• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Perusahaan Pasangan Usaha Dalam Perjanjian Pembiayaan Pola Bagi Hasil Pada Perusahaan Modal Ventura (Studi Pada Pt. Sarana Sumut Ventura)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertanggungjawaban Perusahaan Pasangan Usaha Dalam Perjanjian Pembiayaan Pola Bagi Hasil Pada Perusahaan Modal Ventura (Studi Pada Pt. Sarana Sumut Ventura)"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN PASANGAN USAHA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN POLA BAGI HASIL PADA

PERUSAHAAN MODAL VENTURA (Studi pada PT. Sarana Sumut Ventura)

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Yuristia Eka Erwanda 110200332

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN PASANGAN USAHA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN POLA BAGI HASIL PADA

PERUSAHAAN MODAL VENTURA (Studi pada PT. Sarana Sumut Ventura)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Yuristia Eka Erwanda 110200332

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

NIP. 196603031985081001 Dr. H. Hasim Purba,S.H.,M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. H. Hasim Purba,S.H.,M.Hum Mulhadi,S.H.,M.Hum

NIP. 196603031985081001 NIP. 197308042002121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

NAMA : YURISTIA EKA ERWANDA

NIM : 110200332

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

JUDUL SKRIPSI : PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN

PASANGAN USAHA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN POLA BAGI HASIL PADA PERUSAHAAN MODAL VENTURA (Studi pada PT. Sarana Sumut Ventura)

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa skripsi ini yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Maret 2015

(4)

i

ABSTRAK

Yuristia Eka Erwanda*) Hasim Purba**)

Mulhadi***)

Dalam dunia ekonomi penyertaan modal oleh perusahaan modal ventura sangat membantu dalam perkembangan usaha terutama terhadap usaha mikro kecil dan menengah serta perusahaan-perusahaan yang baru berdiri yang belum memiliki riwayat operasionil yang dapat menjadi catatan guna memperoleh suatu pinjaman. Penyertaan modal tersebut melalui perjanjian pembiayaan dengan pola bagi hasil yang dibuat secara baku dengan akta notaril. Permasalahan dalam penelitian ini adalah terkait dengan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pola bagi hasil modal ventura, pertanggungjawaban perusahaan pasangan usaha dalam perjanjian pola bagi hasil modal ventura, dan upaya-upaya hukum terhadap wanprestasi pada perjanjian pola bagi hasil modal ventura.

Masalah-masalah tersebut akan dijawab menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan dan metode penelitian yuridis empiris dengan meneliti data di lapangan dimana metode-metode ini bersifat deskriptif dengan analisis data secara kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hak dan kewajiban para pihak timbul karena adanya perjanjian bagi hasil modal ventura itu sendiri yang menerangkan apa-apa saja yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan oleh kedua belah pihak. Pertanggungjawaban perusahaan pasangan usaha bila terjadi wanprestasi yaitu membayar lunas seluruh atau sisa jumlah fasilitas dana dengan seketika dan sekaligus seluruhnya kepada perusahaan modal ventura. Dari beberapa alternatif penyelesaian apabila terjadi wanprestasi, dalam praktiknya perusahaan modal ventura lebih memilih bentuk penyelesaian dengan penyelamatan yang terdiri dari restructuring, reconditioning, rescheduling dan

injection daripada bentuk penyelesaian dengan take over, penjualan aset perusahaan, offsetting, dan legal action karena penyelamatan dianggap lebih efektif dan efisien.

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Pembimbing I

***) Dosen Pembimbing II

(5)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna penyelesaian studi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini adalah “PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN PASANGAN USAHA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN POLA BAGI HASIL PADA PERUSAHAAN MODAL VENTURA (Studi pada PT. Sarana Sumut Ventura)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan kepada pihak yang telah menjadi bagian penting selama penulis menjalani kehidupan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), yaitu :

1. Prof. Dr. Runtung, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum USU Medan.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum USU.

(6)

iii

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H.,M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum USU.

5. Bapak Dr. Hasim Purba S.H.,M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU dan Dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang penuh kesabaran membimbing penulis baik dalam studi maupun dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Mulhadi, S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan skripsi ini yang penuh kesabaran membimbing penulis baik dalam studi maupun dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Rafiqoh Lubis, S.H.,M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis.

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum USU yang telah mendidik dan memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum USU yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

9. Pegawai Administrasi Fakultas Hukum USU yang telah banyak membantu dalam proses administrasi mulai dari penulis masuk kuliah hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

(7)

iv

11. Teristimewa, kedua orangtuaku tercinta, Irwan Efendi, S.H.,M.Hum dan Ernita Harahap, S.H.,M.Si untuk segala doa, dukungan, nasehat, dan bimbingannya kepada penulis selama ini. Terimakasih ayah dan bunda untuk kesabaran dan segenap kasih sayang yang luar biasa.

12. Adik penulis, Yudika Dwi Erwanda yang telah memberikan doa dan dukungannya kepada penulis. Teruslah belajar dan raih cita-citamu setinggi langit.

13. Sahabat-sahabat tersayang yang telah mengisi hari-hari penulis dan telah memberi warna dalam hidup penulis, Charlene Fortuna Tania, Nurul Bashiroh, Rizky Novia Karolina, Sabrina Amanda Gultom, Samitha Andimas Putri, Arnold Halomoan Sihombing, Jekson Sempurna Pakpahan, Aan Febriyanto, Ashari Maulana Reza, dan Hengky Pranata Simanjuntak. Terimakasih untuk segala dukungan dan semangat dari kalian. Terimakasih juga karena selalu ada disaat penulis membutuhkan. Semoga persahabatan kita tetap terjaga sampai kapanpun. Teman-teman penulis, Dedy Syahputra Lubis, Rahmad Kharisman Nasution, dan Pranto Situmorang, Kayaruddin, Andana, Jhonny, Cardo, dan Hans. Terimakasih dukungannya dan terimakasih selalu menghibur penulis.

(8)

v

15. Kakak dan Abang senior serta Adik-adik junior yang telah banyak memberi bantuan selama penulis berkuliah di Fakultas Hukum USU.

16. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Medan, Maret 2015 Penulis

(9)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 10

E. Metode Penelitian ... 10

F. Keaslian Penulisan ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN MODAL VENTURA A. Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian ... 17

2. Unsur-Unsur Perjanjian ... 21

3. Asas-Asas Perjanjian ... 23

4. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian ... 28

B. Tinjauan Umum Modal Ventura 1. Pengertian Modal Ventura ... 38

2. Dasar Hukum Modal Ventura ... 42

3. Karakteristik Modal Ventura ... 44

4. Tujuan dan Manfaat Modal Ventura ... 47

(10)

vii

BAB III PERJANJIAN POLA BAGI HASIL MODAL VENTURA

A. Bentuk dan Isi Perjanjian Pola Bagi Hasil

Modal Ventura ... 59 B. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Pola Bagi Hasil

Modal Ventura ... 73 C. Peranan Jaminan dalam Perjanjian Pola Bagi Hasil

Modal Ventura ... 80

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN PASANGAN

USAHA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN POLA BAGI

HASIL PADA PERUSAHAAN MODAL VENTURA

A. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Pola bagi Hasil Modal Ventura ... 85 B. Pertanggungjawaban Perusahaan Pasangan Usaha dalam

Perjanjian Pola Bagi Hasil Modal Ventura ... 93 C. Upaya-Upaya Hukum Terhadap Wanprestasi Pada Perjanjian

Pola Bagi Hasil Modal Ventura ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 109 B. Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA

(11)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Persetujuan Riset Lampiran 2 Daftar Kuosioner

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia bisnis, merupakan dunia yang paling ramai dibicarakan di berbagai forum, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Ramainya pembicaraan masalah ini disebabkan, salah satu tolak ukur kemajuan suatu negara adalah dari kemajuan ekonominya dan tulang punggung dari kemajuan ekonomi, adalah dunia bisnis.1 Dalam perusahaan, modal sangatlah berperan penting demi berjalannya aktivitas produksi perusahaan, terlebih lagi modal merupakan hal yang sangat penting dalam suatu perusahaan yang baru berdiri.2

Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak pengusaha-pengusaha baru yang ingin memulai untuk merintis usaha di Indonesia. Namun proses mendirikan perusahaan tersebut dapat terhambat karena kurangnya modal atau dana untuk membiayai pelaksanaan usahanya. Untuk itu sangat diperlukan lembaga pembiayaan untuk membantu mengembangkan usahanya. Kegiatan pembiayaan atau penyertaan modal dalam era sekarang ini sudah tidak menjadi suatu hal yang baru lagi dalam pandangan masyarakat pemodal, hal itu dibuktikan dengan banyaknya lembaga-lembaga baik bank maupun lembaga keuangan yang menawarkan jasanya untuk kegiatan tersebut. Salah satu lembaga

1

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hal. 2

2

(13)

pembiayaan yang sedang bekembang dan dapat menjadi pilihan masyarakat bisnis adalah modal ventura.

