• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum.L) Lahan Kering Di Pt Gula Putih Mataram, Lampung Dengan Aspek Khusus Tebang, Muat, Dan Angkut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum.L) Lahan Kering Di Pt Gula Putih Mataram, Lampung Dengan Aspek Khusus Tebang, Muat, Dan Angkut"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

DI PT GULA PUTIH MATARAM, LAMPUNG

DENGAN ASPEK KHUSUS

TEBANG, MUAT, DAN ANGKUT

OLEH

DHIYAUDZDZIKRILLAH A24062623

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

DI PT GULA PUTIH MATARAM, LAMPUNG

DENGAN ASPEK KHUSUS

TEBANG, MUAT, DAN ANGKUT

OLEH

DHIYAUDZDZIKRILLAH A24062623

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

officinarum) Lahan Kering di PT Gula Putih Mataram, Lampung, Dengan

Aspek Khusus Tebang, Muat, dan Angkut. (Dengan pembimbing Ir. Purwono, MS.)

Kegiatan magang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan teknis dan manajemen budidaya tebu. Aspek khusus yang diamati dalam magang ini adalah sistem tebang, muat, dan angkut di PT Gula Putih Mataram. Kegiatan magang dilaksanakan dari tanggal 15 Febuari dan berakhir pada tanggal 15 Juli 2010 di perkebunan tebu PT Gula Putih Mataram, Lampung. Kegiatan magang menggunakan dua metode yaitu metode langsung dengan pengamatan pelaksanaan kegiatan teknis budidaya terutama terhadap sistem tebang, muat, dan angkut. Metode yang kedua adalah metode tidak langsung dengan mempelajari dan menganalisis laporan pihak kebun dan studi pustaka.

PT Gula Putih Mataram menerapkan sistem panen burn cane atau tebu bakar. Sistem pembakaran menjadi faktor yang perlu diperhatikan oleh perusahaan karena berpengaruh terhadap kelestarian dan fungsi metabolisme tebu sendiri serta pengaruh lainnya terhadap lingkungan. Pembakaran yang bijak akan memberikan keuntungan bagi perusahaan maupun daerah sekitar. Penebangan tebu dilakukan secara manual atau menggunakan tenaga manusia dengan alat berupa golok tebang. Sistem muat dan angkutnya dibedakan atas sistem tebu urai (loose cane) dan tebu ikat (bundle cane). Perbedaan antara dua sistem tersebut yaitu pemakaian mesin untuk memuatnya. Sistem loose cane dimuat dengan menggunakan grabloader dan sidetyping setelah tebu ditebang dan ditumpuk di areal. Selanjutnya tebu dipindahkan ke truk atautraileruntuk diangkut ke pabrik. Tebu pada sistembundle cane, setelah ditebang kemudian diikat dengan kulit tebu dan selanjutnya dimuat kebundle truck, dan selanjutnya diangkut ke pabrik.

(4)

Pola penebangan yang masih menggunakan tebang rangkul menunjukkan adanya kehilangan hasil di areal, walaupun evaluasi kehilangan hasil masih lebih baik dibandingkan standarnya. Pada pelaksanaannya perlu dilakukan pengawasan dengan tepat, baik pemberian peringatan bagi tim pekerja yang kurang sesuai dengan standar maupun pemberianrewarduntuk pekerjaan yang sesuai.

(5)

Latar Belakang

Gula di dalam perekonomian Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dan strategis, karena gula merupakan salah satu kebutuhan pokok penduduk Indonesia. Kebutuhan gula nasional diperkirakan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Produksi gula nasional ditargetkan dapat memenuhi konsumsi langsung rumah tangga serta konsumsi tidak langsung oleh industri. Demi tercapainya tingkat produksi yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah telah merancang kebijakan swasembada gula nasional.

Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan program swasembada gula diperkirakan mencapai 15 trilyun rupiah yang bersumber dari anggaran pemerintah, pelaku usaha, dan perbankan. Dana tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan pengembangan tanaman, rehabilitasi pabrik gula (PG) dan pembangunan PG baru, infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia (SDM), penelitian, dan manajemen (Ditjenbun, 2009). Akselerasi yang telah dilakukan pemerintah dalam periode 2003-2008, menunjukkan bahwa produksi gula nasional meningkat dalam kurun waktu 5 tahun tersebut yaitu dari 1.62 juta ton menjadi 2.7 juta ton, dengan rendemen yang berfluktuatif 7.14-8.10%. Tingkat produksi gula tersebut pada dasarnya telah memenuhi konsumsi rumah tangga sebesar 2.67 juta ton gula yang diperuntukkan lebih dari 230 juta jiwa penduduk Indonesia atau setara dengan 12 kg/orang/tahun. Jumlah pabrik gula untuk jenis kristal putih hingga tahun 2009 sebanyak 60 unit, sedangkan untuk jenis rafinasi terdapat 8 pabrik gula. Pembangunan PG baru maupun program pemerintah lainnya akan dilakukan secara simultan dari tahun ke tahun sehingga pada tahun 2014 diproyeksikan produksi gula nasional mencapai 5.7 juta ton yang diperuntukkan bagi konsumsi rumah tangga maupun industri, walaupun dalam pelaksanaannya masih terdapat banyak kendala (Ditjenbun, 2010).

(6)

Perkebunan tebu lahan kering di Indonesia yang cukup prosfektif banyak terdapat di daerah Lampung. Luas areal perkebunan tebu di Lampung yang telah digunakan yaitu 105 915 ha (Bappenas, 2008). Salah satu pelopor usaha perkebunan dan pabrik gula di luar Jawa, khususnya Lampung, yang turut memenuhi pasokan gula nasional adalah PT Gula Putih Mataram (GPM). Perusahaan ini mengembangkan konsep budidaya tebu lahan kering dengan berbagai sarana pendukung pada setiap tahapannya.

Majunya suatu industri gula pada umumnya ditentukan pertama-tama oleh kualitas tebu. Oleh karena itu, setiap pabrik gula sangat berkepentingan memelihara tanaman tebunya sebaik mungkin, sehingga dapat menghasilkan jumlah kristal per hektar setinggi mungkin (Moerdokusumo, 1993). Aspek yang mempengaruhi kualitas tersebut yaitu aspek tanaman tebu (on farm) dan aspek pabrik (off farm) terkait teknis dan teknologi proses (Sutaryanto, 2009). Pada aspekon farm, peningkatkan produksi per hektar dan peningkatan nilai rendemen dapat dilaksanakan melalui penataan varietas, penyediaan bibit sehat dan murni, optimalisasi waktu tanam, pengaturan kebutuhan air, pemupukan berimbang, pengendalian organisme pengganggu, penentuan awal giling yang tepat, penentuan kebun tebu yang ditebang dengan menggunakan analisis kemasakan, penebangan tebu secara bersih dan pengangkutan tebu secara cepat (P3GI, 2008b).

(7)

Pihak manajemen perlu menentukan dan memperhitungkan areal dan luasan yang hendak ditebang sesuai dengan perkiraan produktivitasnya hingga memenuhi target gilingan di pabrik. Manajemen akan menunda penebangan pada areal yang diduga dapat dimundurkan waktu panennya apabila kapasitas giling telah terpenuhi dan tebu di areal memiliki daya tahan tinggi (kadar gula tidak mengalami penurunan jika ditunda). Sebaliknya, beberapa pabrik sering juga mengurangi kapasitas kerjanya bahkan menghentikan kegiatan gilingan jika ketersediaan tebu tidak memenuhi kapasitas pabrik karena random fluctuation.

Random fluctuation yaitu faktor yang selalu berubah, tidak diinginkan, tidak bisa/sukar dikendalikan, mempengaruhi secara acak proses produksi, dan seringkali menyebabkan output bisa berbeda dengan yang diinginkan. Hal ini terjadi karena lingkungan sangat berpengaruh terhadap sistem. Oleh karena itu manajemen harus bekerja keras dalam menetapkan langkah-langkah yang tepat.

Tujuan

1. Mengetahui aspek budidaya dan manajemen perkebunan tebu lahan kering 2. Mengetahui dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam

sistem tebang, muat, dan angkut

(8)

Botani dan Syarat Tumbuh Tebu

Gula diproduksi di 121 negara dengan produksi dunia melebihi 120 juta ton per tahun. Sekitar 70% gula dihasilkan dari tebu yang dibudidayakan di negara-negara tropis. Produksi gula lainnya diperoleh dari bit gula, terutama di daerah beriklim sedang. Secara historis, gula hanya dihasilkan dari tebu dan dalam jumlah yang relatif kecil. Hal ini mengakibatkan gula menjadi barang mewah, terutama di Eropa karena tebu sulit ditanam. Saat ini, beberapa negara mengimporraw sugar(gula mentah) untuk memproduksi gula kristal putih.

Tanaman tebu termasuk suku rumput-rumputan yang tumbuh bergerombol membentuk rumpun. Akarnya berbentuk serabut. Batangnya bulat panjang dan berbuku-buku. Tingginya dapat mencapai 6 meter. Warna batangnya beragam, ada yang hijau, kuning, ungu, merah dan lain-lain. Permukaan batangnya kadang-kadang berlilin. Pada buku-buku batang terdapat mata akar dan tunas. Helaian daun berbentuk pita. Panjang daun dapat mencapai panjang 1-2m dan lebar 4-8cm. Pada permukaan daun atas dan bawah terdapat bulu-bulu yang panjang dan tajam. Bunganya tersusun dalam malai yang tegak berwarna putih. Masa berbunga biasanya antara bulan Februari dan Juni (LIPI, 1978).

Tanaman tebu dapat diperbanyak dengan biji, stek batang, atau stek ujung. Perbanyakan biji biasanya dilakukan pada usaha pemuliaan tanaman saja. Secara komersil perbanyakan tanaman tebu dilakukan secara vegetatif, yaitu dalam bentuk stek batang. Rata-rata di Jawa setiap 1 ha kebun bibit dapat memenuhi kebutuhan 8 ha kebun tebu giling, sedangkan di luar Jawa lebih kecil lagi, 1 ha kebun bibit hanya dapat memenuhi kebutuhan 6 ha kebun tebu giling (Direktorat benih, 2008).

