• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Sosial Tako dalam kehidupan masyarakat jepang modern

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fungsi Sosial Tako dalam kehidupan masyarakat jepang modern"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

51 LAMPIRAN

Sebuah Layang-layang raksasa pada

Hammamatsu tako festival di prefektur Shizuoka,

diperlukan tenaga 35-50 orang pria dewasa untuk

menerbangkannya.

Layang-layang dengan motif wajah salah satu aktor Kabuki.

(2)

52

Layang-layang dengan motif Kintaro, salah satu tokoh

dalam cerita Legenda rakyat Jepang.

Layang-layang dengan motif wajah Suruga, salah satu

(3)

53

Tako berbentuk Tokek, salah satu hewan

keberuntungan di Jepang

Salah satu Tako berkarakter dewa Jepang karya Teizo Hashimoto

(4)

54

(5)

55

FUNGSI SOSIAL LAYANG-LAYANG ( TAKO ) BAGI MASYARAKAT JEPANG

MODERN

現代 日本社会 凧 社会的 機能 う

ABSTRAK

Agung klaudian putra 110708027

Layang-layang dikenal di seluruh dunia sebagai alat permainan.

凧 道具 世界中 知

Layang-layang diketahui juga memiliki fungsi ritual, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta

media energi alternatif.

凧 科学 的 研究 エネ ー ツー 儀式

機能 う

Menurut Sejarah, Layang-layang di Jepang pertama kali dikenal pada zaman Heian ( 794-1185 ).

歴史 日本 凧 最初 知 安時代 794―1185

Pada masa itu, Layang-layang sering digunakan sebagai alat komunikasi pembawa pesan

rahasia istana.

そ 時 代 凧 宮 殿 秘密 伝 言 ュニ ー ョンツ ー 使 用 さ

Di Zaman Edo ( 1630-1868 ) Layang-layang hanya mampu dimiliki dan diterbangkan kaum

(6)

56

江戸時代 - 凧 所 和紙 価格 非常 高

価 飛行機族 使用

Parade layang-layang Jepang diadakan setiap tanggal 5 Mei.

日本 凧 祭 5 5日 毎 開催 さ

Acara ini menjadi acara tahunan bagi para Orangtua dan anak laki-laki.

ベン 両親 男 子 ベン 毎 行わ

Mereka menuliskan nama anak pada layang-layang sebelum diterbangkan.

彼 飛行 ひ う

さ 前 え

カ 子供 前 え

Biasanya yang diterbangkan adalah pahlawan dalam cerita anak-anak.

通常 飛行 子供 物 語 ヒ ひ

ー ー

Hal ini dimaksudkan agar anaknya tumbuh sehat dan kuat.

(7)

57

Gambar yang disukai orangtua pada acara ini adalah motif kura-kura, bangau dan gurame.

ー ベン 両 親

愛用 う

動機 う

ー カ サ さ

Kura-kura dan bangau merupakan lambang panjang umur. Sementara Gurame melambangkan

keuletan.

カ ーン 長 象徴 鯉 忍耐 象徴 そう

Semakin tinggi layang-layang terbang, konon dipercaya nasib nama anak yang ditulis akan

semakin baik.

凧 高 高 書 子供 前 運命 長 信

Di Higashiomi, prefektur shiga, layang-layang selalu diterbangkan dalam “yokaichi giant kite festival “ pada minggu ke 4 setiap mei.

東近江滋賀県

ひ う

凧 5 4週目 う

(8)

58

Pada festival itu, orang menerbangkan layang-layang hyakujo berukuran 13 meter dan 12 meter

dengan berat 700 kg.

Selain diterbangkan pada acara-acara khusus tersebut. layang-layang juga sebagai kegiatan

tahun baru.

Pemerintah Jepang memberikan subsidi kepada para seniman layang-layang.

日本政府 せ

ー 凧 補助金 提 供 う

Museum tako-no-hakubutsukan di tokyo memiliki sekitar 3.500 koleksi dari jepang dan

mancanegara.

東 京 う う

(9)

59

Layang-layang di Jepang tidak hanya berfungsi sebagai permainan tradisional, tapi merupakan

media dalam merekatkan hubungan antara orangtua dan anaknya,

日本 凧 伝統的 ー 機能 親 子 間 関

Karena orangtua Jepang umumnya selalu sibuk dengan pekerjaan di kantor, sementara

anak-anaknya sibuk dengan ekstrakulikuler di sekolah, sehingga hubungan antara anak-dengan

orangtuanya berkurang,

日本人 両親 一般 的 事務所 仕 事 持 子供 課外 学校 忙 親 子供 関係 小さ

sehingga terkadang menimbulkan konflik. Anak menjadi terabaikan, dan orangtua merasa

kurang dekat dengan anaknya,

時 立 う 子供 無 視 両親 息子

身近

Melalui festival tako ini, anak dan orangtua di Jepang menjadi lebih akrab dan terjalinlah

(10)

60

凧際 通 日 本 子供 親 身近 家族 中 調和

増加 う

Festival tako melibatkan hampir seluruh elemen masyarakat, Dalam pelaksanaannya

memerlukan persiapan 1 tahun sebelumnya.

凧 祭 社 会 要素 含 準備 一 中 必 要

(11)

31 . BAB III

ANALISA FUNGSI SOSIAL DAN NILAI MORAL TAKO BAGI

MASYARAKAT JEPANG MODERN

1.1

Fungsi Tako

Layang-layang di Jepang memiliki sejumlah fungsi sosial terhadap berbagai elemen

masyarakat, meliputi keluarga, Kelompok warga, hingga menyangkut Festival dan

Pertandingan, berikut penulis paparkan mengenai Fungsi sosial dan nilai moral Tako bagi

masyarakat Jepang modern.

3.1.1 Keluarga

Menurut Ki Hajar Dewantara, Keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena

terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki,

esensial, enak dan berkehendak dan bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk

memuliakan masing-masing anggotanya.

Ie adalah kelompok terkecil dalam masyarakat tradisional Jepang. Sistem Ie ada sejak

tahun 1617 di Jepang yang disebut dengan Ie Seido. Namun setelah perang dunia ke II tahun

1946 undang-undang tentang sistem Ie dihapuskan, tapi sistem ini masih dianut sampai

sekarang oleh masyarakat Jepang.

Ie di bagi menjadi dua jenis:

· 直径家族 Chokkei Kazoku:

Sistem keluarga berdasarkan keturunan pria (sistem patrilinial). Yang dapat tinggal di Ie, hanya

anak laki-laki pertama beserta istri dan anaknya.

Sistem Chokkei Kazoku dapat dilihat dalam Kouseki (kartu keluarga) dan batu nisan.

(12)

32

Sama seperti Chokkei Kazoku menggunakan sistem patrilinial, namun semua anak laki-laki

dapat tinggal di satu Ie. Tetapi warisan (Zaisan) tetap hanya Chounan yang memiliki hak.

Pemikiran Ie berasal dari ajaran konfusianisme Cina yang disebut Jukyou. Jukyou berarti

berbakti kepada orang tua dari hidup sampai meninggal dengan cara menjaga kesinambungan

ie, dan mengadakan matsuri untuk nenek moyang, yang dikenal dengan Bon Odori.

Keluarga di Jepang disebut “Kazoku” dalam bahasa Jepang. Hal ini pada dasarnya

terdiri dari beberapa anggota keluarga seperti dalam masyarakat lainnya. Keluarga Jepang

didasarkan pada garis keturunan dan adopsi Leluhur dan keturunan dihubungkan bersama oleh

garis silsilah keluarga ( Keizu ), yang bukan berarti hubungan berdasarkan warisan darah belaka

melainkan ikatan hubungan yang melekat berdasarkan pemeliharaan dan kelangsungan

keluarga sebagai sebuah institusi. Dalam setiap periode tertentu dari sejarah keluarga,

diharapkan setiap anggota keluarga dapat berkonstribusi dalam melestarikan ikatan keluarga.

Yang dianggap tugas tertinggi anggota tersebut.

“ Ie “ adalah istilah jepang yang secara harafiah berarti rumah tangga. Hal ini dapat

berarti rumah fisik atau mengacu pada garis keturunan keluarga. Hal ini populer digunakan

untuk menyebut struktur keluarga “tradisional”. Definisi fisik yang nyata mengenai “Ie”

meliputi rumah, sawah, dan kebun, serta pemakaman. Sedangkan secara simbolis meliputi

keluarga, kerabat, dan sanak famili, selain itu menyangkut hubungan sosial, ekonomi dan

agama yang terjadi dalam keluarga.

Ie adalah Rumah tangga patriarki dan terdiri dari Kakek-nenek, anak mereka, serta cucu.

Walaupun 98 % rumah tangga di Jepang memilih laki-laki sebagai kepala rumah tangga, istri

mungkin bisa dianggap sebagai kepala rumah tangga jika dia mencari penghasilan sementara

suami tidak. dalam rumah tangga “tradisional” Jepang, Putra tertua mewarisi properti rumah

tangga serta bertanggung jawab dalam mengurus orangtuanya dengan bertambahnya usia

(13)

33

Putra sulung juga diharapkan dapat hidup bersama dengan orang tuanya ketika mereka

tumbuh dewasa. Saat ini seluruh rumah tangga di Jepang wajib mencatat informasi mereka

dalam Koseki, yaitu sistem pendaftaran keluarga, yang mencatat setiap dan semua perubahan

komposisi keluarga serta identitas. Koseki juga membutuhkan rumah tangga untuk menunjuk

satu orang sebagai kepala rumah tangga, biasanya laki-laki. Setelah kepala keluarga dipilih,

anggota lain dari rumah harus mengubah nama keluarga mereka dengan nama yang ada pada

kepala keluarga, termasuk anak-anaknya.

