BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Setelah krisis moneter dan krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia
pada pertengahan tahun 1997, banyak kejadian-kejadian penting yang
menyangkut berbagai bank pemerintah maupun swasta nasional.
Perkembangan yang dialami dalam sektor perbankan nasional akhir-akhir ini
sangat pesat. Kejadian-kejadian pada sektor perbankan nasional tersebut
ditandai dengan munculnya program penyehatan didalam perbankan yang
dilakukan oleh pemerintah dan juga Bank Indonesia, seperti bank yang ikut
program rekapitalisasi, beberapa bank yang melakukan merger, dan berbagai
bank yang melakukan divestasi saham.
Selain tindakan-tindakan terhadap berbagai bank yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah juga melakukan penataan kembali terhadap
ketentuan-ketentuan baru didalam sektor perbankan, yakni menyusun Undang-Undang
Perbankan yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Tidak
hanya itu, ketentuan mengenai Bank Indonesia juga mengalami perubahan,
yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia
demikian pemerintah atau pihak lain tidak berhak lagi untuk ikut campur
dalam pelaksanaan tugas-tugas yang dilakukan oleh Bank Indonesia.1
Bank Indoneia sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2004 adalah bank sentral Republik Indonesia yang merupakan lembaga
negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas
dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk
hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang yang telah
mengaturnya. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, Bank
Indonesia ditunjuk sebagai lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan
mengatur peredaran uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah.
Disamping itu, Bank Indonesia juga diberikan kewenangan dan tanggung
jawab yang berkaitan dengan pengawasan jasa sistem pembayaran yang
efisien, cepat, tepat dan juga aman.
Sebagai lembaga yang bertugas dalam melaksanakan pengaturan dan
pengawasan bank, Bank Indonesia diberikan kewenangan untuk menetapkan
peraturan dan perizinan bagi kelembagaan dan kegiatan usaha bank serta
mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Krisis keuangan dan perbankan yang terjadi pada tahun 1997-1998 telah
memberikan pelajaran yang sangat berharga atas pentingnya penciptaan suatu
kerangka stabilitas sistem keuangan ini merupakan suatu rangkaian dari proses
dan kegiatan yang diawali dengan pemantauan, pengidentifikasian
1 Lukman Dendawijaya.2004. Lima Tahun Penyehatan Perbankan Nasional, Jakarta. Ghalia
kemungkinan timbulnya suatu krisis, sampai dengan pencegahan terhadap
krisis tersebut. Aspek pemantauan dan identifikasi krisis merupakan salah satu
pilar penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan karena langkah
preventif dan antisipatif dipandang sebagai langkah yang lebih murah daripada
penyelesaian krisis.2
Untuk meminimalkan terulangnya systemic risk atau kebangkrutan suatu
bank yang berakibat buruk terhadap bank lain, sehingga menghancurkan
segmen terbesar dari sistem perbankan itu sendiri, pada sektor keuangan
khususnya sistem perbankan, maka sistem perbankan yang ada perlu untuk
lebih disempurnakan lagi. Penyempurnaan sistem perbankan dalam rangka
kestabilan sistem keuangan yang sudah/sedang dilakukan pemerintah saat ini
meliputi dua aspek besar, yaitu :
1. Penyempurnaan fungsi Bank Indonesia selaku Lender of the last resort
(LOLR)
2. Penyempurnaan kelembagaan peran dan wewenang otoritas perbankan
sebagaimana diamanatkan Pasal 34 UU No. 6 Tahun 2009 tentang Bank
Indonesia dan Pasal 37B ayat (2) UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah
dirubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu :
a. Pemisahan tugas pengawasan bank dari Bank Indonesia
b. Pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan
c. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan, serta penyempurnaan terhadap sistem perbankan yang meliputi kelembagaan bank, kepemilikan bank, sumber daya manusia perbankan, produk perbankan
serta teknologi perbankan. Keseluruhan aspek tersebut akan dirangkai dalam kesatuan perangkat hukum yang jelas dan juga tegas.3
Peran Bank Indonesia sebagai Lender of the last resort (LOLR) dalam
melaksanakan fungsi ini, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang mengalami
kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch
dalam pengelolaan dana. Pinjaman tersebut berjangka waktu maksimal 90
hari, dan bank penerima pinjaman wajib menyediakan agunan yang
berkualitas tinggi serta mudah dicairkan dengan nilai sekurang-kurangnya
sama dengan jumlah pinjaman.4
Fungsi utama Lender of the last resort (LOLR) adalah untuk mencegah
terjadinya krisis finansial yang sistemik dalam suatu perekonomian.
