• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Anti Dumping Yang Diterapkan Di Indonesia Terhadap Produk Eksport Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Anti Dumping Yang Diterapkan Di Indonesia Terhadap Produk Eksport Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA Buku-buku

Adolf, Huala dan Chandrawulan. A, Masalah-masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994\

Barutu, Christhophorus, Ketentuan Antidumping, Subsidi, dan Tindakan Pengamanan Dalam GATT dan WTO, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007

Dirdjosisworo, Soedjono, Kaidah-Kaidah Hukum Perdagangan Internasional (Perdagangan Multilateral) Versi Organisasi Perdagangan Dunia (World

Trade Organisation)=WTO, Bandung: CV. Utomo, 2004

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta; Balai Pustaka, 1997

Departemen Perindustrian Dan Perdagangan, 2001, Bagaimana Menghadapi Tuduhan Dumping. Direktorat Jenderal Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional Departemen Perindustrian dan Perdagangan

Erawaty AF. Elly dan Badudu J.S., Kamus Hukum Ekonomi Inggris-Indonesia, (Jakarta, Proyek ELIPS, 1996

Hanafi, Laode Piter, “Tuduhan Dumping danCara Mengatasinya”, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan,

Bulletin Berita KPI, Edisi 38/KPI, 2006

(2)

Ralph H.Folsom and Michael W.Gordon, Dalam Sukarmi, 2002 Regulasi Antidumping Di Bawah Bayang baying Pasar Bebas, Jakarta, Sinar Grafika Sobri, Ekonomi Internasional, Teori, Masalah dan Kebijaksanaanya, bagian

penerbitan fakultas ekonomi (BPFE), UII, Yogyakarta, 1986 Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1982

Sukarmi, Regulasi Antidumping Dibawah Bayang-bayang Pasar bebas, Jakarta, Sinar Grafika, 2002

Sumadji. P, Yudha Pratama dan Rosita, Kamus Ekonomi Edisi Lengkap Inggris-Indonesia, Cet. I, Wacana Intelektual, Jakarta, 2006

Winardi,Istilah Ekonomi, Mandar Maju, Bandung, 1996

Yulianto Syahyu, Hukum Anti Dumping di Indonesia, Jakarta; Ghalia Indonesia, 2003

General Agreement On Tariffs And Trade 1947

Peraturan-peraturan

General Agreement On Tariff And Trade 1994/Anti Dumping Agreement/ADA 1994

Undang-Undang Nomor 7 Tahub 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia)

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

(3)

BAB III

KETENTUAN REGULASI ANTI DUMPING DI INDONESIA

A. Ketentuan Dumping Dalam GATT (General Agreement on Tariff and Trade)

1994

Persetujuan Implementasi Pasal VI GATT 1994 mengenai dumping telah disepakati di Uruguay pada tanggal 15 Desember 1993. Kebijakan terhadap dumping yang tertera dalam Pasal 6 GATT 1994 di implementasikan menjadi Anti Dumping Agreement/ADA 1994.25

25

Christhophorus Barutu, Ketentuan Antidumping, Subsidi, dan Tindakan Pengamanan (Safeguard) Dalam GATT dan WTO, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal. 38

Dalam Pasal 6 GATT 1947 hanya mengatur pokok-pokok ketentuan dumping yang sangat umum. Persetujuan tentang implimentasi Pasal 6 GATT 1994 berusaha memberikan pengaturan yang lebih rinci tentang dumping ini dengan diharapkan akan banyak persoalan-persoalan sehubungan dengan masalah dumping sebagai praktek perdagangan yang tidak fair akan lebih mudah diselesaikan dengan lebih baik.

(4)

Article VI Agreement on Implementation of Article VI of The General

Agreement on Tariff and Trade 1994 (Anti Dumping Agreement/ADA) (Article 1: Principles): “ An anti dumping measures shall be applied only under the circum stances provided for in Article VI of GATTT and pursuant to investigation initiated

and conducted in accordance with the provisions of this agreement. The following

provisions govern the application of Article VI of GATT 1994 in so far as action is

taken under antidumping legislation or regulations”.

Terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia, yakni; “Menurut Pasal 1 Anti Dumping Agreement (ADA) tersebut, tindakan anti dumping akan dibelakukan hanya dalam keadaan sebagaimana diatur dalam pasal VI GATT 1994 dan menurut prosedur penyelidikan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan persetujuan-persetujuan ini.”

Kemudian dalam Article 2.1 Anti Dumping Agreement/ADA diuraikan penentuan dari anti dumping secara lebih luas dari pada yang terdapat dalam Pasal 6 GATT 1947 (Article VI GATT 1947).

Bunyi dari pada Article 2.1 Anti Dumping Agreement/ADA, ialah:

For the purpose of this agreementh, a product is to be considered as being dumpid, i.e. introduced into the commerce of another country at less than its normal

value, if the export price of the exported from one country to the another is less than

the comparable price, in the ordinary course of trade, for the like product when

(5)

Dari penjelasan di atas setelah diterjemahkan bahwa: “suatu barang dianggap dumping apabila harga barang yang diperdagangkan dari suatu negara ke wilayah negara lain lebih rendah dibandingkan nilai normal di negara barang tersebut, pada tingkat perdagangan yang wajar. Barang tersebut harus berupa dan ditujukan untuk dikonsumsi di negara tujuan ekspor.

Mengenai penentuan kerugian, diatur dalam Article 3.1 Anti Dumping Agreement, yaitu; “A determination of injury for purposes of Article VI of GATT 1994 shall be based on positive evidence and involve an objective examination of both (a)

the volume of the dumped imports and effect of the dumped imports on prices in the

domestic market for like and (b) the consequent impact of these imports on domestic

producers of such product.”

Dalam pernyataan di atas setelah diterjemahkan bahwa: penentuan kerugian harus didasarkan pada bukti yang positif dan meliputi perhitungan yang objektif dalam penentuan (a) volume impor dumping dan pengaruhnya terhadap harga di pasar dalam negeri untuk produk serupa dan (b) pengaruh di pasar dalam negeri untuk produk serupa.

Berdasarkan Article 5.2 Anti Dumping Agreement/ADA, menyatakan: “An application under paragraph 1 shallinclude evidence of (a) dumping, (b) injury

within the meaning of Article VI of GATT 1994 as interpreted by this agreement, and

(c) a causal link between the dumped imports and the alleged injury. Simple

(6)

Terjemahannya menurut pasal 5.2 dari Anti Dumping Agreement menjelaskan: “dalam Pasal 6 GATT 1994, para anggota WTO dapat mengenakan anti dumping measures jika setelah investigasi sesuai dengan persetujuan, suatu ketentuan dibuat, yaitu :

a) Bahwa dumping sedang terjadi,

b) Bahwa industri domestik memproduksi produk yang sama (like product) di negara pengimpor mendapatkan/memperoleh material injury,

c) Bahwa ada suatu hubungan sebab akibat (causal link) diantara keduanya.

Dikatakan terjadi kerugian (injury) apabila faktor-faktor ekonomi dari perusahaan pengimpor mengalami kerugian secara materil. Misalnya : penurunan penjualan, keuntungan, pangsa pasar, produktivitas, return on investment, atau utilisasi kapasitas; faktor-faktor yang memengaruhi dalam negeri; margin dumping, pengaruh negatif pada cash flow (arus kas), persediaan, tenaga kerja, upah, pertumbuhan, kemampuan meningkatkan modal, atau investasi.

Kesemua faktor ekonomi tersebut tidak harus diderita oleh suatu perusahaan agar dapat dikatakan mengalami kerugian secara materil atau mengalami ancaman kerugian secara materil. Satu atau beberapa faktor ekonomi saja sudah dapat menjadi petunjuk bahwa suatu perusahaan mengalami kerugian secara materil bergantung pada permasalahan yang ada.

(7)

domestik negara pengimpor disebabkan oleh produk impor yang dijual dengan harga dumping atau karena faktor lain.

Harus dibuktikan impor dumping adalah menyebabkan kerugian. Pengungkapan hubungan sebab dan akibat antara impor dan kerugian industri dalam negeri harus didasarkan pada pengujian semua bukti sebelum dilakukan yang berwenang. Pihak yang berwenang juga menguji faktor-faktor yang diketahui selain dari produk impor dengan harga dumping yang pada waktu yang sama merugikan industri dalam negeri, kerugian yang disebabkan oleh faktor-faktor lain tidak dapat dipertimbangkan sebagai impor dengan harga dumping.

