• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kenyamanan Termal Penggunaan Material Modern Pada Rumah Baduy Dalam Dengan Teknik Computational Fluid Dynamic

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kenyamanan Termal Penggunaan Material Modern Pada Rumah Baduy Dalam Dengan Teknik Computational Fluid Dynamic"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN PRIORITAS SURVEILAN KEAMANAN PANGAN

BERDASARKAN RISIKO MIKROBIOLOGI DAN KIMIA DI BADAN POM

SKRIPSI

RENDY MAULANA

F 24080101

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Rendy Maulana, Harsi D. Kusumaningrum, and A. A. Nyoman Merta Negara

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone 62 81514660638, e-mail: rndy_mln@yahoo.com

ABSTRACT

Foodborne disease was one of main causes of mortality and morbidity in Indonesia. The food safety surveillance is required to detect, monitor, evaluate, and control the trend of food safety issues. Microbial and chemical risks frequently are found in food products either fresh or processed. The internship done at National Agency for Drug and Food Control RI (NADFC RI) was subjected to determine priority parameters for surveillance of microbial and chemical hazards and develop sampling protocols for these parameters. Tools used to determine the risks priority was qualitative approach of risk assessment. In order to estimate risks, three group of data were collected and assessed including severity of hazards, consumption patterns, and hazards prevalence in food products. Each indicators was ranked in some level; such as very high, high, medium, low, or very low; and then scored. Thereafter, those level combined and calculated to determine end level of each risk. Protocols were made to risks which have a high priority. The results for microbial parameter indicated that from 14 hazards combination list, Bacillus cereus in rice and Salmonella Typhimurium in chicken meat have the highest priority, while almost Listeria monocytogenes in food stuff has lower priority. Whereas for chemical parameter indicated that aflatoxin B1 in peanuts and corn have the highest priority, while heavy metal in street-food has low priority.

(3)

RINGKASAN

Kontaminan pangan adalah bahan atau senyawa yang secara tidak sengaja ditambahkan, tetapi terdapat pada produk pangan. Masuknya kontaminan ke dalam pangan inilah yang menyebabkan timbulnya risiko bahaya pada produk pangan. Kegiatan surveilan dapat dilakukan untuk mengawasi keamanan pangan tersebut.

Surveilan keamanan pangan merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data yang berhubungan dengan keamanan pangan secara sistematik dan terus-menerus serta penyebaran informasi kepada pihak pengguna yang membutuhkan untuk ditindaklanjuti. Surveilan keamanan pangan di Indonesia telah dilakukan oleh instansi-instansi yang terkait dengan masalah keamanan pangan antara lain Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Perguruan Tinggi.

Aktivitas yang dilakukan oleh surveilan keamanan pangan antara lain menguji cemaran biologi, kimia, dan fisik pada setiap rantai pangan. Diantara kontaminan tersebut, risiko mikrobiologis dan kimia merupakan risiko yang cukup sering ditemukan pada produk-produk pangan baik segar maupun olahan. Tujuan dari kegiatan magang ini adalah penentuan prioritas dan petunjuk pelaksanaan sampling dibuat untuk memudahkan pengawasan dan pengontrolan permasalahan keamanan pangan yang nantinya akan dilakukan oleh Badan POM.

Penentuan prioritas dibutuhkan untuk memfokuskan suatu permasalahan sehingga survei tersebut menjadi tepat guna. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan panduan penentuan prioritas antara lain studi literatur mengenai penyakit akibat pangan, pengembangan metode, serta pengujian metode. Pada skripsi, penentuan prioritas menggunakan pendekatan dengan kajian risiko kualitatif. Informasi yang dibutuhkan untuk melakukan kajian ini antara lain tingkat keparahan, tingkat konsumsi, dan prevalensi bahaya. Masing-masing parameter tersebut kemudian disimbolkan dengan angka-angka sehingga dapat dihitung skala prioritasnya berdasarkan skor tersebut.

Hasil yang diperoleh dari penentuan prioritas mikrobiologi menyatakan bahwa Bacillus cereus pada nasi putih memperoleh skor tertinggi yang berarti tingkat prioritasnya paling tinggi diantara kombinasi bahaya mikrobiologi yang lain. Sedangkan untuk hasil penentuan prioritas kimia menyatakan bahwa aflatoksin B1 pada jagung memperoleh skor tertinggi yang berarti tingkat prioritasnya paling tinggi diantara kombinasi bahaya kimia yang lain.

(4)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RENDY MAULANA

F 24080101

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

NIM : F24080101

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I,

(Dr. Ir. Harsi D Kusumaningrum)

NIP. 19640502.199303.2.004

Dosen Pembimbing II,

(Drh. A. A. Nyoman Merta Negara)

NIP. 19611231.198903.1.003

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.) NIP. 19680526.199303.1.004

(6)

Surveilan Keamanan Pangan Berdasarkan Risiko Mikrobiologi dan Kimia di Badan POM adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2012 Yang membuat pernyataan

(7)

© Hak cipta milik Rendy Maulana, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(8)
(9)

iii

berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Pengembangan Protokol Surveilan Keamanan Pangan Bertarget untuk Parameter Mikrobiologi dan Kimia di Badan POM dilaksanakan di Badan POM, Percetakan Negara - Salemba, sejak bulan Februari hingga Agustus 2012.

Skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan, dukungan, dan doa berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum sebagai dosen pembimbing utama (pembimbing akademik) yang telah membimbing dan memberikan arahan serta motivasi.

2. Drh. AA.Nyoman Merta Negara sebagai pembimbing kedua (pembimbing lapang) yang telah membimbing dan memberikan arahan serta motivasi.

3. Nugroho Indrotristanto STP, M.Sc yang telah bersedia menjadi dosen penguji pada sidang tugas akhir saya dan telah memberikan masukan yang membangun pada saat persidangan.

4. Yanti Ratnasari SP, MP atas bimbingan, saran, dan bantuannya selama kegiatan magang dalam rangka penyelesaian tugas akhir.

5. Seluruh staff Direktorat Surveilan dan Keamanan Pangan yang telah memberikan banyak bantuan selama kegiatan magang di Badan POM.

6. Kedua orang tua saya (Zukirwan Zakir (alm) dan Hartis Halim) yang selalu memberi doa, dukungan, dan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir.

7. Kakak-kakak saya, Iin Corlina dan Nova Nurulita, yang telah membantu menyemangati saya. 8. Kamaliah Ulfah yang selalu setia mendengarkan keluh kesah saya serta memberikan semangat,

bantuan, dan doa.

9. Rekan satu bimbingan saya; Iin Wahyuni, Kak Kiki, dan Aria Andika; atas dukungan dan semangatnya.

10. Sahabat-sahabat saya; Sofian Irianto, Randy Oktan Susilo, Ardi, Randy Dio Aritama, Irfan Adiyatma, Setyo Wuriastuti, dkk; atas dukungan morilnya.

11. Rekan kerja, Anggi Sri Dwijayani, Ivan Mustakim, Diah Ayu Kartika, dan Hesti Sofiandari atas kerja sama dan semangatnya.

12. Dosen-dosen ITP yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

13. Seluruh karyawan Unit Pelayanan Terpadu ITP: Mbak Anie, Bu Novi, dll. 14. Seluruh kepingan puzzle ITP 45 atas semangatnya.

15. Seluruh Staff Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. 16. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu pangan.

Bogor, Desember 2012

(10)

iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia ... 3

2.1.1. Sejarah dan Perkembangan Badan POM RI ... 3

2.1.2. Struktur Organisasi Badan POM RI ... 3

2.1.3. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya ... 4

2.1.4. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan ... 5

2.1.5. Sub Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan ... 6

2.2. Surveilan Keamanan Pangan ... 6

2.2.1. Fungsi dan Definisi Surveilan Keamanan Pangan ... 6

2.2.2. Surveilan Keamanan Pangan di Beberapa Negara ... 8

2.2.3. Surveilan Keamanan Pangan di Badan POM ... 9

2.2.4. Mekanisme Surveilan Keamanan Pangan di Badan POM ... 10

2.3. Kontaminan Pangan ... 10

2.4. Analisis Risiko ... 11

2.4.1. Kajian risiko ... 12

2.4.2. Manajemen risiko ... 13

2.4.3. Komunikasi risiko ... 13

2.5. Protokol ... 13

2.5.1. Protokol dengan Parameter Pengujian Mikrobiologi ... 13

2.5.2. Protokol dengan Parameter Pengujian Kimia ... 14

III. METODE PENDEKATAN ... 16

3.1. Penyusunan Panduan Penentuan Prioritas ... 16

3.2. Pengembangan Petunjuk Pelaksanaan Survei Sampling Cemaran ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1. Penentuan Prioritas ... 19

