RANCANG BANGUN ALAT PENYULING MINYAK ATSIRI
TIPE UAP LANGSUNG
SKRIPSI
OLEH :
OCTO FANDI SINAGA
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
RANCANG BANGUN ALAT PENYULING MINYAK ATSIRI
TIPE UAP LANGSUNG
SKRIPSI
OLEH :OCTO FANDI SINAGA
100308020/KETEKNIKAN PERTANIAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
(LukmanAdlin Harahap, STP, M.Si )
Ketua Anggota
(Adian Rindang STP, M.Si)
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsiini.
skripsi ini berjudul “Rancang Bangun Alat Penyuling Minyak Atsiri (Tipe Uap Langsung)” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada
Bapak Lukman Adlin STP, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan kepada
Ibu Adian Rindang STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsiini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih, semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Februari 2015
ABSTRAK
Octo Fandi Sinaga : Rancang Bangun Alat Penyuling Minyak Atsiri (Tipe Uap Langsung). Dibimbing oleh Lukman Adlin Harahap dan Adian Rindang..
Penyulingan merupakan salah satu cara untuk mengambil minyak atsiri yang terdapat pada daun, salah satu contohnya adalah daun cengkeh. Daun cengkeh memiliki kadar minyak yang cukup tinggi dengan kandungan euganol yang dapat mencapai 85%.
Proses pengolahan pascapanen bertujuan agar hasil pertanian memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan sebelum dilakukan pengolahan. Penelitian ini bertujuan untuk merancang, membuat, menguji serta menganalisis nilai ekonomis alat penyuling minyak atsiri. Parameter yang diamati yaitu kapasitas efektif alat, efisiensi alat dan analisis ekonomi.
Dari hasil penelitian diperoleh kapasitas efektif alat sebesar 3,88 ml/jam. Analisis ekonomi dari tahun pertama sampai tahun kelima berturut-turut yaitu Rp. 1.054,77/ml, Rp. 880,48/ml, Rp. 822,67/ml, Rp. 793,82/ml dan Rp. 776,55/ml. Nilai titik impas (BEP) dari tahun pertama sampai tahun kelima sebanyak 247,17 ml/tahun, 133,02 ml/tahun, 95,16 ml/tahun, 76,27 ml/tahun dan 64,95 ml/tahun. Net present value (NPV) 6% adalah Rp. 12.060.105 Sedangkan NPV 8% adalah Rp. 10.793.704,29 dan Internal rate of return alat ini adalah sebesar 27,04%.
Kata kunci: daun cengkeh, penyulingan, mesin
ABSTRACT
Octo Fandi Sinaga : design construction of patchouli oil direct steam distillation type. Supervised by Lukman Adlin Harahap and Adian Rindang.
Distillation is one of the ways to take up patchouli oil that contained in the leaves, the example is leaf clovers. Leaf clovers has the high oil content with euganol that reaches of 85%. The postharvest processing’s purpose is to make the agricultural product have a higher economic value compared to the product without processed. The purpose of this research was to design, build, test and analyze the economic value of patchouli oil direct steam distillation type. The parameters observed were effective capacity,efisiensy and economic analysis.
Based on this research, it were summarized that the effective capacity of the equipment was 13,33 ml/hour. Economic analysis, basic costs for the first to the fifth year was Rp. 1.054,77/ml, Rp. 880,48/ml, Rp. 822,67/ml, Rp. 793,82/ml and Rp. 776,55/ml. Break even point (BEP) for the first to the fifth year was 247,17 ml/year, 133,02 ml/year, 95,16 ml/year, 76,27 ml/year and 64,95 ml/year. Net present value (NPV) 6% was Rp. 12.060.105 whereas NPV 8% was Rp. 10.793.704,29 and Internal rate of return this equipment was 27,04%.
Hal
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR TABEL ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Minyak Atsiri... 4
Cengkeh... 5
Bahan Logam Yang Digunakan ... 7
Tekanan dan Uap ... 8
Cara Umum Penyulingan Minyak Atsiri ... 9
Penyulingan Tanaman Penghasil Minyak Atsiri ...11
Heat Exchanger (HE) ...12
Kandungan yang Terdapat Pada Minyak Atsiri ...15
Kandungan Kimia Minyak Atsiri Pada Daun Cengkeh ...17
Rendemen dan Lama Penyulingan ...18
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ...19
Bahan dan Alat ...19
Parameter yang Diamati ...23
Kapasitas Efektif Alat ...23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Alat Penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap Langsung ... 30
Pemilihan Bahan ... 31
Dimensi Alat... 32
Proses Penyulingan ... 32
Kapasitas Efektif Alat ... 33
Rendemen Minyak ... 35
Heat Exchanger ... 36
Efisiensi Aalat ... 37
Analisis Ekonomi ... 38
Break Event Point ... 39
Net Present Value ... 40
Internal Rate of Return ... 41
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 42
Saran ... 43
DAFTAR TABEL
No. Hal
1. Koefisien Heat Transfer di Kondensor ... 14
2. Hasil penyulingan Daun Cengkeh ... 33
3. Berat Minyak Daun Cengkeh Hasil Penyulingan ... 35
4. Suhu Dalam Kondensor ... 36
5. Energi Dalam Heat Transfer ... 36
6. Biaya Pokok Penyulingan Daun Cengkeh ... 38
Hal
DAFTAR GAMBAR
1. Minyak Atsiri ... 4
2. Cengkeh ... 6
3. Alat Penyulingan Tipe Rebus ... 10
4. Alat Penyulingan Tipe Kukus ... 10
5. Alat Penyulingan Tipe Uap Langsung ... 10
6. Grafik Biaya Pokok Alat Penyuling Minyak Atsiri ... 39
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1. FlowChart Pelaksanaan Penelitian ... 46
2. Kapasitas Efektif Alat ... 48
3. Rendemen Minyak Daun Cengkeh ... 49
4. Perpindahan Panas ... 50
5. Efisiensi Alat ... 52
6. Analisis Ekonomi ... 53
7. Break Even Point ... 55
8. Net Present Value ... 56
9. Internal Rate of Return ... 58
10. Gambar Daun Cengkeh ... 60
11. Gambar Alat ... 61
ABSTRAK
Octo Fandi Sinaga : Rancang Bangun Alat Penyuling Minyak Atsiri (Tipe Uap Langsung). Dibimbing oleh Lukman Adlin Harahap dan Adian Rindang..
Penyulingan merupakan salah satu cara untuk mengambil minyak atsiri yang terdapat pada daun, salah satu contohnya adalah daun cengkeh. Daun cengkeh memiliki kadar minyak yang cukup tinggi dengan kandungan euganol yang dapat mencapai 85%.
Proses pengolahan pascapanen bertujuan agar hasil pertanian memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan sebelum dilakukan pengolahan. Penelitian ini bertujuan untuk merancang, membuat, menguji serta menganalisis nilai ekonomis alat penyuling minyak atsiri. Parameter yang diamati yaitu kapasitas efektif alat, efisiensi alat dan analisis ekonomi.
Dari hasil penelitian diperoleh kapasitas efektif alat sebesar 3,88 ml/jam. Analisis ekonomi dari tahun pertama sampai tahun kelima berturut-turut yaitu Rp. 1.054,77/ml, Rp. 880,48/ml, Rp. 822,67/ml, Rp. 793,82/ml dan Rp. 776,55/ml. Nilai titik impas (BEP) dari tahun pertama sampai tahun kelima sebanyak 247,17 ml/tahun, 133,02 ml/tahun, 95,16 ml/tahun, 76,27 ml/tahun dan 64,95 ml/tahun. Net present value (NPV) 6% adalah Rp. 12.060.105 Sedangkan NPV 8% adalah Rp. 10.793.704,29 dan Internal rate of return alat ini adalah sebesar 27,04%.
Kata kunci: daun cengkeh, penyulingan, mesin
ABSTRACT
Octo Fandi Sinaga : design construction of patchouli oil direct steam distillation type. Supervised by Lukman Adlin Harahap and Adian Rindang.
Distillation is one of the ways to take up patchouli oil that contained in the leaves, the example is leaf clovers. Leaf clovers has the high oil content with euganol that reaches of 85%. The postharvest processing’s purpose is to make the agricultural product have a higher economic value compared to the product without processed. The purpose of this research was to design, build, test and analyze the economic value of patchouli oil direct steam distillation type. The parameters observed were effective capacity,efisiensy and economic analysis.
