• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

PEMENUHAN HAK-HAK KAUM DISABILITAS

DALAM PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR SUMATERA UTARA TAHUN 2013 DI KOTA MEDAN

SARAH SAUSAN H

100906084

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

SARAH SAUSAN H (100906084)

Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan.

Rincian isi skripsi, 95 halaman, 15 tabel, 1 gambar, 13 buku, 1 makalah, 1 konvensi, 2 peraturan perundang-undangan, 16 situs internet, serta 23 wawancara. (Kisaran buku dari tahun 2004 – 2013)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan dan untuk mengetahui apa-apa saja kendala dalam pelaksanaan pemenuhannya tersebut. Kaum disabilitas merupakan orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dan rentan mengalami hambatan-hambatan yang dapat menghambat mereka untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. Maka, diperlukannya perlakuan secara khusus dengan penyediaan aksesibilitas agar mereka dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus mereka secara mandiri dan setara tanpa diskriminasi. Dalam hal ini, penelitian dikhususkan kepada penyandang disabilitas fisik, yaitu tunanetra dalam pemenuhan hak-haknya sebagai pemilih dalam pemilihan umum.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data field research dan library research. Field research dilakukan dengan mewawancarai pihak penyelenggara pemilihan umum yang kemudian dianalisis dengan membandingkan dengan keterangan pemilih tunanetra dan beberapa organisasi disabilitas mengenai kondisi pemenuhan hak-hak mereka pada pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan. Library research dilakukan dengan menelaah beberapa sumber tertulis berupa buku, peraturan perundang-undangan, konvensi dan sebagainya yang terkait dengan pembahasan penelitian ini.

(3)
(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

SARAH SAUSAN H (100906084)

Fulfillment of the Rights Persons with Disability In The General Election of Governor and Vice Governor of North Sumatra 2013 in Medan City.

Content: 95 pages, 16 tables, 1 graphics, 13 books, 1 paper, 1 convention, 2 laws, 16 websites and 23 interviews (Publication from 2004-2013)

ABSTRACT

This research aims to determine how the fulfillment of the rights of persons with disability in the general election of Governor and Vice Governor of North Sumatra 2013 in Medan city and to find out anything about implementation constraints fulfillment. The disability is a person who has physical limitations, mental, intellectual, or sensory for long periods and are susceptible to obstacles that may impede their full and effective participation in society on an equal basis with others. So, need for special treatment or referred to accessibility that they can fullfil their specific needs with independently equal without discrimination. In this case, the research is devoted to persons with physical disabilities, that is blind in the fulfillment of their rights as voters in the general election.

This research used data collection techniques of field research and library research. Field research was conducted by interviewing the implementer elections then analyzed by comparing the visually impaired voter information and some disability organizations regarding the fulfillment of their rights in the election of Governor and Vice Governor of North Sumatra 2013 in Medan. Library research conducted by reviewing some of the written sources such as books, laws, conventions and so on related of this research.

(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

berkah dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan”. Penulisan skripsi mengenai bagaimana pemenuhan hak-hak tunanetra sebagai

pemilih dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara

tahun 2013 di Kota Medan ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi salah satu

syarat perampungan studi untuk mencapai gelar sebagai sarjana Ilmu Politik dari

Universitas Sumatera Utara.

Tulisan ini penulis sadari sangat jauh dari sempurna. Tanpa bantuan dari

banyak pihak tentunya akan menyita lebih banyak tenaga, waktu, biaya dan akan

sulit terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak

terimakasih kepada para pihak yang telah membantu untuk dapat menyelesaikan

skripsi ini. Terimakasih sebesar-besarnya terkhusus kepada Pembimbing utama

dalam kehidupan penulis yaitu kepada ayahanda Bapak Alm. Drs. Harianto

Daulay, SS, SH dan Ibunda Nurswita Hutasuhut serta kepada Kakak dan Adik

penulis, Mariam Afra, S.Kom dan Aulia Sakina H atas segala doa, motivasi dan

dukungan selama ini kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi penulis

dengan sebaik-baiknya.

Juga terimakasih kepada Ibu Dra. Evi Novida Ginting, M.SP, selaku Dosen

Pembimbing skripsi ini yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk

membimbing dan memberikan masukan yang sangat berarti kepada penulis untuk

penyelesaian skripsi ini. Juga terimakasih sebesar-besarnya kepada seluruh

Bapak/Ibu Dosen pengajar di Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera

(7)

Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada Frans, Samuel, Albet, Ruth,

Nica dan Rendi Fortuna yang telah banyak memberikan motivasi, masukan,

bantuan agar penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan

sebaik-baiknya juga kepada teman-teman jurusan Ilmu Politik angkatan 2010 yang tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu.

Terakhir, penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh responden dalam

skripsi ini, baik dari pihak PERTUNI (Persatuan Tunanetra Indonesia), HWDI

(Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia), PPUA-PENCA (Pusat Pemilihan

Umum Akses- Penyandang Cacat), PPDI (Persatuan Penyandang Disabilitas

Indonesia), KPUD Kota Medan, Dinas Sosial Kota Medan dan para responden

lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga kebaikan

Bapak/Ibu mendapatkan balasan kebaikan pula dari Tuhan Yang Maha Esa.

Akhir kata, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya jika selama

penulisan skripsi ini terdapat terdapat kesalahan kata atau perbuatan yang

menyinggung beberapa pihak. Saya berharap, Allah SWT membalas semua

kebaikan para pihak yang telah membantu dan semoga skripsi ini membawa

manfaat bagi ilmu pengetahuan. Amin.

Medan, 24 Februari 2014

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Halaman Persetujuan ... v

Lembar Persembahan ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xi

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Tujuan Masalah ... 10

E. Signifikansi Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori ... 11

G. Metodologi Penelitian ... 31

H. Sistematika Penulisan ... 36

BAB II Gambaran Umum Kaum Disabilitas di Kota Medan A. Jumlah Populasi Kaum Disabilitas di Kota Medan ... 38

B. Organisasi dan Yayasan Kaum Disabilitas di Kota Medan ... 48

(9)

BAB III Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas Dalam Pemilihan Umum Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 Di Kota Medan Dan Kendala Pemenuhannya

A. Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan

Umum Gubernur dan Wakil Gubenur Sumatera Utara

Tahun 2013 di Kota Medan ... 60

B. Kendala Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam

Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur

Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan ... 82

BAB IV Penutup

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

DAFTAR LAMPIRAN:

Lampiran 1. Pedoman Wawancara dengan pihak KPUD Kota Medan

Lampiran 2. Pedoman Wawancara dengan pihak Dinas Sosial Kota Medan

Lampiran 3. Pedoman Wawancara dengan pihak Organisasi Disabilitas

Lampiran 4. Pedoman Wawancara dengan pemilih tunanetra

Lampiran 5. Rekapitulasi Data Penyandang Disabilitas di Kota Medan oleh

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Persentase Kaum Disabilitas Di Indonesia ... 2

Tabel.1.2 Nomor Urut Kandidat Calon Gubernur Dan Wakil

Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 Beserta Partai

Politik Pendukungnya ... 4

Tabel 1.3 Daftar Negara Di Kawasan Asia Tenggara Yang Menandatangani Dan Meratifikasi Konvensi Hak

Penyandang Disabilitas ... 17

Tabel 2.1 Jumlah Kaum Disabilitas Di 21 Kecamatan Di Kota

Medan ... 38

Tabel 2.2 Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas Di Kota Medan

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

Tabel. 2.3 Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas Di Kota Medan

Berdasarkan Usia ... 41

Tabel 2.4 Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas Di Kota Medan

Berdasarkan Pekerjaan Utamanya ... 43

Tabel 2.5 Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas Di Kota Medan

Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 44

Tabel.2.6 Rekapitulasi Jumlah Kaum Disabilitas Di Kota Medan

(11)

Tabel 3.1 Kerangka Hukum Ham Global dan Regional ... 62

Tabel 3.2 Data Hasil Wawancara Dengan Pemilih Tunanetra Pada

Pilgubsu Tahun 2013 Mengenai Akses Jalan ... 73

Tabel 3.3 Data Hasil Wawancara Dengan Pemilih Tunanetra Pada Pilgubsu Tahun 2013 Mengenai Penggunaan Alat Bantu

Pilih ... 76

Tabel 3.4 Data Hasil Wawancara Dengan Pemilih Tunanetra Pada Pilgubsu Tahun 2013 Mengenai Pendampingan Saat Memilih

di Bilik Suara ... 79

Tabel 3.5 Data Hasil Wawancara Dengan Pemilih Tunanetra Pada Pilgubsu Tahun 2013 Mengenai Sosialisasi Penyelenggaraan

Pilgubsu Tahun 2013 ... 84

Tabel 3.6 Data Hasil Wawancara Tunanetra Yang Tidak Memilih

Pada Pilgubsu Tahun 2013 Di Kota Medan ... 87

Daftar Gambar

Halaman

(12)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

SARAH SAUSAN H (100906084)

Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan.

