PENGGUNAAN SABUN, LERAK DAN INSEKTISIDA NABATI
UNTUK PENGENDALIAN KUTU PUTIH PEPAYA
Paracoccus marginatus
TRIJANTI A. WIDINNI ASNAN
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Sabun, Lerak dan Insektisida Nabati untuk Pengendalian Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
vii
ABSTRAK
TRIJANTI A. WIDINNI ASNAN . Penggunaan Sabun, Lerak dan Insektisida Nabati untuk Pengendalian Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus. Dibimbing oleh DADANG dan DEWI SARTIAMI.
Paracoccus marginatus merupakan salah satu hama penting pada tanaman pepaya yang mana salah satu kesulitan pengendalian hama ini dengan insektisida adalah adanya lapisan lilin putih yang menutupi tubuhnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat keefektifan penggunaan sabun, lerak dan insektisida nabati untuk mengendalikan kutu putih pepaya. Berbagai jenis sabun mampu meluruhkan lapisan lilin kutu putih tanpa mengakibatkan kematian hingga 24 jam. Jenis sabun yang paling efektif dalam peluruhan lapisan lilin adalah sabun cair 0.2%. Seluruh jenis ekstrak tanaman efektif menyebabkan kematian hingga lebih dari 95% pada konsentrasi 3% dengan aplikasi tunggal, namun tingkat keefektifan setiap jenis ekstrak bertambah dengan penambahan sabun. Pada konsentrasi ekstrak 0.1%, kombinasi dengan sabun mampu meningkatkan persentase kematian sebesar 1.1 kali pada T. vogelii, 1.03 kali pada P. retrofractum dan 1.12 kali pada A. squamosa, sedangkan pada aplikasi ekstrak setelah penyemprotan sabun, persentase kematian dapat meningkat sebesar 1.5 kali pada T. vogelii, 1.25 kali pada P. retrofractum dan 1.3 kali pada A. squamosa. Penggunaan sabun dapat meningkatkan keefektifan ekstrak dan meningkatkan efisiensi penggunaan ekstrak. Perlakuan ini dapat menimbulkan kematian dan gangguan pada pembentukan lapisan lilin dan kantung telur.
ABSTRACT
TRIJANTI A. WIDINNI ASNAN. The Use of Soap, Lerak and Botanical Insecticides for Controlling Mealybugs of Papaya Paracoccus marginatus. Supervised by DADANG and DEWI SARTIAMI.
vii
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
PENGGUNAAN SABUN, LERAK DAN INSEKTISIDA NABATI
UNTUK PENGENDALIAN KUTU PUTIH PEPAYA
Paracoccus marginatus
TRIJANTI A. WIDINNI ASNAN
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
vii
Judul Skripsi : Penggunaan Sabun, Lerak dan Insektisida Nabati untuk Pengendalian Kutu Putih Pepaya
Nama : Trijanti A. Widinni Asnan NIM : A34090054
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc. Pembimbing I
Dra. Dewi Sartiami, M.Si Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si Ketua Departemen Proteksi Tanaman
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Penggunaan Sabun, Lerak dan Insektisida Nabati untuk Pengendalian Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof . Dr. Ir. Dadang M.Sc. dan Dra. Dewi Sartiami M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, arahan, motivasi dan bimbingan selama ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Pudjianto MSc. selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasinya selama penulis meyelesaikan studi di Departemen Proteksi Tanaman.
Terima kasih kepada Ayahanda Asnan dan Ibunda Sunarsih tercinta, serta seluruh keluarga penulis yang telah banyak mencurahkan tenaga, pikiran dan do’a untuk penulis. Terima kasih kepada rekan-rekan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga (Pak Djoko, Pak Agus, Bu Eka, Mbak Lita, Mbak Risna, Nce, Gress) dan Laboratorium Biosistematika dan Takasonomi Serangga (Ibu Aisyah, Nazir, Fathur, Mansyur, Suryadi, Kevin, Doni, Fahmi, Kak Anik, Kak Mey) atas dukungan, saran dan semangat yang diberikan.
Terima kasih kepada seluruh teman-teman Proteksi Tanaman 46 dan Entomologi 2012, seluruh adik serta kakak tingkat yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas persahabatan dan kebersamaannya selama ini dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu 5
Bahan dan Alat 5
Metode 5
Metode Pengujian 6
Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Serangga Uji 9
Pengaruh Sabun terhadap Peluruhan Lapisan Lilin P. marginatus 9 Pengaruh Tiga Jenis Ekstrak Tanaman terhadap Mortalitas P. marginatus 12 Efektivitas Ekstrak Tanaman yang Dikombinasikan dengan Sabun dan
Setelah Aplikasi Sabun 14
Pembahasan Umum 17
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 19
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 22
DAFTAR TABEL
1 Pengaruh sabun terhadap peluruhan lapisan lilin pada imago P. marginatus 10 2 Pengaruh tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago betina P. marginatus 13 3 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago
betina P. marginatus 13
4 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago betina P. marginatus pada pengamatan 72 JSP 14 5 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak dan sabun cair 0.2%
terhadap mortalitas imago betina P. marginatus 16
DAFTAR GAMBAR
1 Kategori peluruhan lapisan lilin imago P. marginatus. 7 2 Imago betina P. marginatus 9 3 Tingkat peluruhan lapisan lilin imago P. marginatus dengan
menggunakan sabun 11
4 Gejala yang terjadi akibat perlakuan ekstrak tanaman 14 5 Efektivitas penggunaan sabun dan ekstrak terhadap mortalitas
P. marginatus 12
6 Gejala imago P. marginatus akibat perlakuan ekstrak tanaman
dan sabun 13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Pengaruh sabun terhadap peluruhan lapisan lilin pada imago
P. marginatus 22
2 Pengaruh ekstrak T. vogelii terhadap mortalitas P. marginatus 23 3 Pengaruh ekstrak P. retrofractum terhadap mortalitas P. marginatus 24 4 Pengaruh ekstrak A. squamosa terhadap mortalitas P. marginatus 25 5 Persentase aplikasi ekstrak T. vogelii yang dikombinasikan dengan
sabun cair 0.2% 26
6 Mortalitas aplikasi ekstrak P. retrofractum yang dikombinasikan
dengan sabun cair 0.2% 27
7 Mortalitas aplikasi ekstrak A. squamosa yang dikombinasikan dengan
sabun cair 0.2% 28
8 Tingkat rata-rata mortalitas P. marginatus pada aplikasi ekstrak
yang dikombinasikan dengan sabun cair 0.2% 29 9 Mortalitas P. marginatus pada aplikasi ekstrak T. vogelii
setelah sabun cair 0.2% 30
10 Mortalitas P. marginatus pada aplikasi ekstrak
P. retrofractum setelah sabun cair 0.2% 31 11 Mortalitas P. marginatus pada aplikasi ekstrak
vii
12 Tingkat rata-rata mortalitas P. marginatus pada aplikasi
sabun cair 0.2% yang diikuti dengan aplikasi ekstrak 33 13 Tingkat rata-rata mortalitas imago P. marginatus pada
perlakuan sabun dan Decis 25 EC 33
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu komoditas buah yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena memiliki rasa dan kandungan vitamin serta mineral. Selama masa pertumbuhannya tanaman pepaya banyak mendapatkan gangguan dari berbagai organisme penganggu tanaman yang dapat menurunkan produktivitas pepaya tersebut. Salah satu organisme penganggu tanaman yang berasal dari kelompok hama yang hingga saat ini menjadi masalah penting pada pertanaman pepaya di Indonesia adalah kutu putih pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera : Pseudococcidae).
