PERBEDAAN SUDUT MP-SN DENGAN KETEBALAN
DAGU PADA PASIEN DEWASA YANG DIRAWAT
DI KLINIK PPDGS ORTODONSIA
FKG USU
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
VINOSHINIE REGOO
NIM: 110600159
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran
Gigi
Departemen Ortodonsia
Tahun 2015
Vinoshinie Regoo
Perbedaan Sudut MP-SN Dengan Ketebalan Dagu Mandibula Pada Pasien
Dewasa Yang Dirawat Di Klinik PPDGS Ortodonsia FKG USU
x + 34 halaman
Jaringan lunak yang menutupi wajah (otot, lemak, kulit) dapat berkembang secara
seimbang ataupun tidak seimbang sesuai dengan struktur skeletal (jaringan keras) setiap
individu. Variasi antara skeletal (jaringan keras) dan jaringan lunak dapat menyebabkan
disharmoni posisi dan struktur tulang serta mempengaruhi penampilan wajah. Dengan
demikian, dibutuhkan pendekatan dengan perawatan bedah orthognati untuk memperoleh
kesempurnaan suatu penampilan wajah.
Dalam analisis dimensi vertikal, sudut MP-SN dipergunakan untuk melihat pola
pertumbuhan wajah.Nilai normal rata-rata sudut MP-SN adalah 32°. Bila sudut MP-SN
lebih kecil dari nilai normal, berarti pola pertumbuhan wajah ke arah depan dan
berlawanan arah jarum jam sehingga wajah terlihat lebih pendek (hypodivergent);
sedangkan bila sudut MP-SN lebih besar dari normal, berarti pola pertumbuhan wajah ke
arah bawah dan searah jarum jam sehingga wajah terlihat lebih panjang (hyperdivergent).
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross
sectional dengan menggunakan 57 sampel foto roentgen sefalometri lateral. Populasi
pada penelitian ini adalah pasien dewasa berumur 21 tahun keatas yang dirawat di Klinik
PPDGS Ortodonsia FKG USU. Tracing sefalogram dilakukan dengan pengukuran dari
titik Pog-Pog’ untuk memperoleh ketebalan dagu dan besar sudut MP-SN untuk melihat
pola pertumbuhan.Uji Anova one way dilakukan untuk melihat perbedaan ketebalan dagu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe pertumbuhan vertikal wajah yang
hypodivergent, mempunyai rata-rata ketebalan dagu = 13,85± 1,52 mm, Normal adalah
= 11,94 ± 1,32 mm dan hyperdivergent, adalah = 7,62 ± 1,04 mm. Hasil analisis
statistik uji Anova One Way menunjukkan ada perbedaan signifikan pada ketebalan dagu
berdasarkan sudut MP-SN yaitu p>0,05. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan
bahwa semakin besar sudut MP-SN maka ketebalan dagu lebih sempit dan semakin kecil
sudut MP-SN akan menyebabkan ketebalan dagu yang lebih besar.
PERBEDAAN SUDUT MP-SN DENGAN KETEBALAN
DAGU PADA PASIEN DEWASA YANG DIRAWAT
DI KLINIK PPDGS ORTODONSIA
FKG USU
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
VINOSHINIE REGOO
NIM: 110600159
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 11 Agustus 2015
Pembimbing Tanda tangan
Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort ...
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 11 Agustus 2015
TIM PENGUJI
KETUA : Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort
ANGGOTA : 1. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort.(K)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya
sehingga skripsi ini telah selesai disusun untuk memenuhi kewajiban penulis
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Dalam penulisan skripsi ini penulis mendapat bimbingan, bantuan
dukungan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Nazruddin, drg., Sp.Ort., Ph.D sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort. (K), selaku ketua Departemen
Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3. Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort., selaku koordinator skripsi Departemen
Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
4.
Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ortselaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberi bimbingan, saran dan
motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort.(K), dan Mimi Marina Lubis, drg.,Sp.Ort.,
selaku dosen tim penguji yang telah menyediakan waktu dan memberikan
masukan kepada penulis .
6.
Maya Fitria, SKM., M.Kes, selaku dosen FKM yang telah banyak
memberikan bimbingan mengenai bidang statistik.
7.
Aini
Hariyani, drg., Sp.Perio., selaku dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing penulis selama menjalani program akademik.
8. Seluruh staf pengajar FKG USU terutama staf pengajar dan pegawai di
Departemen Ortodonsia FKG USU atas bantuan yang diberikan kepada penulis.
10. Sahabat-sahabat terkasih yakni Inderjeet Kaur, Jasmin Kaur, Vassanty
Tamalingam, Subadra Devi, Rogini, Octavina Sitorus, Yudith, dan Kwan Min
Fook yang telah banyak membantu, mendukung dan memberikan semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih yang teristimewa kepada kedua
orangtua tercinta yakni Regoo Krishnan dan Veerasundari Ratnasamy atas segala
kasih sayang, doa dan dukungannya serta kepada yang tersayang saudara-saudara
penulis yakni Sajiv dan Prasad yang selalu mendukung dan membantu penulis
kapan pun dan dimana pun berada.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan
skripsi ini dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.
Akhir kata penulis megharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini
dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin
ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen Ortodonti.
Medan, 11 Agustus 2015
Penulis,
(...)
Vinoshinie Regoo
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ...
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...
KATA PENGANTAR ...
iv
DAFTAR ISI ...
vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ...
ix
DAFTAR LAMPIRAN ...
x
BAB 1 PENDAHULUAN ...
1
1.1 Latar Belakang ...
1
1.2 Rumusan Masalah ...
4
1.3 Tujuan Penelitian ...
4
1.4 Manfaat Penelitian ...
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...
5
2.1 Radiografi Sefalometri ...
5
2.1.1 Kegunaan Radiografi Sefalometri ...
5
2.1.2 Tipe Sefalogram ...
6
2.1.3 Penggunaan Titik-titik Sefalometri dalam Menentukan
Analisis Jaringan Keras ...
7
2.1.4 Penggunaan Titik-titik Sefalometri dalam Menentukan
Analisis Jaringan Lunak ...
8
2.2 Proporsi Wajah ...
9
2.2.1 Sepertiga Wajah Bawah ...
10
2.3 Komponen Jaringan Keras pada Sepertiga Wajah Bawah ...
11
2.3.1 Maksila ...
11
2.3.2 Mandibula ...
11
2.3.2.1 Analisis Skeletal Dalam Arah Vertikal...
11
2.3.2.2 Tipe Pertumbuhan Vertikal Wajah ...
12
2.3.2.3 Analisis Steiner ...
12
2.4 Komponen Jaringan Lunak Pada Sepertiga Wajah Bawah ...
15
2.4.1 Bibir ...
15
2.4.2 Dagu ...
16
2.4.2.2 Ketebalan ...
17
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN...
18
3.1 Jenis Penelitian ...
18
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...
18
3.3 Populasi Penelitian...
18
3.4 Sampel Penelitian ...
18
3.4.1 Besar Sampel ...
18
3.4.2 Kritera Inklusi ...
19
3.4.3 Kriteria Eksklusi ...
19
3.5 Variabel Penelitian...
19
3.5.1 Variabel Bebas ...
19
3.5.2 Variabel Tergantung ...
19
3.5.3 Variabel Tidak Terkendali ...
20
3.6 Definisi Operasional ...
20
3.7 Alat dan Bahan Penelitian ...
21
3.8 Metode Pengumpulan Data...
22
3.9 Pengolahan Data ...
23
3.10 Analisis Data ...
23
BAB 4 HASIL PENELITIAN ...
24
BAB 5 PEMBAHASAN ...
27
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ...
31
6.1 Kesimpulan ...
31
6.2 Saran ...
31
DAFTAR PUSTAKA ...
32
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1
...
Keteba
lan dagu berdasarkan tipe pertumbuhan
vertikal wajah ... ... 24
2
...
P
erbedaan rata-rata sudut MP-SN ... 25
3
...
