• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kepemimpinan Ulama terhadap Politik Lokal berdasarkan Stratifikasi Sosial Masyarakat Pedesaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kepemimpinan Ulama terhadap Politik Lokal berdasarkan Stratifikasi Sosial Masyarakat Pedesaan"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEPEMIMPINAN ULAMA TERHADAP

POLITIK LOKAL BERDASARKAN STRATIFIKASI SOSIAL

MASYARAKAT PEDESAAN

MARWAH RAHAYU MUSTAQIM

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kepemimpinan Ulama terhadap Politik Lokal berdasarkan Stratifikasi Sosial Masyarakat Pedesaan adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

(4)

ABSTRAK

MARWAH RAHAYU MUSTAQIM. Pengaruh Kepemimpinan Ulama terhadap Politik Lokal berdasarkan Stratifikasi Sosial Masyarakat Pedesaan. Dibimbing oleh SOFYAN SJAF.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh kepemimpinan ulama terhadap politik lokal berdasarkan stratifikasi sosial masyarakat pedesaan (lapisan atas, menengah, dan bawah). Adapun kepemimpinan ulama yang dilihat adalah tingkat loyalitas, tingkat pengaruh, serta tingkat kepercayaan. Sementara itu politik lokal dalam penelitian ini meliputi aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek politik. Penelitian dilakukan di dua lokasi yang berbeda, yaitu Desa Karang Tengah Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor dan Desa Ciaruteun Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif menggunakan kuisioner serta panduan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan bahwa kepemimpinan ulama pada masyarakat lapisan atas, menengah, dan bawah di Desa Karang Tengah lebih dominan oleh peran ulama dalam aspek sosial dan ekonomi. Sedangkan di Desa Ciaruteun Udik kepemimpinan ulama pada masyarakat lapisan atas, menengah dan bawah peran ulama tidak hanya dalam aspek sosial dan ekonomi, melainkan juga berperan dalam aspek politik

Kata Kunci: kepemimpinan ulama, politik lokal, stratifikasi sosial masyarakat pedesaan

ABSTRACT

MARWAH RAHAYU MUSTAQIM. Ulama Leadership influence Local Political Based on Social Stratification of Rural Communities. Supervised by SOFYAN SJAF.

This study aims to analyze how much influence of local politics ulama to rural communities based on social stratification (upper, middle and bottom layer). The clerical leadership is seen from the level of loyalty, level of influence, as well as the level influence. The research was conducted in two different locations, namely Karang Tengah Village Babakan Madang subdistrict Bogor regency, and Ciaruteun Udik village Cibungbulang subdistrict Bogor regency.this study was conducted using quantitative and qualitative using questionnaires and in depth interview guide. The result showed that the clerical leadership in the upper, middle, and bottom layer at Karang Tengah village are dominated by the role af ulama in the social and economic aspects. While at Ciaruteun Udik village, the clerical leadership on the upper, middle, and bottom layer, not just the role of ulama in the social and economic aspect but also on the political aspecst.

(5)

MARWAH RAHAYU MUSTAQIM

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN

PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

PENGARUH KEPEMIMPINAN ULAMA TERHADAP

POLITIK LOKAL BERDASARKAN STRATIFIKASI SOSIAL

(6)
(7)

Nama Marwah Rahayu Mustaqim

NIM 134090067

Disetujui oleh

Pembimbing

o Adiwibowo MS

-

Ketua Departemen

rr

8 JUL 2013

(8)

`

Judul Skripsi : Pengaruh Kepemimpinan Ulama terhadap Politik Lokal berdasarkan Stratifikasi Sosial Masyarakat Pedesaan Nama : Marwah Rahayu Mustaqim

NIM : I34090067

Disetujui oleh

Dr Sofyan Sjaf Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Pengaruh Kepemimpinan Ulama terhadap Politik Lokal Berdasarkan Stratifikasi Sosial Masyarakat Pedesaan. Skripsi ini ditujukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Penyelesaian Skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin ngucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian Skripsi ini.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr Sofyan Sjaf selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak inspirasi dan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Ayahanda H. Sirod Mustaqim (Alm), H. Iyus Kusmana (Alm) dan ibunda Hj. Titi Aisyah serta adik M. Fajar Arafah Mustaqim atas segala doa dan dukungan kepada peneliti. Amli Ramadana Harahap yang selalu setia mendengarkan keluh kesah dan memberi semangat kepada peneliti. Sepupu tercinta yang selalu setia menemani Arimi Susilawati. Sahabat-sahabat yang selalu memberi semangat Amy, Melisa Anjani, Lansa S, Lita Latifah, Inka Nurman, Umem, Qiki, Heri Vanderdon, Melisa Asriani, Dea risky k, Bunga Syarah, Tanti Ningsih, Randy Ilyas, Yandra Azhari, dan semua kawan kawan seperjuangan SKPM yang tidak saya sebutkan satu persatu. Tidak lupa juga saya ucapkan terimakasih kepada KH Mukti Ali dan KH Mukhtar yang telah banyak membantu peneliti dengan sangat baik.

Bogor, Juli 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

PENDEKATAN TEORETIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Kerangka Pemikiran 13

Hipotesis 14

Definisi Operasional 14

METODE PENELITIAN 17

Lokasi dan Waktu 17

Teknik Sampling 17

Teknik Pengumpulan Data 18

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 18

KARAKTERISTIK LOKASI PENELITIAN 21

Kondisi Desa 21

Geografis 21

Sosial Ekonomi 22

Karakteristik Responden 25

Profil Singkat Ulama 27

KEKUATAN ULAMA BERDASARKAN STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT

33 Tingkat Loyalitas Masyarakat terhadap Ulama 33 Tingkat Pengaruh Ulama terhadap Masyarakat 36 Tingkat kepercayaan Masyarakat terhadap Ulama 38

PERAN ULAMA TERHADAP POLITIK LOKAL 41

Peran Ulama terhadap Masyarakat dalam Aspek Sosial 41 Peran Ulama terhadap Masyarakat dalam Aspek ekonomi 43 Peran Ulama terhadap Masyarakat dalam Aspek politik 45 HUBUNGAN ANTARA KEKUATAN ULAMA TERHADAP

POLITIK LOKAL

49 Hubungan antara Kekuatan Ulama terhadap Politik Lokal pada

Masyarakat Lapisan Atas

49 Hubungan antara Kekuatan Ulama terhadap Politik Lokal pada

Masyarakat Lapisan Menengah

51 Hubungan antara Kekuatan Ulama terhadap Politik Lokal pada

Masyarakat Lapisan Bawah

54

SIMPULAN DAN SARAN 57

DAFTAR PUSTAKA 59

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jarak dan waktu tempuh desa penelitian ke pusat pemerintahan 20 2 Luas wilayah desa penelitian menurut penggunaan 22 3 Jumlah dab persentase penduduk berdasarkan jenis kelamin 23 4 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan 23

5 Jumlah lembaga pendidikan 24

6 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan mata pencaharian 24 7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin 25 8 Jumlah dan persentase responden masyarakat berdasarkan usia 25 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan 26 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan 26 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan 26

12 Data karakteristik ulama 27

13 Data rekapitulasi peraihan suara PILGUB Jawa Barat 2013 Desa Karang Tengah

30 14 Data rekapitulasi peraihan suara PILGUB Jawa Barat 2013 Desa

Ciaruteun Udik

32 15 Tingkat loyalitas masyarakat Desa Karang Tengah dan Ciaruteun Udik 34 16 Tingkat loyalitas masyarakat Desa Karang Tengah berdasarkan

stratifikasi kelas sosial

34 17 Tingkat loyalitas masyarakat Desa Ciaruteun Udik berdasarkan

stratifikasi kelas sosial

35 18 Tingkat pengaruh ulama terhadap masyarakat Desa Karang Tengah dan

Ciaruteun Udik

36 19 Tingkat pengaruh ulama terhadap masyarakat Desa Karang Tengah 37 20 Tingkat pengaruh ulama terhadap masyarakat Desa Ciaruteun Udik 37 21 Tingkat kepercayaan masyarakat Desa Karang Tengah dan Ciaruteun

Udik

38 22 Tingkat kepercayaan masyarakat Desa Karang Tengah 39 23 Tingkat kepercayaan masyarakat Desa Ciaruteun Udik 39 24 Peran ulama dalam aspek sosial di Desa Karang Tengah dan Ciaruteun

Udik

41 25 Peran ulama dalam aspek sosial masyarakat Desa Karang Tengah 42 26 Peran ulama dalam aspek sosial masyarakat Desa Ciaruteun Udik 43 27 Peran ulama dalam aspek ekonomi masyarakat Desa Karang Tengah dan

Ciaruteun Udik

43 28 Peran ulama dalam aspek ekonomi masyarakat Desa Karang Tengah 44 29 Peran ulama dalam aspek ekonomi masyarakat Desa Ciaruteun Udik 44 30 Peran ulama dalam aspek politik masyarakat Desa Karang Tengah 45 31 Peran ulama dalam aspek politik masyarakat Desa Karang Tengah 46 32 Pengaruh ulama dalam aspek politik masyarakat Desa Ciaruteun Udik 46 33 Hasil Rank Spearman hubungan antara pengaruh ulama terhadap politik

lokal pada masyarakat lapisan atas di Desa Karang Tengah

49 34 Hasil Rank Spearman hubungan antara pengaruh ulama terhadap politik

lokal pada masyarakat lapisan atas di Desa Ciaruteun Udik

(12)

35 Hasil Rank Spearman hubungan antara pengaruh ulama terhadap politik lokal pada masyarakat lapisan menengah di Desa Karang Tengah