Populasi kutu putih pepaya apabila tidak dikendalikan dapat menyebabkan penurunan hasil panen hingga 58% atau menyebabkan biaya produksi meningkat 84%. Peningkatan biaya produksi terjadi karena meningkatnya penggunaan pestisida untuk mengendalikan populasi kutu putih pepaya (Ivakdalam 2010). Menurut Rizwan (2011), 25% petani menyatakan bahwa serangan kutu putih dapat mengakibatkan penurunan hasil antara 20% - 50%. Serangan P. marginatus ini akan meningkat pada musim kemarau. Serangan dapat terjadi pada tanaman muda maupun dewasa. Serangan pada tanaman muda (bibit) dapat menyebabkan bibit mengering dan mati, sedangkan pada tanaman dewasa, gejala serangan yang muncul adalah menguningnya daun, malformasi, dan kemudian daun tersebut akan gugur. Serangan pada buah yang belum matang menyebabkan bentuk buah tidak sempurna, sementara itu serangan berat dapat menutupi permukaan buah hingga terlihat putih akibat tertutupi koloni kutu putih (Pantoja et al. 2006).
P. marginatus sebenarnya bukan merupakan serangga asli Indonesia, melainkan berasal dari Meksiko atau Amerika Tengah yang pada tahun 1992 dilaporkan berada di wilayah neotropical di Belize, Costa Rica, Guatemala, dan Mexico (Williams & Granara de Willink 1992) dan pada tahun 1994 pertama kali dilaporkan berada di Kepulauan Karibia, kemudian ditemukan di Florida pada tahun 1998 (Miller & Miller 2002), di Indonesia Paracoccus marginatus mulai menyerang pada tahun 2008 di wilayah Bogor yang kemudian diketahui telah banyak mematikan tanaman pepaya milik petani (Sartiami et al. 2009).
2
al. (2003), P. marginatus termasuk jenis kutu-kutuan yang seluruh tubuhnya diselimuti oleh lapisan lilin berwarna putih dengan bentuk tubuh oval dan memiliki embelan seperti rambut-rambut berwarna putih dengan ukuran yang pendek.
Selama masa hidupnya P. marginatus mengalami tiga fase yaitu: telur, nimfa dan imago. Pada umumnya telur P. marginatus diletakkan secara berkelompok dan dilindungi lilin-lilin putih, sedangkan pada nimfa instar awal biasanya belum ada pertumbuhan lilin sehingga tubuhnya tanpa ditutupi lilin dan pertumbuhan lilin ini mulai tampak pada nimfa instar 3 hingga imago. Pada fase imago, lilin yang menutupi permukaan tubuh P. marginatus sangat tebal dan mampu menjadi halangan fisik bagi insektisida ataupun gangguan lingkungan lainnya. Perbedaan fase yang terjadi selama masa hidup P. marginatus ini memiliki pengaruh terhadap pengendalian yang akan dilakukan. Menurut Townsend et al. (2000 dalam Amarasekare 2008), secara umum kutu putih sulit untuk dikendalikan secara kimiawi, karena adanya lapisan lilin tebal yang diseksresikan hingga menutupi tubuhnya. Imago kutu putih lebih sulit untuk dikendalikan dibandingkan dengan nimfa kutu putih dan pengulangan aplikasi insektisida sintetik akan sangat diperlukan untuk menekan keberadaan kutu putih.
Aplikasi insektisida sintetik yang dilakukan berkali-kali dan dengan dosis yang lebih tinggi sangat tidak efisien dan dapat menimbulkan dampak negatif yang lebih tinggi terhadap lingkungan serta kesehatan manusia. Untuk itu diperlukan upaya pengendalian yang lebih efisien, ramah lingkungan dan aman baik terhadap kesehatan manusia maupun organisme non sasaran. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengefisienkan dan mengurangi penggunaan insektisida sintetik adalah dengan menggunakan sabun sebagai bahan peluruh lapisan lilin dan insektisida nabati. Menurut Sartiami et al. (2009) aplikasi insektisida dengan bahan aktif imidakloprid secara tunggal dapat menurunkan populasi hama kutu putih pepaya hingga 40% setelah empat kali aplikasi, namun aplikasi yang dikombinasikan dengan air sabun mampu menekan populasi hama kutu putih pepaya hingga 60%.
Lapisan lilin kutu putih memiliki sifat yang hampir sama dengan lemak yaitu polar dan menurut Winarno (1992) sabun memiliki gugus non-polar yaitu gugus-R yang akan mengikat kotoran (lemak) dan gugus –COONa yang akan mengikat air karena keduanya sama-sama berasal dari gugus polar, sehingga kotoran (lemak) tidak dapat lepas karena terikat pada sabun dan sabun terikat pada air. Seperti halnya pestisida, sabun yang beredar di masyarakat memiliki berbagai macam bentuk sediaan, formulasi, dan bahan aktif yang berbeda-beda. Ada dua jenis bahan dasar pembuat sabun yang dikenal yaitu sabun keras yang dibuat dengan NaOH dan sabun lunak yang dibuat dengan KOH (Ophardt 2003). Perbedaan tersebut tentunya akan sangat mempengaruhi sabun dalam mengakibatkan peluruhan lilin kutu putih, sehingga perlu dilakukan pengujian untuk menentukan jenis sabun yang dianggap paling efektif untuk mempercepat proses peluruhan lilin kutu putih dan dapat diaplikasikan bersamaan dengan insektisida sintetik maupun nabati.
3 buah lerak merupakan racun yang cukup kuat. Efek biologis saponin mampu menurunkan kadar kolesterol pada manusia, menyebabkan hemolisis darah, cenderung cepat menembus dinding sel dan bersifat racun dalam jaringan beberapa organisme (Yanti & Irham 2009). Sejauh ini, lerak seringkali digunakan sebagai sabun khusus pencuci batik di Indonesia dan di pasaran lerak sudah banyak dijual dalam bentuk detergent cair.
Insektisida nabati adalah insektisida yang berbahan aktif senyawa metabolit sekunder tumbuhan yang mampu memberikan satu atau lebih aktivitas biologi baik pengaruh pada aspek fisiologi maupun tingkah laku hama tanaman, seperti penghambatan aktivitas makan dan peneluran, pengatur pertumbuhan dan perkembangan serangga, kematian/mortalitas, dan sebagainya; serta memenuhi syarat-syarat untuk digunakan dalam pengendalian hama tanaman, seperti efektif, efisien dan aman (Dadang & Prijono 2008). Menurut Thamrin et al. (2005) bahan aktif metabolit senyawa sekunder tersebut dapat diolah dalam berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar dan diambil abunya yang digunakan sebagai insektisida. Untuk itu insektisida nabati sangat baik dipilih sebagai alternatif pengendalian serangga sehingga pengguna tidak hanya bergantung kepada insektisida sintetis.