Perbed
aan masing-masing kelompok berdasarkan
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Sefalogram frontal dan l
ateral………
6
2. Titik-tit
ik jaringan keras pada sefalometri lateral………
.. 8
3. Titik-
titik jaringan lunak pada sefalometri lateral………
.. 9
4. Proporsi vertikal wa
jah………
10
5. Sepertiga wajah bawah dibagi kepada tiga
segmen………
10
6. Sudut SNA, SNB, ANB, MP-SN, Bidang Oklusal... 15
13. Bibir ya
ng ideal………
16
14. Nilai normal ketebalan jaringan lunak dagu Holdaway………...…
17
15. Alat dan bahan penel
itian………
21
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1.
Surat Komisi Etik (
Ethical Clearance)
2.
Data Hasil Penelitian
Fakultas Kedokteran
Gigi
Departemen Ortodonsia
Tahun 2015
Vinoshinie Regoo
Perbedaan Sudut MP-SN Dengan Ketebalan Dagu Mandibula Pada Pasien
Dewasa Yang Dirawat Di Klinik PPDGS Ortodonsia FKG USU
x + 34 halaman
Jaringan lunak yang menutupi wajah (otot, lemak, kulit) dapat berkembang secara
seimbang ataupun tidak seimbang sesuai dengan struktur skeletal (jaringan keras) setiap
individu. Variasi antara skeletal (jaringan keras) dan jaringan lunak dapat menyebabkan
disharmoni posisi dan struktur tulang serta mempengaruhi penampilan wajah. Dengan
demikian, dibutuhkan pendekatan dengan perawatan bedah orthognati untuk memperoleh
kesempurnaan suatu penampilan wajah.
Dalam analisis dimensi vertikal, sudut MP-SN dipergunakan untuk melihat pola
pertumbuhan wajah.Nilai normal rata-rata sudut MP-SN adalah 32°. Bila sudut MP-SN
lebih kecil dari nilai normal, berarti pola pertumbuhan wajah ke arah depan dan
berlawanan arah jarum jam sehingga wajah terlihat lebih pendek (hypodivergent);
sedangkan bila sudut MP-SN lebih besar dari normal, berarti pola pertumbuhan wajah ke
arah bawah dan searah jarum jam sehingga wajah terlihat lebih panjang (hyperdivergent).
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross
sectional dengan menggunakan 57 sampel foto roentgen sefalometri lateral. Populasi
pada penelitian ini adalah pasien dewasa berumur 21 tahun keatas yang dirawat di Klinik
PPDGS Ortodonsia FKG USU. Tracing sefalogram dilakukan dengan pengukuran dari
titik Pog-Pog’ untuk memperoleh ketebalan dagu dan besar sudut MP-SN untuk melihat
pola pertumbuhan.Uji Anova one way dilakukan untuk melihat perbedaan ketebalan dagu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe pertumbuhan vertikal wajah yang
hypodivergent, mempunyai rata-rata ketebalan dagu = 13,85± 1,52 mm, Normal adalah
= 11,94 ± 1,32 mm dan hyperdivergent, adalah = 7,62 ± 1,04 mm. Hasil analisis
statistik uji Anova One Way menunjukkan ada perbedaan signifikan pada ketebalan dagu
berdasarkan sudut MP-SN yaitu p>0,05. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan
bahwa semakin besar sudut MP-SN maka ketebalan dagu lebih sempit dan semakin kecil
sudut MP-SN akan menyebabkan ketebalan dagu yang lebih besar.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Jaringan lunak yang menutupi wajah (otot, lemak, kulit) dapat berkembang secara
seimbang ataupun tidak seimbang sesuai dengan struktur skeletal (jaringan keras) setiap
individu. Variasi pada ketebalan, panjang serta tonus jaringan lunak dapat mempengaruhi
posisi dan hubungan antara struktur pendukung wajah sehingga dapat mempengaruhi
penampilan estetika secara keseluruhan. Variasi antara skeletal (jaringan keras) dan
jaringan lunak dapat menyebabkan disharmoni posisi dan struktur tulang serta
mempengaruhi penampilan wajah dibutuhkan pendekatan dengan perawatan bedah
orthognati untuk memperoleh kesempurnaan suatu penampilan wajah.1,2
Wajah dibagi dalam tiga segmen secara horizontal yaitu sepertiga atas memanjang
dari garis rambut ke glabella, sepertiga tengah dari glabella ke subnasal, dan sepertiga
bawah dari subnasal ke menton. Proporsi ketiga segmen wajah ini jarang sama. Pada
kaukasoid, sepertiga tengah wajah sering pendek dari sepertiga atas, dan bagian tengah
dan sepertiga wajah atas kurang dari sepertiga wajah bawah. Pada populasi Asia Timur,
sepertiga tengah wajah seringkali lebih besar dari sepertiga wajah atas dan sama dengan
sepertiga bagian bawah, dan sepertiga wajah atas kurang dari sepertiga wajah bawah.3
Sepertiga wajah bawah dibagi atas 3 (tiga) segmen, yaitu bibir atas, bibir bawah
dan dagu.3,4 Pengukuran jaringan lunak pada profil wajah untuk menentukan proporsi
yang tepat dari ukuran dan posisi dari hidung, bibir dan dagu, dapat membantu individu
untuk mengetahui karakteristik wajah dan norma pada masing-masing individu. Ketika
pengukuran wajah berada di luar norma, nilai estetika wajah dapat berkurang.5
Anic-Milosevic dkk, melakukan penelitian perbandingan proporsi ketiga segmen wajah yang
lebih rendah pada laki-laki dan perempuan. Dagu mewakili segmen terbesar sedangkan
ketinggian bibir bawah mewakili segmen terkecil pada laki-laki dan perempuan.3
Pada umumnya, radiografi sefalometri lateral digunakan untuk menganalisis
bidang mandibula terhadap basis kranium menunjukkan rotasi mandibula dan
menentukan dimensi vertikal wajah seseorang apakah panjang, normal atau pendek.6,7,8
Selain itu, radiografi hand-wrist dapat menunjukkan hubungan erat pada tumbuh
kembang maksila dan mandibula. Indikasi klinis untuk penggunaan radiografi hand-wrist
adalah untuk menilai skeletal maturity.9
Dalam analisis dimensi vertikal, sudut MP-SN menurut Steiner dipergunakan
untuk melihat pola pertumbuhan wajah. Nilai normal rata-rata sudut MP-SN adalah 32°.
Bila sudut MP-SN lebih kecil dari nilai normal, berarti pola pertumbuhan wajah ke arah
depan dan berlawanan arah jarum jam sehingga wajah terlihat lebih pendek
(hypodivergent); sedangkan bila sudut MP-SN lebih besar dari normal, berarti pola
pertumbuhan wajah ke arah bawah dan searah jarum jam sehingga wajah terlihat lebih
panjang (hyperdivergent).8,10,11
Schudy menyatakan bahwa inklinasi bidang mandibula merupakan indikator yang
baik dalam menentukan rotasi mandibula. Sudut MP-SN yang kecil mengindikasikan
mandibula rotasi ke depan, sedangkan sudut yang besar mengindikasikan mandibula
rotasi ke belakang. Bjork menunjukkan batas bawah mandibula mengalami perubahan
selama pertumbuhan sehingga menutupi rotasi rahang. Isaacson dkk., dalam studi yang
dilakukannya menyatakan orang dengan besar sudut MP-SN yang lebih kecil dari 26°
tergolong hypodivergent dan sudut lebih besar dari 38° tergolong tipe hyperdivergent.
