• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola komunikasi, pengambilan keputusan, dan kesejahteraan keluarga jarak jauh pada mahasiswa pascasarjana IPB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola komunikasi, pengambilan keputusan, dan kesejahteraan keluarga jarak jauh pada mahasiswa pascasarjana IPB"

Copied!
214
0
0

Teks penuh

(1)

OKTAVIA RATTIKA MULADSIH. Communication patterns, decision making, and long distance family well-being of graduate students of IPB. Under direction of ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI and TIN HERAWATI.

Communication patterns, decision making, and family well-being in the long distance was thought to differ from others, so that it lies behind this research. The purpose of this research was to analyze the relationship between communication patterns, decision making, and family well-being in the long distance family of graduate students of Bogor Agricultural University (IPB). This research used cross-sectional study design, with research sites in Darmaga Campus of IPB Bogor. This research used as many as 75 respondents with certain criteria, with are post graduate students of 2009’s IPB force, already married and have children, and undergo long-distance family. Results of this research showed that social support has a positive and significant relationship with communication patterns and family well-being. Family well-being has a positive and significant relationship with family income per capita. Communication patterns were influenced by the contribution of wife to family income and social support. Decision making was influenced by number of family members. The factors that influence the subjective welfare of the family are social support and communication patterns.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu bidang pembangunan Indonesia yang saat ini diperhatikan perkembangannya adalah bidang pendidikan. Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan. Masyarakat dimotivasi pemerintah melalui beragam cara agar mau berusaha mengejar pendidikan setinggi-tingginya. Undang-undang Dasar 1945 telah menjamin warga negara Indonesia berhak untuk memperoleh pendidikan. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia (Depkumham 2009).

Lingkungan sosial yang paling dekat dengan manusia atau pribadi adalah keluarga (Soedarsono 1997). Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang anggotanya terbentuk melalui suatu ikatan perkawinan atau adopsi dan tinggal bersama dalam satu rumah, bekerjasama dalam hal ekonomi dan saling melindungi antar anggotanya (Murdock 1949 dalam Nirmala 2002). Peran keluarga untuk mendukung anggota keluarganya dalam menempuh pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Keluarga merupakan lingkungan terdekat yang akan memberikan motivasi anggota keluarganya untuk mencapai tujuan keluarga yang mencakup banyak aspek, seperti aspek ekonomi, religi, kesehatan, dan pendidikan. Keberhasilan seseorang untuk menempuh pendidikan sangat tergantung pada motivasi keluarganya, yang diwujudkan dengan beragam cara yang berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lain.

(3)

Banyaknya motivasi untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan tinggi dari berbagai pihak tersebut menyebabkan banyak masyarakat Indonesia saat ini mencoba untuk mencapai pendidikan pada jenjang yang semakin tinggi. Institusi pendidikan yang dicari masyarakat adalah yang memiliki kualitas baik, walaupun jarak dari tempat tinggal sangat jauh. Tidak sedikit yang merantau dan meninggalkan tempat tinggalnya demi mencapai cita-cita meraih pendidikan yang tinggi. Adanya motivasi untuk mengejar pendidikan tersebut menjadi permasalahan tersendiri bagi yang telah berkeluarga. Banyak pula yang meninggalkan atau berpisah dengan keluarganya untuk menempuh pendidikan karena jauh dari tempat tinggalnya. Suami atau istri berpisah tempat tinggal dengan anaknya, atau anggota keluarga yang satu berpisah dengan anggota keluarga yang lain. Kasus tersebut dinamakan dengan keluarga jarak jauh. Salah satu perguruan tinggi yang memiliki mahasiswa cukup banyak dari luar daerah atau luar kota, terutama yang telah menikah adalah mahasiswa pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Data asal daerah mahasiswa pascasarjana IPB tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah Mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Berdasarkan Asal Daerah tahun 2009

No. Asal Daerah Mahasiswa Jumlah (orang)

Persentase (%)

1. Jabodetabek 465 44.7

2. Jawa dan Madura 154 14.8

3. Kalimantan 63 6.1

4. Sumatera dan kepulauan 176 16.9 5. Sulawesi dan kepulauan 75 7.2 6. Bali dan kepulauan Nusa Tenggara 28 2.7

7. Papua 35 3.4

8. Maluku dan kepulauan 37 3.6

9. Luar negeri 7 0.7

Total 1 040 100.0

Sumber: Sekolah Pascasarjana IPB (2009)

(4)

karena mempertahankan profesi masing-masing. Hubungan jarak jauh memang tidak mudah dilakukan, sebab kebanyakan pasangan yang melakukannya malah tambah mesra. Mereka berkomitmen untuk saling percaya. Menjalani keluarga jarak jauh bukan persoalan yang mudah. Tidak bisa dihindari pula, masalah pun makin mudah timbul, karena frekuensi pertemuan dengan pasangan semakin berkurang, dan bagi yang tidak siap menjalani hubungan long distance ini akan memunculkan dilema dan konflik-konflik kecil. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan menyulut konflik besar, karena dalam waktu lama, banyak pasangan yang tidak kuat, di mana pasangan yang terpisah tersebut tergoda untuk mencari pelarian dari kesepiannya sehingga peluang selingkuh dan perceraian pun bisa terjadi (Anonim 2008).

Keluarga jarak jauh harus memiliki strategi manajemen sumberdaya keluarga khusus, sebab antar anggota keluarga yang satu berpisah dengan yang lain. Jarak antar anggota keluarga yang jauh mengakibatkan adanya pola komunikasi yang berbeda dibandingkan dengan hidup dalam satu rumah. Menurut Iskandar (2007), renggangnya interaksi antar anggota dapat menyebabkan misunderstanding sehingga pengambilan keputusan di tingkat keluarga menjadi kurang tepat.

Perubahan peran anggota keluarga juga merupakan salah satu dampak dari hubungan keluarga jarak jauh. Oleh karena itu, peran yang berubah tersebut mengakibatkan pola pengambilan keputusan yang juga berubah, di mana terhambat oleh jarak. Pola komunikasi yang tidak langsung (jarak jauh) akan mengakibatkan keluarga harus memiliki cara tersendiri untuk tetap bisa melakukan proses pengambilan keputusan keluarga, seperti keputusan ibu untuk bekerja, pendidikan anak, kesehatan, dan lain sebagainya. Perkembangan teknologi menyebabkan perubahan sistem masyarakat yang akan berakibat pada perubahan individu atau anggota-anggota keluarga dan keluarga itu sendiri. Salah satu faktor yang menyebabkan pentingnya manajemen sumberdaya keluarga adalah ketidakstabilan keluarga seperti interaksi keluarga, komunikasi antar anggota keluarga yang relatif singkat menyebabkan anggota keluarga tidak saling mengetahui kegiatan masing-masing (Guhardja et al. 1989).

(5)

Sering dalam suatu keluarga, suami tidak hanya mencari nafkah, tetapi kadang-kadang mengerjakan pekerjaan rumahtangga juga. Begitu pula sebaliknya, istri tidak hanya bekerja di rumah dan mengasuh anak tetapi juga bekerja di luar rumah membantu suami untuk menambah pendapatan guna memenuhi kebutuhan keluarga. Dahulu sebagian orangtua melarang anak wanita sekolah, tapi sekarang justru menganjurkan anak wanitanya untuk sekolah setinggi-tingginya (Guhardja et al. 1989).

Salah satu hal yang harus dikorbankan ketika memiliki tujuan untuk melanjutkan pendidikan di luar kota adalah keluarga, sebab tidak semua mahasiswa mampu untuk membawa seluruh anggota keluarganya berpindah, sehingga harus menjalani resiko keluarga jarak jauh. Manajemen sumberdaya keluarga yang terhambat oleh jarak akan berdampak pula dengan kesejahteraan keluarga. Menurut Guhardja et al. (1989), para peneliti keluarga telah mencatat berbagai perubahan dalam susunan keluarga, mobilitas, tahap-tahap dan pola-pola kehidupan, peranan dari anggota keluarga dan interaksinya dengan masyarakat yang lebih besar.

Permasalahan utama yang akan dihadapi oleh keluarga jarak jauh di antaranya adalah pola komunikasi, pola pengambilan keputusan, dan kesejahteraan keluarga. Hal tersebut terkait dengan jarak antaranggota keluarga yang satu dengan yang lain yang berjauhan, sehingga menuntut manajemen sumberdaya keluarga yang baik dalam keluarga tersebut. Oleh karena itu, hal yang akan dikaji adalah mengenai pola komunikasi, pengambilan keputusan, dan kesejahteraan keluarga keluarga jarak jauh pada mahasiswa Pascasarjana IPB.