Rincian isi skripsi, 95 halaman, 15 tabel, 1 gambar, 13 buku, 1 makalah, 1 konvensi, 2 peraturan perundang-undangan, 16 situs internet, serta 23 wawancara. (Kisaran buku dari tahun 2004 – 2013)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan dan untuk mengetahui apa-apa saja kendala dalam pelaksanaan pemenuhannya tersebut. Kaum disabilitas merupakan orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dan rentan mengalami hambatan-hambatan yang dapat menghambat mereka untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. Maka, diperlukannya perlakuan secara khusus dengan penyediaan aksesibilitas agar mereka dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus mereka secara mandiri dan setara tanpa diskriminasi. Dalam hal ini, penelitian dikhususkan kepada penyandang disabilitas fisik, yaitu tunanetra dalam pemenuhan hak-haknya sebagai pemilih dalam pemilihan umum.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data field research dan library research. Field research dilakukan dengan mewawancarai pihak penyelenggara pemilihan umum yang kemudian dianalisis dengan membandingkan dengan keterangan pemilih tunanetra dan beberapa organisasi disabilitas mengenai kondisi pemenuhan hak-hak mereka pada pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan. Library research dilakukan dengan menelaah beberapa sumber tertulis berupa buku, peraturan perundang-undangan, konvensi dan sebagainya yang terkait dengan pembahasan penelitian ini.

(13)
(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

SARAH SAUSAN H (100906084)

Fulfillment of the Rights Persons with Disability In The General Election of Governor and Vice Governor of North Sumatra 2013 in Medan City.

Content: 95 pages, 16 tables, 1 graphics, 13 books, 1 paper, 1 convention, 2 laws, 16 websites and 23 interviews (Publication from 2004-2013)

ABSTRACT

This research aims to determine how the fulfillment of the rights of persons with disability in the general election of Governor and Vice Governor of North Sumatra 2013 in Medan city and to find out anything about implementation constraints fulfillment. The disability is a person who has physical limitations, mental, intellectual, or sensory for long periods and are susceptible to obstacles that may impede their full and effective participation in society on an equal basis with others. So, need for special treatment or referred to accessibility that they can fullfil their specific needs with independently equal without discrimination. In this case, the research is devoted to persons with physical disabilities, that is blind in the fulfillment of their rights as voters in the general election.

This research used data collection techniques of field research and library research. Field research was conducted by interviewing the implementer elections then analyzed by comparing the visually impaired voter information and some disability organizations regarding the fulfillment of their rights in the election of Governor and Vice Governor of North Sumatra 2013 in Medan. Library research conducted by reviewing some of the written sources such as books, laws, conventions and so on related of this research.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pemilihan umum merupakan salah satu pilar dasar dari sistem negara

demokrasi. Pemilihan umum dilaksanakan di Indonesia secara langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilihan umum

dilaksanakan secara nasional, baik di provinsi dan kabupaten/kota di seluruh

wilayah Negara Indonesia dan diharapkan seluruh masyarakat Indonesia dapat

berpartisipasi aktif di dalamnya. Termasuk juga partisipasi dari kaum disabilitas.

Disabilitas merupakan orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental,

intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dan rentan mengalami

hambatan-hambatan yang dapat menghambat mereka untuk berpartisipasi secara

penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.

Maka, diperlukannya perlakuan secara khusus untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan khusus mereka.

Penyandang disabilitas di Indonesia cukup banyak jumlahnya sehingga

tidak boleh diabaikan keberadaannya. Berdasarkan catatan Kementerian

Kesejahteraan Sosial, jumlah populasi penyandang disabilitas di Indonesia

(16)

berbeda-beda. Persentase jumlah populasi penyandang disabilitas di Indonesia

tahun 2012 berdasarkan jenis kecacatannya dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1:

Persentase Kaum Disabilitas di Indonesia

Sumber: Badan Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial. 2012. Kementrian Sosial dalam Angka, Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, Jakarta.

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Convention on the Rights of

Persons with Disabilities (CRPD) atau Konvensi Hak-Hak Penyandang

Disabilitas PBB pada tanggal 18 Oktober Tahun 2011 lalu dengan dihadirkannya

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011. Dimana Konvensi tersebut memuat No Jenis Orang Dengan Kecacatan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Tunanetra (Buta) 338.672 15.93

2 Tunarungu (Tuli) 223.655 10.52

3 Tunawicara (Bisu) 151.371 7.12

4

Tunarungu dan Tunawicara (Bisu

Tuli)

73.560 3.46

5 Tunadaksa (Cacat Fisik) 717.312 33.74

6 Tunagrahita (Cacat Mental) 290.837 13.68

7 Tunadaksa dan tunagrahita 149.458 7.03

8 Tunalaras 181.135 8.52

(17)

mengenai hak-hak penyandang disabilitas dalam segala bidang aspek kehidupan.

Sehingga, sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut, negara

Indonesia wajib untuk menghormati, melindungi, memenuhi dan memajukan

hak-hak penyandang disabilitas di Indonesia dengan memberlakukan kebijakan yang

sesuai untuk menjamin akses bagi kaum disabilitas, atas dasar kesetaraan dengan

yang lainnya, baik terhadap lingkungan fisik, transportasi, informasi dan

komunikasi, termasuk teknologi serta terhadap fasilitas dan layanan lainnya yang

terbuka atau tersedia untuk publik bagi penyandang disabilitas.

Setiap penyandang disabilitas mempunyai hak dan kesempatan yang sama

dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Termasuk dalam kehidupan

berpolitiknya, khususnya dalam pemilihan umum. Hak-hak kaum disabilitas

dalam pemilihan umum telah tercantum dalam Convention on the Rights of

Persons with Disabilities (CRPD) pada pasal 29 mengenai hak-hak kehidupan

politik dan publik bagi penyandang disabilitas. Dalam pasal tersebut disebutkan

bahwa:

(18)

Dalam buku Advokasi Toolkits untuk Organisasi Penyandang Disabilitas

oleh Pusat Pemilihan Umum Akses–Penyandang Cacat (PPUA-PENCA)

disebutkan:

Selain penyandang disabilitas memiliki hak politik untuk memilih dan dipilih, masalah lain yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaran Pemilu atau pilkada agar partisipasi politik penyandang disabilitas bisa terpenuhi secara baik adalah tersedianya sarana dan prasarana yang mudah untuk diakses penyandang disabilitas (aksesibilitas).1

Aksesibilitas disini diartikan sebagai kemudahan yang disediakan dalam

pemilihan umum bagi penyandang disabilitas agar dapat dengan mudah tanpa

mengalami hambatan untuk berpartisipasi secara penuh dan mandiri dalam

penyelenggaraan pemilihan umum. Aksesibilitas terhadap fasilitas umum

khususnya fasilitas dalam pemilihan umum, bukan saja merupakan hak bagi

penyandang disabilitas semata namun juga akan memberikan kenyamanan lebih

bagi warga masyarakat pada umumnya.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh AGENDA (Asean General

Election for Disability Access) dalam beberapa pilkada di Indonesia, bahwa masih

terdapat hak penyandang disabilitas khususnya tunanetra yang terabaikan dan

tidak terfasilitasi dalam pemilu di Indonesia. Misalnya lokasi TPS yang sulit

dijangkau karena berada di daerah yang tidak rata atau bertangga, tidak

1

(19)

tersedianya alat bantu pilih bagi tunanetra dan permohonan untuk memilih dengan

didampingi oleh pihak keluarga yang ditolak oleh petugas di TPS.2

Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian terhadap pemenuhan hak-hak kaum disabilitas di Kota

Medan. Hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum di Kota Medan yang

akan diteliti yaitu pada pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera

Utara yang berlangsung pada tanggal 7 Maret 2013 lalu. Karena Pilgubsu ini

merupakan pemilu pertama di Kota Medan setelah diratifikasinya Convention on

the Rights of Persons with Disabilities oleh pemerintah Indonesia melalui

Undang-Undang Nomor 19 tahun 2011.

