• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika kekerasa etnis di Yogyakarta dan dampak sosio psikologisnya pada mahasiswa mahasiswa yang berasal dari Indonesia Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dinamika kekerasa etnis di Yogyakarta dan dampak sosio psikologisnya pada mahasiswa mahasiswa yang berasal dari Indonesia Timur"

Copied!
271
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA KEKERASAN ETNIS DI YOGYAKARTA DAN DAMPAK SOSIO-PSIKOLOGISNYA PADA

MAHASISWA-MAHASIWA YANG BERASAL DARI INDONESIA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Gregorius Septian Agung Renggi 109114142

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO

“Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan Jalanmu.” (Amsal 3:6)

Dari malam yang menyelimutiku, sehitam lubang yang dalam,

Aku berterimakasih kepada Tuhan di manapun ia berada Atas jiwaku yang tak terkalahkan.

Di dalam keadaan yang menimpaku. Aku tak mengeluh ataupun menangis.

Di Bawah tempaan Takdir. Jiwaku berdarah namun tak terpatahkan. Di balik tempat amarah dan air mata ini.

Hanya mengintip horor kematian. Namun ancaman bertahun-tahun akan menemukanku tanpa rasa takut.

Seberapapun kuatnya gerbang. Seberapapun beratnya hukuman.

Aku adalah Penguasa takdirku Aku adalah kapten Jiwaku.

"Kemuliaan terbesar dalam hidup adalah bukan karena tidak

pernah jatuh, tetapi bangkit setiap kali kita jatuh"

(5)

v

P

ersembahanku

K

epada

:

Allah Tritunggal Maha Kudus Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Bunda Maria dan Santo Yosef.

Terimakasih untuk Segala Kebaikan, Kasih Setia, & Penyertaan-Mu dalam Hidupku yang Luar Biasa Indahnya.

Dan Kepada Keluarga Tercinta

Papa (Zakarias Renggi), Mama (Marthina Renggi) Adik-adikku tercinta (Fulgensius Chalpin Stilman Renggi), dan

(Fenensius Elmar Fermin Renggi)

yang Selalu Mendoakan, Mendukung, serta Memberi Semangat.

(6)
(7)

vii

DINAMIKA KEKERASAN ETNIS DI YOGYAKARTA DAN DAMPAK SOSIO-PSIKOLOGISNYA PADA MAHASISWA-MAHASIWA YANG

BERASAL DARI INDONESIA TIMUR

Gregorius Septian Agung Renggi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dinamika dari kekerasan etnis di Yogyakarta dan dampak sosio-psikologisnya pada mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari Indonesia timur. Penelitian ini berfokus pada empat hal yaitu faktor-faktor yang dapat menimbulkan terjadinya kekerasan antara penduduk Yogyakarta dan orang-orang dari Indonesia timur, prasangka dan diskriminasi sebagai akibat dari kekerasan, dampak sosio-psikologis yang dialami para mahasiswa yang berasal dari Indonesia Timur, dan upaya penyesuian diri agar tidak terjadi lagi kekerasan etnis di Yogyakarta. Pendekatan kualitatif deskriptif digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut. Penelitian ini melibatkan 4 mahasiswa yaitu dua mahasiswa asal NTT dan dua mahasiswa asal Papua yang mendapatkan perlakuan diskriminasi dan tidak melakukan kekerasan etnis di Yogyakarta. Subjek dipilih menggunakan criterion

sampling yaitu dengan kriteria mahasiswa usia antara 18-23 tahun, pernah mengalami kekerasan

ataupun diskriminasi dari warga Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada empat faktor yang mengakibatkan terjadinya kekerasan etnis seperti, perbedaan antar individu, perbedaan budaya, bentrokan kepentingan, dan persaingan. Terdapat tiga bentuk pengucilan masyarakat seperti tidak diterima tinggal di kos-kosan, ditolak teman kelas, dan diremehkan masyarakat. Dampak sosio-psikologis terdiri dari enam bentuk seperti, harga diri rendah, kecemasan, depresi, stress pasca trauma, perasaan malu, dan tertekan. Selain itu didapatkan data berkaitan dengan upaya-upaya positif seperti membangun sikap ramah, mau menyesuaikan diri, menaati peraturan lalu lintas dan upaya bersama komunitas melalui pelayanan masyarakat serta sangsi tegas kepada mahasiswa yang membuat keributan di Yogyakarta.

(8)

viii

DYNAMICS OF ETHNIC VIOLENCE IN YOGYAKARTA AND IMPACT ON SOCIO-PSYCHOLOGICALLY THOSE STUDENTS EAST FROM

INDONESIA

Gregorius Septian Agung Renggi

ABSTRACT

This study aims to describe the dynamics of ethnic violence in Yogyakarta and socio-psychological impact on students who come from eastern Indonesia. This research focuses on four issues of the factors that can lead to violence between residents of Yogyakarta and the people from eastern Indonesia, prejudice and discrimination as a result of violence, socio-psychological impact experienced by students from eastern Indonesia, and efforts adjusting themselves to prevent further ethnic violence in Yogyakarta. Qualitative descriptive approach used to answer the research questions. The study involved four students: two students from NTT and two students from Papua who get discriminated against and do not do ethnic violence in Yogyakarta. Subjects selected using criterion sampling that the criteria students aged between 18-23 years, had experienced violence or discrimination of people of Yogyakarta. These results indicate that there are four factors that have led to violence such as ethnic, inter-individual differences, cultural differences, clashes of interests, and competition. There are three forms of exclusion such communities are not welcome to stay in the boarding house, rejected classmates, and underestimated the public. Socio-psychological impact consists of six forms such as, low self esteem, anxiety, depression, post traumatic stress, shame, and distress. In addition, the data obtained with regard to positive efforts such as building a friendly attitude, willing to conform, obey traffic laws and efforts with the community through community service and firm sanctions to students who make a scene in Yogyakarta.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria dan Santo Yosep

atas rahmat dan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam skripsi ini.

Walaupun demikian, penulis bersyukur karena banyak pihak turut berperan serta

dalam mendukung dan membantu penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu dari

lubuk hati terdalam dan dengan segala kerendahan hati, penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

2. Ratri Sunar A., M.Si. selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

3. Drs. H. Wahyudi, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang

bersedia meluangkan banyak waktu dan penuh kesabaran telah

membimbing penulis selama penyusunan skripsi serta memberikan

inspirasi atas skripsi ini.

4. P. Henrietta PDADS., M.A. selaku dosen pembimbing akademik yang

telah membimbing selama penulis menempuh studi di Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma.

5. Monica Eviandaru M., M. App. Psych yang telah memberi masukan

dan informasi kepada penulis berkaitan dengan penelitian kualitatif

(11)

xi

6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Psikologi Universitas Sanata

Dharma yang telah membimbing dan menambah wawasan bagi penulis

di bidang psikologi.

7. Semua Karyawan di Psikologi Universitas Sanata Dharma, khususnya

Mas Gandung, ibu Nanik, Mas Mudji, Mas Doni, dan Pak Gie yang

telah memberikan pelayanan selama penulis menempuh studi dan tidak

lupa Karyawan Perpustakaan USD yang telah memberikan fasilitas

serta kemudahan kepada penulis dalam memperoleh informasi yang

dibutuhkan.

8. Papa Zakarias Renggi dan Mama Marthina Fernatyanan yang penulis

Cintai. Terimakasih atas doa, semangat serta dukungan secara moril

maupun materil.

9. Adik-adikku yang terkasih dan kubanggakan Fulgensius Chalpin

Stilman Renggi dan Fenensius Elmar Fermin Renggi. Terimakasih

sudah mendoakan, dan mendukung kakakmu ini.

10. Mama Habeldina (almarhumah), Tete (almarhum) dan Nene

Fernatyanan (almarhumah), Tete (almarhum) dan Nene Pati, Muda

Berhmans (almarhum) dan semua nenek moyang yang sudah doakan

dari surga.

11. Keluarga besar di Jayapura, Ende-Flores, Kupang, Jakarta yang selalu

(12)

xii

12. Keempat subjek penelitian yang telah bersedia diwawancarai selama

proses penelitian berlangsung. Terimakasih atas ketulusan kalian

teman-teman.

13. Segenap umat di Gereja Kristus Terang Dunia Waena yang telah

mendukung, mendoakan serta memotivasi penulis selama

penyelesaiaan skripsi.

14. Kekasih hati Maria Gretty Huwae yang telah bersama menemani

dalam susah dan senang selama menjalani pendidikan di Fakultas

Psikologi Sanata Dharma. Tuhan memberkati segala kebaikan dan

masa depanmu.