Jepang adalah negara maju, dimana mayoritas penduduknya tinggal di Kota besar,

mobilitas penduduknya sangat tinggi. Rutinitas sebuah keluarga di Jepang bermula pada pagi

hari dan berakhir pada larut malam, dimana sang Ayah pulang larut malam sementara sang anak

harus tidur jam 9 karena besok pagi harus ke sekolah. Hal ini menyebabkan interaksi sosial

antara Ayah dan anaknya menjadi berkurang, akibatnya sang Ayah kurang mengetahui

perkembangan psikologis anaknya dan sang anak menjadi haus perhatian sang Ayah.

Beberapa momen festival menjadi media bagi orangtua dan anaknya untuk menjalin

keakraban setelah kesibukan sehari-hari. Selain itu festival menjadi ajang silahturahmi terhadap

kakek nenek maupun tetangga sekitar yang selama ini jarang bertegur sapa. Diantara festival di

Jepang, salah satu yang memiliki partisipan yang sangat tinggi adalah festival layang-layang

atau Tako matsuri ( 凧祭 ).

Keluarga merupakan tempat pertama bagi sang anak dalam mendapatkan perannya

ditengah-tengah lingkungan bermasyarakat. Lewat keluarga, anak mendapatkan mendapatkan

pelajaran dasar tentang etika, menyayangi sesama hingga bagaimana cara hidup mandiri dalam

mengurus diri sehari-hari. Tako memiliki sejumlah peranan penting terhadap keluarga Jepang,

diantaranya ;

(14)

34

Pembuatan layang-layang adalah tradisi keluarga yang diwariskan dari ayah ke anak sulung.

Di zaman dulu ada hampir tidak ada alternatif selain menurunkan hal ini kepada anak

sulung. Dalam keluarga yang merintis pembuatan layang-layang raksasa, Jika anak tidak

melanjutkan jejak ayahnya yang cukup langka, atau jika tidak memiliki anak, hal itu biasa

dan cukup dapat diterima bagi keluarga untuk mengadopsi seorang anak.

Keterampilan khusus yang diperlukan untuk seni unik Jepang ini sering dipelihara

berdasarkan praktek adopsi. Dihadapkan dengan kebutuhan adopsi, keluarga berusaha keras

untuk menemukan orang muda yang menunjukkan bakat menjanjikan untuk profesi sebagai

pembuat layang-layang raksasa dan akan diapresiasi.

Sementara itu, bagi keluarga jepang pada umumnya, perayaan festival layang-layang ini

adalah salah satu momen dimana sang Ayah dapat lebih mengakrabkan diri dengan anaknya,

khususnya terhadap anak laki-lakinya. Khususnya sebelum hari H dimana mereka sibuk

merancang layang-layang yang kokoh dan tahan lama terbang di angkasa. Dalam membuat

layang-layang bersama ini, sang Ayah yang notabene kesehariannya dihabiskan di kantor

dan sang anak yang jarang sekali bisa terlibat obrolan dan keintiman dengan ayahnya,

menjadi lebih akrab dan terjalinlah komunikasi yang baik diantara keduanya. Hal ini sangat

penting mengingat seorang anak sangat membutuhkan sosok Ayah dalam kehidupannya,

karena sebagai lelaki seorang ayah memilik peran mengajarkan sikap bijaksana, mandiri,

teguh, dan tanggung jawab serta seorang Ayah biasanya memiliki jiwa seni yang lebih

tinggi daripada pihak ibu.

2. Menumbuhkan Kreativitas Anak

Melalui perayaan Tako, Seorang anak belajar tentang bagaimana menciptakan

(15)

35

kesabaran, serta kreativitas sang anak yang terlatih dari kegagalan demi kegagalan dalam

menciptakan Tako. Melalui permainan tradisional Tako, anak-anak jepang mendapatkan

asupan pengetahuan dalam mengembangkan kreativitasnya, sesuatu yang sulit didapat dari

permainan modern seperti video game, playstation, serta media permainan modern berbasis

media elektronik seperti ipad dan smartphone.

3. Mengembangkan kecerdasan natural Anak

Banyak alat-alat permainan Tako yang dibuat dari tumbuhan, seperti bambu, benang, kertas

washi, cat minyak, dan unsur alam lainnya, selain itu permainan tako diadakan di alam terbuka

sehingga banyak objek alam yang bisa disaksikan dan dipelajari. Seperti persawahan, sungai,

dan taman, sehingga Aktivitas tersebut mendekatkan anak terhadap alam sekitarnya sehingga

anak lebih menyatu dengan alam dan secara tidak langsung menumbuhkan motivasi baginya

untuk mencintai lingkungan dan melestarikannya.

4. Mengembangkan kecerdasan kinestetik Anak

Pada umumnya, permainan tradisional mendorong para pemainnya untuk bergerak, seperti

melompat, berlari, menari, berputar, dan gerakan-gerakan lainnya. Hal ini juga dapat ditemukan

pada permainan Tako.

5. Keharmonisan dalam keluarga

Permainan Tradisional Tako yang diadakan di lapangan terbuka, melibatkan hampir

semua anggota keluarga, biasanya Ayah dan anak laki-lakinya menjadi penerbang Tako,

sementara Ibu dan anak perempuan menyiapkan perbekalan makan siang, dan Kakek nenek

membantu sang Ibu dan cucunya atau bisa juga sesekali turut bermain menerbangkan Tako,

momen inilah yang menciptakan harmonisasi dalam sebuah keluarga di Jepang, mengingat

(16)

36

bekerja part-time, sementara sang anak sibuk dengan kegiatan ekstrakulikulernya di

Sekolah, dan Kakek maupun nenek jarang bisa bercengkerama dengan anak cucu mereka

karena ada yang tinggal berbeda rumah dan berbeda kota, sehingga dengan momen

permainan Tako yang difestivalkan ini, hubungan interaksi antar anggota keluarga menjadi

erat dan terciptalah harmonisasi dan kerukunan dalam keluarga tersebut, sehingga

meningkatkan kualitas kasih sayang antar keluarga, dan hal ini mengurangi tingkat stress

tiap anggota keluarga, sehingga secara tidak langsung mengurangi angka bunuh diri karena

kurangnya perhatian dan kasih sayang keluarga.

2.1.4 Kelompok

Kelompok adalah kumpulan manusia yang memiliki kesadaran bersama akan

keanggotaan dan saling berinteraksi. Kelompok diciptakan oleh anggota masyarakat.

Kelompok juga dapat memengaruhi perilaku para anggotanya.

Menurut Abdul Syani, terbentuknya suatu kelompok sosial karena adanya naluri manusia yang

selalu ingin hidup bersama. Manusia membutuhkan komunikasi dalam membentuk kelompok,

karena melalui komunikasi orang dapat mengadakan ikatan dan pengaruh psikologis secara

timbal balik. Ada dua hasrat pokok manusia sehingga ia terdorong untuk hidup berkelompok,

yaitu:

1. Hasrat untuk bersatu dengan manusia lain di sekitarnya

2. Hasrat untuk bersatu dengan situasi alam sekitarnya

Festival Layang-layang yang diselenggarakan pada bulan mei di Jepang tidak hanya

melibatkan keluarga tetapi juga antar warga bahu-membahu dalam mensukseskan acara

tahunan ini. Beberapa fungsi sosial Tako dalam kelompok masyarakat diantaranya ;

(17)

37

Festival Tako diadakan pada bulan mei bertepatan pada musim panas, jauh-jauh hari

biasanya para warga telah menyiapkan acara ini, melalui acara interaksi sosial antar warga

semakin erat, terjadi komunikasi yang erat antar warga. Festival Layang-layang ini juga

dimanfaatkan oleh para warga Jepang untuk bersilahturahmi dengan tetangga sekitar

rumahnya, mengingat warga Jepang yang umumnya berprofesi sebagai salaryman tidak

memiliki waktu yang cukup untuk bertegur sapa dengan tetangganya.

2. Ajang Reuni teman lama

Selain itu acara festival ini juga sering dimanfaatkan warga untuk bertemu dan reuni

dengan teman semasa sekolah. Anak-anak usia sekolah juga memanfaatkan momen ini

untuk berkumpul dengan teman sebayanya. Dan Pihak Ayah biasanya mengadakan reuni

dengan teman-teman semasa remajanya yang kini sudah berkeluarga, Sementara kaum

lansia mengadakan reuni antar lansia dan pensiunan veteran. Sehingga terciptalah hubungan

komunikasi yang intens antar sahabat sehingga secara tidak langsung membuat seorang

individu menjadi termotivasi dalam menjalani hidup, sehingga tingkat stress yang kerap

melanda warga jepang, perlahan memudar berkat keakraban yang terjalin selama festival

tako diadakan.

2.1.4 Festival

Layang-layang tidak pernah berdiri sendiri di Jepang, tapi selalu diasosiasikan dengan

festival, liburan, dan perayaan khusus lainnya. Sebelum kedatangan ajaran Budha pada abad ke

enam, fitur utama dari agama jepang asli adalah penyembahan terhadap kekuatan misterius

yang diyakini memerintah alam. Pada kesempatan yang sama orang-orang yang yang

ditawarkan ritual untuk dewa-dewa alam, berdoa untuk membersihkan jiwa dan memohon

tanaman panen yang berlimpah. Seiring berjalannya waktu, ini menjadi suatu momentum untuk

(18)

38

layang-layang masih menjadi festival keagamaan, dan kini menjadi festival tahunan untuk

merayakan keberhasilan panen dan pariwisata serta pemersatu paguyuban warga kota.