52 36 Hasil Rank Spearman hubungan antara pengaruh ulama terhadap politik

lokal pada masyarakat lapisan menengah di Desa Ciaruteun Udik

53 37 Hasil Rank Spearman hubungan antara pengaruh ulama terhadap politik

lokal pada masyarakat lapisan bawah di Desa Karang Tengah

54 38 Hasil Rank Spearman hubungan antara pengaruh ulama terhadap politik

lokal pada masyarakat lapisan bawah di Desa Ciaruteun Udik

55

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan sistem politik 12

2 Kerangka pemikiran 13

3 Teknik pengambilan sampel 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi penelitian 61

2 Dokumentasi penelitian 62

3 Matriks tingkat kekuatan ulama berdasarkan stratifikasi sosial 63 4 Matriks peran ulama terhadap politik lokal ulama berdasarkan

stratifikasi sosial

64 5 Data karakteristik responden berdasarkan lapisan masyarakat dan

kepemilikan aset berharga

65 6 Data rekapitulasi perolehan suara pasangan calon dan partisipasi

pemilih dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat tahun 2013 tingkat Kabupaten Bogor

66

7 Data rekapitulasi peraihan suara PILGUB Jawa Barat 2013 Desa Karang Tengah

67 8 Data rekapitulasi peraihan suara PILGUB Jawa Barat 2013 Desa

Ciaruteun Udik

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masyarakat didefinisikan sebagai sebuah sistem sosial yang di dalamnya terdapat himpunan orang-orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan tertentu1. Suatu sistem kemasyarakatan memiliki lapisan kelas sosial yang terdiri dari lapisan atas, lapisan menengah, dan lapisan bawah. Masing-masing lapisan tersebut memiliki peran yang berbeda. Di dalam lapisan kelas sosial ini juga terdapat struktur sosial yang terdiri dari aktor yang memerintah dan aktor yang diperintah.

Masing-masing aktor tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Aktor yang bersedia diatur oleh ketentuan-ketentuan yang dibuat atau didesain oleh aktor yang memerintah disebut sebagai aktor yang diperintah, sedangkan aktor yang secara langsung maupun tidak langsung mampu memainkan peran dan berfungsi sebagai kekuatan penggerak dalam kehidupan bermasyarakat disebut sebagai aktor yang memerintah. Besarnya fungsi dan peran aktor yang memerintah dalam struktur masyarakat menjadikan aktor ini sering disebut sebagai pemimpin2.

Kepemimpinan dalam struktur kehidupan masyarakat dapat dibedakan menjadi kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal. Kepemimpinan formal merupakan kepemimpinan yang didasarkan atas adanya pengakuan atau legitimasi secara resmi dari masyarakat yang dipimpinnya. Sedangkan kepemimpinan informal merupakan kepemimpinan yang dilatarbelakangi oleh kualitas kepribadian secara subjektif maupun objektif untuk menduduki kedudukan dalam struktur sosial yang dapat memengaruhi tingkah laku dari suatu masyarakat (Kartodirjo 1984). Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus penulis adalah membahas serta menjelaskan kepemimpinan informal yang ada di masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan. Adapun subjek yang dikajinya adalah ulama (kyai) dengan pengaruh kepemimpinannya dalam struktur masyarakat. Hal ini dinilai penulis dapat menjadi acuan dalam menjelaskan kepemimpinan informal.

Ulama yang merupakan sosok penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sering dipanggil dengan nama kyai. Keberadaan ulama dalam kehidupan kemasyarakatan merupakan institusi atau pranata sosial yang telah ada sebelum penguasa kolonial datang ke Indonesia dengan motif utama untuk berdagang. Namun kemudian peran ulama ini semakin berkembang sejalan dengan munculnya berbagai gejala sosial politik yang menghiasi kehidupan di wilayah kolonial Belanda. Ulama dipandang sebagai pemimpin informal dimana melalui posisinya ini, peran ulama menjadi sangat strategis dan penting karena bukan saja berperan sebagai pendidik, tetapi juga berperan sebagai pemimpin masyarakat secara umum (Iskandar 2001).

Selanjutnya dalam kehidupan bermasyarakat, peran ulama semakin terlihat dengan seringnya mereka dijadikan tempat bertanya dan memperoleh nasihat atau rujukan oleh masyarakat dalam menyelesaikan berbagai masalah kehidupan

1

Dirujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia 2

(15)

sehari-hari baik dalam urusan ibadah, pekerjaan, maupun dalam permasalahan sosial politik. Pemahaman yang mendalam mengenai ajaran agama dan nilai-nilai spiritual merupakan faktor-faktor utama yang menjadikan ulama sebagai sosok yang diharapkan masyarakat untuk mampu memberikan pengaruh positif dalam menciptakan ketenangan dan kedamaian dalam menjalani kehidupan, menjaga keharmonisan dan kerukunan serta mencegah konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat melalui motivasi dan nasihat-nasihat yang diberikannya (Fadhilah 2011)

Ulama memiliki peran penting di dalam kehidupan masyarakat Indonesia khususnya dalam sistem masyarakat pedesaan. Dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya, ulama memiliki fungsi yang sangat dominan dan efektif dalam mempersatukan kelompok masyarakat, sehingga mampu menempatkan dirinya sebagai pemimpin lokal yang kharismatik (Iskandar 2001)

Menurut Max Webber (dalam Soekanto 2009) pemimpin kharismatik didasarkan pada aura atau kharisma yang melekat pada diri seorang pemimpin dan merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Aura atau kharisma ini dianggap sebagai kemampuan khusus. Pengakuan kemampuan khusus ini oleh masyarakat dilandaskan atas dasar kepercayaan dan pemujaan karena mereka menganggap bahwa sumber kemampuan tersebut merupakan sesuatu yang berada di atas kekuasaan dan kemampuan manusia pada umumnya. Namun demikian, adakalanya pengaruh dari aura dan kharisma yang melekat pada diri seorang pemimpin ini dapat hilang. Hal itu dikarenakan adanya perubahan atau pergeseran paham, tingkah laku, atau pola pikir dalam stuktur kehidupan sosial masyarakat yang seringkali tidak direspon secara cepat oleh pemimpin tersebut.

Begitu pula dengan kepemimpinan ulama. Kurangnya respon ulama dalam memahami perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dapat dilihat pada contoh kasus yang terjadi di daerah Banten. Dalam kehidupan masyarakat Banten, terdapat dua kepemimpinan informal yang sangat berpengaruh yaitu kyai (ulama) dan jawara. Semula, kedudukan kyai atau ulama dalam struktur kehidupan masyarakat Banten lebih tinggi dibandingkan jawara (Pada zaman Orde Baru). Pada masa itu kyai dianggap memiliki kemampuan untuk menarik simpati masyarakat sehingga banyak dijadikan alat oleh berbagai partai politik untuk menarik masa. Sedangkan jawara hanya dipandang sebagai elit kultural yang merupakan murid dari kyai (ulama). Partai politik yang ingin mendapatkan dukungan masyarakat akan memfasilitasi kyai (ulama) tersebut dalam upaya menggalang masa. Masuknya kyai (ulama) dalam politik praktis yang dikenalkan oleh elit-elit partai politik sebagai peran pembantu atau broker politik mengakibatkan pudarnya kharisma yang dimilikinya. Disamping itu, gerakan reformasi yang tidak diikuti oleh keinginan yang kuat oleh ulama untuk membangkitkan kembali peran kepemimpinannya membuat pengaruh mereka dalam kehidupan masyarakat semakin berkurang. Namun sebaliknya, jawara yang kedudukannya dibawah bayang-bayang kharisma kepemimpinan kyai (ulama) ternyata lebih cepat bertransformasi menjadi penguasa ekonomi. Melalui ini, jawara mampu menjelma dan mengokohkan peranannya sebagai elit paling dominan dalam menyikapi adanya perubahan akibat gerakan reformasi pada kehidupan masyarakat Banten (Hamid 2010).

(16)

dari pemerintahan Orde Baru yang sentralistik menjadi Orde Reformasi yang liberatif, yang secara langsung mengakibatkan perubahan-perubahan pada pola pemerintahan khususnya di tingkat lokal melalui instrumen desentralisasi. Melalui sistem ini masyarakat berpeluang lebih untuk berpartisipasi menggunakan hak-haknya sebagai warga Negara Indonesia. Adapun partisipasi masyarakat dapat dilihat dari adanya sistem pemilihan pemimpin formal secara langsung melalui mekanisme pemungutan suara terbanyak (voting). Meskipun terjadi pergeseran struktur peran sosial dalam masyarakat Banten. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa ulama masih memiliki peran yang tidak bisa digantikan oleh peran aktor lainnya (Hamid 2010).

Kondisi seperti di atas juga terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, hal ini dikarenakan mayoritas penduduk Indonesia beragama muslim, sehingga kyai mendapatkan tempat yang istimewa di masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan. Bogor merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk mayoritas muslim. Kehidupan masyarakat Bogor dapat dikatakan dekat dengan kehidupan religious. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya pesantren yang menyebar hampir di seluruh wilayah Bogor, baik di kota maupun di wilayah pedesaannya. Lokasi yang menjadi objek penelitian ini adalah Bogor Barat dan Bogor Timur, yang diharapkan dapat menjadi gambaran pengaruh ulama di Bogor. Adapun desa dari masing-masing lokasi tersebut yang menjadi fokus penelitian ini adalah Desa Ciaruteun Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor (Bogor Barat) dan Desa Karang Tengah Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor (Bogor Timur). Hal ini karena di lokasi-lokasi tersebut. kyai memiliki peran yang dominan terhadap politik lokal terkait aspek sosial, ekonomi dan politik yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut.