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara atau disingkat

Pilgubsu, di selenggarakan pada tanggal 7 maret 2013. Pemilihan umum gubernur

dan Wakil Gubernur Sumatera Utara ini merupakan pemilihan umum Gubernur

dan Wakil Gubernur kedua yang dilaksanakan secara langsung setelah Pilgubsu

pada tahun 2008 dan dilaksanakan dalam satu kali putaran. Pilgubsu tahun 2013

diikuti oleh lima pasangan calon. Berikut nomor urut kandidat calon Gubernur

dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 lalu beserta partai politik

pendukungnya:

2

Kharina Triananda. 30 Juli 2013. Hak-Hak Penyandang Disabilitas Masih Terabaikan dalam Pemilu.

(20)

Tabel.1.2:

Nomor Urut Kandidat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara

Tahun 2013 beserta Partai Politik Pendukungnya

Nomor Urut Nama Pasangan Calon Partai Politik Pendukung

1 H. Gus Irawan Pasaribu,

SE, Ak, MM dan Ir. H.

Soekirman

Partai Amanat Nasional,

Partai Barisan Nasional,

Partai Bulan Bintang, Partai

Buruh, Partai Demokrasi

Kebangsaan, Partai Gerakan

Indonesia Raya, Partai

Indonesia Sejahtera, Partai

Karya Peduli Bangsa, Partai

Karya Perjuanga, Partai

Kebangkitan Bangsa, Partai

Kedaulatan, Partai Kesatuan

Demokrasi Indonesia, Partai

Matahari Bangsa, Partai

Merdeka, Partai Nasional

Benteng Kerakyatan, Partai

Pelopor, Partai Pemuda

(21)

Demokrasi Indonesia, Partai

Kedaulatan Bangsa

Indonesia, Partai Persatuan

Nahdlatul Ummah, Partai

Demokrasi Pembaruan dan

Partai Bintang Reformasi.

2 Drs. Effendi MS Simbolon

dan Drs. H. Jumiran Abdi

Partai Demokrasi Indonesia,

Partai Peduli Rakyat

Nasional dan Partai Damai

Sejahtera

3 Dr. H. Chairuman

Harahap, SH, MH dan H.

Fadly Nurzal, S.Ag

Partai Golongan Karya,

Partai Persatuan

Pembangunan, Partai

Pengusaha dan Pekerja

Indonesia dan Partai

Republik Nusantara

4 Drs. H. Amri Tambunan

dan Dr. R.E. Nainggolan,

MM

Partai Demokrat

(22)

ST dan Ir. H. Tengku Erry

Nuradi, M.Si

Partai Hati Nurani Rakyat,

Partai Kebangkitan Nasional

Ulama, Partai Patriot dan

Partai Persatuan Nasional.

Sumber: Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara Nomor 14/Kpts/Kpu-Prov-002/2012 Tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013.

Pemilihan ini dimenangkan oleh pasangan nomor urut 5, yaitu Gatot Pujo

Nugroho dan Tengku Erry Nuradi dengan perolehan suara sebesar 1.604.337 atau

33 persen suara dari 33 Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara. Pasangan ini berhasil

mengalahkan empat kandidat lainnya, yaitu pasangan Efendi MS Simbolon dan

Jumiran Abdi, pasangan Gus Irawan Pasaribu dan Soekirman, pasangan Amri

Tambunan dan R.E Nainggolan serta pasangan Chairuhman Harahap dan Fadly

Nurzal. Pilgubsu tahu 2013 lalu diselenggarakan dalam satu kali putaran dengan

tingkat partisipasi memilih masyarakat di Sumatera Utara yang cukup rendah,

dimana jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya dalam pemilihan ini

hanya sebesar 5.001.430 suara, terdiri dari 4.861.4673 suara sah dan 139.963 suara

tidak sah dari Jumlah DPT sebanyak 10.310.872.4

3

Lampiran Keputusan KPU Provinsi Sumatera Utara Nomor: 19/Kpts/ KPU Prov-002/2013 tentang Penetapan dan Pengesahan Jumlah dan Persentase Perolehan Suara Sah Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013.

Di Kota Medan, dengan

2.121.551 jumlah pemilih tetap di 21 Kecamatan, didapatkan jumlah suara sah

4

Irwan Siregar, 15 Maret 2013. Angka Golput Pilgubsu 51,49%,

(23)

dan tidak sah sebanyak 774.593 suara, atau tingkat partisipasi masyarakat Kota

Medan pada Pilgubsu 2013 hanya mencapai 36.62%.5

Membahas mengenai permasalahan pemenuhan hak-hak kaum disabilitas

dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013 di

Kota Medan menurut pandangan penulis cukup menarik untuk diteliti karena

pemenuhan akan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum, juga dapat

menjadi salah satu penentu meningkatnya tingkat partisipasi penuh kaum

disabilitas dalam pemilihan umum di Kota Medan.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan

masalah yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan

umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013 di Kota

Medan?

2. Apa saja kendala dalam pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam

pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013 di

Kota Medan?

5

Khairul Ikhwan. 12 Maret 2013. Angka Golput di Medan dalam Pilgub Sumut Mencapai 63.38%.

(24)

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah ialah usaha untuk menetapkan batasan dari masalah

penelitian yang akan diteliti. Hal ini berguna untuk mengidentifikasikan faktor

mana saja yang termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian, dan faktor

mana saja yang tidak termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian.6 Dalam

penelitian ini, penulis membatasi masalah penelitian hanya pada penyandang

tunanetra. Tunanetra merupakan orang yang penglihatannya terganggu sehingga

menghalangi dirinya untuk melakukan aktifitas selayaknya kebanyakan orang

lainnya. Sehingga, menurut penulis dalam hal ini tunanetra merupakan

penyandang disabilitas fisik yang paling membutuhkan aksesibilitas atau

kemudahan untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemilihan umum

Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan.

D.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah pernyataan mengenai apa yang hendak kita

capai.7

1. Untuk mengetahui bagaimana gambaran umum kaum disabilitas di Kota

Medan.

Tujuan dari penelitian ini adalah :

2. Untuk mengetahui bagaimana pemenuhan hak-hak kaum disabilitas

dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara

tahun 2013 di Kota Medan serta kendala dalam pemenuhan hak-hak

6

Prof. Dr. Husaini Usman, Mpd., M.T. dan Purnomo Setiady Akbar, M.Pd. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Bumi Aksara. hal. 24.

7

(25)

kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur

Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan.

E.Signifikansi Penelitian

Signifikansi penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

berpikir dan khasanah ilmu politik khususnya ilmu yang terkait dengan

permasalahan mengenai hak asasi manusia dan pemilihan umum.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

dan menjadi bahan masukan serta evaluasi bagi lembaga-lembaga terkait

mengenai pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum.

3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk

mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan.

F. Kerangka Teori

1. Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia (Fundamental rights) diartikan sebagai hak-hak yang

bersifat mendasar dan inheren dengan jati diri manusia secara universal.8

8

Tom Campbel. 2001. Human Rights and the Partial Eclipse of Justice. London: Kluwer Academi Publisher. hal. 63.