Festival Tako diadakan pada minggu keempat pada bulan mei setiap tahunnya. Festival Tako

diadakan hampir di semua prefektur di Jepang seperti Prefektur Shiga, Prefektur Tokushima,

Prefektur Saitama, Prefektur Niigata, dan Prefektur Kanagawa.

Festival Tako yang terbesar diadakan di kota Sagamihara, Prefektur Kanagawa. Festival

ini biasa dikenal dengan sebutan 相模 大戸湖 “Sagami-no-Oodako”, ciri khasnya adalah

layang-layang yang dimainkan dan dipertandingkan berukuran raksasa dan festival ini

diprakarsai oleh Himpunan Asosiasi pelestarian Layang-layang Shindo, Kamiisobe, Simoisobe,

dan Katsusaka yang terletak ditengah-tengah prefektur Kanagawa. Acara tahunan ini biasanya

diadakan di pinggir sungai Kanagawa.

Menurut Sejarah dikatakan bahwa Layang-layang raksasa Sagami dimulai selama

periode Tenpou ( Sekitar tahun 1830 M ) pada era Edo. Layang-layang menjadi lebih besar dari

waktu ke waktu sampai mencapai ukuran yang sekarang. Awalnya layang-layang diterbangkan

oleh seseorang untuk merayakan kelahiran anaknya. Seiring waktu tradisi ini diperluas ke

daerah lain dan alasan untuk terbang mereka juga berubah. Layang-layang akhirnya

diterbangkan sebagai bentuk doa untuk membantu memastikan panen yang lebih baik. Mereka

diterbangkan kebanyakan oleh orang-orang berusia muda dari masyarakat. Selama era Showa,

asosiasi empat pemuda di Shindo, Kamiisobe, Simoisobe dan daerah Katsusaka mulai

membangun dan terbang layang-layang yang sangat besar di empat kabupaten yang berbeda

hampir setiap tahun.

Pada Tahun 1991, Asosiasi Pelestarian Layang-layang raksasa dimulai di empat kabupaten. The

Sagami Giant Kites, yang merupakan induk organisasi pelestarian layang-layang didirikan

tahun 1994. Sejak saat itu asosiasi ini menjadi asosiasi layang-layang terbesar di Jepang.

(19)

39

Karakter tulisan pada layang-layang ini mewujudkan harapan, impian dan perasaan bangga

masyarakat. Festival Layang-layang Sagami telah menjadi tradisi kebanggaan masyarakat

setempat selama bertahun-tahun. Sejak tahun 1996 masyarakat diberi kesempatan untuk

memberikan suara pada karakter gambar atau judul yang mereka inginkan pada layang-layang

setiap tahun. Sejak akhir perang dunia ke II, karakter seperti “Kaze-Angin” atau “Hikari

-Cahaya” sering digunakan. Judul untuk layang-layang tahun 2015 adalah 隼風(Haya

Kaze-Angin Falcon ). Setiap tahun Festival layang-layang raksasa Sagami diadakan di empat daerah

yang berbeda dari tanggal 4-5 mei. Rincian acara dapat ditemukan di majalah wisata Kota

Sagamihara dan di brosur festival yang didistribusikan di sekitar Kota, serta di website

pariwisata kota Sagamihara.

Selain Festival di Kota Sagamihara prefektur Kanagawa, Festival layang-layang lainnya

yang terkenal adalah Festival Hamamatsu di Shizuoka. Festival Hamamatsu diadakan selama 3

hari dari tanggal 3-5 mei. Festival ini diadakan untuk merayakan putra sulung ( Hatsuko ).

Dalam beberapa tahun terakhir, juga sering dibuat untuk merayakan kelahiran anak kedua atau

anak perempuan. Biasanya untuk perayaan ulangtahun disngkat “Hatsu”.

Layang-layang ( Tako ) Jepang biasanya diadakan pada hari minggu keempat pada

bulan mei setiap tahun. Festival ini serentak diadakan di hampir seluruh prefektur di Jepang

seperti prefektur Niigata, hamamatsu, shizuoka, nagasaki. Para warga kota besar seperti Tokyo

dan Osaka biasanya ikut memeriahkan festival layang-layang tersebut, dengan menyempatkan

akhir pekan di akhir mei untuk mengunjungi salah satu kota yang mengadakan festival tersebut.

Hal ini membuat keakraban keluarga menjadi terjalin kembali, mengingat rutinitas sang Ayah

maupun ibu sangat sibuk di kantor, selain itu sang anak juga sibuk dengan kegiatan

ekstrakulikuler di sekolah, dan dengan mengikuti festival ini juga menjadi kesempatan bagi

pihak keluarga di kota untuk mengunjungi kakek-nenek mereka yang berada di kampung

(20)

40

diterbangkan untuk perayaan kelahiran putra sulung keluarga, dan keluarga saling berebut

untuk menerbangkan layang-layang dengan bentuk paling spektakuler. Siang harinya diadakan

pertandingan antar layang-layang, kemudian pada malam harinya diadakan pawai di jalanan

kota sambil memanggul miniatur istana atau kuil. Namun walaupun secara resmi disebut fetival

tapi tidak menyangkut festival kuil tertentu. Namun ibadah dan doa keselamatan tetap diadakan

di salah satu kul lokal. ada juga ritual menghias lentera. Dan dalam beberapa tahun terakhir,

jumlah partisipan festival ini telah mencapai 1-1,5 juta warga, meliputi warga prefektur

shizuoka dan warga kota lain seperti tokyo dan osaka.

1.1.5 Pertandingan

Festival layang-layang jepang menggabungkan ucapan selamat dan ungkapan syukur

atas keberhasilan panen, belum berkembang menjadi aktivitas lain seperti pertempuran

layang-layang. Meskipun adu layang-layang telah populer di China dan korea namun bangsa jepang

tidak segera mempraktekkan adu tersebut, namun segera kompetisi adu layang-layang diadakan.

Pertandingan layang-layang dapat membuat orang jepang merasa kehilangan muka seandainya

dirinya kalah, karena bangsa jepang menganut budaya rasa malu. Oleh karena itu banyak

diantara peserta yang memilih untuk menurunkan layang-layang miliknya daripada disenggol

layang-layang tetangganya. Disisi lain, pertandingan layang-layang tidak pernah mendapatkan

popularitas yang luas di Jepang, tapi antusiasme peserta tidak mengenal batas. Terkadang

sebagai formalitas dari masyarakat dan karena kerasnya kondisi masyarakat pedesaan,

kompetisi tetap dibutuhkan. Disisi lain, Masyarakat Jepang yang menganut budaya rasa malu

biasanya enggan untuk bertanding karena takut menyinggung perasaan lawan mainnya, selain

itu mereka akan merasa malu bila kalah telak dari lawan mainnya, namun tak jarang

pertandingan tetap terjadi hanya sebagai formalitas dan jarang ada obsesi untuk menjadi

pemenang, hanya sekedar ajang pelepas stress. Namun ada pula warga Jepang yang memang

(21)

41

bermanuver dan dilapisi bubuk kaca, pasir tajam atau tanah tembikar, bahkan pisau dengan

tujuan memotong benang layang-layang lawan.Pada titik ini layang-layang yang kalah

melayang jauh bebas, sedangkan pemenang menyatakan dirinya takkan terkalahkan dan

menantang semua penonton. Di Jepang, pemain layang-layang nagasaki adalah yang paling

terkenal dari semua jenis kompetisi. Layang-layang masuk ke nagasaki pada awal abad ke 17.

Nagasaki merupakan salah satu prefektur di Jepang yang masih mempertimbangkan

layang-layang tetap terbang sendirian di langit sebagai undangan untuk bertanding dengan

pemain lain. Adat istiadat, kesenangan, atau mencapai kemenangan, sebenarnya untuk menjaga

dan melestarikan layang-layang agar tetap hidup walau tidak terdokumentasikan di wilayah lain.

Meskipun layang-layang secara tradisional diasosiasikan dengan permainan anak laki-laki,

namun anak-anak perempuan sekarang juga dapat menerbangkan layang-layang. Pada festival

layang-layang raksasa, para anak perempuan juga dapat membantu untuk menerbangkan layang

tersebut. Hal ini terjadi di prefektur Niigata, dimana semua gender dapat berpartisipasi. Namun

tidak di Prefektur Hamamatsu, dimana layang-layang sangat terorganisir dan identik sebagai

olahraga pria.

