• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi mahasiswa Unikom Mengenai Larangan Merokok di Lingkungan Kampus (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Mahasiswa Unikom Mengenai Larangan Merokok di Lingkungan Kampus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi mahasiswa Unikom Mengenai Larangan Merokok di Lingkungan Kampus (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Mahasiswa Unikom Mengenai Larangan Merokok di Lingkungan Kampus)"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

Larangan Merokok di Lingkungan Kampus)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Strata 1 (S1) Pada program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh :

Natacha Frederik Wouthuyzen NIM. 41809154

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(2)
(3)
(4)

ix

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 11

1.2.1 Pertanyaan Makro ... 11

1.2.2 Pertanyaan Mikro ... 11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 12

1.3.1 Maksud Penelitian ... 12

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Kegunaan Penelitian ... 13

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 13

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 13

(5)

x

2.1.1 Tinjauan Penelitian Sebelumnya ... 15

2.2 Tinjauan Tentang Komunikasi ... 18

2.2.1 Komunikasi Sebagai Ilmu ... 18

2.2.2 Pengertian Komunikasi ... 19

2.2.3 Proses Komunikasi ... 22

2.2.4 Fungsi Komunikasi ... 25

2.2.5 Tujuan Komunikasi ... 27

2.2.6 Jenis Komunikasi ... 29

2.2.7 Bentuk Komunikasi ... 31

2.2.8 Konteks Komunikasi ... 34

2.2.9 Konteks Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal ... 38

2.3 Tinjauan Tentang Persepsi ... 43

2.3.1 Definisi Tentang Persepsi ... 44

2.3.2 Faktor yang Menentukan Persepsi ... 50

2.4 Tinjauan Tentang Mahasiswa ... 55

2.4.1 Pengertian Mahasiswa ... 55

2.4.2 Peran dan Fungsi Mahasiswa ... 56

2.5 Tinjauan Tentang Rokok ... 57

2.5.1 Pengertian Rokok ... 57

2.5.2 Efek Rokok ... 58

2.5.3 Undang-undang No. 32 Tahun 2010 ... 60

(6)

xi

BAB III OBJEK PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian ... 70

3.1.1 Sejarah UNIKOM ... 70

3.1.2 Logo dan Arti Logo UNIKOM ... 73

3.1.3 Visi, Misi, Tujuan, Motto dan Budaya UNIKOM ... 74

3.1.3.1 Visi ... 74

3.1.3.2 Misi ... 75

3.1.3.3 Tujuan ... 75

3.1.3.4 Motto ... 75

3.1.3.5 Budaya ... 75

3.1.4 Susunan Pimpinan UNIKOM ... 75

3.1.5 Pimpinan Fakultas ... 76

3.1.6 Direktorat UNIKOM ... 76

3.1.7 Senat UNIKOM ... 76

3.1.8 Biro Administrasi Umum ... 77

3.1.9 Struktur Organisasi UNIKOM ... 78

3.1.10 Larangan Merokok di Lingkungan Kampus ... 79

3.1.11 Persepsi Mahasiswa UNIKOM ... 81

3.2 Metode Penelitian ... 83

3.2.1 Desain Penelitian ... 83

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 86

3.2.2.1 Studi Pustaka ... 86

(7)

xii

3.2.3 Teknik Penentuan Informan ... 89

3.2.4 Teknik Analisa Data ... 92

3.2.5 Teknik Validasi Data ... 94

3.2.6 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 96

3.2.6.1 Lokasi Penelitian ... 96

3.2.6.2 Waktu Penelitian ... 96

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Identitas Informan ... 101

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 110

4.2.1 Latar Belakang Budaya ... 110

4.2.2Pengalaman Masa Lalu ... 115

4.2.3 Nilai- nilai yang Dianut... 118

4.2.4 Berita-berita yang Berkembang ... 121

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 135

4.3.1 Latar Belakang Budaya ... 141

4.3.2 Pengalman Masa Lalu ... 144

4.3.3 Nilai-nilai yang Dianut... 146

4.3.4 Berita-berita yang Berkembang ... 148

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 154

5.2 Saran ... 156

5.2.1 Instansi UNIKOM ... 156

(8)

xiii

(9)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Informan Awal ... 82

Tabel 3.2 Tabel Kronologi Sosiometri ... 84

(10)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kandungan Rokok ... 58

Gambar 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 67

Gambar 3.1 Logo UNIKOM ... 71

Gambar 3.2 Struktur Organisasi UNIKOM ... 78

Gambar 3.2 Sign System ... 79

Gambar 3.4 Model Teknik Analisa Data ... 94

Gambar 4.1 Rizal Makbul Mahasiswa UNIKOM ... 102

Gambar 4.2 Fauziah Mahasiswa UNIKOM ... 103

Gambar 4.3 Fajar Nugraha UNIKOM ... 104

Gambar 4.4 Gugah Mahasiswa UNIKOM ... 105

Gambar 4.5 Rizky Mahasiswa UNIKOM ... 106

Gambar 4.6 Dera Mahasiswa UNIKOM ... 107

Gambar 4.7 Bisma Mahasiwa UNIKOM ... 108

Gambar 4.8 Pak Hadi Purnomo Kabag Security dan Cleaning Service... 109

(11)

v

Karena atas berkat, dan perkenannya, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan

penyusunan skirpsi ini dengan judul “Persepsi Mahasiswa UNIKOM Mengenai Larangan Merokok di Lingkungan Kampus (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Mahsasiwa Mengenai Larangan Merokok di Lingkungan Kampus)”.

Adapun pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan

dari beberapa pihak. Terutama untuk orang tuaku, Alm. Ayah Frederik Wouthuyzen dan Ibu Mu’ananiyah, serta kakak Jerry Melvin Frederik Wouthuyzen yang sudah membantu dengan doa dan dukngan moril serta materil atas terselesaikannya skripsi ini.

Penyusunan skripsi ini tidak dapat terlaksana juga tanpa dukungan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Yang Terhormat Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UNIKOM yang telah

memberikan dukungan kepada peneliti dengan memberikan berbagai

kebutuhan sehubungan dengan surat pengantar untuk melakukan penelitian

ini.

(12)

menandatangani berbagai surat-surat yang diperlukan untuk melakukan

penelitian.

3. Ibu Melly Maulin P, S.Sos., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi, UNIKOM yang telah memberikan dukungan dengan

memberikan pengarahan-pengarahan yang diperlukan bagi peneliti selama

melakukan penelitian.

4. Bapak Arie Prasetio, S.Sos., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah memberikan segenap waktu, arahan, ilmu, serta perhatiannya

kepada peneliti, selama proses penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos,. M.Si selaku dosen wali penulis, yang turut mengarahkan penulis dan memberikan dukungan moril kepada

penulis sejak awal peneliti menempuh pendidikan sebagai mahasiswa

UNIKOM sampai pada saat peneliti mulai melakukan penelitian.

6. Seluruh staf dosen Program Studi Ilmu Komunikasi UNIKOM, yang telah berbagi ilmu selama peneliti melakukan proses belajar.

7. Seluruh staf karyawan pada Program Studi Ilmu Komunikasi UNIKOM Bandung yang telah membantu berjalannya berbagai urusan admisnistrasi

dengan baik.

8. Stefanus Julianto sebagai pria terbaik yang peneliti miliki dan telah memberikan dukungan moril, doa dan selalu ada untuk membantu peneliti

(13)

9. Konfrikardo, Naomi, Penina sebagai sahabat-sahabat terbaik peneliti yang telah senantiasa hadir, dan memberikan motivasi serta doa kepada

peneliti.

10.Philosiyus dan Lucky kakak sekaligus sahabat terdekat peneliti yang telah memberikan dukungan rohani kepada peneliti.

11.Bandung English Congregation sebagai keluarga rohani peneliti yang juga telah memberikan dukungan rohani kepada peneliti.

12.Rina Fikriza sebagai teman dekat dan terbaik peneliti yang selalu berjuang bersama peneliti dan memberikan motivasinya kepada peneliti

sejak awal peneliti masuk sebagai mahasiswa di UNIKOM.