4.1.1. Penentuan Kombinasi Bahaya ... 19

4.1.2. Penentuan Tingkat Keparahan (Konsekuensi) ... 21

4.1.3. Penentuan Tingkat Konsumsi ... 24

4.1.4. Penentuan Nilai Prevalensi ... 25

4.1.5. Penghitungan (Scoring) Prioritas ... 31

4.2. Petunjuk Pelaksanaan Sampling Cemaran ... 35

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1. Simpulan ... 37

5.2. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(11)

v

Tabel 2. Kerangka penentuan prioritas ... 19

Tabel 3. Kombinasi bahaya mikrobiologi dan produknya ... 20

Tabel 4. Kombinasi bahaya kimia dan produknya ... 20

Tabel 5. Klasifikasi dan skor untuk tingkat keparahan... 21

Tabel 6. Penggolongan konsekuensi parameter mikrobiologi ... 22

Tabel 7. Penggolongan konsekuensi parameter mikrobiologi (lanjutan) ... 22

Tabel 8. Penggolongan konsekuensi parameter kimia berdasarkan nilai LD50 ... 23

Tabel 9. Bahaya mikrobiologi dan produknya ... 23

Tabel 10. Bahaya kimia dan produknya ... 23

Tabel 11. Klasifikasi takaran saji dan jumlah konsumsi beberapa produk pangan ... 24

Tabel 12. Klasifikasi tingkat konsumsi berdasarkan interval kelasnya. ... 25

Tabel 13. Klasifikasi dan skor untuk tingkat prevalensi... 25

Tabel 14. Prevalensi bahaya mikrobiologi terhadap produk pangannya ... 26

Tabel 15. Prevalensi bahaya kimia pada produk non-perikanan ... 30

Tabel 16. Prevalensi bahaya kimia pada produk perikanan ... 30

Tabel 17. Klasifikasi tingkat prevalensi berdasarkan interval kelasnya. ... 31

Tabel 18. Penghitungan skor akhir dalam penentuan prioritas ... 31

Tabel 19. Penghitungan prioritas mikrobiologi ... 32

Tabel 20. Urutan prioritas bahaya mikrobiologi ... 32

Tabel 21. Perbandingan tingkat prioritas mikrobiologi ... 33

Tabel 22. Penghitungan prioritas kimia (non-perikanan) ... 33

Tabel 23. Penghitungan prioritas kimia (perikanan) ... 34

Tabel 24. Urutan prioritas bahaya kimia ... 34

(12)

vi

Gambar 2. Kerangka analisis risiko (FAO 2004) ... 12

Gambar 3. Metodologi kegiatan magang ... 16

Gambar 4. Mekanisme penyusunan panduan penentuan prioritas ... 17

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur organisasi badan POM RI ... 45

Lampiran 2. Mekanisme surveilan dan keamanan pangan ... 46

Lampiran 3. Pembagian kelas berdasarkan penghitungan kuantil ... 47

Lampiran 4. Grafik konsumsi penduduk Indonesia SUSENAS 2011 ... 50

Lampiran 5. Pembagian kelas berdasarkan penghitungan kuantil (prevalensi) ... 51

Lampiran 6. Rekomendasi penentuan prioritas terhadap bahaya mikrobiologi dan kimia pada produk pangan ... 52

Lampiran 7. Rekomendasi petunjuk pelaksanaan survei cemaran Bacillus cereus pada nasi putih ... 58

Lampiran 8. Rekomendasi petunjuk pelaksanaan survei cemaran Staphylococcus aureus pada olahan daging ayam ... 63

Lampiran 9. Rekomendasi petunjuk pelaksanaan survei cemaran kadmium pada ikan ... 69

(13)

1.1.

Latar Belakang

Penyakit yang disebabkan oleh pangan merupakan salah satu penyebab utama kematian (mortality) dan kesakitan (morbidity) di Indonesia (BPOM 2004). Untuk mendeteksi masalah keamanan pangan dan risikonya terhadap kesehatan masyarakat, diperlukan kegiatan Surveilan Keamanan Pangan guna memantau kecenderungan (trend) keamanan pangan agar dapat diambil suatu tindakan evaluasi yang mampu mengontrol kondisi tersebut.

Surveilan keamanan pangan merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data yang berhubungan dengan keamanan pangan secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada pihak pengguna yang membutuhkan untuk ditindaklanjuti (WHO 2012). Surveilan keamanan pangan terdiri atas dua pilar yaitu surveilan rantai pangan dan surveilan penyakit akibat pangan. Surveilan rantai pangan dilakukan berdasarkan pendekatan di sepanjang rantai pangan, mulai dari pangan diolah sampai siap dikonsumsi. Sedangkan surveilan penyakit akibat pangan berhubungan dengan manusia, agen penyebab penyakit dan cara penanggulangannya (Rahayu et al. 2003).

Kajian yang diperoleh dari kegiatan surveilan dapat dijadikan landasan ilmiah untuk menetapkan kebijakan-kebijakan dalam bidang keamanan pangan. Surveilan keamanan pangan di Indonesia telah dilakukan oleh instansi-instansi yang terkait dengan masalah keamanan pangan antara lain Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Perguruan Tinggi (Mardiono 2007).

Aktivitas yang dilakukan oleh surveilan keamanan pangan antara lain menguji cemaran biologi, kimia, dan fisik pada setiap rantai pangan. Diantara kontaminan tersebut, bahaya biologi (terutama mikrobiologi) dan kimia merupakan bahaya yang cukup sering ditemukan pada produk-produk pangan baik segar maupun olahan. Sumber cemaran mikrobiologis pada produk-produk pangan dapat berasal dari udara, kontaminasi silang ataupun memang secara alamiah terdapat dalam bahan pangan tersebut. Untuk cemaran kimia pada produk pangan, sering kali terjadi antara lain karena penggunaan bahan tambahan non-pangan yang ditambahkan pada produk pangan, penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang berlebihan, ataupun hasil metabolit dari mikroorganisme.

Untuk menanggulangi permasalahan ini Badan POM RI terutama Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan melakukan suatu serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menguji tingkat bahaya pada produk pangan. Kegiatan itu dimulai dari survei lapang, sampling produk, pengujian di laboratorium dan kajian data hasil pengujian. Hasil pengujian ini kemudian akan digunakan sebagai dasar untuk menetapkan suatu kebijakan sehingga bahaya yang terdapat pada produk tersebut dapat diminimalisir.

Kegiatan magang yang dilakukan di Badan POM difokuskan pada penentuan prioritas dan penyusunan protokol/petunjuk pelaksanaan sampling produk pangan. Penentuan prioritas bertujuan untuk memfokuskan pembuatan protokol sampling pada produk pangan dengan peluang bahaya yang tergolong tinggi. Secara harfiah, protokol sendiri berarti berkas-berkas atau surat-surat resmi yang memuat hasil perundingan (persetujuan dan sebagainya). Protokol sampling ini berisi teknik sampling produk pangan di lapangan dan cara menjaga agar kondisi sampel tersebut tidak rusak selama pendistribusian, mulai dari lapang hingga sampai di laboratorium.

(14)

2

secara bertahap oleh lembaga riset, perguruan tinggi dan badan-badan yang berwenang dalam regulasi keamanan pangan, khususnya di negara-negara maju (BPOM 2004).

1.2.

Tujuan

Tujuan Umum :

1. Ikut serta dengan Badan POM dalam penyusunan kajian risiko terhadap bahaya mikrobiologi dan kimia dalam rangka pengembangan petunjuk pelaksanaan (protokol) sampling pada produk pangan tertentu.

2. Membantu kegiatan rutin di Subdirektorat Surveilan Penyuluhan dan Keamanan Pangan.

Tujuan Khusus :

1. Melakukan penentuan prioritas terhadap bahaya mikrobiologis dan kimia (hanya terfokus pada cemaran logam berat, histamin, aflatoksin, dan nitrit) pada produk pangan tertentu. 2. Melakukan pengembangan petunjuk pelaksanaan (protokol) sampling pada produk pangan

tertentu.

1.3.

Manfaat

(15)

2.1.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia

2.1.1.

Sejarah dan Perkembangan Badan POM RI

Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat pada industri obat, kosmetik, alat kesehatan, dan makanan. Banyak industri telah memiliki teknologi canggih sehingga produk-produk tersebut dapat dihasilkan dalam skala yang besar dengan waktu yang singkat. Selain itu, dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi, banyak produk-produk serupa dari luar negeri ikut meramaikan pasar di Indonesia. Peredaran produk obat, kosmetik, alat kesehatan dan makanan tersebut perlu mendapatkan pengawasan dari pemerintah. Jika tidak, akan banyak beredar produk-produk yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kelayakan dan keamanannya. Produk yang tidak layak dan aman tersebut berupa produk rusak atau terkontaminasi bahan berbahaya yang terjadi pada proses produksi, distribusi, maupun konsumsinya.

Untuk itu, telah dibentuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) yang bertugas untuk mengawasi obat dan makanan sehingga dapat melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan produk obat dan makanan. Pengawasan ini sebelumnya ditangani oleh departemen kesehatan, tetapi karena bertambah kompleksnya permasalahan yang ada dan kebijakan-kebijakan yang harus diambil maka tugas ini perlu ditangani secara khusus. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 166 tahun 2000, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden dan dikoordinasikan dengan Departemen Kesehatan Kesejahteraan Sosial. Untuk melaksanakan tugasnya, Badan POM diberi kewenangan untuk menyusun rencana nasional dan kebijakan nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan makanan, menetapkan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan, menetapkan standar penggunaan bahan tambahan tertentu untuk makanan dan pedoman untuk mengawasinya, memberi ijin peredaran obat serta mengawasi industri-industri farmasi, dan menetapkan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan, dan pengawasan tanaman obat.

