• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANG BANGUN ALAT PENYULING MINYAK ATSIRI TIPE UAP DAN AIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "RANCANG BANGUN ALAT PENYULING MINYAK ATSIRI TIPE UAP DAN AIR"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

VANYA AULIDYA 120308001

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016

(2)

RANCANG BANGUN ALAT PENYULING MINYAK ATSIRI TIPE UAP DAN AIR

SKRIPSI

OLEH : VANYA AULIDYA

120308001

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Saipul Bahri Daulay, M. Si) (Dr. Taufik Rizaldi, STP, MP)

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

Vanya Aulidya: Rancang Bangun Alat Penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap dan Air Dibimbing oleh Saipul Bahri Daulay dan Taufik Rizaldi.

Penyulingan merupakan salah satu cara untuk mengambil minyak atsiri yang terdapat pada tumbuhan, salah satu contohnya adalah jahe. Jahe memiliki kadar minyak yang cukup tinggi dengan aroma dan rasa pedas yang khas. Proses pengolahan pascapanen bertujuan agar hasil pertanian memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan sebelum dilakukan pengolahan. Penelitian ini bertujuan untuk merancang, membuat, menguji serta menganalisis nilai ekonomis alat penyuling minyak atsiri. Parameter yang diamati yaitu warna minyak jahe, kapasitas efektif alat, kinerja alat, rendemen dan analisis ekonomi.

Dari hasil penelitian diperoleh warna minyak jahe yaitu kuning − oranye, kapasitas efektif alat sebesar 0,43 ml/jam, kinerja alat sebesar 68,8 % dan rendemen sebesar 0,1 %. Analisis ekonomi dari tahun pertama sampai tahun kelima yaitu Rp 3.244,61 /ml. Nilai titik impas dari tahun pertama sampai tahun

kelima yaitu 255,82 ml/tahun. Nilai net present value 6,75 % adalah Rp 16.282.254,25 dan nilai internal rate of return alat ini adalah sebesar 32,78 %.

Kata kunci: jahe, penyulingan, mesin

ABSTRACT

Vanya Aulidya: Design and Construction of Essential Oil Steam and Water Distillation Type. Supervised by Saipul Bahri Daulay and Taufik Rizaldi.

Distillation is one of the ways to extract essential oil that contained in the plant, for example ginger. Ginger has the high oil content with specific flavor. The postharvest processing’s purpose is to make the agricultural product have a higher economic value compared to the product without processed. The purpose of this research was to design, build, test and analyze the economic value of essential oil steam and water distillation type. The parameters observed were colour of ginger oil, effective capacity, performance and economic analysis.

Based on this research, it was summarized that the colour of ginger oil was yellow − orange, effective capacity of the equipment was 0,43 ml/hour, performance of the equipment was 68,8 % and yield was 0,1%. Economic analysis basic costs for the first to the fifth year was Rp 3.244,61/ml. Break Even Point (BEP) for the first to the fifth year was 255,82 ml/year. Net Present Value (NPV) at 6,75 % was Rp 16.282.254,25 and Internal Rate of Return (IRR) of this equipment was 32,78 %.

Keywords: ginger, distillation, machine

(4)

i

RIWAYAT HIDUP

Vanya Aulidya, lahir di Medan pada tanggal 19 Agustus 1994, anak dari Bapak Suryadi, BBA dan Ibu Eva Suryadi, SE. Anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 2 Medan pada tahun 2012 dan diterima di Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2012.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Wakil Bendahara Umum IMATETA masa bakti 2015/2016. Penulis juga merupakan anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI). Penulis pernah menjadi asisten praktikum Mesin dan Peralatan.

Pada tahun 2015, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT. Socfin Indonesia, Aceh Tamiang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Rancang Bangun Alat Penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap dan Air” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah mendukung penulis baik secara moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Taufik Rizaldi, STP, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan kritik serta saran yang membangun kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian serta semua rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2016

Penulis

(6)

iii

DAFTAR ISI

Hal

RIWAYAT HIDUP ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Minyak Atsiri ... 4

Cara Pengambilan Minyak Atsiri ... 4

Perlakuan Terhadap Bahan ... 5

Jahe (Zingiber officinale) ... 6

Minyak Atsiri Jahe ... 8

Tekanan dan Uap ... 10

Penyulingan dengan Uap dan Air... 10

Bahan Logam yang Digunakan ... 13

Heat Exchanger (HE) ... 14

Rancang Bangun ... 15

Ergonomi ... 16

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

Alat dan Bahan Penelitian ... 18

Gambaran Umum Rancangan ... 18

Rancangan Fungsional ... 19

Rancangan Struktural ... 19

Pembuatan Alat ... 21

Pengujian Alat ... 21

Parameter Pengujian... 22

Warna ... 22

Kapasitas Efektif Alat ... 22

Kinerja Alat ... 22

Rendemen ... 23

Analisis Ekonomi ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Alat Penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap dan Air ... 28

Rancang Bangun ... 29

Proses Penyulingan ... 30

Warna Minyak Jahe... 32

Kapasitas Efektif Alat ... 33

Rendemen ... 34

Kinerja Alat ... 35

Heat Exchanger ... 37

Analisis Ekonomi ... 38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(7)

Break Event Point (BEP) ... 38 Net Present Value (NPV) ... 38 Internal Rate of Return (IRR) ... 39 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 40 Saran ... 41 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(8)

v

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Standar mutu minyak atsiri jahe ... 8

2. Warna minyak jahe ... 32

3. Kapasitas efektif alat ... 33

4. Rendemen minyak jahe ... 34

5. Kinerja alat ... 35

6. Perpindahan panas ... 37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Rimpang jahe ... 8 2. Penyulingan uap dan air ... 11

(10)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Flow chart pelaksanaan penelitian ... 45

2. Perhitungan rancangan alat ... 47

3. Warna minyak jahe ... 52

4. Kapasitas efektif alat ... 53

5. Rendemen ... 54

6. Kinerja alat ... 55

7. Heat exchanger ... 56

8. Analisis ekonomi ... 57

9. Break event point (BEP) ... 61

10. Break event point (BEP) ... 62

11. Internal rate of return (IRR) ... 64

12. Jahe ... 66

13. Minyak jahe ... 67

14. Gambar komponen alat ... 68

15. Gambar alat ... 69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebelum perang dunia kedua, bahkan hingga sekarang Indonesia menduduki peringkat tertinggi dalam perdagangan untuk sejumlah minyak atsiri seperti minyak sereh, minyak jahe, minyak nilam dan sebagainya. Kebanyakan minyak atsiri tersebut diekspor atau dijual ke luar negeri ke negara Jepang, Amerika Serikat, Inggris dan Eropa. Jika diperhatikan secara sepintas dengan menjual bahan dasar minyak atsiri tersebut akan segera mendapatkan uang bahkan keuntungan. Namun, tidak disadari bahwa kemudian masyarakat membeli produk yang berasal dari bahan baku minyak atsiri tersebut dengan harga yang berlipat.

Hal ini memunculkan pemikiran bahwa kita dapat memrosesnya sendiri (Sastrohamidjojo, 2004).

Hampir seluruh tanaman penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh di wilayah Indonesia sudah dikenal oleh sebagian masyarakat. Bahkan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dari sekitar 70 jenis minyak atsiri yang selama ini diperdagangkan di pasar dunia, ternyata 40 jenis diantaranya dapat diproduksi oleh Indonesia. Namun kenyataannya, sampai dengan tahun 1993 tercatat hanya 14 jenis minyak atsiri produksi Indonesia yang cukup nyata perannya sebagai komoditas ekspor. Hal ini tentunya merupakan tantangan karena potensi Indonesia untuk mengembagkan minyak atsiri sebenarnya luar biasa.

Peluang pemasaran minyak atsiri juga tidak hanya terbuka untuk pasar luar negeri, melainkan sangat dibutuhkan di dalam negeri (Lutony dan Rahmawati, 2002).