(8)

produk (price supression), harga impor dumping secara langsung mempengaruhi harga petisioner.26

Bahwa Agreement on Implementation of Article VI of the General Agreement on Tariff and Trade 1994 (Anti Dumping Agreement/ADA) terdiri atas 18 Pasal yang dimuat dalam 3 (tiga) bagian dengan sistematika adalah sebagai berikut:

Determinations of dumping (penentuan dumping)

Article 2.1

Menjelaskan bahwa suatu barang dianggap dumping apabila harga barang yang diperdagangkan dari suatu negara ke wilayah lain lebih rendah dibandingkan nilai normal di negara barang tersebut, pada tingkat perdagangan yang wajar. Barang tersebut harus serupa dan ditujukan untuk dikonsumsi di negara pengimpor.

Article 2.2

26

Laode Piter Hanafi, “Tuduhan Dumping danCara Mengatasinya”, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan, Bulletin Berita KPI, Edisi 38/KPI, 2006, hal. 6

27

(9)

Memberikan alternatif dalam melakukan perhitungan nilai normal dalam hal tidak terdapatnya penjualan barang serupa pada tingkat perdagangan yang wajar di pasar dalam negeri negara pengekspor dan atau disebabkan oleh adanya kondisi pasar atau tingkat penjualan yang rendah di pasar dalam negeri negara pengekspor sehingga sulit dibandingkan.

Article 2.3

Mencakupi konstruksi harga ekspor.

Article 2.4

Memuat rincian peraturan dalam melakukan perbandingan antara harga ekspor dan nilai normal.

Article 2.5

Pengiriman melalui negara ketiga

Article 2.6

Memuat definisi mengenari barang serupa

(10)

Menjelaskan penyesuaian dari ketentuan tambahan ayat 1 Pasal VI pada lampiran I GATT 1994, yang lebih dikenal dengan ketentuan ekonomi non-pasar.

Article 3

Determination of Injury (penentuan kerugian)

Article 3.1

Dinyatakan bahwa penentuan kerugian harus didasarkan pada bukti yang positif dan meliputi perhitungan yang objektif dalam penentuan (a) volume impor dumping dan pengaruhnya terhadap harga di pasar dalam negeri untuk produk serupa dan (b) pengaruh impor terhadap produsen dalam negeri untuk produk serupa.

Article 3.2

Mengatur lebih rinci dalam menganalisis faktor volume dan harga.

Article 3.3

Mengatur syarat-syarat perhitungan.

(11)

Mengatur daftar faktor-faktor kerugian yang harus di evaluasi oleh otoritas penyelidikan.

Article 3.5

Meletakkan kerangka kerja untuk analisis hubungan sebab-akibat, termasuk daftar kemungkinan faktor-faktor lain yang diketahui.

Article 3.6

Berisi kelompok produk yang dikecualikan.

Article 3.7 dan Article 3.8

Mengenai aturan khusus untuk penentuan ancaman kerugian materil.

Article 4

Definition of domestic industry (pengertian industri dalam negeri) mendefinisikan industri dalam negeri sebagai produsen dalam negeri yang memproduksi seluruh produk serupa atau kelompok produsen yang secara kolektif memproduksi sebagian besar dalam produk dalam negeri.

Article 5

(12)

Mengatur penilaian kelengkapan permohonan untuk inisiasi dan pelaksanaan penyelidikan, termasuk penentuan terpenuhinya syarat produksi pemohon.

Article 6

Evidence (bukti)

Mengatur mengenai bukti, termasuk tata cara penggunaan hak dari para pihak.

Article 7

Provisional measures (tindakan sementara) Mengatur tata cara tindakan sementara

Article 8

Price undertakings (penyesuaian harga) Mengatur tata cara penyesuaian harga

Article 9

Imposition and collection of anti dumping duties (pengenaan dan pengumpulan bea masuk anti dumping)

Mengatur pengenaan dan pemungutan bea masuk.

Article 10

Retroactivity (berlaku surut)

Mengatur mengenai pemberlakuan secara surut.

(13)

Duration and review of a anti dumping duties and price

undertakings (jangka waktu dan tinjauan bea masuk anti dumping dan penyesuaian harga)

Mengatur jangka waktu dan peninjauan bea masuk dan penyesuaian harga.

Article 12

Public notice and explanation of determinations (pemberitahuan publik dan penjelasan penentuan)

Mengatur mengenai pemberitahuan publik dan penjelasan hasil penyelidikan pada saat dimulainya penyelidikan (inisiasi), pengenaan tindakan sementara dan tindakan akhir.

Article 13

Judicial review (tinjauan peradilan)

Mengenai peninjauan melalui badan peradilan.

Article 14

Anti dumping action on behalf of a third country (tindakan anti dumping atas nama negara ketiga).

Article 15

Developing country members (anggota-anggota negara berkembang)

− Part II (Bagian II)

(14)

Committee on anti dumping practices (komite praktik anti dumping)

Article 17

Consultation and dispute Settlement (konsultasi dan penyelesaian sengketa)

− Part III (Bagian III)

Article 18

Final provisions (ketentuan-ketentuan akhir)

B. Pengaturan Anti Dumping Di Indonesia

Dengan meratifikasi Agreement Establishing WTO, Indonesia secara sekaligus telah meratifikasi pula Anti Dumping Code 1994 yang merupakan salah satu dari multilateral Trade Agreement. Sesuai dengan komitmen Indonesia sejalan dengan kebijaksanaan meratifikasi Agreement Estabilishing WTO langkah selanjutnya adalah melebur beberapa ketentuan yang berhubungan dengan anti dumping kedalam Undang-Undang (kemudian penyebutan penulisannya disingkat) No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Ketentuan anti dumping menurut UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tersebut tertera pada Bab IV mengenai Bea Masuk Anti-Dumping mulai dari Pasal 18 sampai dengan Pasal 20 dan Bea Masuk Imbalan yang terdiri dari Pasal 21 sampai dengan Pasal 23.

(15)

Pemerintah (PP) Nomor 34 tahun 1996 tentang Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan.

Kemudian selanjutnya, ketentuan mengenai pengaturan anti dumping yang terkait pada UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tersebut dirubah dengan UU No 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

UU Nomor 17 Tahun 2006 mempertahankan beberapa ketentuan dalam pasal dan mengubah secara sebagian (parsial) ketentuan pasal UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Mengubah secara sebagian (parsial) yang sebagaimana disebutkan dalam ketentuan-ketentuan tersebut adalah dalam arti menambah atau menghapuskan beberapa pasal atau ayat didalamnya.28

− Dalam UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan pada Bab IV

(judul bab) tertulis; “Bea Masuk Anti-Dumping Dan Bea Masuk Imbalan”;

Khusus hal-hal terkait dalam masalah Bea Masuk Anti-Dumping dan Be Masuk Imbalan terjadi perubahan yang prinsipil, yakni sebagai berikut:

− Judul Bab IV yang seperti tersebut dalam UU Nomor 10 Tahun 1995

tentang Kepabeanan, bahwa dalam UU Nomor 17 Tahun 2006 Bab IV tersebut diubah sehingga berbunyi: “Bea Masuk Anti-Dumping, Bea

28

(16)

Masuk Imbalan, Bea Masuk Tindakan Pengamanan, Dan Bea Masuk Pembalasan”.

Berdasarkan dari uraian diatas, bahwa UU Nomor 17 Tahun 2006 memperluas ruang lingkup pengaturan tindakan pengamanan perdagangan dengan memasukkan 2 (dua) ketentuan baru, yakni; Bea Masuk Tindakan Pengamanan (Safeguards) dan Bea Masuk Pembalasan. Juga, bahwa ketentuan Pasal 18, Pasal 19, Pasal 21 dan Pasal 22 yang tertera dalam UU Nomor 10 Tahun 1996 tidak dirubah/dihapuskan didalam UU Nomor 17 Tahun 2006, akan tetapi UU Nomor 17 Tahun 2006 menghapus ketentuan pada Pasal 20 UU Nomor 10 Tahun 1995 (tentang pengaturan persyaratan dan tata cara pengenaan BMAD dengan ketentuan PP), dan menghapus Pasal 23 (tentang pengaturan dan tata cara pengenaan Bea Masuk Imbalan dengan PP).

Seperti yang ditegaskan dalam Pasal 23D UU Nomor 17 Tahun 2006, bahwa pengaturan pelaksanaan mengenai persyaratan dan tata cara pengenaan Bea Masuk Anti Dumping, Bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Pengamanan, Bea Masuk Pembalasan diatur ketentuannya lebih lanjut dalam PP, yakni PP 34 Tahun 2011.

C. Lembaga-lembaga Penegak Hukum Anti Dumping

(17)

industri dalam negeri sangat penting untuk mendorong stabilisasi pertumbuhan ekonomi yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Setiap industri dalam negeri secara perorangan atau kelompok yang mengalami kerugian atau ancaman kerugian karena adanya barang impor yang dijual secara dumping dapat mengajukan permohonan perlindungan kepada KADI dengan disertai alasan. Yang kemudian dari pada itu, KADI melakukan penyelidikan untuk membuktikan kebenaran adanya dumping dan terjadinya kerugian atau ancaman kerugian yang disebabkan oleh barang impor tersebut.