Based on this research, it were summarized that the effective capacity of the equipment was 13,33 ml/hour. Economic analysis, basic costs for the first to the fifth year was Rp. 1.054,77/ml, Rp. 880,48/ml, Rp. 822,67/ml, Rp. 793,82/ml and Rp. 776,55/ml. Break even point (BEP) for the first to the fifth year was 247,17 ml/year, 133,02 ml/year, 95,16 ml/year, 76,27 ml/year and 64,95 ml/year. Net present value (NPV) 6% was Rp. 12.060.105 whereas NPV 8% was Rp. 10.793.704,29 and Internal rate of return this equipment was 27,04%.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak atsiri (volatile oils atau essential oil) didefinisikan sebagai campuran kompleks yang menunjukkan dan merupakan senyawa yang menguap
bersama air. Diekskresikan oleh rambut kelenjar atau terdeposit dalam sel
tanaman organelles, idioblast (sel minyak, sel khusus), atau saluran antar rongga
schizogenous atau lysigenous. Selanjutnya, ada beberapa tanaman yang
mengandung minyak atsiri yang terdeposit dalam kayunya. Sebagaimana
ditunjukkan oleh namanya, minyak atsiri menguap dalam uap air (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, minyak atsiri
yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi komponen atau penyusun
murninya. Contoh kelompok pertama ini adalah: minyak sereh, minyak daun
cengkeh, minyak permen dan minyak terpenting. Biasanya komponen utama yang
terdapat dalam minyak atsiri tersebut dipisahkan dengan menggunakan
penyulingan bertingkat atau dengan proses kimia yang sederhana. Kelompok
kedua adalah minyak atsiri yang sukar dipisahkan menjadi komponen murninya.
Contoh minyak atsiri kelompok kedua ini antara lain minyak akar wangi, minyak
nilam dan minyak kenanga (Djojosubroto dan Inggrid, 2011).
Komponen utama dari minyak daun cengkeh adalah euganol. Eugenol
merupakan komponen yang sangat berguna bagi industri makanan maupun
obat-obatan. Kegunaan utama adalah sebagai penghambat perkembangbiakan bakteri
dan jamur. Dengan potensi ini eugenol dan turunannya dapat membantu dalam
pengawetan makanan /aditif sehingga dapat mengantikan pengawet yang sintesis.
Itulah alas an mengapa minyak daun cengkeh sangat di butuhkan di pasaran
(Agoes, 2007).
Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah penyulingan dengan
sistem uap langsung. Penyulingan dengan metode uap langsung merupakan
metode yang paling banyak digunkan dalam dunia penyulingan minyak atsiri,
karena rendemen minyak yang dihasilkan lebih tinggi. Salah satu diantara
penggunaan penyulingan dengan metode ini adalah Fuad Nugraha Lubis dalam
penelitian sebelumnya pada tahun 2010. Hanya saja dalam penelitian tersebut ada
kekurangannya dimana termometer diletakkan pada tabung bahan yang akan
disuling. Metode ini menggunakan uap langsung yang bertekanan tinggi yang
dihasilkan pada tabung penghasil uap. Oleh sebab itu termometer harus di
letakkan pada penutup tabung penghasil uap.
Model penyulingan dengan uap air terbagi atas tiga yaitu penyulingan
dengan air, dengan uap air, dan dengan uap dan air. Bila dengan air, maka bahan
dicampur langsung dengan air kemudian dididihkan. Bila dengan uap, maka
bahan terletak di atas uap air yang mendidih kemudian uap air akan menuju bahan
dan membawa minyak yang dikandung bahan. Dan yang ke tiga dengan air dan
uap, yaitu model penyulingan dengan meletakkan bahan yang akan disuling di
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendesain, membuat, dan menguji alat
penyuling minyak atsiri tipe uap langsung.
Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan
syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi
Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai penyulingan minyak atsiri.
3. Bagi masyarakat, untuk membantu dan memotivasi dalam proses produksi
TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Atsiri
Minyak atsiri dihasilkan dari tanaman dan mempunyai sifat mudah
menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir,
berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam
pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri dapat bersumber pada
setiap bagian tanaman yaitu daun, bunga, buah, biji, batang atau kulit dan akar
atau rhizome (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri, atau dikenal juga sebagai minyak eteris (aetheric oil), minyak esensial, minyak terbang, serta minyak aromatik, adalah kelompok besar
minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah
menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri bersifat mudah
menguap karena titik uapnya rendah. Selain itu, susunan senyawa komponennya
kuat mempengaruhi saraf manusia (terutama di hidung) sehingga seringkali
memberikan efek psikologis tertentu (baunya kuat) (switaning, dkk, 2010).
Banyaknya ragam minyak atsiri di pasaran internasional dan masih
sedikitnya jenis minyak atsiri yang di Indonesia menunjukkan bahwa peluang
pasar ekspor minyak atsirir masih terbuka sangat lebar. Disamping itu besarnya
nilai impor minyak atsiri menunjukkan bahwa potensi pasar di dalam negeri juga
masih terbuka lebar. Di sisi lain juga masih banyak tanaman yang menghasilkan
jenis minyak atsiri seperti adas, jahe, jeruk, cengkeh, jeruk purut, kapulaga dan
lain-lain yang belum dimanfaatkan sebagai minyak atsiri. Hingga saat ini
bahan-bahan tersebut masih diperdagangkan sebagai bahan-bahan mentah dan harganya rendah.
Melalui teknologi sederhana seperti penyulingan, bahan-bahan tersebut dapat
dibuat menjadi minyak atsiri yang harganya jauh lebih tinggi. Dengan semakin
berkembangnya industri obat-obatan, parfum, kosmetika, pengolahan
makanan-minuman, aromaterapi dan lain-lain, kebutuhan akan minyak atsiri semakin besar
baik volume, maupun jenisnya (Prakosa, dkk, 2013).
Cengkeh
Cengkeh memiliki nama lain seperti clove tree atau sering juga disebut Eugenia aromatica. Secara garis besar tanaman cengkeh memiliki klasifikasi dalam dunia tumbuh-tumbuhan yaitu:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Cengkeh (Eugenia aromatic OK atau Syzigium aromaticum (L)) termasuk family Myrtaceae. Tanaman ini berbentuk pohon, tingginya dapat mencapai 20-30 m, dan dapat berumur lebih dari 100 tahun. Tajuk tanaman cengkeh umunya
berbentuk kerucut, piramida, atau piramida ganda. Dalam satu periode ujung
ranting akan mengeluarkan satu set daun yang terdiri lima pasang. Masing-masing
pasangan terdiri atas dua daun yang terletak saling berhadapan. Tanaman cengkeh
mulai berbunga pada umur 4,5-8,5 tahun, tergantung dari jenis dan
lingkungannya. Bunga ini merupakan bunga tunggal, berukuran kecil
(panjang 1-2 cm), dan tersusun dalam satu tandan yang keluar pada ujung-ujung
ranting (Daniarti dan Najiyati, 1991).
Gambar 2. Cengkeh,
Hasil tanaman cengkeh yang banyak dimanfaatkan di Indonesia adalah
bunganya, yang digunakan sebagai bahan tambahan di pabrik rokok. Gagang dan
daun cengkeh di areal perkebunan cengkeh masih banyak yang belum
dimanfaatkan padahal daun dan gagang cengkeh dapat diambil minyaknya dengan
cara penyulingan. Minyak daun cengkeh yang dihasilkan kira-kira adalah 2,5 %
dari berat daun kering. Potensi minyak daun cengkeh di Indonesia sangat besar
tetapi dibiarkan membusuk tanpa dimanfaatkan Komposisi utama minyak
cengkeh adalah eugenol, eugenol asetat dan caryofilen. Komposisi minyak yang
eugenol asetat 11-21% dan caryofilen 5- 13%. Senyawa lain yang ada dalam jumlah k ecil adalah α d an β Hmulen, α Cu b enene, meth y l benzoate, dll. Titik
didih dari yang paling ringan dari ke 3 komponen terbesar adalah caryofilen,
eugenol dan eugenol asetat Minyak daun cengkeh dihasilkan dari penyulingan
daun cengkeh melalui beberapa cara penyulingan yaitu penyulingan dengan air,
penyulingan air dan uap dan penyulingan uap. Kualitas hasil penyulingan
tergantung dari cara penyulingan dan alat yang digunakan. Penyulingan uap
menghasilkan minyak cengkeh dengan komposisi eugenol yang lebih baik dari
pada menggunakan cara penyulingan uap-air atau penyulingan air. Demikian juga
rendemen hasil minyak yang diperoleh, dengan penyulingan uap jenuh
mempunyai rendemen yang lebih besar (Sukarsono,dkk, 2005).