Lowe dkk menyatakan pasien dengan besar sudut MP-SN 37° atau lebih dari 37°
digolongkan sebagai hyperdivergent atau wajah panjang. Karlsen juga menyatakan
hypodivergent mempunyai besar sudut MP-SN 26° atau dibawahnya dan hyperdivergent
mempunyai besar sudut MP-SN 35° atau diatasnya.12
Ketebalan dagu dapat diukur pada pogonion (Pog-Pog') dimana garis ditarik
secara horizontal dari jaringan keras pogonion ke jaringan lunak pogonion.1,4 Menurut
Holdaway ketebalan jaringan lunak dagu yang normal dari Pog-Pog’ adalah 10-12
mm.2,13
Pada penelitian Chitra.P dkk., tentang perbedaan ketebalan jaringan lunak dagu
pada pasien dewasa ras India dengan maloklusi Klas II divisi 1 terlihat tidak ada
perbedaan signifikan pada hasil statistik antara laki-laki dengan perempuan. Sudut ANB
pada semua kelompok tidak signifikan. PP / H (inklinasi palatal dalam arah horizontal)
pada kelompok dengan hypodivergent, normal, dan hyperdivergent menunjukkan hasil
tertinggi pada kelompok hypodivergent dan menurun secara bertahap pada seluruh
kelompok, sedangkan pengukuran terendah yaitu pada kelompok laki-laki dan perempuan
yang hyperdivergent. Kelompok dengan sudut MP-SN normal pada perempuan memiliki
ketebalan Pog-Pog' yang lebih besar.1
Menurut studi Genecov dkk., mencatat bahwa ketebalan jaringan lunak dagu pada
wanita usia 7 – 9 tahun lebih besar daripada laki-laki. Wanita hanya mengalami
peningkatan 1,6 mm hingga usia 18 tahun, sedangkan laki-laki mengalami peningkatan
sebesar 2,4 mm. Hal ini mengakibatkan laki- laki dan perempuan memiliki ketebalan
jaringan lunak yang sama saat mencapai usia 17. Penelitian Wisth menunjukkan bahwa
perubahan ketebalan jaringan lunak pada dagu hampir sama dengan yang ditemukan pada
nasion. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan jaringan lunak dagu tidak mempengaruhi
perubahan profil konveksitas wajah.14
Penelitian sebelumnya telah melakukan analisis terhadap ketebalan jaringan
lunak wajah pada populasi anak-anak berbagai tipe skeletal di Jepang. Utsuno dkk.,
melaporkan adanya pengukuran yang berbeda-beda karena subjek penelitian memiliki
perbedaan maloklusi. Basciftci dkk. melaporkan bahwa terjadi perbedaan signifikan
antara jenis kelamin untuk ketebalan jaringan lunak dagu dan ketebalan bibir atas pada
populasi dewasa Turki.15
Ngan dkk. menemukan bahwa individu dengan Klas II skeletal memiliki kelainan
kombinasi horizontal dan vertikal pada mandibula dan mencatat adanya variasi dalam
arah maupun laju pertumbuhan wajah.16 Snodell dkk., melakukan evaluasi longitudinal
tentang perubahan pertumbuhan dimensi transversal dan vertikal pada pasien yang
berusia antara 4 sampai 20 tahun ditemukan bahwa pertumbuhan vertikal wajah lebih
mendominasi pertumbuhan wajah dibandingkan pertumbuhan wajah dalam arah
transversal. Pertumbuhan vertikal wajah meningkat antara 32% - 40% selama
pertumbuhan pada pria dan 19% - 20% selama pertumbuhan pada wanita.17 Dengan
alasan tersebut, penulis ingin melakukan penelitian tentang perbedaan sudut MP-SN
dengan ketebalan dagu pada pasien dewasa yang dirawat di Klinik PPDGS Ortodonsia
FKG USU.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1.
Berapakah rata-rata sudut MP-SN pada pasien dewasa?
2.
Berapakah rata-rata ketebalan dagu pada pasien dewasa?
3.
Bagaimana perbedaan sudut MP-SN dengan ketebalan dagu pada
pasien dewasa yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui rata-rata sudut MP-SN pada pasien dewasa .
2.
Mengetahui rata-rata ketebalan dagu pada pasien dewasa.
3.
Mengetahui perbedaan sudut MP-SN dengan ketebalan dagu pada
pasien dewasa yang dirawat di Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.
Untuk membantu dalam menegakkan diagnosis dan rencana perawatan
ortodonti yang tepat.
2.
Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lanjutan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiografi Sefalometri
Ditemukannya sinar X di tahun 1985 oleh Roentgen merupakan suatu revolusi di
bidang kedokteran gigi yang merupakan awal mula dari ditemukannya radiografi
sefalometri.10,19 Penemuan ini memfasilitasi suatu metode untuk mendapatkan gambaran
kraniofasial dengan akurat. Radiografi sefalometri adalah suatu metode standar untuk
mendapatkan gambaran tulang tengkorak yang dapat digunakan sebagai alat diagnostik
dalam membuat rencana perawatan dan mengevaluasi perubahan-perubahan yang
disebabkan perawatan ortodonti.10,18-19
2.1.1 Kegunaan Radiografi Sefalometri
Sefalometri merupakan alat yang dapat digunakan untuk membuat rencana
perawatan dan mengikuti perkembangan serta perubahan selama perawatan ortodonti.
Beberapa kegunaan radiografi sefalometri adalah sebagai berikut 10:
a.
Mempelajari pertumbuhan kraniofasial
Sefalogram dapat memberikan infromasi yang berkaitan dengan variasi pola
pertumbuhan, gambaran standar kraniofasial,memprediksi pola pertumbuhan dan
memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari rencana perawatan.
b.
Diagnosis deformitas kraniofasial
Sefalogram dapat digunakan dalam identifikasi, menentukan dan mengukur
kelainan kraniofasial.Dalam hal ini, permasalahan yang paling utama adalah perbedaan
antara malrelasi skeletal dan dental.
c.
Rencana perawatan
Alat untuk menegakkan diagnosis, memprediksi morfologi kraniofasial dan
pertumbuhan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, sefalometri dapat membantu
d.
Evaluasi pasca perawatan
Hasil sefalogram dari awal hingga akhir perawatan dapat digunakan oleh
dokter gigi spesialis ortodonti sebagai alat untuk megevaluasi dan melihat perkembangan
dalam perawatan serta dapat digunakan sebagai pedoman pada perubahan perawatan yang
diinginkan.
e.
Penelitian relaps di bidang ortodonti
Sefalometri juga dapat membantu dalam mengidentifikasi penyebab-penyebab
relapsnya perawatan ortodonti dan stabilitas dari pasca perawatan ortodonti.
2.1.2 Tipe Sefalogram
Ada dua jenis tipe sefalogram, yaitu19:
a)
Sefalogram frontal
Memberikan gambaran frontal atau anterior-posterior dari tengkorak kepala
(Gambar 6A).
b)
Sefalogram lateral
Memberikan gambaran tulang tengkorak dari arah lateral (samping). Sefalogram ini
diambil dengan posisi kepala yang berada pada jarak yang spesifik dari sumber sinar X
(Gambar 1B).
Gambar 1.(A) Sefalogram frontal, (B) Sefalogram lateral10
2.1.3 Penggunaan Titik-titik Sefalometri dalam Menentukan Analisis
Jaringan Keras
Berikut ini adalah titik-titik pada sefalometri yang biasa digunakan dalam
analisis jaringan keras (Gambar 2)
10,17,19:
a.
Nasion (N) : titik paling anterior yang berbeda diantara tulang frontal
dan tulang nasalis pada sutura fronto nasalis
b.
Orbitale (O) : titik terendah dari dasar rongga mata yang terdepan
c.
Sella (S) : titik pusat geomtri dari
fossa pituitaryd.
Sub-spina (A) : titik paling cekung di maksila, biasanya berada di dekat
apeks akar gigi insisivus sentralis maksila
e.
Supra-mental (B) : titik paling cekung diantara infra dental dan
pogonion dan biasanya dekat apeks akar gigi insisivus sentralis mandibula.
f.
Pogonion (Pog) : titik paling depan atau anterior dari tulang dagu
g.
Gnathion (Gn) : titik diantara Pogonion dan Menton
h.
Menton (Me) : titik paling bawah atau inferior dari tulang dagu
i.
Articulare (Ar) : titik perpotongan antara batas posterior ramus dan
batas inferior dari basal kranial posterior
j.
Gonion (Go) : titik paling posteroinferior di sudut mandibula. Titik ini
merupakan pertemuan dari dataran ramus dan dataran mandibula
k.
Porion (Po) : titik paling superior dari meatus acuticus externus
l.
Pterygomaxilary (PTM) : kontur fisura pyterygomaxilary yang
dibentuk di anterior oleh tuberositas retromolar maksila dan di posterior oleh
kurva anterior dari prosesus pterygoid dari tulang sphenoid.
m.
Spina Nasalis Posterior (PNS) : titik paling posterior dari palatum
durum
n.
Spina Nasalis Anterior (ANS) : titik paling anterior dari prosesus
maksila pada batas bawah dari cavum nasal
Gambar 2. Titik-titik jaringan keras pada sefalometri lateral
172.1.4 Penggunaan Titik-titik Sefalometri dalam Menentukan Analisis
Jaringan Lunak
Berikut ini adalah titik-titik pada sefalometri yang biasa digunakan dalam
analisis jaringan lunak (Gambar 3)
17,21:
a.