Tebu merupakan tanaman sub-tropis dan tropis yang menyukai banyak sinar matahari dan air yang melimpah (akar tidak tergenang) untuk pertumbuhan optimal. Beberapa spesies yang dikembangkan yaitu Saccharum officinarum, S.

(9)

tebu biasanya terjadi pada umur 12 bulan. Rata-rata tebu yang masak memiliki kandungan gula 10% dari bobot tebunya. Jika estimasi produktivitas tebu 100 ton per hektar, maka gula yang diperoleh sebesar 10 ton per hektar. Beberapa faktor yang membedakan kandungan gula dari satu kebun dengan kebun lainnya yaitu varietas tebu, perubahan musim, dan perbedaan keadaan lokasi (SKIL, 1998).

Tebu (Saccharum officinarum) yang banyak dikembangkan oleh masyarakat merupakan tanaman C4, yang menyimpan hasil produksinya dalam batang. Tebu merupakan salah satu tanaman yang sangat efisien memproduksi karbohidrat melalui fotosintesis dibandingkan tumbuhan lain. Fotosintesisnya melibatkan 2 kumpulan sel yang ditunjukkan dengan adanya Kranz Anatomi, yaitu perpindahan struktur dalam prosesnya, yang melibatkan sel-sel mesofil dan sel-sel seludang pembuluh. Tanaman C4 lebih efisien ketika proses reduksi CO2 dan tingkat fotorespirasinya rendah. Tanaman ini cukup beradaptasi dengan iklim yang agak panas.

Tebu dapat tumbuh baik pada tanah yang cukup subur, gembur, mudah menyerap tapi juga mudah melepaskan air. Di Indonesia tebu dapat tumbuh pada ketinggian 0-1300 m (LIPI, 1978). Tanaman tebu sangat toleran pada kisaran kemasaman tanah (pH) 5-8. Jika pH tanah kurang dari 4.5 maka kemasaman tanah menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman, seperti pada beberapa kasus disebabkan oleh pengaruh toksik unsur aluminium (Al) bebas. Pemberian kapur pada tanah mineral masam dapat meningkatkan produksi tebu. Hasil tebu pun akan optimum apabila ketersediaan hara makro primer (N, P, K), hara makro sekunder (Ca, Mg, S), dan hara mikro (Si, Cu, Zn) dalam tanah lebih tinggi dari batas kritisnya(Balai Penelitian Tanah, 2010).

Sifat iklim yang diinginkan tanaman tebu adalah iklim kering pada musim kemarau selama 3-6 bulan dengan suhu optimum 25-300C. Suhu udara yang tinggi diikuti dengan kelembaban tanah dan udara yang juga tinggi, akan sangat menguntungkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Cuaca kering yang dingin atau

(10)

Budidaya Tebu Lahan Kering

Hasil gula yang tinggi dapat diperoleh dengan memahami pengetahuan tentang teknik budidaya tebu yang mencakup ketersediaan air, sifat fisik tanah, kemasaman/pH tanah, pemupukan berdasarkan uji tanah, penggunaan varietas unggul, serta pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Pengembangan tebu lahan kering merupakan pilihan yang sangat menjanjikan untuk mempercepat proses pencapaian kuantitas, kualitas dan kontinyuitas produksi gula menuju kemandirian gula nasional. Luas lahan kering yang tersedia menurut skala ekonomi dan potensi sumberdaya yang memungkinkan serta teknologi proses produksi yang sudah dikuasai dengan baik menjadi pertimbangan dalam pengembangannya. Apabila masalah bibit dan penyediaan air menurut ruang (spasial) dan waktu (temporal) dapat dilakukan dengan baik, maka produktivitas tebu lahan kering tidak kalah dengan tebu lahan sawah di Jawa seperti yang terjadi selama ini.

Lahan kering umumnya memiliki tingkat kesuburan relatif rendah. Kebanyakan pengembangannya dilakukan pada daerah dengan topografi tidak rata, peka terhadap erosi, dan kerusakan lainnya. Titik kritis dari pengelolaan tebu lahan kering yaitu kondisi kekeringan yang kelak akan berdampak terhadap penurunan produksi tebu per hektar, terutama pada fase pembentukan gula maupun fase pematangan. Kondisi tersebut berdampak terhadap penurunan produktivitas gula persatuan luas secara signifikan, meskipun secara kuantitas rendemen (kandungan gula persatuan bobot tebu) meningkat (Irianto, 2003).

Kondisi ideal syarat tumbuh tebu dari variabel sifat fisik lahan ditentukan oleh drainase tanah yang baik dengan kelebihan air keluar dari tubuh tanah tidak lebih dari 24 jam, sifat olah tanah ideal yang berada pada kisaran antara tanah ringan dan berat (mengurangi tenaga, biaya dan beban pengolahan tanah) dan lahan cukup air (kecukupan air tersedia sepanjang tahun). Adapun penilaian terhadap hirarki klas lahan tinggi sampai rendah, meliputi :

(11)

b. Klas S2, lahan cukup sesuai (moderatelly suitable), mempunyai pembatas ringan (bersyarat rendah) yang mempengaruhi pengelolaan tebu dan memerlukan masukan biaya sedang. Apabila jaminan nutrisi hara dipenuhi, potensi tebu dapat mencapai 80.000 - 100.000 kg/ha

c. Klas S3, lahan sesuai marginal (marginaly suitable) mempunyai pembatas berat (bersyarat tinggi) yang mempengaruhi pengelolaan tebu dan memerlukan biaya besar. Apabila nutrisi hara dipenuhi, potensi produksi tebu dapat mencapai 45.000–80.000 kg/ha

d. Klas N, lahan tidak sesuai saat ini (currenty not sutitable), mempunyai pembatas sangat berat. Apabila nutrisi hara dipenuhi, potensi produksi tebu mencapai < 45.000 kg/ha.

Berdasarkan definisi klas pengelompokan lahan di atas, klasifikasi klas lahan memberikan informasi terhadap faktor pembatas, tingkat pengelolaan dan potensi produksi. Prinsip lain dari pengklasan tanah juga adalah mengandung makna (berdasarkan faktor pembatas yang ada) terhadap upaya-upaya yang diperlukan untuk mendapatkan produktivitas lahan sesuai kemampuan yang berkesinambungan (Ditjenbun, 2003).

Menurut Irianto (2003), masalah ketersediaan air menurut ruang dan waktu serta pengelolaan sumber daya iklim memang memegang peranan strategis dalam proses produksi tebu lahan kering. Pengelolaan sumber air untuk menekan resiko kekeringan, penurunan hasil tebu dapat dilakukan dengan pengembangan konsep

rainfall and runoff harvesting” melalui pembangunan “channel reservoir”, yaitu

(12)

Kemasakan dan Pemanenan Tebu

Secara konvensional untuk meningkatkan banyaknya gula yang dapat diperah, dapat dilaksanakan melalui penataan varietas, penyediaan bibit sehat dan murni, optimalisasi waktu tanam, pengaturan kebutuhan air, pemupukan berimbang, pengendalian organisme pengganggu, penentuan awal giling yang tepat, penentuan kebun tebu yang ditebang dengan menggunakan analisis kemasakan, penebangan tebu secara bersih dan pengangkutan tebu secara cepat. Untuk mengurangi kehilangan gula selama proses di pabrik maka diperlukan optimasi kapasitas giling dan menjaga kelancaran giling dan mengurangi kehilangan gula di stasiun gilingan dan pengolahan (P3GI, 2008a).

Komposisi kandungan tebu terdiri dari 11-19% sukrosa, 65-75% air, serta komponen lainnya. Demi mencapai nilai sukrosa yang tinggi, dalam sistem pemanenan tebu, faktor kemasakan tebu menjadi sangat penting. Tebu yang masak akan memberikan tingkat kandungan gula yang tinggi. Kemasakan tebu secara umum diukur berdasarkan nilai brix, pol, harkat kemurnian, dan rendemen. Brix adalah zat kering yang larut dalam air yang terdiri dari kristal gula dan bukan gula. Pol menyatakan kadar gula, baik dari zat kering yang larut atau yang berada dalam air. Harkat kemurnian (HK) menyatakan prosentase kemurnian gula dalam komposisi zat kering yang larut dalam air atau dengan kata lain prosentase perbandingan pol dengan brix. Rendemen menunjukkan banyaknya gula dari bobot tebu tertentu.

(13)

batang tebu dan dianalisis 7 kali berturut-turut dalam hal polarisasi, brix, nilai nira dan harkat kemurnian (HK). Tujuan dari perhitungan ini yaitu mengetahui berapa besar selisih rendemen batang atas dan bawah. Pada tebu yang tua, perbedaan atau selisih tersebut berkurang, dan rendemen rata-ratanya bertambah, dan pada titik tertentu tetap. Pada tingkat inilah tebu dinyatakan mencapai tingkat kematangan tertinggi, meskipun itu belum berarti tanaman tebu di areal tersebut sudah saatnya ditebang (Moerdokusumo, 1993).

Ketika tebu mencapai kemasakan yang maksimal, maka rendemen dan kadar P2O5akan tinggi dan kadar gula reduksi akan turun. Jadi keuntungan yang akan diperoleh apabila penebangan dilakukan pada saat masak optimal dengan potensi produksi gula tertinggi. Kadar P2O5 yang memegang peranan penting dalam proses pemurnian nira di pabrik juga dalam kondisi tertinggi dan akan mengurangi biaya penambahan P2O5. Penambahan P2O5 dimaksudkan untuk membantu proses pemurnian nira dan agar inkrustasi di pan penguapan sesedikit mungkin dan tidak terlalu sulit dibersihkan (Mochtar, 1989).

Kemasakan tebu dalam beberapa kondisi tertentu dapat mengalami kendala sehingga kandungan sukrosanya tidak mencapai sepenuh potensinya. Cuaca yang basah pada saat tanaman tebu mendekati umur panen, misalnya, dapat mengakibatkan tanaman gagal mencapai puncak kemasakan potensialnya. Demikian pula intensitas penyinaran yang tidak maksimal akibat cuaca yang sering berawan selama periode pemasakan, seperti yang sering dialami oleh pertanaman tebu di wilayah tropika, dapat menyebabkan pencapaian kadar gula atau rendemen yang relatif rendah.