Bahan Logam yang Digunakan
Jika hendak membuat alat penyulingan, hal yang harus diperhatikan adalah
logam yang akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan alat. Stainless steel dapat bertahan dari serangan karat berkat interaksi bahan-bahan campurannya
dengan alam. Stainless steel terdiri dari besi, krom, mangan, silikon, karbon dan seringkali nikel dan molibdenum dalam jumlah yang cukup banyak. Elemen-elemen ini bereaksi dengan oksigen yang ada di air dan udara membentuk sebuah
lapisan yang sangat tipis dan stabil yang mengandung produk dari proses karat
atau korosi yaitu metal oksida dan hidroksida. Krom, bereaksi dengan oksigen, memegang peranan penting dalam pembentukan lapisan korosi ini. Pada
kenyataannya, semua stainless steel mengandung paling sedikit 10% krom. Keberadaan lapisan korosi yang tipis ini mencegah proses korosi berikutnya
dengan permukaan logam. Hanya beberapa lapisan atom saja cukup untuk
mengurangi kecepatan proses karat selambat mungkin karena lapisan korosi
tersebut terbentuk dengan sangat rapat. Lapisan korosi ini lebih tipis dari panjang
gelombang cahaya sehingga tidak mungkin untuk melihatnya tanpa bantuan
instrumen moderen. Besi biasa, berbeda dengan stainless steel, permukaannya tidak dilindungi apapun sehingga mudah bereaksi dengan oksigen dan membentuk
lapisan Fe2O3 atau hidroksida yang terus menerus bertambah seiring dengan
berjalannya waktu. Lapisan korosi ini makin lama makin menebal dan kita kenal
sebagai karat (Widiantara, 2010)
Tekanan dan Uap
Tekanan didefenisikan sebagai gaya per satuan luas. Satuan tekanan
bergantung pada satuan tekanan dan satuan luas. Pada umumnya satuan tekanan
yang digunakan kg/cm². Sering juga tekanan digunakan dengan satuan atmosfir
dan ditulis dengan atm, dimana 1 atm = 1kg/cm². Hukum Charles mengatakan
volume suatu massa gas sempurna berubah dengan berbanding langsung dengan
temperature mutlak, jika tekanan mutlaknya konstan. Dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa volume, temperature, dan tekanan berubah secara bersamaan.
(Daryus, 2007).
Laju destilasi mencerminkan banyaknya uap yang terkondensasi menjadi
fasa cair selama selang waktu tertentu, misalnya satu jam. Nilai ini sebanding
dengan jumlah uap air yang melewati bahan dalam ketel destilasi. Makin besar
laju destilasi maka banyaknya uap air yang melewati bahan pada setiap satuan
waktu makin besar. Hal ini berarti bahwa laju aliran uap air yang melewati bahan
yang berakibat laju alir uap air makin cepat, maka waktu kontak antara uap air
dengan bahan dalam ketel menjadi makin pendek. Selama proses destilasi uap,
yang dapat terdestilasi bersama uap air hanya minyak atsiri yang berada di
permukaan bahan. Agar sebanyak mungkin minyak atsiri yang ikut terdestilasi
bersama uap air maka tekanan parsial uap minyak atsiri harus setinggi mungkin.
Hal ini hanya dapat dicapai bila suhu minyak atsiri sama dengan suhu uap air. Bila
waktu kontak antara bahan dengan uap air terlalu pendek maka, karena belum
dicapai keadaan setimbang, suhu bahan (dan suhu minyak atsiri yang terdapat
pada bahan tersebut) lebih rendah daripada suhu uap air. Akibatnya tekanan uap
minyak atsiri menjadi lebih rendah daripada tekanan uap pada suhu uap air,
sehingga uap minyak atsiri yang terkondensasi menjadi lebih sedikit yang
selanjutnya mengakibatkan perolehan minyak atsiri menjadi lebih rendah.
(Djojosubroto dan inggrid, 2011).
Cara Umum Pengambilan Minyak Atsiri
Pengambilam minyak atsiri dari tanaman penghasil minyak atsiri pada
umumnya dilakukan melalui tiga cara, yaitu dengan sistem penyulingan, ekstraksi
dengan bahan kimia dan juga sistem pengempaan. Menurut sastrohamidjojo
(2004) pada umumnya cara isolasi minyak atsiri adalah sebagai berikut: uap
menembus jaringan tanaman dan menguapkan semua senyawa yang mudah
menguap. Hidrodestilasi atau penyulingan dengan air terhadap tanaman meliputi
1. Penyulingan air
Gambar 3. Alat Penyuling langsung dengan air
2. Penyulingan uap dan air
Gambar 4. Alat penyuling dengan uap dan air
3. Penyulingan uap langsung
Gambar 5. Alat Penyuling dengan uap langsung
Pada dasarnya ketiga tipe penyulingan tersebut memiliki kesamaan yaitu
suatu pengertian dari sistem dua-fasa. Perbedaannya terletak pada cara
Penyulingan Tanaman Penghasil Minyak Atsiri
Secara umum kita mengenal ada tiga sistem penyulingan untuk minyak
atsiri yaitu, penyulingan dengan sistem rebus dimana bahan yang akan diambil
minyak atsirinya berhubungan langsung dengan air mendidih, selanjutnya
penyulingan uap dan air, dalam sistem penyulingan ini tanaman yang akan
diproses ditempatkan dalam satu tempat yang bagian bawah dan tengah
berlobang-lobang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan, bagian bawah alat
penyulingan diisi air sedikit dibawah dimana bahan ditempatkan, dan yang
terakhir adalah penyulingan dengan sistem uap langsung, dimana bahan dan
sumber penghasil uap ditempatkan pada ruang yang berbeda pada sistem ini. Pada
alat penyulingan dengan sistem uap langsung uap yang digunakan lazim memiliki
tekanan yang lebih besar daripada tekanan atmosfer dan dihasilkan dari hasil
penguapan yang berasal dari suatu pembangkit uap air. Uap yang dihasilkan
kemudian dimasukkan kedalam alat penyulingan. Pada dasarnya tidak ada
perbedaan yang menyolok pada ketiga alat penyulingan tersebut. Namun
demikian pemilihan tergantung pada cara yang digunakan, karena reaksi tertentu
dapat terjadi selama penyulingan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pada
penyulingan uap antara lain:
1. Difusi atau perembesan minyak atsiri oleh air panas melalui selaput
tanaman, ini yang dikenal dengan pengertian hidrodifusi
2. Hidrolisis terhadap komponen tertentu dari minyak atsiri
3. Peruraian terjadi oleh panas
Uap air dan uap minyak dicairkan dengan cara mengalirkan pipa
berlingkar yang didinginkan dengan air. Alat pencair uap ini disebut dengan
kondensor. Cara pencairan uap yang baik adalah dengan mengalirkan air
pendingin berlawanan arah dengan aliran uap minyak. Berarti air pendingin
dimasukkan melalui bagian bawah kondensor dan dikeluarkan pada bagian atas.
Hasil sulingan minyak atsiri dan air ditampung ke dalam botol berleher panjang.
Karena minyak atsiri sangat mudah menguap, maka botol penampung sebaiknya
direndam dalam air dingin. Atau dapat juga dilakukan dengan meletakkan es batu
bercampur garam disekitar botol penampung agar suhu dingin dapat
dipertahankan lebih lama (Hendartomo, 1996).
Heat Exchanger (Alat Penukar Panas)
Penukar panas adalah peralatan utama untuk mentransfer panas antara
aliran panas dan dingin. Mereka memiliki bagian terpisah untuk dua aliran dan
beroperasi secara terus menerus. Mereka juga disebut recuperators untuk membedakan mereka dari regenerator, di mana panas dan aliran dingin melewati bergantian melalui saluran yang sama dan pertukaran panas dengan massa
peralatan, yang sengaja dibuat dengan kapasitas panas.
Berikut adalah beberapan jenis tipe heat exchanger yang biasa digunakan: 1. Exchanger plate and frame
Piring dan bingkai exchanger adalah majelis bergelombang dengan piring ditekan di atas bingkai. Pinggiran berisi cairan dan mengarahkan arus ke
dalam dan keluar dari ruang antara pelat. Panas dan dingin arus
yang sisi berlawanan dari piring. Tutup jarak dan adanya lipatan
dan fouling rendah, pesanan l-5 x 10-s Btu/(hr) (sqft) (°F). Aksesibilitas panas permukaan pertukaran untuk membersihkan membuat mereka
sangat cocok untuk fouling jasa dan di mana tingkat tinggi sanitasi diperlukan, seperti dalam pengolahan makanan dan farmasi. Tekanan
operasi dan suhu dibatasi oleh sifat dari bahan gasketing, dengan maksimal biasa 300 psig dan 400 ° F.
2. Spiral heat exchanger
Cairan panas masuk di tengah elemen spiral dan arus ke pinggiran; aliran
cairan dingin berlawanan, masuk di pinggiran dan meninggalkan di
tengah. Perpindahan panas koefisien tinggi di kedua sisi, dan tidak ada
koreksi log, berarti perbedaan suhu karena aksi berlawanan benar.
Faktor-faktor ini dapat menyebabkan permukaan persyaratan 20% atau lebih
kurang dari jenis penukar panas dinding dan tabung. Jenis spiral
umumnya unggul dengan cairan sangat kental pada tekanan sedang.