13.Rio R. Tuasikal sebagai teman sekaligus rekan kerja yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga dan ilmu kepada peneliti.

14.Anggi Rahma Putra, Adam, Agglien Aprilya K, Ricky Ichsan, Ryan Y dan Taufik Kurochman sebagai teman-teman seperjuangan peneliti yang telah membantu peneliti dan turut berjuang bersama.

15.Aditya P. kakak senior yang membantu dan memberikan pengarahan kepada peneliti selama melakukan penelitian.

16.Fauziah, Rizal Makbul, Rizky, Rizal, Fajar, Gugah, Dera dan Bisma sebagai informan peneliti yang telah bersedia berkorban waktu, tenaga

serta pemikiran, dan bekerja sama dengan baik kepada peneliti selama

melakukan proses wawancara, serta dokumentasi guna menyempurnakan

(14)

17.Semua pihak yang turut membantu peneliti selama melakukan penelitian, yang tidak dapat ditulis satu-persatu.

18.Rekan-rekan IK Humas 1 dan IK 4 (2009) yang telah berjuang bersama-sama dari awal peneliti kuliah sampai saat peneliti melakukan

penelitian.

Akhir kata, peneliti mengharapkan semoga segala kebaikan dari segala

pihak mendapat balasan dari Yang Maha Kuasa. Untuk kesempurnaan skripsi ini,

peneliti mengharapkan saran dan koreksi yang membangun, sehingga dimasa

yang akan datang dapat menjadi bahan yang lebih menarik dan lebih bermanfaat

lagi. Amin.

Bandung, Agustus 2013

(15)

158

DAFTAR PUSTAKA Buku:

Alwasilah, A. Chaedar. 2000. Pokoknya Kualitatif, Rancangan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Bogdan, Robert C. Dan Steven J. Taylor, 1992, Introduction to Qualitative Research Methotds :A Phenomenological Approach in the Social Sciences, alih bahasa Arief Furchan, John Wiley dan Sons, Surabaya, Usaha Nasional.

Briggs, Asa & Burke, Peter. 2006. Sejarah Sosial Media: Dari Gutenberg sampai Internet. Terjemahan A. Rahman Zainuddin. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Bungin, Burhan. 2001. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.

Craib, Ian. 1984. Teori-Teori Sosial Modern Dari Parsons Sampai Habermas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Creswell, J. W., Pengantar oleh Supardi, Suparlan, 2002, Research Qualitative & Quantitative Approaches (Desain Penelitian Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif), Jakarta, KIK Press.

Daymon, Christine., dan Immy Holloway. 2008. Metode-metode Riset Kualitatif: dalam Public Relations dan Marketing Communications. Yogyakarta: Penerbit Bentang.

Effendy, Uchjana Onong. 2004. Ilmu Komunikasi Teori dan Prkatek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu komunikasi: Teori & Praktek. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kasali, Rhenald. 2005. Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Kuswarno, Engkus. 2009. Fenomenologi: Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjadjaran. 113

Liliweri, Alo. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Bandung: Kencana Prenada Media Group

(16)

Morissan, Wardhani Corry Andy, dkk. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia.

Mulyana, Deddy. 1996. Human Communication Prinsip-prinsip Dasar. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Severin, J. Werner. 2001. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, & Terapan di Dalam Media Massa, Edisi Kelima. Jakarta: Kencana Perdana Media Group.

Soekanto, Soejono. 1982. Sosiologi. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Wood, Julia T. 2006. Communication in Our Lives, fourth edition. Australia: Thomson Wadsworth.

Sumber Lain Skripsi:

Istyawati, Diah, 2008, PERSEPSI TERHADAP LARANGAN MEROKOK (Kasus : Perokok Aktif di Kelurahan Pela Mampang, Kecamatan Mampang Perapatan, Kotamadya Jakarta Selatan)

Sudrajat, Aris, 2012, PERSEPSI PUBLIK PENGGUNA JALAN RAYA TENTANG POLISI LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG (Studi Deskripif Kualitatif Persepsi Publik Pengguna Jalan Raya Tentang Polisi Lalu Lintas)

Modul:

Elyane, Ine, Modul Komunikasi Kelompok, Komunikasi Massa, Komunikasi Antarpersonal. Universitas Komputer Indonesia. Bandung

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Rokok menjadi salah satu permasalahan yang tidak pernah tuntas bila

dibicarakan tentang cara penanganan yang tepat. Bagi beberapa pria dan wanita di

Indonesia, rokok membentuk suatu kebudayaan tersendiri, mereka pasti akan

merokok ketika sedang menunggu atau merokok sebelum atau sesaat setelah

makan. Uniknya, rokok menjadi benda fenomenal di Indonesia karena dipuja

sekaligus dicerca. Hal ini dibuktikan dengan fakta, bahwa sekalipun banyak orang

sadar akan bahaya rokok bagi kesehatan mereka, masih banyak orang yang tetap

bersikeras meneruskan kebiasaannya merokok. Tidak dapat dipungkiri, bahwa

bagi sebagian orang rokok begitu dibutuhkan tetapi pada sisi lain menjadi musuh

bagi orang-orang yang menyadari akan bahaya dari rokok.

Tembakau atau rokok membunuh separuh dari masa hidup perokok dan

separuh perokok mati pada usia 35-69 tahun.1 Data epidemi tembakau di dunia

menunjukkan tembakau membunuh lebih dari lima juta orang setiap tahunnya.

Jika hal ini berlanjut terus menerus, pada tahun 2020 diperkirakan terjadi sepuluh

juta kematian dengan 70 persen terjadi di negara berkembang. Rokok juga telah

menyebabkan berbagai penyakit tidak menular seperti jantung dan gangguan

pembuluh darah, stroke, kanker paru, dan kanker mulut. Selain itu, rokok juga

menyebabkan penurunan kesuburan, peningkatan insidens hamil di luar

1

(18)

kandungan, pertumbuhan janin (fisik dan IQ) yang melambat, kejang pada

kehamilan, gangguan imunitas bayi dan peningkatan kematian perinatal. Jangan

dilupakan juga efek yang ditimbulkan bagi mereka, perokok pasif yang secara

tidak sengaja berada disekitar perokok aktif. Hal ini tentu memberikan dampak

yang buruk pula bagi kesehatan mereka, padahal mereka tidak menghisap rokok

sama sekali.

Berdasarkan temuan Global Adult Tobacco Survey (GATS), 86 persen orang dewasa di Indonesia menyadari bahaya merokok bagi kesehatan dan dapat

menyebabkan penyakit serius. Bahkan, sebanyak 73,7 persen orang dewasa

menyadari bahwa asap rokok sekunder dapat menyebabkan penyakit serius pada

orang-orang yang bukan perokok. Sementara, menurut data The Global Youth Survey tahun 2006, 6 dari 10 pelajar (62,4 persen) yang setelah dilakukan survei terpapar asap rokok selama mereka berada di rumah. Lebih dari sepertiga (37,3

persen) merokok, bahkan 3 dari antara 10 pelajar atau 30,9 persen pertama kali

merokok pada umur dibawah 10 tahun.2 Hasil temuan tersebut memberikan fakta

lain kepada kita bahwa kesadaran akan bahaya merokok tidak cukup kuat

membuat seseorang benar-benar berhenti merokok. Faktanya tingginya kesadaran

seseorang akan bahaya rokok tidak diimbangi dengan penurunan konsumsi rokok

di masyarakat.