Beberapa hal pokok yang diteliti KADI dalam membuktikan terjadinya kerugian, yaitu penurunan harga, penurunan penjualan, kehilangan pangsa pasar, penurunan produksi dan penurunan keuntungan, dan unsur-unsur lain yang mengalami kesulitan. Jika terbukti, akan ditetapkan besarnya perlindungan yang dapat diberikan dengan menaikkan bea masuk impor.

(18)

dengan upaya menanggulangi importasi barang dumping yang menimbulkan kerugian (injury) bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis.29

Tugas-tugas pokok KADI adalah sebagai berikut:

Dengan adanya keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tersebut, maka KADI merupakan satu-satunya instrumen yang legal yang dapat dipakai untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan barang impor yang masuk ke Indonesia dengan harga dumping. Juga dengan dibentuknya KADI ini, bahwa jika produsen eksportir Indonesia yang dituduh melakukan praktik perdagangan yang tidak sehat di negara tujuan akan mendapatkan perlindungan maupun pembelaan dari KADI.

30

1. Melakukan penyelidikan terhadap dugaan adanya barang dumping atau barang mengandung subsidi yang menimbulkan kerugian bagi industri dalam negeri barang sejenis.

2. Mengumpulkan, meneliti, dan mengolah bukti secara informasi mengenai dugaan adanya barang dumping atau barang mengandung subsidi.

3. Mengusulkan pengenaan bea masuk imbalan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

4. Melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

29

Komite Anti Dumping Indonesia, “Sekilas Lembaga KADI”,

30

(19)

5. Menyusun laporan pelaksanaan tugas untuk disampaikan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, KADI mempunyai wewenang yaitu:

1. Menyusun penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis dan administratif atas ketentuan yang berkaitan dengan dumping atau subsidi.

2. Melakukan pemeriksaan, investigasi, atau penyelidikan terhadap pihak yang berkepentingan dan pihak-pihak lain yang terkait dengan dumping atau subsidi.

3. Mengusulkan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk memberlakukan tindakan sementara.

4. Mengusulkan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan mengenai hasil penilaian atas tawaran tindakan penyesuaian.

5. Mengadakan pengkajian kembali pengenaan bea masuk anti dumping atau bea masuk imbalan.

6. Mengusulkan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk mencabut atau melanjutkan pengenaan bea masuk untuk anti dumping atau bea masuk imbalan.

(20)

Selain menangani penyelidikan anti dumping kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh KADI, antara lain:31

1. Transfer pengetahuan (tranfer of knowlodge) yang diberikan oleh tenaga ahli dan pimpinan/anggota KADI yang telah berpengalaman.

2. Pelatihan bahasa Inggris dan Cost Accounting dan Auditing, yang materinya diarahkan untuk menunjang kemampuan investigator dalam menjalankan tugasnya.

3. Sehubungan dengan tugas yang diemban KADI, maka KADI berkewajiban untuk mensosialisasikan semua peraturan perdagangan dunia yang telah diratifikasi dengan tujuan agar masyarakat, khususnya dunia usaha Indonesia tidak menjadi korban praktik perdagangan yang tidak sehat atau unfair trade practice melalui praktik dumping.

4. Monitoring/evaluasi pengenaan Bea Masuk anti dumping Indonesia kepada produsen/eksportir/importir dalam negeri.

KADI merupakan lembaga pemerintah non struktural yang dalam melakukan tugas-tugasnya bersifat Independen.

Adapun struktur organisasi Komite Anti Dumping Indonenesia (KADI), yakni; Ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota KADI diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Perindustrian dan perdagangan.

31

(21)

Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugasnya KADI bertanggung jawab kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan.32

− Direktorat Jendral Bea dan Cukai

Dengan demikian KADI dalam melaksanakan tugas-tugasnya berada dibawah kordinasi Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Sebagai anggota KADI adalah :

− Departemen Keuangan .

− Dirjen Perdagangan Luar Negeri.

− Departemen Perdagangan

− Dirjen KPI

− Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

Sekretaris membawahi kepala bidang-kepala bidang dan ada lima bidang, yaitu bidang pengaduan, bidang penyelidikan dumping dan subsidi, bidang pengkajian kerugian, bidang hukum dan bidang umum, dibawah bidang tersebut ada investigator dan staff.

32

(22)

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS ANTI DUMPING YANG DITERAPKAN DI INDONESIA TERHADAP PRODUK EKSPORT BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN

A. Upaya-upaya Penanganan Anti Dumping Terhadap Produk Ekspor

Negara-negara anggota WTO telah sepakat bahwa jika ada negara anggota yang melanggar peraturan perdagangan WTO, negara-negara anggota tersebut akan menggunakan sistem penyelesaian multilateral dari pada melakukan aksi penanganan secara sepihak. Ini berarti negara tersebut harus mematuhi prosedur yang telah disepakati dan menghormati putusan yang diambil.

Meskipun banyak prosedur WTO yang mirip dengan proses pengadilan, negara-negara anggota yang bersengketa tetap diharapkan untuk melakukan perundingan dan menyelesaikan masalah mereka sendiri sebelum terbentuknya panel. Oleh karena itu, tahap pertama yang dilakukan adalah konsultasi antar pemerintah yang terlibat dalam suatu kasus. Bahkan sekiranya kasus tersebut melangkah kekasus berikutnya, konsultasi dan mediasi tetap dimungkinkan.

(23)

otomatis disahkan kecuali ada konsesus untuk menolak hasil putusan, dengan mekanisme ini maka negara yang ingin menolak suatu hasil putusan harus melobi seluruh negara-negara anggota WTO lainnya untuk membatalkan keputusan panel termasuk anggota WTO yang menjadi lawan dalam kasus tersebut. Jadi penyelesaian sengketa WTO mengandung prinsip-prinsip, yaitu:

− Adil.

− Cepat.

− Efektif, dan

− Saling menguntungkan.

Di Indonesia sendiri, dalam proses upaya penyelesaian penanganan untuk melindungi produk dalam negeri terhadap tuduhan produk dumping, Pemerintah melalui Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta Komisi Anti Dumping Indonesia (KADI) telah melakukan beberapa upaya penegakan hukum baik secara preventif maupun represif.

1. Upaya Preventif

Upaya Preventif adalah merupakan upaya pencegahan terhadap pelanggaran penjual barang atau produk impor di dalam negeri sehingga merugikan industri domestik yang memproduksi produk sejenis. Upaya pencegahan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain:

(24)

maupun dalam mengantisipasi terhadap produk impor yang berindikasi menimbulkan kerugian terhadap produk industri domestik, sehingga diharapkan produk industri dalam negeri akan mampu bersaing di pasar bebas, baik domestik maupun internasional.

b. Melakukan pembinaan terhadap para aparatur pada lembaga-lembaga yang terkait dengan penyelesaian masalah perdagangan dan dumping.

c. Melakukan pengakajian terhadap mekanisme perizinan impor barang yang berindikasi menimbulkan kerugian terhadap industri sejenis di dalam negeri. 2. Upaya Represif: adalah pengenaan sanksi balasan berupa pengenaan bea

masuk tambahan yang disebut dengan “bea masuk anti dumping (BMAD)” sebagaimana dinyatakan dalam Pasal IV ayat (2) GATT bahwa ”Negara dapat menjatuhkan sanksi balasan apabila negara pengekspor terbukti melakukan penjualan produk di bawah harga normal (dumping) sehingga merugikan negara pengimpor”.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka untuk melakukan tuduhan dumping harus betul-betul mempunyai bukti yang kuat dan telah memenuhi syarat-syarat yang telah di tentukan oleh WTO. Untuk dapat dilakukan penyelidikan terhadap praktik dumping tersebut, maka praktik dumping tersebut harus memenuhi syarat, yaitu:

1. adanya harga produk yang sama di jual lebih murah di bawah harga domestik negara asal barang,

2. harga itu menyebabkan kerugian, dan

(25)

Langkah-langkah tindakan dan upaya dalam penanganan adanya tuduhan praktik dumping tersebut dilakukan oleh KADI, dan berdasarkan sesuai dengan tugasnya KADI melakukan penyelidikan terhadap dugaan adanya barang dumping.

Selain KADI sebagai lembaga penyelidik atas dugaan praktik dumping, terdapat juga lembaga pemerintah lainnya yang akan menindaklanjuti hasil temuan dalam penyelidikan dan analisis KADI untuk menetapkan bea masuk anti dumping atau bea masuk imbalan dan tindakan pengamanan, yaitu Menteri Perindustrian dan Perdagangan, dan Menteri Keuangan.

