• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PERKELAHIAN DAN PENGEROYOKAN PADA ACARA HIBURAN ORGAN TUNGGAL (Studi di Wilayah Hukum Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PERKELAHIAN DAN PENGEROYOKAN PADA ACARA HIBURAN ORGAN TUNGGAL (Studi di Wilayah Hukum Bandar Lampung)"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PERKELAHIAN DAN PENGEROYOKAN PADA ACARA HIBURAN ORGAN TUNGGAL

(Studi di Wilayah Hukum Bandar Lampung) Oleh

I Putu Budhi Yasa

Penonton pada acara hiburan organ tunggal rentan dengan penyalahgunaan minuman keras.Pengaruh dari penyalahgunaanminuman keras bisa meningkatkan emosi, Sehingga perkelahian antara sesama penonton sering terjadi. Berkelahi dalam acara yang bersifat hiburan dan dilakukan secara bersama-sama dengan tujuan melukai orang lain adalah perilaku menyimpang. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) apakah faktor penyebab perkelahian dan pengeroyokan pada acara hiburan organ tunggal di Bandar Lampung?; (2) bagaimanakah upaya penanggulangan perkelahian dan pengeroyokan pada acara hiburan organ tunggal di Bandar Lampung?.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan berupa data primer, data sekunder, yang diperoleh dari studi lapangan dan studi kepustakaan yang kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dengan menarik kesimpulan secara induktif.

Hasil penelitian ini adalah (1) Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perkelahian dan Pengeroyokan Pada Acara Hiburan Organ Tunggal di Bandar Lampung adalah faktor intern dan ekstern.Faktor internalnya adalah agresivitas akibat penyalah gunaan alkohol, kurangnya kepatuhan hukum, rendahnya budi pekerti atau pengetahuan.Faktor eksternalnya adalah penegak hukum yaitu pembiaran oleh polisi, lingkungan, waktu hiburan yang hingga dini hari. (2) upaya penanggulangan perkelahian dan pengeroyokan pada acara hiburan organ tunggal di Bandar Lampung adalah melalui upaya penal dan non penal. Upaya penal dilakukan dengan cara melakukan tindakan represif terhadap pelaku perkelahian dan pengeroyokan pada acara hiburan organ tunggal (menangkap, mengadili, serta membinanya dalam Lembaga Pemasyarakatan). Upaya non penal yang dilakukan adalah Melakukan prosedur pengawasan sesuai izin yang diberikan, dengan cara menempatkan polisi sebagai pengawas kamtibmas.

(2)

I Putu Budhi Yasa

masyarakat. Perlu adanya kerjasama yang lebih baik lagi antara pihak kepolisian dengan lingkungan masyarakat ditempat hiburan akan diadakan. Perlu adanya tindakan tegas yaitu hiburan dibubarkan apabila hiburan diadakan melebihi batas waktu yang telah disepakati pada surat izin mengadakan hiburan. Perlu adanya peraturan yang melarang pemutaran musik remix pada hiburan organ tunggal. Perlu adanya teguran atau tindakan tegas terhadap anggota kepolisian yang melakukan pembiaran dalam hal batas waktu hiburan.

.

(3)

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PERKELAHIAN DAN PENGEROYOKAN PADA ACARA HIBURAN ORGAN TUNGGAL

(Studi di Wilayah Hukum Bandar Lampung)

Oleh

I PUTU BUDHI YASA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Srigading pada tanggal 23

November 1992, merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara dari keluarga Bapak Wayan Kompyang

dan Ibu Nyoman Konten. Jenjang pendidikan penulis

diawali dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Srigading

lulus tahun 2003, kemudian dilanjutkan pada

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Labuhan Maringgai lulus tahun

2007, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Way Jepara dan lulus tahun 2010.

Pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Lampung dan mengambil minat Hukum Pidana. Pada tahun 2013

mengikuti Kuliah Kerja Nyata di Desa Sendang Asih Kecamatan Sendang Agung

Kabupaten Lampung Tengah. Pada masa kuliah penulis pernah menjadi anggota

Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung

(8)

PERSEMBAHAN

Om svastiastu,

Teriring doa dan rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa

serta Leluhur yang selalu membimbing dan melindungi

Kupersembahkan skripsi ini kepada:

Bapak dan Ibu yang dengan penuh kesabaran dan kasih

sayangnya yang selalu m

emberikan dukungan dan do’a pada

keberhasilanku

Serta Dadong dan adik-adikku tersayang.

(9)

MOTTO

Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah.

(Lessing)

(10)

SANWACANA

Suksma penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan Leluhur yang

selalu memberikan kerahayuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan

terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dam bimbingan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesepakatan ini penulis menyampaikan

terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

3. Bapak Dr.Heni Siswanto, S.H., M.H., dan Ibu Diah Gustiniati M, S.H.,

M.H., selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan ilmu dan

bimbingannya dalam proses penyelesaian skripsi ini

4. Ibu Firganefi, S.H., M.H., dan Bapak Budi Rizki, S.H., M.H., selaku dosen

pembahas yang memberikan kritik serta saran yang membangun dalam

penyelesaian skripsi ini

5. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

memberikan ilmunya kepada penulis

6. Khusus kepada kedua Orang Tuaku Bapak Wayan Kompyang dan Ibu

Nyoman Konten, yang selalu tulus mendoakan dalam setiap untaian

(11)

7. Bapak Aan Suhendar Sebagai Kanit Reskrim Polsek Tanjung Karang

Timur yang senantiasa memberikan segala informasi yang penulis

butuhkan dalam penyelesaikan skripsi ini

8. Dadong, Adek I Made Asana Yasa, Pak Tot, Pak De, yang selalu

memberikan doa dan semangat kepada penulis

9. Teman-Teman seperjuangan I Gusti Ngurah Yoga, I Wayan Samudra, dan

I Made Dopiada atas semangat dan dukungannya yang tiada henti

Akhir kata penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak.

Bandar Lampung, 20 April 2015

Penulis,

(12)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 17

A. Pengertian Kriminologi ... 17

B. Kejahatan Dengan Kekerasan ... 24

C. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan ... 26

D. Upaya-Upaya Penanggulangan Terhadap Kejahatan ... 29

III. METODE PENELITIAN ... 32

A. Pendekatan Masalah ... 32

B. Penentuan Narasumber ... 32

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 34

D. Sumber dan Jenis Data ... 34

E. Analisis Data ... 35

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Karakteristik Responden ... 37

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perkelahian dan Pengeroyokan Pada Acara Hiburan Organ Tunggal di Bandar Lampung ... 39

(13)

V. PENUTUP ... 70

A. Simpulan ... 70

B. Saran ... 71

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia hidup di bawah naungan hukum positif, meski di daerah

tertentu eksistensi pranata adat masih bisa dijumpai.Individu sebagai bagian dari

masayarakat selalu ingin hidup berdampingan dengan anggota masyarakat

lainnya.Sifat alamiah ini yang menyebabkan manusia melakukan interaksi antar

sesamanya.Interaksi yang dilakukan manusia bisa bersifat saling menguntungkan

atau bisa bersifat merugikan. Hukum hadir di tengah masyarakat sebagai

penyeimbang dari berbagai pola interaksi individu yang hidup sebagai

masyarakat, karena hukum memuat norma-norma tentang interaksi seperti apa

yang dianggap merugikan hak dan rasa keadilan dari individu lain atau

masyarakat sebagai komunitas yang dianggap ikut merasakan dampaknya.

