SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MICHAEL TOMMY 110200488
DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DI TINJAU DARI HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA (Studi Kota Medan)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
MICHAEL TOMMY 110200488
DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Disetujui Oleh
Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara
SURIA NINGSIH, SH., M.Hum NIP. 196002141987032002
Pembimbing I Pembimbing II
Suria Ningsih, SH., M.Hum Afrita, SH., M.Hum NIP. 196002141987032002 NIP. 197104301997022001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DI TINJAU DARI HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA (Studi Kota Medan) *Michael Tommy
**Suria Ningsih ***Afrita
Pajak hiburan adalah salah satu sumber pendapatan daerah yang diandalkan pemerintah kota untuk pembiayaan pembangunan. Betapa tidak, Kota Medan yang merupakan salah satu kota wisata saat ini yang dimana terdapat banyaknya tempat hiburan seperti mall, tempat karaoke, tempat tontonan film bioskop, klub malam, pagelaran seni dan sebagainya.
Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah pengaturan pajak hiburan di Kota Medan. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2011 tentang Pajak Hiburan Ditinjau Dari Hukum Admnistrasi Negara. Kendala dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan Ditinjau Dari Hukum Admnistrasi Negara.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu dengan pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan yang kemudian mengadakan analisa terhadap masalah yang dihadapi tersebut. Metode penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
Pengaturan pajak hiburan di Kota Medan, Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi DaerahUndang-Undang No.34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2011 tentang Pajak Hiburan Ditinjau Dari Hukum Admnistrasi Negara. Pendaftaran dan Pendataan Wajib Pajak hiburan Pendaftaran dan pendataan Wajib Pajak hiburan adalah proses awal sebelum obyek Pajak hiburan dikenakan pajak, yaitu merupakan proses pengumpulan data subyek dan obyek pajak yang nantinya akan digunakan untuk melakukan penilaian dan penetapan Pajak hiburan. Apa kendala dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan Ditinjau Dari Hukum Admnistrasi Negara antara lain :Kesadaran Hukum Masyarakat Kesadaran hukum tersebut ditunjang oleh pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap produk hukum tersebut. Partisipasi dan Laporan dari Masyarakat Kurangnya dukungan masyarakat terhadap program-program yang ada, karena pandangan masyarakat yang berpendapat bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan masalah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, yang seharusnya menjadi tanggung jawab semua pihak di dalam masyarakat.
Kata Kunci: Implementasi, Perda, Pajak Hiburan * Mahasiswa
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini
berjudul IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 7 TAHUN
2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DI TINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (Studi Kota Medan)
Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Prof. DR. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM selaku pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum
Administrasi Negara dan sekaligus Dosen Pembimbing I penulis yang
6. Ibu Afrita, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang telah
memberikan pengarahan dalam proses pengerjaaan skripsi ini.
7. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
yang telah memberikan ilmu khususnya dalam bidang hukum.
8. Kedua orang tua penulis Ayahanda Alm Bornok Napitupulu dan Ibunda
Mariani Rospita Aruan, yang selalu memberikan dukungan baik secara
moril maupun material sehingga terselesaikanya skripsi ini.
9. Teman-Teman stambuk 2011, Adinda Mahrani, Putry Dessy, Siti
Khairunnisa, Jhordy Moses, Michael Tommy, Ernanda Gurning, Oktafia
sitanggang, Canra Sinambela, Anggita Purba, Robby Silaban, Tyan Dewi,
inaldi Aruan, dan Prionanta Silaen.
10. yang telah mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis selama
masa perkuliahan sampai selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan.
Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada pembaca skripsi ini karena
keterbatasan pengetahuan dari penulis. Besar harapan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada
kita semua dan semoga doa yang telah diberikan mendapatkan berkah dari Tuhan
Yang Maha Esa
Medan, 14 Mei 2015 Hormat Saya
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ...
A. Latar Belakang ...
B. Perumusan Masalah ...
C. Tujuan Penulisan ...
D. Manfaat Penulisan ...
E. Keaslian Penulisan ...
F. Metode Penelitian ...
G. Sistematika Penulisan ...
BAB II PENGATURAN PAJAK HIBURAN DI KOTA MEDAN ...
A. Tinjauan Umum Tentang Pajak ...
B. Pajak Hiburan sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah ..
C. Pengaturan Pajak Hiburan di Kota Medan ...
BAB III IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 7
TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DITINJAU DARI HUKUM ADMNISTRASI NEGARA ...
A. Gambaran Umum Kota Medan ...
B. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011
Tentang Pajak Hiburan ...
C. Pengawasan terhadap Peraturan Daerah Nomor 7
D. Sanksi Administratif terhadap Peraturan Daerah
Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan ...
BAB IV KENDALA DALAM IMPLEMENTASI PERATURAN
DAERAH NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DITINJAU DARI HUKUM
ADMNISTRASI NEGARA ...
A. Kendala dalam Pelaksanaan Peraturan Daerah
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan ...
B. Upaya dalam mengatasi Kendala dalam Pelaksanaan
Peraturan Daerah Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...
A. Kesimpulan ...
B. Saran ...
ABSTRAK
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DI TINJAU DARI HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA (Studi Kota Medan) *Michael Tommy
**Suria Ningsih ***Afrita
Pajak hiburan adalah salah satu sumber pendapatan daerah yang diandalkan pemerintah kota untuk pembiayaan pembangunan. Betapa tidak, Kota Medan yang merupakan salah satu kota wisata saat ini yang dimana terdapat banyaknya tempat hiburan seperti mall, tempat karaoke, tempat tontonan film bioskop, klub malam, pagelaran seni dan sebagainya.
Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah pengaturan pajak hiburan di Kota Medan. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2011 tentang Pajak Hiburan Ditinjau Dari Hukum Admnistrasi Negara. Kendala dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan Ditinjau Dari Hukum Admnistrasi Negara.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu dengan pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan yang kemudian mengadakan analisa terhadap masalah yang dihadapi tersebut. Metode penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
Pengaturan pajak hiburan di Kota Medan, Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi DaerahUndang-Undang No.34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2011 tentang Pajak Hiburan Ditinjau Dari Hukum Admnistrasi Negara. Pendaftaran dan Pendataan Wajib Pajak hiburan Pendaftaran dan pendataan Wajib Pajak hiburan adalah proses awal sebelum obyek Pajak hiburan dikenakan pajak, yaitu merupakan proses pengumpulan data subyek dan obyek pajak yang nantinya akan digunakan untuk melakukan penilaian dan penetapan Pajak hiburan. Apa kendala dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan Ditinjau Dari Hukum Admnistrasi Negara antara lain :Kesadaran Hukum Masyarakat Kesadaran hukum tersebut ditunjang oleh pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap produk hukum tersebut. Partisipasi dan Laporan dari Masyarakat Kurangnya dukungan masyarakat terhadap program-program yang ada, karena pandangan masyarakat yang berpendapat bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan masalah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, yang seharusnya menjadi tanggung jawab semua pihak di dalam masyarakat.