Lembaga pembiayaan adalah salah satu bentuk usaha yang mempunyai peranan sangat penting dalam pembiayaan. Kegiatan lembaga pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan surat sanggup bayar. Oleh karena itu, lembaga pembiayaan juga berperan sebagai salah satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang perekonomian nasional.3

Keberadaan modal ventura dalam tatanan bisnis Indonesia diawali dengan dikeluarkannya peraturan yang mengatur tentang lembaga pembiayaan, yakni Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 (Keppres No. 61 Tahun 1988) yang dikeluarkan tanggal 20 Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menteri Keuangan (Kepmenkeu) No. 1251/KMK.013/1988 yang dikeluarkan tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Kedua peraturan tersebut kemudian dikenal atau disebut dengan Paket Desember 1988. Keppres No. 61 Tahun 1988 kemudian diganti dengan keluarnya Perpres No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, sedangkan Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 ditambah dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 468/KMK.017/1995 (Kepmenkeu No. 468/KMK.017/1995) tentang Perubahan Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga

3

(14)

Pembiayaan. Kemudian, pada tahun 1995 keluar Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 469/KMK.017/1995 (Kepmenkeu No. 469/KMK.017/1995) tentang Pendirian dan Pembinaan Usaha Modal Ventura. Akan tetapi peraturan tersebut tetap mengacu kepada peraturan mengenai lembaga pembiayaan sehingga Kepmenkeu No. 469/KMK.017/1995 menjadi lex spesialis, dan Perpres No. 9 Tahun 2009 dan Kepmenkeu No. 468/KMK.017/1995 menjadi

lex generalis untuk modal ventura.

Walaupun tidak terdapat ketentuan yang secara khusus mengatur pelaksanaan modal ventura, akan tetapi secara teoritis dan faktual, Munir Fuady berpendapat “Kegiatan Modal Ventura dari segi hukum telah di ‘back up’ (didukung) oleh tiga kelompok dasar hukum, yaitu (1) hukum perdata (khususnya tentang perikatan/kebebasan berkontrak), (2) hukum perseroan (corporate law) dan, (3) hukum administrasi. Ketentuan-ketentuan tersebut tersebar dalam berbagai peraturan perundangan”.4

Modal ventura sangat diperlukan dalam perekonomian Indonesia, terlebih dibutuhkan oleh perusahaan mikro, kecil dan menengah yang mengalami

Modal ventura adalah usaha yang melakukan pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan untuk jangka waktu tertentu (Pasal 1 angka 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan dan Pasal 1 huruf h Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan).

4

(15)

kesulitan untuk merintis usahanya dikarenakan kurangnya modal dan tidak dapat menerima kredit dari bank dikarenakan bentuk usahanya belum berbadan hukum. Selain itu modal ventura juga sangat dibutuhkan oleh perusahaan yang sedang mengalami kemunduran untuk membantu mengembangkan dan memajukan kembali perusahaannya.

Pihak yang terlibat di dalam modal ventura terbagi 2 (dua) yaitu Perusahaan Modal Ventura (PMV) dan Perusahaan Pasangan Usaha (PPU).

Perusahaan Modal Ventura adalah merupakan lembaga bisnis yang bertolak pada resiko tinggi (high risk) dan pengembalian investasi yang tinggi

(high return investmen) serta bukan suatu usaha yang spekulatif.5 Dikatakan mengandung resiko karena dalam investasi ini tidak menekankan pada aspek jaminan (collateral), melainkan pada prospek yang baik dan kelayakan dari usaha yang dibiayai tersebut.6

Pasal 1 huruf h Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1998 disebutkan bahwa perusahaan modal ventura adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal dalam suatu perusahaan pasangan usaha untuk jangka waktu tertentu. Peraturan tersebut juga menetapkan bahwa badan hukum yang dapat melakukan kegiatan pembiayaan harus dalam bentuk perseroan terbatas (PT) atau Koperasi. Adapun pengertian perusahaan pasangan usaha dapat ditemukan dalam Pasal 1 huruf I Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 yang menyatakan bahwa Perusahaan Pasangan Usaha adalah perusahaan yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal

5

Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 19

6

(16)

dari perusahaan modal ventura. Dalam kedua peraturan tersebut tidak ada ketentuan mengenai kualifikasi badan hukum perusahaan pasangan usaha, sehingga perusahaan pasangan usaha boleh saja perusahaan yang berbadan hukum maupun perusahaan pribadi yang bukan badan hukum (sole proprietorship). Dalam hal ini hubungan antara perusahaan modal ventura dengan perusahaan pasangan usaha, yaitu modal yang diberikan perusahaan modal ventura kepada perusahaan pasangan usaha bukan berupa pinjaman namun berupa penyertaan modal. Perusahaan modal ventura memberikan dana untuk selanjutnya dikelola oleh perusahaan pasanagn usaha, yang dimana perusahaan pasangan usaha mendapat keuntungan maka PMV juga akan mendapat keuntungan yang sama.

Pasal 4 Perpres No. 9 Tahun 2009 menyebutkan kegiatan usaha Perusahaan Modal Ventura (PMV) meliputi penyertaan saham (equity participation), penyertaan melalui pembelian obligasi konversi (quatie equity participation), dan pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha (profit/revenue sharing). Kegiatan-kegiatan usaha tersebut menjadi bentuk-bentuk penyertaan modal yang dipakai oleh perusahaan modal ventura di dalam pemberian modal ventura, namun di dalam praktik pelaksanaan modal ventura di Indonesia bentuk-bentuk penyertaan tersebut terbagi menjadi 2 (dua) bentuk penyertaan modal, yaitu penyertaan langsung (direct investment) dan penyertaan tidak langsung (indirect investment).7

Penyertaan langsung adalah pola pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan modal ventura dengan cara memberikan pembiayaan langsung kepada

7

(17)

perusahaan pasangan usaha yang sudah/akan berbentuk badan hukum dengan bertindak sebagai salah satu pemegang saham di perusahaan pasangan usaha.8

Penyertaan tidak langsung yaitu penyertaan modal oleh perusahaan modal ventura pada perusahaan pasangan usaha tidak dalam bentuk modal saham (equity), tetapi dalam bentuk obligasi konversi (convertible bond) atau partisipasi terbatas/bagi hasil (profit sharing).9 Obligasi konversi (semi equity financing) diartikan sebagai bentuk pembiayaan yang pada awalnya dalam bentuk hutang piutang yang kemudian nantinya dikonversikan menjadi saham.10 Pola pembiayaan bagi hasil (profit and loss sharing) adalah bentuk penyertaan oleh perusahaan modal ventura yang didasarkan pada prinsip-prinsip bagi hasil dalam suatu usaha bersama antara perusahaan modal ventura dan perusahaan pasangan usaha.11