Visi Badan POM :

Visi dari Badan POM RI adalah Menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang Inovatif, Kredibel dan Diakui Secara Internasional Untuk Melindungi Masyarakat.

Misi Badan POM :

a. Melakukan Pengawasan Pre-Market Berstandar Internasional. b. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu Secara Konsisten.

c. Mengoptimalkan Kemitraan dengan Pemangku Kepentingan di Berbagai Lini.

d. Memberdayakan Masyarakat Agar Mampu Melindungi Diri dari Obat dan Makanan yang Berisiko Terhadap Kesehatan.

e. Membangun Organisasi Pembelajaran (Learning Organization).

2.1.2.

Struktur Organisasi Badan POM RI

(16)

4

Makanan Nomor 02001/SK/KBADAN POM RI, tanggal 26 Februari tahun 2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan setelah mendapatkan persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 34/M.PAN/2/2001 tanggal 1 Februari 2001. Berikut ini adalah struktur organisasi Badan POM (Lampiran 1):

1. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan 2. Sekretariat Utama

3. Inspektorat

4. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA)

5. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen 6. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

7. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional 8. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan 9. Pusat Riset Obat dan Makanan 10. Pusat Informasi Obat dan Makanan 11. Unit Pelaksana Teknis Badan POM

2.1.3.

Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya bertugas untuk merumuskan kebijakan di bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya secara menyeluruh (Total Food Safety and Hazardous Control). Pengawasan pangan atau bahan berbahaya yang dilakukan mulai dari bahan mentah hingga siap dikonsumsi (from farm to table).

Tugas Deputi ini cukup berat, karena pengawasan secara menyeluruh tersebut melibatkan faktor-faktor yang cukup kompleks. Dari mulai diproduksi hingga mencapai konsumsi, bahan tersebut akan melewati mata rantai yang sulit untuk dilacak. Beberapa mata rantai tersebut adalah budidaya, pengolahan, distribusi, pemasaran, dan konsumsi yang melibatkan pelaku-pelaku seperti produsen, distributor, pengecer, jasaboga, eksportir, importir, dan instansi-instansi terkait di luar Badan POM yang bertugas untuk mengawasi mata rantai produksi pangan, maka pengawasan pangan dan bahan berbahaya secara menyeluruh dilakukan dengan pendekatan terhadap pelaku-pelaku tersebut.

Dalam undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Pasal 3, tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah :

1. Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia

2. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab

3. Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat

Keamanan pangan dipengaruhi oleh setiap tahapan proses yang dilaluinya, sejak dari bahan mentah sampai ke produk jadi di tangan konsumen. Untuk memberikan jaminan keamanan pangan maka perlu dilakukan cara-cara pengendalian pada setiap mata rantai proses penanganan dan pengolahan pangan, mulai dari lapangan (sawah, kebun, kolam, serta praktek-praktek pertanian yang baik), proses pengolahan, penggudangan dan penyimpanan, distribusi dan pemasaran, sampai kepada konsumsi oleh konsumen.

(17)

5

1. Meningkatkan kemampuan Badan POM dalam melakukan berbagai kegiatan yang terkait dengan risk assessment, risk management, dan risk communication.

2. Meningkatkan networking antar lembaga secara terpadu dalam berbagai kegiatan yang terkait dengan keamanan pangan baik di dalam maupun di luar negeri.

3. Meningkatkan kesadaran produsen, khususnya industri rumah tangga akan pentingnya keamanan pangan bagi perlindungan konsumen dan peningkatan daya saing industri pangan secara lokal, regional, maupun global.

4. Meningkatkan kesadaran konsumen akan pentingnya keamanan pangan bagi kesehatan masyarakat dan ikut mengawasi keamanan pangan yang dikonsumsinya.

5. Meningkatkan tindakan secara hukum (enforcement) bagi mereka yang melanggar peraturan perundang-undangan pangan (Fardiaz 2001).

Dalam melaksanakan strategi ini Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya dibantu oleh lima direktorat yaitu, Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, dan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan.

2.1.4.

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan

Tugas

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan.

Fungsi

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan menyelenggarakan fungsi :

1. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang surveilan dan penanggulangan keamanan pangan.

2. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang promosi keamanan pangan.

3. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang penyuluhan makanan siap saji dan industri rumah tangga.

4. Penyusunan rencana dan program surveilan dan penyuluhan keamanan pangan.

5. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan.

6. Evaluasi dan penyusunan laporan surveilan dan penyuluhan keamanan pangan.

7. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.

Susunan Organisasi

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan terdiri dari : 1. Subdirektorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan. 2. Subdirektorat Promosi Keamanan Pangan.

(18)

6

2.1.5.

Sub Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan

Subdirektorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan surveilan dan penanggulangan keamanan pangan. Subdirektorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan menyelenggarakan fungsi :

1. Penyusunan rencana dan program surveilan dan penanggulangan keamanan pangan

2. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan surveilan keamanan pangan

3. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penanggulangan keamanan pangan

4. Evaluasi dan penyusunan laporan surveilan dan penanggulangan keamanan pangan

5. Pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan direktorat surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan

Subdirektorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan terdiri dari : 1. Seksi Surveilan Keamanan Pangan

Seksi Surveilan Keamanan Pangan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan surveilan keamanan pangan.

2. Seksi Penanggulangan Keamanan Pangan

Seksi Penanggulangan Keamanan Pangan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penanggulangan keamanan pangan.

3. Seksi Tata Operasional

Seksi Tata Operasional mempunyai tugas melakukan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan

2.2.

Surveilan Keamanan Pangan

2.2.1.

Fungsi dan Definisi Surveilan Keamanan Pangan

Program Surveilan WHO untuk pengendalian penyakit akibat pangan di Eropa diluncurkan pada tahun 1980 yang muncul dari kesadaran internasional tentang dampak peningkatan penyakit akibat pangan. Salah satu aplikasi surveilan sebagai salah satu metode jaminan keamanan pangan adalah penemuan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Pada November 2001, World Health Organization (WHO) mengembangkan strategi untuk Global Surveillance of Foodborne Diseases dan interaksinya dengan analisis risiko serta penerapannya pada standar makanan internasional (WHO 2001).

Fungsi dari surveilan keamanan pangan adalah untuk (WHO 2002a):

1. Mengidentifikasi wabah penyakit akibat pangan pada tahap awal sehingga tindakan pengobatan dapat diberikan tepat pada waktunya.

(19)

7

3. Menentukan besarnya peranan makanan yang bertindak sebagai jalur transmisi mikroba patogen yang spesifik, dan mengidentifikasi makanan berisiko tinggi, pengolahan makanan yang berisiko tinggi serta populasi rawan risiko.

4. Mengukur efektifitas program untuk meningkatkan keamanan pangan.

5. Menyediakan informasi untuk perancangan kebijakan kesehatan tentang penyakit akibat pangan (termasuk di dalamnya adalah perancangan dan penentuan prioritas strategi pencegahan).

Menurut WHO (2012), surveilan keamanan pangan merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data yang berhubungan dengan keamanan pangan secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada pihak pengguna yang membutuhkan untuk ditindaklanjuti. Sedangkan menurut Rahayu et al. (2003), kegiatan surveilan keamanan pangan didefinisikan sebagai monitoring yang dilaksanakan secara kontinyu terhadap indikator ancaman yang berupa kontaminasi bahaya-bahaya keamanan pangan (cemaran biologi, kimia dan fisik) terhadap pangan untuk mencegah kejadian penyakit akibat pangan. Tahapan pelaksanaan surveilan keamanan pangan (Gambar 1) yang efektif adalah sebagai berikut (WHO 2001):

- deteksi dan notifikasi terhadap permasalahan berkaitan dengan keamanan pangan, - pengumpulan dan pengujian data yang bersangkutan,

- investigasi dan konfirmasi terhadap kasus atau wabah yang terkait masalah keamanan pangan,

- analisis dan pembuatan laporan rutin,

- umpan-balik (feedback) informasi kepada masyarakat,

- umpan-maju (feed-forward) informasi misalnya penyampaian data kepada instansi pusat (yang lebih tinggi),

- pelaporan data ke tingkat administrasi selanjutnya.