Sebagaimana sifat dari bank yang cenderung menghadapi risiko likuiditas
sebagai konsekuensi dari usahanya menempatkan dana dalam bentuk kredit
dengan jangka waktu lebih panjang dan menerima dana (simpanan) dengan
jangka waktu lebih pendek. Dengan demikian krisis likuiditas akan menjadi
meningkat jika deposan menarik dananya dan pada lanjutannya hal tersebut
dapat mengakibatkan penarikan dana besar-besaran (bank runs). Tanpa ada
kehadiran bank sentral sebagai peminjam terakhir, bank runs di salah satu
bank dapat berdampak ke bank lainnya (contagion) sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya kegagalan sistemik pada sistem perbankan secara
keseluruhan.
3 Ibid.,hal,.12.
Sejak krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997-1998, intervensi bank
sentral secara langsung melalui kebijakan LOLR semakin penting pada dekade
terakhir. Hubungan erat antara krisis perbankan, krisis keuangan dan krisis
sektor rill merupakan salah satu alasan mengenai pentingnya peranan LOLR.
Menyadari akan dampak krisis perbankan dapat menimbulkan kegagalan
sistemik dan selanjutnya mengakibatkan kontraksi ekonomi yang lebih dalam,
maka pemerintah dan Bank Indonesia pada krisis perbankan tahun 1997-1998
memberikan LOLR kepada sebagian besar perbankan nasional. LOLR tersebut
dalam praktek di Indonesia dikenal dengan nama Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI).
Oleh sebab itu industri perbankan merupakan salah satu komponen yang
sangat penting dalam perekonomian nasional dalam menjaga kestabilan,
kemajuan dan juga kesatuan terhadap ekonomi nasional. Dengan
dilikuidasinya 16 bank yang diikuti dengan krisis moneter pada tahun 1998
telah mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
perbankan menurun. Oleh sebab itu, tindak lanjut dari Pasal 37B UU
Perbankan tersebut adalah dalam pembentukan suatu lembaga yang baru, yaitu
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang bertujuan untuk menjamin
simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem
perbankan.5
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Lembaga Penjamin
Simpanan menetapkan, bahwa fungsi LPS adalah menjamin simpanan nasabah
penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan
sesuai dengan kewenangannya.
Pada dasarnya, pendirian LPS ini dilakukan hanya sebagai upaya dalam
memberikan perlindungan terhadap dua resiko yaitu systemic risk dan
penarikan dana oleh nasabah bank secara tiba-tiba dalam jumlah besar, karena
sebagian besar simpanan nasabah dialokasikan untuk pemberian kredit
sehingga bank tidak dapat memenuhi kewajibannya itu atau yang biasa disebut
irrational run (rush) terhadap bank. Dalam menjalankan usahanya, biasanya
bank hanya menyisakan sebagian kecil dari simpanan yang diterimanya untuk
berjaga-jaga apabila terjadi penarikan dana oleh nasabah. Sementara bagian
terbesar dari simpanan yang ada dialokasikan untuk pemberian kredit.