Meskipun ada beberapa bentuk penyertaan modal yang ditawarkan oleh perusahaan modal ventura, namun dalam praktiknya bentuk pembiayaan dengan pola bagi hasil yang banyak dilakukan. Dipilihnya bentuk pembiayaan dengan pola bagi hasil ini disebabkan oleh latar belakang kondisi perusahaan pasangan usaha dan faktor keterbatasan dari perusahaan modal ventura. Perusahaan pasangan usaha pada umumnya merupakan usaha mikro, kecil dan menengah bentuk usahanya sebagian besar usaha perseorangan dan belum berbadan hukum. Dengan bentuk badan usaha yang demikian, perusahaan modal ventura tidak mungkin untuk melakukan penyertaan modal dalam bentuk saham atau obligasi

8

Ibid., hal. 31

9

Sunaryo, Op. Cit., hal. 33

10

Ibid., hal. 34

11

(18)

konversi. Di sisi lain, perusahaan modal ventura juga akan kesulitan mengingat masih adanya keterbatasan-keterbatasan, baik dari segi kemampuan dana maupun dari segi sumber daya manusianya, yang akan ditempatkan pada manajemen perusahaan pasangan usaha.12

Dengan mengambil hakikat penyertaan modal langsung adalah adanya pendapatan yang berasal dari pembagian keuntungan usaha maka perusahaan modal ventura merupakan jenis pembiayaan alternatif yang dikenal sebagai pola bagi hasil. Pembagian pendapatan dengan pola bagi hasil ini akan menimbulkan Praktik modal ventura diakui oleh Bank Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari adanya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Undang-undang Pokok Perbankan. Pengaturan mengenai kredit macet di dalam undang-undang tersebut membenarkan bank untuk menyertakan modalnya ke dalam perusahaan debitur, dengan ketentuan bahwa sampai jangka waktunya berakhir bank tersebut akan menarik kembali penyertaan modal tersebut. Kemiripan inilah yang mendasari bahwa modal ventura diakui oleh Bank Indonesia. Pengawasan dan pembinaan modal ventura dilakukan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia (Pasal 11 Perpres No. 9 Tahun 2009). Hal ini berbeda dengan lembaga pembiayaan lainnya yang pengawasannya dilakukan oleh Menteri Keuangan dengan dibantu oleh Bank Indonesia. Pengawasan dan pembinaan oleh Menteri Keuangan dilakukan dengan bentuk penyampaian laporan operasional dan laporan keuangan secara tahunan kepada Menteri Keuangan (Pasal 17 Kepmenkeu No.1251/KMK.013/1988).

12

(19)

tanggung jawab diantara kedua belah pihak yaitu antara perusahaan modal ventura dan perusahaan pasangan usaha, terlebih pada perusahaan pasangan usaha dimana pendapatan awal ada padanya.

Di dalam melakukan suatu perjanjian selalu berhadapan dengan risiko yang mungkin terjadi akibat pelaksanaan perjanjian tersebut. Risiko yang terjadi baik besar maupun kecil itu sebelumnya sudah harus diperhitungkan dan dipersiapkan untuk menghadapinya dan juga berusaha menanggulanginya. Namun adakalanya para pihak tidak mampu menghindarinya sehingga harus menanggungnya sesuai dengan ketentuan siapa yang wajib menanggungnya. Demikian juga dengan risiko dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama bagi hasil, terdapat berbagai risiko yang harus ditanggung para pihak.

Pada dasarnya, setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus dapat dilaksanakan dengan itikad baik dan bertanggung jawab. Mengingat praktik modal ventura ini merupakan perjanjian yang berisiko tinggi yang ditanggung oleh perusahaan modal ventura, maka perusahaan modal ventura dan perusahaan pasangan usaha dibuat suatu ikatan perjanjian yang merupakan perlindungan hukum atas perjanjian bagi hasil diantara mereka. Dari uraian tersebut, merupakan alasan yang mendorong penulis untuk mengambil judul skripsi “Pertanggung Jawaban Perusahaan Pasangan Usaha dalam Perjanjian Pembiayaan Pola

Bagi Hasil pada Perusahaan Modal Ventura (Studi pada PT. Sarana Sumut

(20)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka yang menjadi pokok permasalahannya adalah :

1. Bagaimanakah hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pola bagi hasil modal ventura ?

2. Bagaimanakah pertanggungjawaban perusahaan pasangan usaha dalam perjanjian pola bagi hasil modal ventura ?

3. Upaya-upaya hukum apakah yang dapat ditempuh apabila terjadi wanprestasi pada perjanjian pola bagi hasil modal ventura ?

C. Tujuan Penulisan

Setiap pelaksanaan suatu kegiatan penulisan memiliki tujuan yang akan dicapai dari penulisan tersebut. Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pola bagi hasil modal ventura.

2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban perusahaan pasangan usaha dalam perjanjian pola bagi hasil modal ventura.

(21)

D. Manfaat Penulisan

Bertitik tolak pada rumusan masalah yang dikemukakan, manfaat dari penulisan ini adalah :

1. Segi teoritis, hasil penulisan ini dapat menambah khasanah ilmu hukum di bidang keperdataan khususnya di dalam perjanjian pembiayaan dengan menggunakan lembaga modal ventura dengan sistem bagi hasil.

2. Segi praktis, hasil penulisan ini bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi para pihak yang berkepentingan tentang hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pola bagi hasil modal ventura, pertanggung jawaban perusahaan pasangan usaha dalam perjanjian pola bagi hasil modal ventura, upaya-upaya hukum yang dapat ditempuh apabila terjadi wanprestasi pada perjanjian pola bagi hasil modal ventura.

E. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian skripsi ini untuk mendapatkan data yang diperlukan dan untuk mendapatkan hasil karya ilmiah yang baik, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan atau data sekunder13

13

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 24

(22)

perundang-undangan dan bahan hukum lainnya.14 Sedangkan penelitian yuridis empiris adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan.15 Data primer adalah data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan. Perolehan data primer dari penelitian lapangan dapat dilakukan baik melalui pengamatan (observasi), wawancara ataupun penyebaran kuosioner.16

Sifat penelitian penulisan ini yaitu kualitatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitatif.17 Penelitian ini juga bersifat deskriptif . Bersifat deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti.18

Data sekunder yang dipergunakan terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer adalah bahan yang memiliki otoritas hukum, misalnya Undang, Kitab Undang-2. Sumber Data

a. Data Sekunder

14

Ibrahim Johni, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, 2005, hal. 336

15

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 2003, hal. 52

16

Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung, 2013, hal. 53

17

Saryono, Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta, 2010, hal.1

18

(23)

Undang Hukum Perdata, catatan resmi, risalah dalam suatu pembuatan perundang-undangan maupun putusan hakim.19

19

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 47

Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen tidak resmi, seperti buku-buku teks, karya tulis ilmiah, jurnal hukum dan beberapa sumber dari situs internet yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas. Bahan hukum tertier yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan primer dan bahan sekunder seperti kamus, ensiklopedia, biografi, dan lain-lain.

b. Data Primer

Data primer diperoleh melalui penelitian lapangan dan akan dikumpulkan dengan wawancara langsung dengan pihak yang terkait dengan penelitian. 3. Alat Pengumpulan Data

Adapun pengumpulan data dilakukan sebagai berikut : a. Library research (Penelitian Kepustakaan)

(24)

b. Field Research (Penelitian Lapangan)

Penulis pada sistem penulisan skripsi ini berusaha mencari data seakurat-akuratnya pada pihak yang mengadakan sistem perjanjian pola bagi hasil menggunakan lembaga modal ventura yaitu PT. Sarana Sumut Ventura.