Hukum sebagai penyeimbang dalam setiap interaksi yang terjadi pada suatu

masyarakat pada hakekatnya tidak hanya bertujuan demi menjamin setiap hak

yang dimiliki oleh masing-masing individu tetapi juga sebagai pemberi rasa

adil.Pandangan tentang kejahatan tentu sangat beraneka ragam.Kejahatan bisa

dipandang dari sudut hukum dan juga misalnya dari segi kriminologis.Nilai

(15)

2

Penilaian tentang hal yang baik dan buruk tentu mengarah pada hal yang tidak

bertentangan dengan hukum dan hal yang bertentangan dengan kaidah hukum.

Kejahatan merupakan suatu fenomena komplek yang dapat dipahami dari

berbagai sisi yang berbeda.itu sebabnya dalam keseharian kehidupan dapat

menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda

satu dengan yang lainya. Masyarakat yang beradab tentu menilai suatu tindakan

dapat dikatakan sebagai kejahatan atau bukan kejahatan tentu dari segi hukum

dan rasa adil yang ada di masyarakat.Perkembangan selanjutnya dalam upaya

untuk menegtahui faktor-faktor penyebab terjadinya suatu kejahatan maka ilmu

hukum senantiasa ditemani oleh ilmu kriminologi.

Norma hukum positif diwujudkan dalam bentuk suatu undang-undang, yang

biasanya dikodifikasikan tidak lepas dari respon terhadap suatu gejala sosial yang

terjadi ditengah-tengah masyarakat itu sendiri.Pasal 170 Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana yang mengatur tentang Tindak Pidana Perkelahian dan

pengeroyokan merupakan salah satu pasal yang merespon gejala sosial yang ada

di masyarakat yaitu keinginan manusia.Keinginan untuk dihormati, keinginan

untuk mempertahankan harga diri, keinginan dalam bidang ekonomi yang tidak

jarang menjadi penyebab terjadinya suatu tindak pidana.Kendati demikian

perkelahian dan pengeroyokan masih beberapa kali terjadi, yang

memperihatinkan adalah ketika peristiwa tersebut terjadi pada acara yang bersifat

hiburan.Acara yang diadakan untuk menghibur justru menjadi ajang

perkelahian.perkelahain dan pengeroyokan dianggap oleh sekelompok orang

(16)

3

Tidak adanya kata sepakat yang menguntungkan antar pihak yang terlibat konflik

sehingga seolah-olah kekerasan menjadi upaya terakhir yang dianggap paling

benar oleh sekelompok orang tersebut.Hukum harus bisa mengakomodir dan

mencerminkan perlindungan terhadap hak-hak dan kewajiban masyarakat.Tidak

dapat dipungkiri dalam menjalankan kehidupanya manusia memerlukan kedua

hal tersebut, harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Belakangan perkelahian dan pengeroyokan beberapa kali terjadi pada acara

hiburan organ tunggal, yang seharusnya bertujuan untuk hiburan semata justru

dimanfaatkan oleh sekelompok individu untuk melampiaskan

amarahnya.Peristiwa ini mengindikasikan adanya penyimpangan perilaku yang

dialami oleh individu atau kelompok individu itu sendiri.Imbasnya adalah

penyelesaian suatu permasalahan yang mengabaikan supremasi hukum dan lebih

mengedepankan kekerasan sebagai faktor pembenar dalam setiap keputusan yang

diambil.

Dalam pergaulan manusia bermasyarakat kebutuhan atau kepentingan mereka

tidak selalu sejalan bahkan sering terjadi pertentangan diantara mereka.Oleh

karena dalam pergaulan antar sesama manusia, masing masing mereka tidak mau

dirugikan.Perkelahian dan pengeroyokan terjadi pada acara huburan organ

(17)

4

Tabel Jumlah Perkara Perkelahian dan Pengeroyokan pada Acara Hiburan Organ Tunggal di Lampung Tahun 2011-2014

NO Daerah Perkara Jumlah

perkara Keterangan

1

Bandar Lampung: Kampung Bayur Bawah, Sukamanjur Kelurahan

2 Lampung Muarabalak.4 Selatan: Dusun

Bunut, Penengahan.5

4 Pesisir Barat: Pekon Way Haru8

1

Bawang Udik.9 1 Terselesaikan (jalur litigasi)

Sumber: Data sekunder yang diperoleh dari penelusuran website

1

http://www.Lampung-news.com/article/kriminal/ 12191.html/ diakses2 September 2014 17.00

2 diakses 4 September 2014 21.30

5

http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/ diakses 5 September 2014 22.30

8

http://lampost.co/berita/hiburan-organ-tunggal-picu-perkelahian/ diakses 1 Oktober 2014 20.30

9

(18)

5

Pada Tabel di atas dapat dilihat bahwa perkara perkelahian dan pengeroyokan

untuk wilayah Bandar Lampung terjadi tiga perkara, satu perkara mengakibatkan

adanya koraban jiwa yaitu kasus yang terjadi di Kampung Bayur Bawah.Pada

Wilayah Hukum Kabupaten Lampung Selatan terjadi tiga perkara yang semuanya

mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.Pada wialayah Hukum Kabupaten Lampung

Tengah terjadi satu perkara dan menelan korban jiwa. Pada wialayah Hukum

Kabupaten Pesisir Barat dan Tulang Bawang masing-masing terjadi satu perkara,

pada Kabupaten Pesisir Barat tidak ada korban jiwa sedangkan pada kabupaten

Tulang Bawang menelan korban jiwa dengan Luka tembak di kepala korban.

Penelitian ini membahas kasus yang terjadi di wilayah Hukum Bandar Lampung,

hal ini bertujuan agar tidak kesulitan dalam mengumpulkan data primer.Perilaku

menyimpang ini beberapa kali terjadi pada acara yang bersifat hiburan

ini.Membicarakan kekerasan bukanlah suatu hal mudah, sebab kekerasan pada

dasarnya adalah merupakan tindakan agresif, yang dapat dilakukan oleh setiap

orang misalnya tindakan memukul, menusuk, menendang, menampar, meninju,

menggigit, semua itu adalah bentuk-bentuk-bentuk kekerasan.10

Para pelaku perkelahian dan pengeroyokan pada acara organ tunggal seakan tidak

mempedulikan akibat secara fisik maupun secara hukum pasca

perkelahian.Kriminologis berasal dari kata crime yang berarti ilmu/pengetahuan

tentang kejahatan.11Kriminologis berusaha menelurusi kejahatan dari berbagai sudut pandang.Krimonologis adalah ilmu yang bertujuan menyelidiki gejala

10

Yesmil Anwar dan Adang, 2010, Kriminologi, PT Refika Aditama, Bandung, hlm. 410.

11

(19)

6

kejahatan seluas-luasnya.12Mengenai faktor penyebab terjadinya perkelahian dan pengeroyokan merupakan salah satu kajian kriminologis.Sebab yang melatar

belakangi terjadinya tindak pidana perkelahian dan pengeroyokan pada acara

organ tunggal di Bandar Lampung menjadi titik fokus skripsi ini. Kemudian

dianalisis dan ditemukan upaya penanggulanganya .

Terciptanya kerukunan dan kedamaian dalam masyarakat merupakan langkah

awal dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.Tidak

semestitnya masyarakat yang hidup dengan budaya yang pancasila sebagai

ideologinya justru seolah tidak mengamalkan nilai dari kelima sila yang ada

dengan melakukan perkelahian pada acara yang seharusnya menjadi hiburan

bersama justru menjadi momentum untuk berkelahi dan bahkan sampai

melakukan pengeroyokan. Interkasi yang terjadi di masyakat kemungkinan akan

menimbulkan akibat hukum, itu artinya hukum itu timbul dikarenakan adanya

masyarakat. Ubi societas ibi ius.13Dimana ada masyarakat, disitu ada

hukum.Kedua elemen berbeda fungsi dan peran itu tidak mungkin bisa

dipisahkan.