15. Teman-teman kelas D angkatan 2010, dan semua teman-teman

angkatan 2010 yang telah mendukung dan menemani selama kita

menempuh matakuliah-matakuliah yang menyenangkan di Fakultas

Psikologi.

16. Sahabat-sahabat Yosi Virargo, Satya, Ryan, Damar, Leo, Dita, Rendi,

Grego, Stefanus Sampeako, Cahyo, Akbar, Yuyu, Yosep. Terima kasih

karena sudah menemani, mendukung, canda-tawa bersama, dan

menjadi tempat curahan hati penulis selama menjalani kuliah.

17. Teman-teman Psikologi baik itu kakak angkatan maupun adik

angkatan.

18. Teman-teman Vertigostic : Sandi, Vincent, Uli Silaen, Daning, Aldo,

Disty, Koko Yosua Karmali. Terimakasih telah mendukung,

(13)
(14)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAM PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR SKEMA ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

(15)

xv

B AB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A. Tinjauan Konseptual Dampak Sosio-Psikologis ... 15

1. Memahami Pengertian Dampak Sosio-Psikologis ... 15

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Dampak Psikologis ... 17

a. Faktor Internal ... 17

b. Faktor Eksternal ... 20

3. Bentuk-bentuk Dampak Sosio-Psikologis Akibat Kekerasan ... 21

B. Tinjauan Konseptual tentang Mahasiswa-Mahasiwi Remaja Korban Kekerasan yang Berasal dari Indonesia Timur ... 28

1. Remaja ... 28

2. Korban ... 32

3. Kelompok Etnis ... 33

C. Agresi Antar Etnis ... 34

1. Faktor-faktor yang Mengakibatkan Terjadinya Konflik dan Kekerasan antar Etnis di Masyarakat ... 36

2. Bentuk-bentuk Kekerasan Antar Etnis ... 43

3. Akibat Sosio-Psikologis dari Kekerasan ... 45

D. Prasangka ... 46

1. Pengucilan Sosial ... 47

(16)

xvi

E. Kerangka Penelitian: Kekerasan Etnis di Yogyakarta dan

Dampak Sosio-Psikologis pada Mahasiswa-mahasiwi

asal Indonesia Timur... 49

F. Pertanyaan Penelitian ... 52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 54

A. Jenis Penelitian ... 54

B. Fokus Penelitian ... 55

C. Definisi Operasional ... 56

D. Subjek Penelitian ... 57

E. Metode Pengumpulan Data ... 58

1. Observasi ... 58

2. Wawancara ... 60

F. Prosedur Analisis Data ... 63

G. Uji Kesahihan dan Keandalan ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 74

A. Proses Penelitian ... 74

1. Persiapan Penelitian ... 74

2. Pelaksanaan Penelitian ... 75

3. Proses Analisis Data ... 78

4. Jadwal Pengambilan Data ... 79

B. Profil Subjek ... 83

1. Subjek 1 (AT) ... 83

(17)

xvii

3. Subjek 3 (AS) ... 110

4. Subjek 4 (MR) ... 121

C. Rangkuman Tema Temuan Penelitian ... 137

D. Deskripsi Tema ... 139

1. Faktor-Faktor yang Mengakibatkan Terjadinya Kekerasan Etnis di Yogyakarta ... 139

2. Prasangka dan Diskriminasi ... 146

3. Dampak Sosio-Psikologis dari diskriminasi dan Kekerasan Etnis di Yogyakarta ... 147

4. Upaya Para Subjek dan Komunitas untuk Mengurangi Kekerasan Etnis di Yogyakarta ... 153

E. Pembahasan ... 156

1. Temuan Tambahan ... 162

BAB V PENUTUP ... 165

A. Kesimpulan ... 165

B. Keterbatasan Penelitian ... 166

C. Saran ... 166

1. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 166

2. Bagi Para Mahasiswa dan Perantau yang Berasal dari Indonesia Timur ... 167

3. Bagi Warga Yogyakarta ... 167

DAFTAR PUSTAKA ... 168

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Panduan Wawancara tentang Dinamika Kekerasan Etnis dan

dampak Sosio-Psikologis yang Dialami Subjek ... 61

Tabel 2. Jadwal Wawancara dengan Subjek 1 (AT) ... 80

Tabel 3. Jadwal Wawancara dengan Subjek 2 (YD)... ... 81

Tabel 4. Jadwal Wawancara dengan Subjek 3 (AS) ... 81

Tabel 5. Jadwal Wawancara dengan Subjek 4 (MR) ... 82

Tabel 6. Rangkuman Tema Temuan Penelitian ... 137

(19)

xix

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Kerangka Penelitian : Dinamika Kekerasan Etnis dan

Dampak Sosio-Psikologis Pada Mahasiswa-Mahasiswa

asal Indonesia Timur ... 51

Skema 2. Kerangka Hubungan antara Faktor-faktor, Prasangka

dan diskriminasi, Dampak Sosio-Psikologis dan Upaya

Mencegah terjadinya kekerasan etnis ... 164

Skema 3. Dinamika Kekerasan Etnis dan Dampak Sosio-Psikologis

pada Subjek 1 (AT) ... 175

Skema 4. Dinamika Kekerasan Etnis dan Dampak Sosio-Psikologis

pada Subjek 2 (TD) ... 177

Skema 5. Dinamika Kekerasan Etnis dan Dampak Sosio-Psikologis

pada Subjek 3 (AS) ... 179

Skema 6. Dinamika Kekerasan Etnis dan Dampak Sosio-Psikologis

(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Dinamika Kekerasan Etnis di Yogyakarta dan Dampak

Sosio-Psikologis pada Subjek 1 (AT) ... 174

Lampiran 2 Dinamika Kekerasan Etnis di Yogyakarta dan Dampak

Sosio-Psikologis pada Subjek 2 (YD) ... 176

Lampiran 3 Dinamika Kekerasan Etnis di Yogyakarta dan Dampak

Sosio-Psikologis pada Subjek 3 (AS)... 178

Lampiran 4 Dinamika Kekerasan Etnis di Yogyakarta dan Dampak

Sosio-Psikologis pada Subjek 4 (MR) ... 180

Lampiran 5 Protokol Wawancara ... 182

Lampiran 6 Transkrip Verbatim Wawancara dan Analisis

Data Subjek 1 (AT) ... 184

Lampiran 7 Transkrip Verbatim Wawancara dan Analisis

Data Subjek 2 (YD) ... 196

Lampiran 8 Transkrip Verbatim Wawancara dan Analisis

Data Subjek 3 (AS)... 209

Lampiran 9 Transkrip Verbatim Wawancara dan Analisis

Data Subjek 4 (MR) ... 222

Lampiran 10 Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara Subjek 1 (AT) .. 233

Lampiran 11 Surat Keterangan Keabsahan Hasil Wawancara

(21)

xxi

Lampiran 12 Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara Subjek 2 (YD) .. 237

Lampiran 13 Surat Keterangan Keabsahan Hasil Wawancara

Subjek 2 (YD) ... 239

Lampiran 14 Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara Subjek 3 (AS) ... 241

Lampiran 15 Surat Keterangan Keabsahan Hasil Wawancara

Subjek 3 (AS) ... 243

Lampiran 16 Surat Pernyataan Persetujuan Wawancara Subjek 4 (MR) . 245

Lampiran 17 Surat Keterangan Keabsahan Hasil Wawancara

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada Era globalisasi dan modern ini, konflik dan kekerasan sering

sekali terjadi. Hampir setiap hari di media cetak maupun elektronik

memberitakan tentang penembakan, perampokan, pembacokan, dan

penyerangan antar geng yang menelan korban jiwa (Berkowitz, 1995).

Maraknya konflik dan kekerasan di masyarakat mengakibatkan kerugian bagi

para korbannya mulai dari melukai hingga menghilangkan nyawa manusia

(Sarwono, 2009).

Konflik dan kekerasan sebenarnya bukan baru saja ini terjadi

(Rahman, 2013). Konflik dan kekerasan etnis di Indonesia sejak lama terjadi

misalnya konflik Poso, konflik Sanggoledo, konflik Ambon, konflik Sambas

yang terjadi pada awal milenium baru (Tohari, dkk 2011). Dampak yang

dirasakan dari konflik dan kekerasan etnis pada saat itu ialah banyak korban

yang meninggal dunia serta meningkatnya jumlah pengungsi yang pergi

meninggalkan daerah konflik (Tohari, 2011).