4. Analisis Data

Dalam penyusunan skripsi ini data yang diperoleh akan dianalisis dengan metode kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang maupun perilaku yang dapat diamati.20 Metode kualitatif bertujuan untuk menginterprestasikan secara kualitatif tentang pendapat atau tanggapan responden dan narasumber, kemudian mendeskripsikannya secara lengkap dan mendetail aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang selanjutnya dianalisis untuk mengungkapkan kebenaran dan memahami kebenaran tersebut.21

Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di Kepustakaan Universitas Sumatera Utara, maka penulisan dengan judul

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN PASANGAN USAHA

DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN POLA BAGI HASIL PADA

PERUSAHAAN MODAL VENTURA, belum pernah ada yang melakukan

penulisan dengan judul ini sebelumnya. Dengan demikian, maka dari segi

F. Keaslian Penulisan

20

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 4

21

(25)

keilmuan penulisan ini dapat dikatakan asli, sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan obyektif serta terbuka. Namun, sudah ada yang pernah meneliti tentang modal ventura. Penelitian-penelitian tentang modal ventura di Kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara antara lain :

Diana Febrina Lubis (2003) Prinsip Bagi Hasil pada Perjanjian Perusahaan Modal Ventura (Suatu Penelitian di Kota Medan) permasalahan dalam perjanjian ini adalah 1) bagaimana prinsip serta jenis perjanjian pembiayaan pada perjanjian pembiayaan modal ventura? 2) bagaimana kedudukan hukum para pihak dalam perjanjian pembiayaan modal ventura? 3) faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya sengketa dalam perjanjian pembiayaan modal ventura dan bagaimana cara menyelesaikan sengketa tersebut.

Amelia Silvanny (2011) Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Perusahaan Modal Ventura dan Perusahaan Pasangan Usaha, permasalahan dalam penelitian ini antara lain : 1) Bagaimanakah bentuk perjanjian antara perusahaan modal ventura dan perusahaan pasangan usaha? 2) Bagaimanakah kedudukan para pihak dalam perjanjian bagi hasil antara perusahaan modal ventura dan perusahaan pasangan usaha? 3) Bagaimanakah cara penyelesaian wanprestasi bagi para pihak dalam perjanjian bagi hasil antara perusahaan modal ventura dan perusahaan pasangan usaha?

(26)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada skripsi ini disusun atas lima bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab, yaitu :

Bab I Pendahuluan menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan, keaslian penulisan.

Bab II Tinjauan Umum Perjanjian dan Modal Ventura menguraikan beberapa teori tentang perjanjian, yang terdiri dari pengertian, unsur-unsur, asas-asas, dan syarat-syarat sahnya perjanjian. Selain itu juga menguraikan tentang modal ventura, yang terdiri dari pengertian, dasar hukum, karakteristik, tujuan dan manfaat serta jenis-jenis pembiayaan modal ventura.

Bab III Perjanjian Pola Bagi Hasil Modal Ventura menguraikan tentang mekanisme perjanjian pola bagi hasil yaitu meliputi bentuk dan isi perjanjian pola bagi hasil dan pihak-pihak dalam perjanjian pola bagi hasil, dan peranan jaminan dalam perjanjian pola bagi hasil.

(27)
(28)

17

BAB II

TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN MODAL VENTURA

A. Tinjauan Umum Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

overeenkomst. Dalam menerjemahkan kedua istilah tersebut dalam bahasa Indonesia, terdapat perbedaan antar para sarjana hukum Indonesia.22

Kata “overeenkomst” diterjemahkan dengan menggunakan istilah perjanjian maupun persetujuan. Mengenai kata perjanjian ini ada beberapa pendapat yang berbeda. Menurut Wiryono Projodikoro, mengartikan perjanjian dari kata “verbintenis”, sedangkan kata “overeenkomst” diartikan dengan kata persetujuan.23

Sedangkan menurut R. Subekti, “verbintenis” diartikan sebagai perutangan atau perikatan, sedangkan “overeenkomst” diartikan sebagai persetujuan atau perjanjian.24

22

R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, 1976, (selanjutnya disingkat R. Subekti I) hal. 3

23

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur Bandung, Bandung, 1981,(selanjutnya disingkat Wirjono Prodjodikoro I) hal. 11

24

R. Subekti I, Op.Cit, hal. 12-13

(29)

untuk memenuhi tuntutan tersebut. Sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.25

Menurut Abdulkadir Muhammad, perikatan adalah hubungan hukum, hubungan hukum itu timbul karena adanya peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, kejadian, keadaan dalam lingkup harta kekayaan.26

Mengenai pengertian perjanjian ini, J. Satrio mengemukakan pendapatnya bahwa, perjanjian adalah peristiwa yang menimbulkan dan berisi ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban antara dua pihak atau dengan perkataan lain bahwa perjanjian berisi perikatan.27

Demikian pula Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.28

Perjanjian atau perikatan, menurut Mariam Darus, adalah suatu hubungan yang terjadi antara dua orang atau lebih, yang terletak dalam bidang harta kekayaan, dengan mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.29

25

R. Subekti , Hukum Perjanjian , PT Intermasa , Jakarta, 1985 (selanjutnya disingkat R. Subekti II) hal. 1

26

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal. 199

27

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian., PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 5

28

Wirjono Prodjodikoro I, Op.Cit., hal. 7

29

(30)

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dari peristiwa ini, muncul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatanya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian, adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan. Perjanjian, adalah sumber perikatan.30

Menurut R. Setiawan, definisi tersebut belum lengkap, karena menyebutkan perjanjian sepihak saja dan juga sangat luas karena dengan dipergunakannya perbuatan tersebut harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum. Menambahkan perkataan “saling mengikatkan diri” dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Sehingga, perumusannya menurut beliau menjadi, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.31

Dengan memperhatikan beberapa pengertian perjanjian sebagaimana tertera di atas terlihat bahwa perjanjian selalu melahirkan hak dan kewajiban. Perjanjian merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum yang menimbulkan akibat hukum. Hal tersebut tidak timbul dengan sendirinya, tetapi

30

R. Subekti II, Loc.Cit.

31

(31)

karena adanya tindakan hukum dari subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban. Jadi, perjanjian lahir sebagai akibat dari suatu proses perbuatan atau tindakan para pihak yang terkait di dalamnya. Dengan didasarkan kepada suatu persetujuan, para pihak berjanji untuk saling mengikatkan diri untuk mewujudkan tujuan tertentu. Dalam hal demikian, perjanjian selalu disandarkan pada adanya persetujuan atau kesepakatan dari para pihak. Perjanjian yang lahir dari persetujuan terjadi apabila ada suatu penawaran dari salah satu pihak yang diikuti oleh suatu penerimaan dari pihak lain. Apa yang diterima, haruslah cocok dengan apa yang ditawarkan. Ini terutama mengenai tujuan dari suatu persetujuan. Tujuan ini dapat diucapkan secara tegas (uit drukkelijk) atau dapat juga secara diam-diam (stilzigend).32

Setiap mengadakan hubungan hukum harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Jika kesepakatan itu tidak tercapai, maka tidak akan tercapai suatu hubungan hukum. Dalam hal ini, menurut Subekti, yang mengadakan perjanjian harus setuju mengenai hal-hal yang pokok, apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain secara timbal balik.33

III : Perikatan yang lahir dari undang-undang

Perihal hukum perjanjian sebagai termuat dalam Buku III KUH Perdata yang berjudul tentang perikatan, yang keseluruhannya terdiri atas delapan belas bab (Bab I sampai dengan Bab XVIII). Bab I sampai dengan IV mengatur tentang: I : Perikatan pada umumnya

II : Perikatan yang lahir dari perjanjian

32

Wirjono Prodjodikoro I , Op.Cit., hal. 23

33

(32)

IV : Mengatur tentang hapusnya perikatan

Sedangkan Bab V sampai dengan Bab XVIII mengatur tentang perjanjian-perjanjian khusus yang merupakan tipe-tipe dari perjanjian-perjanjian-perjanjian-perjanjian yang selalu terjadi dalam masyarakat dan lazim disebut perjanjian bernama.