Menurut Menteri Kesehatan dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH,

tingginya populasi dan konsumsi rokok menempatkan Indonesia menduduki

2

(19)

urutan ke-5 konsumsi tembakau tertinggi di dunia setelah China, Amerika Serikat,

Rusia, dan Jepang dengan perkiraan konsumsi 220 milyar batang pada tahun

2005.3 Pada negara-negara maju kawasan ASEAN misalnya, telah mengalami

penurunan dalam hal jumlah konsumsi rokok, tetapi tidak demikian halnya

dengan Indonesia. Survei menunjukkan bahwa 67,4 persen pria dan 2,7 persen

wanita di Indonesia adalah perokok aktif. Hal ini berarti 61,4 juta orang dewasa di

Indonesia adalah perokok. Jumlah perokok di Indonesia masih lebih tinggi jika

dibandingkan dengan India, Filipina, Thailand, Vietnam, dan Polandia.4

Konsumsi rokok sendiri dianggap sebagai suatu indikator kemiskinan

masyarakat di Indonesia. Konsumsi rokok telah terbukti mengurangi pendapatan,

belanja bulanan keluarga, hingga pada akhirnya berujung pada kematian.

Misalnya, seorang sopir yang berpenghasilan Rp 50.000,00 sehari, mampu

menghabiskan Rp 24.000,00 per-hari untuk membeli tiga pak rokok. Sementara,

Ia memberi istrinya uang belanja sebesar Rp 20.000,00 sehari, demikian hasil

penelitian yang didapat dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia.5 Fenomena inilah yang memang terjadi di kalangan masyarakat miskin

di Indonesia. Pendapatan yang terbatas, tidak berarti terbatas pula konsumsi

rokok. Masyarkat Indonesia nyatanya lebih memilih membeli rokok ketimbang

harus menggunakan uang mereka untuk hal-hal lain yang lebih penting.

Rokok memang telah terbukti secara ilmiah dapat merusak kesehatan dan

jika dilihat dari segi ekonomi, rokok juga telah mengurangi pendapatan seseorang

yang seharusnya dapat digunakan untuk membeli berbagai makanan yang sehat

3

ibid

4

http://doktersehat.com (Diakses pada, Sabtu, 23 Maret 2013, pukul 18.15) 5

(20)

dan bergizi, atau digunakan untuk biaya sekolah dan berbagai hal lain yang

penting. Tinginya konsumsi rokok dipercaya dapat menimbulkan implikasi

negatif yang sangat luas, tidak saja terhadap kualitas kesehatan tetapi juga

menyangkut kehidupan sosial dan ekonomi. Konsumsi rokok jelas-jelas

menimbulkan kerugian langsung bagi perokok dan keluarganya, terlebih lagi bagi

keluarga miskin. Karena selaras dengan penjelasan sebelumnya, rata-rata

pengeluaran keluarga miskin untuk konsumsi rokok cukup besar. Masalah yang

ditimbulkan oleh rokok tidaklah sebanding dengan kenikmatan sesaat yang

diberikan. Fakta-fakta tersebut seharusnya menumbuhkan kesadaran masyarakat

untuk berhenti merokok, bukan hanya sekedar meningkatkan kesadaran tentang

bahaya yang ditimbulkan dari rokok.

Masalah rokok di Indonesia tampaknya memang tidak dapat lagi diatasi

dengan hanya sekedar mengingatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya dari

merokok, entah melalui seminar-seminar, penyuluhan, atau kampanye. Cara

demikian nyatanya tidak lagi ampuh memberikan efek takut atau jera kepada

masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi rokok. Sudah selayaknya pemerintah

mulai memikirkan berbagai cara lain yang lebih mampu mengatasi tingginya

tingkat konsumsi rokok pada kalangan masyarakat Indonesia.

Pemerintah harus mulai mengambil langkah-langkah cepat dan tepat

perihal mengatasi konsumsi rokok di Indonesia. Salah satunya dengan menaikkan

harga cukai rokok, melarang total iklan rokok, dan memasang peringatan

(21)

lain seperti Thailand, yang sukses melarang iklan rokok secara total, dan

mengikuti jejak ke-164 negara di dunia yang memiliki payung hukum sehubungan

dengan penanggulangan rokok. Tidak dapat dipungkiri bahwa kesuksesan

negara-negara tersebut tentu dibantu dengan adanya kerjasama yang baik antara

masarakat dan juga pemerintah. Komitmen yang kuat diperlukan dari para

pemimpimpin baik itu pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tokoh

masyarakat, artis, LSM, dan masyarakat Indonesia sendiri, yang akhirnya

berujung pada pembentukan Undang-undang (UU) mengenai rokok.

World Health Organization (WHO) sehubungan dengan hal ini, telah mencanangkan program “Kawasan Tanpa Rokok” (KTR) di tempat-tempat

umum. Program seperti ini layak diterapkan di negara-negara seluruh dunia,

termaksud ASEAN. Di Malaysia contohnya, orang merokok di tempat umum

didenda 500 ringgit, di Bangkok didenda 2.000 baht. Indonesia mungkin belum memiliki sanksi tegas tentang merokok di tempat-tempat umum, seperti yang

dimiliki Malaysia atau beberapa negara lainnya, tetapi Indonesia telah mengatur

mengenai larangan merokok di tempat umum pada Undang-udang Republik

Indonesia Nomor 32 Tahun 2010.6

Tempat-tempat yang dimaksud pada Undang-undang ini adalah sebagai

berikut:

a) Tempat umum,

b) Tempat kerja,

c) Tempat proses belajar mengajar,

6

(22)

d) Tempat pelayanan kesehatan,

e) Arena kegiatan anak-anak,

f) Tempat ibadah, dan

g) Angkutan umum.

Berdasarkan sebuah poling mengenai opini masyarakat Indonesia terhadap

Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di gedung Nusantara III DPR, sebanyak 68 persen masyarakat Indonesia percaya bahwa menghirup rokok

orang lain dapat mengancam kesehatan orang yang tidak merokok. Mayoritas

penduduk juga mendukung larangan merokok di ruang publik lainnya, seperti di

restoran (81 persen), dan tempat publik seperti lokasi perbelanjaan, terminal bus,

dan stasiun kereta api (75 persen). Bahkan, ada 99 persen masyarakat Indonesia

yang menyetujui larangan merokok di rumah sakit dan klinik serta di perkantoran

dan ruang kerja yang tertutup. Sebanyak 96 persen juga mendukung larangan

pejualan rokok yang ditujukan untuk anak di bawah usia 18 tahun.

Selaras dengan adanya larangan tersebut, seharusnya masyarakat

mendukung niat baik pemerintah untuk menurunkan jumlah angka perokok,

terutama perokok di usia muda karena hal ini bertujuan untuk meningkatkan

kesehatan masyarakat dengan terciptanya kualitas udara yang bersih dan sehat

serta bebas asap rokok, serta menurunkan jumlah penyakit dan kematian yang

(23)

memainkan peranan yang penting bagi kesuksesan terselenggaranya

Undang-undang Larangan Merokok di Indonesia.

Salah satu bukti bahwa pemerintah serius dengan Undang-undang yang

mereka buat adalah diterapkannya larangan merokok di gedung DPR (Dewan

Perwakilan Rakyat).7 Gedung DPR kini mulai ramai dengan pamflet larangan

merokok, yang berbunyi, “Kawasan Tanpa Rokok (UU Kesehatan No. 36 Tahun

2009). Terimakasih Untuk Tidak Merokok.” Pamflet-pamflet tersebut ditempel

diberbagai tempat, seperti di tiang-tiang Gedung Nusantara III, pintu masuk,

ruang komisi, dan ruang pimpinan. Hampir seluruh penjuru Gedung DPR-RI

ditempeli tulisan larangan merokok. Mulai dari lobi gedung, ruangan

komisi-komisi, ruangan paripurna, ruang wartawan hingga ruang pimpinan DPR.

Dimulainya penyebaran pamflet sehubungan larangan merokok dijajaran

pemerintah, menunjukan kepada kita bahwa pemerintah ingin memberikan contoh

kepada masyarakat, yang seharusnya ditanggapi positif dan didukung oleh

masyarakat.