Teknologi zat pemacu kemasakan tebu (ZPK, cane ripener) mulai diperkenalkan di pertengahan tahun 1970an, terutama di perkebunan-perkebunan di Hawaii, Florida, Lousiana, Afrika Selatan, dan Brasil. Tujuan aplikasi ZPK adalah untuk memacu kemasakan tebu, khususnya di dalam situasi yang tidak ideal untuk berlangsungnya proses pemasakan secara alami. Bahan kimia yang digunakan sebagai ZPK pada umumnya adalah sama dengan herbisida, namun diaplikasikan dalam dosis sub-letal (non-herbisida) (Widyatmoko, 2009).

(14)

menyimpan hasil fotosintesis dalam bentuk sukrosa pada batang tebu. Penggunaan ZPK biasanya ditujukan pada tebu yang secara fisiologis belum masak atau mengalami penundaan kemasakan akibat berbagai faktor seperti kondisi tanah kelebihan air dan kebanyakan pupuk nitrogen (N). Percepatan proses kemasakan pada akhirnya akan berdampak terhadap rendemen atau perolehan gula. Namun walaupun demikian pemberian ZPK tidak bisa meningkatkan rendemen di atas batas optimum yang dihasilkan tebu secara alamiah. Bila secara alami suatu varietas tebu memiliki potensi rendemen 11% pada umur 12 bulan, maka pemberian ZPK tidak akan menyebabkan rendemen menjadi lebih dari 11%.

Aplikasi ZPK diperlukan pada saat awal giling, terutama pada hamparan tebu dengan komposisi varietas yang memiliki komposisi kemasakan kurang baik atau didominasi oleh varietas tebu masak tengah hingga akhir. Pada awal musim giling dibutuhkan tebu masak relatif banyak, sementara sebagian besar tebu yang ada masih belum masak. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya diaplikasikan ZPK.

Secara alamiah sebenarnya kemasakan tebu bisa dipercepat dengan cara mengeringkan tanah, menurunkan suhu sekitar perakaran, membuat tanaman stress (kekurangan) hara atau memperpendek penyinaran matahari. Akan tetapi, cara-caratersebut relatif sulit dilakukan dan perlu waktu cukup panjang. Iklim tropika basah seperti di Indonesia sangat bertentangan dengan kondisi yang dibutuhkan untuk proses pemasakan tebu secara alami. Karena itu alternatif yang paling efektif adalah dengan menyemprotkan ZPK (Toharisman, 2009).

Pembakaran

(15)

tercemar diketahui merupakan penyebab sakitnya seseorang, jika terdapat dalam kadar yang cukup tinggi. Biasanya, kadar yang menunjukkan pengaruh yang membahayakan pada uji laboratorium jauh lebih tinggi daripada yang teramati dalam atmosfer. Karbon monoksida yang lebih mudah bergabung dengan hemoglobin dibandingkan oksigen, dapat mengurangi daya darah untuk mengangkut oksigen, meningkatkan bahaya kematian akibat penyakit jantung, mengurangi kemampuan untuk melakukan kegiatan fisik, mempengaruhi mental, kesiagaan, dan ketajaman penglihatan. (SKIL, 1998).

Pembakaran yang dilakukan merupakan salah satu bentuk sumbangsih gas rumah kaca. Efek rumah kaca terjadi ketika kadar gas rumah kaca (seperti karbon dan turunannya) cukup tinggi, sehingga mempengaruhi ketebalan atmosfer bumi dan menyebabkan naiknya suhu bumi. Suhu udara yang tinggi akan meningkatkan suhu tanaman, sehingga akan mengganggu banyak proses dalam tanaman. Suhu merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman. Berbagai proses fisiologi pada tanaman terjadi pada kisaran suhu 0-400C. Pada sebagian besar tanaman laju pemanjangan tercepat dari daun muda terjadi pada kisaran 20-300C. Pada suhu 40-450C laju pemanjangan daun muda akan menurun drastis. Hal ini disebabkan oleh rusaknya protein dan terjadinya defisit air pada sel jaringan tanaman. Suhu juga mempengaruhi distribusi asimilat serta proses transformasi dan penyimpanannya. Ini terutama menyangkut kegiatan enzim serta laju transpirasi maupun respirasi yang dapat berakibat matinya tanaman.

Keadaan cuaca (terutama unsure suhu) di suatu tempat serta perubahannya dalam jangka pendek berpengaruh kuat terhadap proses metabolisme sel seperti tersebut di atas. Di samping itu, keadaan cuaca juga berpengaruh kuat terhadap kadar air dalam tanah. Dengan demikian tedapat pola hubungan yang jelas antara keadaan cuaca dan proses fisiologi tanaman. Dalam hal ini, data cuaca sehari-hari bermanfaat untuk membantu tindakan operasional di dalam suatu usahatani. Dan dalam jangka panjang akan dapat diketahui hubungan mantap antara data iklim dan data pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman (Nasir, 1991).

(16)

tanaman tebu, kebiasaan membakar tebu atau sisa-sisa daun tebu di lapang harus dihilangkan. Pembakaran daun tebu bisa menyebabkan pencemaran udara, serta akan menghilangkan berbagai unsur hara tanah yang mudah menguap seperti nitrogen dan belerang. Daun tebu dan sisa tanaman tebu lainnya sebaiknya dijadikan mulsa atau dikomposkan (Ditjenbun, 2003).

Sistem Tebang, Muat, dan Angkut

Sistem tebangan berhubungan dengan cara-cara praktis di lapang untuk memanen tebu. Pelaksanaan sistem tebang, muat, angkut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama dalam penentuan jadwal tebang (T-score) yang meliputi masa tanam, selisih harkat kemurnian bawah dan harkat kemurnian atas, rendemen rata-rata, selisih antara rendemen atas dan bawah, faktor kemasakan, koefisien peningkatan, koefisien daya tahan, hama penggerek pucuk, kondisi tanaman, jarak. Sedangkan layout kebun, prasarana (kondisi jalan, jembatan), topografi, iklim dan cuaca, dan peralatan penanggulangan kebakaran menentukan sistem tebangan yang akan digunakan (Supatma, 2008).

Pemanenan dapat dilakukan baik secara manual dengan tangan ataupun dengan mesin. Pemotongan tebu secara manual dengan tangan merupakan pekerjaan kasar yang sangat berat tetapi dapat mempekerjakan banyak orang di area di mana banyak terjadi pengangguran.Tebu dipotong di bagian atas permukaan tanah, dedauan hijau di bagian atas dihilangkan dan batang-batang tersebut diikat menjadi satu. Potongan-potongan batang tebu yang telah diikat tersebut kemudian dibawa dari areal perkebunan dengan menggunakan pengangkut-pengangkut kecil dan kemudian dapat diangkut lebih lanjut dengan kendaraan yang lebih besar ataupun lori tebu menuju ke penggilingan.

(17)

Sistem tebangan yang diterapkan di beberapa perusahaan yaitu sistem tebangan secara mekanis, semimekanis, dan manual. Menurut Soepardan (1989), tebangan secara mekanisasi dalam pelaksanaan seluruh kegiatan sejak tebang, muat, angkut, dan bongkarnya di pabrik dilakukan secara mekanisasi. Namun cara ini seperti yang telah diamati di PG Subang, tidak dapat diterapkan karena faktor tenaga kerja relatif cukup banyak tersedia, keadaan topografi yang tidak menunjang karena sangat bergelombang, juga mutu tebangan yang dihasilkan sangat rendah. Bahkan dari beberapa penelitian yang dilakukan pada tahun 1985,

trash(kotoran) mencapai 30 %.

Mekanisasi dalam bidang pertanian bertujuan meningkatkan produktivitas dari tenaga kerja untuk memberikan hasil yang maksimal. Penggunaan mesin tebang memerlukan syarat-syarat yang hingga saat ini belum sepenuhnya dipenuhi dengan baik. Salah satu syarat utama yang perlu dipenuhi adalah layout dari kebun secara keseluruhan. Apabila mesin tebang yang digunakan jenis chopper, maka mesin tebang yang memotong batang tebu menjdi 30 cm ini, memerlukan adanyaroad transport(Kartohadikusumo, 1975).

Kapasitas penebangan dengan menggunakan mesin tebang bisa mencapai 20-45 ton per jam. Jika dalam satu harinya bisa bekerja dengan lancar selama 8jam, maka sudah dapat menghasilkan 160-360 ton tebu. Jadi untuk suatu pabrik dengan kapasitas 2 000 TCD akan diperlukan 12 atau 8 mesin tebang. Oleh karena mesin tebang ini harganya mahal, maka untuk merendahkan biayanya perlu mencapai hasil pekerjaan yang maksimal (Kartohadikusumo, 1975).

Tebangan semimekanis yang pernah dilaksanakan di PG Subang (Soepardan, 1989) ialah pelaksanaan tebangan sejak tebang, muat, angkut, serta bongkarnya dilakukan secara mekanisasi, sedangkan pembersihan klaras (tras cleaning) dan pengikatan batang-batang tebu tebangan dilakukan oleh tenaga manusia. Akan tetapi sistem ini hanya sebagian kecil saja dari kegiatan pekerjaan tebangan manual secara keseluruhan.

(18)

pembongkarannya dilakukan secara mekanisasi di pabrik. Sistem tebang manual yang dilaksanakan di lahan kering seperti di PG Subang ini, pelaksanaannya meliputi penebangan batang tebu rata dengan permukaan tanah, membersihkan klaras, akar serta kotoran lain yang melekat pada setiap batang tebu yang ditebang, memotong pucuk yang kemudian disisihkan bersama klaras dan kotoran lain pada lajur khusus. Selanjutnya meletakkan batang-batang tebu tebangan pada lajur atau juringan-juringan yang telah dibersihkan dari klaras dan kotoran lain sebelumnya, yang terdapat diantara dua lajur tempat timbunan klaras dan potongan pucuk. Namun menurut Suharyono (1989), tebangan manual yang dilakukan di PG Bone, dilakukan dengan tebang pangkal, memotong pucuk, kelentek, sisik, pengikatan dan dipindahkan sampai di pinggir jalan kebun atau jalan diperkeras. Hal ini disebabkan karena unit angkutan tebu tidak diperbolehkan masuk ke tengah kebun. Keuntungan dari sistem ini yaitu tidak terjadi pemadatan tanah di kebun dan angkutan tebu lebih diperlancar, namun kerugiannya kapasitas tebang per orang menurun dan tebu tertinggal di kebun meningkat terutama pada kebun bertopografi miring atau bergelombang.