Perumusan Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan era globalisasi menuntut setiap manusia untuk mengembangkan keahlian dan pendidikan yang dimiliki. Kualitas pendidikan yang selalu dievaluasi dan ditingkatkan oleh pemerintah menjadi motivasi masyarakat untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap individu berlomba-lomba untuk dapat menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi dewasa ini.

(6)

kemampuan untuk mengelola keluarganya agar tetap harmonis. Oleh karena itu, hal yang akan dikaji adalah mengenai pola komunikasi, pengambilan keputusan, dan kesejahteraan keluarga keluarga jarak jauh pada mahasiswa Pascasarjana IPB. Dengan demikian, dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik keluarga jarak jauh mahasiswa pascasarjana IPB? 2. Bagaimana dukungan sosial pada keluarga jarak jauh pada mahasiswa

pascasarjana IPB?

3. Bagaimana pola komunikasi antaranggota keluarga jarak jauh pada mahasiswa pascasarjana IPB?

4. Bagaimana pengambilan keputusan keluarga jarak jauh pada mahasiswa pascasarjana IPB?

5. Bagaimana kesejahteraan keluarga jarak jauh pada mahasiswa pascasarjana IPB?

6. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik keluarga dengan pola komunikasi, pengambilan keputusan, dan kesejahteraan keluarga jarak jauh pada mahasiswa pascasarjana IPB?

7. Apakah terdapat hubungan antara dukungan sosial, pola komunikasi, pengambilan keputusan, dan kesejahteraan keluarga jarak jauh pada mahasiswa pascasarjana IPB?

8. Bagaimana pengaruh karakteristik contoh dan keluarga terhadap pola komunikasi, pengambilan keputusan, dan kesejahteraan keluarga jarak jauh pada mahasiswa pascasarjana IPB?

Tujuan Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola komunikasi, proses pengambilan keputusan, dan kesejahteraan keluarga jarak jauh pada mahasiswa Pascasarjana IPB.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik keluarga jarak jauh pada mahasiswa pascasarjana IPB.

(7)

3. Mengetahui pola komunikasi antaranggota keluarga jarak jauh pada mahasiswa pascasarjana IPB.

4. Mengetahui proses pengambilan keputusan keluarga jarak jauh pada mahasiswa pascasarjana IPB.

5. Mengetahui kesejahteraan keluarga jarak jauh pada mahasiswa pascasarjana IPB.

6. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dengan pola komunikasi, pengambilan keputusan, dan kesejahteraan keluarga jarak jauh pada mahasiswa pascasarjana IPB.

7. Menganalisis hubungan antara dukungan sosial, pola komunikasi, pengambilan keputusan, dan kesejahteraan keluarga jarak jauh pada mahasiswa pascasarjana IPB.

8. Menganalisis pengaruh karakteristik contoh dan keluarga terhadap pola komunikasi, pengambilan keputusan, dan kesejahteraan keluarga jarak jauh pada mahasiswa pascasarjana IPB.

Kegunaan Penelitian

(8)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Keluarga

Pengertian Keluarga

Undang-undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya(Menkumham 2009). Menurut Megawangi (1999), keluarga adalah sebuah sistem sosial yang mempunyai tugas atau fungsi agar sistem tersebut berjalan. Tugas tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan, integritas dan solidaritas, serta pola kesinambungan atau pemeliharaan keluarga. Menurut Galvin dan Brommel dalam Tubbs and Moss (1996), keluarga adalah jaringan orang-orang yang berbagi kehidupan mereka dalam jangka waktu yang lama, yang terikat oleh perkawinan, darah, atau komitmen, legal atau tidak, yang menganggap diri mereka sebagai keluarga, dan yang berbagi pengharapan-pengharapan masa depan mengenai hubungan yang berkaitan.

Guhardja et al. (1989) mengungkapkan bahwa sebuah keluarga adalah suatu sistem dengan bagian-bagiannya yang lebih kompleks daripada sistem pada kendaraan bermotor, di mana anggota-anggotanya berfungsi bersama-sama. Keluarga bertanggung jawab dalam menjaga anggota-anggotanya serta menumbuhkan dan mengembangkan kepribadian anggota-anggotanya.

Jumlah Anggota Keluarga

Penelitian Prabawa (1998) tentang sumberdaya keluarga dan kesejahteraan keluarga, mengungkapkan bahwa tidak semua anggota keluarga dalam rumahtangga bekerja produktif sehingga dapat memperbesar beban ketergantungan. Banyaknya jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita dan besarnya konsumsi keluarga. Oleh karena itu, jumlah anggota keluarga atau ukuran keluarga akan memberi dorongan bagi rumahtangga bersangkutan untuk lebih banyak menggali sumber pendapatan lainnya.

Pendapatan Keluarga

(9)

1. Pendapatan dari upah/ gaji yang diterima oleh seluruh anggota rumahtangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh, sebagai imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan untuk suatu perusahaan/ majikan/ instansi tersebut baik uang maupun barang dan jasa.

2. Pendapatan dari seluruh anggota rumahtangga yang berupa pendapatan kotor, yaitu selisih nilai jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya produksinya.

3. Pendapatan lainnya adalah pendapatan di luar upah/ gaji yang menyangkut usaha lain.

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi seseorang. Semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin besar pula persentase pertambahan pembelanjaannya termasuk untuk pangan dari golongan sayur dan buah-buahan serta berbagai jenis pangan lainnya, tetapi pertambahan kuantitas ini tidak selalu memperbaiki susunan menu makanan yang dikonsumsinya (Berg 1986 dalam Prasetyo 2004).

Penelitian Mangkuprawira (1985) tentang kegiatan ekonomi rumahtangga di Sukabumi Jawa Barat menyebutkan bahwa pendapatan rumahtangga tampak nyata sebagai faktor yang amat berpengaruh terhadap perilaku pengeluaran rumahtangga. Ukuran pendapatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga adalah pendapatan keluarga yang diperoleh dari bekerja. Tiap anggota keluarga berusia kerja yang ada pada tiap keluarga akan terdorong bekerja untuk kesejahteraan keluarganya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota keluarga seperti istri dan anak adalah penyumbang dalam berbagai kegiatan baik dalam pekerjaan rumahtangga maupun pencari nafkah.

Pendidikan

Tingkat pendapatan dan pendidikan suami berhubungan nyata dan positif terhadap kebiasaan merencanakan anggaran biaya. Rumahtangga yang dikepalai oleh seseorang dengan tingkat pendidikan rendah cenderung lebih miskin dibandingkan dengan rumahtangga yang dikepalai oleh mereka yang berpendidikan tinggi (Megawangi 1994).

(10)

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan, bahwa fungsi pendidikan, sejatinya adalah untuk mengembangkan kemampuan, kualitas individu, meningkatkan mutu kehidupan, dan martabat manusia (Suyono 2006).

Kepemilikan Aset

Sumberdaya mengandung dua arti yakni sumber dan daya, yang bermakna sebagai sumber dari kekuatan, potensi dan kemampuan untuk mencapai suatu manfaat dan tujuan (Suratman 1994 dalam Fadlisyah 2010). Sumberdaya merupakan aset, yaitu sesuatu yang apapun baik yang dimiliki atau yang dapat diakses, yang dapat memberikan nilai tukar untuk mencapai tujuan. Aset tersebut bisa berupa sumberdaya ekonomi, potensi manusia, karakter pribadi, kualitas lingkungan, sumberdaya alam, dan fasilitas masyarakat (Rice & Tucker 1986 dalam Sunarti 2001). Sumberdaya ini tidak perlu bersifat langka, tetapi dapat pula bersifat melimpah. Sumberdaya yang melimpah memudahkan dalam memenuhi keinginan dan sebaliknya apabila sumberdaya itu terbatas (Guhardja et al. 1989).

Menurut Gross, Crandall & Knoll (1980) dalam Guhardja et al. (1989), sumberdaya keluarga ditinjau dari sudut pandang ekonomi merupakan alat atau bahan yang tersedia dan diketahui fungsinya untuk memenuhi kebutuhan atau tujuan keluarga. Sumberdaya berdasarkan jenisnya dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya materi atau non manusia. Sumberdaya manusia mempunyai dua ciri, yaitu pribadi atau personal dan interpersonal, sedangkan sumberdaya materi terdiri dari benda-benda atau barang, jasa, waktu, dan energi. Sumberdaya materi dalam keluarga adalah aset atau kekayaan keluarga. Menurut Guhardja et al. (1989) aset keluarga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut:

1. Aset lancar, yaitu barang-barang kekayaan yang relatif cepat dapat diuangkan misalnya emas, perhiasan, dan uang tunai.