Beberapa jenis ekstrak tumbuhan yang diketahui dapat bersifat sebagai insektisida pada P. marginatus maupun serangga hama lain adalah Piper retrofractum (cabai jawa) dan Tephrosia vogelii (kacang babi). Menurut Dewi (2010) pengujian ekstrak P. retrofractum pada konsentrasi 1% terhadap nimfa P. marginatus menyebabkan kematian sebesar 62% pada hari pertama pengamatan dan kemudian meningkat hingga 96% pada hari keempat. Pengujian pada nimfa dengan konsentrasi 0.5% dan 1% tidak bertambah setelah hari ke-4 pengamatan dan pada konsentrasi yang lebih rendah, kematian sudah tidak bertambah setelah hari ke-3 pengamatan. Pola kematian tersebut tidak jauh berbeda dengan P. marginatus yang diberi perlakuan dengan menggunakan T. vogelii. Selain itu, Wulan (2008) melaporkan bahwa ekstrak daun kacang babi yang diekstrak dengan pelarut heksana dan etil asetat secara bertahap dapat mengakibatkan kematian larva Croccidolomia pavonana hingga mencapai lebih dari 80% pada konsentrasi 0.5% dengan LC95 masing-masing sebesar 0.48% dan 1.23% dan berdasarkan hasil penelitian Saryanah (2008) campuran ekstrak metanol T. vogelii dan P. retrofractum pada konsentrasi 0.5% dengan aplikasi menggunakan metode celup daun dapat mengakibatkan kematian larva C. pavonana sebesar 100%.
4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan tingkat keefektifan penggunaan sabun, lerak dan tiga jenis ekstrak tanaman sebagai insektisida nabati baik dengan aplikasi berurutan maupun bersamaan terhadap Paracoccus marginatus pada tanaman pepaya.
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga dan Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Februari 2013.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman pepaya (Carica papaya L.) varietas IPB 9, koloni Paracoccus marginatus fase imago, ekstrak kasar biji srikaya (Anonna squamosa), ekstrak kasar daun cabai jawa (Piper retrofacum) dan ekstrak kasar kacang babi (Tephrosia vogelii), sabun dengan formulasi krim, cair, dan bubuk, akuades, insektisida berbahan aktif deltametrin (Decis 25 EC), lerak dan metanol. Alat-alat yang digunakan meliputi polybag, mikroskop binokuler, cawan petri, labu erlenmeyer, gelas ukur, corong kasa, kertas tisu hijau, alat semprot, lampu meja, kain kasa, mika plastik silindris dan pipet volumetrik.
Metode Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Papaya
Bibit pepaya yang digunakan diperoleh dari petani di Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor yang merupakan bibit pepaya varietas IPB 9 berumur 2 minggu. Bibit berumur 2 minggu yang ditanam di polybag bening berukuran 5 cm x 10 cm sebanyak 2 tanaman per polybag. Kemudian bibit tersebut dipindahtanamkan pada polybag hitam berukuran 25 cm x 25 cm sebanyak 1 bibit per polybag. Media tanam yang digunakan adalah tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1 (w/w). Pemeliharaan bibit dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga yang meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan, dan pengendalian hama lain secara mekanis jika terdapat pada tanaman pepaya.
Identifikasi Serangga Uji
Sebelum dilakukan perbanyakan terhadap serangga uji, serangga terlebih dahulu diidentifikasi untuk memastikan bahwa serangga yang digunakan adalah Paracoccus marginatus. Serangga yang didapatkan dari lapangan dibuat menjadi preparat slide di Laboratorium Biosistematika Serangga dan kemudian diindentifikasi. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan memperhatikan bentuk morfologi dan mengacu pada buku Mealybugs of Central and South America (Williams & Granara de Willink 1992)
Pemeliharaan dan Perbanyakan Serangga Uji
6
dengan plastik mika silindris yang bagian atasnya berupa kasa. Hal ini dilakukan untuk menghindari serangan predator ataupun organisme pengganggu lain. Serangga P. marginatus hasil identifikasi dibiarkan berkembang biak hingga imago yang keluar pada generasi berikutnya mencapai jumlah yang mencukupi untuk digunakan dalam pengujian.
Penyiapan Cairan Sabun
Formulasi sabun yang digunakan dalam pengujian adalah sabun berbahan aktif natrium (Na) yang terdiri dari sabun krim, cair dan bubuk (detergent), sabun yang berbahan aktif potasium (kalium) berupa sabun mandi cair, dan detergent yang berbahan dasar lerak (Sapindus rarak). Masing-masing sediaan sabun tersebut diencerkan dengan menambahkan akuades hingga mendapatkan cairan sabun dengan konsentrasi masing-masing 0.05%, 0.1% dan 0.2% untuk kemudian diaplikasikan pada serangga uji.
Penyiapan Insektisida Nabati dan Sintetik
Insektisida nabati yang digunakan untuk pengujian adalah ekstrak metanol daun Piper retrofractum, daun Tephrosia vogelii dan biji Anonna squamosa yang merupakan koleksi Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Insektisida sintetik yang digunakan sebagai pembanding adalah insektisida berbahan aktif deltametrin 2.5 EC (Decis 25 EC) yang dibeli dari toko pertanian di desa Cibeureum, Kecamatan Dramaga, Bogor.
Metode Pengujian Uji Verifikasi
Uji verifikasi dilakukan terhadap hasil penelitian sebelumnya mengenai pengaruh penggunaan sabun terhadap pengendalian kutu putih pepaya. Pengujian dilakukan terhadap seluruh jenis sabun yang akan diuji dengan 5 kali ulangan dengan 1 serangga uji pada setiap ulangan untuk masing-masing konsentrasi pada setiap jenis sabun. Konsentrasi yang digunakan yaitu 0.05%, 0.1%, dan 0.2%. dengan metode semprot serangga pada daun. Imago P. marginatus disimpan di atas cawan petri yang telah dialasi tisu berwarna hijau dan daun pepaya sebagai pakan yang bagian ujungnya telah diberi kapas basah. Kemudian imago disemprot dengan menggunakan cairan sabun, setelah disemprot daun beserta imago kutu putih tersebut dipindahkan ke cawan lain yang juga telah dialasi dengan kertas tisu.