Keadaan ini akan menyebabkan perbankan tidak dapat memenuhi permintaan
didalam jumlah yang besar dengan segara atas simpanan nasabah yang
dikelolanya, bila terjadi penarikan secara tiba-tiba dan dalam jumlah yang
besar. Keterbatasan dalam penyediaan dana cash ini dikarenakan bank tidak
dapat menarik segera pinjaman yang telah disalurkannya. Bila bank tidak
dapat memenuhi permintaan penarikan simpanan oleh nasabah, maka nasabah
biasanya akan menjadi panik dan akan menutup rekeningnya pada bank yang
dimaksud, sekalipun sebenarnya bank tersebut adalah sehat. Sedangkan resiko
bank lain, sehingga menghancurkan segmen terbesar dari sistem perbankan
tersebut.6
Oleh karena itu, LPS diharapkan dapat memeihara kepercayaan
masyarakat terhadap industri perbankan dan dapat meminimalisir munculnya
resiko yang akan membebani anggaran negara. Dalam rangka untuk terus
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, LPS tidak hanya
berperan sebagai lembaga yang akan menjamin simpanan nasabah dibank,
namun LPS juga berperan penting dalam ikut menjaga stabilitas sistem
keuangan yang ada di Indonesia.7
Adapula lembaga selain LPS yang berperan dalam menjaga stabilitas
sistem keuangan. Jika dilihat amanat Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia disebutkan bahwa :
“Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang-undang.”
Jika dilihat dari isi Pasal 34 ayat (1) diatas, dapat dikatakan bahwa Pasal
tersebut menekankan kepada lembaga pengawasan itu untuk bertindak sebagai
dewan pengawas (supervisory board), dan dapat mengeluarkan ketentuan
yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank dan berkoordinasi
dengan Bank Indonesia. Pembentukan lembaga pengawas ini diamanatkan
supaya dibentuk dengan Undang-Undang paling lambat 30 Desember 2010.
Oleh karena semakin banyaknya bank yang mulai bermunculan di Indonesia,
6 Zulkarnain Sitompul. Pentingnya Keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Sistem Perbankan.http://zulsitompul.files.wordpress.com/2007/06/makalah_seminar-borobudur-24-1 07.pdf hal.6. (diakses tanggal 12 Juni 2014)
ditambah lagi permasalahan-permasalahan di sektor keuangan, maka akan
semakin dibutuhkan pula lembaga profesional yang lebih tinggi dan lebih baik
dalam mendukung kinerja perbankan di Indonesia pastilah dibutuhkan suatu
lembaga lain yang dapat melaksanakan fungsi pengaturan dan juga
pengawasan disektor jasa keuangan, khususnya dibidang perbankan, maka
dibentuklah Otoritas Jasa Keuangan.8
Diundangkannya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada
tanggal 22 November 2011, maka situasi perbankan di Indonesia telah
memasuki babak baru. Pengaturan dan pengawasan didalam sektor perbankan
tidak lagi berada pada Bank Indonesia melainkan dialihkan kepada OJK. Pada
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan,menyebutkan bahwa OJK adalah lembaga yang independen dengan
fungsi, tugas dan wewenang untuk melakukan pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan dan penyidikan terhadap sektor jasa keuangan di Indonesia.
Didalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas
Jasa Keuangan menyebutkan bahwa salah satu tugas OJK adalah dalam
pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor
Perbankan.Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan didalam
sektor Perbankan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 huruf a, Otoritas Jasa
Keuangan mempenunyai wewenang :
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi : 1. Pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja,
kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan 2. Kegiatan usaha bank antara lain, sumber dana , penyediaan dana,
produk hibridasi dan aktivitas dibidang jasa;
b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi : 1. Likuidasi, rehabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan
modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan bank;
2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. Sistem informasi debitur;
4. Pengujian kredit (credit testing); dan 5. Standar akuntansi bank;
c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi : 1. Manajemen resiko;
2. Tata kelola bank;
3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; d. Pemeriksaan bank.