Kata Kunci: Implementasi, Perda, Pajak Hiburan * Mahasiswa
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara hukum dan negara yang sedang berkembang
yang berusaha mengejar ketertinggalannya untuk menjadi negara maju dengan
konsep pembangunan. Dalam pelaksanaan pembangunan keterlibatan negara dan
warga negara dalam segala bidang sangat diharapkan.perkembangan Negara
Indonesia telah menghasilkan pembangunan yang pesat dalam kehidupan nasional
yang perlu dilanjutkan dengan dukungan pemerintah dan seluruh potensi
masyarakat. Oleh karena itu pemerintah menepatkan pungutan-pungutan berupa
pajak sebagai salah satu perwujudan kewajiban kewarganegaraan yang merupakan
sarana peran serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan
agar pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri
berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat dibidang
perpajakan harus selalu ditunjang dengan iklim yang mendukung peran aktif
masyarakat serta pemahaman hak dan kewajiban dalam melaksanakan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan
untuk melaksanakan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pajak dipungut
dari warga Negara Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban yang dapat
dilakukan oleh masyarakat bersama-sama pemerintah.Oleh karena itu peran
masyarakat dalam pembiayaan pembangunan harus terus ditumbuhkan dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kewajibanya membayar pajak
Pajak dipungut oleh negara untuk dipergunakan menjalankan tugas rutin,
dan pembangunan yang memerlukan biaya. Disamping itu pajak tidak hanya
berfungsi sebagai alat mengatur perekonomian. Kebijakan dalam bidang
perpajakan yang efektif dapat berperan untuk menjaga keseimbangan ekonomi
dan inflasi. Kebijakan dalam bidang perpajakan tersebut mempunyai peranan
penting dalam keadilan sosial,alokasi sumber-sumber,distribusi pendapatan dan
akumulasi modal,lebih dari itu, kebijakan perpajakan tersebut, dapat berperan
untuk mendidik rakyat berkesadaran politik dan bernegara adalah kerelaan
berkorban untuk kepentigan negara, salah satunya adalah kerelaan membayar
pajak.
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sebagaimana
yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 perubahan
atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
diikuti dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah timbul
hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang, sehingga perlu dikelola
dalam suatu sistem pengelolaan keuangan dan merupakan elemen pokok dalam
Percepatan pelaksaanaan otonomi daerah sebagai implementasi
Undang-undang Nomor 32 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang-undang
Nomor 34 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah telah bergulir di daerah. Banyak harapan yang dimungkinkan dari
penerapan otonomi daerah, seiring dengan itu tidak sedikit pula masalah,
tantangan, dan kendala yang dihadapi oleh daerah.
Melalui otonomi diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan
seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan tidak terlalu aktif mengatur
daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu memainkan peranannya dalam
membuka peluang memajukan daerah dengan melakukan identifikasi potensi
sumber-sumber pendapatannya dan mampu menetapkan belanja daerah secara
ekonomi yang wajar, efektif, efesien, termasuk kemampuan perangkat daerah
meningkatkan kinerja, mempertanggungjawabkan kepada pemerintah atasnya
maupun kepada publik / masyarakat.
Pajak pada mulanya merupakan upeti (pemberian secara cuma-Cuma
tetapi sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan dan harus
dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat). Ketika itu, rakyat memberikan upetinya
kepada raja atau penguasa dalam bentuk natura, berupa padi, ternak atau hasil
tanaman lainnya seperti pisang, kelapa dan lain-lain. Pemberian yang dilakukan
rakyat saat itu digunakan untuk keperluan /kepentingan raja atau penguasa
setempat.1
1 Wirawasan B. Ilyas dan Ricahrd Burton, Hukum Pajak (Jakarta: Salemba Empat, 2010)
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2 Kata-kata bersifat memaksa
dan tidak mendapatkan imbalan secara langsung, menunjukkan
ketidaksimpetrisan hubungan antar negara dan masyarakat (dalam hal ini
penbayaran pajak).
Pajak hiburan adalah salah satu sumber pendapatan daerah yang
diandalkan pemerintah kota untuk pembiayaan pembangunan. Betapa tidak, Kota
Medan yang merupakan salah satu kota wisata saat ini yang dimana terdapat
banyaknya tempat hiburan seperti mall, tempat karaoke, tempat tontonan film
bioskop, klub malam, pagelaran seni dan sebagainya. Dengan adanya fenomena
ini seharusnya bisa menjadikan pajak hiburan sebagai sumber penerimaan daerah
yang potensial bagi Pendapatan Asli Daerah di Kota Medan.
Dari latar belakang inilah penulis ingin melakukan penyusunan skripsi
dengan judul “Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang
Pajak Hiburan Ditinjau Dari Hukum Admnistrasi Negara (Studi Di Kota Medan)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
2 Haula Rosiana, Pengantar Ilmu Pajak (Kebijakan dan Implementasi di Indonesia
1. Bagaimana pengaturan pajak hiburan di Kota Medan?
2. Bagaimana implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2011 tentang
Pajak Hiburan Ditinjau Dari Hukum Admnistrasi Negara ?
3. Apa kendala dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011
Tentang Pajak Hiburan Ditinjau Dari Hukum Admnistrasi Negara ?
C. Tujuan dam Manfaat Penulisan
1. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengaturan pajak hiburan di Kota Medan
b. Untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2011
tentang Pajak Hiburan Ditinjau Dari Hukum Admnistrasi Negara ?
c. Untuk mengetahui kendala dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor
7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan Ditinjau Dari Hukum Admnistrasi
Negara
2. Manfaat penulisan
Manfaat penulisan skripsi ini antara lain sebagai berikut :
a. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi kalangan akademis
dalam menambah pengetahuan serta menjadi masukan bagi
peneliti-peneliti selanjutnya dalam meneliti sektor pajak hiburan. Dapat menambah
cara mengaplikasikan teori-teori yang didapat selama perkuliahan dalam
pembahasan masalah pengelolaan pajak.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini secara praktis diharapkan berguna sebagai bahan masukan
dan referensi bagi Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan untuk lebih
mengefektifkan pengelolaan pajak hiburan.
