• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

KARAKTERISTIK PENDERITA KEJANG DEMAM PADA BALITA RAWAT INAP DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2010-2011

Oleh: SYAFNI RANI NIM. 081000085

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA KEJANG DEMAM PADA BALITA RAWAT INAP DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2010-2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh: SYAFNI RANI NIM. 081000085

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : KARAKTERISTIK PENDERITA KEJANG DEMAM PADA BALITA RAWAT INAP DI RSUD Dr.PIRNGADI MEDAN TAHUN 2010-2011

Nama Mahasiswa : Syafni Rani Nomor Induk Mahasiswa : 081000085

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan : Epidemiologi

Tanggal Lulus : 25 Oktober 2012

Disahkan Oleh Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH Drs. Jemadi, M.Kes NIP. 19490417 197902 1 001 NIP.19640404 199203 1 005

Medan, Desember 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Kejang demam merupakan gangguan neurologis yang sering ditemukan pada balita. Dua sampai lima persen anak di dunia yang berumur ≤5 tahun pernah mengalami kejang demam. Lebih dari 90% terjadi pada anak usia <5 tahun. Insidens tertinggi kejang demam terjadi pada usia dua tahun pertama.

Untuk mengetahui karakteristik penderita kejang demam pada balita rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series. Populasi dan sampel berjumlah 110 orang (total sampling). Data diperoleh dari rekam medik, analisa data dengan uji Chi-square, T-test dan ANOVA.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa proporsi tertinggi penderita kejang demam pada balita berdasarkan umur adalah pada kelompok umur 1 -3 tahun 57,3%; laki-laki 57,3% dengan seks rasio 1,3:1 ; berat badan lahir normal 94,6%; status gizi baik 85,5%; riwayat kejang demam sebelumnya 38,0%; penyakit yang menyertai tonsilofaringitis 37,1%; demam pada kejang demam dengan suhu >38°C -39°C 40,9%; kejang demam sederhana 59,1%; obat-obatan dan lab 81,8%; lama rawatan rata-rata 4 hari; biaya sendiri 59,1%; pulang sembuh 50,0%.

Tidak ada perbedaan proporsi klasifikasi kejang demam berdasarkan umur (p=0,111); tidak ada perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan klasifikasi kejang demam (p=0,206); tidak ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan klasifikasi kejang demam (p=0,916); ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,000).

Kepada RSUD Dr.Pirngadi Medan agar lebih melengkapi data pasien pada kartu status. Diharapkan adanya edukasi pada ibu yang memiliki anak balita agar dapat mencegah anaknya dari kejang demam ketika demam, dan kepada ibu yang memiliki anak dengan riwayat kejang demam agar dapat mencegah terjadinya kejang demam berulang dengan cara segera memberikan antipiretik dan antikonvulsan kepada anaknya ketika mulai demam.

(5)

ABSTRACT

Febrile convulsion is the commonest neurologis disorder in children under five years. Two to five percent of children in the world have a febrile convulsion when ≤5 years old. More than 90% occur when under five years old. The highest incidence occur when two years first life of children.

To determine the characteristic of children ≤5 years old with febrile convulsion were hospitalized in Dr. Pirngadi Region General Hospital Medan in 2010-2011 with research descriptive case series design. Population and sample numbered 110 person (total sampling). Data obtained from medical records, analyze data using Chi-square, T-test and ANOVA.

The results obtained that the children ≤ 5 years with febrile convulsion the

There was no difference in the proportion of febrile convulsion classification based age (p=0,111); there was no difference in the proportion of sex based febrile convulsion classification (p=0,206); there was no difference in the average treatment time is based on the classification of febrile convulsion (p = 0,916); there was difference in the average treatment time is based on the state of coming home (p=0,000).

To Dr. Pirngadi Region General Hospital Medan, in order listing more complete patient data on the status card. Suggested there are education for children under five’s mother in order can prevent her children from febrile convulsion when fever, and for mother who have children with febrile convulsion history in order can prevent febrile convulsion reccurence with way giving antipyretic and anticonvulsion to her children when start fever.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Syafni Rani

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 31 Agustus 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak ke : 3 dari 5 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Garu IV Gg. Ikhlas No. 128A Medan

Riwayat Pendidikan

1. 1996-2002 : SD Negeri 067090 Medan

2. 2002-2005 : MTs AL-ULUM Medan

3. 2005-2008 : SMA Negeri 6 Medan

4. 2008-2012 : Fakultas Kesehatan Masyarakat

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Karakteristik

Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD. Dr.Pirngadi Medan Tahun 2010-2011.” Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada ayahandaku Pangidoan Simatupang

dan ibunda tercinta Nurlaili Jamila Harahap, S.Pd. yang telah membesarkan,

membimbing dan mendidik penulis dengan kasih sayang serta memberikan dukungan

dan do’a kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

Terima kasih kepada dosen pembimbing I Bapak Prof.dr.Sori Muda

Sarumpaet,M.PH dan dosen pembimbing II Bapak Drs. Jemadi, M.Kes, serta dosen

penguji I Ibu drh.Hiswani,M.Kes dan dosen penguji II Bapak dr. Heldy BZ, M.PH.

Yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberi saran, kritikan,

bimbingan serta masukan kepada penulis untuk penyempurnaan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku dekan Fakultas Kesehatan

(8)

2. Ibu Ir. Kalsum, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah

membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di FKM USU

3. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Direktur dan Kepala Bagian Rekam Medik RSUD Dr. Pirngadi Medan beserta

staf yang telah memberikan izin penelitian dan telah membantu penulis dalam

menyelesaikan penelitian.

5. Seluruh Dosen serta Staf FKM USU

6. Kepada keluargaku terkasih : ayahanda, ibunda, kakandaku Gusti Khairani,

abangdaku Dedi Yansyah, serta adindaku Septania Oniza dan Elnada Iklila

yang telah memberikan bantuan, dorongan semangat, dan do’a yang tidak

pernah putus dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Buat sahabat-sahabatku anak TAPANULI : Pivit, Ayu, Lista, Yuni, Nisa,

Ami, Uci, dan Almh. Anggi, terima kasih telah menjadi sahabatku dan mau

berbagi suka duka selama masa perkuliahan ini .