Setiap industri dalam negeri secara perorangan atau kelompok yang mengalami kerugian karena adanya barang impor yang dijual secara dumping atau mengandung subsidi dapat mengajukan permohonan perlindungan kepada KADI.33

Berkaitan dengan kewenangan KADI untuk melakukan penyelidikan, berdasarkan 3 PP Nomor 34 Tahun 2011, penyelidikan terhadap suatu barang yang diduga barang dumping maka KADI dapat melakukan penyelidikannya apabila ada atau tanpa permohonan dari produsen dalam negeri. KADI sebagai lembaga

Dengan adanya permohonan (petisi) yang diajukan oleh produsen dalam negeri perihal adanya tuduhan praktik dumping oleh negera importir, maka berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 KADI akan melakukan penyelidikan awal dari hasil penyelidikannya itu dan bukti-bukti yang diajukan KADI akan memberikan keputusan menolak atau menerima. Jika permohonan memenuhi syarat, maka permohonan diterima dan KADI akan memulai melakukan penyelidikan.

33

(26)

administrasi teknis yang melakukan penyelidikan atas dugaan praktik dumping, maka hasil temuan KADI tersebut kemudian disampaikan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan kemudian dilanjutkan kepada Menteri Keuangan.

Dalam praktiknya bahwa tidak semua hasil temuan penyelidikan dan analisis KADI yang diusulkan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk ditindak lanjuti, atau membutuhkan waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 18 (delapan belas) bulan untuk diteruskan dan direkomendasikan kepada Menteri yang berwenang untuk ditetapkan apabila terbukti adanya praktik dumping yang menyebabkan kerugian.

Demikian halnya juga sebaliknya, apabila tidak ditemukan bukti adanya dumping yang menyebabkan kerugian maka penyelidikan yang dilakukan KADI segera dihentikan dan melaporkan dengan membuat laporan kepada menteri yang berwenang mengenai penghentian penyelidikan.

B. Kebijakan Pemerintah Indonesia Dalam Menghadapi Praktek Dumping Atas Produk Eksport Menurut UU No. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan

Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO yang dituangkan melalui UU Nomor 7 Tahun 1994. Dengan keanggotaan Indonesia menjadi anggota WTO maka Indonesia harus menyesuaikan segala peraturan nasionalnya dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam persetujuan-persetujuan WTO.

(27)

negara pengimpor produk Indonesia. Selain itu Indonesia juga dapat berada pada pihak yang melakukan tuduhan dumping terhadap produk impor untuk memberikan perlindungan terhadap industri dalam negeri dari praktik dumping. Akhir-akhir ini banyak produk impor dari negera tertentu yang masuk ke Indonesia dan di jual dengan harga yang tidak wajar. Jika hal itu berlangsung terus menerus dapat merugikan atau mengganggu perkembangan industri dalam negeri. Perangkat hukum yang ada yang dijadikan pedoman dalam melakukan tuduhan dan pembelan terhadap praktik dumping serta pengenaan bea masuk masih berupa Peraturan Pemerintah yaitu PP No. 34 Tahun 1996 yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang selanjutnya diubah dengan UU No. 17 Tahun 2006.

Dalam mengantisipasi praktik dumping, peraturan perundang undangan nasional yang dipersiapkan yang mengacu kepada ketentuan GATT-WTO hendaknya berupa undang-undang. Harus disadari bahwa keberadaan perangkat hukum nasional dalam mengantisipasi masalah dumping memang masih lemah, baik sebagai instrumen guna melakukan perlindungan produk dalam negeri dari praktik dumping oleh negara lain, maupun sebagai instrumen hukum guna menghadapi tuduhan dumping di luar negeri.

(28)

akan di bayar untuk barang sejenis dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik negara pengekspor untuk tujuan konsumsi.

Menurut Sukarmi34

1.

Kerugian materil yang telah terjadi terhadap industri dalam negeri.

, dalam pasal ini tidak dijelaskan lebih lanjut bagaimana kalau harga normal tidak didapatkan karena mungkin ada produsen dalam negeri yang mengkhususkan produk yang sejenis tersebut hanya dapat memenuhi pasar luar negeri atau untuk konsumsi ekspor, apakah ada penetapan pedoman harga yang lain yang dapat dijadikan sebagai pengganti harga normal.

Selanjutnya dalam Pasal 1 butir 11 PP Nomor 34 Tahun 2011 dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kerugian dalam tindakan anti dumping adalah sebagai berikut:

2.

Ancaman terjadinya kerugian materil terhadap industri dalam negeri.

3.

Terhalangnya pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.

Tidak adanya penjelasan lebih lanjut tentang ketiga hal ini dalam aturan pelaksanaannya dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dalam dunia usaha, Di antaranya sebagai bentuk kerugian yang dimaksud, kapankah impor barang sejenis dianggap sebagai suatu ancaman bagi industri domestik yang berakibat terhalangnya pengembangan industri domestik dan hal lainnya.

Sehubungan dengan tidak adanya kejelasan tentang pengertian ”harga normal’ dan ”kerugian” dalam PP Nomor 34 tahun 2011, diperlukan kejelian dalam penerapan

34

(29)

dan penafsiran ketentuan anti dumping dalam GATT-WTO ke dalam peraturan nasional. Dengan adannya Undang-Undang Anti-dumping, pemerintah dapat mengambil tindakan terhadap barang-barang impor yang di jual lebih murah dari negara asalnya, atau negara ketiga atau lebih murah dari perhitungan ongkos produksi dan trasportasi di tambah keuntungan normal yang merugikan produsen dalam negeri.35

Tuduhan dumping terhadap produk ekspor Indonesia di luar negeri telah terjadi sejak tahun 1980 terutama terhadap produk manufactur sebagai komoditi baru dalam kegiatan ekspor. Tuduhan tersebut telah berlangsung sejak tahun hingga saat ini, terutama dari negara-negara antara lain, Australia, Amerika dan Masyarakat

Sebagai akibat dari masih lemahnya perangkat hukum tentang anti dumping sebagaimana dijelaskan di atas, menimbulkan kesulitan baik terhadap upaya perlindungan hukum bagi produk ekspor Indonesia dari tuduhan dumping di luar negeri, maupun terhadap upaya perlindungan hukum bagi produk domestik dari praktik dumping di dalam negeri.

Indonesia sebagai negara anggota WTO dapat berkewenangan untuk bertindak atas tuduhan-tuduhan anti dumping baik berupa bea masuk anti dumping, tuduhan anti subsidi dalam hal ini, yaitu pengenaan bea masuk imbalan dan tindakan

safeguard berupa pengenaan tarif.

35

(30)

Ekonomi Erope (MEE), sehingga hal ini merupakan salah satu ancaman bagi produk Indonesia untuk bersaing di pasar internasional.36

Salah satu kasus tuduhan dumping terhadap Indonesia adalah tuduhan praktek dumping pada produk kertas yang di ekspor ke Korea Selatan tahun 2002.

Perusahaan domestik Indonesia yang terkena tuduhan dumping akan menanggung akibat yang serius, meskipun tuduhan tersebut tidak benar karena karena tidak didukung oleh bukti. Sebagai akibat dari tuduhan tersebut perusahaan Indonesia akan menanggung risiko menderita kerugian yang cukup besar karena diharuskan membayar pajak (bea anti dumping) yang dibebankan kepada produk ekspor Indonesia sesuai dengan margin dumping yang ditentukan oleh negara pengimpor.

37

Dalam kasus dumping kertas yang dituduhkan oleh Korea Selatan terhadap Indonesia pada perusahaan eksportir produk kertas diantaranya PT. Indah Kiat Pulp Kasus ini bermula ketika industri kertas Korea Selatan mengajukan petisi anti dumping terhadap produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commission (KTC) pada 30 September 2002. Adapun produk kertas Indonesia yang dikenai tuduhan dumping mencakup 16 jenis produk, tergolong dalam kelompok uncoated paper and paper board used for writing, printing, or other graphic purpose serta carbon paper, self

copy paper and other copying atau transfer paper.

36

Departemen Perdagangan dan Perindustrian, WTO dan Sistem Perdagangan Dunia,

37

(31)

and Paper Tbk, PT. Pindo Deli Pulp and Mills, dan PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk, serta April Pine Paper Trading Pte. Ltd. Dalam kasus ini Indonesia berhasil memenangkan sengketa anti dumping ini. Indonesia telah menggunakan haknya dan kemanfaatan dari mekanisme dan prinsip-prinsip multilateralisme sistem perdagangan WTO terutama prinsip transparansi.