D. Keaslian Penulisan
Keaslian penelitian skripsi ini benar merupakan hasil dari pemikiran
penulis dengan mengambil panduan dari buku-buku, dan sumber lain yang
berkaitan dengan judul dari skripsi penulis, ditambah sumber riset dari lapangan
di Kantor Pajak Kota Medan. Dalam kesempatan ini penulis akan membahas
tentang Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak
Hiburan Ditinjau Dari Hukum Admnistrasi Negara (Studi Di Kota Medan) yang
diajukan dalam rangka memenuhi tugas-tugas dan syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum. Judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Oleh karena itu penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas segala
kritikan dan masukan yang sifatnya membangun guna penyempurnaan hasil
penelitian
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pajak daerah
Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada
pemerintah daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan
Daerah. Pajak pusat diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk ke
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pajak Daerah yang diatur
dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, terdiri atas 5 jenis pajak daerah provinsi dan 11 jenis pajak daerah
Hiburan/kota adalah sebagai berikut
Jenis Pajak provinsi terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok.
Jenis Pajak Hiburan/kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Hiburan;
e. Pajak Penerangan Jalan;
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.3
2. Fungsi Pajak Daerah
Pajak daerah adalah bentuk pajak yang dipungut oleh negara yang
pelaksanaan pemungutannya diserahkan kepada daerah. Maka pajak daerah
merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah dalam konteks
Negara Kesatuan Republik Indonesia, oleh karena itu pelaksanaannya tetap diatur
dalam peraturan perundangan-undangan. Dalam hal pemungutannya secara
konstitusional Undang Undang Dasar 1945 menentukan sebagai berikut: Pasal 5
ayat (1) yang menyatakan: "Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang
Undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Pasal 18 yang
menyatakan: “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas Kota, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang Undang”. “Dewan Perwakilan
Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang Undang”. Pasal 23 ayat (2)
3 Undang-Undang Republik Indonesia , Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
menyatakan: “ Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang Undang.
Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang
Pemerintahan Daerah, di antara pasal-pasalnya menentukan antara lain :
1. Pasal 157 yang menyatakan bahwa Sumber Pendapatan Daerah terdiri dari :
a. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu :
1) Hasil Pajak Daerah;
2) Hasil Retribusi Daerah;
3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
4) Lain-Lain PAD yang sah.
b. Dana Perimbangan.
c. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang sah.
2. Pasal 158 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pajak daerah dan retribusi daerah
ditetapkan dengan Undang Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Daerah (Perda).
Pada dasarnya dengan berlakunya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014,
tentang Pemerintahan Daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan
pembangunan daerah, maka dalam hal ini fungsi pemungutan pajak daerah dan
retribusi daerah adalah sebagai berikut:4
a. Fungsi anggaran (Fungsi budgeter), Sebagai sumber pendapatan negara,
pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk
menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan,
4 Djafar Saidi, Pembaharuan Hukum, Pajak edisi revisi, (Jakarta: Rajagrafindo Persada
negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan
pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja
pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk
pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah,
yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama
diharapkan dari sektor pajak
b. Fungsi mengatur (fungsi regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan
pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal,
baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas
keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri,
pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
c. Fungsi investasi, yang dimaksud dengan fungsi investasi adalah wajib
pajak telah menyisihkan sebagian pengahsilan atau kekayaan untuk
kepentingan Negara maupun daerah. Sebenarnya pajak yang dibayar
merupakan peran serta wajib pajak menanamkan modal agar dapat
3. Pajak Hiburan
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.5 Pajak Hiburan
adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Selain itu, Pajak Hiburan dapat pula
diartikan sebagai pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan. Dalam
pemungutan Pajak Hiburan terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui.
terminologi tersebut antara lain:
a. Hiburan adalah semua jenis pertunjukkan, permainan, permainan ketangkasan,
dan atas keramaian dengan nama dan bentuk apa pun, yang ditontotn atau
dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk
penggunaan fasilitas untuk berolahraga.
b. Penyelenggara hiburan adalah orang pribadi atau badan yang bertindak baik
untuk atas namanya sendiri atau badan yang bertindak baik untuk atas
namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi
tanggungannya dalam menyelenggarakan suatu hiburan.
c. Penonton atau pengunjung adalah setiap orang yang menghadiri suatu hiburan
untuk melihat dan atau mendengar atau menikmatinya atau menggunakan
fasilitas yang disediakan oleh penyelenggara hiburan, kecuali penyelenggara,
karyawan, artis (para pemain), dan petugas yang menghadiri untuk melakukan
tugas pengawasan.
d. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima dalam
bentuk apa pun untuk harga pengganti yang diminta atau seharusnya diminta
5 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan, Pasal 1
wajib pajak sebagai penukar atas pemakaian dan atau pembelian jasa hiburan
serta fasilitas penunjangnya termasuk pula semua tambahan dengan nama apa
pun juga yang dilakukan oleh wajib pajak yang berkaitan langsung dengan
penyelenggaraan hiburan. Termasuk dalam pengertian pembayaran adalah
jumlah yang diterima atau seharusnya diterima, termasuk yang akan diterima,
antara lain pembayaran yang dilakukan tidak secara tunai.
e. Tanda masuk adalah semua tanda atua alat atau cara yang sah dengan nama
dan dalam bentuk aapa pun yang dapat digunakan untuk menonton,
menggunakan fasilitas, atau menikmati hiburan. Tanda atau alat atau cara
yang sah adalah berupa tanda masuk yang dilegalsasu oleh Dinas Pendapatan
Daerah Hiburan/Kota. Termasuk tanda masuk di sini adalah tanda masuk
dalam bentuk dan dengan nama apa pun, misalnya karcis, tiket undangan,
kartu langganan, kartu anggota (membership), dan sejenisnya.
f. Harga tanda masuk, selanjutnya disingkat HTM, adalah bayaran nilai uang
yang tercantum pada tanda masuk yang harus dibayar oleh penonton atau
pengunjung.
