• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Profil Subjek

2. Subjek 2 (YD)

Nama : YD

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat /Tanggal Lahir : Dogiyai, 23 Agustus 1992

Usia : 22 tahun

Pendidikan Terakhir : SMA YPPK Adhi Luhur, Nabire

Urutan Kelahiran : Anak ke-tiga dari delapan bersaudara

Status : Mahasiswa

b. Hasil Wawancara

1) Deskripsi Subjek (YD)

Subjek kedua berinisial YD. YD dilahirkan dari orangtua yang berasal dari suku Mee di daerah pegunungan tengah Dogiai- Papua. Selain itu, keluarga YD beragama Katolik. Mata pencaharian keluarga YD adalah berkebun. Selain itu, status ekonominya termasuk dalam golongan bawah. Dalam keluarganya, YD merupakan anak ke-tiga dari delapan bersaudara. Ayah, ibu dan ketujuh saudaranya tinggal di Kota Nabire. Saat ini YD menjalani pendidikan di Fakultas Ekonomi Akutansi Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY).

YD memiliki hubungan yang cukup baik dengan keluarganya. Pola asuh orang tua dalam keluarga YD demokratis. Sikap yang sering ditunjukan ayah dan ibunya dalam membimbing yaitu dengan memberikan nasehat dan contoh kepada anak-anak. YD menilai bahwa sang ayah memiliki sifat lebih pendiam daripada ibu. Dalam mendidik YD dan para saudaranya, peran Ibu lebih dominan. Sang ibu lebih sering mengarahkan dan membimbing kedelapan anaknya dibanding sang ayah. Peran ayah selain sebagai kepala keluarga, beliau juga mencarikan nafkah di kantor desa sebagai karyawan.

Sejak kecil YD disekolahkan di sekolah katolik. Sebagai keluarga katolik, orangtua YD mempercayakannya untuk bersekolah di Yayasan Katolik. Ilmu serta nilai-nilai yang diajarkan di sekolah, juga turut membentuk watak serta kepribadian YD. Setelah Menyelesaikan SMA (Sekolah Menengah Atas), YD mendapatkan beasiswa oleh SMA Adhi Luhur yang dikelola oleh pastor-pastor Serikat Yesus untuk melanjutkan Kuliah di Yogyakarta. Pada saat itu, YD dihadapkan pada dua pilihan dalam memilih tempat kuliah. Satu di Jakarta, dan satu di Yogyakarta. Saat itu, dua Kota ini dianggap memiliki perguruan tinggi yang cukup baik. Dengan mempertimbangkan biaya hidup yang lebih murah, maka YD memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Yogyakarta.

2) Gambaran Umum Mengenai Kehidupan subjek 2 di Yogyakarta (YD)

Dalam relasinya dengan teman-teman maupun warga setempat, YD mengaku cukup baik. Pada awal tinggal di kos- kosan, YD belajar untuk berbaur dengan teman-teman yang berasal juga dari beberapa daerah seperti Pekalongan, Pati, Purwokerto, dan Muntilan. Teman-teman kos YD semuanya satu angkatan dengannya sehingga kedekatan mereka cukup erat. Selain karena

faktor usia yang rata-rata sama, teman-temannya juga merupakan mahasiswi yang merantau dari daerahnya masing-masing. Kebersamaan diantara YD dan teman-temannya terwujud dalam kegiatan kebersamaan seperti belajar bersama, makan bersama, dan kegiatan kebersamaan lainnya. Walaupun demikian, para teman- teman kos YD juga menciptakan suasana yang tenang ketika belajar di kamarnya masing-masing. Kesan yang YD dapatkan setelah berbaur dengan teman-temannya kosnya adalah, pada umumnya mereka baik dan memiliki sikap disiplin khususnya dalam mengatur waktu. Hal ini yang membuat teman-temannya unggul dalam belajar dan juga sering mendapatkan hasil yang baik dalam perkuliahan. Kegiatan umum yang dilakukan oleh YD dan teman-temannya adalah di kos dan kampus. Di kampus, YD juga sering mengikuti organisasi atau kegiatan kepanitiaan lainnya.

Hubungan pertemanan YD dengan dengan teman-teman yang berasal dari Papua cukup dekat walaupun jarang berjumpa dengan mereka. YD mengaku bahwa kesehariannya lebih banyak dengan teman-teman kosnya. Teman-teman yang berasal dari Papua juga kadang berkunjung ke kosnya. Selain itu YD mengaku bahwa teman-teman kos yang berasal dari Papua lebih banyak laki- laki ketimbang perempuan.

