PERMAINAN TRADISIONAL ANAK SEBAGAI PEREKAT HUBUNGAN SOSIAL DI WILAYAH PERKEBUNAN
(Studi Deskriptif : Masyarakat Perkebunan Karet Dolok Merangir, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun)
SKRIPSI
Oleh:
SITI MARYAM HUTABARAT NIM 070901008
Departemen Sosiologi
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara Medan
ABSTRAK
Penulisan skripsi ini berawal dari semakin banyaknya anak-anak yang tidak mengetahui permainan tradisional yang ada didaerahnya. Dimana semakin banyaknya permainan yang menggunakan teknologi tinggi sehingga anak-anak cenderung konsumtif terhadap barang mainannya. Anak yang tinggal diperkebunan khususnya berbeda dengan anak-anak yang berada diperkotaan. Begitu juga dengan aktifitas yang mereka temukan ditempat tinggalnya. Anak diperkotaan memiliki pola permaianan yang lebih modern dibandingkan dengan anak yang berada diperkebunan. Dimana mereka akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dilingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat maupun dari agen sosial lainnya. Kehidupan diperkebunan yang biasanya disebut perdesaan memiliki permainan tradisional yang mengakibatkan hubungan emosional yang erat sesama pemainnya. Tingginya rasa kekeluargaan, kesetiakawanan serta kekompakan ini yang memperat hubungan anak-anak melalui adanya permainan tradisional yang dimainkan bersama-sama.
Ada beberapa faktor anak-anak di wilayah perkebunan memilih permainan tradisional, seperti banyaknya mendapatkan kawan, munculnya kekompakan dan terbinanya persaudaraan yang akhirnya meretas kesenjangan status jabatan yang dimiliki oleh orang tua mereka. Anak-anak mendapatkan teman sebayanya yang memiliki toleransi tanpa membedakan status yang melekat pada mereka, seperti agama, budaya, serta kelas dalam sekolah mereka.
Dolok Merangir kecamatan Dolok Batunanggat merupakan lokasi penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan pendekatan kualitatif melalui teknik observasi, wawancara dan dokumentasi Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan-catatan dari setiap kali turun. Penelitian ini dilakukan terhadap 11 (dua belas) orang informan, yaitu 6 (enam) orang anak yang memainkan permainan tradisional 5 (orang) masyarakat umum.
KATA PENGANTAR
Lafast hamdallah tiada hentinya saya persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi saya nikmat dan rezekiNya, sehingga saya dapat mengenyam pendidikan dan mengakhirinya dengan menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Permainan Tradisional Anak Sebagai Perekat Hubungan Sosial di Wilayah Perkebunan . Dan shalawat beriring salam saya hadiahkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW sang pencerah dan tauladan bagi umatnya.
Dalam penulisan skripsi ini sangat banyak hal yang saya dapatkan dimulai dari belajar mandiri dalam berfikir dan mandiri dalam bersikap. Proses pembelajaran yang menghantarkan saya dalam membentuk pribadi yang matang semoga saya mampu mengaktualisasikan diri sesuai dengan disiplin ilmu yang saya dapatkan selama belajar di Sosiologi FISIP USU.
1. Bapak Prof. Badaruddin Rangkuti, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Dr.Sismudjito M.Si, selaku dosen wali saya yang telah memberikan
motivasi dan semangat dalam belajar.
3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si sebagai Ketua Departemen Sosiologi, sekaligus Ketua Penguji yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah di Departemen Sosiologi.
4. Bapak Drs. T.Ilham Saladin, M.SP selaku dosen pembimbing dan juga
sebagai Sekretaris Departemen Sosiologi. Saya mengucapkan terima kasih
kepada beliau atas kesediaannya dalam memberikan
pengarahan-pengarahan ataupun masukan demi perbaikan skripsi saya. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada beliau atas kesediaan waktunya dalam
bimbingan skripsi saya.
5. Bapak/Ibu Dosen Departemen Sosiologi FISIP USU, terima kasih banyak atas ilmu yang selama ini telah ditransformasikan kepada saya selaku penulis.
6. Pegawai di Departemen Sosiologi FISIP USU, Kak Feni Khairifa, Kak
Nurbaity dan elemen yang membantu saya dari awal hingga akhir
perkuliahan. Semoga FISIP USU khususnya Departemen Sosiologi
menjadi lebih baik.
7. Para pegawai staf kantor kecamatan Dolok Batunanggar yang telah
membantu saya dalam pemberian data.
8. Masyarakat Perkebunan Karet Dolok Merangir dan khususnya anak-anak
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk dimintai wawancara dan
9. Kepada kakak, abang dan adik saya, Dagmar Hutabarat, Ahmad Ghozali
Hutabarat, Ahmad Parulian Hutabarat terima kasih sudah mau saling
mengingatkan.
10. Kawan seperjuangan di stambuk 2007, khususnya di awal kuliah (yang
pernah jalan-jalan ke Panatapan) dan di akhir kuliah (saatnya mengenang
Aek Pining). Maaf kalau saya masih tetap single fighter Sukses selalu
semoga Allah SWT memberkati kita semua.
11. Keluarga Besar HMI Kom s FISIP USU, Kakanda-Kakanda semuanya
yang sangat kuat memberikan semangat sehingga bertahan di Komisariat
dengan berbagai dinamika yang ada. Terima kasih telah mengatakan cinta
dengan pedang atau pistol dikepala, dan jembatan telah dibakar mundur
adalah pengkhianatan walaupun berbeda dalam penginterpretasiannya.
12. Batu Kristal kita semua berbeda, kita bisa bersama, kita bisa bersatu bila
kita semua mau,,,Cuma lagu itu yang dapat kuberikan sebagai kenangan,
dan Perjuangan adalah Pelaksanaan Kata.
13. Balap Pesawat, Gama Cosmic dan Palu Hijau.. semangat belajar ya
jangan takut salah, karena dengan salah kita mampu memperbaiki dan
mengetahui yang benar. Ok!
14. Bidang Pemberdayaan Perempuan HMI Kom s FISIP USU 2010-2011,
makasih atas kerja samanya Ririn, Mia dan Silvy Serta A4 (semakin
berjaya) Andhyn, Aies dan Adel.
15. KOHATI HMI Cabang Medan 2011-2012. Terima Kasih atas support dan
16. Terima kasih untuk sahabat kecil andomera, mama uwi, bunda yudit dan
abang, dan SMA Harapan 3 Deli Serdang.
17. Dan kawan seperjuangan X-trainer LK1,LK2,LK3,LKK,SC HMI yang
selalu tetap berkomunikasi dan berdiskusi bersama saya. Thx All.
18. Terima kasih yang sedalam-dalamnya untuk Siti Maryam Hutabarat yang
masih memberi semangat dan yang mengajarkanku untuk selalu
bersyukur.
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dengan segala
keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Maka itu, kritik, saran serta
masukan yang membangun skripsi sangat penulis harapkan. Semoga
skripsi in dapat bermanfaat bagi semua elemen. Adapun kesalahan dalam
penulisan skripsi ini, penulis memohon maaf karena keterbatasan yang
penulis miliki. Kesempurnaan hanya milik Allah Tuhan semesta seru
sekalian alam. Perjuangan Pelaksanaan Kata.
Penulis sampaikan terima kasih.