Sungai urakami melintasi Kota Nagasaki. Setengah bagian sungai tersebut bermuara ke laut

China timur, dan menjadikan Nagasaki sebagai kota pelabuhan, yang mana pusat kotanya

berpusat di timur daya mengikuti aliran sungai Nakajima. Sepanjang sungai Nakajima terdapat

pusat bisnis dan pusat perbelanjaan. Antara bulan maret dan mei seratusan layang-layang

nagasaki terbang tinggi melewati gunung Inasa, melintasi pelabuhan dan sungai urakami serta

sungai nakajima dan melewati sepanjang distrik perbelanjaan. Ini merupakan perpaduan dan

kolaborasi antara layang-layang asli Nagasaki yang disebut Hata dan dipersandingkan dengan

layang-layang luar negeri. Hata artinya bendera. Warna layang-layang Hata adalah merah, putih,

dan biru tua, warna bendera Belanda ( Plate 54-56 ). Kadang-kadang selama awal abad ke 17,

(22)

42

tradisional bermotif tokoh kabuki, dan struktur kerangka serta bentuk keduanya kini menjadi

identitas dari Layang-layang Hata yang dimodifikasi dari layang-layang Belanda dan memiliki

unsur seni berupa motif tokoh Kabuki atau hewan mitologi. Dan pada dasarnya Layang-layang

Jepang memiliki kesamaan desain dengan layang-layang Belanda dan India, hal ini terjadi

karena akulturasi budaya yang dibawa oleh para misionaris dan para pedagang Belanda dan

India yang singgah di Nagasaki dan menyebar ke seantero Jepang.

Struktur tulang layang-layang Hata pada dasarnya mengikuti potongan layang-layang India :

dimana memiliki dua buah tongkat kendali tapi potongannya memungkinkan Kita

mengendalikan layang-layang tersebut secara seimbang. Kertas lembaran Layang-layang India

hari ini, sama dengan desain 300 tahun yang lalu, umumnya memiliki sudut potong yang

ekstrem dan ramping seperti kertas tisu. Selain itu modelnya mengikuti desain bendera Belanda,

menggunakan kertas yang dipotong secara manual menggunakan tangan. Jadi dapat dikatakan

bahwasannya Orang Jepang mengkopi Layang-layang India, namun mereka menggunakan

kertas minyak ( Washi ) yang lebih kuat. Walaupun secara faktanya diadaptasi dari India,

namun dapat dikatakan bahwa pakar sejarah Kota Nagasaki tidak dapat menyimpulkan secara

pasti alasan orang Jepang mengadaptasi layang-layang dari Hindia Belanda maupun India.

Yang lebih mengejutkan, surat kabar mencatat bahwa seorang pria bernama Inoue bisa terbang

hata sebuah arah angin meskipun layang-layang biasanya diterbangkan melawan angin. Dalam

layang-layang: survei sejarah, Clive hart, dekan sejarawan layang-layang Barat, menulis bahwa

"layang-layang nagasaki mungkin adalah layang-layang pertempuran terbaik yang pernah

dirancang".

Layang-layang nagasaki umumnya memiliki panjang enam kaki, dua tali kekang melekat pada

tulang vertikal. Pada ujung kekang terdapat pengait yang menopang dua puluh kaki dari garis

yang telah dilapisi dengan pasta kaca. Jalur utama kemudian diikat kasar. Layang-layang akan

(23)

43

akan saling bermanuver dan berusaha untuk saling memotong satu sama lain. Saling menyerang

dan para pemain akan berusaha manuver keluar dari bahaya dan jika memungkinkan akan

menyerang balik.

Festival ini biasanya diadakan pada hari minggu pada bulan Maret, April atau Mei, dimana

kerumunan besar masyarakat akan berkumpul di lapangan dekat kaki gunung hampir di setiap

kota penyelenggara. Tohakkei dan Inasa adalah salah satu Gunung yang paling populer. Untuk

mencapai Tohakkei, berjalan 20 menit dari pusat kota, dimana laut Ariake dan Gunung Unzen

terlihat di timur, dan pelabuhan terlihat dari arah barat. Inasa, menghadap ke pelabuhan dan

memiliki sudut pandang pemandangan kota nagasaki dan di arah barat terdapat pemandangan

kepulauan Goto.

Pada pagi hari Festival layang-layang yang diselenggarakan pada bulan April tanggal 29 setiap

tahunnya untuk memperingati ulangtahun Kaisar, pelabuhan nagasaki biasanya dipenuhi

dengan kapal-kapal nelayan otomotif bersama dengan formasi yang longgar, dan terdapat pula

speedboat balapan, sementara di puncak gunung, keluarga, penjual layang-layang, minuman

dan makanan duduk dibawah payung atau lembaran tikar sembari berlindung dari sinar

matahari ( plate 30 )

Para penonton duduk di karpet atau tikar bulu yang diletakkan ditanah. Anak kecil dipangku

dengan nyaman di kaki Ibu Mereka atau saudara yang lebih tua, dan bersandar pada bantal

belundru khas Jepang. Minuman ringan berjejer rapi untuk menemani O-Bento ( Piknik makan

siang), dan sake serta bir juga tersedia. Keluarga para “pemain” dan teman-temannya

berkerumun di sekitar mereka, berteriak dan bertepuk tangan dengan antusias, sementara anak

laki-laki berjalan melalui kerumunan menjadi penjaga dan pegintai yang waspada seandainya

ada layang-layang jatuh. Layang-layang jatuh menjadi milik orang pertama yang berhasil

(24)

44

“ Katsuro! “ ( memotong ), dan sebagai layang-layang bebas tanpa pemilik, perlombaan

kembali dimulai untuk mengklaim kepemilikan tersebut.

Pada tanggal 10 bulan April ketika Festival Hata diadakan setiap tahunnya, terdapat

audisi untuk mengumpulkan para pemain layang-layang tangguh, berdasarkan usia peserta.

Kontes biasanya berlangsung selama dua jam dan memiliki aturan sederhana, yakni

diperbolehkan untuk menggunakan 2 layang-layang. Dengan ketentuan akhir dimana kekalahan

awal tidak akan menempatkan kontestan segera keluar dari kompetisi. Kontes ini biasanya

dimenangkan oleh sejumlah kontestan hanya dalam waktu periode dua jam. Biasanya

pemenang akan membawa turun satu layang-layang setiap 9 menit, untuk total tiga belas

layang-layang, jadi mereka ada juga yang berbentuk grup dan terbangnya membentuk formasi.

Hadiahnya adalah Piala berbentuk model layang-layang berlapis perak dari sebuah kapal layar

Belanda, disajikan dengan upacara besar oleh seorang Gadis muda Jepang memakai kostum

Belanda dan kemudian Walikota dan pejabat setempat datang memberikan hadiah. Biasanya

pemenang kompetisi ini adalah olahragawan layang-layang dewasa yang telah berpengalaman

menerbangkan layang-layang sejak kecil, anak-anak turut bersaing juga, tapi penampilan

mereka dibayangi oleh orang dewasa yang terampil.

Di Zaman dahulu kontes mungkin dilakukan sebanyak mereka lakukan hari ini, teknik

memotong dan aturan untuk mengklaim layang-layang jatuh, meskipun tidak ada musim yang

tetap untuk pertempuran layang-layang, namun juga pengibaran layang-layang tetap menjadi

Festival. Sebaliknya, para penggemar layang-layang menantang satu sama lain dan menetapkan

tanggal mereka sendiri untuk berperang satu sama lain. Teman dan Kerabat membuat persiapan

piknik dan semua orang naik ke Gunung membawa labu besar, sake, tikar jerami, dan bento.

Mereka juga membawa drum lalu menari dan bernyanyi. Bahkan terdapat Geisha yang siap

(25)

45

Seringkali kegembiraan atas pertempuran di langit dan kepentingan oleh penonton membuat

terjadinya perkelahian penuh semangat di darat juga, ketika antusiasme untuk layang-layang

mulai membesar dan menimbulkan sikap arogan dan ambisi yang tinggi untuk menang, dan

terjadilah perkelahian fisik dan perusakan properti oleh para penonton dan peserta fanatik.

Pemerintah Jepang juga prihatin dengan ketidaktertarikan dalam pekerjaan yang tampaknya

ditimbulkan oleh terlalu banyaknya warga Jepang yang meminta cuti bekerja untuk meluangkan

waktu bertanding layang-layang dan namun ini hanya membawa pengaruh kecil terhadap roda

ekonomi di kota Nagasaki.

Sementara di Kota Nakatajima dan Hamamatsu, Sebelum hari H Festival Nakatajima

tiba, layang-layang telah terbang di berbagai lokasi, mulai dari pelataran kuil, pinggiran sungai

shinkawa, atau di pekarangan rumah masyarakat. pria muda yang biasanya menerbangkan

layang-layang adalah putra pertama dan seringkali Dia menerbangkannya sejak balita. Hal ini

berlangsung bertahun-tahun selama perayaan Hari anak laki-laki, dan ini populer hampir

diseluruh distrik di Jepang. Rekaman sejarah zaman Edo mencatat bahwa di Hamamatsu,

layang-layang telah mengudara selama lebih dari 400 tahun lamanya, dan pada tahun 1558,

pada perayaan ulangtahun Pangeran Yoshishiro, putra pertama kekaisaran Hikuma, yang diberi

gelar Sabashi Jingoro, terjadi evolusi dalam struktur organisasi pertandingan layang-layang,

dari awal mulai dari rentetan lomba informal hingga menjadi pertandingan layang-layang yang

difestivalkan dan lebih terorganisir, dan diberi penghargaan serta apresiasi tinggi pihak kaisar.

Tadao Saito, yang telah banyak menulis tentang layang-layang Jepang, menyatakan bahwa

layang-layang berwarna dari Jepang ; “ aturan ketat yang mengatur pertandingan layang-layang

Hata adalah pecundang ( tidak berani bertaruh ) harus menanggung dendam. Perasaan sakit hati

(26)

46

seharusnya menjadikan ini sebagai awal dari persahabatan antar pemain. Sikap pertempuran

haus darah kontras dengan rasa ketenangan khas warga bagian selatan Jepang.