Pada hakekatnya hidup di suatu masyakat tentu mempunyai cara, etika ataupun

aturan tentang bagaimana cara bergaul yang semestisnya sehingga dalam

terjadinya interaksi dimasyarakat tidak terjadi suatu tindak pidana. Setiap Negara

mempunyai keadah hukumnya masing-masing, yakni hukum yang dibuat oleh

masyarakatnya sendiri ataupun hukum positif peninggalan bangsa kolonial yang

di berlakukan berdasarkan asas konkordansi dan harus dipatuhi oleh masyarakat

(20)

7

yang ada di wilayah negara tersebut.”Indonesia adalah Negara hukum” sebagai

mana yang diamanatkan oleh undang-undang dasar 1945, Pasal 1 Ayat (3).Segala

bentuk pelanggaran maupun kejahatan haruslah bisa ditegakan melalui jalur

hukum, tidak sepatunya menyelesaikan suatu konflik dengan solusi perkelahian

atau terlebih lagi pengeroyokan yang jelas melawan hukum.

Berdasarkan uraian dan penegasan diatas dapat dipahami bahwa segala tindakan

yang dilakukan atau diputuskan oleh negara dan masyarakat haruslah berdasarkan

hukum.Hal ini menunjukan bahwa adanya supremasi hukum, atau hukum

merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara.Indonesia berkewajiban

menyelenggarakan pemerintahan yang baik berdasarkan hukum.Hukum pidana

merupakan salah satu contoh hukum yang berlaku di Indonesia, hukum pidana

termasuk kedalam cabang pokok dari ilmu hukum.Hukum pidana adalah bagian

daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara.Di Indonesia selain

hukum positif juga mengakui adanya hukum masyarakat. Hal ini dapat di artikan

bahwa hukum yang tidak dikodifikasikan atau bersifat norma yang dimana

peraturanya tidak diundanngkan. hal ini tentu dapat di intepretasikan bahwa

hukum masyarakat merupakan peraturan yang bersifat tidak legal menurut hukum

positif negara dan dapat berubah sewaktu-waktu mengikuti dinamika yang terjadi

di masyarakat.

Hukum yang lahir dari masyarakat dalam mengatur atau menyelesaikan masalah

di daerahnya sangatlah penting. Penyelesaian maslah melalui mufakat tak terbatas

hanya pada perkara-perkara perdata saja, tetapi juga pidana.penegakan hukum

(21)

8

dan menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menjamin

kepentingan masyarakat atau warga negara, terjaminya kepastian hukum sehingga

berbagai perilaku kriminal dan tindakanya sewenang-wenang yang dilakukan

anggota masyarakat tidak terulang. Penanggulangan kejahatan melalui hukum

pidana dianggap pilihan yang tepat dikarenakan hukum pidana adalah keseluruhan

dari peraturan-peraturan yang menentukan perbutan apa yang dilarang dan terasuk

kedalam tindak pidana, serta menentukan hukum apa yang dapat dijatuhkan

terhadap yang melakukanya.14

Hukum pidana mengatur bahwa pelaku kejahatan akan mendapatkan sanksi

berupa hukuman fisik. Diharapkan dengan pemberian sanksi secara fisik akan

memberikan efek jera kepada pelaku untuk tidak mengulangi perbuatan yang

sama. Hukum pidana yang kita kenal di Indonesia termasuk kedalam hukum

publik. Di artikannya hukum pidana yang digolongkan dalam hukum publik yaitu

negara memiliki peranan yang sangat penting dalam penegakan hukum pidana.

Penegakan hukum pidana di Indonesia di lakukan melalui sistem peradilan pidana

sabagai suatu sub-sistem dan peradilan pidana yang mempunyai tugas dan

tanggungjawab yang sama dengan sub-sistem lainya, yaitu: Kepolisian,

Kejaksaan, pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Kesemuanya itu berjalan

dalam satu sistem yang familiar dikenal dengan istilah “criminal justisce system

atau yang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia sebagai sistem peradilan

pidana.15Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dangan judul “Tinjauan Kriminologis Terhadap Perkelahian dan

Pengeroyokan Pada Acara hiburan Organ Tunggal (Studi di Bandar Lampung).

14Muchsin H.2006.”

Ikhtisar Ilmu Hukum”.Jakarta:Badan Penerbit Iblam.

15Andi Hamzah. “

(22)

9

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Berdasarkan judul dan uraian pada latar belakang, yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya perkelahian dan pengeroyokan pada

acara hiburan organ tunggal di Bandar Lampung?

b. Bagaimanakah upaya penanggulangan perkelahian dan pengeroyokan pada

acara hiburan organ tunggal di Bandar Lampung?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini agar sesuai dengan permasalahan dan tidak

menyimpang, maka penulis memandang sangat perlu adanya kejelasan dalam

batasan masalah.Kriminologi bertujuan untuk memberi petunjuk bagaimana

masyarakat dapat memberantas kejahatan dengan hasil yang baik dan lebih-lebih

menghindarinya.16Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah membatasi mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya perkelahian dan pengeroyokan pada

acara hiburan organ tunggal, upaya penanggulanganya pada perkelahian dan

pengeroyakan pada acara hiburan organ tunggal yang terjadi pada tahun

2011-2014.Tempat penelitian yaitu di wilayah hukum Bandar Lampung.

16

(23)

10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui faktor-faktor peneyebab perkelahian dan pengeroyokan pada acara

hiburan organ tunggal di Bandar Lampung.

b. Menegetahui upaya penanggulangan terhadap perkelahian dan penegroyokan

pada acara hiburan organ tunggal di Bandar Lampung.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis

yaitu:

a. Kegunaan teoritis

Secara teori, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan hukum

dan memperkaya kepustakaan ilmu hukum pidana khususnya terkait faktor

penyebab, upaya penanggulangan perkelahian dan pengeroyokan pada acara

organ tunggal di Bandar Lampung.

b. Kegunaan praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi para

praktisi hukum dan masyarakat mengenai faktor penyebab dan upaya

penanggulangan perkelahian dan pengeroyokan pada acara organ tunggal di

BandarLampung.Selain itu penulis juga berharap penelitian ini dapat

memperluas dan mengembangkan ilmu hukum, khususnya ilmu hukum

(24)

11

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil

pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan

identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh

peneliti.17kerangka teoritis adalah susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai suatu kesatuan yang logis yang menjadi

landasan, acuan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian. Kerangka

teoritis bersumber dari undang-undang karya tulis bidang ilmu dan laporan

penelitian.

Membicarakan sebab-sebab kejahatan adalah hal yang menarik.Banyak teori yang

berkaitan dengan sebab kejahatan telah telah diajukan oleh para ahli. Teori yang

digunakan untuk menganalisis permasalahan pada skripsi ini adalah dengan

menggunakan beberapa teori untuk menganalisis permasalahan berkaitan dengan

kejahatan yaitu faktor-faktor penyebab kejahatan dan upaya penanggulangan

kejahatan.