4. Kedudukan Pajak dalam Hukum Administrasi Negara
Dalam ilmu hukum terdapat pembagian hukum ke dalam dua macam yaitu
Hukum Privat dan Hukum Publik. Penggolongan ke dalam Hukum Privat dan
Hukum Publik itu tidak lepas dari isi dan sifat hubungan yang diatur, hubungan
mana bersumber dari kepentingan- kepentingan yang hendak dilindungi.
yang bersifat umum (publik). Hubungan hukum itu memerlukan pembatasan yang
jelas dan tegas yang melingkupi hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari dan
terhadap siapa orang itu berhubungan.
Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur tiap – tiap hubungan di antara
negara atau alat-alat negara sebagai pendukung kekuasaan penguasa di satu pihak
dengan warga negara pada umumnya di lain pihak atau setiap hukum yang
mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya, begitu pula
hubungan antara alat-alat perlengkapan negara yang satu dengan alat-alat
perlengkapan negara yang lain. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Hukum
Publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara atau
perlengkapannya dengan perseorangan (warga negara) yang satu dengan
warganya atau hukum yang mengatur kepentingan umum, seperti Hukum Pidana,
Hukum Tata Negara dan lain sebagainya.6 Hukum Privat adalah hukum yang
mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lain atau mengatur
kepentingan individu, seperti Hukum Perdata, Hukum Dagang dan lain
sebagainya. Hukum Administrasi Negara itu merupakan bagian dari Hukum
Publik karena berisi pengaturan yang berkaitan dengan masalah-masalah
kepentingan umum. Kepentingan umum yang dimaksud adalah kepentingan
nasional (bangsa), masyarakat dan negara.
6 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogakarta: Gajah
F. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu
dengan pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan yang kemudian
mengadakan analisa terhadap masalah yang dihadapi tersebut. Metode penelitian
hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang
mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tersier. 7
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif. Penelitian yuridis normatif yakni penelitian yang dilakukan dan
diajukan pada berbagai peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai
literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi.
2. Sumber Data
Di dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan data primer dan
data skunder. Metode pengumpulan data primer adalah dengan melakukan
wawancara dengan Kepala Unit Pelaksanaan Teknis Wilayah IV Dinas
Pendapatan Kota Medan.
Pengumpulan data skunder dibagi tiga, yaitu:
a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yang bersifat
mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang, yaitu Peraturan
Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan.
b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang menunjang bahan hukum
primer seperti pendapat ahli hukum.
7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta. Universitas Indonesia,
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus
besar bahasa Indonesia, Kamus Hukum, Ensiklopedia.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Library Research (Studi Kepustakaan) yaitu mempelajari dan menganalisa
secara sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan, catatan
kuliah dan sumber lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas
dalam skripsi ini.
b. Field Research (Studi Lapangan) yaitu penelitian yang dilakukan secara
langsung ke lapangan, perolehan data ini dilakukan dengan cara
wawancara langsung dengan pimpinan Dinas Pajak Kota Medan.
4. Analisis data
Dalam penelitian ilmu hukum aspek empiris dikenal dua model analisis
yakni, analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Jenis penelitian yang
dilakukan penulis adalah penelitian hukum empiris dengan jenis pendekatan
penelitian deskriptif, maka teknis analisis data yang penulis lakukan dalam skripsi
ini adalah teknis analisis data kualitatif atau disebut deskriptif kualitatif.
Keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder,
akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistimatis,
digolongkan dalam pola dan tema, diketagorisasikan dan diklasifikasikan,
dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi untuk
memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari
Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian
data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan
analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif
dan sistimatis.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terbagi ke dalam bab-bab yang
menguraikan permasalahannya secara tersendiri, di dalam suatu konteks yang
saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Penulis membuat sistematika dengan
membagi pembahasan keseluruhan ke dalam Hiburanbab terperinci adapun
bagiannya, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian serta
sistematika penulisan.
BAB II PENGATURAN PAJAK HIBURAN DI KOTA MEDAN
Bab ini berisikan tentangan tinjauan umum tentang pajak, pajak
hiburan sebagai salah satu pendapatan asli daerah dan pengaturan
pajak hiburan di Kota Medan.
BAB III IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 7 TAHUN
2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DITINJAU DARI HUKUM
Bab ini berisikan Gambaran Umum Kota Medan, implementasi
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan,
Pengawasan terhadap Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011
Tentang Pajak Hiburan dan Sanksi Administratif terhadap
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan
BAB IV KENDALA DALAM IMPLEMENTASI PERATURAN
DAERAH NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK
HIBURAN DITINJAU DARI HUKUM ADMNISTRASI
NEGARA
Bab ini berisikan Kendala dalam Pelaksanaan Peraturan Daerah
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan dan
upaya dalam mengatasi Kendala dalam Pelaksanaan Peraturan
Daerah Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak
Hiburan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan bab terakhir dari isi skripsi ini. Pada bagian ini, penulis
mengemukakan kesimpulan dan saran yang didapat sewaktu
penulis mengerjakan skripsi ini mulai dari awal hingga pada
D. Tinjauan Umum Tentang Pajak
Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan dasar hukum pungutan pajak di indonesia yang berbunyi “pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang.8
Beberapa pendapat sarjana tentang pengertian pajak antara lain :
P.J.A Adriani (diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo Pajak adalah
iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang
menyelengarakan pemerintahan”9
Pengertian pajak juga di kemukakan oleh Anderson (Muhammad Djafar
Saidi, 2010:30) yang mengemukakan bahwa :“tax is a compulsory contributon,
levied by the state (in the broad sense) upon persons property income and
privileges for purposes of defraying the expences of government (pajak adalah
pembayaran yang bersifat memaksa kepada negara yang dibebankan pada
pendapatan kekayaan seseorang yang diutamakan untuk membiayai pengeluaran
pemerintah”
8 R Santoso Brotodiharjo. Pengatar Ilmu Hukum Pajak. (Bandung: Rafika Aditama
2003), hal 2
9
Menurut Mr. Dr. N.J Feldman dalam bukunya De overheidsmidsmiddelen
van Indonesia, Leiden 1949, Belastigen Zijn Overheid (Volgen Algemene
doorhaar vastgesteelde nomen) verschuldigde afwigbarepresstties waar
tegenprestagie tegonever staat en uitsluiend dienen tot decking van uitgaven,
pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa
(menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum) tanpa adanya
kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran umum.10
Selain itu juga MJH. Smeets (1951) yang disadur oleh Diaz Priantara
:“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma -norma
umum dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat
ditunjukan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk menbiayai pengeluaran
pemerintahan.11
Defenisi pajak juga dikemukakan menrut ahli hukum perancis, termuat
dalam buku karya Leroy Beaulieu yang berjudul Traite de la Science des
Finances, 1906:“Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak
langsung yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang,
untuk menutup belanja pemerintah”.12
Dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun
2009 Tentang Pajak daerah dan Restribusi Daerah, defenisi pajak adalah sebagai
berikut :“Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib
kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
10
Erly Suandi, Hukum Pajak, empat, edisi 5 (Bandung: Salemba, 2011) hal 8.