Medan, Juni 2012
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI . i
KATA PENGANTAR . ... ii
DAFTAR ISI . .. vi
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 5 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 5 1.4 Definisi Konsep . 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan .. 12
2.2 Anak dalam Aspek Sosiologis .. 13
2.3 Sosialisasi dalam Pembentukan Perilaku ... 14
2.3.1 Jenis sosialisasi. 14 2.3.1.1 Sosialisasi primer .. 14
2.3.1.2 Sosialisasi Sekunder ... . 15
2.3.2 Tipe sosialisasi . . 15
2.3.3 Pola Sosialisasi . . 16
2.3.3.1 Proses sosialisasi Menurut George H. Mead 17
2.3.3.1.1 Tahap Persiapan (Preparatory Stage) 17
2.3.3.1.2 Tahap Meniru (Play Stage) 17
2.3.3.1.3 Tahap Siap Bertindak (Game Stage) .. 18
2.3.3.2 Agen sosialisasi 19
2.3.3.2.1 Keluarga . 20
2.3.3.2.2 Teman pergaulan 21
2.3.3.2.3 Lembaga Pendidikan Formal (Sekolah) .. 22
2.3.3.2.4 Media massa 22
2.3.3.2.5 Agen-agen lain 23
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian . 24
3.2 Lokasi Penelitian 24
3.3 Unit Analisis 25
3.4 Teknik Pengumpulan Data 26
3.5 Interpretasi Data 28
3.6 Jadwal Kegiatan 30
3.7 Kesulitan Penelitian . 31
BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian .. 33
4.1.1 Sejarah singkat perkebunan karet dolok merangir 33
4.1.2.Gambaran Umum Wilayah Perkebunan Karet
Dolok Merangir 34
4.1.3 Keadaan Penduduk 35
4.2 Profil Informan .. 39
4.3 Temuan dan Interpretasi Data 61
4.3.1. Permainan Tradisional yang biasa dimainkan anak-anak
4.3.1.1 Jenis Jenis Permainan Tradisional yang biasa dimainkan
anak-anak di perkebunan karet PT. Bridgestone
Dolok Merangir . .. 61
4.3.2. Nilai-Nilai Permainan Tradisional Bagi anak-anak di
Perkebunan karet PT. Bridgestone Dolok Merangir .. 71
4.3.3. Interaksi dalam Permainan Tradisional sebagai perekat
hubungan sosial anak-anak di Perkebunan karet
PT. Bridgestone Dolok Merangir . 78
4.3.4. Permainan Tradisional membantu perkembangan anak dalam
mengenal lingkungan bermain serta mengasah kreatifitas 79
4.3.5. Perlunya melestarikan permainan tradisional di perkebunan
karet PT.Bridgestone Dolok Merangir . . 82
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 83
5.2 Saran.. .. 84
DAFTAR PUSTAKA... 86
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Komposisi Lahan Berdasarkan Pemanfaatan Lahan
Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis dan Jenis Kelamin di Kelurahan Dolok Merangir Tahun 2011
Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama dan Jenis Kelamin di Kelurahan Dolok Merangir 2011
Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kelurahan Dolok Merangir 2011
Tabel 4.5Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian dan Jenis Kelamin di Kelurahan Dolok Merangir 2011
ABSTRAK
Penulisan skripsi ini berawal dari semakin banyaknya anak-anak yang tidak mengetahui permainan tradisional yang ada didaerahnya. Dimana semakin banyaknya permainan yang menggunakan teknologi tinggi sehingga anak-anak cenderung konsumtif terhadap barang mainannya. Anak yang tinggal diperkebunan khususnya berbeda dengan anak-anak yang berada diperkotaan. Begitu juga dengan aktifitas yang mereka temukan ditempat tinggalnya. Anak diperkotaan memiliki pola permaianan yang lebih modern dibandingkan dengan anak yang berada diperkebunan. Dimana mereka akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dilingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat maupun dari agen sosial lainnya. Kehidupan diperkebunan yang biasanya disebut perdesaan memiliki permainan tradisional yang mengakibatkan hubungan emosional yang erat sesama pemainnya. Tingginya rasa kekeluargaan, kesetiakawanan serta kekompakan ini yang memperat hubungan anak-anak melalui adanya permainan tradisional yang dimainkan bersama-sama.
Ada beberapa faktor anak-anak di wilayah perkebunan memilih permainan tradisional, seperti banyaknya mendapatkan kawan, munculnya kekompakan dan terbinanya persaudaraan yang akhirnya meretas kesenjangan status jabatan yang dimiliki oleh orang tua mereka. Anak-anak mendapatkan teman sebayanya yang memiliki toleransi tanpa membedakan status yang melekat pada mereka, seperti agama, budaya, serta kelas dalam sekolah mereka.
Dolok Merangir kecamatan Dolok Batunanggat merupakan lokasi penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan pendekatan kualitatif melalui teknik observasi, wawancara dan dokumentasi Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan-catatan dari setiap kali turun. Penelitian ini dilakukan terhadap 11 (dua belas) orang informan, yaitu 6 (enam) orang anak yang memainkan permainan tradisional 5 (orang) masyarakat umum.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan kemajemukan penduduk, yang
masing-masing penduduknya memiliki corak tersendiri dalam pola kehidupannya.
Dan sebagian besar perjalanan sejarah menyatakan bahwa negara ini merupakan
masyarakat transisi, yaitu dari masyarakat agraris menjadi masyarakat
perkebunan. di Sumatera Utara sangat banyak perkebunan yang dikelola oleh
pemerintah maupun pihak swasta asing. Adapun salah satu perkebunan di daerah
ini merupakan perkebunan karet yang berada di kabupaten simalungun, yang
dikelola oleh perusahaan asing. Lokasi perkebunan ini tidak jauh dari kota
pematang siantar. Adapun sumber penghasilan masyarakat perkebunan karet ini
merupakan hasil kerja mereka oleh perusahaan yang mengelolanya. Perkebunan
karet ini milik perusahaan asing tetapi notabene masyarakat yang tinggal didaerah
ini sangat beragam suku. Ada beragam suku batak, jawa, melayu, aceh dan lain
sebagainya. Dan beragam pula agama yang ada pada masyarakat yang tinggal
diperkebunan karet ini. Mayoritas suku yang terdapat didaerah ini adalah jawa dan
batak, serta agama yang paling mayoritas adalah islam.
Pada masyarakat perkebunan karet ini ada beberapa kelas-kelas dan
golongan masyarakatnya. Dari kelas bawah hingga kelas atas. Adapun yang
dimaksud dari kelas bawah adalah, masyarakat yang pekerjaannya, tempat
tinggalnya, dan upahnya sangat kecil. Biasanya masyarakat ini bekerja sebagai
cukup berat. Dimana para pekerja ini harus bertanggung jawab agar tidak adanya
getah yang hilang dalam arti dicuri oleh pekerja itu sendiri. Ada juga yang bekerja
sebagai supir truk yang mengangkat getah dari latex ke pabrik. Ada yang bekerja
di kantor dengan pembagian kerja yang berbeda-beda. Selain itu kelas atas yang
dimaksud adalah para pekerja yang bekerja di perusahaan karet ini dan biasanya
bekerja sebagai orang kantoran, dalam arti kata mereka tidak atau jarang sekali
berada diluar kantor. Dan orang kantoran ini dimulai dari pegawai kelas 1 hingga
manajer.