1. Berdasarkan teori biososiologi dapat dijelaskan bahwa faktor penyebab

kejahatan terbagi menjadi faktor intrinsik dan ekstrinsik.18 a. Faktor intrinsik (interen)

Moral dan Pendidikan

17Soerjono Soekanto. “

Pengantar Penelitian Hukum dan Survei”. Universitas Indonesia Press.Jakarta.1986

18

(25)

12

Moral disini berarti tingkat kesadaran akan norma-norma yang berlaku di

dalam masyarakat. Semakin tinggi rasa moral yang dimiliki oleh seseorang,

maka kemungkinan orang tersebut yang melanggar norma-norma yang berlaku

akan semakin rendah. Kesadaran hukum seseorang merupakan salah satu faktor

internal yang dapat menentukan apakah pelaku dapat melakukan perbuatan

yang melanggar norma-norma di masyarakat. Apabila seseorang sadar akan

prbuatan yang dapat melanggar norma maka ia tidak akan melakukan

perbuatan tersebut karena takut akan adanya sanksi yang dapat diterimanya,

baik sanksi dari pemerintah maupun sanksi dari masyarakat sekitar.

b. Faktor Ekstrinsik (eksteren)

a). Faktor Lingkungan atau Pergaulan

sering dilanggar dan tidak ditaati lagi. Selain itu standar pendidikan dan

lingkungan tempat tinggal yang sering melakukan tindak pidana juga

menjadi salah satu faktor yang dapat membentuk seseorang atau individu

untuk menjadi seseorang pelaku kejahatan.

b). Faktor Ekonomi

ekonomi merupakan salah satu hal yang penting di dalam kehidupan

manusia dan keadaan ekonomi dari pelaku kejahatan kerap kali muncul

yang melatarbelakangi seseorang melakukan tindak pidana. Para pelaku

sering kali tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, atau bahkan tidak punya

pekerjaan sama sekali atau seseorang dapat berbuat nekat dengan

(26)

13

2. Teori Kesempatan (Opportunity Theory)

Terdapat hubungan yang kuat antara lingkungan kehidupan, struktur ekonomi

dan pilihan perilaku yang mereka perbuat selanjutnya. Richard A. Cloward dan

Lloyd E. Ohlin dalam bukunya Delinquency and Opportunity berpendapat

bahwa munculnya kejahatan dan bentuk-bentuk perilakunya bergantung pada

kesempatan, baik kesempatan patuh norma maupun kesempatan penyimpangan

norma.19 Apabila kelompok remaja (dengan status ekonomi dan lingkunganya) terblokir oleh kesempatan patuh norma dalam rangka mereka mencapai sukses

hidupnya, mereka akan mengalami frustasi (status frustration), tanggapan

mereka dalam menanggapi frustasi statusnya itu sangat bergantung pada

terbukanya struktur kesmpatan yang ada di hadapan mereka.20 Apabila kesempatan kriminal terbuka dihadapan mereka, mereka akan melibatkan diri

dalam sub-kultur kejahatan (criminal sub-culture) sebagai cara untuk

mengahdapi permasalahan status yang dihadapinya.21

3. Teori penanggulangan kejahatan menurut G.P. Hoefnagelf, ada tiga cara

upaya yang dapat ditempuh dalam menanggulangi kejahatan:22 a. Penerapan hukum pidana (criminal law application);

b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment);

c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan

pemidanaan melewati media massa.

19

Abintoro Prakoso, Op., cit., hlm. 128.

(27)

14

2. Konseptual

Menurut Soerjono Soekanto, kerangka konseptual adalah suatu kerangka yang

menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan inti-inti

yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti, baik dalam penelitian normatif

maupun empiris.23Hal ini agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam melakukan penelitian. Maka disini akan dijelaskan tentang pengertian pokok yang dijadikan

konsep dalam penelitian, sehingga akan memberikan batasan yang tetap dalam

penafsiran terhadap beberapa istilah.

Istilah-istilah yang di maksud adalah:

1. Tinjauan adalah berisikan tentang pandangan, kritik, catatan serta apresiasi

dalam mempelajari dan mendalaminya.24

2. Kriminologis adalah ilmu penegtahuan yang bertujuan menyelidiki gejala

kejahatan seluas-luasnya berdasarkan pada pengalaman seperti ilmu

pengetahuan lainya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala dan

mencoba menyelidiki sebab-sebab arti gejala tersebut dengan cara-cara

yang apa adanya.25

3. Perkelahian adalah bertengkar dengan kata-kata atau adu tenaga.26

4. Pengeroyokan adalah menyerang ramai, perkelahaian

beramai-ramai.27

5. Hiburan adalah sesuatu atau perbuatan yang dapat menghibur hati

(melupakan kesedihan).28

23

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, hlm.124.

24

http:www.artikata.com diakses 2 september 2014 20:12

25

Bonger, W. A. 1982.Pengantar Tentang Kriminologi. Ghalia Indonesia: Jakarta

26

Kmaus Besar Bahasa Indonesia/Timpenyusun Pusat Bahasa, ed.3-cet.3, Jakarta : Balai Pustaka, 2005, hlm. 582.

27

(28)

15

6. Organ/keyboard/organ tunggal adalah alat musik besar seperti piano yang

menghasilkan nada dari udara yang dikeluarkan ke dalam pipa yang

berbedaa bentuk dan ukuran.29Keyboard berasal dari kata key yang berarti kunci. Sedangkan board berarti papan. Keyboardartinya alat musik yang

terdiri dari sekumpulan tuts pada sebuah bidang yang mirip papan

(board).30

E. Sistematika Penulisan

Mempermudah para pembaca dalam memahami dari penulisan ini, maka penulis

membuat sistematika penulisan yang dimulai dari pendahuluan sampai dengan

penutup dengan tujuan agar pembaca dapat memahami isi dari penulisan ini:

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, permasalahan yaitu untuk mengetahui

tinjauan kriminologis perkelahian dan pengeroyokan dalam acara hiburan organ

tunggal.Memuat fakta-fakta yang ada, kemudian menarik permasalahan

permasalahan yang dianggap penting dan membatasi ruang lingkup penulisan,

juga memuat tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual

serta sitematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan pengertian dan pemahaman tentang tinjauan kriminologis tindak

pidana perkelahian dan pengeroyokan. Pengertian kejahatan, faktor penyebab

28

http:www. artikata.com/arti-365209-hiburan.html diakses 10 oktober 2014 18:30

29

Kmaus Besar Bahasa Indonesia/Timpenyusun Pusat Bahasa, ed.3-cet.3, Jakarta : Balai Pustaka, 2005, hlm. 803.

30

(29)

16

kejahatan, kejahatan dengan kekerasan, penanggulangan kejahatan , perkelahian

dan pengeroyokan.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini mengemukakan tentang langkah-langkah yang digunakan dalam

melakukan penelitian, meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data,

metode pengumpulan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat tentang pokok-pokok bahasan berdasarkan hasil penelitian, yaitu

tentang faktor penyebab, upaya penanggulangan dan faktor penghambat

penanggulangan perkelahian dan pengeroyokan dalam acara hiburan organ

tunggal di Lampung.

V.PENUTUP

Bab ini berisikan tentang jawaban dari kesimpulan dan saran terhadap penulisan

skripsi ini untuk kepentingan kita bersama dalam membangun negara yang

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengertian Kriminologi

1. Kejahatan Ditinjau Dari Segi Kriminologis

Kejahatan menurut kriminologis dikenal dengan tiga istilah yaitu pelanggran

hukum, penyimpangan tingkah laku dan kejahatan yang memiliki perbedaan

tingkat keseriusan.31 Heterogenitas masyarakat, daerah dan bentuk bangunan perumahan di seluruh indonesia dikonstatir dan bahkan telah terdapat fakta,

bahwa bentuk dan kejahatan di indonesia berbeda-beda antara satu daerah dengan

daerah lainya.32 Suatu pertanyaan apa itu kejahatan, kita tentunya berbicara tentang pelanggran norma (Hukum Pidana), perilaku yang merugikan perilaku

yang menjengkelkan, atau perilaku yang imbasnya menimbulkan korban.33

Kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat.