2. Aset tidak lancar, yaitu barang-barang kekayaan yang relatif agak lama jika diuangkan misalnya tanah, rumah, mobil, kebun, surat-surat berharga, saham, dan investasi modal.

Akses Informasi, Sumber Informasi, dan Jenis Informasi

(11)

memungkinkan seseorang memahami informasi yang disampaikan oleh orang lain. Tetapi bahasa yang disampaikan dari mulut ke mulut hanya bertahan sebentar saja, yaitu saat si pengirim menyampaikan informasi melalui ucapannya. Setelah ucapan itu selesai maka informasi berada di tangan si penerima. Selain itu jangkauan suara juga terbatas. Sampai jarak tertentu meskipun masih terdengar informasi yang disampaikan lewat bahasa suara akan terdegradasi bahkan hilang sama sekali. Setelah itu teknologi penyampaian informasi berkembang melalui gambar. Dengan gambar jangkauan informasi bisa lebih jauh. Gambar ini bisa dibawa-bawa dan disampaikan kepadaorang lain. Selain itu informasi yang ada bertahan lebih lama (Wuyuri 2008).

Adanya alfabet dan angka arabik memudahkan penyampaian informasi dari yang sebelumnya satu gambar mewakili suatu peristiwa dibuat dengan kombinasi alfabet, atau penulisan angka yang tadinya MCMXLIII diganti dengan 1943. Teknologi ini memudahkan penulisan informasi. Teknologi percetakan memungkinkan pembuatan pintu informasi lebih cepat lagi. Teknologi elektronik seperti radio, televisi, komputer bahkan membuat informasi menjadi lebih cepat tersebar di area yang lebih luas dan lebih lama tersimpan (Wuyuri 2008).

Menurut Wuyuri (2008), begitu eratnya keterjalinan antara manusia dan teknologi sebagai perpanjangan kemampuannya, sehingga yang asalnya merupakan minus dari kemampuannya (ability), bisa dikembangkan menjadi surplus bagi kesanggupannya (capability). Menurut fitrahnya manusia tidak mampu terbang, namun dengan teknologi dia mampu terbang, bahkan tinggal beberapa lama di angkasa luar, pertemuan tatap muka (face-to-face) secara berhadapan juga dapat dilaksanakan dalam jarak amat jauh melalui tatap citra (image-to-image) (Wuyuri 2008).

(12)

Dukungan Sosial

Menurut Friedman (1999), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Dukungan sosial adalah kesenangan, bantuan dan keterangan atau informasi yang diterima seseorang melalui hubungan formal dan informal dengan yang lain atau kelompok (Tati 2004). Caplan (1964) dalam Friedman et al. (1999) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu:

a. Dukungan Informasional

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.

b. Dukungan Penilaian

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga di antaranya memberikan dukungan, penghargaan, perhatian.

c. Dukungan Instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan. Menurut Tati (2004), dukungan instrumental berupa dukungan finansial atau pengasuhan anak. d. Dukungan Emosional

(13)

Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami atau istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal.

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi di sini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orangtua dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orangtua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orangtua dengan kelas sosial bawah (Friedman 1999).

Pola Komunikasi

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan, dari si pemberi pesan (sender) kepada si penerima pesan (receiver) dengan cara mempengaruhi individu untuk saling mengerti satu dengan yang lain. Pesan yang disampaikan bisa berupa perasaan, perhatian, kenyataan, kepercayaan, ataupun ide-ide, baik dari pemberi pesan ataupun dari orang ketiga (Guhardja et al. 1989).

(14)

Komunikasi adalah proses sosial di mana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkunan mereka (Turner 2007). Komunikasi dalam keluarga berupaya membangun secara lebih jelas keterlibatan subsistem dalam mengungkap berbagai persoalan. Komunikasi yang dibangun adalah komunikasi interpersonal dalam lingkungan keluarga. Struktur komunikasi seperti ini akan menyebabkan adanya antisipasi yang kuat terhadap kebutuhan ke depan. Struktur komunikasi yang dimaksud adalah jaringan komunikasi antar anggota keluarga dalam menjaga kedekatan dan keterhubungan antar subsistem agar proses mencapai kesepakatan terhadap kebutuhan yang direncanakan menjadi nyata dan bukan utopia (Iskandar 2007).

Keluarga mempunyai sistem jaringan interaksi yang lebih bersifat hubungan interpersonal, karena masing-masing anggota keluarga mempunyai intensitas hubungan satu sama lain dan saling tergantung. Sistem interaksi interpersonal ini dapat dilukiskan pada Gambar 1.

Pesan yang dikirimkan bisa melalui kata-kata, bunyi, suara, gerakan tubuh, mata, dan lain-lain, yang biasa disebut bahasa. Terjadinya proses komunikasi tersebut bisa langsung (tanpa media pembantu) ataupun tidak langsung (dengan media pembantu, seperti surat, telepon, dan media lain). Dalam manajemen sumberdaya keluarga, komunikasi bertujuan:

1. Memberikan arah dalam proses manajemen yang berorientasi ke masa depan.

2. Membantu keluarga dalam melaksanakan kegiatannya sehari-hari dengan cara:

a. Menjaga komunikasi yang konstan (saluran tetap terbuka) di antara anggota keluarga.

b. Menjaga pendelegasian wewenang agar sistem keluarga dapat berfungsi dengan baik.

3. Membangun interaksi dalam keluarga:

a. Saling tukar menukar informasi antar anggota keluarga.

b. Sebagai sarana sosialisasi bagi anak dalam melatih tugas-tugas yang ada dalam keluarga.

(15)

Komunikasi yang efektif akan memberikan kontribusi yang besar dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari dan pemecahan masalah, serta pengambilan keputusan (Guhardja et al. 1989).

Gambar 1 Sistem Interpersonal dalam Keluarga (Guhardja et al. 1989) Hasslet dalam Tubbs & Moss (1996) menyatakan bahwa bayi dan anak-anak memiliki motivasi yang kuat untuk berkomunikasi, dan secara naluriah mampu memahami interaksi antarpersonal, karena mereka manyadari bahwa komunikasi merupakan alat untuk membina hubungan. Ibulah yang pertama kali mengajari anak-anaknya bagaimana berinteraksi dan menyesuaikan diri. Keretakan hubungan antaraanggota keluarga: orangtua-anak, antarsaudara dekat dan antarsaudara jauh, serta konflik antar tetangga, juga terutama disebabkan tidak adanya komunikasi yang efektif (Tubbs & Moss 1996).

Terdapat dua sistem keluarga, yaitu sistem keluarga terbuka dan sistem keluarga tertutup. Perbedaan utama antara keduanya adalah sifat reaksi mereka terhadap perubahan, dari dalam dan dari luar. Dalam suatu sistem tertutup, bagian-bagian secara kaku dihubungkan atau diputuskan sekaligus. Informasi tidak mengalir antara bagian-bagian atau dari luar ke dalam atau dari dalam ke luar. Ketika bagian-bagian diputuskan, bagian-bagian itu sering tampak seolah-olah bagian-bagian itu bekerja. Sistem yang terbuka adalah sistem di mana bagian-bagian saling berhubungan, responsif, dan sensitif terhadap satu sama lain, dan memungkinkan informasi mengalir antara lingkungan internal dan lingkungan eksternal (Satir dalam Tubbs & Moss 1996).

Keluarga-keluarga yang terganggu adalah keluarga-keluarga tertutup, di mana komunikasi tidak langsung, tidak jelas, tidak spesifik, tidak sebangun, dan mengganggu pertumbuhan. Selain itu, aturan-aturan tertutup dan usang, dan orang-orang menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan mereka dengan aturan-aturan

Ayah

Anak ke-2 Ibu

(16)

(Tubbs & Moss 1996). Tubbs dan Moss (1996) menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:

1. Model komunikasi linier (one-way communication), dalam model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat monolog.

2. Model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan. 3. Model komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat

dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.

Pengambilan Keputusan Keluarga

Pengambilan keputusan adalah suatu proses dalam memilih dan menetapkan alternatif yang tepat untuk suatu tindakan yang diinginkan dan akan mendasari semua fungsi manajemen, walaupun sering dilakukan oleh keluarga dalam melangsungkan fungsinya dan dianggap biasa, tetapi dalam memperkirakan pilihan yang diambil merupakan suatu hal yang sulit (Guhardja et al. 1989).