Jika membahas mengenai kondisi dalam sektor perbankan, mengenai
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mempunyai peranan penting dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Pada dasarnya LPS
mempunyai dua fungsi, yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan
melakukan penyelesaian atau penanganan terhadap bank gagal sebagai bagian
dari pemeliharaan stabilitas sistem perbankan Indonesia.9
Pasal 5 Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga
Penjamin Simpanan menyatakan dalam menjalankan fungsinya LPS
mempunyai tugas :
1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan;
2. Melaksanakan penjaminan simpanan;
3. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara sistem perbankan;
4. Merumuskan, menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sistemik; dan
5. Melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik.
Setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan untuk
menjadi peserta LPS dan membayar premi pinjaman. Dalam hal bank tidak
dapat melanjutkan usahanya, dan harus dicabut izin usahanya, LPS akan
membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut sampai jumlah tertentu,.
Simpanan yang tidak dijamin akan diselesaikan melalui proses likuidasi bank.
Likuidasi ini merupakan tindak lanjut dalam penyelesaian bank yang
mengalami kesulitan keuangan LPS melakukan tindak penyelesaian atau
penanganan bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam kerangka
mekanisme kerja yang terpadu, efisien dan efektif untuk menciptakan
ketahanan sektor keuangan Indonesia atau disebut Indonesia Financial Safety
Net (IFSN). LPS bersama Menteri Keuangan, Bank Indonesia dan Lembaga
Pengawasan Perbankan (LPP) menjadi anggota Komite Koordinasi sampai
dengan terbentuknya LPP atau OJK sesuai dengan amanat UU No.3 Tahun
2004, fungsi LPP tetap dilaksanakan oleh Bank Indonesia.10
Seperti penjelasan diatas bahwa tugas mengenai pengaturan dan
pengawasan mengenai kelembagaan bank, pengaturan dan pengawasan
mengenai kesehatan bank, pengaturan dan pengawasan mengenai aspek
kehati-hatian bank, dan pemeriksaan bank semuanya dilaksanakan oleh OJK.
Namun disisi lain, LPS juga mempunyai tugas yang hampir sama dengan
OJK, salah satunya adalah penyelesaian dan penanganan bank gagal.
Dapat dilihat bahwa adanya hubungan kerjasama antara OJK dengan LPS
dalam hal perbankan, terutama mengenai bank bermasalah. Hal ini dapat
dilihat pada Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan yang menyebutkan bahwa : “OJK menginformasikan
kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedang
dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan”.
Pasal 42 menyebutkan bahwa :
“Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK”
Pada Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan menyebutkan bahwa :
“Bank gagal adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Lembaga Pengawas Perbankan sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.”
Adapun yang disebut dengan bank gagal yang berdampak sistemik adalah
apabila kegagalan bank akan berdampak luar biasa baik dalam penarikan dana
(rush) maupun terhadap kelancaran dan kelangsungan roda perekonomian,
sedangkan bank gagal yang tidak berdampak sistemik adalah kegagalan bank
yang tidak berdampak besar terhadap perekonomian yang ada.11
Sejak Lembaga Penjamin Simpanan berdiri sampai dengan saat ini,
Lembaga Penjamin Simpanan baru melakukan penyelamatan terhadap 1 (satu)
bank yaitu Bank Century yang sekarang berganti nama menjadi Bank Mutiara.
Pada tanggal 20 November 2008 bank umum yang terkemuka di Indonesia ini
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai bank gagal yang merugikan nasabah
dan negara.12
Kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional merupakan
pilar penting dalam memelihara dan menjaga stabilitas industri perbankan.