Prosedur desain untuk piring spiral dan penukar tabung spiral yang terkait
disajikan oleh Minton (1970), Walker (1982) (dalam Wallas,1982).
3. Compact (flat in) exchanger
Dengan jenis yang sama alat-alat untuk cairan panas dan dingin,
digunakan terutama untuk layanan gas. Alat ini memiliki ciri khas
permukaan urutan 1200�2/�3 (353��2/��3), tinggi kerut
3,8-11,8 mm, ketebalan 0,2-0,6 mm, dan kerapatan sirip 230-700/m. Izin
panas per satuan volume yang dapat dicapai dengan konstruksi dinding
dan tabung. Unit telah dirancang untuk tekanan sampai 80 atm atau lebih,
dimana panas mengalir dari dalam ke luar daerah berubah secara konstan.
Dengan demikian setara dari Persamaan, untuk silinder panjang N
Q = -kN(2�r)��
didih tinggi di bawah vakum didih rendah
Untuk menghasilkan rendemen minyak yang tinggi dengan hasil yang
maksimal maka sistem penyulingan yang paling baik digunakan adalah dengan
menggunakan sistem penyulingan uap langsung. Pada cara ini, ketel perebus air
dipisahkan dari ketel penyuling yakni ketel yang berisi bahan. Uap air yang
dihasilkan pada ketel perebusan air, dialirkan pada sebuah pipa ke dalam ketel
penyuling. Bahan yang disuling diletakkan di atas piringan yang berlubang-lubang
didalam ketel. Piringan boleh lebih dari satu dan disusun secara bertingkat. Untuk
memudahkan bergeraknya uap air ke tingkat yang lebih tinggi, maka harus
disediakan ruang kosong antara bahan yang terletak pada piringan di bawahnya
1 atmosfir) dialirkan ke dalam ketel penyuling. Bersama uap air ini, minyak atsiri
dari bahan akan ikut terbawa. Selanjutnya pipa penyalur disalurkan melalui ketel
ketiga yang berfungsi sebagai kondensor. Setelah mengalami proses kondensasi,
campuran minyak dan air kemudian dicampur pada bak pemisah cairan. Dengan
adanya perbedaan berat jenis maka air dapat dipisahkan dari minyak
(Sudaryani dan Sugiharti, 1999).
Minyak hasil sulingan harus segera dipisahkan setelah suhunya menyamai
suhu kamar. Jika tidak, minyak akan menimbulkan bau tengik. Minyak atau lemak
akan mengeluarkan bau tengik bila terjadi oksidasi, yaitu akibat bercampurnya
minyak/lemak, air, dan udara. Hal ini dilakukan agar tidak menurunkan nilai
ekonomis dari minyak tersebut yang mana selama ini seringkali terjadi didalam
industri kecil dan menengah yang tidak tahu dengan baik cara penanganan minyak
atsiri tersebut (Herlina dan Ginting, 2002).
Kandungan yang Terdapat Pada Minyak Atsiri
Minyak atsiri pertama kali diisolasi pada tahun 1300 oleh Arnold de
villanova. Produksi secara modern baru dilakukan oleh Lavoiser pada tahun
1760-1770. Ditinjau dari segi kimianya minyak atsiri hanya mengandung dua golongan
senyawa, oleoptena dan stearoptena. Oleoptena adalah bagian hidrokarbon di
dalam minyak atsiri dan berwujud cairan. Umumnya senyawa golongan oleoptena
terdiri atas senyawa monoterpen, sedangkan stearoptena adalah senyawa
hidrokarbon teroksigenasi yang umumnya berwujud padat. Steoreptena ini
umumnya terdiri atas senyawa susunan oksigen dan terpen. Hampir semua minyak
atsiri mengandung campuran senyawa kimia, dan biasanya campuran tersebut
dengan persentase sangat tinggi, seperti minyak mustard (Brasicca alba) dengan kandungan alil isotianat 93%, danruk (Melaleuca leucaderon var latifolia) dengan kandungan metal euganol 98%, kayu manis cina (Cinnamommium Cassia) dengan kandungan sinamildehida 97%, dan cengkeh (Eugenia aromatica) dengan kandungan senyawa fenol sekitar 85%, terutama euganol (Agoes, 2007).
Berdasarkan keanekaragaman mutu cengkeh yang bervariasi yang terjadi
akibat pengaruh bahan baku sampai dengan bentuk kepengusahaannya mutu
minyak cengkeh dapat dibedakan menjadi empat bagian mutu, antara lain
1. Special grade
Special grade merupakan mutu cengkeh yang terbaik sperti yang bersifat utuh, berseri, penuh, uniform, merata, bebas dari jamur, dan
tidak lebih dari; 3% ranting, cengkeh tua dan benda asing, 2% cengkeh
kokher dan 16% kadar air.
2. Mutu No 1
Mutu No 1 cengkeh merupakan mutu yang baik, bersifat utuh, cukup
merata, tidak berjamur dan mengandung tidak lebih dari; 5% ranting,
cengkeh tau, dan benda asing lainnya, 3% cengkeh kokher, dan 16%
kadar air
3. Mutu No 2
Mutu No 2 merupakan mutu cengkeh yang bebas dari jamur dan
mengandung tidak lebih dari; 5% ranting, 7%kokher, dan 16% kadar
4. Mutu No 3
Mutu No 3 merupakan mutu cengkeh yang mengandung tidak lebih
dari; 5% ranting, cengkeh tua, benda asing lain, 20% cengkeh kokher,
dan 16% kadar air.
Diantara mutu No. 2 dan No. 3 hanya sedikit perbedaanya. Jika ditinjau dari
kegiatan penyulingan maka mutu minyak No. 3 diperkirakan lebih baik karena
biasanya lebih kering dan lebih keras sehingga tidak menimbulkan bahan lengket
dan kerak pada alat-alat destilasi (Guenther, 1991).
Kandungan Kimia Minyak Atsiri Pada Daun Cengkeh
Pada tahun 1960, S. Arctander menyatakan bahwa minyak hasil sulingan
daun cengkeh kering dan daun kayu manis mengandung unsur euganol bermutu
tinggi. Sejak pertengahan tahun 60-an, clove leaf oil (minyak daun cengkeh) mendapat pasaran luas. Di Negara-negara industri, euganol yang dikandung
minyak tersebut dipisahkan, digunakan untuk bahan baku obat, pewangi teknis
sabun serta deterjen. Bahkan sekarang, meskipun mendapat keengganan di
kalangan pemakai, clove leaf oil mulai mendapat pijakan di industri wewangian. Unsur euganol maupun phenol sangat mudah bersenyawa dengan besi. Oleh
karena itu, clove oil, clove steam oil, dan clove leaf oil harus dimuat dalam kemasan botol kaca, drum alumunium, atau drum timah (Harris, 1987).
Minyak daun cengkeh mempunyai kadar eugenol minimal 78% dan
beta-caryophyllene min 17 % dengan rendemen minyak sebesar 2% (SNI, 2006 dalam
Jayanuddin, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Jirovetz dkk. (2009) yang
menggunakan penyulingan uap didapat 23 komponen dengan kadar tertinggi yaitu
eugenol 76.8%, β-caryophyllene 17.4%, α-humulene (2.1%), dan eugenyl acetate
1.2%. Rendahnya kadar eugenol terjadi karena sistem pendinginan dan
penampungan sampel yang tidak sempurna, sehingga banyak eugenol yang
menguap (Jayanuddin, 2011).
Rendemen dan Lama Penyulingan
Rendemen adalah perbandingan antara minyak yang dihasilkan dengan
bahan tumbuhan yang diolah. Besarnya rendemen yang dihasilkan antara jenis
bahan yang satu berbeda dengan yang lainnya. Misalnya rendemen minyak sereh
0,8%, minyak kenanga 1,3%, dan nilam berkisar antara 2,5% sampai 4% untuk
jenis Nilam Aceh. Jenis tumbuhan, varietas, tempat pembudidayaan, dan cara
melaksanakan penyulingan sangat mempengaruhi hasil penyulingan. Penyulingan
dianggap selesai bila hasil sulingan yang ditampung tidak lagi mengeluarkan
minyak. Waktu yang dibutuhkan untuk menyuling sangat tergantung pada jenis
bahan yang disuling. Ada tumbuhan yang cepat melepaskan minyak, ada pula
yang lambat. Contohnya, penyulingan minyak lada hanya memakan waktu satu
jam, sereh selama tiga sampai empat jam, sedang minyak bunga kenanga
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan juni sampai September tahun 2014 di
Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Bahan dan Alat
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah : air, daun cengkeh, es batu,
ember, gelas ukur, kompor, lilin mainan, pelat alumunium, pelat stainless steel, penutup/pembuka laju aliran air (kran), preassure gauge.
Adapun alat-alat yang digunakan adalah alat tulis, gergaji besi, gerinda,
kalkulator, komputer, mesin las, dan palu.