Kepemimpinan kyai terhadap masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan, menjadi hal yang menarik untuk dikaji. Penelitian ini mengidentifikasi pengaruh ulama (Kyai) terhadap politik lokal (terkait aspek sosial, ekonomi dan politik). Dalam hal ini konteks masyarakat akan memberi konstribusi pembeda pengaruh ulama berdasarkan stratifikasi sosial masyarakat pedesaan (lapisan atas, menengah dan bawah).

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Seberapa kuat kepemimpinan ulama terhadap masyarakat (lapisan atas, lapisan menengah, dan lapisan bawah) dilihat dari tingkat loyalitas, pengaruh dan kepercayaan?

2. Seberapa besar pengaruh ulama terhadap masyarakat pedesaan (lapisan atas, lapisan menengah, dan lapisan bawah) dalam aspek sosial, ekonomi dan politik?

(17)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian yang telah diuraikan, tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kekuatan ulama terhadap masyarakat (lapisan atas, lapisan menengah, dan lapisan bawah) dilihat dari tingkat loyalitas, pengaruh dan kepercayaan.

2. Mengetahui seberapa besar peran ulama terhadap masyarakat pedesaan (lapisan atas, lapisan menengah, dan lapisan bawah) dalam aspek sosial, ekonomi dan politik.

3. Mengidentifikasi hubungan antara pengaruh ulama (tingkat loyalitas, pengaruh dan kepercayaan) terhadap politik lokal (sosial, ekonomi dan politik) berdasarkan stratifikasi sosial masyarakat.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan untuk memberikan manfaat bagi mahasiswa selaku akademisi, pemerintah, dan masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut

1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan kajian untuk penelitian selanjutnya mengenai Analisis kepemimpinan yang ada dalam struktur masyarakat khususnya masyarakat pedesaan

2. Bagi pemimpin informal, sebagai sarana evaluasi mengenai bentuk tanggung jawab sosial pemimpin terhadap masyarakat.

3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menjembatani penetapan kebijakan agar dapat dilaksanakan oleh masyarakat dengan melihat aktor penggerak dalam masyarakat (pemimpin).

(18)

PENDEKATAN TEORETIS

Tinjauan Pustaka

Stratifikasi Masyarakat

Stratifikasi berasal dari kata stratum, jamaknya strata yang berarti lapisan. Menurut Sorokin dalam Soekanto (2009) stratifikasi sosial adalah pembeda penduduk atau masyarakat dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Hal tersebut terlihat dari munculnya kelas-kelas yang lebih tinggi dan kelas yang lebih rendah. Ketidakseimbangan antara pembagian hak dan kewajiban, tanggung jawab nilai-nilai sosial, serta pengaruhnya merupakan dasar dari lapisan kelas tersebut. Lapisan masyarakat selalu ada baik di masyarakat yang demokratis, kapitalis, maupun komunistis (Soekanto 2009).

Pada masyarakat yang kompleks, pembedaan kedudukan dan peranan juga bersifat kompleks. Dimana lapisan masyarakat memiliki bentuk yang konkret. Secara prinsipil, bentuk lapisan tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelas, yaitu ekonomis, politis, dan didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat.

Munculnya sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu. Akan tetapi, ada pula yang sengaja disusun untuk mencapai suatu tujuan. Alasan terbentuknya lapisan masyarakat dengan sendirinya adalah berdasarkan kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifat keaslian keanggotaan kerabat kepala masyarakat, dan kemungkinan juga harta dalam batas-batas tertentu. (Soekanto 2009). Menurut Soekanto, terjadinya proses-proses lapisan masyarakat dapat dikaji melalui pokok pedoman sebagai berikut:

a. Sistem lapisan mungkin berpokok pada sistem pertentangan dalam masyarakat. Sistem demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu yang menjadi objek penyelidikan.

(19)

nilai-nilai, kesadaran akan kedudukan masing-masing dan aktivitas sebagai organ kolektif.

Sejak zaman kuno, sebagaimana yang dikemukakan Aristoteles, bahwa setiap negara terdapat tiga unsur yaitu, mereka yang kaya sekali, mereka yang miskin, dan mereka yang ada di tengah-tengahnya. Namun demikian, stratifikasi pada zaman penjajahan, hampir di setiap negara yang pernah dijajah seperti Asia, Afrika atau Amerika Latin dilihat berdasarkan kriteria ras, keturunan, dan pemilikan harta benda diterapkan dalam berbagai kombinasi yang pada umumnya ada dua kriteria besar, ialah perbedaan berdasarkan keturunan (stand) dan berdasarkan perbedaan pemilikan (klas) (Tjondronegoro 1999).

Secara umum, strata sosial di masyarakat melahirkan kelas-kelas sosial yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu atas (upper class), menengah (middle class), dan bawah (lower class). Kelas atas mewakili kelompok elite di masyarakat yang jumlahnya sangat terbatas. Kelas menengah mewakili kelompok profesional, kelompok pekerja, wiraswasta, pedagang, dan kelompok fungsi lainnya.sedangkan kelas bawah mewakili kelompok pekerja kasar, buruh harian, buruh lepas, dan semacamnya (Bungin 2008)

Pada umumnya mereka yang menduduki lapisan atas tidak hanya memiliki satu macam saja dari sesuatu yang dihargai oleh masyarakat, akan tetapi kedudukan yang tinggi tersebut bersifat kumulatif. Artinya mereka yang mempunyai uang banyak misalnya akan mudah mendapatkan tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, bahkan mungkin kehormatan tertentu. Bentuk konkret lapisan-lapisan dalam masyarakat tersebut bermacam-macam. Namun pada prinsipnya bentuk-bentuk tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga macam kelas, yaitu; Kelas yang didasarkan pada faktor ekonomis, Kelas yang didasarkan pada faktor politis dan Kelas yang didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat

Ketiga bentuk tersebut biasanya saling berkaitan satu dengan lainnya. Misalnya, mereka yang termasuk lapisan tertentu atas dasar politis, biasanya menduduki lapisan tertentu pula dalam lapisan atas dasar ekonomi, dan biasanya mereka juga menduduki jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat. oleh karena itu sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa sistem lapisan dalam masyarakat itu bersifat kumulatif kendati tidak semua demikian karena hal itu sangat bergantung pada sistem nilai yang berkembang dalam suatu masyarakat (Narwoko dan Suyanto 2004).

(20)

Kepemimpinan

Sebelum membahas mengenai kepemimpinan, ada baiknya terlebih dahulu mengetahui arti dari pemimpin, dimana dengan pengetahuan ini lebih dapat menjelaskan arti kepemimpinan secara lebih luas. Pemimpin diartikan sebagai individu yang mampu menggerakkan orang-orang disekitarnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Biasanya seorang pemimpin memiliki orientasi masa depan, atau dengan kata lain bahwa pola pikirnya berfokus kepada masa depan dengan berusaha membuat atau memformulasikan berbagai cara atau strategi untuk dapat mengkomunikasikan visi guna mencapai tujuan yang telah dibuatnya. Seorang pemimpin selalu mempunyai keinginan atau alasan yang kuat dalam mencapai apa yang dicita-citakannya (Kartodirjo 1984). Kartodirjo (1984), berpendapat bahwa individu yang dikatakan sebagai pemimpin cenderung menganggap bahwa perubahan adalah orientasi utama dari sebuah tujuan yang harus dicapai dan menilai tantangan sebagai bagian dari proses yang harus dilewati dalam menciptakan perubahan dalam sistem masyarakat disekitarnya.

Struktur kelas sosial dalam sistem kemasyarakatan terdiri dari dua kelas, yaitu kelas yang memerintah dan kelas yang diperintah. Kelas yang bersedia untuk diatur oleh ketentuan-ketentuan yang dibuat atau didesain oleh kelas yang memerintah disebut sebagai kelas yang diperintah, sedangkan kelas yang secara langsung maupun tidak langsung mampu memainkan peran dan berfungsi sebagai kekuatan penggerak dalam kehidupan bermasyarakat disebut sebagai kelas yang memerintah. Besarnya peran kelas yang memerintah dalam struktur masyarakat menjadikan kelas ini sering disebut sebagai kelas pemimpin. Kelas pemimpin ini terdiri dari individu-individu yang mampu menciptakan perubahan dalam kehidupan masyarakat dengan sifat kepemimpinan yang dimilikinya (Kartodirjo 1984).

(21)

kedua teori sebelumnya. (d) kepribadian yang kuat dengan faktor situasional akan berakibat pada terbentuknya seorang pemimpin.

Secara lebih rinci, Ralph M. Stogdill dalam Sholehuddin (2008) mengungkapkan, bahwa dalam memberi arti kepemimpinan ini, dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu: (a) kepemimpinan sebagai titilk pusat kelompok; (b) kepemimpinan adalah suatu kepribadian yang mempunyai pengaruh; (c) kepemimpinan adalah seni untuk menciptakan kesesuaian paham atau kesepakatan; (d) kepemimpinan adalah pelaksanaan pengaruh; (e) kepemimpinan adalah tindakan atau perilaku; (f) kepemimpinan adalah suatu hubungan kekuatan/kekuasaan; (g) kepemimpinan adalah sarana pencapaian tujuan.