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Tohari (2008), konflik dan

kekerasan di Indonesia terbagi dalam delapan jenis. Konflik dan kekerasan

tersebut meliputi, konflik agama, konflik etnis, konflik politik, konflik sumber

(23)

penghakiman massa, pengeroyokan), konflik antar aparat negara, dan

lain-lain. Berdasarkan data presentase konflik dan kekerasan di Indonesia yang

terjadi dari tahun 2008 hingga 2010, kekerasan etnis yang terjadi sekitar 2,2 %

dari total keseluruhan. Itu berarti jumlah kekerasan etnis yang terjadi sejak

tahun 2008 hingga 2010 sebanyak 90 kali dan tiap tahunnya terjadi 30 kali

kasus konflik dan kekerasan etnis yang terjadi di Indonesia.

Konfik dan kekerasan etnis masih terjadi di kota Yogyakarta. Sebagai

kota pelajar dan kota yang menjunjung keberagaman, masih marak terjadi

konflik dan kekerasan antara mahasiswa asal Indonesia Timur dengan warga

Yogyakarta. Pada tanggal 6 Mei 2013, dua Tentara Nasional Indonesia

dikeroyok oleh 4 mahasiswa Papua yang sedang menjalani kuliah di

Yogyakarta (Hasan, 2013). Selain itu, seorang mahasiswa asal Indonesia

Timur melakukan tindakan kriminal yaitu mengamuk dan memecahkan kaca

di Mapolsek Mergangsan pada hari rabu 9 Oktober 2013 (Fernandez, 2013).

Kekerasan lain yang terjadi adalah tanggal 8 Mei 2012 terjadi pembacokan di

Babarsari Yogyakarta. Awal mula kejadian ketika mahasiswa asal Timor

Leste tidak mau membayar parkir di depan sebuah cafe. Karena emosi,

mahasiswa tersebut kembali ke asrama dan mengajak rombongan

teman-temannya sambil membawa sebilah parang. Sesampainya di cafe, mahasiswa

tersebut membacok tukang parkir yang saat itu berjaga (Surya, 2012). Pada

malam yang sama tidak jauh dari lokasi kejadian, terjadi juga pembacokan 2

(24)

berurutan, sebuah ATM di depan Sekolah Tinggi YKPN, dibobol dan

kemudian dirusak (Surya, 2012).

Selain kasus kekerasan di atas, kasus penembakan yang terjadi di

Lapas Cebongan merupakan salah satu kasus kekerasan menyangkut etnis di

Yogyakarta. Penembakan yang terjadi di Sleman, Daerah Istimewa

Yogyakarta pada tanggal 23 Maret 2013 dilakukan oleh beberapa anggota

kopasus terhadap warga NTT karena motif balas dendam. Empat korban

penembakan merupakan pelaku pengeroyokan seorang anggota kopasus

bernama Heru Santosa yang tewas di Hugo‟s Café beberapa hari sebelumnya.

Keempat korban tersebut merupakan perantau asal Nusa Tenggara Timur

(Iwe, 2013).

Berdasarkan media elektronik dan media cetak, konflik dan kekerasan

etnis di Yogyakarta memberi dampak psikologis seperti traumatik dan

ketakutan bagi mahasiswa asal NTT lainnya yang tidak melakukan kekerasan

yang saat ini kuliah di Yogyakarta. Perasaan ketakutan dan trauma tersebut

muncul karena beredar isu melalui pesan singkat SMS dan blackberry

messenger (BBM) akan adanya sweeping terhadap masyarakat asal NTT. Dari

pemberitaan koran SINDO, salah seorang mahasiswa asal NTT yang berhasil

ditemui di RSUP Sardjito Yogyakarta, bernama Max Nani berumur 26 tahun

mengaku pasca kejadian penembakan ini, mahasiswa dan masyarakat asal

NTT yang berada di DIY merasa trauma dan ketakutan (Hanafi, 2013).

(25)

Malang, Solo, dan Surabaya. Separuh dari 10 ribu mahasiswa NTT, terutama

dari Kupang, melakukan eksodus (Maharani, 2013).

Dampak yang dirasakan di atas sesuai dengan penelitian yang

dilakukan para ahli misalnya, konflik dan kekerasan di masyarakat

menyangkut suku maupun etnis, ternyata memberi dampak sosio-psikologis

bagi kaum minoritas yang mewakili etnis tertentu (Cooley & Quille, 2001).

Selain itu, penelitian yang dilakukan Mahoney (2004) di Caribbean

mengungkapkan bahwa ada korelasi yang kuat antara maraknya kekerasan dan

gangguan stres pasca trauma (Post Traumatic Stress Disorder). Penelitian lain

juga melihat adanya implikasi hubungan antara kekerasan dengan masalah

sosio-psikologis seperti stress pasca trauma, depresi, penyalahgunaan Zat,

maupun agresi (Bingenheimer, Brennan, & Earls, 2005; Goldstein, Walton,

Cunningham, Trowbridge, & Maio, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Horowitz (2005), di Amerika

menunjukan bahwa, ada hubungan antara kekerasan yang terjadi di

masyarakat dengan kondisi psikologis anak-anak dan remaja. Penelitian ini

menunjukan bahwa, dampak kekerasan yang terjadi di masyarakat dapat

menimbulkan masalah psikologis seperti konsentrasi buruk, dan menimbulkan

kecemasan. Kondisi kecemasan, traumatik, hingga berdampak pada masalah

sosial seperti agresi, dipicu oleh faktor-faktor seperti, kekerasan yang

(26)

korban, hingga lingkungan tempat tinggal yang berada di wilayah konflik

(Jenkins dalam Mahoney 2008).

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat dampak psikologis yang

dirasakan mahasiswa asal Indonesia Timur yang tidak melakukan kekerasan

namun menjadi korban dari maraknya konflik dan kekerasan antara

orang-orang Timur dengan warga Yogyakarta. Untuk itu peneliti melakukan

wawancara singkat terhadap dua mahasiswa asal Papua dan dua mahasiswa

asal NTT untuk melihat adanya tanda-tanda dampak psikologis dari fenomena

kekerasan yang terjadi, sekaligus membuktikan pemberitaan media di atas.

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan pada waktu dan tempat

berbeda, ditemukan bahwa keempat subjek merasa sedih, terpukul, karena

warga Yogyakarta telah memberi penilaiaan negatif terhadap semua

mahasiswa asal Indonesia Timur yang sedang menjalani kuliah di Yogyakarta.

Padahal menurut para mahasiswa tersebut, “tidak semua orang Papua atau

NTT adalah orang yang keras, mudah marah, maupun bertindak seenaknya di

tempat rantauaan. Hanya beberapa mahasiswa saja yang kebetulan berasal dari

Timur Indonesia”. Walker dan Gresham (1997) berpendapat bahwa

diskriminasi ras dan etnik terhadap individu maupun kelompok minoritas,

dapat menjadi pemicu timbulnya masalah internal seperti kecemasan, depresi,

traumatik hingga dapat memicu masalah eksternal seperti agresi, maupun

(27)

Sangat disayangkan bahwa akibat dari kekerasan yang dilakukan oleh

beberapa orang yang berasal dari Indonesia Timur (Papua, NTT, Maluku),

membuat warga Yogyakarta semakin membentuk prasangka negatif bagi

semua mahasiswa asal Indonesia Timur yang tinggal di Kota Yogyakarta.

Ada pengalaman yang dialami oleh teman peneliti ketika ditolak oleh pemilik

kos walaupun masih ada kamar kosong di kos tersebut. Penolakan yang

diterimanya hanya karena dia berasal dari NTT. Waktu itu bapak pemilik kos

bertanya, “masnya berasal dari mana?” Teman saya menjawab, “Flores Pak!”.

Oh, “NTT yah”, jawab bapak pemilik kos, “aduh gimana ya mas ya, saya

kapok punya anak kos dari Timur” (Timur baginya merujuk ke Papua, NTT

dan Maluku). “Pusing saya ngurus masalah tiap hari karena mabuk lalu

berantem”. Teman saya mencoba membela diri dan menyatakan bahwa itu

hanya oknum, dan tidak semua mahasiswa asal NTT bertabiat buruk, tapi tetap

saja bapak itu menolak teman saya. Perasaan sedih dan kecewa terhadap

penilaiaan negatif tersebut membuatnya terpukul. Stereotype terhadap individu

maupun kelompok tertentu, berdampak pada pengucilan sosial dan konflik

sosial (Putra & Pitaloka, 2012). Fenomena kekerasan mengakibatkan warga

Yogyakarta membentuk stereotype dan membuat mahasiswa yang berasal dari

Indonesia Timur mengalami pengucilan dan diskriminasi.