Menurut Prof. Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik, hak

asasi manusia adalah “Hak yang sangat mendasar atau asasi sifatnya, yang mutlak

(26)

martabatnya. Hak ini juga dianggap universal, artinya dimiliki semua manusia

tanpa perbedaan berdasarkan bangsa, ras, agama, atau jender”.9

Cikal bakal konsep hak asasi manusia, khususnya di dunia barat terdapat

dalam karangan beberapa filsuf abad ke-17, antara lain Jhon Locke (1632-1704)

yang merumuskan beberapa hak alam (natural rights) yang dimiliki manusia

secara alamiah. Dalam bukunya yang telah menjadi klasik, “The Second Treatise

of Civil Government and a Letter Concerning Toleration” Locke mengajukan

sebuah postulasi pemikiran bahwa semua individu dikaruniai oleh alam hakyang

melekat atas hidup, kebebasan dan kepemilikan, yang merupakan milik mereka

sendiri dan tidak dapat dicabut atau dipreteli oleh negara.10 Melaluisuatu ‘kontrak

sosial’ (social contract), perlindungan atas hak yang tidak dapat dicabut ini

diserahkan kepada negara. Tetapi, menurut Locke, apabila penguasa negara

mengabaikan kontrak sosial itu dengan melanggar hak-hakkodrati individu, maka

rakyat di negara itu bebas menurunkan sang penguasa dan menggantikannya

dengan suatu pemerintah yang bersedia menghormatihak-hak tersebut.11

Konsep ini bangkit kembali seusai perang dunia II dengan dicanangkannya

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights)

oleh PBB pada tahun 1948. Walaupun sifatnya tidak mengikat secara yuridis,

namun deklarasi ini ternyata mempunyai pengaruh moral, politik, dan edukatif.

Sebagai lambang “komitmen moral” dunia internasional pada perlindungan hak

9

Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hal. 212.

10

John Locke, The Second Treatise of Civil Government and a Letter Concerning Toleration, dalam Rhona K. M. Smith, at.al. 2008. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: PUSHAM UII. hal. 29.

11

(27)

asasi manusia deklarasi ini menjadi acuan di banyak negara dalam undang-undang

dasar, undang-undang, serta putusan-putusan hakim.12

Kemudian deklarasi ini dijabarkan kembali menjadi suatu perjanjian atau

kovenan agar lebih mengikat yaitu pertama mencakup hak politik dan sipil, dan

yang kedua meliputi hak ekonomi, sosial, dan budaya. Pada tahun 1976 dua

kovenan tersebut ditambah dengan optional protocol tentang pengaduan

perorangan, dinyatakan berlaku dengan diratifikasi oleh 35 negara.

Naskah-naskah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dua kovenan serta dua Optional

Protocol dianggap sebagai satu kesatuan yang dinamakan Undang-Undang

Internasional Hak Asasi Manusia (International Bill of Human Rights).

Di masa berikutnya, beberapa negara di belahan dunia seperti Afrika dan Asia

timbul beberapa piagam regional terkait masalah hak asasi manusia. Seperti

Piagam Afrika mengenai Hak Asasi Manusia dan Bangsa-bangsa (African

Charter on Human and Peoples Rights) pada tahun 1981, Deklarasi Cairo

mengenai Hak Asasi Manusia dalam Islam (Cairo Declaration on Human Rights

in Islam) pada tahun 1990 dan Bangkok Declaration pada bula April tahun 1993.

Di Indonesia, terkait dengan masalah hak asasi manusia relatif telah

ditegaskan dari seluruh konstitusi (undang-undang dasar) yang berlaku di

Indonesia. Secara tegas konstitusi di Indonesia memberikan jaminan atas

perlindungan hak asasi manusia secara baik. Adanya jaminan terhadap hak-hak

12

(28)

dasar setiap warga negara mengandung arti bahwa setiap penguasa dalam negara

tidak dapat dan tidak boleh bertindak sewenang-wenang kepada

warganegaranya.13

Dalam rangka melaksanakan ketetapan MPR Nomor XVII/ MPR/ 1998

pada tanggal 23 September 1999 diberlakukanlah Undang-Undang Nomor 39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Undang-Undang ini, pada pasal 1

disebutkan bahwa:

Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang merupakan payung

hukum dari segala perundang-undangan di Indonesia yang menyangkut hak asasi

manusia ini, terdapat sepuluh materi muatan mengenai hak asasi manusia setiap

warga negara yang diakui dan dijunjung tinggi tanpa adanya diskriminasi

didasarkan pada perbedaan atas dasar agama, ras, suku, etnik, kelompok,

golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa dan keyakinan

politik seseorang. Materi tersebut adalah hak untuk hidup, hak berkeluarga dan

melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak

atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta

dalam pemerintahan, hak wanita dan hak anak.

13

(29)

2. Kaum Disabilitas

2. 1. Pengertian Disabilitas

Berdasarkan laporan ESCAP (The Economic and Social Commission for

Asia and the Pasific), bahwa setiap negara memiliki definisinya sendiri tentang

disabilitas. Bahkan, di beberapa negara seperti Indonesia, setiap badan

pemerintahan memiliki istilah dan definisinya sendiri. Keragaman definisi

membuat organisasi internasional seperti Disabled People’s International (DPI)

memutuskan untuk tidak mengadopsi atau membuat definisi untuk menghindari

kemungkinan terjadi perselisihan dengan pihak lain. Namun, kini terjadi

perkembangan transisi dalam memandang disabilitas dari model medis ke model

sosial. Model medis memandang disabilitas sebagai masalah kesehatan, sementara

model sosial memandang disabilitas sebagai hasil dari interaksi sosial. Kedua

model ini tidak dapat didefinisikan secara terpisah karena disabilitas juga berakar

dari dan mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang dan kedua model ini saling

melengkapi.14

Seperti definisi disabilitas berdasarkan Disability Discrimination Act (DDA)

bahwa “Penyandang disabilitas merupakan seseorang yang memiliki gangguan

14

General Election Network For Disability Acces. Sekilas Tentang Disabilitas. 2013.

(30)

fisik atau mental yang memiliki efek samping yang besar dan jangka panjang pada

kemampuannya untuk melaksanakan aktivitas normal sehari-hari”. 15

Terdapat kriteria penyandang disabilitas dalam Disability Discrimination Act

(DDA) yaitu:

16

a. Mereka yang memiliki gangguan mental atau fisik.

b. Gangguan tersebut memiliki efek yang buruk pada kemampuan mereka untuk melaksanakan kegiatan normal mereka sehari-hari.

c. Gangguan tersebut memiliki efek samping yang subtansial dan jangka panjang (telah berlangsung selama 12 bulan atau lebih atau selama sisa hidup seseorang).

World Health Organization (WHO) memiliki definisi sendiri mengenai

disabilitas. Menurut WHO, disabilitas diartikan sebagai: 17

istilah umum yang memiliki gangguan fungsi tubuh atau struktur, keterbatasan aktifitas dan pembatasan partisipasi. Dalam hal ini meliputi gangguan dalam fungsi tubuh atau struktur, pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan. Sedangkan pembatasan partisipasi adalah masalah yang dialami oleh seseorang individu dalam keterlibatannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi disabilitas adalah fenomena yang kompleks yang mencerminkan interaksi antara bagian tubuh seseorang dan bagian dari masyarakat dimana dia tinggal.

Di Indonesia, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur

mengenai kaum disabilitas. Salah satunya adalah undang-undang mengenai

15

Disabled World. 23 Desember 2009. Definitions of Disability.

diakses 14 Desember 2013, pukul

18.04 WIB.

16

Loc. cit.

17

(31)

Penyandang Cacat yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997.

Pada pasal 1 disebutkan bahwa:

Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari” :

a. Penyandang cacat fisik yaitu kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh, antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran, dan kemampuan bicara;

b. Penyandang cacat mental yaitu kelainan mental dan/atau tingkah laku, baik cacat bawaan maupun akibat dari penyakit;

c. Penyandang cacat fisik dan mental yaitu seseorang yang menyandang dua jenis kecacatan sekaligus.

2. 2. Hak-Hak Kaum Disabilitas sebagai Pemilih di Dalam Pemilihan Umum.

Penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga

memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Dalam

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang cacat pada pasal 6 disebutkan

mengenai hak-hak yang dimiliki oleh penyandang cacat, yaitu:

1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. 2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat

kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya.

3. Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya.

4. Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya.

5. rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial dan,

6. hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampu-an, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Hak-hak kaum disabilitas juga tercantum pada Konvensi Mengenai hak-hak

penyandang disabilitas atau Convention on The Rights of Persons with Disabilities

(32)

pandangan dan pemahaman baru dalam melindungi dan menjamin persamaan hak

asasi manusia dan kebebasan individu kaum disbailitas. Dari sebelas negara di

Asia Tenggara, ada tujuh negara termasuk Indonesia menjadi salah satu Negara

yang meratifikasi konvensi ini. Indonesia menandatangani konvensi tersebut pada

tanggal 30 Maret 2007 di New York. Berikut daftar negara di Asia tenggara yang

[image:32.595.112.516.339.722.2]

menandatangani dan meratifikasi Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (CRPD):

Tabel 1.3

Daftar Negara di Kawasan Asia Tenggara yang Menandatangani dan Meratifikasi

Konvensi Hak Penyandang Disabilitas

Negara Penandatanganan Konvensi Penandatanganan Protokol Ratifikasi Konvensi Ratifikasi Protokol Brunei Darusalam

18 Desember 2007 - - -

Cambodia 1 Oktober 2007 1 Oktober 2007

20

Desember

2012

-

Indonesia 30 Maret 2007 -

30

Novenber

2011

-

Laos 15 Januari 2008 -

25

September

2009

-

(33)

2010

Myanmar - -

7 Desember

2011

-

Philipinnes

25 September

2007

-

15 April

2008

-

Singapore

30 November

2012

- - -

Thailand 30 Maret 2007 -

29 Juli

2008

-

Timor Leste - - - -

Vietnam 22 Oktober 2007 - - -

Sumbe

Konvensi tersebut memuat mengenai hak-hak penyandang disabilitas dan

akan diambil langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan konvensi ini. Dengan

menandatangani CRPD, negara diwajibkan untuk menahan diri dari

tindakan-tindakan yang akan mengalahkan objek dan tujuan dari CRPD tersebut. Oleh

karena itu, saat menandatangani perjanjian tidak berarti negara wajib mematuhi

semua ketentuan CRPD, namun negara telah membuat komitmen untuk hak-hak

penyandang cacat. Ketika negara meratifikasi CRPD, mereka kemudian secara

(34)

memungkinkan Komite CRPD untuk memeriksa pengaduan individual berkaitan

dengan dugaan pelanggaran CRPD oleh Negara-negara Pihak Protokol.

Sebagai Negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut melalui

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang pengesahan Convention on the Rights of

Persons with Disabilities (Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas), berarti

Indonesia menunjukan kesungguhannya untuk menghormati, melindungi,

memenuhi, dan memajukan hak-hak penyandang disabilitas, yang pada akhirnya

diharapkan dapat memenuhi kesejahteraan para penyandang disabilitas di

Indonesia. Hal ini diwujudkan antara lain dengan cara mengadopsi kebijakan atau

peraturan perundang-undangan yang sesuai untuk implementasi dari hak-hak

penyandang disabilitas dalam konvensi ini dengan melibatkan penyandang

disabilitas di dalam pembuatan kebijakan.

Tujuan dari dikeluarkannya konvensi ini adalah untuk memajukan,

melindungi dan menjamin penikmatan penuh dan setara terhadap semua hak asasi

manusia dan kebebasan fundamental oleh semua penyandang disabilitas, dan

untuk meningkatkan penghormatan atas martabat yang melekat pada mereka.

Penyandang disabilitas termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik,

mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama di mana ketika

berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi

penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang

lainnya.18

18

(35)

Sehingga melalui konvensi tersebut, penyandang disabilitas diharapkan

tidak lagi mengalami diskriminasi berdasarkan “disabilitas” yaitu dimana

terjadinya pembedaan, pengecualian, atau pembatasan atas dasar disabilitas yang

bermaksud atau berdampak membatasi atau meniadakan pengakuan, penikmatan

atau pelaksanaan, atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya terhadap semua hak

asasi manusia dan kebebasan fundamental dalam bidang politik, ekonomi, sosial,

kebudayaan, sipil atau lainnya. Hal ini mencakup semua bentuk diskriminasi,

termasuk penolakan atas pemberian akomodasi yang beralasan.19

Dalam konvensi ini, terdiri dari 50 pasal yang mengandung prinsip-prinsip

sebagai berikut :

1. Penghormatan pada martabat yang melekat, otonomi individu; termasuk kebebasan untuk menentukan pilihan, dan kemerdekaan perseorangan. 2. Nondiskriminasi.

3. Partisipasi penuh dan efektif dan keikutsertaan dalam masyarakat.

4. Penghormatan pada perbedaan dan penerimaan penyandang disabilitas sebagai bagian dari keragaman manusia dan kemanusiaan.

5. Kesetaraan kesempatan. 6. Aksesibilitas.

7. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan;

8. Penghormatan atas kapasitas yang terus berkembang dari penyandang disabilitas anak dan penghormatan pada hak penyandang disabilitas anak untuk mempertahankan identitas mereka.

Terkait jaminan kehidupan berpolitik kaum disabilitas, dalam konvensi ini

diatur mengenai hak-hak penyandang disabilitas, antara lain hak mendapatkan

aksesibilitas (pasal 9) dan hak partisipasi dalam kehidupan politik dan publik

(pasal 29). Pada pasal 29 mengenai hak Partisipasi dalam kehidupan politik dan

publik disebutkan pada point (a) bahwa:

19

(36)

Negara-Negara Pihak harus menjamin kepada penyandang disabilitas hak-hak politik dan kesempatan untuk menikmati hak-hak-hak-hak tersebut atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya dan akan mengambil langkah-langkah untuk :

a) Menjamin agar penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara efektif dan penuh dalam kehidupan politik dan publik atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya, secara langsung atau melalui perwakilan yang dipilih secara bebas, termasuk hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk memilih dan dipilih, antara lain dengan:

i. Memastikan bahwa prosedur, fasilitas, dan bahan-bahan pemilihan bersifat layak, dapat diakses serta mudah dipahami dan digunakan; ii. Melindungi hak penyandang disabilitas untuk memilih secara rahasia

dalam pemilihan umum dan referendum publik tanpa intimidasi dan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan, untuk memegang jabatan serta melaksanakan seluruh fungsi publik dalam semua tingkat pemerintahan, dengan memanfaatkan penggunaan teknologi baru yang dapat membantu pelaksanaan tugas;

iii. Menjamin kebebasan berekspresi dan keinginan penyandang disabilitas sebagai pemilih dan untuk tujuan ini, bilamana diperlukan atas permintaan mereka, mengizinkan bantuan dalam pemilihan oleh seseorang yang ditentukan mereka sendiri.

Hak untuk mendapatkan kemudahan dalam pemilihan umum di Indonesia

sebagai pemilih bagi kaum disabilitas, selain telah tercantum pada Convention on

the Right Persons with Disabilities (CRPD), juga telah diwujudkan dalam payung

hukum nasional, salah satunya yaitu dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.

• Pada pasal 142 disebutkan bahwa:

(37)

formulir untuk berita acara dan sertifikat, sticker nomor kotak suara, tali pengikat alat pemberi tanda pilihan dan alat bantu tuna netra.

• Pada Pasal 156 disebutkan bahwa:

1. Pemilih tuna netra, tuna daksa dan yang mempunyai halangan fisik lain saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan pemilih.

2. Orang lain yang membantu pemilih dalam memberikan suaranya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan pemilih.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada pemilih ditetapkan dengan peraturan KPU.

• Pada Pasal 164 disebutkan bahwa:

1. Pemilih tuna netra, tuna daksa dan yang mempunyai halangan fisik lain saat memberikan suaranya di TPSLN dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan pemilih.

2. Orang lain yang membantu pemilih dalam memberikan suaranya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan pemilih.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada pemilih ditetapkan dengan peraturan KPU.