Metodologi Penelitian
Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara studi
literatur (kepustakaan), kemudian dilakukan perancangan bentuk dan
pembuatan/perangkaian komponen-komponen alat penyuling minyak atsiri tipe
uap langsung. Setelah itu dilakukan pengujian alat dan pengamatan parameter.
Persiapan bahan
Daun cengkeh yang akan disuling merupakan daun cengkeh yang telah
kering ataupun layu dari tanaman cengkeh yang telah berbunga pada usia 4,5
penyulingan minyak atsiri sehingga dihasilkan minyak dengan kualitas yang baik
dimana daun cengkeh yang akan disuling telebih dahulu dijemur dengan panas
matahari hingga kering, hal ini bertujuan untuk mengurangi kadar air didalam
daun cengkeh.
Perancangan Alat
Dalam perancangan alat ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
Komponen Alat
Alat destilasi ini mempunyai beberapa komponen yaitu :
1. Wadah air penghasil uap
Wadah ini merupakan wadah air yang akan digunakan untuk
menghasilkan uap air. Uap air ini nantinya akan mengalir melalui pipa
menuju tempat bahan (daun cengkeh) untuk membawa kandungan
minyak atsiri yang terkandung pada bahan tersebut. Wadah ini berbentuk
silinder dengan penutup yang dapat terbuka dan terkunci rapat,
berdiameter 30 cm dan tinggi 51 cm
2. Pipa aliran uap
Pipa ini berdiameter 1,5 cm dan berfungsi sebagai tempat aliran uap air
yang menghubungkan wadah air menuju wadah bahan, serta dari wadah
bahan menuju pipa berlingkar dalam pada proses pendinginan. Pada
bagian peutup atas wadah ini akan dipasang preassure gauge untuk pengukur tekanan agar tekanan yang dihasilkan uap air dapat diamati.
3. Wadah bahan
Konstruksinya hampir sama dengan wadah air penghasil uap. Dapat
ukuran dan komponen. Berdiameter 32 cm dan tinggi 40 cm, terdapat
piringan dengan diameter 32 cm berlubang-lubang kecil pada 30 cm dari
sisi terbawah. Di atas piringan inilah bahan akan diletakkan kemudian
uap yang berasal dari proses pemanasan akan melewati lubang kecil
tersebut menuju bahan. Untuk mengontrol tekanan ini maka akan
dipasang pula kran pelepasan uap pada sisi alas wadah. Uap ini akan
membawa kandungan minyak yang terdapat pada bahan kemudian
mengalir melalui pipa penghubung menuju pipa berlingkar yang terdapat
dalam kondensor.
4. Kondensor
Kondensor ini terdiri dari drum dengan diameter 30 cm dan tinggi 50
cm, pipa berlingkar dan kran. Es batu diletakkan di tengah-tengah pipa
berlingkar lalu kemudian ditaburi garam. Sedangkan kran berfungsi
sebagai lubang pengeluaran air dari es yang mencair.
5. Heat exchanger
Heat exchanger merupakan pipa berlingkar yang berfungsi untuk mengubah fase uap menjadi fase cair didalam kondensor.
6. Botol penampung
Hasil sulingan akan ditampung di dalam botol berleher panjang.
Tujuannya untuk memudahkan pemisahan minyak dan air. Selain itu
botol ini sebaiknya direndam dalam air dingin agar minyak yang telah
ditampung tidak menguap kembali. Pemisahan minyak dan air dapat
7. Gelas ukur
Untuk mengetahui berapa volume minyak yang dihasilkan, maka dapat
digunakan gelas ukur.
Pembuatan Alat
Adapun langkah-langkah dalam membuat alat penyuling minyak atsiri tipe
uap langsung yaitu :
1. Dirancang bentuk alat sesuai dengan urutan proses.
2. Digambar serta ditentukan ukuran alat.
3. Dipilih bahan yang akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan alat.
4. Dilakukan pengukuran terhadap bahan-bahan yang akan digunakan sesuai
dengan ukuran yang telah ditentukan.
5. Dipotong bahan sesuai ukuran.
6. Dibentuk dan dilas plat bahan untuk membentuk pipa aliran uap.
7. Dibentuk dan dilas plat bahan untuk membentuk wadah air.
8. Dibentuk dan dilas plat bahan untuk membentuk wadah bahan.
9. Disiapkan drum kondensor.
10. Dibuat satu lubang pada salah satu sisi samping-bawah drum.
11. Dipasang kran pada lubang tersebut.
12. Dibentuk bahan agar sesuai dengan tempat bahan dan drum kondensor.
13. Dilas pipa aliran yang ada pada drum kondensor dengan terhadap dinding
drum
14. Dihubungkan komponen bahan yang telah dibuat sesuai dengan urutan
Prosedur Penelitian
1. Dimasukkan air ke dalam wadah penghasil uap air.
2. Dimasukkan bahan ke dalam tempat bahan.
3. Dimasukkan es batu ke dalam wadah pendingin.
4. Dihidupkan api kompor.
5. Dipanaskan air pada wadah penghasil uap air sampai mendidih.
6. Diatur dan dijaga tekanan pada penghasil uap air kira-kira 1 atmosfer
7. Ditampung hasil penyulingan pada botol penampung.
8. Dilakukan pemisahan minyak dan air hasil penyulingan.
9. Dilakukan pengukuran volume minyak yang dihasilkan tiap satuan berat
Bahan yang dimasukkan ke dalam wadah bahan.
10. Dilakukan pengamatan parameter.
Parameter yang Diamati 1. Kapasitas Efektif Alat
Kapasitas efektif alat dilakukan dengan menghitung banyaknya minyak
daun cengkeh yang dihasilkan (liter) tiap satuan waktu yang dibutuhkan
selama penyulingan tersebut (jam).
KA = ���
� ………...……… (5)
dimana :
KA = Kapasitas efektif alat (Liter/jam)
Vol = Volume minyak daun cengkeh yang dihasilkan (Liter)
2. Rendemen
Rendemen adalah perbandingan antara minyak yang dihasilkan dengan
bahan tumbuhan yang diolah. Perhitungan rendemen dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar rendemen yang dihasilkan oleh suatu alat
dalam memproduksi minyak daun cengkeh tiap satuan banyak bahan yang
diolah.
Rend= ��
��
×
100%……….. ...(6)dimana :
Rend = Rendemen (%)
BN = Berat minyak daun cengkeh yang dihasilkan tiap satu satuan berat
bahan yang diolah (kg)
BB = Berat bahan olahan (kg)
3. Efisiensi alat
Efesiensi alat dapat diketahui dengan membagi kapasitas efektif yang
diperoleh alat terhadap kapasitas efektif alat secara teoritis, atau dapat
dituliskan dengan rumus :
η alat = ������
����� × 100%……….(7)
dimana:
η = Efiensi penyulingan (%)
Analisis biaya
Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat
diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat
diperhitungkan. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada
out put yang dihasilkan. Dimana semakin banyak produk yang dihasilkan maka semakin banyak bahan yang digunakan. Tak heran jika biayanya semakin besar.
Sedangkan, biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung pada banyak
sedikitnya produk yang akan dihasilkan (Soeharno, 2007).
Pengukuran Biaya produksi dilakukan dengan cara menjumlahkan biaya
yang dikeluarkan yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya pokok).
Biaya pokok = ���
� +���� �... (8) dimana :
BT = total biaya tetap (Rp/tahun)
BTT = total biaya tidak tetap (Rp/jam)
X = total jam kerja per tahun (jam/tahun)
C = kapasitas alat (jam/satuan produksi
Biaya Tetap
Menurut Darun (2002), biaya tetap terdiri dari:
1. Biaya penyusutan (metode sinking fund)
Metode ini memungkinkan untuk memperkirakan penyusutan yang lebih
mendekati dengan penyusutan yang aktual terjadi bagi mesin/alat pada tiap
tahun umurnya.
dimana :
Dt = Biaya penyusutan pada tahun ke-t (Rp/tahun)
P = Nilai awal alsin (harga beli/pembuatan) alsin (Rp)
S = Nilai akhir alsin (10% dari P) (Rp)
N = perkiraan umur ekonomis (tahun)
t = tahun ke-t
i = tingkat bunga modal (% tahun)
2. Biaya bunga modal dan asuransi
I
=
�(�)(�+1)2� ...(10)
dimana: i = Total persentase bunga modal dan asuransi
3. Biaya pajak di negara ini belum ada ketentuan besar pajak secara khusus
untuk mesin-mesin dan peralatan pertanian, diperkirakan bahwa biaya
pajak adalah 2% pertahun dari nilai awalnya.