Permasalahan tentang larangan merokok, selaras dengan Undang-undang

yang telah berlaku di Indonesia, menjadi hal yang sangat fenomenal. Bagi

beberapa orang non-perokok dan dalam hal ini menjadi perokok pasif, tentu

adanya larangan dalam Undang-undang yang diatur pemerintah membuat

keuntungan tersendiri bagi mereka. Tetapi, bagi para perokok aktif, adanya

larangan merokok demikian tentu memberikan pengekangan bagi mereka. Bahkan

mereka mengangap larangan merokok sebagai suatu bentuk larangan terhadap

7

(24)

suatu Hak Asasi Manusia. Larangan merokok ini tentu membentuk persepsi yang

berbeda-beda dikalangan masyarakat. Seperti yang telah dijelaskan, bahwa bagi

para perokok aktif larangan merokok akan membentuk persepsi mereka bahwa

larangan tersebut melanggar Hak Asasi Manusia. Bagi perokok pasif atau

non-perokok, persepsi yang terbentuk dengan adanya larangan merokok juga akan

sangat berbeda dengan perokok aktif.

Persepsi masyarakat yang berbeda-beda terhadap adanya larangan

merokok ini, menarik perhatian peniliti untuk mengetahui lebih jauh seperti apa

persepsi yang timbul dikalangan masyarakat apabila larangan merokok ini

diterapkan di lingkungan proses belajar mengajar, dalam hal ini jajaran

Universitas. Tetapi, pada penelitian ini, persepsi yang akan peneliti lihat adalah

persepsi yang terbentuk pada kalangan mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa dipilih

peneliti untuk diteliti persepsinya, karena merekalah yang mendapat dampak dari

adanya larangan merokok di lingkungan kampus.

UNIKOM adalah salah satu jajaran Universitas yang mendukung

Undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut. Sehingga, peneliti melakukan

dalam melakukan penelitian ini akan menjadikan UNIKOM sebagai objek

penelitian, yaitu tentang sejauh mana persepsi mahasiswa UNIKOM dengan

diberlakukannya larangan merokok di lingkungan kampus.

Selain itu, peneliti mengganggap UNIKOM sebagai Universitas yang tepat

untuk melakukan penelitian, mengingat UNIKOM merupakan Universitas yang

secara tegas sehubungan dengan larangan merokok. Jika beberapa kampus hanya

(25)

tegas memberlakukan sebuah teguran bagi mereka yang merokok di lingkungan

kampus. Bahkan, peneliti sempat memperhatikan bahwa beberapa aparat satpam

dikerahkan untuk berpatroli untuk melihat sejauh mana mahasiswa UNIKOM

patuh terhadap peraturan yang diberikan. Aparat ini tidak akan segan-segan

menegur siapapun yang merokok disekitaran kampus.

Melihat fakta tersebut, maka UNIKOM memang menarik perhatian

peneliti untuk akhirnya melakukan penelitian. Dan, sebagai dampak dari adanya

peraturan yang dikeluarkan tersebut, mahasiswa UNIKOM mulai merasa

kebebasannya terkekang. Jika, sebelumnya mahasiswa dapat merokok dimana saja

yang mereka mau, saat ini dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, mahasiswa

mulai mencari berbagai tempat yang mereka anggap sudah bukan lagi lingkungan

kampus. Mahasiswa mulai terlihat merokok dipinggiran jalan sekitar kampus

UNIKOM. Sesungguhnya, hal ini bisa menjadikan citra yang negatif bagi

UNIKOM, mengingat mahasiswa UNIKOM berada di pinggir-pinggir jalan

seperti orang-orang yang tidak berpendidikan.

Beberapa mahasiswa khususnya mereka yang merupakan perokok, ketika

peneliti tanya sehubungan dengan diberlakukanya peraturan larangan merokok ini

sesungguhnya terlihat tidak siap dengan diberlakukannya peraturan tersebut.

Peraturan tersebut dianggap oleh mereka sebagai pengekangan terhadap hak asasi

mereka untuk merokok. Peneliti dapat melihat, bagaimana pada akhirnya para

mahasiswa begitu merasa terganggu dengan adanya larangan merokok di

(26)

bahwa seharusnya ada solusi yang pihak UNIKOM berikan bagi mahasiswa

ketika mereka akan mengeluarkan peraturan-peraturan demikian.

Sesungguhnya sekalipun mahasiswa tidak nampak menunjukkan sikap pro

dan kontra, mereka tentu memiliki berbagai persepsi dengan timbulnya peraturan

larangan merokok tersebut. Persepsi yang mereka miliki sekalipun tidak

menghasilkan sikap-sikap tertentu, persepsi ini akhirnya menjadi sangat penting

dalam penentuan sikap apa yang selanjutnya akan seseorang lakukan. Itulah

alasan lain mengapa akhirnya persepsilah yang peneliti ingin teliti dan dalam hal

ini peneliti ingin mengetahui seperti apa persepsi mahasiswa UNIKOM mengenai

larangan merokok di lingkungan kampus.

Sebelum akhirnya persepsi terhadap suatu pesan atau suatu fenomena yang

mereka terima atau lihat terbentuk, tentu ada beragam hal yang sebelumnya

mempengaruhi terbentuknya persepsi. Maka, persepsi mahasiswa yang akan

diteliti pada penelitian ini akan dilihat dari beberapa faktor yang menentukan

persepsi berdasarkan Rhenald Kasali dalam bukunya Manajemen Public Relations, yaitu sebagai berikut:

1. Latar belakang budaya,

2. Pengalaman masa lalu,

3. Nilai-nilai yang dianut, dan

4. Berita-berita yang berkembang.

Pada pokok bahasan selanjutnya, peneliti akan menjelaskan bagaimana

faktor-faktor tersebut menentukan pembentukan dalam persepsi mahasiswa

(27)

bagaimana persepsi mahasiswa terhadap larangan merokok di lingkungan kampus

UNIKOM.

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Pertanyaan Makro

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan

sebagai berikut :

“Bagaimana persepsi mahasiswa UNIKOM mengenai larangan merokok

di lingkungan kampus?”

1.2.2 Pertanyaan Mikro

Berdasarkan uraian di atas, peneliti membatasi masalah ke dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana latar belakang budaya mahasiswa UNIKOM dalam

membentuk persepsi mengenai larangan merokok di lingkungan

kampus?

2. Bagaimana pengalaman masa lalu mahasiswa UNIKOM dalam

membentuk persepsi mengenai larangan merokok di lingkungan

kampus?

3. Bagaimana nilai-nilai yang dianut mahasiswa UNIKOM dalam

membentuk persepsi mengenai larangan merokok di lingkungan

(28)

4. Bagaimana berita-berita yang berkembang di kalangan mahasiswa

UNIKOM membentuk persepsi mengenai larangan merokok di

lingkungan kampus?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang dibuat dalam penelitian ini peneliti

memiliki beberapa maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Maksud dan tujuan

penelitian tersebut adalah:

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan atau menjelaskan

mengenai persepsi mahasiswa terhadap larangan merokok di lingkungan kampus.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Bentuk dari identifikasi masalah diatas, maka peneliti merumuskan tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Untuk mengetahui latar belakang budaya mahasiswa UNIKOM yang

membetuk persepsi mengenai larangan merokok di lingkungan

kampus.

2. Untuk mengetahui pengalaman masa lalu mahasiswa UNIKOM yang

membentuk persepsi mengenai larangan merokok di lingkungan

kampus.

3. Untuk mengetahui nilai-nilai yang dianut mahasiswa UNIKOM yang

membentuk persepsi mengenai larangan merokok di lingkungan

(29)

4. Untuk mengetahui berita-berita yang berkembang di kalangan

mahasiswa UNIKOM yang membentuk persepsi mengenai larangan

merokok dilingkungan kampus UNIKOM.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan serta bahan dalam

penerapan ilmu yang telah dipelajari dalam ruang lingkup Ilmu Komunikasi.

Penelitian ini juga diharapkan dapat mengembangkan lebih mendalam lagi ilmu

pengetahuan tentang adanya larangan merokok dalam upaya mewujudkan

masyarakat Indonesia yang sehat dan lingkungan yang bebas asap rokok sesuai

dengan Undang-undang yang berlaku.