Layang-layang hata juga diterbangkan pada kesempatan khusus, seperti ketika Pejabat

mengunjungi Nagasaki. Mantan Presiden Amerika Serikat, Ulysses S.Grant mengunjungi

Jepang pada tahun 1879 dan menyaksikan Tako Hata dari sebuah kapal yang berlabuh di

Pelabuhan Oura. Pada Tahun 1890. Ketika kapal milik kekaisaran meiji mengunjungi Nagasaki,

Dia mengirim kabar darat bahwa Dia ingin menikmati Layang-layang Hata, Selebaran

menemukan tempar-tempat darimana mereka bisa menerbangkan layang-layang Mereka dan

dapat disaksikan oleh Kapal Kaisar, dan segera layang-layang warga mengangkasa, termasuk

beberapa diterbangkan oleh pelaut dan anak buah kapal ( ABK ) dari geladak kapal. Seshici

Obitana, salah satu selebaran lokal pada hari itu, mencatat disalah satu kolom hariannya ( ditulis

oleh Kurasuke Watanabe ) dalam apa yang disebut sebagai peristiwa bersejarah bagi Dia dan

Kota Nagasaki. Karena masyarakat Jepang hidup dalam lingkungan alam berupa kepulauan dan

pegunungan yang masing-masing menunjukkan kekuatan di satu pihak, dan juga keindahan di

lain pihak, maka rakyat Jepang dibawa kepada keharusan untuk memperhatikan harmoni

kehidupan. Selain itu Masyarakat Jepang yang menganut paham kepercayaan terhadap

dewa-dewa dan hewan mitologi, menerapkan simbol-simbol tersebut kedalam berbagai unsur mulai

dari perabotan rumah, desain ruangan, hingga pada gambar di lembaran tako atau layang-layang.

Gambar sosok dewa dan hewan mitologi pada lembaran layang-layang merupakan bentuk

lambang ungkapan syukur dan harapan petani atas hasil panen yang berlimpah, disisi lain

harapan agar anak laki-lakinya dapat tumbuh mandiri dan sukses di kemudian hari.

Bagi masyarakat Jepang yang penting adalah konsep Wabi-Sabi dari Zen Budddhisme.

Konsep estetika Jepang yang berpusat pada penerimaan akan ketidak kekalan dan ketidak

sempurnaan sebagai sifat kehidupan. Maksudnya bahwa hidup itu tidak kekal, selalu berubah

(27)

47

tidak kekal, dan tidak komplit”. Konsep Wabi-Sabi ini berkembang dari ajaran Zen Buddhisme,

mengenal 3 ciri khas kehidupan, yaitu ketidak kekalan, penderitaan dan kekosongan atau

kehampaan atas diri kita yang sejatinya. Filosofi ini dapat ditemui pada permainan tradisional

tako, yaitu ketika Pemain mengalami kekalahan dimana Layang-layangnya putus dan jatuh

bahkan hilang dari pandangan, disitulah sejatinya Kita harus menerima kekalahan, dan

menyadari bahwa tidak ada yang kekal, tidak ada yang sempurna dan harus diterima, hal inilah

yang dijadikan landasan oleh pemain layang-layang di Jepang, berbeda dengan di Indonesia

dimana permainan layang-layang malah menjadi ajang taruhan dan berujung pada pertengkaran

antar pemain.

(28)

48

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Dari uraian yang telah disebutkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut :

1. Layang-layang Jepang pertama kali masuk ke Jepang pada abad ke 16 M, lewat kota

Nagasaki yang merupakan kota pelabuhan. Layang-layang ini dibawa oleh

misionaris dan pedagang portugis serta belanda, selain itu diperkenalkan pula oleh

para perantau Jepang yang merantau ke China.

2. Layang-layang Jepang terbuat dari kertas Washi dan kerangkanya terbuat dari

bambu yang dikeringkan selama 2 tahun, pada zaman Edo, Layang-layang hanya

bisa dimainkan oleh kalangan Bangsawan karena harga kertas Washi terbilang

mahal saat itu.

3. Layang-layang Jepang biasanya dikaitkan dengan perayaan maupun Festival, dan

biasanya diadakan pada bulan mei bertepatan dengan musim panas dan masa panen

petani. Festival Layang-layang ( Tako ) diadakan di hampir seluruh prefektur di

Jepang, diadakan di Lapangan terbuka di pinggiran sungai.

4. Layang-layang Jepang umumnya memiliki ukuran lebih besar dibanding

layang-layang negara lain, berukuran 4 x 6 meter bahkan 8 x 12 meter dengan gambar

kabuki maupun hewan mitologi seperti Naga maupun Kappa. Dibutuhkan 3 sampai

(29)

49

5. Layang-layang di Jepang merupakan media untuk merekatkan hubungan

komunikasi dan emosi antara Ayah dan anak laki-lakinya. Selain itu membangun

kekompakan antar tetangga, sehingga Festival Tako ini secara tidak langsung

membentuk harmonisasi dalam masyarakat Jepang.

4.2 Saran

Jepang merupakan negara termaju di kawasan Asia timur, kemajuan di bidang

Teknologi, Informasi, Sosial dan Ekonomi membuat Negara ini menjadi negara yang patut

diperhitungkan oleh negara lain. Jepang juga merupakan produsen games berbasis komputer

nomor 1 di Dunia, akan tetapi, Jepang memiliki segudang permainan tradisional yang tetap

eksis hingga saat ini, diantaranya permainan Tako atau layang, Permainan

Layang-layang di Jepang kerap diasosiasikan dengan Festival, namun kerap pula dimainkan bukan

hanya saat Festival. Umumnya Layang-layang Jepang berukuran raksasa dan bermotif wajah

kabuki atau potret hewan mitologi asia seperti Kappa atau Naga.

Melalui Skripsi ini Penulis berharap Masyarakat Indonesia dapat lebih mengapresiasi

permainan tradisional Kita yang jauh lebih beranekaragam dibanding negara lain. Berikut

sejumlah langkah yang dapat dilakukan dalam melestarikan permainan tradisional

layang-layang maupun permainan tradisional lain di Negara kita ;

1. Menjadikan permainan Tradisional sebagai salah satu pelajaran di Sekolah mulai dari

Taman kanak-kanak, sehingga sejak dini anak Indonesia telah mengenal permainan

tradisionalnya, sehingga tertanam dibenaknya bahwa permainan Tradisional jauh lebih

mengasyikkan dibanding permainan games komputer atau playstation.

2. Pihak Stasiun Televisi sebaiknya menayangkan acara anak-anak yang memuat tentang

asyiknya bermain permainan tradisional, sehingga penonton anak-anak tertarik untuk

(30)

50

3. Pihak Orangtua sebaiknya jeli dan bijak dalam membelikan mainan untuk anak-anaknya,

jangan hanya membeli mainan bersifat individualisme seperti Video games atau play

station, karena kelak anak akan bersifat egois dan secara psikomotorik juga fisiologis

kurang bagus untuk pertumbuhan tubuhnya, karena anak hanya berdiam diri di depan

layar komputer atau ruang TV.

4. Pihak Pembuat Mainan anak sebaiknya berinovasi dalam menciptakan mainan yang

tidak hanya mampu membuat anak senang, tapi juga mampu membuatnya terlibat

komunikasi dengan temannya lewat mainan tersebut, dan sebaiknya pembuat mainan di

Indonesia mencontoh pabrikan mainan Jepang yang menciptakan mainan dalam bentuk

bahan mentah alias masih bentuk kerangka, sehingga sang anak berlatih dalam

mengkreasikan mainannya.

5. Pihak Pemerintah khususnya KPAI ( Komisi Perlindungan anak Indonesia ) serta Dinas

Perindustrian sebaiknya bertindak tegas dalam membatasi masuknya permainan modern

impor dari Negara luar yang cenderung bersifat individualis seperti video games dan

Playstation.

6. Kita sendiri sebagai Kaum Cendekiawan sudah seharusnya memperkenalkan permainan

tradisional khas Indonesia kepada adik-adik ataupun tetangga Kita yang masih

kanak-kanak sehingga timbul rasa cinta mereka terhadap Permainan Khas dan bersifat Tradisi,

sehingga permainan Tradisional kita tidak akan punah.

7. Sebaiknya Masyarakat Kita mengadakan festival permainan Tradisional dalam periode

waktu tertentu, sehingga Masyarakat Kita dapat lebih sadar betapa pentingnya menjaga

(31)

22

BAB II

LAYANG-LAYANG ( TAKO ) DI JEPANG

2.1 PENGERTIAN UMUM LAYANG-LAYANG

Permainan Tradisional adalah permainan yang telah turun temurun yang diwariskan

oleh generasi terdahulu ke generasi berikutnya, permainan tradisional adalah suatu hal yang

berhubungan dengan bermain yang sifatnya turun temurun dan warisan nenek moyang.

Permainan tradisional sebagian besar berupa permainan anak yang merupakan bagian dari

folklore. permainan tradisional adalah suatu hasil budaya masyarakat, yang berasal dari zaman

yang sangat tua, yang telah tumbuh dan hidup hingga sekarang, dengan masyarakat

pendukungnya yang terdiri atas semua golongan, baik tua atau muda, laki perempuan, kaya

miskin, rakyat atau bangsawan tiada bedanya.

Salah satu Permainan tradisional yang masih eksis hingga saat ini adalah Layang-layang.