4. Biaya gudang/garasi Biaya gudang atau gedung diperkirakan berkisar
antara 0,5 – 1 %, rata-rata diperhitungkan 1 % dari nilai awal (P) pertahun
Biaya Tidak Tetap
Biaya tidak tetap terdiri dari:
1. Biaya perbaikan untuk sumber tenaga penggerak, mesin sumber tenaga
adalah mesin penggerak peralatan lainnya yang umumnya dihubungkan
dengan jenis-jenis transmisi tertentu. Biaya perbaikan ini dapat dihitung
dengan persamaan:
Biaya reparasi = 1,2%(�−�)
2. Biaya Operator Biaya operator tergantung pada kondisi lokal, dapat
diperkirakan dari gaji bulanan atau gaji pertahun dibagi dengan total jam
kerjanya.
Break event point (BEP)
Manfaat perhitungan titik impas adalah untuk mengetahui batas produksi
minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak
untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan.
Untuk menentukan produksi titik impas dapat digunakan rumus :
N = �
(�−�)...(12)
Dimana :
N = jumlah produksi minimal untuk mencapai titik impas (ml)
F = biaya tetap per tahun (Rp)
R = penerimaan dari tiap unit produksi (harga jual) (Rp)
V = biaya tidak tetap per unit produksi
VN = total biaya tidak tetap per tahun (Rp/unit)
Net present value (NPV)
Identifikasi masalah kelayakan finansial dianalisis dengan menggunakan
metode analsis finansial dengan kriteria investasi. NPV adalah kriteria yang
digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Secara
singkat dapat ditulis :
Dimana :
CIF = cash in flow COF = cash out flow
Sementara itu keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan
(%) bertindak sebagai tingkat bunga modal dalam perhitungan :
CIF = pendapatan x (P/A, i, n) + Nilai akhir x (P/F, i, n)
COF = Investasi + pembiayaan (P/A, i, n)
Dengan kriteria :
• NPV > 0, berarti usaha tersebut menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan
dan dikembangkan
• NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi proyek tidak menguntungkan dan
tidak layak untuk dilaksanakan
• NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan.
Internal rate of return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) ini digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama (umur) pemilikan suatau alat atau mesin pada tingkat keuntungan
tertentu. Internal rate of return (IRR) adalah suatu tingkatan discount rate, dimana diperoleh B/C ratio = 1 atau NPV = 0. Berdasarkan harga dari NPV = X
(positif) atau NPV= Y (positif) dan NPV = X (positif) atau NPV = Y (negatif),
dihitunglah harga IRR dengan menggunakan rumus berikut:
IRR= p%+ �
�+�� (�%− �%)(�����������������) ...(14)
Dan
IRR= q%+ �
dimana :
p = suku bunga bank paling atraktif
q = suku bunga coba-coba ( > dari p)
X = NPV awal pada p
Y = NPV awal pada q
HASIL DAN PEMBAHASAN
Alat Penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap Langsung
Alat penyuling minyak atsiri tipe uap langsung merupakan alat yang
mempunyai fungsi untuk mengeluarkan kandungan minyak atsiri yang terdapat
pada bagian dari tumbuhan yang berupa daun, ranting dan biji. Dalam proses
pengeluaran minyak dari tumbuhan yang digunakan adalah uap bertekanan tinggi.
Uap ini berfungsi untuk mengeluarkan minyak yang terdapat pada daun, ranting
maupun biji pada tumbuhan. Alat penyuling minyak atsiri tipe uap langsung ini
terdiri atas tiga bagian utama yaitu:
1. Ketel uap
2. Ketel suling
3. Kondensor
Selain itu alat ini juga dilengkapi dengan preassure gauge sebagai pengukurr tekanan uap yang dihasilkan, termometer untuk mengetahui suhu yang
ingin dicapai, dan kumparan pada kondensor yang berfungsi untuk memperlambat
laju aliran uap agar uap dapat terkondensasi kembali menjadi cairan, serta gelas
ukur sebagai wadah penampungan minyak sementara waktu.
Sumber panas dihasilkan melalui kompor gas yang berukuran 3 kg yang
berfungsi untuk memanaskan air yang terdapat pada ketel uap. Ketel uap diisi air
sebanyak 15 L, tidak perlu diisi sampai penuh agar cepat menghasilkan uap
sehingga dapat mempersingkat waktu penyulingan. Ketel uap mempunyai ukuran
diameter 30 cm dan tinggi 51 cm. Ketel suling mempunyai ukuran 32 cm dan
yang mempunyai tinggi 20 cm dari dasar. Selanjutnya kondensor yang
berdiameter 30 cm dan tinggi 50 cm memiliki pipa spiral sebanyak 26 kumparan.
Ketel uap, ketel suling serta kondensor dihubungkan oleh pipa yang
berdiameter 1,5 cm sebagai jalur uap yang dihasilkan. Uap yang dihasilkan pada
ketel uap selanjutnya diteruskan kedalam ketel suling setelah didapat tekanan
1 atm. Selanjutnya uap tersebut masuk melalui ruangan kosong pada ketel suling
sebelum akhirnya mengenai bahan yang akan disuling. Uap yang telah dialirkan
ke dalam ketel suling tersebut dibiarkan sampai mencapai suhu 110 °C, setelah
mencapai suhu tersebut keran dibuka untuk mengalirkan uap yang selanjutnya di
teruskan kedalam kondensor untuk dikondensasi agar uap tersebut kembali
menjadi bentuk cairan.
Pemilihan Bahan
Pemilihan bahan dalam pembuatan alat ini haruslah diperhitungkan,
karena pemilihan bahan dapat menentukan hasil yang akan di peroleh dari proses
penyulingan. Bahan yang digunakan dalam pembuatan alat ini adalah bahan yang
terbuat dari stainless steel. Bahan stainless steel merupakan bahan yang terbuat dari baja yang apabila bereaksi dengan air dan udara tidak akan menimbulkan
pengkaratan (korosi). Korosi sangat mempengaruhi hasil yang akan dicapai
karena akan memperlambat uap yang akan dialirkan dan juga mengandung zat
yang tidak baik untuk kesehatan, karena minyak atsiri pada umumnya digunakan
pada bahan kosmetik dan juga obat-obatan, jadi harus benar-benar steril dan
Dimensi Alat
Dimensi alat sangatlah penting dalam produksi alat-alat pertanian.
Pentingnya dilakukan pengukuran dimensi alat dan massa dari alat bertujuan
bertujuan apabila ada usaha untuk memproduksi alat dalam jumlah besar dan
kemudian menjualnya. Dengan mengetahui dimensi dan massa dari alat tersebut ,
maka kapasitas alat dapat diketahui. Alat ini memiliki tiga tabung, dimana tabung
pertama memiliki tinggi 51 cm dan diameter 30 cm, tabung kedua (ketel suling)
memiliki tinggi 40 cm dan diameter 32 cm, dan tabung kondensor memiliki tinggi
50 cm dan diameter 30 cm serta rak bertingkat sebagai tempat dudukan ketiga
tabung tersebut.
Proses penyulingan
Dalam sekali proses penyulingan di butuhkan air sebagai penghasil uap
sebanyak 15 L, es batu sebanyak 7 buah, bahan bakar elpiji yang berukuran 3 kg
sebanyak 1 buah dan daun cengkeh kering seberat 1 kg. Dimana air sebanyak
15 L dimasukkan kedalam ketel uap yang berfungsi sebagai penghasil uap. Proses
penyulingan berlangsung selama 3 jam untuk itu perlu diperhatikan banyaknya
air yang digunakan sebagai penghasil uap agar ketika proses berlangsung air
dalam ketel uap tidak kering ataupun habis.
Dalam proses penyulingan bahan bakar yang digunakan adalah bahan
bakar gas berukuran 3 kg, digunakan untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan
dalam proses penyulingan. Selain itu penggunaan elpiji juga untuk mengurangi
penggunaan minyak tanah yang semakin langka. Es batu yang digunakan dalam
didalam kondensor agar proses pengembunan dapat berlangsung dan uap dapat
dikembalikan fasenya menjadi minyak.
Penyulingan dengan sistem seperti ini memanfaatkan uap bertekanan
tinggi, oleh sebab itu harus benar-benar diperhatikan dalam proses pembuatannya,
terutama pada ketel suling. Ketel suling harus benar-benar tertutup rapat agar
tidak ada uap yang keluar karena hal tersebut akan memperlama waktu proses
penyulingan. Uap yang dihasilkan melalui ketel uap kemudian dialirkan kedalam
ketel suling melalui pipa berukuran 1,5 cm sebagai jalur keluarnya uap. Kemudian
uap dengan tekanan 1 atmosfer tersebut masuk kedalam ketel suling untuk
digunakan menguapkan daun cengkeh agar minyak yang terkandung didalam
daun cengkeh dapat keluar. Uap tersebut sebelumnya dikumpulkan didalam ketel
suling dengan suhu 110 °C. Ketel suling ini memiliki rongga dibagian bawahnya
sebagai tempat masuknya uap yang berasal dari ketel uap, sedangkan daun yang
akan disuling berada 20 cm dari dasar alat. Hal ini bertujuan agar uap memiliki
cukup ruang untuk menguapkan daun tersebut. Bahan yang diisikan kedalam ketel
suling sebanyak 1 kg. Bahan tidak boleh diisi terlalu penuh agar terdapat ruangan
uap untuk keluar menuju kondensor. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harris
(1990) yang menyatakan bahwa bahan yang akan diolah dimasukkan ke tempat
pemuatan bahan tanpa dipadatkan dan tidak boleh terisi penuh.