Kepercayaan masyarakat ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum
dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah
bank, sehingga bank yang sehat dapat diwujudkan. Kelangsungan usaha bank
yang sehat dapat menjamin keamanan simpanan para nasabahnya serta
meningkatkan peran bank sebagai penyedia dana pembangunan dan
pelayananan jasa perbankan itu sendiri. Apabila suatu bank kehilangan
kepercayaan dari masyarakat, maka kelangsungan usaha bank tersebut
terganggu dan izin usahanya dicabut karena bank tersebut telah menjadi bank
gagal (bank resolution). Oleh sebab itulah, baik pemilik dan pengelola bank
maupun berbagai otoritas yang terlibat dalam pengaturan dan pengawasan
bank, harus bekerja sama dalam memelihara dan menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap industri perbankan.13
Sebagaimana yang diungkapkan diatas menjadi daya tarik utama dari
penulis untuk mengkaji lebih lanjut mengenai penanganan bank bermasalah
atau bank gagal , sehingga penulis mengangkat judul “Analisis Perbandingan
Pengaturan Terhadap Penanganan Bank Gagal Sebelum dan Setelah
Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (Berdasarkan Undang-Undang Nomor
21 Tentang Otoritas Jasa Keuangan)”
12Penyelamatan Bank Century Dinilai Gagal. Kompas.2 September 2009.Hal.7
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan terhadap penanganan bank gagal oleh Lembaga
Penjamin Simpanan sebelum terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan ?
2. Bagaimana pengaturan terhadap penanganan bank gagal oleh Lembaga
Penjamin Simpanan setelah terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaturan penanganan terhadap bank gagal oleh
Lembaga Penjamin Simpanan sebelum terbentuk Otoritas Jasa Keuangan.
2. Untuk mengetahui pengaturan penanganan terhadap bank gagal oleh
Lembaga Penjamin Simpanan setelah terbentuk Otoritas Jasa Keuangan.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis. Dalam hal ini adalah
manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu :
1. Manfaat secara teoritis
Pembahasan terhadap permasalahan diatas diharapkan dapat menjadi
pemahaman dan pengertian bagi pembaca mengenai penanganan terhadap
bank gagal oleh Lembaga Penjamin Simpanan sebelum dan setelah
terbentuk Otoritas Jasa Keuangan.
2. Manfaat secara praktis
Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua orang dan juga
dan dapat menjadi bahan referensi bagi penulisan karya ilmiah selanjutnya
yang berkaitan dengan penanganan bank gagal.
E. Kegunaan Penulisan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan
bagi masyarkat luas mengenai Analisis Terhadap Penanganan Bank Gagal
Pasca Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 21 Tentang Otoritas Jasa Keuangan).
F. Metode Penulisan
Dalam membahas permasalahan yang ada didalam penulisan skripsi ini tentu
harus disertai informasi yang benar dan akurat serta dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya. Bobot keilmuan yang terdapat dalam skripsi ini
dipengaruhi oleh keakuratan data yang diperoleh untuk mendapatkan hasil
yang optimal. Dalam melengkapi bahan-bahan bagi penelitian skripsi ini,
maka diadakan penelitian dan pengumpulan data.permasalahan atau isu
hukum yang diangkat, seperti apa yang telah dikemukakan dalam perumusan
masalah.14
Adapun metode yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan Penulisan
Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu
penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan
sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas,
norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian
serta doktrin (ajaran).15 Maka pendekatan yang dilakukan adalah
pendekatan perundang-undangan dengan bertitik tolak pada
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang-Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2009 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Penelitian ini
difokuskan terhadap fungsi Lembaga Penjamin Simpanan dalam
penanganan bank gagal di Indonesia. Hal ini dapat ditempuh dengan
melakukan penelitian kepustakaan, atau studi kepustakaan. Penelitian ini
juga tidak terlepas dari penelitian terhadap bahan media massa ataupun
bahan dari internet. Selain itu, penulis juga meggunakan metode penelitian
yuridis, dengan melihat ketentuan-ketentuan yang ada didalam masyarakat
dan dampak ketentuan tersebut bagi masyarakat.