Menurut Herjanto (2007) pengambilan keputusan merupakan suatu proses manajemen, yang dimulai dengan proses perencanaan atau persiapan dan berakhir dengan proses persiapan. Deacon dan Firebaugh (1988) dalam Guhardja et al. (1989) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses yang mendasari semua fungsi manajemen sumberdaya keluarga. Hal ini berarti bahwa selama proses manajemen sumberdaya berlangsung, maka proses pengambilan keputusan juga sering terjadi.

(17)

Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam rangka memecahkan permasalahan atau persoalan (problem solving), setiap keputusan yang dibuat pasti ada tujuan yang ingin dicapai. Setiap proses pengambilan keputusan selalu terdapat pihak yang lebih berwenang (Kusumo 2009).

Pola pengambilan keputusan untuk urusan rumahtangga dan urusan luar rumahtangga lebih sering ditentukan dalam musyawarah bersama antar suami-istri (Riyadi 1993 dalam Puspa 2007). Menurut Sajogyo (1983) diacu dalam Puspa (2007) menyatakan bahwa tingkat keputusan dihubungkan dengan pengeluaran dalam kebutuhan pokok yang terdiri dari: (1) makanan (biaya hidup, jenis atau menu makanan, distribusi), (2) perumahan (pembelian dan perbaikan), pakaian, pendidikan, kesehatan, dan perabot rumahtangga. Sedangkan untuk jenis keputusan rumahtangga, dikelompokkan dalam lima tingkatan yaitu: (1) keputusan dibuat oleh istri seorang diri tanpa melibatkan suami, (2) keputusan dibuat bersama oleh suami-istri, tetapi dengan pengaruh yang lebih besar dari istri, (3) keputusan dibuat bersama dan senilai oleh suami-istri (dengan tidak ada tanda-tanda bahwa salah satu mempunyai pengaruh yang relatif lebih besar), (4) keputusan dibuat bersama oleh suami-istri, tetapi dengan pengaruh yang lebih besar dari suami, (5) keputusan dibuat oleh suami seorang diri tanpa melibatkan istri.

Berdasarkan penelitian Iskandar (2007), analisis pengambilan keputusan yang berkekuatan individualistik pusat perhatian ditujukan pada kedudukan, karakter, dan resource yang dimiliki, sedangkan analisis pengambilan keputusan yang berkekuatan keluarga pusat perhatian ditujukan pada dinamika humanistik (keputusan bersama). Pengambilan keputusan yang berkekuatan individualistik dalam penelitian ini mengungkap berbagai peran dan karakter individu serta sumberdaya yang dikuasai oleh satu anggota. Seorang istri atau suami yang mempunyai kedudukan tertentu lebih berperan, sehingga anggapan yang dibangun adalah bahwa tingkah laku anggota lain selalu lentur dan berusaha menerima dan menyepakati apa yang dilakukannya. Peran seperti ini bisa terungkap pada berbagai wilayah kehidupan seperti domestik, publik dan lain-lain yang lazim dimainkan oleh seorang ibu rumahtangga maupun suami.

Menurut Guhardja et al. (1989), ada tiga tipe pengambilan keputusan dalam keluarga, yaitu:

(18)

Pengambilan keputusan konsensus merupakan pengambilan keputusan secara bersama-sama antar anggota keluarga, setiap anggota keluarga mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya. Keputusan yang diambil merupakan keputusan bersama dan akan menjadi tanggung jawab semua anggota keluarga. Konflik antar anggota keluarga tidak terjadi dan semua anggota keluarga akan puas.

2. Pengambilan Keputusan Akomodatif

Pengambilan keputusan ini dicirikan oleh adanya orang yang dominan, sehingga keputusan yang diambil adalah dengan menerima pendapat orang yang dominan tersebut, karena hanya orang tertentu yang akan merasa puas, maka ada dua akibat dari pengambilan keputusan ini, yakni: keputusan ini akan dilakukan oleh orang lain dengan persyaratan dan dalam melaksanakan keputusan akan didominasi oleh orang-orang yang mempunyai pendapat tersebut.

3. Pengambilan Keputusan De Facto

Keputusan dalam tipe ini yang diambil karena terpaksa, misalnya ada pasangan muda-mudi ingin mengisi malam minggunya, kemudian berdiskusi tentang acara yang ingin dinikmasti bersama, antara keinginan untuk nonton di bioskop dan makan-makan saja. Karena berdiskusi tersebut, sampai waktu main bisokop terlewati, sehingga pasangan tersebut mengambil keputusan menikmati acara malam minggunya dengan makan-makan saja.

Sedangkan pengambilan keputusan dalam keluarga dikenal dua pola: 1. Pola Tradisional

Merupakan pengambilan keputusan keluarga yang memberikan wewenang kepada suami untuk mengambil keputusan. Sedangkan sang istri hanya sebagai pelancar dalam pengambilan keputusan.

2. Pola Modern

Merupakan pengambilan keputusan dalam keluarga secara bersama-sama, ada semacam persamaan hak istri dalam mengambil keputusan, dengan tanpa menghilangkan peran dan masing-masing anggaran (Guhardja et al. 1989).

Kesejahteraan Keluarga

(19)

kelompok keluarga dan masyarakat. Keadaan sejahtera dapat ditunjukkan oleh kemampuan mengupayakan sumberdaya keluarga untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang dianggap penting dalam kehidupan berkeluarga (Prabawa 1998). Menurut Megawangi (1993), fungsi-fungsi keluarga utama seperti yang diuraikan di dalam resolusi majelis umum PBB adalah “keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan sosial yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera”.

Kesejahteraan Objektif

Menetapkan indikator kesejahteraan keluarga serta cara pengukurannya merupakan hal yang sulit untuk dirumuskan secara tuntas. Hal ini disebabkan permasalahan keluarga sejahtera bukan hanya menyangkut permasalahan di satu bidang saja, tetapi menyangkut berbagai bidang kehidupan yang sangat kompleks. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan pendekatan integrasi berbagai bidang disiplin ilmu dan atau melalui pengamatan empirik berbagai kasus untuk dapat menemukan indikator keluarga sejahtera yang berlaku umum dan spesifik (Prabawa 1998).

Pendekatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga yaitu berdasarkan pendekatan objektif dan subjektif. Pendekatan objektif diturunkan dari data kuantitatif diperoleh dari angka-angka yang langsung dihitung dari aspek yang ditelaah. Pendekatan objektif atau disebut dengan istilah kesejahteraan objektif melihat bahwa tingkat kesejahteraan individu atau kelompok masyarakat hanya diukur secara rata-rata dengan patokan tertentu baik ukuran ekonomi, sosial, maupun ukuran lainnya. Dengan kata lain, tingkat kesejahteraan masyarakat diukur dengan pendekatan yang baku (tingkat kesejahteraan masyarakat semuanya dianggap sama). Ukuran yang sering digunakan yaitu terminologi uang, pemilikan akan tanah, pengetahuan, energi, keamanan, dan lain-lain. Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan konvensional untuk kepentingan politik karena pengukurannya sangat praktis dan mudah dilakukan, namun sedikit sekali menyentuh kebutuhan masyarakat yang sebenarnya (Santamarina et al. 2002 dalam Suandi 2007).

Kesejahteraan Subjektif

(20)

orang lain. Ukuran ini merupakan ukuran kesejahteraan yang banyak digunakan di negara maju termasuk Amerika Serikat (Milligan 2006 dalam Suandi 2007).

Kesejahteraan subjektif merupakan seseorang yang memiliki penilaian yang lebih tinggi tentang kebahagiaan dan kepuasan hidup cenderung bersikap sepertinya mereka lebih bahagia dan lebih puas. Sebagai tambahan, orang lain juga merasa orang-orang itu lebih bahagia dan lebih puas (Anonim 2009). Kesejahteraan subjektif sendiri merupakan hasil evaluasi seseorang terhadap kesejahteraan emosional, kesejahteraan psikologis, dan kesejahteraan sosial terhadap dirinya (Suratmining 2009).

Kesejahteraan subjektif (subjective well being) mengacu pada bagaimana orang menilai kehidupan mereka, dan termasuk beberapa variabel seperti kepuasan hidup dan kepuasan perkawinan, kurangnya depresi, kegelisahan, suasana hati dan emosi positif. Ada dua pendekatan umum untuk mempertanyakan tentang apa yang penting dari kebahagiaan. Pendekatan yang pertama yaitu bahwa kebahagiaan dan kepuasan tergantung pada jumlah kesenangan dan peristiwa bahagia, yang dikenal sebagai teori bottom-up, kesejahteraan adalah penjumlahan pengalaman-pengalaman positif dalam kehidupan seseorang. Teori tersebut mengasumsikan bahwa orang menciptakan penilaian pribadi tentang kesejahteraan subjektif dengan cara menjumlahkan bebagai macam keadaan eksternal dan kemudian membuat penilaian. Semakin banyak peristiwa yang menyenangkan yang dialami, seseorang akan semakin merasa bahagia.