(12)

2

Penelitian tentang rancang bangun alat penyuling minyak atsiri di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara telah beberapa kali dilakukan, yaitu Rancang Bangun Alat penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap oleh Fuad Nugraha Lubis pada tahun 2010 dan Rancang Bangun Alat Penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap Langsung oleh Octo Fandi Sinaga pada tahun 2013.

Penelitian sebelumnya merupakan penyulingan minyak atsiri dengan alat penyuling tipe uap langsung, dimana ketel air dan wadah bahan diletakkan terpisah yang dilengkapi dengan kondensor. Namun, kelemahannya alat ini memungkinkan untuk terjadi banyak kebocoran pipa karena terdiri dari tiga wadah sehingga banyak sambungan pipa dan tidak dapat dipindahkan dengan mudah.

Uraian di atas menjadi alasan penelitian ini dilakukan, yaitu untuk merancang alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air dengan menggunakan wadah penguapan sekaligus wadah bahan dan wadah kondensor yang diharapkan dapat mengurangi kebocoran sambungan pipa dan meningkatkan kinerja alat penyuling minyak atsiri. Alat ini juga lebih praktis dibandingkan alat penyuling tipe uap langsung.

Pada penelitian ini, setelah dilakukan perancangan alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air, selanjutnya dilakukan pembuatan alat dimulai dari pemilihan bahan, selanjutnya pengukuran, pemotongan, perangkaian, pengelasan dan finishing. Selanjutnya dilakukan uji kelayakan pada alat dan dilakukan pengukuran parameter yang digunakan pada penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(13)

Tujuan Penelitian

Untuk merancang, membuat, menguji serta menganalisis nilai ekonomis alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis, yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai alat penyuling minyak atsiri.

3. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Atsiri

Ditinjau dari sumber alami minyak atsiri, substansi mudah menguap ini dapat dijadikan sebagai sidik jari atau ciri khas dari suatu jenis tumbuhan karena setiap tumbuhan menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang berbeda. Dengan kata lain, setiap jenis minyak atsiri memiliki aroma yang spesifik. Hanya tumbuhan yang memiliki sel glandula sajalah yang bisa menghasilkan minyak atsiri. Secara konvensional ada beberapa metode yang bisa diterapkan untuk memperoleh minyak atsiri dari tumbuhan asalnya. Metode konvensional tersebut adalah penyulingan, ekstraksi dengan pelarut mudah menguap, pengikatan dengan lemak padat dan lain sebagainya (Agusta, 2000).

1. Cara Pengambilan Minyak Atsiri

Pengambilan (ekstraksi) minyak atsiri dari tumbuh-tumbuhan dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1) Penyulingan Menggunakan Uap Air

Penyulingan mengunakan uap air merupakan cara pengambilan minyak tertua, namun masih paling banyak digunakan. Akan tetapi, cara ini hanya cocok untuk minyak-minyak tanaman yang tidak rusak oleh panas uap air.

Tanaman yang tidak rusak itu ialah minyak mawar, kenanga, selasih, cempaka, cengkeh, nilam dan jahe.

a. Penyulingan Langsung (Direct Distillation)

Bahan yang akan diambil minyaknya dimasak dengan air. Dengan demikian, penguapan air dan minyak berlangsung bersamaan. Meskipun penyulingan langsung seolah-olah memudahkan penanganan, tetapi ternyata

(16)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(17)

mengakibatkan kehilangan hasil dan penurunan mutu. Penyulingan langsung mengakibatkan pengasaman (oksidasi) serta persenyawaan zat ester yang dikandung dengan air.

b. Penyulingan Tidak Langsung (Indirect Distillation)

Cara yang lebih melipatkan hasil serta meningkatkan mutu ialah memisahkan penguapan air dengan penguapan minyak bahan tumbuhan yang diolah. Bahan tumbuhan diletakkan di tempat tersendiri yang dialiri dengan uap air. Secara lebih sederhana, bahan tumbuhan diletakkan di atas air mendidih.

2) Ekstraksi Menggunakan Pelarut

Dengan cara pengambilan minyak yang lebih halus daripada penyulingan menggunakan uap air. Cara ini dapat digunakan untuk mengambil minyak bunga yang kurang stabil dan dapat rusak oleh panas uap air.

3) Pengempaan

Sebagian besar pengempaan dilakukan untuk mendapatkan berbagai minyak dari buah-buahan, seperti jeruk. Cara pengempaan digunakan untuk berbagai jenis minyak nabati (kacang tanah, kedelai, wijen dan lain-lain) (Harris, 1987).

2. Perlakuan Terhadap Bahan

Minyak atsiri hanya akan keluar setelah uap menerobos jaringan-jaringan tanaman yang terdapat di permukaan. Proses lepasnya minyak atsiri ini hanya dapat terjadi dengan hidrodifusi atau penembusan air pada jaringan-jaringan tanaman. Untuk mempercepat proses difusi maka sebelum penyulingan dilakukan, bahan tanaman harus diperkecil dengan cara dipotong-potong atau digerus.

(18)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(19)

Pemotongan atau penggerusan merupakan upaya mengurangi ketebalan bahan hingga difusi dapat terjadi. Peningkatan difusi akan mempercepat penguapan dan penyulingan minyak atsiri. Namun demikian, tidak semua bahan tanaman yang mengandung minyak atsiri harus dipotong-potong. Bahan tanaman seperti bunga, daun atau bagian-bagian tipis yang tidak berserat dapat disuling tanpa harus dipotong-potong. Sedangkan bahan yang berupa biji (buah-buahan) harus diremuk agar dinding-dinding sel pecah hingga minyak atsiri mudah lepas bila dikenai uap.

Perlu diperhatikan bila bahan telah dipotong-potong atau diperkecil harus segera disuling. Bila tidak segera diproses maka minyak atsiri yang mempunyai sifat mudah menguap sebagian akan teruapkan. Ada dua hal yang dapat merugikan proses ini, yaitu hasil total minyak atsiri yang diperoleh berkurang karena ada yang menguap dan komposisi minyak atsiri akan berubah sehingga akan mempengaruhi baunya. Perlu diketahui bahwa satu jenis minyak atsiri terdiri atas sejumlah komponen, bahkan ada yang berjumlah 20 − 30 lebih komponen. Di antara beberapa komponen tersebut ada yang mudah menguap pada suhu kamar pada saat akan diproses (Sastrohamidjojo, 2004).

Jahe (Zingiber officinale)

Rimpang jahe sebagai komoditas bernilai komersial, tidak cuma dipasarkan demi mencukupi kebutuhan di dalam negeri, tetapi juga berhasil tampil sebagai mata dagang ekspor. Nilai ekspor dan jumlah jahe di Indonesia terus meningkat. Jahe termasuk salah satu komoditas pertanian yang cukup jika saja diandalkan atau dilibatkan dalam kegiatan agroindustri. Ada tiga cabang industri yang dapat menggunakan jahe, yaitu industri farmasi atau obat-obatan,

(20)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(21)

industri pangan (makanan maupun minuman) dan industri penyulingan minyak atsiri serta oleoresin (Lutony dan Rahmayati, 2002).

Gambar 1. Rimpang jahe Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Moncotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinale Roxb.

Ciri umum tanaman jahe adalah tumbuh berumpun. Batang semu, tidak bercabang, berbentuk bulat tegak, tersusun dari lembaran pelepah daun, berwarna hijau pucat dengan warna pangkal batang kemerahan, tinggi dapat mencapai 1 m.

Buah berbentuk bulat panjang seperti kapsul dengan tiga ruang biji, masing- masing memiliki tujuh bakal biji. Rimpang bercabang, kulit berbentuk sisik tersusun melingkar dan berbuku-buku, warna kuning cokelat sampai merah tergantung jenisnya, daging berwarna kuning cerah, berserat, aromatik dan merupakan perubahan bentuk dari batang yang terdapat di dalam tanah. Rimpang jahe mempunyai aroma yang sangat spesifik (Hapsoh dan Hasanah, 2011).