8. Buat teman-teman seperjuangan peminatan epidemiologi stambuk 2008,

terima kasih atas kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini

dapat berguna bagi pembaca dan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi peneliti

selanjutnya.

Medan, Oktober 2012 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

2.5.1. Disribusi Frekuensi Kejang Demam ... 10

2.5.2. Determinan Kejang Demam ... 11

2.6. Komplikasi Kejang Demam ... 14

2.6.1. Kejang Demam Berulang... 14

2.6.2. Kerusakan Neuron Otak ... 15

2.6.3. Retardasi Mental... 15

2.6.4. Epilepsi ... 15

2.6.5. Hemiparesis ... 16

2.7. Pencegahan Kejang Demam ... 16

2.7.1. Pencegahan Primordial ... 16

2.7.2. Pencegahan Primer ... 17

2.7.3. Pencegahan Sekunder ... 17

(10)

BAB 3 KERANGKA KONSEP ... 20

5.2.1. Sosiodemografi Penderita Kejang Demam pada Balita . . 28

5.2.2. Berat Badan Lahir Penderita Kejang Demam ………. .... 29

5.2.3. Status Gizi Penderita Kejang Demam ... 29

5.2.4. Status Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Penderita Kejang Demam ……… ... 30

5.2.5. Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Penderita Kejang Demam ………… ... 31

5.2.6. Penyakit yang Menyertai Penderita Kejang Demam…… 31

5.2.7. Tinggi Demam Penderita Kejang Demam ... 32

5.2.8. Klasifikasi kejang Demam ... 33

5.2.9. Penatalaksanaan Medis ... 33

5.2.10.Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kejang Demam ... 34

5.2.11.Sumber Biaya Penderita Kejang Demam ... 35

5.2.12.Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Kejang Demam... 35

5.3. Analisa Statistik……… .. 36

5.3.1. Klasifikasi Kejang Demam BerdasarkanUmur. ………. 36

5.3.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam ……… ... 37

5.3.3. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam... 38

5.3.4. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang …………... 39

(11)

BAB 6 PEMBAHASAN ... 41

6.1. Analisa Deskriptif……….. . 41

6.1.1. Sosiodemografi Penderita Kejang Demam pada Balita .. 41

6.1.2. Berat Badan Lahir Penderita Kejang Demam ……… ... 44

6.1.3. Status Gizi Penderita Kejang Demam ... 46

6.1.4. Status Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Penderita Kejang Demam ……… ... 47

6.1.5. Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Penderita Kejang Demam ... 48

6.1.6. Penyakit yang Menyertai Penderita Kejang Demam ... 50

6.1.7. Tinggi Demam Penderita Kejang Demam ... 51

6.1.8. Klasifikasi kejang Demam ... 53

6.1.9. Penatalaksanaan Medis ... 54

6.1.10.Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kejang Demam ... 55

6.1.11.Sumber Biaya Penderita Kejang Demam ... 56

6.1.12.Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Kejang Demam... 57

6.2.Analisa Statistik………. .. 59

6.2.1. Klasifikasi Kejang Demam Berdasarkan Umur ………. 59

6.2.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam ……… ... 60

6.2.3. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam ... 61

6.2.4. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ………… ... 62

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Sosiodemografi Rawat Inap di RSUD Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2010-2011...28

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Berat Badan Lahir Rawat Inap di RSUD Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2010-2011... 29

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Status Gizi Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2010-2011 ... 30

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Status Riwayat Kejang Demam Sebelumnya

Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011... 30

Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Rawat

Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 31

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Penyakit yang Menyertai Rawat Inap di RSUD

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 32

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Tinggi Demam Rawat Inap di RSUD Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2010-2011... 32

Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam Rawat Inap di RSUD

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 33

Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Penatalaksanaan Medis Rawat Inap di RSUD Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2010-2011... 34

Tabel 5.10. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun

(13)

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Sumber Biaya Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2010-2011 ... 35

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Rawat Inap di RSUD

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 36

Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Klasifikasi Kejang Demam Berdasarkan Umur Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di

RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 36

Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam Rawat

Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 37

Tabel 5.15. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam Rawat Inap di

RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun2010-2011 ... 38

Tabel 5.16. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Rawat Inap di

RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 39

Tabel 5.17. Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 6.1. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Umur di RSUD Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2010-2011... 41

Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin di

RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun2010-2011 ... 42

Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Berat Badan Lahir

Tercatat di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun2010-2011 ... 44

Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Status Gizi di RSUD

Dr. Pirngadi Medan Tahun2010-2011 ... 46

Gambar 6.5. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Status Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Tercatat di RSUD Dr.

Pirngadi Medan Tahun2010-2011... 47

Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Tercatat di RSUD Dr. Pirngadi

Medan Tahun2010-2011 ... 49

Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Penyakit yang Menyertai Tercatat di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun

2010-2011 ... 50

Gambar 6.8. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Tinggi Demam di

RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun2010-2011 ... 51

Gambar 6.9. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Klasifikasi Kejang

Demam di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 53

Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Penatalaksanaan

(15)

Gambar 6.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di

RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 56

Gambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu

Pulang di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun2010-2011 ... 57

Gambar 6.13. Diagram Bar Proporsi Klasifikasi Kejang Demam Berdasarkan Umur Penderita Kejang Demam Pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun

2010-2011 ... 59

Gambar 6.14. Diagram Bar Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun

2010-2011 ... 60

Gambar 6.15. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun

2010-2011 ... 61

Gambar 6.16. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun

2010-2011 ... 62

Gambar 6.17. Diagram Bar Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Master Data

Lampiran 2 : Output Master Data

Lampiran 3 : Surat Permohonan Izin Penelitian

(17)

ABSTRAK

Kejang demam merupakan gangguan neurologis yang sering ditemukan pada balita. Dua sampai lima persen anak di dunia yang berumur ≤5 tahun pernah mengalami kejang demam. Lebih dari 90% terjadi pada anak usia <5 tahun. Insidens tertinggi kejang demam terjadi pada usia dua tahun pertama.

