DAMPAK MUSNAHNYA PEKARANGAN
BAGI ETNIS MELAYU DI KELURAHAN TERJUN
KECAMATAN MEDAN MARELAN
TESIS
Oleh
ISMAIL
8146152009
ANTROPOLOGI SOSIAL
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
Ismail : Dampak Musnahnya Pekarangan Bagi Etnis Melayu Di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Tesis Program Pascasarjana Antropologi Sosial Universitas Negeri Medan 2016.
Penelitian ini mengenai dampak musnahnya pekarangan dikalangan etnis Melayu di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Pekarangan dikalangan etnis Melayu dahulunya masih banyak dijumpai di Kelurahan Terjun, namun sekarang ini pekarangan milik etnis Melayu sulit untuk dijumpai lagi bahkan bisa dikatakan musnah jika menurut konsep pekarangan. Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu: Pertama, untuk mengetahui apakah arti pekarangan bagi Etnis Melayu di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Kedua, untuk mengetahui penyebab musnahnya pekarangan etnis Melayu di kelurahan Terjun kecamatan Medan Marelan. Ketiga, untuk mengetahui dampak musnahnya pekarangan terhadap ekonomi, sosial dan budaya etnis Melayu di kelurahan Terjun kecamatan Medan Marelan. Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi melalui wawancara, observasi partisipasi dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kata pekarangan menurut etnis Melayu adalah kebun atau tanah yang berada di sekitar rumah, kata pekarangan terasa asing bagi etnis Melayu mereka lebih akrab menggunakan kebun atau tanah dari pada pekarangan. Pekarangan juga memiliki arti dan manfaat sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai faktor penyebab musnahnya pekarangan etnis Melayu di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan seperti tanah yang berharga tinggi, bertambahnya penduduk baik dari etnis Melayu maupun etnis pendatang, dan berkembangnya zaman modernisasi. Musnahnya pekarangan di kalangan etnis Melayu membawa dampak negatif terhadap perekonomian, sosial, dan budaya pada kehidupan etnis Melayu di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Dampak dari musnahnya pekarangan terlihat dari bertambah besarnya biaya pengeluaran sehari-hari, hilangnya sarana bersosialisasi, dan hilangnya prilaku-prilaku budaya di pekarangan. Dampak musnahnya pekarangan lebih terasa dalam perekonomian, sedangkan dampak secara sosial dan budaya tidak terlalu besar dirasakan dampaknya dan masih bisa difungsikan seperti memotong jalan, tempat pernikahan, dan mengambil buah-buahan.
ABSTRACT
Impact Loss courtyard For Ethnic Malays in Falls Village district of Medan Marelan. Thesis Social Anthropology Graduate Program, State University of Medan in 2016
This study on the impact of the destruction of the yard among the ethnic Malays in Falls Village district of Medan Marelan. Courtyard among the Malays once they are found in Falls Village, but now is the compound of the Malays is difficult to see again one could even say destroyed if according to the concept of the yard. The objective of this research are: First, to determine whether the meaning of the grounds for Ethnic Malays in Falls Village district of Medan Marelan. Second, to determine the cause of the destruction of the Malays in the village yard Falls subdistrict of Medan Marelan. Third, to determine the impact of the destruction of the yard to the economic, social and cultural rights of ethnic Malays in the village of Medan Falls districts Marelan.
The method used in this study is a qualitative research approach ethnographic interviews, participatory observation and documentation.
The results of this study indicate that the said grounds by the Malays are the gardens or land located around the house, said yard Malays seem strange to those more familiar using soil from the garden or yard. Courtyard also has a meaning and a huge benefit in everyday life. Various factors cause the destruction of the grounds of ethnic Malays in Falls Village district of Medan Marelan such valuable land high, either increasing population of ethnic Malays and ethnic immigrants, modernization and development times. The loss of the yard among the Malays have a negative impact on the economy, social, and cultural life of the Malays in Falls Village district of Medan Marelan. The impact of the destruction of the yard looks of increasing the cost of daily expenses, loss of means of socializing, and the loss of cultural behaviors in the yard. The impact of the destruction of the yard is more pronounced in the economy, while the social and cultural impact is not too large and still felt the impact can function as cutting roads, wedding place, and take fruits.