Kalau diperhatikan dari hal perikatan dalam Buku III antara yang diatur pada Bab I sampai dengan Bab IV adalah mengatur tentang pokok-pokok perikatan, sedangkan Bab V sampai dengan Bab XVIII memuat pembahasan lebih lanjut, kadang-kadang pengulangan dari bahagian umum. Jadi bahagian umum dari Buku III tersebut pada dasarnya berlaku terhadap semua perjanjian, baik perjanjian bernama maupun yang tidak bernama. Misalnya Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatur syarat-syarat sahnya perikatan, haruslah diberlakukan pada semua perjanjian yang ada dalam Bab V sampai Bab XVIII.

2. Unsur-Unsur Perjanjian

Jika suatu perjanjian diamati dan diuraikan lebih lanjut, maka di dalam suatu perjanjian terdapat unsur-unsur yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:34

b. Unsur Naturalia, adalah unsur perjanjian yang oleh Undang-undang diatur, tetapi oleh para pihak dapat disingkirkan atau diganti. Di sini, unsur tersebut a. Unsur Esensialia, yaitu unsur perjanjian yang selalu harus ada di dalam suatu perjanjian, unsur mutlak, di mana tanpa adanya unsur tersebut, perjanjian tak mungkin ada.

34

(33)

oleh Undang-undang diatur dengan hukum yang mengatur atau menambah (regelend atau aanvullend recht).

c. Unsur Accidentalia, adalah unsur perjanjian yang ditambahkan oleh para pihak, Undang-undang sendiri tidak mengatur tentang hal tersebut. Di dalam suatu perjanjian jual-beli, benda-benda pelengkap tertentu bisa dikecualikan.

Selain unsur-unsur tersebut, ada unsur-unsur lainnya dari beberapa rumusan pengertian perjanjian, yaitu:35

35

Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung, Bandung, 1993 (selanjutnya disingkat Wirjono Prodjodikoro II), hal. 9

1) Adanya pihak-pihak

Pihak yang dimaksudkan, adalah paling sedikit harus ada dua orang, para pihak bertindak sebagai subyek perjanjian tersebut. Subyek bisa terdiri dari manusia atau badan hukum. Dalam hal para pihak terdiri dari manusia, maka orang tersebut harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan hubungan hukum.

2) Adanya persetujuan para pihak

Para pihak sebelum membuat perjanjian atau dalam membuat suatu perjanjian haruslah diberikan keduanya, hal ini dapat disebut dengan asas konsensualitas suatu perjanjian. Konsensus harus ada tanpa disertai paksaan, tipuan, dan keraguan.

3) Adanya tujuan yang akan dicapai

Suatu perjanjian harus mempunyai satu atau beberapa tujuan yang hendak dicapai, dan dengan perjanjian itulah tujuan tersebut ingin dicapai atau dengan sarana perjanjian tersebut suatu tujuan ingin mereka capai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain, yang dalam hal ini mereka selaku subyek dalam perjanjian tersebut.

4) Adanya prestasi yang dilaksanakan

Para pihak dalam perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling berlawanan. Apabila pihak yang satu dengan yang lain, hal tersebut adalah merupakan hak dan begitu pula sebaliknya. 5) Adanya syarat-syarat tertentu

(34)

6) Adanya bentuk tertentu

Perjanjian menurut bentuknya dapat dibuat secara lisan maupun tertulis, dalam hal suatu perjanjian dibuat secara tertulis yang dibuat dalam bentuk akta otentik maupun di bawah tangan.

3. Asas-Asas Perjanjian

Dalam hukum perjanjian berlaku beberapa asas. Asas-asas hukum perjanjian terdapat dalam Buku III KUH Perdata, yaitu :

a. Asas kebebasan berkontrak

Maksudnya, adalah bahwa setiap orang bebas mengadakan perjanjian. Hal ini dikarenakan hukum perjanjian menganut sistem terbuka, yaitu memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Setiap orang bebas untuk mengadakan suatu perjanjian yang berupa apa saja, baik itu bentuknya, isinya serta pada siapa perjanjian itu hendak ditujukan.

Asas ini merupakan kesimpulan dari isi Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Tujuan dari pasal di atas, bahwa pada umumnya suatu perjanjian itu dapat dibuat secara bebas untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapapun, bebas untuk menentukan bentuknya maupun syarat-syarat, dan bebas untuk menentukan bentuknya tertulis maupun tidak tertulis.

(35)

Undang-undang. Kebebasan berkontrak dari para pihak untuk membuat perjanjian itu meliputi :

1) Perjanjian yang telah diatur oleh Undang-Undang;

2) Perjanjian-perjanjian baru atau campuran yang belum diatur dalam Undang- undang.

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang paling penting dalam hukum perjanjian, karena dari asas inilah tampak adanya pernyataan dan ungkapan hak asasi manusia dalam mengadakan perjanjian sekaligus memberikan peluang bagi perkembangan hukum perjanjian. Selain itu asas ini juga merupakan dasar dari hukum perjanjian. Asas kebebasan berkontrak tidak tertulis dengan kata-kata yang banyak dalam Undang-undang, tetapi seluruh hukum perdata kita didasarkan padanya.36

Perjanjian harus didasarkan pada konsensus atau kesepakatan dari pihak-pihak yang membuat perjanjian. Dengan asas konsensualisme, perjanjian dikatakan telah lahir jika ada kata sepakat atau persesuaian kehendak diantara para pihak yang membuat perjanjian tersebut.

b. Asas konsensualisme

37

Menurut Subekti, arti dari Asas Konsensualisme (Konsensualitas) adalah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Dengan perkataan lain,

36

Purwahid Patrik, Asas Itikad Baik dan Kepatutan dalam Perjanjian, Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 1986, hal. 4

37

(36)

perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan sesuatu formalitas.38

… pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat, dan arenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata.

Dapat dikatakan bahwa perjanjian-perjanjian itu pada umumnya merupakan perjanjian konsensuil, dengan pengecualian terkait dengan sahnya suatu perjanjian, dimana perjanjian itu diharuskan dibuat secara tertulis (misalnya perjanjian perdamaian) atau dengan akta notaris (misalnya penghibahan barang tetap).

Asas Konsensualisme adalah ketentuan umum yang melahirkan perjanjian konsensuil. Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Asas Konsensualisme memperlihatkan bahwa :

39

38

R. Subekti II, hal. 15

39

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, RajaGrafindo Persada, 2006, hal. 34

c. Asas kekuatan mengikat atau asas Pacta Sunt Servanda

(37)

Dengan adanya konsensus dari para pihak itu, maka kesepakatan itu menimbulkan kekuatan mengikat perjanjian sebagaimana layaknya undang-undang (pacta sunt servanda). Apa yang dinyatakan seseorang dalam suatu hubungan menjadi hukum bagi mereka. Asas inilah yang menjadi kekuatan mengikatnya perjanjian. Ini bukan kewajiban moral, tetapi juga kewajiban hukum yang pelaksanaannya wajib ditaati.40

Itikad baik yang dimaksud dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata tidak harus diinterpretasikan secara gramatikal, bahwa itikad baik tersebut hanya muncul pada tahap pelaksanaan perjanjian saja. Itikad baik harus dilihat sebagai keseluruhan proses kontraktual, artinya itikad baik harus melandasi hubungan para pihak pada keseluruhan tahap perjanjian. Dengan demikian fungsi itikad baik 4. Asas itikad baik

Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan bahwa “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

Pengertian itikad baik menurut Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata bersifat dinamis. Dinamis disini dapat diartikan bahwa perbuatan harus dilaksanakan dengan kejujuran yang berjalan dalam hati sanubari seorang manusia. Manusia sebagai anggota masyarakat harus jauh dari sifat yang merugikan pihak lain, atau mempergunakan kata-kata yang membingungkan pada saat kedua belah pihak membuat suatu perjanjian. Para pihak dalam suatu perjanjian tidak boleh mempergunakan kelalaian pihak lain untuk menguntungkan diri pribadi.