(22)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(23)

Hasil penelitian (Puengphian dan Sirichote, 2008 dalam Hernani dan Winarti, 2011) menunjukkan bahwa jahe segar memiliki kadar air 94 %, dimana 17 % mempunyai kandungan gingerol 21,15 mg/g. Adanya pengeringan pada suhu 55 ± 2° C selama 11 jam menghasilkan kadar air 11,54 ± 0,29 % dengan kadar gingerol 18,81 mg/g.

Minyak Atsiri Jahe

Minyak atsiri yang berasal dari rempah digunakan sebagai bahan perasa untuk makanan. Bahkan dewasa ini, sedang dikembangkan penyembuhan penyakit dengan aromaterapi, yaitu dengan menggunakan minyak atsiri yang berasal dari tanaman. Minyak atsiri yang disuling dari jahe berwarna bening sampai kuning tua bila bahan yang digunakan cukup kering. Kadar minyak dari jahe sekitar 1,5 – 3 %. Standar mutu minyak jahe, masih mengacu pada ketentuan EOA (Essential Oil Association).

Tabel 1. Standar mutu minyak atsiri jahe

No. Spesifikasi Persyaratan

1. Warna Kuning muda – Kuning

2. Bobot Jenis 25/25oC 0,877 – 0,882

3. Indeks Bias (np25) 1,486 – 1,492

4. Putaran Optik (-28o) – (-45o)

5. Bilangan penyabunan, maksimum 20

(Anonim, 2010).

Minyak jahe mungkin diproduksi dari rimpang segar atau rimpang kering.

Minyak dari rimpang kering akan lebih sedikit menghasilkan minyak karena sudah terlebih dahulu mengalami proses evaporasi saat pengeringan. Perbedaan antara minyak yang dihasilkan dari jahe segar dan jahe kering dapat dilihat dari kandungan sitrat, biasanya akan lebih rendah pada minyak dari jahe kering. Untuk penyulingan uap, rimpang kering dihancurkan menjadi serpihan kasar dan dimasukkan ke wadah penyulingan (Plotto, 2002).

(24)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(25)

Jahe putih atau kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Seratnya tinggi, kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak menjadi oleoresin dan minyak atsiri.

Jahe putih kecil mempunyai rimpang kecil berlapis-lapis, aroma tajam, berwarna putih kekuningan dengan diameter 3,27 – 4,05 cm, tinggi dan panjang rimpang 6,38 – 11,10 cm dan 6,13 – 31,70 cm, warna daun hijau muda, batang hijau muda dengan kadar minyak atsiri jehe 1,50 – 3,50 % (Kurniasari, 2008).

Minyak atsiri yang diperoleh dari jahe segar lebih banyak dibanding dengan simplisianya. Komposisi senyawa yang teridentifikasi pada jahe segar maupun jahe kering berbeda, senyawa zingeberene pada jahe segar lebih banyak daripada simplisia keringnya. Berdasarkan penelitian Supriyanto dan Cahyono (2013) yang menggunakan jahe segar dan jahe kering masing-masing 120 gram dengan penyulingan selama 6 jam, menghasilkan volume minyak dari jahe segar sebesar 0,15 ml dan jahe kering menghasilkan 0,03 ml.

Minyak hasil sulingan harus segera dipisahkan setelah suhunya menyamai suhu kamar. Jika tidak, minyak akan menimbulkan bau tengik. Minyak atau lemak akan mengeluarkan bau tengik bila terjadi oksidasi, yaitu akibat bercampurnya minyak atau lemak, air dan udara. Hal ini dilakukan agar tidak menurunkan nilai ekonomis dari minyak tersebut yang mana selama ini seringkali terjadi di dalam industri kecil dan menengah yang tidak tahu dengan baik cara penanganan minyak atsiri tersebut (Herlina dan Ginting, 2002).

(26)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(27)

Tekanan dan Uap

Tekanan didefenisikan sebagai gaya per satuan luas. Satuan tekanan bergantung pada satuan tekanan dan satuan luas. Pada umumnya satuan tekanan yang digunakan kg/cm2. Sering juga tekanan digunakan dengan satuan atmosfir dan ditulis dengan atm, dimana 1 atm = 1 kg/cm2 Hukum Charles mengatakan volume suatu massa gas sempurna berubah dengan berbanding langsung dengan temperatur mutlak, jika tekanan mutlaknya konstan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa volume, temperatur dan tekanan berubah secara bersamaan (Daryus, 2007).

Penyulingan dengan Uap dan Air

Penyulingan merupakan cara untuk memisahakan dan memurnikan unsur- unsur organik. Biasanya berbentuk cairan pada suhu ruangan meskipun bahan padat dapat didistilasi pada suhu tinggi, misalnya 150 oC. Meski begitu, banyak kandungan unsur organik terdekomposisi pada temperatur yang tinggi.

Penyulingan dengan tekanan rendah (~1 torr atau 1/760 atm), bahan-bahan mendidih pada suhu terendah dan meminimalkan proses dekomposisi.

Penyulingan uap merupakan cara lain untuk penyulingan dengan suhu tinggi dan berguna untuk mengisolasi minyak, zat lilin dan lemak. Cairan organik apapun yang tercampur dengan air dapat didistilasi pada suhu sekitar 100oC, titik didih air (Amenaghawon, 2014).

Pada metode penyulingan uap dan air, bahan yang diolah diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas dari

(28)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(29)

metode penyulingan uap dan air adalah bahwa uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas, bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Indriyanti, 2013).

Distilasi uap dalam baja adalah metode ekstraksi yang banyak digunakan.

Material tanaman yang mengandung minyak atsiri diletakkan dalam bejana distilasi, selanjutnya dialirkan uap panas. Sel aromatis melepaskan molekul minyak atsiri. Campuran dari uap air dan uap minyak atsiri mengalir melalui kondensor (pendingin) sehingga mengalami kondensasi menjadi fase cair. Dari kondensor cairan dialirkan menuju separator untuk memisahkan air dan minyak atsiri.

Gambar 1. Penyulingan uap dan air

Prinsip distilasi uap dan air adalah dengan mengukus bahan tanaman yang mengandung minyak atsiri. Proses pembersihan bahan setelah distilasi cepat karena bahan tidak tercelup dalam air panas, lebih cepat jika bahan berada dalam keranjang yang dapat diangkat dengan derek (Wijana, 2013).

Percobaan untuk penyulingan minyak atsiri yang berasal dari tanaman pada umumnya tidak dapat dikerjakan dengan mudah. Umumnya, kebanyakan unsur-unsur dari minyak memerlukan perebusan suhu tinggi dan akan terdekomposisi di bawah suhu perebusan tinggi untuk dapat mendidihkannya.

Penyulingan dengan uap merupakan cara yang sesuai untuk mencapai tujuan yang

(30)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(31)

diinginkan. Pada penyulingan uap, wadah dimasukkan uap yang mana membawa uap minyak ke bagian atas wadah distilasi dan ke kondensor, dimana minyak dan air terkondensasi. Penyulingan dengan uap bekerja karena air dan minyak bercampur. Karena itu, masing-masing mendidih sempurna (Mulvaney, 2007).

Metode penyulingan menggunakan penyulingan uap dan air (water and steam distillation), memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) mengiris tipis- tipis jahe yang telah dicuci dan dibersihkan dari tanah dan kotoran lain kemudian dimasukkan dalam ketel suling yang berisi air mendidih, 2) jahe yang berada dalam ketel suling akan dipanasi oleh uap panas basah, uap yang telah memasuki seluruh jahe akan keluar melalui leher ketel suling menuju kondensor, yang mana komponen yang terdapat di dalam uap yang telah melewati jahe dan menuju kondensor tersebut berisi air dan mengandung minyak, 3) selanjutnya di dalam kondensor, uap yang terdiri dari minyak dan air akan diembunkan menjadi fase cair. Hal ini dapat diketahui dengan keluarnya distilat yang berupa cairan dari dalam kondensor. Menurut data (Von Rechenberg dalam Ernest Guenther dalam Farry dkk., 1994) hasil rendemen jahe yang dihasilkan melalui sistem penyulingan dengan uap dan air berkisar antara 0,2 % − 0,3 % (Fatriani dan Hikmah, 2007).