Untuk mengetahui karakteristik penderita kejang demam pada balita rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series. Populasi dan sampel berjumlah 110 orang (total sampling). Data diperoleh dari rekam medik, analisa data dengan uji Chi-square, T-test dan ANOVA.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa proporsi tertinggi penderita kejang demam pada balita berdasarkan umur adalah pada kelompok umur 1 -3 tahun 57,3%; laki-laki 57,3% dengan seks rasio 1,3:1 ; berat badan lahir normal 94,6%; status gizi baik 85,5%; riwayat kejang demam sebelumnya 38,0%; penyakit yang menyertai tonsilofaringitis 37,1%; demam pada kejang demam dengan suhu >38°C -39°C 40,9%; kejang demam sederhana 59,1%; obat-obatan dan lab 81,8%; lama rawatan rata-rata 4 hari; biaya sendiri 59,1%; pulang sembuh 50,0%.

Tidak ada perbedaan proporsi klasifikasi kejang demam berdasarkan umur (p=0,111); tidak ada perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan klasifikasi kejang demam (p=0,206); tidak ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan klasifikasi kejang demam (p=0,916); ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,000).

Kepada RSUD Dr.Pirngadi Medan agar lebih melengkapi data pasien pada kartu status. Diharapkan adanya edukasi pada ibu yang memiliki anak balita agar dapat mencegah anaknya dari kejang demam ketika demam, dan kepada ibu yang memiliki anak dengan riwayat kejang demam agar dapat mencegah terjadinya kejang demam berulang dengan cara segera memberikan antipiretik dan antikonvulsan kepada anaknya ketika mulai demam.

(18)

ABSTRACT

Febrile convulsion is the commonest neurologis disorder in children under five years. Two to five percent of children in the world have a febrile convulsion when ≤5 years old. More than 90% occur when under five years old. The highest incidence occur when two years first life of children.

To determine the characteristic of children ≤5 years old with febrile convulsion were hospitalized in Dr. Pirngadi Region General Hospital Medan in 2010-2011 with research descriptive case series design. Population and sample numbered 110 person (total sampling). Data obtained from medical records, analyze data using Chi-square, T-test and ANOVA.

The results obtained that the children ≤ 5 years with febrile convulsion the

There was no difference in the proportion of febrile convulsion classification based age (p=0,111); there was no difference in the proportion of sex based febrile convulsion classification (p=0,206); there was no difference in the average treatment time is based on the classification of febrile convulsion (p = 0,916); there was difference in the average treatment time is based on the state of coming home (p=0,000).

To Dr. Pirngadi Region General Hospital Medan, in order listing more complete patient data on the status card. Suggested there are education for children under five’s mother in order can prevent her children from febrile convulsion when fever, and for mother who have children with febrile convulsion history in order can prevent febrile convulsion reccurence with way giving antipyretic and anticonvulsion to her children when start fever.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak setiap orang dan investasi untuk keberhasilan

pembangunan suatu negara.1 Oleh karena itu, dilaksanakan pembangunan kesehatan

yang diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

dapat terwujud yang berpedoman pada Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun

2009.2 Pembangunan kesehatan diselenggarakan berdasarkan perikemanusiaan,

pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat

dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi, anak, manusia

usia lanjut dan keluarga miskin.3

Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 – 2025 juga dinyatakan

bahwa dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan

berdaya saing, maka kesehatan bersama-sama dengan pendidikan dan peningkatan

daya beli keluarga/masyarakat merupakan tiga pilar utama untuk meningkatkan

kualitas SDM. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan subjek dan

sekaligus objek pembangunan dimana salah satu sasaran terpenting untuk

meningkatkan sumber daya manusia adalah anak.4

Sebagai generasi penerus bangsa maka anak perlu mendapatkan perhatian

(20)

anak dapat mengalami berbagai gangguan kesehatan. Salah satu gangguan kesehatan

khususnya gangguan neurologis yang sering dijumpai pada bayi dan anak adalah

kejang demam.5

Pada tahun 2005 World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa

berdasarkan studi yang dilakukan di Departemen anak RS Al-Jahra Kuwait pada 400

anak usia 1 bulan-13 tahun dengan riwayat kejang, paling banyak anak menderita

kejang demam 77%.6 Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok

yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.7 Di Asia sekitar

70%-90% dari seluruh kejang demam merupakan kejang demam sederhana dan sisanya

adalah kejang demam kompleks. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Karimzadeh, P., dkk di Mofid Children’s Hospital, Iran dari April 2005 sampai April

2007 diperoleh sebanyak 302 kasus penderita kejang demam pada anak dimana 221

kasus (73.2%) merupakan kejang demam sederhana dan 81 kasus (26.8%)

merupakan kejang demam kompleks.8

Sekitar 3% dari seluruh anak mengalami kejang ketika berumur kurang dari

15 tahun, dimana setengahnya merupakan kejang demam. Dua sampai lima persen

anak di dunia yang berumur ≤ 5 tahun pernah mengalami kejang demam, lebih dari

90% terjadi pada anak usia < 5 tahun. 9 Insiden tertinggi kejang demam terjadi pada

usia dua tahun pertama kehidupan.10 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Karimzadeh, P., dkk di Mofid Children’s Hospital Iran dari April 2005 sampai April

2007 diperoleh penderita kejang demam pada anak berusia 1-12 bulan (21,2%), 13-24

(21)

Insidensi kejang demam Di Amerika Serikat dan Eropa berkisar 4%-5% pada

anak usia ≤ 5 tahun.11,12

Di Jepang insidens kejang demam berkisar 8,3% pada anak

usia 3 tahun.13 Berdasarkan penelitian prospektif Sillanpaa, M., dkk (2008) di

Finlandia didapat insidens rate kejang demam 6,9% pada anak usia 4 tahun.14

Angka mortalitas akibat kejang demam relatif rendah. Berdasarkan studi kohort

yang dilakukan di Denmark selama 28 tahun (1 Januari 1977 - 31 Desember 2004)

pada bayi baru lahir sampai usia tiga bulan dimana populasi berjumlah 1.675.643

orang. Dari jumlah populasi diperoleh insidensi kejang demam 3,3% (55.125 kasus).