Konflik dan kekerasan etnis juga dialami oleh mahasiswa Papua yang

menjalani pendidikan di perguruan tinggi Yogyakarta. Beberapa data yang

(28)

tahun 2002 misalnya, warga DIY secara terang-terangan menyerang asrama

mahasiswa Papua dan menghancurkan kaca-kaca asrama dan melukai seorang

mahasiswi asal Merauke. Kemudian pada tahun 2002 juga mahasiswa asal

Biak Mesak Ronsumre dibunuh di jalan Solo. Pada bulan Agustus 2004,

seorang mahasiswa Magister Manajemen Agribisnis Universitas Gajah Mada,

dipukul dengan balok pada otak kecilnya oleh warga hingga dirawat di rumah

sakit selama dua minggu. Kekerasan ini mengakibatkan mahasiswa tersebut

mengalami gangguan lupa ingatan. Selain itu pada tahun 2007, seorang

mahasiswa asal pegunungan bintang diracuni sehingga meninggal dengan

mengenaskan di tengah rumah warga. Aksi ini adalah salah satu bentuk

penyerangan yang terang-terangan oleh warga (Degei, 2007).

Perbedaan antar invidu dan perbedaan budaya, menjadi salah satu

faktor yang mengakibatkan konflik dan kekerasan etnis antar kelompok, saling

men-stereotype-kan kelompok satu dengan kelompok lainnya (Soekanto

dalam Budioyono, 2009). Bahkan menjadi sangat menyedihkan jika setiap

individu yang berasal dari suku maupun etnis tertentu, diberikan label negatif.

Dalam buku berjudul Psikologi Prasangka yang ditulis oleh Eka Putra dan

Ardiningtiyas Pitaloka (2012), dikatakan bahwa prasangka terjadi dalam

hubungannya antar kelompok bukan individu. Sedangkan individu yang

menjadi sasaran dari prasangka adalah individu yang menjadi bagian

kelompok etnis tertentu. Mahasiswa-mahasiswa asal Indonesia Timur

(29)

Papua dan sebagainya. Teramat disayangkan jika mahasiswa yang berasal dari

Indonesia Timur, yang tidak melakukan kekerasan mendapat perlakuan

diskriminasi oleh warga Yogyakarta.

Untuk membuktikan bahwa ada stereotype negatif terhadap para

mahasiswa asal Indonesia Timur, penulis melakukan wawancara singkat

terhadap dua orang warga asli Yogyakarta yang memiliki kos-kosan.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap mereka didapatkan jawaban bahwa,

kedua pemilik kos tersebut merasa tidak ingin menerima mahasiswa baru yang

berasal dari Indonesia Timur. Pernyataan kedua pemilik kos tersebut

dikuatkan oleh anggapan mereka bahwa mahasiswa asal Indonesia Timur baik

itu yang berasal dari Papua, NTT maupun Maluku, memiliki sikap yang

kurang baik, seperti sering mabuk-mabukan, suka mengganggu ketenangan

dengan memutar musik keras maupun berteriak-teriak, dan kalau sudah mabuk

akan meresahkan warga sekitar. Penelitian yang dilakukan Warnaen (1979)

tentang stereotype antaretnis di Indonesia, menunjukan bahwa, orang Jawa

khususnya Yogyakarta, menganggap orang Maluku, maupun yang berasal dari

Timur Indonesia sebagai orang yang periang, menyukai pesta, agresif, dan

emosional (Warnaen dalam Putra 2012).

Kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang yang berasal dari

Indonesia Timur semakin menguatkan warga Yogyakarta dalam berpandangan

negatif hingga akhirnya memberi perlakuan diskriminasi terhadap para

(30)

kaitannya dengan sejarah, emosi, pengalaman, pengetahuan yang telah

dibentuk sebelumnya, dan bentuk karakteristik masyarakat (Wagner, 1993;

Duveen, 1993; Scherer, 1992; Liu & Hilton, 2005; Moscovici, 2001 dalam

Eka Putra dkk, 2012; 86). Ibarat “bola salju” fenomena kekerasan yang terjadi

semakin membuat citra mahasiswa asal Indonesia Timur semakin buruk.

Seperti yang sudah dipaparkan di atas, para mahasiswa asal Indonesia Timur

dianggap “suka membuat kericuhan”, “sangat emosional”, “sering mabuk

-mabukan” dan “bertindak seenaknya”. Akibatnya mereka mendapatkan

perlakuan diskriminasi seperti, tidak diterima tinggal di kos-kosan, dan

sebagainya. Jika stereotype dan diskriminasi terus terjadi, tentunya dapat

berdampak pada perkembangan psikologi maupun study para mahasiswa asal

Indonesia Timur yang menjalani pendidikan di Yogyakarta.

Dalam taraf perkembangannya, mahasiswa asal Indonesia Timur yang

menjalani kuliah di Yogyakarta berada dalam peralihan dari anak-anak

menuju dewasa. Menurut Hurlock (1955) remaja adalah mereka yang berada

pada usia 13-17 tahun. Monks, dkk (2003) memberi batasan usia remaja

adalah 9-17 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2007; 6) usia

remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang

diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama,

tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Dalam penelitian ini peneliti

(31)

penelitian merupakan mahasiswa asal Indonesia Timur yang menjalani kuliah

di Yogyakarta.

Masa remaja adalah masa yang ditandai oleh adanya perkembangan

yang pesat dari aspek biologis, psikologis, dan juga sosialnya (Santrock,

2007). Kondisi ini mengakibatkan terjadinya berbagai disharmonisasi yang

membutuhkan penyeimbangan sehingga remaja dapat mencapai taraf

perkembangan psikososial yang matang dan adekuat sesuai dengan tingkat

usianya. Kondisi ini sangat bervariasi antar remaja dan menunjukkan

perbedaan yang bersifat individual, sehingga setiap remaja diharapkan mampu

menyesuaikan diri mereka dengan tuntutan lingkungannya (Idai, 2013).

Schneiders (1951) menegaskan bahwa, individu yang tidak dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungannya mengalami kondisi yang tertekan

dan tidak dapat bertindak rasional dan efektif sehingga mengakibatkan

individu tersebut dapat bertindak agresif terhadap masalah yang dihadapi.

Permasalahan emosi pada masa remaja sangat menarik, sebab emosi

merupakan suatu fenomena yang dimiliki oleh setiap manusia (Rosenthal

dalam Burdett, 2009; 99) dan pengaruhnya sangat besar terhadap aspek-aspek

kehidupan lain seperti sikap, perilaku, penyesuaian pribadi dan sosial yang

dilakukan (Hurlock, 1955). Menurut G. Stanley Hall 1904 (dalam John W.

Santrock 2003), masa remaja merupakan masa dimana terjadi pergulatan yang

ditandai dengan konflik dan perubahan suasana hati atau yang biasa disebut

(32)

satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan

dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan orang

lain diluar lingkungan keluarga. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi

dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan

tersulit adalah penyesuaian diri dengan pengaruh kelompok teman sebaya agar

dapat diterima dilingkungan. Rasa aman, kepercayaan, dan memberikan

kebebasan untuk bereksplorasi serta menguasai lingkungan penting untuk

diberikan kepada remaja agar perkembangan hidupnya menjadi sehat

(Erikson, 1963 dalam Burdett, 2009).