1.4.1 Kegunaan Praktis 1. Bagi Peneliti :

Hasil penelitian diharapkan dapat membantu memberikan kontribusi dalam

menambah wawasan serta sebagai salah satu sumber untuk meneliti lebih

lanjut dari sisi dan masalah penelitian yang sama dalam konteks persepsi.

2. Bagi Lembaga Akademik :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi kepustakaan mengenai

persepsi mahasiswa UNIKOM mengenai larangan merokok di lingkungan

kampus, serta dapat menjadi bahan informasi bagi pihak yang

(30)

3. Bagi Masyarakat :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan umum yang

memperluas wawasan msyarakat mengenai pengendalian perilaku merokok,

(31)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Judul : PERSEPSI TERHADAP LARANGAN

MEROKOK (Kasus : Perokok Aktif di Kelurahan Pela Mampang, Kecapatan Mampang Prapatan, Kotamadya Jakarta Selatan)

Oleh : Dyah Istyawati (A 1402002)

Prodi / Fakultas : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat / Fakultas Pertanian (Institut Pertanian Bogor)

Keterangan :

Rokok menjadi isu yang tidak pernah tuntas penanganannya. Rokok telah menjadi bagian dari budaya masyarakat di Indonesia. Di sejumlah negara, baik di negara maju maupun di kawasan ASEAN, konsumsi rokok mengalami penurunan kecuali di Indonesia. Maka, salah satu cara untuk membatasi perilaku merokok, Gubernur DKI Jakarta mencanangkan program “Kawasan Tanpa Rokok” (KTR) di tempat-tempat umum.

(32)

perokok aktif terhadap peraturan larangan merokok dengan implementasi (penerapan) perilaku merokok.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar perokok aktif memiliki persepsi tidak setuju terhadap peraturan larangan merokok karena jumlah denda yang terlalu besar dan ancaman pidana yang terlalu berat. Perokok aktif merasa dengan adanya peraturan larangan merokok ruang lingkup merokok dibatasi karena para perokok jika ingin merokok harus di ruangan khusus merokok.

Karakteristik individu pada jenis kelamin tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dimana sama-sama memiliki persepsi tidak setuju pada peraturan larangan merokok. Sebagian besar responden memiliki pendidikan akhir perguruan tinggi dimana diharapkan lebih memahami dan menaati peraturan larangan merokok tetapi mereka umumnya tidak menyetujui diterapkannya peraturan larangan merokok. Tingkat pendapatan tidak mempengaruhi dalam mengurangi kebiasan merokok dikarenakan merokok bagi responden sudah menjadi kebiasaan. Motif merokok karena pengaruh orangtua merokok dan teman merokok berpengaruh besar terhadap munculnya keinginan menjadi perokok aktif.

(33)

Judul : PERSEPSI PUBLIK PENGGUNA JALAN RAYA TENTANG POLISI LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG (Studi Deskripif Kualitatif Persepsi Publik Pengguna Jalan Raya Tentang Polisi Lalu Lintas)

Oleh : Aris Sudrajat (40808031)

Prodi / Fakultas : Ilmu Komunikasi / Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (UNIKOM)

Keterangan :

(34)

2.2 Tinjauan Tentang Komunikasi 2.2.1 Komunikasi Sebagai Ilmu

Komunikasi merupakan satu dari beragam disiplin ilmu yang paling tua

tetapi paling baru. Komunikasi sendiri merupakan suatu aktifitas, sebuah ilmu

sosial, sebuah seni liberal, dan sebuah profesi. Communication begitulah komunikasi disebut dalam bahasa Inggris, dan bersumber dari kata communis yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti sama. Sama yang

dimaksud pada kata tersebut berarti kesamaan makna. Artinya, ketika dua orang

atau lebih sedang terlibat dalam sebuah komunikasi, misalnya dalam bentuk

percakapan, maka komunikasi tersebut dapat dinyatakan berlangsung dengan baik

apabila terjadi kesamaan dalam hal topik percakapan. Komunikasi juga dapat

dikatakan efektif apabila kedua belah pihak mengerti makna dari bahan yang

dipercakapkan.

Communication Science mulai muncul di Amerika Serikat, terkadang dinamakan communicolgy, yaitu ilmu yang mempelajari gejala-gejala sosial. Sejak tahun 1940-an orang-orang di Amerika Serikat mulai membutuhkan Science of Communication. Carl I. Hovland merupakan salah satu sarjana yang mendefinisikan Science of Communication sebagai : “A system attempt to formulate in rigorous fashion the principles by which information is transmitted

and opinions and attitudes are formed.” (Effendy, 2009 : 4)

(35)

komunikasi yang oleh para cendikiawan diketengahkan dari berbagai disiplin

akademik. Communicology juga merupakan program yang luas mencakup kepentingan-kepentingan atau teknik-teknik dari setiap disiplin akademik. Joseph

A. Devito berpendapat, communicology adalah ilmu komunikasi yang khususnya dilakukan oleh dan diantara manusia. Istilah komunikasi diguakan untuk

menunjukkan tiga bidang studi yang berbeda yaitu proses komunikasi, pesan yang

disampaikan dan studi mengenai proses komunikasi. Komunikasi didefinisikan

oleh Devito sebagai kegiatan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih, yakni

kegiatan menyampaikan dan menerima pesan, yang mendapat distorsi dari

gangguan-gangguan, dalam suatu konteks yang menimbulkan efek dan

kesempatan untuk arus balik.

2.2.2 Pengertian Komunikasi

Seperti pada judul kecil sebelumnya, komunikasi (communication) berasal dari kata: common, yang berarti “sama”, dengan maksud sama makna atau pengertian, sehingga secara sederhana, dapat dikatakan bahwa komunikasi

merupakan proses menyamakan persepsi, pikiran dan rasa antara komunikator

dengan komunikannya.

Interaksi manusia tidak dapat terlepas dari adanya kegiatan komunikasi di

dalamnya. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu membutuhkan komunikasi

dalam proses interaksi sosialnya. Oleh karena itu, komunikasi merupakan hal

yang biasa dilakukan dalam kehidupan manusia. Seseorang ingin melakukan

(36)

Sebagai mahluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri, sehingga

memanfaatkan komunikasi sebagai alat yang untuk menyampaikan apa yang

mereka inginkan atau pikirkan kepada orang lain agar mereka mengerti apa yang

dimaksud. Melalui komunikasi, seseorang dapat membuat dirinya tidak lagi

terasing dan terisolir dari lingkungannya. Komunikasi dapat menjadi media bagi

seseorang untuk dapat mengajarkan atau memberitahu suatu informasi kepada

orang lain. “Pada hakikatnya komunikasi adalah proses pernyataan antara

manusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan komunikasi sebagai alat penyalurnya.” (Effendy,

1993 : 28)

Prof. Deddy Mulyana, M.A, Ph.D. mengemukakan pengertian komunikasi sebagai berikut : “komunikasi adalah suatu proses berbagi makna melalui perilaku

verbal dan non verbal.” (Mulyana 2005 : 3). Berikut pengertian para ahli tentang

Komunikasi.

Bernard Barelson & Garry A. Steiner

Komunikasi adalah proses transmisi informasi, gagasan, emosi,

keterampilan dan sebagainya, dengan menggunakan symbol-simbol, kata-kata,

gambar, grafis, angka dan sebagainya.

Hovland, Janis & Kelley: 1953

Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator)

menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan

(37)

Berelson, dan Stainer: 1964

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi

dan keahlian dan lain-lain.

Lasswell: 1960

Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa

mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan akibat apa atau hasil

apa? (Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect?) Gode: 1959

Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula

dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang

atau lebih.

Barnlund: 1964

Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi

rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat

ego.

Ruesch: 1957

Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan

bagian lainnya dalam kehidupan.

Weaver: 1949

Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat

(38)

Pendapat para ahli tersebut memberikan gambaran bahwa

komponen-komponen pendukung komunikasi termasuk efek yang ditimbulkan, antara lain

adalah:

1. Komunikator (komunikator,source,sender) 2. Pesan (message)

3. Media (channel)

4. Komunikan (komunikan,receiver) 5. Efek (effect)

Dari beberapa pengertian di atas peneliti dapat mengambil kesimpulan

bahwa komunikasi adalah proses pertukaran makna/pesan dari seseorang kepada

orang lain dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain.