Ada banyak ahli yang mencoba untuk menjelaskan berbagai jenis-jenis kepemimpinan, salah satunya adalah Max Weber dimana ia membagi jenis-jenis kepemimpinan kedalam tiga jenis yang berbeda, yaitu; (1) kepemimpinan kharismatik, yaitu jenis kepemimpinan yang diangkat berdasarkan kepercayaan3 yang datang dari lingkungannya; (2) kepemimpinan tradisional, yaitu bentuk kepemimpinan dimana pada jenis ini, pemimpin diangkat atas dasar tradisi yang berlaku pada masyarakat; (3) kepemimpinan rasionallegal, yaitu bentuk kepemimpinan dimana pada jenis ini pemimpin diangkat atas dasar pertimbangan pemikiran tertentu dan penunjukan langsung dengan mekanisme yang legal menurut hukum dan undang-undang yang berlaku.

Ulama

Di Pulau Jawa, Indonesia, orang-orang yang dianggap tinggi pengetahuannya dalam bidang agama Islam disebut kyai (di Jawa Barat disebut ajengan) atau ulama, tidak jarang diantaranya dianggap atau dinilai oleh masyarakat, mempunyai ilmu pengetahuan agama yang setaraf dengan para mujtahid (ahli berijtihad). Oleh karena itu, mereka dianggap mampu memberikan jawaban atau solusi terhadap permasalahan yang muncul dikalangan masyarakat, baik permasalahan yang muncul erat kaitannya dengan praktek-praktek keagamaan, maupun yang tidak berkaitan langsung seperti masalah sosial dan politik. Secara umum sebutan kyai atau ulama dipergunakan untuk menyebutkan seseorang atau komunitas yang dianggap mempunyai keahlian yang tinggi dalam hukum agama Islam serta mempunyai kemampuan yang cermat dalam membaca pikiran masyarakat sekitarnya. Disamping itu karena berbagai kelebihannya mereka juga berfungsi sangat dominan dan efektif dalam mempersatukan kelompok masyarakat, sehingga mampu menempatkan dirinya sebagai pemimpin lokal yang kharismatik (Iskandar 2001).

Pemimpin kharismatis merupakan pemimpin yang mempunyai kharisma (pengaruh) yang sangat besar. Seorang pemimpin kharismatik sering dianggap memiliki kekuatan gaib (supranatural power). Pemimpin yang kharismatik biasanya mempunyai daya tarik, kewibawaan, loyalitas4 dan pengaruh yang sangat besar (Sholehuddin 2008).

3

Kepercayaan merupakan kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana kita memliki keyakinan yang didasarkan pada harapan terhadap prilaku yang baik dari orang lain. 4

(22)

Ulama sering disebut sebagai elit sosial sekaligus elit keagamaan sehingga menjadi figur sentral dan memiliki peran vital dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadikannya sebagai individu yang memilki strata atau status sosial yang tinggi dalam struktur kelas dan sistem kemasyarakatan (Susanto 2007).

Secara bahasa, sebenarnya merupakan bentuk jamak/plural dari kata alim yang berarti orang yang mengetahui, namun dalam bahasa Indoensia, kata ulama menjadi bentuk tunggal yang pengunaannya diartikan untuk menunjukkan individu yang memiliki keahlian dibidang agama, terutama agama Islam. Secara umum, kata ulama dapat diartikan sebagai para cendikiawan atau para ilmuan yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai keagamaan sehingga menjadi tokoh yang dipuja dan dihormati dalam kehidupan masyarakat, terutama masyarakat pedesaan. Lebih dari itu, secara teologis juga dipandang sebagai sosok pewaris para Nabi (waratsat al-anbiya).

Kedudukan Ulama pada Masyarakat Pedesaan

Para kyai terutama di daerah-daerah pedesaan menerima penghormatan lebih dan loyalitas, yang tidak dimiliki oleh elite lokal yang lain5 sebagai pemegang otoritas keagamaan. Otoritas dan kekuasaannya dalam masyarakat tidak hanya terbatas pada hubungan sosial saja, tetapi juga dapat diterapkan dalam dunia politik (Abdurrahman 2009).

Sebagai pemimpin informal dalam struktur masyarakat, ulama atau kyai memiliki peran penting di dalam kehidupan masyarakat Indonesia khususnya dalam sistem masyarakat pedesaan. Ulama sering di pandang sebagai sosok pemimpin informal yang memiliki pengaruh dan peran dominan yang dijadikan tempat bertanya dan memperoleh nasehat atau rujukan bagi masyarakat pedesaan dalam menyelasaikan berbagai masalah kehidupan sehari-hari baik dalam urusan ibadah, pekerjaan, maupun dalam permasalahan sosial politik (Fadhilah 2011).

Pemahaman yang mendalam mengenai ajaran agama dan nilai-nilai spiritual menjadikan ulama sebagi sosok yang diharapkan masyarakat untuk mampu memberikan pengaruh positif dalam menciptakan ketenangan dan kedamaian dalam menjani kehidupan, menjaga keharmonisan dan kerukunan serta mencegah konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat melalui motivasi dan nasehat-nasehat yang diberikannya.

Kuatnya pengaruh dari kyai tentunya tidak lepas dari pola jaringan yang terbentuk di kalangan kyai. Mengacu pada hasil penelitian Proyek Pengembangan Penelitian pada Perguruan Tinggi Agama Islam Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama Republik Indonesia menyebutkan paling tidak ada 5 pola jaringan yang dikembangkan kyai, yaitu:

a. Jaringan genealogis yang terbentuk melalui hubungan darah atau kekerabatan antara kyai yang satu dengan kyai lainnya. Bahkan tidak jarang sang kyai mengambil menantu dari salah satu santrinya yang memiliki prestasi gemilang di pondok yang ia pimpin.

5

(23)

b. Jaringan ideologis yang terbentuk karena adanya persamaan kepentingan ideologis, baik yang bersifat pemahaman keagamaan (biasanya kalangan NU) maupun ideologi politik seperti PKB, PPP, PKU, PNU, dan sejenisnya.

c. Jaringan intelektual yang terbentuk melalui proses pembelajaran baik formal maupun nonformal antara guru (kyai) dengan murid (santri). d. Jaringan teologis. Jaringan ini terbentuk melalui kesamaan paham

teologi yang diyakini dan dianut oleh para kyai, yang pada umumnya di Jawa menyakini dan mengamalkan ajaran Asy’ariyah dan Maturudiyah atau yang lebih populer dengan ‘Ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah’.

e. Jaringan spiritual yang terbentuk terutama melalui organisasi tarekat. Di Indonesia (khususnya Jawa) pada umumnya menganut tareqat Naqsabandiyah.

Adapun kedudukan ulama pada masyarakat pedesaan juga dapat terlihat di Banten, ada beberapa hal yang terkait dengan orientasi politik masyarakat Serang pasca-Soeharto. Diantaranya, masyarakat Serang semakin lekat dengan keislaman. Sehingga kemudian keislaman menjadi sumber legitimasi bagi kepemimpinan atau kekuasaan. Salah satu dampak dari keadaan tersebut adalah munculnya peran kyai yang menempati posisi berpengaruh dalam kehidupan masyarakat atau orang-orang dekat kyai yang kemudian banyak yang menjadi pemimpin politik, seperti misalnya menjadi bupati atau anggota DPRD.

Bukan hanya itu, kyai pun bisa memberikan legitimasi kepada orang-orang yang didukungnya untuk menjadi pemimpin politik. Pada intinya, kyai menempati posisi strategis dengan memainkan peran sebagai pemimpin informal baik untuk urusan agama maupun kehidupan sosial secara umum. Bahkan tidak sedikit kyai yang pengaruhnya melebihi kekuasaan pemimpin formal di wilayahnya dan melampaui batas-batas geografis tempat tinggalnya. Kyai pun mempunyai jaringan sosial yang luas yang terbentuk dari sistem kekerabatan, sehingga kyai menjadi figur yang amat mempengaruhi dinamika sosial masyarakat Serang (Alamsyah 2012).

Sebagai pemimpin informal ulama biasanya menggunakan gaya kepemimpinan kharismatik yang didasarkan pada aura atau kharisma yang melekat pada diri ulama tersebut dan merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Aura atau kharisma ini dianggap sebagai kemampuan khusus yang dapat memberikan pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat disekitarnya (Max Webber dalam Soekanto 2009). Namun demikian pengaruh dari aura dan kharisma yang melekat pada diri seorang ulama dapat hilang. Hal ini dikarenakan adanya perubahan atau pergeseran paham yang berkembang di masyarakat, seperti paham demokrasi di Indonesia yang mengalami pergeseran demokrasi yang mengarah ke demokrasi liberatif.

Sistem pemerintahan pada masa Orde Baru merupakan sistem yang sentralistis dimana segala keputusan dibuat secara top down. Hal ini terlihat dari tidak diberikan ruang atau tempat yang memberikan kesempatan bagi masyarakat pada masa tersebut untuk berpendapat sehingga segala aspek kehidupan selalu menunggu keputusan dari pusat sedangkan daerah-daerah hanya ditempatkan sebagai pelaksana serta pendukung program-program yang digariskan dari pusat.

(24)

pedoman untuk membangun bangsa dan Negara yang demokratis yang berusaha memberikan kesempatan bagi masyarakatnya untuk mengaktualisasikan pendapatnya. Dengan kata lain, kehidupan demokrasi liberatif sudah mulai dirasakan. Demokrasi liberatif ini pun semakin memberikan pengaruh terhadap kehidupan berdemokrasi di tanah air. Masyarakat dituntut untuk lebih aktif memberikan partisipasinya dalam kritik dan saran yang dinilai sebagai pendapat yang harus dipertimbangkan pemerintah ketika merumuskan berbagai kebijakan-kebijakan dalam membangun bangsa dan Negara.