Untuk menanggapi tuduhan tersebut, Indonesia membawa kasusnya ke

Dispute Settlement Mechanism (DSM). Indonesia mengajukan keberatan atas pemberlakuan kebijakan anti dumping Korea Selatan ke DSM dalam kasus Anti Dumping Duties on Imports of Certain Paper from Indonesia. Saat itu Indonesia pertama kali memperoleh manfaat penyelesaian sengketa dari DSM sebagai pihak penggugat utama (main complainant) yang merasa dirugikan atas penerapan peraturan perdagangan yang diterapkan oleh negara anggota WTO lain.

Selanjutnya pada tanggal 4 Juni 2004, Indonesia membawa Korea Selatan untuk melakukan konsultasi penyelesaian sengketa atas pengenaan tindakan anti dumping Korea Selatan terhadap impor produk kertas asal Indonesia. Hasil konsultasi tersebut tidak membuahkan hasil yang memuaskan kedua belah pihak. Indonesia kemudian mengajukan permintaan ke Dispute Settlement Board (DSB) WTO agar Korea Selatan mencabut tindakan anti dumpingnya yang melanggar kewajibannya di WTO dan menyalahi beberapa pasal dalam ketentuan anti dumping.

(32)

pihak yang bersengketa pada akhirnya mencapai kesepakatan bahwa Korea harus mengimplementasikan rekomendasi DSB dan menentukan jadwal waktu bagi pelaksanaan rekomendasi DSB tersebut (reasonable period of time/RPT). Namun sangat disayangkan hingga saat ini Korea Selatan belum juga mematuhi keputusan DSB, meskipun telah dinyatakan salah menerapkan bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap produk kertas dari Indonesia, karena belum juga mencabut pengenaan bea masuk anti dumping tersebut. DSB WTO telah menyatakan Korea Selatan melakukan kesalahan prosedur dalam penyelidikan anti dumping kertas Indonesia pada 2003. Untuk itu DSB meminta Korea Selatan segera menjalankan keputusan ini.

Indonesia berhasil memenangkan sengketa anti dumping dengan Korea Selatan dan telah menggunakan haknya dan kemanfaatan dari mekanisme dan prinsip-prinsip multilateralisme sistem perdagangan WTO terutama prinsip transparansi. Oleh karena itu, investigasi anti dumping juga harus dihentikan jika fakta dilapangan membuktikan bahwa marjin dumping dianggap tidak signifikan (dibawah 2% dari harga ekspor). Dan jika volume impor dari suatu produk dumping sangat kecil volume impor kurang dari 3% dari jumlah ekspor negara tersebut ke negara pengimpor, tapi investigasi juga akan tetap berlaku jika produk dumping impor dari beberapa negara pengekspor secara bersamaan diperhitungkan berjumlah 7% atau lebih.

(33)

namun tidak demikian halnya jika di salah gunakan sebagai alat proteksionisme. Tidak adanya sanksi atas pengaduan yang tidak disertai dengan bukti tentang adanya dumping akan sangat merugikan pihak eksportir, apalagi pihak eksportir telah mengeluarkan biaya yang cukup banyak untuk membuktikan bahwa produknya tidak dumping.

Salah satu kritik atas proteksionisme baru adalah mekanisme pengajuan tuduhan tersebut cenderung memihak kepada kepentingan produsen dalam negeri dan memiliki kepastian memaksa pembatasan perdagangan dan justru bukan berfungsi menyingkirkan pembatasan yang merupakan hambatan perdagangan. Jelaslah kiranya penuntutan perkara anti dumping dapat dimanfaatkan oleh negara-negara penggugat dumping untuk melemahkan persaing-pesaing luar negeri dan memaksa produsen pengekspor dan pemerintahnya merundingkan pembatasan sukarela atas ekspor atau yang lebih dikenal dengan Voluntary Export Restraints.

(34)

Sehubungan dengan tuduhan damping terhadap Indonesia oleh negara pengimpor, semua pihak baik pemerintah maupun dunia usaha (eksportir dan produsen domestik) hendaknya memperhatikan persetujuan anti dumping baik yang diatur dalam ketentuan Internasional (GATT- Putaran Uruguay 1995) maupun peraturan perundang-undangan nasional dari negara pengimpor. Dengan demikian, dalam menghadapi berbagai tuduhan di luar negeri menurut H.A.S. Natabaya38

1. Memahami secara seksama ketentuan anti dumping di negara penuduh; memahami teknik dan metode dalam mengisi kuisioner secara benar serta mengirimnya kepada pejabat berwenang di negara pengimpor tepat pada waktunya.

, para pengusaha khususnya eksportir hendaknya:

2. Memberikan kerjasama yang baik kepada penyidik negara pengimpor yang mencari fakta dilapangan;

3. Melakukan koordinasi dalam asosiasi produk yang bersangkutan dan mendapatkan berbagai informasi dari instansi terkait.

4. Bilamana kondisi memungkinkan, gunakan tenaga konsultan hukum (lawyer) yang ahli di bidang anti dumping.

38

(35)

C. Sanksi-sanksi Yang Dikenakan Kepada Pelaku Atas Praktek Dumping Terhadap Produk Ekspor

Dumping merupakan salah satu dari strategi dalam merebut persaingan pasar luar negeri yaitu dengan cara diskriminasi harga. Menurut Ida Bagus Wyasa Putra, ada tiga alasan terhadap Diskriminasi harga, yaitu :

1. Untuk mengembangkan pasar

Yaitu dengan cara memberikan insentif melalui pemberlakuan harga yang lebih rendah kepada pembeli pasar yang dituju.

2. Adanya peluang

Yakni pada kondisi pasar yang memungkinkan penentuan harga secara lebih leluasa, baik di dalam pasar ekspor maupun impor.

3. Untuk mempersiapkan kesempatan bersaing dan pertumbuhan jangka panjang yang lebih baik dengan cara memanfaatkan strategi penetapan harga yang lebih baik dan progresif.

(36)

Namun praktek dumping merupakan praktek perdagangan yang tidak fair, karena bagi negara pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri.

Dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang di dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis yang di produksi di dalam negeri kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan kerja massal, pengangguran dan bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri.39

Bea masuk anti dumping merupakan salah satu bentuk upaya untuk menghambat yang ditetapkan pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri,

Karena dampak negatif tersebut, pemerintah mengeluarkan UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan disamping beberapa peraturan lainnya, tetapi UU tersebut sudah tidak berlaku lagi dengan dikeluarkannya UU Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU Nomor. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2006 No.93) tanggal 15 November 2006.

Dalam UU Nomor 17 tahun 2006 diatur secara lebih luas yaitu tidak hanya diatur mengenai bea masuk anti dumping dan bea masuk imbalan sebagaimana diatur dalam Bab IV Undang-undang No. 10 tahun 1995, tapi diperluas yaitu Bab IV ditambahkan dengan bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk pembalasan, serta pengaturan dan penetapan.

39

(37)

jika harga produk dari luar negeri lebih murah dari produk dalam negeri yang sejenis, tetapi jika ternyata tidak ditemui adanya unsur dumping, maka pemerintah menggunakan instrumen lain seperti meningkatkan bea masuk atau menggunakan hambatan non tarif, seperti membatasi importir dengan syarat-syarat tertentu yang dapat menghambat masuknya barang impor tersebut.40

a) harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya., dan Pengaturan mengenai persyaratan dan tata cara pengenaan bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan digabungkan dengan pengaturan mengenai persyaratan dan tata cara bea masuk tindakan pengamanan dan bea masuk pembalasan yang diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Dalam Pasal 18 Undang-undang No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan yang dikecualikan pencabutannya dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 17 Tahun 2006 ditentukan bahwa bea masuk anti dumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal:

b) impor barang tersebut:

− menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang

memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut.

− Mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang

memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut, atau

− Menghalangi pengembangan industri barang sejenis dalam negeri.

Dari ketentuan Pasal 18 tersebut terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikenakan bea masuk anti dumping terhadap barang impor, yaitu :

40

(38)

− harga lebih rendah dari nilai normal (less dhan fair value)

− kerugian terhadap industri dalam negeri (injury to the domesticindustry)

− mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri (threaten

injury)

− menghalangi pengembangan industri barang sejenis (the establishment of a

domestic industry)41

Dalam Pasal 19 Undang-undang No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan ditentukan :

− ayat (1). Bea masuk anti dumping dikenakan terhadap barang impor

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang tersebut.

− ayat (2). Bea masuk anti dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan tambahan dari bea masuk yang dipungut berdasarkan Pasal 12 ayat (1).

Dari ketentuan Pasal 19 tersebut di atas dapat disebutkan bahwa besarnya bea masuk anti dumping diperoleh dari perhitungan paling tinggi dari selisih antara harga normal dan harga ekspor barang.