(21)

KERANGKA PEMIKIRAN

Banyaknya motivasi untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan tinggi dari berbagai pihak menyebabkan banyak masyarakat Indonesia saat ini mencoba untuk mencapai pendidikan pada jenjang yang semakin tinggi. Institusi pendidikan yang dicari masyarakat adalah yang memiliki kualitas baik, walaupun jarak yang dari tempat tinggal sangat jauh. Salah satu kasus perguruan tinggi yang memiliki mahasiswa cukup banyak dari luar daerah atau luar kota adalah IPB. Tidak sedikit yang meninggalkan atau berpisah dengan keluarganya untuk menempuh pendidikan karena jauh dari tempat tinggalnya. Suami atau istri berpisah tempat tinggal dengan anaknya atau anggota keluarga yang satu berpisah dengan anggota keluarga yang lain, yang dinamakan dengan keluarga jarak jauh. Salah satu kasus perguruan tinggi yang memiliki mahasiswa cukup banyak dari luar daerah atau luar kota, terutama yang telah menikah adalah mahasiswa Pascasarjana IPB.

Karakteristik keluarga seperti jumlah anggota keluarga, pendapatan per kapita, tingkat pendidikan, dan usia akan menentukan sejauh mana keluarga melakukan berbagai tindakan, manajemen, dan proses pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan keluarga. Kondisi keluarga atau digambarkan dengan karakteristik keluarga akan menentukan motivasi dan dukungan keluarga pada anggota keluarga yang lain untuk mengambil keputusan terkait dengan dampak yang akan diterima oleh seluruh anggota keluarga lainnya.

Karakteristik keluarga akan mempengaruhi dukungan sosial, seperti bagaimana keluarga dan orang-orang terdekat memberikan dukungan kepada seseorang untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang lebih tinggi. Dukungan sosial tersebut akan mempengaruhi suatu keluarga untuk mengambil tindakan yang terkait dengan anggota keluarga. Dukungan pada penelitian ini adalah dukungan sosial bagi seorang atau sebagian anggota keluarga untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dukungan sosial meliputi dukungan internal dan dukungan eksternal keluarga. Dukungan internal meliputi dukungan informasional, instrumental, penilaian, dan emosional dari keluarga inti, sedangkan dukungan eksternal meliputi dukungan informasional, instrumental, penilaian, dan emosional dari keluarga besar dan teman.

(22)

yang berjalan secara kontinyu dan dimulai dari unit keluarga, di mana mereka merupakan anggota kelompok yang dianggap penting dalam memberikan dukungan sosial. Sumber dukungan utama yang potensial terdapat dalam keluarga, sebab dalam keluarga mempunyai fungsi-fungsi dukungan tertentu yang tidak dapat berubah, seperti halnya dukungan suami terhadap istri untuk melaksanakan tugasnya sebagai istri dalam memerankan seorang ibu untuk melaksanakan pengasuhan anak, dengan cara suami memberikan simpati, perhatian, kepercayaan yang dilandasi kasih sayang.

Komunikasi sangat diperlukan antar anggota keluarga untuk membicarakan hal-hal yang diperlukan keluarga dalam rangka mencapai tujuan keluarga. Keluarga jarak jauh akan memiliki pola komunikasi tersendiri yang digunakan untuk mengelola keluarganya agar terwujud kesejahteraan keluarga. Guhardja et al. (1989) mengungkapkan bahwa keluarga mempunyai sistem jaringan interaksi yang lebih bersifat hubungan interpersonal, karena masing-masing anggota keluarga mempunyai intensitas hubungan satu sama lain dan saling tergantung. Komunikasi yang efektif akan memberikan kontribusi yang besar dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari dan pemecahan masalah, serta pengambilan keputusan.

(23)

Dukungan Sosial Keluarga: - Keluarga Inti - Keluarga Besar - Teman

Melanjutkan pendidikan pada tingkat pendidikan yang lebih

tinggi Karakteristik Contoh:

- Usia

- Jenis kelamin - Pekerjaan

- Jenjang pendidikan - Asal daerah

Karakteristik Keluarga: - Pendidikan pasangan - Pendapatan keluarga - Jumlah anggota keluarga - Akses informasi, sumber

informasi, dan jenis informasi

Pola komunikasi - Frekuensi

Komunikasi - Jenis hal yang

dikomunikasikan

Proses pengambilan keputusan - Keuangan

- Pangan - Pendidikan - Kesehatan - Kepemilikan aset - Reproduksi

- Strategi pemenuhan kebutuhan hidup

Kesejahteraan Keluarga

Keterangan:

Hubungan antar variabel yang diteliti Variabel yang diteliti

(24)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Data dikumpulkan untuk meneliti suatu fenomena dalam satu kurun waktu tertentu (Umar 2006). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survei karena penelitian ini mengambil contoh dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang utama. Lokasi penelitian adalah kampus IPB Darmaga. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan IPB cukup banyak memiliki mahasiswa yang berasal dari luar daerah.

Penelitian dilaksanakan selama dua belas bulan, yaitu dimulai dari bulan Januari sampai dengan Desember 2010. Pelaksanaan penelitian meliputi persiapan, pengambilan data primer dan sekunder, pengolahan data, serta penulisan skripsi. Persiapan atau penulisan proposal dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Mei 2010. Pengambilan data primer dan sekunder dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2010. Pengolahan data dan penulisan skripsi dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2010.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi contoh pada penelitian ini adalah mahasiswa pascasarjana IPB yang merantau dan tinggal berpisah dengan keluarganya. Contoh diambil secara purposive, di mana pemilihan contoh berdasarkan pada karakteristik tertentu (Umar 2006). Karakteristik contoh yang dipilih adalah mahasiswa pascasarjana IPB angkatan 2009, telah menikah dan memiliki anak, serta merupakan keluarga jarak jauh atau tidak membawa suami/ istri dan anak. Teknik pengambilan contoh dilakukan dengan cara snow ball sampling, yang merupakan teknik penentuan contoh yang pada mula-mula jumlahnya kecil, kemudian contoh ini diminta memilih contoh lain untuk dijadikan contoh lagi, begitu seterusnya sehingga jumlah contoh terus menjadi banyak (Umar 2006).

(25)

n = = = = 72,37 ≈ 73

Keterangan:

n = ukuran contoh N = ukuran populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan contoh yang masih dapat ditoleransi. Tingkat kesalahan 11%.

Berdasarkan rumus Slovin, jumlah contoh minimal yang digunakan adalah sebanyak 73 orang. Oleh karena itu, jumlah contoh yang digunakan dalam penelitian ini dibulatkan menjadi 75 responden.

Jenis dan Sumber Data

Data penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari contoh melalui pengisian kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data primer meliputi data karakteristik keluarga, dukungan keluarga, pola komunikasi, pengambilan keputusan keluarga, dan kesejahteraan keluarga, sedangkan data sekunder diperoleh dari telaah dokumentasi dan kepustakaan dari Sekolah Pascasarjana IPB. Variabel, jenis data, pengumpulan data, dan alat bantu yang digunakan dicantumkan pada Tabel 2.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for Windows. Pengolahan data dilakukan secara bertahap mulai data yang terkumpul di lapangan sampai siap untuk dianalisis. Data dari hasil pengumpulan di lapangan terlebih dahulu dilakukan pengeditan (editing), pengkodean (coding) dan memasukkan data ke dalam komputer (entry data). Selanjutnya dilakukan pembersihan data (cleaning data) dengan cara melihat distribusi frekuensi setiap peubah. Apabila ada kesalahan memasukkan data ke dalam komputer, dilakukan pengecekan ulang.