Karena perkebunan karet ini dikelola oleh perusahaan asing, masyarakat
yang ada disini juga menggunakan fasilitas yang disediakan oleh perusahaan
untuk berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Adanya hall, tanah lapang, serta
fasilitas ibadah seperti gereja, mesjid. Dan rumah-rumah yang ditempati oleh
pekerja juga rumah perusahaan perkebunan. Setiap rumah yang diberikan oleh
perusahaan memiliki pekarangan/halaman, sehingga memberikan ruang untuk
masyarakat bersosialisasi atau membuka usaha. Dan pastinya sumber daya listrik
dan air pun sudah berada didaerah ini, dikarenakan perusahaan menggunakan
mesin sehingga listrik sudah masuk ke daerah ini.
Seperti yang kita ketahui bahwa masyarakat agraris merupakan masyarakat
yang bermata pencaharian sebagai petani. Yang juga didukung oleh bentuk
geografis yang ada di Indonesia. Berubahnya pola mata pencaharian penduduk
dari masyarakat agraris menjadi masyarakat perkebunan mempengaruhi struktur
dan sistem tatanan sosial yang ada di masyarakat.
Belum lagi masalah perkembangan diri dari anak-anak yang tinggal di
daerah perkotaan. Kalau kita perhatikan biasanya anak-anak yang berada di
daerah perkebunan memiliki pola pergaulan yang cenderung ekstrem seperti
misalnya bermain di tempat-tempat yang sebenarnya tidak layak untuk disebut
sebagai tempat bermain. Ada lagi masalah tentang pola asuh yang diberikan oleh
orang tuanya. Rata-rata orang yang tinggal di daerah perkebunan memiliki
tingkat pendidikan yang berbeda dari pendidikan rendah hingga pendidikan
tingkat atas, sehingga mereka tidak begitu memperhatikan tentang tumbuh
kembang anaknya. Dan cenderung membiarkan anaknya tumbuh dan berkembang
begitu saja.
Misalnya saja dalam bermain bersama teman-temannya. Kebanyakan
anak-anak di daerah pekebunan memilih untuk memainkan permainan yang sifatnya
lebih tradisional karena permainan tradisional tidak membutuhkan banyak biaya
untuk membeli peralatan dan untuk memainkannya. Tapi ada juga sebagian
anak-anak di lingkungan perkebunan yang sudah mengenal permainan yang sifatnya
lebih modern seperti misalnya playstation, gameboard, dan lain-lain.
Masuknya permainan modern ke lingkungan anak-anak di daerah
perkebunan ini sedikitnya mempengaruhi tumbuh kembangnya anak dan juga cara
mereka bergaul dengan teman-temannya. Anak-anak sekarang sudah
dininabobokan dengan permainan-permainan modern yang berbau IT seperti play
station atau sebagian besar waktunya dihabiskan untuk menonton televisi,
sehingga permainan anak-anak yang sifatnya tradisional sudah ditinggalkan.
Akibatnya waktu untuk bermain bersama temannya berkurang. Di kota-kota besar
tampaknya sekarang rumah begitu padatnya, sehingga mencari tanah lapang yang
permainan modern ini dapat disebabkan dekatnya jarak kota madya dengan
wilayah perkebunan karet ini sehingga memudahkan masyarakat mengakses
kebutuhan lainnya. Nilai-nilai pendidikan, kebersamaan, kesetiakawanan bisa
diperoleh lewat permainan tradisional dan yang paling menonjol adalah nilai-nilai
kebersamaan. Karena permainan anak-anak modern pada umumnya bersifat
individualisme.
Permainan tradisional anak-anak erat kaitannya dengan pengetahuan dan
kreatifitas anak-anak, karena ini merupakan hal-hal yang bersifat afektif, pola
perilaku, dan permainannya sangat lokal dan sangat lekat dengan dunia mereka.
Jadi bukan mentransfer nilai-nilai dari luar tapi inilah asli peninggalan nenek
moyang yang nilainya sangat tinggi. Pengaruh permainan tradisional anak
terhadap pendidikan, pada umumnya permainan tradisional anak adalah sesuatu
yang biasa dialami anak dalam kehidupan sehari-hari. Jadi tema-temanya adalah
tema di sekitar anak-anak seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, dan lainnya yang
mereka alami sehari-hari.
Permainan dimasa lalu merupakan permainan yang sangat baik untuk
melatih fisik dan mental anak, yang secara tidak langsung anak-anak akan
dirangsang kreatifitas, ketangkasan, jiwa kepemimpinan, kecerdasan, dan
keluasan wawasannya melalui permainan tradisional. Misalnya saja permainan
gobak sodor atau yang biasa disebut galasin. Permainan ini biasanya dimainkan
oleh dua tim yang masing-masing tim terdiri dari tiga sampai lima orang.
Ada juga permainan tradisional gebokan. Ini biasanya menggunakan
pecahan genteng yang disusun keatas sehingga berbentuk menara dan kemudian
susunan itu terjatuh maka lawan harus menyusun kembali pecahan genteng
kemudian mengambil bola kasti dan melempar bola kasti ke arah lawan.
Kemenangan ditandai dengan berdirinya menara pecahan genteng dan tubuh kita
tidak terkena bola kasti dari lawan.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam suatu penelitian, yang sangat signifikan untuk dapat memulai
penelitian adalah adanya masalah yang akan diteliti. Menurut Arikunto, agar
dapat dilaksanakan penelitian dengan sebaik-baiknya maka peneliti haruslah
merumuskan masalah dengan jelas, sehingga akan jelas dimana harus dimulai,
kemana harus pergi dan dengan apa ( Arikunto, 1996:19 )
Berdasarkan uraian tersebut dan berdasarkan latar belakang yang sudah
diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimanakah permainan tradisional anak dapat menjadi perekat hubungan sosial?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan yang
diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :
1.3.1.1 Untuk mengetahui bagaimanakah permainan tradisional
dapat menjadi perekat hubungan sosial di antara anak-anak
yang berada di daerah perkebunan khususnya di
perkebunan karet Dolok Merangir, Kecamatan Dolok
1.3.1.2 Untuk mengetahui sejauh mana permainan tradisional yang
dimainkan oleh anak-anak diperkebunan karet dapat
memicu kreatifitas anak di Dolok Merangir, Kecamatan
Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun.
1.3.2. Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan kepada peneliti dan juga kepada pembaca mengenai
kehidupan khususnya cara bermain anak-anak di daerah perkebunan.
Selain itu diharapkan juga dapat memberikan kontribusi kepada
pihak yang memerlukannya khususnya khasanah keilmuan dibidang
sosiologi keluarga dan sosiologi pendidikan.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
penulis dimana melalui penelitian ini, menambah referensi dari hasil
penelitian dan juga dijadikan rujukan bagi peneliti berikutnya yang
ingin mengetahui lebih dalam lagi terkait dengan penelitian
sebelumnya dan juga dapat memberikan sumbangan kepada
masyarakat perkebunan karet Dolok Merangir, Kecamatan Dolok
Batunanggar, Kabupaten Simalungun tepatnya pada Dinas
Pendidikan dan kebudayaaan agar dapat dimasukan dalam kurikulum
1.4 Defenisi Konsep
1.4.1. Permainan Tradisional
Permainan tradisional adalah permainan yang dimainkan oleh orang-orang
terdahulu dan biasanya pada permainan tradisional orang cenderung membuatnya
sendiri dengan kreatifitas masing-masing orang dan bahan-bahan yang digunakan
sangat sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang besar/banyak.
Adapun beberapa permainan tradisional yang mungkin sudah tidak asing lagi
didengar adalah:
Galasin. Permainan ini terdiri dari dua tim, dimana masing-masing tim
terdiri dari 3 orang. Inti permainannya adalah mencegah lawan agar tidak bisa
lolos ke baris terakhir. Biasanya dimainkan di lapangan bulu tangkis dengan
acuan garis-garis. Permainan ini membuat badan menjadi sehat karena pemain
banyak bergerak misalnya berlari dan merentangkan tangannya.