Gambar 1. Tahapan pelaksanaan surveilan pengumpulan dan pengujian

data

investigasi dan konfirmasi

analisis dan laporan rutin

feedback

feed-forward

pelaporan deteksi dan notifikasi

(20)

8

Pendekatan yang dilakukan meliputi monitoring sepanjang rantai pangan, mulai dari pangan diproduksi sampai dikonsumsi masyarakat. Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan surveilan keamanan pangan adalah :

- kontaminasi bahan kimia pada pangan

- penggunaan bahan tambahan pangan pada pengolahan pangan - kontaminasi biologi pada pangan

- penyalahgunaan bahan kimia berbahaya pada pangan

Dengan dilakukannya kegiatan surveilan keamanan pangan pada rantai pangan, yang meliputi kajian risiko mikrobiologi maupun kimia, dapat mengidentifikasi cemaran-cemaran pada pangan yang potensial membahayakan masyarakat, sehingga bahaya tersebut dapat dihindari sebelum sampai ke konsumen. Diharapkan di masa depan, kegiatan surveilan keamanan pangan sepanjang rantai pangan dapat semakin bertambah teliti, dengan hasil dapat dipertanggungjawabkan, cepat, mudah dalam pengukuran atau dalam bentuk rapid testing methods terutama untuk patogen.

2.2.2.

Surveilan Keamanan Pangan di Beberapa Negara

Mengacu kepada modul BPOM (2011), berikut adalah sistem surveilan keamanan pangan di beberapa negara :

USA

Dalam penjaminan keamanan pangan, kegiatan US-FDA terfokus pada kesehatan masyarakat, nilai gizi dan pelabelan. Risiko yang dikaji adalah risiko kimia, mikrobiologi, toksikologi dan nilai gizi dari pangan farm to table termasuk pangan siap saji. US-FDA memiliki pendekatan acceptable atau yang dapat diterima daripada pendekatan limit yang dapat sangat bervariasi antar negara, antar kondisi dan antar industri. Keputusan terhadap suatu permasalahan di US-FDA selama ini selalu didasarkan pada risiko sebenarnya dan bukan pada risiko yang diperkirakan. Dengan demikian maka kajian risiko merupakan kegiatan yang mutlak dilakukan dan menjadi inti dari pengambilan keputusan. Hal ini dimungkinkan karena kebijakan tingkat tinggi memberikan dukungan bagi pelaksanaan semua kegiatan tersebut.

Canada

Di Canada, institusi yang bertanggung jawab dibidang keamanan pangan adalah Canadian Food Inspection Agency (CFIA) yang tugasnya adalah melakukan sampling produk untuk dianalisis kandungan residu kimia dan mikrobiologisnya. Selain itu institusi ini juga memberikan respon pada kondisi food safety emergencies. Di Canada, penentuan standar pangan sudah didasarkan pada kajian risiko kesehatan terkini. Kegiatan surveilan dilakukan untuk mengidentifikasi dan menginvestigasi emerging issue sedangkan untuk mendapatkan data paparan dilakukan dengan metode TDS. Aktivitas monitoring dan surveilan merupakan dasar utama untuk menjamin dan memelihara keamanan pangan di Canada. Salah satu contoh kegiatan surveilan keamanan pangan yang baru-baru ini dilakukan adalah Microbiological Risk Assessment (MRA) pada Listeria monocytogenes.

Australia dan New Zealand

(21)

9

European Union (EU)

Dalam melakukan kajian risiko dibentuk European Food Safety Authority (EFSA) yang bersifat independen yang bertugas memasok informasi ke Europian Commision (EC). EFSA bertugas melakukan pengumpulan data terkait pangan dan pakan dari negara anggota untuk menyusun laporan surveilan tahunan. Kajian risiko EFSA dilakukan oleh komite saintifik yang meliputi bahan tambahan pangan, penggunaan material yang kontak dengan pangan, bahan tambahan untuk pakan, residu proteksi tanaman, kesehatan tanaman, GMO, alergen, gizi dan produk dietetik, bahaya biologi, kontaminan pada rantai pangan, dan kesehatan hewan. Selain itu juga risiko spesifik seperti BSE. Hasilnya antara lain diinformasikan di dalam sistem RASFF. Contoh kegiatan surveilan keamanan pangan dari negara anggota EC antara lain yang sudah dilakukan di Belanda dan Inggris berupa kajian terhadap bahaya mikrobiologis. Bahaya mikrobiologis yang dikaji meliputi Salmonella, Campylobacter, E. coli O157:H7, dan L. monocytogenes.

Hongkong

Instansi yang menyelenggarakan kegiatan surveilan keamanan pangan di Hongkong adalah The Center for Food Safety (TCFS). Kegiatan surveilan keamanan pangan yang dilakukan meliputi 3 skema, yaitu surveilan keamanan pangan rutin, surveilan keamanan pangan dengan target pangan tertentu, dan surveilan keamanan pangan musiman untuk tujuan impor baik di tingkat pedagang atau pengecer untuk diuji kandungan kimia dan mikrobiologinya. Hasilnya diumumkan setiap bulan sehingga masyarakat dapat mengikuti kondisi keamanan pangan setiap waktu. Sebagai contoh pangan yang dianalisis tahun 2010 adalah sekitar 8800 setiap tahunnya dengan proporsi pengujian mikrobiologis 29%, kimia 65% dan radioaktif 6%.

2.2.3.

Surveilan Keamanan Pangan di Badan POM

Badan POM RI merupakan salah satu lembaga pemerintah non-departemen yang memiliki peran penting dalam menjalin keamanan pangan di Indonesia. Badan POM sendiri bertindak sebagai leading sector dalam penyusunan kebijakan tentang mutu dan keamanan pangan dengan dibantu oleh instansi terkait lainnya. Untuk mendeteksi masalah keamanan pangan tersebut dan risikonya terhadap kesehatan masyarakat, diperlukan kegiatan surveilan keamanan pangan guna memantau kecenderungan (trend) keamanan pangan (Mardiono 2007). Pada prinsipnya, surveilan bertujuan memperoleh informasi untuk dijadikan dasar dalam melakukan suatu tindakan. Tindakan tersebut ditujukan untuk perencanaan, pengkajian, dan pelaksanaan pengawasan penyakit-penyakit akibat pangan (Sparringa et al. 2002).

Surveilan keamanan pangan di Indonesia masih mempunyai konotasi surveilan pada penyakit-penyakit akibat pangan (foodborne diseases) yang umumnya diketahui dari kasus keracunan pangan atau KLB keracunan pangan. Masalah keamanan pangan tidak terbatas pada kasus/KLB keracunan pangan saja, namun identifikasi faktor-faktor risiko (risk factors) penyakit akibat pangan yang ada di lapangan perlu mendapat perhatian (Sparringa 2002). Sebenarnya Badan POM RI sejak lama telah melaksanakan monitoring dan survei keamanan pangan yang ditujukan pada pengawasan untuk penegakan hukum. Prioritas pengawasan pangan lebih dititikberatkan pada pengawasan yang bersifat preventif (Fardiaz 2001), sehingga survei keamanan pangan di sepanjang rantai pangan perlu dilaksanakan diluar kegiatan inspeksi dalam rangka pengawasan pangan dan survei yang berhubungan dengan kasus atau KLB Keracunan Pangan.

(22)

10

sistem yang terintegrasi (Sparringa et al. 2002). Untuk itu diperlukan Mekanisme Surveilan Keamanan Pangan dan Tindak Lanjut.

2.2.4.

Mekanisme Surveilan Keamanan Pangan di Badan POM

Studi yang banyak diteliti terkait masalah kandungan bahan-bahan berbahaya yang tidak diijinkan, penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang melebihi standar, serta beberapa kasus keracunan pangan baik yang disebabkan oleh senyawa kimia maupun mikroorganisme patogen. Pada umumnya, hasil surveilan belum dapat digunakan untuk kajian risiko. Saat ini, surveilan keamanan pangan lebih terfokus kepada tindakan penegakan hukum (law enforcement). Di sisi lain, kajian risiko untuk program preventif masih terbatas (Sintawatie 2006). Surveilan perlu dilakukan di sepanjang rantai pangan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berkontribusi terhadap penyakit akibat pangan berdasarkan skala prioritas.

Hasil survei yang dilakukan oleh Badan POM merupakan data epidemiologis, yaitu data yang menggambarkan pola kesehatan antara faktor penyebab penyakit dan pola hidup masyarakatnya. Data epidemiologis hasil survei diperlukan untuk berbagai macam tujuan, yaitu (1) untuk memberi informasi pejabat kesehatan masyarakat tentang sifat dan besaran penyakit akibat pangan dan epidemiologisnya, (2) untuk deteksi dini wabah / kejadian luar biasa penyakit akibat pangan, dan (3) untuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program keamanan pangan. Oleh karena itu, surveilan adalah dasar bagi setiap jenis program keamanan pangan (Borgdorff et al. 2005).

Mekanisme surveilan akan mengintegrasikan seluruh kegiatan survei dan tindak lanjutnya yang berhubungan dengan keamanan pangan termasuk kegiatan pengawasan pangan. Hal ini berarti program surveilan keamanan pangan bisa ditindaklanjuti dengan pelaksanaan kegiatan inspeksi, public warning atau kegiatan penegakan hukum. Kegiatan surveilan keamananan pangan bisa didasarkan hasil monitoring, inspeksi, serta tindak lanjut berupa pengawasan dan promosi keamanan pangan. Mekanisme survei mulai dari suatu proposal disusun, hingga ditindaklanjuti dapat dilihat pada Lampiran 2 (BPOM 2005).

2.3.