Layang-Layang atau Layangan merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang

diterbangkan ke udara dan dihubungkan oleh tali atau benang ke daratan. Layang-layang

menggunakan kekuatan hembusan angin sebagai daya angkatnya. Dikenal luas hampir di

seluruh dunia sebagai alat permainan, dan diketahui juga memiliki fungsi ritual, fungsi lainnya

sebagai alat memancing, menjerat, dan pembantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif.

Jepang adalah salah satu negara di Asia timur yang memiliki permainan tradisional

(32)

23

2.2SEJARAH MASUKNYA PERMAINAN TAKO DI JEPANG

Layang-layang pada awalnya diciptakan oleh filsuf China bernama Mozi dan Gongshu

Ban pada abad ke 5 SM. Pada awalnya layang-layang digunakan sebagai pesan untuk misi

penyelamatan. Menurut sumber arsip China kuno dari abad pertengahan menggambarkan

bahwa layang-layang pada saat itu digunakan untuk mengukur jarak, menguji arah angin, serta

komunikasi militer. Pada awalnya layang-layang china dikenal dengan bentuk desain datar

( tidak membungkuk ) dan berbentuk persegi panjang. Kemudian layang-layang berekor

muncul untuk menstabilkan kekuatan ketika terbang. Layang-layang China dihiasi dengan

motif mitologi dan tokoh legendaris. Dan dari China Layang-layang menyebar ke Korea,

Jepang, Asia tenggara dan Dunia Barat.

Nagasaki adalah daerah pertama yang dikunjungi Portugis dan Belanda serta misionaris

pada abad ke 16 untuk melakukan kontak dengan negara yang mereka lewati dalam pelayaran

menuju Hindia Belanda ( Indonesia ). Nagasaki adalah kota pelabuhan yang terletak di pantai

barat laut dari Kyushu, di laut China timur.

Nagasaki secara resmi dibuka sebagai pelabuhan utama untuk kapal portugis tahun 1571.

Namun di tahun 1639 pemerintah Jepang memutuskan bahwa negara itu akan ditutup untuk

semua pengunjung asing. Selama periode isolasi berikutnya yang berlangsung hingga 1854,

hanya kapal dari Belanda yang diperbolehkan berlabuh, dan terbentuklah pemukiman kecil

milik warga asing yang diatur ketat oleh para pejabat Jepang yang mengembangkan pulau.

Warga Belanda dan Portugis yang menetap di Jepang membawa dan memperkenalkan

sejumlah budaya dan tradisinya kepada warga Jepang, diantaranya dalam bidang kuliner,

bahasa, cara bertani, hingga permainan tradisional, diantaranya layang-layang yang sebenarnya

berasal dari China. Sejak saat itu, antara bulan maret dan bulan mei, ratusan layang-layang

nagasaki terbang tinggi diatas lereng gunung Inasa, dari area pemukiman penduduk asing yang

(33)

24

yang disebut hata dengan kehadiran orang asing. Hata artinya bendera. Warna dari

layang-layang adalah merah, putih, dan biru, warna bendera Belanda. Jadi, pada awalnya layang-layang-layang-layang

yang mengudara di langit jepang bermotifkan bendera negeri Belanda, karena pertama sekali

diperkenalkan oleh warga asing, namun seiring berjalannya waktu motif layang-layang jepang

berubah menjadi motif gambar khas Jepang.

Di Jepang, deskripsi Layang-layang muncul dalam Kamus “ Istilah Nama Jepang –

[ 和 抄

わ う

] yang dibuat pada pertengahan periode Heian. Layang-layang tradisional Jepang

adalah layang-layang kertas yang membentang diatas kerangka bambu. Desainnya heksagonal

dan memiliki penopang dikedua sisinya serta memiliki suara mendengung ketika mengudara.

Sisi penopangnya juga bertumpu ditengah layang-layang agar dapat mudah dikendalikan dan

dapat terbang lebih tinggi.

Pada Periode Edo, Banyak layang-layang besar yang mengudara di seluruh Jepang,

sehingga banyak Samurai Edo yang menghabiskan uang setiap tahun untuk memperbaiki atap

rumahnya yang rusak tertimpa layang-layang. di Nagasaki, pada masa itu diterbitkan larangan

untuk tidak bermain layang-layang di areal pertanian. untuk Layang-layang yang

dipertandingkan dalam Festival, dalam rangka untuk memotong benang layang-layang milik

lawan, menggunakan serbuk kaca dan serpihan kayu pohon Tar.

2.3 KARAKTERISTIK TAKO JEPANG

Pada Umumnya Layang-layang Jepang tak berbeda jauh dengan Layang-layang di

negara lain, namun ada beberapa spesifikasi khusus yang membedakan Layang-layang Jepang

dengan negara lain. Berikut Penulis paparkan beberapa spesifikasi khusus tersebut :

4.3.1. Tulang Kerangka Layang-layang

Pada umumnya Jika Kita perhatikan secara mendetail, tulang vertikal penopang

(34)

25

Jepang cenderung lebih berat di bagian atas. Beratnya bertahap dari bawah keatas dengan

menggunakan bambu yang terbalik, dengan basis yang lebih luas dari batang bambu runcing di

bagian atas. Dan tulang penopang horizontal juga lebar dan berat dengan skala yang sama,

tulang penopang terberat berada diatas dan turun kebawah dan sisi ringan berada di tepi

layang-layang, dan pada layang-layang yanase hal ini dapat dilihat dengan jelas. Layang-layang

pertempuran biasanya mampu bertahan lebih kuat dibanding layang-layang konvensional. Pada

dasarnya gerakan layang-layang terbuat dari puncaknya ( berat ) ditengah namun ringan di

bagian tepi. Namun tepi atas lebih berat, menjadi ujung tombak dalam ketahanan terbang dan

mengontrol penerbangan layang-layang tersebut.

Bambu adalah kerangka layang-layang yang sangat kuat, bagian dari kekuatannya terletak pada

fleksibilitas, yang memungkinkan untuk bertahan ketika berhadapan dengan angin kencang. Di

Amerika serikat, bambu umumnya tersedia dalam bentuk jendela bambu maupun berbentuk

tirai, khusus untuk layang-layang berukuran kecil. Untuk layang-layang besar juga

menggunakan kerangka bambu, bentuknya melintang dan memanjang, dan cara pemotongan

ini sama dengan di Jepang. Ada yang membeli per meter, ada pula yang per batang. Para

penebang bambu akan memotong tanaman dari hutan bambu, memilih bambu yang bebas dari

serangga, kemudian Mereka menjemurnya hingga kering, bahkan untuk kualitas kerangka

layang-layang terbaik, dibutuhkan pengeringan bambu selama 2 tahun. Sementara bambu yang

masih basah umumnya tidak kuat dan tidak stabil.

2.3.2 Desain dan Desain Material

Seniman layang-layang Jepang menggunakan bubuk pigmen warna yang dicampur

dengan air untuk gambar layang-layang mereka. Gambar pertama diuraikan dalam bak tinta

sumi ( yang tidak menggumpal ) atau lilin parafin diaplikasikan saat cairan masih dalam

(35)

26

kertas ( pembuat festival layang juga ) juga membuat khusus aplikasi cat

layang-layangnya. Bagi mereka yang menginginkannya, buatan tangan pada kertas washi mirip dengan

jenis yang mereka gunakan pada pembuat layang-layang yang berada di dunia Barat.

Mode Layang-layang Jepang saat ini diadaptasi dari 300 sampai 400 model di masa

lampau. Banyak model layang-layang yang bersifat flat tanpa corak.

Layang-layang Amerika umumnya tanpa motif gambar, berbeda dengan Layang-layang

Jepang yang kaya akan motif gambar. Namun Layang-layang Amerika juga dapat

membungkuk. Dalam versi membungkuk, kerangka horisontal membungkuk, mendorong

tengah layang-layang maju menerjang angin. Busur layang-layang ini bertindak sama seperti

layar pada perahu, membantu layang-layang untuk menjaga stabilitas dalam berbagai arus

angin. Hal ini juga menciptakan sudut dihedral ( sudut datar ) terhadap bidang layang-layang,

karakteristik menstabilkan pada layang-layang membungkuk juga dapat ditemukan pada

konstruksi pesawat terbang maupun pada sayap burung. pada dasarnya orang jepang menyebut

frame sebagai tulang layang-layang. sebagian besar dari mereka dalam beberapa kasus masih

membuat kerangka layang-layang dari bambu dan layar layang layang dari kertas washi. washi

mungkin terbuat dari kertas, namun produk berbasis buatan tangan ini sangat kuat dan ideal

untuk layang-layang, selama washi tersebut tidak basah.dan bentuk layang-layang tradisional

jepang ini banyak diadaptasi dari waktu ke waktu.

2.4 EKSISTENSI PENGRAJIN TAKO DI JEPANG 2.4.1 Teizo Hashimoto – Pengrajin Tako asal Tokyo

Jepang adalah negara industri yang mayoritas penduduknya bekerja di sektor ekonomi dan

bisnis, hal ini menyebabkan sedikitnya warga yang berkecimpung di bidang seni, termasuk

pengrajin Tako Jepang saat ini eksistensinya hampir punah karena hampir tidak adanya

regenerasi, disebabkan anak si pengrajin tidak punya keinginan atau bakat dalam meneruskan

(36)

27

Teizo Hashimoto memajang gambar layang-layang karyanya di sepanjang jalan masuk

kedalam galeri tokonya, dimana terdapat banyak gambar tinta hitam di kertas buatan yang

dipoles dan dihiasi dengan kerangka bambu. disana terdapat mesin alat cetak gambar jenis

woodblock dan berfungsi untuk mewarnai lembaran washi. Hashimoto juga membuat layangan

modern sama seperti pembuat layangan.biasanya Hashimoto menggunakan cat tinta dari india

( sumi ), namun metode menggunakan alat woodblock ini mengurangi kualitas serta

mengurangi keunikan layang-layang tradisional, akan tetapi tetap menggunakan tenaga manual

dalam proses pewarnaan. Banyak seniman layang-layang tetap menggambar dan melukis

dengan kuas. Layang-layang diperjual belikan secara komersil lewat toko layang-layang, dan

melalui proses percetakan yang satu sama lain berbeda tekniknya, namun pada dasarnya

layang-layang Edo polanya lebih komplit, kaya akan warna dan variasi, juga teksturnya lebih bersih.