Muat tebu didefinisikan sebagai kegiatan yang dimulai dari pekerjaan mengambil ikatan tebu pada lahan, mengangkat ikatan tebu menuju truk pengangkut, sampai meletakkan di atas truk. Kegiatan selanjutnya, pengangkutan tebu yang harus dilakukan dengan cepat dan aman. Hal ini berarti bahwa pengangkutan tidak menimbulkan kerusakan atau kehilangan nira pada tebu, memenuhi target giling pabrik setiap harinya, tidak merusak lingkungan dan dalam jangkauan biaya (Irawan, 2008). Alat muat yang biasa digunakan yaitu

grabloader. Kapasitasnya sekitar 10-60 ton per jam tergantung dari jenisnya. Jika rata-rata memuat 25 ton per jam-nya, maka dalam satu hari (8 jam) bekerja bisa memuat 200 ton tebu. Prinsip dalam penggunaannya perlu memperhatikanlayout

mekanisasi yang baik (Kartohadikusumo, 1975).

Menurut Sutaryanto (2009), tebang dan angkut dengan mutu tebu yang MBS (Masak, Bersih, dan Segar) dilakukan dengan cara, yaitu:

(19)

3-6 kebun tebangan per wilayah. Hal ini bertujuan agar kontrak petugas tebangan terjangkau masing-masing wilayah.

2. Penjadwalan kebun ditebang berdasarkan analisis kemasakan yaitu faktor kemasakan (FK), koefisien peningkatan (KP), koefisien daya tahan (KDT).

3. Pemenuhan bahan baku tebu sesuai kapasitas giling harian dan total 4. Pengendalian sisa tebu pagi di emplasemen 0-10% kapasitas giling. 5. Pada periode awal ditetapkan brix minimal nira tebu yang ditebang

lebih dari sama dengan 17%.

Trash dan Tebu Tertinggal

Kebersihan tebu yang dikirim ke pabrik adalah sangat penting. Trash (kotoran) yang ikut terbawa ke pabrik harus ditekan serendah mungkin. Trash adalah segala sesuatu yang tidak mengandung gula yang melekat pada tanaman tebu. Trash yang dianalisis pada umumnya meliputi kelaras (kelopak daun) daun kering/hijau, sogolan yang kurang dari 1.5m, pucuk, akar, tali ikat, dan tebu mati. Trash dinyatakan dengan nilai EM (extraneous matter), yaitu persentase dari berat kotoran dibanding dengan berat tebu. Berdasarkan kriteria di lapangan, dinyatakan tebu bersih bila EM< 5% (Haryanti, 2008). Menurut Mochtar (1989), kotoran bersabut (seperti daun, pucuk, kelaras, akar, sogolan, gulma, kayu) akan menurunkan rendemen tebu karena akan menaikkan kadar sabut dengan menurun kadar nira tebu. Ini berarti sebagian gula yang seharusnya dapat diperoleh hiang dalam ampas. Di samping itu ada bagian nongula yang larut dalam nira tebu, sehingga menurunkan nira tebu. Kotoran tidak bersabut (tanah, pasir, batu, bahan logam) mungkin tidak larut, akan tetapi akan merusak peralatan gilingan, sehingga dapat menurunkan keragaan peralatan tersebut dan menambah biaya untuk perbaikan. Tanah yang tidak larut, akan masuk sampai stasiun pemurnian dan sebagai koloid akan mempersulit proses pengendapan, sehingga sukar untuk mendapatkan nira yang jernih sehingga dapat menekan kapasitas pengolahan.

(20)
(21)

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang dilaksanakan di perkebunan tebu milik PT. Gula Putih Mataram, Lampung. Magang dilaksanakan selama 4 bulan atau 16 minggu efektif, yang dimulai sejak 15 Maret hingga 15 Juli 2010.

Metode Pelaksanaan

Metode yang dilakukan adalah bekerja langsung di lapangan dan menjadi satu bagian dari sistem kerja di perkebunan tebu PT Gula Putih Mataram, Lampung. Kegiatan ini memberikan pengalaman tentang keterampilan teknis dan manajerial dari berbagai level atau spesifikasi pekerjaan sesuai dengan tahapannya. Kemampuan analisis mahasiswa juga dilatih dalam memandang suatu permasalahan. Mahasiswa selama magang dilibatkan dalam aktivitas budidaya tanaman tebu dengan melaksanakan pekerjaan pada posisi tugas sebagai pendamping mandor ataufield maintenance, pendamping officer, dan pendamping manajer.

Tahap budidaya yang dilakukan di lapangan pada saat itu, mulai dari persiapan lahan (land preparation), pembibitan dan persiapan bahan tanam, persiapan tanam dan penanaman, pengairan/irigasi, pengendalian OPT, kultivasi, dan pemupukan, pemanenan (program ripener, analisis kemasakan, tebang, muat, angkut dan bongkar), hingga pengolahan hasil. Secara administrasi mahasiswa melakukan penyusunan jurnal harian yang diketahui pembimbing lapang, mencatat prestasi kerja tenaga kerja yang diperoleh pada beberapa tahapan budidaya, kemudian dibandingkan dengan norma kerja di perusahaan tersebut.

(22)

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan terhadap semua kegiatan yang berlangsung di perkebunan, khususnya terhadap faktor-faktor yang diduga memiliki pengaruh terhadap tebang, muat, dan angut tebu. Faktor-faktor tersebut yaitu perencanaan program tebang, pembakaran dan pengiriman tebu (burn to crush), aspek teknis dan kehilangan hasil, serta aspek ketenagakerjaan.

Pengumpulan data terhadap faktor perencanaan program tebang meliputi penentuan jadwal tebangan dan luasannya dengan berdasarkan prinsip nilai kemasakan. Pada aspek teknis dan kehilangan hasil meliputi:

1. Jenis pemanenan: a) hijau atau bakar, b) manual, mekanisasi, atau semimekanisasi, c) sistem penumpukan tebu.

2. Proses muat berdasarkan sistem pemanenan (burai atau ikat) serta banyaknya muatan.

3. Pengangkutan memperhatikan letak dan arah gerakkan angkutan. 4. Kehilangan hasil diamati dengan pengukuran berat

a. tebu tidak tertebang yang melebihi standar (tunggul) pada sistembundle cane dan loose cane yang diwakili oleh beberapa kontraktor. Standar tunggul yang diperbolehkan yaitu 5 cm.

b. pengukuran bobot tebu tebangan yang tertinggal di petakan (lonjoran) pada sistembundle cane (BC) danloose cane (LC) yang diwakili oleh beberapa kontraktor. Luas petak contoh pengukuran kehilangan hasil pada BC yaitu 4 double row(DR) sepanjang 5 m, sedangkan LC 6 DR sepanjang 5 m.

c. pengukuran bobot tebu yang terjatuh ketika pengangkutan di jalur pengangkutan, dengan pengamatan sepanjang 500 m pertama jalur pengangkutan. Jarak 500 m pertama merupakan jalur kritis pengangkutan karena peristiwa tebu jatuh lebih banyak dibandingkan jarak selanjutnya.

(23)

pertanaman dan produksi, norma kerja di lapang serta organisasi dan manajerial, dan data lain yang terdapat diperusahaan yang mendukung. Data brun to crush

bulan Juni dan jumlah tenaga kerja juga diperoleh dari data perusahaan.

Analisis Data dan Informasi

(24)

Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Seiring dengan ditetapkannya kebijakan pemerintah untuk berswasembada gula pada masa yang akan datang, maka pada tahun 1988 dibangun PT Gula Putih Mataram (PT GPM). Perusahaan yang dibangun dengan mengintegrasikan perkebunan tebu dengan pabrik gula ini merupakan wujud partisipasi pihak swasta dalam menunjang pengembangan perindustrian gula di Indonesia, terutama dalam mendukung penciptaan dan pemerataan pusat-pusat perekonomian baru di daerah. Pabrik dan perkebunannya berlokasi di Kecamatan Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, sedangkan kantor pusat berada di Jakarta.

Perusahaan ini berbentuk Perseroan Terbatas (PT) swasta penuh dengan status Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan merupakan salah satu perusahaan dari Sugar Group Companies (SGC), kelompok usaha PT Garuda Pancaarta. PT GPM tergolong perusahaan yang padat modal dan padat karya. Hal ini tercermin dari besarnya investasi yang ditanam dan jumlah tenaga kerja yang diserap.

PT GPM didirikan dengan akte notaris Imas Fatimah, SH. Nomor 33 pada tanggal 21 April 1988 dan surat izin 064/SITU/BKPMD/II/1988 serta terdaftar di kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor 1092/Not/1991/PN.JK.SEL, juga telah memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari Departemen Perdagangan pada bulan Juni 1991 dengan nomor SIUP:507/09-04/PB/UI/91.

Kegiatan perkebunan tebu dan pabrik gula mulai beroperasi sejak 1987 dengan memanfaatkan konsesinya seluas 12 860.66 ha dengan status Hak Guna Lahan (HGU) dengan luasan pabrik 43 361 m2. Pada penggilingan perdana pada tahun 1987, sudah menghasilkan gula dengan kualitas super yang setara dengan semi rafinasi, dengan kapasitas giling 10 000 TCD. Pabrik perusahaan ini merupakan yang pertama dibangun di Indonesia untuk menghasilkan kualitas gula yang demikian. Saat ini pabrik PT GPM dikembangkan untuk memproduksi gula

(25)

di Indonesia ini, diproses secara higienis dan berkualitas tinggi dengan standar internasional. Pengolahannya menggunakan mesin-mesin otomatis yang modern dan berteknologi tinggi tanpa perlu melibatkan kontak fisik manusia untuk mencegah kontaminasi oleh bakteri, debu, dan partikel asing lainnya. Produk

”GULAKU” telah didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia.