Bentengan. Terdiri dari dua tim. Inti permainan ini adalah memasuki
benteng lawan dengan menyentuh baris pertahanan mereka. Biasanya yang
dianggap sebagai benteng adalah sebuah tiang listrik yang dijaga oleh beberapa
orang dan kita berusaha untuk menyentuh tiang listrik. Permainan ini mirip
dengan permainan galasin.
Gasing. Ini permainan rakyat yang cukup lama. Bentuk permainannya
adalah sebuah bentukan kayu yang dapat berputar. Biasanya dijadikan ajang
taruhan siapa yang gasingnya dapat berputar paling lama maka dialah
pemenangnya, atau terkadang mengadu kedua gasing dimana melihat gasing mana
Gebokan. Ini biasanya menggunakan pecahan genteng yang disusun keatas
sehingga berbentuk menara dan kemudian kita akan menjatuhkan susunan itu dari
jarak jauh dengan bola kasti dan jika susunan itu terjatuh maka lawan harus
menyusun kembali pecahan genteng kemudian mengambil bola kasti dan
melempar bola kasti ke arah kita. Kemenangan ditandai dengan berdirinya menara
pecahan genteng dan tubuh kita terkena bola kasti.
1.4.2. Anak
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang
belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Dimana setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
untuk bergaul dengan anak yang sebaya nya bermain, berekreasi dan berkreasi
sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengemmbangan
dirinya.
Selain itu anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak
membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan
kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang
lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Menurut
John Locke (dalam Gunarsa, 1986) anak adalah pribadi yang masih bersih dan
peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan.
1.4.3.Tradisional
Tradisional adalah sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu
Dalam hal ini nilai-nilai tradisional yang melekat pada permainan tradisional
adalah :
1. Hubungan Sosial
Menurut Ferdinand Tonnies Gemeinschaft adalah suatu bentuk kehidupan
bersama yang intim, pribadi dan eksklusif dan adanya keterikatan yang
dibawa sejak lahir,
Gemeinschaft by blood : mengacu pada ikatan-ikatan kekerabatan
Gemeinschaft of mind : hubungan persahabatan yang disebabkan
oleh persamaan keahlian atau pekerjaan serta pandangan yang
mendorong orang untuk saling berhubungan secara teratur.
Gemeinschaft of place : ikatan yang berlandaskan kedekatan letak
tempat tinggal serta tempat bekerja yang mendorong orang untuk
berhubungan intim satu dengan yang lain, dan mengacu pada
kehidupan bersama di daerah pedesaan.
Gesellschaft adalah suatu kehidupan pubik, dimana seseorang
kebetulan hadir bersama tetapi masing-masing tetap mandiri. Ini
bersifat sementara dan semu.
2. Solidaritas
Durkheim melihat bahwa setiap masyarakat manusia memerlukan
solidaritas. Ia membedakan antara dua tipe utama solidaritas, yaitu
solidaritas mekanik dan solidaritas organik.
Solidaritas mekanik merupakan suatu tipe solidaritas yang
didasarkan atas persamaan. Menurut Durkheim solidaritas mekanik
yang didasarkan atas kepercayaan dan setiakawanan ini dinamakan
conscience collective. Suatu sistem kepercayaan dan perasaan yang menyebar merata pada semua anggota masyarakat.
Solidaritas organik merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri atas
bagian yang saling tergantung laksana bagaikan suatu organisme
biologi. Solidaritas ini didasarkan pada hukum dan akal.
3. Kerjasama. Merupakan bentuk interaksi sosial ketika tujuan anggota
kelompok yang satu berkaitan erat dengan tujuan anggota yang lain atau
tujuan kelompok secara keseluruhan, atau interaksi yang saling
menguntungkan kedua belah pihak.
4. Persaingan.Merupakan suatu proses sosial ketika individu atau kelompok
saling berusaha dan berebut untuk mencapai keuntungan dalam waktu
yang bersamaan.
5. Prestasi adalah cara untuk memperoleh kedudukan pada lapisan tertentu
dengan usaha sendiri. Suatu pencapaian sehingga seseorang mendapatkan
penghargaan dari prestasi yang didapatkannya.
6. Egalitarian. Dimana tidak ada anak yang paling unggul karena setiap anak
memiliki kelebihan masing-masing untuk setiap permainan yang berbeda
dan ini sebagai cara untuk meminimalisir ego diri para
pemainnya/anak-anak.
7. Agen Sosialisasi. Menurut Fuller adapun pihak yang melaksanakan
sosialisasi terdiria atas empat agen sosialisasi utama
8. Generalized Other adalah peran semua orang lain dalam masyarakat
9. Teman sebaya adalah teman bermain yang sederajat dimana dalam
kelompok bermain seorang anak mulai belajar nilai-nilai keadilan.
Beberapa contoh permainan tradisional anak tersebut adalah
1. Enjot-enjotan,berbalas pantun, lompat tali dapat membentuk kerjasama
anak
2. Wayang, mobil-mobilan dari kulit jeruk, dapat mengasah kreatifitas anak
3. Galasin, bentengan, gebokan, memunculkan solidaritas, kerjasama,
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
Seperti telah diungkap oleh berbagai literatur ciri khas desa sebagai
suatu komunitas pada masa lalu selalu dikaitkan dengan kebersahajaan
(simplicity), keterbelakangan, tradisionalisme, subsistensi, dan
keterisolasian. Meskipun tak dapat digeneralisasiskan pada semua pedesaan
pada masa sekarang, namun ada sosiolog yang berhasil mengidentifikasi
ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan. Sebagaimana dikatakan Roucek
dan Warren, masyarakat pedesaan memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Punya sifat homogen dalam (matapencarian nilai-nilai dalam
kebudayaan serta dalam sikap dan tingkah laku).
2. Kehidupan desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit
ekonomi. Artinya, semua anggota keluarga turut bersama-sama
memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga.
3. Faktor geografi sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada.
Misalnya, keterikatan anggota masyarakat dengan tanah atau desa
kelahirannya.
4. Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet daripada
kota serta jumlah anak yang ada dalam keluarga inti lebih besar.
Hubungan lebih bercorak gemeinschaft daripada gesselschaft.
terletak pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupanna yang
berbeda dengan masyarakat pedesaan. Orang kota pada umumnya dapat
mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang lain.
2.2 Anak dalam Aspek Sosiologis
Dalam aspek sosiologis, anak senantiasa berinteraksi dengan lingkungan
masyarakat. Dalam menjamin perkembangan dirinya, sejak usia dini anak perlu
pendidikan dan sosialisasi, pengajaran tanggung jawab sosial, peran-peran sosial
untuk menjadi bagian masyarakat. Jadi, menurut kodratnya anak manusia adalah
mahkluk sosial, dapat dibuktikan dimana ketidakberdayaannya terutama pada
masa bayi dan kanak-kanak yang menuntut adanya perlindungan dan bantuan dari
orang tua. Anak selalu membutuhkan tuntunan dan pertolongan orang lain untuk
menjadi manusia yang bulat dan paripurna.
Anak manusia tidak dapat hidup tanpa masyarakat atau tanpa lingkungan
sosial tertentu. Anak dilahirkan, dirawat, dididik, tumbuh, berkembang dan
bertingkah laku sesuai dengan martabat manusia di dalam lingkungan cultural
sekelompok manusia. Anak tidak akan terlepas dari lingkungan tertentu, karena
anak sebagai individu tidak mungkin bisa berkembang tanpa bantuan orang lain.