N 1+Ne2

(26)

Tabel 2 Variabel, jenis data, dan teknik pengambilan data 1 Karakteristik Contoh dan Keluarga

Umur contoh, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan contoh dan pasangan, pendapatan keluarga, rata-rata konribusi pendapatan terhadap keluarga, akses informasi, sumber, jenis informasi,dan aset

Primer Kuesioner

2 Pola Komunikasi Keluarga

Frekuensi kepulangan, frekuensi komunikasi dengan pasangan, frekuensi komunikasi dengan anak, dan jenis hal yang dikomunikasikan

Primer Kuesioner

3 Proses Pengambilan Keputusan Keluarga

Pengambilan keputusan dalam bidang keuangan, pangan, pendidikan, kesehatan, dan keperluan keluarga lainnya

Primer Kuesioner

4 Kesejahteraan Keluarga

- Kesejahteraan objektif pendekatan pendapatan per kapita

- Kesejahteraan subjektif

Pangan, pendidikan, kesehatan, keuangan, kesehatan, aset keluarga, reproduksi, strategi pemenuhan kebutuhan hidup lain, dan sosial kemasyarakatan

Primer Kuesioner

Data karakteristik keluarga meliputi umur contoh, tingkat pendidikan contoh, pendapatan per kapita, jumlah anggota keluarga, pekerjaan contoh, kepemilikan aset, akses informasi, sumber informasi, dan jenis informasi. Aset yang dimaksudkan berupa aset yang dijelaskan secara deskriptif. Akses informasi (mudah atau tidaknya memperoleh informasi yang diperoleh, dan jenis informasi yang diperoleh) diberi skor 1 jika jawabannya ya, dan skor 0 jika jawabannya tidak. Langkah selanjutnya adalah mengkompositkan skor tersebut sehingga diperoleh total skor. Kemudian dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 dengan rumus sebagai berikut (Tati 2004):

Z = x 100

Hasil transformasi tersebut dibuat kategori berdasarkan interval kelas, yang ditentukan menggunakan rumus berikut:

Interval kelas = = Interval (I)

Y - min max - min

(27)

Pengelompokan kategori adalah sebagai berikut: - Rendah : NR sampai (NR+I) = 0 – 33.3

- Sedang : (NR+I) sampai {(NR+I)+I} = 33.4 – 66.7 - Tinggi : {(NR+I)+I} sampai NT = 66.8 – 100

Dukungan sosial diukur berdasarkan sumber dukungan sosial, yang meliputi dukungan sosial keluarga inti dan dukungan sosial keluarga besar, dan teman. Dukungan sosial keluarga meliputi dukungan dukungan keluarga inti, keluarga besar, dan teman. Masing-masing pertanyaan diberi skor berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika tidak pernah, skor 2 jika jarang, skor 3 jika sering, dan skor 4 jika sangat sering mendapatkan dukungan sosial. Selanjutnya, skor yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan dikompositkan, kemudian dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 persen. Selanjutnya dikategorikan menjadi kategori dukungan sosial rendah jika skor antara 0 – 33.33%; kategori dukungan sosial sedang jika skor antara 33.34 – 66.67%; dan kategori dukungan sosial tinggi jika skor antara 66.67 – 100 persen.

Pola komunikasi dilihat berdasarkan waktu kepulangan (mudik), frekuensi komunikasi, dan hal-hal yang dikomunikasikan antara contoh dengan pasangan serta anak. Semua item pada variabel frekuensi komunikasi tertuang dalam kuesioner dan dilakukan skoring (Retnowati 2007). Masing-masing pertanyaan diberi skor berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika tidak pernah, skor 2 jika jarang, skor 3 jika sering, dan skor 4 jika sangat sering berkomunikasi. Selanjutnya, skor yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan dikompositkan, kemudian dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 persen. Selanjutnya

dikategorikan menjadi kategori pola komunikasi rendah jika skor antara 0 – 33.33%; kategori pola komunikasi sedang jika skor antara 33.34 – 66.67%;

dan kategori pola komunikasi tinggi jika skor antara 66.67 – 100 persen. Pengolahan data intensitas komunikasi antar anggota keluarga mengacu pada penelitian Anonim (2006) yang telah dimodifikasi, yaitu:

- TP : Tidak Pernah, jika komunikasi tidak pernah dilakukan antara responden dengan anggota keluarganya.

- JR : Jarang, jika frekuensi <2 kali dalam kurun waktu satu minggu

- S : Sering, jika frekuensi komunikasi dilakukan 2-6 kali dalam kurun waktu satu minggu.

(28)

Pengolahan data pengambilan keputusan mengacu pada Puspa (2007) yang telah dimodifikasi. Data pengambilan keputusan diukur dengan cara penskoran. Skor 3 jika pengambilan keputusan dilakukan secara bersama-sama atau setara, skor 2 jika pengambilan keputusan dilakukan secara bersama-sama namun suami atau istri dominan, dan skor 1 jika pengambilan keputusan dilakukan oleh suami atau istri saja. Berdasarkan skor pengambilan keputusan secara bersama-sama ditentukan tingkat pengambilan keputusan bidang pangan, pendidikan, keuangan, kesehatan, reproduksi, keperluan keluarga lainnya, strategi pemenuhan kebutuhan hidup, dan sosial kemasyarakatan. Pengkategorian skor komposit dilakukan dengan membagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut:

- Suami atau Istri saja : <33.33% dari total skor pengambilan keputusan - Dominan Suami atau Istri : 33.34 – 66.67% dari total skor pengambilan

keputusan

- Bersama-sama (Setara) : >66.67% dari total skor pengambilan keputusan Selanjutnya, skor yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan dikompositkan, kemudian dilakukan transformasi skala ordinal dari 0 – 100 persen. Selanjutnya dikategorikan menjadi kategori dukungan sosial rendah jika skor antara 0 – 33.33%; kategori dukungan sosial sedang jika skor antara 33.34 – 66.67%; dan kategori dukungan sosial tinggi jika skor antara 66.67 - 100 persen. Berikut merupakan skor dari setiap jawaban contoh pada pertanyaan pola komunikasi.

- Tidak Pernah : diberi skor 1 - Jarang : diberi skor 2 - Sering : diberi skor 3 - Sangat Sering : diberi skor 4

(29)

kemiskinan Bank Dunia adalah sebesar Rp542 100.00 (Depsos 2006). Kriteria garis kemiskinan kedua yang digunakan adalah BPS (2010), standar kemiskinan di Indonesia sebesar Rp211 000.00 per kapita per bulan. Suatu keluarga dikatakan sejahtera jika memiliki pendapatan per kapita per bulan berada di atas garis kemiskinan, dan tidak sejahtera jika memiliki pendapatan per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Tabel 3 Pengukuran dan skala data

Variabel

Rasio Tabulasi frekuensi menurut Hurlock (1980)

Nominal Tabulasi frekuensi berdasarkan pekerjaan suami aparatur pemerintahan, dan: ibu rumahtangga

Nominal Tabulasi frekuensi menurut sebaran contoh

Rasio Berdasarkan sebaran data <Rp1 000 000.00

Rasio Dijelaskan secara deskriptif -

Akses informasi, sumber informasi, dan jenis infromasi

(30)

Tabel 3 Pengukuran dan skala data (lanjutan)

Rasio Berdasarkan garis kemiskinan

Worid Bank (2010):

(31)

Pengolahan dan analisis data-data di atas, dilakukan secara deskriptif dan inferesia. Analisis deskriptif yang digunakan antara lain sebaran frekuensi dan tabulasi silang. Analisis inferensia yang digunakan yaitu uji korelasi Pearson. Uji korelasi Pearson dilakukan untuk mengetahui hubungan antarvariabel yang diteliti. Berikut merupakan rumus statistik untuk uji korelasi Pearson:

r = di2 =

Keterangan:

r : koefisien korelasi Pearson X : variabel X

Y : variabel Y

n : banyaknya pasangan data

Selain itu, digunakan uji regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola komunikasi, pengambilan keputusan, dan kesejahteraan subjektif keluarga. Berikut merupakan rumus statistik untuk uji regresi linier berganda:

Keterangan:

Y1 = pola komunikasi (skor)

Y2 = pengambilan keputusan keluarga (skor) Y3 = kesejahteraan subjektif keluarga (skor) α = konstanta

β = koefisien regresi X1 = usia contoh (tahun)

X2 = jumlah anggota keluarga (orang) X3 = lama pendidikan contoh (tahun) X4 = lama pendidikan pasangan (tahun) X5 = pendapatan per kapita (Rp/ bulan) X6 = kontribusi pendapatan istri (Rp/ bulan) X7 = dukungan sosial (skor)

D1 = jenis kelamin 1 = untuk laki-laki 0 = untuk perempuan D2 = pekerjaan pasangan

1 = untuk bekerja 0 = untuk tidak bekerja ε = error

Y1= α + β1X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4+ β5X5+ β6X6+ β7X7+ β8D1+ β9D2+ ε

Y2= α + β1X1 + β2X2+ β3X3+ β4X4+ β5X5+ β6X6+ β7X7+ β8Y1+ β9D1+ β10D2+ ε

Y3= α + β1X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4+ β5X5+ β6X6+ β7X7+ β8Y1+ β9Y2+ β10D1+ β11D2+ ε

n∑XY - ∑X ∑Y

(32)

Definisi Operasional

Keluarga jarak jauh adalah keluarga yang di antara anggota keluarganya, terutama antara suami dan istri berpisah dalam jarak yang cukup jauh dan dalam waktu yang cukup lama.