Walaupun masyarakat memiliki berbagai macam perilaku yang berbeda-beda

akan tetapi memiliki pola yang sama.34 Dalam pandangan kriminologi (positivistis) di Indonesia, kejahatan dipandang sebagai: pelaku yang telah diputus

oleh pengadilan; perilaku yang perlu dekriminalisasi; populasi pelaku yang

ditahan; perbuatan yang melanggar norma; perbuatan yang mendapatkan reaksi

31

Abdussalam, 2014, Criminologi,PTIK, Jakarta,hlm.24.

32

Abintoro Prakoso, 2013, Op., cit., hlm. 90.

33

Yesmil Anwar dan Adang, 2010, Op., cit., hlm. 178.

34

(31)

18

sosial.35Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda.Itu sebabnya dalam keseharian kita

dapat menangkap komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu

dengan yang lain.Usaha untuk memahami kejahatan sebenarnya telah

berabad-abad lalu telah dipikirkan oleh para ilmuan.Plato misalnya menyatakan bahwa

emas merupakan sumber dari kejahatan manusia.Aristoteles menyebutkan bahwa

kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan.Kriminologi merupakan

ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.Secara etimologis

kriminologi berasal dari kata crime yang berarti kejahatan, dan logos yang berarti

pengetahuan atau ilmu pengetahuan, sehingga kriminologi adalah

ilmu/pengetahuan tentang kejahatan.36Istilah untuk pertama kali (1879) digunakan oleh P. Topinard, ahli antropologi prancis, sementara istilah yang banyak

digunakan sebelumnya adalah antropologi kriminal.37

Bonger menempatkan satu lagi penulis masa lampaunya yaitu Thomas

More.Penulis buku Utopia ini menceritakan bahwa hukuman berat yang

dijatuhkan kepada penjahat pada waktu itu tidak berdampak banyak untuk

menghapuskan kejahatan yang terjadi.Untuk itu katanya harus dicari

sebab-musabab kejahatan dan menghapuskan kejahatan tersebut.38Bonger, memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidik gejala

kejahatan seluas-luasnya. Melalui definisi ini, Bonger membagi kriminologi

menjadi kriminologi murni yang mencakup:39

I.S. Susanto, 2011, Kriminologi, Genta Publising, Jakarta, hlm. 1.

38

Topo, dkk. 2001. Kriminologi. Raja Grafindo Persada: Jakarta

39

(32)

19

1. Antropologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat

dilihat dari segi biologisnya yang merupakan bagian dari ilmu alam.

2. Sosiologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai gejala

sosial. Pokok perhatianya adalah seberapa jauh pengaruh sosial bagi

timbulnya kejahatan (etiologi sosial)

3. Psikologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan dipandang dari

aspek psikologis. Penelitian tentang aspek kejiwaan dari pelaku kejahatan

antara lain ditujukan pada aspek kepribadianya.

4. Psipatologi kriminal dan neuropatologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan

tentang kejahatan yang sakit jiwa atau sakit sarafnya, atau lebih dikenal

dengan istilah psikiatri.

5. Penologi, yaitu ilmu pengetahuan tentang tumbuh berkembangnya

penghukuman, arti penghukuman, dan manfaat penghukuman. Disamping itu

terdapat kriminologi terapan seperti:

a. Hygiene kriminal, yaitu usaha yang bertujauan untuk mencegah

terjadinya terjadinya kejahatan.

b. Politik kriminal, yaitu usaha penanggulangan kejahatan dimana suatu

kejahatan telah terjadi.

c. Kriminalistik (policie scientific), yaitu ilmu tentang pelaksanaan

penyidikan teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan.

Kemudian menurut Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, merumuskan

kriminologi sebagai kesluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan

perbuatan jahat sebagai gejala sosial (The body of knowledge regarding crime as a

(33)

20

Menurut Sutherland, kriminologi mencakup proses-proses pembuatan hukum,

pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum. Kriminologi olehnya

dibagi menjadi tiga cabang ilmu utama yaitu:40

1. Sosiologi hukum

Kejahatan itu adalah perbuatan yang oleh hukum dilarang dan diancam dengan

suatu sanksi.Jadi yang menentukan bahwa suatu perbuatan itu kejahatan adalah

hukum. Disini menyelidiki faktor-faktor apa yang menyebabkan perkembangan

hukum (khususnya hukum pidana).

2. Etiologi kejahatan

Merupakan cabang ilmu kriminologi yang mencari sebab musabab dari kejahatan.

Etiologi kejahatan ditempatkan sebagai kejahatan yang paling utama dalam

kriminologi.

3. Penology

Pada dasarnya ilmu tentang hukuman, akan tetapi Sutherland memasukan hak-hak

yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan represif maupun

preventif.

Paul Moedigdo Moeliono, memberikan defenisi kriminologi sebagai ilmu

pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia. Paul

Moedigdo Moelino tidak sependapat dengan definisi yang diberikan Sutherland.

Menurutnya definisi itu seakan-akan tidak memberikan gambaran bahwa pelaku

kejahatan itu mempunyai andil atas terjadinya kejahatan, oleh karena terjadinya

kejahtaan bukan semata-semata perbuatan yang di tentang oleh masyarakat, akan

40

(34)

21

tetapi adanya dorongan dari si pelaku untuk melakukan perbuatan jahat yang

ditentang oleh masyarakat.41

Wolfgang, Savitz dan Jonhston, dalam The Sociology of Crime and Delinquency

memberikan definisi kriminologi sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang

kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan menganalisa secara

ilmiah keterangan-keterangan, keseragaman-keseragaman, pola-pola, faktor-faktor

kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku kejahatan serta reaksi

masyarakat terhadap keduanya.42

Suatau perbuatan baru dikatan sebagai kejahatan bila mendapatkan reaksi dari

masyarakat karena dianggap adanya sebuah batasan atau nilai yang di langgar

oleh si pelaku. Dalam suatu negara hukum suatu perbuatan akan dikatakan

sebagai kejahatan bila telah melanggar norma hukum yang di kodifikasikan,

namun hukum di suatu negara juga mengedepankan rasa yang ada di masyarakat,

jadi antara nilai-nalai yang di anggap benar oleh suatu masyarakat dan juga tolak

ukur dari hukum positif yang berlaku merupakan suatu indikator suatu perbuatan

bisa dikatakan sebagai pelanggaran, kejahatan, atau bukan kejahatan.

2. Kejahatan Ditinjau dari Segi Hukum

Kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh negara sebagai kejahatan

dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi.43Kejahatan sebagai suatu perilaku adalah suatu tindakan yang menyimpang, bertentangan dengan

hukum atau melanggar peraturan perundang-undangan dan merugikan masyarakat

(35)

22

baik dipandang dari segi kesusilaan, kesopanan dan ketertiban anggota

masyarakat.44Menurut Herman Mainheim, perumusan tentang kejahatan adalah perilaku yang dapat dipidana; kejahatan merupakan istilah teknis, apabila

terbukti.45

Kejahatan merupakan sesuatu yang dianggap bertentangan dengan rasa keadilan,

norma agama atau susila yang hidup pada suatu masyarakat pada umumnya atau

suatu masyarakat tertentu. Bisa saja pandangan tentang suatu perbuatan yang

dianggap kejahatan pada suatu masyarakat tertentu tapi, tidak pada masyarakat

yang lainya. Dengan mengacu pada hukum pidana, kejahatan serta pelakunya

relatif dapat diketahui, yakni mereka atau siapapun yang terkena rumusan norma

hukum pidana, dalam arti memenuhi unsur-unsur delik, mereka atau siapa saja

dianggap melakukan tindakan yang dapat dihukum(di Indonesia berarti sesuai

dengan KUHP atau peraturan perundang-undangan dilura KUHP).46

Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang

melanggar undang-undang atau hukum positif yang diakui secara legal.Tegasnya

bahwa perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam kaidah hukum,

dan tidak memenuhi atau melawan perintah-perintah yang telah ditetapkan dalam

kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat diaman yang bersangkutan hidup

dalam suatu kelompok masyarakat.Sitem hukum pidana Indonesia berpangkal

pada hukum yang sudah dikodifikasikan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana, kejahatan dirumuskan dalam pasal-pasal tertentu.Perbedaan yang

termasuk kejahatan (pelanggaran) menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,

44

Arbintoro Prakoso, 2013, Op., cit., hlm. 89.