2.2.3 Proses Komunikasi

Agar lebih jelas maka peneliti akan membahas masalah proses komunikasi

denga peninjauan dari Carl I Hovland dalam Effendy mengatakan bahwa :

“Komunikasi adalah suatu upaya yang sistematis untuk memutuskan

secara tegas asas-asas dan atas dasar asas-asas tersebut disampaikan informasi serta bentuk pendapat dan sikap.” (Effendy, 1993 : 16)

Melihat penjelasan tersebut, komunikasi jelas merupakan suatu kegiatan

yang dilakukan oleh seseorang untuk menyatakan atau tidak menyatakan suatu

gagasan kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang beupa bahasa,

gambar-gambar atau tanda-tanda yang berarti bersikap umum.

Proses komunikasi, terdiri atas dua tahap. meliputi proses komunikasi

(39)

1. Proses komunikasi secara primer, merupakan proses penyampaian

pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan

menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai

media primer dalam proses komunikasi meliputi bahasa, kial (gesture), gambar, warna, dan sebagainya. Syaratnya secara langsung dapat “menerjemahkan” pikiran atau perasan komunikator kepada

komunikan.

2. Proses komunikasi sekunder, merupakan proses penyampain pesan dari

seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana

sebagai media kedua setelah menggunakan lambang sebagai media

pertama. Komunikator menggunakan media kedua dalam

berkomunikasi karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat

yang relatif jauh atau dalam jumlah yang banyak. (Effendy, 2002 : 15)

Pada media primer, lambang yang paling banyak digunakan bahasa.

Bahasa merupakan sarana yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi,

karena hanya dengan bahasa (lisan atau tulisan) kita mampu menerjemahkan

pikiran seseorang kepada orang lain, baik yang berbentuk ide, informasi atau opini

bisa dalam bentuk konkret ataupun abstrak. Hal itu bukan hanya suatu hal atau

peristiwa yang sedang terjadi sekarang, tetapi juga pada masa lalu atau waktu

yang akan datang.

Kial (gesture) memang dapat “menerjemahkan” pikiran seseorang sehingga terekspresi secara fisik, tetapi menggapaikan tangan atau memainkan

(40)

mengkomunikasikan hal–hal tertentu saja (sangat terbatas). Demikian pula dengan

isyarat yang menggunakan alat, seperti bedug, kentongan, sirine, dan lain–lain,

juga warna yang memiliki makna tertentu. Kedua lambang (isyarat dan warna)

tersebut sangat terbatas kemampuanya dalam mentransmisikan pikiran seseorang

kepada orang lain.

Sementara, proses komunikasi sekunder merupakan kelanjutan dari proses

komunikasi primer, yaitu untuk menembus dimensi ruang dan waktu. Maka dalam

menata lambang-lambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi,

komunikator harus mempertimbangkan ciri-ciri atau sifat-sifat media yang akan

digunakan. Penentuan media yang akan dipergunakan perlu didasari pertimbangan

mengenai siapa komunikan yang akan dituju.

Setelah pembahasan di atas mengenai proses komunikasi, kini kita

mengenal unsur-unsur dalam proses komunikasi. Penegasan tentang unsur-unsur

dalam proses komunikasi itu adalah sebagai berikut :

a. Sender : Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang.

b. Encoding : Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran kedalam bentuk lambang.

c. Message : Pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator.

(41)

e. Decoding : Pengawasandian, yaitu proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambang yang disampaikan oleh

komunikator kepadanya.

f. Receiver : Komunikan yang menerima pesan dari komunikator.

g. Response : Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah diterpa pesan.

h. Feedback : Umpan Balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator.

i. Noise : Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan

yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator

kepadanya.

2.2.4 Fungsi Komunikasi

Beragam tokoh komunikasi, memberikan padangan yang beragam pula

sehubungan dengan fungsi dari komunikasi. Komunikasi dapat memuaskan

kehidupan kita manakala semua kebutuhan fisik, identitas diri, kebutuhan sosial

dan praktis dapat tercapai. (Adler dan Rodman, 2003). Berikut adalah fungsi dari

komunikasi secara universal menurut Kasali (2005 : 15) :

1. Memenuhi Kebutuhan Fisik

Dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan, komunikasi dapat berfungsi

untuk menyembuhkan manusia. Adler dan Rodman (2003), menjelaskan

(42)

individu lain, berisiko tiga atau empat kali mengalami kematian.

Sebaliknya, mereka yang sering menjalin hubungan mempunyai peluang

hidup empat kali lebih besar. Dari hal ini menunjukkan kepada kita,

bagaimana berinteraksi (dimana di dalamnya melibatkan komunikasi)

dapat membuat seseorang meningkatkan kualitas fisik seseorang.

2. Memenuhi Kebutuhan Identitas

Seseorang melakukan aktifitas komunikasi dengan sesamanya, karena

mereka ingin memberikan informasi bahwa mereka ada bersama kita.

Komunikasi bisa diibaratkan dengan KTP (Kartu Tanda Penduduk). KTP

merupakan sebuah kartu yang berisi identitas diri si pemiliknya, seperti

nama, alamat, tanggal lahir, dan sebagainya. KTP ini sangat bermanfaat

ketika seseorang ingin memberitahu mengenai siapa dirinya kepada orang

yang membutuhkan informasi tersebut. Maka, sehubungan dengan

komunikasi, menjadi sangat penting terutama ketika bersosialisasi satu

sama lain. Dengan demikian, seseorang akan mengetahui atau belajar

tentang siapa dia dan siapa saya. (Adler dan Rodman, 2003)

3. Memenuhi Kebutuhan Sosial

Komunikasi, dapat membantu seseorang memenuhi kebutuhan sosial

mereka seperti, mengisi waktu luang, kebutuhan disayangi, kebutuhan

untuk dilibatkan, kebutuhan untuk keluar dari masalah yang rumit,

(43)

4. Memenuhi Kebutuhan Praktis

Salah satu fungsi utama dari komunikasi adalah kita dapat memebuhi

berbagai kebutuhan praktis sehari-hari. Komunikasi seolah menjadi kunci

bagi kita, untuk membuka kesempatan kita dalam hal memenuhi

kebutuhan praktis, karena kita berinteraksi dengan orang lain. Sementara, Rudolph F. Verderber mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi. Fungsi pertama, fungsi sosial yakni bertujuan untuk kesenangan, untuk menunjukkan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Kedua, fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu. (Mulyana, 2007 : 5).

2.2.5 Tujuan Komunikasi

1. Mengubah Sikap (To Change The Attitude)

Komunikasi bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang. Setelah

seseorang mengemukakan informasi apa yang ingin disampaikan (komunikasi)

maka tahap selanjutnya adalah apakah seseorang akan terpengaruh atau tidak

terhadap informasi atau pesan yang disampaikan dan selanjutnya apakah hal

tersebut akan merubah sikap orang tersebut atau tidak. Komunikasi diharapkan

dapat merubah sikap seseorang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh

komunikannya.

2. Mengubah Opini / Pendapat / Pandangan (To Change The Opinion)

Selanjutnya komunikasi bertujuan untuk mengubah pendapat atau opini

seseorang sesuai yang diharapkan oleh komunikannya. Selaras dengan kata dasar

(44)

memang tujuan dari komunikasi yaitu mencapai suatu kesamaan dalam hal

pendapat atau opini.