Kontaminan Pangan

Kontaminan pangan adalah bahan atau senyawa yang secara tidak sengaja ditambahkan, tetapi terdapat pada produk pangan. Kontaminan pangan ini bisa masuk dan terdapat dalam produk pangan sebagai akibat dari (i) penanganan dan/atau proses mulai dari tahap produksi (di tingkat kultivasi maupun di pabrik), pengemasan, transportasi, penyimpanan atau pun penyiapannya; dan (ii) pencemaran dari lingkungan (environmental contamination) (Hariyadi 2010).

(23)

11

melebihi tingkat ambangnya, keberadaan kontaminan ini bisa memberikan ancaman terhadap kesehatan manusia.

Tabel 1. Jenis-jenis kontaminan penyebab permasalahan keamanan pangan

Kontaminan mikrobial Kontaminan Kimia Kontaminan Fisik

- Virus - Bakteri - Protozoa - Parasit - Prion

- Mikotoksin - Toksin Jamur - Toksin Kerang - Pestisida, Herbisida,

Insektisida

- Residu Antibiotik & hormon Pertumbuhan

- Logam Berat

- Gelas - Kayu - Batu

- Logam (potongan paku, biji stapler)

- Serangga - Tulang - Plastik

- Barang personal

Disamping tiga jenis kontaminan yang disebutkan dalam Tabel 1, dalam prakteknya terdapat jenis-jenis kontaminan khusus yang tidak secara langsung memberikan ancaman keamanan pangan karena alasan kesehatan; tetapi lebih karena alasan kepercayaan, budaya, ataupun gaya hidup. Untuk kontaminan jenis ini keberadaannya pada produk pangan (tanpa mengenal tingkat ambang tertentu) akan menyebabkan produk pangan tersebut ditolak oleh konsumen karena alasan “keamanan psikologis”. Bagi yang beragama Islam keberadaan komponen “haram” seberapa pun jumlahnya akan menyebabkan produk tersebut menjadi “haram”. Demikian pula bagi vegetarian, keberadaan komponen hewani pada produk pangan nabati akan menyebabkan produk tersebut tidak sesuai lagi baginya (Hariyadi 2010).

Masing-masing kontaminan mempunyai karakteristik yang unik. Beberapa kontaminan bahkan memang terbentuk secara alami. Ada juga kontaminan yang terbawa oleh air (air adalah media yang paling banyak digunakan dalam proses produksi pangan bahkan sering menjadi bagian komposisi dari bahan pangan), udara ataupun tanah. Ada juga kontaminan yang terbentuk selama proses pengolahan pangan. Sebagai contoh, akrilamida adalah jenis kontaminan yang sering ditemukan pada keripik kentang yang terbentuk selama proses penggorengan.

Permasalahan kontaminan pangan merupakan permasalahan kompleks yang bisa terjadi di sepanjang rantai pangan from farm to table bahkan from farm to mouth. Karena itu, penanganan kontaminan pangan harus dikembangkan dan dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan keamanan pangan.

2.4.

Analisis Risiko

Analisis risiko merupakan ‘generasi ketiga’ dari sistem keamanan pangan. Ketiga generasi tersebut adalah (Rahayu et al. 2004):

1. Good Hygienic Practice dan pendekatan serupa dalam produksi dan penyiapan pangan untuk menurunkan prevalensi dan konsentrasi bahaya.

2. HACCP dan pendekatan serupa yang secara pro-aktif mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya pada tahap-tahap proses dan menitikberatkan pada tindakan pencegahan.

(24)

12

Analisis risiko adalah perangkat manajemen untuk lembaga pemerintah untuk menetapkan perlindungan yang tepat (appropriate level of public health protection) dan menetapkan kebijakan untuk menjamin keamanan pangan. Konsep analisis risiko merupakan interaksi dari tiga hal, yaitu: kajian risiko, manajemen risiko, dan komunikasi risiko (Gambar 2).

2.4.1.

Kajian risiko

Menurut Parker dan Tompkin (2000), kajian risiko keamanan adalah mengorganisasi informasi yang berhubungan dengan risiko-risiko keamanan pangan secara sistematis dan ilmiah sehingga pengambilan keputusan dapat mengerti faktor-faktor yang mendorong risiko. Kajian risiko dilakukan oleh tim pengkaji risiko (Risk Assessor) dengan landasan ilmiah. Kajian risiko secara kuantitatif merupakan analisis matematis terhadap data-data numerik. Keluaran yang dihasilkan merupakan perkiraan risiko yang meliputi peluang dan keparahan sakit yang disebabkan karena mengonsumsi pangan yang mengandung bahaya. Keluaran ini biasanya dinyatakan dalam kategori risiko tinggi, sedang, rendah, ataupun risiko yang dapat diabaikan.

Penilaian berdasarkan kajian risiko berhubungan langsung dengan penyebab bahaya yang meliputi konsekuensi, paparan, dan peluang (Sparringa 2004)

a. Konsekuensi

Konsekuensi yaitu menunjukkan tingkat keparahan bahaya yang didefinisikan sebagai hasil yang paling mungkin dari suatu insiden yang disebabkan oleh bahaya yang ada, antara lain sakit, kecacatan, serta gangguan utama dalam aktivitas yang dapat bersifat permanen maupun sementara, yang dihitung berdasarkan biaya yang ditimbulkannya.

Komunikasi risiko

Pertukaran informasi dan pendapat secara interaktif Kajian risiko

• Identifikasi bahaya • Karakterisasi

bahaya • Kajian paparan • Karakterisasi risiko

Manajemen risiko

• Evaluasi risiko • Kajian pilihan • Pelaksanaan

keputusan • Monitoring dan

Evaluasi

(25)

13

b. Paparan

Paparan didefinisikan sebagai frekuensi terjadinya bahaya. Penilaian dilakukan berdasarkan tingkat frekuensi paparan pangan yang diduga menyebabkan masalah keamanan pangan. c. Peluang

Peluang terjadinya bahaya didefinisikan sebagai kemungkinan suatu kejadian bahaya terjadi setelah terpapar bahaya.

2.4.2.

Manajemen risiko

Manajemen risiko adalah proses menimbang berbagai alternatif/opsi kebijakan keamanan pangan berdasarkan hasil kajian risiko; pemilihan opsi, implementasi, dan pemantaunya. Kegiatan ini dilakukan oleh tim manajemen risiko dan dipimpin oleh manajer risiko dengan landasan kebijakan. Pengendalian risiko tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang diperoleh. Tujuan dari kegiatan ini adalah mengurangi bahkan mencegah terjadinya risiko tersebut. Untuk risiko tinggi, pengendalian risiko mutlak diperlukan. Untuk risiko sedang, pengendalian risiko tidak perlu dilakukan apabila tenaga dan biaya yang diperlukan sangat besar dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh. Sedangkan untuk risiko kecil, pengendalian risiko tidak perlu dilakukan (Rahayu et al. 2004)

Penilaian berdasarkan manajemen risiko berkaitan dengan aspek ekonomi, politik, teknis, serta dampaknya apabila kajian/survei ini dilakukan. Aspek yang dikaji meliputi persepsi masyarakat terhadap bahaya yang ada, tindakan/intervensi, kontribusi data yang ada terhadap tujuan survei yang ada, dan besarnya biaya yang diperlukan (Mardiono 2007).

Keputusan manajemen risiko perlu dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang terkait. Oleh karena itu, diperlukan strategi komunikasi yang terdapat dalam konsep komunikasi risiko.

2.4.3.

Komunikasi risiko

Komunikasi risiko didefinisikan sebagai proses pertukaran informasi dan pendapat secara interaktif tentang risiko diantara pengkaji risiko (pakar, peneliti), manajer risiko (pemerintah), dan pihak-pihak terkait lainnya seperti konsumen, industri, kalangan akademik, serta pihak yang tertarik (Parker et al. 2000, WHO 2000). Informasi yang diberikan termasuk penjelasan tentang temuan-temuan dalam kajian risiko dan landasan keputusan manajemen risiko. Manfaat komunikasi risiko adalah meningkatkan kewaspadaan dan pengertian terhadap isu-isu spesifik yang dihasilkan oleh kajian risiko, meningkatkan konsistensi dan transparansi pelaksanaan keputusan yang telah ditetapkan oleh manajer risiko, dan memperkuat kerja sama diantara instansi-instansi terkait, sekaligus meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari keseluruhan proses analisis risiko (WHO 2000).

Pelaksanaan analisis risiko perlu diterapkan dalam rangka pengawasan keamanan pangan secara total (Total Food Safety Control). Badan POM RI bekerja sama dengan pihak-pihak terkait baik lembaga pemerintah ataupun swasta dan konsumen untuk meningkatkan keamanan pangan sebagai tugas bersama.

2.5.

Protokol

2.5.1.

Protokol dengan Parameter Pengujian Mikrobiologi

(26)

14

Shigella, Campylobacter, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolityca, Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum, Bacillus cereus, Vibrio cholerae, Vibrio parahaemolyticus, E.coli enteropatogenik dan Enterobacter sakazakii (BPOM 2008).