Letak Geografis dan Topografi

PT GPM mempunyai kantor direksi di Jakarta, dan untuk membantu kelancaran kegiatan divisi bisnis dibuka kantor pembantu yaitu kantorPurchasing

di Bandar Lampung danMolasses Instalation di Pelabuhan Panjang. Perkebunan tebu dan pabrik gula PT GPM terletak di Mataram Udik, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Jarak perusahaan dari Bandar Lampung sekitar 144 km. Lokasi pabrik berada di tengah-tengah areal perkebunan tebu. Peta lokasi dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1.

Letak geografis PT GPM berada pada 105026’18”-105030’22” BT dan

4042’50” LS. Batas-batas wilayahnya yaitu dikelilingi dari bagian:

Selatan timur : areal perkebunan PT Gunung Madu Plantation Barat bagian selatan : areal perkebunan PT Great Giant Pineapple Barat bagian utara : Way Terusan

Utara : areal perkebunan PT Sweet Indo Lampung

Perusahaan ini berada pada ketinggian 105-127 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan kondisi tanah secara umum datar hingga bergelombang. Tingkat kemiringan tertinggi yaitu 9-15% terutama pada daerah yang dekat sungai atau lebung.

Keadaan Tanah dan Iklim

(26)

B. Suhu udara rata-rata berkisar 26.1-27.1 0C, dengan kecepatan angin rata-rata 0.79-3.09 km/jam. Rata-rata curah hujan tahunan yaitu 2 424.6 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 141 hari. Jumlah bulan basah berturut-turut yaitu 5-6 bulan (November-April). Data curah hujan selama 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel Lampiran 3.

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

Areal perusahaan secara keseluruhan memiliki luasan sebesar 34 912.75 ha, yang digunakan untuk perkebunan, pabrik, perkantoran dan fasilitas perusahaan lainnya, serta bentangan alam yang ada (hutan dan rawa-rawa). Luas perkebunan sebesar 24 515.98 ha yang terdiri dari areal untuk riset seluas 140.87 ha, lahan produksi 22 300 ha, dan sisanya untuk pembibitan. Sebagian besar areal perkebunan merupakan perkebunan HGU, akan tetapi perusahaan juga memiliki perkebunan plasma inti yang bekerja sama dengan masyarakat. Sekitar 75% areal perkebunan ini berasal dari hutan sekunder dan selebihnya hutan primer. Data luas areal dan pemanfaatan lahan dapat dilihat pada Tabel Lampiran 4.

Areal kebun produksi di PT GPM dibagi menjadi lima divisi yakni divisi 1, 2, 3, 4, dan 5. Pembagian divisi ini berdasarkan jalan utama (main road) menjadi empat kuadran. Titik pusat (0,0) dari kuadran tersebut terletak di pabrik. Letak masing-masing divisi tersebut yaitu:

Divisi I : mulai dari km 5–km 17 Timur Utara

Divisi II : mulai dari km 2 Timur Selatan–Ujung Barat Selatan Divisi III : mulai dari Ujung Barat Utara–km 5 Timur Utara Divisi IV : mulai dari km 2 Timur Selatan–km 17 Timur Selatan Divisi V : mulai dari km 17 Timur–Ujung Timur

Keadaan Tanaman dan Perkembangan Produksi

Tanaman tebu yang dibudidayakan terdiri dari 2 kategori yaituReplanting Cane (RPC) dan Ratoon Cane (RC). Replating Cane adalah tanaman tebu baru yang ditanam pada areal yang pernah ditanam sebelumnya atau ”dibongkar”.

(27)

tanaman baru. Sistem RC dapat dilakukan hingga 2-3 kali tahun tanam tergantung dengan sifat atau varietas tebu yang ditanam. Jika tanaman dinilai tidak mampu berproduksi lagi selanjutnya dilakukan replanting. Kategori tanaman yang dibudidayakan lainnya yaitu Plant Cane (PC) atau tanaman tebu pertama yang ditanam pada areal yang baru dibuka. Perkebunan tebu GPM pada tahun 2010 membuka areal penanaman baru untuk dipanen pada tahun selanjutnya.

Sistem tanam yang digunakan yaitu sistem baris ganda (double row). Jarak tanam antar baris yang berdekatan 65 cm, dan antar double row 185 cm. Produktivitas tanaman rata-rata 80 ton/ha dari varietas yang dikembangkan perusahaan ataupun yang didatangkan dari luar negeri seperti Taiwan.

Keragaan Pabrik

PT GPM memiliki pabrik sendiri yang dibangun sejak bulan Juni 1986 dan mulai beroperasi penuh mulai tahun 1987. Kapasitas giling awal pabrik ini 8 000 -10 000 TCD. Pada tahun 1994 kapasitas giling pabrik ditingkatkan menjadi -10000 -12 000 TCD. Waktu giling pabrik mulai bulan April sampai dengan November. Produksi gula sejak 2005-2009 yaitu 152 608.62 ton, 136 736.26 ton, 154 904.36 ton, 168 264.64 ton, dan 153 045.08 ton.

Kebutuhan listrik dipenuhi dengan memiliki sumber pembangkit listrik sendiri menggunakan 2Boiler dengan kapasitas 120 ton bagas per jam per unit, 3unit Turbo Generator dengan kapasitas 6 000 KVA per unit, dan 3 unit Diesel Generator dengan kapasitas 750 KVA per unit.

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

(28)

Salah satu departemen yang terdapat di PT GPM yaitu departemen pertanian (Plantation). Keberadaannya sangat penting karena menentukan produktivitas dan kualitas tebu yang diharapkan. Departemen ini bertanggung jawab dalam mengelola seluruh kegiatan budidaya tanaman, sejak dari penanaman, perawatan, pemanenan sampai pengangkutan tebu ke cane yard. Manajer Plantation Departement membawahi 10 divisi yaitu 5 divisi wilayah,

harvesting, field technical support (FTS), stillage & blotong, administrasi, dan

quality control.

Workshop Departement bekerja sama dengan bagian workshop divisi wilayah, bertanggung jawab dalam mengelola perbaikan, perawatan serta pengadaan barangspare partseluruh alat dan mesin yang digunakan. Depatemen

Warehouse mengelola stok material yang berhubungan dengan kebutuhan perusahaan, seperti BBM, pupuk, spare part, dan lain-lain. Factory Department

merupakan bagian perusahaan yang bertanggung jawab dalam mengelola seluruh kegiatan di pabrik, mulai dari tebu tiba di cane yard hingga pengemasan gula, serta pemeliharaan peralatan di pabrik. Departemen Administrasi bertanggung jawab terhadap pendataan serta kesejahteraan karyawan. Manajer Finance

berkaitan dengan keuangan internal perusahaan dan mengatur hubungan dengan pihak-pihak yang bekerja sama dengan perusahaan.

(29)

PEMBAHASAN

Prinsip dari manajemen atau pengelolaan tebangan (harvesting) tebu adalah menghasilkan dan membawa bagian tebu yang bernilai ekonomis (dalam perolehan gula) sejak penebangan hingga siap digiling di pabrik. Tebu yang ditebang diharapkan memiliki kriteria segar, bersih, dan manis (SBM). Tebu yang segar menunjukkan bahwa tebu yang ditebang sesegera mungkin dikirim ke pabrik dan maksimal ditempuh dalam waktu 30 jam hingga digiling. Kebersihan tebu sangat penting diperhatikan karena benda-benda yang tidak bernilai ekonomis (selain batang tebu) akan menurunkan kadar gula. Nilai kemanisan diketahui pada tingkat kemasakan tebu. Jika kemasakan tebu optimal maka kandungan gula di dalamnya akan tinggi sehingga dapat menguntungkan. Sistem manajemen tebang, muat, angkut yang optimal dan efisien dapat dinilai melalui keberhasilan pengelolaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan target giling pabrik serta kemampuan membawa tebu dari areal hingga pabrik dalam kondisi yang baik.

Berdasarkan Tabel 1. target giling tahun 2010, selama 3 bulan pertama (April-Juni) yaitu dengan luas areal yang ditebang 9 899.34ha (42.76%). Pelaksanaan di lapang menunjukkan luas areal tebu yang sudah ditebang seluas 6 926.29 ha. Hal ini menunjukkan bahwa 70% program terlaksana dari target 3 bulan pertama yang direncanakan. Berdasarkan pengamatan di lapang, diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan giling pada 3 bulan pertama tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu curah hujan, pelaksanaan tebangan, transportasi, dan faktor tenaga kerja.

Pengaruh Curah Hujan dengan Sistem Pemanenan Tebu

(30)

banyak di pabrik pada bulan pertama juga kurang efisien. Perolehan gula akan sedikit pada gilingan pertama karena nira akan banyak menempel pada bahan-bahan tertinggal/tersisa pada peralatan giling musim sebelumnya. Jika tebu yang digiling terlalu banyak pada bulan pertama maka akan banyak gula yang terbuang yang terikut dengan ampas/kotoran.

Kondisi tebu akan terjaga kesegarannya apabila antara waktu pembakaran hingga digiling ditempuh dalam waktu sesingkat mungkin. Kunci dari kesegaran ini terletak pada pembakaran/burning (burn to crush). Prinsipnya pembakaran dilakukan semalam mungkin dan sesedikit mungkin. Penambahan bakaran akan lebih banyak dilakukan pada pagi atau siang hari. Pertimbangan dari kegiatan bakaran ini memperkecil waktu tempuh tebu dibakar dan dipanen dari areal hingga digiling. Kondisi tebu sejak dibakar hingga siap digiling akan mengalami penurunan kualitas kandungan gulanya.