Dari insidensi diperoleh Case Fatality Rate (CFR) 0,42% (232 kasus).15

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuana, I., dkk di Bagian Ilmu

Kesehatan Anak, Sub Bagian Neurologi dan Sub Bagian Infeksi dan Penyakit Tropik

RSUP dr. Kariadi Semarang mulai bulan April 2009 sampai Maret 2010 diperoleh 36

anak di bawah usia 5 tahun mengalami kejang demam, dimana laki-laki 52,8% dan

perempuan 47,2%.16

Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi

Medan diperoleh penderita kejang demam pada anak yang dirawat inap pada tahun

2010 sebanyak 47 orang dan pada tahun 2011 sebanyak 63 orang. Berdasarkan latar

belakang diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita

kejang demam pada balita rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-

(22)

1.2. Perumusan Masalah

Belum diketahuinya karakteristik penderita kejang demam pada balita rawat

inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita kejang demam pada balita rawat

inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan sosiodemografi (umur dan jenis kelamin)

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan berat badan lahir.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan status gizi.

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan status riwayat kejang demam sebelumnya.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan riwayat kejang demam sebelumnya.

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan penyakit yang menyertai kejang demam.

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada

(23)

h. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan klasifikasi kejang demam.

i. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan penatalaksanaan medis.

j. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita kejang demam pada

balita.

k. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan sumber biaya.

l. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

m. Untuk mengetahui distribusi proporsi klasifikasi kejang demam

berdasarkan umur penderita kejang demam pada balita.

n. Untuk mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin penderita kejang

demam pada balita berdasarkan klasifikasi kejang demam.

o. Untuk mengetahui distribusi lama rawatan rata-rata penderita kejang

demam pada balita berdasarkan klasifikasi kejang demam.

p. Untuk mengetahui distribusi lama rawatan rata-rata penderita kejang

demam pada balita berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

q. Untuk mengetahui distribusi proporsi keadaan sewaktu pulang penderita

(24)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai bahan masukan bagi RSUD Dr. Pirngadi Medan dalam upaya

peningkatan pelayanan kesehatan yang terkait dengan kejang demam.

1.4.2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian

selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan penulis.

1.4.3. Sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis

mengenai Kejang Demam dan merupakan kesempatan bagi penulis dalam

menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di FKM USU.

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kejang Demam

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi

pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses

ekstakramium.17 Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan

sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi

intrakranial atau penyebab tertentu. 18 Anak yang pernah kejang tanpa demam dan

bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang

demam harus dibedakan dengan epilepsi yaitu yang ditandai dengan kejang berulang

tanpa demam.7

Pada saat mengalami kejang, anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat,

kemudian kaku, dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu,

nafas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah

kejang, anak akan segera normal kembali.. 19 Serangan kejang pada penderita kejang demam dapat terjadi satu, dua, tiga kali atau lebih selama satu episode demam. Jadi,

satu episode kejang demam dapat terdiri dari satu, dua, tiga atau lebih serangan

(26)

2.2. Klasifikasi Kejang Demam 7,20

Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu : 2.2.1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

Adapun ciri-ciri kejang demam sederhana antara lain :

a. Berlangsung singkat (< 15 menit)

b. Menunjukkan tanda-tanda kejang tonik dan atau klonik.

Kejang tonik yaitu serangan berupa kejang/kaku seluruh tubuh. Kejang

klonik yaitu gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian anggota tubuh.

c. Kejang hanya terjadi sekali / tidak berulang dalam 24 jam.

2.2.2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) Adapun ciri-ciri kejang demam kompleks antara lain :

a. Berlangsung lama (> 15 menit).

b. Menunjukkan tanda-tanda kejang fokal yaitu kejang yang hanya

melibatkan salah satu bagian tubuh.

c. Kejang berulang/multipel atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

2.3. Etiologi Kejang Demam

Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam pada anak.7

Demam sering disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi seperti infeksi saluran

pernafasan akut, otitis media akut, gastroenteritis, bronkitis, infeksi saluran kemih,

dan lain-lain. Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda. Kejang tidak selalu

timbul pada suhu yang paling tinggi. 17 Pada anak dengan ambang kejang yang

(27)

anak dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada suhu 40°C

bahkan lebih.

2.4. Patofisiologi Kejang Demam21

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau otak diperlukan energi

yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting

adalah glukosa dan melalui suatu proses oksidasi. Dalam proses oksidasi tersebut

diperlukan oksigen yang disediakan melalui perantaraan paru-paru. Oksigen dari

paru-paru ini diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Suatu sel, khususnya

sel otak atau neuron dalam hal ini, dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari

membran permukaan dalam dan membran permukaan luar. Membran permukaan

dalam bersifat lipoid, sedangkan membran permukaan luar bersifat ionik.

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui ion

Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium ( Na+ ) dan elektrolit lainnya,

kecuali oleh ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam neuron tinggi dan

konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar neuron terdapat keadaan sebaliknya.

Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar neuron, maka

terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran neuron. Untuk menjaga

keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim

Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran tadi

dapat berubah karena adanya : perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler,

(28)

listrik dari sekitarnya, dan perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena

penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%. Pada

seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh sirkulasi tubuh,

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi kenaikan suhu tubuh pada

seorang anak dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan dalam waktu

singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium melalui membran tersebut sehingga

mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian

besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lain yang ada

didekatnya dengan perantaraan neurotransmitter sehingga terjadilah kejang.

2.5. Epidemiologi Kejang Demam

2.5.1. Distribusi Frekuensi Kejang Demam a. Distribusi Frekuensi berdasarkan Orang

Penelitian Lumbantobing, S.M., (1995) pada 297 bayi dan anak yang

menderita kejang demam menunjukkan bahwa 83,6% kejang demam pertama terjadi

pada usia 1 bulan sampai 2 tahun.5 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Parmar, R.C., dkk (2001) di Department of Paediatrics of A Tertiarycare Centre di kota Metropolitan, India menunjukkan bahwa penderita kejang demam lebih banyak

(29)

b. Distribusi Frekuensi berdasarkan Tempat dan Waktu

Berdasarkan studi kohort yang dilakukan oleh Huang, CC., dkk (1999) di kota

Tainan, Taiwan pada 11.714 neonatal dari oktober 1989 – september 1991, setelah 3

tahun diikuti, 10.460 anak bersedia untuk mengikuti survei mengenai kejang demam.