Lahirnya kebijakan pemerintah terkait progam otonomi daerah semakin memberikan sinyal bahwa demokrasi liberatif semakin diadopsi sebagai sistem demokrasi di Indonesia. Hal ini terlihat dari lebih di berlakukannya sistem pemungutan suara (voting) dibandingkan dengan sistem musyawarah dan mufakat dalam penentuan dan pemilihan pemimpin baik presiden, gubernur, walikota, bahkan tingkat yang paling lokal yaitu kepala desa. Dimana suara mayoritas melalui sistem voting ini menjadi suatu dasar pembenaran bagi pemerintah dalam memberikan hak-hak individu dan kekuasaan penuh kepada rakyat untuk berpartisipasi dalam pemerintah.

Demokrasi liberal merupakan sistem politik yang melindungi keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) yang diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah untuk dapat tunduk pada berbagai pembatasan-pembatasan yang dibuat agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu. Demokrasi liberal yang terjadi di indonesia merubah esensi demokrasi yang menjadi pilihan bangsa ini, perwujudannya tertuang dan terlihat pada sistem voting dalam penentuan keputusan dan kebijakan pemerintah dimana suara terbanyak bukan saja dimenangkan, tetapi memperoleh pembenaran (Swasono 2010).

Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya dan daerah. Maka dari itu pemerintah membuat kebijakan UU tentang otonomi daerah sehingga dapat mencegah pemusatan kekuasaan yang dapat menimbulkan pemerintahan yang bersifat otoriter. Lahirnya kebijakan otonomi daerah menjadi bukti bahwa demokrasi liberatif mulai tumbuh dan berkembang di Negara Indonesia. Atau dengan kata lain, otonomi daerah juga dapat dikatakan sebagai demokratisasi (demokrasi liberal) di tingkat lokal.

Politik Lokal

Ilmu politik mempelajari suatu segi khusus dari aspek kehidupan masyarakat yang menyangkut soal kekuasaan. Tumpuan kajiannya terhadap daya upaya memperoleh kekuasaan, usaha mempertahankan kekuasaan, penggunaan kekuasaan tersebut, dan juga bagaimana menghambat penggunaan kekuasaan. Konsep-konsep pokok yang dipelajari ilmu politik adalah negara (state), kekuasaan (power),pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan (policy, beleid), pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).

(25)

mewujudkan kebaikan bersama. Kedua, politik ialah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Ketiga, politik ialah sebagai segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dan masyarakat. keempat, politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum. Kelima, politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting (Syarbaini et al 2004).

Untuk memahami dinamika politik, sebaiknya meneliti sifat dan peranan para elit daerah khususnya di bidang politik birokratis, ekonomis, dan identitas. Sejak Suharto turun dari kursi kepresidenan, dinamika politik Indonesia memasuki era baru. Pada waktu yang relatif singkat Indonesia mengalami desentralisasi secara besar-besaran yang terdiri dari desentralisasi otoritas politik dan administrasi dari pusat ke daerah. Selanjutnya dibeberapa daerah efeknya cukup signifikan, yaitu pelaku politik seperti pemerintah daerah, politik lokal, dan organisasi nonpemerintah dan elite lokal sering jadi immune terhadap intervensi dari pusat.

Gambar 1 Bagan sistem politik Sumber: Syarbaini et al. 2004

Untuk konteks Indonesia, desentralisasi merupakan bagian dari demokratisasi. Paling tidak para penyusun konsep desentralisasi di Indonesia menggagas konsep desentralisasi dengan kerangka demokratisasi. Dengan adanya desentralisasi, kabupaten diberikan otonomi politik dan keuangan yang lebih besar. Hal ini kemudian dianggap lebih memberdayakan kepala daerah dalam menjaring aspirasi rakyat lokal dan untuk pengembangan sumberdaya alam yang belum tergali (Nordholt et al. 2007)

LINGKUNGAN

I

N

P

U

T

TUNTUTAN

DUKUNGAN

SISTEM POLITIK

UMPAN BALIK

KEPUTUSAN KEBIJAKAN

(26)

Kerangka Pemikiran

Diperlukan analisis berfikir dalam menyusun dan membangun pemahaman serta mempermudah peneliti dalam menjelaskan pengaruh kepemimpinan ulama terhadap politik lokal. Kerangka berfikir ini juga diharapkan mampu memberikan gambaran atau deskripsi mengenai tahap-tahap yang akan dilalui oleh peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini. Tahap awal dalam penelitian ini adalah penentuan judul yang dilakukan bersama dosen pembimbing berdasarkan hasil diskusi, diperoleh judul penelitian berupa “Pengaruh Kepemimpinan Ulama terhadap Politik Lokal berdasarkan Stratifikasi Sosial Masyarakat Pedesaan”.

: Berpengaruh : Konteks penelitian Gambar 2 Kerangka pemikiran

Setelah dilakukan penentuan judul, penulis berusaha mengidentifikasi variabel-variabel yang mampu menjelaskan judul penelitian yang telah di tentukan sebelumnya. Variebel ini terdiri dari variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain, sedangkan variabel independen adalah variabel yang mampu memberikan pengaruh terhadap variabel lain, yang termasuk kedalam variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat loyalitas, tingkat pengaruh, dan tingkat kepercayaan, sedangkan yang termasuk kedalam varibel dependen dalam penelitian ini adalah kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Variabel dependen dan independen ini kemudian dilihat pengaruhnya dalam konteks masyarakat sebagai konstribusi pembeda pengaruh ulama berdasarkan stratifikasi sosial

Kepemimpinan Ulama :

1. Tingkat Loyalitas

a. Pengabdian b. Ketaatan

2. Tingkat Pengaruh

a. Keteladanan b. Keahlian

3. Tingkat Kepercayaan

a. Keyakinan b. Harapan

Stratifikasi sosial masyarakat : Lapisan Atas Lapisan Menengah

Lapisan Bawah Y2 Politik lokal:

1. Sosial

a. Gaya hidup b. Tingkah laku

2. Ekonomi

a. Perbaikan infrastruktur b. Pembangunan tempat

ibadah

c. Bantuan sosial

3. Politik

(27)

masyarakat (Lapisan atas, menengah dan bawah) untuk kemudian dianalisis sehingga nantinya diperoleh pertanyaan-pertanyaan penelitian yang bertujuan untuk memudahkan peneliti menjelaskan judul sekaligus tema penelitian yang diajukan sebelumnya.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan peneliti dalam memudahkan penyelesaian penelitian ini adalah “semakin tinggi lapisan kelas sosial masyarakat, maka semakin rendah pengaruh ulama terhadap aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik pada masyarakat tersebut”.

Definisi Operasional

Kepemimpinan ulama terhadap masyarakat dapat dilihat dari tingkat loyalitas, tingkat pengaruh dan tingkat kepercayaan dari masyarakat terhadap ulama.

1) Tingkat loyalitas masyarakat terhadap ulama dapat didefinisikan sebagai bentuk pengabdian dan ketaatan yang diberikan masyarakat terhadap ulama yang timbul dari kesadaran sendiri tanpa adanya paksaan. Untuk mengukur tingkat loyalitas masyarakat terhadap ulama dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala ordinal, dimana:

(1) Tingkat loyalitas rendah (tidak pernah/TP), diberi skor 1 (2) Tingkat loyalitas sedang (jarang/JR), diberi skor 2 (3) Tingkat loyalitas tinggi (selalu/SL), diberi skor 3

2) Tingkat pengaruh ulama terhadap masyarakat dapat didefinisikan sebagai sikap keteladanan dan keahlian ulama, baik secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan suatu perubahan perilaku dan sikap orang lain atau kelompok. Untuk mengukur tingkat pengaruh ulama terhadap masyarakat dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala ordinal, dimana:

(1) Tingkat pengaruh rendah (tidak pernah/TP), diberi skor 1 (2) Tingkat pengaruh sedang (jarang/JR), diberi skor 2 (3) Tingkat pengaruh tinggi (selalu/SL), diberi skor 3

3). Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap ulama dapat didefinisikan sebagai kemauan dari masyarakat untuk bertumpu pada ulama dimana masyarakat memiliki keyakinan dan harapan terhadap perilaku yang baik dari ulama. Untuk mengukur tingkat kepercayaan masyarakat terhadap ulama dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala ordinal, dimana:

(1) Tingkat kepercayaan rendah (tidak pernah/TP), diberi skor 1 (2) Tingkat kepercayaan sedang (jarang/JR), diberi skor 2 (3) Tingkat kepercayaan tinggi (selalu/SL), diberi skor 3

Politik lokal merupakan semua kegiatan politik yang berada pada level lokal yang menitik beratkan sifat dan peran para elit lokal (aktor) dalam pengaruhya terhadap aspek kehidupan sosial, ekonomi dan politik.