Bagi industri dalam negeri pengaturan ketentuan anti dumping sangat diperlukan sehingga produsen dalam negeri dapat menempuh prosedur-prosedur yang telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1996 apabila mereka terancam kerugian akibat dari impor barang dengan harga dumping. Menurut Taufik

41

(39)

Abbas Strategi yang perlu dilakukan untuk melakukan tuduhan dumping adalah mempersiapkan diri untuk menghadapi pressure yang terdiri atas:

− pressure dalam negeri, yang meliputi :

1. pressure dari industri hilir (konsumen dalam negeri) 2. pressure dari industri hulu (produsen dalam negeri)

− pressure dari luar negeri, yang meliputi :

1. pressure dari produsen luar negeri

2. pressure dari negara yang industrinya dituduh dumping

− pressure dari WTO.42

Adapun cara-cara untuk menghindari pressure adalah sebagai berikut: 1. pelaksanaan harus dilakukan secara profesional dan hati-hati. 2. semua ketentuan-ketentuan WTO harus diperhatikan dan jangan

dilanggar, mulai dari inition of proceeding sampai final determination.

3. menjamin hak-hak pihak yang berkepentingan (intrested parties).

Berdasarkan kebijaksanaan dan strategi diatas maka untuk melakukan tuduhan dumping harus betul-betul mempunyai bukti yang kuat dan telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh WTO. Menurut sukarmi untuk dapat dikenakan bea masuk anti dumping harus memenuhi syarat, yaitu :

1. adanya harga pokok yang sama dijual lebih murah dibawah harga domestik negara asal barang.

2. harga itu menyebabkan kerugian, dan

42

(40)

3. adanya Causal Link antara harga dumping dengan kerugian yang timbul.43

43

(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Upaya untuk melindungi produk dalam negeri dari tuduhan atas praktik dumping harus dilakukan penegakan hukum baik secara preventif seperti sosialisi peraturan dan pengkajian ulang izin impor; maupun secara represif melalui penerapan sanksi. Langkah-langkah tindakan upaya dilakukan oleh KADI dengan melakukan penyelidikan sesuai dengan ketentuan-ketentuan aturan, yang kemudian dikoordinasikan dengan Menteri Perdagangan dan Perindustrian untuk menentukan tindakan selanjutnya dalam menindaklanjuti terhadap hasil penyelidikan KADI tersebut.

(42)

selalu menggunakan tenaga konsultan hukum yang ahli di bidang anti dumping.

3. Sanksi hukum terhadap produk dalam negeri praktik atas praktik dumping dilakukan dengan upaya penegakan aturan hukum anti dumping, sanksi-sanksi yang dikenakan kepada pelaku yang melakukan praktik dumping. Maka, untuk mencegah praktik dumping tersebut dikenakan, yaitu; berupa pemberian sanksi “pengenaan bea masuk anti dumping yang sebesar-besarnya” terhadap pelaku dumping yang melakukan praktik dumping yang dapat menyebabkan kerugian.

B. Saran

1. Untuk mengatasi kegiatan dumping yang terus terjadi, peranan KADI harus di tingkatkan terutama kemampuan personil dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penanganan masalah dumping di dalam negeri, maupun dalam mengkounter tuduhan damping dari berbagai Negara.

(43)

perbaikan-perbaikan yang lebih-lebih sangat baik lagi terhadap peraturan khusus tentang anti dumping, yakni; UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.

(44)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG DUMPING

A. Pengertian Dumping

Dumping merupakan suatu kebijakan negara atau perusahaan dari suatu negara untuk menjual produk di luar negeri dengan harga yang lebih rendah dibandingkan terhadap harga jual produk itu didalam negeri itu sendiri, dan tindakan dumping merupakan suatu tindakan dalam perdagangan yang tidak jujur.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, bahwa dumping diartikan sebagai system penjualan barang di pasaran luar negeri dalam jumlah banyak dengan harga yang rendah sekali (dengan tujuan agar harga pembelian di dalam negeri tidak diturunkan sehingga akhirnya dapat menguasai pasar luar negeri dan dapat menguasai harga kembali).5

Menurut Sumadji P, Yudha Pratama dan Rosita, dumping adalah politik ekonomi yang dilakukan suatu negara untuk menjual hasil produksinya diluar negeri dengan harga lebih murah daripada penjualan dalam negeri dengan tujuan menguasai pasaran luar negeri.6

Dumping dalam perdagangan internasional merupakan istilah yang dipergunakan dalam pratik dagang yang dilakukan eksportir dengan menjual komoditi di pasaran internasional dengan harga yang kurang dari nilai yang wajar

5

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta; Balai Pustaka, 1997, hal 246.

6

(45)

atau lebih rendah dari harga barang tersebut di negerinya sendiri, atau dari harga jual kepada negara lain pada umumnya, sehingga merusak pasaran dan merugikan produsen pesaing negara pengimpor.7

Adapun pengertian mengenai dumping sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa sarjana dalam Sukarmi adalah sebagai berikut:

Praktik dumping dinilai tidak adil karena dapat merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor.

8

1. Menurut Agus Brotosusilo, dumping adalah bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk eksport tersebut.

2. Menurut Muhammad Ashari, dumping merupakan suatu persaingan curang dalam bentuk diskriminasi harga, yaitu suatu diskriminasi harga yaitu suatu produk yang ditawarkan di pasar negara lain lebih randah dibandingkan dengan harga normalnya atau dari harga jual dinegara ketiga.

Menurut Ralph H. Folsom dan Michael W.Gordon, disebutkan dumping

involves selling abroad at a price that is less than the price used to sell the same

goods at home (the normal or fair value).To be unlawful, dumping must threaten or

cause material injury to an industry in the export market, the market where prices are

7

AF. Elly Erawaty dan J.S. Badudu, Kamus Hukum Ekonomi Inggris-Indonesia, (Jakarta, Proyek ELIPS, 1996, hal.39.

8

(46)

lower. Dumping is recognized by most of the trading world as an unfair practice

(againt to price discrimination as an antitrust offense).9

Dalam GATT 1947 Pasal VI ayat (1) Article VI GATT: Anti Dumping and Countervalling Duties, pengertian dumping diuraikan sebagai berikut :

Berdasarkan uraian pengertian dumping di atas, bahwa dumping adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh produsen atau pengekspor yang melaksanakan penjualan barang di luar negeri atau negara lain dengan pengekspor maupun negara pengimpor.

Dengan demikian pengertian dumping dalam konteks hukum perdagangan internasional adalah suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk tersebut.

10

a) Is less than the comparable price in the ordinary course of trade, for the like product when destined for consumption in the exporting country or

The contracting parties recognize that dumping, by which product of one country are introduced into the commerce of another country at less than normal value of the products, is to be condemned if it causes or threatens material injury to an established industry in the territory of a contracting party or materialy retards the establishment of a domestic industry. For the purpose of this article, aproduct is to be considered as being introduced into the commerce of an importing coutry at less than its normal value, it the price of the product exported from one country to another.

b) In the absence of such domestic price, is less than either c) The highest

Dumping merupakan praktik diskriminasi harga yang menjual produk impor dengan harga yang lebih murah dari produk yang sama di negara asal. Selain itu,

9

Ralph H.Folsom and Michael W.Gordon, Dalam Sukarmi, 2002 Regulasi Antidumping Di Bawah Bayang baying Pasar Bebas, Jakarta, Sinar Grafika, hal 25.

10

(47)

praktik diskriminasi harga yang menjual produk impor dengan harga yang lebih rendah dari pada biaya produksinya yang di kategorikan sebagai dumping.

Praktik dumping merupakan tindakan yang jelas-jelas dapat menimbulkan kerugian yang sangat serius terhadap perekonomian setiap negara yang mana setiap negara memerlukan perlindungan (protection) yang memadai, sehingga lahirlah suatu instrument kebijaksanaan perdagangan yang dikenal dengan istilah anti dumping.11

Jadi, praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi negara pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang di ikuti munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan kerja massal, pengangguran dan bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri.

11

(48)

B. Jenis-jenis Dumping

Praktik dalam perdagangan internasional merupakan praktik dagang yang tidak fair yang di pandang sebagai perbuatan curang, yaitu merupakan persaingan yang fair.

Dalam praktik perdagangan internasional yang tidak fair, ada beberapa jenis dan oleh beberapa ahli ekonomi pada umumnya dapat mengklasifikasikan atas 3 (tiga) jenis dumping, yaitu :

1. Sporadic dumping (dumping yang bersifat sporadis)

Yaitu dumping yang dilakukan dengan menjual barang pada pasar luar negeri (pasar ekspor) pada jangka waktu yang pendek dengan harga dibawah harga di dalam negeri atau biaya produksi tersebut. Biasanya produsen menjual barang untuk jangka waktu yang pendek dengan harga jual dibawah harga biasa dan biasanya dimaksudkan untuk menghapuskan barang yang tidak di inginkan, dumping jenis ini biasanya mengganggu pasar domestik negara pengekspor karena adanya ketidakpastian dikarenakan permintaan diluar negeri berubah secara tiba-tiba.