Saat monitoring terdapat lima jenis pemantauan yaitu observasi, evaluasi sensorik, pengukuran sifat fisik, pengujian kimia dan pemeriksaan mikrobiologi. Pemantauan makanan melibatkan pengamatan yang sistematis, pengukuran dan merekam faktor yang signifikan untuk kontrol bahaya. Prosedur pemantauan atau protokol yang dibuat harus mampu bertindak sebagai corrective action baik sebelum atau selama operasi. Selain itu, protokol yang dibuat juga berfungsi untuk mengontrol dan menjamin suatu kontaminan dalam pangan tidak menimbulkan penyakit.

Pada tugas akhir ini protokol yang akan dibuat dan diuji adalah protokol keamanan pangan dengan parameter adalah aspek mikrobiologis. Secara harfiah protokol berarti surat-surat resmi yang memuat hasil perundingan (persetujuan dsb) (Setiawan 2012). Pengertian protokol survei pada bahasan ini adalah suatu dokumen penting yang digunakan sebagai pedoman bagi pelaksana survei yang berisi tentang latar belakang survei, penetapan tujuan, keluaran dan manfaat, penetapan populasi survei, identifikasi kerangka sampel, metode pengambilan sampel dan penentuan besarnya sampel, penanganan sampel, preparasi sampel, analisis sampel dan manajemen survei (Mardiono 2007).

Beberapa tujuan lain dari pembuatan protokol ini adalah (KZN 2000):

1. sebagai alat yang efektif untuk memprediksi dan memantau potensi kontaminan dapat menyebabkan penyakit dalam makanan,

2. Untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi kontaminan dalam makanan sehingga dapat dilakukan studi yang tepat, dan

3. Dapat digunakan sebagai metode prediksi jika jumlah data yang diperoleh minim.

Dalam suatu protokol tidak mungkin hanya menggunakan satu metode untuk menganalisis suatu data karena suatu metode memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Dengan adanya kombinasi dari beberapa metode, hasil yang didapat akan lebih rinci dan akurat. Hasil analisis ini merupakan hasil estimasi pengukuran paparan organisme atau metabolitnya terhadap suatu populasi dibandingkan dengan jumlah asupan pangan.

2.5.2.

Protokol dengan Parameter Pengujian Kimia

Perencanaan yang cermat dan penyesuaian aturan dengan peraturan pemerintah terutama dalam sektor pangan sangat diperlukan untuk mengembangkan sistem pemantauan makanan. Protokol pengujian kimia ini mengacu pada WHO (1985). Langkah-langkah yang akan dilakukan sebelum menentukan protokol antara lain:

a. Data Konsumsi Pangan

Pengumpulan data yang valid untuk konsumsi pangan dari suatu populasi adalah masalah yang paling sulit dipecahkan sehingga pada akhirnya yang paling sering digunakan adalah asumsi. Dengan adanya data pola konsumsi ini jumlah cemaran kontaminan dapat dianalisis. b. Menggunakan Data Konsumsi Pangan untuk Memperoleh Jumlah Kontaminan

Ada tiga pendekatan yang dapat diadopsi untuk mengestimasi asupan harian dari suatu kontaminan. Berdasarkan data konsumsi pangan ditemukan tiga metode untuk menghitung jumlah kontaminan:

- Total diet studies:

(27)

15

- Selective studies of individual foodstuffs:

Pendekatan ini melibatkan pengukuran residu dalam sampel yang representatif dari bahan makanan, baik mentah atau di masak, bersama dengan data konsumsi makanan dan kemungkinan asupan harian rata-rata harus dihitung.

- Duplicate portion studies:

Perwakilan pola individu dapat dikumpulkan selama beberapa periode (hari) dengan meminta kepada lembaga terkait untuk menyediakan, menganalisis residu, dan membuat duplikat sampel dari konsumsi makanan.

c. Analisis Sampel Pangan

- Persiapan sampel untuk analisis

- Penentuan ambang batas deteksi dan kuantifikasi

- Peninjauan teknik dan metode analisis terhadap kontaminan - Kecukupan metode analisis

- Penentuan jenis kontaminan - Laporan hasil analisis

d. Perhitungan dan Pelaporan Kandungan Kontaminan

(28)

Metode kerja disusun untuk mempermudah langkah kerja magang dan penyelesaian program yang akan dilakukan. Beberapa tahap kerja yang dilakukan meliputi pengenalan instansi, penyusunan panduan penentuan prioritas, dan pengembangan petunjuk pelaksanaan survei cemaran (sampling). Selama kegiatan magang ini berlangsung penulis melakukan studi pustaka untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Penulis juga melakukan diskusi dan konsultasi setiap adanya kemajuan, diskusi tersebut dilakukan baik dengan pembimbing dari pihak Badan POM maupun pembimbing dari departemen ITP. Metodologi kegiatan magang yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.

3.1.

Penyusunan Panduan Penentuan Prioritas

Suatu prioritas dibutuhkan untuk memfokuskan suatu permasalahan. Begitu pula dalam survei bahaya pangan dibutuhkan adanya prioritas sehingga survei tersebut menjadi tepat guna. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan panduan penentuan prioritas (Gambar 4) antara lain studi literatur baik mengenai bahaya-bahaya yang umum terjadi di Indonesia maupun literatur pengolahan data untuk penentuan prioritas, penentuan metode yang tepat, pengembangan metode, serta pengujian metode.

Studi literatur mengenai bahaya-bahaya yang umum terjadi di Indonesia dilakukan untuk menentukan kombinasi bahaya dan produk pangan. Kombinasi ini selanjutnya akan dijadikan sebagai bahan yang akan dikaji tingkat prioritasnya. Bahaya yang termasuk dalam kajian ini hanya bahaya mikrobiologi dan kimia. Bahaya fisik tidak dimasukkan dalam kajian ini karena tingkat keparahan dan peluang terdapatnya bahaya fisik cukup rendah. Selain itu, teknik yang digunakan untuk pencegahan terhadap bahaya fisik ini mudah dilakukan.

Gambar 3. Metodologi kegiatan magang Pengenalan Instansi

Penyusunan Panduan Penentuan Prioritas

Pengembangan Petunjuk Pelaksanaan Survei Sampling Cemaran

Penyatuan Berkas

Draft 1

(29)

17

Pengolahan data untuk menentukan tingkat prioritas bahaya dilakukan setelah kombinasi bahaya cemaran mikrobiologi dan kimia ditentukan. Pendekatan yang digunakan dalam penentuan prioritas ini adalah kajian risiko. Kajian risiko yang digunakan adalah kajian risiko kualitatif yang sederhana. Informasi yang dibutuhkan dalam kajian risiko ini antara lain tingkat keparahan, tingkat konsumsi, dan peluang terdapatnya suatu bahaya dalam produk pangan tertentu.

Pengujian metode dilakukan setelah informasi terkumpul. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kecocokan antara metode dan keluaran yang diharapkan. Panduan penentuan prioritas dibuat jika semua tahap mulai dari studi pustaka hingga pengujian metode selesai dilakukan.

Gambar 4. Mekanisme penyusunan panduan penentuan prioritas Studi pustaka mengenai jenis

bahaya

Pemfokusan beberapa jenis bahaya yang umum terjadi di

Indonesia

Penyusunan daftar kombinasi bahaya

Studi pustaka mengenai kajian risiko

Pengumpulan informasi-informasi (data) yang

dibutuhkan

Percobaan uji olahan data

Pengembangan dan penetapan metode yang tepat

(30)

18

3.2.

Pengembangan Petunjuk Pelaksanaan Survei Sampling Cemaran

(31)

19

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Penentuan Prioritas

Penghitungan tingkat prioritas dari suatu bahaya dapat dilakukan menggunakan pendekatan analisis risiko, yaitu kajian risiko dan manajemen risiko. Pada penentuan prioritas untuk parameter mikrobiologi dan kimia ini, hanya menggunakan pendekatan berdasarkan kajian risiko. Pendekatan berdasarkan manajemen risiko tidak dapat dilakukan karena parameter yang dibutuhkan sangat banyak antara lain persepsi masyarakat, intervensi terhadap masalah, tingkat keefektifan tindakan preventif, dan jumlah biaya dalam penerapan tindakan preventif (Mardiono 2007). Selain itu, periode magang yang dilaksanakan selama 5 bulan serta tidak tersedianya informasi/data yang memadai juga menjadi kendala tidak dapat digunakannya pendekatan melalui manajemen risiko.

Kajian risiko dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu kajian risiko kuantitatif dan kajian risiko kualitatif. Parameter yang digunakan dalam kajian risiko dapat bermacam-macam antara lain tingkat bahaya, frekuensi asupan, prevalensi bahaya, prevalensi sakit, dan konsentrasi cemaran pada produk (Rahayu et al. 2004). Pemanfaatan parameter ini disesuaikan dengan jenis kajian yang digunakan.