Pembakaran dilakukan dalam 2 tahap tiap harinya, yaitu pembakaran pertama sebanyak 30% (dari luasan program tebangan) pada sore atau malam hari, selanjutnya 70% bagian pada pagi atau siang hari. Jika dalam satu hari ditargetkan pada sistem loose cane sebesar 5000 ton tebu, dan TCH diperkirakan sekitar 80ton/ha, maka dilakukan tebangan sebanyak 62.5 ha. Pembakaran tahap pertama sebesar 30% yaitu 18.75 ha dan sisanya 43.75 ha pada tahap kedua. Pada sistem

bundle cane, diusahakan perbandingan pembakaran pertama lebih banyak daripada bakaran kedua. Tenaga bundle cane akan optimal pada tebangan pertama, dan akan berkurang kemampuannya pada bakaran kedua.

Tabel 4. Korelasi Tebu Terkirim Berdasarkan Waktu Pembakaran (Burn to crush) periode Juni 2010

% Kiriman Tebu≤ 30 jam -0.450* 0.665** 0.801** 0.793**

(31)

Bakaran akan sangat terkait dengan kondisi cuaca terutama hujan. Terjadi kondisi yang diluar perkiraan pada bulan Juni 2010 yaitu curah hujan masih dalam kisaran yang tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi jumlah tebu dalam memenuhi kapasitas giling pabrik per hari serta mempengaruhi kerja alat angkut bahkan memperpanjang waktu penundaan pengangkutan tebu dari areal.

Iklim mikro yang tidak beraturan ini, memberikan dampak yang berarti pada sistem tebangan yang telah ditetapkan PT GPM. Analisis data (Tabel 4.)menunjukkan bahwa total kiriman tebu berkolerasi nyata dengan rata-rata curah hujan, dan kolerasi keduanya bersifat negatif (-0.417). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan curah hujan mengakibatkan berkurangnya total pengiriman tebu. Persentase kiriman tebu≤ 30 jam ke pabrik berkolerasi positif dengan total

pengiriman pada hari tersebut (0.665) atau tebu yang terkirim≤ 30 jam, bobotnya

cenderung akan tetap.

Pengamatan di lapang menunjukkan bahwa seringkali manajemen mengambil keputusan secara cepat untuk mengganti petak yang akan dibakar agar memenuhi kiriman tebu pada hari tersebut. Namun cuaca yang tidak diduga, seringkali petak yang telah dibakar tersebut juga mengalami hujan. Alat muat dan angkut dengan kondisi areal yang basah pun mengalami kesulitan bahkan tidak dioperasikan. Hal inilah yang mempengaruhi pengiriman tebu ke pabrik.

Persentase kiriman tebu≤ 30 jam mempengaruhi sangat nyata terhadap nilai

brix (0.801) dan pol (0.793). Hubungan antara brix dan pol menunjukkan korelasi sangat nyata dan bersifat positif (0.999). Analisis data tersebut membuktikan bahwa prinsip mendasar dari harvesting management adalah tebu yang telah dibakar dan ditebang untuk sesegera mungkin dikirim dan digiling di pabrik agar kualitas tebu terjaga. Tebu bakar akan rentan terkena penyakit dan mudah berkurang kadar gulanya sejak dibakar.

Pelaksanaan Tebang

(32)

a) Pemotongan batang tebu diusahakan rata dengan tanah atau minimal 5cm dari tanah

b) Pucuk dipotong hingga ruas ke lima dari atas (30 cm) c) Tidak meninggalkan lonjoran (tebu utuh)

Pelaksanaannya yang diawali dengan pembakaran perlu ditindaklanjuti. Hal ini dikarenakan pembakaran cukup memberikan dampak negatif terhadap tanaman ataupun kesehatan manusia baik jangka pendek maupun jangka panjang. Konservasi terhadap sumberdaya yang ada perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya, terutama pengurangan kegiatan pratebangan.

Kualitas tebangan antara kontraktor tebang loose cane dan bundle cane

secara umum baik. Berdasarakan data pada Tabel 3. diketahui bahwa nilai pucuk, lonjoran, dan tunggul yang tertinggal (pengukuran setelah tebangan) lebih sedikit padaloose canedibandingkan padabundle cane.

Kehilangan hasil pada bundle cane (Tabel 3.) lebih besar dibandingkan dengan loose cane diakibatkan banyaknya lonjoran (0.48 ton/ha) yang tidak terangkut atau tertutupi oleh sampah sisa panen. Kehilangan pucuk dan tunggul sebesar 0.31ton/ha dan 0.48ton/ha. Dua sistem panen yang diterapkan perusahaan dinilai baik karena memiliki nilai cane wastagedibawah standar yang ditetapkan perusahaan.

Penggunaan tenaga tebang sistemloose cane lebih banyak daripada bundle cane merupakan pilihan yang dianggap tepat oleh perusahaan. Hal ini didukung dengan, biaya yang dikeluarkan untuk sistem loose cane dalam jumlah banyak akan sama ataupun menutupi pendapatan seperti penggunaan sistembundle cane.

(33)

Transportasi/Angkutan Tebu

Kegiatan muat dan angkut memerlukan kondisi areal yang optimal atau tidak basah. Areal yang basah menjadi faktor kesulitan dalam pengoperasian alat, bahkan menyebabkan tidak beroperasinya alat. Sistem bundle cane perlu masuk ke areal untuk memudahkan dalam proses muat dan angkut. Transportasi pun dipengaruhi dengan kondisi jalan yang baik. Jika jalur/jalan angkutan tidak baik maka akan mengakibatkan tebu terjatuh bahkan dapat berakibat angkutan terbalik dan muatan tebu tumpah. Kehilangan tebu di jalan banyak terjadi pada angkutan tebuloose canedibandingkanbundle caneyaitu sebesar 0.014ton/ha (Tabel 2.).

Perbandingan sistemloose canedanbundle canemengalami perubahan dari tahun sebelumnya sebesar 30:70, menjadi 60:40. Penggunaan sistem tebangan

loose cane memiliki resiko yang cukup besar dibandingkan dengan bundle cane

karena pada pelaksanaannya kondisi lingkungan dalam kondisi normal (tidak hujan), sedangkan saat-saat ini iklim tidak menentu. Sedangkan sistem muat

bundle canesangat rapih sehingga kecil kemungkinan jatuh di jalan.

Tenaga Kerja

Trend tenaga kerja meningkat pada saat on season (Maret-November) karena adanya karyawan musiman. Tenaga kerja musiman pada on season

tersebut berkisar 4000-6000 orang karena banyak diperlukan untuk kegiatan tebangan, seperti untuk memenuhi kebutuhan operator alat-alat (grabloader dan

side typing), angkutan, dan beberapa sebagai tenaga harian tebang yang direkrut oleh perusahaan. Masa kerja karyawan musiman ini relatif singkat yaitu sekitar 6 bulan.

(34)

banyak digunakan untuk memudahkan pengangkutan tebu dari areal ke angkutan (trailer) dan mengurangi pemadatan tanah (karena ukuran ban yang lebar).

Tabel 5. Trend Jumlah Tenaga Kerja PT GPM Periode 2007-2010

Bulan 2007 2008 2009 2010

Januari 3580 3085 3841 3970 Februari 3097 3085 3902 4247 Maret 3072 3501 4710 5290

April 3172 4170 4977 5670

Mei 3219 4324 5310

Juni 3918 4990 5855 Juli 4411 5281 5953 Agustus 4624 5254 5103 September 4551 5062 4812 Oktober 4427 5074 5011 November 4426 3732 3618 Desember 3042 3810 3987

Rata-rata 3795 4281 4757 4794 Sumber : PAS 2010

(35)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Manajemen atau pengelolaan tebangan (harvesting) tebu yang optimal dan efisien akan memberikan keuntungan dan manfaat yang besar bagi perusahaan. Pengelolaan kebun yang baik diharapkan dapat menghasilkan dan membawa bagian tebu yang bernilai ekonomis (dalam perolehan gula) sejak penebangan hingga siap digiling di pabrik. Tebu yang ditebang diharapkan memiliki kriteria segar, bersih, dan manis (SBM).

Optimalisasi sistem tebang, muat, dan angkut tebu dapat dinilai dari pencapaian target gilingan pabrik. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian target gilingan pabrik yaitu curah hujan, pelaksanaan tebang, transportasi, dan tenaga kerja. Terdapat korelasi negatif antara curah hujan dan total kiriman. Tingginya curah hujan menyebabkan berkurangnya kiriman tebu ke pabrik. Terjadi kehilangan hasil di areal karena penebangan yang tidak tepat. Kehilangan hasilbundle canelebih banyak daripadaloose cane yaitu 0.31 ton/ha pucuk, 0.48 ton/ha lonjoran, 0.48 ton/ha tunggul. Transportasi/alat angkut tebu sangat dipengaruhi oleh kondisi areal dan jalur angkut. Terjadi kehilangan hasil lebih banyak pada sistem loose cane dibandingkan bundle cane yaitu 0.014 ton/ha. Jumlah tenaga tebang meningkat tiap tahun karena semakin luas areal, semakin banyak penggunaan alat, dan berkuranganya kontraktor dan atau tenaga tebangnya.

Saran

(36)
(37)

DAFTAR PUSTAKA

BAPPENAS. 2008. Kapasitas Giling Tebu dan Produksi Gula. http://www.bappenas.go.id/node/138/353/kapasitas-giling-tebu-dan-produksi-gula/ [12 Februari 2010]

Balai Penelitian Tanah. 2010. Gagasan Swasembada Gula di Indonesia. http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id [12 Februari 2010]

Bey, A. dan Las, I. 1991. Strategi Pendekatan Iklim dalam Usaha Tani. Kapita Selekta Dalam Agrometeorologi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Hal 31

Direktorat Benih, 2008. Penyediaan Bibit Tebu Berkualitas Melalui Kebun Berjenjang. http://ditjenbun@deptan.go.id [6 April 2009]

Ditjenbun. 2003. Prospek dan Peluang Produksi Gula Tebu Tahun 2008, Klas Pengelompokan Lahan. http://ditjenbun@deptan.go.id [11 Mei 2009]

Ditjenbun. 2009. Road Map Swasembada Gula Nasional. http://ditjenbun@deptan.go.id [23 November 2009]

Ditjenbun. 2010. Workshop Swasembada Gula Nasional. http://ditjenbun@deptan.go.id [29 Maret 2010]

Haryanti, V. 2008. Analisa Sistem Pemanenan Tebu (Saccharum officinarumL.) yang Optimal di PG Jati Tujh, Majalengka, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 104 hal.