2. Jenis Bahan Hukum
Penulisan ini menggunakan jenis bahan hukum primer, sekunder, dan
tersier, dimana menurut Johny Ibrahim :
a. Bahan hukum primer, yaitu : Bahan hukum yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan,Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang
Bank Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang
Lembaga Penjamin Simpanan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan, serta peraturan perundang-undangan
lain yang berkaitan dengan pengawasan dan penanganan bank.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu : Bahan-bahan yang berhubungan
dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk membantu
menganalisis bahan hukum primer yang ada. Bahan hukum yang
diperoleh dapat berasal dari buku teks, jurnal-jurnal asing, pendapat
para sarjana, kasus-kasus hukum serta sumber-sumber lainnya yang
berasal dari internet yang memiliki kaitan dengan pokok permasalahan.
c. Bahan hukum tersier, yaitu : Bahan hukum yang memberikan petunjuk
atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
seperti kamus hukum, ensiklopedia dan lain-lain.16
3. Pengumpulan Bahan Hukum
Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan
melakukan studi kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengam
cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literature,
peraturan perundang-undangan, majalah, hasil seminar dan
sumber-sumber lain yang terkait dengan permasalahan yang ada.
4. Analisa Bahan Hukum
Analisa terhadap bahan hukum dalam penulisan hukum yang normatif.
Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, dianalisis dengan metode
Normatif Empiris. Metode Normatif Empiris yaitu Metode penelitian
hukum normatif empiris ini pada dasarnya merupakan penggabungan
antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai
unsur empiris. Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi
ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap
peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat.17
Sedangkan kualitatif yaitu metode analisis data dengan mengelompokkan
dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya,
dan dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan
sehingga didapatkan jawaban terhadap permasalahan yang ada perihal
penanganan bank gagal oleh lembaga yang berwenang.
G. Rencana Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dimengerti dan dipahami, maka penulis akan
mendeskripsikan secara singkat dan jelas sistematika penulisan ini :
1. BAB 1 : PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang pengambilan tema oleh penulis, rumusan masalah
yang menjadi pokok kajian pembahasan, tujuan, manfaat, kegunaan dari
penulisan yang dilakukan, serta sistematika penulisan ini.
2. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tentang penjelasan tentang Lembaga Penjamin
Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan dimulai dari pengertian kesehatan
bank, faktor-faktor yang dinilai dalam menentukan sehatnya suatu bank,
sistem penilaian kesehatan bank, dan menguraikan pengertian bank gagal,
faktor penyebab terjadi bank gagal, bank gagal yang tidak berdampak
17 Metode Penelitian Hukum.
sistemik, bank gagal yang berdampak sistemik, kewenangan LPS dalam
penanganan bank gagal yang tidak berdampak sistemik dan bank gagal
yang berdampak sistemik, serta sistem pengawasan perbankan oleh OJK,
upaya penyehatan bank gagal oleh OJK.
3. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang penanganan bank gagal di Indonesia oleh
Lembaga Penjamin Simpanan sebelum dan setelah terbentuknya Otoritas
Jasa Keuangan yang dimulai dari tentang sistem pengawasan perbankan
yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan,
penetapan bank gagal yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan,
bagaimana kerjasama antara Lembaga Penjamin Simpanan dengan
Otoritas Jasa Keuangan dalam penanganan bank gagal.
4. BAB IV : PENUTUP
Di dalam bab IV penulisan ini berisi tentang kesimpulan yang diambil oleh
penulis atas bab-bab sebelumnya yang telah penulis uraikan dan ditutup
dengan memberikan saran-saran yang penulis anggap perlu dari
PENULISAN HUKUM
Oleh: MARIA ULFAH 201010110311106
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS HUKUM
NOMOR 2 1 TAHUN 2 01 1 TENTANG OTORI TAS JASA KEUANGAN
Disusun dan Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan
dalam bidang Ilmu Hukum
Oleh: MARIA ULFAH 201010110311106
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS HUKUM
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“ANALISIS TERHADAP PENANGANAN BANK GAGAL PASCA TERBENTUKNYA OTORITAS JASA KEUANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN”.