Pada pengolahan ini yang digunakan adalah kajian risiko semi kuantitatif karena data yang digunakan merupakan perpaduan antara data deskriptif dan data numerik. Parameter yang digunakan pada kajian ini adalah konsekuensi bahaya cemaran, tingkat konsumsi masyarakat (termasuk di dalamnya data takaran saji), dan prevalensi bahaya dalam pangan tertentu. Parameter tersebut kemudian diberi nilai dan dikalkulasikan. Nilai yang besar mencerminkan tingkat prioritas yang tinggi. Pemodelan yang digunakan untuk menentukan besarnya prioritas digambarkan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Kerangka penentuan prioritas

Bahaya Produk pangan Konsekuensi Konsumsi Prevalensi Skor Akhir

Tingkat Prioritas

... ... ... ... ... ... ...

... ... ... ... ... ... ...

4.1.1.

Penentuan Kombinasi Bahaya

(32)

20

Tabel 3. Kombinasi bahaya mikrobiologi dan produknya

Bahaya Produk

Campylobacter jejuni - daging ayam

- susu murni + pabrikan

Salmonella sp.

- telur ayam (Salmonella Enteridis)

- udang segar & beku (Salmonella paratyphi) - daging ayam (Salmonella Typhimurium)

V.parahaemolyticus - udang segar Staphylococcus aureus - ayam siap saji Bacillus cereus - nasi putih

Listeria monocytogenes

- daging sapi - daging ayam - susu pasteurisasi

Menurut Michael et al. (2011), 14 mikroba patogen yang paling sering penyebab sakit adalah Salmonella spp, Toxoplasma gondii, Camylobacter spp, Listeria monocytogenes, Norovirus, E.coli O157:H7, Clostridium perfringens, Yersinia enterocolitica, Vibrio vulnificus, Shigella spp, Vibrio parahaemolyticus, Cryptosporidium parvum, E.coli non-O157 STEC, dan Cyclospora cayetanensis. Menurut ECDC (2010), mikroba patogen yang memiliki laporan kasus dengan kelompok tinggi antara lain Giardiasis, Campylobacteriosis, Salmonellosis, Hepatitis A, Yersiniosis, Cryptosporidiosis, dan Shigellosis.

Tabel 4. Kombinasi bahaya kimia dan produknya

Bahaya Produk

Timbal (Pb)

- AMDK - Gorengan

- Minuman teh (seduhan)

- Susu UHT (Ultra High Temperature) - Ikan segar

Kadmium (Cd)

- AMDK - Gorengan

- Minuman teh (seduhan)

- Susu UHT (Ultra High Temperature) - Ikan segar

- Crustacea (udang, kepiting) - Mollusca (kerang)

Merkuri (Hg)

- AMDK - Gorengan

- Minuman teh (seduhan)

- Susu UHT (Ultra High Temperature) - Ikan segar

- Crustacea (udang, kepiting) - Mollusca (kerang)

Arsen (As)

- Ikan segar

- Crustacea (udang, kepiting) - Mollusca (kerang)

Histamin - Ikan segar

Aflatoksin B -- Kacang tanah Jagung (basah + pipilan)

(33)

21

Menurut FDA (2011), 14 mikroba patogen yang paling sering menyebabkan sakit adalah Campylobacter jejuni, Clostridium botulinum, Clostridium perfringens, E. coli, Listeria monocytogenes, Norovirus, Salmonella Enteritidis, Salmonella Typhimurium, Shigella, Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae, Vibrio parahaemolyticus, Vibrio vulnificus, dan Yersinia enterocolitica. Hasil daftar kombinasi ini sesuai dengan beberapa literatur di atas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mikroba patogen yang menjadi fokus di Indonesia juga merupakan mikroba yang menjadi fokus di beberapa negara seperti Florida, Eropa, dan Amerika Serikat.

Daftar kombinasi untuk parameter kimia pada Tabel 4, diperoleh dari data-data yang ada di Badan POM. Fokus data yang diperoleh dari BPOM adalah data cemaran logam pada jajanan dan produk perikanan, aflatoksin B1 pada kacang tanah serta Na-Nitrit pada daging sapi. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil kolaborasi antara United Nations Institute for Training and Research (UNITAR), European Commission (EC), dan pemerintahan Switzerland yang tercantum dalam Thailand chemicals management profile 2005 menyatakan bahwa bahaya utama dalam air minum adalah endosulfan dan logam berat (Pb,Cd, dan As) sedangkan bahaya utama residu kimia pada makanan adalah pestisida, formalin, boraks, pewarna kimia ilegal, dan obat-obatan ternak (clenbuteral, salbutamol, chloramphenicol, dan nitrofurans) (Anonim 2005). GEMS FOOD menyebutkan kontaminasi yang menjadi prioritas dalam makanan antara lain pestisida, insektisida, logam berat (Pb, Cd, dan Hg), aflatoksin, nitrit/nitrat, dan inorganik arsenik (WHO 2002b). Hasil daftar kombinasi ini sesuai dengan beberapa literatur di atas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bahaya kimia yang menjadi fokus di Indonesia juga merupakan bahaya kimia yang menjadi fokus di beberapa negara.

4.1.2.

Penentuan Tingkat Keparahan (Konsekuensi)

Tingkat keparahan atau konsekuensi ditentukan dengan melihat seberapa parah dampak yang ditimbulkan oleh bahaya tersebut. Semakin tinggi tingkat keparahannya maka bahaya tersebut akan digolongkan dalam konsekuensi tinggi. Secara umum, klasifikasi tingkat keparahan ini dibagi tiga yaitu rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T). Namun, pengklasifikasian tersebut tidak harus selalu dibagi menjadi tiga kelompok. Rahayu et al. (2004) membagi tingkat keparahan (mikrobiologi) menjadi 4 kelompok yaitu dapat diabaikan (D), rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T). Hodgson Ernest (2004) membagi tingkat keparahan (kimia) menjadi 4 kelompok yaitu dapat relatif tidak toksik, toksik, sangat toksik, dan amat sangat toksik. Sedangakan Mardiono (2007) dan Desphande (2002) menyatakan pembagian tingkat keparahan menjadi tiga yaitu rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T).

Tabel 5. Klasifikasi dan skor untuk tingkat keparahan

No. Klasifikasi Skor

1 Tinggi 10

2 Sedang 5

3 Rendah 1

(34)
[image:34.595.87.505.82.805.2]

22

Tabel 6. Penggolongan konsekuensi parameter mikrobiologi

Virus Tingkat Keparahan Toksin Tingkat Keparahan

Adenovirus Sedang Ciguatoxins Sedang-Tinggi

Astrovirus Sedang Diarrhetic shellfish poisons (DSP) Rendah

Calicivirus Rendah Domoic acid Sedang-Tinggi

Hepatitis A Sedang-Tinggi Histamine, histamine-like Rendah-Tinggi Norwalk dan Norwalk-like Rendah-Sedang Neurotoxic shellfish poisons Rendah Parvovirus Sedang Paralytic shellfish poison (PSP) Sedang-Tinggi

Rotavirus Sedang Tetrodotoxin Sedang-Tinggi

Parasit protozoa Tingkat Keparahan Parasit lainnya Tingkat Keparahan

Cryptosporidium parvum Sedang-Tinggi Angiostrongylus cantonensis Tinggi

Cyclospora cayetanensis Sedang Anisakid nematodes Rendah-Tinggi

Entamoeba histolytica Rendah-Tinggi Diphyllobothrium spp. Rendah-Sedang

Giardia lamblia Rendah-Sedang Taenia saginata Sedang-Tinggi

Toxoplasma gondii Rendah-Tinggi Taenia solium Sedang-Tinggi

Sumber : Deshpande (2002); CDC (2004); Ward et al. (2004) Trichinella spiralis (nematode) Sedang-Tinggi

[image:34.595.108.408.378.761.2]

Untuk parameter mikrobiologi tingkat keparahan ini ditentukan dari waktu inkubasi, perkiraan kasus kematian / kasus KLB, dan dosis yang menyebabkan sakit. Selain itu, untuk dapat pula dilihat berdasarkan resistensinya terhadap antibiotik-antibiotik tertentu. Berdasarkan literatur pembagian klasifikasi dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.

Tabel 7. Penggolongan konsekuensi parameter mikrobiologi (lanjutan)

Bakteri Tingkat Keparahan

Aeromonas hydrophilla Tinggi

Bacillus anthracis Tinggi

Bacillus cereus Rendah

Brucella abortus Sedang-Tinggi

Campylobacter jejuni Rendah-Sedang

Clostridium botulinum Tinggi

Clostridium perfringens Rendah

Coxiella burnetti Rendah-Tinggi

Escheria coli (enteroinvasive) Rendah-Tinggi Escheria coli (enteropathogenic) Rendah-Tinggi Escheria coli (enterotoxigenic) Rendah-Tinggi E. coli O157:H7 (enterohemorrhagic) Sedang-Tinggi Listeria monocytogenes Rendah-Tinggi

Mycobacterium avium Tinggi

Mycobacterium bovis Tinggi

Mycobacterium tuberculosis Tinggi

Salmonella paratyphi Tinggi

Salmonella spp. (serovar) Rendah-Tinggi

Salmonella typhi Tinggi

Shigella spp. Sedang-Tinggi

Staphylococcus aureus Rendah, Tinggi (Langka) Streptococcusi betahemolitik Rendah-Sedang

Vibrio choloerae (non-O1) Rendah-Sedang

Vibrio choloerae (O1) Rendah, Tinggi (Langka) Vibrio parahaemolyticus Sedang

Vibrio vulnificus Tinggi

Yersinia enterocolitica Rendah-Sedang, Kronis Yersinia pseudotuberculosis Sedang

(35)

23

Untuk parameter kimia tingkat keparahan ini ditentukan dari nilai LD50 masing-masing

bahaya (Tabel 8), semakin kecil nilai LD50 maka dapat dikatakan bahaya tersebut memiliki tingkat

keparahan yang lebih tinggi, begitu pula sebaliknya (Hodgson Ernest. 2004). Tingkat keparahan untuk bahaya mikrobiologi diperoleh berdasarkan literatur Deshpande (2002) dan Ward et al. (2004). Tingkat keparahan untuk bahaya kimia diperoleh berdasarkan literatur Hodgson Ernest (2004), JECFA, dan WHO.

