• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

G. Uji Kesahihan dan Keandalan

Paradigma alamiah penelitian kualitatif memiliki perbedaan dengan penelitian kuantitatif (Moelong, 2007; 323). Lincoln dan Guba (dalam Moelong, 2007; 323) menambahkan bahwa dasar kepercayaan antara kedua penelitian baik itu kualitatif dan kuantitatif berbeda.

Maka dalam penelitian kualitatif ada empat kriteria yang digunakan dalam suatu teknik pemeriksaan data. Empat kriteria tersebut adalah sebagai berikut :

1. Derajat Kepercayaan

Merupakan pengganti konsep validitas internal dari penelitian kuantitatif. Fungsi dari penelitian adalah untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai. Selain itu bertujuan untuk mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.

2. Keteralihan

Berbeda dengan validitas eksternal pada penelitian kuantitatif, keteralihan dilakukan oleh seorang peneliti dengan mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks.

3. Kebergantungan

Dalam penelitian kuantitatif kebergantungan diartikan sebagai reliabilitas dimana jika diadakan dua atau tiga kali pengujian memiliki hasil yang sama maka penelitian tersebut dinyatakan reliabel. Namun dalam penelitian kualitatif, tidak hanya sekedar reliabilitas, faktor-faktor lain yang berkaitan juga ditambahkan.

4. Kepastian

Dalam penelitian kuantitatif, kepastian diistilahkan sebagai keobjektifitasan. Menurut Scriven (dalam Moelong 2007; 326), jika sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan.

Menurut Moelong (2007; 326-343) uji kesahihan dan keandalan dalam suatu penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan cara perpanjang keikutsertaan, ketekunan pengamatan, metode triangulasi, pemeriksaan sejawat melalui diskusi, analisis kasus negatif, kecukupan referensi, pengecekan anggota, uraian rinci, dan auditing.

Pada penelitian ini, uji kesahihan dan keandalan dilakukan dengan teknik-teknik sebagai berikut :

1. Triangulasi

Triangulasi merupakan teknik yang digunakan untuk pemeriksaan keabsahan data, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Ada tiga bentuk teknik triangulasi yaitu:

a. Triangulasi Sumber

Dilakukan dengan cara mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui alat dan waktu yang berbeda (Patton dalam Moleong, 2007). Dalam penelitian ini, peneliti mengecek balik derajat kepercayaan dengan melakukan observasi dan partisipan. Peneliti mengamati aktivitas yang dilakukan oleh para subjek dan mengecek sesuai dengan indikator- indikator dampak psikologi yang dirasakan para subjek.

Indikator rendahnya harga diri adalah tidak percaya diri, tidak bebas, dan tidak berdaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Maslow bahwa, indikator yang menunjukan rendahnya harga diri meliputi rasa tidak percaya diri, tidak mampu berkompetisi, tidak berdaya, dan tidak bebas. Pada subjek pertama (AT), rendahnya harga diri ditunjukan saat mencari kontrakan baru. Subjek tampak

lesu saat mencari kos-kosan baru. Subjek berkata “apa memang

kami ini pantas diperlakukan seperti ini?.”

Pada subjek kedua (YD), peneliti mengobservasi saat subjek berkomunikasi dengan teman-teman dan pemilik kos-kosan. Subjek menunjukan indikator rendah diri dan tidak berdaya. Saat pemilik kos dan teman-temannya pergi, subjek mengatakan kepada

peneliti bahwa, saya tidak enak saat berkomunikasi dengan orang

saya agak minder saat berkomunikasi dengan mereka.” Subjek berkeringat dan menunduk saat berkomunikasi dengan orang Jawa karena, logat dan nada berbicara subjek dikurangi. Hal ini sesuai dengan indikator yang Maslow kemukakan yaitu rendah diri dan tidak berdaya.

Observasi pada subjek ketiga terjadi saat peneliti dan subjek (AS) makan bersama di sebuah warung. Saat itu subjek dibicarakan oleh pedagang yang menggunakan bahasa Jawa. Subjek yang mengerti, secara spontan menundukan kepala dan mengerutkan dahinya saat mendengar pembicaraan pedagang makanan yang menyudutkan subjek. Spontan subjek menyatakan

bahwa “saya merasa tidak enak karena nama orang Timur jelek. Mungkin memang orang Timur pantas mendapat perlakuan buruk.”

Pada subjek keempat (MR), harga diri rendah tampak saat di komunitas subjek menunjukan bekas luka akibat bacokan. Subjek menunjukan ekspresi sedih dan mata berkaca-kaca saat

berkata “Ini luka akibat keteledoran saya, dan sikap buruk dari

beberapa teman-teman yang berasal dari Indonesia Timur”. Subjek

melanjutkan pernyataannya “sekarang saya sudah tidak dapat beraktivitas dengan leluasa karena kondisi fisik yang saya alami”.

Pernyataan subjek menujukan bahwa subjek tidak berdaya, tidak percaya diri, tidak dapat berkompetisi, dan tidak dapat berprestasi.