Irianto, G. 2003. Tebu Lahan Kering dan Kemandirian Gula Nasional. http://ditjenbun@deptan.go.id [15 November 2009]

Irawan, L. C. 2008. Analisis Beban Kerja pada Kegiatan Tebang dan Muat Tebu Secara Manual di PG Bungamayang PTPN VII (Persero), Lampung. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kartohadikusumo, N. 1975. Masalah Pelaksanaan Mekanisasi pada Tanaman Tebu di Indonesia. Prosiding Ikatan Ahli Gula Indonesia. Pengurus Pusat Ikatan Ahli Gula Indonesia. Yogyakarta. Hal 18-23.

Lembaga Biologi Nasional-LIPI. 1978. Tanaman Industri. PT Bina Kancana: Bogor.

(38)

Mochtar, M. 1989. Beberapa Aspek Pra-Panen dan Pasca Panen Yang Perlu Diperhatikan Dalam Rangka Maksimalisasi Perolehan Gula Dari Tebu. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, Pasuruan 23-25 Nov1988. P3GI. Pasuruan: 71-89.

Nasir, A. A. 1991. Informasi Iklim dalam Budidaya Pertanian. Kapita Selekta Dalam Agrometeorologi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Hal 75

P3GI. 1989. Manajemen Tebangan dan Pabrik. http://www.p3gi.net [16 Maret 2009]

P3GI. 2008a. Konsep peningkatan rendemen. http://www.p3gi.net [16 Maret 2009]

P3GI. 2008b. Gambaran Sekilas Kondisi Pertanaman Tebu Giling Saat Ini Dan Prediksi Produksi Gula Indonesia Tahun 2008. http://www.p3gi.net [30 April 2009]

Renatho, I. 2007. Mempelajari Aspek Keteknikan pada Pemanenan Tebu di PT Rajawali II Unit PG Subang, Jawa Barat. Laporan Praktek Lapang. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 67 hal

SKIL (Sugar Knowledge International). 1998. Sugarcane. http://www.sucrose.com [13 November 2010]

Soepardan, D. 1989. Upaya Peningkatan Mutu Tebangan PG Subang dengan Sistem Empat Dua dan Enam Dua. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, Pasuruan 23-25 Nov1988. P3GI. Pasuruan: 736-752.

Suharyono. 1989. Tebang dan Angkut Di Pabrik Gula Bone. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, Pasuruan 23-25 Nov1988. P3GI. Pasuruan: 753-761.

Supatma, I. A. 2008. Susut Rendemen dalam Sistem Tebang Muat Angkut di Pabrik Gula Sindang Laut dan Tersana Bar, Cirebon. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sutaryanto, T. 2009. Pentingnya Peningkatan Mutu Tebu. Gula Indonesia Vol.33 (2): 60. Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI). Pasuruan

Toharisman, A. 2009. Info Singkat Seputar ZPK. http://www.sugarresearch.org [23 November 2009]

(39)

LAMPIRAN

(40)

Lampiran 2. Jurnal Harian Pelaksanaan Magang di PT Gula Putih Mataram

No Tanggal Jenis Kegiatan Lokasi Prestasi Kerja (HOK) Standar Pekerja Mahasiswa 1 15-Mar-10 Administrasi dan orientasi lapangan Kantor Administrasi

2 16-Mar-10 Libur Nasional

3 17-Mar-10 Diskusi tebangan dan pengawasan pembuatan gorong-gorong

Dep.Plantation dan Div.3

4 18-Mar-10 Pemeliharaan tebu (klentek dan post emergence)

Div.4

5 19-Mar-10 Cek persiapan tebangan Div.4 6 20-Mar-10 Pengenalan Dep.Riset and Development Dep. R&D 7 21-Mar-10 Libur Hari Minggu

8 22-Mar-10 Persiapan aplikasi ripener Run Way

9 23-Mar-10 Pengawasan persiapan alat muat dan angkut Supporting Div. HVT 10 24-Mar-10 Analisis kemasakan (maturity test) Dep. R&D

11 25-Mar-10 Penjelasan pengambilan sample analisis kemasakan

Div.3

12 26-Mar-10 Pengawasan pembuatan gorong-gorong pada lebung

Div.3

13 27-Mar-10 Persiapan administrasi tebangan dan selamatan

Div. HVT

14 28-Mar-10 Libur Hari Minggu

15 29-Mar-10 Persiapan administrasi tebangan Div. HVT

(41)

Lampiran 2. Lanjutan

No Tanggal Jenis Kegiatan Lokasi Prestasi Kerja (HOK) Standar Pekerja Mahasiswa

16 30-Mar-10 Persiapan administrasi tebangan Div. HVT 17 31-Mar-10 Persiapan administrasi tebangan Div. HVT 18 1-Apr-10 Persiapan administrasi tebangan Div. HVT 19 2-Apr-10 Libur Nasional

20 3-Apr-10 Bongkaran tebu dari angkutan Cane yard PT SIL 21 4-Apr-10 Libur Hari Minggu

22 5-Apr-10 Tebangan (Bundle cane) 20 BS 46 0.03 ha 0.024 ha 23 6-Apr-10 Scoring tunggul dan lonjoran serta

pengamatanloose cane

Div.2 dan TU

24 7-Apr-10 Scoring tunggul dan lonjoran serta pengamatanloose cane

Div.2 dan TU

25 8-Apr-10 Scoring tunggul dan lonjoran serta pengamatanloose cane

Div.2 dan TU

26 9-Apr-10 Aplikasi gypsum dan klentek Div.2

27 10-Apr-10 Pengawasan tebangan 8 BU 4 (Main road) 28 11-Apr-10 Libur Hari Minggu

29 12-Apr-10 Membantu administrasi tebangan Div. HVT

30 13-Apr-10 Pengawasan tebangan 148 TS 15 dan Div.4

(42)

Lampiran 2. Lanjutan

No Tanggal Jenis Kegiatan Lokasi Prestasi Kerja (HOK) Standar Pekerja Mahasiswa

31 14-Apr-10 Membantu administrasi tebangan Div. HVT 32 15-Apr-10 Supervisi Dosen Dep.Plantation 33 16-Apr-10 Membantu administrasi tebangan Div. HVT 34 17-Apr-10 Pengawasan tebangan Div.4 35 18-Apr-10 Libur Hari Minggu

36 19-Apr-10 Pengawasan tebangan dan bongkaran (loose cane)

Div.2,3,4 danCane yard

GPM

0.03 ha 0.25 ha

37 20-Apr-10 Pengawasan tebangan Div.2,3,4 38 21-Apr-10 Pembakaran tebu TU 2/7 (Div.1) 39 22-Apr-10 Pengawasan tebangan dan rapat dengan

kontraktor

Div.1

40 23-Apr-10 Membantu administrasi tebangan Div. HVT 41 24-Apr-10 Pengawasan jalur angkutan panen Div.2 42 25-Apr-10 Libur Hari Minggu

43 26-Apr-10 Pengenalan alat angkutan dan penjelasan budidaya tanaman

Supporting Div. HVT

44 27-Apr-10 Diskusi tebangan dan pengambilan data sekunder

Div. HVT

(43)

HOK : Hari Orang Kerja (7 jam/hari) Lampiran 2. Lanjutan

No Tanggal Jenis Kegiatan Lokasi Prestasi Kerja (HOK) Standar Pekerja Mahasiswa

46 29-Apr-10 Pengenalan alat angkutan Supporting Div. HVT 47 30-Apr-10 Membantu administrasi tebangan Div. HVT

48 1-Mei-10 Pembakaran tebu BS 3/8 49 2-Mei-10 Libur Hari Minggu

50 3-Mei-10 Pengawasan tebangan BS 2/8 dan TS 51 4-Mei-10 Orientasi kegiatan divisi wilayah Div.3

52 5-Mei-10 Klentek dan spraying TU (Div.3) 0.070 ha 0.070 ha

53 6-Mei-10 Klentek BU (Div.3) 0.070 ha 0.052 ha 0.001 ha 54 7-Mei-10 Klentek 32 TU 09, 30 TU 07, 30

TU 05

0.070 ha 0.020 ha 0.001 ha

55 8-Mei-10 Klentek BU (Div.3) 0.070 ha 0.020 ha 56 9-Mei-10 Libur Hari Minggu

57 10-Mei-10 Klentek TU (Div.3) 58 11-Mei-10 Penanaman dan Irigasi BU (Div.3)

59 12-Mei-10 Land preparation(LP) BU dan TU (Div.3) 60 13-Mei-10 Libur Nasional

(44)

Lampiran 2. Lanjutan

No Tanggal Jenis Kegiatan Lokasi Prestasi Kerja (HOK) Standar Pekerja Mahasiswa

61 14-Mei-10 Land preparation(LP), terutama

furrowing,basalt-carbofuran application

BU dan TU (Div.3) 3.5 ha 3.5 ha 2.3 ha

62 15-Mei-10 Land preparation(LP) BU dan TU (Div.3) 63 16-Mei-10 Libur Hari Minggu

64 17-Mei-10 Pengawasan blotong Pabrik dan BU (Div.3) 65 18-Mei-10 Tebang bibit dan Penanaman BU dan TU (Div.3)

66 19-Mei-10 Penanaman (dan Irigasi) BU 1/2 0.036 ha 0.036 ha 0.0001 ha 67 20-Mei-10 Penanaman (dan Irigasi) BU 1/2 0.036 ha 0.036 ha

68 21-Mei-10 Penanaman (dan Irigasi) BU 1/2 0.036 ha 0.036 ha 69 22-Mei-10 Pemupukan dan tera BU 3/6

70 23-Mei-10 Libur Hari Minggu

71 24-Mei-10 Pemupukan BU 3/6 dan 1/7 3.5 ha 3.5 ha 72 25-Mei-10 Pre emergence/boom spraying dan kepras BU 3/6 dan 1/7

73 26-Mei-10 Pemupukan dan tera BU 3/6 dan 1/7 74 27-Mei-10 Pemupukan dan tera BU 3/6 dan 1/7 75 28-Mei-10 Libur Nasional