Menurut Hurlock (1955) Untuk menjadikan remaja mampu berperan

serta dan melaksanakan tugasnya, baik sebagai individu maupun sebagai

anggota masyarakat tidaklah mudah, karena masa remaja merupakan masa

peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini dalam diri

remaja terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada fisik, psikis,

maupun sosial. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit

adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus

menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam berhubungan yang belum pernah

ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar lingkungan

keluarga. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus

banyak penyesuaian baru. Selain itu, Hill dan Jones (1997) mengatakan

(33)

mengatasi masalah kecemasan dan membantu perkembangan diri remaja

dalam lingkungan sosialnya.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan pendekatan kualitatif

deskriptif. Pendekatan ini digunakan untuk memahami dampak

sosio-psikologis yang dialami para subjek penelitian, akibat dari kekerasan etnis

yang terjadi di kota Yogyakarta. Peneliti menilai bahwa pendekatan kualitatif

menjadi metode penelitian yang tepat untuk memperoleh gambaran

pengalaman para subjek. Melalui pendekatan kualitatif deskriptif peneliti

dapat menggali secara lebih mendalam tentang dampak yang dirasakan para

mahasiswa asal Indonesia Timur (subjek penelitian) yang menjadi korban dari

fenomena kekerasan antara orang-orang Timur dengan warga Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas maka, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apa dampak Sosio-Psikologis yang dialami mahasiswa

asal Indonesia Timur dari kekerasan etnis yang terjadi di Yogyakarta dan apa

tindakan preventif yang dilakukan mahasiswa Indonesia Timur agar dapat

(34)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menggambarkan faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya konflik dan

kekerasan etnis di Yogyakarta;

2. Menggambarkan dampak Sosio-Psikologis yang dialami mahasiswa asal

Indonesia Timur dari kekerasan yang terjadi di Yogyakarta;

3. Menggambarkan upaya yang dilakukan para mahasiswa asal Indonesia

Timur agar diterima serta dapat hidup damai bersama warga Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan

dalam bidang psikologi, khususnya psikologi sosial, mengenai pengaruh

fenomena kekerasan etnis, terbentuknya prasangka negatif, perlakuan

diskriminasi hingga dampak kekerasan pada perkembangan

sosio-psikologis mahasiswa asal Indonesia Timur yang berdomisili di

Yogyakarta. Selain itu diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran

(35)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi para mahasiswa asal Indonesia Timur agar dapat memahami

fenomena kekerasan etnis di Yogyakarta dan dapat menyesuaikan diri

serta berperilaku baik di Yogyakarta.

b. Bagi masyarakat Yogyakarta agar dapat memahami dampak

sosio-psikologis yang dialami mahasiswa asal Indonesia Timur akibat

kekerasan dan diskriminasi yang terjadi di Yogyakarta. Selain itu

kiranya juga menjadi sarana informasi untuk semakin mempererat tali

persaudaraan diantara warga Yogyakarta dengan mahasiswa perantau

(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauaan Konseptual Dampak Sosio-Psikologis

Pada bab ini akan dijelaskan tinjauan terkait dengan dinamika

kekerasan etnis di Yogyakarta dan dampak sosio-psikologis yang dialami

mahasiswa asal Indonesia Timur yang saat ini berada pada tahap

perkembangan remaja. Tinjauaan ini tidak digunakan sebagai landasan teori

melainkan sebagai konsep-konsep yang bertujuan mengarahkan peneliti dalam

melakukan penelitian. Selain itu memperjelas pemahaman peneliti mengenai

area konseptual yang menjadi fokus dalam penelitian ini.

1. Memahami Pengertian Dampak Sosio-Psikologis

Pada tinjauaan konseptual mengenai dampak sosio-psikologis,

akan ditinjau sejumlah definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

Menurut Hartley dan Hartley (1961), psikologi sosial adalah cabang

ilmu-ilmu sosial yang berusaha untuk memahami perilaku individu dalam

konteks interaksi sosial. Berdasarkan definisi ini, Hartley dan Hartley

melihat perilaku individu dalam suatu konteks interaksi sosial (Walgito,

1978). Selain itu Sherif dan Sherif (1956) mengemukakan bahwa psikologi

sosial adalah studi ilmiah tentang pengalaman dan perilaku individu dalam

(37)

Sherif dan Sherif menjelaskan bahwa perilaku individu berkaitan dengan

situasi sosial (Walgito, 1978).

Definisi yang lebih rinci mengenai psikologi sosial dijelaskan oleh

Myers (Walgito, 1978). Menurut Myers (1983), psikologi sosial adalah

studi ilmiah tentang bagaimana orang berpikir tentang pengaruh, dan

berhubungan satu sama lain. Hubungan dengan orang lain tidak dapat

lepas dari situasi sosialnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2011) dampak

berarti, pengaruh kuat yang mendatangkan akibat baik negatif maupun

positif. Psikologis adalah bersifat kejiwaan atau ditinjau dari segi

kejiwaan. Sedangkan sosiologis adalah interaksi antara individu maupun

kelompok dalam masyarakat (Sarwono, 2009).

Menurut Sherif dan Hovland dalam teori penilaiaan sosial (dalam

Sarwono, 1995), seseorang membentuk situasi penting bagi dirinya.

Pembentukan situasi ini mencakup faktor-faktor intern berupa motif,

emosi, sikap, pengalaman masa lampau serta faktor-faktor eksternal

seperti objek, orang-orang sekitar, maupun lingkungan dimana individu

berada. Oleh karena itu faktor-faktor internal dan eksternal ini yang

menjadi landasan dari setiap perilaku yang terbentuk.

Dari beberapa pandangan tokoh di atas mengenai dampak

sosio-psikologis, dapat disimpulkan bahwa, dampak sosio-psikologis adalah

(38)

stimulus dan respon psikis yang bekerja dalam diri seseorang seperti

motif, emosi, sikap, pengalaman lampau sebagai akibat dari adanya

interaksi-interasi dengan lingkungan sekitar dimana individu itu berada.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Munculnya Dampak Psikologis

pada Individu

Dampak sosio-psikologis yang dialami manusia dipengaruhi oleh

faktor-faktor internal maupun eksternal yang ada dalam dirinya.

Faktor-faktor internal dan eksternal tersebut dikemukakan oleh Frizt Heider

(dalam Huffman & Vernoy, 1958). Heider (dalam Sears dkk. 1994)

mengatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor internal yaitu

motif, emosi, sikap, kemampuan, kesehatan, keinginan, sedangkan faktor

eksternal seperti lingkungan umum, individu yang diajak berinterksi,

tekanan sosial, dan peran yang dipaksakan. Lebih lanjut, Frizt Heider

menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya dampak

sosio-psikologis sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Menurut Heider (dalam Pujiani, 2007) faktor internal adalah

stimulus maupun respon yang berasal dari kondisi internal dalam diri

(39)

1) Konsep Diri

Menurut Hurlock (1993), konsep diri merupakan konsep

akan pengenalan diri yang dimiliki individu sebagai suatu pribadi.

Konsep diri merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki

individu tentang dirinya yang meliputi karakteristik fisik,

psikologis, dan sosial. Hurlock (1993) menambahkan bahwasanya

konsep diri individu dapat menentukan keberhasilan dan kegagalan

seseorang dalam hubungannya dengan masyarakat.

Konsep diri terbagi menjadi dua bagian utama yaitu citra

diri dan harga diri (Malcolm H & Steve H). Citra diri merupakan

gambaran sederhana mengenai diri misalnya, saya adalah kakak

pertama, saya seorang mahasiswa dan sebagainya. Sedangkan

harga diri merupakan penilaiaan terhadap diri misalnya, saya

peramah, saya agak pandai dan sebagainya. Lebih lanjut Malcolm

H & Steve H (1988) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang

membentuk konsep diri adalah, reaksi dari orang lain,

pembandingan dengan orang lain, peranan seseorang, identifikasi

terhadap orang lain.

2) Motivasi

Motivasi berasal dari kata motif yang artinya dorongan atau

kehendak (Dirgagunarsa, 1983). Menurut para ahli, motivasi

(40)

berpikir dan merasa seperti yang mereka lakukan (King, 2010).

Berbeda dengan emosi yang dipicu dari luar, motif bersumber dari

dalam diri individu (Atkinson dkk, 2010), misalnya motif untuk

makan, memenuhi hasrat seksual dan lain sebagainya. Pada

umumnya motif dapat dikategorisasikan menjadi kebutuhan untuk

mempertahankan kelangsungan hidup, kebutuhan sosial, dan

kebutuhan untuk memuaskan keingintahuan (Atkinson dkk, 2010).

3) Emosi

Emosi berasal dari kata Emotus atau Emovere yang artinya

menggerakan yaitu sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu

(Dirgagunarsa, 1983). Selain motif, perasaan mendasar yang

dimiliki manusia ialah emosi (Atkinson dkk, 2010). Seseorang

dapat merasakan bahagia, marah, dan sebagainya karena kondisi

emosional (Atkinson dkk, 2010). Walaupun motif dan emosi

memiliki kemiripan, namun diantara keduanya memiliki perbedaan

yaitu emosi dipicu dari luar sementara motif dibangkitkan dari

dalam (Atkinson dkk, 2010). Atkinson (2010) Menyebutkan

komponen-komponen emosi adalah respon tubuh internal, terutama

yang melibatkan system saraf otonomik, keyakinan atau penilaiaan

kognitif bahwa terjadi keadaan positif atau negatif tertentu,

(41)

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari

lingkungan di luar diri yang meliputi dukungan sosial, lingkungan fisik

ataupun sosial budaya. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai

berikut:

1) Dukungan Sosial

Menurut Sarason & Pierce (dalam Baron & Byrne, 2005),

dukungan sosial adalah kenyamanan secara fisik dan psikologis

yang diberikan oleh orang lain. Sementara itu Frazier dan para

koleganya (dalam Baron & Byrne, 2005) mengemukakan bahwa,

dukungan sosial adalah hal yang bermanfaat tatkala kita

mengalami stress, dan sesuatu yang sangat efektif, terlepas dari

strategi mana yang digunakan untuk mengatasi stress. Adanya

dukungan sosial dapat membantu menghalau penyakit dan

memungkinkan seseorang untuk sembuh dari penyakitnya dengan

lebih cepat (Roy, Steptoe, & Kirschbaum dalam Baron & Byrne,

2005).