Indikator cemas dialami oleh setiap subjek. Keempat subjek menunjukan indikator yang sama yaitu, adanya perasaan tegang, terancam dari suatu bahaya. Pada subjek pertama (AT), rasa cemas ditunjukan saat subjek mengendarai sepeda motor dimana subjek sangat lengkap mengenakan helm, sarung tangan, dan sebelum mengendarai sepeda motor, subjek selalu memeriksa lampu, rem,

dan kaca spion. Subjek mengatakan bahwa “ini demi keselamatan bukan hanya dari kecelakaan tapi dari amukan warga yang tidak

senang dengan orang Timur”. Hal ini sesuai dengan indikator

kecemasan yang dikemukakan Nevid (2005), yaitu subjek merasa tegang, dan terancam oleh adanya bahaya. Sementara itu, rasa cemas dialami subjek kedua (YD) saat diajak peneliti untuk

menanda-tangani surat keabsahan. Saat ditanyai, subjek

menyatakan tidak ingin dijumpai saat malam hari karena subjek merasa cemas keluar malam dan menjadi korban amukan warga. Begitu pula pada subjek ketiga (AS), subjek mengurangi jam keluar malam, ataupun tidak mau sering-sering keluar kos. Sehingga peneliti datang langsung menjumpai subjek di kos-kosan, saat meminta tanda-tangan surat keabsahan. Sedangkan subjek keempat (MR), merasa cemas jika pembacokan terulang kembali pada dirinya. Subjek berbicara terbatah-batah saat menceritakan peristiwa pembacokan. Dan berharap peristiwa tersebut tidak

terulang kembali pada dirinya. Hal ini sesuai dengan indikator cemas yaitu perasaan tegang, dan terancam dari suatu bahaya.

Perasaan tertekan dirasakan subjek pertama (AT), saat itu subjek ingin mencari tempat tinggal yang nyaman agar bisa tenang dan belajar dengan baik. Subjek menujukan indikator tertekan yaitu perasaan tidak bebas, dan tidak tenang dalam beraktivitas. Selain itu pada subjek kedua (YD), indikator rasa tertekan yaitu saat subjek menelpon para saudaranya untuk tidak melanjutkan kuliah di Yogyakarta karena pengalaman subjek cukup tertekan di Yogyakarta. Subjek kedua tampak tidak bebas, dan merasakan beban batin tinggal di Yogya. Pada subjek ketiga (AS), subjek tidak melanjutkan kuliahnya dan lebih memilih tinggal di rumah komunitas San Egidio karena tertekan di kos-kosan. Pengalaman yang dirasakan subjek sesuai dengan indikator perasaan tidak bebas dan tidak tenang dalam beraktivitas. Pada subjek keempat (MR), subjek menunjukan sikap tertekan, dimana indikator tertekan yaitu tidak nyaman dalam beraktivitas. Subjek belum melakukan pendaftaran ulang karena cuti kuliah. Keempat subjek menunjukan adanya indikator perasaan tidak bebas.

Stress pasca trauma dirasakan oleh keempat subjek, dimana keempat subjek merasa ketakutan, ketidakberdayaan, kengerian yang selalu terbayang dipikiran mereka (DSM-IV). Keempat

subjek tidak dapat melangsungkan hidup dengan baik, karena ada perasaan cemas, tertekan, dan trauma akan kekerasan yang pernah dialami secara langsung maupun tidak langsung.

Depresi dialami oleh subjek keempat (MR) dimana subjek merasa sedih, merasa putus asa, tidak berdaya, dan tidak dapat

berkonsentrasi. Depresi ini muncul karena subjek tidak dapat

menyalurkan hobi bermain sepakbola dan berorganisasi. Subjek menunjukan kondisi tubuh subjek yang tampak tidak normal lagi. Selain itu, subjek putus asa akan keberlangsungan hidupnya.

Perasaan malu ditunjukan oleh para subjek saat mereka berkomunikasi dengan orang Jawa. Keempat subjek menujukan sikap tidak berdaya atas pelanggaran kekerasan. Para subjek juga

mengatakan “kami malu karena beberapa pelaku kekerasan adalah mahasiswa asal Indonesia Timur”.

b. Triangulasi menggunakan Metode

Triangulasi metode yaitu memeriksa derajat kepercayaan dengan beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Untuk mengecek keajegan data, peneliti membandingkan antara data hasil wawancara, dan hasil observasi yang telah dilakukan. Hasil pengecekan ini, menunjukan adanya kesamaan yang terjadi

antara pernyataan (hasil wawancara) subjek dan kenyataan (hasil observasi).

c. Triangulasi menggunakan Teori

Pada triangulasi teori, peneliti mencoba membandingkan data hasil temuan dengan teori-teori yang berkaitan dengan kekerasan yang berakibat pada dampak psikologis para korbannya. Peneliti juga membandingkannya dengan penelitian-penelitian sebelumnya berkaitan dengan agresi yang terjadi di masyarakat, maupun dampak psikologis yang diakibatkan dari akibat sikap agresi. Sebagai contoh teori Coser (dalam Budiyono, 2009) yang menjelaskan bahwa dampak dari kekerasan adalah menimbulkan dampak psikologis yang negatif, seperti perasaan tertekan sehingga menjadi siksaan terhadap mentalnya, stress, kehilangan rasa percaya diri, rasa frustasi, cemas, dan takut. Selain itu peneliti membandingkan dengan penelitian Mahoney di kepulauaan Carribian yang melihat dampak psikologis pada para remaja akibat kekerasan.

2. Pemeriksa Dosen Melalui Diskusi

Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan dosen pembimbing dan dosen pengajar kualitatif.

Dokumen terkait