Pada awal YD menyesuaikan diri dengan Budaya Yogya, YD merasakan cukup bingung khususnya dalam kebiasaan sehari- hari orang setempat. Kebingungan yang pernah dialami YD adalah suatu saat teman kosnya pamit untuk makan dengan melontarkan

kata “mari makan”. Seketika itu juga YD secara spontan bergabung makan dengan temannya tersebut. YD tidak menyadari bahwa

pernyataan “mari makan” hanya sebagai suatu tanda untuk ijin makan. Baru setelah itu YD menyadari melalui penyesuaian diri dengan teman-temannya bahwa pernyataan tersebut hanya ijin bukan mengajak orang untuk makan bersama. Selama berbaur dengan teman-teman kosnya, YD banyak belajar tentang kesopanan dan cara berinteraksi yang ditekankan oleh orang Jawa. Karena dekat juga dengan anak dari pemilik kos, YD banyak bertanya mengenai kebiasaan-kebiasaan orang setempat khususnya dalam bersikap yang baik. Sikap-sikap baik yang telah dipelajari YD, diterapkan dalam kesehariannya misalnya dalam menyapa tetangga dilingkungan RT yang kebetulan telah mengenal YD. Walaupun YD kurang paham dalam menanggapi teman atau kerabat yang menggunakan bahasa Jawa, namun YD tetap

memberikan perhatian kepada orang tersebut dengan

mendengarkan. Yang terutama dalam berelasi menurut YD adalah inisiatif untuk menyesuaikan diri dan berbaur.

3) Pandangan Subjek 2 Mengenai Kekerasan Etnis di Yogyakarta (YD)

a) Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Etnis

Sebagai mahasiswi semester akhir yang berasal dari Papua, YD melihat kekerasan antar etnis sering terjadi karena kelalaiaan orang Timur. Orang Timur yang tinggal di kota asalnya, pada awalnya sulit untuk membeli minuman keras karena biaya hidup tinggi. Sedangkan ketika merantau ke Yogya, biaya hidup yang murah membuat orang Timur

membeli banyak minuman keras, senang-senang dan

dampaknya membuat keributan. Walaupun demikian bagi YD, tidak semua orang Timur dikategorisasikan sebagai pemabuk atau pembuat keributan hanya orang-orang tertentu saja. Menurutnya karena hal-hal sepele ini, orang Jawa membuat pandangan bahwa pada umumnya orang Timur baik itu Papua maupun NTT memiliki sikap yang buruk. Akhirnya pandangan ini menjadi pemicu dalam suatu bentuk konflik-konflik di Yogyakarta.

Kebiasaan yang dibangun oleh dua budaya baik itu Papua dan Jawa sangat berbeda. Perbedaan ini kadang yang dijadikan sumbu konflik dan kekerasan antar dua kelompok. Misalnya pada bahasa dan intonasi dalam berbicara. Orang

Timur memiliki intonasi yang tinggi, sedangkan orang Jawa intonasi dalam berbicara sangat halus. Kadang ketika orang Timur sedang berbicara, orang Jawa mengganggap bahwa orang Timur sedang marah, padahal memang gaya berbicara orang Timur memiliki intonasi yang tinggi. Kondisi emosi orang Timur saat berbicara juga dalam kondisi yang normal.

Teman-teman YD juga pernah mengeluhkan hal ini “kamu

ngomong membuat saya kaget” atau “suara temanmu itu besar

sekali loh..menakutkan”, “tolong suaranya agak dikurangi”. Perbedaan yang sebenarnya harus menyatukan, bagi YD hal- hal ini yang mengakibatkan hancurnya keberagaman dan dapat menimbulkan konflik. YD menekankan bahwa intonasi yang tinggi bukan karena orang Timur marah atau kasar melainkan kebiasaan dalam berbicara orang Timur. YD memberikan contoh, romo paroki di Papua adalah orang Jawa, dan gaya berbicaranya sangat halus. Orang Papua yang mendengarkan merasa lucu. Menurut YD perbedaan persepsi mengenai gaya berbicara juga mengakibatkan timbulnya konflik. YD sudah dapat menyesuaikan dalam berbicara dengan mengurangi intonasi.