(49)

luar negeri dengan harga yang telah di reduksi sehingga harganya menjadi lebih rendah dari harga di dalam negeri.12

2. Presistent dumping (diskriminasi harga internasional)

Yaitu penjualan barang pada pasar luar negeri dengan harga di bawah harga domestik atau biaya produksi yang dilakukan secara menetap dan terus-menerus yang merupakan kelanjutan dari penjualan barang yang dilakukan sebelumnya. Penjualan tersebut dilakukan oleh produsen barang yang mempunyai pasar secara monopolistik di dalam negeri dengan maksud untuk memaksimalkan total keuntungannya dengan menjual barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dalam pasar domestiknya. Dumping yang menetap itu terjadi dalam masa yang lama terjadi karena perbedaan keadaan pasar di negara importir dan negara eksportir.13

Dumping dapat disebut sebagai diskriminasi harga berarti menjual barang yang sama dengan harga berbeda pada pasar-pasar yang terpisah. Hal ini biasanya sejalan dengan suatu posisi monopoli di pasar dalam negeri yang bersangkutan, pembentukan kartel dan atau biaya yang melindungi terhadap import yang lebih murah, dapat juga diartikan sebagai penawaran di luar negeri dengan harga di bawah biaya produksi pada negara yang mengeksport.14

12

Sukarmi, Op. Cit, hal. 40

13

Sobri, Ekonomi Internasional, Teori, Masalah dan Kebijaksanaanya, bagian penerbitan fakultas ekonomi (BPFE), UII, Yogyakarta, 1986, hal. 91

14

(50)

3. Predatory Dumping (predatori dumping)

Yaitu dumping yang terjadi apabila perusahaan untuk sementara waktu membuat diskriminasi harga tertentu sehubungan dengan adanya para pembeli hasil, diskriminasi itu untuk menghilangkan pesaing-pesaingnya dan menaikkan lagi harga barangnya setelah persaingan tidak ada.

Predatory dumping adalah dumping yang paling buruk karena dumping tersebut di praktekkan hanya untuk tujuan merebut keuntungan monopoli dan membatasi perdagangan untuk tujuan merebut keuntungan monopoli dan membatasi perdagangan untuk jangka waktu yang lama meskipun hal itu menyebabkan kerugian jangka pendek.15

1. Market Expansion Dumping

Menurut Robert Wilig ada 5 (lima) tipe dumping yang dilihat dari tujuan eksportir kekuatan pasar dan struktur pasar import, yaitu :

Perusahaan pengekspor bisa meraih untung dengan menetapkan “mark-up” yang lebih rendah di pasar impor karena menghadapi elastisitas permintaan yang lebih besar selama harga yang ditawarkan lebih rendah.

2. Crylical Dumping

Motivasi dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang luar biasa rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai

15

(51)

kondisi dari kelebihan kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan produk terkait.

3. State Trading Dumping

Latar belakang dan motivasinya mungkin sama dengan kategori dumping lainnya, tetapi yang menonjol adalah akuisisi moneternya.

4. Strategic Dumping

Istilah ini diadopsi untuk menggambarkan ekspor yang merugikan perusahaan saingan dinegara pengimpor melalui strategis keseluruhan negara pengekspor, baik dengan cara pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan masuknya produk yang sama kepasar negara pengekspor. Jika bagian dari porsi pasar domestik tiap eksportir independen cukup besar dalam tolak ukur skala ekonomi, maka memperoleh keuntungan dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pesaing asing.

5. Predatory Dumping

Monopoli dipasar negara pengimpor. Akibat terburuk dari dumping jenis ini adalah matinya perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang sejenis.16

16

(52)

C. Barang-barang dan Batas Harga Dumping

Yang disebut dengan barang dumping ialah suatu barang yang diekspor ke negara lain dimana harga ekspornya lebih rendah dari harga normalnya, atau harga domestik negara pengekspor, dimana tujuannya agar pengusaha dapat merebut konsumen sebanyak-banyaknya, maka pengusaha menempuh strategi persaingan harga dengan menekan harga serendah mungkin untuk barang sejenis dengan perusahaan lain.

Berdasarkan dengan ketentuan Agreement on Implemtation of Article VI,

bahwa barang dumping adalah barang yang dijual di pasar luar negeri dengan harga ekspor lebih kecil dari harga domestik.

Untuk menentukan barang dumping atau tidak ialah tergantung dari harga normal (normal value). Bahwa menurut PP No. 34 tahun 2011 Pasal 1 angka 4 bahwa barang dumping adalah barang yang di impor dengan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari nilai normalnya di negara pengekspor.17 Sedangkan menurut kesepakatan mengenai dumping yang tertuang dalam Article VI ayat (1) bagian b butir I dan II yang menentukan barang dumping adalah sebagai berikut:18

i. the highest comparable price for the like product for export to any third country in the ordinary course of trade, or

Bagian (b) : in the absence of such domestic price, it less than either :

17

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 angka 4

18

(53)

ii. the cost of production of the product in the country of origin plus reasonnable addition for selling cost and profit.

Bardasarkan dari pada ketentuan yang disebutkan tersebut di atas Article VI ayat (1), dapat dikatakan bahwa syarat terhadap barang yang dianggap sebagai barang dumping adalah:

a. harga domestik pada level ex-pabrik (nilai normal).

b. Harga domestik yang wajar (harga pada kondisi perdagangan yang wajar (in ordinary course of trade)).

c. Barang tersebut di impor untuk tujuan konsumsi.

d. Barang tersebut sejenis dengan produk sejenisnya yang di jual di pasar domestik.

Dari ketentuan di atas dapat dilihat, bahwa tidak adanya harga domestik yang digunakan sebagai dasar dalam penentuan harga normal. Dengan demikian penentuan harga normal di dasarkan pada harga perbandingan tertinggi barang sejenis yang di ekspor kenegara ketiga dalam perdagangan pada umumnya, atau ditentukan atas dasar biaya produksi barang sejenis dengan tambahan biaya penjualan dan laba secara wajar.19

19

Sukarmi, Op. Cit., hal 160

(54)

1. adanya produsen disuatu negara yang hanya memproduksi suatu barang untuk tujuan ekspor atau tidak memproduksi barang sejenis untuk dikonsumsi di dalam negeri.

2. Adanya produsen disuatu negara yang selain memproduksi barang sejenis untuk tujuan ekspor, juga memproduksi barang sejenis untuk dipasarkan di pasar domestik, tetapi volume penjualan di pasar domestik di negara pengekspor relatif kecil sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar nilai normal.20

Untuk menentukan apakah perhitungan harga normal produk yang bersangkutan didasarkan pada harga jual sebenarnya atau biaya produksi. Dalam Buku Panduan berjudul “Bagaimana Menghadapi Tuduhan Dumping” yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengamanan Perdagangan Jenderal Kerja Sama Industri dan Perdagangan Internasional Departemen Perindustrian dan Perdagangan diuraikan penghitungan harga normal (normal value) berdasarkan harga dalam negeri dan berdasarkan biaya produksi (constructed value) sebagai berikut: 21

1. Harga Normal (Normal Value) Berdasarkan Harga Dalam Negeri.

Agar diperoleh perhitungan margin dumping yang benar, maka harga domestik harus dalam bentuk domestik eks-pabrik.

20

Sukarmi, Loc. Cit.

21

(55)

2. Harga Normal (Normal Value) Berdasarkan Biaya Produksi (Constructed Value)

Apabila pemohon tidak memperoleh harga domestik di negara ekspor, maka harga normal dapat ditentukan berdasarkan biaya produksi dengan menetapkan biaya produksi yang terdiri dari biaya pabrik di tambah biaya-biaya pemasaran dan administrasi, serta financing charges. Kemudian untuk memperoleh harga jual domestik eks-pabrik, maka biaya produksi ditambah profit margin (bisa 5% atau 10% disesuaikan dengan tingkat keuntungan normal industri tersebut).

Dalam UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan pada penjelasan Pasal 1822

1. Harga tertinggi sejenis yang diekspor kenegara ketiga.

ditentukan bahwa apabila terjadi ketiadaan harga domestik, maka harga normal ditentukan berdasarkan:

2. Harga yang dibentuk dari penjumlahan biaya produksi, biaya administrasi, biaya penjualan, dan laba yang wajar (constructed value).