Kapasitas Efektif Alat
Kapasitas efektif alat menunjukkan produktivitas alat selama
pengoperasian tiap satuan waktu. Dalam hal ini kapasitas efektif alat diukur
dengan membagi volume minyak yang dihasilkan terhadap waktu yang
ulangan untuk masing-masing bahan sebanyak 1 kg. Hasil pengujian
menunjukkan waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menyuling daun cengkeh
sebanyak 1 kg yaitu 3 jam sehingga kapasitas efektif alat penyuling minyak atsiri
tipe uap langsung sebesar 13,33 ml/jam. Hasil ini dapat dilihat pada tabel 2.
Hasil penelitian menunjukkan minyak daun cengkeh yang diperoleh
sebesar 38 ml dengan lama penyulingan 3 jam pada pengulangan pertama, sebesar
40 ml dengan waktu yang sama pada pengulangan kedua, sedangkan pada
pengulangan ketiga pada waktu yang sama diperoleh minyak sebesar 42 ml.
Tabel 2. Kapasitas Efektif Alat
Ulangan Volume (ml) waktu (jam) kapasitas efektif
Dari hasil penelitian didapat hasil penyulingan yang berbeda, dimana
perbedaannya disebabkan oleh kebocoran alat. Pada ulangan I pemasukan air pada
ketel uap dilakukan secara batch (curah) dan pintu pada ketel uap masih menggunakan system bongkar pasang dengan pengaitnya berupa baut, sehingga
menyebabkan adanya kebocoran uap melalui celah-celah penutup ketel uap.
Pada ulangan II dan III kebocoran pada ketel uap telah diperbaiki dengan
cara di las antara tutup dengan dinding ketel sehingga tidak terdapat lagi
celah-celah diantaranya, sedangkan pemasukan air dilakukan secara perlahan melalui
corong pemasukan yang diletakkan diatas pintu ketel dengan diameter lubang
besar pada ulangan I. Hal ini sesuai dengan pendapat Djojosubroto dan inggrid
(2011) yang menyatakan agar sebanyak mungkin minyak atsiri yang ikut
terdestilasi maka tekanan parsial uap minyak atsiri harus setinggi mungkin. Jadi
jika terdapat kebocoran pada alat maka akan mengurangi tekanan parsial pada alat
karena uap akan berkurang melalui lubang yang bocor.
Rendemen Minyak
Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
rendemen yang dihasilkan oleh suatu alat dalam memproduksi minyak daun
cengkeh tiap satuan banyak bahan yang diolah.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, didapat hasil rendemen minyak
pada daun cengkeh sebesar 2,23 %. Hal ini diperoleh berdasarkan perbandingan
berat rataan minyak daun cengkeh dengan berat bahan yang digunakan yaitu
sebesar 1000 gr kemudian dikali 100 %.
Tabel 3. Rendemen Minyak Daun Cengkeh
Ulangan Berat minyak daun
cengkeh dalam gelas
Rendemen yang diperoleh dari penelitian ini sudah sesuai standard
nasional Indonesia (SNI,2006) dimana standard SNI mensyaratkan rendemen
sebesar 2%. Sedangkan dalam industri kosmetik dan obat-obatan rendemen
minyak yang dibutuhkan sebesar 2,5%
Heat Excanger (HE)
Perpindahan panas merupakan panas yang berpindah dari suatu tempat ke
tempat lain dengan adanya faktor tertentu. Panas akan mengalir dari tempat yang
suhunya tinggi ke tempat yang suhunya lebih rendah. Dalam hal ini panas yang
dihasilkan oleh ketel uap dialirkan kedalam kondensor untuk akhirnya dapat
diubah menjadi minyak. Hal ini disebabkan oleh adanya heat exchanger yang berfungsi mengubah fase uap menjadi fase cair.
Alat penyuling minyak atsiri tipe uap langsung ini menggunakan Heat exchanger dengan tipe spiral, diamana tipe spiral sangat baik pada cairan yang sangat kental dan bertekanan sedang.
Tabel 4. Perpindahan Kalor
Ulangan Ta dalam
kondensor(°C)
Ts (°C) Perpindahan kalor (J)
I 10 110 209.200
II 19 110 190.372
III 19 110 190.372
Total 48 330 589.944
Rata-rata 16 110 196.648
Keterangan : Ta = suhu ambient (°C) Ts = suhu steam (°C)
Dengan menggunakan persamaan
Q = mc∆�...(1)
maka dapat diperoleh kalor yang dilepas dalam satu kali proses berturut-turut
yaitu, 209.200 J dan 190.372 J. Penyulingan pada ulangan II dan III memiliki
suhu yang sama, oleh sebab itu kalor yang dilepaskan pun berjumlah sama.
Tabel 5. Energi panas dalam heat exchanger Ulangan Suhu air (°C) Suhu dasar
penguapan (°C)
Dengan menggunakan persamaan
Q = -kN(2�r)��
�� ...(2)
maka diperoleh energi untuk mengubah uap menjadi air adalah sebesar
-65.285.87 Btu/jam ft2°F. Tanda negatif (-) mengartikan bahwa kondensor harus
melepaskan energi sebesar 65.285,87 Btu/jam ft2°F agar dapat mengubah uap
minyak menjadi minyak dalam wujud cair.
Efisiensi Alat
1 kg daun cengkeh kering menghasilkan minyak yang berbeda – beda di
setiap literatur, mulai dari 0,02 L sampai dengan 0,052 L dalam sekali
penyulingan. Perbedaan ini mungkin diakibatkan dari sistem penyulingan yang
berbeda-beda, dimana dalam sistem penyulingan dikenal 3 sistem. Sistem
penyulingan dengan tipe rebus menghasilkan minyak yg tidak maksimal, begitu
juga dengan sistem kukus, namun sistem uap langsung yang menggunakan uap
bertekanan tinggi untuk menyuling daun cengkeh dapat memaksimalkan minyak
yang didapat. Berdasarkan tinjauan tersebut, penulis berasumsi bahwa 0,052 L
adalah minyak yang didapat secara maksimal, sesuai dengan tipe penyulingan
yang dilakukan penulis yaitu sistem uap langsung.
Efisiensi alat dapat dihitung dengan membagi hasil yang diperoleh di
lapangan terhadap hasil yang seharusnya diperoleh secara teoritis. Dari proses
penyulingan yang telah dilakukan, seharusnya diperoleh hasil 0,052 ml untuk 1 kg
bahan. Namun, hasil yang diperoleh justru 40 ml (hasil rataan tiga kali
adanya faktor kebocoran alat dan masih terdapatnya daun cengkeh yang tidak
dilalui oleh uap air.
secara teorotis alat dan mesin pertanian yang baik memiliki efisiensi antara
60%-70%, lebih dari itu akan semakin baik. Oleh karena efisiensi alat sebesar
76,92%, maka alat penyuling minyak atsiri tipe uap langsung ini dapat dikatakan
layak untuk digunakan.
Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat
diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat
diperhitungkan. Umumnya setiap investasi bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan. Namun ada juga investasi yang bukan bertujuan untuk keuntungan,
misalnya investasi dalam bidang sosial kemasyarakatan atau investasi untuk
kebutuhan lingkungan, tetapi jumlahnya sangat sedikit.
Harga bahan baku daun cengkeh kering yaitu Rp 800/kg. Dari analisis
biaya, diperoleh biaya penyulingan daun cengkeh dengan alat ini sebesar
Rp. 248/ml, yang merupakan hasil perhitungan dari biaya tetap dan biaya tidak
tetap terhadap kapasitas alat penyuling minyak atsiri. Dari analisis biaya,
diperoleh total biaya tetap sebesar Rp. 748.712,25/tahun dan total biaya tidak tetap
sebesar Rp. 2.700,6 /jam.
Tabel 6. Biaya pokok penyulingan minyak daun cengkeh
Tahun Biaya Pokok (Rp/ml) Tahun Biaya Pokok (Rp/ml)
1 257,23 4 219,08
2 232,02 5 216,94
3 223,63
Gambar 6. Grafik Biaya Pokok Alat Penyuling Minyak Atsiri
Dari grafik dapat dilihat terjadi penurunan biaya pokok tiap tahunnya untuk
penyulingan daun cengkeh dengan alat penyuling minyak atsiri. Hal ini
dipengaruhi oleh biaya penyusutan (biaya tetap) pada alat yang semakin tinggi
tiap tahunnya.