(28)

hidup dan tingkah laku. Untuk mengukur peran ulama dalam aspek sosial dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala ordinal, dimana:

(1) Tingkat pengaruh rendah (tidak pernah /TP), diberi skor 1 (2) Tingkat pengaruh sedang (jarang/JR), diberi skor 2

(3) Tingkat pengaruh tinggi (selalu/SL), diberi skor 3

2) Peran ulama terhadap aspek ekonomi dapat didefinisikan dalam bentuk peran ulama terhadap upaya meningkatkan taraf hidup bersama/masyarakat yang meliputi perbaikan infrastruktur, pembangunan tempat-tempat ibadah dan bantuan sosial. Untuk mengukur peran ulama dalam aspek ekonomi dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala ordinal, dimana:

(1) Tingkat pengaruh rendah (tidak pernah/TP), diberi skor 1 (2) Tingkat pengaruh sedang (jarang/JR), diberi skor 2 (3) Tingkat pengaruh tinggi (selalu/SL), diberi skor 3

3) Peran ulama terhadap aspek politik dapat didefinisikan dalam bentuk peran ulama terhadap pemilihan kepala desa, pemilihan kepala daerah (PILKADA). Untuk mengukur peran ulama dalam aspek politik dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala ordinal, dimana:

(1) Tingkat pengaruh rendah (tidak pernah/TP), diberi skor 1 (2) Tingkat pengaruh sedang (jarang/JR), diberi skor 2 (3) Tingkat pengaruh tinggi (selalu/SL), diberi skor 3

Stratifikasi sosial di masyarakat melahirkan kelas-kelas sosial yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu atas (upper class) menengah (middle class), dan bawah (lower class). Lapisan masyarakat (stratifikasi masyarakat) dilihat dari tingkat penghasilan dan kepemilikan barang berharga yaitu mobil, sepeda motor, lemari es, mesin cuci. Lapisan masyarakat dibagi menjadi tiga lapisan dengan kategori:

(29)
(30)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di dua tempat, yaitu Desa Ciaruteun udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor dan Desa Karang Tengah Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa kedua desa tersebut memiliki karakteristik lingkungan yang berbeda. Desa Ciaruteun Udik memiliki karakteristik lingkungan desa yang masih tergolong tradisional, sedangkan Desa Karang Tengah memiliki karakterisktik desa yang sudah banyak terdapat nilai-nilai modernisasi. Dengan mengkaji kedua tempat tersebut diharapkan dapat menggambarkan pengaruh ulama terhadap masyarakat Bogor. Adapun penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Juli tahun 2013.

Teknik Sampling

Informan dan responden merupakan subjek dalam penelitian ini, dimana informasi yang diberikannya digunakan untuk menghimpun data kualitatif yang bertujuan untuk mempertajam analisis data kuantitatif dalam penelitian ini. peneliti mendefinisikan informan sebagai orang atau pihak yang memberikan keterangan tentang diri sendiri, orang lain maupun lingkungan disekitar lokasi penelitian. Sedangkan responden didefinisikan sebagai orang atau pihak yang memberikan keterangan tentang identitas diri dan kegiatan yang dilakukannya.

(31)
[image:31.595.19.546.53.752.2]

.

Gambar 3 Metode pengambilan sempel

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer data yang didapatkan dari wawancara mendalam terhadap informan dan penyebaran kuisioner kepada responden. Data primer kuantitatif dikumpulkan melalui wawancara terstruktur kepada 120 responden yang terdiri dari 40 responden lapisan atas (Karang Tengah dan Ciaruteun Udik), 40 responden lapisan menengah (Karang Tengah dan Ciaruteun Udik), dan 40 responden lapisan bawah (Karang Tengah dan Ciaruteun Udik).

Data primer kualitatif didapatkan melalui observasi langsung dan wawancara mendalam kepada informan. Informan dipilih secara purposive atau sengaja dan yang diarahkan dengan panduan pertanyaan wawancara mendalam kepada beberapa informan. Sedangkan data sekunder merupakan data pendukung yang di dapat dari literatur baik dokumen ilmiah, jurnal, dokumen yang berhubungan dengan keadaan wilayah, demografi penduduk, karakteristik desa dan lain-lain yang dapat digunakan dalam menunjang penelitian. Data yang di dapat dari literatur baik dokumen ilmiah, jurnal, dan lain-lain. Pengumpulan data yang dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan data

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data yaitu melakukan pengkodean dari data primer yang diperoleh, memasukan data ke lembar kode, kemudian membuat tabel frekuensi dan mengoreksi kesalahan-kesalahan yang P

O P U L A S I

proportional stratified random sampling

20 responden Lapisan atas

20 responden Lapisan menengah

20 responden Lapisan bawah

(32)

ditemui (Singarimbun dan Effendi 1989). Data kemudian diolah dengan menggunakan software SPSS 16.0 dan Microsoft Excel 2007. Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan data berupa tabel frekuensi, tabulasi silang dan pengujian hubungan yang dilakukan dengan Uji Rank Spearman untuk menghubungkan data ordinal dengan data ordinal. Koefisien korelasi Rank Spearman menunjukan kuat tidaknya antara varabel X terhadap variabel Y sehingga digunakan batas koefisien korelasi untuk mengkategorikan nilai ρ. Korelasi dapat menghasilkan angka positif yang menunjukkan hubungan yang searah antara dua variabel yang diuji atau negatif yang menunjukkan hubungan yang tidak searah (Rakhmat 2002). Klasifikasi keeratan hubungan ditetapkan dari korelasi dengan kriteria yang dikemukakan dalam Rakhmat (2002) sebagai berikut:

< 0.20 : Hubungan rendah sekali; lemas sekali 0.20 – 0.40 : Hubungan rendah tetapi pasti

0.40 – 0.70 : Hubungan yang cukup berarti 0.70 – 0.90 : Hubungan yang sangat tinggi; kuat

> 0.90 : Hubungan sangat tinggi; kuat sekali, dapat diandalkan

(33)
(34)

KARAKTERISTIK LOKASI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum penelitian yang dilihat dari kondisi geografis, kondisi sosial ekonomi dan politik yang ada di dua lokasi penelitian yang berbeda, yaitu Desa Karang Tengah Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor dan Desa Ciaruteun Udik Kecamatan Cibungbulang Kabaputen Bogor. Adanya perbedaan wilayah diantara kedua desa tersebut maka diharapkan mampu mendeskripsikan pengaruh kepepemimpinan ulama terhadap masyarakat pedesaan dalam lingkup Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kondisi wilayah, kondisi kependudukan, potensi wilayah, serta aksesibilitas ke ibukota kecamatan maupun kabupaten dijadikan alat atau indikator bagi peneliti untuk menjelaskan tentang gambaran umum keadaan kedua desa tersebut.

Kondisi Desa

Geografis

[image:34.595.109.514.464.577.2]

Kondisi geografis ini menjelaskan mengenai batas wilayah desa, aksebilitas desa ke pusat pemerintahan, dan luas wilayah menurut kegunaanya. Komponen-komponen tersebut akan dijelaskan dari dua desa penelitian yaitu Desa Karang Tengah Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor dan Desa Ciaruteun Udik Kecamatan Cibungbulang Kabaputen Bogor. Melalui kedua desa tersebut maka akan diperoleh perbedaan menurut kondisi geografisnya.

Tabel 1 Jarak dan waktu tempuh desa penelitian ke pusat pemerintahan

Tujuan

Jarak (KM)

Waktu tempuh (jam) dengan kendaraan

bermotor Karang

Tengah

Ciaruteun Udik

Karang Tengah

Ciaruteun Udik Ibukota kecamatan 4.00 5.00 0.50 0.17 Ibukota kabupaten/kota 25.00 28.00 1.00 1.50 Ibukota provinsi 141.00 175.00 5.00 7.00 Sumber: Data sekunder profil desa

Desa Karang Tengah merupakan salah satu desa yang memiliki lokasi yang berada di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Desa Hambalang Kecamatan Citeureup, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bojong Koneng Kecamatan Babakan Madang, sebelah timur berbatasan dengan Desa Cibadak Kecamatan Sukamakmur, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Sumur Batu Kecamatan Babakan Madang.

(35)
[image:35.595.87.486.172.320.2]

Desa Cibening Kecamatan Pamijahan, sebelah timur berbatasan dengan Desa Ciampea Udik Kecamatan Ciampea, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Cimayang Kecamatan Pamijahan. Berbeda dengan Desa Karang Tengah, Desa Ciaruteun Udik memiliki jarak yang lebih jauh dari pusat pemerintahan di bandingkan dengan Desa Karang Tengah (Tabel 1).

Tabel 2 Luas wilayah desa penelitian menurut penggunaan Kegunaan

Karang Tengah Ciaruteun Udik Luas

(ha/m2)

Persentase (%)

Luas (ha/m2)

Persentase (%)

Pemukiman 60.0 47.2 60.0 47.2

Persawahan 60.0 47.2 60.0 47.2

Kuburan 3.0 2.4 3.0 2.4

Pekarangan 3.0 2.4 3.0 2.4

Perkantoran 1.0 0.8 1.0 0.8

Prasarana umum 0.2 0.2 0.2 0.2

Total 127.2 100.0 127.2 100.0

Sumber: Data sekunder profil desa

Berdasarkan topografinya wilayah Desa Karang Tengah memiliki bentuk topografi dataran rendah, berbukit-bukit, pegunungan dan lereng gunung dengan ketinggian 529 mdl di atas permukaan laut. Sedangkan wilayah Desa Ciaruteun Udik memiliki bentuk topografi dataran rendah dan sedikit berbukit-bukit, mempunyai ketinggian dari permukaan laut yaitu 270 mdl. Adapun luas wilayah dari kedua desa tersebut menurut penggunaannya (Tabel 2)

Sosial Ekonomi

Kondisi sosial ekonomi menjelaskan mengenai keadaan sosial masyarakat yang meliputi jumlah penduduk dan kondisi keagamaan beserta fasilitas peribadahannnya. Selain itu juga dijelaskan mengenai keadaan perekonomiannya yang meliputi data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan, jumlah lembaga pendidikan yang ada di setiap desa, serta data mata pencaharian pokok masyarakat desa. Komponen-komponen tersebut akan dijelaskan dari dua desa penelitian yaitu Desa Karang Tengah Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor dan Desa Ciaruteun Udik Kecamatan Cibungbulang Kabaputen Bogor.