Tabel 8. Penggolongan konsekuensi parameter kimia berdasarkan nilai LD50

No. Klasifikasi LD50 (mg/kg) Skor

1 Tinggi <50 10

2 Sedang 50 – 500 5

3 Rendah >500 1

Sumber: (Hodgson Ernest 2004)

Hasil dari studi literatur mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 9. Salmonella paratyphi dan L. monocytogenes (untuk kalangan khusus) memiliki konsekuensi tinggi sedangkan L. monocytogenes (untuk kalangan normal) memiliki konsekuensi rendah. Untuk bahaya kimia dapat dilihat pada Tabel 10, hanya bahaya aflatoksin B1 yang memiliki konsekuensi tinggi sedangkan yang lain memiliki konsekuensi rendah.

Tabel 9. Bahaya mikrobiologi dan produknya

Bahaya (BSN. 2009) Konsekuensi

Klasifikasi Skor Campylobacter jejuni (-) /25 ml-g Sedang 5 Salmonella Enteridis (-) /25 g Sedang 5 Salmonella paratyphi (-) /25 g Tinggi 10 Salmonella Typhimurium (-) /25 g Sedang 5 V.parahaemolyticus (-) /25 g Sedang 5 Staphylococcus aureus (2 log CFU/g) Sedang 5 Bacillus cereus (2,2 log CFU/g) Sedang 5

Listeria monocytogenes (-) /25 g Tinggi

a

10

Rendahb 1

a)

Tinggi : golongan khusus (ibu hamil, anak-anak, lansia, dan orang yang memiliki imunitas rendah)

b)

Rendah : orang dengan imunitas normal Sumber: Deshpande (2002), Ward et al. (2004)

Tabel 10. Bahaya kimia dan produknya

Bahaya Konsekuensi

Klasifikasi Skor

Timbal (Pb) Rendah 1

Kadmium (Cd ) Rendah 1

Merkuri (Hg) Rendah 1

Arsen (As) Rendah 1

Histamin Rendah 1

Aflatoksin B1 Tinggi 10

Na-nitrit Rendah 1

(36)

24

4.1.3.

Penentuan Tingkat Konsumsi

Tingkat atau jumlah konsumsi didasarkan pada data konsumsi masyarakat Indonesia seperti data SUSENAS yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data SUSENAS yang digunakan sebagai acuan sebaiknya adalah data hasil survei pada tahun yang bersangkutan (pada saat dilakukan kajian risiko atau 1 tahun sebelumnya). Jika sumber data konsumsi berasal dari beberapa sumber yang berbeda, maka satuan dari data tersebut harus disamakan sesuai data SUSENAS yaitu kg / perkapita / minggu.

Data konsumsi digunakan untuk mengetahui jumlah asupan pangan untuk masing-masing individu. Dari data tersebut, dapat dilihat seberapa sering seseorang mengkonsumsi pangan yang diduga tercemar bakteri tertentu. Data konsumsi yang digunakan pada penentuan prioritas ini adalah data SUSENAS tahun 2011, lebih jelas tercantum dalam Tabel 11. Pengkelasan terhadap data konsumsi dilakukan dengan metode statistika dengan melihat sebarannya.

[image:36.595.85.538.368.647.2]

Penyeragaman satuan data dibutuhkan agar tingkat konsumsi suatu jenis produk dapat dibandingkan dengan produk lain. Untuk itu, data takaran saji dibutuhkan sebagai acuan dalam penyeragaman satuan tersebut. Hasil dari pengkelasan ini menunjukkan bahwa telur ayam, daging ayam, dan nasi putih menempati tingkat konsumsi sangat tinggi sedangkan daging sapi menempati tingkat konsumsi rendah.

Tabel 11. Klasifikasi takaran saji dan jumlah konsumsi beberapa produk pangan

Produk

Takaran Saji (Warsitaningsih

2010)

Konsumsi (BPS 2011) Jumlah per

orang/hari

Jumlah Konsumsi

(perkapita/minggu) Satuan Tingkat Skor

Nasi putih 200 gr 0.179 Porsi Sangat Tinggi 10

0.090 Kg

Daging sapi 100 gr 0.008 Kg Sangat Rendah 1

Susu pasteurisasi / UHT

*(susu murni + susu cair pabrik) 250 ml

0.008 L

Sangat Rendah 1

0.009 Kg

Jagung

*(basah dengan kulit + pipilan) 50 gr 0.035 Kg Tinggi 7

Daging ayam (ras + kampung) 200 gr 0.082 Kg Sangat Tinggi 10

Telur ayam (ras + kampung) 50 gr 0.199 Kg Sangat Tinggi 10

Udang segar & beku 50 gr 0.012 Kg Rendah 3

AMDK 250 ml 0.051 Kg Sangat Tinggi 10

Gorengan 50 gr 0.194 Kg Sangat Tinggi 10

Minuman teh (seduhan) 250 ml 0.001 Kg Sangat Rendah 1

Kacang tanah 70-80 gr 0.008 Kg Rendah 3

Ikan segar 100 gr 0.227 Kg Sangat Tinggi 10

Crustacea (udang, kepiting) 50 gr 0.012 Kg Rendah 3

Mollusca (kerang) 50 gr 0.005 Kg Sangat Rendah 1

(37)

25

Tabel 12. Klasifikasi tingkat konsumsi berdasarkan interval kelasnya.

Interval kelas (perkapita/kg/minggu) Tingkat Skor

< 0.010 Sangat Rendah 1

0.010 – 0.021 Rendah 3

0.022 – 0.032 Sedang 5

0.033 – 0.043 Tinggi 7

> 0.043 Sangat Tinggi 10

Dengan demikian, hasilnya dapat lebih valid dan akurat. Contoh perhitungan dan pengkelasan secara lengkap terdapat pada Lampiran 4.

4.1.4.

Penentuan Nilai Prevalensi

Nilai prevalensi ini adalah peluang terdapat bahaya dalam produk pangan tertentu. Angka-angka prevalensi ini diperoleh dari hasil kajian atau penelitian yang ada. Prevalensi ini didapat dengan melihat persentase antara jumlah sampel (kadar bahayanya melebihi batas maksimum yang ditetapkan SNI) dengan jumlah sampel yang diuji (Harinaldi. 2005).

prevalensi = x 100%

Keterangan:

n : jumlah sampel yang kadar bahayanya melebihi batas maksimum yang ditetapkan SNI N : jumlah sampel yang diuji

Sama halnya dengan penentuan kla

Gambar

Tabel 7. Penggolongan konsekuensi parameter mikrobiologi (lanjutan)
Tabel 11. Klasifikasi takaran saji dan jumlah konsumsi beberapa produk pangan
Tabel 14. Prevalensi bahaya mikrobiologi terhadap produk pangannya
Tabel 16. Prevalensi bahaya kimia pada produk perikanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kajian awalan ini melibatkan pemahaman terhadap isu-isu jenayah semasa sama ada jenayah kekerasan dan jenayah harta benda yang melibatkan ancaman kepada aspek keselamatan

Dari hasi yang diperoleh dapat disimpukan bahwa ekstrak daun kejibeling (Strobilanthes Crispus Linn) mampu menurunkan kadar glukosa darah mencit (Mus musculus) yang

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN KAYAMBANG (Salvinia molesta) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS KARKAS DAN NILAI NUTRISI DAGING AYAM BROILER, penelitian yang berkaitan

Dari hasil diagnosis sistem didapat 2 kesalahan yang disebabkan oleh gejala pada dua penyakit sedangkan satu output penyakit yang dihasilkan... Sehingga hal ini

Renja Kerja ( RENJA ) Tahun 2018 sebagai dokumen Perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang memuat kebijakan dan program/kegiatan dalam satu tahun dan sebagai

Beberapa kecenderungan dari temperamen yang sering ditemukan pada anak-anak ialah sifat malu, yang ditemukan pada 10% populasi anak dan temperamen emosi negatif yaitu sikap

 Pembangungan berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek baik fisik, rohani, sosial dan budaya dalam jangka panjang, dengan tidak

Potensi internal berupa daya tarik dari masing-masing destinasi obyek wisata, seperti Pantai Pasar Bawah memiliki daya tarik pantai yang indah, Taman Remaja Rekreasi memiliki