4) Pengalaman Diskriminasi dan Kekerasan yang Dialami Subjek 2 serta Dampak Psikologis (YD)

Sebagai orang Papua, YD merasakan perasaan yang sedih saat orang Jawa memandang bahwa atas kesalahan satu dua orang Timur, semua orang Timur jahat atau patut disisihkan. Misalnya saat mencari kos-kosan, orang Timur sangat susah di terima. Padahal di kos tersebut tertulis menerima kos putri dan masih ada kamar yang kosong. YD menganggap bahwa keberagaman baik itu warna kulit, rambut bahasa dan sebagainya yang kita miliki sebagai

bentuk ciri khas Indonesia, namun apa salahnya „kami‟ sebagai

orang Timur yang mau menuntut kuliah di Yogya dan dianggap kalangan nomor dua. Diskriminasi juga pernah dialami YD saat kuliah dimana saat YD menerima KHS (kartu hasil studi), nilai yang didapatkan cukup memuaskan. Dosen pembimbing pada saat itu melihat hasil studi YD yang baik, dan melontarkan pernyataan

kepada teman-temannya yang lain, “masa orang Papua lebih bisa

dari kalian yang lain!”. Seketika itu, YD mengatakan kepada dosen

tersebut bahwa soal kepintaran bukan ditentukan oleh orang suku atau warna kulit melainkan dari usaha. Perasaan YD sedih tidak terima dan kecewa menerima perlakuan orang Jawa khusunya Yogyakarta yang bersikap diskriminasi dan menganggap orang Timur bodoh, dan sering membuat kekerasan.

YD mempunyai pengalaman tentang temannya yang dibunuh oleh orang tidak dikenal. Pada saat itu, sepulang pertemuan rutin mahasiswa Papua, dua orang teman YD meminta ijin dengan ketua asrama untuk makan. Pada saat itu sekitar jam sebelas malam setibanya di salah satu warung di nol kilometer Yogya, kedua temannya dipukul menggunakan sebuah benda tumpul oleh orang yang tidak dikenal. Orang yang tidak dikenal menggunakan penutup muka sehingga tidak diketahui wajahnya. Kedua teman YD terkena pukulan yang satu di area kepala dan yang satu di bahunya. Teman yang terkena pukulan di area kepala seketika itu langsung meninggal di tempat karena diperkirakan benda tumpul tersebut mengenai otak. Sedangkan teman yang lain hanya mendapatkan memar di bahunya. Masalah ini telah diserahkan ke tangan KAPOLDA untuk ditindaklanjuti. Masalah ini menurut YD sudah semakin berdampak pada pelanggaran HAM. Suatu kasus lagi pembunuhan mahasiswi Papua asal kota Sorong yang dibuang di rel kereta API. Berdasarkan pengalaman dari YD dan teman-temannya hampir setiap tahun ada korban asal Indonesia Timur yang meninggal akibat konflik etnis.

Dari kejadian-kejadian diskriminasi yang terjadi kepada orang Timur khususnya orang Papua, dibentuklah suatu organisasi yang bertujuan untuk membuat keberadaan orang Timur dapat

diterima di Yogyakarta. Organisasi ini bernama Ikatan Pelajar dan

Mahasiswa Papua (IPMAPA). Presiden IPMAPA telah

menyampaikan kepada KAPOLDA dan Pemerintah Yogya untuk menghimbau agar bagi pelaku kekerasan yang berasal dari Papua diadili dengan hukum yang benar, namun tidak menyamaratakan pelaku kekerasan dengan mahasiswa-mahasiswi Papua lain yang tidak tahu menahu soal kekerasan itu. Begitu pula sebaliknya jika orang Jawa yang melakukan kekerasan hingga melanggar HAM, sebaiknya ditindaklanjuti dengan adil. Jika dalam media ada berita mengenai kekerasan yang dilakukan orang Papua maka, berita tersebut sebaiknya memberitakan tentang individu bukan suku yang mewakilinya.

Pengalaman-pengalaman mengerikan di atas, membuat YD merasa trauma hingga membuat YD takut untuk keluar di malam hari. Selain itu YD merasa kecewa, sedih dan tertekan tinggal di Yogyakarta. Dengan jumlah mahasiswa Papua korban kekerasan yang semakin bertambah, YD merasakan perasaan-perasaan tersebut. Hampir setiap tahun, asrama Papua menerima jenasah yang dibunuh akibat kekerasan etnis di Yogya. YD berharap Sultan memiliki peran yang besar untuk menciptakan suasana damai.