Kehidupan anak bisa berlangsung apabila ia ada bersama orang lain. Anak
manusia bisa memasuki dunia manusia jika dibawa atau dimasukkan ke dalam
2.3 Sosialisasi dalam Pembentukan Prilaku
Sosialisasi adalah sebuah proses pengajaran atau transfer kebiasaan atau
nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok
atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai
peranan (role theory). Hal ini disebabkan dalam proses sosialisasi, setiap individu pasti akan diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu
(http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisasi, diakses 30 November 2010, pukul 09:20
WIB).
2.3.1 Jenis sosialisasi
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua, yaitu:
sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam
masyarakat). Sosiolog, E. Goffman berpendapat bahwa kedua proses
tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat
bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam
situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun
tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara
formal (M. Poloma, 2000: 238).
2.3.1.1 Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi
primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa
kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga).
Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat
keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu
membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan
anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola
interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan
sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi
antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
2.3.1.2 Sosialisasi Sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan
setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam
kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah
resosialisasi dandesosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses
desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang
lama.
2.3.2 Tipe sosialisasi
Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang
berbeda. Misalnya, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah
dengan di kelompok sepermainan tidak sama. Di sekolah, seseorang disebut
baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat
apabila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan
nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada.
Ada dua tipe sosialisasi, yaitu formal dan informal. Sosialisasi
formal terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan
yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah. Sedangkan
sosialisasi informal, terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang
bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub
dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat. Meskipun
proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya
sangat sulit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat
sosialisasi formal dan informal sekaligus.
2.3.3 Pola Sosialisasi
Sosialisasi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan
sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari
sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam
hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua.
Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi
perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang
tua, dan peran keluarga sebagai significant other. Sosialisasi partisipatoris
(participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik.
pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi
adalah anak dan keperluan anak.
2.3.3.1 Proses sosialisasi Menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang
dilalui seseorang dapat dibedakan melalui beberapa tahapan,
diantaranya tahap persiapan, tahap meniru, tahap siap bertindak dan
tahap penerimaan kolektif. (G. Ritzer, 2007: 282).
2.3.3.1.1 Tahap Persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat
seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia
sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang
diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan
meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada
anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata
tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak.
Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan
tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
2.3.3.1.2 Tahap Meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya
orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran
tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya,
dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang
dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu
dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan
diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap
ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak
orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut
merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi
pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak
menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang
ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other).
2.3.3.1.3 Tahap Siap Bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan
digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan
sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya
menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat
sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara
bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk
membela keluarga dan bekerja sama dengan
teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak
dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai
Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara
bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak
mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di
luar keluarganya.
2.3.3.1.4 Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia
sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat
secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak
hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi
juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari
pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama, bahkan
dengan orang lain yang tidak dikenalnya secara mantap.
Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah
menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
2.3.3.2 Agen sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang
melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen
sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain,
media massa, dan lembaga pendidikan sekolah. Pesan-pesan
yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak
keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan
dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain.
Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak
merokok, meminum minuman keras dan menggunakan
obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mungkin saja mereka
dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau
media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila
pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak
bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama
lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh
individu dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh
agen sosialisasi yang berlainan.
2.3.3.2.1 Keluarga
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi
meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat
yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam
suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut
sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah
dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek,
nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti.
sosialisasi dilakukan oleh orang-orang yang berada di luar
anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat
agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat
sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi (baby sitter). Peranan
para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal
sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan
keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
2.3.3.2.2 Teman pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain)
pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian
ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan
sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula
memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah
keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa
remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam
membentuk kepribadian seorang individu.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga
yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia,
pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok
bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi
dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh
sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari
kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai
keadilan. Anak-anak rawan terhadap tekanan teman sebaya
2.3.3.2.3 Lembaga Pendidikan Formal (Sekolah)
Dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar
membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga
dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian
(independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah, seorang anak
mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam
melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian
besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh
rasa tanggung jawab.
2.3.3.2.4 Media massa
Kelompok media massa di sini adalah media cetak
(surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio,
televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat
tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang
disampaikan. Penayangan acara Smack Down, di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku
anak-anak dalam beberapa kasus. Iklan produk-produk tertentu
telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup
baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului
dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV (horor, kekerasan, ketaklogisan, dan
seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan massal,
penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan
sosial, dan dampak buruk lainnya.
2.3.3.2.5 Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan
media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama,
organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan
pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk
pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat
presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak
pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskripif dengan
pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan metode yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh objek
peneliti. Penelitian kualitatif juga diartikan sebagai pendekatan yang dapat
menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari yang diamati
(Moleong, 2006).
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di perkebunan karet Dolok Merangir, Kecamatan
Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun. Adapun alasan peneliti memilih
tempat penelitian karena peneliti sebelumnya telah melakukan observasi
lapanngan di lokasi tersebut dan melakukan pra-wawancara terhadap masyarakat
yang bertempat tinggal di perkebunan karet ini. Dan terlihat disana masih ada
ruang publik dan tanah lapang untuk anak-anak bermain. Dari hasil observasi
inilah peneliti melihat bahwa lokasi ini sangat menarik untuk dijadikan lokasi
penelitian mengingat perkebunan karet ini sudah lama berdiri. Selain itu faktor
ketertarikan yang mendasari penelitian adalah lokasi ini berpotensi dan lokasi ini
3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis
Salah satu cara atau karakteristik dari penelitian sosial kualitatif
adalah menggunakan apa yang disebut Unit of Analysis . Hal ini
dimungkinkan, karena setiap objek penelitian memiliki ciri dalam jumlah
yang cukup luas seperti karakteristik individu tentunya meliputi jenis
kelamin, usia, tingkat pendidikan, status sosial, dan tingkat penghasilan.
Ada sejumlah unit analisis yang lazim digunakan pada kebanyakan
penelitian sosial yaitu: individu, kelompok, organisasi, sosial, artefak
(Dinandjaja, 2005:31). Unit analisis data adalah satuan tertentu yang
diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 1992:2).
Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah
keluarga pada masyarakat di perkebunan karet Dolok Merangir,
Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun.
3.3.2 Informan
Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam
penelitian. Adapun yang menjadi informan yang menjadi subjek
penelitian ini, dibedakan menjadi dua jenis yaitu: informan kunci dan
informan biasa yang dapat mendukung penelitian. Maka dalam penelitian
ini informan terbagi dua yaitu: Adapun informan dari penelitian ini
3.3.2.1. Infoman kunci
Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci adalah
anak-anak berusia 6-12 tahun yang berada di perkebunan
karet Dolok Merangir, Kecamatan Dolok Batunanggar,
Kabupaten Simalungun.
3.3.2.2 Informan biasa
Yang menjadi informan biasa adalah keluarga dan tokoh
pemuka pada masyarakat perkebunan karet Dolok
Merangir, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten
Simalungun.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
3.4.1 Data yang diharapkan juga akan diperoleh melalui observasi atau
pengamatan yang akan dilakukan oleh peneliti. Beberapa
pengamatan yang akan dilakukan peneliti ada yang berperan serta
terbatas, maksudnya adalah peneliti tidak merahasiakan identitas
diri, akan terlibat ringan yang sedang dilakukan si informan pada
saat pengamatan langsung, misalnya keseharian hidup informan
berinteraksi dengan keluarga atau masyarakat, hal tersebut adalah
untuk membina rapport yang lebih baik dengan informan.
Observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan data yang
tersebut dapat diamati oleh peneliti. Observasi merupakan
pengamatan langsung terhadap berbagai gejala yang tampak pada
penelitian. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan data yang
mendukung hasil wawancara. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunkan observasi partisipasif, yaitu peneliti adalah bagian dari
keadaan ilmiah, tempat dilakukannya observasi. Seorang peneliti
dapat menjadi anggota dari sebuah kelompok khusus atau organisasi
dan menetap untuk mengamati kelompok itu dengan mengguanakan
satu atau beberapa cara. Tanpa melihat bagaimana peneliti bisa
menjadi bagian dari lingkungannya, maka yang penting partisipan
aktif sebagai bagian yang menyeluruh yang diperlukan dalam
pelaksanaan penelitian ini. (James A Black dan Dean J Champion
1992:289)
3.4.2 Metode wawancara merupakan proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap
muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang
diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman
wawancara. Salah satu bentuk wawancara yang dipakai dalam
penelitian ini adalah wawancara mendalam (dept interview).
Wawancara mendalam yang dimaksudkan adalah percakapan yang
sifatnya luwes, terbuka, dan tidak baku. Intinya adalah, peneliti
dengan informan, dengan harapan informan dapat mengungkap
informasi atau data yang diharapkan dengan datanya sendiri.
3.4.3 Studi kepustakaan, yaitu cara memperoleh data yang bersifat
sekunder melalui studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan
terhadap sumber primer, sekunder ataupun media massa
(Faisal,2005:53). Dimana dalam penelitian ini, si peneliti
menggunakan studi kepustakaan dengan menghimpun berbagai
informasi dari buku-buku referensi, jurnal yang diperoleh si peneliti
dari perpustakaan ataupun dari internet dan lain-lainnya yang
dianggap sangat relevan berkaitan dengan topik permasalahan yang
ingin dikaji dalam penelitian ini. Dan juga si peneliti menggunakan
dokumentasi dalam penelitian ini yang digunakan untuk menelusuri
data historis, yang sebagian data tersedia dalam bentuk laporan,
artikel, dokumen dan foto yang berkaitan dengan topik
permasalahan yang ingin dikaji penelitian tersebut.
3.5 Interpretasi Data
Interpretasi data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja oleh
data, mengorganisasikan data, memilah milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskan, membuat ikhtisarnya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan
kepada orang lain.
Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan,
mengelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan
sebagainya yang selanjutnya akan dipelajari, dan ditelaah secara seksama agar
3.7 Jadwal Kegiatan
No Kegiatan
BULAN
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
1 Pengajuan Judul Proposal
2 ACC Judul
3 Penyusunan Proposal
4 Penyerahan Proposal Awal
5 Bimbingan Proposal
6 ACC Seminar
7 Persiapan Seminar
8 Seminar Proposal
9 Perbaikan Proposal (Bab I,II,III)
10 Penyusunan Pedoman Wawancara
11 Izin Ke Lapangan
12 Penelusuran data historis
13 Wawancara dan observasi
14 Analisa data
15 Penyajian data/laporan penelitian
3.7. Kesulitan Penelitian
Adapun beberapa kesulitan yang dialami peneliti ketika berada di
lapangan, diantaranya:
Dalam setiap penelitian sering mengalami hambatan baik itu yang
muncul dari faktor internal maupun eksternal diri peneliti sendiri. Adapun
keterbatasan yang penulis hadapi adalah sebagai berikut:
a. Faktor Internal
Faktor internal yang dimaksud disini adalah berupa kendala yang berasal
dari dalam diri peneliti yang meliputi keterbatasan waktu dalam melakukan
penelitian dan kurangnya literatur sebagai pendukung penelitian ini yang
akhirnya membuat peneliti belum dapat sepenuhnya mendeskripsikan hasil
penelitian ini dengan maksimal dan mendalam sehingga masih terdapat
kekurangan dalam penyajian dan interpretasi data.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang berupa kendala-kendala yang muncul dari luar,
yaitu adanya kendala waktu para informan yang dikarenakan sebagian dari
informan memiliki kesibukan lain diluar jam kerja mereka sehingga intensitas
pertemuan antara peneliti dengan informan harus juga menyesuaikan waktu
luang yang dimiliki oleh informan tersebut. Kemudian tingkat pendidikan dari
beberapa informan yang diantara informan lainnya tergolong rendah ternyata
menyebabkan peneliti kurang efektif dalam mendapatkan informasi ataupun
informan yang memiliki sikap kurang terbuka terhadap pertanyaan yang
ditanyakan oleh peneliti. Dan kendala eksternal lainnya seperti belum
maksimalnya peneliti dalam mengumpulkan data dikarenakan informan yang
dianggap dapat menginterpretasikan maksud dari pertanyaan dalam penelitian
BAB IV
DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Sejarah singkat perkebunan karet dolok merangir
Perusahaan di Dolok Merangir, Kabupaten Simalungun, Sumatera
Utara dibeli oleh perusahaan Goodyear pada tahun 1916 dari Vrenide Indice
Coltounderneeming (VICO) yaitu salah satu perusahan Belanda yang
dipimpin oleh J.J. Blandeing. Pada tahun 1917 didirian Factory dan kemudian
tahun 1927 didirikan Planing Research dan Chemical Research. Peralihan
saham Perusahaan PT. Goodyear Sumatra Plantations sebanyak 1.900.000
saham telah beralih kepada Bridgestone Corporation (Jepang) dengan nama
Perusahan PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate yang merupakan badan
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia sejak tanggal 9 Agustus
2005. Adapun luas Dolok Merangir 4.590.81 hektar.
Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja beserta
tanggungannya, perusahaan menyediakan fasilitas sebagai berikut :
1. Perumahan
2. Listrik dan Air Bersih
3. Rumah Sakit
4. Poliklinik
7. Sarana Transportasi
8. Balai Pertemuan (Hall)
9. Taman Bermain Anak-anak
10. Sarana Olah raga
11. 2 (Unit) Mesin ATM
12. Kantor Kas Unit Bank Syariah Mandiri
13. Koperasi
14. Kantin
15. Pelatihan
4.1.2. Gambaran Umum Wilayah Perkebunan Karet Dolok Merangir
Dolok Merangir merupakan desa yang berada di kelurahan Nagori
Dolok Merangir I Kecamatan Dolok Batu Nanggar Kabupaten Simalungun
Provinsi Sumatera Utara. Dolok Merangir berbatasan dengan Kecamatan
Dokok Batu Nanggar di sebelah utara yaitu Dolok Merangir II, sebelah
selatan Bahtobu, sebelah Timur Kelurahan Serbelawan dan Kecamatan
Tapian dolok disebelah barat berbatasan dengan Dolok Kahean. Wilayah ini
memiliki ketinggian tempat ± 141 meter di atas permukaan laut (mdpl)
dengan topografi datar. Curah hujan berkisar antara 21,39 mm/tahun dengan
temperatur rata-rata sekitar 22,50C-31.90C. Adapun luas wilayah dirinci
Tabel 4.1 Komposisi Lahan Berdasarkan Pemanfaatan Lahan
Pemanfaatan Lahan Luas
Frekuensi Persentase
Luas permukiman 20 0,77
Luas persawahan 15 0,58
Luas perkebunan 2531,75 98,5
Luas Kuburan 0,25 0,01
Perkantoran 3 0,11
Luas prasarana umum 1 0,03
Total luas 2571 100
Sumber: Daftar Isian Profil Kelurahan Dolok Merangir 2011
Dari tabel diatas terlihat bahwa desa dolok merangir ini terdapat
wilayah yang bisa mendukung anak-anak untuk dapat bermain, khususnya
permainan tradisional.