Glabella (G) : titik paling anterior dari dahi pada dataran midsagital
b.
Jaringan lunak Nasion (N’) : titik paling cekung pada pertengahan
dahi dan hidung
c.
Pronasale (Pr) : titik paling anterior dari hidung
d.
Subnasale (Sn) : titik septum nasal berbatasan dengan bibir atas
e.
Labrale superior (Ls) : titik perbatasan mukotaneous dari bibir atas
f.
Superior labial ulkus (SLS) : titik tercekung di antara Sn dan Ls
g.
Stomion superior (Stm
s) : titik paling bawah di vermilion dari bibir
atas
h.
Stomion inferior (Stm
i) : titik paling atas pada vermilion dari bibir
bawah
i.
Labrale inferius (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah
j.
Inferior labial sulkus (ILS) : titik paling ceku
ng di antara Li dan Pog’
k.
Jaringan lunak Pogonion (Pog’) : titik paling anterior jaringan lunak
l.
Jaringan lunak Menton (Me’) : titik paling inferior dari jaringan lunak
dagu.
Gambar 3. Titik-titik jaringan lunak pada
sefalometri lateral21
2.2 Proporsi wajah
Proporsi wajah dapat dievaluasi dalam arah vertikal dan horizontal. Pengetahuan
tentang proporsi wajah berperan penting dalam perencanaan bedah dentofasial. Secara
horizontal, proporsi wajah dibagi menjadi 3 bagian, yaitu (Gambar 4):21,22
1.
Sepertiga wajah atas: batas rambut (trichion) ke glabella.
2.
Sepertiga wajah tengah: glabella ke subnasal.
Gambar 4. Proporsi vertikal wajah
222.2.1 Sepertiga wajah bawah
Sepertiga wajah bawah dibagi atas 3 (tiga) segmen, yaitu bibir atas, bibir bawah
dan dagu (Gambar 5).3,4 Pengukuran jaringan lunak pada profil wajah untuk menentukan
proporsi yang tepat dari ukuran dan posisi dari hidung, bibir dan dagu dapat membantu
individu untuk mengukur karakteristik wajah dan norma.23
2.3 Komponen jaringan keras pada sepertiga wajah bawah
2.3.1 Maksila
Maksila bergerak ke bawah dan depan, tetapi remodeling ke atas dan ke dalam.
Pertumbuhan maksila dan struktur yang saling berhubungan terjadi dari kombinasi
pertumbuhan pada sutura dan remodeling langsung pada tulang. Maksila cenderung ke
arah bawah dan ke depan seiring dengan pertumbuhan wajah dan pertumbuhan tulang
pada sutura. Jaringan lunak disekitarnya memainkan peran sebagai matriks fungsional
yang berkontribusi pada pertumbuhan maksila. Pertumbuhan cartilage pada septum
hidung berperan dalam arah pertumbuhan maksila.17,24
2.3.2 Mandibula
Pertumbuhan pada kepala kondilus terjadi dalam arah ke atas dan ke dalam.
Pertumbuhan mandibula dinyatakan sebagai perpindahan ke arah bawah dan ke depan,
yang merupakan contoh translasi utama. Proses translasi ini dan perubahan kompleks
nasomaxillary memungkinkan untuk pertumbuhan faring, lidah, dan struktur lain yang
terkait. Pertumbuhan pada kondilus berkompensasi untuk perpindahan vertikal mandibula
dan mengakomodasikan erupsi gigi secara vertikal. Selain itu, resorpsi tulang pada batas
anterior dan deposisi pada batas posterior dari kedua-dua ramus mempengaruhi
pertumbuhan anteroposterior dari ramus dan badan mandibula. Perubahan ini
meningkatkan panjang badan mandibula posterior untuk mengakomodasikan erupsi gigi
molar permanen.17
2.3.2.1 Analisis skeletal dalam arah vertikal
Penilaian skeletal dalam arah vertikal dapat digunakan untuk menentukan
perbedaan tipe wajah vertikal dan tipe wajah horizontal. Hal ini berkaitan dengan arah
pertumbuhan mandibula yang berhubungan dengan kranial atau dasar maksila yang
berbeda.25 Menurut Creekmore dkk., diketahui bahwa pertumbuhan wajah terdiri dari
pertumbuhan horizontal dan vertikal. Schudy meneliti interaksi antara displasia wajah
vertikal dan horizontal serta menekankan pentingnya dimensi wajah vertikal dalam
perawatan ortodontik. Beliau menggambarkan pertumbuhan horizontal dan vertikal
anterior mandibula. Oleh karena itu, fase akhir pertumbuhan wajah adalah hasil dari efek
kombinasi dua komponen pertumbuhan. Beliau kemudian memperkenalkan istilah
perbedaan wajah untuk menggambarkan tipe wajah berdasarkan indikator seperti oklusal
mandibular (OM) dan sudut MP-SN. Beliau menggunakan istilah hyperdivergent dan
hypodivergent untuk menggambarkan perbedaan wajah yang ekstrim.12,16
2.3.2.2 Tipe Pertumbuhan Vertikal Wajah
Schudy membagi tipe pertumbuhan vertikal wajah atas 2, yaitu
27:
a.
HypodivergentTipe pertumbuhan ini memiliki ciri wajah yang pendek dan lebar,
biasanya terdapat sudut bidang mandibular datar dan sudut gonial tertutup.
Gigitan dalam (
deep bite) sering dijumpai pada pasien dengan jenis wajah ini.
Contoh dari jenis wajah yang mempunyai kepala yang pendek dan lebar adalah
maloklusi Klas II divisi 2.
b.
HyperdivergentTipe pertumbuhan ini memiliki ciri wajah yang panjang dan sempit.
Ini disebabkan rahang atas menunjukkan pertumbuhan vertikal yang berlebihan
dan sudut bidang mandibula yang lebih besar dan kadang-kadang menyebabkan
gigitan terbuka (
open bite). Pola pertumbuhan ini akan mengakibatkan lengkung
dentoalveolar yang panjang dan sempit pada lengkung rahang atas dan
menghasilkan rotasi searah jarum jam mandibula selama pertumbuhan.
2.3.2.3. Analisis Steiner
Steiner mengembangkan analisis ini untuk memperoleh informasi klinis dari
pengukuran sefalometri lateral. Steiner membagi analisisnya atas 3 bagian yaitu skeletal,
dental dan jaringan lunak.10
1. Analisis skeletal mencakup hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap
tulang tengkorak.
2. Analisis dental mencakup hubungan insisivus rahang atas dan rahang bawah.
3. Analisis jaringan lunak mencakup keseimbangan dan estetika profil wajah
Gambar 6 menunjukkan analisis skeletal Steiner dengan 5 sudut pengukuran yang
digunakan antara lain17:
a. Sudut SNA
Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella - Nasion dan garis Nasion - titik A.
Besar sudut SNA menyatakan hubungan anteroposterior maksila terhadap basis kranium.
Nilai normal rata-rata SNA adalah 82° ± 2°. Apabila nilai SNA lebih besar, maka maksila
diindikasikan mengalami prognasi. Apabila nilai SNA lebih kecil, maka maksila
diindikasikan mengalami retrognasi.
b. Sudut SNB
Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella - Nasion dan garis Nasion - titik B.