Dari 10.460 anak, didapatkan 256 anak yang pernah menderita kejang demam,

sehingga diperoleh insidens kejang demam pada anak di kota Tainan, Taiwan 2,4%.25

Berdasarkan studi kohort yang dilakukan di Denmark selama 28 tahun (1 Januari

1977 - 31 Desember 2005) pada bayi baru lahir sampai usia tiga bulan pertama

diperoleh insidensi kejang demam 3,3%.15

2.5.2.Determinan Kejang Demam

Determinan kejang demam dibedakan berdasarkan host, agent dan environment.

a. Host

Faktor host yang menjadi determinan terjadinya kejang demam antara lain :

a.1. Umur

Berdasarkan studi kasus kontrol yang dilakukan Fuadi, A., dkk (2010) di

RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa anak yang berusia <2 tahun

mempunyai risiko 3,4 kali lebih besar mengalami kejang demam dibandingkan

dengan anak yang berusia >2 tahun.26 Penelitian Karimzadeh, P., dkk (2008) di Mofid Children’s Hospital Iran menunjukkan bahwa penderita kejang demam paling

banyak terjadi pada usia dua tahun pertama (13-24 bulan) yaitu 39,8%.8

a.2. Jenis kelamin

(30)

anak perempuan dengan rasio 1,2 : 1, dimana anak laki-laki 128 orang (54,2%) dan

anak perempuan 108 orang (45,8%).27 Hasil penelitian Siddiqui, T.S., (2000) di

Department of Paediatrics, Hayat Shaheed Teaching Hospital Peshawar diperoleh anak laki-laki yang menderita kejang demam 55% dan anak perempuan 45%.28

a.3. Riwayat kejang keluarga

Berdasarkan studi kasus kontrol yang dilakukan Fuadi, A., dkk (2010) di

RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa anak yang memiliki keluarga

dengan riwayat kejang berisiko 4,5 kali untuk mengalami kejang demam

dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki keluarga dengan riwayat kejang.26

Penelitian Karimzadeh, P., dkk (2008) di Mofid Children’s Hospital Iran

menunjukkan bahwa dari 302 anak yang menderita kejang demam, ada 28,8 % anak

yang memiliki keluarga dengan riwayat kejang demam.8 Penelitian Ridha, N.R., dkk

(2009) di RS Wahidin Sudirohusodo di Makassar menunjukkan bahwa anak yang

memiliki keluarga dengan riwayat kejang demam berisiko 6 kali untuk mengalami

kejang demam.23 Berdasarkan studi yang dilakukan Huang, CC., dkk (1999) di

Taiwan menunjukkan bahwa anak yang memiliki saudara kandung dengan riwayat

kejang demam berisiko 3,1 kali untuk menderita kejang demam.25

a.4. Berat badan lahir

Berdasarkan penelitian Vestergaard dkk (2002) di Denmark didapatkan bahwa

risiko kejang demam meningkat secara konsisten dengan penurunan berat badan

ketika lahir. Bayi yang lahir dengan berat badan <2500 gram 1,5 kali berisiko untuk

menderita kejang demam. Pada bayi yang lahir dengan berat badan 2500-2999 gram

(31)

kali, sedangkan bayi yang lahir dengan berat badan 3500-3999 gram dan >3999 gram

risiko untuk menderita kejang demam sebesar 1 kali.29

b. Agent

Kejadian kejang demam dicetuskan karena terjadinya kenaikan suhu tubuh di

atas normal (demam). Tinggi suhu tubuh pada saat timbul serangan kejang disebut

nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak. Adanya

perbedaan ambang kejang ini menunjukkan bahwa ada anak yang mengalami kejang

setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain,

kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi.

Penelitian Karimzadeh, P., dkk (2008) di Mofid Children’s Hospital,

diperoleh 302 kasus penderita kejang demam dimana anak yang mengalami kejang

pada suhu ≤38,5o

C ada 60,9%, sedangkan anak yang mengalami kejang pada suhu

>38,5oC ada 39,1%.8

Demam yang terjadi pada anak biasanya disebabkan oleh penyakit infeksi.

Penelitian Mahyar, A., dkk (2010) di Iran menunjukkan bahwa anak yang menderita

kejang demam, demamnya paling banyak disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan

akut (ISPA) 53,8%, diikuti dengan gastroenteritis 24,4%, otitis media akut 9%,

infeksi saluran kemih 6,4%, pneumonia 3,8% dan lainnya 2,6%.24

c. Environment

Faktor lain yang memengaruhi timbulnya kejang demam adalah faktor

lingkungan dengan sanitasi dan higiene yang buruk serta pemukiman yang terlalu

(32)

terjadi pada saat anak kontak secara langsung dengan anggota keluarganya yang

sakit.

2.6. Komplikasi Kejang Demam

Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak antara

lain :

2.6.1. Kejang Demam Berulang.

Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari

satu episode demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya

kejang demam yaitu :

a. Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama

b. Riwayat kejang demam dalam keluarga

c. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam

d. Riwayat demam yang sering

e. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Berdasarkan penelitian kohort prospektif yang dilakukan Bahtera, T., dkk

(2009) di RSUP dr. Kariadi Semarang, dimana subjek penelitian adalah

penderita kejang demam pertama yang berusia 2 bulan - 6 tahun, kemudian

selama 18 bulan diamati.Subjek penelitian berjumlah 148 orang. Lima puluh

enam (37,84%) anak mengalami bangkitan kejang demam berulang.30

2.6.2. Kerusakan Neuron Otak.

Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apnea,

(33)

akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat karena

metabolisme anaerobik, hipotensi arterial, denyut jantung yang tak teratur,

serta suhu tubuh yang makin meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas

otot sehingga meningkatkan metabolisme otak. Proses di atas merupakan

faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsung kejang

lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan

hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak

yang mengakibatkan kerusakan neuron otak.

2.6.3. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat.

2.6.4. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor risiko yang

menyebabkan kejang demam menjadi epilepsi dikemudian hari, yaitu :

a. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.

b. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam

pertama.

c. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Menurut American National Collaborative Perinatal Project, 1,6% dari semua

anak yang menderita kejang demam akan berkembang menjadi epilepsi, 10%

dari semua anak yang menderita kejang demam yang mempunyai dua atau tiga

faktor risiko di atas akan berkembang menjadi epilepsi.31

(34)

mengalami kejang lama (kejang demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan

bersifat flaksid, setelah 2 minggu timbul spasitas.