Penulisan ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh dalam
menyelesaikan jenjang pendidikan Strata Satu (S-1) Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Malang. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil
tanpa adanya dukungan dan dorongan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena
itu izinkan penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Keluarga Besar ku. Bapak Terkasih H. Mursyid, Ibunda Tercinta HJ. Raiyah,
Bang Rusihan Anwar, Kak Ati, Kak Sumi, Kak Iin, Adek Nita beserta
keponakan ku Rizky, Fadhil, Talitha, dan Safwa Tersayang.
2. Bapak Dekan, Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Hukum UMM terutama Ibu
Herwastoeti., SH., M.Si selaku Dosen Pembimbing Pertama, dan Ibu
Komariah, SH., M.Si., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Pendamping, atas
waktu, kesabaran serta saran-sarannya dalam menyusun skripsi ini.
3. Sahabat-sahabat ku Itok, Lisa, Rina, Tira, Rahmi, Guntur, Erina dan
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis memohon maaf sebesar-besarnya jika dalam pembuatan
skripsi ini penulis melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak
sengaja. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.
Malang
, 12 Februari 2015
Penulis,
Lembar Pengesahan ... ii
Surat Pernyataan ... iii
Motto ... iv
Abstraksi ... v
Abstract ... vi
Kata Pengantar ... vii
Daftar Isi ... viii
Daftar Tabel ... ix
Daftar Bagan ... x
Daftar Lampiran ... xi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Permasalahan ... 13
C. Tujuan Penulisan ... 13
D. Manfaat Penulisan ... 13
E. Kegunaaan Penulisan ... 14
F. Metode Penulisan ... 14
G. Rencana Sistematika Penulisan ... 14
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kesehatan Bank ... 19
1. Pengertian Kesehatan Bank ... 19
2. Sistem Penilaian Kesehatan Bank ... 20
B. Tinjauan Umum Tentang Bank Gagal ... 24
1. Pengertian Bank Gagal ... 24
2. Faktor Penyebab Terjadi Bank Gagal ... 25
3. Bank Gagal yang Berdampak Sistemik ... 29
4. Bank Gagal Yang Tidak Berdampak Sistemik... 30
C. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Penjamin Simpanan ... 32
1. Kewenangan LPS Dalam Penanganan Bank Gagal Tidak Berdampak Sistemik ... 34
2. Kewenangan LPS Dalam Penanganan Bank Gagal Tidak Berdampak Sistemik ... 36
Terbentuknya OJK ... 49 1. Penanganan Bank Gagal Yang Berdampak Sistemik ... 49 2. Penyelesaian Bank Gagal Yang Tidak Berdampak Sistemik ... 64 B. Analisis Terhadap Penanganan Bank Gagal Oleh LPS Setelah
Terbentuknya OJK ... 74
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 96 B. Saran ... 100 DAFTAR PUSTAKA
Tabel 2 Data Bank Yang Dilikuidasi oleh LPS Periode 2006-2010 (Sebelum
Terbentuknya OJK) ... 86
Bagan 2 Diagram Penanganan Bank Gagal Tidak Berdampak Sistemik
Dahlan Siamat. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan; Kebijakan Moneter dan Perbankan Edisi Kelima. Jakarta. LP FEUI
Hermansyah. Dkk. 2004. Esensi Hukum Bisnis : Teori dan Contoh Kasus. Jakarta. Prenada Media
Johny Ibrahim. 2005. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Surabaya. Bayumedia
Lukman Dendawijaya. 2004. Lima Tahun Penyehatan Perbankan Nasional.
Jakarta. Ghalia
Maqdir Ismail. 2009. Bank Indonesia Dalam Perdebatan Politik dan Hukum.