KATA PENGANTAR
Puji syukur selayaknya kita tuturkan kepada Tuhan yang Maha Esa, yang menciptakan seluruh makhluk hidup, alam semesta beserta isinya. Selanjutnya terkhusus kepada Nabi Muhammad yaitu tokoh yang banyak berjasa dalam membawa perubahan kepada umat Islam khususnya.
Peneliti sendiri sudah berusaha untuk memberikan yang terbaik dalam penyusunan tesis ini. Namun begitu tidak bisa peneliti pungkiri bahwa masih terdapat kekurangan baik dari isi, penulisan, dan konsep dalam penyusunannya. Oleh karena itu diawal pengantar ini peneliti mengharapkan masukkan, kritikan, yang sifatnya untuk perbaikan penyusunan tesis ini, peneliti sendiri bukanlah seseorang yang ahli dalam bidang ini walaupun begitu peneliti tetap berusaha memberikan yang terbaik kepada semua pihak.
Peneliti sendiri menyadari atas bantuan, dukungan, dan doa semua pihak dalam menyelesaian kuliah dari semester awal sampai semester akhir, begitu juga halnya dalam penyusunan tesis ini jika tidak ada bantuan, dukungan, dan doa semua pihak maka penyusunan tesis ini tidak akan bisa peneliti selesaikan, oleh karena itu disini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Phil Ichwan Azhari, M.S selaku Pembimbing I yang senantiasa memberikan pengarahan, bimbingan, dan masukkan dalam penyusunan tesis ini.
3. Penguji-Penguji saya yaitu Prof. Usman Pelly,Phd, Prof. Ibnu Hajar, M.Si, dan Dr. Deny Setiawan, M.Si yang telah memberi kritikan dan masukkan kearah perbaikan tesis ini.
4. Bapak Dr. Hidayat, M.Si selaku Sekretaris Prodi yang banyak membantu dalam urusan administrasi sehingga terlaksananya sidang mempertahankan tesis.
5. Pihak pegawai Kelurahan Terjun, Kepala Lingkungan XV, dan masyarakat kelurahan Terjun khususnya Etnis Melayu yang telah memberi izin dan membantu dalam pengumpulan data penelitian.
6. Kakanda Prof. Dr. Syafaruddin, M.Pd, beliau adalah sosok yang selalu mendukung, memberi bantuan materi maupun non materi, mengarahkan, dan mengajari untuk menyikapi sesuatu hal dengan bertawakkal yang disertai dengan usaha dan doa, sehingga saya dapat menyelesaikan dan mendapat gelar Master
7. Kakanda Muhammad Kaulan Karimah, M.Pd, beliau juga sosok yang banyak mengajari tentang arti kehidupan, memberi bantuan materi maupun non materi, dan memberi motivasi dengan menyakinkan saya untuk melanjutkan kejenjang Strata 2 di Unimed, sehingga saya dapat menyelesaikan dan mendapat gelar Master.
9. Ibunda saya Umi Kalsum Situmorang yang telah memberi izin diawal untuk melanjutkan kejenjang Strata 2, memberi bantuan materi maupun non materi, yang senantiasa mendo’akan, memperhatikan, dan mengingatkan untuk selalu berhati-hati.
10.Seluruh Keluarga Besar HmI Fakultas Tarbiyah UIN SU Medan yang telah banyak memberi bantuan materi maupun non materi, dan solusi dalam menyelesaikan kuliah serta penyusunan tesis ini.
11.Adinda Sari Rahayu yang telah banyak memberikan bantuan materi maupun non materi, selalu mendukung serta menguatkan, dan menyakinkan dalam pengambilan keputusan.
Penulis telah berusaha untuk memberikan yang terbaik dalam penyusunan tesis ini, namun penulis disini bukanlah seseorang yang ahli dalam bidang ini. Walaupun begitu penulis berusaha keras dalam menyusun tesis ini sebaik mungkin, dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan yang membutuhkannya.