Karakteristik keluarga adalah keadaan keluarga contoh yang meliputi besar keluarga, usia keluarga, pendidikan keluarga, jenis pekerjaan contoh dan tingkat pendapatan keluarga contoh.

Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu keluarga dan dinyatakan dalam jumlah orang.

Pendidikan adalah lama pendidikan contoh dan pasangan yang dinyatakan dalam tahun.

Pendapatan keluarga adalah pendapatan per bulan yang diterima oleh anggota keluarga yang bekerja, baik dari pekerjaan utama maupun tambahan selama menyelesaikan program pascasarjana.

Aset keluarga adalah seluruh kekayaan yang dimiliki keluarga selain rumah yaitu lahan pertanian (sawah, tegalan, atau kebun milik sendiri), barang elektronik, kendaraan, barang berharga (emas), tabungan, dan ternak yang dikonversikan ke dalam nilai uang.

Akses informasi adalah mudah atau tidaknya keluarga contoh di kampung halaman untuk memperoleh informasi dari luar keluarga.

Sumber informasi adalah sumber diperolehnya informasi keluarga contoh selama menjalani keluarga jarak jauh yang dinyatakan dalam jumlah jenis sumber informasi.

Jenis informasi adalah jenis-jenis informasi yang diakses oleh contoh dan keluarganya.

Dukungan sosial adalah bantuan yang diterima contoh, dalam hal ekonomi, pengasuhan, kesehatan, dan konflik dalam keluarga. Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan informasional, instrumental, penilaian, dan emosional yang diterima responden selama jauh dari keluarganya, yang dinyatakan dalam skor.

(33)

yang mendukung akademik maupun informasi mengenai keluarganya, yang dinyatakan dalam skor.

Dukungan instrumental adalah dukungan yang diterima oleh contoh baik dari keluarga inti, keluarga besar, dan teman, berupa materi atau tindakan nyata, yang dinyatakan dalam skor.

Dukungan penilaian adalah dukungan yang diterima oleh contoh baik dari keluarga inti, keluarga besar, dan teman, berupa perhatian, solusi pemecahan masalah, dan penghargaan, yang dinyatakan dalam skor. Dukungan emosional adalah dukungan yang diterima oleh contoh baik dari

keluarga inti, keluarga besar, dan teman, berupa afeksi, kepercayaan, dan motivasi, yang dinyatakan dalam skor.

Pola komunikasi adalah waktu kepulangan atau mudik serta frekuensi komunikasi dan hal-hal yang dikomunikasikan antara contoh dengan pasangan dan anak. Waktu kepulangan dijelaskan secara deskriptif dan frekuensi komunikasi dinyatakan dalam skor.

Pengambilan keputusan adalah pihak yang mengambil keputusan, yaitu antara contoh dengan pasangan selama contoh menyelesaikan program pascasarjana atau selama menjalani keluarga jarak jauh, yang dinyatakan dalam skor.

Kesejahteraan objektif adalah kesejahteraan keluarga keluarga jarak jauh yang diukur menggunakan pendekatan pendapatan per kapita per bulan berdasarkan garis kemiskinan World Bank dan BPS.

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Contoh Jenis Kelamin

Contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah mahasiswa pascasarjana IPB angkatan 2009 atau yang masih aktif mengikuti perkuliahan, baik program magister maupun program doktor. Sebanyak 68.00 persen contoh berjenis kelamin laki-laki (Tabel 4). Untuk kasus penelitian ini, laki-laki memiliki akses lebih besar pada jenjang pendidikan yang tinggi dibandingkan dengan perempuan. BPS (2010) menyebutkan bahwa angka rata-rata lama sekolah perempuan di Indonesia lebih rendah daripada laki-laki. Pada tahun 2008, rata-rata lama sekolah perempuan adalah 7.1 tahun, sedangkan laki-laki 8.0 tahun. Demikian pula pada tahun 2009, rata-rata lama sekolah perempuan adalah 7.3 tahun, sedangkan laki-laki 8.2 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan perempuan di Indonesia lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Tabel 4 Sebaran contoh menurut jenis kelamin

Jenis Kelamin n %

Laki-laki 51 68.00

Perempuan 24 32.00

Total 75 100.00

Usia

Penelitian Palit (2009) mengenai peran wanita etnik Papua dalam pengambilan keputusan rumahtangga, menyebutkan bahwa usia merupakan aspek yang berhubungan dengan kemampuan fisik, psikologis, dan biologis seseorang. Usia merupakan aspek yang berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam belajar, baik dalam proses belajar maupun mengaktulisasikan hasil belajar dalam pengalaman hidup.

(35)

masih muda. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Elfandi (2000) bahwa semakin bertambah usia seseorang maka semakin menurun daya kreativitasnya.

Papalia et al. (2008) mengungkapkan bahwa pada masa dewasa awal, fondasi fisik untuk rentang kehidupan selanjutnya telah dibentuk. Walaupun ada bagian dari kesehatan yang dipengaruhi oleh kebiasaan, seperti pola makan, tidur, kebiasaan merokok, dan mengkonsumsi obat-obatan terlarang, namun kondisi fisik yang baik memberikan kontribusi pada kesehatan dan kesejahteraan pada masa yang akan datang. Selain itu, pemikiran pada masa dewasa awal cenderung fleksibel (menyesuaikan dengan kondisi nyata), terbuka (menerima masukan), multisolusi (mampu menyelesaikan masalah dengan banyak solusi yang dibandingkan), pragmatis (kemampuan untuk memilih yang terbaik dari beberapa kemungkinan solusi), dan adaptif (mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru).

Tabel 5 Sebaran contoh menurut jenis kelamin dan usia

Karakteristik Contoh Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Usia

- Dewasa awal (18-40 tahun)

33 64.71 17 70.83 50 66.67

- Dewasa madya (41-60 tahun)

18 35.29 7 29.17 25 33.33 - Dewasa lanjut

(> 60 tahun)

0 0.00 0 0.00 0 0 Total 51 100.00 24 100.00 75 100.00 Rata-rata±SD 39.37±5.58 38.17±5.67 38.85±5.49 Kirasan (Min-Max) 29-50 29-51 29-51

Jenjang Pendidikan, Asal Daerah, dan Pekerjaan

Jenjang Pendidikan. Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 6, lebih dari separuh contoh laki-laki (56.86%) dan hampir dua pertiga contoh perempuan (62.50%) adalah mahasiswa program magister. Contoh program doktor sebanyak 41.33 persen pada contoh laki-laki dan contoh perempuan sebanyak 37.50 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, maka semakin sedikit jumlah individu yang menempuh pendidikan tersebut, sebab biaya yang diperlukan pun semakin besar.

(36)

Leste. Lebih dari tiga perempat contoh laki-laki (76.47%) dan hampir dua pertiga perempuan (62.50%) berasal dari luar Pulau Jawa. Contoh yang berasal dari Pulau Jawa hanya sebesar 28.00 persen. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa dari luar Pulau Jawa dominan di IPB, sebab adanya keinginan untuk melanjutkan pendidikan di institusi pendidikan yang berkualitas walaupun jauh dari tempat tinggal.

Pekerjaan. Tabel 6 menunjukkan bahwa hampir dua pertiga pada contoh laki-laki (64.71%) dan sebanyak dua pertiga contoh perempuan (66.67%) bekerja sebagai guru atau dosen. Contoh yang bekerja sebagai PNS non guru atau dosen sebanyak 35.29 persen pada contoh laki-laki, dan 33.33 persen pada contoh perempuan. Banyaknya contoh yang bekerja sebagai guru atau dosen menunjukkan bahwa pekerjaan tersebut memotivasi contoh melanjutkan jenjang pendidikan lebih tinggi, untuk memenuhi tuntutan karir.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin, jenjang pendidikan, asal daerah, dan pekerjaan

Karakteristik Contoh Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Jenjang Pendidikan

- Magister 29 56.86 15 62.50 44 58.67

- Doktor 22 43.14 9 37.50 31 41.33 Total 51 100.00 24 100.00 75 100.00 Asal Daerah

- Pulau Jawa dan Madura 12 23.53 9 37.50 21 28.00

- Kalimantan 5 9.80 0 0.00 5 6.67 - Sumatera dan Kepulauan 9 17.65 8 33.33 17 22.67 - Sulawesi dan Kepulauan 9 17.65 3 12.50 12 16.00 - Bali dan Nusa Tenggara 9 17.65 0 0.00 9 12.00 - Papua dan Kepulauan 3 5.88 2 8.33 5 6.67 - Maluku dan Kepulauan 2 3.92 2 8.33 4 5.33 - Luar Negeri 2 3.92 0 0.00 2 2.67 Total 51 100.00 24 100.00 75 100.00 Pekerjaan

- Guru atau Dosen 33 64.71 16 66.67 49 65.33

- PNS non Guru 18 35.29 8 33.33 26 34.67 Total 51 100.00 24 100.00 75 100.00

Karakteristik Keluarga Besar Keluarga

(37)

besar (>6 orang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari dua pertiga contoh (70.67%) termasuk keluarga kecil, dan sisanya (29.33%) adalah keluarga sedang. Rata-rata besar keluarga contoh sebesar 4.15 orang dengan kisaran antara 3 hingga 7 orang.