Pengeringan dengan cara dikeringanginkan adalah pengeringan yang tidak terkena sinar matahari langsung. Cara pengeringan ini terutama digunakan untuk mengeringkan bahan rimpang lunak yang mengandung senyawa aktif mudah menguap, tetapi memerlukan waktu paling lama (7 x 24 jam), sedangkan

pengeringan dengan oven 55 oC memerlukan waktu yang paling cepat (1 x 24 jam). Cara pengeringan dengan oven lebih higienis daripada cara

pengeringan lainnya. Pengeringan ini tidak ada pengontrolan baik suhu maupun

(32)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(33)

kelembaban, sementara pengeringan dengan oven suhu yang digunakan dapat diatur sesuai dengan panas yang dikehendaki (Almasyhuri dkk., 2012).

Penyulingan dengan metode uap dan air sebelumnya belum pernah dilakukan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian yang telah dilakukan adalah rancang bangun alat penyuling minyak atsiri tipe uap langsung yang telah dilakukan oleh Fuad Nugraha Lubis (2005) dan Octo Fandi Sinaga (2013). Kedua penelitian tersebut menggunakan tipe yang sama, perbedaan kedua penelitian tersebut adalah bahwa alat yang dibuat oleh Saudara Fuad lebih sederhana dan menggunakan bahan bakar kompor minyak, sedangkan alat yang dibuat oleh Saudara Octo menggunakan bahan bakar kompor gas. Kedua alat tersebut tidak dilengkapi dengan roda untuk memudahkan pemindahan alat. Bahan yang digunakan untuk pengujian alat tersebut menggunakan jenis daun-daunan, yaitu daun cengkeh dan daun nilam. Alat penyuling tipe uap langsung terdiri dari tiga bagian, yaitu ketel suling, ketel bahan dan kondensor. Kekurangan alat tersebut adalah banyaknya letak titik kebocoran pada sambungan pipa.

Bahan Logam yang Digunakan

Stainless steel dapat bertahan dari serangan karat karena interaksi bahan- bahan campurannya dengan alam. Stainless steel terdiri dari besi, krom, mangan, silikon, karbon dan seringkali nikel dan molibdenum dalam jumlah yang cukup banyak. Elemen-elemen ini bereaksi dengan oksigen yang ada di air dan udara membentuk sebuah lapisan yang sangat tipis dan stabil yang mengandung produk dari proses karat atau korosi yaitu metal oksida dan hidroksida. Krom, bereaksi dengan oksigen, memegang peranan penting dalam pembentukan lapisan korosi

(34)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(35)

ini. Pada kenyataannya, semua stainless steel mengandung paling sedikit 10 % krom. Keberadaan lapisan korosi yang tipis ini mencegah proses korosi berikutnya dengan berlaku sebagai pelindung yang menghalangi oksigen dan air bersentuhan dengan permukaan logam. Besi biasa, berbeda dengan stainless steel, permukaannya tidak dilindungi apapun sehingga mudah bereaksi dengan oksigen dan membentuk lapisan Fe2O3 atau hidroksida yang terus menerus bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Lapisan korosi ini makin lama makin menebal dan dikenal sebagai karat (Widiantara, 2010).

Aluminium merupakan logam yang sangat diperlukan dalam pembuatan pesawat, mobil, motor dan dalam teknik listrik. Aluminium terbuat dari boksit.

Selain dari boksit, aluminium juga diperoleh dari kriolit. Aluminium adalah logam yang sangat ringan (berat jenis aluminium 1/3 berat jenis tembaga). Aluminium tidak baik untuk dipatri, tetapi dapat dilas. Akan tetapi, tegangan tariknya menjadi turun oleh panas yang timbul karena dilas. Barang-barang dari aluminium dapat terlapis oleh oksida aluminium dalam udara terbuka sehingga melindungi bagian bawahnya dari zat asam dan mencegah oksidasi lebih lanjut. Lapisan ini merupakan tahanan yang sangat tinggi (Sumanto, 1994).

Heat Exchanger (HE)

Penukar panas adalah peralatan utama untuk mentransfer panas antara aliran panas dan dingin. Alat penukar panas memiliki bagian terpisah untuk dua aliran dan beroperasi secara terus menerus, di mana panas dan aliran dingin melewati bergantian melalui saluran yang sama dan pertukaran panas dengan massa peralatan, yang sengaja dibuat dengan kapasitas panas. Berikut adalah beberapa jenis tipe heat exchanger yang biasa digunakan, yaitu:

(36)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(37)

1. Exchanger plate and frame

Alat penukar panas tipe pelat dan bingkai terdiri dari paket pelat-pelat tegak lurus, bergelombang, atau profil lain. Pelat dan sekat disatukan oleh suatu perangkat penekan yang pada setiap sudut pelat terdapat lubang pengalir fluida.

Tutup jarak dan sekat menghasilkan koefisien tinggi di kedua sisi dengan faktor pelat dan bingkai dan menghasilkan emisi yang rendah.

2. Spiral heat exchanger

Heat exchanger tipe ini menggunakan desain spiral pada susunan pelatnya, yang berbentuk gulungan tabung helik. Jarak antara lembar saluran spiral dijaga dengan menggunakan paku pengatur jarak yang dilas sebelum bergulung. Begitu paket spiral utama telah digulung, alternatif atas dan bawah yang dilas dan setiap ujungnya ditutup oleh penutup berbentuk kerucut. Aliran fluida pada heat exchanger tipe ini mengunakan aliran fluida spiral mengalir dua arah. Heat exchanger tipe ini sangat cocok untuk fluida dengan viskositas tinggi. Prosedur desain untuk tipe spiral ini disajikan oleh Minton (1970) dan Walker (1982).

3. Compact (flat in) exchanger

Dengan jenis yang sama alat ini digunakan untuk cairan panas dan dingin, digunakan terutama untuk gas. Ukuran permukaan alat ini sebesar 1200 m2/m3 (353 ft2/ft3). Besar permukaan dapat diperpanjang sekitar empat kali. Jenis heat exchanger ini telah dirancang untuk tekanan sampai 80 atm atau lebih, dimana panas mengalir dari dalam ke luar secara konstan (Wallas, 1988).

Rancang Bangun

Kekuatan, keawetan dan pelayanan yang diberikan peralatan usaha tani bergantung terutama pada macam dan kualitas bahan yang digunakan untuk

(38)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(39)

pembuatannya. Keberhasilan atau kegagalan suatu alat sering sekali tergantung pada bahan yang dipakai untuk pembuatannya. Bahan yang digunakan untuk pembuatan peralatan usaha tani dapat diklasifikasikan dalam logam dan bukan logam. Bahan logam terdiri dari besi dan bukan besi. Bahan yang tergolong bukan logam adalah kayu, karet, kulit, serat tanaman dan plastik. Besi, baja dan plastik praktis telah mengambil alih kedudukan kayu karena baja dan plastik lebih awet dan bahan-bahan tersebut lebih murah. Perbedaan dasar antara besi dengan baja mencakup proses pembuatannya, besarnya kandungan karbon dan kotoran yang akan mempengaruhi sifat fisik besi tersebut. Salah satu logam bukan besi yaitu aluminium yang sering digunakan secara luas sebagai bahan cor yang ringan untuk peralatan usaha tani tertentu (Smith dan Wilkes, 1990).

Material dalam produk jadi memiliki beberapa sifat (kekuatan, kekerasan, konduktivitas, densitas, warna dan sebagainya) yang dipilih untuk memenuhi persyaratan desain. Material akan selamanya mempertahankan sifat tersebut, asalkan tidak ada perubahan pada struktur internalnya. Namun, apabila produk mengalami kondisi pemakaian sehingga terjadi perubahan pada struktur internal, kita harus mengantisipasi bahwa sifat dan perilaku material akan mengalami perubahan pula. Sebagai contoh, karet mengalami pengerasan secara bertahap apabila terkena sinar matahari dan udara, aluminium tidak dapat digunakan di berbagai tempat pada pesawat supersonik (Vlack, 2001).