Jogjakarta. Navila Idea
Moh.Nasir. 2003. Metode Penelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Rachmadi Usman. 2003. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta. PT.Gramedia Pustaka Utama
Rudjito dkk. 2011. 5 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan : ( Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Jakarta. LPS
Sentosa Sembiring. 2012. Hukum Perbankan Edisi Revisi. Bandung. Mandar Maju
Widjanarto. 2003. Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. Cetakan ke tiga. Jakarta. Grafiti
Zulkarnain Sitompul. 2005. Problematika Perbankan. Bandung. Books Terace & Library
Zulkarnain Sitompul. 2007. Lembaga Penjamin Simpanan. Bandung. Books Terrace & Library
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Lembaga Penjamin
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 6/10/PBI/2004 Tentang Sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 7/38/PBI/2005 Tentang Tindak Lanjut
Pengawasan dan Penetapan Status Bank
Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor : 3/PLPS/2008 Tentang
Penanganan Bank Gagal yang Berdampak Sistemik
Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor : 3/PLPS/2011 Tentang
Penyelesaian Bank Gagal Yang Tidak Berdampak Sistemik
Jurnal
Erma Priliasari. 2008. Mediasi Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Terhadap Nasabah Bank. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 5 No.2. Jakarta
Hesty.D.Lestari. 2012. Otoritas Jasa Keuangan : Sistem Baru Dalam Pengaturan Dan Pengawasan Sektor Jasa Keuangan. Jurnal Dinamika Hukum. Vol.12. Jakarta
Siti Sundari, dkk. 2011. Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan.
Jakarta. Laporan Penelitian. Kementrian Hukum dan HAM RI
Skripsi dan Thesis
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Medan. Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Artikel
Lucky Fransica. 2009. Penyelamatan Bank Century Dinilai Gagal. Kompas, 2 September 2009
Internet :
Anwar Nasution. Masalah-masalah Sistem Keuangan dan Perbankan di Indonesia. www.masalahsistemkeuangan.pdf. diakses tanggal 10 Juni 2014
Bank Indonesia. Fungsi BI .www.bi.go.id. diakses tanggal 10 Juni 2014
LPS. Tanya Jawab Seputar LPS. http://www.lps.go.id/v2/home.php?link=faq. diakses tanggal 10 Juni 2013
Zulkarnain Sitompul. Pentingnya Keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan
Dalam Sistem Perbankan.
http://zulsitompul.files.wordpress.com/2007/06/makalahseminar-borobudur-24-1 07.pdf. diakses tanggal 12 Juni 2014
Bimbingan Belajar. Otoritas Jasa Keuangan, www.bimbie.com. diakses tanggal 13 Juni 2014
LPS. Publikasi LPS. www.lps.go.id. diakses pada tanggal 13 Juni 2014
Krisna Wijaya. Penanganan Bank Gagal. www.lps.go.id. diakses tanggal 19 November 2014
Bisdan Sigalingging. Tugas dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank
Indonesia Menurut Undang-Undang OJK.
http://bisdansigalingging.blogspot.com/. diakses tanggal 20 Desember 2014
Herdaru Purnomo. Penetapan Bank Gagal Bukan Lagi Kewenangan Bank
Indonesia. http://newopenx.detik.com. diakses tanggal 26 Desember 2014
Arifin Asydhad. Indikator Bank Berdampak Sistematik & Kronologi Penanganan Bank Century.
www.lps.go.id. diakses tanggal 8 Januari 2015
Umi Kalsum. Kronologi Pencabutan izin Bank IFI. www.viva.co.id. diakses tanggal 30 Januari 2015
Y. Bayu Widagdo. Pengaturan dan pengawasan jasa keuangan perlu di satu institusi.http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/blob/f305 64/Pengaturan%20dan%20pengawasan.htm. diakses tanggal 19 Desember 2014
Krisna Wijaya. Prospek Perbankan dan Keberadaan LPS : Berorientasi Kepada Penciptaan Stabilisasi. www.lps.go.id. diakses tanggal 20 Desember 2014
Fakhri Rezy. Sebulan Awasi Bank, OJK Sudah Likuidasi BPR Ini.