2.7. Pencegahan Kejang Demam 2.7.1. Pencegahan Primordial

Yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap kasus kejang

demam pada seorang anak dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi risiko

kejang demam. Upaya primordial dapat berupa:

a. Penyuluhan kepada ibu yang memiliki bayi atau anak tentang upaya untuk

meningkatkan status gizi anak, dengan cara memenuhi kebutuhan nutrisinya.

Jika status gizi anak baik maka akan meningkatkan daya tahan tubuhnya

sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi yang memicu

terjadinya demam.

b. Menjaga sanitasi dan kebersihan lingkungan. Jika lingkungan bersih dan sehat

akan sulit bagi agent penyakit untuk berkembang biak sehingga anak dapat

terhindar dari berbagai penyakit infeksi.

2.7.2. Pencegahan Primer32

Pencegahan Primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang anak

mengalami kejang demam. Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok yang

mempunyai faktor risiko. Dengan adanya pencegahan ini diharapkan keluarga/orang

(35)

Upaya pencegahan ini dilakukan ketika anak mengalami demam. Demam

merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam. Jika anak mengalami demam

segera kompres anak dengan air hangat dan berikan antipiretik untuk menurunkan

demamnya meskipun tidak ditemukan bukti bahwa pemberian antipiretik dapat

mengurangi risiko terjadinya kejang demam.

2.7.3. Pencegahan Sekunder33

Yaitu upaya pencegahan yang dilakukan ketika anak sudah mengalami

kejang demam. Adapun tata laksana dalam penanganan kejang demam pada anak

meliputi :

a. Pengobatan Fase Akut

Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar

jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk

mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga

berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus

dilakukan teratur, bila perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori

dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air

hangat dan pemberian antipiretik. Pemberantasan kejang dilakukan dengan cara

memberikan obat antikejang kepada penderita. Obat yang diberikan adalah diazepam.

Dapat diberikan melalui intravena maupun rektal.34

b. Mencari dan mengobati penyebab

Pada anak, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut,

(36)

badan yang tinggi juga dapat terjadi karena faktor lain, seperti meningitis atau

ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan serebrospinal (lumbal pungsi)

diindikasikan pada anak penderita kejang demam berusia kurang dari 2 tahun.

Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab,

seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan EEG

dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk

mengalami epilepsi.

c. Pengobatan profilaksis terhadap kejang demam berulang

Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan karena menakutkan

keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang

menetap. Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu:

c.1. Profilaksis intermitten pada waktu demam

Pengobatan profilaksis intermittent dengan antikonvulsan segera diberikan pada saat penderita demam (suhu rektal lebih dari 38ºC). Pilihan obat harus dapat

cepat masuk dan bekerja ke otak. Obat yang dapat diberikan berupa diazepam,

klonazepam atau kloralhidrat supositoria.

c.2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari Indikasi pemberian profilaksis terus menerus adalah:

c.2.1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan

perkembangan neurologis.

c.2.2. Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua

(37)

c.2.3. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan

neurologis sementara atau menetap. Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang

dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah

kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Pemberian

profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam

berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian hari. Obat yang

dapat diberikan berupa fenobarbital dan asam valproat.

2.7.4. Pencegahan Tersier

Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya kecacatan,

kematian, serta usaha rehabilitasi. Penderita kejang demam mempunyai risiko untuk

mengalami kematian meskipun kemungkinannya sangat kecil. Selain itu, jika

penderita kejang demam kompleks tidak segera mendapat penanganan yang tepat dan

cepat akan berakibat pada kerusakan sel saraf (neuron). Oleh karena itu, anak yang

menderita kejang demam perlu mendapat penanganan yang adekuat dari petugas

(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

Karakteristik Penderita Kejang Demam pada Balita 1. Sosiodemografi :

Umur

Jenis Kelamin 2. Berat badan lahir 3. Status gizi

4. Status riwayat kejang demam sebelumnya 5. Riwayat kejang demam sebelumnya

3.2.1. Balita adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia ≤ 5 tahun.

3.2.2. Penderita Kejang Demam adalah pasien yang didiagnosa menderita bangkitan

kejang dengan suhu tubuh sesuai yang tercatat pada kartu status.

3.2.3. Sosiodemografi

a. Umur adalah lamanya hidup penderita yang dihitung berdasarkan tahun sejak

penderita lahir sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas :

1. > 4 minggu - < 1 tahun 2. 1-3 tahun

(39)

b. Jenis Kelamin adalah ciri organ reproduksi yang dimiliki penderita kejang

demam sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas :

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.2.4. Berat badan lahir adalah ukuran timbangan badan penderita kejang demam

saat dilahirkan sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas:

1. < 2.500 gram 2. ≥ 2.500 gram

3.2.5. Status gizi adalah adalah keadaan gizi balita yang diukur berdasarkan indeks

berat badan (BB) / umur(U) yang dapat dikelompokkan atas : 35

1. Gizi lebih, bila Z score terletak > + 2 SD

2. Gizi baik, bila Z score terletak antara ≥ -2 SD sampai + 2 SD 3. Gizi kurang, bila Z score terletak antara < -2 SD sampai ≥ -3 SD 4. Gizi buruk, bila Z score terletak < -3 SD

3.2.6. Status riwayat kejang demam sebelumnya adalah ada atau tidak adanya kejang

demam yang diderita balita sebelum kejang demam terakhir sesuai yang

tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas :

1. Ada 2. Tidak ada

3.2.7. Riwayat kejang demam sebelumnya adalah frekuensi kejang yang pernah

diderita balita sebelum kejang demam terakhir sesuai yang tercatat pada kartu

status, dikelompokkan atas :

(40)

3.2.8. Penyakit yang menyertai adalah penyakit yang memicu timbulnya demam pada

penderita kejang demam sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan

atas :

1. Tonsilofaringitis 2. Gastroenteritis 3. ISPA

4. Pneumonia 5. Lainnya

3.2.9. Tinggi demam adalah suhu tubuh penderita kejang demam sesuai yang tercatat

pada kartu status, dikelompokkan atas :

1. > 36oC - 38 oC 2. > 38oC - 39 oC 3. > 39oC - 40 oC 4. > 40 oC

3.2.10. Klasifikasi kejang demam adalah pembagian kejang demam berdasarkan sifat

dan ciri-cirinya sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas :

1. Kejang demam sederhana, berlangsung singkat (<15 menit), menunjukkan tanda-tanda kejang tonik dan atau klonik, dan hanya terjadi sekali dalam 24 jam.