Wassalam
Medan, April 2016
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Foto kuburan yang ada di pekarangan depan rumah ... 81
Gambar 1.2 Rumah Serta Pekarangan Yang Dibangun Di Kebun ... 82
Gambar 1.3 Padi Yang Ditanami Di Pekarangan Belakarang Rumah ... 82
Gambar 1.4 Foto Sawah Di Pekarangan Sebelah Kiri Rumah... 83
Gambar 1.5 Tempat Kayu Bakar Dan Kolam Ikan Di Sebelah Kanan Pekarangan .. 84
Gambar 1.6 Foto Pak Zakaria Beserta Istrinya Lagi Memetik Padi Yang Tumbang 85 Gambar 1.7 Foto Istrinya Pak Zakaria Lagi Mengumpulkan Padi Yang Tumbang .. 85
Gambar 1.8 Ketika melewati jalan potong yang berada di belakang rumah ... 90
Gambar 1.9 Foto Jalan Potong Yang Sering Dilewati Masyarakat Sekitar ... 91
Gambar 2.1 Foto Teratak Acara Pernikahan di Pekarangan Depan Rumah ... 92
Gambar 2.2 Foto Teratak Pernikahan di Pekarang Depan Rumah ... 92
Gambar 2.3 Foto Tempat Memasak Acara Pernikahan Di Pekarangan Belakang ... 93
Gambar 2.4. Foto Gotong Royong Memasak Dalam Acara Pesta Pernikahan ... 102
Gambar 2.5 Foto Jemput-Jemput Yang Diolah Dari Pisang ... 111
Gambar 2.6 Foto Kripik Pisang Yang Diolah Dari Pisang Hasil Pekarangan ... 111
Gambar 2.7 Foto Gotong Royong Dalam Mempersiapkan Pesta Pernikahan ... 119
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pekarangan pada dasarnya merupakan lahan di sekitar rumah yang di
dalamnya tumbuh sayur-mayur, kolam ikan, tanaman buah-buahan dan
obat-obatan yang dapat digunakan untuk kehidupan sehari-hari, baik untuk tamu
maupun lainnya yang tidak perlu mengeluarkan biaya untuk dibeli. Penny
(1984:2) mengatakan bahwa pekarangan merupakan taman dengan aneka ragam
tumbuhan, tanaman, ternak, dan ikan, sumber sayur-mayur, air (sumur), sumber
kayu bakar, obat-obatan dan lainnya. Lebih jauh lagi dijelaskan bahwa tujuan
utama dari pekarangan bagi mereka adalah: “untuk keperluan diri sendiri, untuk
anak-anak, dan untuk tamu”. Sedangkan Dove (1985:193) mengatakan di depan
rumah biasanya terdapat kandang ternak. Penduduk menanami pekarangannya
dengan ketela pohon, dan hanya ada delapan tempat yang ditanami salak, tanaman
pekarangan yang lazim untuk daerah di lereng Gunung Merapi. Namun pada masa
lalu disaat pembangunan belum banyak berdiri, lahan sawah juga termasuk
ditanami di pekarangan. Namun Penny (1984:4) menjelaskan bahwa pekarangan
di daerah penduduk suku Batak di Sumatera Utara bukanlah disekeliling
perumahan perorangan, karena rumah mereka berkelompok, kalaupun ada
pekarangan itu adalah merupakan perkebunan di luar desa.
Pada tahun 1994 pada umumnya Orang Melayu di Terjun banyak yang
bekerja sebagai petani dan memanfaatkan lahan pekarangan untuk bercocok
tanam. Bertani atau bercocok tanam adalah pekerjaan yang bisa dikatakan
pekerjaan yang menjamin masa depan keluarga. Bertani juga bisa dilakukan di
2
sekitar rumah seperti yang banyak dilakukan oleh etnis Melayu dahulunya. Lahan
pekarangan yang berada di sekitar rumah sangat besar manfaatnya apabila
ditanami dengan tanaman sayur-sayuran, obat-obatan, buah-buahan, atau kolam
ikan, dan ternak unggas terutama dari segi ekonominya. Bahkan pekarangan
punya banyak fungsi dan manfaat, dalam hal ini fungsi pekarangan dapat
dikategorikan ke dalam beberapa aspek yaitu fungsi secara ekonomi, sosial,
budaya.