Besar sudut SNB menyatakan hubungan antero-posterior mandibula terhadap basis
kranium. Nilai normal rata-rata SNB adalah 80° ± 2°. Apabila nilai SNB lebih besar,
maka mandibula diindikasikan mengalami prognasi. Apabila nilai SNB lebih kecil, maka
mandibula diindikasikan mengalami retrognasi.
c. Sudut ANB
Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Nasion - titik A dan garis Nasion - titik
B. Besar sudut ANB menyatakan hubungan maksila dan mandibula. Nilai normal
rata-rata ANB adalah 2° ± 2°. Apabila nilai ANB lebih besar, maka diindikasikan
kecenderungan hubungan klas II skeletal. Apabila nilai ANB lebih kecil, maka
diindikasikan kecenderungan hubungan klas III skeletal.
d. Sudut MP-SN
Sudut ini mengindikasikan garis bidang mandibula terhadap basis kranial
anterior. Garis bidang mandibula ditarik dari gonion (Go) ke gnathion (Gn). Nilai
rata-rata dari sudut ini adalah 32° ± 5°. Isaacson dkk. menyatakan bahwa semakin besar
inklinasi mandibula terhadap basis kranial, maka semakin curam dataran mandibula dan
dagu bergerak ke arah posterior serta semakin kecil inklinasi mandibula terhadap basis
kranial, maka semakin datar dataran mandibula dan dagu bergerak ke arah anterior.16,21,25
Inklinasi dataran mandibula merupakan indikator terjadinya rotasi mandibular.12
Rotasi mandibula dapat terjadi dalam dua arah, yaitu searah jarum jam atau
berlawanan dengan arah jarum jam.27 Sudut MP-SN lebih besar dari normal menunjukkan
bawah dan ke belakang. Terjadi pola pertumbuhan wajah secara vertikal yang
menunjukkan pola pertumbuhan yang hyperdivergent. Sebaliknya, bila sudut MP-SN
lebih kecil dari normal menunjukkan rotasi mandibula berlawanan arah jarum jam dan
mengindikasikan pertumbuhan mandibula ke atas dan ke depan. Terjadi pola
pertumbuhan wajah secara horizontal yang menunjukkan pola pertumbuhan yang
hypodivergent.12,27
e. Sudut Dataran Oklusal
Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella-Nasion dan dataran oklusal. Nilai
normal rata-rata sudut ini adalah 14,5°. Besar sudut ini menyatakan hubungan dataran
oklusal terhadap kranium dan wajah serta mengindikasikan pola pertumbuhan wajah
Gambar 6. (A) Sudut SNA, (B) Sudut SNB, (C) Sudut ANB,
(D) Sudut MP-SN, (E) Sudut Bidang Oklusal19
2.4 Komponen jaringan lunak pada sepertiga wajah bawah
2.4.1 Bibir
Bibir atas dan hidung saling berhubungan dan merupakan unit penting pada
estetis wajah. Bibir atas biasanya berukuran lebih panjang sekitar 2-3 mm dari bibir
bawah, namun ini semua tergantung dari struktur gigi (Gambar 7). Bibir atas merupakan
sepertiga atas pada sepertiga bawah wajah. Berdasarkan analisis Holdaway, ketebalan
Berdasarkan analisis Burstone, ketebalan bibir bawah diukur secara horizontal dari
insisivus inferior ke labial inferior.21,28
Gambar 7. Bibir yang
ideal29
2.4.2 Dagu
Dagu secara visual berkaitan dengan bibir dan leher. Dagu membentuk sepertiga
bawah dari wajah. Studi dari referensi estetika dan seni klasik menunjukkan dimana
preferensi bibir bawah sedikit ke posterior terhadap bibir atas dan dagu terletak pada garis
lurus yang menghubungkan bibir atas dan bibir bawah. Konfigurasi jaringan lunak dagu
tidak hanya ditentukan oleh struktur tulang, tetapi juga oleh ketebalan otot mentalis dan
faktor lain, termasuk morfologi kraniofasial serta hubungan rahang. Perkembangan yang
berlebihan terhadap tinggi dagu mengubah posisi bibir bawah dan mengganggu proses
penutupan bibir. Secara umum, kontur dagu dievaluasi dengan kaitannya terhadap posisi
bibir bawah dan konfigurasi mentolabial. Profil jaringan lunak dagu tergantung pada
posisi dari jaringan lunak dagu.28
2.4.2.1 Ketinggian
Pada pandangan frontal, estetika dagu tergantung terutama pada ketinggian dagu,
khususnya pada hubungan antara wajah bawah dengan seluruh ketinggian wajah
anterior.30 Ketinggian dagu dapat diukur pada titik ketinggian bibir bawah superior ke
2.4.2.2 Ketebalan
Menurut Holdaway ketebalan jaringan lunak dagu diukur dari titik Pogonion
skeletal ke Pogonion kulit (Pog – Pog’). Dikatakan tebal jaringan lunak dagu harmonis
dan seimbang jika tebalnya berkisar antara 10-12 mm sedangkan jika lebih tipis dagu
akan terlihat sangat datar. Dagu datar dapat disebabkan oleh inklinasi insisivus bawah
lebih protrusif (Gambar 8).1,2
.
Gambar 8. Nilai normal ketebalan jaringan lunak
Holdaway berkisar 10-12mm
21BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross
sectional dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan sudut MP-SN dengan ketebalan
dagu pada pasien dewasa yang dirawat di Klinik PPDGS Ortodonsia FKG USU.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Klinik PPDGS Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara yang beralamat di Jl. Alumni No. 2 USU, Medan. Penelitian
ini dilaksaakan pada bulan Februari 2015 hingga Agustus 2015.
3.3 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah pasien dewasa berumur 21 tahun keatas yang
dirawat di Klinik PPDGS Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara.
3.4 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah roentgen foto sefalometri lateral
yang diambil dengan teknik purposive sampling dimana pengambilan sampel secara
sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Pemilihan sampel dalam
penelitian ini dilakukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4.1 Besar Sampel
Keterangan:
n : besar sampel minimum
: standar deviasi = 1,18 (Menurut standar deviasi dari hasil penelitian
Chitra.P1 )
: derajat kepercayaan, untuk α = 5% maka = 1,96
: derajat kepercayaan, untuk β =10% maka = 1,282
: presisi mutlak, dipilih sebesar 47% sehingga = 0,47
Jadi, minimal besar sampel yang diperlukan pada penelitian ini adalah 57 sampel.
3.4.2 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1.
Pasien belum pernah mendapat perawatan ortodonti
2.
Pasien dewasa yang berumur 21 tahun keatas
3.
Sefalogram dalam kondisi yang baik
3.4.3 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
3.5 Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel Bebas
Sudut MP-SN
3.5.2 Variabel Tergantung
Ketebalan dagu
3.5.3 Variabel Tidak Terkendali
Hubungan molar
Ras
Jenis kelamin
Kelainan otot
3.6 Definisi Operasional
1.Ketebalan dagu adalah pengukuran dari titik Pogonion skeletal ke Pogonion
kulit (Pog – Pog’) dengan nilai normal 10-12 mm menurut Holdaway. Nilai ini untuk
menentukan ketebalan dagu lebih besar atau lebih sempit. Nilai yang kurang dari normal,
ketebalan dagunya lebih sempit sedangkan nilai yang lebih dari normal, ketebalan
dagunya lebih besar.
2. Sudut MP-SN adalah sudut yang terbentuk dari pertemuan garis Sella ke
Nasion dan garis bidang mandibula (Gonion-Gnathion). Menurut analisis Steiner, nilai
rata-rata dari sudut ini adalah 32° ± 5°.
3. Hyperdivergent adalah pola pertumbuhan wajah yang ditandai dengan ciri
wajah yang panjang dan sempit. Ini disebabkan rahang atas menunjukkan pertumbuhan
vertikal yang berlebihan dan sudut bidang mandibula yang lebih besar dan
kadang-kadang menyebabkan gigitan terbuka (open bite). Sudut MP-SN lebih besar dari normal
menunjukkan rotasi mandibula searah jarum jam dan mengindikasikan pertumbuhan
mandibula ke bawah dan ke belakang. Terjadi pola pertumbuhan wajah secara vertikal
yang menunjukkan pola pertumbuhan yang hyperdivergent.
4. Hypodivergent adalah pola pertumbuhan wajah yang ditandai dengan ciri ciri
wajah yang pendek dan lebar, biasanya terdapat sudut bidang mandibula datar dan sudut
ini. Sudut MP-SN lebih kecil dari normal menunjukkan rotasi mandibula berlawanan arah
jarum jam dan mengindikasikan pertumbuhan mandibula ke atas dan ke depan. Terjadi
pola pertumbuhan wajah secara horizontal yang menunjukkan pola pertumbuhan yang
hypodivergent.
3.7 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a.
Pensil 2B, penghapus dan pengaris
b.
Rol Segitiga
c.
Busur derajat
d.
Tracing box
Bahan yang digunakan selama penelitian ini adalah:
a.