11Diaz Priantara. Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. (Jakarta: Djambatan, 2000),hal 2
12 Adrian Sutedi. Hukum Pajak dan Retribusi Daerah. (Bogor: Graha Indonesia, 2008),
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak sebagai suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan
Negara karena suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan
kedudukan tertentu, Pungutan tersebut bukan sebagai hukuman, tetapi menurut
peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan. Untuk
itu, tidak ada jasa balik dari Negara secara langsung misalnya untuk memelihara
kesejahteraan umum.13
Dari definisi-definisi tersebut di atas, mengemukakan beberapa unsur
pokok dalam perpajakan, yakni :14
a. Iuran atau pungutan
Dilihat dari segi arah arus dana pajak, jika arah datangnya pajak berasal
dari wajib pajak, maka pajak disebut sebagai iuran sedangkan arah datangnya
kegiatan untuk mewujudkan pajak tersebut berasal dari pemerintah, maka pajak
sebagai pungutan.
b. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang salah satu karakteristik pokok dari
pajak adalah bahwa pemungutannya harus berdasarkan undang-undang. Hal
ini disebabkan karena pada hakekatnya pajak adalah beban yang harus dipikul
oleh rakyat banyak, sehingga dalam perumusan tentang macam, jenis dan
berat ringan nyata arif pajak itu, rakyat harus ikut serta menentukan dan
13 Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum pajak, Edisi satu (Malang: Alumni,
2006), hal 5
menyetujui, melalui wakil-wakilnya di Parlemen atau Dewan Perwakilan
Rakyat.
c. Pajak dapat dipaksakan fiskus mendapat wewenang dari undang-undang untuk
memaksa wajib pajak supaya mematuhi melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Kekuasaan tersebut dapat dilihat dengan adanya ketentuan
sanksi-sanksi administratif maupun sanksi pidana fiskal dalam
Undang-Undang Perpajakan, khususnya dalam Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009. Fiskus juga mendapatkan wewenang dari undang-undang untuk
mengadakan tindakan memaksa Wajib Pajak dalam bentuk penyitaan harta,
baik harta tetap maupun harta bergerak. Bahkan dalam sejarah hukum pajak di
Indonesia dikenal adanya lembaga sandera atau gijzeling, yakni Wajib Pajak
yang pada dasarnya mampu membayar pajak, akan tetapi selalu menghindar
dengan berbagai dalih untuk tidak membayar pajak, maka fiskus dapat
menyandera wajib pajak yang bersangkutan dalam memasukkannya ke dalam
kurungan.
d. Tidak menerima atau memperoleh kontraprestasi secara langsung ciri khas
utama dari pajak adalah Wajib Pajak yang membayar pajak tidak menerima
atau memperoleh jasa timbal balik atau kontra prestasi dari Pemerintah
(without receipt of special benefit of equal value; without reference to special
benefit conferred). Jika seorang wajib pajak membayar pajak penghasilan,
maka fiskus tidak akan memberi apapun kepadanya sebagai jasa timbalbalik.
e. Untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah pajak itu dipergunakan
pemerintah. Dana yang diterima dari pemungutan pajak dalam
pengertian/definisi-definisi pajak tidak pernah ditujukan untuk sesuatu
pengeluaran yang khusus
Fungsi pajak menurut Erly Suandy ada dua, yaitu:15
1. Fungsi Budgeter;
2. Fungsi Mengatur;
Fungsi yang pertama, dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut memasukan
uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk mebiayai
pengeluaran-pengeluaran negara.Dalam upaya meningkatkan penerimaan
perpajakan, pemerintah secara konsisten melakukan berbagai upaya pembenhan
baik aspek kebijakan maupun aspek sistem dan administrasi perpajakan melalui
hal-hal berikut :
a. Amandemen undang-undang perpajakan.
b. Modernsisasi kantor pajak.
c. Ekstensifikasi dan intensifikasi.
d. Extra effort dalam pemeriksaan dan penagihan pajak.
e. Pembangunan data base terintegrasi.
f. Penyediaan layanan melalui pemanfaatan teknologi informasi.
g. Penegakan kode etik pegawai untuk meningkatkan kedisiplinan dan Good
Governance aparatur pajak.
15
Sedangkan fungsi yang kedua yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk
mengatur masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan
tujuan tertentu. Pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dapat
dilihat dalam contoh sebagai berikut.
a. Pemberian intensif pajak (misalnya tax holiday, penyusutan dipercepat)
dalam rangka meningkatkan investasi baik investasi dalam negeri maupun
investasi asing.
b. Pengenaan ekspor pajak untuk produk-produk tertentu dalam rangka
memenuhi kebutuhan dalam negeri.
c. Pengenaan bea masuk dan pajak penjualan atas barang mewah untuk
produk-produk tertentu dalam rangka melindungi produk-produkdalam
negeri.
Disamping kedua fungsi diatas, pajak masih mempunyai tujuan-tujuan lain
seperti untuk retribusi pendapatan dan menanggulangi inflasi. Dalam buku An
Inquiry into the nature and causes of the wealth of nation yang ditulis oleh Adam
Smith pada abad ke 18 mengajarkan tentang asas-asas pemungutan pajak yang
dikenal dengan nama four cannons atau the four maxims dengan uraian sebagai
berikut:16
1. Equality
Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang dengan
kemapuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya dibawah
perlindungan pemerintah. Dalam hal equility ini tidak diperbolehkan suata negara
mengadakan diskriminasi diantara sesama wajib pajak. Dalam keadaan yang sama
wajib pajak harus diperlakukan sama dalam keadaan berbeda wajib pajak harus
diperlakukan berbeda.