Fungsi pekarangan yang ditanami dengan beraneka ragam sayuran,
buah-buahan, bunga hias, kolam ikan dan ternak unggas membuat kehidupan etnis
Melayu berada pada tingkatan atas dibandingkan etnis lainnya. Bagi etnis Melayu
pekarangan sangat berarti untuk dijaga, dirawat, dikelola, karena manfaatnya
sangat besar dari segi ekonomi. Pemilik pekarangan tidak perlu mengeluarkan
biaya untuk membeli sayur-sayuran seperti daun ubi, kangkung, serai, cabai,
beras, dan ikan, semuanya sudah tersedia di pekarangan. Hal ini juga berlaku
kepada tetangga yang tinggal meminta hasil pekarangan seperti daun ubi,
kangkung, serai dan lainnya, karena pekarangan dalam hal ini seperti mkilik
bersama. Pekarangan juga berfungsi bagi kehidupan sosial dan budaya, banyak
interaksi sosial yang terjadi tanpa disadari antara pemilik pekarangan dengan
tetangga atau masyarakat lain seperti menumpang untuk memotong jalan,
bercerita-cerita sambil santai, membuat kandang ayam, mengikat kambing dan
lain-lainnya. sedangkan dari segi budaya pekarangan juga punya banyak fungsi
seperti meminta buah mangga dari kepada pemilik pekarangan, meminjam
pekarangan untuk acara pernikahan, dan lainnya. Prilaku-prilaku tersebut menjadi
3
pekarangan. Pemilik pekarangan tidak sungkan untuk memberikannya kepada
tetangga atau masyarakat yang meminta hasil pekarangannya, menumpang lewat,
menumpang untuk acara pernikahan, dan hal ini juga berlaku bagi pemilik
pekarangan lainnya.
Pemanfaatan fungsi pekarangan oleh etnis Melayu di kelurahan Terjun
menciptakan tatanan kehidupan sosial yang tentram, adil dan makmur. Octaviani
(2008: 43-44) mengatakan “sistem kemasyarakatan ini cukup lama berlangsung
sampai kepada antara kepala Kampung dengan kepala Kampung baik sekali. Sifat
kegotong-royongnya sangat menonjol, misalnya menyangkut masalah
kesejahteraan bersama seperti perbaikan jalan umum, pembukaan ladang baru,
pembangunan rumah ibadah, pembuatan rumah tinggal dan sebagainya”.
Sekarang ini bisa dikatakan tidak ada lagi dari suku Melayu yang
memanfaatkan lahan pekarangannya untuk ditanami sayuran, buah, dan
obat-obatan, jika pun ada cuma beberapa rumah saja dengan pekarangan yang sempit
dan tidak banyak ditanami dengan jenis-jenis tanaman. Octaviani (2008:28)
“menurut sejarah asal-usul penduduk kampung Terjun dan Pekan Labuhan pada
awalnya adalah etnis Melayu yang merupakan keturunan dari Sultan Deli, namun
setelah adanya pembukaan perkebunan di wilayah Sumatera khususnya Sumatera
Utara, maka didatangkan etnis lain yaitu Cina dan Jawa sebagai tenaga kuli
kontrak yang bekerja untuk kolonial Belanda dikarenakan orang Melayu yang ada
diwilayah ini tidak mau bekerja sebagai tenaga kerja. Hal ini didasarkan pada
anggapan bahwa mereka yang mempunyai lahan dan mereka merupakan
keturunan bangsawan/sultan serta adanya rasa malu menjadi kuli kontrak di lahan
4
masuknya suku pendatang seperti Cina, Jawa, batak Karo, Mandailing dan lainnya
untuk memilih kelurahan Terjun dan sekitarnya sebagai tempat tinggal. Dengan
masuknya etnis pendatang menyebabkan pula terjadinya penyempitan lahan di
kelurahan Terjun, karena tidak mampunya etnis Melayu bersaing dengan etnis
pendatang yang gigih dalam mencari nafkah membuat mereka harus rela menjual
tanah dan lahan pekarangannya kepada suku pendatang dan memilih bertempat
tinggal di pinggiran kota Medan. Pemanfaatan lahan pekarangan rumah yang
dulunya banyak dilakukan etnis Melayu, sekarang ini sudah banyak dilakukan
suku lain seperti Jawa dan Batak Karo. Hampir tidak dijumpai lagi etnis Melayu
yang memanfaatkan lahan pekarangannya, padahal banyak fungsi yang bisa
dimanfaatkan dari pekarangan baik dari segi ekonomi, sosial dan budaya.