Penggunaan woodblock lebih susah daripada melukis manual, namun hasilnya lebih bagus

menggunakan percetakan woodblock karena lebih efisiensi waktu. Hashimoto mampu

memproduksi layang-layang sebanyak 10 buah dalam sehari apabila menggunakan woodblock,

dan hanya mampu memproduksi 4-5 layang-layang apabila melukis secara manual

menggunakan tangan. Teizo Hashimoto tetap mempertahankan alat-alat gambar secara lengkap

dalam menggambar menggunakan tinta sumi, namun Dia turut pula memanfaatkan teknologi

mesin pencetak woodblock. Hashimoto menjadi seorang pelukis, disatu sisi Dia menjadi

prajurit yang terkenal ( Plates 22-25 ). Ketika berumur 10 tahun Dia menggambar untuk

pertama kali menggunakan media arang dengan hasil sketsa yang komplit. Dia menuangkan

sedikit air dari teko metal kedalam wadah batu tempat tinta, kemudian Dia mengambil kuas

dengan tinta sumi dan menggosokkannya diatas wadah tinta, kemudian mencampurnya dengan

tinta kering dengan air sampai Dia mendapatkan warna yang Dia perlukan. Hashimoto dalam

menggambar potret wajah biasanya diawali dengan menggambar hidung, mata diikuti oleh

(37)

28

elemen terakhir yang sempurna, salah 1 elemen yang dia gambar adalah daur ulang dan dia

menggunakan aliran zen buddhishme dalam mempraktekkan siklus gambar lukisan yang dia

buat dan menyelaraskannya dengan sebuah keharmonian kehidupan. Hashimoto menyelesaikan

gambarnya dengan berupa titik-titik polkadot dan membutuhkan waktu 10 menit. dan dia

menyelesaikan jutaan gambar dengan lukisan tangannya.

Teizo hashimoto lahir di Tokyo pada tahun 1904. Ayah Teizo, Tomekichi Hashimoto

adalah penjual pernak-pernik dan bingkisan musiman. Dia membuat layang-layang, Koinobori,

kipas, lentera dengan motif lukisan, dan bendera atas permintaan khusus. Tomekichi bekerja di

Toko Hasegawa, dan rekan kerjanya adalah seorang pelukis profesional layang-layang Tako

dalam gaya Utagawa. Tomekichi belajar dari rekannya dan diturunkan ke Teizo Hashimoto

ketika dia beranjak usia 13 Tahun. Teizo Hashimoto, meninggal pada tahun 1993. di rumah

kecilnya di distrik Ueno-Tokyo. Dia dan istrinya meneruskan bisnis keluarga sejak pernikahan

mereka pada tahun 1956. kekuatan dan ciri khasnya diakui oleh Kolektor layang-layang Edo.

Hashimoto dihormati di Museum layang-layang Tokyo, yang terletak di bangunan Taimeikan

Restoran di Ginza. Pada Tahun 2009, Asosiasi layang-layang Jepang kehilangan anggota tertua

yaitu Kiyo Hashimoto, istri Teizo Hashimoto, yang selama hidupnya diketahui sebagai pembuat

layang-layang Edo. Kiyo meninggal pada 5 januari pada usia 106 Tahun. Kiyo membantu Teizo

dalam segala hal kecuali dalam mengecat Layang-layang. Dia dulunya bertugas membeli bahan

baku hingga menjual layang-layang tersebut. Teizo dan Kiyo tidak memiliki anak. ketika Kiyo

menikahi Teizo, Ayahnya masih sehat dan Dia memberi perhatian penuh pada keduanya, pada

tradisi Jepang, Anak laki-laki tertua hidup dengan keluarganya, dan anak istrinya harus

bertanggungjawab pada pekerjaan rumah tangga.

Teizo Hashimoto memajang gambar layang-layang karyanya di sepanjang jalan masuk kedalam

galeri tokonya, dimana terdapat banyak gambar tinta hitam di kertas buatan yang dipoles dan

(38)

29

berfungsi untuk mewarnai lembaran washi. Hashimoto juga membuat layangan modern sama

seperti pembuat layangan.biasanya Hashimoto menggunakan cat tinta dari india ( sumi ),

namun metode menggunakan alat woodblock ini mengurangi kualitas serta mengurangi

keunikan layang-layang tradisional, akan tetapi tetap menggunakan tenaga manual dalam

proses pewarnaan. Banyak seniman layang-layang tetap menggambar dan melukis dengan kuas.

Layang-layang diperjual belikan secara komersil lewat toko layang-layang, dan melalui proses

percetakan yang satu sama lain berbeda tekniknya, namun pada dasarnya layang-layang Edo

polanya lebih komplit, kaya akan warna dan variasi, juga teksturnya lebih bersih. Penggunaan

woodblock lebih susah daripada melukis manual, namun hasilnya lebih bagus menggunakan

percetakan woodblock karena lebih efisiensi waktu. Hashimoto mampu memproduksi

layang-layang sebanyak 10 buah dalam sehari apabila menggunakan woodblock, dan hanya mampu

memproduksi 4-5 layang-layang apabila melukis secara manual menggunakan tangan. Teizo

Hashimoto tetap mempertahankan alat-alat gambar secara lengkap dalam menggambar

menggunakan tinta sumi, namun Dia turut pula memanfaatkan teknologi mesin pencetak

woodblock. Hashimoto menjadi seorang pelukis, disatu sisi Dia menjadi prajurit yang terkenal

( Plates 22-25 ). Ketika berumur 10 tahun Dia menggambar untuk pertama kali menggunakan

media arang dengan hasil sketsa yang komplit. Dia menuangkan sedikit air dari teko metal

kedalam wadah batu tempat tinta, kemudian Dia mengambil kuas dengan tinta sumi dan

menggosokkannya diatas wadah tinta, kemudian mencampurnya dengan tinta kering dengan air

sampai Dia mendapatkan warna yang Dia perlukan. Hashimoto dalam menggambar potret

wajah biasanya diawali dengan menggambar hidung, mata diikuti oleh beberapa detail rumit

lainnya.

Salah satu elemen dalam lukisan Hashimoto dia menggunakan elemen terakhir yang sempurna,

salah 1 elemen yang dia gambar adalah daur ulang dan dia menggunakan aliran zen buddhishme

(39)

30

sebuah keharmonian kehidupan. Hashimoto menyelesaikan gambarnya dengan berupa

titik-titik polkadot dan membutuhkan waktu 10 menit. dan dia menyelesaikan jutaan gambar dengan

lukisan tangannya.

Selama periode Edo, 300 sampai 400 tahun lalu, Budaya layang-layang Jepang mulai

menyebar ke kehidupan masyarakat. dari Generasi ke Generasi, layang-layang perlahan

berubah dari mainan mewah orang dewasa menjadi mainan anak-anak. subjek gambar

layang-layang biasanya lukisan kabuki atau karakter makhluk mitologi. Layang-layang-layang Jepang

mencapai era keemasan pada Era Meiji ( 1868-1912 ) perang dunia II ( 1939 ).

setelah perang, budaya layang-layang jepang mengalami kemerosotan pamor karena dua alasan,

pertama, Jepang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cepat dan masyarakat kota mengadopsi

peradaban modern sehingga banyak bangunan baru, ruang terbuka berkurang, dan kedua,

anak-anak terpapar oleh banyak pilihan mainan modern, sehingga kehilangan minat terhadap

layang-layang. dengan perubahan ini, menyebabkan permintaan pada pengrajin layang-layang

(40)

9

BAB I

A. FUNGSI SOSIAL LAYANG-LAYANG (TAKO) TERHADAP MASYARAKAT JEPANG MODERN

B. LATAR BELAKANG

Jepang adalah sebuah Negara kepulauan yang memiliki 4 musim yang terletak di Asia

Timur dan secara geografis letaknya berada di ujung barat Samudera pasifik, di Sebelah timur

laut Jepang. Dan bertetangga dengan Republik rakyat China, Korea, dan Rusia. Karena letaknya

yang berdekatan dengan RRC, Korea, dan Rusia, banyak pengaruh budaya Negara-negara

tersebut yang masuk dan diadaptasi oleh masyarakat jepang, mulai dari bidang kuliner,bahasa,

etika-norma, teknologi pangan, hingga permainan tradisional. ( Wikipedia )

Salah satu permainan tradisional yang diadaptasi Jepang dari negara tetangganya

adalah Layang-layang, yang dalam bahasa jepang disebut “Tako”. Tako atau yang lebih di

kenal Layang-layang di Indonesia, atau wau di sebagian wilayah Semenanjung Malaya,

merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan terhubungkan

dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali. Layang-layang memanfaatkan kekuatan

hembusan angin sebagai alat pengangkatnya. Dikenal luas di seluruh dunia sebagai alat

permainan, layang-layang diketahui juga memiliki fungsi ritual, alat bantu memancing atau

menjerat, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif ( Wikipedia

Indonesia )

Meskipun sudah tergolong negara maju, ternyata masyarakat dan pemerintah Jepang

paling giat dalam mempopulerkan layang-layang. Disana layang-layang bukan sekadar

permainan, tetapi menjadi karya seni bermutu tinggi. Layang-Layang di Jepang turut

difestivalkan dan mendapatkan apresiasi yang cukup tinggi dari masyarakat, anak-anak hingga

(41)

10

Generasi muda Jepang saat ini cenderung lebih sering memainkan permainan modern

seperti games di komputer maupun yang terdapat di aplikasi perangkat smartphone mereka.