(45)

Lampiran 2. Lanjutan

No Tanggal Jenis Kegiatan Lokasi Prestasi Kerja (HOK) Standar Pekerja Mahasiswa

76 29-Mei-10 Pemupukan dan tera BU 3/6 dan 1/7 77 30-Mei-10 Libur Hari Minggu

78 31-Mei-10 Tera BU (Div.3) 5.25 ha 5.25 ha 79 1-Jun-10 Membantu administrasi tebangan Div. HVT

80 2-Jun-10 Pengawasan tebangan BU (Div.3)

81 3-Jun-10 Cane wastagedanripper ratoon TU 1/26 (Div.5) dan BU 2/1 (Div.3) 82 4-Jun-10 Cane wastage BS 1/6

83 5-Jun-10 Cane wastage TS 1/17 84 6-Jun-10 Libur Hari Minggu

85 7-Jun-10 Cane wastage BS 1/6 86 8-Jun-10 Cane wastage TU 1/16 87 9-Jun-10 Cane wastage TU 5/3 88 10-Jun-10 Cane wastage TU 5/3 89 11-Jun-10 Cane wastage BU 3/5 90 12-Jun-10 Cane wastage TS 1/21

(46)

Lampiran 2. Lanjutan

No Tanggal Jenis Kegiatan Lokasi Prestasi Kerja (HOK) Standar Pekerja Mahasiswa

91 13-Jun-10 Libur Hari Minggu

92 14-Jun-10 Membantu administrasi tebangan, data sekunder, konsultasi

Div. HVT

93 15-Jun-10 Membantu administrasi tebangan, data sekunder, konsultasi

Div. HVT

94 16-Jun-10 Membantu administrasi tebangan, data sekunder, konsultasi

Div. HVT

95 17-Jun-10 Membantu administrasi tebangan, data sekunder, konsultasi

Div. HVT

96 18-Jun-10 Membantu administrasi tebangan, data sekunder, konsultasi

Div. HVT

97 19-Jun-10 Membantu administrasi tebangan, data sekunder, konsultasi

Div. HVT

98 20-Jun-10 Libur Hari Minggu

99 21-Jun-10 Membantu administrasi tebangan Div. HVT 100 22-Jun-10 Penjelasan aplikasi ripener Dep.Plant 101 23-Jun-10 Pengecekan waktu angkut TU 6/5 102 24-Jun-10 Membantu administrasi tebangan Div. HVT 103 25-Jun-10 Membantu administrasi tebangan Div. HVT 104 26-Jun-10 Penyulaman Div.3 105 27-Jun-10 Libur Hari Minggu

(47)

Lampiran 2. Lanjutan

No Tanggal Jenis Kegiatan Lokasi Prestasi Kerja (HOK) Standar Pekerja Mahasiswa

106 28-Jun-10 Membantu administrasi tebangan Div. HVT 107 29-Jun-10 Pengawasan tebangan TU 6/5

108 30-Jun-10 Pengecekan angkutan panen TU 2/29 (Div.5) 109 1-Jul-10 Membantu administrasi tebangan Div. HVT 110 2-Jul-10 Izin

111 3-Jul-10 Izin

112 4-Jul-10 Libur Hari Minggu

113 5-Jul-10 Membantu administrasi tebangan Div. HVT 114 6-Jul-10 Membantu administrasi tebangan Div. HVT 115 7-Jul-10 Leaf tine BU 1/2 116 8-Jul-10 Penyusunan Laporan dan diskusi Div. HVT 117 9-Jul-10 Penyusunan Laporan dan diskusi Div. HVT 118 10-Jul-10 Penyusunan Laporan dan diskusi Div. HVT 119 11-Jul-10 Libur Hari Minggu

120 12-Jul-10 Penyusunan Laporan dan diskusi Div. HVT 121 13-Jul-10 Penyusunan Laporan dan diskusi Div. HVT 122 14-Jul-10 Pengawasan kegiatan divisi wilayah Div.2 123 15-Jul-10 Pulang

(48)

Lampiran 3. Data Rata-rata Curah Hujan PT Gula Putih Mataram

DATA RATA-RATA CURAH HUJAN PT GPM PERIODE 2004-2010 (mm)

TAHUN BULAN

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES 2000 277 212 279 247 139 201 120 52 32 215 406 371 2001 302 363 262 201 281 102 24 117 119 315 391 373 2002 252 305 354 180 238 88 195 11 13 0 93 258 2003 452 416 325 232 136 24 47 54 52 126 204 235 2004 288 445 309 146 156 37 61 21 5 40 225 384 2005 389 277 375 240 175 229 96 105 54 126 201 286 2006 436 308 390 309 167 115 29 0 10 0 69 354 2007 246 364 338 300 81 110 149 37 21 59 182 344 2008 297 107 524 215 79 83 9 78 76 133 344 409 2009 210 299 381 157 207 83 86 75 1 143 327 268 2010 575 516 *497

*) s/d tanggal 19 Maret 2010

Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson

BK = Jumlah Bulan Kering = 2.4 Jumlah tahun

BB = Jumlah Bulan Basah = 8.3 Jumlah tahun

(49)
(50)

Lampiran 4. Data Rata-rata Suhu Daerah Lampung

DATA RATA-RATA SUHU LAMPUNG PERIODE 1999-2009 (0C)

TAHUN BULAN

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES 1999 26.1 26.1 26.5 27.4 26.2 26.1 25.6 25.8 26.7 26.2 26.8 26.0 2000 26.0 26.2 26.5 26.8 27.3 26.1 26.1 25.7 27.0 26.9 26.8 26.7 2001 26.2 26.0 26.7 26.9 26.8 26.6 26.0 26.5 26.3 26.8 26.7 26.2 2002 26.7 26.4 26.9 26.0 27.0 25.9 26.4 26.6 27.1 28.3 27.5 27.0 2003 27.1 26.4 26.8 25.9 26.9 25.7 25.9 26.6 25.6 26.8 26.6 26.1 2004 26.9 26.1 26.5 25.7 27.1 25.4 25.9 26.2 27.0 27.5 27.1 26.5 2005 26.1 26.5 26.3 26.7 26.7 26.4 26.1 26.3 27.2 26.8 26.8 26.9 2006 26.1 26.6 26.6 26.6 26.9 25.9 26.2 25.9 26.6 27.7 28.2 27.0 2007 26.7 26.6 26.7 26.8 27.0 26.3 26.1 25.9 25.9 27.5 27.6 26.7 2008 26.8 26.2 26.2 25.5 26.7 25.3 26.0 26.1 26.9 26.6 25.6 26.1 2009 26.2 26.1 26.5 27.1 27.1 25.8 26.3

(51)

Lampiran 5. Data Rata-rata Kelembaban Daerah Lampung

DATA RATA-RATA KELEMBABAN LAMPUNG PERIODE 1999-2009 (%)

TAHUN BULAN

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES 1999 88.4 86.5 86.1 79.1 85.7 83.8 82.9 82.2 76.1 83.9 81.5 85.9 2000 86.2 84.4 81.9 82.9 80.5 84.1 85.3 80.2 77.8 80.5 83.0 82.9 2001 85.4 85.7 83.6 79.4 83.2 79.8 83.2 78.3 78.8 82.5 82.1 85.5 2002 85.9 84.3 84.3 84.1 84.0 78.9 82.7 79.3 73.8 69.0 78.3 83.8 2003 82.4 86.9 85.4 83.9 84.2 78.7 80.8 75.2 77.3 80.9 83.3 86.9 2004 83.7 86.6 85.5 86.7 83.5 80.5 83.8 77.1 76.0 75.6 79.5 83.8 2005 84.0 85.3 79.9 79.0 78.8 78.5 78.1 76.4 75.5 80.0 79.9 75.2 2006 84.4 82.9 83.5 82.2 80.7 81.5 79.6 71.9 67.4 68.3 70.7 81.6 2007 80.0 80.5 80.4 82.8 81.7 82.7 80.5 77.0 69.0 71.4 68.9 69.6 2008 80.2 74.4 82.9 78.7 76.7 77.9 74.2 78.7 76.4 79.9 79.3 84.3 2009 82.0 81.8 80.7 79.1 79.2 82.6 78.0

(52)
(53)

Lampiran 7. Contoh Lembar Hasil PengujianMaturity Test

SKL Brix yaitu nilai brix berdasarkan Hydrometer Brix

(54)

Lampiran 8. Sistem Pembagian Blok dan Petak Perkebunan PT GPM

Gambar

Tabel 4. Korelasi Tebu Terkirim Berdasarkan Waktu Pembakaran (Burn to crush)periode Juni 2010
Tabel 5. Trend Jumlah Tenaga Kerja PT GPM Periode 2007-2010
tabel koreksi)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

6LNDS SRVLWLI NHORPSRN 6\DKDGDWDLQ WHUKDGDS NHORPSRN NHDJDPDDQ ODLQ - nya dalam toleransi juga ditunjukan dalam pengembangan nilai-nilai toler- ansi kelompok keagamaan Islam

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian tindakan kelas yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Menghitung Perkalian melalui Metode

Berdasarkan data konsumsi bawang merah di Kabupaten Brebes pada tahun 2006 tenyata konsumsi bawang merah lebih banyak dari pada produksi bawang merah di Kabupaten

(Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia, 2004),Hal 9. 22 Misahardi wilamarta, op.cit.. 173 mengetahui bukti audit yang menjadi dasar bagi auditor dalam menyatakan

B. Berdasarkan peta kedudukan bahan ajar, mata pelajaran sistem operasi ini mempunyai keterkaitan dengan mata pelajaran sistem komputer dan sistem operasi.Perakitan komputer

Sehubungan dengan hasil evaluasi penawaran saudara, perihal penawaran Pekerjaan Pekerjaan Taman Kantor Gabungan Dinas - Dinas , dimana perusahaan saudara termasuk

Perusahaan harus mengetahui, bahwa sumber daya manusia bukan hanya sekedar aset bagi perusahaan, melainkan mereka juga merupakan mitra dalam menjalankan