40

(38)

yang dimaksud disini bersifat dinamis karena melingkupi keseluruhan proses perjanjian tersebut.41

Arrest H.R. di Negeri Belanda memberikan peranan tertinggi terhadap itikad baik dalam tahap praperjanjian bahkan kesesatan ditempatkan di bawah asas itikad baik, bukan lagi pada teori kehendak. Begitu pentingnya itikad baik tersebut sehingga dalam perundingan-perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh itikad baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak atau masing-masing pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan itikad baik.42

41

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hal. 139

42

Ahmadi Miru., Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hal. 5

(39)

Kedua keputusan tersebut menunjukkan bahwa itikad baik menguasai para pihak pada periode praperjanjian, yaitu dengan memerhatikan kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain.43

Walaupun itikad baik para pihak dalam perjanjian sangat ditekankan pada tahap praperjanjian, secara umum itikad baik harus selalu ada pada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat diperhatikan oleh pihak lainnya.44

Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan. Pada dasarnya sebelum para pihak sampai pada kesepakatan mengenai hal-hal tersebut, maka salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut akan menyampaikan terlebih dahulu suatu bentuk pernyataan mengenai apa yang dikehendaki oleh pihak tersebut dengan segala macam persyaratan yang mungkin dan diperkenankan oleh hukum untuk disepakati oleh para pihak. Pernyataan yang disampaikan tersebut dikenal dengan nama “penawaran”. Jadi penawaran itu berisikan kehendak dari salah satu atau lebih

4. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, terdapat 4 (empat) syarat untuk menentukan sahnya perjanjian, yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

43

Ibid., hal. 6

44

(40)

pihak dalam perjanjian, yang disampaikan kepada lawan pihaknya, untuk memperoleh persetujuan dari lawan pihaknya tersebut. Pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran selanjutnya harus menentukan apakah ia akan menerima penawaran yang disampaikan oleh pihak yang melakukan penawaran tersebut. Dalam hal pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran menerima penawaran yang diberikan, maka tercapailah kesepakatan tersebut. Sedangkan jika pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran tidak menyetujui penawaran yang disampaikan tersebut, maka ia dapat mengajukan penawaran balik, yang memuat ketentuan-ketentuan yang dianggap dapat dipenuhi atau yang sesuai dengan kehendaknya yang dapat dilaksanakan dan diterima olehnya. Dalam hal yang demikian maka kesepakatan belum tercapai. Keadaan tawar menawar ini akan terus berlanjut hingga pada akhirnya kedua belah pihak mencapai kesepakatan mengenai hal-hal yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh para pihak dalam perjanjian tersebut. Saat penerimaan yang paling akhir dari serangkaian penawaran atau bahkan tawar menawar yang disampaikan dan dimajukan oleh para pihak, adalah saat tercapainya kesepakatan. Hal ini adalah benar untuk perjanjian konsensuil, dimana kesepakatan dianggap terjadi pada saat penerimaan dari penawaran yang disampaikan terakhir.45

45

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit., hal. 95-96

(41)

Beberapa contoh yang dapat dikemukakan, sebagai cara terjadinya kesepakatan/terjadinya penawaran dan penerimaan adalah:

1) dengan cara tertulis; 2) dengan cara lisan;

3) dengan simbol-simbol tertentu; bahkan 4) dengan berdiam diri.

Berdasarkan berbagai cara terjadinya kesepakatan tersebut di atas, secara garis besar terjadinya kesepakatan dapat terjadi secara tertulis atau tidak tertulis, yang mana kesepakatan yang terjadi secara tidak tertulis tersebut dapat berupa kesepakatan lisan, simbol-simbol tertentu, atau diam-diam.

Seseorang yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan baik dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta autentik.46

46

Ahmadi Miru., Op.Cit., hal. 14

Kesepakatan secara lisan merupakan bentuk kesepakatan yang banyak terjadi dalam masyarakat, namun kesepakatan secara lisan ini kadang tidak disadari sebagai suatu perjanjian padahal sebenarnya sudah terjadi perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak lainnya, misalnya seorang membeli keperluan sehari-hari di toko maka tidak perlu ada perjanjian tertulis, tetapi cukup dilakukan secara lisan antara para pihak.

(42)

Kesepakatan dapat pula terjadi dengan hanya berdiam diri, misalnya dalam hal perjanjian pengangkutan. Jika kita mengetahui jurusan mobil-mobil penumpang umum, kita biasanya tanpa bertanya mau ke mana tujuan mobil tersebut dan berapa biayanya, tetapi kita hanya langsung naik dan bila sampai di tujuan kita pun turun dan membayar biaya sebagaimana biasanya sehingga kita tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun kepada sopir mobil tersebut, namun pada dasarnya sudah terjadi perjanjian pengangkutan.47

47

Ibid., hal. 16

Berdasarkan syarat sahnya perjanjian tersebut di atas, khususnya syarat kesepakatan yang merupakan penentu terjadinya atau lahirnya perjanjian, berarti bahwa tidak adanya kesepakatan para pihak, tidak terjadi kontrak. Akan tetapi, walaupun terjadi kesepakatan para pihak yang melahirkan perjanjian, terdapat kemungkinan bahwa kesepakatan yang telah dicapai tersebut mengalami kecacatan atau yang biasa disebut cacat kehendak atau cacat kesepakatan sehingga memungkinkan perjanjian tersebut dimintakan pembatalan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh perjanjian tersebut.

Cacat kehendak atau cacat kesepakatan dapat terjadi karena terjadinya hal-hal diantaranya :

1) kekhilafan atau kesesatan; 2) paksaan;

3) penipuan; dan

(43)

Tiga cacat kehendak yang pertama diatur dalam BW sedangkan cacat kehendak yang terakhir tidak diatur dalam BW, namun lahir kemudian dalam perkembangan hukum kontrak.48

Penyalahgunaan keadaan terjadi jika pihak yang memiliki posisi yang kuat (posisi tawarnya) dari segi ekonomi maupun psikologi menyalahgunakan keadaan sehingga pihak lemah menyepakati hal-hal yang memberatkan baginya.

Ketiga cacat kehendak tersebut diatur dalan Pasal 1321 dan Pasal 1449 KUH Perdata.

Kekhilafan terjadi jika salah satu pihak keliru tentang apa yang diperjanjikan, namun pihak lain membiarkan pihak tersebut dalam keadaan keliru.

Paksaan terjadi jika salah satu pihak memberikan kesepakatannya karena ditekan (dipaksa secara psikologis), jadi yang dimaksud dengan paksaan bukan paksaan fisik karena jika yang terjadi adalah paksaan fisik pada dasarnya tidak ada kesepakatan.

Penipuan terjadi jika salah satu pihak secara aktif memengaruhi pihak lain sehingga pihak yang dipengaruhi menyerahkan sesuatu atau melepaskan sesuatu.

49

3) Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat perjanjian tertentu.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Tidak cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adalah : 1) Anak yang belum dewasa;

2) Orang yang ditaruh dibawah pengampuan;

50

48

Ibid., hal. 17

49

(44)

Orang yang belum dewasa (minderjarige) adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin (Pasal 330 ayat 1 KUH Perdata). Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa (Pasal 330 ayat 2 KUH Perdata). Orang-orang yang belum dewasa apabila memenuhi syarat-syarat tertentu dapat mohon pendewasaan agar mereka dapat melakukan tindakan hukum.

Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan adalah orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau gelap mata, meskipun kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya dan pemboros (Pasal 433 KUH Perdata). Apabila akan menggunakan kewenangan hukumnya, maka bagi orang-orang yang belum dewasa diwakili oleh orang-orang tua atau walinya, sedangkan bagi orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan harus diwakili Pengampu/Curatornya, bagi perempuan yang sudah kawin diwakili oleh suaminya. Namun dengan berlakunya UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, maka Pasal 1330 KUH Perdata sub 3 ini (orang-orang perempuan yang sudah berkeluarga tidak cakap bertindak dalam hukum), tidak berlaku lagi. Karena menurut UU No. 1 Tahun 1974 tersebut masing-masing fihak (suami-istri) berhak melakukan perbuatan hukum (Pasal 31 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974).