Perbedaan penggunaan cawan untuk penyemprotan dan penyimpanan selama pengamatan berlangsung dilakukan untuk mengurangi tingkat kelembaban pada cawan akibat kertas tisu yang basah terkena cairan semprot. Pengamatan dilakukan sebanyak 4 kali pada 0, 1, 3 dan 24 JSP terhadap peluruhan lilin untuk masing-masing ulangan. Perhitungan dilakukan dengan menghitung tingkat kejadian dan keparahan peluruhan lilin pada P. marginatus menggunakan rumus Townsend dan Heuberger (dalam Aripin et al. 2003)
�� =∑�,��=0� � ��� � �� � %
Dimana :
7 ni = Jumlah imago dari berbagai skor peluruhan
vi = Nilai dari setiap skor peluruhan N = Jumlah imago kutu putih yang diamati Z = Nilai numerik kategori yang tertinggi.
Kategori peluruhan yang digunakan terdiri dari 5 kategori dengan nilai 0-4 . Peluruhan lapisan lilin 0% diberi nilai 0 (Gambar 1a), 1%- 25% peluruhan diberi nilai 1 (Gambar 1b), 26% - 50% peluruhan diberi nilai 2 (Gambar 1c), sedangkan peluruhan lapisan lilin 51% - 75% diberi nilai 3 (Gambar 1d) dan peluruhan lapisan lilin sebesar 76% - 100% diberi nilai 4 (Gambar 1e). Hasil pengujian berupa jenis sabun dengan konsentrasi yang paling baik untuk meluruhkan lilin selama 24 jam setelah perlakuan (JSP).
Gambar 1 Kategori peluruhan lapisan lilin imago P. marginatus. Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan rentang konsentrasi insektisida nabati yang dapat mematikan serangga uji dalam kisaran lebih dari 0% tetapi kurang dari 100%. Masing-masing ekstrak kasar diencerkan menggunakan metanol dan Tween (5:1) dan akuades. Pengenceran ini dilakukan hingga mendapatkan cairan ekstrak dengan 5 konsentrasi yang berbeda, yaitu 0.01%, 0.1%, 0.5%, 1% dan 3%. Metode yang digunakan pada pengujian ini sama dengan metode pada uji verifikasi, yaitu semprot serangga pada daun dengan menggunakan cawan semprot dan cawan pengamatan yang berbeda. Jumlah ulangan yang digunakan untuk setiap konsentrasi adalah 5 ulangan dengan 10 imago pada masing-masing ulangan. Sebanyak 10 imago P. marginatus yang telah diinfestasikan pada cawan yang telah dialasi dengan kertas tisu hijau disemprot sebanyak 3 kali untuk setiap ulangan (volume ± 0.4 ml), serta dilakukan satu aplikasi kontrol pada 5 ulangan dengan menggunakan metanol Tween (5:1) dan akuades. Setiap perlakukan diamati pada 24, 48, dan 72 JSP dengan menghitung jumlah P. marginatus yang mati.
Hasil pengujian dianalisis dengan menggunakan program Polo PC untuk mengetahui LC25, LC50, LC75 dan LC95 pada pengamatan ke-72 jam setelah perlakuan untuk masing-masing ekstrak. Konsentrasi dari masing-masing hasil analisis LC tersebut digunakan pada pengujian-pengujian berikutnya.
Uji Aplikasi Sabun Sebelum Penyemprotan Insektisida Nabati (Aplikasi Berurutan)
Satu jenis sabun yang dianggap paling efektif berdasarkan hasil uji verifikasi diencerkan dengan menggunakan akuades hingga mencapai konsentrasi tertentu. Cairan sabun disemprotkan pada 10 ekor imago P. marginatus yang telah diinfestasikan pada potongan daun pepaya di dalam cawan yang telah dialasi kertas tisu, kemudian serangga uji yang telah diberi perlakuan dibiarkan selama 3 jam.
8
Setelah itu serangga uji kembali diberi perlakuan dengan penyemprotan menggunakan ekstrak tanaman yang telah diencerkan dengan menggunakan metanol Tween (5:1) dan akuades hingga mencapai konsentrasi hasil analisis LC25, LC50, LC75, dan LC95 dari uji pendahuluan. Serangga uji yang telah diberi perlakuan cairan sabun dan insektisida nabati kemudian diamati pada 24, 72, dan 48 JSP dengan menghitung jumlah serangga uji yang mati. Masing-masing perlakuan terdiri dari 5 kali ulangan dengan 10 serangga uji dan 1 perlakuan kontrol dengan jumlah ulangan dan serangga uji yang sama.
Uji Aplikasi Sabun yang Dikombinasikan dengan Insektisida Nabati
Uji kombinasi dilakukan dengan metode yang sama seperti pada pengujian aplikasi berurutan. Hanya saja pada uji kombinasi ini aplikasi atau penyemprotan sabun dan insektisida nabati tidak dilakukan pada waktu yang terpisah . Cairan sabun dikombinasikan dengan setiap jenis ekstrak tanaman yang berbeda yaitu P. retrofractum, T. vogelii dan A. squamosa . sehingga menghasilkan kombinasi cairan sabun + P. retrofractum, cairan sabun + A. squamosa, dan cairan sabun + T. vogelii. Konsentrasi cairan sabun yang digunakan dan masing-masing insektisida nabati sama seperti pada pengujian sebelumnya. Perlakuan dilakukan sebanyak 5 ulangan dengan 10 serangga uji dan 1 perlakuan kontrol. Tiap perlakuan diamati pada 24, 48 dan 72 JSP dengan menghitung jumlah serangga yang mati.
Uji Pembanding
Uji pembanding dilakukan dengan menggunakan insektisida sintetik berbahan aktif deltametrin. Uji pembanding ini dilakukan dengan konsentrasi tunggal yaitu 0.5 ml/l dengan 3 metode seperti pada perlakuan-perlakuan dengan menggunakan insektisida nabati, yaitu aplikasi insektisida sintetik tunggal, aplikasi insektisida sintetik setelah sabun, dan aplikasi insektisida sintetik yang dikombinasikan dengan sabun. Konsentrasi sabun yang digunakan pada pengujian ini sama seperti konsentrasi pada pengujian sebelumnya dengan 5 kali ulangan dan 10 serangga uji. Pengamatan dilakukan pada 24, 48 dan 72 JSP dengan menghitung jumlah serangga yang mati.
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Serangga Uji
Serangga uji yang didapatkan dari lapangan untuk diidentifikasi memiliki ciri morfologi yang sama berdasarkan buku Mealybugs of Central and South America (Williams & Granara de Willink 1992). Permukaan tubuh kutu ini ditutupi oleh lilin berwarna putih yang merupakan hasil sekresi dari tubuhnya. Imago betina memiliki panjang tubuh 2.5 mm. Panjang antena kurang lebih 310 – 370 µm dengan jumlah segmen 8. Pada bagian tepi terdapat rangkaian filamen lilin pendek di sepanjang bagian tepi tubuh dan terdapat kantung telur (ovisac) pada bagian posterior tubuh betina dewasa. Menurut Miller & Miller (2002) kantung telur dibentuk di bagian ventral posterior tubuh betina dewasa. Bentuk diagram tubuh imago betina terdapat pada Gambar 2a-d.
Gambar 2 Imago betina P. marginatus. Sumber: Miller dan Miller (2002) (a). Imago betina hasil identifikasi dari lapang (b), antena 8 segmen (c) dan bagian tungkai tengah (d).