Musnahnya lahan pekarangan dikalangan etnis Melayu berdampak negatif
pada tatanan kehidupan sosial etnis Melayu, fungsi pekarangan secara ekonomi,
sosial dan budaya tidak bisa dimanfaatkan lagi oleh pemilik pekarangan, tetangga,
dan masyarakat. Jika sebelumnya hasil pekarangan dapat dgunakan untuk
keperluan hidup sehari-hari, untuk tamu, anak-anak, bahkan untuk dijual ke pasar,
sekarang ini tidak bisa lagi karena sudah tidak adanya lahan pekarangan yang
dapat dimanfaatkan lagi. Begitu juga halnya secara sosial dan budaya, fungsi
pekarangan dapat dimanfaatkan untuk memotong jalan, menjemur pakaian,
bercerita, dan meminjam lokasi untuk acara pesta pernikahan, namun sekarang ini
tidak dapat dilihat lagi. Tidak heran karena tidak adanya lagi lahan pekrarangan
yang secara otomatis menghilangkan fungsi-fungsi pekarangan itu sendiri, ini
juga berdampak pada hubungan sosial antara pemilik pekarangan dengan tetangga
5
adanya pekarangan, seperti bercerita disore hari kepada tetangga atau masyarakat
yang lewat, menumpang lewat, menjemur pakaian, melihat kolam ikan dan
banyak hal lagi yang hilang dari musnahnya pekarangan.
Dewasa ini perkembangan teknologi semakin hari semakin meningkat,
diikuti dengan meningkatnya bahan-bahan pokok yang mengakibatkan tingginya
biaya hidup. Seolah terkikis habis karena masuknya etnis pendatang, tanah dan
lahan pekarangan yang dulunya luas berubah menjadi gedung-gedung menjulang
tinggi, dan hutan serta sungai yang dulunya menjadi dasar para orang Melayu
untuk bercocok tanam, bertani, berternak, dan melaut, sekarang sudah menjadi
daratan. Sekarang hampir tidak ada lagi lahan pekarangan yang dimanfaatkan
etnis Melayu, jika pun ada cuma satu atau dua rumah tangga dengan beberapa
jenis tanaman yang fungsi manfaatnya tidak banyak untuk menjalin interaksi
sosial sesama tetangga dan masyarakat. Hasil observasi dan wawancara peneliti di
kelurahan Terjun pemanfaatan lahan pekarangan sekarang ini banyak
dipraktekkan oleh etnis Jawa, etnis Jawa yang dikenal gigih dalam bercocok
tanam menjadikan mereka sebagai petani yang handal. Namun sempitnya tanah
dan lahan pekarangan yang ada menjadi hambatan juga bagi etnis Jawa untuk
mengembangkannya dan menjadikannya pegangan dalam memenuhi kebutuhan
dan biaya hidup sehari-hari.
Menurut Soekartawi (1990) dalam jurnal ilmiah Johanes Jonick J. Ndawa,
melakukan kegiatan usaha tani, petani berharap dapat meningkatkan
pendapatannya sehingga kebutuhan hidup sehari-hari dapat terpenuhi. Harga dan
produktivitas merupakan sumber dari faktor ketidakpastian, sehingga bila harga
6
Jika melihat perkembangan zaman sekarang ini, pemanfaatan lahan
pekarangan atau halaman rumah perlu dikembangkan, pertambahan jumlah
penduduk yang semakin hari semakin bertambah sudah pasti akan memerlukan
stok pangan dan pakan dalam jumlah besar. Semakin meningkatnya teknologi
mempengaruhi meningkatnya biaya-biaya barang dan jasa lainnya termasuk biaya
bahan-bahan pokok yang kita gunakan untuk keperluan sehari-hari. Dengan
pemanfaatan lahan pekarangan maka akan sangat membantu untuk memenuhi
kebutuhan kita setiap harinya di rumah tangga, memang jika dilihat sepintas lalu
tidak besar manfaat pekarangan apabila cuma diisi dengan tempat bermain
anak-anak, tempat duduk untuk santai disore hari, atau bahkan tempat mobil. Penny
(1984;3) bahwa tahun 1969 dua puluh tahun kemudian sesudah penelitian dari
terra, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro (1969) telah mengadakan
penelitian pekarangan dan (juga seperti Terra) mengungkapkan bahwa hasil
pekrangan di Jawa Tengah lebih tinggi dari pada hasil sawah per hektar per tahun.