Ergonomi

Filosofi kesehatan dan keselamatan kerja merupakan pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan. Secara hakiki, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan upaya atau pemikiran serta penerapannya yang

(40)

17

ditujukan untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya, untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja. Bahaya fisik adalah yang paling umum dan akan hadir di sebagian besar tempat kerja pada satu waktu tertentu, hal itu termasuk kondisi tidak aman yang dapat menyebabkan cedera, penyakit dan kematian. Aman (safety) merupakan suatu kondisi yang aman secara fisik, sosial, spiritual, finansial, emosional, pekerjaan dan psikologis yang terhindar dari ancaman terhadap kondisi yang dialami serta sebagai lawan dari bahaya (danger). Persepsi atau kenyamanan subjektif mengacu pada tingkat kenyamanan pengguna. Keselamatan umumnya didefinisikan sebagai evaluasi dampak dari adanya risiko kematian cedera atau kerusakan pada manusia atau benda (Kuswana, 2014).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(41)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Mei tahun 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan di LPPM Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan dan Alat

Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah air, jahe, pelat aluminium, pelat stainless steel, kerangka besi, pipa dan keran.

Adapun alat-alat yang digunakan adalah alat tulis, gergaji besi, gerinda, kalkulator, komputer, alat las, palu, ember, gelas ukur, kompor gas, termometer dan preassure gauge.

Gambaran Umum Rancangan

Pemilihan bahan dan spesifikasinya akan mempengaruhi kinerja alat yang dirancang. Bahan-bahan teknik yang dipilih pada alat ini harus memenuhi persyaratan yang diinginkan yaitu kokoh dan mampu mendukung kinerja alat serta mudah diperoleh. Pemilihan bahan yang murah dan berkualitas sangat mempengaruhi biaya produksi alat. Pada alat ini ketel dan pipa kondensor yang digunakan adalah stainless steel. Pemilihan bahan ini didasari karena stainless steel merupakan baja yang tahan karat dan tahan panas sehingga ketel akan bertahan pada saat perebusan dengan tekanan dan suhu tinggi. Pemilihan kerangka penopang ketel berjenis besi, Bawa (1998) menyatakan bahwa baja merupakan logam campuran dari besi dan mengandung hingga 2 % karbon. Besi murni yang

(42)

19

diperdagangkan adalah besi tempa, terlalu halus, lunak dan dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti peralatan dan perlengkapan, mesin dan sebagainya.

1. Rancangan Fungsional

Pembuatan dua ketel terdiri dari ketel utama yaitu sebagai penghasil uap sekaligus ketel bahan dan ketel kondensor sebagai pendingin. Ketel utama dilengkapi saringan di dalamnya dengan diameter saringan 39,5 cm dan tutupnya berbentuk kerucut dengan tinggi ketel 55 cm dan diameternya 40 cm, tinggi kerucut 23,5 cm dan diameternya 40 cm. Ketel kondensor sebagai pendingin dengan tinggi 57,5 cm dan diameter 31 cm berisi air dilengkapi pipa spiral dengan panjang 6 m dan diameter spiral 28 cm. Pipa spiral berfungsi sebagai heat exchanger untuk mendinginkan uap sehingga menghasilkan distilat berupa cairan (minyak atsiri). Pemeliharaan dan perawatan alat harus secara teratur dilakukan walau hanya menyuling satu jenis tanaman, hal ini dilakukan agar alat tidak cepat rusak. Caranya adalah dengan menguapkan air saja pada alat sehingga sisa minyak yang tertinggal pada alat akan terbawa keluar dan dilakukan hingga yang keluar dari keran hanya air yang tidak mengandung minyak (Harris, 1987).

2. Rancangan Struktural

Alat distilasi ini mempunyai beberapa komponen, yaitu:

1) Wadah air penghasil uap

Wadah ini merupakan wadah air sekaligus wadah bahan yang akan digunakan untuk menghasilkan uap dengan kandungan minyak atsiri. Uap ini nantinya akan mengalir melalui pipa menuju wadah pendingin melewati pipa spiral sebagai heat exchanger. Wadah ini berbentuk silinder dengan penutup kerucut yang dapat terbuka dan terkunci rapat, berdiameter 40 cm dan tinggi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(43)

55 m. Pada bagian penutup atas wadah ini akan dipasang preassure gauge untuk pengukur tekanan agar tekanan yang dihasilkan uap air dapat diamati dan lubang keluaran untuk uap berlebih. Pada bagian wadah akan dipasang termometer untuk mengetahui suhu di dalam wadah.

2) Pipa aliran uap

Pipa ini berdiameter ½ inci dan berfungsi sebagai tempat aliran uap air yang menghubungkan wadah air dan bahan menuju pipa spiral pada proses pendinginan.

3) Kondensor

Kondensor ini terdiri dari drum dengan diameter 31 cm dan tinggi 57,5 cm, pipa spiral dan keran. Kondensor diisi dengan air, keran pertama berfungsi sebagai lubang pengeluaran air dan keran pada ujung pipa spiral sebagai keran keluaran distilat.

4) Heat exchanger

Heat exchanger merupakan pipa spiral dengan panjang pipa 6 m dan diameter spiral 28 cm yang berfungsi untuk mengubah fase uap menjadi fase cair di dalam kondensor.

5) Gelas ukur

Hasil sulingan akan ditampung di dalam gelas ukur. Tujuannya untuk memudahkan pemisahan minyak dan air. Pemisahan minyak dan air dapat dilakukan menggunakan pipet tetes dan dipindahkan ke gelas ukur lain untuk mengetahui berapa volume minyak yang dihasilkan, maka dapat digunakan gelas ukur.

(44)

21

Pembuatan Alat

Adapun langkah-langkah dalam membuat alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air, yaitu:

1. Dirancang bentuk alat sesuai dengan urutan proses.

2. Digambar serta ditentukan ukuran alat.

3. Dipilih bahan yang akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan alat.

4. Dilakukan pengukuran terhadap bahan-bahan yang akan digunakan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.

5. Dipotong bahan sesuai ukuran.

6. Dibentuk dan dilas pipa stainless untuk membentuk pipa aliran uap.

7. Dibentuk dan dilas pelat bahan untuk membentuk wadah air.

8. Dibentuk dan dilas pelat bahan untuk membentuk wadah saringan bahan.

9. Disiapkan drum kondensor.

10. Dibuat dua lubang pada dua sisi samping-bawah drum.

11. Dipasang keran pada lubang tersebut.

12. Dipasang pipa spiral pada drum kondensor.

13. Dihubungkan komponen bahan sesuai dengan urutan proses.

Pengujian alat

1. Dimasukkan air ke dalam wadah penghasil uap air (40 L).

2. Dimasukkan bahan ke dalam saringan (2,5 kg jahe dengan kadar air < 94 %).

3. Dihidupkan api kompor.

4. Dipanaskan air pada wadah penghasil uap air sampai mendidih.

5. Diatur dan dijaga tekanan pada penghasil uap air (<1 atm).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(45)

6. Dilakukan pemisahan minyak dan air hasil penyulingan.

7. Dilakukan pengukuran volume minyak yang dihasilkan tiap satuan berat bahan yang dimasukkan ke dalam wadah bahan.

8. Dilakukan pengamatan parameter. Parameter Pengujian

1. Warna Minyak Jahe

Pengamatan warna dilakukan secara organoleptik dengan melihat warna minyak atsiri jahe yang dihasilkan. Digunakan tiga orang panelis sebagai pengamat warna minyak.

2. Kapasitas Efektif Alat

Kapasitas efektif alat dilakukan dengan menghitung banyaknya minyak jahe yang dihasilkan (ml) tiap satuan waktu yang dibutuhkan selama penyulingan tersebut (jam).