2. Certainty
Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak kenal kompromi
(not arbitary). Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai
subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya
3. Convenience of payment
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak,
yaitu saat dekat dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan
pajak.
4. Economic of collection
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat mungkin, jangan sampai
biaya pemungutan pajak lebih besar dari pada penerimaan pajak itu sendiri.Karena
tidak ada artinya pemungutan pajak kalau biaya yang dikeluarkan lebiyh besar
dari pada penerimaan pajak yang akan diperoleh.
Beberapa teori yang memberikan dasar pembenaran untuk menjawab
penelitian penulis dihubungan dengan Perda No 7 tahun 2010 tentang Pajak
Daerah di Kota Medan sesuai dengan teori pemungutan pajak, yaitu :
Teori Gaya Pikul. Teori ini mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus sesuai
dengan kekuatan dari membayar dari si wajib pajak (individu-indvidu) jadi
tekanan semua pajak-pajak harus sesuai dengan daya pikul si wajib pajak dengan
belanja siwajib pajak tersebut. W.J. de Langen berpendapat dalam bukunya, daya
pikul adalah besarnya kekuatan seseorang untuk dapat mencapai pemuasan
kebutuhan setinggi-tingginya, setelah dikurangi dengan yang mutlak pada
kebutuhan primer (biaya hidup yang sangat mendasar). Kekuatan untuk
menyerahkan uang kepada negara (pajak) barulah ada, jika kebutuhan primer
untuk hidup telah tersedia. Hak manusia pertama adalah hak untuk hidup, maka
sebagai analisir yang pertama adalah minimum kehidupan (bestaans minimum).
Mr. A.J. Cohen Stuart berpendapat bahwa, daya pikul diumpamakan
sebuah jembatan, yamg pertama-tama harus memikul bobotnya sendiri sebelum
dicoba untuk dibebani dengan beban yang lain. Beliau menyarankan bahwa yang
sangat diperlukan dalam kehidupan tidak dimasukan kedalam daya pikul.
Kekuatan untuk menyerahkan uang kepada negara barulah ada jika
kebutuhan-kebutuhan primer untuk hidup sudah tersedia. Kelemahan dari teori ini adalah
sulitnya menentukan secara tepat daya pikul seeorang karena akan berbeda dan
selalu berubah-ubah.
E. Pajak Hiburan sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah
Pengertian dari pendapatan daerah adalah segala sesuatu yang menjadi hak
daerah dan dapat diakui sebagai penambahan nilai kekayaan murni pada periode
tahun anggaran yang bersangkutan. Sumber pendapatan daerah secara luas dapat
diartikan tidak hanya penerimaan yang berasal dari Pemerintah Pusat, yang dalam
prakteknya dapat berbentuk bagi hasil pungut pusat atau bntuan/subsidi langsung
Berdasarkan Undang-Undang No.32 Tahun 2004, Sumber pendapatan
Daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan. Berikut ini
adalah uraiannya secara berurutan
a. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari
sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penda
patan Asli Daerah, terdiri dari:
1) Pajak Daerah
2) Retribusi Daerah
3) Laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
5) Dana Perimbangan Menurut Pasal 1 Undang-undang No.33 Tahun 2004,
pengertian dari Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari
pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Perimbangan terdiri atas:
1) Dana Bagi Hasil, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berdasarkan angka presentase
yang dialokasikan kepada daerah yang mendanai kebutuhan daerah dalam
2) Dana Alokasi Umum, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan
untuk pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
3) Dana Alokasi Khusus, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan
kepada daerah-daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus
yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas sosial.
F. Pengaturan Pajak Hiburan di Kota Medan
Pemungutan Pajak Hiburan di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar
hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak
yang terkait. Dasar hukum pemungutan pajak hiburan pada suatu Hiburan atau
kota adalah sebagaimana di bawah:
1. Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
2. Undang-Undang No.34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas
Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
3. Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
4. Peraturan Daerah Kota Medan No. 7 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan
Pasal 2 ayat (1) Setiap penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran
jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. (3) Termasuk objek pajak
hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. tontonan film;
b. pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana;
c. kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya;
d. pameran;
e. diskotik, karaoke, klub malam dan sejenisnya;
f. sirkus, akrobat, dan sulap;
g. permainan bilyar, golf, bowling;
h. pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan;
i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan
j. Pertandingan olah raga.
(4) Tidak termasuk dalam objek pajak hiburan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) adalah penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran,
seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat,
kegiatan keagamaan dan sejenisnya.
Pasal 3 ayat (1) Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan
yang menikmati hiburan. (2) Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau
ADMNISTRASI NEGARA
E. Gambaran Umum Kota Medan
Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi Sumatera
Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis
secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan
sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan
pemerintah daerah.
Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab
berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat
dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia,
Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan
diperkirakan memiliki pangsa pasar barangasa yang relatif besar. Hal ini tidak
terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007
diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis
dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota
Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan
regional rasional.
Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja
sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang
secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota
termasuk pilihan-pilihan disesuaikan dengan dinamika pembangunan kota, luas
wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan.
Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal
29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha,
meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan
dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor
66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas
menjadi tiga kali lipat. Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi
26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan
luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam
Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan
pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan.
Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH
Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996
tentang pendefisitan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992
tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II
Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21
Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan
secara sosial ekonomis akibat penanaman modal (investasi). Secara administratif,
wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah
Hiburan Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah
Utaranya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan
salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia.
Hiburan Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan
Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan.
Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya
Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli
Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini
menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai
kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat
dengan daerah-daerah sekitarnya.
Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat
Malaka, Maka kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu
masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik
maupun luar negeri (ekspor - impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah
mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu
F. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan
Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pelaksaan atau
penerapan. Istilah implementasi biasanya dikaitkan dengan suatu kegiatan yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Kamus Webster, merumuskan
bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for
carryingout (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu), to give practicia
effect to (menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu). Pengertian tersebut
mempunyai arti bahwa untuk mengimplementasikan sesuatu harus disertakan
sarana yang mendukung yang nantinya akan menimbulkan dampak atau akibat
terhadap sesuatu itu.Pengertian implemntasi di atas apabila dikaitkan dengan
kebijakan adalah bahwa sebenarnya kebijakan itu hanya dirumuskan lalu dibuat
dalam suatu bentuk positif seperti undang-undang dan kemudian didiamkan dan
tidak dilaksanakan atau diimplementasikan, tetapi sebuah kebijakan harus
dilaksanakan atau diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang
diinginkan.