45

Yesmil Anwar dan Adang, Op., cit., hlm. 179.

46

(36)

23

mutlak harus dirumuskan terlebih dahulu dalam undang-undang.Ketentuan ini

merupakan asas legalitas, yang merupakan upaya menjamin kepastian hukum.

Pada pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur

sebagai berikut “ Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana, melainkan atas

kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang yang ada lebih dulu dari

perbuatan itu”. Secara kriminologi yang berbasis sosiologi kejahatan merupakan

suatu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat (artinya harus ada pihak yang

dirugikan atau korban) dan satu pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi sosial

dari masyarakat.47 Menurut E.H. Sutherland, kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial, termasuk

didalamnya proses pembuatan undang-undang, pelanggaran undang-undang, dan

reaksi terhadap pelanggaran undang-undang.48

Definisi kejahatan menurut Kartono bahwa: “secara yuridis formal, kejahatan

adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan moral kemanusiaan (immoril),

merupakan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta

undang-undang pidana”. Definisi kejahahatan menurut kartono bahwa: “secara

sosiologis,kejahatan adalah semua ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang

secara ekonomis, politis dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat,

melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat

(baik yang telah tercakup dalam undang-undang, mapun yang belum tercantum

dalam undang-undang pidana).49

47

Muhammad Mustafa, Kriminologi. FISIP UI Press: Depok, 2007. Hal 16

48

I.S. Susanto, Kriminologi. Genta Publishing: Yogyakarta, 2011. Hal 1

49

(37)

24

Sejak kelahirannya, hubungan kriminologi dengan hukum pidana sangat erat,

artinya hasil-hasil penyelidikan kriminologi dapat membantu pemerintah dalam

menangani masalah kejahatan, terutama melalui studi dibidang etiologi kriminal

dan penologi.Disamping itu, dengan penelitian kriminologi dapat dipakai untuk

membantu pembuatan undang-undang pidana (kejahatan) atau pencabutan

undang-undang (dekriminalisasi), sehingga kriminologi sering disebut sebagai

“signal-wetenschap”.Kejahatan dalam masyarakat disebabkan karena beberapa faktor luar, sebagian besar disebabkan karena ketidak mampuan dan tidak adanya

keinginan dari orang-orang dalam masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan

norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

B.Kejahatan Dengan Kekerasan

Pengertian istilah kekerasan atau ia violencia di columbia, the vendetta

barbaricinadi Sardinia di italia, atau la vida nada di elsavador yang

ditempatkan dibelakang kata kejahatan sering menyesatkan khalayak. Karena

sering ditafsirkan seolah-olah sesuatu yang dilakukan dengan kekerasan dengan

sendirinya merupakan kejahatan.50Hal ini perlu dijernihkan. Menurut para ahli, kekerasan yang digunakan sedemikian rupa sehingga mengakibatkan terjadinya

kerusakan, baik fisik ataupun psikis, adalah kekerasan yang bertentangan dengan

hukum. Oleh karena itu merupakan kejahatan.51

Membicarakan kekerasan bukanlah suatu hal mudah, sebab kekerasan pada

dasarnya adalah merupakan tindakan agresif, yang dapat dilakukan oleh setiap

50

Romli Atmasasmita, 2013, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, PT Refika Aditama, Bandung, hlm. 65.

51

(38)

25

orang, misalnya tindakan memukul, menusuk, menendang, menampar, menggigit,

semua itu adalah bentuk-bentuk kekerasan.

Istilah kekerasan diagambarkan untuk menggambarkan sebuah perilaku baik yang

terbuka (overt) atau yang tertutup (covert), dan baik yang bersifat menyerang

(offensive), atau yang bersifat bertahan (deffense), yang disertai penggunaan

kekuatan kepada orang lain. Kejahatan diatas dapat digolongkan kepada kejahatan

kekerasan individual (perseorangan).sedangkan yag termasuk pada kejahatan

(kelompok) adalah perkelahian massa, perkelahian antara geng remaja yang

menimbulkan akibat kerusakan harta benda atau luka-luka berat atau kematian.

Selain kekerasan individu, kekerasan juga dapat dikatakan sebagai kekerasan

kolektif, seperti misalnya perkelahian masa.52

Kekerasan kolektif biasanya dilakukan oleh segerombolan orang (mob) dan

kumpulan orang banyak (crowd) dan dalam pengertian yang sempitnya dilakukan

oleh geng. Pada umumnya, kekerasan kolektif muncul dari situasi konkret yang

sebelumnya didahului oleh sharing gagasan nilai, tujuan, dan masalah bersama

dalam periode waktu yang lebih lama. Kekerasan kolektif primitif pada umumnya

bersifat non-politis, yang ruang lingkupnya terbatas pada suatu kelompok

komunitas lokal misalnya main hakim sendiri dalam bentuk pemukulan

penganiayaan lain ketika seorang tersangka pelaku kejahatan tertangkap warga di

wilayah tersebut. Kekerasan yang dilakukan untuk gagah-gahan atau lucu-lucuan

(just for fun).53

52

Ibid., hlm. 412.

53

(39)

26

C.Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan

Faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan menurut konggres ke- 8 PBB

Tahun 1990 di Hanava, Cuba, antara lain:54

a. Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan (kebodohan) ketiadaan atau

kekurangan perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta latihan yang

tidak cocok atau serasi;

b. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek (harapan)

karena proses integrasi sosial, juga karena memburuknya

ketimpangan-ketimpangan sosial;

c. Mengendurnya ikatan sosial dan keluarga;

d. Keadaan-keadaan/kondisi yang menyulitkan bagi orang-orang yang

beremigrasi ke kota-kota atau ke negara-negara lain;

e. Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan adanya

rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian/kelemahan di bidang sosial

kesejahteraan clan lingkungan pekerja;

f. Menurun atau mundurnya (kualitas) lingkungan perkotaan yang mendorong

peningkatan kejahatan dan berkurangnya pelayanan bagi tempat-tempat

fasilitas lingkungan/bertetangga;

g. Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern untuk

berintegrasi sebagai mana mestinya didalam lingkungan masyarakatnya,

keluarganya tempat kerjanya atau lingkungan sekolahnya;

h. Penyalahgunaan alkohol, obat bius dan lain-lain yang pemakaianya juga

diperlukan karena faktor-faktor yang disebut di atas;

54

(40)

27

i. Meluasnya aktivitas kejahatan terorganisasi, khususnya perdagangan obat bius

dan penadahan barang-barang curian;

j. Dorongan-dorongan (khususnya mass media) mengenai ide-ide dan sikap-sikap

yang mengarah pada tidak kekerasan, ketidak samaan (hak), atau sikap-sikap

tidak toleransi.

Edwin H. Sutherland dalam menjelaskan proses terjadinya perilaku kejahatan,

yaitu:55

1. Perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari secara negatif berarti

perilaku itu tidak diwarisi.

2. Perilaku kejahatan yang dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam

suatu proses komunikasi.

3. Bagian yang terpenting dalam proses mempelajari perilaku kejahatan ini

terjadi dalam kelompok personal yang intim.

4. Apabila perilaku kejahatan dipelajari maka yang dipelajri meliputi:

a. Teknik melakukan kejahatan.

b. Motif-motif tertentu, dorongan dan alasan-alasan pembenar dan perilaku

jahat tersebut.