Roentgen foto sefalometri lateral sebelum perawatan
b.
Kertas asetat tracing ( tebal 0.003 inchi)
A B C
Gambar 13. Alat dan bahan penelitian. (A) Pensil, penghapus, penggaris, (B) Rol segitiga, (C) Busur derajat (D) Tracing box, (E) Roentgen foto sefalometri lateral, (F) Kertas asetat tracing.
3.8 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur ketebalan dagu dan pola
pertumbuhan mandibula pada sefalogram lateral pasien sesuai dengan langkah-langkah
berikut ini:
1.
Data diambil dari roentgen foto sefalometri lateral pasien yang dirawat
di Klinik PPDGS Ortodonsia FKG USU.
2.
Tracingsefalogram dilakukan di atas
tracing boxdengan sinar lampu
pada
tracing paperyang telah difiksasi pada lembaran sefalogram.
3.
Dilakukan penentuan titik-titik dan penarikan garis-garis.
4.
Diukur ketebalan dagu dari titik Pogonion skeletal ke Pogonion kulit.
5.
Diukur besar sudut MP-SN.
Gambar 15. (A) Sudut MP-SN, (B) Titik-titik pengukuran ketebalan dagu
6.
Tracingdan pengukuran dilakukan secara
intrawriter, dimana peneliti
melakukan
tracingdan pengukuran dan mengulang pengukuran dua kali.
Kemudian kedua hasil pengukuran dijumlahkan dan dihitung standar deviasinya.
7.
Hasil dari pengukuran setiap sefalometri lateral tersebut diperiksa oleh
dosen pembimbing.
8.
Dalam satu hari, pengukuran sefalometri dilakukan pada 5 (lima)
sefalogram untuk menghindari kelelahan mata peneliti sehingga data yang
didapatkan lebih akurat.
9.
Hasil pengukuran yang diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis.
3.9 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi.
3.10 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Anova one way untuk melihat
BAB 4
HASIL PENELITIAN
[image:39.595.115.528.436.597.2]Populasi penelitian ini adalah pasien yang dirawat Klinik PPDGS
Ortodonsia dan
belum pernah menerima perawatan ortodonti. Besar sampel
adalah 61 orang (besar sampel minimum adalah 57 orang). Sampel penelitian ini
terdiri dari 57 orang dengan maloklusi Klas I, Klas II dan Klas III. Penelitian ini
menggunakan foto roentgen sefalometri lateral yang diambil dari rekam medik
pasien di klinik PPDGS Ortodonsia RSGMP FKG USU.
Tabel 1. Ketebalan dagu berdasarkan
tipe pertumbuhan vertikal wajahTipe Pertumbuhan Vertikal Wajah
N
Rata-rata Ketebalan
Dagu
± SD
Hasil
Analisis
Statistik
Hypodivergent
( <26°)
Normal (27°- 37°)
Hyperdivergent
( >37°)
Total
13
31
13
57
13,85 ± 1,52
11,94 ± 1,32
7,62 ± 1,04
11,39 ± 2,56
p=0,000*
*p>0,05 terdapat perbedaan bermakna
Tabel 1 menunjukkan sampel dengan
tipe pertumbuhan vertikal wajahyang
hypodivergent,
adalah n=13 dan mempunyai rata-rata ketebalan dagu
= 13,85±
1,52 mm. Pada sampel dengan
tipe pertumbuhan vertikal wajahyang normal, adalah
n= 31 dan mempunyai rata-rata ketebalan dagu = 11,94 ± 1,32 mm. Sampel
[image:39.595.113.533.438.597.2]uji
Anova One Waymenunjukkan perbedaan signifikan pada ketebalan dagu
berdasarkan pola pertumbuhan mandibula yaitu p= 0,000 (p>0,05).
Tabel 2. Perbedaan rata-rata sudut MP-SN
*p<0,05 terdapat perbedaan bermakna
Tabel 2 menunjukkan sampel dengan pola pertumbuhan mandibula yang
hypodivergent,
adalah n=13 dan mempunyai rata-rata sudut MP-SN = 22,46° ±
3,67. Pada sampel dengan pola pertumbuhan mandibula yang normal, adalah n=
31 dan mempunyai rata-rata sudut MP-SN = 33,32° ± 3,22. Sampel dengan
tipepertumbuhan vertikal wajah hyperdivergent
, adalah n= 13 dan mempunyai rata-rata
sudut MP-SN = 40,62° ± 3,20. Hasil analisis statistik uji
Anova One Way [image:40.595.115.530.645.755.2]menunjukkan perbedaan signifikan pada sudut MP-SN berdasarkan
tipe pertumbuhan vertikal wajahyaitu p= 0,000 (p<0,05).
Tabel 3. Perbedaan masing-masing kelompok berdasarkan ketebalan dagu
Tipe Pertumbuhan Vertikal Wajah
Perbedaan rata-rata Hasil Analisis Statistik
Hypodivergent
–
Normal
Hypodivergent
–
HyperdivergentNormal
–
Hyperdivergent1,91
6,23
4,32
p=0,000*
Pola Pertumbuhan
Mandibula
N
Rata-rata sudut MP-SN
± SD
Hasil Analisis
Statistik
Hypodivergent
( <26°)
Normal (27°- 37°)
Hyperdivergent
( >37°)
Total
13
31
13
57
22,46 ± 3,67
33,32 ± 3,22
40,62 ± 3,20
32,51 ± 7,05
*p<0,05 terdapat perbedaan bermakna
Tabel 3 menunjukkan sampel dengan
tipe pertumbuhan vertikal wajahpada
ketiga-tiga kelompok berdasarkan ketebalan dagu. Jumlah perbedaan rata-rata
antara kelompok
hypodivergentdan normal adalah
= 1,91 mm. Jumlah
perbedaan rata-rata antara kelompok
hypodivergentdan
hyperdivergentadalah =
6,23 mm. Jumlah perbedaan rata-rata antara kelompok normal dan
hyperdivergentBAB 5
PEMBAHASAN
Estetika wajah dapat didefinisikan sebagai suatu kombinasi kualitas yang dapat
memberikan kepuasan untuk indera dan pikiran.31 Kecantikan wajah merupakan perhatian
utama dalam penilaian profil jaringan lunak wajah yang berhubungan dengan perawatan
ortodonti.32 Estetika wajah dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti hubungan tulang,
jaringan lunak dan oklusi gigi geligi.33,34 Perencanaan perawatan berdasarkan jaringan
keras dan jaringan lunak serta beberapa upaya dilakukan untuk mengetahui ciri khas
jaringan keras dan jaringan lunak pada berbagai jenis maloklusi.35 Pada tahun 1907 Angle
melaporkan pentingnya jaringan lunak bagi estetika wajah.9 Jaringan keras dan jaringan
lunak normal harus diperhatikan agar tercapai estetika wajah yang harmonis dan fungsi
oklusi yang optimal.15,36
Dalam usaha memperoleh suatu keharmonisan wajah, harus ada integrasi antara
berbagai proporsi wajah agar keseimbangan wajah secara keseluruhan dapat tercapai.26
Sepertiga wajah bawah dibagi atas 3 (tiga) segmen, yaitu bibir atas, bibir bawah dan
dagu.3,4 Menurut Holdaway, ketebalan jaringan lunak dagu diukur dari titik Pogonion
skeletal ke Pogonion kulit (Pog –Pog’) dari roentgen foto sefalometri lateral.1,2
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan sudut MP-SN dengan ketebalan
dagu. Populasi sampel merupakan pasien yang dirawat di Klinik PPDGS Ortodonsia FKG
USU yang berumur 21 tahun keatas dan belum pernah menerima perawatan ortodonti.
Sampel penelitian ini terdiri dari 57 orang dengan maloklusi Klas I, Klas II dan Klas III.
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai penelitian pendahuluan dengan
menggunakan variabel yang berbeda.