• Pada Pasal 295 disebutkan bahwa:

(38)

2. 3. Aksesibilitas Bagi Kaum Disabilitas

“Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat

guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan

penghidupan”.20

Aksesibilitas atau kemudahan dalam Convention on the Rights of Persons

with Disabilities diatur pada pasal 9 dimana disebutkan bahwa:

Aksesibilitas terhadap fasilitas umum bukan saja merupakan hak

bagi penyandang disabilitas semata namun juga akan memberikan kenyamanan

lebih bagi warga masyarakat pada umumnya.

Agar penyandang disabilitas mampu hidup secara mandiri dan berpartisipasi secara penuh dalam semua aspek kehidupan, Negara-Negara Pihak harus mengambil kebijakan yang sesuai untuk menjamin akses bagi penyandang disabilitas, atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya, terhadap lingkungan fisik, transportasi, informasi, dan komunikasi, termasuk teknologi dan sistem informasi dan komunikasi, serta terhadap fasilitas dan layanan lainnya yang terbuka atau tersedia untuk publik, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat

disebutkan mengenai aksesibilitas pada pasal 10, yaitu :

a. Kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas. b. Penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan

lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat.

c. Penyediaan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat dan dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

Salah satu peraturan kebijakan pemerintah Indonesia terkait masalah

aksesibilitas yaitu telah dikeluarkannya Keputusan Menteri Pekerjan Umum

20

(39)

Republik Indonesia Nomor: 468/ KPTS/ 1998 mengenai Persyaratan Teknis

Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan. Dimana di dalamnya diatur

atau dapat dijadikan pedoman bagi pembangunan umum dan lingkungan (semua

bangunan pemerintahan, bangunan milik swasta dan fasilitas umum yang

dikunjungi atau digunakan penyandang disabilitas) dengan asas kemudahan,

kegunaan, keselamatan dan kemandirian untuk menghapus hambatan bagi

penyandang disabilitas. Sehingga tercipta suatu Design Universal yaitu suatu

desain baik dalam produk, lingkungan, program dan pelayanan yang dapat

digunakan oleh semua orang, semaksimal mungkin, tanpa memerlukan suatu

adaptasi atau desain khusus dimana tidak mengecualikan alat bantu bagi

kelompok penyandang disabilitas tertentu pada saat diperlukan.

Harus kita ketahui bahwa penyandang disabilitas memiliki hambatan

arsitektural sesuai dengan derajat kecacatannya. Sehingga mereka tidak dapat

merealisasikan kesamaan haknya sebagai warga masyarakat. Sesungguhnya para

penyandang disabilitas tidak mengharapkan dan tidak pula memerlukan lebih

banyak hak daripada orang-orang pada umumnya. Mereka hanya menghendaki

agar dapat bergerak di dalam lingkungannya dengan tingkat kenyamanan,

kemudahan dan keselamatan yang sama dengan warga masyarakat lainnya,

memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang

normal, dapat semandiri mungkin dalam batas-batas kemampuannya. Tersedianya

bangunan dan fasilitas yang dapat diakses oleh semua orang merupakan persoalan

(40)

merupakan hak, bukan pilihan semata.21 Hambatan arsitektural yang dapat

menghambat mereka terdiri dari tiga kategori kecacatan utama, yaitu:22

1. Hambatan arsitektural bagi penyandang disabilitas fisik (Tunadaksa).

Hambatan ini mencakup mereka yang menggunakan kursi roda,

semiambulant, dan mereka yang memiliki hambatan manipulatoris yaitu

kesulitan gerak otot. Contohnya: Perubahan tingkat ketinggian

permukaan yang mendadak seperti pada tangga atau parit, tidak adanya

pertautan landai antara jalan dan trotoar, tidak cukupnya ruang untuk

lutut di bawah meja atau wastapel, tidak cukupnya ruang untuk berbelok,

lubang pintu dan koridor yang terlalu sempit, permukaan jalan yang

renjul (misalnya karena adanya bebatuan) menghambat jalannya kursi

roda, pintu yang terlalu berat dan sulit dibuka, tombol-tombol yang

terlalu tinggi letaknya, bergerak cepat melalui pintu putar atau pintu yang

menutup secara otomatis dan menutup terlalu cepat, tangga berjalan

tanpa pegangan yang bergerak terlalu cepat.

2. Hambatan arsitektural bagi penyandang disabilitas sensoris (alat indra)

yang meliputi orang tunanetra dan tunarungu. Tunanetra adalah mereka

yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka

yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak cukup baik untuk dapat

membaca tulisan biasa meskipun sudah dibantu dengan kaca mata.

21

Dr. Didi Tarsidi. 2008. Aksisibilitas Lingkungan Fisik Bagi Penyandang Cacat Upaya Menciptakan Fasilitas Umum dan Lingkungan yang Aksesibel Demi Kesamaan Kesempatan Bagi Penyandang Cacat untuk Hidup Mandiri dan Bermasyarakat. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. hal. 3.

22

(41)

Contoh hambatan bagi tunanetra, yaitu tidak adanya petunjuk arah atau

ciri-ciri yang dapat didengar atau dilihat dengan penglihatan terbatas

yang menunjukkan nomor lantai pada gedung-gedung bertingkat,

rintangan-rintangan kecil seperti jendela yang membuka ke luar atau

papan reklame yang dipasang di tempat pejalan kaki, cahaya yang

menyilaukan atau terlalu redup, lift tanpa petunjuk taktual (dapat diraba)

untuk membedakan bermacam-macam tombol, atau petunjuk suara untuk

menunjukkan nomor lantai. Sedangkan untuk tunarungu yaitu Para

tunarungu tidak mungkin dapat memahami pengumuman melalui

pengeras suara di bandara atau terminal angkutan umum. Mereka juga

mengalami kesulitan membaca bibir di auditorium dengan pencahayaan

yang buruk, dan mereka mungkin tidak dapat mendengar bunyi tanda

bahaya.

3. Hambatan arsitektural untuk kecacatan intelektual (tunagrahita). Para

penyandang kecacatan intelektual akan mengalami kesulitan mencari

jalan di dalam lingkungan baru jika di sana tidak terdapat petunjuk jalan

(42)

Aksesibilitas pada setiap pelaksanaan pemilihan umum merupakan hak

setiap penyandang disabilitas. Untuk menciptakan pemilihan umum yang

aksesibel, diperlukan hal-hal sebagai berikut:23

1. Hukum dan peraturan pemilu

Untuk membuat semua proses pemilu yang aksesibel, harus ada kerangka hukum yang memastikan bahwa setiap aspek aksesibilitas dalam pemilu terpenuhi. Hukum tersebut mengatur pengadaan fasilitas untuk menciptakan pemilihan umum yang aksesibel dan bentuk sangsinya jika terjadi pelanggaran.

2. Anggaran

Komisi pemilihan umum harus mengalokasikan anggaran untuk pengadaan akses di awal siklus pemilu.

3. Logistik

• Tempat pemungutan suara (TPS) harus berada di daerah yang datar dan pintu masuknya harus berukuran sekurang-kurangnya 90cm agar pengguna kursi roda dapat masuk, keluar dan bergerak secara leluasa di dalam TPS. Jika TPS ditempatkan di gedung yang bertangga, maka harus disediakan bidang landai.

• Untuk menjamin pemilih tunanetra bisa melakukan pemungutan suara secara rahasia, maka harus disediakan alat bantu disetiap TPS. Alat bantu ini bisa berupa map yang terbuat dari bahan yang teraba atau tercetak dalam huruf braille. Surat suara kemudian kemudian dimasukan kedalam map ini. Surat suara perlu diberi tanda agar pemilih tunanetra bisa mengetahui posisi surat suara.

4. Pelatihan petugas pemilu

Setiap petugas pemilu harus memahami hambatan yang dialami oleh penyandang disabilitas dalam pemilu yang tidak aksesibel dan bagaimana menghilangkan hambatan tersebut. Buku panduan pelaksanaan untuk petugas KPPS harus memuat petunjuk tentang pelaksanaan pemungutan suara bagi penyandang disabilitas dan penyandang disabilitas harus dilibatkan dalam satuan petugas KPPS dan KPU.