KEA = ... (1) dimana :

KEA = Kapasitas efektif alat (ml/jam)

V = Volume minyak jahe yang dihasilkan (ml)

t = Waktu yang dibutuhkan selama penyulingan (jam) 3. Kinerja Alat

Kinerja alat dapat diketahui dengan membagi kapasitas efektif yang diperoleh alat terhadap kapasitas efektif alat lain untuk membandingkan kinerja alat penyuling minyak atsiri atau dapat dituliskan dengan rumus:

η alat = ... (2)

(46)

23

dimana:

η = Kinerja Alat (%) Output = Kapasitas alat (ml/jam)

Input = Kapasitas alat lain (ml/jam) 4. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara minyak yang dihasilkan dengan bahan tumbuhan yang diolah. Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui seberapa besar rendemen yang dihasilkan oleh suatu alat dalam memproduksi minyak jahe tiap satuan banyak bahan yang diolah.

Rend = 100% ... (3) dimana :

Rend = Rendemen (%)

BA = Berat minyak yang dihasilkan (gr) BB = Berat bahan olahan (gr)

5. Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat diperhitungkan. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada output yang dihasilkan. Dimana semakin banyak produk yang dihasilkan maka semakin banyak bahan yang digunakan. Sedangkan, biaya tetap adalah biaya yang

tidak tergantung pada banyak sedikitnya produk yang akan dihasilkan (Soeharno, 2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(47)

Pengukuran biaya produksi dilakukan dengan cara menjumlahkan biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya pokok).

Biaya pokok = ... (4) dimana :

BT = total biaya tetap (Rp/tahun) BTT = total biaya tidak tetap (Rp/jam) X = total jam kerja pertahun (jam/tahun) C = kapasitas alat (jam/satuan produksi) 1) Biaya Tetap

Menurut Waldiyono (2008), biaya tetap terdiri dari:

1. Biaya penyusutan (straight line method)

Metode ini memungkinkan untuk memperkirakan penyusutan dengan lebih mudah dan cepat. Pada metode ini, biaya penyusutan dianggap sama setiap tahun.

Dt = ... (5) dimana :

Dt = Biaya penyusutan pada tahun ke-t (Rp/tahun)

P = Nilai awal alsin (harga beli atau pembuatan) alsin (Rp) S = Nilai akhir alsin (10 % dari P) (Rp)

n = perkiraan umur ekonomis (tahun) 2. Biaya bunga modal dan asuransi

I = ... (6)

(48)

25

dimana:

I = Total persentase bunga modal dan asuransi (Rp/tahun) i = tingkat bunga modal (%)

P = Nilai awal alsin (harga beli atau pembuatan) alsin (Rp)

3. Biaya pajak di negara ini belum ada ketentuan besar pajak secara khusus untuk mesin-mesin dan peralatan pertanian, diperkirakan bahwa biaya pajak adalah 2 % pertahun dari nilai awalnya.

4. Biaya gudang atau garasi diperkirakan berkisar antara 0,5 – 1 %, rata-rata diperhitungkan 1 % dari nilai awal (P) pertahun.

2) Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap terdiri dari:

1. Biaya perbaikan untuk sumber tenaga penggerak, mesin sumber tenaga adalah mesin penggerak peralatan lainnya yang umumnya dihubungkan dengan jenis-jenis transmisi tertentu. Biaya perbaikan ini dapat dihitung dengan persamaan:

Biaya reparasi = ... (7) 2. Biaya operator, tergantung pada kondisi lokal, dapat diperkirakan dari gaji bulanan atau gaji pertahun dibagi dengan total jam kerjanya.

a. Break Event Point (BEP)

Manfaat perhitungan titik impas adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini pendapatan yang diperoleh hanya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(49)

cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan. Untuk menentukan produksi titik impas dapat digunakan rumus:

N = ... (8) Dimana :

N = jumlah produksi minimal untuk mencapai titik impas (ml/tahun) F = biaya tetap pertahun (Rp)

R = penerimaan dari tiap unit produksi (harga jual) (Rp) V = biaya tidak tetap per unit produksi (Rp/unit)

b. Net Present Value (NPV)

Identifikasi masalah kelayakan finansial dianalisis dengan menggunakan metode analisis finansial dengan kriteria investasi. NPV adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan.

Secara singkat dapat ditulis:

CIF – COF  0 ... (9) Dimana :

CIF = cash in flow COF = cash out flow

Sementara itu keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan (%) bertindak sebagai tingkat bunga modal dalam perhitungan:

CIF = pendapatan × (P/A, i, n) + Nilai akhir × (P/F, i, n))………..(10) COF = investasi + pembiayaan (P/A, i, n)………(11) Dengan kriteria:

(50)

27

• NPV > 0, berarti usaha tersebut menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan dan dikembangkan. NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi proyek tidak menguntungkan dan tidak layak untuk dilaksanakan.

• NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi proyek tidak menguntungkan dan tidak layak untuk dilaksanakan.

• NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan (Darun, 2002).

c) Internal rate of return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) ini digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu. Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkatan discount rate, dimana diperoleh B/C rasio = 1 atau NPV = 0. Berdasarkan harga dari NPV = X (positif) atau NPV= Y (positif) dan NPV = X (positif) atau NPV = Y (negatif), dihitunglah harga IRR dengan menggunakan rumus berikut:

IRR= p% ... (12) dan

IRR= q% ...(13) dimana :

p = suku bunga bank paling atraktif q = suku bunga coba-coba ( > dari p) X = NPV awal pada p

Y = NPV awal pada q (Purba, 1997).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Alat Penyuling Minyak Atsiri Tipe Uap dan Air

Alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air merupakan alat yang berfungsi untuk mengeluarkan kandungan minyak atsiri dari bagian tubuh tumbuhan yang berupa biji, akar, batang, daun maupun bunga. Dalam proses penyulingan ini menggunakan uap air untuk mengeluarkan minyak dari ruas-ruas tanaman. Pada penelitian ini, dilakukan perlakuan awal pada rimpang jahe sebelum disuling, yaitu dicuci dan dibersihkan dari kotoran. Kemudian diiris tipis dengan ukuran seragam dan dikeringkan dalam oven (suhu 55 oC selama 18 jam) atau dapat dikeringkan dengan matahari (3 − 4 hari). Alat penyuling tipe uap dan air terdiri atas dua bagian yaitu ketel suling dan kondensor.

Alat ini dilengkapi dengan termometer untuk menunjukkan suhu yang dicapai oleh alat, pressure gauge sebagai pengukur tekanan pada ketel suling dan kumparan pada kondensor yang berfungsi sebagai heat exchanger yang mengubah fase uap menjadi fase cair. Ketel suling dan kondensor dihubungkan dengan pipa berdiameter ½ inci dengan panjang 100 cm.

Sumber panas dihasilkan melalui kompor gas berukuran 3 kg yang berfungsi untuk memanaskan air yang terdapat pada ketel suling. Ketel suling diisi air sebanyak 40 L. Di bagian atas air diletakkan saringan bahan dengan diameter 39,5 cm dan tinggi 8,5 cm. Jarak antara permukaan air dengan saringan adalah 6 cm. Ketel suling berdiameter 40 cm dan tinggi 55 cm dengan tutup berbentuk kerucut dengan tinggi 23,5 cm. Kondensor berdiameter 31 cm dengan tinggi 57,5 cm dilengkapi pipa spiral dengan panjang 6 m sebanyak 7 kumparan dengan tinggi kumparan 27 cm.

(52)

29

Rancang Bangun

Dalam proses perancangan suatu alat maupun mesin pertanian yang perlu diperhatikan adalah dimensi alat dan jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan alat. Dimensi alat menunjukkan ukuran panjang, lebar dan tinggi alat.

ukuran alat dan massa alat yang telah diketahui dapat memudahkan dalam proses pembuatan alat dalam skala besar. Pemilihan jenis bahan dalam pembuatan suatu alat sangat mempengaruhi keawetan, kelayakan dan kualitas dari alat tersebut.

Sebagai contohnya adalah alat yang akan digunakan untuk memproduksi bahan yang akan dikonsumsi maka bagian dari alat tersebut harus berupa konstruksi anti karat seperti halnya aluminium dan stainless steel sesuai dengan literatur Smith dan Wilkes (1990) yang menyatakan bahwa keberhasilan atau kegagalan suatu alat sering sekali tergantung pada bahan yang dipakai untuk pembuatannya. Bahan yang digunakan untuk pembuatan peralatan usaha tani dapat diklasifikasikan dalam logam dan bukan logam.