4.1.3 Keadaan Penduduk
Berdasarkan data dari lurah dolok merangir, jumlah penduduk
Kelurahan Dolok merangir pada tahun 2011 mencapai 4572, diantaranya 2374
adalah laki-laki dan 2198 adalah perempuan. Jumlah keluarga mencapai 1150
kepala keluarga. Penduduk di sini sangat beragama akan etnisitasnya, dimana
terdiri dari Aceh, Batak, Nias, Melayu, Minang, Betai Sunda, Jawa,
Madura,Bali. Banjar Dayak, Bugis, Makasar, Ambon, Asia,China dan Eropa.
Penduduk dimayoritasi oleh etnis suku jawa dan agama Islam. Terdapat juga
warga Negara asing yang 3 diantaranya laki-laki dan 1 perempuan yang
merupakan pemilik perkebunan karet tersebut. Sumber penghasilan utama
Tabel 4.2 Komposisi Penduduk berdasarkan etnis di Kelurahan Dolok Merangir Tahun 2011
Etnis Jenis Kelamin
Laki-laki Persentase Perempuan Persentase
Aceh 9 0,38 12 0,55
Batak 978 41,2 973 44,3
Nias 3 0,13 5 0,22
Melayu 37 1,56 23 1,05
Minang 156 6,57 148 6,73
Betawi 8 0,34 2 0,09
Sunda 4 0,17 15 0,68
Jawa 1139 47,97 998 45,4
Madura 5 0,21 2 0,09
Bali 1 0,042 -
-Banjar 6 0,252 3 0,13
Dayak 1 0,042 -
-Bugis 1 0,042 1 0,04
Makasar 1 0,042 -
-Ambon 1 0,042 -
-Asia 3 0,126
-China 20 0,84 15 0,68
Eropa 1 0,042 1 0,04
Jumlah 2374 100 2198 100
Sumber: Daftar Isian Profil Kelurahan Dolok Merangir 2011
Sedangkan komposisi agama di Kelurahan Dolok Merangir 2011 adalah
sebagai berikut.
Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agamai di Kelurahan Dolok Merangir 2011
Agama Laki-laki Persentase Perempuan Persentase
Islam 1496 63,02 1476 67,15
Kristen 823 34,67 677 30,80
Katholik 35 1,47 30 1,368
Budha 20 0,84 15 0,682
Jumlah total 2374 100 2198 100
[image:48.612.153.556.500.621.2]Berikut komposisi tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan Dolok Merangir
[image:49.612.129.596.160.337.2]2011 adalah sebagai berikut.
Tabel 4.4 Komposisi Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan dan jenis kelamin di Kelurahan Dolok Merangir 2011
Tingkat Pendidikan Laki-laki Persentase Perempuan Persentase
Tamat SD/Sederajat 14 0,589 19 0,86
Tamat SMP/Sederajat 541 22,79 496 22,56
Tamat SMA/Sederajat 617 25,99 526 23,9
Tamat D-1/D2/D3 Sederajat 60/11/73 2,53/0,463/3,074 82/16/42 3,73/0,73/1,91
Tamat S-1/Sederajat 114 4,802 75 3,41
Tamat S-2/Sederajat 1 0,042 -
-Belum masuk TK dan tidak tamat sekolah
943 39,72 942 42,9
Jumlah 2374 100 2198 100
Jumlah Total 4572
51,92% 48,08 %
Sumber: Daftar Isian Profil Kelurahan Dolok Merangir 2011
Tingkat pendidikan penduduk di kelurahan Dolok Merangir ini
ternyata terdapat anak berusia 3-6 tahun yang belum masuk sekolah
diantaranya 51 laki-laki dan 45 perempuan. Sedangkan anak usia 3-6 tahun
yang berada di TK/Playgroup terdiri dari 77 orang laki-laki dan 91
perempuan. Juga anak berusia 7-18 tahun yang tidak pernah sekolah 8
laki-laki dan 7 perempuan. Usia 18-56 tahun pernah SD tetapi tidak tamat terdiri
dari 12 laki-laki dan 9 perempuan. Adapun yang tidak tamat SLTP
diantaranya 16 laki-laki dan 17 perempuan. Sedangkan yang tidak tamat
Berikut ini adalah komposisi mata pencaharian penduduk di kelurahan
[image:50.612.154.535.135.380.2]Dolok Merangir 2011
Tabel 4.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian dan jenis kelamin di Kelurahan Dolok Merangir 2011 Jenis pekerjaan
Laki-laki
Persentase Perempuan persentase
Pegawai negeri sipil 10 0,646 37 13,4
Dokter swasta 1 0,064 1 0,36
Bidan swasta - - 2 0,72
Perawat swasta 4 0,258 3 1,08
Pembantu rumah tangga
- - 25 9,05
Pensiunan
PNS/TNI/POLRI
5 0,322 3 1,08
Karyawan perusahan swasta
1500 96,77 200 72,5
Pedagang 30 1,94 5 1,81
Total 1550 100 276 100
Sumber: Daftar Isian Profil Kelurahan Dolok Merangir 2011
Adapun mata pencaharian penduduk disini rata-rata bekerja sebagai
karyawan perusahan perkebunan karet. Dimana masyarakat di Dolok
Berikut adalah jarak orbitasi ke kecamatan dan kabupaten
Tabel 4.6 Data Orbitasi
Jarak ke ibukota kecamatan 1 Km
Lama jarak tempuh ke ibukota kecamatan dengan kendaraan bermotor
1
4jam
Lama jarak tempuh ke ibu kota kecamatan dengan berjalan kaki atau kendaraan non bermotor
1
2jam
Kendaraan umum ke ibu kota kecamatan Ada Jarak tempuh ke ibu kota kabupaten 20 Km Lama jarak tempuh ke ibu kota kabupaten dengan kendaraan
bermotor
0,5 jam
Lama jarak tempuh ke ibu kota kabupaten dengan berjalan kaki atau kendaraan non bermotor
3 jam
Kendaraan umum ke ibu kota kabupaten/kota Ada
Jarak ke ibu kota provinsi 120 Km
Lama jarak tempuh ke ibu kota provinsi dengan kendaraan bermotor
4 jam
Lama jarak tempuh ke ibu kota provinsi dengan berjalan kaki atau kendaraan non bermotor
15 jam
Kendaraan umum ke ibu kota provinsi Ada Sumber: Daftar Isian Profil Kelurahan Dolok Merangir 2011
4.2 Profil Informan
Profil informan disini adalah data diri dari para informan yang telah
diteliti dan diperoleah segala informasi-informasi yang diperlukan dalam
penelitian. Kemudian dari hasil penelitian dapat ditentukanlah informan yaitu
sebanyak 11 informan. Yang terdiri dari 6 orang anak, 1 orang Lurah, 1 orang
kepala sekolah, 1 orang tua anak, 1 orang penduduk lama dan 1 orang penjaga
4.2.1 Dwi Ismi Yulianti (11)
Dwi Ismi Yulianti Pratiwi atau yang sering disapa Mimi adalah salah
seorang anak dari karyawan di Perkebunan Karet Bridgestone dan bertempat
tinggal di Pondok Merdeka Selatan Dolok Merangir. Mimi yang lahirnya di
Dolok Merangir ini sudah berusia 11 tahun dan masih duduk sebagai siswa
kelas VI di SD Negeri 091600. Ia bersuku jawa dan beragama islam.