5. Arah dari motif dan dorongan itu dipelajari melalui definisi-definisi dari

peraturan hukum.

6. Seseorang menjadi delinkuensi (nakal) karena akses dari pola-pola pikir yang

lebih melihat dari aturan hukum sebagai pemberi peluang dilakukannya

kejahatan daripada melihat hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan

dan dipatuhi.

55

(41)

28

7. Diferensi asosiasi bervariasi dalam hal frekuensi jangka waktu prioritas serta

intensitasnya.

8. Proses mempelajrai perilaku kejahatan yang diperoleh melalui hubungan

dengan pola-pola kejahatan dan inti kejahatan yang menyangkut seluruh

mekanisme yang lazim terjadi dalam suatu proses belajar pada umumnya.

9. Sementara perilaku kejahatan merupakam pernyataan kebutuhan dan nilai

umum, akan tetapi hal tersebut tidak dijelaskan oleh kebutuhan-kebutuhan

dan nilai-nilai umum itu, sebab perilaku yang bukan kejahatan juga

merupakan pernyataan dari kebutuhan dan nilai-nilai yang sama.

Pembahasan delinquent atau sub kultur yang banyak terdapat diantara anak

laki-laki kelas bawah didaerah-daerah pusat kota-kota besar. Ia membedakan tiga

bentuk sub kultur delinquent, yaitu:56

1) Criminal sub culture, suatu bentuk geng terutama melakukan pencurian,

pemerasan dan bentuk kejahatan lain dengan tujuan untuk memperoleh uang.

2) Conflict sub culture, suatu bentuk geng yang berusaha mencari status dengan

menggunakan kekerasan.

3) Retreatist sub culture, suatu bentuk geng dengan ciri-ciri penarikan diri dari

tujuan dan peranan yang kontroversial dan karenanya mencari pelarian

dengan menggunakan narkotika serta melakukan bentuk kejahatan yang

berhubungan dengan itu.

Ketiga pola sub kulturdelinquent tersebut tidak hanya menunjukan adanya dalam

perbedaan gaya hidup diantara anggotanya akan tetapi juga karena adanya

56

(42)

29

masalah-masalah yang berbeda bagi kepentingan kontrol sosial dan

pencegahanya. Mereka timbul dari proses-proses dan bagian-bagian yang berbeda

dari struktur sosial, seperti perbedaan dalam kepercayaan, nilai-nilai dalam aturan

tingkah laku bagi anggota-anggotanya. Tetapi ketiganya adalah serupa dalam hal

norma-norma tandingan yang menyebabkan tingkah laku anggotanya melarikan

diri dari norma yang berlaku pada masyarakat yang lebih luas. Cloward dan Ohlin

menyatakan bahwa timbulnya kenakalan remaja lebih ditentukan oleh

perbedaan-perbedaan kelas yang dapat menimbulkan hambatan-hambatan bagi anggotanya,

misalnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan, sehingga mengakibatkan

terbatasnya kesmpatan bagi anggotnya untuk mencapai aspirasinya.

D. Upaya-Upaya Penanggulangan Terhadap Kejahatan

Upaya penanggulangan kejahatan telah dilakukan oleh semua pihak, baik

pemerintah maupun masyarakat pada umumnya.Menurut Saparinah Sadli,

perilaku menyimpang itu merupakan ancaman yang nyata atau ancaman

norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial; dapat

menimbulakn ketegangan individual ataupun ketegangan-ketegangan sosial; dan

merupakan ancaman riil atau potensial bagi berlangsungya ketertiban sosial.57

Konstitusi mengamanatkan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah indonesia. Kalimat itu jelas merupakan suatu kewajiban

bagi pemerintah khususnya untuk melindungi, memberi rasa aman serta kepastian

hukum. Berbagi program serta kegiatan yang telah dilakukan dengan terus

mencari cara paling tepat dan efektif dalam mengatasi masalah tersebut. Dalam

57

(43)

30

kepustakaan asing penanggulangan kejahatan dikenal dengan berbagai istilah,

antara lain penal policy, criminal policy, atau strafrechts politik adalah suatu

usaha untuk menanggulangi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang

rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya guna.

Teori penanggulangan kejahatan menurut G.P. Hoefnagelf, ada tiga cara upaya

yang dapat ditempuh dalam menanggulangi kejahatan:58 a. Penerapan hukum pidana (criminal law application);

b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment);

c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan

melewati media massa.

Penanggulangan kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat

diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana hukum pidana maupun non

hukum pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan

untuk masa-masa yang akan datang. Upaya penanggulangan kejahatan melalui

jalur penal lebih menitikberatkan kepada sifat represif (penindakan,

pemberantasan dan penumpasan) setelah kejahatan terjadi.Segala tindakan yang

dilakukan oleh aparat penegak hukum setelah ada dugaan terjadinya tindak pidana

dengan bukti permulaan yang cukup.

Upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur non penal lebih bersifat

pencegahan terjadinya kejahatan, maka lebih ditekankan pada faktor-faktor

kondusif penyebab terjadinya kejahatan yang menitikberatkan pada masalah atau

kondisi-kondisi sosial.Kebijakan hukum kriminal merupakan bagian dari

58

(44)

31

kebijakan atau upaya rasional utuk menunjang atau mencapai tujuan kebijakan

sosial (politik sosial).Tujuan akhir kebijakan hukum kriminal adalah perlindungan

masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.Upaya penanggulangan

melalui jalur non penal dapat dilakukan dengan tindakan yang bersifat preventif

dan edukatif (pencegahan, penangkalan, pengendalian, penanggulangan).59

Upaya ini meliputi bidang-bidang yang sangat luas diseluruh sektor kebijakan

sosial. Upaya–upaya non penal meliputi penyantunan dana pendidikan dalam rangka mengembangkan tanggungjawab sosial warga masyarakat, penggarapan

jiwa kesehatan masyarakat melalui pendidikan moral, agama dan peningkatan

usaha-usaha kesejahteraan masyarakat. Tujuan utama penanggulangan kejahatan

dengan serana non penal yaitu memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu yang

harus diperbaiki berbagai aspek yang vital seperti, kebodohan (pendidikan) dan

kemiskinan (ekonomi).Kesemuanya itu sangat berpengaruh terhadap upaya

preventif terhadap kejahatan.

59

(45)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian di skripsi ini menggunakan pendekatan

yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif

yang dilakukan dengan cara mempelajari teori-teori dan konsep-konsep yang

berhubungan dengan masalah. Pendekatan yuridis empiris atau penelitian

sosiologi hukum, yaitu mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa sikap,

penilain, perilaku, pendapat, yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan

pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan penelitian dilapangan.

Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan sebagai upaya memahami persoalan

dengan tetap berada atau berdasrakan pada lapangan hukum, sedangkan

pendekatan yuridis empris dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan dan

pemahaman dari dalam penelitian berdasarkan realistis yang ada.

B.Sumber dan Jenis Data

Sumber data adalah tempat dimana data yang diperoleh berdasarkan data lapangan

dan data pustaka. Jenis data pada penulisan ini menggunakan dua jenis data yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber

(46)

33

lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penulisan. Penulis akan mengkaji

dan meneliti sumber data yang diperoleh dari hasil penelitian di wilayah hukum

polda Lampung, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan

dengan melakukan studi dokumen, arsip dan literatur-literatur dengan

mempelajari hal-hal bersifat teoritis, konsep-konsep dan pandangan-pandangan,

doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai

berikut:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat mengingat seperti Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) dan peraturan perundang-undangan lain yang berhubungan

dengan masalah yang dikaji dalam penelitian ini.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bersumber dari bahan-bahan hukum yang dapat membantu dalam menganalisis

serta memahami permasalahan dalam penelitian, seperti teori atau pendapat para

ahli yang tercantum dalam berbagai referensi atau literatur buku-buku hukum

(47)

34

c. Bahan Hukum Tersier

yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan

hukum primer dan sekunder, yang terdiri dari kamus, artikel atau berita serta

keterangan media massa sebagai pelengkap.