Penentuan dimensi pada alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air ini didasarkan oleh perhitungan awal perancangan alat yang meliputi asumsi suhu uap, suhu minyak yang dihasilkan, volume air yang dibutuhkan, estimasi lama waktu penyulingan serta asumsi ukuran pipa yang dibutuhkan (Lampiran 2).

Panjang pipa spiral yang digunakan adalah 6 m, sedangkan pada hasil perhitungan adalah 7 m. Hal ini dikarenakan pertimbangan dalam pembuatan alat yaitu apabila pipa yang digunakan adalah 7 m dengan diameter putaran 28 cm, maka akan terlalu jauh jarak untuk perubahan fase uap menjadi cair, dikhawatirkan akan banyak minyak tertinggal pada spiral dan terjadinya penyumbatan akibat pengotoran pada pipa spiral sehingga digunakan panjang pipa standar yaitu 6 m.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(53)

Kapasitas maksimal saringan dari hasil perhitungan adalah 10,53 kg. Pada pengujian di lapangan, kapasitas maksimal saringan adalah 5 kg. Pada penelitian ini, digunakan bahan sebanyak 2,5 kg. Saringan yang terisi penuh oleh bahan akan menyebabkan penumpukan dan akan menghambat pelepasan minyak dari bahan.

Saringan yang terisi sedikit oleh bahan akan mengakibatkan peningkatan tekanan karena banyaknya ruang kosong pada saringan sehingga hanya uap air yang melewati ketel.

Bahan yang digunkan dalam pembuatan alat ini berupa stainless steel pada bagian ketel suling, pipa penghubung dan pipa spiral. Pada ketel kondensor digunakan drum berbahan plastik dan saringan berbahan aluminium. Pemilihan aluminium dan stainless steel karena bahan tersebut merupakan bahan logam yang tidak mengalami proses korosi, sedangkan drum berbahan dasar plastik merupakan bahan non logam sesuai dengan literatur Widiantara (2010) yang menyatakan bahwa stainless steel dapat bertahan dari serangan karat berkat interaksi bahan-bahan campurannya dengan alam.

Proses Penyulingan

Dalam satu kali proses penyulingan selama 5 jam diperlukan bahan bakar (gas elpiji) sebanyak 1,5 kg, air penghasil uap 15 L dan jahe 2,5 kg dengan kadar air 31,15% (kering oven selama 18 jam dengan suhu 55 oC).

Proses penyulingan dengan tipe uap dan air pada penelitian ini tidak dapat dilakukan pada suhu pemanasan lebih dari 100 oC dan tekanan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah dibawah 1 atm (±0,1 atm). Suhu air pada kondensor dapat dapat berada pada suhu 25 − 30 oC. Apabila api kompor besar maka suhu pemanasan akan tinggi dan apabila suhu kondensor dibawah 25 oC maka distilat

(54)

31

yang dihasilkan berupa air dengan volume yang sangat besar, hampir tidak mengandung minyak dan suhu distilat tidak sesuai yang diinginkan karena suhu distilat yang keluar akan kurang dari 25 oC.

Penyulingan dengan tipe uap dan air pada penelitian ini bersifat kontinu, dengan api sedang maka suhu naik secara bertahap hingga suhu maksimal 100 oC dan suhu air kondensor dipertahankan tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas (25 – 30 oC) dengan mensirkulasikan air keran. Setelah mencapai suhu optimum (98 oC), setiap lima menit sekali keran dibuka dan ditampung distilat yang keluar di gelas ukur. Distilat yang keluar berupa minyak dan air dimana perbandingan minyak dengan air adalah 1 : 1000. Minyak atsiri yang diperoleh dipisahkan dengan corong pemisah, pipet tetes, separator atau kertas saring. Dalam hal ini, digunakan pipet tetes untuk memisahkan air dengan minyak.

Prinsip kerja alat ini, yaitu dengan memanaskan air di dalam ketel suling dimana, di dalam ketel suling terdapat saringan berisi bahan yang akan diuapkan.

Ketel ditutup rapat agar tidak ada uap yang keluar dari celah tutup ketel maupun pipa sambungan. Secara bertahap suhu akan naik hingga maksimal 100 oC sehingga menguapkan air sekaligus minyak yang kemudian mengalir melalui pipa penghubung (diameter ½ inci dengan panjang 1 m) dan mengalami proses kondensasi atau perubahan fase dari uap menjadi cair saat masuk ke dalam pipa spiral (diameter ½ inci dengan panjang 6 m dan terdiri dari 7 kumparan). Distilat akan keluar melalui keran distilat dan kemudian dipisahkan minyak dengan air menggunakan pipet tetes.

Warna Minyak Jahe

Pengamatan warna dilakukan secara organoleptik dengan melihat warna

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(55)

minyak atsiri jahe yang dihasilkan. Digunakan tiga orang panelis untuk melakukan pengamatan terhadap warna minyak jahe. Dari tiga sampel yang dihasilkan digunakan tiga panelis untuk mendeskripsikan warna dari setiap sampel minyak yang dihasilkan dan disesuaikan dengan SNI warna minyak jahe.

Tabel 2. Warna minyak jahe

Keterangan Panelis 1 Panelis 2 Panelis 3

Minyak 1 Kuning kemerahan Kuning kecoklatan Kuning Minyak 2 Kuning kecoklatan Coklat kemerahan Merah kekuningan

Minyak 3 Kuning Kuning Kuning

Menurut Anonim (2010) minyak atsiri yang disuling dari jahe berwarna bening sampai kuning tua bila bahan yang digunakan cukup kering. Dari hasil deskripsi oleh tiga panelis terhadap tiga sampel minyak, sampel minyak terbaik adalah sampel tiga dengan warna kuning, dimana sesuai dengan SNI warna minyak jahe yaitu kuning muda – kuning. Dan bahwa kualitas warna, aroma dan jumlah minyak atsiri ditentukan oleh jenis bahan, kualitas fisik bahan, perlakuan terhadap bahan dan proses penyulingan yang digunakan.

Warna minyak jahe bergantung pada kualitas dan kadar air jahe yang disuling. Jahe yang digunakan adalah jahe emprit atau jahe dapur yang mana menurut Kurniasari (2008) bahwa jahe emprit lebih besar kandungan minyaknya dari pada jahe merah dan jahe gajah. Jahe dengan kadar air 94 % dari hasil penelitian Puengphian dan Sirichote (2008) diiris seragam, dicuci dan dibersihkan dari kotoran kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 55 oC selama 18 jam dengan berat awal 7 kg menjadi 2,6 kg (KA = 31,15 %). Jadi, jahe yang digunakan bukan jahe segar dan bukan simplisia melainkan jahe yang telah dihilangkan sebagian besar kadar airnya. Untuk penyulingan dengan uap dan air, bahan berupa rimpang seperti jahe dengan kadar air tinggi tidak dapat disuling

(56)

33

secara maksimal, sehingga harus dilakukan penghilangan kadar air jahe atau menjadikan jahe sebagai simplisia kering.

Kapasitas Efektif Alat

Kapasitas efektif alat menunjukkan produktivitas alat selama pengoperasian tiap satuan waktu. Dalam hal ini kapasitas efektif alat diukur dengan membagi volume minyak yang dihasilkan terhadap waktu yang dibutuhkan selama pengoperasian alat.

Tabel 3. Kapasitas efektif alat

Ulangan Volume (ml) Waktu (jam) Kapasitas Efektif Alat (ml/jam)

I 2 5 0,4

II 1,5 5 0,3

III 3 5 0,6

Rata-rata 2,17 5 0,43

Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk masing-masing bahan sebanyak 2,5 kg dengan waktu 5 jam. Air hasil sulingan yang mengandung minyak keluar minimal 1,5 jam dari proses awal penyulingan. Air yang mengandung minyak akan keluar sedikit demi sedikit secara berangsur-angsur.