3. Mengubah Perilaku (To Change The Behavior)

Setelah memperoleh suatu informasi, tujuan dari komunikasi adalah agar

seseorang penerima informasi tersebut akan berperilaku sesuai dengan stimulus

yang diberikan atau dengan kata lain berperilaku sesuai dengan yang diharapkan

oleh si pemberi informasi

4. Mengubah Masyarakat (To Change The Society)

Dalam poin sebelumnya, perubahan perilaku yang diharapkan lebih

kepada individu atau perorangan, pada poin ini perubahan yang dititik beratkan

pada suatu kelompok manusia yang lebih luas jangkauannya. Sehingga perubahan

yang terjadi sifatnya secara masal. (Effendy, 2002 : 55)

Gordon I. Zimmerman merumuskan tujuan komunikasi menjadi dua

kategori besar. Pertama, kita berkomunikasi untuk menyelesaikan tugas-tugas

yang penting bagi kebutuhan kita untuk memberi makan dan pakaian kepada diri

sendiri, memuaskan rasa penasaran kita akan lingkungan, dan menikmati hidup.

Kedua, kita berkomunikasi untuk menciptakan dan memupuk hubungan dengan

orang lain. Jadi komunikasi mempunyai tujuan isi, yang melibatkan pertukaran

informasi yang kita perlukan untuk menyelesaikan tugas, dan tujuan hubungan

yang melibatkan pertukaran informasi mengenai bagaimana hubungan kita dengan

(45)

2.2.6 Jenis-jenis Komunikasi

Pada dasarnya komunikasi digunakan untuk menciptakan atau

meningkatkan aktifitas hubungan antara manusia atau kelompok. Selaras dengan

pembahasan sebelumnya, komunikasi memiliki tujuan hubungan yang di

dalamnya melibatkan suatu proses pertukaran informasi dan akhirnya berdampak

terhadap kualitas hubungan seseorang dengan orang lain atau kelompok dengan

kelompok lain.

Jenis komunikasi terdiri dari:

1. Komunikasi verbal

Komunikasi verbal ialah simbol atau pesan yang menggunakan

satu kata atau lebih dengan menggunakan usaha-usaha yang dilakukan

secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan dalam

menggunakan bahasa yang dapat di mengerti karena bahasa merupakan

sistem kode verbal.

Menurut Larry L. Barker, bahasa mempunyai tiga fungsi : 1)

penamaan (naming atau labeling), 2) interaksi, dan 3) transmisi informasi. Berikut ini adalah penjelasan sehubungan dengan fungsi dari bahasa :

a. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha

mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan

menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam

(46)

b. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi,

yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau

kemarahan dan kebingungan.

c. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang

lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa.

Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi

yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa

kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan

budaya dan tradisi kita.

2. Komunikasi Non Verbal

Bahasa non verbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang

sering digunakan dalam presentasi, dimana penyampaiannya bukan

dengan kata-kata ataupun suara tetapi melalui gerakan-gerakan anggota

tubuh yang sering dikenal dengan istilah bahasa isyarat atau body

language. Selain itu juga, penggunaan bahasa non verbal dapat melalui

kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan

penggunaan simbol-simbol. Menurut Drs. Agus M. Hardjana, M.Sc.,

Ed. menyatakan bahwa: “Komunikasi non verbal yaitu komunikasi

yang pesannya dikemas dalam bentuk non verbal, tanpa kata-kata”.

Sedangkan menurut Atep Adya Barata mengemukakan bahwa: “Komunikasi non verbal yaitu komunikasi yang diungkapkan melalui

(47)

komunikasi dengan gerak (gesture) sebagai sinyal (sign language), dan komunikasi dengan tindakan atau gerakan tubuh (action language).

Bentuk-bentuk komunikasi non verbal terdiri dari tujuh macam

yaitu:

a. Komunikasi visual

b. Komunikasi sentuhan

c. Komunikasi gerakan tubuh

d. Komunikasi lingkungan

e. Komunikasi penciuman

f. Komunikasi penampilan

g. Komunikasi citrasa

2.2.7 Bentuk Komunikasi

Deni Darmawan (2007) berpendapat bahwa komunikasi terjadi dalam

beberapa bentuk1, yaitu sebagai berikut :

1. Komunikasi Persona (Personal Communication)

a) Komunikasi Intrapersona (Intrapersonal Communication) Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dengan diri

sendiri, baik kita sadari atau tidak. Disadari atau tidak, sebelum

berbicara atau berkomunikasi dengan orang lain, kita akan melakukan

komunikasi intrapersonal atau berbicara kepada diri sendiri terlebih

dahulu.

1

(48)

b) Komunikasi Antarpersona (Antarpersonal Communication) Komunikasi Antarpersonal adalah komunikasi antar dua orang

secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pernyataan menangkap

reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non

verbal. Bentuk komunikasi antarpersonal ini adalah komunikasi

diadik (dyadic communication) yang melibatkan hanya dua orang saja.

2. Komunikasi Kelompok (Group Communication)

Kelompok adalah kumpulan manusia dalam lapisan masyarakat yang

mempunyai ciri atau atribut yang sama dan merupakan satu kesatuan yang

saling berinteraksi. Kelompok juga merupakan suatu kesatuan sosial yang

terdiri atas dua atau lebih individu yang telah menjadikan interaksi sosial

yang cukup intensif dan teratur, sehingga diantara individu itu sudah

terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu yang khas

bagi kesatuan sosial tersebut. (Sherif dalam Gerungan)

Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan

komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga

orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi

informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana

anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang

lain secara tepat.

John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok

(49)

klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara

alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi. Kelompok

deskriptif dibedakan menjadi tiga:

a. Kelompok tugas;

b. Kelompok pertemuan;

c. Kelompok penyadar; dan

d. Kelompok perspektif

Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya

merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok

orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Misalnya,

melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang

dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok

pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan

identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal di

Amerika Serikat, pada tahun 1960-an sering menggunakan proses ini.

Kelompok perspektif, mengacu pada langkah-langkah yang harus

ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan

dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu:

diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan

prosedur parlementer. (Rakhmat, 2008:147-148)

Kelompok tentu terdiri dari beberapa anggota-anggota yang

menjalankan dua tugas sebagai berikut :

(50)

b. memelihara moral anggota-anggotanya.

Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok, yang disebut

prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat

dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan

sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan

kelompok. (Rahkmat, 2008:149)

Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada

karakteristik kelompok, yaitu:

1. Ukuran kelompok,

2. Jaringan komunikasi,

3. Kohesi kelompok, dan

4. Kepemimpinan.

2.2.8 Konteks Komunikasi

Komunikasi merupakan hal terpenting bagi manusia. Sebagai mahluk

sosial, komunikasi menjadi komponen penting bagi berlangsungnya proses sosial,

dimana di dalamnya terdapat suatu proses interaksi yang melibatkan komunikasi.

Seperti pada apa yang telah peniliti jelaskan pada subjudul sebelumnya,

komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara verbal maupun non

verbal. Selain bentuk-bentuk dari komunikasi, komunikasi juga memiliki

(51)

Konteks-konteks komunikasi adalah sebagai berikut2 :

1. Komunikasi Intrapersonal

Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran

yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri. Komunikasi tejadi

keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam proses simbolik

pesan-pesan. Pada konteks komunikasi intrapersonal, seseorang menjadi

pengirim pesan (komunikator) dan sekaligus menjadi si penerima pesan

tersebut (komunikan), dan selanjutnya melakukan umpan balik kepada

dirinya sendiri.

2. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah suatu proses pertukaran pesan

yang terjadi antara penyampai pesan (komunikator) kepada penerima

pesan (komunikan) yang berbeda. Artinya, pada konteks komunikasi ini

seorang komunikan akan melakukan proses komunikasi pada pribadi yang

berbeda atau individu yang berbeda, bukan pada dirinya sendiri. Joseph A.

Devito menjelaskan bahwa komunikasi interpersonal atau yang disebut

juga dengan komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan

penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil

orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.

3. Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang dilakukan oleh

sekumpulan orang-orang yang terdiri dari tiga atau lebih. Kelompok yang

2

(52)

dimaksud dalam konteks komunikasi kelompok adalah kelompok yang

memiliki intensitas hubungan di dalamnya. Menurut Deddy Mulayana

kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama,

,emgenal satu sama lain untk mencapai tujuan bersama, mengenal satu

sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok

tersebut.