C.Penentuan Narasumber

Narasumber adalah orang yang memberi atau mengetahui secara jelas atau

menjadi sumber informasi.60 Narasumber dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Polisi pada Polsek Tanjung Karang Timur : 3orang

2. Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung : 1 orang

3. Pelaku perkelahian dan pengeroyokan : 2 orang

4. Tokoh masyarakat Kampung Bayur Bawah : 1orang

Jumlah : 7 orang

D.Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data penulisan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh data-data sekunder yang

dilakukan dengan serangkaian kegiatan berupa membaca, mencatat, mengutip

buku-buku sampai bahan-bahan dan informasi lain yang berhubungan dengan

penelitian yang dilakukan.

60

(48)

35

b. Studi lapangan (field research)

Studi ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data primer yang

dilakukan dengan menggunakan metode wawancara (interview). Wawancara

yang dilakukan adalah wawancara langsung, dimana penulis akan

mengadakan tanya jawab lisan secara terbuka dengan maksud untuk

mendapatkan keterangan atau jawaban yang bebas sehingga data yang

diperoleh dahulu mempersiapkan daftar pertanyaan sebagai pedoman

wawancara.

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, baik studi kepustakaan maupun studi lapangan, maka data

diproses melalui pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Editing yaitu memeriksa kembali kelengkapan jawaban, kejelasan, dan

relevansi dengan penelitian.

b) Evaluasi, yaitu memeriksa atas kelengkapan data dan kejelasanya,

konsistensinya dan relevansinya terhadap topik penulisan skripsi ini.

Sistematis data yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada setiap

pokok bahan secara sistematis.

E. Analisis Data

Dalam penelitian ini analisis data yang dilakukan ialah analisis kualitatif, yaitu

analisis yang dilakukan dengan cara menguraikan data dalam bentuk kalimat yang

tersusun secara sistematis, jelas dan terperinci yang kemudian diinterpretasikan

(49)

36

induktif, yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat khusus, kemudian menarik

(50)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan seluruh pembahasan dan analisis yang telah dilakukan oleh penulis

pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor penyebab terjadinya perkelahian dan pengeroyokan pada acara

hiburan organ tunggal di Bandar Lampung. Faktor internalnya adalah pribadi

yang terganggu yaitu meningkatnya agresivitas pelaku akibat penyalah gunaan

alkohol. Kurangnya kepatuhan hukum, dorongan-dorongan mengenai ide-ide

dan sikap-sikap yang mengarah pada tindak kekerasan, ketidak samaan hak,

atau sikap-sikap tidak toleransi. Faktor eksternalnya adalah penegak hukum

yaitu pembiaran yang dilakukan oleh polisi yang seharusnya membubarkan

hiburan yang diadakan hingga melebihi batas waktu yang telah ditentukan.

Lingkungan yang memberikan kesempatan untuk terjadinya perkelahian

bahkan pengeroyokan dikarenakan lingkungan sekitar mendukung digelarnya

hiburan organ tunggal hingga larut malam.

2. Upaya penanggulangan perkelahian dan pengeroyokan pada acara hiburan

organ tunggal. Upaya penal yaitu menangkap pelaku perkelahian atau

penegeroyokan. Menjatuhkan hukuman sesuia hukum yang berlaku di

(51)

71

pemasyarakatan. Upaya non penal atau preventif yang dapat dilakukan adalah

melakukan prosedur pengawasan sesuai dengan izin yang diberikan.

Penempatan polisi sebagai pasukan pengaman kamtibmas harus berseragam

sehingga memiliki dampak pencegahan, serta memberantas peredaran

minuman keras.

B. Saran

Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam skripsi ini,

maka penulis akan menyampaikan beberapa saran sebagai berikut :

1. pemerintah harus bisa memeberikan pendidikan dan lapangan pekerjaan

kepada masyarakat. Perlu adanya pemberantasan peredaran minuman

keras secara serius oleh pihak kepolisan pada lokasi digelarnya hiburan

organ tunggal. Perlu danya tindakan tegas apabila hiburan diakan

melebihi batas waktu yang telah disepakati pada surat izin mengadakan

hiburan.

2. Perlu adanya kerjasama yang lebih baik lagi antara pihak kepolisian

dengan lingkungan masyarakat hiburan akan diadakan. Perlu adanya

peraturan yang melarang pemutaran musik remix pada huburan organ

tunggal. Perlu adanya teguran atau tindakan tegas terhadap anggota

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Abdussalam, H.R. Desafuryanto, Adri. 2014. Criminology. Jakarta: PTIK.

Anwar, Yesmil. Adang. 2010. Kriminologi. Bandung: PT Refika Aditama.

Hamzah, Andi.2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Penerbit Sinar Grafika.

H. , Muchsin. 2006. Ikhtisar Ilmu Hukum. Jakarta: Badan Pener bit Iblam.

Mustafa, Muhammad. 2007. Kriminologi. Depok: FISIP UI Press.

Nawawi Arief , Barda. 2011. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Jakarta: kencana.

Prakoso, Abintoro. 2013. Kriminologi dan Hukum Pidana. Yogyakarta: Laksabang Grafika.

Santoso, Topo. 2001. Kriminologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum dan Survei. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Susanto, I.S. 2011. Kriminologi. Jakarta: Genta Publising.

_ _ _ _ _, I.S. 2011.Kriminologi. Yogyakarta: Genta Publishing.

Sudarto. 1983. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Alumni.

Tim penyusun. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia ed.3-cet.3. Jakarta : Balai Pustaka.

(53)

73

Penelusuran website

http://www.Lampung-news.com

http:www.indosiar.com

http://javanewsonline.com

http://www.haluanlampung.com

http://buser.liputan6.com

http://news.liputan6.com

http://putusan.mahkamahagung.go.id

http://lampost.co

http://javanewsonline.com

http://www.negarahukum

http://drh.chaidir.net

http://instruktur-musik.blogspot.com/2011/10/pengertian-keyboard.html diakses

Gambar

Tabel Jumlah Perkara Perkelahian dan Pengeroyokan pada Acara Hiburan

Referensi

Dokumen terkait

Religious identity is especially salient for Urban people with college education and a higher economic status.. National identity is more salient for male, rural people with a

Pada Tahun yang sama, Zhu Yuan Zhang menobatkan dirinya menjadi Kaisar dengan Gelar Kaisar Ming Tai Zu [ 明太祖 ] dan menyebutkan Dinasti yang baru didirikannya tersebut menjadi

Selain itu, kamu juga belajar membaca teks percakapan dengan lafal dan intonasi yang tepat.. Kamu juga belajar menulis karangan

772/Menkes/Per/IX/88No.1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN FREKUENSI KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG

Pada hari ini, 6HQLQ tanggal OLPD belas bulan Juli tahun dua ribu tiga belas (1-07-2013), Panitia Pengadaan Barang/Jasa Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi Tahun Anggaran 2013

Dari hasil analisis data didapatkan bahwa persepsi konsumen tentang merek sepeda motor Honda sangat baik sedangkan perse.. ekuitas merek sepeda motor

a. Mengenal lingkungan sosial sekolah secara cermat dan menyeluruh, meliputi aspek fisik, tata administratif, serta tata kurikuler dan kegiatan kependidikan. Menerapkan