Penyulingan dinyatakan selesai apabila distilat yang keluar sudah tidak mengandung minyak lagi. Distilat ditampung sementara di gelas ukur. Pemisahan air dengan minyak menggunkan pipet tetes.

Dari ketiga ulangan yang dilakukan, nilai kapasitas efektif alat tertinggi adalah pada ulangan ketiga yaitu 0,43 ml/jam dengan volume minyak 3 ml.

kapasitas efektif rata-rata adalah 0,43 ml/jam. Kapasitas efektif alat dipengaruhi oleh kelayakan alat terhadap kebocoran, besar api yang digunakan, suhu air kondensor dan kualitas jahe itu sendiri. Alat ini memiliki kapasitas air 40 L, tetapi untuk satu kali penyulingan hanya membutuhkan 15 L. Alat ini dapat digunakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(57)

maksimal 10 jam dan bahan yang akan disuling dapat diganti sesuai dengan kebutuhan dan tentunya bahan tersebut sesuai untuk alat penyuling tipe uap dan air.

Menurut Indriyanti (2013) ciri khas dari metode ini adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas, bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas. Apabila api yang digunakan terlalu besar maka suhu akan melebihi 100 oC maka tekanan akan tinggi dan pipa akan cepat panas yang berpengaruh terhadap suhu air kondensor, sehingga distilat yang keluar volumenya besar dengan suhu lebih dari 30 oC dan tidak mengandung minyak. Pada pengujian di lapangan, perlu diperhatikan penggunaan api, jika terlalu kecil akan menghambat proses pendidihan air dan api akan mati jika terkena angin kencang, sehingga proses penguapan dapat terhambat.

Rendemen

Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui seberapa besar rendemen yang dihasilkan oleh suatu alat dalam memproduksi minyak jahe tiap satuan banyak bahan yang diolah.

Tabel 4. Rendemen minyak jahe

Ulangan Berat Minyak (gr) Rendemen Minyak (%)

I 2,59 0,1

II 2,11 0,08

III 3,08 0,12

Rata-rata 2,59 0,1

Dari tiga ulangan yang dilakukan, rendemen tertinggi pada ulangan tiga yaitu 0,12 %, rendemen terendah pada ulangan kedua yaitu 0,08 % hal ini disebabkan oleh kualitas jahe, kadar air jahe yang disuling lebih dari 20 % karena proses pengeringan yang tidak sempurna, kemudian api yang terlalu kecil dan kemudian mati selama beberapa menit karena terkena angina, sehingga

(58)

35

menyebabkan proses penguapan dapat terhenti. Rendemen rata-rata dari ketiga ulangan tersebut adalah 0,1 %.

Rendemen minyak jahe yang diperoleh pada penelitian ini belum sesuai dengan SNI dimana, rendemen minyak jahe adalah 1,5 – 3,5 % Kurniasari (2008).

Menurut data (Von Rechenberg dalam Ernest Guenther dalam Faryy dkk., 1994) rendemen jahe yang dihasilkan melalui sistem penyulingan dengan uap dan air berkisar antara 0,2 % − 0,3 %, dimana pada penelitian yang telah dilakukan dihasilkan rendemen rata-rata 0,1 % (mendekati data tersebut).

Faktor yang mempengaruhi rendemen adalah kualitas fisik dari jahe yang digunakan, jahe harus segar dan berumur tua (9 – 10 bulan) sehingga mengandung minyak yang tinggi. Untuk penyulingan tipe uap dan air, perlakuan terhadap jahe adalah harus dikurangi terlebih dahulu kadar airnya karena kadar air jahe sangat tinggi yaitu 94 %. Pada penelitian ini jahe yang disuling mengandung kadar air 31,15 % (bukan simplisia). Selanjutnya, yang mempengaruhi adalah pemisahan minyak dengan air menggunakan pipet tetes kurang efisien karena masih banyak minyak yang tertinggal di gelas ukur atau pada air sisa distilat yang keluar.

Kinerja Alat

Kinerja alat dapat dihitung dengan membagi nilai kapasitas alat yang diperoleh di lapangan terhadap kapasitas alat lain.

Tabel 5. Kinerja alat Kapasitas Efektif Alat

(ml/jam)

Kapasitas Alat Lain

(ml/jam) Kinerja Alat (%)

0,43 0,625 68,8

Kinerja alat merupakan suatu ukuran keberhasilan suatu alat dalam menghasilkan produk per satuan waktu untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan. Sedangkan dalam perhitungan analisis ekonomi menjelaskan bahwa kinerja alat dalam menghasilkan produk yang dinilai dari segi biaya, yaitu biaya pembuatan alat dan biaya produksi menggunakan alat penyuling tipe uap dan air

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(59)

sehingga dapat memperhitungkan kelayakan serta keuntungan dalam penggunaan alat ini. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeharno (2007) yang menyatakan bahwa analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat diperhitungkan.

Tidak ada literatur khusus yang menjelaskan jumlah bahan yang diperlukan untuk menghasilkan 1 L minyak jahe, yang mempengaruhi kinerja alat adalah konstruksi alat, bahan yang digunakan, metode penyulingan dan pengalaman kerja terhadap proses penyulingan. Dari hasil penelitian Supriyanto dan Cahyono (2013) 120 gr jahe kering menghasilkan minyak 0,03 ml dalam satu jam. Seharusnya dihasilakan 0,625 ml/jam dari 2500 gr jahe kering, sedangkan pada penelitian ini paling tinggi adalah 0,43 ml/jam dengan perlakuan jahe dalam kadar air 31,15 % dan pemisahan minyak yang kurang sempurna.

Dari rata-rata kapasitas efektif alat, maka diperoleh kinerja alat sebesar 68,8 % kinerja alat dapat ditingkatkan dengan mengubah bahan atau perlakuan terhadap bahan dan melakukan pemisahan minyak dengan corong pemisah maupun separator. Secara teoritis, alat dan mesin pertanian yang baik memiliki persentase kinerja antara 60% − 70%, lebih dari itu akan semakin baik.

Berdasarkan pedoman tersebut, alat penyuling minyak atsiri tipe uap dan air ini dinyatakan layak untuk digunakan.

Alat penyuling tipe uap dan air ini diperkirakan akan layak pakai selama 5 tahun. Alasannya adalah bahwa alat ini terbuat dari bahan stainless steel yang bersifat non korosi sehingga bisa dipakai tahan lama. Selain itu, untuk menjaga keawetan alat, harus teratur dilakukannya pembersihan terhadap alat setelah pemakaian yaitu dengan cara menguapakan air bersih pada alat tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harris (1987) yang menyatakan bahwa pemeliharaan

Gambar

Gambar 1. Rimpang jahe  Kingdom  : Plantae
Gambar 1. Penyulingan uap dan air
Gambar 1. Jahe
Gambar 1. Volume minyak 2 ml
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendesain, membuat, dan menguji alat destilasi minyak atsiri, dilakukan pada bulan September 2009 sampai dengan Januari 2010 di Laboratorium

Penyulingan merupakan salah satu cara untuk mengambil minyak atsiri yang terdapat pada daun, salah satu contohnya adalah daun cengkeh.. Daun cengkeh memiliki kadar minyak yang

Ekstraksi Minyak Atsiri Dari Limbah Kulit Jeruk Manis Di Desa Gadingkulon Kecamatan Dau Kabupaten Malangsebagai Campuran Minyak Goreng Untuk Penambah Aroma Jeruk.. Universitas

yang dilakukan dapat membiayai sendiri ( self financing ), dan selanjutnya dapat. berkembang sendiri ( self

Penelitian ini adalah pengujian berbagai tingkat suhu pada alat penyuling minyak atsiri cengkeh tipe uap langsung terhadap kadar air, asam lemak bebas dan

paling banyak digunakan dalam dunia penyulingan minyak atsiri, karena. rendemen minyak yang dihasilkan lebih

Menurut hasil pengamatan tentang minyak atsiri daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) dengan metode penyulingan uap air yang melalui dua kali proses penyulingan

Hasil pengujian menunjukkan waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menyuling daun cengkeh sebanyak 1 kg yaitu 3 jam sehingga kapasitas efektif alat penyuling