Dari uraian di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa seseorang telah bertindak dalam hukum/cakap bertindak dalam hukum (handelingsbekwaam) apabila sudah dewasa dan tidak ditaruh di bawah

50

(45)

pengampuan. Sedangkan kedewasaan (meerderjarige) dapat dicapai dengan: telah genap berumur 21 tahun, karena perkawinan, dan karena pendewasaan/handelichting.51

Secara sepintas, dengan rumusan “pokok perjanjian berupa barang yang telah ditentukan jenisnya” tampaknya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya menekankan pada perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu. Namun demikian jika kita perhatikan lebih lanjut, rumusan tersebut hendak menegaskan kepada kita semua bahwa apapun jenis perikatannya, baik itu perikatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hendak menjelaskan, bahwa semua jenis perikatan tersebut pasti melibatkan keberadaan atau eksistensi dari suatu kebendaan yang tertentu.

c. Suatu hal tertentu

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan maksud hal tertentu, dengan memberikan rumusan dalam Pasal 1333 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi sebagai berikut : “Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok perjanjian berupa suatu kebendaan yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah kebendaan tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung”.

52

Hal tertentu adalah hal yang merupakan obyek dari suatu kontrak. Terdapat beberapa syarat yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan terhadap obyek tertentu dari suatu kontrak, khususnya jika obyek kontrak tersebut

51

Komariah, Hukum Perdata, UMM Press, Malang, 2010, hal. 25

52

(46)

berupa barang, yaitu : (1) merupakan barang yang dapat diperdagangkan, (2) pada saat kontrak dibuat, barang telah dapat ditentukan jenisnya, (3) jumlah barang tersebut tidak boleh tertentu, (4) boleh merupakan barang yang aka nada di kemudian hari, (5) bukan merupakan barang yang termasuk ke dalam warisan yang belum terbuka.53

Istilah halal bukanlah lawan kata haram dalam dalam hukum Islam, tetapi yang dimaksud sebab yang halal adalah bahwa isi kontrak tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

d. Suatu sebab yang halal

54

53

Munir Fuady, Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, (selanjutnya disingkat Munir Fuady II) hal. 37

54

Ahmadi Miru., Op.Cit., hal. 30

Sebab yang halal diatur dalam pasal 1335 hingga Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa : “Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan”.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan pengertian atau definisi dari “sebab” yang dimaksud dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hanya saja dalam pasal 1335 Kitab Undan-Undang Hukum Perdata. Dijelaskan bahwa yang disebut dengan sebab yang halal adalah :

(47)

Dalam Pasal 1336 Kitab Undang-Undang Hukum perdata dinyatakan lebih lanjut bahwa: “ Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang tidak terlarang, atau jika ada sebab lain selain daripada yang dinyatakan itu, perjanjian itu adalah sah”.

(48)

pertanggungjawabannya agar perikatan yang terbentuk dari perjanjian tersebut dapat dilaksanakan.

Dengan membatasi sendiri, rumusan mengenai sebab yang halal menjadi hanya sebab yang tidak terlarang, Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa : “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”

Dalam rumusan yang sedemikian pun sesungguhnya undang-undang tidak memberikan batasan mengenai makna sebab yang tidak terlarang. Melalui rumusan negatif mengenai sebab yang terlarang, undang-undang juga tidak menjelaskan bagaimana alasan atau sebab yang menjadi dasar pembentukan suatu perjanjian dapat digali atau ditetapkan hingga memang benar bahwa sebab itu adalah terlarang.55

Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, digolongkan ke dalam:

1) dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif), dan

2) dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif).

55

(49)

yang merupakan obyek yang diperjanjikan, dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdpat pelanggaran terhadap unsur subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur obyektif), dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.56

Istilah modal ventura merupakan terjemahan dari terminologi bahasa Inggris yaitu Venture Capital. Venture sendiri berarti usaha mengandung risiko, sehingga modal ventura banyak yang mengartikan sebagai penanaman modal yang mengandung risiko pada suatu usaha atau perusahaan,

B. Tinjauan Umum Modal Ventura

1. Pengertian Modal Ventura

57

atau dapat pula diartikan sebagai usaha. Secara sempit, modal ventura dapat diartikan sebagai modal yang ditanamkan pada usaha yang mengandung risiko dengan tujuan memperoleh pendapatan berupa bunga atau deviden.58

Modal Ventura, adalah suatu pembiayaan oleh perusahaan modal ventura (investor) dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang

56

Ibid., hal 93-94

57

Hasanuddin Rahman, Segi-Segi Hukum dan Manajemen Modal Ventura serta Pemikiran Alternatif ke Arah Model Modal Ventura yang Sesuai dengan Kultur Bisnis di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 11

58

(50)

menerima bantuan pembiayaan (perusahaan pasangan usaha) untuk jangka waktu tertentu, di mana setelah jangka waktu tersebut lewat, pihak investor akan melakukan divestasi atas saham-sahamnya itu.59

Dalam Dictionary of Business terms, disebutkan bahwa modal ventura adalah suatu sumber pembiayaan yang penting untuk memulai suatu perusahaan yang melibatkan risiko investasi tetapi juga menyimpan potensi keuntungan di atas keuntungan rata-rata dari investasi dalam bentuk lain. Karena itu, modal ventura disebut juga sebagai risk capital”.60

Clinton Richardson mendefinisikan modal ventura sebagai sejumlah dana yang diinvestasikan ke dalam perusahaan pasangan usaha yang cukup beresiko tinggi bagi investor. Perusahaan pasangan usaha tersebut biasanya dalam kondisi tidak memungkinkan mendapatkan kredit bank, dan perusahaan modal ventura biasanya mengharapkan return yang tinggi, sehingga memerlukan perusahaan pasangan usaha yang benar-benar mempunyai prospek yang bagus. Perusahaan modal ventura biasanya memberikan juga bantuan management untuk memberikan nilai tambah terhadap investasinya.61

Menurut Neil Cross, dalam bukunya O. P. Simorangkir, yang dimaksud dengan modal ventura adalah suatu pembiayaan yang mengandung risiko, biasanya dilakukan dalam bentuk partisipasi modal terhadap perusahaan-perusahaan yang mempunyai potensi berkembang yang tinggi. Dan perusahaan-perusahaan modal ventura menyediakan beberapa nilai tambah dalam bentuk masukan

59

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002 (selanjutnya disingkat Munir Fuady III) hal. 125

60

Munir Fuady I, Op.Cit., hal. 109

61

(51)

manajemen dan memberikan kontribusinya terhadap keseluruhan strategi perusahaan yang bersangkutan. Risiko yang relatif tinggi ini akan dikompensasikan dengan kemungkinan hasil yang tinggi pula, yang biasanya didapatkan melalui keuntungan yang didapat dari hasil penjualan dan penanaman modal yang bersifat jangka menengah.62

Kadarisman menyebutkan pengertian tentang modal ventura sebagai suatu usaha pembiayaan yang mengandung risiko kepada pembentukan suatu bisnis baru, untuk pelunasan ataupun refinancing. Sedangkan bisnis yang dibiayai dapat berupa pertanian, industri kecil dan bahkan jasa-jasa.63

Menurut Dipo, modal ventura adalah suatu dana usaha dalam bentuk saham atau pinjaman yang bisa dialihkan menjadi saham. Dana tersebut bersumber dari perusahaan modal ventura yang mengharapkan keuntungan dari investasinya tersebut.64

Suharsono Sagir memberikan pengertian modal ventura, yaitu sebagai suatu tindakan masyarakat atau individu pemilik dana yang berani mengambil resiko dalam bentuk investasi atau pemilikan saham dengan ikut serta dalam kegiatan operasional usaha.65

Kemudian ada yang menyebut modal ventura sebagai aktivitas pembiayaan yang bersifat risk capital kepada seorang individu atau suatu