Penelitian yang diperoleh dalam buku ini dari Misi-Sriharjo, menunjukkan
pendapatan bersih Rumah Tangga yang diusahakan petani (pekarangan)
memberikan sumbangan 49% dari seluruh pendatan bersih Rumah Tangga
dibandingkan pendapatan usaha sawah sebesar 35%.
Usaha rumahan yang dilakukan orang Melayu dahulunya termasuk dalam
kategori pekarangan yang sangat besar manfaartnya, akan tetapi hal itu sudah
musnah dikalangan etnis Melayu dan sekarang pemanfaatan lahan pekarangan
sudah banyak dipraktekkan oleh etnis Jawa dan Batak Karo walaupun lahan
7
Beranjak dari latar belakang masalah di atas yang dahulunya orang Melayu
adalah suku dominan serta punya banyak tanah dan lahan pekarangan yang
diwariskan dari leluhurnya, sekarang ini telah banyak hilang dan banyak berdiri
bangunan industri, perumaham mewah, dan swalayan.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat di
identifikasikan berbagai masalah dalam penelitian yaitu:
1. Dibukanya perkebunan di wilayah kelurahan Terjun oleh kolonial Belanda
2. Banyaknya berdiri gedung-gedung tinggi dan pabrik industri di areal
pemukiman kelurahan Terjun
3. Banyaknya etnis pendatang masuk dan bertempat tinggal di kelurahan
Terjun
4. Banyaknya etnis Melayu menjual tanahnya kepada etnis pendatang
5. Terjadinya penyempitan lahan di pemukiman orang Melayu di Terjun
6. Etnis pendatang lebih dominan bertempat tinggal dari pada entis Melayu
7. Etnis pendatang punya banyak tanah dibandingkan etnis Melayu
8. Musnahnya pemanfaatan lahan pekarangan pada etnis Melayu di
kelurahan Terjun
1.3. Batasan Masalah
Mengingat keterbatasan peneliti baik dari segi waktu, materi dan lainnya,
8
1.4. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dijadikan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Apakah makna pekarangan bagi Etnis Melayu di Kelurahan Terjun
Kecamatan Medan Marelan ?
2. Apakah penyebab musnahnya pekarangan Etnis Melayu di kelurahan
Terjun kecamatan Medan Marelan ?
3. Bagaimana dampak musnahnya pekarangan terhadap ekonomi, sosial dan
budaya Etnis Melayu di kelurahan Terjun kecamatan Medan Marelan ?
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan malasah di atas maka tujuan dari penelitian
adalah:
1. Untuk mengetahui apakah makna pekarangan bagi Etnis Melayu di
Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan
2. Untuk mengetahui penyebab musnahnya pekarangan etnis Melayu di
kelurahan Terjun kecamatan Medan Marelan.
3. Untuk mengetahui dampak musnahnya pekarangan terhadap ekonomi,
sosial dan budaya etnis Melayu di kelurahan Terjun kecamatan Medan
Marelan.