Implementasi pemungutan pajak hiburan sebagai usaha untuk menjawab
sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011, di
implementasikannya program pemungutan pajak hiburan ini tidak terlepas dari
berbagai kepentingan yang berhubungan dengan dana, material dan orang yang
terlibat dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak Hiburan ini. Dana dalam
persoalan pemungutan adalah menyangkut penerimaan keuangan Negara melalui
dalam pemungutan maupun material sebagai objek pajak. Sementara itu orang
yang dimaksudkan adalah orang sebagai pegawai pelaksana pemungut dan orang
sebagai objek pajak.
Proses pelaksanaan pemungutan Pajak hiburan merupakan kebijaksanaan
daerah yang sangat menarik untuk diperhatikan dalam upaya meningkatkan
penerimaan keuangan daerah namun dalam penerapannya di lapangan banyak
mengalami kesulitan terutama persoalan yang menyangkut ketetapan wajib pajak
dan realisasinya. Ada enam kategori hambatan yang dapat menghadang jalan
untuk mencapai sasaran kebijakan dan program, yaitu: hambatan fisik, hambatan
hukum, hambatan organisasional, hambatan politik, hambatan distribusi dan
hambatan anggaran17. Apabila dikaitkan dengan program pemungutan pajak
Hiburan, maka kecendrungan hambatan yang terjadi dapat meliputi; hambatan
hukum dan hambatan organisasional mengingat organisasi yang tidak optimal dari
pelaksanaan pajak hiburan serta lemahnya penegakan hukum yang diterapkan.18
Pendaftaran dan Pendataan Wajib Pajak hiburan Pendaftaran dan
pendataan Wajib Pajak hiburan adalah proses awal sebelum obyek Pajak hiburan
dikenakan pajak, yaitu merupakan proses pengumpulan data subyek dan obyek
pajak yang nantinya akan digunakan untuk melakukan penilaian dan penetapan
Pajak hiburan. Tujuannya adalah untuk mengetahui jumlah Wajib Pajak hiburan
dan berapa omset yang dimiliki oleh masing-masing Wajib Pajak Hiburan sebagai
dasar penetapan Pajak hiburan untuk setiap Wajib Pajak hiburan. Sesuai dengan
asas self assessment, yaitu suatu asas yang memberikan kepercayaan kepada
17
Winarno Budi, Kebijakan Publik Teori dan Proses, (Yogyakarta: Media Pressindo,, 2007), hal 29
Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban serta memenuhi haknya di bidang
perpajakan maka Pemerintah Daerah Kota Medan telah memberikan kepercayaan
kepada Wajib Pajak hiburan yang ada di Kota Medan menunaikan kewajiban dan
haknya tersebut. Salah satu pemberian kepercayaan tersebut adalah dengan
memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mendaftarkan sendiri subyek
dan obyek Pajak Hiburan ke Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Kota Medan.
Pendaftaran sendiri oleh Wajib Pajak dilakukan dengan cara mengambil
Formulir Pendaftaran Wajib Pajak, mengisinya dengan jelas, benar dan lengkap,
kemudian ditanda tangani oleh wajib pajak, selanjutnya diserahkan kembali ke
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Medan. Apabila
pengisiannya benar dan lampirannya lengkap, dalam Daftar Formulir Pendaftaran
diberi tanda dan tanggal penerimaan dan selanjutnya dicatat dalam Daftar Induk
Wajib Pajak, Daftar Wajib Pajak hiburan, serta dibuatkan Kartu Nomor Pokok
Wajib Pajak Daerah (NPWPD). Tetapi apabila belum lengkap, formulir
pendaftaran dan lampirannya dikembalikan kepada Wajib Pajak untuk dilengkapi.
Mengingat beragamnya tingkat pendidikan dan pengetahuan wajib pajak serta
tingkat kesadaran Wajib Pajak, maka belum seluruhnya wajib pajak yang ada di
Kota Medan dapat melaksanakan sendiri kewajibannya untuk mendaftarkan obyek
pajak yang dikuasai/dimilikinya. Oleh karena itu untuk memberikan pelayanan
yang lebih baik, maka Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota
Medan mengadakan kegiatan pendaftaran dan pendataan Wajib Pajak dengan asas
yang dilakukan oleh pejabat bidang pendapatan kantor DPPKA(fiscus) dimana
Wajib Pajak lebih bersifat pasif. Menurut Kepala Bidang Pendapatan dinyatakan
bahwa “Kegiatan pendaftaran lebih ditujukan pada upaya memperoleh data
tentang Wajib Pajak, termasuk data jumlah obyek pajak yang dikuasai, sedangkan
kegiatan pendataan lebih ditujukan pada upaya memperoleh data tentang obyek
pajak”.Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Medan, dalam
melakukan pendaftaran dan pendataan Wajib Pajak Hiburan dengan sistem
Official Assessment dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Pendaftaran
2. Pendataan
Penetapan dan pemungutan Pajak hiburan adalah merupakan proses tindak
lanjut kegiatan pendataan dalam rangkaian proses pemungutan Pajak Hiburan,
yaitu merupakan proses penghitungan berapa jumlah pajak terhutang yang harus
dibayar oleh Wajib Pajak Hiburan atas dasar kartu data. Berdasarkan Peraturan
Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Pasal 4 ayat (1) dan (2) bahwa Dasar
pengenaan pajak hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya
diterima oleh penyelenggara hiburan, Jumlah uang yang seharusnya diterima
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk potongan harga dan tiket
cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa hiburan
Sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Daerah Kota Medan No. 7 Tahun 2011
tentang Pajak Hiburan besarnya Tarif Pajak Hiburan sebagai berikut :
2. Pagelaran kesenian, musik/tari dan/atau busana dikenakan pajak 10% (sepuluh
persen) dan pagelaran kesenian yang bersifat tradisional yang perlu dilindungi
dan dilestarikan karena mengandung nilai-nilai tradisi yang luhur dikenakan
pajak 5% (Hiburanpersen);
3. Kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya dikenakan 30% (tiga puluh
persen);
4. Pameran dikenakan 10% (sepuluh persen);
5. Diskotik, klab malam, golf dan bowling dikenakan pajak 35% (tiga puluh
Hiburanpersen);
6. Karaoke dikenakan pajak 30% (tiga puluh persen);
7. Sirkus, akrobat, sulap dan sejenisnya dikenakan pajak 10% (sepuluh persen);
8. Permainan bilyard yang menggunakan AC (air conditioner) dikenakan pajak
20% (dua puluh persen), dan permainan bilyard yang tidak menggunakan AC
dikenakan pajak 15% (Hiburanbelas persen),
9. Pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan dikenakan
pajak 20% (duapuluh persen);
10.Panti pijat, refleksi, mandi uap, sauna/SPA dan pusat kebugaran/fitness
dikenakan pajak 35% (tiga puluh Hiburanpersen);
G. Pengawasan terhadap Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan
Pengawasan secara umum diartikan sebagai suatu kegiatan administrasi
yang bertujuan mengandalkan evaluasi terhadap pekerjan yang sudah diselesaikan
apakah sesuai dengan rencana atau tidak. Karena itu bukanlah dimaksudkan untuk
mencari siapa yang salah satu yang benar tetapi lebih diarahkan kepada upaya
untuk melakukan koresi terhadap hasil kegiatan. Pengawas mempunyai peranan
yang penting dalam manajemen kepegawaian. Ia mempunyai hubungan yang
terdekat dengan pegawai-pegawai perseorangan secara langsung dan baik
buruknya pegawai bekerja sebagian besar akan tergantung kepada betapa
efektifnya ia bergaul dengan mereka.