Tabel 1 menunjukkan bahwa sampel dengan tipe pertumbuhan vertikal wajah
yang hypodivergent mempunyai rata-rata ketebalan dagu sebesar 13,85 ± 1,52 mm. Pada
ketebalan dagu sebesar 11,94 ± 1.32 mm. Pada sampel dengan tipe pertumbuhan vertikal
wajah hyperdivergent mempunyai rata-rata ketebalan dagu sebesar 7,62 ± 1,04 mm. Dari
hasil analisis statistik uji Anova One Way telah menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan dengan nilai p>0,05. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
oleh Citra P mengenai perbandingan ketebalan dagu jaringan lunak pada Klas II divisi 1
pada subjek dewasa India dimana beliau telah menyatakan bahwa subjek dengan profil
hypodivergent mempunyai ketebalan jaringan lunak yang lebih tinggi dibandingkan
dengan profil hyperdivergent.1 Ketebalan dagu yang bervariasi disebabkan oleh
perbedaan adaptasi jaringan lunak terhadap divergensi mandibula pada setiap individu
selama masa pertumbuhan. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Holdaway dimana
ketebalan jaringan lunak dagu dikatakan harmonis dan seimbang jika berada pada kisaran
10-12 mm.3,15
Penelitian sebelumnya oleh Macari AT mengenai perbedaan ketebalan jaringan
lunak dagu pada pasien dewasa dengan variasi divergensi mandibula menyatakan bahwa
salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan pada ketebalan dagu adalah ras.1,2 Variasi
suku dan ras dapat menyebabkan terjadinya perbedaan pada ketebalan jaringan lunak
pada orang dengan oklusi normal.9,36 Menurut penelitian Nanda, beliau telah menyatakan
bahwa ketebalan jaringan lunak dagu, ketebalan simfisis dan panjang korpus mandibula
meningkat dengan bertambahnya usia.14
Tabel 2 menunjukkan sampel dengan tipe pertumbuhan vertikal wajah yang
hypodivergent mempunyai rata-rata sudut MP-SN sebesar 22,46° ± 3,67, pada sampel
dengan tipe pertumbuhan vertikal wajah yang normal pula mempunyai rata-rata sudut
MP-SN sebesar 33,32° ± 3,22 dan pada sampel dengan tipe pertumbuhan vertikal wajah
hyperdivergent mempunyai rata-rata sudut MP-SN sebesar 40,62° ± 3,20. Hasil analisis
statistik uji Anova One Way menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada
sudut MP-SN berdasarkan tipe pertumbuhan vertikal wajah yaitu dengan nilai p<0,05.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Isaacson yang
menyatakan bahwa semakin besar inklinasi mandibula terhadap basis kranial, maka
semakin curam dataran mandibula dan dagu bergerak ke arah posterior. Nilai rata-rata
dari sudut MP-SN yang normal adalah 32° ± 5°.16
Sudut MP-SN yang lebih besar dari normal menunjukkan rotasi mandibula searah
jarum jam dan mengindikasikan pertumbuhan mandibula ke bawah dan ke belakang, hal
ini disebut pola pertumbuhan wajah secara vertikal (hyperdivergent). Sebaliknya, bila
jarum jam dan mengindikasikan pertumbuhan mandibula ke atas dan ke depan, hal ini
disebut pola pertumbuhan wajah secara horizontal (hypodivergent).12,27
Tabel 3 menunjukkan perbedaan ketebalan dagu pada sampel dengan ketiga tipe
pertumbuhan vertikal wajah tersebut. Jumlah perbedaan rata-rata antara kelompok
hypodivergent dan normal adalah = 1,91mm. Jumlah perbedaan rata-rata antara
kelompok hypodivergent dan hyperdivergent adalah = 6,23mm. Jumlah perbedaan
rata-rata antara kelompok normal dan hyperdivergent adalah = 4,32mm. Dari hasil analisis
statistik uji Post Hoc (LSD) diperoleh adanya perbedaan signifikan antara ketiga
kelompok yaitu p<0,05. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh
Macari AT yang melaporkan adanya perbedaan ketebalan jaringan lunak dagu pada
pasien dewasa dengan variasi divergensi mandibula. Terlihat adanya perbedaan yang
signifikan antara ketebalan dagu dengan sudut MP-SN pada pola pertumbuhan mandibula
yang berbeda-beda.2
Hal ini menunjukkan adanya perbedaan sudut MP-SN dengan ketebalan dagu.
Pengukuran ketebalan jaringan lunak dagu pada pasien dewasa dengan tipe pertumbuhan
vertikal wajah hyperdivergent lebih kecil dibandingkan dengan pasien dewasa yang
mempunyai tipe pertumbuhan vertikal wajah normal.3 Dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa semakin besar sudut MP-SN maka ketebalan dagu lebih sempit dan
semakin kecil sudut MP-SN akan menyebabkan ketebalan dagu yang lebih besar.
Para peneliti telah menyimpulkan bahwa evaluasi jaringan keras dan jaringan
lunak dalam estetika wajah dan stabilitas merupakan faktor yang sangat perlu
diperhatikan penting dalam perawatan ortodontik.35 Untuk menciptakan wajah yang ideal
secara estetika tidak bergantung pada perbaikan beberapa bagian spesifik wajah, tetapi
lebih kepada pendekatan secara menyeluruh karena setiap bagian pada wajah berkaitan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Rata-rata ketebalan dagu pada pasien dengan pola pertumbuhan mandibula
yang hypodivergent adalah 13,85 ± 1,52 mm, Normal 11,94 ± 1,32 mm dan
hyperdivergent 7,62 ± 1,04 mm. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata ketebalan dagu
pada pasien dewasa adalah 11,39 ± 2,56 mm.
2. Rata-rata sudut MP-SN pada pasien dengan pola pertumbuhan mandibula
yang hypodivergent, adalah 22,46° ± 3,67, Normal 33,32° ± 3,22 dan hyperdivergent
40,62° ± 3,20. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata jumlah sudut MP-SN pada pasien
dewasa adalah 32,51° ± 7,05.
3. Rata-rata perbedaan pola pertumbuhan mandibula pada kelompok
hypodivergent, normal dan hyperdivergent menunjukkan perbedaan signifikan sebesar =
6,23mm. Dapat disimpulkan bahwa, semakin besar sudut MP-SN maka ketebalan dagu
lebih sempit dan semakin kecil sudut MP-SN akan menyebabkan ketebalan dagu yang
lebih besar.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
banyak untuk mendapatkan hasil penelitian dengan validitas yang lebih tinggi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat faktor-faktor lain yang
DAFTAR PUSTAKA
1.
Chitra P, Prasanna A. Soft tissue chin thickness in Indian Adult Class II
Division 1 subjects. Int J of Scientific Res. 2014; 3(11): 360-2.
2.
Macari AT, Hanna AE. Comparisons of soft tissue chin thickness in adult
patients with various mandibular divergence patterns. Angle Ort J 2014;
84(4): 708-14.
3.
Prendergast PM. Advanced Surgical Facial Rejuvenation Art and Clinical
Practice. 2012: 15-22.
4.
Uppada UK, Sinha R, Reddy SD, Paul D. Soft tissue changes and its
stability as a sequlae to mandibular advancement. AMS Journal 2014; 4(2):
132-7.
5.
Bergman RT, Waschak J, Farahani AB, Murphy NC. Longitudinal study of
cephalometric soft tissue profile traits between the ages of 6 and 18 years.
Angle Orthod 2014; 84(1): 48-55.
6.
Suminy D, Zen Y. Hubungan antara maloklusi dengan hambatan saluran
pernafasan. Maj Ked Gi. 2007; 22(1): 32-40.
7.
Chen F, Terada K, Wu L, Saito I. Dental arch widths and
mandibular-maxillary base width in class III malocclusions with low, average and high
MP-SN angles. Angle Orthodont. 2007; 77(1): 36-41.
8.
Arwelli D, Hardjono S. Pengukuran sudut bidang mandibula pada analisa
sefalometri. Mad Ked Gi. 2008; 15(1): 55-60.
10.
Singh G. Textbook of orthodontics. 2
nded, New Dehli: Jaypee Brothers
Medical Publishers, 2007: 104-128.
11.
Ferrario VF, Sforza C, Franco DJD. Mandibular shape and skeletal
divergency. European Journal of Orthodontist. 1999; 21: 145-153.
12.
Karlsen AT. Craniofacial growth differences between low and high MP-SN
angle males: a longitudinal study. The Angle Orthod 1995; 65(5): 341-50.
13.
Mohode R, Betigiri AV. An establishment of skeletal and soft tissue norms
for Indian Marathi population and relating it with the perception of balanced
profiles by lay persons. Jios: 33-40.