Selain dengan membuat preparat slide dan pengamatan di bawah mikroskop, identifikasi P. marginatus juga dapat dilakukan dengan cara memasukkan P. marginatus ke dalam alkohol 70%. Tubuh P. marginatus akan berubah warna menjadi hitam setelah dimasukkan ke dalam alkohol 70% dan hal ini hanya spesifik terjadi pada kutu putih P. marginatus, sehingga dapat dijadikan suatu alternatif cepat untuk mengidentifikasi P. marginatus.
Pengaruh Sabun terhadap Peluruhan Lapisan Lilin Imago P. marginatus
10
dengan cairan sabun mandi cair dan 40% pada perlakuan dengan menggunakan cairan lerak. Perlakuan dengan menggunakan sabun mandi cair 0.10% hanya mampu meluruhkan sebesar 15%. Tingkat peluruhan oleh sabun mandi cair ini merupakan tingkat peluruhan terendah dan tidak berbeda nyata dengan tingkat peluruhan yang disebabkan oleh perlakuan dengan sabun cair pada konsentrasi 0.05%, yaitu sebesar 20%.
Tabel 1 Pengaruh sabun terhadap peluruhan lapisan lilin pada imago P. marginatus
a
Persen peluruhan lapisan lilin pada 24 jam setelah perlakuan. Persentase peluruhan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Seluruh cairan sabun mampu menyebabkan peluruhan pada 0 jam setelah perlakuan, meskipun tingkat peluruhan yang ditimbulkan masih sangat rendah. Pada jam pertama setelah perlakuan, peningkatan peluruhan lapisan lilin belum terlihat secara signifikan dan rata-rata tingkat peluruhan lapisan lilin oleh masing-masing cairan sabun mulai terlihat meningkat secara signifikan pada jam ke-3 pengamatan setelah perlakuan hingga jam ke-24 setelah perlakuan. Sabun cair tidak menunjukkan perbedaan tingkat peluruhan yang nyata dari ketiga konsentrasi yang
11 peluruhan yang hampir sama, sedangkan tingkat peluruhan pada konsentrasi 0.2% meningkat secara signifikan. Imago yang diberi perlakuan dengan konsentrasi 0.05% tidak mengalami pengingkatan peluruhan lapisan lilin hingga jam ke-24 pengamatan (Gambar 3a).
Gambar 3 Tingkat peluruhan lapisan lilin imago P. marginatus dengan menggunakan sabun cair (a), sabun krim (b), sabun bubuk (c), sabun mandi cair (d) dan lerak (e). JSP: Jam setelah pengamatan
Pola perkembangan peluruhan yang sama terjadi pada perlakuan dengan menggunakan sabun krim dan sabun bubuk yang ditunjukkan pada Gambar 3b dan 3c. Perlakuan dengan menggunakan sabun mandi cair menunjukkan hasil yang kurang baik. Konsentrasi terendah dan tertinggi pada sabun mandi cair memiliki tingkat peluruhan yang sama pada 24 JSP, meskipun pada 0 JSP, sabun mandi cair
12
dengan konsentrasi 0.2% masih menunjukkan tingkat peluruhan yang lebih tinggi dibandingkan konsentrasi yang lebih rendah (Gambar 3d).
Perlakuan dengan menggunakan lerak menunjukkan hasil yang berbeda dengan perlakuan lainnya, konsentrasi terendah dari lerak mampu mengakibatkan peluruhan yang paling tinggi, sedangkan tingkat peluruhan terendah pada perlakuan ini diakibatkan oleh konsentrasi tertinggi yang digunakan yaitu 0.2% (Gambar 3e).
Gejala meluruhnya lapisan lilin yang terlihat adalah semakin menipisnya lilin pada permukaan tubuh imago P. marginatus, sehingga permukaan tubuh akan tampak berwarna kekuningan. Selain itu, tidak terdapat sisa-sisa lilin di sekitar imago, karena lilin-lilin tersebut telah larut bersama cairan sabun yang diaplikasikan. Seluruh perlakuan kontrol tidak menunjukkan adanya gejala peluruhan lapisan lilin dan lilin di permukaan tubuh P. marginatus masih tampak utuh dan tebal hingga pengamatan ke 24 JSP.
Tingkat peluruhan lapisan lilin akibat perlakuan sabun cair menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan dengan jenis sabun lainnya pada konsentrasi dan waktu pengamatan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa sabun cair lebih efektif untuk meluruhkan lapisan lilin imago P. marginatus dibandingkan dengan jenis sabun lainnya. Sehingga sabun cair dengan konsentrasi 0.2% dipilih untuk digunakan pada pengujian-pengujian selanjutnya.
Pengaruh Tiga Jenis Ekstrak terhadap Mortalitas Imago P. marginatus
Secara umum, ketiga jenis ekstrak yang digunakan mampu mengakibatkan mortalitas hingga lebih dari 50% pada konsentrasi diatas 0.01%. Pada konsentrasi tertinggi yang digunakan untuk setiap ekstrak, yaitu 3% pada ekstrak T. vogelii, P. retrofratum dan A. squamosa mengakibatkan mortalitas secara berturut-turut sebesar 98%, 100% dan 100%, sedangkan pada konsentrasi terendah yang digunakan yaitu 0.01% masing-masing ekstrak hanya mampu mengakibatkan mortalitas secara berturut-turut sebesar 46%, 62% dan 18% pada 72 JSP (Tabel 2). Masing-masing jenis ekstrak mampu menimbulkan kematian sejak hari pertama perlakuan meskipun konsentrasi yang diaplikasikan rendah dan mortalitas imago P. marginatus terus meningkat hingga pengamatan ke-3 pada 72 JSP, sedangkan perlakuan kontrol yang hanya menggunakan Metanol dan Tween (5:1) dan akuades tidak mengakibatkan kematian hingga pengamatan ke-3 pada 72 JSP. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan tidak memberikan pengaruh buruk terhadap imago P. marginatus.
13 Tabel 2 Pengaruh tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago betina
P. marginatus
aJSP: Jam setelah perlakuan
Tabel 3 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago betina P. marginatus
aa:intersep regresi probit. b: kemiringan regresi probit. JSP: Jam setelah perlakuan
Gejala yang terlihat setelah perlakuan dengan metode semprot serangga pada daun adalah adanya lilin-lilin baru yang muncul pada 72 JSP setelah sebelumnya
14
sempat meluruh akibat perlakuan, namun lilin yang baru muncul ini bentuknya tidak beraturan dan menggumpal-gumpal (Gambar 4a), kemudian terganggunya pembentukan kantung telur. Telur-telur yang muncul setelah imago mengalami perlakuan tidak ditutupi oleh kantung telur berwarna putih (Gambar 4b ) . Kantung telur tersebut merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh imago betina terhadap telur yang diletakkan oleh imago agar telur-telur tersebut terlindung dari berbagai ancaman . Selain itu, pada serangga uji yang mati terjadi perubahan warna tubuh menjadi lebih gelap, yaitu coklat pada awal pengamatan dan menghitam serta mengering pada akhir pengamatan (Gambar 4c). Seluruh gejala ini muncul pada setiap perlakuan esktrak dan bukan merupakan gejala yang spesifik dari satu jenis ekstrak tanaman yang digunakan.