62

O. P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hal. 170

63

KPHN Hoediono Kadarisman, Modal Ventura Alternatif Pembiayaan Usaha Masa Depan, IBEC, Jakarta, hal. 144

64

Handowo Dipo, Sukses Memperoleh Dana Usaha Dengan Tinjauan Khusus Modal Ventura, Graffiti, Jakarta, 1993, hal. 10

65

(52)

perusahaan yang mempunyai gagasan, akan tetapi tanpa disertai jaminan seperti halnya pinjaman pada perbankan. Dasarnya terutama keyakinan pada kekuatan gagasan seorang wirausaha. Risiko investasi dipikul oleh perusahaan modal ventura.66

Dari berbagai pengertian atau definisi tentang modal ventura tersebut di atas, lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa :

Di dalam Pasal 1 ayat (11) Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan menyatakan, bahwa perusahaan modal ventura adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan untuk jangka waktu tertentu. Definisi yang sama diulang kembali dalam Pasal 1 huruf (h) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

67

66

Hasan dan Hasani Hamid, Pengembangan Kemitraan Usaha dengan Pola Perusahaan Modal Ventura, Bahan Seminar, PT. Sarana Jambi Ventura, Jambi, hal.5

67

Munir Fuady III, Op.Cit., hal. 17

a. Pembiayaan modal ventura terutama diberikan kepada perusahaaan yang baru mulai tumbuh dan biasanya belum mendapat kepercayaan oleh lembaga perbankan untuk memperoleh kredit bank.

b. Pembiayaan modal ventura merupakan pembiayaan yang berisiko tinggi, tetapi juga merupakan pembiayaan yang memiliki potensi keuntungan yang tinggi pula yang biasanya didapatkan melalui keuntungan yang didapat dari hasil penjualan dan penanaman modal yang bersifat jangka menengah atau jangka panjang.

c. Pembiayaan modal ventura merupakan investasi atau penanaman dana jangka panjang.

(53)

e. Pembiayaan modal ventura biasanya dilakukan dalam bentuk paket pembiayaan, yaitu suntikan dana atau modal yang disertai dengan penempatan atau pembinaan manajemen pada perusahaan pasangan usaha.

f. Pembiayaan modal ventura juga untuk mendukung bakat-bakat wirausaha dengan kemampuan finansial untuk memanfaatkan pasar dengan jalan alih manfaat yang diberikan dalam dampingan manajemen oleh perusahaan pemodal ventura.

2. Dasar Hukum Modal Ventura

Modal ventura merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang keberadaannya masih relatif baru. Secara institusional dan formal usaha modal ventura ini baru ada setelah keluarnya Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan (sekarang Perpres No. 9 Tahun 2009), dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Kedua peraturan ini merupakan tonggak sejarah perkembangan hukum modal ventura.68

Sebagai suatu perbuatan hukum, modal ventura harus diback up oleh sektor yuridis, agar dapat berlaku dalam lalu lintas pergaulan bisnis. Untuk itu kegiatan modal ventura dari segi hukum telah diback up oleh 3 (tiga) kelompok dasar hukum, yaitu :69

Seperti juga dengan lembaga financial lainnya seperti leasing, factoring, customer finance, atau kartu kredit, maka modal ventura juga mempunyai dasar berupa prinsip kebebasan berkontrak vide Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Sebab, a. Prinsip Kebebasan Berkontrak

68

Sunaryo, Op.Cit., hal. 20

69

(54)

dalam peluncuran dana lewat modal ventura ini juga dimulai dari penandatangan berbagai kontrak terlebih dahulu, termasuk kontrak modal ventura itu sendiri. b. Dasar Hukum Perseroan

Di samping prinsip kebebasan berkontrak sebagai dasar hukum, maka berbeda dengan jenis lembaga finansial lainnya, modal ventura juga mempunyai dasar hukum berupa hukum perseroan. Satu dan lain hal mengingat lembaga modal ventura selaku equity finance sangat terkait dengan hukum perseroan, yang bersumber utama dari UU Perseroan Terbatas No. 1 Tahun 1995, dan berbagai peraturan lainnya, praktek perseroan maupun yurisprudensi yang relevan.

Oleh sebab itu, hukum perseroan, incasu yang berkaitan dengan saham dan permodalan, kepengurusan, rapat umum pemegang saham, dan sebagainya berlaku dan haruslah diperhatikan oleh pemodal ventura. Sehingga, membilah-bilah anggaran dasar perseroan pasangan usaha sebelum modal diluncurkan merupakan hal yang krusial bagi pemodal.

c. Dasar Hukum Administratif

Seperti juga terhadap lembaga financial lainnya, maka lembaga modal ventura juga diatur oleh berbagai peraturan yang bersifat administratif. Antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :70

3. UU Perbankan No. 7 Tahun 1992. Pada prinsipnya kegiatan modal ventura tidak termasuk ke dalam bisnis bank. Tetapi secara insidentil dan dalam hal 1. Keppres No. 61 Tahun 1998 yang telah diubah menjadi Perpres No. 9 Tahun 2009. Dalam ketentuan ini disebutkan bahwa modal ventura diakui sebagai salah satu model penyaluran pembiayaan.

2. Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Peraturan ini merupakan pelaksanaan lebih lanjut mengenai lembaga pembiayaan.

70

(55)

tertentu, yakni dalam hal adanya kredit macet, bank dibenarkan untuk menyertakan modalnya ke dalam perusahaan debitur, dengan ketentuan bahwa sampai masanya bank tersebut harus menarik kembali penyertaan modalnya itu. Jadi memang mirip-mirip kegiatan modal ventura.

4. Ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan, yang juga menyinggung pajak untuk kegiatan modal ventura ini.

5. PP No. 18 Tahun 1973. PP ini merupakan dasar berdirinya perusahaan modal ventura pertama di Indonesia, yaitu PT. (persero) Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BAHANA), yang saham-sahamnya dipegang oleh Departemen Keuangan dan Bank Indonesia. Dengan demikian, PP No. 18/1973 tersebut merupakan juga alas hukum sekaligus sejarah tentang eksistensi modal ventura di Indonesia.

Menurut Munir Fuady, peraturan yang menjadi landasan hukum adalah : 1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469/KMK.017/1995 Tanggal 3 Oktober

1995 tentang Pendirian dan Pembinaan Perusahaan Modal Ventura.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1995 tentang Pajak Penghasilan bagi Perusahaan Modal Ventura.

3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 227/KMK.01/1994 Tanggal 9 Juni 1994 tentang Sektor-sektor Usaha Perusahaan Pasangan Usaha dari Perusahaan Modal Ventura.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1992 tentang Sektor-Sektor Usaha Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) Perusahaan Modal Ventura.

5) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1998 Tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan Islam di Myanmar sejak awal kedatangannya sampai pemerintahan junta militer, untuk mengetahui peran militer

Perbandingan Pegangan Raket (Upper Grips Dan Lower Grips) Terhadap Kecepatan Dan Akurasi Shuttlecock Pada Saat Melakukan Teknik Over Head Backhand Smash Dalam

Salah satu pengukuran yang bisa dilakukan adalah pengukuran dimensi panjang sapi bali dengan pedetnya, agar diketahui apakah ada hubungan antara dimensi panjang

Ruang Terbuka Hijau publik yang terdapat pada Kecamatan Banjarmasin Selatan terdiri dari jalur hijau jalan dan sempadan sungai (taman siring) sedangkan RTH Privat

Dari 32,5% responden yang kadang-kadang membaca berita RUUK sebanyak 12,5% menganggap bahwa RUUK penting dan 20,0% menganggap bahwa RUUK tidak penting; berdasarkan aspek dampak

Karakteristik dari pendekatan inkuiri ini adalah guru tidak mengkomunikasikan pengetahuan, tetapi membantu siswa untuk belajar bagi mereka sendiri,

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam terhadap pemikiran hermeneutika al- Qur’an Farid Esack.. Penelitian ini merupakan penelitian tokoh yang berbasis

(1) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,