Dukungan Sosial yang didapatkan dari kerabat maupun dari

keluarga dapat berdampak positif pada aliran darah, kelenjar

endokrin, dan sistem kekebalan (Uchino, U, & Holt L dalam Baron

& Byrne, 2005). Maka dukungan sosial sangat penting bagi kondisi

(42)

2) Lingkungan

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (2011),

Lingkungan adalah daerah atau kawasan yang didalamnya semua

yang memengaruhi pertumbuhan manusia atau hewan. Lingkungan

dapat digambarkan sebagai lingkungan dimana individu berasa

seperti lingkungan sosial, pendidikan atau budaya. Lingkungan

sosial secara fisik dapat digambarkan sebagai tempat tinggal

berupa asrama, panti asuhan, apartemen, kos-kosan atau rumah

tinggal pada umumnya. Lingkungan pendidikan berupa sekolah

atau kampus dan lain sebagainya, sedangkan lingkungan budaya

merupakan sekumpulan masyarakat yang memiliki kesamaan cara

pandang, dimana budaya itu sendiri dapat diartikan sebagai sesuatu

yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah (Badudu dan

Zein, 1994 dalam Pujiani).

3. Bentuk-bentuk Dampak Sosio-Psikologis Akibat Kekerasan

Berikut ini adalah beberapa bentuk dampak psikologis akibat

kekerasan etnis di masyarakat menurut para akademisi. Kekerasan Etnis

yang terjadi di masyarakat sangat berpengaruh pada kesehatan mental

anak-anak dan remaja (Farver, Xu, Eppe, Fernandez, & Schwartz, 2005;

Finkelhor, Ormrod, Turner, & Hamby, 2005). Dampak dari kekerasan

(43)

trauma (Kliewer, Lepore, Oskin, & Johnson, 1998). Selain

dampak-dampak di atas, remaja korban kekerasan juga mengalami penyalahgunaan

zat, dan agresi (Bingenheimer, Brennan, & Earls, 2005; Goldstein,

Walton, Cunningham, Trowbridge, Maio, 2007; Rosenthal, 2000).

Menurut Coser (dalam Budiyono, 2009), dampak psikologis akibat

konflik dan kekerasan adalah perasaan tertekan sehingga menjadi siksaan

terhadap mentalnya, stress, kehilangan rasa percaya diri, rasa frustasi,

cemas, dan takut. Hal ini dapat terjadi pada pribadi-pribadi individu yang

tidak tahan menghadapi situasi konflik. Selain itu, mematikan semangat

kompetisi dalam masyarakat karena pribadi yang mendapat tekanan

psikologis akibat konflik cenderung pasrah dan putus asa. Berikut ini akan

dijelaskan secara lebih detail mengenai dampak psikologi pada korban

akibat kekerasan di masyarakat:

a. Harga Diri Rendah

Menurut Maslow (dalam Goble, 1971), setiap orang memiliki

kebutuhan akan penghargaan dari diri sendiri maupun dari orang lain.

Lebih spesifik Maslow mengemukakan bahwa harga diri meliputi

kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan,

prestasi, ketidaktergantungan dan kebebasan. Sementara penghargaan

dari orang lain meliputi, prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian,

kedudukan, nama baik serta penghargaan. Jika seseorang memiliki

(44)

akan lebih percaya diri, lebih mampu dan lebih produktif. Sebaliknya

jika kebutuhan akan harga diri kurang maka, seseorang akan diliputi

rasa rendah diri, dan perasaan tidak berdaya.

b. Kecemasan

Anxiety atau kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang

mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak

menyenangkan, dan perasaan aprehensif bahwa sesuatu yang buruk

akan terjadi (Nevid dkk, 2005). Freud (dalam Corey, 2005)

mengartikan kecemasan sebagai keadaan tegang yang memotivasi

seseorang berbuat sesuatu. Dalam hal ini fungsinya adalah

memperingatkan seseorang akan adanya bahaya. Sulaiman (1995)

berpendapat bahwa kecemasan merupakan reaksi psikologis yang

disebabkan karena adanya rasa kawatir terus-menerus yang

ditimbulkan oleh adanya inner conflik.

Kecemasan merupakan manivestasi dari berbagai proses emosi

yang bercampur baur dan terjadi ketika orang mengalami tekanan

perasaan karena adanya pertentangan (Daradjat dalam Jessica, 2007).

Sementara pendapat Kenyou (dalam Jessica, 2007), kecemasan adalah

rasa takut yang pasti terhadap sesuatu yang mengerikan akan terjadi,

namun apa yang menjadi penyebab rasa takut ini tidak diketahui.

Adapun gejala-gejala kecemasan oleh Buklew (dalam Purnamaningsih,

(45)

1) Tingkatan Fisiologis. Kecemasan ini sudah mempengaruhi atau

berwujud pada gejala fisik terutama pada fngsi syaraf diantaranya

tidak dapat tidur, perut mual, dan keringat dingin berlebihan.

2) Tingkat psikologis. Kecemasan semacam ini sudah berupa gejala

kejiwaan seperti rasa khawatir, bingung, sulit konsentrasi, tegang,

dan sebagainya.

c. Depresi

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia

yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala

penyertaannya, termasuk perubahan pada pola tidur, nafsu makan,

psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak

berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplam, 1998). Gejala yang paling

sering ditemukan pada pasien depresi adalah penurunan mood yang

berkepanjangan (Katona dkk, 2012). Katona dan koleganya lebih

lanjut menjelaskan bahwa, ICD-10 mengklasifikasikan gangguan

depresi berdasarkan tingkat keparahan dan mengidentifikasi tiga gejala

utama yaitu, mood yang buruk, anhedonia (kehilangan rasa senang

pada kegiatan yang sebelumnya terasa menyenangkan), dan penurunan

energi (peningkatan rasa mudah lelah).

Depresi Gejala ringan dapat berlaku jika dua dari tiga gejala

utama dialami oleh individu (Katona dkk, 2012). Selain itu, individu

(46)

dua gejala diantara gejala-gejala berikut seperti: penurunan konsentrasi

dan perhatian; penurunan rasa percaya diri dan harga diri; perasaan

bersalah dan tidak berharga; merasa putus asa mengenai masa depan;

pikiran untuk melukai diri sendiri, gangguan tidur, dan peningkatan

atau penurunan nafsu makan. Depresi Gejala sedang terdapat enam

gejala termasuk setidaknya dua dari gejala utama. Sedangkan depresi

berat, setidaknya memiliki delapan gejala, termasuk seluruh tiga gejala

utama yang mengakibatkan tekanan yang bermakna dan mengganggu

kehidupan sehari-hari (Katona dkk, 2012).

d. Stres Pasca Trauma

Menurut DSM-IV, gangguan stress pasca trauma merupakan

paparan terhadap kejadian traumatik dimana saat itu orang merasakan

ketakutan, ketakberdayaan, atau kengerian. Setelah itu orang merasa

mengalami kembali kejadian tersebut melalui kenangan dan mimpi

buruknya (Mark & Barlow, 2006). Dengan kata lain stress pasca

trauma, adalah gangguan emosional yang menyebabkan distress, yang

bersifat menetap, yang terjadi setelah menghadapi ancaman keadaan

yang membuat individu merasa benar-benar tidak berdaya atau

ketakutan (Mark & Barlow, 2006).

Gangguan stess pasca trauma dibagi menjadi dua yaitu, stess

pasca trauma akut dan stess pasca trauma kronis (Mark & Barlow,

(47)

sampai 3 bulan. Jika stess pasca trauma lebih lama dari 3 bulan maka

dianggap kronis. Pada kondisi kronis, individu cenderung menunjukan

gejala menghindar (Davidson, dkk dalam Mark & Barlow, 2006).

Menurut Crider dkk (1983), gejala-gejala stress antara lain :

1) Gangguan emosional : tegang, khawatir, marah, tertekan oleh

perasaan bersalah. Stress yang paling sering timbul adalah

kecemasan, biasanya dialami individu dalam mengantisipasi situasi

yang penuh stress.