2. Kejang demam kompleks, berlangsung lama (>15 menit), menunjukkan tanda-tanda kejang fokal, dan berulang dalam 24 jam.

3.2.11.Penatalaksanaan medis adalah tindakan yang dilakukan tim medis terhadap

penderita kejang demam dalam rangka penyembuhan sesuai yang tercatat

pada kartu status, dikelompokkan atas :

1. Obat-obatan + lab

(41)

3.2.12.Lama rawatan rata-rata adalah jumlah rata-rata hari perawatan penderita

kejang demam dihitung sejak tanggal mulai dirawat di rumah sakit sampai

tanggal keluar sesuai yang tercatat pada kartu status.

3.2.13.Sumber biaya adalah jenis biaya yang digunakan oleh penderita kejang demam

selama menjalani perawatan di rumah sakit sesuai yang tercatat pada kartu

status, dikelompokkan atas :

1. Biaya sendiri

2. Asuransi Kesehatan (ASKES)

3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), meliputi Medan Sehat (MS), Jaminan Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (JKPROPSU), dan Jamkesmas

3.2.14.Keadaan Sewaktu Pulang adalah kondisi penderita kejang demam sewaktu

keluar dari rumah sakit sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan

atas :

1. Pulang Sembuh (PS) 2. Pulang Berobat Jalan (PBJ)

(42)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif dan menggunakan

desain case series.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Pemilihan lokasi ini

dilakukan atas pertimbangan bahwa RSUD Dr. Pirngadi Medan merupakan rumah

sakit umum daerah yang memiliki data penderita kejang demam yang dibutuhkan dan

belum pernah dilakukan penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan mengenai

karakteristik penderita kejang demam pada balita rawat inap tahun 2010 - 2011.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai dari April - Oktober 2012.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh data penderita kejang demam pada

balita rawat inap tahun 2010 - 2011 yang tercatat dalam laporan rekam medik RSUD

(43)

4.3.2. Sampel

Sampel peneltian ini adalah seluruh data penderita kejang demam pada balita

rawat inap tahun 2010 - 2011 yang tercatat dalam kartu status. Besar sampel adalah

sama dengan populasi (Total Sampling) yang berjumlah 110 orang.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang

diperoleh dari berkas rekam medis penderita kejang demam pada balita rawat inap

tahun 2010 - 2011. Kartu status dikumpulkan kemudian dilakukan pencatatan sesuai

dengan variabel yang diteliti.

4.5. Teknik Analisa Data

Data yang dikumpulkan diolah dengan komputer dan dianalisa secara statistik

deskriptif dengan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solution)

(44)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian48

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan didirikan oleh Pemerintah Kolonial

Belanda dengan nama Gemente Zieken Huis. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Maria Constantia Macky pada tanggal 11 Agustus 1928 dan diresmikan pada

tahun 1930. Setelah masuknya Jepang ke Indonesia pada tahun 1942, Rumah Sakit ini

diambil alih oleh bangsa Jepang dan berganti nama menjadi Syuritso Bysonoince dan pimpinannya dipercayakan kepada seorang putera Indonesia yaitu Dr. Raden Pirngadi

Gonggo Putro.

Pada tahun 1947 nama rumah sakit ini diganti menjadi Rumah Sakit Kota

Medan yang dipimpin oleh Dr. Ahmad Sofyan. Semasa kepemimpinannya, rumah

sakit ini berubah menjadi Rumah Sakit Umum Medan tahun 1952. Pada tahun 1979

sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No.150 tahun 1979 tanggal

25 Juni 1979 RSU Pusat Propinsi Medan diberi nama RSU Dr. Pirngadi Medan.

Sejak berdirinya FK USU tanggal 20 Agustus 1952, maka Rumah Sakit Umum

Medan secara otomatis dipakai sebagai tempat kepaniteraan klinik para mahasiswa

FK USU, walaupun penandatanganan perjanjian kerja sama antara FK USU dengan

Rumah Sakit Umum Medan sebagai Teaching Hospital (RS Pendidikan) FK USU

baru dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 1968.

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka berdasarkan Perda Kota Medan

(45)

Tata Kerja Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan sebutan

dalam organisasi adalah Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan.

Visi Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan adalah

terwujudnya Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota

Medan MANTAP TAHUN 2011 (Mandiri, Tanggap dan Profesional), dengan motto

Aegroti Salus Lex Suprema (Kepentingan penderita adalah yang utama)”

Misi Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan adalah

meningkatnya upaya pelayanan medik, non medik dan perawatan secara profesional,

meningkatkan peran rumah sakit sebagai tempat pendidikan, penelitian dan

pengembangan Iptek, mewujudkan rumah sakit sebagai pusat rujukan se Sumatera

Utara, serta meningkatkan pelaksanaan administrasi dan manajemen RS yang

berkualitas, transparan dan akuntabel.

Sesuai dengan tugasnya RSU Dr. Pirngadi Medan melaksanakan upaya

kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya

penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya

peningkatan pencegahan akibat penyakit, pemulihan dan rujukan, maka RSU Dr.

Pirngadi Medan mempunyai fungsi antara lain : menyelenggarakan pelayanan medis,

pelayanan penunjang medis dan non medis, asuhan keperawatan, pelayanan rujukan,

pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, mengelola administrasi

umum dan keuangan, melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan

bidang tugasnya dan melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala

(46)

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan menyelenggarakan pelayanan

penunjang medis dan non medis yaitu: Instalasi Patologi Klinik, Patologi Anatomi,

Radiologi, Pelayanan Kedokteran Kehakiman, Instalasi Rehabilitasi Medik, Instalasi

Gizi dan Instalasi Farmasi.