Tabel 4 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak terhadap mortalitas imago betina P. marginatus pada pengamatan 72 jam setelah perlakuan (JSP)
Parameter Konsentrasi pada Ekstrak
T. vogelii P. retrofractum A. squamosa
LC25
Gambar 4 Gejala yang terjadi akibat perlakuan ekstrak tanaman pada pengamatan 72 JSP. →: Gejala. - - → : bagian anterior serangga.
Efektivitas Ekstrak Tanaman yang Dikombinasikan dengan Sabun dan Setelah Aplikasi Sabun
Konsentrasi sabun cair yang digunakan pada pengujian adalah 0.2% berdasarkan uji peluruhan terhadap lapisan lilin imago P. marginatus, sedangkan konsentrasi ekstrak yang digunakan berbeda untuk setiap jenis ekstrak. Konsentrasi yang digunakan pada pengujian dengan ekstrak T. vogelii adalah 0.004%, 0.02%,
a b
15
a b
c
0.1% dan 0.5% , untuk ekstrak P. retrofractum adalah 0.001%, 0.007%, 0.1% dan 0.5%, dan pengujian dengan A. squamosa menggunakan konsentrasi ekstrak sebesar 0.015%, 0.042%, 0.113% dan 0.5%. Perbedaan penggunaan konsentrasi ekstrak ini berdasarkan hasil analisis LC25, LC50, LC75 dan LC95 data kematian 72 JSP pada pengujian pengaruh ekstrak terhadap mortalitas imago P. marginatus.
Secara umum kombinasi antara sabun dan masing-masing insektisida nabati memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk menyebabkan kematian pada imago P. marginatus dibandingkan dengan penggunaan sabun sebelum aplikasi insektisida nabati pada masing-masing konsentrasi yang sama. Persentase kematian tertinggi terjadi pada penggunaan ekstrak A. squamosa 0.5%, baik yang dikombinasikan dengan sabun cair maupun aplikasi yang dilakukan setelah penyemprotan sabun cair, tingkat kematian tersebut berturut-turut adalah sebesar 90% dan 94%, sedangkan persentase kematian terendah dengan menggunakan 2 metode tersebut terjadi pada penggunaan ekstrak P. retrofractum 0.001% yaitu sebesar 30% pada aplikasi ekstrak yang bersamaan dengan sabun cair dan 62% pada aplikasi yang dilakukan setelah penyemprotan sabun cair (Gambar 5) .
Gambar 5 Efektivitas penggunaan sabun dan ekstrak T. vogelii (a), P. retrofractum (b) dan A. squamosa (c) terhadap mortalitas imago P. marginatus. Penggunaan sabun dalam aplikasi masing-masing ekstrak cukup mempengaruhi kerja ekstrak dalam menyebabkan kematian pada imago P. marginatus. Secara umum setiap konsentrasi ekstrak dapat memberikan pengaruh yang lebih tinggi dari hasil analisis lethal concentration (LC) dengan adanya peranan sabun, meskipun pada konsentrasi LC95 persentase kematian yang ditimbulkan lebih rendah dari hasil perkiraan dengan adanya peranan sabun.
16
Tabel 5 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak dan sabun cair 0.2% terhadap mortalitas imago betina P. marginatus
aa:intersep regresi probit. b: kemiringan regresi probit.»:aplikasi ekstrak setelah penyemprotan
sabun cair 0.2%
Nilai LC50 perlakuan setiap jenis ekstrak tunggal lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak yang diaplikasikan dengan sabun maupun setelah penyemprotan sabun. Sehingga dapat dikatakan bahwa sabun memiliki peranan yang cukup penting dalam meningkatkan toksisitas suatu ekstrak tumbuhan. Penduga parameter toksisitas dari masing-masing perlakuan untuk setiap ekstrak dapat dilihat pada Tabel 5. Gejala yang muncul akibat kedua metode perlakuan ini relatif sama dengan gejala yang muncul akibat perlakuan dengan ekstrak tunggal. Imago P. marginatus yang diberi perlakuan mengalami gangguan pada pembentukan lapisan liin dan kantung telur, serta terjadi perubahan warna tubuh menjadi lebih gelap dan mengering (Gambar 6a-c).
Gambar 6 Gejala pada imago P. marginatus akibat perlakuan ekstrak dan sabun cair 0.2% yang diamati pada 72 JSP.
Pengujian dengan menggunakan berbagai jenis insektisida nabati ini jauh lebih efektif dibandingkan dengan pengujian dengan menggunakan insektisida sintetik dalam skala laboratorium, baik dengan perlakuan tunggal masing-masing
Jenis Ekstrak a ± GBa b ± GBa LD50 (%) LD95 (%) T. vogelii +
sabun cair 0.2% 0.891 ± 0.192 0.412 ± 0.119 0.006 67.590 Sabun cair 0.2% »
T. vogeliia 1.501 ± 0.243 0.345 ± 0.148 0.00004 2.540
P. retrofractum +
Sabun cair 0.2% 0.946 ± 0.163 0.413 ± 0.818 0.005 49.094 sabun cair 0.2% »
P. retrofractuma 1.169 ± 0.178 0.277 ± 0.862 0.00007 56.102
A. squamosa +
Sabun cair 0.2% 1.712 ± 0.253 1.218 ± 0.191 0.039 0.880 sabun cair 0.2% »
A. squamosaa 1.635 ± 0.301 0.252 ± 0.233 0.000 1.095
17 jenis insektisida maupun dengan peranan sabun dalam aplikasi masing-masing insektisida. Insektisida sintetik yang digunakan sebagai uji pembanding adalah insektisida yang berbahan aktif deltametrin 2.5 EC (Decis 25 EC).
Konsentrasi insektisida sintetik yang digunakan dalam uji pembanding adalah 0.5 ml/l dan tingkat kematian imago P. marginatus pada aplikasi tunggal hanya mencapai 10%, sedangkan aplikasi yang dikombinasikan dengan sabun hanya mencapai 20% dan aplikasi yang dilakukan setelah sabun cair hanya mencapai 40%. Tingkat kematian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan tingkat kematian yang diakibatkan oleh seluruh ekstrak tanaman pada setiap jenis aplikasi, yaitu tunggal, bersamaan dengan sabun dan setelah aplikasi sabun pada konsentrasi yang relatif sama bahkan jauh lebih rendah.