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh peneliti, lokasi Desa Karang Tengah tidak jauh dari jantung pemerintahan Kabupaten Bogor, bahkan di desa ini telah mengalami pertumbuhan pembangunan dikarenakan desa ini juga terletak disekitar kawasan sentul city yang di proyeksikan menjadi tempat hunian padat penduduk di masa yang akan datang. Banyaknya investor-investor yang melakukan pembangunan baik untuk dijadikan kawasan perumahan maupun kawasan wisata disekitar desa, menjadikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di desa ini mengalami peningkatan. Adanya perubahan kondisi sosial dan ekonomi yang terjadi akibat pembangunan oleh investor-investor tersebut menjadikan Desa Karang Tengah menjadi cerminan desa semi urban.

(36)

855 jiwa masyarakat laki-laki dan 7 243 jiwa masyarakat perempuan. Proporsi yang seimbang antara jumlah masyarakat perempuan dan laki-laki juga terjadi di Desa Ciaruteun Udik. Namun jumlah masyarakat Desa Ciaruteun Udik tidak sebanyak jumlah masyarakat Desa Karang Tengah, dimana jumlah masyarakat Desa Ciaruteun Udik hanya mencapai 7 393 jiwa yang terbagi ke dalam 1.953 kepala keluarga (KK), dengan proporsi jumlah masyarakat laki-laki, yaitu sebanyak 3 820 jiwa dan 3 573 jiwa masyarakat perempuan (Tabel 3).

Lokasi Desa Ciaruteun Udik terbilang jauh dari pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Di desa ini masih banyak terhampar perkebunan dan pesawahan sehingga dapat dipastikan bahwa mata pencarian masyarakat di desa ini adalah bertani dan berkebun. Persawahan dan perkebunan yang terhampar hampir di sepanjang jalan desa ditambah letak topografi yang berada di dataran tinggi karena terletak di kaki gunung salak, menjadikan suasan di desa ini masih sangat asri. Jauhnya jarak ke pusat pemerintahan dan pusat ekonomi menjadikan kehidupan dan pola pikir masyarakat di desa ini masih sangat kental dengan paham-paham tradisional. Kehidupan masyarakat baik dari segi sosial dan ekonomi yang masih sangat tradisional mencerminkan bahwa Desa Ciaruteun Udik merupakan desa rural.

Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin

Jumlah penduduk

Karang Tengah Ciaruteun Udik Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 7855 52.03 3820 51.67

Perempuan 7243 47.97 3573 48.33

Total 15098 100.00 7393 100.00

Sumber: Data sekunder potensi desa 2011

Mayoritas penduduk Desa Karang Tengah dan Desa Ciaruteun Udik beragama muslim walaupun ada beberapa penduduk yang beragama non muslim, hal ini dapat terlihat dari banyaknya jumlah mesjid dan langgar/surau di dua desa tersebut. Untuk Desa Karang Tengah jumlah mesjid yang ada yaitu sebanyak 17 unit dan jumlah langgar/surau yaitu sebanyak 67 unit, sedangkan di Desa Ciaruteun Udik jumlah mesjid sebanyak 11 unit dan jumlah langgar/surau sebanyak 10 unit (potensi desa 2011).

Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan Tingkat pendidikan

Penduduk

Karang Tengah Ciaruteun Udik Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

Tidak tamat SD 2721 33.7 462 9.5

Tamat SD 2957 36.7 2625 53.7

Tamat SMP 1349 16.7 1092 22.3

Tamat SMA 928 11.5 664 13.6

Perguruan tinggi 111 1.4 45 0.9

Total 8066 100.0 4888 100.0

Sumber: Data sekunder profil desa

(37)

kebanyakan hanya didominasi oleh lulusan sekolah dasar (SD). Begitu juga dengan tingkat pendidikan masyarakat di Desa Ciaruteun Udik yang hampir sama dengan tingkat pendidikan masyarakat Desa Karang Tengah yang pendidikan masyarakatnya kebanyakan hanya didominasi oleh lulusan sekolah dasar (SD) walaupun dengan proposisi yang berbeda. Di Desa Karang Tengah, kondisi tersebut disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pendidikan formal dan masyarakat lebih tertarik kepada pendidikan nonformal. Hal ini terlihat dari berkembangnya pondok pesantren yang ada di Karang Tengah yang sekarang jumlahnya mencapai sepuluh pondok pesantren. Jumlah tersebut lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah sekolah formal yang ada.

Tabel 5 Jumlah lembaga pendidikan Lembaga pendidikan Kepemilikan Jumlah Karang Tengah Ciaruteun Udik Karang Tengah Ciaruteun Udik

TK Swasta Tidak ada 2 -

SD Negeri Negeri 7 5

SMP Swasta Swasta 2 1

SMU Swasta Tidak ada 2 -

Pondok Pesantren Swasta Swasta 10 6 Madrasah Diniyah Swasta Swasta 9 1 Sumber: Data sekunder potensi Desa 2011

[image:37.595.76.493.457.714.2]

Sedangkan di Desa Ciaruteun Udik, kondisi tersebut disebabkan bukan hanya karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pendidikan formal dan masyarakat lebih tertarik kepada pendidikan nonformal, namun juga disebabkan karena keterbatasan sarana pendidikan yang ada di desa tersebut (Tabel 5).

Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan mata pencaharian Jenis pekerjaan

Penduduk

Ciaruteun udik Karang tengah

Jumlah Persentase

(%)

Jumlah Persentase (%)

Petani 362 38.7 1380 37.4

Buruh tani 378 40.4 996 27.0

Pegawai negeri sipil 17 1.8 27 0.7

Pedagang keliling 16 1.7 80 2.2

Peternakan 6 0.6 300 8.1

Montir 8 0.9 9 0.2

Pembantu rumah tangga

14 1.5 190 5.2

Pensiunan PNS 11 1.2 6 0.2

Pengusaha kecil dan menengah

13 1.4 350 9.5

Karyawan perusahaan swasta

110 11.8 350 9.5

Total 935 100.0 3688 100.0

Sumber: Data sekunder profil desa

(38)

pengusaha kecil dan menengah. Hal yang sama juga terjadi di Desa Ciaruteun Udik, dimana sebagian besar mata pencaharian dari penduduknya adalah petani, buruh tani, dan karyawan perusahaan swasta (Tabel 6).

Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diamati pada penelitian ini terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Berdasarkan penyebaran kuisioner terhadap 120 responden di dua desa tersebut, yaitu Desa Karang Tengah dan Desa Ciaruteun Udik, maka digunakan proporsi yang sama, yaitu 60 responden dari Desa Karang Tengah dan 60 responden dari Desa Ciaruteun Udik.

Tebel 7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin Jenis

kelamin

Responden Total Karang Tengah Ciaruteun Udik

Jumlah Persentase (%)

Jumlah Persentase (%)

Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 27 22.5 32 26.7 59 49.2

Perempuan 33 27.5 28 23.3 61 50.8

Total 60 50.0 60 50.0 120 100.0

Di Desa Karang Tengah diperoleh sebanyak 22.5 persen responden yang berjenis kelamin laki-laki, dan 27.5 persen responden berjenis kelamin perempuan. Sedangkan dari Desa Ciaruteun Udik diperoleh 26.7 persen responden yang berjenis kelamin laki-laki, dan 23.3 persen responden berjenis kelamin perempuan (Tabel 7).

[image:38.595.111.515.543.675.2]

Pengelompokan usia responden yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu usia 20-30 tahun, usia 31-40 tahun, usia 41-50 tahun dan usia > 50 tahun.

Tabel 8 Jumlah dan persentase responden masyarakat berdasarkan usia

Usia

Responden

Total Karang Tengah Ciaruteun Udik

Jumlah Presentase

(%) Jumlah

Persentase

(%) Jumlah

Persentase (%)

20-30 19 15.8 1 0.8 20 16.7

31-40 19 15.8 23 19.2 42 35.0

41-50 15 12.5 31 25.8 46 38.3

>50 7 5.8 5 4.2 12 10.0

Total 60 50.0 60 50.0 120 100.0

(39)

31-40 tahun terdapat 19.2 persen; usia 41-50 tahun terdapat 25.8 persen; dan usia >50 tahun terdapat 4.2 persen (Tabel 8).

Pendidikan responden dikelompokan menjadi 5 tingkatan yaitu tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA dan perguruan tinggi. Di Desa Karang Tengah, responden yang tidak tamat SD sebanyak 11.7 persen; tamat SD 16.7 persen; tamat SMP 6.7 persen; tamat SMA 9.2 persen; dan perguruan tinggi sebanyak 5.8 persen. Sedangkan pengelompokan responden berdasarkan pendidikan di Desa Ciaruteun Udik, yaitu responden yang tidak tamat SD sebanyak 5.0 persen; tamat SD 10.0 persen; tamat SMP 13.3 persen; tamat SMA 10.8 persen; dan perguruan tinggi sebanyak 10.8 persen (Tabel 9).

Tabel 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan

Responden

Total Karang Tengah Ciaruteun Udik

Jumlah Persentase

(%) Jumlah

Persentase

(%) Jumlah

Persentase (%)

Tidak tamat SD 14 11.7 6 5.0 20 16.7

Tamat SD 20 16.7 12 10.0 32 26.7

Tamat SMP 8 6.7 16 13.3 24 20.0

Tamat SMA 11 9.2 13 10.8 24 20.0

Perguruan tinggi 7 5.8 13 10.8 20 16.7

Total 60 50.0 60 50.0 120 100.0

Pekerjaan responden dikelompokan ke dalam 3 jenis pekerjaan, yaitu pegawai negeri, wiraswasta dan ibu rumah tangga. Di Desa Karang Tengah, responden yang bekerja sebagai pegawai negeri berjumlah sebanyak 6.7 persen; wiraswasta sebanyak 28.3 persen; dan ibu rumah tangga sebanyak 15,0 persen.