5. Voter materi pendidikan pemilih dan sosialisasi harus dibuat dalam bentuk yang aksesibel. Contohnya, harus ada penerjemah bahasa isyarat dalam iklan layanan masyarakat di televisi, iklan tercetak juga harus tersedia dalam bentuk braille dan bentuk yang mudah dibaca.

6. Pendaftaran pemilih

23

General Election Network for Disability Access. Pemilu yang Aksesibel.

(43)

Dalam tahap ini, semua warga yang memiliki hak pilih harus terdaftar. Pusat pendaftaran pemilih harus ditempatkan di gedung yang aksesibel dan materi pendaftaran harus tersedia dalam bentuk yang aksesibel. Di beberapa Negara, penyandang disabilitas dapat menyebutkan jenis akomodasi yang mereka perlukan untuk melakukan pemungutan suara sehingga komisi pemilihan umum setempat bisa membuat perencanaan untuk pengadaan fasilitas yang diminta.

7. Hari pemungutan suara

Kemungkinan ada penyandang disabilitas yang enggan melakukan pemungutan suara karena pengalaman tdak mengenakan yang mereka alami sebelumnya. Petugas pemilu harus mendorong semua orang untuk datang ke TPS dan menjalankan hak pilih mereka. Pemantau bisa membantu mengamati kondisi akses dalam pemilu. Hasil temuannya bisa digunakan untuk meninjau kondisi akses yang ada dan apa saja yang bisa diperbaiki.

8. Pengaduan

Jika terjadi pelanggaran selama hari pemungutan suara, penyandang disabilitas perlu didorong untuk menyampaikan pengaduannya ke komisi pemilihan umum. Proses pengaduan harus bisa diakses oleh penyandang disabilitas.

9. Evaluasi

Komisi pemilihan umum harus mengadakan evaluasi setelah pemiliu selesai dan menelaah mana yang sudah terlaksana dengan baik dan mana yang perlu diperbaiki dalam pemilu berikutnya. Penyandang disabilitas dan pemantau pemilu perlu memberikan masukan dalam evaluasi ini.

3. Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah

Terdapat beberapa pilar yang menjadi prasyarat berjalannya sistem politik

demokrasi, yaitu:24

1. Adanya penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala.

2. Adanya pemerintahan yang terbuka, akuntabel dan responsif. 3. Adanya perlindungan terhadap HAM.

4. Berkembangnya civil society dalam masyarakat.

P. Anthonius Sitepu, dalam bukunya Studi Ilmu Politik, menyebutkan

bahwa “Penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala menjadi prasyarat sistem

24

(44)

politik demokrasi. Pemilhan umum (general election) diakui secara global,

diartikan sebagai sebuah arena untuk membentuk demokrasi perwakilan serta

menggelar pergantian pemerintahan secara berkala.” 25

Penyelenggaraan pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004 secara langsung

telah mengilhami dilaksanakannya pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah (Pilkada) secara langsung pula. Hal ini didukung pula dengan semangat

otonomi daerah yang telah digulirkan pada tahun 1999. Oleh karena itulah, sejak

tahun 2005, telah diselenggarakan Pilkada secara langsung, baik di tingkat

provinsi maupun kabupaten/kota. Penyelenggaraan ini diatur dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan

bahwa “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon

yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur dan adil”.

26

Penyelenggara Pemilihan Umum di Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah

lembaga yang menyelenggarakan Pemilu untuk kepala daerah dan wakil kepala

daerah secara langsung oleh rakyat yaitu Komisi Pemilihan Umum Provinsi atau

Kabupaten/Kota yang merupakan lembaga yang bersifat nasional, tetap dan

mandiri. Hal tersebut termuat dalam pasal keempat Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa:

27

25

P. Anthonius Sitepu. 2012. Studi Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal. 177.

26

Komisi Pemilihan Umum, op. cit., hal. 16.

27

(45)

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur diselenggarakan oleh KPUD. Dalam penyelenggaraannya, KPUD Provinsi menetapkan KPUD kabupaten/ Kota sebagai bagian pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilihan. Pemilihan tersebut dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari

peraturan-peraturan yang terdapat dalam suatu penelitian. Ditinjau dari sudut

filsafat, metodologi penelitian merupakan epistemologi penelitian, yaitu yang

menyangkut bagaimana kita mengadakan penelitian.28

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian dalam

penelitan ini adalah:

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif

Kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk

menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu, kelompok

atau keadaan), dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi. Penelitian

jenis ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi yang seteliti mungkin tentang

manusia atau suatu keadaan.29

28

Prof. Dr. Husaini Usman, M.Pd., M.T dan Purnomo Setiady Akbar, M.Pd. 2009. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara. hal. 41.

Jenis penelitian ini digunakan karena dalam

penelitian ini, peneliti ingin menggambarkan mengenai keadaan pemenuhan

hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan wakil Gubernur

Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan kemudian menyajikannya secara

lengkap.

29

(46)

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan dengan pertimbangan bahwa kota

Medan memiliki angka populasi kaum disabilitas yang cukup tinggi yaitu

sebanyak 2011 jiwa30

3. Jenis dan Sumber Data

(dengan klasifikasi kecacatan berbeda-beda dan segala

usia). Selain itu, pertimbangan lain adalah karena peneliti bertempat tinggal di

Kota medan sehingga akan lebih mudah bagi peneliti dalam mendapatkan

data-data yang terkait dengan bahasan penelitian.

Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini dijabarkan

sebagai berikut :

• Jenis Data:

Jenis Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data yang bersifat

kualitatif. Data kualitatif adalah data yang tidak berupa angka-angka,

melainkan dalam bentuk deskripsi berupa berbagai keterangan menyangkut

hal-hal yang bertalian dengan materi penelitian ini seperti misalnya

penyajian data dalam kerangka teori dan menyangkut pemenuhan hak kaum

disabilitas dalam pemilihan umum dan seterusnya. Data berupa angka hanya

pada data jumlah kaum disabilitas dan kemudian dideskripsikan.

30

Kementerian Sosial Republik Indonesia, “Rekapitulasi Jumlah Cacat Berdasarkan Jenis Kesulitan/

(47)

• Sumber Data

Sumber data yang di pakai dalam penelitian ini bersumber dari data primer

dan data sekunder. Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari

sumber data pertama dari lokasi penelitian baik berupa hasil daftar

pertanyaan berupa wawancara secara bebas terpimpin dengan pihak-pihak

terkait dengan pembahasan pada penelitian ini. Sedangkan data sekunder,

yaitu data yang diperoleh bukan dari sumber langsung tetapi data yang telah

dikumpulkan oleh orang atau instansi lain. Data ini berupa data yang berasal

dari buku, dokumen, jurnal, berita dan sebagainya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan, akurat, dan mampu menjawab

permasalahan secara objektif, maka digunakan beberapa teknik yang sesuai

dengan sifat dan jenis data yang ada. Penelitian ini dilakukan melalui penelitian

lapangan (field research) dan penelitian kepustakaan (library research).

Pada penelitian lapangan, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

Wawancara. Wawancara dalam penelitian ini merupakan wawancara bebas

terpimpin. Dimana menurut Iin Tri Rahayu, model wawancara bebas terpimpin

(48)

(daftar pertanyaan) namun berupa kalimat-kalimat yang tidak permanen atau

mengikat. 31

Wawancara pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa informan dengan

metode penetapan Purpossive sampling dan Snowball sampling. Metode

Purpossive sampling merupakan metode penetapan sampel (informan) dengan

berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang disesuaikan dengan informasi yang

dibutuhkan, sedangkan snowball sampling yaitu metode penetapan sampel dengan

tidak menentukan jumlahnya, tetapi wawancara dilakukan sampai dapat diambil

sebuah kesimpulan dari jawaban semua sampel yang telah diwawancarai untuk

menjawab masalah penelitian ini. Adapun yang menjadi narasumber dalam

penelitian ini diantaranya sebagai berikut :

• Kasubag. Bidang Teknis dan Hubungan Masyarakat KPUD Kota Medan,

yaitu Bapak Karnomaen Purba.

• Kepala Seksi Rehabilitasi Dinas Sosial Kota Medan, yaitu Ibu Deli

Marpaung, SH.