1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis dan
praktis antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan pengetahuan dan bahan, informasi, dan
9
b. Sebagai pertimbangan khususnya untuk kota Medan dalam
memanfaatkan pekarangan rumah baik secara ekonomi, sosial maupun
budaya
2. Manfaat praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
para guru, dosen yang mengajar untuk menjelaskan tentang
pekarangan dalam mengajar, dan seminar
b. Memberikan masukan tentang fungsi pekarangan apabila dikelola
dengan baik, maka manfaatnya banyak digunakan baik dari segi
ekonomi, sosial, maupun budaya
c. Dapat memberikan gambaran kepada pemerintah setempat tentang
proses dan dampak perubahan fungsi pekarangan yang terjadi pada
122
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Hasil penelitian yang telah peneliti paparkan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Makna pekarangan bagi Etnis Melayu memiliki arti lebih luas lagi, pekarangan selain untuk kehidupan sehari-hari juga berarti untuk membakar sampah, memotong jalan, tempat pesta pernikahan, jemuran, tempat bermain dan tempat menyimpan kayu bakar. Kata pekarangan dimaknai oleh etnis Melayu adalah kebun. Kebun dalam pengertian etnis Melayu yaitu lahan yang ada di sekitar rumah, dalam artian pengertian kebun bagi etnis Melayu sama artinya dengan pekarangan. Tidak hanya itu kebun juga diartikan oleh etnis Melayu adalah lahan yang berada jauh dari rumah. Pekarangan bagi etnis Melayu punya makna/arti yang sangat luas, pekarangan selain berguna untuk menunjang perekonomian juga berguna dalam sarana berinteraksi sosial.
2. Penyebab musnahnya pekarangan adalah mahalnya harga tanah, diwariskan kepada anaka untuk bangun rumah, biaya sekolah anak, jadi modal usaha, berkembang pesatnya modernisasi yang telah mengglobalisasi. Beberapa penyebab di atas saling berkaitan serta mempengaruhi dan menjadi alasan yang rasional hilang/musnahnya pekarangan dikalangan Etnis Melayu di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan.
123
3. Dampak musnahnya pekarangan bagi etnis Melayu adalah terjadinya penyempitan lahan, bertambah besarnya pengeluaran biaya sehari-hari, hilangnya sarana bersosialisasi dan berkurangnya proses interaksi sosial sesama masyarakat, dan hilangnya prilaku budaya di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Dampak musnahnya pekarangan tersebut lebih terasa keperekonomian, sedangkan secara sosial, dan budaya beberapa pekarangan masih berfungsi walaupun kurang difungsikan. 5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti pada bab sebelumnya maka adapun saran peneliti adalah sebagi berikut:
1. Bagi Etnis Melayu di Kelurahan Terjun agar mampu mencontoh etnis pendatang dan melihat peluang-peluang kedepan tanpa harus meninggalkan adat istiadat serta identitas sebagai orang Melayu. Karena streotif-streotif negatif terhadap orang Melayu sudah tidak asing lagi terdengar dikalangan masyarakat, dan hal ini membuat etnis lain bahkan etnis Melayu sendiri kurang mempercayai dan mengandalkan etnis Melayu dalam sebuah pekerjaan. Walaupun begitu bukan berarti juga etnis Melayu tidak punya kelebihan dibandingkan etnis lainnya, etnis yang lain juga punya streotif-streotif negatif tentang etnis mereka. Maka dari itu tidak salah bagi etnis Melayu dan etnis lainnya untuk mencontoh ideologi, budaya, dan prilaku yang baik dari etnis lain. 2. Pemerintah Kota Medan diharapkan agar lebih bijaksana lagi dalam
124
DAFTAR PUSTAKA
Al-hadi Syed Alwi sheikh. (1980). Adat Resam dan Adat Istiadat Melayu. Kuala Lumpur:Kementerian Pelajaran Malaysia
Ardnansyah Tengku. (1989). Butir-Butir Sejarah Melayu Pesisir Sumatera Timur
Medan : Yayasan karya Budaya Nasional
Bungin Burhan. (2001). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenda Media Group
____________. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Burdge, B. & Vanclay, F. (1996). Social Impact Assesssment: A Contribution to the State of the Art Series. Impact Assessment 14
Dove, Michael R. (1984). Man Land and Game in Sumbawa: Some Observations
on Agrarian Ecology and development Policy in Eastern Indonesia. Singpore Journal od Tropical Geography 5
____________. (1985). Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia Dalam
Modernisasi.Yayasan Obor Indonesia: PT. Midas Surya Grafindo
Endraswara. Suwaruli. (2003). Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Harnidy. Undang-Undang (1986). Membaca Kehidupan Orang Melayu.