Dari uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan barang dumping adalah barang yang di imporkan dengan harga dumping, yaitu harga ekspornya lebih rendah dari harga normalnya di pasaran domestik negara pengekspor.

Jika berdasarkan dengan ketentuan dalam Pasal VI ayat (1) GATT 1947, teknis perhitungan margin of dumping adalah sebagai berikut:23

22

(56)

1. Selisih antara harga normal dengan harga less than fair value (LTFV) dipasar domestik negara tujuan ekspor

(dalam ketentuan aslinya berbunyi ”Is less than the comparable price, in the ordynary course of trade, for the like product when destined for comsuption in

the exporting country, or.”)

2. Selisih harga normal dan harga less than fair value (LTFV) di pasar negara ketiga jika terdapat harga dalam negeri

(dalam ketentuan aslinya berbunyi “the highest comparable price for the like product for export to any third country in the ordynary of trade, or”)

3. Selisih antara harga normal dan jumlah biaya produksi, ongkos-ongkos penjualan, dan keuntungan jika tidak terdapat harga dalam negeri

(dalam ketentuan aslinya berbunyi “the cost of production of the product in the country of origin plus a reasonable addition for selling cost and profit”).

D. Dampak Praktik Dumping Di Indonesia

Dampak praktik dumping di Indonesia dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yakni dari pihak importir dan pihak eksportir.

1. Dampak praktik dumping di Indonesia sebagai Importir

Ada beberapa yang menjadi tolak ukur yang menjadi dampaknya bagi negara Indonesia sebagai pihak importir, yaitu sebagai berikut:24

23

2013

24

(57)

a. Tingkat produksi (level of output)

Total output dari keadaan di bawah diskriminasi harga mungkin lebih besar dibandingkan dengan keadaan di bawah harga monopoli tunggal. Kenyataannya dalam pasar yang diskriminatif, jika setiap pembeli bersedia membayar sesuai dengan kurva permintaan klasik (pada saat permintaan meningkat harga akan meningkat, demikian sebaliknya), maka total output akan cenderung sama dengan output pada situasi industri yang sangat kompetitif.

Disisi lain ada kemungkinan bagi kaum monopolis untuk menggunakan strategi diskriminasi harga untuk mengurangi output di salah satu pasar. Karena itu tidak ada teori umum dan pasti tentang implikasi dari diskriminasi harga.

Dalam perdagangan internasional cenderung mengurangi hasil produksi dari produsen pesaing lokal, tetapi hal ini dapat meningkatkan hasil produsksi dari industri hilir. Setiap situasi patut dianalisis secara khusus dan karena itu dumping tidak berbeda dari impor dengan harga rendah lainnya.

b. Penyebaran Pendapatan

(58)

pekerjaan untuk beberapa waktu. Di sisi lain, barang dengan harga rendah ini akan secara langsung menguntungkan kondisi keuangan dari para konsumen.

c. Dampak terhadap proses kompetisi dalam perdagangan internasional (effects on the competitive proces in international trade)

Dampak praktik dumping ini terhadap kompetisi sangat bervariasi, tergantung pada apakah diskriminasi harga yang terjadi secara horizontal atau vertical. Dampaknya antara lain sebagai berikut:

1) Jika dikriminasi harga ini merupakan hasil transisi dari monopoli total kebiasaan yang lebih kompetitif, maka diskriminasi harga akan berpihak kepada persaingan.

2) Jika diskriminasi harga membantu proses pengrusakan kartel internasional, maka diskriminasi harga ini akan menjadi prokompetitif terhadap negara impotir dan juga negara eksportir.

3) Jika diskriminasi harga merupakan bukti adanya harga praktik penangsaan atau merupakan tameng dari adanya kerusakan sistem ekonomi, maka diskriminasi harga bisa menjadi anti kompetitif.

(59)

Dalam perdagangan internasional, dumping tersebut menguntungkan bagi industri hilir dinegara pengimpor. Adanya produk impor dengan harga rendah (pada umumnya berbentuk bahan baku) akan meningkatkan keuntungan bagi industri dalam negeri yang menggunakannya.

2. Dampak praktik dumping di Indonesia sebagai eksportir

Dalam pola diskriminasi harga internasional, pasar yang kurang elastis atau mempunyai peraturan bisnis yang sangat kaku, umumnya cenderung memberlakukan harga tinggi untuk konsumen dalam negeri.

Di sisi lainnya dengan memperluas kesempatan ekspor, diskriminasi harga yang berupa dumping ini dapat menguntungkan konsumen dalam negeri dengan memungkinkan adanya biaya produksi yang rendah, investasi yang lebih besar untuk produk baru dan juga peningkatan kapasitas produksi yang dapat menambahkan kesejahteraan dari konsumen barang dumping.

Konsekuensi dari praktik dumping ini mengakibatkan produksi barang industri dalam negeri secara bersamaan membatasi untuk investasi pula pada penelitian dan pengembangan serta peningkatan daya manusia.

(60)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi perekonomian dunia saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat sekali, hal ini di tandai dengan adanya hubungan dagang yang di lakukan antar lintas batas-batas negara yang dilakukan oleh para pelaku usaha dengan mengikuti suatu sistem tertentu dan spesifik.

Dalam perdagangan internasional ini tentunya tidak terlepas dari suatu sistem, dimana eksistensi dalam suatu sistem merupakan suatu acuan ataupun sebuah patron yang membentuk dan mengarahkan kegiatan-kegiatan perdagangan ke dalam tujuan-tujuan tertentu yang di ingini oleh setiap pelaku usaha.

Dalam upaya membangun hubungan perdagangan internasional perlu dibuat ketentuan-ketentuan berupa aturan-aturan hukum yang besifat mengatur yang diterima sebagai suatu kesepakatan bersama yang bertujuan menjamin agar tercipta suatu perdagangan yang fair.

Ketentuan-ketentuan yang dimaksud berfungsi sebagai acuan yang berlaku secara umum yang harus di taati dan di awasi dan di berlakukan secara tegas untuk mengeliminasi atau mengurangi penyimpangan-penyimpangan yang dapat terjadi dalam hubungan perdagangan internasional.

(61)

global. Hal ini terjadi secara bersamaan dengan bekerjanya mekanisme pasar yang di jiwai persaingan.

Tindakan persaingan antar pelaku usaha tidak jarang mendorong di lakukannya persaingan yang curang, baik dalam bentuk harga maupun bukan harga. Dalam bentuk harga misalnya terjadi diskriminasi harga yang dikenal dengan istilah dumping.

Dumping merupakan salah satu bentuk hambatan perdagangan yang bersifat non tarif, berupa diskriminasi harga. Masalah dumping merupakan substansi di bidang rules making yang akan semakin penting bagi negara yang sedang berkembang untuk meningkatkan ekspornya, perbuatan melakukan praktek dumping di anggap sebagai perbuatan yang tidak fair (unfair).1

Praktek dumping tersebut dapat berakibat kerugian terhadap perusahaan domestik yang menghasilkan produk sejenis. Tindakan tersebut mengharuskan pemerintah suatu negara mengadakan pembatasan-pembatasan tertentu terhadap berbagai praktek-praktek bisnis. Pembatasan tersebut merupakan peraturan perundang-undangan yang secara eksplisit memasukkan berbagai tindakan sebagai

Di karenakan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi negara pengimpor, perdagangan dengan motif dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri dengan meningkatnya barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah dari pada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis akan kalah bersaing.

1

Referensi

Dokumen terkait

Program Aplikasi Musik Tangga Nada yang dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman Turbo Pascal 7.0 adalah sebuah program aplikasi musik komputer yang dapat menampilkan

The benefits include helping students trigger and develop their prediction skill, helping students improve their confidence, providing opportunity for students to improve

Sebagai bagian dari teknologi internet, website berperan penting dalam penyebaran informasi, berbagai kegiatan yang bersifat online, serta berbagai aktivitas lain yang

Melalui analisis jalur dalam pencarian hubungan sebab-akibat antara variabel pembelajaran multikultural, pembelajaran sejarah lokal, nasional, global terhadap

 Penataan administrasi mulai mengarah ke sistem online, khususnya untuk sosialisasi peraturan, akses data dan komunikasi (dengan desa lainnya, Positif  Manajemen

ると、 [ 名詞 ] 全般、特に [ 固有名詞 ][ 数詞 ] と [ 接辞的な要素 ] に含まれる [ 助数詞

SMA Model SKM-PBKL-PSB adalah SMA yang telah memenuhi/hampir memenuhi 8 (delapan) SNP, menyelenggarakan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL), dan memanfaatkan

(2) upaya peningkatan motivasi berprestasi guru melalui dorongan pencapaian prestasi, memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk mengambil suatu pekerjaan, kebutuhan rasa