Menurutnya, bertempat tinggal di perkebunan karet ini merupakan satu
keuntungan tersendiri dimana ada beberapa fasilitas perusahaan yang masih
dapat ia dan keluarganya nikmati. Ia tidak perlu mengeluarkan uang banyak
untuk membayar apa-apa karena masih dibiayai orang tua dan mendapat
tanggungan fasilitas dari perusahan dimana tempat ayahnya bekerja ini. Mimi
adalah anak yang beruntung dimana ayahnya bekerja bukan sebagai karyawan
biasa. Karena di perkebunan ini ada beberapa sebutan yang diistilahkan
sebagai golongan orang-orang tertentu. Jabatan ayahnya membuat dia
dipangil sebagai anak staf.
Anak-anak staf mendapatkan fasilitas yang berbeda. Apabila ia
bersekolah tidak di daerah dekat rumah ia akan difasilitasi dengan adanya bus
sekolah dari perusahaan. Tapi Mimi merupakan anak staf yang berbeda.
Walaupun orang tuanya mendapatkan fasilitas dari perusahaan tetapi ia
memilih untuk bersekolah dekat dengan rumahnya. Yang pada akhirnya Mimi
mendapatkan teman yang beragam dan berbaur dengan anak dari golongan
Orangtua Mimi juga tidak pernah melarangnya untuk bergaul dengan
siapapun sekalipun ia merupakan anak staf. Karena orang tuanya menyadiri
bahwa sebelum menjadi staf mereka juga orang yang sama dengan karyawan
biasa dengan golongan yang biasa-biasa saja. Kegigihan ayahnya membuat
perubahan mutu dalam keluarganya.
Kondisi lingkungan di sekitar perkebunan karet ini pada zaman
sekarang berbeda dengan zaman dahulu saat ia masih kanak-kanak. Hanya
saja ada beberapa aktifitas anak-anak yang masih dilakukan hingga sekarang.
Kegiatan belajar mengajar di sekolah Mimi di mulai dari pukul tujuh pagi
sampai pukul dua belas lebih tiga puluh menit siang. Di sekolahan Mimi dan
teman-teman memiliki aktifitas tersendiri pada saat istirahat sekolah dan
setelah pulang sekolah. Pada waktu istirahat sekolah Mimi dan temannya
sering bermain di halaman sekolah dan di lapangan bola. Permainan yang
sangat mimi sukai adalah permainan lompat tali. Permainan lompat tali
menurutnya adalah permainan yang biasa dilakukan oleh Mimi dan
teman-temannya. Dimana menurut Mimi permainan ini melibatkan tiga orang
pemain yang mana akan membuat dirinya berkeringat. Dimana tidak semua
teman-teman Mimi menyukai permainan tersebut, apabila ia diajak oleh
temannya bermain permainan lain, Mimi mau tidak mau harus mengikuti
sesuai keinginan teman-temannya. Selain itu Mimi juga sangat senang dengan
permainanGalasin, dimana permainan ini dimainkan oleh delapan orang yang
teman-Galasin. Sehingga pada waktu istirahat tidak lagi mengajak dan mencari
siapa-siapa saja yang mau bermain Galasin. Permainan Galasin ini juga banyak dimainkan oleh anak-anak kelas lain. Terkadang harus berebut
halaman untuk dapat membuat garis-garis permainan tersebut. Pada waktu
istirahat beberapa teman yang tidak ikut bermain menjadi penonton dan
pemerhati permainan mereka, apabila ada pemain yang berbuat curang.
Mimi juga merupakan anak yang rajin belajar sehingga orang tuanya
tidak ragu apabila dia mampu menyeimbangkan bermain dengan belajar,
dimana prestasinya di sekolah sangat memuaskan. Ia mendapat peringkat
pertama dalam belajar dan orang tuanya percaya bahwa permainan itu tidak
membuatnya lebih cenderung bermain seharian. Karena aktifitas di sore hari
mimi juga les mata pelajaran serta mengaji dirumahnya. Sehingga
teman-temannya juga senang bermain dengan mimi tanpa harus memandang bahwa
ia anak staf atau bukan.
4.2.2 Orlando Giovana Toplin Sinaga (10)
Ia sering disapa Orlando, anak ke tiga dari tiga bersaudara. Ia
bertempat tinggal di pondok rumah sakit perkebunan karet dolok merangir.
Bersuku Batak dan beragama Kriten Protestan. Kesehariannya Orlando pergi
ke sekolah pada pagi hari sekarang ia duduk di bangku kelas V. Di sekolah
ketika jam istirahat Orlando sama seperti anak pada umumnya yang selalu
sekolah maupun di rumah. Sehabis pulang sekolah dia selalu diingatkan oleh
ibunya untuk makan terlebih dahulu sebelum tidur siang.
Orlando sangat suka bermain di luar rumah bersama teman-teman
karena permainan yang sering dia mainkan dengan teman nya adalah
permainan yang membutuhkan halaman yang luas yaitu Galasin dan Patok lele. Sebelum bermain, Orlando selalu mencari dan mengajak
teman-temannya yang lain untuk bermain bersama. Orlando sangat menyukai
permainanGalasindanPatok Patok lele.Dimana pada permainanPatok lele., Orlando membutuhkan lima orang teman lagi, karena permainan ini biasanya
dimainkan oleh dua regu. Teman-teman yang ia pilih pastinya laki-laki juga.
Karena permainan ini sangat berbahaya bila kayu ini mengenai perempuan.
bila tidak benar-benar dalam bermain perempuan akan menangis bila
mengenai bagian tubuhnnya. Pada awal bermain pun, Orlando dan
teman-temannya membagi tugas, siapa yang mencari halaman dan siapa yang
mencari kayu yang tepat untuk digunakan dalam bermain. Kayu yang keras
dan berat yang biasanya di pilih. Biasanya Orlando bermain dengan orang
yang setingkat dengannya baik kelas maupun anak pondok pada umumnya,hal
ini disebabkan di sekolah Orlando tidak ada lagi anak staf yang membuatnya
harus segan-segan dalam berteman dan bermain. Hal ini disebabkan orang tua
Orlando hanyalah karyawan di perkebunan karet. Sehingga Orlando tidak
4.2.3 Andika Mahendra Pertama (10)
Siswa kelas lima sekolah dasar ini bernama Andika, ia sering
dipanggil dengan sebutan Dika. Dika merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara. Adiknya yang kedua masih duduk di kelas dua sekolah dasar yang
sama dengannya. Dika bersuku Jawa dan beragama Islam. Dalam
kesehariannya Dika berangkat kesekolah hanya dengan berjalan kaki. Orang
tuanya bertempat tinggal di pondok lurah yang berada di sebelah utara
sekolah dan dekat dengan kantor lurah. Kegiatan belajar mengajar di mulai
pada pukul tujuh lewat tiga puluh pagi dan berakhir pada pukul setengah satu
siang hari. Setelah pulang sekolah biasanya Dika berisitrahat dan pukul
setengah tiga siang dika pergi mengaji di madrasah Ibtidaiyah.
Pada waktu istirahat sekolah Dika biasanya menghabiskan waktu
untuk b