Pekanbaru: Bumi Pustaka
Pesisir Deli Sumatera Timur 1612-1950. Medan: BP Husny
______________, (1980). Bentuk Rumah Tradisional Melayu, Medan: BP Husny
Huberman and Milles. (1992). Analisis Data Kualitatif (tentang metode-metode
Imam Prambudi. (2010). Perubahan Mata Pencaharian Dan Nilai Sosial Budaya. Universitas Surakarta: FIS
Koentjaraningrat. (1957). Metode Antropologi Dalam Penyelidikan Masyarakat
dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia
Lauer Robert H. (1993). Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Lerner, Daniel. (1967). The Passing of Traditional Society. New York: harper Books
Lounela Anu dan R. Yando Zakaria (2002). Berebut Tanah. Beberapa Kajian
Berperspektif Kampus dan Kampung. Yogyakarta: Insist Press
Martono Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial, Perspektif Klasik, Modern,
Posmodern, dan Poskolonial. Depok: PT. Rajagrafindo Persada.
Tania Murray. (2002). Proses Transformasi Daerah Pedalam Di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Olse. Marvin. E. (1968). The Process Of Social Organization, New Delhi,
Bombay. Calcuta: Oxford and IBH Publising Co
Paeru R.H, Trias Qurnia Dewi. (2015). Panduan Praktis Bertanam Sayuran Di
Pekarangan. Jakarta: Penebar Swadaya
Pelly Usman. (1989). Urbanisasi dan Adaptasi, Peranan Misi Budaya dan
Minangkabau dan Mandailing. Jakarta: LP3ES
___________. (2015). Etnisitas, Dalam Politik Multikultural. Medan: Griya Unimed
Penny. Menneth Ginting. (1984). Pekarangan Petani Dan Kemiskinan.
Universitas Press Gadjah Mada
Rahma Siti. (2005). Guro-Guro Aron pada Masyarakat Karo. Pasca Unimed Antropologi Sosial: Tesis
Ranjabar Jacobus. (2015). Perubahan Sosial. Bandung: CV. Alfabeta
Sairin Safri. Pujo Semedi. B. hudayana. (2002). Pengantar Antropologi Ekonomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sprradley james. (1997). Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana
Suryani Reno. (2015). Berternak Puyuh Di Pekarangan Tanpa Bau. Yogyakarta:
Tambunan M. Husni. (2007). Perubahan Budaya Dalam Pengelolaan Pertanian. Unimed: Pascasarjana, Tesis)
JURNAL-JURNAL
Arifin Zainal. (1998). Hubungan Manusia dan Lingkungan dalam Kajian
Antropologi Ekologi. Padang: Universitas Andalas Padang. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik. Jurnal
Ashari, Saptana, Tri Bastuti Purwantini. (2012). Potensi Dan Prospek
Pemanfaatan Lahan Pekarangan Untuk Mendukung Ketahanan pangan. Bogor. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Jurnal
Dja’far Fadlin bin Muhammad. Budaya Melayu Sumatera Utara Dan
Enkulturasinya. Medan. Jurnal
Pelly Usman. (1990). Dinamika dan Perubahan Sosial (Kasus Orang Melayu Di
Sumatera Timur). Ikip Medan: Jurnal
Rahayu M dan Suhardjono P. (2005). Keanekaragaman Tanaman Pekarangan
Dan Pemanfaatannya Di Desa Lampeapi, Pulau Wawoni Sulawesi
Tenggara. Pusat Penelitian Biologi: LIPI. Jurnal
Rauf Abdul. Rahmawaty. Dewi Budiati T.J. Said. (2015). Sistem Pertanian Terpadu Di Lahan Pekarangan Mendukung Ketahanan Pangan
Berkelautan Dan Berwawasan Lingkungan. Medan: FP-USU. Jurnal
Online Pertanian Tropik Pasca Sarjana FP. USU
Yulida Roza. (2012). Kontribusi Usahatani Pekarangan Terhadap Ekonomi