Hal ini tidak menimbulkan interaksi sosial sama sekali dengan teman sebayanya sehingga

menimbulkan sifat individualisme bagi anak tersebut. ( 17:2015, Halo Jepang )

Di sisi lain, Pihak Orangtua terutama Ayah, cenderung menghabiskan waktu lebih

banyak di kantor daripada di rumah, sehingga interaksi keluarga antara Ayah dan anak

laki-lakinya cenderung sedikit, sehingga hubungan emosional diantara Mereka kurang baik. Anak

laki-laki tidak memiliki kesempatan untuk bercengkerama dengan sang Ayah, dan sang Ayah

menjadi kurang memahami kebutuhan dan keinginan sang anak.

Festival Layang-layang tako yang diadakan tiap dua kali dalam setahun dihampir

seantero Jepang, menimbulkan ketertarikan bagi para keluarga di Jepang. Acara ini berhasil

membuat orangtua dan anak-anaknya menjadi lebih akrab. Melalui permainan layang-layang,

mereka menjadi lebih kompak, diakhir pekan, menjelang Festival, mereka sibuk membuat

layang-layang di rumah masing-masing, ketika Festival, para keluarga khususnya ayah dan

sang anak menghabiskan waktu seharian bermain layang-layang, sementara sang ibu dan anak

perempuan menemani mereka sambil memasak barbeque, kakek dan nenek datang dari desa

untuk menonton anak dan cucunya bermain layang-layang. permainan tako ini pada akhirnya

membuat hubungan keluarga menjadi lebih erat, dan di satu sisi, permainan layang-layang ini

juga membuat sang anak menjadi lebih kompak dengan teman sebayanya, karena acapkali

mereka mempertandingkan layang-layang milik mereka.

Layang-layang Tako ternyata bukan sekedar permainan Tradisional, tapi juga memiliki

peran sosial bagi para pemainnya. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk meneliti

Fungsi Sosial Layang-layang Tako di Jepang. Setelah melakukan studi referensi pustaka,

Penulis menemukan bahwa ternyata Tako atau Layang-layang Jepang tidak hanya berfungsi

(42)

11

alasan tersebut, maka penulis membahasnya dalam skripsi dengan mengambil judul “FUNGSI SOSIAL LAYANG-LAYANG (TAKO) TERHADAP MASYARAKAT JEPANG MODERN”

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas penulis dapat menarik beberapa masalah,yaitu:

1. Bagaimana latar belakang sejarah masuknya permainan Tradisional Tako ke

Jepang ?

2. Bagaimana fungsi sosial permainan Tako pada masyarakat Jepang ?

RUANG LINGKUP PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai sejarah masuknya Tako ke Jepang,

pengaruh sosial Tako terhadap masyarakat jepang modern, hingga nilai-nilai seni dan

spiritual apa saja yang terdapat pada Tako tersebut, dan apa yang membuat Tako tetap

eksis di kalangan masyarakat Jepang, ditengah gempuran permainan modern saat ini.

Untuk mendukung pembahasan diatas, penulis juga menjelaskan tentang layang-layang.

D. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 1. TINJAUAN PUSTAKA

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh

sebuah kelompok orang dan diwariskan dari Generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari

banyak unsur yang rumit, termasuk system agama dan politik, adat istiadat, bahasa,

perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.

Melville J.Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala

sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh Kebudayaan yang dimiliki oleh

(43)

12

Andreas Eppink, Kebudayaan mengandung Keseluruhan pengertian nilai sosial,

ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religious, dan lain-lain.

Tambahan lagi, segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu

masyarakat.

Menurut Soesanto dalam Ensiklopedia Van Houven, Permainan tradisional merupakan

salah satu hasil Budaya, yang tercipta secara turun temurun dan diwariskan dari satu generasi

ke generasi selanjutnya, Permainan Tradisional umumnya menggunakan peralatan sederhana,

dan memiliki keunikan disetiap unsurnya.

salah satu permainan tradisional yang masih eksis adalah Layang-layang, dan

layang-layang hampir mudah ditemukan diseluruh penjuru dunia yang beriklim tropis dan subtropis,

diantaranya negeri Jepang. Di Jepang, Layang-layang dikenal dengan sebutan Tako.

Menurut wikipedia, layang-layang adalah lembaran bahan tipis berkerangka yang

diterbangkan ke udara dan terhubungkan dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali.

Layang-layang Memanfaatkan kekuatan hembusan angin sebagai pengangkatnya. Dikenal luas di

seluruh dunia. Sebagai alat permainan, layang-layang diketahui juga memiliki fungsi ritual, alat

bantu memancing atau menjerat, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif.

2. Kerangka Teori

Penulis menggunakan konsep Budaya dan Konsep Permainan Tradisional yang

bertujuan untuk menganalisa lebih baik mengenai pengaruh permainan tradisional tako

terhadap masyarakat Jepang dewasa ini.

Menurut Sasongko dalam Wikipedia Indonesia, Permainan tradisional merupakan identitas

budaya dan sejarah yang membedakan setiap bangsa. Permainan tradisional adalah salah satu

bentuk interaksi sosial yang turun temurun dilakukan oleh manusia yang punya peradaban.

Umumnya permainan tradisional dipengaruhi oleh letak georafis dan kultur budaya setempat.

(44)

13

merayakan hasil tangkapan laut yang melimpah atau ketika dilaksanakan pesta-pesta adat.

Sebagai makhluk sosial, apalagi sebagai seorang anak, adalah sifat yang manusiawi bila mereka

gemar bermain. Itulah dasar sehingga tercipta permainan-permainan tradisional.

Sejak berabad-abad yang lalu perhatian terhadap seluk-beluk kehidupan anak sudah

diperlihatkan, sedikitnya dari sudut perkembangannya agar bisa mempengaruhi kehidupan anak

ke arah kesejahteraan yang diharapkan. Anak harus tumbuh dan berkembang menjadi manusia

dewasa yang baik yang bisa mengurus dirinya sendiri dan tidak bergantung atau menimbulkan

masalah pada orang lain, pada keluarga atau masyarakatnya. banyak filsuf, dokter, ahli

pendidikan dan ahli teologi memberikan pandangan mengenai anak dan latar belakang

perkembangannya serta pengaruh-pengaruh keturunan dan lingkungan hidup terhadap hidup

kejiwaan anak.

Pada akhir abad ke-17, seorang filsuf Inggris yang terkenal John Locke (1632-1704 )

mengemukakan bahwa pengalaman dan pendidikan bagi anak merupakan faktor yang paling

menentukan dalam perkembangan anak. Locke mengemukakan istilah “tabula rasa’ untuk

mengungkapkan pentingnya pengaruh pengalaman dan lingkungan hidup terhadap

perkembangan anak. Anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan

yang berasal dari lingkungan ( Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, 1997 : 15-16 ). Setiap peristiwa

atau perkembangan selalu didukung oleh faktor dalam serta di pengaruhi oleh

faktor-faktor luar.

Pembagian perkembangan kedalam masa-masa perkembangan hanyalah untuk

memudahkan bagi kita mempelajari dan memahami jiwa anak-anak. Pada zaman J.A.

Comenius ( 1592 – 1671 ), para pendidik sudah mulai memperhatikan sifat-sifat khas yang

dimiliki setiap anak. Dijelaskannya bahwa anak itu tidak boleh dianggap sebagai orang dewasa

yang bertubuh kecil. Comenius, menganjurkan agar pengajaran dapat menarik perhatian anak.

Referensi

Dokumen terkait

  Adapun tiap kuil di Jepang juga memiliki jenis dan fungsi omamori yang berbeda-beda, seperti Kuil Tenmangu di Dazaifu memiliki 9 jenis omamori. berbeda yang melayani

Fungsi kepercayaan origami dalam kehidupan masyarakat Jepang terdapat pada model burung bangau (tsuru), yaitu apabila ada yang sanggup melipat burung bangau hingga 1000 ekor

Sama halnya dengan fungsi dari izakaya yang kian berkembang, yang awalnya hanya sebatas tempat hiburan dan melepas lelah bagi orang-orang selepas bekerja kini juga sebagai

Dari beberapa pernyataan yang telah disebutkan di atas, pachinko merupakan salah satu dari fenomena permainan Jepang modern yang populer di berbagai kalangan yang

yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Meskipun penulis awalnya tidak mengerti dan membuat

Bangsa Jepang terkenal dengan bangsa yang bebas karena tidak ada hukum yang.. mengatur cara berpakaian, sopan santun

putih sebagai Dewa Inari, sehingga rubah putih sangat dihargai di Jepang..

ada minat yang semakin besar terhadap kegiatan anak lain yang di amatinya. Tampak saat dua anak atau lebih bermain dengan jenis alat permainan yang sama dan. melakukan