5.2. Analisa Deskriptif

5.2.1.Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin)

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan sosiodemografi

(umur dan jenis kelamin) rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Sosiodemografi Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

(47)

kelamin tertinggi adalah laki-laki 57,3% dan terendah perempuan 42,7% dengan sex ratio 57,3% : 42,7% = 1,3.

5.2.2. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Berat Badan Lahir

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan berat badan lahir

rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 5.2.Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Berat Badan Lahir Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Status Berat Badan Lahir f %

1 Tercatat 92 83,6

2 Tidak Tercatat 18 16,4

Total 110 100,0

Berat Badan Lahir Tercatat

1 <2500 gram 5 5,4

2 ≥2500 gram 87 94,6

Total 92 100,0

Dari tabel 5.2. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan berat badan lahir yang tercatat tertinggi adalah ≥2500 gram yaitu

87 penderita (94,6%) dan terendah <2500 gram yaitu 5 penderita (5,4%).

5.2.3. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Status Gizi Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan status gizi rawat inap diRSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah

(48)

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Status Gizi Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

dan terendah adalah gizi lebih yaitu 1 penderita (0,9% ).

5.2.4. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Status Riwayat Kejang Demam Sebelumnya

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan status riwayat

kejang demam sebelumnya rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun

2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Status Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Status Riwayat Kejang Demam Sebelumnya f %

1 Tercatat 79 71,8

balita berdasarkan status riwayat kejang demam sebelumnya yang tercatat tertinggi

(49)

5.2.5. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Riwayat Kejang Demam Sebelumnya

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan riwayat kejang

demam sebelumnya rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.5.Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Riwayat Kejang Demam Sebelumnya f %

1 1 kali 17 56,7

2 2-3kali 10 33,3

3 >3 kali 3 10,0

Total 30 100,0

Dari tabel 5.5. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan riwayat kejang demam sebelumnya tertinggi 1 kali yaitu 17

penderita (56,7%) dan terendah >3 kali yaitu 3 penderita (10,0%).

5.2.6. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Penyakit yang Menyertai

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan penyakit yang

menyertai rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat

(50)

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita

balita berdasarkan penyakit yang menyertai yang tercatat tertinggi adalah

Tonsilofaringitis yaitu 36 penderita (37,1%) dan terendah pneumonia yaitu 4

penderita (4,1%).

5.2.7.Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Tinggi Demam

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan tinggi demam rawat

inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel dibawah

ini:

(51)

Dari tabel 5.7. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan tinggi demam tertinggi adalah > 38oC - 39 oC yaitu 45 penderita

(40,9%) dan terendah > 40oC yaitu 7 penderita (6,4%).

5.2.8. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan klasifikasi kejang

demam rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:

Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Klasifikasi Kejang Demam f %

1 Kejang Demam Sederhana 65 59,1

2 Kejang Demam Kompleks 45 40,9

Total 110 100,0

Dari tabel 5.8. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan klasifikasi kejang demam tertinggi adalah kejang demam

sederhana yaitu 64 penderita (59,1%).

5.2.9. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Penatalaksanaan Medis

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan penatalaksanaan

medis rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada

(52)

Tabel 5.9.Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Penatalaksanaan Medis Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Penatalaksanaan Medis f %

1 Obat-obatan + Lab 90 81,8

2 Obat-obatan + Lab + Radiologis 20 18,2

Total 110 100,0

Dari tabel 5.9. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan penatalaksanaan medis tertinggi adalah Obat-obatan + Lab yaitu

90 penderita (81,8%).

5.2.10. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kejang Demam pada Balita

Tabel 5.10. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

Lama Rawatan Rata-rata (Hari)

Mean 4

Standar Deviasi (SD) 1,822

Coefisien of Variation 3,321

Minimum 1

Maksimum 10

Dari tabel 5.10. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata penderita kejang

demam pada balita di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 adalah 4 hari,

SD= 1,822 hari dan nilai dari Coefisien of Variation 3,321% < 10% yang menunjukkan lama rawatan penderita kejang demam pada balita tidak bervariasi.

(53)

5.2.11. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Sumber Biaya

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan sumber biaya rawa t

inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel dibawah

ini:

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Sumber Biaya Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Sumber Biaya f %

1 Biaya Sendiri 65 59,1

2 Asuransi Kesehatan (ASKES) 5 4,5

3 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)

40 36,4

Total 110 100,0

Dari tabel 5.11. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan sumber biaya tertinggi adalah biaya sendiri yaitu 65 pendrita

(59,1%) dan terendah Askes yaitu 5 penderita (4,5%).

5.2.12. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan keadaan sewaktu

pulang rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada

(54)

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita

3 Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 28 25,5

4 Pulang Meninggal 1 0,9

Total 110 100,0

Dari tabel 5.12. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada

balita berdasarkan keadaan sewaktu pulang tertinggi adalah pulang sembuh yaitu 55

penderita (50,0%) dan terendah pulang meninggal 1 penderita (0,9%), maka diperoleh

CFR (Case Fatality Rate) 0,9%.

5.3. Analisa Statistik

5.3.1. Klasifikasi Kejang Demam Berdasarkan Umur

Proporsi klasifikasi kejang demam berdasarkan umur penderita kejang demam

pada balita rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat

pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Klasifikasi Kejang Demam Berdasarkan Umur Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr.

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi
Tabel 5.2.Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Berat Badan Lahir Rawat Inap di RSUD Dr
Tabel 5.4.
Tabel 5.7. Distribusi
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

PERANCANGAN ARSITEKTUR 4.

PERANCANGAN ARSITEKTUR 4.

[r]

The BFAST (Breaks For Additive Season and Trend) Monitor framework, which detects forest cover disturbances from satellite image time series based on empirical fluctuation tests,

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas ridho-Nya, penulis bisa menyelesaikan skiripsi dengan judul “PEMBERITAAN TENTANG ISU DEPARPOLISASI PILGUB DKI JAKARTA DI

Profesi drag queen yakni seorang laki-laki berpakaian seperti perempuan, dimana Judith Butler menjelaskan bahwa profesi ini hanya melakukan tindakan performative

Itu berarti seseorang dengan nAch. yang besar adalah orang yang berusaha berbuat sesuatu. Misalnya dalam penyelesaian tugas yang dipercayakan kepadannya, lebih