Tabel 7 Sebaran contoh menurut jenis kelamin dan besar keluarga

No. Besar Keluarga Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

1. Kecil (≤ 4 orang) 37 72.55 16 66.67 53 70.67

2. Sedang (5-6 orang) 14 27.45 8 33.33 25 29.33 3. Besar (≥ 7 orang) 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Total 51 100.00 24 100.00 75 100.00 Rata-rata±SD 4.12±1.01 4.21±1.02 4.15±1.01 Kirasan (Min-Max) 3-7 3-7 3-7

Hampir tiga perempat keluarga contoh laki-laki (72.55%) termasuk keluarga kecil, dengan rata-rata sebesar 4.12 orang, yang berkisar antara 3 hingga 7 orang (Tabel 7). Hasil yang tidak jauh berbeda dengan contoh laki-laki, sebanyak dua pertiga contoh keluarga perempuan (66.67%) termasuk keluarga kecil. Rata-rata besar keluarga contoh perempuan sebesar 4.21 orang dengan kisaran antara 3 hingga 7 orang.

Banyaknya contoh yang termasuk keluarga kecil karena adanya perubahan pandangan masyarakat terhadap jumlah anak. Pandangan yang kerap muncul di masyarakat menyatakan bahwa banyak anak banyak rejeki. Namun kini, pandangan tersebut nampaknya sudah bergeser karena membesarkan anak ternyata tidak cukup dengan mencukupi kebutuhan pangan saja. Anak memerlukan pendidikan yang baik, dan pendidikan yang baik memerlukan biaya yang mahal (Rohimah 2009).

Tingkat Pendidikan Pasangan

Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan, bahwa fungsi pendidikan, sejatinya adalah untuk mengembangkan kemampuan, kualitas individu, meningkatkan mutu kehidupan, dan martabat manusia (Suyono 2006).

(38)

pendidikan pasangan minimal SMP. Persentase terbesar tingkat pendidikan pasangan contoh adalah S1, yaitu sebanyak 41.18 persen pada pasangan contoh laki-laki dan sebanyak 58.33 persen pada pasangan contoh perempuan (Tabel 8). Rata-rata tingkat pendidikan yang bisa dikatakan tinggi tersebut disebabkan oleh tingginya motivasi pasangan contoh untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi. Penelitian Koesoemowidjojo (2000) tentang peranan gender dalam rumahtangga mengungkapkan bahwa melalui pendidikan seseorang diharapkan akan membentuk pribadinya untuk selalu ingin belajar. Semakin tinggi semangat belajar seseorang, akan semakin mudah pribadi tersebut menyesuaikan dirinya terhadap perubahan.

Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991), keterlibatan seseorang di dalam proses pendidikan atau tingkat pendidikan yang dicapainya akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola dan kerangka berpikir, persepsi, pemahaman dan kepribadiannya, yang semuanya itu merupakan bagian integral sebagai bekal berkomunikasi. Karena itu, tingkat pendidikan secara langsung atau tidak langsung akan menentukan baik buruknya pola komunikasi antar dua pribadi yang terlibat dalam suatu ikatan perkawinan. Oleh karena itu, idealnya perlu ada kesamaan tingkat pendidikan atau sedikitnya cukup berimbang dan tidak berbeda terlalu jauh bagi dua orang yang ingin terikat dalam perkawinan.

Tabel 8 Sebaran contoh menurut jenis kelamin dan tingkat pendidikan pasangan

No. Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

1. SMP 2 3.92 0 0.00 2 2.67 2. SMA 12 23.53 1 4.17 13 17.33 3. Diploma 6 11.76 2 8.33 8 10.67

4. S1 21 41.18 14 58.33 35 46.67

5. S2 8 15.69 7 29.17 15 20.00 6. S3 2 3.92 0 0.00 2 2.67 Total 51 100.00 24 100.00 75 100.00

Pekerjaan

(39)

penelitiannya tentang pendapatan ibu rumahtangga, menyatakan bahwa pendapatan ibu rumahtangga berhubungan positif dan signifikan terhadap pendapatan keluarga. Jadi, semakin tinggi pendapatan ibu rumahtangga, maka semakin tinggi pula pendapatan keluarga. Puspitawati (2009) menyebutkan bahwa tingkat kesejahteraan subjektif semakin tinggi apabila individu lebih memprioritaskan strategi kepentingan keluarga daripada kepentingan pekerjaan. Hal ini terkait dengan tugas utama perempuan sebagai istri dan ibu. Keluarga adalah suatu organisasi terkecil yang memerlukan adanya kejelasan tugas dari masing-masing anggota keluarga. Apabila salah satu anggota keluarga melalaikan tugasnya, maka organisasi tersebut akan berusaha mempertahankan keutuhan. Hal tersebut dapat diatasi dengan menyeimbangkan tugas ganda seorang perempaun dengan tidak melalaikan tugas dalam keluarganya, yaitu dengan bekerja.

Tabel 9 Sebaran contoh menurut jenis kelamin dan pekerjaan pasangan

No. Pekerjaan Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

1. Guru atau Dosen 10 19.61 5 20.83 15 20.00 2. Karyawan Swasta 3 5.88 3 12.50 6 8.00

3. PNS 16 31.37 10 41.67 26 34.67

4. Wiraswasta 9 17.65 6 25.00 15 20.00 5. Tidak Bekerja 13 25.49 0 0.00 13 17.33 Total 51 100.00 24 100.00 75 100.00

Pendapatan Keluarga

Pendapatan Keluarga. Pendapatan keluarga merupakan semua pemasukan uang yang diterima oleh keluarga baik yang berasal dari pendapatan (diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan untuk mencari nafkah) anggota keluarga maupun sumber-sumber lain seperti pinjaman, dan bantuan dari kerabat atau pemerintah.

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pendapatan keluarga dari contoh laki-laki (52.94%) berada pada kisaran Rp3 000 001.00 sampai dengan Rp5 000 000.00 per bulan, dengan pendapatan terendah sebesar Rp1 000 000,00 serta tertinggi sebesar Rp11 500 000,00 per bulan. Rata-rata pendapatan keluarga dari contoh laki-laki sebesar Rp4 881 399.02 per bulan.

Gambar

Tabel 3 Pengukuran dan skala data (lanjutan)
Tabel 6  Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin, jenjang pendidikan, asal daerah, dan pekerjaan
Tabel 10  Sebaran contoh menurut jenis kelamin dan kisaran pendapatan keluarga per bulan
Tabel 11 Sebaran contoh menurut jenis kelamin dan rata-rata kontribusi pendapatan terhadap keluarga per bulan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dari hasil penelitian ini dapat dilihat apakah memang ada hubungan antara menurunnya status kognitif pasien lanjut usia penderita Diabetes Mellitus tipe

dengan sikap atasan yang selalu memberikan teguran atau nasihat kepada para karyawan yang melakukan kesalahan dalam menyelesaikan pekerjaan, hal ini dilakukan agar

Alhamdulillahirobbil ‘alamin atas rahmat dan berkah dari Allah SWT yang telah dianugerahkan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “ JUAL

yang menunjukan bahwa variabel harga berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian, selain itu temuan ini juga mendukung teori Kotler dan Armstrong (2004:200)

Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 menyatakan bahwa pola pembelajaran harus berpusat pada siswa, bersifat interaktif

namun tidak sedikit orang menyadari bahwa kalimat mukadimah berbahasa Arab dalam khotbah itu dapat direkayasa dan diolah sendiri oleh khatibnya agar sesuai dengan materi khotbah

metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran Al- Qur’an Hadis materi menghafal hadis. Metode pembelajaran merupakan peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar

Dibandingkan dengan metode asumsi beam 9.43 Hz dan Metode Elemen Hingga Tiga Dimensi 9.69 Hz, maka hasil pemodelan dalam penelitian ini terverifikasi secara