4. Komunikasi Massa

Kata komunikasi massa berasal dari bahasa Inggris, yaitu mass communication, artinya, komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan media massa sebagai perantaranya. Massa sendiri mengandung arti orang

banyak, yang tidak selalu berada pada tempat atau lokasi yang sama satu

dengan yang lainnya, massa di sini bisa saja berada pada lokasi yang

terpencar, yang dalam waktu bersamaan atau hampir bersamaan,

menerima pesan-pesan komunikasi yang sama.

5. Komunikasi politik

Political communication atau dalam bahasa Indonesia, komunikasi politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan

aktor-aktor politik, atau berkatitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan

kebijakan pemerintah. Menurut Gabriel Almond (1960) : komunikasi

politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik.

6. Komunikasi Organisasi

(53)

yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang

kepangkatan, dan pembagian tugas. Menurut Gold Haber, komunikasi

organisasi merupakan adalah arus pesan yang sifat hubungannya saling

bergantungan satu sama lain, dengan arus pesan yang terdiri dari vertical,

horizontal, dan diagonal.

7. Komunikasi Antar Budaya

Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara

orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (berbeda ras, etnik,

atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini). Steward L.

Tubbs mendefinisikan komunikasi antar budaya sebagai komunikasi

antara orang-orang yang berbeda budaya . Kebudayaan sendiri berarti

suatu cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang

serta berlangsung dari generasi ke generasi.

8. Semiotika Komunikasi

Semiotika merupakan ilmu yang mempelajari mengenai penandaan

Science of Signification; bersumber dari F. De Saussere (Swiss-French, 1857-1931). Ferdinal de Saussure dalam Course in General Linguistics mendefinisikan semotika sebagai : “…. ilmu yang mempelajari struktur,

jenis, tipologi, serta relasi tanda-tanda dalam penggunaannya di dalam masyarakat”. Louis Hjelmslev, seorang penganut Saussurean

berpandangan bahwa: “…. sebuah tanda tidak hanya mengadung

(54)

(petanda), namun juga mengandung hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya….”

2.2.9 Konteks Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan konteks komunikasi

intrapersonal dan interpersonal. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

komunikasi intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di

dalam diri komunikatornya sendiri. Komunikasi intrapersonal dianggap tepat

mewakili penelitian ini karena komunikasi intrapersonal merupakan komunikasi

yang penting, yaitu jenis komuunikasi yang akhirnya memicu berlangsungnya

konteks-konteks komunikasi yang lain. Sehubungan dengan persepsi, komunikasi

intrapersonal merupakan faktor penting dalam proses dibentuknya persepsi.

Pada komunikasi intrapersonal, pengetahuan mengenai dirinya sendiri

didapat dari proses-proses psikologis seperti persepsi dan kesadaran (awareness), dan hal ini terjadi ketika berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh

komunikatornya. Perlu diingat, bahwa untuk dapat menghasilkan sebuah persepsi,

seseorang perlu memahami seperti apa dirinya sendiri atau dengan kata lain

melakukan pengenalan terhadap dirinya sendiri. Selain itu, agar mendapat

pemahaman tentang apa yang terjadi ketika seseorang sedang berkomunikasi,

dibutuhkan sebuah pemahaman terhadap diri sendiri, dan pemahaman ini didapat

dari persepsi. Maka memang pada dasarnya, letak dari sebuah persepsi berada

pada orang yang mempersepsikan, bukan pada suatu ungkapan ataupun objek.

Menurut Joan Aitken dan Leonard Shedlestsky (1997) menyatakan bahwa

(55)

sendiri, atau maki-makian, seperti yang diungkapkan oleh Lance Morrow dalam

majalah Time (1998). Karena pada dasarnya, komunikasi intrapersonal

melibatkan banyak penilaian akan perilaku orang lain, atau terhadap berbagai

pesan yang diterima. Maka, ketika peneliti akan melihat seperti apa persepsi yang

terbentuk di kalangan mahasiswa ketika dikeluarkannya larangan merokok di

lingkungan kampus, komunikasi intrapersonal menjadi faktor bagi mahasiswa

tersebut dalam memberikan persepsinya terhadap peraturan tersebut.

Pemahaman diri pribadi dilakukan dengan hal-hal seperti berdoa,

bersyukur, instrospeksi diri dengan meninjau perbuatan kita dan reaksi hati nurani

kita, dan berimajinasi dengan kreatif. Elemen-elemen diri dalam sebuah konteks

komunikasi intrapersonal adalah sebagai berikut :

1. Konsep diri, adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri, biasanya

hal ini kita lakukan dengan penggolongan karakteristik sifat pribadi,

karakteristik sifat sosial, dan peran sosial.

2. Karakteristik sosial, adalah sifat-sifat yang ditampilkan ketika kita sedang

berhubungan dengan orang lain. Seperti contohnya, ramah atau ketus,

ekstrovert atau introvert, banyak bicara atau pendiam, penuh perhatian

atau tidak peduli, dan sebagainya.

3. Peran sosial, adalah bagaimana kita mendefinisikan hubungan sosial kita

dengan orang lain, seperti contohnya, ayah, istri, atau guru. Peran sosial

bisa juga terkait dengan budaya, etnik, atau agama.

4. Identitas diri yang berbeda, walaupun identititas yang dibahas lebih

(56)

individu bisa memiliki identitas diri yang berbeda, yang disebut multiple

selves. Pada dasarnya, kita memiliki dua identitas diri dalam diri kita

masing-masing, yaitu sebagai berikut :

a. Pertama, persepsi mengenai diri kita, dan persepsi mengenai orang lain

terhadap kita (meta persepsi), dan

b. Identitas berbeda juga dapat dilihat dari cara kita memandang „diri ideal‟ kita, maksudnya adalah ketika kita melihat siapa diri kita

„sebenarnya‟ dan di sisi lain, kita melihat ingin „menjadi apa‟ diri kita

(idealisasi diri).

Dalam komunikasi intrapersonal, terjadi pengolahan informasi yang

meliputi beberapa hal sebagai berikut :

a. Sensasi, berasal dari kata sense artinya alat pengindraan, yang menghubungkan organism dengan linkungannya. Menurut Benyamin B.

Wolman (1973 : 343) sensasi adalah pengalaman elementer yang segera,

tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis. atau konseptual, dan

terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera.

b. Persepsi, adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan

menafsirkan pesan. Menurut (Desiderato, 1976 : 129) persepsi adalah

proses memberikan makna pada sebuah informasi inderawi, tetapi tidak

hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan

Gambar

Gambar 2.1 Kandungan Rokok
Gambar 2.2
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Universitas Komputer Indonesia
Gambar 3.3 Tanda Larangan Merokok yang Ditempel pada Dinding Tembok Kampus
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui dan mendiskripsikan pelaksanaan kebijakan kampus sebagai kawasan tanpa rokok dan terbatas merokok di kampus “ Veteran “ Jawa

Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui alasan-alasan atau self-regulation perilaku berhenti merokok pada mahasiswa yang masih merokok sehubungan dengan keinginannya untuk

Hubungan tanggapan terhadap tanda larangan merokok dengan kepatuhan terhadap Kawasan Tanpa Rokok pada mahasiswa UDINUS menggunakan uji Korelasi Rank Spearman

Tujuan: Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang kawasan tanpa rokok dengan motivasi berhenti merokok pada mahasiswa

Teknis Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.. Kotler, Philip, dan Kevin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi mahasiswa terhadap peringatan bahaya merokok pada setiap kemasan rokok yaitu informan mengetahui peringatan tersebut,

Hasil dan pembahasan : Hasil wawancara mendalam dari 7 informan yang pernah mengalami masa relaps atau mengulang perilaku merokok setelah lebih dari 3 bulan

Kawasan Tanpa Rokok adalah tempat atau area yang dinyatakan dilarangnya kegiatan merokok Pada Perkantoran di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yaitu Taman,