2) Gangguan kognitif : berpikir irrasional, tidak logis dan tidak

fleksibel akibat kekhawatiran dan evaluasi diri yang negatif. Sering

lupa dan bingung akibat terhambatnya kemampuan memisahkan

dan menggabungkan ingatan-ingatan jangka pendek dengan

ingatan jangka panjang.

3) Gangguan fisiologis : nyeri otot, cepat lelah, dan mual

Stress akan menimbulkan berbagai reaksi dalam diri

individu yang mengalaminya, yaitu :

a) Reaksi emosional : cepat marah, perubahan nafsu

makan, perubahan berat badan, dan kecemasan yang terus

menerus.

b) Reaksi intelektual : konsentrasi menurun

c) Reaksi fisiologis : sakit kepala, gatal-gatal dan diare,

(48)

d) Reaksi sosial : tidak betah seorang diri, marah

tanpa alasan, kehilangan minat terhadap banyak hal, merasa

tidak aman, dan sulit bersantai.

e. Rasa Malu

Lewis (dikutip Tangney, 1995) mengungkapkan bahwa rasa

malu merupakan suatu reaksi emosi yang berfokus pada kekalahan

atau pelanggaran moral, membungkus kekurangan diri dan memuat

suatu kondisi pasif atau tidak berdaya. Pendapat lain datang dari

Weekes (1991), yang memandang rasa malu sebagai campuran dari

kesombongan dan ketakutan akan omongan si sekitar kita.

Hurlock (1993) mengemukakan rasa malu adalah reaksi

emosional yang tidak menyenangkan diri dari individu terhadap

penilaiaan orang lain, baik yang merupakan dugaan maupun yang

benar-benar terjadi, yang mengakibatkan individu mencela diri sendiri

berhadapan dengan kelompok. Sementara Goffman (dalam Harre &

Lamb, 1996) mengemukakan bahwa apa yang dihasilkan rasa malu

ialah pengakuan bahwa diri yang disokong dalam sebuah interaksi

sosial telah terganggu oleh sesuatu yang dilakukan atau oleh suatu

kenyataan pribadi yang terlepas. Ditambahkan pula ungkapan kekuatan

(49)

f. Tertekan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tertekan berarti,

keadaan tidak menyenangkan yang umumnya merupakan beban batin

seperti merasa rendah diri, dan tidak bebas.

g. Penyalahgunaan Zat

h. Agresi

Dari beberapa penjelasan tentang dampak sosio-psikologis di atas,

maka disimpulkan bahwa kekerasan etnis yang terjadi di masyarakat,

dapat menimbulkan dampak psikologis seperti : kecemasan, depresi, stress

pasca trauma, perasaan malu, tertekan, penyalahgunaan zat dan tindakan

agresi.

B. Tinjauan Konseptual tentang Mahasiswa-Mahasiwi Remaja Korban

Kekerasan yang Berasal dari Indonesia Timur

1. Remaja

a. Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara

masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan

perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional (Santrock, 2007).

Transisi antara anak-anak dan dewasa, membuat masa remaja menjadi

masa yang penuh dengan gejolak dan pergolakan. Hal ini yang

(50)

remaja merupakan masa dimana terjadi pergulatan yang ditandai

dengan konflik dan perubahan suasana hati atau yang biasa disebut

dengan istilah storm and stress. Menurut Stanley Hall (dalam

Santrock, 2007) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun.

Menurut Hurlock (1980) Untuk menjadikan remaja mampu

berperan serta dan melaksanakan tugasnya, baik sebagai individu

maupun sebagai anggota masyarakat tidaklah mudah, karena masa

remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

dewasa. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit

adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial (Hurlock, 1955) .

Remaja harus menyesuaikan diri dengan orang lain diluar lingkungan

keluarga.

Dari penjelasan di atas, maka yang dimaksud dengan remaja

adalah individu yang berusia 12 tahun sampai dengan 23 tahun

(Stanley Hall dalam Santrock, 2007), yang mengalami

perubahan-perubahan biologis, kogitif dan sosio-emosional dalam diri, dan yang

akan memulai tugas-tugasnya dalam menyesuaikan diri di masyarakat.

b. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Hurlock (2004), menyatakan bahwa tugas perkembangan

remaja meliputi:

(51)

Dalam tugas ini, remaja belajar melihat kenyataan, bahwa

anak wanita sebagai wanita, dan anak pria sebagai pria. Selain itu,

remaja diharapkan berkembang menjadi orang dewasa di antara

orang dewasa lainnya, belajar bekerja sama dengan orang lain

untuk mencapai tujuan bersama dan, belajar memimpin orang lain

tanpa mendominasinya.

2) Mencapai Peran Sosial Sebagai Pria dan Wanita

Remaja dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai

pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.

3) Menerima Keadaan Fisik dan Menggunakannya Secara Efektif.

Tugas ini bertujuan agak remaja merasa bangga, atau

bersikap toleran terhadap fisiknya, menggunakan dan meemlihara

fisiknya secara efektif, dan merasa puas dengan fisiknya tersebut.

4) Mencapai Kemandirian Emosional Dari Orangtua dan Orang

Dewasa Lainnya.

membebaskan diri dari sikap dan perilaku yang

kekanak-kanakan atau bergantung pada orangtua, mengembangkan afeksi

(cinta kasih) kepada orangtua, dan mengembangkan sikap respek

(52)

5) Mencapai Jaminan Kemandirian Ekonomi.

Tujuannya agar remaja merasa mampu menciptakan suatu

kehidupan (mata pencaharian). Penting buat remaja pria dan tidak

terlalu penting buat remaja wanita.

6) Memilih dan Mempersiapkan Karier (Pekerjaan)

memilih suatu pekerjaan yang sesuai dengan

kemampuannya, dan mempersiapkan diri memiliki pengetahuan

dan keterampilan untuk memasuki pekerjaan tersebut.

7) Mempersiapkan Pernikahan dan Hidup Berkeluarga

Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup

berkeluarga, dan memiliki anak. Memperoleh pengetahuan yaang

tepat tentang pengelolaan keluarga dan pemeliharaan anak.

8) Mengembangkan Keterampilan Intelektual dan Konsep-Konsep

yang Diperlukan Bagi Warga Negara

Mengembangkan konsep-konsep hukum, pemerintahan,

ekonomi, politik, geografi, hakikat manusia, dan lembaga-lembaga

sosial yang cocok dengan dunia modern, dan mengembangkan

keterampilan berbahasa dan kemampuan nalar (berfikir) yang

penting bagi upaya memecahkan masalah-masalah secara efektif.

(53)

Berpartisipasi sebagai orang dewasa yang bertanggung

jawab sebagai masyarakat, dan memperhitungkan nilai-nilai sosial

dalam tingkah laku dirinya.

10)Memperoleh Seperangkat Nilai dan Sistem Etika sebagai

Petunjuk/Pembimbing dalam Bertingkah Laku

Membentuk seperangkat nilai yang mungkin dapat

direalisasikan, mengembangkan kesadaran untuk merealisasikan

nilai-nilai, mengembangkan kesadaran akan hubungannya dengan

sesama manusia dan juga alam sebagai lingkungan tempat

tinggalnya, dan memahami gambaran hidup dan nilai-nilai yang

dimilikinya, sehingga dapat hidup selaras (harmoni) dengan orang

lain.

11)Beriman dan Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Mencapai kematangan sikap, kebiasaan dan pengembangan

wawasan dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan

kepada Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, baik pribadi maupun

sosial.

2. Korban

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) mendefinisikan istilah

(54)

(mati, dan sebagainya) akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, dan

sebagainya.

Maka, korban dapat diartikan sebagai individu yang menderita

akibat suatu kekerasan maupun tindakan jahat dan sebagainya. Dalam

penelitian ini, korban yang dimaksud adalah mahasiswa asal Indonesia

Timur yang menjalani kuliah di Yogyakarta, yang tidak melakukan

kekerasan etnis namun merasakan dampak dari konflik dan kekerasan

tersebut.

3. Kelompok Etnis

Kelompok etnis adalah penggolongan manusia berdasarkan

kepercayaan, nilai, kebiasaan, adat istiadat, norma bahasa, sejarah,

geografis dan hubungan kekerabatan (Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang

No. 40 tahun 2008). Etnis berbeda dengan pengertian ras. Seperti yang

diungkap oleh Coakley (2001) “...it refers to the cultural heritage of

particular group of people”. Jadi, etnis mengacu pada warisan budaya dari

kelompok orang tertentu. Maguire (2002) menjelaskan juga bahwa “the

term ethnic become a precise word to use regarding people of varying

origins”. Jadi, istilah etnis menjadi sebuah kata yang tepat untuk

memandang orang dari berbagai asal-usul. Lebih lanjut diungkapkan pula

bahwa etnis mungkin dipertimbangkan dalam istilah kelompok apapun

(55)

atau beberapa kombinasi dari kategori-kategori tersebut (Maguire, 2002).