Tabel 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan

Jenis pekerjaan

Responden

Total Karang Tengah Ciaruteun Udik

Jumlah Persentase

(%) Jumlah

Persentase

(%) Jumlah

Persentase (%)

Pegawai negri 8 6.7 11 9.2 19 15.8

Wiraswasta 34 28.3 41 34.2 75 62.5

Ibu rumah tangga 18 15.0 8 6.7 26 21.7

Total 60 50.0 60 50.0 120 100.0

Pengelompokan responden berdasarkan pekerjaan di Desa Ciaruteun Udik yaitu, responden yang bekerja sebagai pegawai negeri berjumlah sebanyak 9.2 persen; wiraswasta sebanyak 34.2 persen; dan ibu rumah tangga sebanyak 6.7 persen (Tabel 10).

(40)

Tebel 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan Tingkat pendapatan Karang Tengah Ciaruteun Udik

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Rp 500 000-Rp 1 500

000

20 33.33 20 33.33 Rp 1 600 000-Rp 2

500 000

20 33.33 20 33.33 > Rp 2 500 000 20 33.33 20 33.33

Total 60 100.00 60 100.00

Dalam penelitian ini yang menjadi indikator utama untuk menentukan pengelompokan stratifikasi sosial masyarakat (lapisan atas, menengah, dan bawah) adalah besarnya pendapatan per bulan dari masing-masing masyarakat desa (Desa Karang Tengah dan Desa Ciaruteun Udik). Selain itu indikator tersebut, kepemilikan barang berharga juga dipakai sebagai indikator lain dalam menentukan pengelompokkan masyarakat desa ke dalam lapisan soial tertentu. Hasil observasi di lapang, terlihat bahwa pendapatan berbanding lurus dengan tingkat kepemilikan barang berharga, dimana masyarakat dengan pendapatan yang tinggi akan cenderung memiliki barang berharga yang jauh lebih tinggi atau banyak dibandingkan dengan masyarakat yang memeiliki pendapatan yang rendah. Adapun yang dikategorikan sebagai barang berharga dalam penelitian ini diantaranya; mobil, sepeda motor, televisi, lemari es, serta mesin cuci. Berdasarkan data yang diperoleh dari ke dua desa. Kepemilikan barang berharga di Desa Karang Tengah lebih banyak dibandingkan Desa Ciaruteun Udik (Lampiran 5).

Profil Singkat Ulama

Profil singkat ulama dalam penelitian ini mencakup biodata ulama yang mewakili dari kedua desa penelitian yaitu Desa Karang Tengah dan Desa Ciaruteun Udik. Biodata ini mencakup nama, usia, pendidikan formal, pendidikan informal, serta riwayat organisasi yang pernah dan sedang diikuti. Selain itu juga dijelaskan aktifitas-aktifitas lain yang pernah dan sedang dilakukan oleh ulama tersebut seperti interaksi dengan masyarakat dan pengajian yang diadakan oleh ulama tersebut (Tabel 12).

(41)
[image:41.595.48.489.90.709.2]

Tabel 12 Data karakteristik ulama

Karakteristik Ulama Karang Tengah Ciaruteun Udik

Nama Kh. Mukti Ali Abdul Ghani Drs. H. Mukhtar

Umur 40 tahun 64 tahun

Pendidikan formal Mahad ali mekah (as-saulatiyah school. Mekah)

Universitas Malik Saud (Riad) dan

Universitas Ibnu Khaldun (UIK) Pendidikan

informal

Pesantren di Garut Pesantren di Sukabumi dan Banten

Riwayat organisasi 1) Ketua FGM (forum pagar muslim)

2) Dewan penasehat FGM (organisasi yang dibentuk untuk menjaga aqidah Islam dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sosial kepada masyarakat)

3) Forum generasi Islam Babakan Madang

4) pemilik sekolah dan Podok Pesantren Pajjrusalam

1) Pengurus Nahdatul Ulama (NU) kecamatan

2) Pengurus Nahdatul Ulama (NU) kabupaten

3) ketua MUI kabupaten (2005-2010)

4) dewan penasehat MUI kabupaten

5) pengurus FKUB (forum kerukunan umat beragama) 6) pengurus DMI kecamatan

ketua Yayasan Matul Anwar Jadwal pengajian 1) Sabtu pengajian laki-laki

2) Minggu pengajian

perempuan

3) Rabu malam pengajian laki-laki

1) setiap malam pengajian anak-anak

2) Jumat siang pengajian perempuan

3) Jumat malam pengajian laki-laki

Jemaah pengajian 1) jemaah Desa Karang Tengah

2) jemaah Desa Bojong

Koneng

3) jemaah Desa

Citaringgul

4) jemaah Desa Sumur Batu

5) jemaah Sentul City

1) jemaah Desa Ciaruteun Udik 2) jemaah Kampung Cigola 3) jemaah Kampung Kebon

Kopi

4) jemaah Kampung Caringin Jangkung

5) jemaah Kampung Babakan Cigola

6) jemaah Kampung Ciaruteun 7) jemaah Kampong Cimanggu 8) jemaah Kampung Cibereum 9) jemaah Kampong Sukakarya 10)jemaah Kampong Layu Sari 11)jemaah Kampong Laladon

Nagrog

12) jemaah Kampong Cibuntu 13)jemaah Desa Ciampea

Udik

(42)

sehingga jemaah yang hadir dalam pengajian tidak hanya didominasi oleh masyarakat Desa Karang Tengah, melainkan dari desa tetangga dan sekitarnya. Bahkan Kyai Mukti Ali sering diundang untuk mengisi dakwah di luar kota (seperti Jakarta, Bandung, Garut, Palembang, dan lain-lain) bahkan di luar negeri seperti Kanada, Jepang, Malaysia, dan lain-lain.

Awal masa dakwahnya di masyarakat, Mukti Ali sempat mengalami pro dan kontra dikarenakan kondisi masyarakat Desa Karang Tengah yang masih sangat tradisional dan tidak terbuka dengan perkembangan zaman. Keterangan tersebut tergambar dari pernyataan KH Mukti Ali sebagai berikut:

“Pada saat saya pulang dari Mekah dan mulai mendirikan pesantren, banyak masyarakat yang pro dan kontra terhadap saya, mereka. Yang kontra memandang saya sebagai kyai yang membawa ajaran baru yang berbeda dengan ajaran mereka. Maklumlah, pada saat itu masyarakat Karang Tengah kebanyakan panatik terhadap gurunya. Jadi karena saya datang dengan sedikit pengetahuan baru dari luar, saya dianggap beda. Sebenarnya saya hanya berusaha untuk mengimbangi zaman agar tetap eksis dan tidak ditinggalkan oleh umat”.

Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya KH Mukti Ali mendapat tempat yang baik di masyarakat dengan pendekatan-pendekatan yang beliau gunakan kepada masyarakat. Beliau mampu membuat sebuah perubahan perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik. Masyarakat Karang Tengah yang sebelumnya terkenal dengan masyarakat yang anarkis dan sering ribut dengan masyarakat desa lain, kemudian berubah menjadi masyarakat yang baik.

Contoh kasus terbesar terjadi pada tahun 2006, dimana warga masyarakat Desa Karang Tengah memiliki permasalahan dengan desa tetangga yang berujung pada perkelahian antar desa. Kasus ini kemudian mengakibatkan korban jiwa. KH Mukti Ali yang merupakan warga asli yang lahir dan besar di Desa Karang Tengah, kemudian bisa memahami kondisi yang ada di masyarakatnya tersebut. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan permasalahan ini, KH Mukti Ali kemudian melakukan pendekatan kepada masyarakat. Hal ini tergambar dari penyataannya sebagai berikut:

“… dulu masyarakat Karang Tengah itu terkenal sering ribut, akhirnya pernah pada suatu ketika Saya mengajak masyarakat untuk pergi jalan-jalan bersama ke Gunung Emas. Pada saat acara jalan-jalan saya melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan memberikan arahan bahwa sesungguhnya dalam Islam tidak diperbolehkan saling menyakiti. Pada saat yang bersamaan, masyarakat langsung merespon arahan Saya dengan meminta diadakan pengajian setiap minggu. Dari situ, masyarakat Karang Tengah menjadi lebih baik, dalam arti tidak lagi menjadi masyarakat yang anarkis. Alhamdulilah, sampai saat ini semuanya aman-aman saja”.

(43)

didasari oleh karena pemahaman beliau terhadap kondisi masyarakat yang semakin berkembang dan memiliki pola pikir yang semakin kritis. Hal ini tergambar dari pernyataannya sebagai berikut:

[

Gambar

Gambar 1 Bagan sistem politik
Gambar 3 Metode pengambilan sempel
Tabel 1 Jarak dan waktu tempuh desa penelitian ke pusat pemerintahan
Tabel 2 Luas wilayah desa penelitian menurut penggunaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya. Maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap

Data hasil penelitian terdiri dari dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Berikut akan diuraikan lebih lanjut mengenai hasil penelitian masing- masing

Stimulus ini juga mencakup materi yang diajarkan oleh guru pada waktu berada di sekolah dan juga tugas yang diberikan oleh guru sebagai salah satu penunjang kegiatan belajar

Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa akibat pengaruh diberi perlakuan model pembelajaran advance organizer menggunakan peta konsep dengan diberi perlakuan pembelajaran

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun bintaro belum memberikan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) terhadap Shigella sonnei sampai konsentrasi 4%, sedangkan terhadap

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan anak kost melakukan seks bebas, untuk mengetahui gaya hidup yang diinginkan mahasiswa

4.5.6 Pengujian Hipotesis 3: Terdapat Pengaruh Komunikasi Organisasi Formal dan Komunikasi Organisasi Informal Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di BKPP. Kab.Bandung