Standars Council

(46)

bahan-bahan untuk memenuhi keperluan teknologi yang berhubungan dengan

perlakuan atau pengolahan.

Rangkuman perkembangan penelitian yang sudah dilakukan dengan topik

suplementasi Zn dapat dilihat pada Tabel 3, topik rasio molar asam fitat : Zn pada

[image:46.596.111.516.205.760.2]

Tabel 4 dan suplementasi enzim fitase dalam ransum disajikan pada Tabel 5.

Tabel 3. Perkembangan penelitian suplementasi Zn dalam ransum

No. Jenis

Ternak

Jenis Perlakuan Hasil Penelitian Peneliti

1. Ayam petelur

Suplementasi ZnCO3 (25,

125, 225 ppm) dalam ransum yang mengandung dedak padi (25, 50, 75%)

Suplementasi 125 ppm ZnCO3

dalam ransum 25% dedak padi meningkatkan produksi telur dan Zn serum

Piliang

et al.

(1982a)

2. Ayam petelur

Suplementasi ZnCO3 200

ppm dalam ransum yang mengandung dedak padi 81,5%

Memp erbaiki pertumbuhan bulu anak ayam

Piliang

et al.

(1982b)

3. Ayam kampung petelur

Suplementasi ZnCO3 200

ppm

Meningkatkan produksi telur Piliang

et al. (2002)

4. Ayam petelur

Suplementasi ZnSO4 60

ppm

Meningkatkan Zn dalam kuning telur, tidak mempengaruhi ketebalan kerabang

Mabe

et al.

(2003) 5. Ayam

broiler

Suplementasi ZnO 1000 ppm

Tidak mempengaruhi bobot badan maupun kandungan Zn dalam daging dada dan paha

Emmert dan Baker (1995)

6. Ayam broiler

Suplementasi ZnSO4 (5,

10, 20 ppm)

Meningkatkan pertambahan bobot badan

Kornegay

et al. (1999)

7. Ayam broiler

Suplementasi ZnSO4 200

ppm

Tidak mempengaruhi kandungan Zn dalam daging paha dan dada

Bou et al. (2004) 8. Ayam

broiler

•Suplementasi ZnO (500, 1000, 1500 ppm)

•Suplementasi ZnSO4

(500, 1000, 1500 ppm)

•ZnSO4 1500 ppm menurunkan

pertumbuhan bobot badan

•ZnO 1500 ppm tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan

•Suplementasi ZnSO4 maupun

(47)

Tabel 3. Perkembangan penelitian suplementasi Zn dalam ransum

(lanjutan)

No. Jenis

Ternak

Jenis Perlakuan Hasil Penelitian Peneliti

ZnO tidak mempengaruhi kandungan Zn daging dada

•Suplementasi ZnO meningkatkan ekskresi Zn dalam manure lebih tinggi dibandingkan dengan suplementasi ZnSO4

9. Babi Suplementasi ZnSO4 (0,

100 ppm)

•Meningkatkan pertambahan bobot badan dan retensi Zn

•Menurunkan absorpsi Mg, Mn dan Cu

Adeola (1999)

10. Babi Suplementasi ZnSO4 (10,

50, 150 ppm)

•Tidak mempengaruhi performan Roberts

et al. (2002) 11. Tikus Pemberian makanan yang

defis ien Zn (< 1 mg Zn/kg ransum) vs kontrol (30 mg Zn/kg)

•Menurunkan bobot badan, berat hati, Zn serum, Zn femur, berat femur

•Menurunkan metallothionein dalam hati dan usus halus

Szczurek

et al. (2001)

12. Tikus Suplementasi ZnO (1000, 2500, 5000 mg/kg ransum)

•Tidakmempengaruhi pertambah- an berat badan, berat badan akhir, konsumsi ransum, efisiensi penggunaan ransum

•Meningkatkan aktivitas enzim amilase, lipase, tripsin dan protease dalam pankreas maupun usus halus

Szabo

(48)

Tabel 4. Perkembangan penelitian rasio molar asam fitat: Zn dalam

ransum

No. Jenis

Organis

me

Jenis Perlakuan Hasil Penelitian Peneliti

1. Tikus Rasio molar asam fitat : Zn -Rasio molar asam fitat : Zn = 26 pada tikus menyebabkan defisiensi Zn yang ditandai dengan : anoreksia, pertambahan bobot badan menurun, efisiensi penggunaan ransum menurun

Pallauf dan Rimbach (1999)

2. Manusia Rasio molar asam fitat : Zn pada makanan bayi

• Rasio molar asam fitat : Zn &

Gambar

Gambar 1.  Skema kerangka pemikiran penelitian
Gambar 4.  Struktur asam fitat ( Coelho 1999)
Tabel 3. Perkembangan penelitian suplementasi Zn dalam ransum
Tabel 5. Perkembangan penelitian suplementasi enzim fitase dalam
+7

Referensi

Dokumen terkait

NoN sM (br!sA) P^D^ LdAN

ROA berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pembiayaan mudharabah dan musyarakah Dalam kasus ini disebabkan karena bank belum mampu mengelola keuangan bank

Manfaat dan potensi pembelajaran jarak jauh terlihat dari keinginan mahasiswa untuk mencari materi pembelajaran lain, mahasiswa tidak merasa bahwa keterlibatan

Populasi dalam penelitian ini semua ibu bersalin primigravida kala I fase laten yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Sukosari Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo,

Hambatan samping ini dapat menimbulkan konflik antara kendaraan bermotor dengan kendaraan bermotor, kendaraan bermotor dengan pejalan kaki (penyeberang jalan) dan

Yang dimaksud dengan floating disini adalah keadaan dimana salah satu dari struktur tulang diatas terasa seperti melayang saat dilakukan palpasi, jika terbukti adanya

Pengantar oleh Pengajar tentang Penyimpulan data numeric (30%) Pembelajaran melalui diskusi dan latihan soal(50%) Klarifikasi dari Pengajar atas hasil diskusi dan latihan

Melihat permasalahan akan terbatasnya media ataupun bahan ajar, kurangnya penggunaan teknologi sebagai sumber belajar siswa, model pembelajaran yang kurang menarik serta