Break even point
Menurut Waldiyono (2008) analisis titik impas umumnya berhubungan
dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha
yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing). Selanjutnya dapat berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap sama dengan nol. Bila pendapatan dari produksi berada di sebelah kiri titik impas
maka kegiatan usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila di sebelah kanan
titik impas akan memperoleh keuntungan. Maka dari itulah penulis menghitung
analisa titik impas dari alat ini untuk mengetahui seberapa lama waktu yang
dibutuhkan alat ini agar mencapai titik impas.
Tabel 7. BEP Alat Penyuling Minyak Atsiri
Tahun BEP (ml/tahun) Tahun BEP (ml/tahun)
1 63,91 4 19,82
Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V
Biaya Pokok (Rp/ml)
Gambar 7. Grafik BEP Alat Penyuling Minyak Atsiri
Dari grafik dapat dilihat terjadi penurunan BEP tiap tahunnya untuk menghasilkan
minyak daun cengkeh dengan alat penyuling minyak atsiri. Hal ini dipengaruhi
oleh biaya tetap (biaya penyusutan) pada alat yang semakin tinggi tiap tahunnya.
Jadi, biaya tetap dengan BEP nilainya berbanding terbalik.
Net present value
Net present value (NPV) adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Dalam menginvestasikan modal
dalam penambahan alat pada suatu usaha maka NPV ini dapat dijadikan salah satu
alternatif dalam analisis financial. Dari percobaan dan data yang diperoleh (Lampiran 8) pada penelitian dapat diketahui besarnya NPV dengan suku bunga
6% adalah Rp. Rp. 1.003.573,61. Hal ini berarti usaha ini layak untuk dijalankan
karena nilainya lebih besar ataupun sama dengan nol. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Darun (2002) yang menyatakan bahwa kriteria NPV yaitu:
- NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan
- NPV < 0, berarti sampai dengan n tahun investasi usaha tidak
menguntungkan
Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V
BEP (ml/tahun)
- NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang
dikeluarkan.
Internal rate of return
Internal rate of return berfungsi untuk melihat seberapa layak suatu usaha dapat dilaksanakan atau seberapa besar keuntungan investasi maksimum yang
ingin dicapai. Berdasarkan hal tersebut maka hasil yang didapat dari penelitian ini
adalah sebesar 14,85%, artinya usaha penyulingan minyak daun cengkeh masih
layak untuk dijalankan jika pengusaha melakukan peminjaman modal di bank
pada suku bunga di bawah 14,85%. Semakin tinggi bunga pinjaman di bank maka
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Alat penyuling minyak atsiri berfungsi untuk menghasilkan minyak dari daun
dengan cara menyuling.
2. Sebelum dilakukan penyulingan daun harus dalam keadaan kering untuk
mengurangi kadar air.
3. Kapasitas efektif rata-rata pada alat penyuling minyak atsiri sebesar 13,33
ml/jam untuk daun cengkeh.
4. Analisis ekonomi pada alat penyuling minyak atsiri ini meliputi biaya pokok
dari tahun pertama sampai tahun kelima berturut-turut yaitu Rp. 1.054,77/ml,
Rp. 880,48/ml, Rp. 822,67/ml, Rp. 793,82/ml dan Rp. 776,55/ml. Nilai titik
impas (BEP) dari tahun pertama sampai tahun kelima sebanyak 247,17
ml/tahun, 133,02 ml/tahun, 95,16 ml/tahun, 76,27 ml/tahun dan 64,95
ml/tahun. Net present value (NPV) 6% adalah Rp. 12.060.105 Sedangkan NPV 8% adalah Rp. 10.793.704,29 dan Internal rate of return alat ini adalah sebesar 27,04%.
5. Komponen alat penyuling minyak atsiri ini adalah ketel uap, ketel suling,
Saran
1. Diharapkan ada penelitian lanjutan untuk meningkatkan kapasitas kerja alat
dan kesempurnaan alat penyuling minyak atsiri.
2. Diharapkan ada penelitian selanjutnya dengan menambahkan separator
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G., 2007. Teknologi Bahan Alam. Penerbit ITB, Bandung.
Darun, 2002. Ekonomi Teknik. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian USU, Medan.
Daryus, A., 2007. Diktat Manajemen Pemeliharaan Mesin,Universitas Darma. Persada. Jakarta.
Guenther, E, 1991. Minyak Atsiri. UI-Press. Jakarta.
Harris, R., 1990. Tanaman Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta
Herlina, N Dan H. S. Ginting, 2002. Lemak Dan Minyak. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia USU, Medan.
Inggrid, M., Dan H. Djojosubroto., 2010. Destilasi Uap Minyak Atsiri Dari Kulit Dan Daun Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii). Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan.
Jayanudin, 2011. Komposisi Kimia Minyak Atsiri Daun Cengkeh Dari Proses Penyulingan Uap. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Ketaren, S., 1985. Pengantar Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta.
Lubis,F, N., 2010. Rancang Bangun Alat Penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap. Teknik Pertanian Fakultas Pertanian USU, Medan.
Luntony Dan Rahmayati, 2002. Produksi Dan Pedangan Minyak Atsiri. Swadaya. Jakarta.
Najiyati Dan Daniarti, 1991. Budidaya Dan Penanganan Pasca Panen Cengkih. Penebar Swadaya. Jakarata.
Prakosa, A. H., I. D. Pamungkas, Dan D. Ikhsan, 2013. Pengaruh Waktu Pada Penyulingan Minyak Dari Biji Daun Adas Dengan Metode Uap Dan Air. Universitas Diponegoro.
Sastrohamodjojo, H., 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Soeharno, 2007. Teori Mikroekonomi. Andi Offset, Yogyakarta.
Sudaryani Dan Sugiharti., 1999. Budidaya Dan Penyulingan Nilam. Swadaya, Jakarta.
Switaning, R. E.S, N. Fajari, M. Afiq Dwi A., 2010. Ekstraksi Minyak Atsiri Dari Limbah Kulit Jeruk Manis Di Desa Gadingkulon Kecamatan Dau Kabupaten Malangsebagai Campuran Minyak Goreng Untuk Penambah Aroma Jeruk. Universitas Negeri Malang, Malang.
Purba, R. 1997. Analisa Biaya Dan Manfaat. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Waldyono, 2008. Ekonomi Teknik (Konsep, Teori dan Aplikasi). Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Walas, S.M., 1988. Chemical Proses Equipment Selection and Design. Butterworths. United states.
Lampiran 1. Flow Chart pelaksanaan penelitian.
Mulai
Dirancang bentuk alat
Digambar dan ditentukan ukuran alat
Dipilih bahan
Diukur bahan yang akan digunakan
Dipotong bahan sesuai ukuran yang sudah
ditentukan
Dirangkai alat
Pengelasan
Digerinda permukaan yang kasar
Pengecatan
b a
Pengujian alat
Uji kelayakan
Pengukuran parameter
Analisis data
selesai
Lampiran 2. Kapasitas Efektif Alat Tabel Data Kapasitas Alat
Ulangan Volume (ml) waktu (jam) kapasitas efektif
Lampiran 3. Rendemen Minyak Daun Cengkeh Tabel Rendemen Minyak
Ulangan Berat minyak daun
Lampiran 4. Heat Exchanger
Panas yang mengalir dari ketel suling sampai dengan ke lubang
pengeluaran menglami perubahan suhu dan pelepasan energi sehingga proses
kondensasi dapat berlangsung.
Ulangan Suhu pendingin (°C) Suhu uap (°C) Perpindahan Kalor (J)
I 10 110 209.200
II 19 110 190.372
III 19 110 190.372
Total 48 330 589.944
Rata-rata 16 110 196.648
Untuk mengetahui panas yang diubah digunakan rumus:
ulangan I:Q = mc∆�
Energi Panas Dalam Heat Exchanger (Btu / jam ft2 °F)
Untuk mengetahui panas yang diubah digunakan rumus:
ulangan I:Q = -kN(2�r)�� ��
ulangan II: Q = -kN(2�r)�� ��
= -65.525,89 Btu / jam ft2 °F
ulangan III: Q = -kN(2�r)�� ��
Lampiran 5. Efisiensi Alat
Efesiensi alat dapat diketahui dengan membagi kapasitas efektif yang
diperoleh alat terhadap kapasitas efektif alat secara teoritis, atau dapat dituliskan
dengan rumus :
Kapasitas Efektif Alat (mljam) Kapasitas Teoritis (ml/jam)
Efisiensi Alat (%)
0,04 0,052 76,92
η alat =������
����� × 100%
= 0,04 ��/���
0,052 ��/��� × 100