Pengertian-pengertian etnis membentuk pengertian kelompok etnis.

Kelompok etnis merupakan sebuah kategori orang yang berbeda

secara sosial karena mereka membagi sebuah jalan kehidupan dan

komitmen pada segala sesuatu cita-cita, norma-norma, dan meteril yang

terdapat pada jalan kehidupan itu (Coakley, 2001). Greely dan McCready

dalam Maguire (2002) berpendapat bahwa, kelompok etnis adalah sebuah

kolektivitas yang didasarkan pada dugaan asal-usul yang lazim dengan

sebuah sifat menarik yang menandai mereka diluar atau yang tetap

menanamkan mereka pada keanehan dengan populasi asli dalam kampung

pedalaman.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut di atas, maka terdapat

dua istilah yaitu etnis dan kelompok etnis. Etnis mengacu pada orang yang

didasarkan pada asal-usul sebagai warisan budaya kelompok orang

tertentu. Kelompok etnis merupakan suatu kelompok manusia yang

memiliki jalan kehidupan dan memiliki sifat serta karakteritik yang

menarik. Kelompok etnis dalam penelitian ini adalah antara etnis asal

Indonesia Timur dan kelompok etnis Jawa yaitu Yogyakarta.

C. Agresi Antar Etnis

Secara umum Berkowitz (1995) mendefinisikan Agresi sebagai segala

(56)

fisik maupun mental. Lebih khusus Berkowitz menjelaskan bahwa, agresi

bukan hanya suatu usaha untuk sengaja menyakiti seseorang tetapi juga,

“dasar dari prestasi intelektual, dari tercapainya kebebasan, bahkan

kebanggaan yang bisa membuat seseorang merasa lebih dari

teman-temannya.”

Poerwandari (2004) mendefinisikan agresi sebagai suatu tindakan yang

disengaja untuk memaksa, menaklukan, mendominasi, mengendalikan,

menguasai, menghancurkan, melalui cara-cara fisik, psikologis, ataupun

gabungan-gabungannya, dan atau tindakan yang mungkin tidak disengaja,

tetapi didasari oleh ketidaktahuan, kekurang pedulian, atau alasan-alasan lain,

yang menyebabkan subjek secara langsung atau tidak lansung terlibat dalam

upaya pemaksaan, penaklukan, penghancuran, dominasi, perendahan manusia

lain.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, agresi antar

kelompok etnis adalah suatu tindakan yang disengaja untuk memaksa,

menaklukan, mendominasi, mengendalikan, menguasai, menghancurkan,

melalui cara-cara fisik, psikologis, ataupun gabungan-gabungannya, dan

tindakan yang mungkin tidak disengaja, tetapi didasari oleh ketidaktahuan,

kekurang pedulian, atau alasan lain yang menyebabkan individu maupun

kelompok etnis tertentu tidak berdaya.

Berikut akan dijelaskan faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya

(57)

1. Faktor-faktor yang Mengakibatkan Terjadinya Konflik dan

Kekerasan antar Etnis di Masyarakat

Sementara itu, Soerjono Soekanto (dalam Budioyono, 2009)

mengemukakan bahwa sebab-sebab terjadinya konflik antara lain sebagai

berikut:

a. Perbedaan pada Tiap Individu

Perbedaan pendirian dan keyakinan orang per orang yang

menyebabkan konflik antarindividu. Dalam hal ini masing-masing

pihak berusaha membinasakan lawan baik fisik maupun

pikiran-pikiran dan ide yang tidak disetujuinya. Hal ini mengingat bahwa

manusia adalah individu yang unik atau istimewa, karena tidak pernah

ada kesamaan yang baku antara yang satu dengan yang lain.

Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat menjadi salah satu penyebab

terjadinya konflik sosial, sebab dalam menjalani sebuah pola interaksi

sosial, tidak mungkin seseorang akan selalu sejalan dengan individu

yang lain.

b. Perbedaan Kebudayaan

Perbedaan kebudayaan mempengaruhi pola pemikiran dan

tingkah laku perseorangan dalam kelompok kebudayaan yang

bersangkutan. Selain perbedaan dalam tataran individual, kebudayaan

dalam masing-masing kelompok juga tidak sama. Setiap individu

(58)

lingkungan kelompok masyarakat yang samapun tidak menutup

kemungkinan akan terjadi perbedaan kebudayaan, karena kebudayaan

lingkungan keluarga yang membesarkannya tidak sama. Yang jelas,

dalam tataran kebudayaan ini akan terjadi perbedaan nilai dan norma

yang ada dalam lingkungan masyarakat. Ukuran yang dipakai oleh satu

kelompok atau masyarakat tidak akan sama dengan yang dipakai oleh

kelompok atau masyarakat lain. Apabila tidak terdapat rasa saling

pengertian dan menghormati perbedaan tersebut, tidak menutup

kemungkinan faktor ini akan menimbulkan terjadinya konflik sosial.

Contoh adalah seseorang yang berasal dari etnis A yang memiliki

kebudayaan A, pindah ke wilayah B dengan kebudayaan B. Jika orang

tersebut tetap membawa kebudayaan asal dengan konservatif, tentu

saja ia tidak akan diterima dengan baik di wilayah barunya. Dengan

kata lain meskipun orang tersebut memiliki pengaruh yang kuat,

alangkah lebih baik jika tetap melakukan penyesuaian terhadap

kebudayaan tempat tinggalnya yang baru.

c. Bentrokan Kepentingan

Bentrokan kepentingan dapat terjadi di bidang ekonomi, sosial,

politik, dan sebagainya. Hal ini karena setiap individu memiliki

kebutuhan dan kepentingan yang berbeda dalam melihat atau

(59)

tentu juga akan memiliki kebutuhan dan kepentingan yang tidak sama

dengan kelompok lain.

d. Perubahan Sosial yang Terlalu Cepat di Masyarakat

Perubahan tersebut dapat menyebabkan terjadinya disorganisasi

dan perbedaan pendirian mengenai reorganisasi dari sistem nilai yang

baru. Perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan mendadak

akan membuat keguncangan proses-proses sosial di dalam masyarakat,

bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk

perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan

masyarakat yang telah ada. Sebenarnya perubahan adalah sesuatu yang

wajar terjadi, namun jika terjadinya secara cepat akan menyebabkan

gejolak sosial, karena adanya ketidaksiapan dan keterkejutan

masyarakat, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya konflik

sosial.

Selain yang disebutkan di atas, proses sosial dalam masyarakat ada

juga yang menyebabkan atau berpeluang menimbulkan konflik adalah

persaingan dan kontravensi.

e. Persaingan (Competition)

Dalam persaingan individu atau kelompok berusaha mencari

keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa

tertentu menjadi pusat perhatian umum. Cara yang dilakukan untuk

Gambar

Tabel 2. Jadwal Wawancara dengan Subjek 1 (AT) .................................
Tabel 1.  Panduan Wawancara tentang Dinamika Kekerasan Etnis dan dampak Sosio-
Tabel 2 Jadwal wawancara subjek 1 (AT)
Tabel 3 Jadwal wawancara subjek 2 (YD)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan pelaksanaan pelelangan PENGA DA A N PERA LATA N PRA KTEK DA N PERA GA SISWA SD pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kota Bima Tahun

THE ENGLISH TEACHERS’ PERCEPTION AND IMPLEMENTATION ON COMMUNICATIVE LANGUAGE TEACHING (CLT) METHOD:1. A CASE STUDY AT SMA

Misalnya: keluarga dekat, pasangan (suami atau istri), atau teman dekat. b) Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan dalam hidupnya dan

Menurut pernyataan guru mata pelajaran IPA di MTs Ar-Rosidiyah untuk materi ekosistem ini belum dapat tersampaikan dengan baik kepada siswa karena model yang sering diterapkan

Pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian untuk tempat tinggal di Kabupaten Bantul, sebagian besar telah menjalankan alih fungsi tanah pertanian ke non

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 11 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 14 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, tata cara Pelaporan

TUJUAN PENELITIAN skripsi ini adalah untuk membangun sistem jaringan baru dengan menggunakan teknik Load Balancing menggunakan PCRouter Unix Mikrotik.. Sistem ini dibuat