Pembahasan Umum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh jenis sabun mampu meluruhkan lilin pada permukaan tubuh imago P. marginatus dengan tingkat peluruhan yang berbeda-beda. Dalam penelitian digunakan sabun dengan tiga jenis bahan dasar berbeda, yaitu sabun cair, sabun krim dan sabun bubuk yang berbahan dasar natrium, kemudian sabun mandi cair yang berbahan dasar kalium dan detergent lerak yang berasal dari buah lerak. Dari ketiga jenis bahan dasar sabun tersebut, sabun dengan bahan natrium memiliki tingkat keefektifan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sabun dengan bahan dasar kalium dan lerak. Berdasarkan hasil analisis Duncan dengan taraf kepercayaan 95%, tingkat kefektifan sabun dalam meluruhkan lapisan lilin berturut-turut adalah sabun cair yang tidak berbeda nyata dengan sabun krim, sabun bubuk, sabun mandi cair dan lerak dilihat pada tingkat konsentrasi 0.20% untuk masing-masing jenis sabun.
Tingkat keefektifan yang berbeda dari jenis sediaan sabun ini dipengaruhi oleh proses pembuatan masing-masing sabun. Menurut Ophardt (2003) sabun yang dibuat dengan menggunakan NaOH biasa dikenal dengan jenis sabun keras. Sabun keras merupakan sabun yang dibuat dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari minyak atau lemak dengan kualitas rendah dan mengandung sedikit alkali, namun tidak menyebabkan iritasi pada kulit, kelompok sabun ini biasa digunakan untuk mencuci pakaian dan piring, sedangkan sabun yang dibuat dengan menggunakan KOH biasa dikenal dengan jenis sabun lunak. Sabun lunak ini diproduksi dengan menggunakan bahan baku dari minyak atau lemak terbaik dan mengandung alkali bebas, biasa digunakan untuk sabun mandi.
Jenis sabun yang dibuat dengan menggunakan NaOH memiliki tingkat peluruhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan KOH karena menurut Wade & Waller (1994), natrium hidroksida (NaOH) merupakan salah satu jenis alkali (basa) kuat yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan organik yang halus. NaOH memiliki bentuk berupa butiran padat berwarna putih dan memiliki sifat higroskopis atau mampu menyerap molekul air dari lingkungannya dengan baik. Seluruh jenis ekstrak yang digunakan dalam pengujian mampu menimbulkan kematian pada serangga uji dengan tingkat kefektifan yang berbeda-beda. Berdasarkan nilai LC95 , urutan kefektifan ekstrak dalam mematikan imago P.
18
pada perlakuan tunggal, ekstrak A. squamosa juga lebih efektif untuk diaplikasikan bersamaan dengan sabun cair 0.2% dan setelah sabun cair 0.2%.
Perlakuan ekstrak pada imago P. marginatus setelah aplikasi sabun lebih efektif dibandingkan dengan aplikasi ekstrak yang bersamaan dengan cairan sabun. Pada konsentrasi ekstrak 0.1%, kombinasi dengan sabun mampu meningkatkan persentase kematian sebesar 1.1 kali pada T. vogelii, 1.03 kali pada P. retrofractum dan 1.12 kali pada A. squamosa, sedangkan pada aplikasi ekstrak setelah penyemprotan sabun, persentase kematian dapat meningkat sebesar 1.5 kali pada T. vogelii, 1.25 kali pada P. retrofractum dan 1.3 kali pada A. squamosa. Hal ini disebabkan karena ketika imago P. marginatus telah disemprot dengan cairan sabun, maka lapisan lilinnya akan meluruh dan menyebabkan kutikula atau permukaan tubuhnya tidak memiliki perlindungan diri. Sehingga ketika imago P. marginatus kembali disemprot dengan ekstrak, cairan ekstrak dapat langsung mengenai kutikula P. marginatus tanpa adanya halangan dari lapisan lilin yang merupakan bentuk pertahanan diri P. marginatus.
Konsentrasi sabun yang digunakan tidak menyebabkan kematian pada imago P. marginatus, namun hanya menyebabkan peluruhan lapisan lilin pada kondisi laboratorium dalam waktu 24 jam dan tidak menimbulkan fitotoksisitas pada daun yang dipotong selama pengamatan dilakukan. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya perbedaan warna maupun perubahan daun antara daun kontrol dan daun yang diberi perlakuan. Gejala yang ditimbulkan akibat aplikasi ini adalah terganggunya proses pembentukan lilin dan kantung telur, serta warna tubuh P. marginatus yang mati berubah menjadi hitam dan mengering.
Hal tersebut berkaitan dengan cara kerja bahan aktif dari masing-masing ekstrak yang digunakan dalam pengujian. Senyawa aktif ekstrak P. retrofractum termasuk kedalam kelompok piperamida yang memiliki dua aktivitas biologi, yaitu kelompok senyawa yang mengandung gugus metilendioksifenil yang bekerja sebagai penghambat enzim sitokrom P450 (Scott et al. 2008). Enzim ini berperan dalam mengoksidasi berbagai jenis senyawa racun dari luar tubuh dan limbah metabolisme di dalam tubuh, sehingga apabila aktivitasnya terganggu dapat menekan penguraian senyawa racun dalam tubuh serangga tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Jenis sabun yang paling efektif digunakan adalah sabun cair 0.2% dan seluruh ekstrak yang diuji dapat mengakibatkan kematian pada serangga uji. Keefektifan ekstrak tanaman yang diaplikasikan setelah penyemprotan sabun lebih tinggi dibandingkan ekstrak tanaman yang diaplikasikan bersamaan dengan sabun. Peningkatan keefektifan ekstrak tanaman yang diaplikasikan bersamaan dengan sabun tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan ekstrak tanaman yang diaplikasikan secara tunggal. Konsentrasi insektisida yang lebih rendah dari aplikasi tunggal, mampu menimbulkan persentase mortalitas yang lebih tinggi pada aplikasi yang dikombinasikan dengan sabun atau setelah penggunaan sabun. Sabun dan insektisida cukup efektif untuk digunakan dalam pengendalian P. marginatus.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Amarasekare GK. 2008. Life history of papaya mealybug (Paracoccus marginatus) and the effectiveness of three introduced parasitoids (Acerophagus papaya, Anagyrus loecki, and Pseudleptomastix Mexicana) [disertasi]. Grainesville (US): University of Florida.
Aripin K, Lubis L, Zulnayayati. 2003. Pengaruh jenis tanah terhadap serangan jamur akar putih (Rigidoporus microporus) (Swartzt: FR) Van Ov pada tanaman karet [Internet]. [diunduh 2012 Nov 28]. Tersedia pada: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1121/3/hptkasmal1. pdf.txt. Dadang, Prijono D. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengem-bangan. Bogor (ID): Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.
Dewi RS. 2010. Keefektifan ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap Paracoccus marginatus dan Tetranychus sp. pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hollingworth RM. 2001. Inhibitors and uncouplers of mitrochondrial oxidative phosphorylation. Di dalam: Krieger R, Doull J, Ecobichon D, Gammon D, Hdgson etal., editor. Handbook of Pesticide Toxicology. Vol 2. San Diego (US): Academic Press. hlm 1169-1227.