• Ketua DPP Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Provinsi

Sumatera Utara, yaitu Bapak Sir Jhon.

• Ketua 1 DPD Persatuan Tunanetra Indonesia (PERTUNI) Provinsi

Sumatera Utara, yaitu Bapak Saiful Bakri Daulay, SH.

• Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (PERTUNI) kota Medan, yaitu

Bapak Mardison Tanjung.

31

(49)

• Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Sumatera Utara,

yaitu Ibu Dra. Jenni Heryani.

• Ketua Pusat Pemilihan Umum Penyandang Cacat (PPUA-PENCA)

Sumatera Utara, yaitu Bapak Drs. Samaun.

• Beberapa orang penyandang tunanetra yang menggunakan hak pilihnya

dalam pemilihan umum Gubernur dan wakil Gubernur Sumatera Utara

2013 di Kota Medan.

Sedangkan penelitian kepustakaan yang dilakukan adalah dengan melakukan

penelaan berbagai sumber kepustakaan seperti buku, perundang-undangan, berita

dan laporan-laporan yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian.

5. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik

analisis data kualitatif. Metode kualitatif dapat didefinisikan sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa ucapan, tulisan dan

perilaku yang diamati. Teknik analisa data dalam penelitian ini dimulai dari

proses pengumpulan data kemudian data yang telah dikumpulkan digambarkan

dan dianalisis. Kemudian dari hasil analisis data tersebut, dibuatlah suatu

(50)

H. Sistematika Penulisan

BAB I: PENDAHULUAN

Dalam bab pertama, penulis membagi pembahasan ke dalam delapan bagian, yaitu

latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II: GAMBARAN UMUM KAUM DISABILITAS DI KOTA MEDAN

Dalam bab kedua, penulis akan menjelaskan mengenai gambaran kaum disabilitas

di Kota Medan yang terdiri dari penjelasan mengenai jumlah populasi kaum

disabilitas di Kota Medan, gambaran mengenai organisasi serta yayasan kaum

disabilitas di Kota Medan dan kebijakan pemerintah daerah terhadap kaum

disabilitas di Kota Medan.

BAB III: PEMENUHAN HAK-HAK KAUM DISABILITAS DALAM

PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR SUMATERA

UTARA TAHUN 2013 DI KOTA MEDAN DAN KENDALA DALAM

PEMENUHANNYA

Dalam bab ketiga, penulis akan membagi pembahasan ke dalam dua bagian, yaitu

menggambarkan mengenai pelaksanaan pemenuhan hak-hak kaum disabilitas

dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013 di

(51)

pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013 di Kota

Medan.

BAB IV: PENUTUP

Bab keempat merupakan bab terakhir dari penulisan. Adapun isi dari bab ini

adalah kesimpulan dan saran atas hasil analisis data yang telah dilakukan dalam

(52)

BAB II

GAMBARAN UMUM KAUM DISABILITAS DI KOTA MEDAN

A. Jumlah Populasi Kaum Disabilitas di Kota Medan

Masih sangat sulit menemukan data yang paling akurat mengenai jumlah

kaum disabilitas di Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya perubahan data

disabilitas dari indikator kesehatan menjadi indikator kesejahteraan sosial serta

berubah-ubahnya definisi operasional mengenai disabilitas oleh instansi

pemerintah di Indonesia.

Definisi operasional yang berbeda mengenai penyandang disabilitas ini juga

menjadi salah satu faktor tidak terpenuhinya hak-hak mereka dan sulit untuk

menemukan angka yang paling pasti tentang jumlah mereka. Sebelumnya,

Kementerian Sosial menyebutnya sebagai penyandang cacat, Kementerian

Pendidikan Nasional menyebut dengan istilah anak berkebutuhan khusus,

sedangkan Kementerian Kesehatan menyebut dengan istilah Penderita cacat.32

Menurut Ketua Pusat Pemilihan Umum Akses-Penyandang Cacat Sumatera

Utara yaitu Bapak Drs. Samaun, kesulitan pendataan jumlah penyandang

disabilitas ini juga disebabkan oleh masih adanya budaya malu di kalangan

masyarakat yang memiliki anggota keluarga disabilitas. Kurangnya pengetahuan

dan sikap sosial masyarakat, membuat mereka tidak proaktif dalam melaporkan

32

(53)

anggota keluarga mereka yang merupakan penyandang disabilitas bahkan

cenderung menyembunyikan. Sehingga, data jumlah kaum disabilitas di Indonesia

hanya berupa estimasi atau perkiraan saja.33

Data rekapitulasi jumlah kaum disabilitas di 21 Kecamatan di Kota Medan

oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1:

Jumlah Kaum Disabilitas di 21 Kecamatan di Kota Medan

33

Wawancara dengan Ketua PPUA-PENCA Sumatera Utara, Bapak Drs. Samaun. Pada tanggal 06 Januari 2014.

Kecamatan Jenis Kesulitan Gangguan

1a 1b 1c 2 3 4 5 6 7 8 JLH

Tuntungan - 1 2 - 22 4 16 31 12 3 91 Johor 9 2 91 2 91 2 13 12 16 4 242

Amplas 1 - 5 2 28 6 16 3 48 2 111

Denai 1 - 13 1 12 - 4 9 29 - 69

Area - - 6 - 9 - 9 11 39 - 74

Kota - 3 16 - 13 5 19 8 14 5 83

Maimun - - 8 1 1 1 20 12 28 - 71

Polonia 2 - 7 - 9 - 9 3 5 4 39

Baru - - 2 - - - 3 3 3 - 11

Selayang - - 10 2 20 3 6 36 33 2 112 Sunggal - 1 21 - 20 2 6 49 56 1 156 Helvetia - 1 4 - 26 8 17 41 16 2 115 Petisah 1 - 30 2 15 11 21 44 30 4 158

Barat - - - 11 2 - 13

(54)

Sumber: Kementerian Sosial Republik Indonesia, “Rekapitulasi Jumlah Penyandang Cacat Berdasarkan Jenis Kesulitan/ Gangguan”,

Keterangan :

1a. Sisa Penglihatan (Low Vision), 1b.Light Perception, 1c.Buta Total (Totally Blind), 2.Pendengaran, 3.Bicara, 4. Penggunaan Lengan Dan Jari, 5. Penggunaan Kaki (Berjalan), 6. Kelainan Bentuk Tubuh, 7. Mental Intelektual (Debil, Imbisil, Idiot, Down Syndrome), 8.Eks Penyakit Jiwa /Eks Psikotik.

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah kaum disabilitas di

Kota Medan sebanyak 2.011 orang. Terbagi pada jenis kecacatan berbeda yaitu

gangguan pada penglihatan atau tunanetra (Low Vision, Light Perception dan

Totally Blind) sebanyak 293 orang, gangguan pada pendengaran

Gambar

Tabel 1.1:
Tabel.1.2:
Tabel 1.3
Tabel 2.2:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah seluruh masyarakat Kecamatan Medan Helvetia yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Umum Kepala Daerah

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kayong Utara dalam melaksanakan kegiatan pemutakhiran data pemilih sesuai dengan tahapan dalam PKPU Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tahapan

Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut di atas, maka tanggung jawab sosialisasi dan pendidikan pemilih bagi penyandang disabilitas menjadi beban bagi penyelenggara

dengan judul “ Perilaku Politik Pemilih Pemula Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus Di Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo) ”.. Penulisan skripsi

Umum Kepala Daerah yang berkualitas merupakan proses pemilihan terjadi dalam.. keadaan Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur,

Adapun yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah seluruh masyarakat Kecamatan Medan Helvetia yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Umum Kepala Daerah

Dalam Pelaksanaannya, bentuk sosialisasi yang diberikan oleh komisi pemilihan umum untuk penyandang disabilitas terkait pemahaman warga negara baik untuk menjadi pemilih cerdas dan

Pasal 30 1 Pada pukul 13.00 WIB, Ketua KPPS mengumumkan bahwa yang diperbolehkan memberikan suara hanya pemilih terdaftar yang telah hadir di TPS menunggu giliran untuk memberikan