Terry dan Leslie menyatakan bahwa Pengawasan adalah dalam bentuk
pemeriksaan untuk memastikan, bahwa apa yang sudah dikerjakan adalah juga
dimaksudkan untuk membuat sang manajer waspada terhadap suatu persoalan
potensial sebelum persoalan itu menjadi serius.19 Sarwoto menyatakan bahwa : ”
Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar
pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang
dikehendaki20
Iman dan Siswandi mengemukakan bahwa pengawasan adalah sebagai
proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai.
Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai yang
19
Terry, R, George dan Leslie W, Rue, Dasar-dasar Manajemen, edisi bahasa Indonesia, cetakan ketigabelas, Penerbit: Bumi Aksara, Jakarta, 2010, hal 232
20 Sarwoto, Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen, cetakan keenambelas, Ghalia
direncanakan. Pengertian ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat
antara perencanaan dan pengawasan.21
Pelaksanaan pengawasan terhadap perda oleh pejabat yang berwenang
selama ini selain memperhatikan kriteria khusus, dan alasan-alasan dalam rangka
mencegah pelaksanaan pengawasan tersebut, juga dilakukan berdasarkan pada
kriteria-kriteria yang ditentukan, antara lain dalam bentuk Surat Mendagri yang
dikaitkan dengan syarat teknis dan proses perundang-undangan atau bentuk luar
dari suatu perda.22
Pelaksanaan pengawasan terhadap perda ini hanya dilakukan perubahan
pada susunan konsideran dan bahasa, sementara asas-asas formal dan asas-asas
materil maupun “kriteria umum” serta asas-asas penyelenggaraan pemerintahan
yang baik pada umumnya tidak diperhatikan.23 Pelaksanaan pengawasan selama
ini tidak ditentukan secara tegas perda yang tidak memerlukan pengawasan,
sehingga dalam praktik untuk memperoleh kepastian hukum bagi daerah,
nampaknya semua perda diajukan untuk memperoleh pengesahan dan sebagai
syarat untuk dapat diundangkan atau berlakunya suatu perda agar sesuai dengan
tertib hukum yang berlaku.24
Demikian juga, sifat dan bentuk pelaksanaan pengawasan terhadap perda
banyak mengikuti keputusan-keputusan yang ditentukan atau dibuat oleh pejabat
21
Siswandi dan Indra Iman, Aplikasi Manajemen Perusahaan, edisi kedua, Penerbit : Mitra Wicana Media, Jakarta, 2009, hal 95
22 Soehino, Hukum Tata Negara (Penyusunan dan Penetapan Peraturan Daerah),
(Yogyakarta, Liberty ,1998), hal.40
23 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, ”Temu Kenal Citra
Hukum dan Penerapan Azas-azas Hukum Nasional”, Rumusan Hasil Seminar dalan Majalah Hukum Nasional, Edisi Khusus No. 1 tanggal 22 – 24 Mei 1995, hal. 167
24 Bagir Manan, Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Tingkat
berwenang yang memperoleh atribusi dari UU dan merangkap sebagai wakil
pemerintah dalam bentuk pedoman, bimbingan, arahan dan konsultasi, sehingga
pelaksanaan pengawasan terhadap perda tidak mengikuti ketentuan dalam tingkat
undang-undang , melainkan tunduk pada aturan yang dikeluarkan atau berlaku
dalam lingkungan organisasi di mana pejabat berwenang berada sebagai pelaksana
asas dekonsentrasi.
Perluasan sifat dan bentuk-bentuk pelaksanaan pengawasan terhadap perda
selama ini telah membuat suatu perda telah sesuai dengan tertib hukum yang
berlaku dan hampir tidak ada perda yang dilakukan pengawasan represif, karena
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.
Dengan kata lain, dengan adanya pelaksanaan pengawasan terhadap perda
pajak hiburan dan berlakunya perda selama ini hampir tidak mendatangkan
pertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi. Sifat dan bentuk-bentuk pelaksanaan pengawasan tersebut telah
membuat pula kewenangan daerah otonom untuk mengatur sesuatu urusan
pemerintah menjadi sangat tergantung pada pejabat yang berwenang, sehingga
keleluasaan dan kemandirian daerah membentuk perda dalam rangka otonomi
daerah tidak ada. Dengan kata lain, otonomi daerah tidak ada berada pada daerah,
melainkan berada pada pejabat berwenang, sehingga telah membuat hubungan
hirarkis dengan Pemerintah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dalam
Pengawasan adalah menentukan apa yang telah dicapai, mengevaluasi dan
menerapkan tindakan korektif, jika perlu memastikan hasil yang sesuai dengan
rencana. Pengertian pengawasan yang lain adalah kegiatan untuk menilai suatu
pelaksanaan tugas secara dovacto, sedangkan tujuannya terbatas pada
pencocokan. Apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolak ukur
yang telah ditetapkan sebelumnya. Jadi, pengawasan merupakan proses kegiatan
pemantauan, evaluasi dan membandingkan apa yang direncanakan dengan apa