14.
Sharma P, Arora A, Valiathan A. Age changes of jaws and soft tissue
profile. Hindawi Scientific World J 2014: 1-7.
15.
Kamak H, Celikoglu M. Facial soft tissue thickness among skeletal
malocclusions: is there a difference?. Korean J Ort 2012: 23-31
16.
Lee BSG. Timing of peak mandibular growth in different facial growth
patterns and resultant mandibular projection. Tesis. Toronto: Degree of
Master of Science Graduate Department of Dentistry University of Toronto,
2010: 10-1.
17.
Bishara SE, Burkey PS, Kharouf JG. Dental an facial asymmetries: a
review. Angle Orthod 1994; 64(2): 54-63.
18.
Proffit W. Contemporary Orthodontics. 5
thed, St.Louis: Elsevier, 2013: 7-8.
19.
Bhalajhi SI. Orthodontics the art and science. New Dehli: Arya (Medi)
Publishing House, 2003: 63-80.
20.
Athanasiou AE. Orthodontic cephalometry. Greece, Mosby-Wolfe: 48.
21.
Jacobson A. Radiography cephalometry from basic to videoimaging. Carol
Stream: Quintessence Publishing, 1995: 242.
22.
Naini FB, Gill DS. Facial aesthetics: 2. Clinical assessment. Dental Update
2008: 159-70.
23.
Cobourne MT, Fleming PS, Dibiase AT, Ahmad S. Clinical cases in
orthodontics. Chichester: Wilay-BlackWell, 2012:13, 77,129-219.
25.
Rakosi T. Cephalometric radiography. Britain: Wolfe Medical Publication,
1982: 62-131.
26.
Alavi S, Okhravi SM, Mamavi T. Evaluation of facial soft tissue profile in
6-15 years old children with normal occlusion in Isfahan. Res J of Med
Science 2013; 7(3): 80-5.
27.
Premkumar S. Textbook of craniofacial growth. St.Louis: Jaypee Brothers
Medical Publishers, 2011: 221-37
28.
Rakosi T, Jonas I, Graber TM. Orthodontic diagnosis. New York: Thieme
Medical Publishers, 1993: 213.
29.
Meneghini F. Clinical facial analysis. Germany: Springer, 2005: 110.
30.
Naini FB, Donaldson AN, Mcdonald F, Cobourne MT. Influence of chin
height on perceived attractiveness in the orthognathic patient, layperson, and
clinician. Angle Orthodontist 2012; 82(1): 88-95
31.
Naini FB, Moss Jp, Gill DS. The enigma of facial beauty:
esthetics,proportions, deformity, and controversy. Am J Orthod Dentofac
Orthop 2006; 130: 277-82.
32.
Heryumani JCP. Proporsi sagital wajah laki-laki dan perempuan dewasa
etnik jawa. M.I. Kedokteran Gigi 2007; 22: 22-7.
33.
Sarver DM, Ackerman JL. Orthodontics about face: The re-emergence of
the esthetic paradigm. Am J Orthod Dentofac Orthop 2000; 575-6.
34.
Wigati C, Andhini KR, Natalia D. Hubungan lebar mesiodistal gigi
permanen terhadap kecembungan profil jaringan lunak wajah pada pasien
maloklusi kelas I Angle di Malang. Majalah Kesehatan FKUB 2012: 1-5.
35.
Nalbandyan M, Ter-Poghosyan H, Shastri M, Avetyan G. Soft tissue profil
analysis and its diagnostic reliability in patients with malocclusion. The
New Armen Med J. 2012; 6(1): 50-5.
Kerangka Konsep
Kerangka Teori
Diagnosis Ortodonti
Frontal
Lateral
Sepertiga Wajah
Atas
Sepertiga Wajah
Tengah
Sepertiga Wajah
Bawah
Jaringan Keras
Jaringan Lunak
Maksila
Mandibula
Bibir
Dagu
Ketinggian
Ketebalan
Analisis Skeletal
dalam Arah Vertikal
LAMPIRAN 2
DATA HASIL PENELITIAN
No
Nama Pasien
Ketebalan Dagu
(mm)
Nilai Sudut MP-SN
Tipe Pertumbuhan
Vertikal Wajah
1
Cut Latifah
8
41°
3
2
Sarinah
8
40°
3
3
Masfiqah
13
26°
1
4
Nor Azee
7
39°
3
5
Dewi Pratiwi
12
36°
2
6
Mei Frida
11
31°
2
7
Roslaili
15
25°
1
8
Nina Aswita
6
50°
3
9
Shanta
14
19°
1
10
Thevagi
13
20°
1
11
Lismin
10
35°
2
12
Lee Zuo
13
24°
1
13
Christy
11
34°
2
14
Rahmi
11
37°
2
15
Indah
9
38°
3
16
Syazwani
12
37°
2
17
Gabriel
11
35°
2
18
Erick
10
26°
1
19
Aisyah Hanim
15
17°
1
20
Tiurma Simbolon
12
26°
2
21
Rinasari Lubis
13
32°
2
22
Andreas
14
27°
2
23
Qori Aulia
11
35°
2
24
Irma Ichwani
9
42°
3
25
Afriza Kumala
13
33°
2
26
Kiran
14
26°
1
27
Etin
11
34°
2
28
Sabaria
14
37°
2
29
Abdillah
8
39°
3
30
Ellis Eka
13
33°
2
31
Dumania
13
28°
2
32
Yossie
10
34°
2
33
M.Fitri
10
37°
2
1=
hypodivergent2= normal
3=
hyperdivergent35
Suwandi
14
37°
2
36
Lindawati
7
38°
3
37
Sari Angraeni
6
42°
3
38
Dewi
12
37°
2
39
Evi
14
34°
2
40
Chichi Pratiwi
14
33°
2
41
Hellly Novia
15
21°
1
42
Nancy Octavia
11
34°
2
43
Johan Ery
8
38°
3
44
Maya Khairani
7
42°
3
45
Dwi Afrida
11
30°
2
46
Chairani
15
26°
1
47
Lenita Purba
9
39°
3
48
Endang Retno
12
32°
2
49
Angnesia Stefani
13
34°
2
50
Nurana Lestari
16
18°
1
51
Bernat
14
18°
1
52
Alicia Elvira
13
26°
1
53
Riska Ulina
13
29°
2
54
Yus Nani
11
34°
2
55
Sry Yanti
11
35°
2
56
Rahmat
12
27°
2
LAMPIRAN 3
HASIL UJI STATISTIK
Oneway
Descriptives
Tebal_dagu
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Hypo 13 13.85 1.519 .421 12.93 14.76 10 16
Normal 31 11.94 1.315 .236 11.45 12.42 10 14
Hyper 13 7.62 1.044 .290 6.98 8.25 6 9
Total 57 11.39 2.555 .338 10.71 12.06 6 16
Test of Homogeneity of Variances
Tests of Normality
mandibula
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Tebal_dagu Hypo .212 13 .114 .875 13 .062
Normal .213 31 .001 .898 31 .056
Hyper .184 13 .200* .896 13 .116
sudut Hypo .217 13 .094 .818 13 .051
Normal .196 31 .004 .890 31 .064
Hyper .256 13 .020 .735 13 .061
Tebal_dagu
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.498 2 54 .611
ANOVA
Tebal_dagu
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 272.869 2 136.434 79.528 .000
Within Groups 92.640 54 1.716
Total 365.509 56
Descriptives
sudut
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Hypo 13 22.46 3.666 1.017 20.25 24.68 17 26
Normal 31 33.32 3.219 .578 32.14 34.50 26 37
Hyper 13 40.62 3.203 .888 38.68 42.55 38 50
Total 57 32.51 7.049 .934 30.64 34.38 17 50
Test of Homogeneity of Variances
sudut
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.425 2 54 .250
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2187.164 2 1093.582 99.236 .000
Within Groups 595.082 54 11.020
Total 2782.246 56
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons Tebal_dagu LSD (I) mandibula (J) mandibula Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Hypo Normal 1.911* .433 .000 1.04 2.78
Hyper 6.231* .514 .000 5.20 7.26
Normal Hypo -1.911* .433 .000 -2.78 -1.04
Hyper 4.320* .433 .000 3.45 5.19
<