4. Upaya Subjek 2 dalam Membentuk Pandangan Positif Warga Yogya (YD)

Dari pengalaman kekerasan dan diskriminasi yang dialaminya, YD membuat tindakan-tindakan positif yang bertujuan untuk mengubah pola prasangka orang Jawa terhadap mahasiswa Papua. Misalnya mulai dari teman-teman dekat dan teman-teman di kampus, YD memberitahukan bahwa kami orang Papua tidak semua jahat. Kami punya hati dan tidak semua adalah sumber dari kekerasan, maka diharapkan kepada teman-temannya untuk menerima orang Timur khususnya Papua sebagai kaum minoritas. Namun ada teman-teman yang mengerti ada juga teman-teman yang malah menjauhi. Contohnya ketika pembagian kelompok, teman-teman YD memilih untuk berkelompok dengan teman- teman lain yang berasal dari Jawa. Karena tidak ada yang mau bergabung, YD membentuk kelompok belajar yang anggotanya berasal dari Indonesia Timur. Namun YD tetap mau membaur dengan teman-temannya tadi. Malahan setelah teman-temannya mengenal YD, mereka jadi lebih dekat dengannya. Selain itu, YD juga sering memberi pesan, nasehat kepada adik-adik mahasiswa baru asal Papua untuk bertindak baik dan mau untuk menyesuaikan diri di Yogyakarta. Program dari organisasi juga dibuat untuk memberi pemahaman tentang cara hidup di Yogyakarta.

5. Harapan Subjek 2 Berkaitan dengan Kekerasan Etnis di Yogyakarta (YD)

Harapan YD kedepan adalah, orang Timur dapat menyesuaikan diri dengan kebiasaan di Yogya sehingga tidak menimbulkan masalah. Selain itu semoga warga Jawa tidak menyalahkan semua mahasiswa Timur khususnya Papua yang tinggal Yogyakarta. Dan antara warga Jawa dan Papua dalam saling menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing.

c. Hasil Observasi

YD merupakan seorang remaja putri asal Papua yang tampak pendiam namun cukup hangat, dengan kulit berwarna coklat, rambut keriting. YD memiliki postur tubuh yang tidak terlalu tinggi, dan agak gemuk. YD dalam berpenampilan sangat sederhana dan sopan. Gadis berkacamata ini memiliki tutur kata yang sopan dan halus. Selama wawancara, YD mengenakan baju kaos yang dibaluti jaket dan celana jeans. Pada awal berjumpa dengan YD kesan yang penulis lihat adalah, YD merupakan anak yang pendiam namun pada kenyataannya YD cukup terbuka dan ramah.

Wawancara dilakukan sebanyak dua kali. Wawancara pertama dilakukan dilakukan pada tanggal 25 Juni 2014 di kantin Kampus

Sanata Dharma Mrican pada pukul 10.00 WIB hingga pukul 11.30 WIB. Sedangkan wawancara kedua juga dilakukan tanggal 27 Juni 2014 di kantin Kampus Sanata Dharma Mrican pada pukul 17.00 hingga pukul 17.45 WIB. Wawancara dilakukan sebanyak dua kali karena peneliti merasa masih ada data-data yang kurang.

Saat wawancara pertama, YD mengenakan baju kaos putih yang ditutupi jaket ungu, dan mengenakan celana jeans. YD dan peneliti duduk di bangku kantin. Pada saat itu kampus sedang sepi karena para mahasiswa lainnya sedang menjalani liburan semester. YD dan peneliti duduk berhadapan dengan dipisahkan sebuah meja. Di atas meja itu peneliti meletakan sebuah alat perekam, sebuah pulpen dan kertas untuk mencatat.

Saat wawancara kedua YD mengenakan baju kaos kuning yang ditutupi jaket ungu dan celana jeans hitam. Pada pertemuan kedua YD tampak dekat dengan peneliti, sikapnya sangat ramah. Saat pertama datang, YD yang pertama berinisiatif untuk menjabat tangan peneliti. YD dan peneliti duduk di bangku yang sama saat wawancara pertama berlangsung. Di atas meja peneliti tetap meletakan sebuah alat perekam, sebuah pulpen dan kertas untuk mencatat.

Secara umum kedua proses wawancara berlangsung dengan lancar. Jawaban-jawaban YD saat pertemuan kedua lebih yang lancar karena antara peneliti dan YD semakin akrab. Ketika diberikan

pertanyaan-pertanyaan wawancara, YD tampak menyimak dengan seksama. Kadang tampak dahinya di kerutkan dan matanya semakin fokus menyimak. Selama proses wawancara tangan dikatupkan di atas meja. YD menjawab semua pertanyaan peneliti dengan sangat seksama. Selain itu, jawaban yang diberikan YD tampak serius dan sungguh-sungguh sehingga tidak tampak kesan asal-asalan dalam menjawab. Sesekali dalam menjawab YD tampak tersenyum atau ketawa. Walaupun saat wawancara pertama YD tampak agak ragu- ragu dalam menjawab namun secara keseluruhan proses wawancara berjalan dengan lancar tampa hambatan.

3. Subjek 3

Dokumen terkait