Ivakdalam ML. 2010. Dampak ekonomi serangan hama asing invasif Paracoccus marginatus (Hemiptera : Pseudococcidae) pada usaha tani papaya di Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Miller DR, Miller GL. 2002. Redescription of Paracoccus marginatus Williams and Grana de Willink (Hemiptera: Coccidea: Pseudococcidae), including description of the immaturestages and adult male. Proceedings of the
Ophardt EC. 2003. Soap. Virtual Chembook [Internet]. [ diunduh 2012 Nov 19]. Tersedia pada: http://elmhurst.edu/-chm/vchembook/554soap.html.
Pantoja A, Edwin A, Jorge P, Wilfredo R. 2006. Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Homoptera:Pseudococcidae) affecting papaya in puerto rico. Journal Agriculture University of Puerto Rico 91(3-4):223-335. Rizwan M. 2011. Survey pengetahuan, sikap, dan tindakan petani pepaya terhadap
organisme pengganggu tanaman di Kecamatan Rancabungur dan Desa Bojong Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
21 Saryanah NA. 2008. Toksisitas campuran ekstrak Piper retrofractum Vahl. (Piperaceae) dan Tephrosia vogelii Hook. F. (Leguminosae) terhadap larva Croccidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Scott IM, Jensen HR, Philogene BJR, Arnason JT. 2008. Piper spp. (Piperaceae) phytochemistry, insecticidal activity and mode of action. Phytocem Rev 7: 65-75.
Stoffels K. September 2008. Soap nut saponins create powerful natural surfactant. Personal care magazine [internet]. [diunduh pada 2012 Nov 13]. Tersedia pada: http://www.personalcaremagazine.com/print. aspx?story=4352.
Thamrin A, Asikin S, Mukhlis, Budiman A. 2005. Potensi ekstrak flora lahan rawa sebagai pestisida nabati [internet]. [diunduh pada 2012 Agst 18]. Tersedia pada:http://balittas.litbang.deptan.go.id/ind/images/jarakpagar/pengendalian. pdf.
Wade A, Waller. 1994. Handobook of Pharmareutical Excipients. Second Edition. Whasington (US): The American Pharmareutical Association.
Walker A, Hoy M, Meyerdirk D. 2003. Papaya mealybug (Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Insecta: Hemiptera: Pseudococcidae) [internet]. [diunduh 2012 Nov 15]. Tersedia pada: http://entomology.ifas.ufl.edu/creatures.
Williams DJ, Granara de Willink MC. 1992. Mealybugs of Central and South America. Wallingford (US): CAB International.
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Wulan RDR. 2008. Aktivitas insektisida ekstrak daun Tephrosia vogelii Hook. F.
(Leguminosae) terhadap larva Croccidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: pyralidae) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pengaruh sabun terhadap peluruhan lapisan lilin pada imago P. marginatus
aJSP: Jam setelah peluruhan
Jenis sabun
Konsentrasi (%)
Tingkat peluruhan pada waktu pengamatan (%)
0 JSPa 1 JSPa 3 JSPa 24 JSPa Cair
0.05 10 15 20 20
0.10 5 20 20 50
0.20 20 25 60 85
Krim
0.05 25 40 40 35
0.10 20 30 40 45
0.20 35 55 70 70
Bubuk
0.05 35 45 60 30
0.10 45 50 60 60
0.20 50 55 60 75
Mandi Cair
0.05 25 35 45 55
0.10 30 30 30 15
0.20 50 50 50 55
Lerak
0.05 30 65 70 75
0.10 25 50 50 50
23
24
25
26
Lampiran 5 Mortalitas aplikasi ekstrak T. vogelii yang dikombinasikan dengan sabun cair 0.2%
aKontrol : Perlakuan dengan menggunakan metanol dan Tween (5:1) ditambah
dengan akuades, tanpa penambahan eksrak kasar dan sabun cair.
27
Lampiran 6 Mortalitas aplikasi ekstrak P. retrofractum yang dikombinasikan dengan sabun cair 0.2%
aKontrol : Perlakuan dengan menggunakan metanol dan Tween (5:1) ditambah
dengan akuades, tanpa penambahan eksrak kasar dan sabun cair.
28
Lampiran 7 Mortalitas aplikasi ekstrak A. squamosa yang dikombinasikan dengan sabun cair 0.2%
aKontrol : Perlakuan dengan menggunakan metanol dan Tween (5:1) ditambah
dengan akuades, tanpa penambahan eksrak kasar dan sabun cair.
29
Lampiran 8 Tingkat rata-rata mortalitas P. marginatus pada aplikasi ekstrak yang dikombinasikan dengan sabun cair 0.2%
Jenis ekstrak Konsentrasi
Tingkat mortalitas pada pengamatan ke- (%) 24 JSP 48 JSP 72 JSP T. vogelii + sabun
cair 0.2%
Kontrola 0 0 0
0.004 32 36 44
0.02 44 60 62
0.1 42 58 66
0.5 60 72 78
P. retrofractum + sabun cair 0.2%
Kontrola 0 0 0
0.001 6 24 30
0.007 38 42 64
0.1 34 52 70
1.5 58 72 82
A. squamosa + sabun cair 0.2%
Kontrola 0 0 0
0.015 4 18 34
0.042 22 34 42
0.113 46 70 78
0.5 58 88 90
aKontrol : Perlakuan dengan menggunakan metanol dan Tween (5:1) ditambah dengan
30
Lampiran 9 Mortalitas P. marginatus pada aplikasi ekstrak T. vogelii setelah sabun cair 0.2%
aKontrol : Perlakuan dengan menggunakan metanol dan Tween (5:1) ditambah
dengan akuades tanpa ekstrak kasar, setelah aplikasi akuades tanpa sabun cair.
31
Lampiran 10 Mortalitas P. marginatus pada aplikasi ekstrak P. retrofractum setelah sabun cair 0.2%
aKontrol : Perlakuan dengan menggunakan metanol dan Tween (5:1) ditambah
dengan akuades tanpa ekstrak kasar, setelah aplikasi akuades tanpa sabun cair.
32
Lampiran 11 Mortalitas P. marginatus pada aplikasi ekstrak A. squamosa setelah sabun cair 0.2%
aKontrol : Perlakuan dengan menggunakan metanol dan Tween (5:1) ditambah
dengan akuades tanpa ekstrak kasar, setelah aplikasi akuades tanpa sabun cair.
33
Lampiran 12 Tingkat rata-rata mortalitas P. marginatus pada aplikasi sabun cair 0.2% yang diikuti dengan aplikasi ekstrak
Jenis ekstrak Konsentrasi
aKontrol : Perlakuan dengan menggunakan metanol dan Tween (5:1) ditambah dengan
akuades tanpa ekstrak kasar, setelah aplikasi akuades tanpa sabun cair.
Lampiran 13 Tingkat rata-rata mortalitas imago P. marginatus pada perlakuan sabun cair 0.2% dan Decis 25 EC
aKontrol : Perlakuan dengan menggunakan akuades, tanpa decis dan sabun cair
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 14 Januari 1992 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Asnan dan Ibu Sunarsih. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 5 Bogor pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Selekesi Masuk IPB (USMI).